BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di
sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di
suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai
dengan reaksi tanah anaerob, Snedaker (1978). Secara ringkas hutan mangrove
dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut
(terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang
dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya
bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu
sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi
dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove.
Ekosistem hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang terbarukan
(renewable resources), terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang secara
fungsional berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi. Ekosistem ini
memiliki tiga fungsi penting yakni fungsi fisik, fungsi biologi/ekologis dan fungsi
ekonomi. Namun demikian, ekosistem mangrove dikenal sebagai fragile
ecosystem yaitu ekosistem yang mudah mengalami kerusakan apabila terjadi
perubahan pada salah satu unsur pembentuknya (Arief, 2003).
Ekosistem pesisir seperti hutan bakau semakin sering dipromosikan dan
digunakan sebagai alat dalam strategi pertahanan pesisir. Namun, masih ada
kebutuhan mendesak untuk lebih memahami bagaimana peran ekosistem dalam
1
perlindungan pantai. Hutan bakau biasanya ditemukan di pantai dengan energi
gelombang yang kecil, tetapi bakau terkadang terkena gelombang besar pada
waktu badai, topan dan periode angin kencang. Gelombang besar dapat
menyebabkan banjir dan kerusakan infrastruktur pesisir. Dengan mengurangi
energi dan tinggi gelombang, bakau berpotensi dapat mengurangi kerusakan
akibat gelombang tersebut.
Ekosistem mangrove merupakan daerah ekoton antara ekosistem daratan
dan ekosistem laut. Sebagai ekoton, daerah ini memiliki gradient lingkungan yang
cukup besar. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya fluktuasi beberapa
faktor lingkungan yang besar terutama suhu dan salinitas, sehingga organisme
yang bertahan hidup di daerah ini mempunyai kemampuan toleransi yang tinggi
terhadap perubahan faktor lingkungan yang terjadi. Kemampuan toleransi dari
tiap jenis vegetasi terhadap faktor lingkungannya menyebabkan perbedaan
komposisi hutan mangrove dengan batas-batas yang khas, sehingga membentuk
zonasi pada kawasan hutan mangrove.
Hutan mangrove cenderung untuk menyusun tegakan mereka relatif lebih
homogen, seringkali membentuk jalur tanaman yang sejenis, spesies mangrove
relatif lebih sedikit dan mempunyai struktur fisik yang sederhana, dan dicirikan
dengan sistem zonasi sebagai konsekuensi dari serangkaian suksesi dari tekanan
kondisi lingkungan, efek perubahan geomorfologi dan respon fisiologis terhadap
variabel fisik lingkungan (Hogarth, 2007)
Seiring dengan perkembangan zaman yang terus menerus membutuhkan
sumber daya alam yang terbarukan dan sumber daya alam yang tidak dapat
2
diperbaharui, menyebabkan lingkungan akan menjadi penerima dampak.
Memasuki tahun 2001, ekspansi pertambangan batubara mulai merambah dan
bekembang pesat di Kalimantan Selatan khususnya di Kabupaten Tanah Bumbu.
Pemanfaatan sumber daya alam batubara di Kabupaten Tanah Bumbu secara
resmi (legal) dilakukan oleh beberapa perusahaan besar, menengah, dan skala
kecil (koperasi) serta perorangan. Dengan lokasi penambangan pada hutan negara
bahkan sampai ke kawasan hutan mangrove, yang dimanfaatkan untuk
pembangunan infrastruktur guna menunjang operasional kegiatannya. Hutan
mangrove tersebut adalah Cagar Alam Selat Laut. Hingga sekarang, kegiatan
eksploitasi terus dilakukan dan telah sampai pada tahap pengapalan ke negara
pengimpor batubara.
Disisi lain faktor dominan penyebab kerusakan hutan mangrove yaitu
dengan pemanfaatan lahan yang berlebihan oleh masyarakat. Pertumbuhan
penduduk pesat menyebabkan tuntutan untuk mendayagunakan suberdaya
mangrove terus meningkat. Kawasan mangrove CA. Selat Laut sejak tahun 1990
tidak luput dari keinginan masyarakat untuk membuat tambak ikan dan undang
sampai dengan saat ini.
Sebagai ekosistem yang produktif dan sangat berarti bagi penyangga sumber
daya kelautan/perairan, ekosistem mangrove perlu dilestarikan. Ekosistem
mangrove di antara darat dan laut menjadikannya ekosistem ini sebagai pelindung
strategis. Ekosisem mangrove melindungi daratan dari angin, gelombang, tsunami
dan intrusi air laut ke daratan, serta melindungi lautan dari buangan yang berasal
dari darat. Karena itu, diperlukan langkah-langkah strategi untuk menekan tingkat
3
kerusakan dan melestarikan ekosistem mangrove (Kordi, 2012).
Pengelolaan kawasan konservasi merupakan suatu upaya perlindungan
sumber plasma nutfah, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
beserta ekosistemnya. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan rencana pengelolaan
yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologis, teknis, ekonomis dan
sosial budaya.
Dalam rangka pengelolaan hutan mangrove di CA. Selat Laut akibat
menurunnya keanekaragaman hayati karena pola pemanfaatan yang destruktif,
maka perlu dilakukan penelitian mengenai ekosistemnya. Langkah awal yang
dipelajari adalah tentang struktur vegetasi hutan mangrove. Salah satunya melalui
kajian terhadap sebaran jenis, keanekaragaman jenis dan kelimpahan jenis beserta
kondisi habitat hutan mangrove.
B. Rumusan Masalah
Ekosistem mangrove merupakan suatu komponen biotik dan abiotik yang
saling mempengaruhi dan berinteraksi sehingga menciptakan suatu sistem yang
teratur. Keteraturan yang terjadi menunjukan suatu keseimbangan dalam
ekosistem mangrove. Keseimbangan itu bersifat dinamis, mengalami perubahan
akibat interaksi yang terjadi.
Hutan mangrove pada lokasi penelitian merupakan hutan mangrove yang
terbentuk oleh suksesi alam dalam kurun waktu yang relatif lama. Letak hutan
mengrove pada lokasi penelitian sangat vital bagi perlindungan sistem sungai,
perlindungan kualitas air dan proses-proses ekologi yang terjadi di dalamnya.
Disamping itu, letak habitat hutan mangrove berada dekat dengan wilayah KP
4
termasuk infrastruktur pertambangan serta stock pile dan Jetty/pelabuhan bongkar
muat batubara sehingga sangat rentan untuk terjadinya gangguan dari kegiatankegiatan manusia disekitarnya.
Kegiatan pertambangan batubara selain memberikan dampak positif bagi
peningkatan pendapatan nasional dan devisa negara, juga telah memberikan
dampak negatif berupa penurunan kualitas lingkungan fisik, kimiawi dan biologi.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa penambangan pada skala besar telah
menyebabkan perubahan bentang alam dan relief, kualitas iklim mikro,
peningkatan laju erosi, sedimentasi, degradasi kesuburan tanah, penurunan
penutupan lahan dan kualitas perairan.
Penelitian ini adalah penelitian yang khusus pada ekologi hutan mangrove
dalam level struktur vegetasi yang meliputi sebaran jenis, keanekaragaman jenis
dan kelimpahan jenis beserta kodisi habitat mangrove. Sehingga scope dari
penelitian ini berada dalam ruang lingkup komunitas saja dan tidak sampai pada
level ekosistem serta mining impacts assessment. Adapun permasalahan yang
dapat dirumuskan dalam penelitian ini yaitu bagaimana struktur vegetasi hutan
mangrove yang meliputi kajian terhadap sebaran jenis, keanekaragaman jenis,
kelimpahan jenis dan kesamaan jenis penyusunnya beserta kondisi habitat hutan
mangrove pada wilayah penelitian.
C. Tujuan
Sesuai dengan pokok permasalahan diatas maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui struktur vegetasi yang meliputi sebaran jenis, kelimpahan jenis,
keanekaragaman jenis dan kesamaan jenis penyusun hutan mangrove beserta
5
kondisi habitat di lokasi penelitian yang berada dekat dengan aktifitas
pertambangan batubara pada CA. Selat Laut.
D. Kerangka Pemikiran dan Alur Penelitian
Kerangka pemikiran dan alur penelitian dirumuskan dalam diagram sebagai
berikut :
HUTAN MANGROVE
CA. SELAT LAUT
ADANYA KEGIATAN
PERTAMBANGAN
BATUBARA DI DEKAT
LOKASI PENELITIAN
Zonasi :
1. Zona depan
2. Zona tengah
3. Zona belakang
Kondisi Habitat
Parameter Habitat :
 Perairan (Salinitas, pH,
DO dan suhu)
 Substrat (Tebal lumpur,
pH, C-Org, B-Org,
Pasir, lumpur dan liat)
 Logam mikro (Fe, Mn
dan CD)
Struktur Vegetasi
1.Sebaran jenis
2.Komposisi jenis
3. Keanekaragaman jenis
4. Kesamaan jenis
Gambar 1. Kerangka pemikiran
6
HUTAN MANGROVE
CA. SELAT LAUT
ZONASI
Pengukuran Parameter
Habitat :
 Perairan (Salinitas, pH,
DO dan suhu)
 Substrat (Tebal lumpur,
pH, C-Org, B-Org,
Pasir, lumpur dan liat)
 Logam mikro (Fe, Mn
dan CD)
Pengukuran Parameter
Vegetasi :
a. Pohon (jenis, Ø & ∑ ind)
b.Pancang (jenis, Ø & ∑ ind)
c. Semai (jenis dan ∑ ind)
Analisis :
a. Sebaran Jenis :
𝝌² = 𝑰𝑫 (𝑵 − 𝟏)
b. Komposisi jenis (INP)
c. Keanekaragaman jenis :
S
H’ = -∑ (pi) ln pi
i=1
d. Indeks Kesamaan Jenis :
2C
ISs = -------------- x 100
A+B
Analisis :
Anova dan uji lanjut Tukey
untuk melihat beda nyata
kondisi habitat antar zona
penelitian
Kondisi Habitat
Struktur Vegetasi
Analisis Regresi
Berganda
Kesimpulan
Gambar 2. Alur penelitian
7
E. Manfaat Penelitian
Manfaat positif diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini dalam upaya
pengelolaan kawasan hutan mangrove yang berada dekat dengan aktifitas
pertambangan batubara di CA. Selat Laut. Manfaat yang dapat diperoleh yaitu :
1. Memberikan data dan informasi mengenai struktur vegetasi dan kondisi
habitat hutan mangrove pada wilayah penelitian.
2. Hasil penelitian dapat berguna bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan di
dalamnya, yaitu pihak Balai KSDA Kalimantan Selatan dapat mengetahui
mengenai kondisi eksisting habitat dari areal/habitat hutan mangrove dilokasi
penelitian.
3. Sebagai bahan acuan dalam memonitoring perkembangan komunitas
mangrove dimasa yang akan datang.
4. Dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang kondisi
habitat dan struktur vegetasi hutan mangrove di kawasan CA. Selat Laut yang
berada dekat dengan aktifitas pertambangan batubara.
8
Download