HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI IKAN PINDANG DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA USIA 55-64 TAHUN DI DUSUN MADAK DESA CANDIKMALAYA KECAMATAN SEKOTONG KABUPATEN LOMBOK BARAT SKRIPSI Disusun oleh : Desi Ratnasari NIM : 060109a003 PROGRAM STUDI ILMU GIZI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN FEBRUARI, 2015 i HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI IKAN PINDANG DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA USIA 55-64 TAHUN DI DUSUN MADAK DESA CANDIKMALAYA KECAMATAN SEKOTONG KABUPATEN LOMBOK BARAT SKRIPSI Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana gizi (S.Gz) Oleh DESI RATNASARI NIM. 060109a003 PROGRAM STUDI ILMU GIZI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN FEBRUARI, 2015 ii SekolahTinggiIlmuKesehatanNgudiwaluyo Program StudiIlmuGizi Skripsi, Februari 2015 DesiRatnasari 060109a003 HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI IKAN PINDANG DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA USIA 55-64 TAHUN DI DUSUN MADAK DESA CANDIKMALAYA KECAMATAN SEKOTONG KABUPATEN LOMBOK BARAT (xiii+ 72 Halaman + 2 Gambar + 6Tabel + 12 Lampiran) ABSTRAK LatarBelakang:Salah satufaktor yang mempengaruhi hipertensi adalah konsumsi natrium berlebih. Ikan pindang merupakan salah satu makanan yang dibuat melalui proses penggaraman yang mengandungnatrium, dan apabila dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihdapat meningkatkan tekanan darahataupenyebabterjadinyahipertensi. Tujuan: Mengetahui hubungan antarakebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadianhipertensi pada lansia usia 55-64 tahun di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. Metode :Jenis penelitian ini adalah studi korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah lansia usia 55-64 tahun yang berada di Dusun Madak. Sampel pada penelitian ini sejumlah 55 orang dengan teknik Random Sampling. Tekanan darah diukur dengan menggunakan sphygmomanometer dan konsumsi ikan pindang diukur menggunakan FFQ Semiquantitatif. Analisis data dengan menggunakan SPSS. Analisis univariat menggunakan analisis deskriptif, analisis bivariat menggunakan ujichi square dengan nilai α = 0,05. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa paling banyak responden mengkonsumsi ikan pindang dengan kategori lebih yaitu 56,4%, sedangkan kategori cukup yaitu 43,6%. Responden yang mengalami hipertensi sebanyak 74,5%, dan 25,5% yang tidak mengalami hipertensi. Ada hubungan kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada lansia usia 55-64 tahun di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat (p-value = 0,015) < (α= 0,05). Simpulan : Ada hubungan antara kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada lansia usia 55-64 tahundi Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. Kata kunci Kepustakaan : Ikanpindang, Hipertensi : (2001-2013) iii Ngudi Waluyo School of health Nutrition Study Program Final Assignment, January 2015 Desi Ratnasari 060109a003 THE RELATIONSHIP BETWEEN THE HABIT OF CONSUMING BOILED FISH WITH HYPERTENSION IN THE ELDERLY PEOPLE AGED 55-64 YEARS OLD IN MADAK VILLAGE, CANDIKMALAYA, SEKOTONG DISTRICT, WEST LOMBOK. (xiii + 72 pages + 2 pictures + 6 tables + 12 appendices) ABSTRACT Background : One of the factors that affect hypertension is excessive sodium consumption. Boiled fish is one of the foods that are made through a process of salting containing sodium, and if consumed in excessive amounts can increase blood pressure or cause of hypertension. Objective : To examine the relationship between the habit of consuming boiled fish with hypertension in the elderly people aged 55-64 years old in Madak village, Candikmalaya, Sekotong District, West Lombok. Methods : This study was a correlational study with cross-sectional approach. The population in this study was elderly people aged 55-64 years old residing in Madak village. The samples in this study were 55 people using random sampling technique. Blood pressure was measured by using a sphygmomanometer and boiled fish consumption was measured by using Semiquantitative FFQ. Data analysis used SPSS. Univariate analysis used descriptive analysis, bivariate analysis used chi square test with the value of α = 0.05. Results : The results showed that most respondents consumed boiled fish with more categories, namely 56.4%, while 43.6% had enough category. The respondents who had hypertension were 74.5%, and 25.5% did not have hypertension. There was a relationship between the habit of consuming boiled fish with hypertension in the elderly people aged 55-64 years old in Madak village, Candikmalaya, Sekotong District, West Lombok (p-value = 0,015) < (α= 0,05) Conclusion : There is a relationship between the habit of consuming boiled fish with hypertension in the elderly people aged 55-64 years old in Madak village, Candikmalaya, Sekotong District, West Lombok. Keywords : boiled fish, Hypertension Bibliographies: (2001-2013) iv HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi berjudul: HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI IKAN PINDANG DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA USIA 55-64 TAHUN DI DUSUN MADAK DESA CANDIKMALAYA KECAMATAN SEKOTONG KABUPATEN LOMBOK BARAT Disusun oleh: DESI RATNASARI 060109a003 PROGRAM STUDI ILMU GIZI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing dan telah diperkenankan untuk diujikan. Ungaran, 24 Januari 2015 Pembimbing Utama Dr. Sugeng Maryanto, M.Kes NIDN. 0025116210 Pembimbing Pendamping Meilita Dwi Paundrianagari, S.TP.,M.Gizi NIDN. 0625058701 vi HALAMAN PENGESAHAN Skripsi berjudul: HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI IKAN PINDANG DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA USIA 55-64 TAHUN DI DUSUN MADAK DESA CANDIKMALAYA KECAMATAN SEKOTONG KABUPATEN LOMBOK BARAT Disusun oleh: DESI RATNA SARI NIM. 060109a003 Telah dipertahankan didepan Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo, pada: Hari : Jumat Tanggal : 30 Januari 2015 Tim Penguji : Ketua/Pembimbing Utama Dr.Sugeng Maryanto, M.KES NIDN. 0025116210 Anggota/Penguji Anggota/Pembimbing Pendamping Galeh Septiar Pontang., M.Gizi NIDN. 0618098601 Meilita Dwi Paundrianagari, S.TP., M. Gizi NIDN. 0625058701 Ketua Program Studi Ilmu Gizi Indri Mulyasari, S.Gz., M.Gizi NIDN. 0603058501 vi PERNYATAAN ORISINILITAS Yang bertanda tangan dibawah ini saya, Nama : Desi Ratnasari NIM : 060109a003 Mahasiswa : Program Studi Ilmu Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Dengan ini menyatakan bahwa: 1. 2. 3. 4. Skripsi berjudul “Hubungan Kebiasaan Konsumsi Ikan Pindang Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia usia 55-64 tahun Di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat” adalah karya ilmiah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik apapun di Perguruan Tinggi manapun. Skripsi ini merupakan ide dan hasil karya murni saya yang di bimbing dan dibantu oleh tim pembimbing dan narasumber. Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang telah dipublikasikan kecuali secara tertulis dicantumkan dalam naskah sebagai acuan dengan menyebutkan nama pengarang dan judul aslinya serta dicantumkan dalam daftar pustaka. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran didalam pernyataan ini, saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya peroleh dan sanksi lain sesuai dengan norma yang berlaku di STIKes Ngudi Waluyo. Ungaran, Februari 2015 Yang Membuat Pernyataan Desi Ratnasari 060109a003 vii RIWAYAT HIDUP PENELITI Nama : Desi Ratnasari Tempat, Tanggal lahir : Praya, 28 November 1991 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Warga Negara : Indonesia Alamat : Karangjangkong, Desa Kawo, Kec.pujut Kabupaten Lombok Tengah. Riwayat Pendidikan : 1. TK Madrasah : Tahun 1996-1997 2. SDN 3 KAWO : Tahun 1997-2003 3. SMPN 1 PRAYA : Tahun 2003- 2006 4. SMAN 1 JONGGAT : Tahun 2006-2009 5. STIKES Ngudi Waluyo : Tahun 2009- Sekarang viii KATA PENGANTAR Segenap pujian hanya milik Allah SWT, Tuhan alam semesta yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Proposal dengan judul “Hubungan Kebiasaan Konsumsi Ikan Pindang Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia usia 55-64 Di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat ” Alhamdulillah dapat diselesaikan. Hal ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Ibu Indri Mulyasari S.Gz., M.Gizi, sebagai ketua Program Studi Ilmu Gizi STIKes Ngudi Waluyo 2. Bapak Dr.Sugeng Maryanto, M.Kes, sebagai pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan arahan, bimbingan, kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Meilita Dwi Paundrianagari, S.TP., M.Gizi, sebagai pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan, kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Galeh Septiar Pontang, S. Gz.,M.Gizi sebagai penguji yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 5. Kepada seluruh dosen pengajar STIKES Ngudi Waluyo 6. Kepada petugas Kesehatan Puskesmas Sekotong Kabupaten Lombok Barat yang telah membantu dalam memperoleh data. ix 7. Kedua Orang tua penulis, Bapak, Ibu, kakak, adik, keponakan dan semua keluarga tercinta yang merupakan motivator terhebat dan orang yang paling berjasa dalam hidup penulis serta untuk kasih sayang, dukungan dan do’a yang selalu mengalir tiada henti. 8. Kepada teman-teman seperjuangan program studi ilmu Gizi angkatan 2009 dan 2010 yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu 9. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Amin. Ungaran, Februari 2015 Penulis x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i ABSTRAK .................................................................................................... iii ABSTRACT .................................................................................................. iv HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... v HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... .. vi PERNYATAAN ORSINILITAS ................................................................ vii RIWAYAT HIDUP PENELITI ..................................................................... viii KATA PENGANTAR .................................................................................. ix DAFTAR ISI ................................................................................................. xi DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. BAB I PENDAHULUAN xv A. Latar Belakang. ................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................ 5 C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6 D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lansia ............................................................................................... 8 1. Pengertian Lansia ......................................................................... 8 2. Proses penuaan ............................................................................ 8 3. Perubahan yang terjadi pada Lansia ............................................. 10 B. Hipertensi ......................................................................................... 12 1. Pengertian Hipertensi pada Lansia .............................................. 12 2. Etiologi Hipertensi ....................................................................... 14 3. Klasifikasi Hipertensi .................................................................. 15 xi 4. Gejala Klinis hipertensi ............................................................... 15 5. Patogenesis Hipertensi ................................................................. 16 6. Faktor resiko yang mempengaruhi Hipertensi Pada Lansia........... 17 7. Komplikasi Hipertensi .................................................................. 29 8. Penatalaksanaan Hipertensi .......................................................... 30 C. Ikan Pindang ..................................................................................... 33 D. Kerangka Teori ................................................................................. 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep ............................................................................ 38 B. Hipotesis Penelitian ......................................................................... 38 C. Desain Penelitian ............................................................................. 38 D. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 39 E. Populasi dan Sampel ......................................................................... 39 F. Variabel Peneltian ............................................................................ 42 G. Definisi Operasional ......................................................................... 42 H. Prosedur Penelitian .......................................................................... 43 I. Etika Penelitian ................................................................................ 45 J. Pengolahan Data ............................................................................... 46 K. Analisis Data..................................................................................... 47 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden ................................................................. 54 B. Analisis Univariat ........................................................................... 55 C. Analisis Bivariat ............................................................................. 56 BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Univariat ........................................................................... 59 B. Analisis Bivariat .............................................................................. 62 C. Keterbatasan Penelitian .................................................................. 68 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................................... 67 B. Saran ............................................................................................... 6 DAFTAR PUSTAKA xii DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah .................................................................. 17 Tabel 2.2 Komposisi Ikan Pindang layang ......................................................... 35 Tabel 2.3 Komposisi Ikan pindang Tongkol ........................................................ 36 Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................ 41 xiii DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka teori ................................................................................. 40 Gambar 3.1 Kerangka Konsep ............................................................................ 41 xiv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data Hasil Penelitian Lampiran 2. Analisis Data Hasil Penelitian Lampiran 3. Lembar Pernyataan Kepada Responden Lampiran 4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 5. Kuesioner Penyaringan Responden Lampiran 6. Form Food Frequency Questionnaire Semi Kuantitatif Lampiran 7. Surat Ijin Rekomendasi Penelitian Lampiran 8. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Lampiran 9. Dokumentasi xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah (Depkes, 2012). Pada sebagian kasus hipertensi, penderita tidak mengetahui atau menyadari bahwa dirinya telah menderita hipertensi, penderita baru mnyadarinya ketika hipertensi yang dideritanya telah menyebabkan berbagai penyakit komplikasi mulai dari penyakit jantung, stroke, hingga gagal ginjal (Sudarmoko, 2010). Kejadian hipertensi di Indonesia terus menerus mengalami peningkatan sebanyak satu milyar orang di dunia atau satu dari empat orang dewasa dan lansia menderita penyakit hipertensi bahkan pada tahun 2025 diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 milyar (Armilawaty dkk, 2007). Hipertensi tidak terjadi pada orang dewasa saja akan tetapi lebih terjadi pada lanjut usia (RISKESDAS, 2007). Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), meningkatnya tekanan sistolik menyebabkan besarnya kemungkinan timbulnya kejadian stroke dan infark miokard (serangan jantung), karena disebabkan oleh peningkatan tekanan darah tinggi. Pada suatu penelitian, hipertensi menempati 87% kasus pada orang yang berumur 50 sampai 59 tahun. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko penyebab terjadinya penyakit 1 degeneratif lainnya dan jumlah kematian untuk orang lanjut usia. Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung penyakit koroner, dimana peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang lebih muda (Kuswardhani, 2007). Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan pada kelompok lansia, karena merupakan faktor utama penyebab kematian di negara maju maupun negara berkembang (Nugroho, 2008). Jumlah lansia akan bertambah tiap tahunnya seiring dengan bertambahnya usia dan tingkat harapan hidup, peningkatan usia tersebut sering diikuti dengan meningkatnya penyakit degeneratif dan masalah kesehatan lainnya, dan hipertensi sebagai salah satu penyakit degeneratif yang sering dijumpai pada kelompok lansia (Abdullah, 2005). Menurut Riskesdas (Riset kesehatan dasar) tahun (2010), Prevalensi hipertensi di indonesia yang di dapat dari hasil wawancara dan pengukuran tekanan darah secara langsung pada kelompok usia 35-44 tahun sebesar 32,9%, kelompok usia 45-54 tahun sebesar 50,4%, kelompok usia 55-64 tahun sebesar 66,4%, kelompok usia 65-74 tahun (63,50%), dan kelompok usia >75 tahun (67,30%). Prevalensi hipertensi pada usia diatas 40 tahun cukup tinggi yaitu sekitar 49,9% dengan angka kematian sekitar 50% (Riskesdas, 2010). Menurut WHO (2011), kematian akibat hipertensi di Indonesia mencapai 43,805 atau 3,07% dari total kematian. Menurut Riskesdas (2007) prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran dan kasus yang sedang minum obat hipertensi, Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu daerah yang 2 mempunyai prevalensi tertinggi ke delapan yaitu 32,4% setelah daerah Sulawesi Barat. Menurut WHO (World health organization) tahun 2012, lebih dari 40 % orang lansia diseluruh dunia menderita hipertensi dan sebagian besar diantaranya belum terdiagnosis, sedangkan WHO (2011) menyebutkan sebesar 34,7 persen dari total populasi di Indonesia pada tahun 2011 menderita hipertensi. Hasil penelitian Syukraini Irza (2009) telah diketahui bahwa adanya peningkatan tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia dan merupakan akibat dari tingginya garam yang dikonsumsi. Risiko terjadinya hipertensi bagi orang yang mengkonsumsi garam lebih dari 6 gram per hari 5 - 6 kali lebih besar, dibandingkan dengan orang yang mengkonsumsi garam dalam jumlah yang rendah yaitu kurang dari 3 gram per hari (Lani, 2005). Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) menganjurkan untuk membatasi asupan garam maksimal 6 gram perhari setara dengan 2400 mg natrium (Petter, 2008). Bahan makanan yang diawet dengan garam perlu dibatasi seperti, ikan asin, telur asin, ikan pindang, ikan teri, dendeng, abon, daging asap, asinan sayuran, asinan buah, manisan buah, serta buah dalam kaleng (Rabiatul, 2007). Ikan pindang adalah salah satu contoh ikan yang mengalami proses penggaraman yang diikuti dengan perebusan. Dalam hal ini, proses pembusukan ikan dicegah dengan cara merebus dalam larutan garam jenuh (Margono, 1993). Kandungan natrium yang terdapat pada ikan pindang yaitu 27 mg, Menurut AKG (Angka Kecupun Gizi) tahun 2013, konsumsi natrium dalam sehari pada kelompok usia 50-65 tahun tidak lebih dari 1.300 mg per hari. 3 Berdasarkan data di Puskesmas Sekotong Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat pada tahun 2014 menyebutkan bahwa penyakit tertinggi adalah Hipertensi. Warga mengikuti program posyandu lansia usia 45-70 tahun ke atas empat kali berturut-turut yaitu dari bulan Januari sampai bulan April tahun 2014 menyebutkan bahwa penderita hipertensi tertinggi yaitu di Dusun Madak dibandingkan dengan Dusun lainnya yaitu dusun elakelak dan Belongas. Terdapat prevalensi tertinggi hipertensi terjadi pada lansia sebanyak 130 orang dari 250 lansia (52%) diantaranya usia dari 45-54 terdapat 43 orang dari 250 lansia (17,2%), kelompok usia 54-64 terdapat 44 orang dari 250 lansia (17,6), dan kelompok lansia 65 tahun keatas terdapat 43 orang dari 250 lanisa (17,2%) yang ada di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat . Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu kabupaten yang memiliki wilayah laut terbesar di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Salah satu Dusun yang dari kecamatan sekotong kabupaten Lombok Barat yang terkenal dengan hasil lautnya adalah Dusun Madak. Dusun Madak merupakan Dusun yang berada di ujung barat pulau Lombok, yang wilayahnya merupakan pesisir pantai perairan selat pulau Lombok dengan pulau Bali. Dusun Madak terkenal dengan produksi lautnya yang cukup tinggi. Hasil laut yang diperoleh selain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga juga ada yang dijual ke luar daerah. Hasil laut tersebut merupakan makanan yang hampir setiap hari dikonsumsi masyarakat di Dusun Madak sebagai lauk pauk, mereka mengolah hasil laut tersebut dengan cara diasap, digoreng, dan dipindang, akan tetapi 4 yang sering dilakukan pada masyarakat di Dusun Madak yaitu dengan pemindangan ikan/ikan pindang, karena cara ini lebih praktis dan bisa bertahan lama, dan ikan pindang yang sering dikonsumsi berasal dari laut yaitu ikan tongkol dan layang. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti mengenai kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada 9 warga di Dusun Madak, didadapatkan 6 orang lansia yang memiliki tekanan darah lebih tinggi dan memiliki kebiasaan konsumsi ikan pindang >30 gram/hari dan memiliki tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan diastolik ≥90 mmHg, sedangkan 3 orang lansia memiliki kebiasaan konsumsi ikan pindang ≤30 gram/hari dan memiliki tekanan darah ≤140 mmHg dan diastolik ≤90 mmHg. Ikan pindang yang sering mereka konsumsi berasal dari laut yaitu ikan layang dan tongkol. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang “Hubungan Kebiasaan Konsumsi Ikan Pindang dengan kejadian Hipertensi pada Lansia usia 55-64 tahun Di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Apakah ada hubungan antara kebiasaan konsumsi Ikan Pindang dengan kejadian Hipertensi pada Lansia usia 55-64 5 tahun Di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat?”. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada lansia usia 55-64 tahun di Dusun Madak Desa CandikMalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui jumlah konsumsi ikan pindang pada lansia usia 55-64 tahun di Dusun Madak Desa CandikMalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. b. Mengetahui kejadian hipertensi pada lansia usia 55-64 tahun di Dusun Madak Desa CandikMalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat c. Menganalisis hubungan kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada lansia usia 55-64 tahun di Dusun Madak Desa CandikMalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. 6 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan ilmu peneliti serta sebagai sarana dalam penerapan ilmu yang diperoleh selama proses pembelajaran. 2. Bagi Responden Sebagai informasi dan tambahan pengetahuan di bidang kesehatan, dan sebagai bahan masukan kepada responden agar lebih memperhatikan jumlah konsumsi sumber makanan yang dapat mempengaruhi kejadian hipertensi, dalam rangka mengurangi prevalensi hipertensi pada lansia usia 55-64 tahun. 3. Bagi tenaga kesehatan Sebagai data dan informasi yang berguna dalam kegiatan perencanaan dibidang kesehatan khususnya untuk mencegah terjadinya peluang hipertensi. 7 BAB II TINJAUN PUSTAKA A. Lansia 1. Pengertian Lansia Menurut Depkes (2005), lansia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya. Pengertian lansia beragam tergantung kerangka pandang individu. Orang tua yang berusia 35 tahun dapat dianggap tua bagi anaknya dan tidak muda lagi. Orang sehat aktif berusia 65 tahun mungkin menganggap usia 75 tahun sebagai permulaan lanjut usia (Brunner dan sudart, 2001). Menurut Surini dan Utomo (2003), menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. 8 Para gerontologis telah mencoba memberikan perbedaan individual dengan menggunakan klasifikasi young old untuk usia 65-75 tahun dan oldold untuk usia 75 tahun atau lebih (Smeltzer & Bare, 2001). Sedangkan Batasan Lanjut Usia menurut Depkes dan WHO adalah Menurut Depkes RI dalam bandiyah (1991) membagi lansia sebagai berikut: a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium c. Kelompok usia lanjut(65 tahun lebih) sebagai masa senium Menurut World Health Organization atau WHO lansia dalam nugroho (2000) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis atau biologis menjadi 4 kelompok yaitu : a. usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun b. Lanjut usia (elderly) ialah umur antara 60 sampai 74 tahun c. Lanjut usia tua (old) ialah umur antara 75 sampai 90 tahun d. Usia sangat tua (very old) ialah umur diatas 90 tahun 2. Proses penuaan Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh 9 dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh (Nugroho, 2008). Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus menerus dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Maryam, 2008). Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai mengendur, timbulnya keriput, rambut beruban, gigi ompong, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah. Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuan kognitif seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal atau ide baru (Maryam, 2008). Akibat proses menua, kapasitas gagal ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran natrium sampai terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah (Depkes RI, 2003). 3. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia Menua adalah proses alami yang terjadi dalam kehidupan manusia. Penuaan akan terjadi hampir pada semua sistem tubuh, namun tidak semua sistem tubuh mengalami kemunduran fungsi pada waktu yang sama 10 (Nugroho, 2008). Menurut Maryam (2008), perubahan–perubahan yang terjadi akibat proses menua adalah sebagai berikut : a. Penurunan kondisi fisik 1) Perubahan pada penampilan fisik kulit lansia menjadi mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu, kuku jari jadi keras dan rapuh. 2) Perubahan pada organ tubuh Semua organ tubuh pada lansia mengalami penurunan pada sistem persyarafan, perubahan pada sistem pendengaran, perubahan pada sistem penglihatan, perubahan pada sistem kardiovaskuler, perubahan pada sistem pengaturan temperatur tubuh, perubahan pada sistem endokrin, dan perubahan pada sistem muskuluskeletetal. 3) Perubahan pada kardiovaskuler Sistem kardiovaskuler juga mengalami penurunan yaitu masa jantung menurun, ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat. Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal berkurang sehingga kapasitas paru menurun. Penurunan pada system kardiovaskuler juga dapat berupa arteri kehilangan elastisitasnya yang dapat menyebabkan peningkatan nadi dan tekanan sistolik darah. 11 4) Perubahan kemampuan motorik Lansia dalam melakukan gerakan lebih lambat dan mulai berkurang. Perubahan ini disebabkan oleh faktor fisik maupun biologis. 5) Perubahan fungsi fisiologis Terjadi banyak perubahan fisiologis yang normal pada lansia. Perubahan ini tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Perubahan terjadi terus menerus seiring bertambahnya usia. Perubahan spesifik pada lansia dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor dan lingkungan. Serta adanya perubahan neurologis. Akibat penurunan jumlah neuron fungsi neurotransmitter juga berkurang. Lansia sering mengeluh meliputi kesulitan untuk tidur, kesulitan untuk tetap terjaga, kesulitan untuk tidur kembali tidur setelah terbangun di malam hari, terjaga terlalu cepat, dan tidur siang yang berlebihan. Masalah ini diakibatkan oleh perubahan terkait usia dalam siklus tidur terjaga (Potter & Perry, 2005) b. Perubahan psikososial Perubahan psikososial yang biasanya dihadapi oleh lansia adalah pensiun yaitu hilangnya kontak sosial dari area pekerjaan yang membuat seorang lansia pensiunan merasakan kekosongan dan secara tiba-tiba dapat merasakan begitu banyak waktu luang di rumah disertai dengan sedikitnya hal-hal yang dapat dijalani. Pada umumnya setelah orang memasuki masa lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif 12 (proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian) dan psikomotor (gerakan, tindakan, koordinasi) yang akan menyebabkan perubahan aspek keperibadian. Pada lansia juga terjadi perubahan dalam peran sosial di masyarakat dan perubahan minat. c. Perubahan kognitif Pada lanjut usia, daya ingat (memory) merupakan salah satu fungsi kognitif yang paling awal sering mengalami penurunan. Perubahan kognitif yang terjadi pada lansia penurunan memori atau daya ingat terutama ingatan jangka pendek. Lansia tidak mengalami perubahan dengan informasi matematika (analitis, linear, sekuensial) dan perkataan verbal, tetapi mengalami penurunan pada persepsi daya membayangkan (fantasi), mengingat daftar., memori bentuk geometri, kecepatan menemukan kata, menyelesaikan masalah, kecepatan berespon, dan perhatian yang cepat beralih. Penurunan IQ (Intellegent Quotient) pada lansia disebabkan oleh kecepatan proses di pusat saraf menurun sesuai dengan pertambahan usia. B. Hipertensi 1. Pengertian hipertensi pada lansia Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberikan gejala yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah), dan 13 left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target di otak yang berupa stroke, hipertensi adalah penyebab utama stroke yang membawa kematian yang tinggi (Bustan, 2000). Menurut WHO (1999), hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah arteri abnormal yang berlangsung terus-menerus dimana tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg. Individu dikatakan hipertensi yaitu jika tekanan sistolik ≥140 mmHg dan diastoliknya ≥90 mmHg, sedangkan tekanan darah normal yaitu tekanan sistolik 120 mmHg dan diastolik 90 mmHg (Corwin, 2009). Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia (Stockslager , 2008). Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit koroner. Lebih dari separuh kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler. Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas sebagai berikut : a. hipertensi dengan peningkatan sistolik dan b. hipertensi dengan peningkatan diastolik Hipertensi dengan peningkatan diastolik dijumpai pada usia pertengahan dan hipertensi sistolik pada usia diatas 65 tahun. Tekanan diastolik meningkat usia sebelum 60 tahun dan menurun sesudah usia 14 60 tahun tekanan sistolik meningkat dengan bertambahnya usia (Temu Ilmiah Geriatri Semarang,2008). Dari uraian diatas disimpulkan bahwa hipertensi lanjut usia dipengaruhi oleh faktor usia. 2. Etiologi hipertensi Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu : a. Hipertensi esensial/primer Hipertensi esensial atau primer merupakan hipertensi yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Sekitar 90% pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini. Meskipun demikian beberapa faktor dapat diperkirakan berperan menimbulkan hiperetensi seperti faktor keturnan, kebiasaan makan, gaya hidup, dan respons terhadap stress fisik dan psikologis (Gunawan, 2001). Riwayat keluarga, obesitas, asupan tinggi natrium lemak jenuh dan penuaan pada lansia menjadi faktor penyebab hipertensi primer pada lansia. b. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang diketahui penyebabnya. Faktor penyebab paling umum pada hipertensi sekunder yaitu karena penyakit parenkrim dan renovaskuler. Penyakit parenkrim adalah seperti glomerulonefritis akut dan menahun (Tambayong, 2000). 3. Pengukuran tekanan darah Tekanan darah umumnya diukur dengan suatu alat yang disebut sphygmomanometer (tensimeter) dan stetoskop. Sphygmomanometer terdiri 15 dari tiga tipe yaitu dengan menggunakan air raksa atau merkuri, aneroid, dan elektronik. Tipe air raksa adalah jenis spygmomanometer yang paling umum digunakan karena hasil pengukurannya paling akurat, tingkat bacaan dimana detak tersebut terdengar pertama kali adalah tekanan sistolik, sedangkan tingkat dimana bunyi detak menghilang adalah tekanan diastolik. Kelebihan dari alat ini yaitu memiliki skala 0-300 mm, selain itu terdapat manset yang dapat digembungkan dengan cara memompanya dengan pompa tangan yang berbentuk bola karet, dan dihubungkan dengan tabung panjang berisi air raksa. Ukuran tekanan darah akan diperlihatkan dalam milimeter air raksa (mmHg) pada tabung yang akan bergerak keatas apabila dilakukan pemompaan. Kelemahan dari alat ini adalah terdapat dua saringan yaitu di lubang tabung kaca dan tendon. Saringan di atas tabung kaca dapat menjadi tersumbat dengan mudah, ketika air raksa menyentuh saringan sehingga dapat menyebabkan terjadinya kelebihan tekanan. Air raksa merupakan suatu logam berat dan berisi material yang tidak murni, keadaan ini menyebabkan dalam waktu yang lama akan mengotori tabung gelas/kaca, akibatnya gerakan raksa saat turun akan terhambat. Cara penggunaan spygmomanometer yang tidak sesuai dapat mempengaruhi hasil pengukuran. Memindahkan spygmomanometer air raksa tanpa mengunci air raksa kembali ke kontainer dan meninggalkan klep dalam keadaan terbuka dapat menghasilkan suatu gelembung udara di air raksa (Sustrani, 2004) 16 Hasil pengukuran tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu aktivitas yang dilakukan sebelum pengukuran, tekanan/stress yang dialami, dan waktu pengukuran. Tekanan darah perlu diukur dalam keadaan terkontrol dan pengukurannya dilakukan oleh tenaga kesehatan professional (Palmer, 2010). Pasien sebaiknya dalam posisi duduk istirahat selama sedikitnya 5 menit, dengan kaki di atas lantai dan lengan yang sejajar dengan letak jantung (Sustrani, 2005). Waktu pengukuran tekanan darah yang paling akurat adalah pada pagi hari sebelum melakukan aktivitas apapun. Tekanan darah yang tampak pada waktu tersebut adalah nilai normal, sedangkan tekanan darah yang tampak setelah melakukan aktivitas seharian dengan berbagai tekanan/stress bukan merupakan nilai normal tekanan darah seseorang (Nadesul, 2009). 4. Klasifikasi Hipertensi Klasifikasi hipertensi pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas menurut laporan Joint National Committee on Detection, Evaluation, And Treatment Of High Blood Presure (1993) adalah sebagai berikut : Tabel 2. Klasifikasi hipertensi pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas menurut Joint National Committee on Detection, Evaluation, And Treatment Of High Blood Presure (1993) Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) <80 Optimal <120 Normal 120-129 80-84 Normal Tinggi 130-139 85-89 17 Hipertensi Ringan 140-159 90-99 Hipertensi Sedang 160-179 100-109 Hipertensi Berat ≥180 ≥110 5. Gejala klinis hipertensi Perjalanan penyakit hipertensi sangat lambat. Penderita hipertensi tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun, hal tersebut yang menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Apabila terdapat gejala biasanya bersifat tidak spesifik, seperti sakit kepala atau pusing. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sulit tidur, dan mata berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak diketahui dan tidak segera ditangani dapat mengakibatkan kematian karena terjadinya gangguan pada organ jantung, infark miokardium, stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan perawatan hipertensi dapat menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas (Brunner & Suddarth). 6. Patogenesis hipertensi Smeltzer & Bare (2002) menjelaskan bahwa, mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah 18 melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya neropinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat memepengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap neropinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem sara simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air ole tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas 19 jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang ada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer. Menurut Hadi (2004) patogenesis hipertensi pada usia lanjut sedikit berbeda dengan yang terjadi pada orang dewasa. Faktor yang berperan pada usia lanjut adalah: a. Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses menua (Aging proses). hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitosus hipertensi, glomerelo-sclerosis hipertensi yang berlangsung terus menerus. b. Peningkatan sensitifitas terhadap asupan natrium. Makin lanjut usia makin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium. c. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja. d. Perubahan ateromatous pada proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan sebagai sitokin dan subtansi kimia lain yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sclerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain yang berakibat pada kenaikan tekanan darah. 20 Lanjut usia mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada arteri besar yang membawa darah dari jantung menyebabkan semakin parahnya pengerasan pembuluh darah dan tingginya tekanan darah. 7. Faktor risiko yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia Dengan perubahan fisiologis pada penuaan, faktor resiko hipertensi meliputi penyakit degeneratif lainnya, riwayat keluarga, jenis kelamin, faktor gaya hidup seperti obesitas,asupan garam yang tinggi, alkohol yang berlebihan (Stockslager, 2008) Faktor risiko adalah faktor-faktor atau keadaan-keadaan yang mempengaruhi perkembangan suatu penyakit atau status kesehatan. Istilah mempengaruhi disini mengandung pengertian menimbulkan risiko lebih besar pada individu atau masyarakat untuk terjangkitnya suatu penyakit atau terjadinya status kesehatan tertentu (Bustan, 2007). Faktor risiko yang dapat berpengaruh pada kejadian hipertensi ada faktor yang dapat dikontrol dan yang tidak dapat dikontrol. a. Faktor risiko hipertensi yang tidak dapat dikontrol 1) Usia Kejadian peningkatan tekanan darah meningkat seiring dengan pertambahan usia. Individu dengan usia diatas 60 tahun, 50–60% mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg (Anggraini, 2009). Penyakit hipertensi sangat dominan terjadi pada kelompok usia 33-55 tahun dan umumnya meningkat saat 21 individu mencapai usia paruh baya, yakni cenderung meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun. Hipertensi umumnya menyerang laki-laki usia lebih dari 31 tahun dan wanita usia lebih dari 45 tahun (setelah menopouse) (Dalimartha, 2008). Tekanan darah cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia, hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya usia akan menyebabkan penurunan elastisitas dari pembuluh darah yang mengakibatkan tekanan darah menjadi meningkat (Nugroho, 2000). Hasil penelitian Irza (2009) menunjukkan bahwa risiko hipertensi 17 kali lebih tinggi pada subjek yang berusia >40 tahun dibandingkan dengan subyek yang berusia ≤ 40 tahun. Berarti diketahui bahwa meningkatnya umur seseorang akan diikuti dengan meningkatnya kejadian hipertensi. 2) Jenis kelamin Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon 22 estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%. (Anggraini , 2009). Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause (Marliani, 2007). Hasil penelitian Irza (2009) menunjukkan bahwa risiko hipertensi 17 kali lebih tinggi pada subjek yang berusia >40 tahun dibandingkan dengan subjek yang berusia ≤ 40 tahun. Berarti diketahui bahwa meningkatnya umur seseorang akan diikuti dengan meningkatnya kejadian hipertensi. Data Riskesdas (2007), menunjukkan bahwa prevalensi penderita hipertensi di Indonesia lebih besar pada perempuan (8,6%) dibandingkan laki-laki (5,8%). 3) Keturunan (Genetik) Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (Faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer (esensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang kemudian 23 menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut Davidson bila orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya (Depkes, 2006). Faktor berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio potassium terhadap sodium (Armilawaty, 2007), sedangkan menurut Ashwini (2008), peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala. Menurut Nuarima (2012), terhadap masyarakat di Desa Kebongan Kidul Kabupaten Rembang menunjukkan subjek dengan riwayat keluarga menderita hipertensi memiliki risiko mengalami hipertensi 14 kali lebih besar bila dibandingkan dengan subjek tanpa riwayat keluarga menderita hipertensi. 24 b. Faktor risiko yang dapat dikontrol: 1) Obesitas Obesitas adalah keadaan dimana terjadi penumpukan lemak yang berlebih didalam tubuh. Penumpukan lemak dalam tubuh dapat mempersempit pembuluh darah sehingga akan memicu jantung bekerja lebih keras yang menyebabkan tekanan darah meningkat (Suarthana dkk, 2001). Menurut william kannel, mengatakan bahwa kelebihan berat badan adalah salah satu penyebab terbesar hipertensi (Bangun, 2003). Obesitas membahayakan kesehatan penderitanya. Selain itu, obesitas meningkatkan resiko terjadinya sejumlah penyakit menahun seperti diabetes tipe 2 (timbul ketika dewasa), tekanan darah tinggi (hipertensi), stroke serangan jantung (infark miokardium), gagal jantung, kanker (kanker jenis tertentu seperti kanker prostat dan kanker usus besar), batu kandung empedu dan batu kemih, gout dan artritis gout, osteoartritis, apnea tidur, serta sindroma pickwickian (obesitas disertai wajah kemerahan dan rasa kantuk yang terus menerus) (Junaidi, 2010). Kebanyakan orang dengan tekanan darah tinggi adalah mereka yang gemuk. Jaringan yang berlemak memerlukan banyak darah untuk pemberian zat-zat makanan (Erik, 2004). Diperkirakan sebanyak 70% kasus baru penyakit hipertensi adalah orang lansia, yang mempunyai tubuh fungsi abnormal. Secara 25 keseluruhan seperti : volume darah akan meningkat sehingga beban jantung untuk memompa darah, juga bertambah, yang berhubungan hipertensi adalah semakin besar bebannya, semakin berat pula kerja jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh. Kemungkinan lain, adalah insulin yang merupakan suatu hormon dan diproduksi oleh pankreas untuk mengatur kadar gula dalam darah, jika berat badan bertambah maka kecenderungan insulin juga bertambah. Dengan pertimbangan insulin maka penyerapan natrium dalam ginjal berkurang sehingga volume cairan dalam darah meningkat, semakin banyak cairan darah yang ditahan maka tekanan darah menjadi tinggi (Bangun, 2003). 2) Olahraga Tekanan darah yang lebih rendah dijumpai pada individu yang fisiknya lebih sehat karena tekanan darah yang lebih tinggi merupakan faktor resiko penyakit jantung. Olahraga seperti berjalan akan membangun daya tahan, meningkatkan tonus otot, meningkatkan fleksibilitas sendi, memperkuat tulang, mengurangi stres, dan membantu menurunkan berat badan. Keuntungan lainnya adalah peningakatan fungsi kardiovaskuler, perbaikan profil lipoprotein plasma, peningkatan metabolik dan pencegahan penyakit depresif, dan peningkatan kualitas tidur (Patricia A. Potter 2009). 26 Menurut hasil penelitian sugiharto (2007), subjek yang tidak terbiasa berolah raga mempunyai risiko menderita hipertensi sebesar 4 kali dibandingkan orang yang mempunyai kebiasaan olah raga. 3) Kebiasaan Merokok Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Kebiasaan merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Kebiasaan merokok pada penderita hipertensi tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri (Depkes, 2006). Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab peningkatanya tekanan darah segar setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua 27 batang saja maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan meningkat 10mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti menghisap rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan menghilang, tekanan darah juga akan menurun dengan perlahan. Namun pada perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi sepanjang hari (Sheps, dkk 2005). Hal ini sesuai dengan penelitian Laela (2009), menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna (p=0,003) antara kebiasaan merokok terhadap kejadian hipertensi pada usia 60 tahun keatas di Puskesmas Gamping II Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman DIY. 4) Konsumsi natrium berlebih Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. Pengaturan keseimbangan natrium dalam darah diatur oleh ginjal. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl, selain itu garam lainnya bisa dalam bentuk benzoate, dan vetsin (monosodium glutamat). Kelebihan natrium akan menyebabkan keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan edema dan hipertensi. WHO menganjurkan bahwa konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari (Almatsier, 2001). Konsumsi natrium berlebih menyebabkan konsumsi natrium didalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya kembali, cairan intraseluler harus ditarik keluar sehingga volume 28 cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak pada timbulnya hipertensi (Dalimartha, 2008). Menurut Wirakusumah (2002), asupan garam antara 5-15 gram perhari meningkatkan prevalensi hipertensi sebesar 15-20% Menurut Depkes (2006), melaporkan 60% kasus hipertensi primer (esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi. 5) Minum alkohol Efek alkohol dapat memicu hipertensi karena adanya peningkatan sintesis katekholamin sehingga akan menyebabkan peningkatan tekanan darah (Dalimartha, 2008). Penggunaan alkohol secara terus menerus akan meningkatkan resiko terjadinya peningkatan tekanan darah yang akan berlangsung menjadi hipertensi. Alkohol dapat menyebabkan pengentalan darah sehingga dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah (Depkes, 2006). 6) Konsumsi kopi Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir 29 tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg. Kafein yang terkandung dalam kopi memiliki potensi terhadap terjadinya peningkatan tekanan darah, terutama dalam keadaan stres (Wirakusumah, 2009), karena kafein dapat memacu detak jantung, serta dapat meningkatkan pembuangan kalium melalui urin (Sustrani, 2004). 8. Stres Tekanan darah tinggi dihubungkan dengan peningkatan stres yang timbul dari tuntutan pekerjaan dan kehilangan pekerjaan serta pengalaman yang mengancam nyawanya, sehingga terpapar stres yang bisa menaikkan tekanan darah sepintas dan hipertensi dini cenderung reaktif. Sehingga susunan sara simpatik akan mempengaruhi haemodinamic , yang menimbulkan hipertensi menetap (Bustan, 2003). Stres adalah respon fisiologik, psikologik dan perilaku seseorang individu dalam menghadapi penyesuaian diri terhadap tekanan yang bersifat internal maupun eksternal (Cahyono, 2008). Menurut Depkes (2006), stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Otak akan menerima sinyal bahwa seseorang sedang stres, perintah untuk meningkatkan sistem simpatetik berjalan dan mengakibatkan hormon 30 stres dan adrenalin meningkat. Liver melepaskan gula dan lemak dalam darah untuk menambah bahan bakar. Nafas menjadi lebih cepat sehingga jumlah oksigen bertambah. Sehingga menyebabkan kerja jantung menjadi semakin cepat (Depkes, 2006). Sutanto (2010), menjelaskan bahwa pelepasan hormon adrenalin oleh anak ginjal sebagai akibat stres berat akan menyebabkan naiknya tekanan darah dan meningkatnya kekentalan darah yang membuat darah mudah membeku atau mengumpal. Adrenalin juga dapat mempercepat denyut jantung, menyebabkan gangguan irama jantung dan mempersempit pembuluh darah koroner. Denggan demikian aliran darah ke otot jantung akan berkurang atau terhambat sehingga dapat menyebabkan kematian. Seseorang dalam kondisi stres akan mengalami hal-hal seperti mudah jenuh, mudah marah, bertindak secara agresif dan defensif, sulit konsentrasi, pelupa serta selalu merasa tidak sehat. Hasil penelitian Hasirungun (2002), terhadap lansia di Kota Depok, didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara stres dan hipertensi. Lansia yang mengalami stres mempunyai peluang hipertensi 4 kali lipat dibandingkan dengan lansia yang tidak mengalami stres. 9. Komplikasi hipertensi Menurut Palmer (2007), mengatakan bahwa tekanan darah tinggi dapat menimbulkan komplikasi pada organ-organ tubuh yaitu sebagai berikut 31 a. Komplikasi Pada Otak ( Stroke ). Aliran darah di arteri terganggu dengan mekanisme yang mirip dengan gangguan aliran darah di arteri koroner saat serangan jantung atau angina. Apabila otak kekurangan oksigen dan zat gizi akibat pembuluh darah di otak tersumbat, maka akan mengakibatkan terjadinya stroke. b. Komplikasi pada Mata Hipertensi dapat mempersempit dan menyumbat arteri dimata, sehingga menyebabkan kerusakkan pada retina. Keadan ini disebut penyakit vaskuler retina. Jika berkepanjangan dapat menyebabkan retinopati dan berdampak kebutaan. c. Komplikasi pada Jantung. Suatu keadaan dimana secara progresif jantung tidak dapat memompa darah keseluruh tubuh secara efisien. Jika fungsi semakin memburuk, maka akan timbul tekanan balik dalam system sirkulasi yang menyebabkan kebocoran dari kapiler terkecil paru. Hal ini akan menimbulkan sesak napas dan menimbulkan pembengkakan di kaki dan pergelangan kaki. d. Komplikasi pada Ginjal. Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah pada ginjal menyempit (vasokontriksi) sehingga aliran zat gizi ke ginjal terganggu dan menyebabkan kerusakan sel-sel ginjal yang mengakibatkan gangguan fungsi ginjal. Apabila tidak segera ditangani dapat 32 menyebabkan gagal ginjal kronik atau bahkan gagal ginjal terminal (Dewi, 2010). 10. Penatalaksanaan Hipertensi Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk menghentikan kelanjutan kenaikan tekanan darah yang dapat menyebabkan komplikasi hipertensi seperti stroke, gagal jantung, gagal ginjal dan kerusakan otak faktor risiko utamanya adalah riwayat hipertensi dan disertai faktor resiko penyebab hipertensi seperti merokok, pola makan yang tidak sehat dan tidak seimbang, konsumsi alkohol dan lain sebagainya. Sehingga dengan penatalaksanaan sedini mungkin akan mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi antara 75 – 80 %. (R.A. Tuty Kuswardhani, 2006). Secara umum penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara farmakologis (pemberian obat) dan non farmakologis (Corwin, 2009). Usaha pencegahan juga bermanfaat bagi penderita hipertensi agar penyakitnya tidak menjadi parah dan terhindar dari komplikasi hipertensi. Penatalaksanaan hipertensi antara lain dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Membatasi konsumsi garam Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 200 mg garam dapur untuk diet setiap hari (Almatsier, 2001). Pembatasan tidak hanya pada garam namun pada jenis makanan kemasan atau yang sudah mengalami proses seperti ikan asin (makanan yang diasinkan), sayur tauco, kecap asin, mentega yang mengandung natrium, daging 33 kaleng, keju serta bahan pengembang kue (natrium bikarbonat), penguat rasa (monosodium glutamat), pemanis (natrium sakarin), pengawet dan antioksidan (Palmer, 2007). b. Membatasi merokok dan minuman alkohol Konsumsi alkohol jika pada penderita hipertensi yang mempunyai riwayat minum alkohol sebaiknya mengurangi minuman alkohol pada batas maksimal 1 gelas (200 ml) (pada kadar 15% alkohol) sampai memberhentikan mengkonsumsinya (Efendi, 2004). c. Mempertahankan/ Menurunkan Berat Badan Pada Batas Normal Cara yang paling mudah untuk mengidentifikasi risiko berat badan terhadap peningkatan tekanan darah yaitu dengan menggunakan skor IMT (Indeks Massa Tubuh ) dimana pada skor 20 – 24 adalah normal, pada skor 25 – 29 termasuk berat badan berlebih, sedangkan skor ≥ 30 termasuk obesitas (gemuk), dan >30 sangat gemuk (Palmer, 2007). d. Olahraga teratur Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat menghilangkan endapan kolestrol pada pembuluh darah. Olahraga yang dimaksud adalah latihan menggerakkan semua sendi dan otot tubuh seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda, tidak dianjurkan melakukan olahraga yang menegangkan (Depkes, 2008). e. Pengaturan pola makan dengan konsumsi makanan sehat Mengatur menu makanan sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk menghindari dan membatasi makanan yang dapat 34 meningkatkan kadar kolesterol darah serta meningkatkan tekanan darah. Mengkonsumsi makanan sehat yaitu dengan konsumsi banyak buah, sayuran, dan produk susu rendah lemak serta mengurangi lemak jenuh dan olahannya (margarin, cake, pastry, daging kalengan dll) (Palmer, 2007). C. Ikan Pindang Ikan sebagai salah satu bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh (Rabiatul,2007). Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui oleh semua lapisan masyarakat untuk penghambatan kebusukan dari ikan. Salah satu cara pengawetan ikan secara tradisional yaitu proses penggaraman yang diikuti oleh perebusan yang disebut ikan pindang. Jenis ikan yang biasa dibuat pindang dikalangan masyarakat yaitu ikan tongkol dan layang yang masih segar (Astawan, 2004). Ikan pindang merupakan salah satu hasil pengolahan ikan dengan kombinasi perlakuan antara penggaraman dan perebusan, garam yang digunakan berperan sebagai pengawet sekaligus memberikan cita rasa pada ikan sedangkan perebusan mematikan sebagian besar bakteri pada ikan terutama bakteri pembusuk. Proses ini dimaksudkan agar produk bisa tahan lebih lama sehingga dapat dipasarkan kedaerah yang cukup jauh, karena ketahanan produk ikan dengan 35 teknik ini mencapai 3-4 hari, dan lebih darimasa itu akan mengalami proses pembusukan. Proses ini banyak dilakukan oleh masyarakat dengan skala usaha rumah tangga sampai dengan yang sedang melibatkan tenaga kerja diluar rumah tangga dengan teknologi yang sederhana, tetapi proses ini juga tetap memiliki nilai tambah yang akan dinikmati oleh masyarakat (Rabiatul, 2007). Kandungan natrium terhadap ikan pindang tongkol dan layang per 50 gram bahan dapat mencapai 200-400 mg (Edy, 2011). Konsumsi ikan pindang dalam jumlah yang berlebih (>30 gram) per hari dapat menyebabkan terjadinya peningkatan natrium didalam darah. Konsumsi ikan pindang dianjurkan tidak lebih dari 30 gram per hari. (Depkes, R.I 2010). Dalam proses metabolisme tubuh, garam yang dikonsumsi sebagian besar akan diserap oleh usus dan dibuang kembali oleh ginjal melalui urin. akan tetapi bila jumlah garam yang dikonsumsi melebihi kapasitas ginjal untuk mengeluarkannya kembali, maka kadar natrium dalam darah akan meningkat, dan untuk menormalkannya kembali cairan intraseluler harus ditarik keluar sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatanya volume darah, sehingga berdampak pada timbulnya hipertensi (Sutanto, 2010). D. Pengolahan ikan pindang Cara pengolahan ikan pindang yaitu proses pemindangan ikan yang dilakukan dengan cara merebus atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram selama jangka waktu tertentu di dalam suatu wadah tertentu. 36 Penambahan garam dimaksudkan untuk mempengaruhi kualitas, memperbaiki tekstur ikan agar lebih kompak, memperbaiki cita rasa, dan memperpanjang daya tahan simpan (Astawan, 2004). Proses tersebut menggunakan garam yang berbentuk kristal maupun larutan garam dan ditaburkan pada setiap lapisan ikan secara merata. Garam yang digunakan berkisar antara 5-25% dari berat total ikan yang dipindang. Makin banyak garam yang dipakai, maka rasa ikan pindang makin asin sedangkan bila garam terlalu sedikit maka daya awet ikan pindang menjadi berkurang (Winarno, 2002). Selama proses penggaraman, terjadi penetrasi garam ke tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi. Cairan tersebut dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau menghaluskan larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam pun masuk ke dalam tubuh ikan (Rabiatul, 2007). Agar mendapat awetan yang bermutu tinggi digunakan ikan segar dan kualitas garam yang baik untuk proses pemindangan yaitu garam yang baik mengandung >96 % NaCl (Winarno, 2002). Dalam pembuatan ikan pindang dikelompokkan menjadi dua cara yaitu : 1. Pindang air garam Pindang air garam yaitu pindang ikan awetan dengan kadar garam rendah. Pengolahannya secara tradisional merupakan gabungan dari penggaraman dan perebusan sehingga memberikan rasa yang khas. Proses pemindangan ini menggunakan garam yang berbentuk kristal sekitar 20 30% dari berat total ikan. Ikan yang akan diolah telah disusun didalam 37 tempat ikan atau periuk, disusun secara berlapis lapis, diselang seling oleh lapisan garam dan diberi air sedkit kemudian dipanaskan. Selama proses pemasakan, air yang berada dalam periuk akan bertambah banyak dan garam yang berbentuk kristal berubah menjadi larutan garam yang dapat merendam seluruh lapisan ikan karena ikan yang diselilingi lapisan garam tersebut akan menyerap keluar cairan didalam tubuh ikan (Margono, dkk 1993). 2. Pindang bawean Proses pemindangan secara bawean ini tidak jauh dengan cara pembuatan ikan pindang air garam, akan tetapi terdapat perbedaan sedikit. Ikan pindang bawean adalah ikan awetan dengan kadar garam rendah. Pengolahannya juga secara tradisional merupakan gabungan dari penggaraman dan perebusan sehingga memberikan rasa yang khas. Proses pemindangan ini menggunakan garam 20-30 % dari berat total ikan. Ikan yang diolah akan disusun ke dalam periuk yang diselang-seling dengan garam. Lapisan teratas ditutup dengan garam sampai kira kira 2 ½ cm di bawah bibir periuk dan akan diisi air sampai ikan terendam, tutup, dan beri pemberat dan kemudian rebus selama 2 – 3 jam. Apabila daging dekat ekor dan kepala sudah reta-retak berarti ikan tersebut sudah masak dan keluarkan air sisa perebusan sampai habis, taburkan sisa garam pada lapisan teratas kemudian panaskan di atas api kecil sampai airnya benarbenar habis sekitar selama 30 menit (Margono, dkk 1993). 38 E. Metode penilaian konsumsi Food frequency questionnaire (FFQ) Untuk mengetahui kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada lansia akan digunakan survei konsumsi makanan dengan wawancara menggunakan kuesioner frekuensi makanan (FFQ). Metode FFQ digunakan untuk mengetahui gambaran asupan ikan pindang pada lansia. Metode FFQ sangat banyak digunakan dalam penelitian epidemiologi, kaitannya dengan metode sejarah pangan (dietary history). Hal ini disebabkan karena metode ini relative sensitive mendeteksi kekurangan maupun kelebihan zat gizi mikro (vitamin dan mineral) yang banyak dihubungkan dengan penyakit tertentu. Selain itu metode ini juga cepat, murah, dan mudah dilakukan dilapangan (Widajanti, 2009). Pada penelitian ini akan digunakan metode FFQ karena kegunaannya yang dapat mendeteksi kebiasaan konsumsi masyarakat dalam jangka panjang yaitu kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada lansia. Langkah-langkah penggunaan kuesioner frekuensi pangan : 1. Melakukan pendekatan pada responden 2. Menanyakan kesediaan responden untuk terlibat dalam penelitian dan konsekuensi dari penelitian. 3. Mengisi kolom perhari dengan frekuensi konsumsi ikan pindang dalam satu hari, bila data frekuensi yang diperoleh dalam minggu, maka 39 frekuensi yang ada dibagi (7 hari), bila data frekuensi dalam bulan, maka frekuensi yang ada dibagi dalam 30 hari. Interpretasi data dilakukan dengan melihat jumlah konsumsi ikan pindang pada lansia, sedangkan konsumsi ikan dan hasil olahannya dianjurkan tidak lebih dari 30 gam per hari (Depkes R.I, 2010). Hal ini menjadi patokan konsumsi ikan pindang pada lansia yaitu dikatakan cukup apabila konsumsi ikan pindang lansia ≤ 30 gram perharinya dan dikatakan lebih apabila konsumsi ikan pindang lansia > 30 gram/ hari. 40 F. Kerangka Teori Usia Jenis Kelamin Keturunan Ketersediaan Ikan Kebiasaan Konsumsi ikan pindang Kejadian Hipertensi Obesitas Olahraga Kebiasaan Merokok Minum Alkohol Konsumsi Natrium berlebih Konsumsi Kopi Stress Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber :Depkes, 2006; Irza, 2009 ; Adwyah R, 2007. 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka konsep Variabel bebas Variabel terikat Kebiasaan konsumsi ikan pindang Kejadian Hipertensi Gambar 3.1 Kerangka Konsep B. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian Hipertensi pada Lansia usia 55-64 tahun di Dusun Madak Desa CandikMalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. C. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian studi korelasi, yaitu penelitian yang bertujuan mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih pada suatu situasi atau sekelompok subjek untuk dilihat apakah ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional yaitu mengukur variabel-variabel penelitian dalam waktu yang sama (Notoatmodjo, 2010). Pengukuran 41 dilakukan dengan survey wawancara, kuisioner dan pengukuran tekanan darah. D. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat pada tanggal 20-22 November 2014. E. Populasi dan Sampel 1. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Lansia yang ada di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat sebanyak 121. 2. Sampel a. Besar sampel Sampel merupakan bagian populasi yang dipilih dengan teknik sampling tertentu untuk dapat memenuhi/mewakili populasi (Sugiyono, 2012). Sampel dalam penelitian adalah lansia di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kabupaten Lombok Barat. Jumlah populasi dalam penelitian ini kurang dari 10.000 orang, maka penentuan besar sampel dilakukan rumus (Notoatmodjo, 2010). N n= Gambar 3.3. Rumus sampel 1 + N perhitungan (d²) 42 Dimana: N : Besar Populasi n : Besar Sampel d : penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan yaitu (10%) atau 0,1 dengan hasil perhitungan sebagai berikut: 121 n= 1+ 121 (0,1²) = 121 1+ 0,121 = 121 2,21 = 54,7 dibulatkan menjadi 55 orang Jadi jumlah sampel minimal yang didapatkan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut sebanyak 55 orang, untuk mengantisipasi drop out maka perlu menambahkan sejumlah subjek agar besar sampel tetap terpenuhi. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Sumber :Sastroasmoro dan Ismael, 2002 43 dimana : n= besar sampel yangh dihitung f= perkiraan proporsi drop out (10) (Sastroasmoro dan Ismael, 2002). dengan hasil perhitungan sebagai berikut : n’= 55 / (1-0,1)= 61 b. Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Simple Random Sampling yaitu setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010). c. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1) Kriteria Inklusi Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subjek penelitian pada populasi target dan sumber (Riyanto, 2011). Pada penelitian ini kriteria inklusi adalah sebagai berikut : a) Lansia laki-laki dan perempuan usia 55-64 tahun b) Tidak merokok c) Tidak konsumsi alkohol 2) Kriteria eksklusi Kriteria eksklusi merupakan kriteria dari subjek penelitian yang tidak boleh ada, dan jika subjek mempunyai kriteria eksklusi maka subjek harus dikeluarkan dari penelitian (Riyanto, 2011). 44 Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah : a) Lansia yang sedang menderita penyakit yang dapat mempengaruhi hipertensi seperti penyakit jantung, DM dan gagal ginjal. F. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain, artinya apabila variabel bebas berubah maka akan mengakibatkan perubahan variabel lain (Riyanto, 2011). Variabe bebas pada penelitian ini adalah kebiasaan konsumsi ikan pindang. 2. Variable terikat Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi variabel lain, artinya terikat berubah akibat perubahan pada variabel bebas (Riyanto, 2011). Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian hipertensi. 45 G. Definisi Oprasional Definisi Cara dan Alat Skala No Variabel Hasil Ukur Oprasional 1 Ukur Ukur Variabel bebas : 2 Kebiasaan jumlah konsumsi FFQ semi Konsumsi ikan Ordinal konsumsi ikanpindang(Tong quantitatif pindang dalam sehari ikan kol, layang) yang dikategorikan sebagai pindang dikonsumsi oleh berikut : (tongkol, responden dalam - layang) satu hari per gram - ≤30 gram/hari: cukup >30 gram/hari : lebih (Depkes, R.I 2010). Variabel terikat : Keadaan Kejadian terjadinya Hipertensi peningkatan tekanan darah persisten dimana Pengukuran Nominal - Hipertensi: sistolik ≥140 mmHg, langsung diastolik ≥90 mmHg - Tidak hipertensi: menggunakan sistolik ≤139 mmHg, sphygmomano- diastolik ≤89 mmHg. (Joint National meter Committee on tekanan darah Detection, Evaluation, sistolik ≥140 And Treatment Of mmHg dan High Blood Presure diastolik 90 (1993) 46 mmHg (Corwin, 2009). H. Prosedur Penelitian 1. Tahapan penelitian a. Tahap Persiapan 1) Melakukan koordinasi dengan pihak Kepala Puskesmas Sekotong Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. 2) Melakukan studi pendahuluan untuk mengambil data awal sebagai identifikasi masalah. 3) Meminta surat permohonan ijin penelitian dari STIKES NGudi Waluyo yang ditujukan kepada Kepala Puskesmas Sekotong Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat untuk melakukan penelitian di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. 4) Menyiapkan instrumen penelitian b. Tahap Pelaksanaan 1) Pada tanggal 19 november 2014 peneliti mengunjungi tempat penelitian dan meminta data pada kelurahan setempat untuk mengetahui jumlah lansia usia 55-64 di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. 47 2) Pada tanggal 20 dan 21 november 2014 peneliti mengumpulkan responden dirumah salah satu warga melalui pemberitahuan Ketua RT setempat sebelumnya, meminta responden untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden, responden yang tidak bisa menulis dibantu oleh asisten peneliti, kemudian melakukan pengukuran tekanan darah pada responden yang dibantu oleh tenaga kesehatan. 3) Melakukan wawancara FFQ semi kuantitatif pada responden yang dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh 3 tenaga kesehatan Ilmu Gizi untuk mengetahui jumlah konsumsi ikan pindang pada Lansia usia 55-64 tahun 4) Pada tanggal 22 november 2014 peneliti mengunjungi rumah responden yang tidak bisa hadir pada hari pertama penelitian, kemudian meminta responden untuk menandatangani lembar persetujuam menjadi responden dan melakukan pengukuran tekanan darah yang dibantu oleh asisten peneliti. Melakukan wawancara FFQ semi kuantitatif pada responden yang dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh 3 tenaga kesehatan Ilmu gizi untuk mengetahui jumlah konsumsi ikan pindang pada Lansia usia 55-64 tahun. 5) Mengolah data yang diperoleh dari hasil penelitian. 48 2. Instrumen penelitian a. Kuesioner pendahuluan untuk penyaringan responden yang memenuhi kriteria dalam pengambilan sampel meliputi usia dan penyakit yang dapat mempengaruhi hipertensi b. Lembar persetujuan menjadi responden berkaitan dengan etika penelitian informed consent. c. Lembar Food Frequency Questionnaire (FFQ) semi kuantitatif untuk mengetahui jumlah kebiasaan konsumsi ikan pindang. d. Sphygmomanometer yang digunakan untuk mengukur tekanan darah oleh petugas kesehatan. 3. Sumber data a. Data primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini adalah: 1) Identitas responden meliputi nama dan usia responden 2) Nilai tekanan darah 3) Jumlah konsumsi ikan pindang dalam satu hari b. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui data yang telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini adalah : 1) Gambaran umum lokasi, diperoleh dari data Desa Candikmalaya 2) Jumlah lansia yang ada di Dusun Madak. 49 I. Etika Penelitian Sebelum melakukan penelitian, peneliti mendapat rekomendasi dari ketua program studi Ilmu Gizi Stikes Ngudi Waluyo untuk permohonan izin melakukan penelitian. Kemudian peneliti menemui responden untuk wawancara secara langsung dengan etika yang meliputi : 1. Lembar persetujuan responden Responden yang bersedia diteliti diberi lembar pesetujuan. Lembar persetujuan disampaikan kepada responden dan dijelaskan maksud dan tujuan penelitian setelah responden menyetujui untuk menjadi responden, kemudian di minta untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah di siapkan. Responden diberi kesempatan membaca isi lembaran tersebut, selanjutnya harus mencantumkan tanda tangan sebagai bukti kesediaan subjek penelitian. Jika responden menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap akan menghormati hak-hak responden. 2. Tanpa nama (anonimity) Tanpa nama yaitu untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, maka subjek tidak perlu menyebutkan namanya dan diganti dengan inisial atau nomer responden. 3. Kerahasiaan Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subjek dijamin oleh peneliti dan tidak akan disampaikan ke pihak lain yang tidak berkaitan dengan peneliti. 50 J. Pengolahan Data 1. Editing Editing yaitu melakukan data dari data yang telah dikumpulkan untuk menjaga validitas, reabilitas dan akurasinya. Data tersebut berupa pertanyaan FFQ semi kuantitatif konsumsi ikan pindang dan kejadian hipertensi. 2. Coding Memberi kode dan mengklasifikasi data untuk mempermudah pengolahan data. Adapun pengkodean yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Kebiasaan konsumsi ikan pindang Jumlah konsumsi ikan pindang: 1) ≤30 gram/hari : cukup, diberi kode 1 2) >30 gram/hari : lebih, diberi kode 2 b. Hipertensi 1) Hipertensi : ≥140/90 mmHg di beri kode 2 2) Tidak Hipertensi : ≤139/89 mmHg diberi kode 1 3. Tabulating Tabulasi ini merupakan proses penyusunan dan analisa data dalam bentuk tabel dengan cara memasukkan data dalam bentuk tabel sehingga peneliti akan mudah melakukan analisis. 51 4. Entry data Entry data adalah kegiatan memasukan data hasil penelitian kedalam program aplikasi statistik SPSS (Statistical Product Service Solutions) K. Analisis data Data yang terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisa dengan mencari gambaran atau distribusi dari variabel kebiasaan konsumsi ikan pindang dan variabel kejadian hipertensi dan kemudian menghubungkan anatara kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada Lansia usia 55-65 tahun di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat, untuk mempermudahkan analisis data maka digunakan program SPSS (Statistical Product Service Solutions) untuk pengujian statistik. Analisis data yang akan dilakukan sebagai berikut : 1. Analisis univariat Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian dengan membuat tabel distribusi frekuensi yang meliputi usia lansia, jumlah konsumsi ikan pindang tongkol,layang, dan data kejadian hipertensi (Notoatmodjo, 2010). 2. Analisis Bivariat Analisis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan atau koefisien korelasi antara variabel penelitian yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Pada penelitian ini variabel bebas mempunyai skala 52 ordinal dan variabel terikat mempunyai skala nominal. Uji hipotesa menggunakan kai kuadrat (chi square) untuk menguji variabel bebas yang bersekala ordinal dengan variabel terikat yang bersekala nominal. Rumus uji statistik chi square adalah sebagai berikut: X² Dimana : X² = chi squere Fo = frekuensi yang diobservasi Fh = frequensi yang diharapkan Analisis bivariat pada penelitian ini adalah hubungan kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada Lansia usia 55-64 tahun. Penentuan analisis bivariat menggunakan program SPSS. Penentuan diterima atau tidaknya uji statistik dengan cara membandingkan nilai p. Jika nilai p≤α (α = 0,05) maka dapat di interprestasikan ada hubungan yang bermakna secara statistik antara kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi, sebaliknya jika nilai p >α maka bisa diinterprestasikan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi (Arikunto, 2006). 53 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran umum Penelitian ini dilakukan di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. Luas wilayah Desa Candikmalaya adalah 227,25 Ha, yang terdiri dari tiga dusun, meliputi Dusun Madak, Elak-elak, dan Dusun Belongas. Jumlah penduduk lansia Desa Candikmalaya menurut jenis kelamin lansia yaitu lansia laki-laki sebanyak 352 orang dan perempuan 320 orang. Berdasarkan jumlah penduduk Dusun Madak menempati urutan kedua setelah Dusun Elak-elak. Jumlah penduduk di Dusun Madak menurut jenis kelamin lansia yaitu lansia laki-laki sebanyak 90 orang dan lansia perempuan 102 orang. Dusun Madak merupakan Dusun yang penduduknya paling banyak bermata pencaharian sebagai nelayan. Hal ini dikarenakan wilayah Dusun Madak dekat dengan pantai. B. Karakteristik Responden 1. Usia Responden pada penelitian ini adalah lansia usia 55-64 tahun yang berada di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. Gambaran tentang usia responden disajikan pada tabel 4.1 distribusi frekuensi berikut ini : 54 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Usia Responden (n = 55) Usia (tahun) Frekuensi(n) Presentase(%) 55-59 30 54,54% 60-64 25 45,45% Total 55 100% Pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar usia responden adalah lansia usia 55-59 tahun sebanyak 30 orang (54,54%), selebihnya adalah responden yang berusia 60-64 tahun sebanyak 25 orang (45,45%). 2. Jenis Kelamin Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Lansia di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat, 2014 Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) Laki-laki 20 36,4 Perempuan 35 63,6 Jumlah 55 100,0 Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa dari 55 responden lansia di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat, sebagian besar berjenis kelamin perempuan sejumlah 35 orang (63,6%), sedangkan yang berjenis kelamin laki-laki sejumlah 20 orang (36,4%). C. Analisis Univariat 1. Kebiasaan Konsumsi Ikan Pindang Hasil wawancara yang dilakukan dengan menggunakan FFQ semi kuantitatif pada 55 responden yaitu lansia usia 55-64 tahun di Dusun Madak 55 Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat didapatkan kategori konsumsi ikan pindang per hari yang disajikan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi sebagai berikut: Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi Ikan Pindang pada Lansia di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat, 2014 Konsumsi Ikan Pindang Frekuensi Persentase (%) Lebih (> 30 gram/hari) 31 56,4 Cukup (≤ 30 gram/hari) 24 43,6 Jumlah 55 100,0 Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 31 orang (56,4%) mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori lebih (> 30 gram/hari) sedangkan 24 responden (43,6%) mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori cukup (≤ 30 gram/hari). 2. Kejadian Hipertensi Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat, 2014 Kejadian Hipertensi Frekuensi Persentase (%) Hipertensi 41 74,5 Tidak Hipertensi 14 25,5 Jumlah 55 100,0 Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar lansia di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat mengalami kejadian hipertensi, yaitu sejumlah 41 orang (74,5%), sedangkan yang tidak mengalami hipertensi hanya sejumlah 14 orang (25,5%). 56 D. Analisis Bivariat Hasil wawancara kebiasaan konsumsi ikan pindang dilakukan dengan menggunakan FFQ semikuantitatif dan kejadian hipertensi dilakukan dengan pengukuran tekanan darah didapatkan jumlah konsumsi ikan pindang per hari dengan kejadian hipertensi yang disajikan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi sebagai berikut: Tabel 4.5 Hubungan Kebiasaan Konsumsi Ikan Pindang dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia Usia 55-64 Tahun di Dusun Madak Desa CandikMalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat, 2014 Kejadian Hipertensi Konsumsi Ikan Pindang Hipertensi Tidak Hipertensi Total F % f % f Lebih 27 87,1 4 12,9 31 100 Cukup 14 58,3 10 41,7 24 100 Jumlah 41 74,5 14 25,5 55 100 P-value OR 0,015 4,821 % Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa lansia yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori lebih yang mengalami hipertensi sejumlah 27 orang (87,1%), sedangkan lansia yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori lebih yang tidak mengalami hipertensi sejumlah 4 orang (12,9%). Lansia yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori cukup (≤30 gram/hari) yang mengalami hipertensi sejumlah 14 orang (58,3%), sedangkan lansia yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori cukup (≤30 gram/hari) yang tidak mengalami hipertensi sejumlah 10 orang (41,7%). Hal Ini menunjukkan bahwa kejadian hipertensi lebih berpeluang terjadi pada lansia yang mengkonsumsi 57 ikan pindang dalam kategori lebih dibandingkan lansia yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori cukup. Berdasarkan uji Chi Square diperoleh p-value sebesar 0,015, jika dibandingkan dengan α = 0,05, maka p-value (0,015) < α (0,05), maka dikatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada lansia usia 55-64 tahun di Dusun Madak Desa Candik Malaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. Hasil uji Chi Square juga menunjukkan berapa besar faktor risiko kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada lansia diperoleh melalui nilai Odds Rasio (OR) sebesar 4,821. Hal ini menunjukkan bahwa lansia yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori lebih berisiko, 4,821 kali lebih besar mengalami hipertensi dibandingkan lansia yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori cukup. 58 BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Univariat 1. Kebiasaan konsumsi ikan pindang Berdasarkan hasil penelitian pada lansia usia 55-64 di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat menunjukkan bahwa sebagian besar responden atau 31 orang (56,4%) mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori lebih (>30 gram/hari), dan terdapat 24 responden (43,6%) yang mengkonsumsi ikan pindang dengan kategori cukup (≤30 gram/hari). Besarnya jumlah responden mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori lebih yaitu dikarenakan konsumsi ikan pindang sudah menjadi makanan setiap harinya warga yang berada di dusun madak, selain itu daerah dusun Madak tersebut merupakan wilayah yang dekat dengan laut, dimana sebagian besar mata pencaharian warga di dusun madak adalah bekerja sebagai nelayan yang setiap hari menangkap ikan di laut serta penghasilan mereka yang rendah sehingga mereka memilih untuk mencukupi kebutuhan makan dari ikan yang ditangkap. Hasil penelitian Madanijah (2006) menyimpulkan bahwa konsumsi ikan yang lebih besar yaitu pada nelayan dibandingkan dengan bukan nelayan. Faktor sosial ekonomi merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Jadi, ikan menjadi kebiasaan warga di dusun madak sebagai lauk pauk saat mereka sedang makan, yaitu makan pagi, siang, atau makan malam, yang mana ikan selalu menjadi menu utama para warga di dusun madak termasuk lansia. Mereka mengolah ikan dengan cara 59 pemindangan ikan yaitu dengan cara proses penggaraman yang diikuti oleh perebusan yang disebut dengan ikan pindang. Proses penggaraman ikan pindang dapat menambahkan rasa dan menambah daya simpan. Daya simpan yang tidak tahan lama juga merupakan salah satu alasan responden lebih memilih dengan cara pemindangan atau yang disebut dengan ikan pindang. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa seluruh responden mempunyai kebiasaan konsumsi ikan pindang, akan tetapi berdasarkan wawancara yang dilakukan menggunakan FFQ semi kuantitatif pada 55 responden diketahui 24 responden mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori cukup. Hal ini dikarenakan responden tidak terlalu menyukai ikan pindang dan hanya mengkonsumsinya 3 kali dalam seminggu, selain itu beberapa responden juga mengetahui dampak bagi kesehatan jika mengonsumsi ikan pindang dalam jumlah yang berlebih. 2. Kejadian Hipertensi Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana disajikan pada tabel 4.4, dapat diketahui bahwa lansia di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat mengalami kejadian hipertensi sejumlah 41 orang (74,5%), sedangkan yang tidak mengalami hipertensi hanya sejumlah 14 orang (25,5%). Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah meningkatnya tekanan darah yang persisten yaitu dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2002). Persentase tingginya hipertensi yaitu 74,5% dari responden menderita hipertensi dikarenakan kebiasaan konsumsi ikan pindang dalam kategori lebih (>30gram/hari) serta faktor lain yang berkaitan 60 seperti usia. Pada penelitian ini paling banyak responden diatas 50 tahun. Dimana peningkatan tekanan darah semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia. Sesuai teori dari Kartikawati (2007) yang menyatakan bahwa kenaikan tekanan darah sistolik menyebabkan prevalensi hipertensi meningkat pada kelompok usia >40 tahun, dan akan terus terjadi peningkatan pada kelompok usia > 50 tahun. Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang sering dijumpai pada kelompok usia lansia. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh posisi individu saat pengukuran. Dalam penelitian ini pengukuran tekanan darah dilakukan dengan dua cara yaitu pada responden dengan posisi duduk di kursi dan responden duduk di lantai, hal tersbut dikarenakan beberapa responden tidak memiliki tempat duduk dikursi. Alat yang digunakan pada saat pengukuran tekanan darah adalah spygmomanomometer air raksa. Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil, hal ini dikarenakan pada saat duduk sistem vasokonstraktor simpatis terangsang dan sinyal-sinyal saraf pun dijalarkan (Guyton dan Hall, 2002). Selain hal itu dalam penelitian ini terdapat satu responden yang diukur pada siang hari. Waktu pengukuran juga dapat mempengaruhi hasil pengukuran tekanan darah yaitu hasil ukur pada pagi hari dapat berbeda dengan hasil ukur pada sore hari. Dimana tekanan darah biasanya rendah pada pagi hari, dan secara brangsur-angsur naik pada pagi menjelang siang dan sore, dan puncaknya pada malam hari (Gunawan, 2007). Dari 55 responden baik yang mengalami hipertensi dan tidak mengalami hipertensi secara keseluruhan responden tidak ada yang memiliki kebiasaan konsumsi alkohol dan memiliki kebiasaan merokok. 61 B. Analisis Bivariat Hubungan Kebiasaan Konsumsi Ikan Pindang dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia Usia 55-64 Tahun di Dusun Madak Desa CandikMalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa lansia yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori lebih (>30 gram/hari) yang mengalami hipertensi sejumlah 27 orang (87,1%), sedangkan lansia yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori lebih dan tidak mengalami hipertensi sejumlah 4 orang (12,9%). Lansia yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori cukup (≤30 gram/hari) yang mengalami hipertensi sejumlah 14 orang (58,3%, sedangkan lansia yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori cukup (≤30 gram/hari) dan yang tidak mengalami hipertensi sejumlah 10 orang (41,7%). Hal ini menunjukkan bahwa kejadian hipertensi lebih terjadi pada lansia yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori lebih dibandingkan lansia yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori cukup. Hal tersebut dikarenakan pengolahan ikan pindang yang menggunakan natrium, jadi ikan pindang tersebut merupakan ikan yang mengandung jumlah natrium dalam porsi lebih dan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya tekanan darah tinggi atau hipertensi (Perry & Potter, 2005). Konsumsi ikan pindang dalam jumlah yang berlebih akan menambah kadar natrium didalam darah, dan asupan natrium yang berlebih memiliki efek langsung terhadap peningkatan tekanan darah. Kelebihan natrium didalam tubuh akan meningkatkan volume ekstraseluler secara tidak langsung karena osmolaritas cairan tubuh akan meningkat dan merangsang pusat haus. Hal 62 tersebut dapat meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Kenaikan osmolaritas cairan ekstraseluler juga dapat merangsang mekansime sekresi kelenjar hypotalamus hipofisa posterior untuk mensekresi lebih banyak hormon antidiuretik. Hormon ini dapat menyebabkan ginjal mengabsorbsi kembali air dalam jumlah yang besar dari cairan tubulus ginjal. Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap kenormalan tekanan darah. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler, kemudian peningkatan konsentrasi otot halus semakin lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible (Gray, 2005). Pernyataan tersebut sependapt dengan Hartono, A (2008) yang menyatakan bahwa natrium yang berlebihan akan menggumpal di dinding pembuluh darah dan mengikisnya sehingga terkelupas. Kotoran tersebut akan menyumbat pembuluh darah yang akibatnya dapat menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Susiyani (2012) menyatakan bahwa ada hubungan antara pola konsumsi makanan olahan (ikan pindang, ikan asin, telur asin, mie instan, sarden kaleng dan sayur tunjang) dengan kejadian hipertensi di Rumah Sakit Daerah Prambulih. Responden yang konsumsi ikan pindang dengan kategori lebih sebanyak 31 responden yaitu 27 responden mengalami hipertensi dan 4 responden tidak mengalami hipertensi. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan menggunakan FFQ semi kuantitatif diketahui 3 dari 4 responden yang tidak 63 mengalami hipertensi tersebut disebabkan karena responden diketahui suka mengkonsumsi buah dan sayur. Jenis buah-buahan yang sering dikonsumsi oleh responden ialah buah pepaya dan pisang, karena buah-buahan tersebut yang mudah dijangkau ditempat responden tinggal. Buah pisang dan pepaya tersebut memiliki kandungan kalium dan antioksidan yang tinggi, menurut Astawan (2003) konsumsi kalium dalam jumlah yang tinggi dapat melindungi seseorang dari hipertensi. Asupan kalium yang meningkat akan menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Selain memiliki kandungan kalium, papaya dan pisang juga memiliki kandungan air yang tinggi yang menyebabkan ginjal akan mengeluarkan garam dan air lebih banyak sehingga menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal. Kandungan air yang tinggi juga menyebabkan terjadi penurunan reabsorbsi natrium dan air secara langsung pada ginjal. Selain itu juga menyebabkan terjadinya penurunan sekresi aldosteron, sehingga terjadi penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal. Sedangkan jenis sayuran yang sering dikonsumsi oleh responden adalah bayam, daun papaya muda, dan daun singkong. Bayam memiliki kandungan asam folat dan kalium yang diketahui dapat menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi), di dalam bayam terdapat 416 mg kalium per 100 gr bahan, daun pepaya memiliki kandungan flavonoid dan kalium yang lebih tinggi daripada bayam yaitu terdapat 652 mg kalium per 100 gr bahan. Flavonoid merupakan antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas. Sedangkan daun singkong memiliki kandungan serat, vitamin A dan C yang baik sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas di dalam tubuh. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat mencegah oksidasi kolesterol. Mekanisme kerja 64 antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi lemak di dalam pembuluh darah, hal tersebut menyebabkan pembuluh darah menjadi elastis dan dapat mempertehankan aliran darah sehingga tekanan darah menjadi seimbang (Kumalaningsih, 2006). Ketika dilakukan wawancara pada saat penelitian responden menyatakan bahwa sering melakukan aktifitas fisik seperti menyapu halaman rumah, mengembala sapi, mengambil ikan di laut dan merakit jarring untuk menangkap ikan. Aktivitas yang dilakukan oleh responden adalah aktivitas yang tergolong ringan karena tidak melibatkan kerja jantung, selain aktivitas tersebut juga harus diimbangi dengan olahraga isotonik, seperti bersepeda, jogging, dan aerobik yang teratur sehingga dapat memperlancar peredaran darah dan dapat menurunkan tekanan darah. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa tekanan darah akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas fisik yang berat dan lebih rendah ketika beristirahat hal ini disebabkan karena pada saat beraktivitas jatung akan berdenyut lebih kencang karena adanya tegangan pada otot jantung (Palmer, 2007). Responden juga menyatakan tidak memiliki kebiasaan merokok dan alkohol. Selanjutnya untuk responden yang konsumsi ikan pindang dalam kategori cukup sebanyak 24 responden, dari 24 responden yang mengalami hipertensi sebanyak 14 orang. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan menggunakan FFQ semikuantitatif, hal ini dikarenakan selain mengkonsumsi ikan pindang, responden juga memiliki kebiasaan konsumsi makanan yang tinggi natrium sepert ikan asin, mie instan, jeroan, gorengan, biskuit dan telur asin. Responden menyatakan sangat menyukai konsumsi mie instan, gorengan dan mengkonsumsinya hampir setiap hari, Hal tersebut 65 dikarenakan mudah diperoleh, memilki rasa yang enak serta mudah untuk disajikan. Selain itu juga diketahui 10 (18,18%) diantaranya suka konsumsi kopi lebih dari 3 kali sehari. Menurut Siburian (2004) konsumsi kopi dapat meningkatkan tekanan darah secara akut, kopi memiliki efek negatif terhadap tekanan darah karena kandungan kafein yang tinggi dalam kopi. Kandungan kafein dalam kopi yaitu 115 mg dalam satu cangkir (200 ml). Kafein yang terkandung dalam kopi memiliki potensi terhadap terjadinya peningkatan tekanan darah karena sifat kafein yang menyebabkan percepatan denyut jantung (Wirakusumah, 2009). Berdasarkan uji Chi Square diperoleh p-value sebesar 0,015, jika dibandingkan dengan p-value (0,015) < α (0,05), maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada lansia usia 55-64 tahun. Dari hasil uji Chi Square juga menunjukkan seberapa besar faktor risiko kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada lansia diperoleh melalui nilai Odds Rasio (OR) sebesar 4,821. Hal ini menunjukkan bahwa lansia yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori lebih, berisiko 4,821 kali lebih besar mengalami hipertensi dibandingkan lansia yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori cukup. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa dari 55 responden terdapat 31 responden yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori lebih dan 27 diantaranya mengalami hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah konsumsi ikan pindang maka cenderung berisiko mengalami hipertensi atau tekanan darah tinggi, dan hal tersebut sependapat dengan 66 Suhardjo (2006), dan Cahyono (2008) yang memaparkan bahwa kesukaan, rasa atau kenikmatan terhadap makanan berpengaruh terhadap pemilihan makanan. Makanan asin dan siap saji dapat meningkatkan nafsu makan seseorang karena rasanya yang gurih. Sehingga jika seseorang menyukai dan terbiasa mengkonsumsi makanan sumber natrium seperti ikan pindang maka akan cenderung mengkonsumsinya terus-menerus dan jika dikonsumsi dalam jumlah yang berlebih maka akan meningkatkan tekanan darah. C. Keterbatasan Penelitian 1. Pada penelitian ini peneliti tidak menganalisis kandungan natrium pada makanan lainnya. 2. Dalam penelitian ini pengukuran tekanan darah dilakukan oleh 4 orang dengan alat yang berbeda sehingga ada kemungkinan bias dari data yang dihasilkan. 67 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kebiasaan konsumsi ikan pindang pada lansia di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat, sebagian besar dalam kategori lebih (> 30 gram/hari) sejumlah 31 orang (56,4%). 2. Sebagian besar lansia di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat mengalami kejadian hipertensi, yaitu sejumlah 41 orang (74,5%). 3. Terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada lansia usia 55-64 tahun di Dusun Madak Desa Candik Malaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. B. Saran 1. Bagi peneliti Perlu ada penelitian selanjutnya yang meneliti tentang kandungan natrium pada pengolahan ikan pindang yang berdampak pada penyakit hipertensi. 2. Bagi Lansia Diharapkan responden dapat membatasi jumlah konsumsi ikan pindang (≤30 gr/ hari) atau satu potong kecil yaitu dengan cara lebih memvariasikan menu makanan lainnya. 68 3. Bagi Tenaga Kesehatan Menyampaikan kepada masyarakat tentang pentingnya memperhatikan jumlah ikan pindang yang dikonsumsi guna mencegah terjadinya kejadian hipertensi. 69 DAFTAR PUSTAKA Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta Ashwini, A. 2008. Hypertensive Cardiovascular Disease. http://www.articleswave.com/. Diakses pada tanggal 29 April 2013 pukul 21.21 WIB Abdullah, Masqon. 2005. Faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada kelompok usia lanjut di kecamatan pengandon kabupaten Kendal. http.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=2701 [14 November 2011]. Agus Riyanto. (2011). Aplikasi metodelogi penelitian kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika Armilawaty, Amalia H, Amirudin R.2007. Hipertensi dan Faktor Risikonya dalam Kajian Epidemiologi . Bagian Epidemiologi FKM UNHAS. http//www.CerminDuniaKedokteran.com/index.php?option=com_con tent&task=view&id=38&Itemid=12 [2 April 2011]. Adawyah, Rabiatul. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Astawan, M. 2004. Mengapa Kita Perlu Makan Daging. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. IPB. http://www.gizi.net. Anggraini, D.A, dkk. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari Sampai Juni 2008. http://yayanakhyar.files.wordpress.com. Artikel Penellitian. Diakses tanggal 10 April 2014 Ashwini Ambekar. 2008. Hypertensive Cardiovascular Disease. c2008 [cited 2011 Dec 24]. Available from: http://www.articleswave.com. Diakses tanggal 2 Juli 2014 Aris Sugiharto, 2007. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat. Universitas Diponogoro Semarang. Disertasi. Almaitser, 2001. Natrium, kalium dan hipertensi. http://dietsehat.wordpress.com/2008/05/19/natrium-kalium-danhipertensi/.Diakses tanggal 15 April 2013. Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta. 69 Bangun. 2003. Terapi Jus & Ramuan Tradisional untuk Hipertensi. Jakarta : Agromedia Pustaka. Bare, B.G. & Smeltzer, S.C. 2002. Buku Keperawatan Medical Bedah Brunnerand Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC. Bustan, M.N. 2003. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta Brunner dan suddarth.2001 Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, E d i s i 8 Volume 2. Jakarta : ECG Bandiyah, S. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik-Geriatrik. Yogyakarta: Nuha Media. Bustan. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta. B.Cahyono, J. S. (2008). Gaya Hidup & Penyakit Modern. Yogyakarta: Kanisius. Corwin, J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Darmojo, R. Boedhi dan H. Hadi Martono. 2004. Buku Ajar Geriatri (IlmuKesehatan Usia Lanjut) Ed. 3. Jakarta : FKUI Dalimartha, et.al. (2008). Care yourself hipertensi. Jakarta: Penebar Plus. Depkes RI, 2003. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta : Depkes RI. Depkes RI. 2005. Pedoman Pembinaan Kesehatan Lansia Bagi Petugas Kesehatan I. Jakarta. Depkes RI. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. Depkes, Jakarta : iii + 32 hlm. Dewi, P. (2010). Hipertensi dan Komplikasi. Jakarta: EGC. Depkes RI, 2008. Kendalikan Stres dan Hipertensi, Raih Produktifitas. Intimedia. Jakarta. Cahyono, S.B.2008. Gaya Hidup Dan Penyakit Modern.Yogyakarta : Kanisius Erik Tapan MHA.2004. Penyakit Ginjal dan Hipertensi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Hal 25-28 Edy, A. 2011. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta : Kanisius. Gunawan, L. 2007. Hipertensi : Tekanan darah tinggi. Yogyakarta: Percetakan Kanisius. 70 Guyton and Hall. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. Hal 170, 172-8, 182, 221, 245, 259-60 . Gunawan, Lanny. 2001.Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta : Kanisius. Harinn Mahnan dan Rismayanti, 2012. Faktor Risiko Kejadian Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeneponto Tahun 2012. Jurnal. Diakses pada tanggal 18 Juli 2014 pukul 08.00 WIB Hasirungan, J. 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada Lansia Di Kota Depok Tahun 2002. Tesis. Depok: Program Pasca Sarjana FKM UI. Irza, S. 2009. Analisis Faktor-Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat. Skripsi. Sumatera Utara:FK Farmasi USU. Junaidi, Iskandar 2010. Hipertensi Pengenalan, Pencegahan dan Pengobatan. Jakarta: Buana ilmu popular. Jan Tambayong, 2000, Patofisiologi Untuk Perawatan, EGC, Jakarta. Jakarta : Penebar Plus. 2008. Temu Ilmiah Geriatri Semarang 2008. Kosnayani, A.S. 2007. Hubungan asupan kalsium, aktivitas fisik, parita, indek smassa tubuh, dan kepadatan tulang pada wanitapascamenopause.Tesis.Retrieved from http://eprints.undip.ac.id. Diakses Tanggal 12 juni 2014 Kuswardhani, T. 2006. Penatalaksanaan Hipertensi pada Lanjut Usia. Jurnal Penyakit Dalam Vol.7, No.2. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia. 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia: 2008.h.110-13. Lani, e. a. 2005. Hipertensi. Jakarta: Grameia Pustaka Utama. Laela, YS. 2009. Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Pada Usia 60 Tahun Keatas Di Puskesmas Gamping II Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman. KTI. Maryam, R. Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika. Marliani L, dkk. 2007. 100 Question & Answers Hipertensi. Jakarta : PT Elex Media Komputindo, Gramedia. 71 Margono, Tri, dkk, 1993. Buku Panduan http://www.ristek.go.id. Diakses : 16 Juni 2014 Teknologi Pangan. Madanijah, s, dkk, 2006. Sumbangan konsumsi ikan dana makanan jajanan terhadap kecukupan gizi anak balita pada keluarga nelayan buruh dan nelayan juragan. Media Gizi dan Keluarga, juli 2006. 30 (1). Nadesul, H. 2009. Resep Mudah Tetap Sehat. Jakarta : Media Nusantara Nugroho, W (2000). Keperawatan Gerontik, Edisi-2. Jakarta:EGC Nugroho,Wahyudi,(2000) Keperawatan Gerontik edisi 1, Jakarta: EGC. Nugroho, H. Wahjudi. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Edisi 3. Jakarta : EGC Notoatmodjo, 2010. Metodologi penelitian kesehatan . Jakarta: PT Rineka Cipta Notoatmodjo, 2011. Metodologi penelitian kesehatan . Jakarta: PT Rineka Cipta Nuarima, A. 2012. Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakata Di Desa Kebongan Kidul, Kabupaten Rembang. KTI. Semarang : Program Strata-1 Kedokteran FK Kedokteran Undip. Persagi. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta. PT Elex MediaKomputindo. Pudjiastuti, Sri Surini dan Budi Utomo .2003. Fisioterapi pada Lansia, Jakarta: EGC Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa. Jakarta:EGC Potter, Patricia A. dan Anne G. Perry. 2009. Fundamental Keperawatan Buku 1 Ed. 7. Jakarta: Salemba Medika. Palmer, Anna. 2007. Simple Guide Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Penerbit Erlangga Sastroasmoro, S, & Ismael, 2002, Dasar-dasar Penelitian Klinis, Sagung Seto, Jakarta Sheps, Sheldon G, 2005. Mayo clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: PT Intisari Mediatama : hal 26, 158. Setyohadi B dkk. 2000. Naskah Lengkap Penyakit Dalam. Jakarta. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian ilmu FKUI 72 Smeltzer, S.C. and Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol.2. Jakarta : EGC. Stockslager, Jaime L & Schaeffer, Liz. 2008. Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatik. Jakarta: EGC Sugiyono. 2012. Memahami penelitian kualitatif”. Bandung : ALFABETA Suarthana, E dkk. 2001. Prevalensi Hipertensi Pada Ibu Rumah Tangga dan Faktor-faktor Gizi yang berhubungan di Kelurahan Utan Kayu Jakarta Timur. Majalah Kedokteran Indonesia. Sutanto. 2010. Cekel Penyakit Modern Hipertensi, stroke, Jantung, Kolesterol, dan Diabetes, Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET Sustrani, Lanny. 2004. Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Siburian, Imelda . 2004. Gambaran kejadian hipertensi dan faktor-faktor yang berhubungan. Skripsi . FKM UI. Suhardjo, 2006. Pangan, gizi, dan pertanian, Jakarta : Universitas Indonesia. WHO. 2003. Kebijakan dan Strategi Nasional pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular. Retrieved April 3, 2012. From http://situs.kesehatanmasyarakat.info/referensi35.htm. World Health Organization. 1999. Hypertension. WHO Geneva. WHO. 2011. Dengue in the Western Pacific Region. http://www.wpro.who.int/health_topics/dengue. Diakses Tanggal 20 Juni 2014 Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG). 2004. Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Wirakusumah, SE. 2002. Menu Sehat untuk Lanjut Usia. Jakarta: Puspa Swara 25 Wirakusumah. ES. 2009. Manajemen Makanan Dan Gizi Institusi. PAU Pangan Dan Gizi, IPB. Bogor. Widajanti, L. 2009. Survei Konsumsi Gizi. Badan Penerbit Universitas Diponogoro. Semarang 73 DATA PENELITIAN No Res Nama Responden umur L/P 1 p.nm 60 2 p.lk 3 Tekanan Darah (mmHg) Konsumsi Ikan Pindang TD Kategori Per hari Kategori L 150/100 > 30 gram Lebih 56 L 130/80 Hipertensi Tdk Hipertensi > 30 gram Lebih B.dk 59 P 165/100 Hipertensi Lebih 4 B.lm 56 P 165/100 Hipertensi > 30 gram <= 30 gram Cukup 5 P.dm 55 L 160/100 Hipertensi > 30 gram Lebih 6 B.gb 60 P 150/90 Hipertensi > 30 gram Lebih 7 B.fr 61 P 160/100 Hipertensi > 30 gram Lebih 8 B.ur 65 P 160/100 Hipertensi Lebih 9 P.bn 59 L 160/100 Hipertensi > 30 gram <= 30 gram 10 B.mr 56 P 150/90 11 B.lm 58 P 130/80 Hipertensi Tdk Hipertensi 12 B.m 58 P 140/80 13 B.od 57 P 14 P.ld 56 15 P.ar 16 Cukup 130/70 Hipertensi Tdk Hipertensi > 30 gram <= 30 gram <= 30 gram <= 30 gram Lebih L 160/90 Hipertensi > 30 gram Lebih 59 L 170/100 Hipertensi > 30 gram Lebih B.rk 62 P 150/100 Hipertensi > 30 gram Lebih 17 B.j 56 P 160/90 Hipertensi Lebih 18 B.l 59 P 150/100 Hipertensi > 30 gram <= 30 gram Cukup 19 P.gn 62 L 160/110 Hipertensi > 30 gram Lebih 20 P.jm 63 L 160/100 P.dn 58 L 130/80 > 30 gram <= 30 gram Lebih 21 Hipertensi Tdk Hipertensi Cukup 22 B.mh 55 P 160/90 Hipertensi > 30 gram Lebih 23 B.kr 60 P 150/90 Hipertensi > 30 gram Lebih 24 B.sr 60 P 150/90 Hipertensi > 30 gram Lebih 25 B.ky 64 P 160/100 Hipertensi Lebih 26 P.jm 56 L 160/100 Hipertensi > 30 gram <= 30 gram Cukup 27 B.ka 59 P 170/110 Hipertensi > 30 gram Lebih 28 B.di 60 P 160/110 Hipertensi > 30 gram Lebih 29 P.b 62 L 150/100 Hipertensi <= 30 Cukup Cukup Cukup Cukup 74 gram 30 P.bd 58 L 160/100 Hipertensi <= 30 gram Cukup 31 B.kb 59 P 150/100 Hipertensi > 30 gram Lebih 32 B.ph 62 P 160/90 Hipertensi Lebih 33 B.rk 63 P 140/90 34 P.bn 58 L 130/80 35 B.st 59 P 130/75 36 B.rh 57 P 120/80 37 P.rm 59 L 130/80 38 B.sl 60 P 130/75 39 B.sn 63 P 120/75 Hipertensi Tdk Hipertensi Tdk Hipertensi Tdk Hipertensi Tdk Hipertensi Tdk Hipertensi Tdk Hipertensi > 30 gram <= 30 gram 40 B.r 62 P 150/90 Hipertensi 41 P.di 68 L 160/100 Hipertensi 42 B.ru 56 P 160/100 Hipertensi 43 B.ln 57 P 160/100 44 P.l 56 L 45 P.m 59 46 B.lr 47 > 30 gram <= 30 gram <= 30 gram > 30 gram <= 30 gram <= 30 gram > 30 gram <= 30 gram Cukup Lebih Cukup Cukup Lebih Cukup Cukup Lebih Cukup Cukup 130/80 Hipertensi Tdk Hipertensi > 30 gram <= 30 gram <= 30 gram L 150/110 Hipertensi > 30 gram Lebih 61 P 160/100 Hipertensi Lebih B.om 65 P 170/110 48 B.dg 63 P 130/80 Hipertensi Tdk Hipertensi > 30 gram <= 30 gram <= 30 gram 49 P.ar 68 L 160/100 50 B.sr 62 P 120/80 51 p.u 58 L 130/75 Hipertensi Tdk Hipertensi Tdk Hipertensi 52 B.li 56 P 160/110 Hipertensi 53 B.jp 59 P 160/100 Hipertensi 54 P.yi 64 L 140/90 Hipertensi 55 B.py 60 P 160/100 Hipertensi > 30 gram <= 30 gram > 30 gram <= 30 gram <= 30 gram > 30 gram <= 30 gram Lebih Cukup Cukup Cukup Lebih Cukup Lebih Cukup Cukup Lebih Cukup 75 Crosstabs Case Processing Summary N Konsumsi Ikan Pindang * Kejadian Hipertens i Cas es Miss ing N Percent Valid Percent 55 100,0% 0 Total N ,0% Percent 55 100,0% Konsumsi Ikan Pindang * Kejadian Hipertensi Crosstabulation Konsumsi Ikan Pindang Lebih Cukup Total Count Expected Count % within Kons ums i Ikan Pindang Count Expected Count % within Kons ums i Ikan Pindang Count Expected Count % within Kons ums i Ikan Pindang Kejadian Hipertensi Tidak Hipertensi Hipertensi 27 4 23,1 7,9 Total 31 31,0 87,1% 12,9% 100,0% 14 17,9 10 6,1 24 24,0 58,3% 41,7% 100,0% 41 41,0 14 14,0 55 55,0 74,5% 25,5% 100,0% Asymp. Sig. (2-s ided) ,015 ,034 ,015 Exact Sig. (2-s ided) Exact Sig. (1-s ided) ,027 ,017 Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Tes t Linear-by-Linear Ass ociation N of Valid Cas es Value 5,898b 4,480 5,957 5,791 df 1 1 1 1 ,016 55 a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,11. 76 Risk Estimate 95% Confidence Interval Lower Upper Value Odds Ratio for Konsumsi Ikan Pindang (Lebih / Cukup) For cohort Kejadian Hipertensi = Hipertens i For cohort Kejadian Hipertensi = Tidak Hipertensi N of Valid Cas es 4,821 1,279 18,177 1,493 1,037 2,149 ,310 ,111 ,867 55 Descriptives Descriptive Statistics N Umur Valid N (lis twise) 55 55 Minimum 55 Maximum 68 Mean 59,69 Std. Deviation 3,108 Frequencies Statistics N Valid Miss ing Jenis Kelamin 55 0 Kejadian Hipertensi 55 0 Konsumsi Ikan Pindang 55 0 Frequency Table Jenis Kelamin Valid Laki-laki Perempuan Total Frequency 20 35 55 Percent 36,4 63,6 100,0 Valid Percent 36,4 63,6 100,0 Cumulative Percent 36,4 100,0 Kejadian Hipertensi Valid Hipertensi Tidak Hipertens i Total Frequency 41 14 55 Percent 74,5 25,5 100,0 Valid Percent 74,5 25,5 100,0 Cumulative Percent 74,5 100,0 77 Konsumsi Ikan Pindang Valid Lebih Cukup Total Frequency 31 24 55 Percent 56,4 43,6 100,0 Valid Percent 56,4 43,6 100,0 Cumulative Percent 56,4 100,0 78 Bar Chart Jenis Kelamin 70 60 Percent 50 40 63.6 30 20 36.4 10 0 Laki-laki Perempuan Jenis Kelamin 79 Kejadian Hipertensi 80 Percent 60 40 74.5 20 25.5 0 Hipertensi Tidak Hipertensi Kejadian Hipertensi Konsumsi Ikan Pindang 60 50 Percent 40 30 56.36 43.64 20 10 0 Lebih Cukup Konsumsi Ikan Pindang 80 Lampiran 2 PERNYATAAN KEPADA RESPONDEN Dengan ini saya: Nama NIM : Desi Ratnasari : 060109a003 Pendidikan : Mahasiswa Ilmu Gizi STIKes Ngudi Waluyo Penelitian ini mengambil judul “Hubungan Kebiasaan Konsumsi Ikan Pindang Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia usia 55-64 tahun Di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat” Sehubungan dengan hal tersebut, maka dengan segala hormat saya sangat mengharapkan bantuan dari saudara-saudari untuk memberikan data yang sebenarnya. Jawaban yang diberikan hendaknya disampaikan dengan jujur dan informasi yang saya peroleh akan dijamin kerahasiaannya. Demikian atas kerja sama dan kesediaan waktunya saya ucapkan terima kasih. Peneliti (Desi Ratnasari) 81 Lampiran 3 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Umur : Setelah mendapat penjelasan dari peneliti, maka saya menyatakan sanggup untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian Desi Ratnasari dengan judul “Hubungan Kebiasaan Konsumsi Ikan Pindang Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia usia 55-64 tahun Di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat”. Semoga hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Ungaran, November 2014 Mengetahui Responden ) 82 Lampiran 4 HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI IKAN PINDANG DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA USIA 55-64 DI DUSUN MADAK DESA CANDIKMALAYA KECAMATAN SEKOTONG KABUPATEN LOMBOK BARAT KUESIONER PENYARINGAN Tanggal pengisian: 1. No. Responden : 2. Nama : 3. Umur : 4. Alamat : 5. Apakah anda memiliki kebiasaan merokok ? a. Ya b. Tidak 6. Apakah anda memiliki kebiasaan minum alkohol? b.Ya b. Tidak 83 Lampiran 5 FORM FOOD FREQUENCY SEMIKUANTITATIF 1. Nama Responden : 2. Nama Pewawancara : 3. Hari/tanggal wawancara : No Responden: Umur: IMT: Frekuensi Nama Makanan x/hari x/mggu x/bln Jenis Kelamin: Porsi (URT) Berat (gr) Keterangan RataRata (gr) Makanan Pokok : - Nasi - Mie instan - Roti - Biskuit - Jagung - Ubi - Talas - Singkong - Kentang - Bubur Lain-lain: - .............. - .............. 84 FORM FOOD FREQUENCY SEMIKUANTITATIF No Responden: Umur: IMT: Jenis Kelamin: Porsi (Urt) Nama Makanan Frekuensi x/hari x/mggu Berat (gr) Keterangan Ratarata (gr) x/bln Protein Hewani -Telur - Ayam - Daging - Hati,ampela,usus Ikan dan hasil olahannya - Ikan pindang Tongkol - Ikan Pindang Layang - Ikan asin …………… …………. Protein Nabati - Tahu - Tempe - Kacang tanah - Kacang hijau - Kacang kedelai 85 FORM FOOD FREQUENCY SEMIKUANTITATIF No Responden: Umur: IMT: Porsi (Urt) Frekuensi x/mggu Berat (gr) Keterangan Ratarata (gr) Nama Makanan x/hari Jenis Kelamin: x/bln Lain-lain: - ………... - ................ Sayuran: - Bayam - Kangkung - Wortel - Kol - Sawi - Buncis - Daun pepaya - Daun singkong - Sawi - Labu siam Lain-lain - ................ - ................ 86 FORM FOOD FREQUENCY SEMIKUANTITATIF No Responden: Umur: IMT: Nama Makanan Frekuensi x/hari Jenis Kelamin: Porsi (Urt) Berat (gr) Keterangan Ratarata (gr) x/mggu x/bln Buah: - Pisang - Pepaya - Jambu - Jeruk - Semangka Lain-lain - ................ - .................. Minuman : - Teh manis - Kopi - Sirup - Susu kental manis - Minuman instan Lain-lain - …………. 87 Wawancara dan pengisian kuesioner 88 89