i HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI IKAN PINDANG DENGAN

advertisement
HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI IKAN PINDANG DENGAN KEJADIAN
HIPERTENSI PADA LANSIA USIA 55-64 TAHUN DI DUSUN MADAK
DESA CANDIKMALAYA KECAMATAN SEKOTONG
KABUPATEN LOMBOK BARAT
SKRIPSI
Disusun oleh :
Desi Ratnasari
NIM : 060109a003
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
FEBRUARI, 2015
i
HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI IKAN PINDANG DENGAN KEJADIAN
HIPERTENSI PADA LANSIA USIA 55-64 TAHUN DI DUSUN MADAK
DESA CANDIKMALAYA KECAMATAN SEKOTONG
KABUPATEN LOMBOK BARAT
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana gizi (S.Gz)
Oleh
DESI RATNASARI
NIM. 060109a003
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
FEBRUARI, 2015
ii
SekolahTinggiIlmuKesehatanNgudiwaluyo
Program StudiIlmuGizi
Skripsi, Februari 2015
DesiRatnasari
060109a003
HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI IKAN PINDANG DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI
PADA LANSIA USIA 55-64 TAHUN DI DUSUN MADAK DESA CANDIKMALAYA
KECAMATAN SEKOTONG KABUPATEN LOMBOK BARAT
(xiii+ 72 Halaman + 2 Gambar + 6Tabel + 12 Lampiran)
ABSTRAK
LatarBelakang:Salah satufaktor yang mempengaruhi hipertensi adalah konsumsi
natrium berlebih. Ikan pindang merupakan salah satu makanan yang dibuat melalui
proses penggaraman yang mengandungnatrium, dan apabila dikonsumsi dalam jumlah
yang berlebihdapat meningkatkan tekanan darahataupenyebabterjadinyahipertensi.
Tujuan: Mengetahui hubungan antarakebiasaan konsumsi ikan pindang dengan
kejadianhipertensi pada lansia usia 55-64 tahun di Dusun Madak Desa Candikmalaya
Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.
Metode :Jenis penelitian ini adalah studi korelasi dengan pendekatan cross-sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah lansia usia 55-64 tahun yang berada di Dusun
Madak. Sampel pada penelitian ini sejumlah 55 orang dengan teknik Random Sampling.
Tekanan darah diukur dengan menggunakan sphygmomanometer dan konsumsi ikan
pindang diukur menggunakan FFQ Semiquantitatif. Analisis data dengan menggunakan
SPSS. Analisis univariat menggunakan analisis deskriptif, analisis bivariat menggunakan
ujichi square dengan nilai α = 0,05.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa paling banyak responden mengkonsumsi
ikan pindang dengan kategori lebih yaitu 56,4%, sedangkan kategori cukup yaitu 43,6%.
Responden yang mengalami hipertensi sebanyak 74,5%, dan 25,5% yang tidak
mengalami hipertensi. Ada hubungan kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian
hipertensi pada lansia usia 55-64 tahun di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan
Sekotong Kabupaten Lombok Barat (p-value = 0,015) < (α= 0,05).
Simpulan : Ada hubungan antara kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian
hipertensi pada lansia usia 55-64 tahundi Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan
Sekotong Kabupaten Lombok Barat.
Kata kunci
Kepustakaan
: Ikanpindang, Hipertensi
: (2001-2013)
iii
Ngudi Waluyo School of health
Nutrition Study Program
Final Assignment, January 2015
Desi Ratnasari
060109a003
THE RELATIONSHIP BETWEEN THE HABIT OF CONSUMING BOILED FISH WITH
HYPERTENSION IN THE ELDERLY PEOPLE AGED 55-64 YEARS OLD IN MADAK VILLAGE,
CANDIKMALAYA, SEKOTONG DISTRICT, WEST LOMBOK.
(xiii + 72 pages + 2 pictures + 6 tables + 12 appendices)
ABSTRACT
Background : One of the factors that affect hypertension is excessive sodium
consumption. Boiled fish is one of the foods that are made through a process of salting
containing sodium, and if consumed in excessive amounts can increase blood pressure
or cause of hypertension.
Objective : To examine the relationship between the habit of consuming boiled fish
with hypertension in the elderly people aged 55-64 years old in Madak village,
Candikmalaya, Sekotong District, West Lombok.
Methods
: This study was a correlational study with cross-sectional approach. The
population in this study was elderly people aged 55-64 years old residing in Madak
village. The samples in this study were 55 people using random sampling technique.
Blood pressure was measured by using a sphygmomanometer and boiled fish
consumption was measured by using Semiquantitative FFQ. Data analysis used SPSS.
Univariate analysis used descriptive analysis, bivariate analysis used chi square test with
the value of α = 0.05.
Results
: The results showed that most respondents consumed boiled fish with more
categories, namely 56.4%, while 43.6% had enough category. The respondents who had
hypertension were 74.5%, and 25.5% did not have hypertension. There was a
relationship between the habit of consuming boiled fish with hypertension in the
elderly people aged 55-64 years old in Madak village, Candikmalaya, Sekotong District,
West Lombok (p-value = 0,015) < (α= 0,05)
Conclusion : There is a relationship between the habit of consuming boiled fish with
hypertension in the elderly people aged 55-64 years old in Madak village, Candikmalaya,
Sekotong District, West Lombok.
Keywords
: boiled fish, Hypertension
Bibliographies: (2001-2013)
iv
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi berjudul:
HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI IKAN PINDANG DENGAN KEJADIAN
HIPERTENSI PADA LANSIA USIA 55-64 TAHUN DI DUSUN MADAK
DESA CANDIKMALAYA KECAMATAN SEKOTONG
KABUPATEN LOMBOK BARAT
Disusun oleh:
DESI RATNASARI
060109a003
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing dan telah diperkenankan untuk
diujikan.
Ungaran, 24 Januari 2015
Pembimbing Utama
Dr. Sugeng Maryanto, M.Kes
NIDN. 0025116210
Pembimbing Pendamping
Meilita Dwi Paundrianagari, S.TP.,M.Gizi
NIDN. 0625058701
vi
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi berjudul:
HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI IKAN PINDANG DENGAN KEJADIAN
HIPERTENSI PADA LANSIA USIA 55-64 TAHUN DI DUSUN MADAK
DESA CANDIKMALAYA KECAMATAN SEKOTONG
KABUPATEN LOMBOK BARAT
Disusun oleh:
DESI RATNA SARI
NIM. 060109a003
Telah dipertahankan didepan Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Gizi Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo, pada:
Hari
: Jumat
Tanggal
: 30 Januari 2015
Tim Penguji :
Ketua/Pembimbing Utama
Dr.Sugeng Maryanto, M.KES
NIDN. 0025116210
Anggota/Penguji
Anggota/Pembimbing Pendamping
Galeh Septiar Pontang., M.Gizi
NIDN. 0618098601
Meilita Dwi Paundrianagari, S.TP., M. Gizi
NIDN. 0625058701
Ketua Program Studi Ilmu Gizi
Indri Mulyasari, S.Gz., M.Gizi
NIDN. 0603058501
vi
PERNYATAAN ORISINILITAS
Yang bertanda tangan dibawah ini saya,
Nama
: Desi Ratnasari
NIM
: 060109a003
Mahasiswa
: Program Studi Ilmu Gizi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo
Dengan ini menyatakan bahwa:
1.
2.
3.
4.
Skripsi berjudul “Hubungan Kebiasaan Konsumsi Ikan Pindang Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Lansia usia 55-64 tahun Di Dusun Madak Desa
Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat” adalah karya
ilmiah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik
apapun di Perguruan Tinggi manapun.
Skripsi ini merupakan ide dan hasil karya murni saya yang di bimbing dan
dibantu oleh tim pembimbing dan narasumber.
Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang telah
dipublikasikan kecuali secara tertulis dicantumkan dalam naskah sebagai acuan
dengan menyebutkan nama pengarang dan judul aslinya serta dicantumkan
dalam daftar pustaka.
Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidak benaran didalam pernyataan ini, saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya
peroleh dan sanksi lain sesuai dengan norma yang berlaku di STIKes Ngudi
Waluyo.
Ungaran, Februari 2015
Yang Membuat Pernyataan
Desi Ratnasari
060109a003
vii
RIWAYAT HIDUP PENELITI
Nama
: Desi Ratnasari
Tempat, Tanggal lahir
: Praya, 28 November 1991
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Warga Negara
: Indonesia
Alamat
: Karangjangkong, Desa Kawo, Kec.pujut Kabupaten Lombok
Tengah.
Riwayat Pendidikan
:
1. TK Madrasah
: Tahun 1996-1997
2. SDN 3 KAWO
: Tahun 1997-2003
3. SMPN 1 PRAYA
: Tahun 2003- 2006
4. SMAN 1 JONGGAT
: Tahun 2006-2009
5. STIKES Ngudi Waluyo
: Tahun 2009- Sekarang
viii
KATA PENGANTAR
Segenap pujian hanya milik Allah SWT, Tuhan alam semesta yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya, shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Proposal dengan judul
“Hubungan Kebiasaan Konsumsi Ikan Pindang Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Lansia usia 55-64 Di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong
Kabupaten Lombok Barat
” Alhamdulillah dapat diselesaikan. Hal ini tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Indri Mulyasari S.Gz., M.Gizi, sebagai ketua Program Studi Ilmu Gizi
STIKes Ngudi Waluyo
2. Bapak Dr.Sugeng Maryanto, M.Kes, sebagai pembimbing I yang telah banyak
meluangkan waktu dalam memberikan arahan, bimbingan, kritik dan saran
dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Meilita Dwi Paundrianagari, S.TP., M.Gizi, sebagai pembimbing II yang
telah memberikan arahan, bimbingan, kritik dan saran dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Bapak Galeh Septiar Pontang, S. Gz.,M.Gizi sebagai penguji yang telah
memberikan bimbingan, kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Kepada seluruh dosen pengajar STIKES Ngudi Waluyo
6. Kepada petugas Kesehatan Puskesmas Sekotong Kabupaten Lombok Barat
yang telah membantu dalam memperoleh data.
ix
7. Kedua Orang tua penulis, Bapak, Ibu, kakak, adik, keponakan dan semua
keluarga tercinta yang merupakan motivator terhebat dan orang yang paling
berjasa dalam hidup penulis serta untuk kasih sayang, dukungan dan do’a
yang selalu mengalir tiada henti.
8. Kepada teman-teman seperjuangan program studi ilmu Gizi angkatan 2009
dan 2010 yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam penyelesaian
skripsi ini dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu
9. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Amin.
Ungaran, Februari 2015
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
ABSTRAK ....................................................................................................
iii
ABSTRACT ..................................................................................................
iv
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
v
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ..
vi
PERNYATAAN ORSINILITAS ................................................................
vii
RIWAYAT HIDUP PENELITI ..................................................................... viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................
ix
DAFTAR ISI .................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
BAB I PENDAHULUAN
xv
A. Latar Belakang. .................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ............................................................................
5
C. Tujuan Penelitian .............................................................................
6
D. Manfaat Penelitian ...........................................................................
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Lansia ...............................................................................................
8
1. Pengertian Lansia .........................................................................
8
2. Proses penuaan ............................................................................
8
3. Perubahan yang terjadi pada Lansia .............................................
10
B. Hipertensi .........................................................................................
12
1. Pengertian Hipertensi pada Lansia ..............................................
12
2. Etiologi Hipertensi .......................................................................
14
3. Klasifikasi Hipertensi ..................................................................
15
xi
4. Gejala Klinis hipertensi ...............................................................
15
5. Patogenesis Hipertensi .................................................................
16
6. Faktor resiko yang mempengaruhi Hipertensi Pada Lansia...........
17
7. Komplikasi Hipertensi ..................................................................
29
8. Penatalaksanaan Hipertensi ..........................................................
30
C. Ikan Pindang .....................................................................................
33
D. Kerangka Teori .................................................................................
34
BAB III METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep ............................................................................
38
B. Hipotesis Penelitian .........................................................................
38
C. Desain Penelitian .............................................................................
38
D. Lokasi dan Waktu Penelitian ...........................................................
39
E. Populasi dan Sampel .........................................................................
39
F. Variabel Peneltian ............................................................................
42
G. Definisi Operasional .........................................................................
42
H. Prosedur Penelitian ..........................................................................
43
I. Etika Penelitian ................................................................................
45
J. Pengolahan Data ...............................................................................
46
K. Analisis Data.....................................................................................
47
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Responden .................................................................
54
B. Analisis Univariat ...........................................................................
55
C. Analisis Bivariat .............................................................................
56
BAB V PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat ...........................................................................
59
B. Analisis Bivariat ..............................................................................
62
C. Keterbatasan Penelitian ..................................................................
68
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan .....................................................................................
67
B. Saran ...............................................................................................
6
DAFTAR PUSTAKA
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah .................................................................. 17
Tabel 2.2 Komposisi Ikan Pindang layang ......................................................... 35
Tabel 2.3 Komposisi Ikan pindang Tongkol ........................................................ 36
Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................ 41
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka teori ................................................................................. 40
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ............................................................................ 41
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Penelitian
Lampiran 2. Analisis Data Hasil Penelitian
Lampiran 3. Lembar Pernyataan Kepada Responden
Lampiran 4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 5. Kuesioner Penyaringan Responden
Lampiran 6. Form Food Frequency Questionnaire Semi Kuantitatif
Lampiran 7. Surat Ijin Rekomendasi Penelitian
Lampiran 8. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 9. Dokumentasi
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh
terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah
(Depkes, 2012).
Pada sebagian kasus hipertensi, penderita tidak mengetahui atau menyadari
bahwa dirinya telah menderita hipertensi, penderita baru mnyadarinya ketika
hipertensi yang dideritanya telah menyebabkan berbagai penyakit komplikasi
mulai dari penyakit jantung, stroke, hingga gagal ginjal (Sudarmoko, 2010).
Kejadian
hipertensi
di
Indonesia
terus
menerus
mengalami
peningkatan sebanyak satu milyar orang di dunia atau satu dari empat orang
dewasa dan lansia menderita penyakit hipertensi bahkan pada tahun 2025
diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 milyar
(Armilawaty dkk, 2007). Hipertensi tidak terjadi pada orang dewasa saja akan
tetapi lebih terjadi pada lanjut usia (RISKESDAS, 2007).
Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi
sistolik terisolasi (HST), meningkatnya tekanan sistolik menyebabkan
besarnya kemungkinan timbulnya kejadian stroke dan infark miokard
(serangan jantung), karena disebabkan oleh peningkatan tekanan darah tinggi.
Pada suatu penelitian, hipertensi menempati 87% kasus pada orang yang
berumur 50 sampai 59 tahun. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi
sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko penyebab terjadinya penyakit
1
degeneratif lainnya dan jumlah kematian untuk orang lanjut usia. Hipertensi
merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung penyakit koroner,
dimana peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang
lebih muda (Kuswardhani, 2007).
Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan pada kelompok lansia,
karena merupakan faktor utama penyebab kematian di negara maju maupun
negara berkembang (Nugroho, 2008). Jumlah lansia akan bertambah tiap
tahunnya seiring dengan bertambahnya usia dan tingkat harapan hidup,
peningkatan usia tersebut sering diikuti dengan meningkatnya penyakit
degeneratif dan masalah kesehatan lainnya, dan hipertensi sebagai salah satu
penyakit degeneratif yang sering dijumpai pada kelompok lansia (Abdullah,
2005).
Menurut Riskesdas (Riset kesehatan dasar) tahun (2010), Prevalensi
hipertensi di indonesia yang di dapat dari hasil wawancara dan pengukuran
tekanan darah secara langsung pada
kelompok usia 35-44 tahun sebesar
32,9%, kelompok usia 45-54 tahun sebesar 50,4%, kelompok usia 55-64 tahun
sebesar 66,4%, kelompok usia 65-74 tahun (63,50%), dan kelompok usia >75
tahun (67,30%). Prevalensi hipertensi pada usia diatas 40 tahun cukup tinggi
yaitu sekitar 49,9% dengan angka kematian sekitar 50% (Riskesdas, 2010).
Menurut WHO (2011), kematian akibat hipertensi di Indonesia mencapai
43,805 atau 3,07% dari total kematian. Menurut Riskesdas (2007) prevalensi
hipertensi berdasarkan pengukuran dan kasus yang sedang minum obat
hipertensi, Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu daerah yang
2
mempunyai prevalensi tertinggi ke delapan yaitu
32,4% setelah daerah
Sulawesi Barat. Menurut WHO (World health organization) tahun 2012, lebih
dari 40 % orang lansia diseluruh dunia menderita hipertensi dan sebagian
besar diantaranya belum terdiagnosis, sedangkan WHO (2011) menyebutkan
sebesar 34,7 persen dari total populasi di Indonesia pada tahun 2011 menderita
hipertensi.
Hasil penelitian Syukraini Irza (2009) telah diketahui bahwa adanya
peningkatan tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia dan merupakan
akibat dari tingginya garam yang dikonsumsi. Risiko terjadinya hipertensi
bagi orang yang mengkonsumsi garam lebih dari 6 gram per hari 5 - 6 kali
lebih besar, dibandingkan dengan orang yang mengkonsumsi garam dalam
jumlah yang rendah yaitu kurang dari 3 gram per hari (Lani, 2005). Badan
kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) menganjurkan
untuk membatasi asupan garam maksimal 6 gram perhari setara dengan 2400
mg natrium (Petter, 2008). Bahan makanan yang diawet dengan garam perlu
dibatasi seperti, ikan asin, telur asin, ikan pindang, ikan teri, dendeng, abon,
daging asap, asinan sayuran, asinan buah, manisan buah, serta buah dalam
kaleng (Rabiatul, 2007). Ikan pindang adalah salah satu contoh ikan yang
mengalami proses penggaraman yang diikuti dengan perebusan. Dalam hal ini,
proses pembusukan ikan dicegah dengan cara merebus dalam larutan garam
jenuh (Margono, 1993). Kandungan natrium yang terdapat pada ikan pindang
yaitu 27 mg, Menurut AKG (Angka Kecupun Gizi) tahun 2013, konsumsi
natrium dalam sehari pada kelompok usia 50-65 tahun tidak lebih dari 1.300
mg per hari.
3
Berdasarkan data di Puskesmas Sekotong Kecamatan Sekotong
Kabupaten Lombok Barat pada tahun 2014 menyebutkan bahwa penyakit
tertinggi adalah Hipertensi. Warga mengikuti program posyandu lansia usia
45-70 tahun ke atas empat kali berturut-turut yaitu dari bulan Januari sampai
bulan April tahun 2014 menyebutkan bahwa penderita hipertensi tertinggi
yaitu di Dusun Madak dibandingkan dengan Dusun lainnya yaitu dusun elakelak dan Belongas. Terdapat prevalensi tertinggi hipertensi terjadi pada lansia
sebanyak 130 orang dari 250 lansia (52%) diantaranya usia dari 45-54 terdapat
43 orang dari 250 lansia (17,2%), kelompok usia 54-64 terdapat 44 orang dari
250 lansia (17,6), dan kelompok lansia 65 tahun keatas terdapat 43 orang dari
250 lanisa (17,2%)
yang ada di Dusun Madak Desa Candikmalaya
Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat .
Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu kabupaten yang
memiliki wilayah laut terbesar di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Salah satu
Dusun yang dari kecamatan sekotong kabupaten Lombok Barat yang terkenal
dengan hasil lautnya adalah Dusun Madak. Dusun Madak merupakan Dusun
yang berada di ujung barat pulau Lombok, yang wilayahnya merupakan
pesisir pantai perairan selat pulau Lombok dengan pulau Bali. Dusun Madak
terkenal dengan produksi lautnya yang cukup tinggi. Hasil laut yang diperoleh
selain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga juga ada yang dijual ke luar
daerah. Hasil laut tersebut merupakan makanan yang hampir setiap hari
dikonsumsi masyarakat di Dusun Madak sebagai lauk pauk, mereka mengolah
hasil laut tersebut dengan cara diasap, digoreng, dan dipindang, akan tetapi
4
yang sering dilakukan pada masyarakat di Dusun Madak yaitu dengan
pemindangan ikan/ikan pindang, karena cara ini lebih praktis dan bisa
bertahan lama, dan ikan pindang yang sering dikonsumsi berasal dari laut
yaitu ikan tongkol dan layang.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti mengenai
kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada 9 warga di
Dusun Madak, didadapatkan 6 orang lansia yang memiliki tekanan darah lebih
tinggi dan memiliki kebiasaan konsumsi ikan pindang >30 gram/hari dan
memiliki tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan diastolik ≥90 mmHg,
sedangkan 3 orang lansia memiliki kebiasaan konsumsi ikan pindang ≤30
gram/hari dan memiliki tekanan darah ≤140 mmHg dan diastolik ≤90 mmHg.
Ikan pindang yang sering mereka konsumsi berasal dari laut yaitu ikan layang dan
tongkol.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
meneliti lebih jauh tentang “Hubungan Kebiasaan Konsumsi Ikan Pindang
dengan kejadian Hipertensi pada Lansia usia 55-64 tahun Di Dusun Madak
Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan, rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah : “Apakah ada hubungan antara kebiasaan
konsumsi Ikan Pindang dengan kejadian Hipertensi pada Lansia usia 55-64
5
tahun Di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten
Lombok Barat?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kebiasaan
konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada lansia usia 55-64
tahun di Dusun Madak Desa CandikMalaya Kecamatan Sekotong
Kabupaten Lombok Barat.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui jumlah konsumsi ikan pindang pada lansia usia 55-64
tahun di Dusun Madak Desa CandikMalaya Kecamatan Sekotong
Kabupaten Lombok Barat.
b. Mengetahui kejadian hipertensi pada lansia usia 55-64 tahun di Dusun
Madak Desa CandikMalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok
Barat
c. Menganalisis hubungan kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan
kejadian hipertensi pada lansia usia 55-64 tahun di Dusun Madak Desa
CandikMalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.
6
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan ilmu
peneliti serta sebagai sarana dalam penerapan ilmu yang diperoleh selama
proses pembelajaran.
2. Bagi Responden
Sebagai informasi dan tambahan pengetahuan di bidang kesehatan,
dan sebagai bahan masukan kepada responden agar lebih memperhatikan
jumlah konsumsi sumber makanan yang dapat mempengaruhi kejadian
hipertensi, dalam rangka mengurangi prevalensi hipertensi pada lansia usia
55-64 tahun.
3. Bagi tenaga kesehatan
Sebagai data dan informasi yang berguna dalam kegiatan
perencanaan dibidang kesehatan khususnya untuk mencegah terjadinya
peluang
hipertensi.
7
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
A. Lansia
1. Pengertian Lansia
Menurut Depkes (2005), lansia adalah fase menurunnya kemampuan
akal dan fisik, yang dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam
hidup. Sebagai mana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia
mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi
hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan
memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang
normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam fase
hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya.
Pengertian lansia beragam tergantung kerangka pandang individu.
Orang tua yang berusia 35 tahun dapat dianggap tua bagi anaknya dan tidak
muda lagi. Orang sehat aktif berusia 65 tahun mungkin menganggap usia 75
tahun sebagai permulaan lanjut usia (Brunner dan sudart, 2001). Menurut
Surini dan Utomo (2003), menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan
proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari
dalam maupun luar tubuh.
8
Para gerontologis telah mencoba memberikan perbedaan individual
dengan menggunakan klasifikasi young old untuk usia 65-75 tahun dan oldold untuk usia 75 tahun atau lebih (Smeltzer & Bare, 2001).
Sedangkan Batasan Lanjut Usia menurut Depkes dan WHO adalah
Menurut Depkes RI dalam bandiyah (1991) membagi lansia sebagai
berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium
c. Kelompok usia lanjut(65 tahun lebih) sebagai masa senium
Menurut World Health Organization atau WHO
lansia dalam
nugroho (2000) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis
atau biologis menjadi 4 kelompok yaitu :
a. usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) ialah umur antara 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) ialah umur antara 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) ialah umur diatas 90 tahun
2. Proses penuaan
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Menua bukanlah
suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh
9
dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh (Nugroho,
2008).
Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari,
berjalan secara terus menerus dan berkesinambungan. Selanjutnya akan
menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh,
sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara
keseluruhan (Maryam, 2008).
Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang
terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai
mengendur, timbulnya keriput, rambut beruban, gigi ompong, pendengaran
dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan
kurang lincah. Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuan kognitif
seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, serta
tidak mudah menerima hal atau ide baru (Maryam, 2008).
Akibat proses menua, kapasitas gagal ginjal untuk mengeluarkan air
dalam jumlah besar juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran
natrium sampai terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah (Depkes RI,
2003).
3. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Menua adalah proses alami yang terjadi dalam kehidupan manusia.
Penuaan akan terjadi hampir pada semua sistem tubuh, namun tidak semua
sistem tubuh mengalami kemunduran fungsi pada waktu yang sama
10
(Nugroho, 2008). Menurut Maryam (2008), perubahan–perubahan yang
terjadi akibat proses menua adalah sebagai berikut :
a. Penurunan kondisi fisik
1) Perubahan pada penampilan fisik kulit lansia menjadi mengerut atau
keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kepala dan rambut
menipis berwarna kelabu, kuku jari jadi keras dan rapuh.
2) Perubahan pada organ tubuh
Semua organ tubuh pada lansia mengalami penurunan pada sistem
persyarafan, perubahan pada sistem pendengaran, perubahan pada
sistem
penglihatan,
perubahan
pada
sistem
kardiovaskuler,
perubahan pada sistem pengaturan temperatur tubuh, perubahan
pada sistem endokrin, dan perubahan pada sistem muskuluskeletetal.
3) Perubahan pada kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler juga mengalami penurunan yaitu masa
jantung
menurun,
ventrikel
kiri
mengalami
hipertrofi
dan
kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada
jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan jaringan konduksi
berubah menjadi jaringan ikat. Konsumsi oksigen pada tingkat
maksimal berkurang sehingga kapasitas paru menurun. Penurunan
pada system kardiovaskuler juga dapat berupa arteri kehilangan
elastisitasnya yang dapat menyebabkan peningkatan nadi dan
tekanan sistolik darah.
11
4) Perubahan kemampuan motorik
Lansia dalam melakukan gerakan lebih lambat dan mulai berkurang.
Perubahan ini disebabkan oleh faktor fisik maupun biologis.
5) Perubahan fungsi fisiologis
Terjadi banyak perubahan fisiologis yang normal pada lansia.
Perubahan ini tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat lansia
lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Perubahan terjadi terus
menerus seiring bertambahnya usia. Perubahan spesifik pada lansia
dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor dan lingkungan.
Serta adanya perubahan neurologis. Akibat penurunan jumlah
neuron fungsi neurotransmitter juga berkurang. Lansia sering
mengeluh meliputi kesulitan untuk tidur, kesulitan untuk tetap
terjaga, kesulitan untuk tidur kembali tidur setelah terbangun di
malam hari, terjaga terlalu cepat, dan tidur siang yang berlebihan.
Masalah ini diakibatkan oleh perubahan terkait usia dalam siklus
tidur terjaga (Potter & Perry, 2005)
b. Perubahan psikososial
Perubahan psikososial yang biasanya dihadapi oleh lansia adalah
pensiun yaitu hilangnya kontak sosial dari area pekerjaan yang membuat
seorang lansia pensiunan merasakan kekosongan dan secara tiba-tiba
dapat merasakan begitu banyak waktu luang di rumah disertai dengan
sedikitnya hal-hal yang dapat dijalani. Pada umumnya setelah orang
memasuki masa lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif
12
(proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian) dan
psikomotor (gerakan, tindakan, koordinasi) yang akan menyebabkan
perubahan aspek keperibadian. Pada lansia juga terjadi perubahan dalam
peran sosial di masyarakat dan perubahan minat.
c. Perubahan kognitif
Pada lanjut usia, daya ingat (memory) merupakan salah satu fungsi
kognitif yang paling awal sering mengalami penurunan. Perubahan
kognitif yang terjadi pada lansia penurunan memori atau daya ingat
terutama ingatan jangka pendek. Lansia tidak mengalami perubahan
dengan informasi matematika (analitis, linear, sekuensial) dan perkataan
verbal, tetapi mengalami penurunan pada persepsi daya membayangkan
(fantasi), mengingat daftar., memori bentuk geometri, kecepatan
menemukan kata, menyelesaikan masalah, kecepatan berespon, dan
perhatian yang cepat beralih. Penurunan IQ (Intellegent Quotient) pada
lansia disebabkan oleh kecepatan proses di pusat saraf menurun sesuai
dengan pertambahan usia.
B. Hipertensi
1. Pengertian hipertensi pada lansia
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang
memberikan gejala yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti
stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah), dan
13
left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target di otak yang
berupa stroke, hipertensi adalah penyebab utama stroke yang membawa
kematian yang tinggi (Bustan, 2000). Menurut WHO (1999), hipertensi
didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah arteri abnormal yang
berlangsung terus-menerus dimana tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan
diastolik ≥ 90 mmHg. Individu dikatakan hipertensi yaitu jika tekanan
sistolik ≥140 mmHg dan diastoliknya ≥90 mmHg, sedangkan tekanan
darah normal yaitu tekanan sistolik 120 mmHg dan diastolik 90 mmHg
(Corwin, 2009).
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik
dan sistolik yang intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial
150/95 mmHg atau lebih tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun
memastikan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya
usia (Stockslager , 2008). Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut
karena sering ditemukan menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit
koroner. Lebih dari separuh kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh
penyakit jantung dan serebrovaskuler. Hipertensi pada usia lanjut
dibedakan atas sebagai berikut :
a. hipertensi dengan peningkatan sistolik dan
b. hipertensi dengan peningkatan diastolik
Hipertensi
dengan
peningkatan
diastolik
dijumpai
pada
usia
pertengahan dan hipertensi sistolik pada usia diatas 65 tahun. Tekanan
diastolik meningkat usia sebelum 60 tahun dan menurun sesudah usia
14
60 tahun tekanan sistolik meningkat dengan bertambahnya usia (Temu
Ilmiah Geriatri Semarang,2008).
Dari uraian diatas disimpulkan bahwa hipertensi lanjut usia
dipengaruhi oleh faktor usia.
2. Etiologi hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a. Hipertensi esensial/primer
Hipertensi esensial atau primer merupakan hipertensi yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya. Sekitar 90% pasien hipertensi diperkirakan
termasuk dalam kategori ini. Meskipun demikian beberapa faktor dapat
diperkirakan berperan menimbulkan hiperetensi seperti faktor keturnan,
kebiasaan makan, gaya hidup, dan respons terhadap stress fisik dan
psikologis (Gunawan, 2001). Riwayat keluarga, obesitas, asupan tinggi
natrium lemak jenuh dan penuaan pada lansia menjadi faktor penyebab
hipertensi primer pada lansia.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang diketahui penyebabnya.
Faktor penyebab paling umum pada hipertensi sekunder yaitu karena
penyakit parenkrim dan renovaskuler. Penyakit parenkrim adalah
seperti glomerulonefritis akut dan menahun (Tambayong, 2000).
3. Pengukuran tekanan darah
Tekanan darah umumnya diukur dengan suatu alat yang disebut
sphygmomanometer (tensimeter) dan stetoskop. Sphygmomanometer terdiri
15
dari tiga tipe yaitu dengan menggunakan air raksa atau merkuri, aneroid,
dan elektronik. Tipe air raksa adalah jenis spygmomanometer yang paling
umum digunakan karena hasil pengukurannya paling akurat, tingkat bacaan
dimana detak tersebut terdengar pertama kali adalah tekanan sistolik,
sedangkan tingkat dimana bunyi detak menghilang adalah tekanan
diastolik. Kelebihan dari alat ini yaitu memiliki skala 0-300 mm, selain itu
terdapat manset yang dapat digembungkan dengan cara memompanya
dengan pompa tangan yang berbentuk bola karet, dan dihubungkan dengan
tabung panjang berisi air raksa. Ukuran tekanan darah akan diperlihatkan
dalam milimeter air raksa (mmHg) pada tabung yang akan bergerak keatas
apabila dilakukan pemompaan. Kelemahan dari alat ini adalah terdapat dua
saringan yaitu di lubang tabung kaca dan tendon. Saringan di atas tabung
kaca dapat menjadi tersumbat dengan mudah, ketika air raksa menyentuh
saringan sehingga dapat menyebabkan terjadinya kelebihan tekanan. Air
raksa merupakan suatu logam berat dan berisi material yang tidak murni,
keadaan ini menyebabkan dalam waktu yang lama akan mengotori tabung
gelas/kaca, akibatnya gerakan raksa saat turun akan terhambat. Cara
penggunaan spygmomanometer yang tidak sesuai dapat mempengaruhi
hasil pengukuran. Memindahkan spygmomanometer air raksa tanpa
mengunci air raksa kembali ke kontainer dan meninggalkan klep dalam
keadaan terbuka dapat menghasilkan suatu gelembung udara di air raksa
(Sustrani, 2004)
16
Hasil pengukuran tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu aktivitas yang dilakukan sebelum pengukuran, tekanan/stress yang
dialami, dan waktu pengukuran. Tekanan darah perlu diukur dalam
keadaan terkontrol dan pengukurannya dilakukan oleh tenaga kesehatan
professional (Palmer, 2010). Pasien sebaiknya dalam posisi duduk istirahat
selama sedikitnya 5 menit, dengan kaki di atas lantai dan lengan yang
sejajar dengan letak jantung (Sustrani, 2005).
Waktu pengukuran tekanan darah yang paling akurat adalah pada pagi
hari sebelum melakukan aktivitas apapun. Tekanan darah yang tampak
pada waktu tersebut adalah nilai normal, sedangkan tekanan darah yang
tampak
setelah
melakukan
aktivitas
seharian
dengan
berbagai
tekanan/stress bukan merupakan nilai normal tekanan darah seseorang
(Nadesul, 2009).
4. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas menurut
laporan Joint National Committee on Detection, Evaluation, And Treatment
Of High Blood Presure (1993) adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Klasifikasi hipertensi pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas
menurut Joint National Committee on Detection, Evaluation,
And Treatment Of High Blood Presure (1993)
Kategori
Sistolik (mmHg)
Diastolik
(mmHg)
<80
Optimal
<120
Normal
120-129
80-84
Normal Tinggi
130-139
85-89
17
Hipertensi Ringan
140-159
90-99
Hipertensi Sedang
160-179
100-109
Hipertensi Berat
≥180
≥110
5. Gejala klinis hipertensi
Perjalanan penyakit hipertensi sangat lambat. Penderita hipertensi
tidak menunjukkan gejala selama
bertahun-tahun, hal tersebut yang
menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang
bermakna. Apabila terdapat gejala biasanya bersifat tidak spesifik, seperti
sakit kepala atau pusing. Gejala lain yang sering ditemukan adalah
epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sulit
tidur, dan mata berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak diketahui dan
tidak segera ditangani dapat mengakibatkan kematian karena terjadinya
gangguan pada organ jantung, infark miokardium, stroke atau gagal ginjal.
Namun deteksi dini dan perawatan hipertensi dapat menurunkan jumlah
morbiditas dan mortalitas (Brunner & Suddarth).
6. Patogenesis hipertensi
Smeltzer & Bare (2002) menjelaskan bahwa, mekanisme yang mengontrol
konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada
medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula
spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah
18
melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion
ke
pembuluh
darah,
dimana
dengan
dilepaskannya
neropinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat memepengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat
sensitif terhadap neropinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem sara simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
mengakibatkan
tambahan
aktivitas
vasokontriksi.
Medula
adrenal
mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air ole tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan
hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut
usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
19
jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
yang ada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer.
Menurut Hadi (2004) patogenesis hipertensi pada usia lanjut sedikit berbeda
dengan yang terjadi pada orang dewasa. Faktor yang berperan pada usia
lanjut adalah:
a. Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses
menua (Aging proses). hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitosus
hipertensi, glomerelo-sclerosis hipertensi yang berlangsung terus
menerus.
b. Peningkatan sensitifitas terhadap asupan natrium. Makin lanjut usia
makin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.
c. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya
akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja.
d. Perubahan ateromatous pada proses menua menyebabkan disfungsi
endotel yang berlanjut pada pembentukan sebagai sitokin dan subtansi
kimia lain yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium di tubulus
ginjal, meningkatkan proses sclerosis pembuluh darah perifer dan
keadaan lain yang berakibat pada kenaikan tekanan darah.
20
Lanjut usia mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada
arteri besar yang membawa darah dari jantung menyebabkan semakin
parahnya pengerasan pembuluh darah dan tingginya tekanan darah.
7. Faktor risiko yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia
Dengan perubahan fisiologis pada penuaan, faktor resiko hipertensi
meliputi penyakit degeneratif lainnya, riwayat keluarga, jenis kelamin,
faktor gaya hidup seperti obesitas,asupan garam yang tinggi, alkohol yang
berlebihan (Stockslager, 2008)
Faktor
risiko
adalah
faktor-faktor
atau
keadaan-keadaan
yang
mempengaruhi perkembangan suatu penyakit atau status kesehatan. Istilah
mempengaruhi disini mengandung pengertian menimbulkan risiko lebih
besar pada individu atau masyarakat untuk terjangkitnya suatu penyakit atau
terjadinya status kesehatan tertentu (Bustan, 2007). Faktor risiko yang dapat
berpengaruh pada kejadian hipertensi ada faktor yang dapat dikontrol dan
yang tidak dapat dikontrol.
a. Faktor risiko hipertensi yang tidak dapat dikontrol
1) Usia
Kejadian peningkatan tekanan darah meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Individu dengan usia diatas 60 tahun, 50–60%
mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90
mmHg (Anggraini, 2009). Penyakit hipertensi sangat dominan terjadi
pada kelompok usia 33-55 tahun
dan umumnya meningkat saat
21
individu mencapai usia paruh baya, yakni cenderung meningkat
khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun. Hipertensi umumnya
menyerang laki-laki usia lebih dari 31 tahun dan wanita usia lebih dari
45 tahun (setelah menopouse) (Dalimartha, 2008). Tekanan darah
cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia, hal ini
disebabkan karena semakin bertambahnya usia akan menyebabkan
penurunan elastisitas dari pembuluh darah yang mengakibatkan
tekanan darah menjadi meningkat (Nugroho, 2000).
Hasil penelitian Irza (2009) menunjukkan bahwa risiko
hipertensi 17 kali lebih tinggi pada subjek yang berusia >40 tahun
dibandingkan dengan subyek yang berusia ≤ 40 tahun. Berarti
diketahui bahwa meningkatnya umur seseorang akan diikuti dengan
meningkatnya kejadian hipertensi.
2) Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi
oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High
Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis.
Efek
perlindungan
estrogen
dianggap
sebagai
penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada
premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon
22
estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan.
Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya
mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian
didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis
kelamin wanita sekitar 56,5%. (Anggraini , 2009). Hipertensi lebih
banyak terjadi pada pria usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak
menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita
hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan
hormon setelah menopause (Marliani, 2007).
Hasil penelitian Irza (2009) menunjukkan bahwa risiko hipertensi
17 kali lebih tinggi pada subjek yang berusia >40 tahun dibandingkan
dengan subjek yang berusia ≤ 40 tahun. Berarti diketahui bahwa
meningkatnya umur seseorang akan diikuti dengan meningkatnya
kejadian hipertensi.
Data Riskesdas (2007), menunjukkan bahwa prevalensi
penderita hipertensi di Indonesia lebih besar pada perempuan (8,6%)
dibandingkan laki-laki (5,8%).
3) Keturunan (Genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (Faktor
keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada
hipertensi primer (esensial). Tentunya faktor genetik ini juga
dipengaruhi
faktor-faktor
lingkungan
lain,
yang
kemudian
23
menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran
sel. Menurut Davidson bila orang tuanya menderita hipertensi maka
sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang
tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke
anak-anaknya (Depkes, 2006).
Faktor berhubungan dengan peningkatan kadar sodium
intraseluler dan rendahnya rasio potassium terhadap sodium
(Armilawaty, 2007), sedangkan menurut Ashwini (2008), peran faktor
genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya
kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu
sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita
yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila
dibiarkan
secara
alamiah
tanpa
intervensi
terapi,
bersama
lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan
dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala.
Menurut Nuarima (2012), terhadap masyarakat di Desa
Kebongan Kidul Kabupaten Rembang menunjukkan subjek dengan
riwayat keluarga menderita hipertensi memiliki risiko mengalami
hipertensi 14 kali lebih besar bila dibandingkan dengan subjek tanpa
riwayat keluarga menderita hipertensi.
24
b. Faktor risiko yang dapat dikontrol:
1) Obesitas
Obesitas adalah keadaan dimana terjadi penumpukan lemak
yang berlebih didalam tubuh. Penumpukan lemak dalam tubuh dapat
mempersempit pembuluh darah sehingga akan memicu jantung
bekerja lebih keras yang menyebabkan tekanan darah meningkat
(Suarthana dkk, 2001). Menurut william kannel, mengatakan bahwa
kelebihan berat badan adalah salah satu penyebab terbesar hipertensi
(Bangun, 2003).
Obesitas membahayakan kesehatan penderitanya. Selain itu,
obesitas meningkatkan resiko terjadinya sejumlah penyakit menahun
seperti diabetes tipe 2 (timbul ketika dewasa), tekanan darah tinggi
(hipertensi), stroke serangan jantung (infark miokardium), gagal
jantung, kanker (kanker jenis tertentu seperti kanker prostat dan
kanker usus besar), batu kandung empedu dan batu kemih, gout dan
artritis gout, osteoartritis, apnea tidur, serta sindroma pickwickian
(obesitas disertai wajah kemerahan dan rasa kantuk yang terus
menerus) (Junaidi, 2010). Kebanyakan orang dengan tekanan darah
tinggi adalah mereka yang gemuk. Jaringan yang berlemak
memerlukan banyak darah untuk pemberian zat-zat makanan (Erik,
2004).
Diperkirakan sebanyak 70% kasus baru penyakit hipertensi
adalah orang lansia, yang mempunyai tubuh fungsi abnormal. Secara
25
keseluruhan seperti : volume darah akan meningkat sehingga beban
jantung untuk memompa darah, juga bertambah, yang berhubungan
hipertensi adalah semakin besar bebannya, semakin berat pula kerja
jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh. Kemungkinan lain,
adalah insulin yang merupakan suatu hormon dan diproduksi oleh
pankreas untuk mengatur kadar gula dalam darah, jika berat badan
bertambah maka kecenderungan insulin juga bertambah. Dengan
pertimbangan insulin maka penyerapan natrium dalam ginjal
berkurang sehingga volume cairan dalam darah meningkat, semakin
banyak cairan darah yang ditahan maka tekanan darah menjadi tinggi
(Bangun, 2003).
2) Olahraga
Tekanan darah yang lebih rendah dijumpai pada individu yang
fisiknya lebih sehat karena tekanan darah yang lebih tinggi merupakan
faktor resiko penyakit jantung. Olahraga seperti berjalan akan
membangun daya tahan, meningkatkan tonus otot, meningkatkan
fleksibilitas sendi, memperkuat tulang, mengurangi stres, dan
membantu menurunkan berat badan. Keuntungan lainnya adalah
peningakatan fungsi kardiovaskuler, perbaikan profil lipoprotein
plasma, peningkatan metabolik dan pencegahan penyakit depresif, dan
peningkatan kualitas tidur (Patricia A. Potter 2009).
26
Menurut hasil penelitian sugiharto (2007), subjek yang tidak
terbiasa berolah raga mempunyai risiko menderita hipertensi sebesar 4
kali dibandingkan orang yang mempunyai kebiasaan olah raga.
3) Kebiasaan Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida
yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan
proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi,
dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya
artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Kebiasaan merokok
juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk
disuplai ke otot-otot jantung. Kebiasaan merokok pada penderita
hipertensi tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko
kerusakan pada pembuluh darah arteri (Depkes, 2006).
Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab peningkatanya
tekanan darah segar setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain
dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah
amat kecil didalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya
dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi
terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk
melepas epinefrin (adrenalin). Hormon
yang kuat ini akan
menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja
lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua
27
batang saja maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan
meningkat 10mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini
sampai 30 menit setelah berhenti menghisap rokok. Sementara efek
nikotin perlahan-lahan menghilang, tekanan darah juga akan menurun
dengan perlahan. Namun pada perokok berat tekanan darah akan
berada pada level tinggi sepanjang hari (Sheps, dkk 2005). Hal ini
sesuai dengan penelitian Laela (2009), menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna (p=0,003) antara kebiasaan merokok
terhadap kejadian hipertensi pada usia 60 tahun keatas di Puskesmas
Gamping II Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman DIY.
4) Konsumsi natrium berlebih
Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler.
Pengaturan keseimbangan natrium dalam darah diatur oleh ginjal.
Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl, selain itu
garam lainnya bisa dalam bentuk benzoate, dan vetsin (monosodium
glutamat). Kelebihan natrium akan menyebabkan keracunan yang
dalam keadaan akut menyebabkan edema dan hipertensi. WHO
menganjurkan bahwa konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih
dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari
(Almatsier, 2001).
Konsumsi natrium berlebih menyebabkan konsumsi natrium
didalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya
kembali, cairan intraseluler harus ditarik keluar sehingga volume
28
cairan
ekstraseluler
meningkat.
Meningkatnya
volume
cairan
ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,
sehingga berdampak pada timbulnya hipertensi (Dalimartha, 2008).
Menurut Wirakusumah (2002), asupan garam antara 5-15 gram
perhari meningkatkan prevalensi hipertensi sebesar 15-20%
Menurut Depkes (2006), melaporkan 60% kasus hipertensi
primer (esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah dengan
mengurangi garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3
gram atau kurang, ditemukan tekanan darah rata-rata rendah,
sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan
darah rata-rata lebih tinggi.
5) Minum alkohol
Efek alkohol dapat memicu hipertensi karena adanya
peningkatan sintesis katekholamin sehingga akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah (Dalimartha, 2008). Penggunaan alkohol
secara
terus
menerus
akan
meningkatkan
resiko
terjadinya
peningkatan tekanan darah yang akan berlangsung menjadi hipertensi.
Alkohol dapat menyebabkan pengentalan darah sehingga dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah (Depkes, 2006).
6) Konsumsi kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir
kopi mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir
29
tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg. Kafein
yang terkandung dalam kopi memiliki potensi terhadap terjadinya
peningkatan
tekanan
darah,
terutama
dalam
keadaan
stres
(Wirakusumah, 2009), karena kafein dapat memacu detak jantung,
serta dapat meningkatkan pembuangan kalium melalui urin (Sustrani,
2004).
8. Stres
Tekanan darah tinggi dihubungkan dengan peningkatan stres yang
timbul dari tuntutan pekerjaan dan kehilangan pekerjaan serta pengalaman
yang mengancam nyawanya, sehingga terpapar stres yang bisa menaikkan
tekanan darah sepintas dan hipertensi dini cenderung reaktif. Sehingga
susunan sara simpatik akan mempengaruhi haemodinamic , yang
menimbulkan hipertensi menetap (Bustan, 2003).
Stres adalah respon fisiologik, psikologik dan perilaku seseorang
individu dalam menghadapi penyesuaian diri terhadap tekanan yang bersifat
internal maupun eksternal (Cahyono, 2008). Menurut Depkes (2006), stres
atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa
takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan
hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih
kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat.
Otak akan menerima sinyal bahwa seseorang sedang stres, perintah
untuk meningkatkan sistem simpatetik berjalan dan mengakibatkan hormon
30
stres dan adrenalin meningkat. Liver melepaskan gula dan lemak dalam
darah untuk menambah bahan bakar. Nafas menjadi lebih cepat sehingga
jumlah oksigen bertambah. Sehingga menyebabkan kerja jantung menjadi
semakin cepat (Depkes, 2006).
Sutanto (2010), menjelaskan bahwa pelepasan hormon adrenalin
oleh anak ginjal sebagai akibat stres berat akan menyebabkan naiknya
tekanan darah dan meningkatnya kekentalan darah yang membuat darah
mudah membeku atau mengumpal. Adrenalin juga dapat mempercepat
denyut jantung, menyebabkan gangguan irama jantung dan mempersempit
pembuluh darah koroner. Denggan demikian aliran darah ke otot jantung
akan berkurang atau terhambat sehingga dapat menyebabkan kematian.
Seseorang dalam kondisi stres akan mengalami hal-hal seperti mudah jenuh,
mudah marah, bertindak secara agresif dan defensif, sulit konsentrasi,
pelupa serta selalu merasa tidak sehat.
Hasil penelitian Hasirungun (2002), terhadap lansia di Kota Depok,
didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara stres dan hipertensi.
Lansia yang mengalami stres mempunyai peluang hipertensi 4 kali lipat
dibandingkan dengan lansia yang tidak mengalami stres.
9. Komplikasi hipertensi
Menurut Palmer (2007), mengatakan bahwa tekanan darah tinggi
dapat menimbulkan komplikasi pada organ-organ tubuh yaitu sebagai
berikut
31
a. Komplikasi Pada Otak ( Stroke ).
Aliran darah di arteri terganggu dengan mekanisme yang mirip
dengan gangguan aliran darah di arteri koroner saat serangan jantung
atau angina. Apabila otak kekurangan oksigen dan zat gizi akibat
pembuluh darah di otak tersumbat, maka akan mengakibatkan terjadinya
stroke.
b. Komplikasi pada Mata
Hipertensi dapat mempersempit dan menyumbat arteri dimata,
sehingga menyebabkan kerusakkan pada retina. Keadan ini disebut
penyakit vaskuler retina. Jika berkepanjangan dapat menyebabkan
retinopati dan berdampak kebutaan.
c. Komplikasi pada Jantung.
Suatu keadaan dimana secara progresif jantung tidak dapat
memompa darah keseluruh tubuh secara efisien. Jika fungsi semakin
memburuk, maka akan timbul tekanan balik dalam system sirkulasi yang
menyebabkan kebocoran dari kapiler terkecil paru. Hal ini akan
menimbulkan sesak napas dan menimbulkan pembengkakan di kaki dan
pergelangan kaki.
d. Komplikasi pada Ginjal.
Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah pada ginjal
menyempit (vasokontriksi) sehingga aliran zat gizi ke ginjal terganggu
dan menyebabkan kerusakan sel-sel ginjal yang mengakibatkan
gangguan fungsi ginjal. Apabila tidak segera ditangani dapat
32
menyebabkan gagal ginjal kronik atau bahkan gagal ginjal terminal
(Dewi, 2010).
10. Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan
hipertensi
bertujuan
untuk
menghentikan
kelanjutan kenaikan tekanan darah yang dapat menyebabkan komplikasi
hipertensi seperti stroke, gagal jantung, gagal ginjal dan kerusakan otak
faktor risiko utamanya adalah riwayat hipertensi dan disertai faktor resiko
penyebab hipertensi seperti merokok, pola makan yang tidak sehat dan
tidak seimbang, konsumsi alkohol dan lain sebagainya. Sehingga dengan
penatalaksanaan
sedini
mungkin
akan
mengurangi
kemungkinan
terjadinya komplikasi antara 75 – 80 %. (R.A. Tuty Kuswardhani, 2006).
Secara umum penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu secara farmakologis (pemberian obat) dan non farmakologis
(Corwin, 2009). Usaha pencegahan juga bermanfaat bagi penderita
hipertensi agar penyakitnya tidak menjadi parah dan terhindar dari
komplikasi hipertensi. Penatalaksanaan hipertensi antara lain dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
a. Membatasi konsumsi garam
Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 200
mg garam dapur untuk diet setiap hari (Almatsier, 2001). Pembatasan
tidak hanya pada garam namun pada jenis makanan kemasan atau yang
sudah mengalami proses seperti ikan asin (makanan yang diasinkan),
sayur tauco, kecap asin, mentega yang mengandung natrium, daging
33
kaleng, keju serta bahan pengembang kue (natrium bikarbonat), penguat
rasa (monosodium glutamat), pemanis (natrium sakarin), pengawet dan
antioksidan (Palmer, 2007).
b. Membatasi merokok dan minuman alkohol
Konsumsi alkohol jika pada penderita hipertensi yang mempunyai
riwayat minum alkohol sebaiknya mengurangi minuman alkohol pada
batas maksimal 1 gelas (200 ml) (pada kadar 15% alkohol) sampai
memberhentikan mengkonsumsinya (Efendi, 2004).
c. Mempertahankan/ Menurunkan Berat Badan Pada Batas Normal
Cara yang paling mudah untuk mengidentifikasi risiko berat badan
terhadap peningkatan tekanan darah yaitu dengan menggunakan skor
IMT (Indeks Massa Tubuh ) dimana pada skor 20 – 24 adalah normal,
pada skor 25 – 29 termasuk berat badan berlebih, sedangkan skor ≥ 30
termasuk obesitas (gemuk), dan >30 sangat gemuk (Palmer, 2007).
d. Olahraga teratur
Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat menghilangkan
endapan kolestrol pada pembuluh darah. Olahraga yang dimaksud adalah
latihan menggerakkan semua sendi dan otot tubuh seperti gerak jalan,
berenang, naik sepeda, tidak dianjurkan melakukan olahraga yang
menegangkan (Depkes, 2008).
e. Pengaturan pola makan dengan konsumsi makanan sehat
Mengatur menu makanan sangat dianjurkan bagi penderita
hipertensi untuk menghindari dan membatasi makanan yang dapat
34
meningkatkan kadar kolesterol darah serta meningkatkan tekanan darah.
Mengkonsumsi makanan sehat yaitu dengan konsumsi banyak buah,
sayuran, dan produk susu rendah lemak serta mengurangi lemak jenuh
dan olahannya (margarin, cake, pastry, daging kalengan dll) (Palmer,
2007).
C. Ikan Pindang
Ikan sebagai salah satu bahan makanan yang mengandung protein
tinggi dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh
(Rabiatul,2007). Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang
banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun
ikan cepat mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan
perlu diketahui oleh semua lapisan masyarakat untuk penghambatan
kebusukan dari ikan. Salah satu cara pengawetan ikan secara tradisional yaitu
proses penggaraman yang diikuti oleh perebusan yang disebut ikan pindang.
Jenis ikan yang biasa dibuat pindang dikalangan masyarakat yaitu ikan
tongkol dan layang yang masih segar (Astawan, 2004). Ikan pindang
merupakan salah satu hasil pengolahan ikan dengan kombinasi perlakuan
antara penggaraman dan perebusan, garam yang digunakan berperan sebagai
pengawet sekaligus memberikan cita rasa pada ikan sedangkan perebusan
mematikan sebagian besar bakteri pada ikan terutama bakteri pembusuk.
Proses ini dimaksudkan agar produk bisa tahan lebih lama sehingga dapat
dipasarkan kedaerah yang cukup jauh, karena ketahanan produk ikan dengan
35
teknik ini mencapai 3-4 hari, dan lebih darimasa itu akan mengalami proses
pembusukan. Proses ini banyak dilakukan oleh masyarakat dengan skala usaha
rumah tangga sampai dengan yang sedang melibatkan tenaga kerja diluar
rumah tangga dengan teknologi yang sederhana, tetapi proses ini juga tetap
memiliki nilai tambah yang akan dinikmati oleh masyarakat (Rabiatul, 2007).
Kandungan natrium terhadap ikan pindang tongkol dan layang per 50 gram
bahan dapat mencapai 200-400 mg (Edy, 2011). Konsumsi ikan pindang
dalam jumlah yang berlebih (>30 gram) per hari dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan natrium didalam darah. Konsumsi ikan pindang
dianjurkan tidak lebih dari 30 gram per hari. (Depkes, R.I 2010). Dalam
proses metabolisme tubuh, garam yang dikonsumsi sebagian besar akan
diserap oleh usus dan dibuang kembali oleh ginjal melalui urin. akan tetapi
bila jumlah garam yang dikonsumsi melebihi kapasitas ginjal untuk
mengeluarkannya kembali, maka kadar natrium dalam darah akan meningkat,
dan untuk menormalkannya kembali cairan intraseluler harus ditarik keluar
sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan
ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatanya volume darah, sehingga
berdampak pada timbulnya hipertensi (Sutanto, 2010).
D. Pengolahan ikan pindang
Cara pengolahan ikan pindang yaitu proses pemindangan ikan yang
dilakukan dengan cara merebus atau memanaskan ikan dalam suasana
bergaram selama jangka waktu tertentu di dalam suatu wadah tertentu.
36
Penambahan garam dimaksudkan untuk mempengaruhi kualitas, memperbaiki
tekstur ikan agar lebih kompak, memperbaiki cita rasa, dan memperpanjang
daya tahan simpan (Astawan, 2004). Proses tersebut menggunakan garam
yang berbentuk kristal maupun larutan garam dan ditaburkan pada setiap
lapisan ikan secara merata. Garam yang digunakan berkisar antara 5-25% dari
berat total ikan yang dipindang. Makin banyak garam yang dipakai, maka rasa
ikan pindang makin asin sedangkan bila garam terlalu sedikit maka daya awet
ikan
pindang
menjadi
berkurang
(Winarno,
2002).
Selama
proses
penggaraman, terjadi penetrasi garam ke tubuh ikan dan keluarnya cairan dari
tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi. Cairan tersebut dengan cepat akan
melarutkan kristal garam atau menghaluskan larutan garam. Bersamaan
dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam pun masuk ke
dalam tubuh ikan (Rabiatul, 2007). Agar mendapat awetan yang bermutu
tinggi digunakan ikan segar dan kualitas garam yang baik untuk proses
pemindangan yaitu garam yang baik mengandung >96 % NaCl (Winarno,
2002).
Dalam pembuatan ikan pindang dikelompokkan menjadi dua cara yaitu :
1. Pindang air garam
Pindang air garam yaitu pindang ikan awetan dengan kadar garam
rendah. Pengolahannya secara tradisional merupakan gabungan dari
penggaraman dan perebusan sehingga memberikan rasa yang khas. Proses
pemindangan ini menggunakan garam yang berbentuk kristal sekitar 20 30% dari berat total ikan. Ikan yang akan diolah telah disusun didalam
37
tempat ikan atau periuk, disusun secara berlapis lapis, diselang seling oleh
lapisan garam dan diberi air sedkit kemudian dipanaskan. Selama proses
pemasakan, air yang berada dalam periuk akan bertambah banyak dan
garam yang berbentuk kristal berubah menjadi larutan garam yang dapat
merendam seluruh lapisan ikan karena ikan yang diselilingi lapisan garam
tersebut akan menyerap keluar cairan didalam tubuh ikan (Margono, dkk
1993).
2. Pindang bawean
Proses pemindangan secara bawean ini tidak jauh dengan cara
pembuatan ikan pindang air garam, akan tetapi terdapat perbedaan sedikit.
Ikan pindang bawean adalah ikan awetan dengan kadar garam rendah.
Pengolahannya juga secara tradisional merupakan gabungan dari
penggaraman dan perebusan sehingga memberikan rasa yang khas. Proses
pemindangan ini menggunakan garam 20-30 % dari berat total ikan. Ikan
yang diolah akan disusun ke dalam periuk yang diselang-seling dengan
garam. Lapisan teratas ditutup dengan garam sampai kira kira 2 ½ cm di
bawah bibir periuk dan akan diisi air sampai ikan terendam, tutup, dan beri
pemberat dan kemudian rebus selama 2 – 3 jam. Apabila daging dekat
ekor dan kepala sudah reta-retak berarti ikan tersebut sudah masak dan
keluarkan air sisa perebusan sampai habis, taburkan sisa garam pada
lapisan teratas kemudian panaskan di atas api kecil sampai airnya benarbenar habis sekitar selama 30 menit (Margono, dkk 1993).
38
E. Metode penilaian konsumsi Food frequency questionnaire (FFQ)
Untuk mengetahui kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian
hipertensi pada lansia akan digunakan survei konsumsi makanan dengan
wawancara menggunakan kuesioner frekuensi makanan (FFQ). Metode FFQ
digunakan untuk mengetahui gambaran asupan ikan pindang pada lansia.
Metode FFQ sangat banyak digunakan dalam penelitian epidemiologi,
kaitannya dengan metode sejarah pangan (dietary history). Hal ini disebabkan
karena metode ini relative sensitive mendeteksi kekurangan maupun kelebihan
zat gizi mikro (vitamin dan mineral) yang banyak dihubungkan dengan
penyakit tertentu. Selain itu metode ini juga cepat, murah, dan mudah
dilakukan dilapangan (Widajanti, 2009).
Pada penelitian ini akan digunakan metode FFQ karena kegunaannya
yang dapat mendeteksi kebiasaan konsumsi masyarakat dalam jangka panjang
yaitu kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada
lansia.
Langkah-langkah penggunaan kuesioner frekuensi pangan :
1. Melakukan pendekatan pada responden
2. Menanyakan kesediaan responden untuk terlibat dalam penelitian dan
konsekuensi dari penelitian.
3. Mengisi kolom perhari dengan frekuensi konsumsi ikan pindang dalam
satu hari, bila data frekuensi yang diperoleh dalam minggu, maka
39
frekuensi yang ada dibagi (7 hari), bila data frekuensi dalam bulan, maka
frekuensi yang ada dibagi dalam 30 hari.
Interpretasi data dilakukan dengan melihat jumlah konsumsi ikan
pindang pada lansia, sedangkan konsumsi ikan dan hasil olahannya dianjurkan
tidak lebih dari 30 gam per hari (Depkes R.I, 2010). Hal ini menjadi patokan
konsumsi ikan pindang pada lansia yaitu dikatakan cukup apabila konsumsi
ikan pindang lansia ≤ 30 gram perharinya dan dikatakan lebih apabila
konsumsi ikan pindang lansia > 30 gram/ hari.
40
F. Kerangka Teori
Usia
Jenis Kelamin
Keturunan
Ketersediaan Ikan
Kebiasaan
Konsumsi ikan
pindang
Kejadian
Hipertensi
Obesitas
Olahraga
Kebiasaan
Merokok
Minum Alkohol
Konsumsi
Natrium berlebih
Konsumsi Kopi
Stress
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber :Depkes, 2006; Irza, 2009 ; Adwyah R, 2007.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka konsep
Variabel bebas
Variabel terikat
Kebiasaan konsumsi
ikan pindang
Kejadian Hipertensi
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
B. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan kejadian
Hipertensi pada Lansia usia 55-64 tahun di Dusun Madak Desa
CandikMalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.
C. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian studi korelasi, yaitu penelitian yang
bertujuan mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih pada suatu
situasi atau sekelompok subjek untuk dilihat apakah ada hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah cross sectional yaitu mengukur variabel-variabel
penelitian dalam waktu yang sama (Notoatmodjo, 2010). Pengukuran
41
dilakukan dengan survey wawancara, kuisioner dan pengukuran tekanan
darah.
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan
Sekotong Kabupaten Lombok Barat pada tanggal 20-22 November 2014.
E. Populasi dan Sampel
1. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya (Sugiyono,
2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Lansia yang ada di
Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten
Lombok Barat sebanyak 121.
2. Sampel
a. Besar sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang dipilih dengan teknik
sampling
tertentu
untuk
dapat
memenuhi/mewakili
populasi
(Sugiyono, 2012). Sampel dalam penelitian adalah lansia di Dusun
Madak Desa Candikmalaya Kabupaten Lombok Barat. Jumlah
populasi dalam penelitian ini kurang dari 10.000 orang, maka
penentuan besar sampel dilakukan rumus (Notoatmodjo, 2010).
N
n=
Gambar 3.3. Rumus
sampel
1 + N perhitungan
(d²)
42
Dimana:
N : Besar Populasi
n : Besar Sampel
d : penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan yaitu (10%) atau
0,1 dengan hasil perhitungan sebagai berikut:
121
n=
1+ 121 (0,1²)
=
121
1+ 0,121
=
121
2,21
= 54,7 dibulatkan menjadi 55 orang
Jadi jumlah sampel minimal yang didapatkan berdasarkan
perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut sebanyak 55 orang,
untuk mengantisipasi drop out maka perlu menambahkan sejumlah
subjek agar besar sampel tetap terpenuhi.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Sumber :Sastroasmoro dan Ismael, 2002
43
dimana :
n= besar sampel yangh dihitung
f= perkiraan proporsi drop out (10) (Sastroasmoro dan Ismael, 2002).
dengan hasil perhitungan sebagai berikut :
n’= 55 / (1-0,1)= 61
b. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Simple
Random Sampling yaitu setiap anggota atau unit dari populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel
(Notoatmodjo, 2010).
c. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1) Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subjek penelitian
pada populasi target dan sumber (Riyanto, 2011).
Pada penelitian ini kriteria inklusi adalah sebagai berikut :
a) Lansia laki-laki dan perempuan usia 55-64 tahun
b) Tidak merokok
c) Tidak konsumsi alkohol
2) Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi merupakan kriteria dari subjek penelitian
yang tidak boleh ada, dan jika subjek mempunyai kriteria eksklusi
maka subjek harus dikeluarkan dari penelitian (Riyanto, 2011).
44
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
a) Lansia
yang
sedang
menderita
penyakit
yang
dapat
mempengaruhi hipertensi seperti penyakit jantung, DM dan
gagal ginjal.
F. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel
lain, artinya apabila variabel bebas berubah maka akan mengakibatkan
perubahan variabel lain (Riyanto, 2011). Variabe bebas pada penelitian ini
adalah kebiasaan konsumsi ikan pindang.
2. Variable terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi variabel
lain, artinya terikat berubah akibat perubahan pada variabel bebas
(Riyanto, 2011). Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian
hipertensi.
45
G. Definisi Oprasional
Definisi
Cara dan Alat
Skala
No Variabel
Hasil Ukur
Oprasional
1
Ukur
Ukur
Variabel
bebas :
2
Kebiasaan
jumlah konsumsi
FFQ
semi
Konsumsi ikan
Ordinal
konsumsi
ikanpindang(Tong quantitatif
pindang dalam sehari
ikan
kol, layang) yang
dikategorikan sebagai
pindang
dikonsumsi oleh
berikut :
(tongkol,
responden dalam
-
layang)
satu hari per gram
-
≤30 gram/hari:
cukup
>30 gram/hari :
lebih (Depkes, R.I
2010).
Variabel
terikat :
Keadaan
Kejadian
terjadinya
Hipertensi
peningkatan
tekanan darah
persisten dimana
Pengukuran
Nominal
- Hipertensi: sistolik
≥140 mmHg,
langsung
diastolik ≥90 mmHg
- Tidak hipertensi:
menggunakan
sistolik ≤139 mmHg,
sphygmomano- diastolik ≤89 mmHg.
(Joint
National
meter
Committee
on
tekanan darah
Detection, Evaluation,
sistolik ≥140
And
Treatment
Of
mmHg dan
High Blood Presure
diastolik 90
(1993)
46
mmHg (Corwin,
2009).
H. Prosedur Penelitian
1. Tahapan penelitian
a. Tahap Persiapan
1) Melakukan koordinasi dengan pihak Kepala Puskesmas Sekotong
Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.
2) Melakukan studi pendahuluan untuk mengambil data awal sebagai
identifikasi masalah.
3) Meminta surat permohonan ijin penelitian dari STIKES NGudi
Waluyo yang ditujukan kepada Kepala Puskesmas Sekotong
Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat untuk melakukan
penelitian di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan
Sekotong Kabupaten Lombok Barat.
4) Menyiapkan instrumen penelitian
b. Tahap Pelaksanaan
1) Pada tanggal 19 november 2014 peneliti mengunjungi tempat
penelitian dan meminta data pada kelurahan setempat untuk
mengetahui jumlah lansia usia 55-64 di Dusun Madak Desa
Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.
47
2) Pada tanggal 20 dan 21 november 2014 peneliti mengumpulkan
responden dirumah salah satu warga melalui pemberitahuan Ketua
RT
setempat
sebelumnya,
meminta
responden
untuk
menandatangani lembar persetujuan menjadi responden, responden
yang tidak bisa menulis dibantu oleh asisten peneliti, kemudian
melakukan pengukuran tekanan darah pada responden yang dibantu
oleh tenaga kesehatan.
3) Melakukan wawancara FFQ semi kuantitatif pada responden yang
dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh 3 tenaga kesehatan Ilmu
Gizi untuk mengetahui jumlah konsumsi ikan pindang pada Lansia
usia 55-64 tahun
4) Pada tanggal 22 november 2014 peneliti mengunjungi rumah
responden yang tidak bisa hadir pada hari pertama penelitian,
kemudian meminta responden untuk menandatangani lembar
persetujuam menjadi responden dan melakukan pengukuran tekanan
darah yang dibantu oleh asisten peneliti. Melakukan wawancara
FFQ semi kuantitatif pada responden yang dilakukan oleh peneliti
dan dibantu oleh 3 tenaga kesehatan Ilmu gizi untuk mengetahui
jumlah konsumsi ikan pindang pada Lansia usia 55-64 tahun.
5) Mengolah data yang diperoleh dari hasil penelitian.
48
2. Instrumen penelitian
a. Kuesioner pendahuluan untuk penyaringan responden yang memenuhi
kriteria dalam pengambilan sampel meliputi usia dan penyakit yang
dapat mempengaruhi hipertensi
b. Lembar persetujuan menjadi responden berkaitan dengan etika
penelitian informed consent.
c. Lembar Food Frequency Questionnaire (FFQ) semi kuantitatif untuk
mengetahui jumlah kebiasaan konsumsi ikan pindang.
d. Sphygmomanometer yang digunakan untuk mengukur tekanan darah
oleh petugas kesehatan.
3. Sumber data
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau
objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini adalah:
1) Identitas responden meliputi nama dan usia responden
2) Nilai tekanan darah
3) Jumlah konsumsi ikan pindang dalam satu hari
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui data yang telah
diteliti dan dikumpulkan oleh pihak lain yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini adalah :
1) Gambaran umum lokasi, diperoleh dari data Desa Candikmalaya
2) Jumlah lansia yang ada di Dusun Madak.
49
I.
Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mendapat rekomendasi dari
ketua program studi Ilmu Gizi Stikes Ngudi Waluyo untuk permohonan izin
melakukan penelitian. Kemudian peneliti menemui responden untuk
wawancara secara langsung dengan etika yang meliputi :
1. Lembar persetujuan responden
Responden yang bersedia diteliti diberi lembar pesetujuan. Lembar
persetujuan disampaikan kepada responden dan dijelaskan maksud dan
tujuan penelitian setelah responden menyetujui untuk menjadi responden,
kemudian di minta untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah
di siapkan. Responden diberi kesempatan membaca isi lembaran tersebut,
selanjutnya harus mencantumkan tanda tangan sebagai bukti kesediaan
subjek penelitian. Jika responden menolak untuk diteliti, maka peneliti
tidak akan memaksa dan tetap akan menghormati hak-hak responden.
2. Tanpa nama (anonimity)
Tanpa nama yaitu untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek,
maka subjek tidak perlu menyebutkan namanya dan diganti dengan inisial
atau nomer responden.
3. Kerahasiaan
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subjek dijamin oleh
peneliti dan tidak akan disampaikan ke pihak lain yang tidak berkaitan
dengan peneliti.
50
J.
Pengolahan Data
1. Editing
Editing yaitu melakukan data dari data yang telah dikumpulkan
untuk menjaga validitas, reabilitas dan akurasinya. Data tersebut berupa
pertanyaan FFQ semi kuantitatif konsumsi ikan pindang dan kejadian
hipertensi.
2. Coding
Memberi kode dan mengklasifikasi data untuk mempermudah
pengolahan data. Adapun pengkodean yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
a. Kebiasaan konsumsi ikan pindang
Jumlah konsumsi ikan pindang:
1) ≤30 gram/hari : cukup, diberi kode 1
2) >30 gram/hari : lebih, diberi kode 2
b. Hipertensi
1) Hipertensi
: ≥140/90 mmHg di beri kode 2
2) Tidak Hipertensi
: ≤139/89 mmHg diberi kode 1
3. Tabulating
Tabulasi ini merupakan proses penyusunan dan analisa data dalam
bentuk tabel dengan cara memasukkan data dalam bentuk tabel sehingga
peneliti akan mudah melakukan analisis.
51
4. Entry data
Entry data adalah kegiatan memasukan data hasil penelitian
kedalam program aplikasi statistik SPSS (Statistical Product Service
Solutions)
K. Analisis data
Data yang terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisa dengan mencari
gambaran atau distribusi dari variabel kebiasaan konsumsi ikan pindang dan
variabel kejadian hipertensi dan kemudian menghubungkan anatara kebiasaan
konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada Lansia usia 55-65
tahun di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten
Lombok Barat, untuk mempermudahkan analisis data maka digunakan
program SPSS (Statistical Product Service Solutions) untuk pengujian
statistik. Analisis data yang akan dilakukan sebagai berikut :
1. Analisis univariat
Analisis
univariat
bertujuan
untuk
menjelaskan
atau
mendiskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian dengan membuat
tabel distribusi frekuensi yang meliputi usia lansia, jumlah konsumsi ikan
pindang tongkol,layang, dan data kejadian hipertensi (Notoatmodjo, 2010).
2. Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan atau
koefisien korelasi antara variabel penelitian yaitu variabel bebas
dan
variabel terikat. Pada penelitian ini variabel bebas mempunyai skala
52
ordinal dan variabel terikat mempunyai skala nominal. Uji hipotesa
menggunakan kai kuadrat (chi square) untuk menguji variabel bebas yang
bersekala ordinal dengan variabel terikat yang bersekala nominal.
Rumus uji statistik chi square adalah sebagai berikut:
X²
Dimana :
X² = chi squere
Fo = frekuensi yang diobservasi
Fh = frequensi yang diharapkan
Analisis bivariat pada penelitian ini adalah hubungan kebiasaan
konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi pada Lansia usia 55-64
tahun. Penentuan analisis bivariat menggunakan program SPSS. Penentuan
diterima atau tidaknya uji statistik dengan cara membandingkan nilai p.
Jika nilai p≤α (α = 0,05) maka dapat di interprestasikan ada hubungan yang
bermakna secara statistik antara kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan
kejadian hipertensi, sebaliknya jika nilai p >α maka bisa diinterprestasikan
tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara kebiasaan
konsumsi ikan pindang dengan kejadian hipertensi (Arikunto, 2006).
53
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran umum
Penelitian ini dilakukan di Dusun Madak Desa Candikmalaya
Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. Luas wilayah Desa
Candikmalaya adalah 227,25 Ha, yang terdiri dari tiga dusun, meliputi Dusun
Madak, Elak-elak, dan Dusun Belongas. Jumlah penduduk lansia Desa
Candikmalaya menurut jenis kelamin lansia yaitu lansia laki-laki sebanyak
352 orang dan perempuan 320 orang.
Berdasarkan jumlah penduduk Dusun Madak menempati urutan kedua
setelah Dusun Elak-elak. Jumlah penduduk di Dusun Madak menurut jenis
kelamin lansia yaitu lansia laki-laki sebanyak 90 orang dan lansia perempuan
102 orang. Dusun Madak merupakan Dusun yang penduduknya paling
banyak bermata pencaharian sebagai nelayan. Hal ini dikarenakan wilayah
Dusun Madak dekat dengan pantai.
B. Karakteristik Responden
1. Usia
Responden pada penelitian ini adalah lansia usia 55-64 tahun yang
berada di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten
Lombok Barat. Gambaran tentang usia responden disajikan pada tabel 4.1
distribusi frekuensi berikut ini :
54
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Usia Responden (n = 55)
Usia (tahun)
Frekuensi(n)
Presentase(%)
55-59
30
54,54%
60-64
25
45,45%
Total
55
100%
Pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar usia responden
adalah lansia usia 55-59 tahun sebanyak 30 orang (54,54%), selebihnya
adalah responden yang berusia 60-64 tahun sebanyak 25 orang (45,45%).
2. Jenis Kelamin
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Lansia di
Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong
Kabupaten Lombok Barat, 2014
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
Laki-laki
20
36,4
Perempuan
35
63,6
Jumlah
55
100,0
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa dari 55 responden lansia
di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten
Lombok Barat, sebagian besar berjenis kelamin perempuan sejumlah 35
orang (63,6%), sedangkan yang berjenis kelamin laki-laki sejumlah 20 orang
(36,4%).
C. Analisis Univariat
1. Kebiasaan Konsumsi Ikan Pindang
Hasil wawancara yang dilakukan dengan menggunakan FFQ semi
kuantitatif pada 55 responden yaitu lansia usia 55-64 tahun di Dusun Madak
55
Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat
didapatkan kategori konsumsi ikan pindang per hari yang disajikan dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi sebagai berikut:
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi
Ikan Pindang pada Lansia di Dusun Madak Desa
Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok
Barat, 2014
Konsumsi Ikan Pindang
Frekuensi
Persentase (%)
Lebih (> 30 gram/hari)
31
56,4
Cukup (≤ 30 gram/hari)
24
43,6
Jumlah
55
100,0
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden yaitu sebanyak 31 orang (56,4%) mengkonsumsi ikan pindang
dalam kategori lebih (> 30 gram/hari) sedangkan 24 responden (43,6%)
mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori cukup (≤ 30 gram/hari).
2. Kejadian Hipertensi
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Hipertensi pada
Lansia di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan
Sekotong Kabupaten Lombok Barat, 2014
Kejadian Hipertensi
Frekuensi
Persentase (%)
Hipertensi
41
74,5
Tidak Hipertensi
14
25,5
Jumlah
55
100,0
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar lansia di
Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok
Barat mengalami kejadian hipertensi, yaitu sejumlah 41 orang (74,5%),
sedangkan yang tidak mengalami hipertensi hanya sejumlah 14 orang
(25,5%).
56
D. Analisis Bivariat
Hasil wawancara kebiasaan konsumsi ikan pindang dilakukan dengan
menggunakan FFQ semikuantitatif dan kejadian hipertensi dilakukan dengan
pengukuran tekanan darah didapatkan jumlah konsumsi ikan pindang per hari
dengan kejadian hipertensi yang disajikan dengan menggunakan tabel distribusi
frekuensi sebagai berikut:
Tabel 4.5 Hubungan Kebiasaan Konsumsi Ikan Pindang dengan Kejadian
Hipertensi pada Lansia Usia 55-64 Tahun di Dusun Madak Desa
CandikMalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat,
2014
Kejadian Hipertensi
Konsumsi Ikan
Pindang
Hipertensi
Tidak
Hipertensi
Total
F
%
f
%
f
Lebih
27
87,1
4
12,9
31 100
Cukup
14
58,3
10
41,7
24 100
Jumlah
41
74,5
14
25,5
55 100
P-value
OR
0,015
4,821
%
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa lansia yang mengkonsumsi
ikan pindang dalam kategori lebih yang mengalami hipertensi sejumlah 27 orang
(87,1%), sedangkan lansia yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori
lebih yang tidak mengalami hipertensi sejumlah 4 orang (12,9%). Lansia yang
mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori cukup (≤30 gram/hari) yang
mengalami hipertensi sejumlah 14 orang (58,3%), sedangkan lansia yang
mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori cukup (≤30 gram/hari) yang tidak
mengalami hipertensi sejumlah 10 orang (41,7%). Hal Ini menunjukkan bahwa
kejadian hipertensi lebih berpeluang terjadi pada lansia yang mengkonsumsi
57
ikan pindang dalam kategori lebih dibandingkan lansia yang mengkonsumsi ikan
pindang dalam kategori cukup.
Berdasarkan uji Chi Square diperoleh p-value sebesar 0,015, jika
dibandingkan dengan α = 0,05, maka p-value (0,015) < α (0,05), maka dikatakan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan konsumsi ikan pindang
dengan kejadian hipertensi pada lansia usia 55-64 tahun di Dusun Madak Desa
Candik Malaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat. Hasil uji Chi
Square juga menunjukkan berapa besar faktor risiko kebiasaan konsumsi ikan
pindang dengan kejadian hipertensi pada lansia diperoleh melalui nilai Odds
Rasio (OR) sebesar 4,821. Hal ini menunjukkan bahwa lansia yang
mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori lebih berisiko, 4,821 kali lebih
besar mengalami hipertensi dibandingkan lansia yang mengkonsumsi ikan
pindang dalam kategori cukup.
58
BAB V
PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat
1. Kebiasaan konsumsi ikan pindang
Berdasarkan hasil penelitian pada lansia usia 55-64 di Dusun Madak
Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat
menunjukkan bahwa sebagian besar responden atau 31 orang (56,4%)
mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori lebih (>30 gram/hari), dan
terdapat 24 responden (43,6%) yang mengkonsumsi ikan pindang dengan
kategori cukup (≤30 gram/hari). Besarnya jumlah responden mengkonsumsi
ikan pindang dalam kategori lebih yaitu dikarenakan konsumsi ikan pindang
sudah menjadi makanan setiap harinya warga yang berada di dusun madak,
selain itu daerah dusun Madak tersebut merupakan wilayah yang dekat
dengan laut, dimana sebagian besar mata pencaharian warga di dusun madak
adalah bekerja sebagai nelayan yang setiap hari menangkap ikan di laut serta
penghasilan mereka yang rendah sehingga mereka memilih untuk mencukupi
kebutuhan makan dari ikan yang ditangkap. Hasil penelitian Madanijah
(2006) menyimpulkan bahwa konsumsi ikan yang lebih besar yaitu pada
nelayan dibandingkan dengan bukan nelayan. Faktor sosial ekonomi
merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan
yang dikonsumsi. Jadi, ikan
menjadi kebiasaan warga di dusun madak
sebagai lauk pauk saat mereka sedang makan, yaitu makan pagi, siang, atau
makan malam, yang mana ikan selalu menjadi menu utama para warga di
dusun madak termasuk lansia. Mereka mengolah ikan dengan cara
59
pemindangan ikan yaitu dengan cara proses penggaraman yang diikuti oleh
perebusan yang disebut dengan ikan pindang. Proses penggaraman ikan
pindang dapat menambahkan rasa dan menambah daya simpan. Daya simpan
yang tidak tahan lama juga merupakan salah satu alasan responden lebih
memilih dengan cara pemindangan atau yang disebut dengan ikan pindang.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa seluruh
responden mempunyai kebiasaan konsumsi ikan pindang, akan tetapi
berdasarkan wawancara yang dilakukan menggunakan FFQ semi kuantitatif
pada 55 responden diketahui 24 responden mengkonsumsi ikan pindang
dalam kategori cukup. Hal ini dikarenakan responden tidak terlalu menyukai
ikan pindang dan hanya mengkonsumsinya 3 kali dalam seminggu, selain itu
beberapa responden juga mengetahui dampak bagi kesehatan jika
mengonsumsi ikan pindang dalam jumlah yang berlebih.
2. Kejadian Hipertensi
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana disajikan pada tabel 4.4,
dapat diketahui bahwa lansia di Dusun Madak Desa Candikmalaya
Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat mengalami kejadian
hipertensi sejumlah 41 orang (74,5%), sedangkan yang tidak mengalami
hipertensi hanya sejumlah 14 orang (25,5%). Hipertensi atau tekanan darah
tinggi adalah meningkatnya tekanan darah yang persisten yaitu dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90
mmHg (Smeltzer & Bare, 2002). Persentase tingginya hipertensi yaitu 74,5%
dari responden menderita hipertensi dikarenakan kebiasaan konsumsi ikan
pindang dalam kategori lebih (>30gram/hari) serta faktor lain yang berkaitan
60
seperti usia. Pada penelitian ini paling banyak responden diatas 50 tahun.
Dimana peningkatan tekanan darah semakin meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Sesuai teori dari Kartikawati (2007) yang menyatakan
bahwa kenaikan tekanan darah sistolik menyebabkan prevalensi hipertensi
meningkat pada kelompok usia >40 tahun, dan akan terus terjadi peningkatan
pada kelompok usia > 50 tahun. Hipertensi merupakan salah satu penyakit
degeneratif yang sering dijumpai pada kelompok usia lansia.
Tekanan darah juga dipengaruhi oleh posisi individu saat pengukuran.
Dalam penelitian ini pengukuran tekanan darah dilakukan dengan dua cara
yaitu pada responden dengan posisi duduk di kursi dan responden duduk di
lantai, hal tersbut dikarenakan beberapa responden tidak memiliki tempat
duduk dikursi. Alat yang digunakan pada saat pengukuran tekanan darah
adalah spygmomanomometer air raksa. Sikap atau posisi duduk membuat
tekanan darah cenderung stabil, hal ini dikarenakan pada saat duduk sistem
vasokonstraktor simpatis terangsang dan sinyal-sinyal saraf pun dijalarkan
(Guyton dan Hall, 2002). Selain hal itu dalam penelitian ini terdapat satu
responden yang diukur pada siang hari. Waktu pengukuran juga dapat
mempengaruhi hasil pengukuran tekanan darah yaitu hasil ukur pada pagi
hari dapat berbeda dengan hasil ukur pada sore hari. Dimana tekanan darah
biasanya rendah pada pagi hari, dan secara brangsur-angsur naik pada pagi
menjelang siang dan sore, dan puncaknya pada malam hari (Gunawan, 2007).
Dari 55 responden baik yang mengalami hipertensi dan tidak mengalami
hipertensi secara keseluruhan responden tidak ada yang memiliki kebiasaan
konsumsi alkohol dan memiliki kebiasaan merokok.
61
B. Analisis Bivariat
Hubungan Kebiasaan Konsumsi Ikan Pindang dengan Kejadian Hipertensi
pada Lansia Usia 55-64 Tahun di Dusun Madak Desa CandikMalaya
Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa lansia yang mengkonsumsi
ikan pindang dalam kategori lebih (>30 gram/hari) yang mengalami hipertensi
sejumlah 27 orang (87,1%), sedangkan lansia yang mengkonsumsi ikan pindang
dalam kategori lebih dan tidak mengalami hipertensi sejumlah 4 orang (12,9%).
Lansia yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori cukup (≤30 gram/hari)
yang mengalami hipertensi sejumlah 14 orang (58,3%, sedangkan lansia yang
mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori cukup (≤30 gram/hari) dan yang
tidak mengalami hipertensi sejumlah 10 orang (41,7%). Hal ini menunjukkan
bahwa kejadian hipertensi lebih terjadi pada lansia yang mengkonsumsi ikan
pindang dalam kategori lebih dibandingkan lansia yang mengkonsumsi ikan
pindang dalam kategori cukup. Hal tersebut dikarenakan pengolahan ikan
pindang yang menggunakan natrium, jadi ikan pindang tersebut merupakan ikan
yang mengandung jumlah natrium dalam porsi lebih dan merupakan salah satu
faktor penyebab terjadinya tekanan darah tinggi atau hipertensi (Perry & Potter,
2005).
Konsumsi ikan pindang dalam jumlah yang berlebih akan menambah
kadar natrium didalam darah, dan asupan natrium yang berlebih memiliki efek
langsung terhadap peningkatan tekanan darah. Kelebihan natrium didalam tubuh
akan meningkatkan volume ekstraseluler secara tidak langsung karena
osmolaritas cairan tubuh akan meningkat dan merangsang pusat haus. Hal
62
tersebut dapat meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Kenaikan osmolaritas
cairan ekstraseluler juga dapat merangsang mekansime sekresi kelenjar
hypotalamus hipofisa posterior untuk mensekresi lebih banyak hormon
antidiuretik. Hormon ini dapat menyebabkan ginjal mengabsorbsi kembali air
dalam jumlah yang besar dari cairan tubulus ginjal. Keseimbangan curah jantung
dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap kenormalan tekanan darah.
Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada
arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada
peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler, kemudian peningkatan konsentrasi
otot halus semakin lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol
yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya
tahanan perifer yang irreversible (Gray, 2005). Pernyataan tersebut sependapt
dengan Hartono, A (2008) yang menyatakan bahwa natrium yang berlebihan
akan menggumpal di dinding pembuluh darah dan mengikisnya sehingga
terkelupas. Kotoran tersebut akan menyumbat pembuluh darah yang akibatnya
dapat menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Susiyani (2012) menyatakan bahwa ada hubungan antara pola
konsumsi makanan olahan (ikan pindang, ikan asin, telur asin, mie instan, sarden
kaleng dan sayur tunjang) dengan kejadian hipertensi di Rumah Sakit Daerah
Prambulih.
Responden yang konsumsi ikan pindang dengan kategori lebih sebanyak
31 responden yaitu 27 responden mengalami hipertensi dan 4 responden tidak
mengalami hipertensi. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan
menggunakan FFQ semi kuantitatif diketahui 3 dari 4 responden yang tidak
63
mengalami hipertensi tersebut disebabkan karena responden diketahui suka
mengkonsumsi buah dan sayur. Jenis buah-buahan yang sering dikonsumsi oleh
responden ialah buah pepaya dan pisang, karena buah-buahan tersebut yang
mudah dijangkau ditempat responden tinggal. Buah pisang dan pepaya tersebut
memiliki kandungan kalium dan antioksidan yang tinggi, menurut Astawan
(2003) konsumsi kalium dalam jumlah yang tinggi dapat melindungi seseorang
dari hipertensi. Asupan kalium yang meningkat akan menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolik. Selain memiliki kandungan kalium, papaya dan pisang
juga memiliki kandungan air yang tinggi yang menyebabkan ginjal akan
mengeluarkan garam dan air lebih banyak sehingga menyebabkan berkurangnya
volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal. Kandungan air
yang tinggi juga menyebabkan terjadi penurunan reabsorbsi natrium dan air
secara langsung pada ginjal. Selain itu juga menyebabkan terjadinya penurunan
sekresi aldosteron, sehingga terjadi penurunan reabsorbsi natrium dan air di
tubulus ginjal. Sedangkan jenis sayuran yang sering dikonsumsi oleh responden
adalah bayam, daun papaya muda, dan daun singkong. Bayam memiliki
kandungan asam folat dan kalium yang diketahui dapat menurunkan tekanan
darah tinggi (hipertensi), di dalam bayam terdapat 416 mg kalium per 100 gr
bahan, daun pepaya memiliki kandungan flavonoid dan kalium yang lebih tinggi
daripada bayam yaitu terdapat 652 mg kalium per 100 gr bahan. Flavonoid
merupakan antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas. Sedangkan daun
singkong memiliki kandungan serat, vitamin A dan C yang baik sebagai
antioksidan untuk menangkal radikal bebas di dalam tubuh. Antioksidan
merupakan senyawa yang dapat mencegah oksidasi kolesterol. Mekanisme kerja
64
antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi lemak di dalam
pembuluh darah, hal tersebut menyebabkan pembuluh darah menjadi elastis dan
dapat mempertehankan aliran darah sehingga tekanan darah menjadi seimbang
(Kumalaningsih, 2006). Ketika dilakukan wawancara pada saat penelitian
responden menyatakan bahwa sering melakukan aktifitas fisik seperti menyapu
halaman rumah, mengembala sapi, mengambil ikan di laut dan merakit jarring
untuk menangkap ikan. Aktivitas yang dilakukan oleh responden adalah
aktivitas yang tergolong ringan karena tidak melibatkan kerja jantung, selain
aktivitas tersebut juga harus diimbangi dengan olahraga isotonik, seperti
bersepeda, jogging, dan aerobik yang teratur sehingga dapat memperlancar
peredaran darah dan dapat menurunkan tekanan darah. Hal ini sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa tekanan darah akan lebih tinggi pada saat
melakukan aktivitas fisik yang berat dan lebih rendah ketika beristirahat hal ini
disebabkan karena pada saat beraktivitas jatung akan berdenyut lebih kencang
karena adanya tegangan pada otot jantung (Palmer, 2007). Responden juga
menyatakan tidak memiliki kebiasaan merokok dan alkohol.
Selanjutnya untuk responden yang konsumsi ikan pindang dalam
kategori cukup sebanyak 24 responden, dari 24 responden yang mengalami
hipertensi sebanyak 14 orang. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
dengan menggunakan FFQ semikuantitatif, hal ini dikarenakan selain
mengkonsumsi ikan pindang, responden juga memiliki kebiasaan konsumsi
makanan yang tinggi natrium sepert ikan asin, mie instan, jeroan, gorengan,
biskuit dan telur asin. Responden menyatakan sangat menyukai konsumsi mie
instan, gorengan dan mengkonsumsinya hampir setiap hari, Hal tersebut
65
dikarenakan mudah diperoleh, memilki rasa yang enak serta mudah untuk
disajikan. Selain itu juga diketahui 10 (18,18%) diantaranya suka konsumsi kopi
lebih dari 3 kali sehari. Menurut Siburian (2004) konsumsi kopi dapat
meningkatkan tekanan darah secara akut, kopi memiliki efek negatif terhadap
tekanan darah karena kandungan kafein yang tinggi dalam kopi. Kandungan
kafein dalam kopi yaitu 115 mg dalam satu cangkir (200 ml). Kafein yang
terkandung dalam kopi memiliki potensi terhadap terjadinya peningkatan
tekanan darah karena sifat kafein yang menyebabkan percepatan denyut jantung
(Wirakusumah, 2009).
Berdasarkan uji Chi Square diperoleh p-value sebesar 0,015, jika
dibandingkan dengan p-value (0,015) < α (0,05), maka disimpulkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara kebiasaan konsumsi ikan pindang dengan
kejadian hipertensi pada lansia usia 55-64 tahun. Dari hasil uji Chi Square juga
menunjukkan seberapa besar faktor risiko kebiasaan konsumsi ikan pindang
dengan kejadian hipertensi pada lansia diperoleh melalui nilai Odds Rasio (OR)
sebesar 4,821. Hal ini menunjukkan bahwa lansia yang mengkonsumsi ikan
pindang dalam kategori lebih, berisiko 4,821 kali lebih besar mengalami
hipertensi dibandingkan lansia yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori
cukup.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa dari 55 responden
terdapat 31 responden yang mengkonsumsi ikan pindang dalam kategori lebih
dan 27 diantaranya mengalami hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi jumlah konsumsi ikan pindang maka cenderung berisiko mengalami
hipertensi atau tekanan darah tinggi, dan hal tersebut sependapat dengan
66
Suhardjo (2006), dan Cahyono (2008) yang memaparkan bahwa kesukaan, rasa
atau kenikmatan terhadap makanan berpengaruh terhadap pemilihan makanan.
Makanan asin dan siap saji dapat meningkatkan nafsu makan seseorang karena
rasanya yang gurih. Sehingga jika seseorang menyukai dan terbiasa
mengkonsumsi makanan sumber natrium seperti ikan pindang maka akan
cenderung mengkonsumsinya terus-menerus dan jika dikonsumsi dalam jumlah
yang berlebih maka akan meningkatkan tekanan darah.
C. Keterbatasan Penelitian
1. Pada penelitian ini peneliti tidak menganalisis kandungan natrium pada
makanan lainnya.
2. Dalam penelitian ini pengukuran tekanan darah dilakukan oleh 4 orang
dengan alat yang berbeda sehingga ada kemungkinan bias dari data yang
dihasilkan.
67
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kebiasaan konsumsi ikan pindang pada lansia di Dusun Madak Desa
Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat, sebagian
besar dalam kategori lebih (> 30 gram/hari) sejumlah 31 orang (56,4%).
2. Sebagian besar lansia di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan
Sekotong Kabupaten Lombok Barat mengalami kejadian hipertensi, yaitu
sejumlah 41 orang (74,5%).
3. Terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan konsumsi ikan pindang
dengan kejadian hipertensi pada lansia usia 55-64 tahun di Dusun Madak
Desa Candik Malaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.
B. Saran
1. Bagi peneliti
Perlu ada penelitian selanjutnya yang meneliti tentang kandungan natrium
pada pengolahan ikan pindang yang berdampak pada penyakit hipertensi.
2. Bagi Lansia
Diharapkan responden dapat membatasi jumlah konsumsi ikan pindang (≤30
gr/ hari) atau satu potong kecil yaitu dengan cara lebih memvariasikan menu
makanan lainnya.
68
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Menyampaikan kepada masyarakat tentang pentingnya memperhatikan
jumlah ikan pindang yang dikonsumsi guna mencegah terjadinya kejadian
hipertensi.
69
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT
Rineka Cipta
Ashwini,
A.
2008.
Hypertensive
Cardiovascular
Disease.
http://www.articleswave.com/. Diakses pada tanggal 29 April 2013 pukul
21.21 WIB
Abdullah, Masqon. 2005. Faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi
pada kelompok usia lanjut di kecamatan pengandon kabupaten Kendal.
http.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=2701 [14 November
2011].
Agus Riyanto. (2011). Aplikasi metodelogi penelitian kesehatan. Yogyakarta :
Nuha Medika
Armilawaty, Amalia H, Amirudin R.2007. Hipertensi dan Faktor Risikonya
dalam Kajian Epidemiologi . Bagian Epidemiologi FKM UNHAS.
http//www.CerminDuniaKedokteran.com/index.php?option=com_con
tent&task=view&id=38&Itemid=12 [2 April 2011].
Adawyah, Rabiatul. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT. Bumi Aksara.
Jakarta.
Astawan, M. 2004. Mengapa Kita Perlu Makan Daging. Departemen Teknologi
Pangan dan Gizi. IPB. http://www.gizi.net.
Anggraini, D.A, dkk. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Hipertensi pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas
Bangkinang
Periode
Januari
Sampai
Juni
2008.
http://yayanakhyar.files.wordpress.com. Artikel Penellitian. Diakses
tanggal 10 April 2014
Ashwini Ambekar. 2008. Hypertensive Cardiovascular Disease. c2008 [cited
2011 Dec 24]. Available from: http://www.articleswave.com. Diakses
tanggal 2 Juli 2014
Aris Sugiharto, 2007. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat.
Universitas Diponogoro Semarang. Disertasi.
Almaitser,
2001.
Natrium,
kalium
dan
hipertensi.
http://dietsehat.wordpress.com/2008/05/19/natrium-kalium-danhipertensi/.Diakses tanggal 15 April 2013.
Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.
69
Bangun. 2003. Terapi Jus & Ramuan Tradisional untuk Hipertensi. Jakarta :
Agromedia Pustaka.
Bare, B.G. & Smeltzer, S.C. 2002. Buku Keperawatan Medical Bedah
Brunnerand Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Bustan, M.N. 2003. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta
Brunner dan suddarth.2001 Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
E d i s i 8 Volume 2. Jakarta : ECG
Bandiyah, S. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik-Geriatrik.
Yogyakarta: Nuha Media.
Bustan. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.
B.Cahyono, J. S. (2008). Gaya Hidup & Penyakit Modern. Yogyakarta: Kanisius.
Corwin, J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Darmojo, R. Boedhi dan H. Hadi Martono. 2004. Buku Ajar Geriatri
(IlmuKesehatan Usia Lanjut) Ed. 3. Jakarta : FKUI
Dalimartha, et.al. (2008). Care yourself hipertensi. Jakarta: Penebar Plus.
Depkes RI, 2003. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. 2005. Pedoman Pembinaan Kesehatan Lansia Bagi Petugas
Kesehatan I. Jakarta.
Depkes RI. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit
Hipertensi. Depkes, Jakarta : iii + 32 hlm.
Dewi, P. (2010). Hipertensi dan Komplikasi. Jakarta: EGC.
Depkes RI, 2008. Kendalikan Stres dan Hipertensi, Raih Produktifitas. Intimedia.
Jakarta.
Cahyono, S.B.2008. Gaya Hidup Dan Penyakit Modern.Yogyakarta : Kanisius
Erik Tapan MHA.2004. Penyakit Ginjal dan Hipertensi. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo. Hal 25-28
Edy, A. 2011. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta : Kanisius.
Gunawan, L. 2007. Hipertensi : Tekanan darah tinggi. Yogyakarta: Percetakan Kanisius.
70
Guyton and Hall. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.
Hal 170, 172-8, 182, 221, 245, 259-60 .
Gunawan, Lanny. 2001.Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta : Kanisius.
Harinn Mahnan dan Rismayanti, 2012. Faktor Risiko Kejadian Hipertensi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeneponto Tahun 2012.
Jurnal. Diakses pada tanggal 18 Juli 2014 pukul 08.00 WIB
Hasirungan, J. 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada
Lansia Di Kota Depok Tahun 2002. Tesis. Depok: Program Pasca Sarjana
FKM UI.
Irza, S. 2009. Analisis Faktor-Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat Nagari
Bungo Tanjung, Sumatera Barat. Skripsi. Sumatera Utara:FK Farmasi
USU.
Junaidi, Iskandar 2010. Hipertensi Pengenalan, Pencegahan dan Pengobatan.
Jakarta: Buana ilmu popular.
Jan Tambayong, 2000, Patofisiologi Untuk Perawatan, EGC, Jakarta.
Jakarta : Penebar Plus. 2008. Temu Ilmiah Geriatri Semarang 2008.
Kosnayani, A.S. 2007. Hubungan asupan kalsium, aktivitas fisik, parita, indek
smassa
tubuh,
dan
kepadatan
tulang
pada
wanitapascamenopause.Tesis.Retrieved from http://eprints.undip.ac.id.
Diakses Tanggal 12 juni 2014
Kuswardhani, T. 2006. Penatalaksanaan Hipertensi pada Lanjut Usia. Jurnal
Penyakit Dalam Vol.7, No.2.
Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia. 2007. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia: 2008.h.110-13.
Lani, e. a. 2005. Hipertensi. Jakarta: Grameia Pustaka Utama.
Laela, YS. 2009. Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi
Pada Usia 60 Tahun Keatas Di Puskesmas Gamping II Kecamatan
Gamping Kabupaten Sleman. KTI.
Maryam, R. Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.
Marliani L, dkk. 2007. 100 Question & Answers Hipertensi. Jakarta : PT Elex
Media Komputindo, Gramedia.
71
Margono,
Tri,
dkk,
1993.
Buku
Panduan
http://www.ristek.go.id. Diakses : 16 Juni 2014
Teknologi
Pangan.
Madanijah, s, dkk, 2006. Sumbangan konsumsi ikan dana makanan jajanan
terhadap kecukupan gizi anak balita pada keluarga nelayan buruh dan
nelayan juragan. Media Gizi dan Keluarga, juli 2006. 30 (1).
Nadesul, H. 2009. Resep Mudah Tetap Sehat. Jakarta : Media Nusantara
Nugroho, W (2000). Keperawatan Gerontik, Edisi-2. Jakarta:EGC
Nugroho,Wahyudi,(2000) Keperawatan Gerontik edisi 1, Jakarta: EGC.
Nugroho, H. Wahjudi. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Edisi 3.
Jakarta : EGC
Notoatmodjo, 2010. Metodologi penelitian kesehatan . Jakarta: PT Rineka Cipta
Notoatmodjo, 2011. Metodologi penelitian kesehatan . Jakarta: PT Rineka Cipta
Nuarima, A. 2012. Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakata Di Desa
Kebongan Kidul, Kabupaten Rembang. KTI. Semarang : Program Strata-1
Kedokteran FK Kedokteran Undip.
Persagi. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta. PT Elex
MediaKomputindo.
Pudjiastuti, Sri Surini dan Budi Utomo .2003. Fisioterapi pada Lansia, Jakarta:
EGC
Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep,
Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa. Jakarta:EGC
Potter, Patricia A. dan Anne G. Perry. 2009. Fundamental Keperawatan Buku 1
Ed. 7. Jakarta: Salemba Medika.
Palmer, Anna. 2007. Simple Guide Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Sastroasmoro, S, & Ismael, 2002, Dasar-dasar Penelitian Klinis, Sagung Seto,
Jakarta
Sheps, Sheldon G, 2005. Mayo clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah
Tinggi. Jakarta: PT Intisari Mediatama : hal 26, 158.
Setyohadi B dkk. 2000. Naskah Lengkap Penyakit Dalam. Jakarta. Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian ilmu FKUI
72
Smeltzer, S.C. and Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8 Vol.2. Jakarta : EGC.
Stockslager, Jaime L & Schaeffer, Liz. 2008. Buku Saku Asuhan Keperawatan
Geriatik. Jakarta: EGC
Sugiyono. 2012. Memahami penelitian kualitatif”. Bandung : ALFABETA
Suarthana, E dkk. 2001. Prevalensi Hipertensi Pada Ibu Rumah Tangga dan
Faktor-faktor Gizi yang berhubungan di Kelurahan Utan Kayu Jakarta
Timur. Majalah Kedokteran Indonesia.
Sutanto. 2010. Cekel Penyakit Modern Hipertensi, stroke, Jantung, Kolesterol,
dan Diabetes,
Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET
Sustrani, Lanny. 2004. Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Siburian, Imelda . 2004. Gambaran kejadian hipertensi dan faktor-faktor yang
berhubungan. Skripsi . FKM UI.
Suhardjo, 2006. Pangan, gizi, dan pertanian, Jakarta : Universitas Indonesia.
WHO. 2003. Kebijakan dan Strategi Nasional pencegahan dan penanggulangan
penyakit tidak menular. Retrieved April 3, 2012. From
http://situs.kesehatanmasyarakat.info/referensi35.htm.
World Health Organization. 1999. Hypertension. WHO Geneva.
WHO.
2011.
Dengue
in
the
Western
Pacific
Region.
http://www.wpro.who.int/health_topics/dengue. Diakses Tanggal 20 Juni
2014
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG). 2004. Jakarta : Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Wirakusumah, SE. 2002. Menu Sehat untuk Lanjut Usia. Jakarta: Puspa Swara 25
Wirakusumah. ES. 2009. Manajemen Makanan Dan Gizi Institusi. PAU Pangan
Dan Gizi, IPB. Bogor.
Widajanti, L. 2009. Survei Konsumsi Gizi. Badan Penerbit Universitas
Diponogoro.
Semarang
73
DATA PENELITIAN
No
Res
Nama
Responden
umur
L/P
1
p.nm
60
2
p.lk
3
Tekanan Darah (mmHg)
Konsumsi Ikan Pindang
TD
Kategori
Per hari
Kategori
L
150/100
> 30 gram
Lebih
56
L
130/80
Hipertensi
Tdk
Hipertensi
> 30 gram
Lebih
B.dk
59
P
165/100
Hipertensi
Lebih
4
B.lm
56
P
165/100
Hipertensi
> 30 gram
<= 30
gram
Cukup
5
P.dm
55
L
160/100
Hipertensi
> 30 gram
Lebih
6
B.gb
60
P
150/90
Hipertensi
> 30 gram
Lebih
7
B.fr
61
P
160/100
Hipertensi
> 30 gram
Lebih
8
B.ur
65
P
160/100
Hipertensi
Lebih
9
P.bn
59
L
160/100
Hipertensi
> 30 gram
<= 30
gram
10
B.mr
56
P
150/90
11
B.lm
58
P
130/80
Hipertensi
Tdk
Hipertensi
12
B.m
58
P
140/80
13
B.od
57
P
14
P.ld
56
15
P.ar
16
Cukup
130/70
Hipertensi
Tdk
Hipertensi
> 30 gram
<= 30
gram
<= 30
gram
<= 30
gram
Lebih
L
160/90
Hipertensi
> 30 gram
Lebih
59
L
170/100
Hipertensi
> 30 gram
Lebih
B.rk
62
P
150/100
Hipertensi
> 30 gram
Lebih
17
B.j
56
P
160/90
Hipertensi
Lebih
18
B.l
59
P
150/100
Hipertensi
> 30 gram
<= 30
gram
Cukup
19
P.gn
62
L
160/110
Hipertensi
> 30 gram
Lebih
20
P.jm
63
L
160/100
P.dn
58
L
130/80
> 30 gram
<= 30
gram
Lebih
21
Hipertensi
Tdk
Hipertensi
Cukup
22
B.mh
55
P
160/90
Hipertensi
> 30 gram
Lebih
23
B.kr
60
P
150/90
Hipertensi
> 30 gram
Lebih
24
B.sr
60
P
150/90
Hipertensi
> 30 gram
Lebih
25
B.ky
64
P
160/100
Hipertensi
Lebih
26
P.jm
56
L
160/100
Hipertensi
> 30 gram
<= 30
gram
Cukup
27
B.ka
59
P
170/110
Hipertensi
> 30 gram
Lebih
28
B.di
60
P
160/110
Hipertensi
> 30 gram
Lebih
29
P.b
62
L
150/100
Hipertensi
<= 30
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
74
gram
30
P.bd
58
L
160/100
Hipertensi
<= 30
gram
Cukup
31
B.kb
59
P
150/100
Hipertensi
> 30 gram
Lebih
32
B.ph
62
P
160/90
Hipertensi
Lebih
33
B.rk
63
P
140/90
34
P.bn
58
L
130/80
35
B.st
59
P
130/75
36
B.rh
57
P
120/80
37
P.rm
59
L
130/80
38
B.sl
60
P
130/75
39
B.sn
63
P
120/75
Hipertensi
Tdk
Hipertensi
Tdk
Hipertensi
Tdk
Hipertensi
Tdk
Hipertensi
Tdk
Hipertensi
Tdk
Hipertensi
> 30 gram
<= 30
gram
40
B.r
62
P
150/90
Hipertensi
41
P.di
68
L
160/100
Hipertensi
42
B.ru
56
P
160/100
Hipertensi
43
B.ln
57
P
160/100
44
P.l
56
L
45
P.m
59
46
B.lr
47
> 30 gram
<= 30
gram
<= 30
gram
> 30 gram
<= 30
gram
<= 30
gram
> 30 gram
<= 30
gram
Cukup
Lebih
Cukup
Cukup
Lebih
Cukup
Cukup
Lebih
Cukup
Cukup
130/80
Hipertensi
Tdk
Hipertensi
> 30 gram
<= 30
gram
<= 30
gram
L
150/110
Hipertensi
> 30 gram
Lebih
61
P
160/100
Hipertensi
Lebih
B.om
65
P
170/110
48
B.dg
63
P
130/80
Hipertensi
Tdk
Hipertensi
> 30 gram
<= 30
gram
<= 30
gram
49
P.ar
68
L
160/100
50
B.sr
62
P
120/80
51
p.u
58
L
130/75
Hipertensi
Tdk
Hipertensi
Tdk
Hipertensi
52
B.li
56
P
160/110
Hipertensi
53
B.jp
59
P
160/100
Hipertensi
54
P.yi
64
L
140/90
Hipertensi
55
B.py
60
P
160/100
Hipertensi
> 30 gram
<= 30
gram
> 30 gram
<= 30
gram
<= 30
gram
> 30 gram
<= 30
gram
Lebih
Cukup
Cukup
Cukup
Lebih
Cukup
Lebih
Cukup
Cukup
Lebih
Cukup
75
Crosstabs
Case Processing Summary
N
Konsumsi Ikan Pindang
* Kejadian Hipertens i
Cas es
Miss ing
N
Percent
Valid
Percent
55
100,0%
0
Total
N
,0%
Percent
55
100,0%
Konsumsi Ikan Pindang * Kejadian Hipertensi Crosstabulation
Konsumsi Ikan
Pindang
Lebih
Cukup
Total
Count
Expected Count
% within Kons ums i
Ikan Pindang
Count
Expected Count
% within Kons ums i
Ikan Pindang
Count
Expected Count
% within Kons ums i
Ikan Pindang
Kejadian Hipertensi
Tidak
Hipertensi Hipertensi
27
4
23,1
7,9
Total
31
31,0
87,1%
12,9%
100,0%
14
17,9
10
6,1
24
24,0
58,3%
41,7%
100,0%
41
41,0
14
14,0
55
55,0
74,5%
25,5%
100,0%
Asymp. Sig.
(2-s ided)
,015
,034
,015
Exact Sig.
(2-s ided)
Exact Sig.
(1-s ided)
,027
,017
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Tes t
Linear-by-Linear
Ass ociation
N of Valid Cas es
Value
5,898b
4,480
5,957
5,791
df
1
1
1
1
,016
55
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
6,11.
76
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Lower
Upper
Value
Odds Ratio for
Konsumsi Ikan Pindang
(Lebih / Cukup)
For cohort Kejadian
Hipertensi = Hipertens i
For cohort Kejadian
Hipertensi = Tidak
Hipertensi
N of Valid Cas es
4,821
1,279
18,177
1,493
1,037
2,149
,310
,111
,867
55
Descriptives
Descriptive Statistics
N
Umur
Valid N (lis twise)
55
55
Minimum
55
Maximum
68
Mean
59,69
Std. Deviation
3,108
Frequencies
Statistics
N
Valid
Miss ing
Jenis
Kelamin
55
0
Kejadian
Hipertensi
55
0
Konsumsi
Ikan Pindang
55
0
Frequency Table
Jenis Kelamin
Valid
Laki-laki
Perempuan
Total
Frequency
20
35
55
Percent
36,4
63,6
100,0
Valid Percent
36,4
63,6
100,0
Cumulative
Percent
36,4
100,0
Kejadian Hipertensi
Valid
Hipertensi
Tidak Hipertens i
Total
Frequency
41
14
55
Percent
74,5
25,5
100,0
Valid Percent
74,5
25,5
100,0
Cumulative
Percent
74,5
100,0
77
Konsumsi Ikan Pindang
Valid
Lebih
Cukup
Total
Frequency
31
24
55
Percent
56,4
43,6
100,0
Valid Percent
56,4
43,6
100,0
Cumulative
Percent
56,4
100,0
78
Bar Chart
Jenis Kelamin
70
60
Percent
50
40
63.6
30
20
36.4
10
0
Laki-laki
Perempuan
Jenis Kelamin
79
Kejadian Hipertensi
80
Percent
60
40
74.5
20
25.5
0
Hipertensi
Tidak Hipertensi
Kejadian Hipertensi
Konsumsi Ikan Pindang
60
50
Percent
40
30
56.36
43.64
20
10
0
Lebih
Cukup
Konsumsi Ikan Pindang
80
Lampiran 2
PERNYATAAN KEPADA RESPONDEN
Dengan ini saya:
Nama
NIM
: Desi Ratnasari
: 060109a003
Pendidikan
: Mahasiswa Ilmu Gizi STIKes Ngudi Waluyo
Penelitian ini mengambil judul “Hubungan Kebiasaan Konsumsi Ikan Pindang
Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia usia 55-64 tahun Di Dusun Madak Desa
Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat”
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dengan segala hormat saya sangat
mengharapkan bantuan dari saudara-saudari untuk memberikan data yang sebenarnya.
Jawaban yang diberikan hendaknya disampaikan dengan jujur dan informasi yang saya
peroleh akan dijamin kerahasiaannya.
Demikian atas kerja sama dan kesediaan waktunya saya ucapkan terima kasih.
Peneliti
(Desi Ratnasari)
81
Lampiran 3
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama
:
Umur
:
Setelah mendapat penjelasan dari peneliti, maka saya menyatakan sanggup
untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian Desi Ratnasari dengan judul “Hubungan
Kebiasaan Konsumsi Ikan Pindang Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia usia 55-64
tahun Di Dusun Madak Desa Candikmalaya Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok
Barat”. Semoga hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Ungaran, November 2014
Mengetahui
Responden
)
82
Lampiran 4
HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI IKAN PINDANG DENGAN
KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA USIA 55-64 DI DUSUN
MADAK DESA CANDIKMALAYA KECAMATAN SEKOTONG
KABUPATEN LOMBOK BARAT
KUESIONER PENYARINGAN
Tanggal pengisian:
1. No. Responden
:
2. Nama
:
3. Umur
:
4. Alamat
:
5. Apakah anda memiliki kebiasaan merokok ?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah anda memiliki kebiasaan minum alkohol?
b.Ya
b. Tidak
83
Lampiran 5
FORM FOOD FREQUENCY SEMIKUANTITATIF
1. Nama Responden
:
2. Nama Pewawancara
:
3. Hari/tanggal wawancara
:
No Responden:
Umur:
IMT:
Frekuensi
Nama Makanan
x/hari
x/mggu
x/bln
Jenis Kelamin:
Porsi
(URT)
Berat
(gr)
Keterangan
RataRata
(gr)
Makanan Pokok :
- Nasi
- Mie instan
- Roti
- Biskuit
- Jagung
- Ubi
- Talas
- Singkong
- Kentang
- Bubur
Lain-lain:
- ..............
- ..............
84
FORM FOOD FREQUENCY SEMIKUANTITATIF
No Responden:
Umur:
IMT:
Jenis Kelamin:
Porsi
(Urt)
Nama Makanan
Frekuensi
x/hari
x/mggu
Berat
(gr)
Keterangan
Ratarata
(gr)
x/bln
Protein Hewani
-Telur
- Ayam
- Daging
- Hati,ampela,usus
Ikan
dan
hasil
olahannya
- Ikan pindang
Tongkol
- Ikan Pindang
Layang
- Ikan asin
……………
………….
Protein Nabati
- Tahu
- Tempe
- Kacang tanah
- Kacang hijau
- Kacang kedelai
85
FORM FOOD FREQUENCY SEMIKUANTITATIF
No Responden:
Umur:
IMT:
Porsi
(Urt)
Frekuensi
x/mggu
Berat
(gr)
Keterangan
Ratarata
(gr)
Nama Makanan
x/hari
Jenis Kelamin:
x/bln
Lain-lain:
- ………...
- ................
Sayuran:
- Bayam
- Kangkung
- Wortel
- Kol
- Sawi
- Buncis
- Daun pepaya
- Daun singkong
- Sawi
- Labu siam
Lain-lain
- ................
- ................
86
FORM FOOD FREQUENCY SEMIKUANTITATIF
No Responden:
Umur:
IMT:
Nama Makanan
Frekuensi
x/hari
Jenis Kelamin:
Porsi
(Urt)
Berat
(gr)
Keterangan
Ratarata
(gr)
x/mggu x/bln
Buah:
- Pisang
- Pepaya
- Jambu
- Jeruk
- Semangka
Lain-lain
- ................
- ..................
Minuman :
- Teh manis
- Kopi
- Sirup
- Susu kental manis
- Minuman instan
Lain-lain
- ………….
87
Wawancara dan pengisian kuesioner
88
89
Download