umur, paritas, kehamilan ganda dan riwayat penyakit ibu hamil

advertisement
UMUR, PARITAS, KEHAMILAN GANDA DAN RIWAYAT PENYAKIT IBU
HAMIL TRIMESTER III YANG MELATARBELAKANGI KEJADIAN PRE
EKLAMPSIA DI RUMAH SAKIT
UMUM BANGIL
Mega Lolytasari Agustin
11002161
Subject : Umur, Paritas, Kehamilan Ganda, Riwayat Penyakit, Pre eklampsia,
Ibu Hamil trimester III yang mengalami pre eklamsia
Description
Faktor yang melatarbelakangi kejadian pre eklamsia, antara lain umur ibu, riwayat
kehamilan yang lalu, kehamilan kembar, status gizi, paritas, riwayat keluarga, dan
riwayat penyakit. Tujuan penelitian adalah mengetahui umur, paritas, kehamilan
ganda, dan riwayat penyakit ibu hamil trimester III yang melatarbelakangi kejadian
pre eklamsia di Rumah Sakit Umum Bangil Kabupaten Pasuruan.
Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif dengan rancang bangun survey.
Variabel dalam penelitian ini adalah umur, paritas, kehamilan ganda, dan riwayat
penyakit ibu hamil trimester III yang melatarbelakangi kejadian pre eklamsia.
Populasi yaitu seluruh ibu hamil trimester III yang menderita pre eklamsia di RSUD
Bangil Pasuruan pada bulan Februari 2013- Februari 2014 sebanyak 330 orang
dengan menggunakan teknik total sampling. Penelitian dilakukan pada tanggal 19 -20
Mei 2014. Data diperoleh dari data sekunder yang ada di ruang Rekam Medik RSUD
Bangil Pasuruan. Instrumen yang digunakan adalah lembar checklist. Hasil analisis
menggunakan distribusi frekuensi dan tabulasi silang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang melatarbelakangi kejadian pre
eklamsia adalah ibu hamil trimester III dari 330 orang, diantaranya umur ≥35 tahun
(83,5%), paritas nulipara (77,0%), kehamilan tunggal (90,1%), riwayat preeklamsia
(40,7%) mengalami preeklamsia berat dan umur 20-35 tahun (47,7%), paritas
primipara (43,0%), riwayat hipertensi (70,8%) mengalami pre eklamsia ringan.
Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya pre eklamsia. Diantaranya
umur ibu yang ≥35 tahun, nulipara dan mempunyai riwayat penyakit hipertensi. Hal
itu disebabkan karena penurunan fungsi sistem organ reproduksi dan pembentukan
antibodi penghambat yang belum sempurna.
Oleh sebab itu diharapkan bagi tenaga kesehatan khususnya meningkatkan
pelayanan antenatal care sebagai bentuk deteksi dini kehamilan yang beresiko tinggi
pre eklamsia agar ibu dengan kehamilan tunggal tidak berisiko pre eklamsia.
ABSTRACT
Factors predisposed the incidence of pre-eclampsia, such as maternal age,
history of past pregnancies, twin pregnancies, nutritional status, parity, family
history, and disease history. The purpose of the study was to determine the age,
parity, multiple pregnancy, and the disease history of third trimester pregnant women
predisposed the incidence of pre-eclampsia in the RSUD Bangil Pasuruan.
This research used descriptive with survey as research design. The variables
in this study were age, parity, multiple pregnancy, and the disease history of third
trimester pregnant women predisposed the incidence of pre-eclampsia. The
population is the entire third trimester pregnant women suffering from pre-eclampsia
in RSUD Bangil Pasuruan in February 2013 - February 2014 as much as 330 people
using the total sampling technique. The study was conducted on 19 to 20 May 2014.
The data was obtained from secondary data available in Medical Records RSUD
Bangil Pasuruan. The instrument was used a checklist sheet. The results will be
analysed by using frequency distributions and cross-tabulations.
The results showed that predisposing factors for the incidence of preeclampsia is third trimester pregnant women from 330 people, including age more
than 35 years (83.5%), parity nulliparous (77.0%), single pregnancies (90.1%),
history of pre-eclampsia (40.7%) had severe pre-eclampsia and aged 20-35 years
(47.7%), parity primiparous (43.0%), history of hypertension (70.8%) had mild preeclampsia.
There were several factors that led to pre-eclamsia, i.e. mothers aged more
than 35 years, nulliparous and had a history of hypertension. It is caused due to a
decrease in reproductive organ system function and formation of inhibitory antibodies
are not yet perfect.
Therefore health workers especially are expected to improve antenatal care as
a part of early detection of pregnancies at high risk of pre-eclampsia that women with
single pregnancies at unrisk of pre-eclampsia.
Keywords: Age, Parity, Pregnancy Doubles, disease history, Pre-eclampsia
Contributor
: 1. Ika Yuni Susanti S.ST
2. Elyana Mafticha, S.ST
Date
: 7 Juni 2014
Type Material : Laporan Penelitian
Edentifier
:-
Right
: Open Document
Summary
:
LATAR BELAKANG
Pre eklamsia merupakan salah satu penyakit yang muncul pada masa
kehamilan dengan di tandai adanya hipertensi, proteinuria, dan edema. Kelainan
sering terjadi pada primigravida, terkait dengan geografis/demografis/etnis
(proverawati dan Asfuah, 2009: 264) Sindroma pre eklamsia ringan sering tidak
diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan, sehingga tanpa
disadari dalam waktu singkat dapat timbul pre eklamsia berat, bahkan eklamsia
(Prawirohardjo, 2006: 282).
Ibu hamil yang mengalami pre eklamsia berisiko tinggi mengalami keguguran,
gagal ginjal akut, perdarahan otak, pembekuan darah intravaskular, pembengkakan
paru-paru kolaps pada sistem pembuluh darah. Bahaya pre eklamsia bagi bayi adalah
dapat menghambat asupan darah ke plasenta (jalur penyerapan udara dan makanan
untuk janin) sehingga bayi bisa mengalami kekurangan oksigen (hypoxia) dan
makanan (Sulistioningsih, 2011: 131). Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal di
dunia karena eklamsia. Insiden eklamsia di negara berkembang berkisar dari 1:100
sampai 1:1700. Beberapa kasus memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang
kehamilan. Pada stadium akhir yang disebut eklamsia, pasien akan mengalami kejang.
Jika eklamsia tidak ditangani secara cepat akan terjadi kehilangan kesadaran dan
kematian karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan
otak. Eklamsia menyebabkan angka kematian sebesar 5% atau lebih tinggi (Rozikhan,
2007: 2). Pre eklamsia (25%) termasuk penyebab langsung tingginya AKI di
Indonesia setelah perdarahan (32%), disusul infeksi (5%), partus lama (5%), dan
abortus (1%), penyebab lain-lain (32%) cukup besar, termasuk di dalamnya penyebab
penyakit non obstetrik (RISKESDAS, 2010 dalam Depkes, 2012: 2). Berdasarkan
data di RSU Dr.Soetomo, kejadian preeklamsia tercatat 30 hingga 50 kasus per
tahunnya. Prevalensi 1,08% menunjukkan angka kejadian preeklamsia ini lima kali
lebih tinggi daripada angka kejadian di Bangkok dan 10 kali lebih besar dari
Singapura (Gumilar, 2008: 1).
Studi pendahuluan dilakukan di Rumah Sakit Umum Bangil pada tanggal 29
April 2014 dengan mengobservasi data rekam medis rumah sakit, khususnya di
bagian Poli Kandungan. Hasil studi pendahuluan diketahui sepanjang tanggal 20 27April 2014 terdapat 5 ibu hamil yang terdiagnosis pre eklamsia, yaitu 2 ibu hamil
dengan pre eklamsia berat dan 3 ibu hamil dengan pre eklamsia ringan. Hasil rekam
medis menunjukkan 1ibu hamil dengan pre eklamsia berat adalah nulipara, umur <20
tahun, kehamilan ganda, dan tidak mempunyai riwayat penyakit risiko pre eklamsia
(diabetes mellitus, hipertensi, pre eklamsia). Satu ibu hamil dengan pre eklamsia berat
lainnya adalah primipara, umur >35 tahun, kehamilan tunggal, dan memiliki riwayat
hipertensi. Sedangkan 3 ibu hamil dengan pre eklamsia ringan menunjukkan
karakteristik primipara, umur 20-35 tahun, kehamilan tunggal, dan hanya 1 yang
mempunyai riwayat diabetes mellitus, sedangkan 2 orang lainnya tidak mempunyai
riwayat penyakit risiko pre eklamsia.
Faktor yang melatarbelakangi pre eklamsia, antara lain umur ibu, riwayat
kehamilan yang lalu, kehamilan kembar, status gizi, paritas, riwayat keluarga dan
riwayat penyakit (Marlina, 2013: 4). Umur ibu pada saat kehamilan merupakan salah
satu faktor yang menentukan tingkat resiko kehamilan dan persalinan. Wanita yang
berusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun memiliki resiko tinggi terhadap
kejadian pre eklamsia (Langelo, dkk., 2013: 6). Selain itu pada umumnya pre
eklamsia diperkirakan sebagai penyakit pada kehamilan pertama. Bila kehamilan
sebelumnya normal, maka insiden pre eklamsia akan menurun, bahkan abortus pada
kehamilan sebelumnya merupakan faktor protektif terhadap kejadian pre eklamsia.
Hal ini disebabkan pada kehamilan pertama atau nulipara, pembentukan antibodi
penghambat belum sempurna, sehingga meningkatkan risiko terjadinya pre eklamsia
(Indriani, 2012: 9). Gangguan hipertensi akibat kehamilan jauh lebih besar
kemungkinan timbul pada janin multipel. Hipertensi juga cenderung timbul lebih awal
dan lebih parah (Leveno, 2009: 506). Diabetes juga merupakan riwayat penyakit yang
merupakan faktor risiko pre eklamsia (Indriani, 2012: 11).
Salah satu justifikasi pelayanan antenatal adalah untuk menurunkan risiko pre
eklamsia. Layanan antenatal harus ditujukan hanya untuk penanganan penyakit jika
penyakit tersebut sudah muncul. Namun, kemungkinan untuk upaya pencegahan
preeklamsia tetap diteruskan, dan kemungkinan ada faktor penting yang belum
diketahui (Proverawati dan Asfuah, 2009: 32). Tugas bidan dalam menghadapi pre
eklamsia, antara lain melakukan pengawasan antenatal yang intensif sehingga dapat
menggerakkan secara dini kemungkinan komplikasi hipertensi dalam kehamilan
dalam bentuk pre eklamsia-eklamsia, seperti namanya eklamsia khususnya terjadi
mendadak bagaikan “halilintar”, maka sebaiknya bila dijumpai kemungkinan
komplikasi hipertensi dalam kehamilan segera melakukan rujukan ke pusat dengan
fasilitas yang cukup, terutama yang harus diperhatikan adalah superimposed
hipertensi dalam kehamilan karena komplikasinya akan lebih berat dan gawat
(Manuaba, 2008: 103). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui umur, paritas,
kehamilan ganda dan riwayat penyakitibu hamil trimester III yang melatarbelakangi
kejadian pre eklamsia di Rumah Sakit Umum Bangil.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif dengan menggunakan pendekatan
survey. Variabel dalam penelitian ini adalah umur, paritas, kehamilan ganda dan
riwayat penyakit ibu hamil trimester III yang melatarbelakangi kejadian pre eklamsia.
Populasinya adalah seluruh ibu hamil trimester III yang menderita pre eklamsia di
Rumah Sakit Umum Bangil pada bulan Februari 2013- Februari 2014 sebanyak 330
orang. Sampel diambil dengan menggunakan total sampling.
Lokasi Penelitian : Penelitian ini di lakukan di Rumah Sakit Umum Bangil
Pasuruan dan Waktu Penelitian : pengumpulan data dilaksankan pada tanggal 19 -20
Mei 2014. Teknik Pengumpulan data : dalam penelitian ini menggunakan teknik
dokumentasi untuk mendapatkan data sekunder.
a. Kejadian pre eklamsia, kriteria:
1) Pre eklamsi ringan:
a) Peningkatan tekanan darah:
Sistol >140-<160 mmHg; diastol >90-<110 mmHg
b) Protein urin: kuantitatif > 0,3 g/24 jam atau kualitatif +1-2
c) Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau
tangan
2) Pre eklamsi berat:
a) Peningkatan tekanan darah:
Sistol >160 mmHg; diastol >110 mmHg
b) Protein urin: > 5g/24 jam
c) Edema umum dan paru serta sesak dan sianosis
(Manuaba, 2008: 91; Tjandra dan Rambulangi, 2006: 1)
b.
Umur, kriteria:
1) <20 tahun
2) 20-35 tahun
3) >35 tahun
c. Paritas, kriteria:
1) Nulipara
2) Primipara
3) Multipara
4) Grande multipara
d. Kehamilan ganda, kriteria:
1) Kehamilan ganda
2) Kehamilan tunggal
e. Riwayat penyakit, kriteria:
1) Hipertensi
2) Diabetes mellitus
3) Pre eklamsia
HASIL PENELITIAN
Ibu berumur >35 tahun mengalami pre eklamsia terbanyak yaitu sebanyak 218
responden (66,0%). Ibu dengan paritas nulipara mengalami pre eklamsia terbanyak
yaitu sebanyak 195 responden (59,0%). Ibu dengan kehamilan ganda mengalami pre
eklamsia terbanyak yaitu sebanyak 284 responden (86,0%). Ibu dengan riwayat
penyakit mengalami pre eklamsia terbanyak yaitu 197 responden (59,7%). kejadian
pre eklamsia terbanyak adalah pre eklamsia berat yaitu sebanyak 208 responden
(63,0%). dalam tabulasi silang kejadian pre eklamsia ringan hampir setengah terjadi
pada ibu yang berumur 20-35 tahun dengan 62 responden (47,7%), sedangkan
kejadian pre eklamsia berat hampir setengah terjadi pada ibu yang berumur >35 tahun
dengan 167 responden (83,5 kejadian pre eklamsia ringan sebagian besar terjadi pada
ibu dengan primipara sebanyak 71 responden (43,0%), sedangkan kejadian pre
eklamsia berat hampir seluruhnya terjadi pada ibu dengan nulipara sebanyak 127
responden (77,0%). Pada kehamilan ganda kejadian pre eklamsia berat lebih banyak
terjadi yaitu sebanyak 29 responden (63,0%). kejadian pre eklamsia ringan sebagian
besar terjadi pada ibu dengan riwayat penyakit hipertensi sebanyak 150 responden
(70,8%), sedangkan kejadian pre eklamsia berat hampir setengah terjadi pada ibu
dengan riwayat pre eklamsia sebanyak 48 responden (40,7%).
Hampir setengah Ibu hamil Trimester III yang berumur >35 tahun sebanyak
218 responden (66,0%) mengalami pre eklamsia. Hasil tabulasi silang menunjukkan
bahwa kejadian pre eklamsia ringan hampir setengah terjadi pada ibu yang berumur
20-35 tahun dengan 62 responden (47,7%), sedangkan kejadian pre eklamsia berat
hampir setengah terjadi pada ibu yang berumur >35 tahun dengan 167 responden
(83,5%).
Faktor usia berpengaruh terhadap terjadinya pre eklamsia/ eklamsia
(Rozikhan, 2007: 41). Menurut Sarwono (2006), faktor yang berhubungan dengan
terjadinya pre eklampsia yaitu faktor usia dan paritas. Usia seorang wanita pada saat
hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Umur yang kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun, berisiko tinggi untuk melahirkan. Kesiapan seorang
perempuan untuk hamil harus siap fisik, emosi, psikologi, social dan ekonomi
(Tuslihah, 2011: 1). Umur ibu pada saat kehamilan merupakan salah satu faktor yang
menentukan tingkat resiko kehamilan dan persalinan. Wanita yang berusia kurang
dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun memiliki resiko tinggi terhadap kejadian pre
eklamsia (Langelo, dkk., 2013: 6). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rozanna
(2009) menunjukkan bahwa ibu yang berusia ≥35 tahun merupakan faktor resiko
terhadap kejadian pre eklamsia dengan nilai OR 2.75. Hasil yang sama juga
ditunjukkkan oleh Utama (2008) adanya hubungan yang bermakna antara umur ibu
melahirkan dengan kejadian pre eklamsia. Resiko kejadian pre eklamsia ibu
melahirkan dengan umur ≤20 tahun dan ≥35 tahun adalah 3,67 kali lebih besar.
Berdasarkan hasil penelitian, ibu hamil yang berumur lebih dari 35 tahun,
rentan terjadinya pre eklamsia. dengan bertambahnya umur cenderung meningkatkan
penyebab terjadinya resiko pre eklamsia. Ibu hamil yang berumur lebih dari 35 tahun
cenderung mengalami pre eklamsia berat karena pada umur yang sudah berlebih
sistem hormone dan organ tubuh tidak seperti dulu atau melemah. Oleh karena itu
rentan terhadap berbagai penyakit yang menyertai. Dan biasanya ibu hamil dengan
umur 20-35 tahun juga udah dapat mengalami pre eklamsia ringan. Hal ini bisa
dikarenakan kurangnya ibu untuk melakukan pemeriksaan antenatal. Tinggi
rendahnya umur seseorang mempengaruhi terjadinya pre eklamsia.
Hampir setengah Ibu hamil Trimester III dengan paritas nulipara sebanyak
195 responden (59,0%) yang mengalami pre eklamsia. Hasil tabulasi silang
menunjukkan bahwa kejadian pre eklamsia ringan sebagian besar terjadi pada ibu
dengan primipara sebanyak 71 responden (43,0%), sedangkan kejadian pre eklamsia
berat hampir seluruhnya terjadi pada ibu dengan nulipara sebanyak 127 responden
(77,0%).
Para adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm (Manuaba, 2010: 166).
Paritas ibu merupakan frekuensi ibu pernah melahirkan anak hidup atau mati, tetapi
bukan aborsi (Salmah, dkk., 2006: 133). Nulipara adalah seorang wanita yang belum
pernah mencapai kehamilan melewati tahap abortus. Ia mungkin pernah hamil,
mungkin juga tidak, atau mungkin pernah mengalami spontaneous abortus atau
elektif (Leveno, 2009: 41). Pada umumnya pre eklamsia diperkirakan sebagai
penyakit pada kehamilan pertama. Bila kehamilan sebelumnya normal, maka insiden
pre eklamsia akan menurun, bahkan abortus pada kehamilan sebelumnya merupakan
faktor protektif terhadap kejadian pre eklamsia. Hal ini disebabkan pada kehamilan
pertama atau nulipara, pembentukan antibodi penghambat belum sempurna, sehingga
meningkatkan risiko terjadinya pre eklamsia (Indriani, 2012: 9). Dari hasil penelitian
pasien nulipara pada kelompok kasus adalah 53,8% dan pada nulipara non
preeklamsia 48,8% sedangkan pada pasien preeklamsia yang sudah pernah
melahirkan anak 1-4 proporsinya adalah 46,3 dan pada yang non preeklamsia adalah
48,8 % sama dengan yang nulipara dan untuk yang sudah pernah melahirkan >4 pada
sampel pasien preeklamsia tidak ada atau 0%, sedangakan nilai odds ratio (OR) untuk
kelompok nulipara menunjukkan bahwa ibu nulipara mempunyai resiko 1.222 lebih
besar untuk mengalami pre eklamsia daripada ibu yang sudah melahirkan sebelumnya
(Indriani, 2012: 38).
Berdasarkan hasil penelitian, ibu dengan paritas nulipara lebih beresiko
preklamsia karena ibu dengan nulipara masih berada pada awal usia reproduksi
dengan usia yang masih muda sehingga sangat rentan untuk terjadinya pre eklamsia.
Hal itu menyebabkan ibu dengan nulipara dapat mengalami pre eklamsia ringan
maupun berat. Karena masih minimnya pengetahuan dan sistem reproduksi yang
masih belum matang, ibu dengan nulipara harus lebih taat melakukan pemeriksaan
antenatal guna mengetahui perkembangan janinnya.
Hampir setengah Ibu hamil Trimester III dengan kehamilan tunggal sebanyak
284 responden (86,0%) mengalami pree eklamsia. Hasil tabulasi silang menunjukkan
bahwa sebagian besar kejadian pre eklamsia berat terjadi pada ibu dengan kehamilan
ganda sebanyak 29 responden (63,0%).
Kehamilan ganda atau hamil kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau
lebih. Sejak ditemukannya obat dan cara induksi ovulasi, maka laporan dari seluruh
pelosok dunia, frekuensi kehamilan kembar cenderung meningkat. Bahkan sekarang
telah ada hamil kembar lebih dari enam (Mochtar, 2013: 179). Kejadian kehamilan
ganda dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor genetik atau
keturunan, umur dan paritas, ras/suku bangsa, dan obat pemicu ovulasi
(Prawirohardjo, 2010: 311).
Kehamilan ganda merupakan salah satu faktor yang melatarbelakangi
kejadian pre eklamsia. tetapi dari hasil penelitian, didapatkan data yaitu paling
banyak ibu hamil trimester III di RSUD Bangil Pasuruan yang mengalami pre
eklamsia adalah ibu dengan kehamilan tunggal. Dikarenakan ibu dengan kehamilan
tunggal tersebut memiliki faktor lain yang mendukung kuat untuk terjadinya pre
eklamsia. seperti saat kehamilan disertai dengan hipertensi, odema, dan lain
sebagainya. Jadi tidak selalu ibu hamil dengan kehamilan ganda yang dapat
mengalami pre eklamsia saja, tetapi ibu dengan kehamilan tunggal dapat mengalami
pre eklamsia rinagn maupun pre eklamsia berat. Dari 330 orang yang diteliti di
RSUD Bangil Pasuruan didapatkan 284 orang yang mengalami preeklamsia dengan
kehamilan tunggal.
Sebagian besar Ibu hamil Trimester III mengalami pre eklamsia dengan
riwayat penyakit hipertensi sebanyak 19 responden (59,7%). Hasil tabulasi silang
menunjukkan bahwa kejadian pre eklamsia ringan sebagian besar terjadi pada ibu
dengan riwayat penyakit hipertensi sebanyak 150 responden (70,8%), sedangkan
kejadian pre eklamsia berat hampir setengah terjadi pada ibu dengan riwayat pre
eklamsia sebanyak 48 responden (40,7%).
Faktor predisposing lainnya dari terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia
adalah adanya riwayat hipertensi kronis atau penyakit vaskuler hipertensi
sebelumnya atau hipertensi esensial. Sebagian besar kehamilan dengan hipertensi
esensial berlangsung normal sampai cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara
para wanita penderita tekanan darahnya tinggi setelah kehamilan 30 minggu tanpa
disertai gejala lain (Rozikhan, 2007: 40). Hipertensi dalam kehamilan merupakan 515% penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi
mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Terdapat banyak fackor risiko untuk
terjadinya hipertensi dalam kehamilan,yaitu kelompok primigravida, hiperplasentosis
seperti mola hidatodosa, kehamilan multiple, diabetes mellitus,bayi besar, hidrops
fetalis, lalu umur yang ekstrim, riwayat keluarga pernah pre eklamsia, penyakitpenyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil, obesitas (Sarwono,
2006: 531).
Kebanyakan ibu hamil yang memiliki riwayat penyakit terutama seperti
hipertensi di kehamilan yang lalu ataupun riwayat kesehatannya, memicu terjadinya
preeklamsia pada kehamilannya sekarang ataupun mendatang. Hipertensi dalam
kehamilan tentu saja dipicu oleh faktor lain yang mempengaruhinya. Ibu hamil
dengan riwayat penyakit hipertensi lebih banyak dimasukkan dalam ketegori
preeklamsia ringan, jika hanya hipertensi yang diderita, tetapi dapat juga mengalami
pre eklamsia berat jika melebihi batas syarat pre eklamsia. dari hasil penelitian,
menyatakan bahwa dari 330 orang yang diteliti di RSUD Bangil Pasuruan yang
mengalami preeklamsia dengan riwayat penyakit hipertensi sebanyak 150 orang.
Sebagian besar ibu hamil Trimester III pada Februari 2013 – Februari 2014 di
RSUD Bangil Pasuruan didapatkan data bahwa hampir setengah responden adalah
208 responden (63,0%) mengalami pre eklamsia berat.
Pre eklamsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin
dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias, yaitu hipertensi, proteinuria dan edema
yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma, ibu tersebut tidak menunjukkan
tanda-tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya (Mochtar, 2013: 143).
Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami pre eklamsia bila mempunyai faktorfaktor predisposisi antara lain, nulipara umur belasan tahun, pasien yang miskin
dengan pemeriksaan antenatal yang kurang atau tidak sama sekali dan nutrisi yang
buruk terutama dengan diet kurang protein, mempunyai riwayat pre
eklamsia/eklamsia dalam keluarga, mempunyai penyakit vaskuler hipertensi
sebelumnya. Kehamilan-kehamilan dengan trofoblas yang berlebihan ditambah vili
korion: kehamilan ganda, mola hidatidosa, diabetes mellitus, hidrops fetalis (Taber
dalam Indriani, 2012: 11). Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka
morbiditas dan mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya pre
eklamsia sukar dicegah, namun pre eklamsia berat dan eklamsi biasanya dapat
dihindarkan dengan mengenal secara dini penyakit itu dan dengan penanganan secara
sempurna. Pada umumnya, diagnosis pre eklamsia didasarkan atas adanya 2 dari trias
tanda utama: hipertensi, edema dan proteinuria. Namun diagnosis diferensial antara
pre eklamsia dengan hipertensi menahun atau penyakit ginjal tidak jarang
menimbulkan kesukaran (Prawirohardjo, 2006: 288).
Ibu hamil dengan pre eklamsia perlu di tindak lanjuti mengingat AKI dan
AKA semakin banyak karena kasus pre eklamsia. Sekarang sudah banyak ibu hamil
yang mengalami pre eklamsia berat dari pada pre eklamsia ringan, itu tandanya kalau
sudah pre eklamsia berat takutnya malah menuju ke eklamsia. Pencegahan sejak dini
sangat diperlukan mulai dari pengawasan pada saat pemeriksaan antenal, menjauhkan
dari faktor yang melatarbelakangi kejadian pre ekalmsia. Dari hasil penelitian
didapatkan hasil ibu hamil yang mengalami preeklamsia lebih banyak menderita
preeklamsia berat yaitu sebanyak 208 orang dari 330 orang, sisanya adalah ibu hamil
yang menderita preeklamsia ringan.
SIMPULAN
1. Kejadian pre eklamsia ibu hamil trimester III di RSUD Bangil Pasuruan sebagian
besar adalah pre eklamsia berat sebanyak 208 responden (63,0%).
2. Umur ibu dengan kejadian pre eklamsia sebagian besar adalah kelompok usia
beresiko tinggi ( > 35 tahun ) sebanyak 218 responden (66,0%).
3. Paritas Ibu dengan kejadian pre eklamsia sebagian besar adalah pada nulipara
sebanyak 195 responden (59,0%).
4. Kehamilan Ganda ibu dengan kejadian pre eklamsia tidak berpengaruh
melainkan didapatkan hasil kehamilan tunggal dengan kejadian pre eklamsia
hampir seluruhnya adalah 284 responden (86,0%).
5. Riwayat penyakit ibu dengan kejadian pre eklamsia sebagian besar adalah
dengan riwayat penyakit hipertensi sebanyak 197 responden (59,7%).
REKOMENDASI
1. Bagi peneliti dan peneliti selanjutnya
Diharapkan untuk peneliti lebih meningkatkan pengetahuan dan wawasan
tentang penelitian sehingga pada penelitian berikutnya akan lebih
mengembangkan permasalahan sedangkan bagi peneliti selanjutnya diharapkan
untuk dapat menggunakan metode penelitian yang lain atau judul yang lebih
bervariatif sehingga hasil penelitian akan membantu dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi kebidanan.
2. Bagi instansi pendidikan
Dapat memberikan tambahan materi dalam pembelajaran antenatal care sehingga
dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang umur, paritas, kehamilan
ganda, dan riwayat penyakit ibu hamil trimester III yang melatarbelakangi
kejadian preeklamsia, serta dapat dijadikan data awal bagi penelitian selanjutnya
dalam permasalahan yang sama.
3. Bagi instansi kesehatan
Lebih meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan yang bekerja di instansi agar
mampu memberikan pelayanan terutama saat antenatal care dengan lebih baik
dan terampil seperti mengikuti seminar atau pelatihan-pelatihan yang berkaitan
dengan tugas pelayanan.
4. Bagi masyarakat
Diharapkan pada masyarakat untuk lebih meningkatkan informasi tentang umur,
paritas, kehamilan ganda, dan riwayat penyakit ibu hamil trimester III yang
melatarbelakangi kejadian preeklamsia untuk kesejahteraan kesehatan ibu.
5. Bagi tenaga kesehatan
Diharapkan untuk meningkatkan ketermpilan yang dimiliki terutama tentang
umur, paritas, kehamilan ganda, dan riwayat penyakit ibu hamil trimester III
yang melatarbelakangi kejadian preeklamsia melalui seminar maupun pelatihan
sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik lagi dan dapat
memberikan pelayanan yang lebih untuk memantau kondisi ibu yang beresiko
preeklamsia.
6.
Bagi tempat penelitian
Instansi pelayanan kesehatan lebih intensif lagi dalam memberikan pendidikan
kesehatan terutama tentang umur, paritas, kehamilan ganda, dan riwayat
penyakit ibu hamil trimester III yang melatarbelakangi kejadian preeklamsia
sehingga pengetahuan ibu dapat lebih ditingkatkan dan dapat mencegah
kehamilan di usia tersebut.
Alamat Korespondensi :
-
Alamat rumah
-
Email
No. HP
: PERUM SUKODONO PERMAI jl. Kesemek 09 RT 34 RW
06 desa Selok Besuki Kec. Sukodono
: [email protected]
: 085707615500
Download