JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1 i

advertisement
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
i
Jurnal Kesehatan dr. Soebandi
Vol. 3 No. 1, Oktober 2014 – Maret 2015
Terbit 2 kali setahun pada bulan Oktober dan April. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil
penelitian dan kajian analisis-kritis dibidang ilmu kesehatan.
Susunan Redaksi Jurnal Kesehatan dr. Soebandi
No. SK : 878/U.K/X/2013
Pelindung
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan dr. Soebandi Jember
Penasehat
Ketua Lembaga Pengembangan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Penyunting
Ketua
Khofi Hadidi, S.Kep., Ns.
Sekretaris
Diana Octania, SH
Bendahara
Lailil Fatkuriyah, S.Kep., Ns
Penelaah Ahli
DR. Ah. Yusuf, S.Kp. M.Kes (PPNI Jawa Timur)
Penyunting pelaksana
Andi Eka Pranata., S.ST
Fitria Jannatul Laili, S.Keb., Bd
Firdha Novitasari, S.Kep., Ns., M.M
Zidni Nuris Yuhbaba, S.Kep., Ns., M.M
Dinar Perbawati, S.ST
Ai Nurjannah, S.ST
Dana dan Usaha
Mussia, S.ST
Kustin, SKM
Marketing
Drs. H. M. Fanani
Putri Herlidian, S.ST., M.Kes
Siti Mudawamah, S.ST
Zaida Mauludiyah, S.Keb.Bd
Alamat Penyunting : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan dr. Soebandi Jember, JL. dr. Soebandi No. 99
Jember. Telp (0331) 483536. Fax. (0331) 483536. Email : [email protected].
Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain.
Naskah diketik sesuai dengan format seperti tercantum pada petunjuk dibagian belakang jurnal
ini. Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah dan tata cara
lainnya.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
ii
Jurnal Kesehatan dr. Soebandi
Vol. 3 No. 1, Oktober 2014 – Maret 2015
DAFTAR ISI ( CONTENT)
HALAMAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Gambaran Kecemasan Primipara Dalam Perawatan Bayi Baru Lahir di
Puskesmas Sukorejo.
Siti Aisah…………….…………………………………………………........
Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Menstruasi Pada Siswi
Kelas XI Jurusan Akuntansi SMK 1 Pancasila Ambulu Jember
Sandi Satria..……...........................................................................................
Hubungan Pelayanan Posyandu Balita Dengan Tingkat Kepuasan Ibu Balita
Tentang Posyandu di Desa Darsono RT 02 RW 01 Wilayah Kerja Puskesmas
Arjasa Jember.
Dony Setiawan HP…………………………………………………………..
Perbedaan Tingkat Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah dilakukan
Tindakan Akupressur Pada Penderita Hipertensi Lansia di PSLU Puger
Kabupaten Jember.
Eko Bagus Santoso………………………………………………………….
Pemenuhan Kebutuhan Tidur Terhadap Tingkat Depresi Lansia di UPT PSLU
Bondowoso.
Adi Hamsyah Maulana………………………………………………...........
Gambaran Faktor Rendahnya Konsumsi Tablet Fe Ibu Hamil Trimester III di
Desa Kranjingan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember
Stefani Maulidya Restianti….…………………………………………........
Gambaran Faktor Penyebab Pre Eklampsia/Eklampsia Pada Ibu Hamil di
Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember
Nabila Istifadah…………..…………………………………………………
Hubungan umur, pendidikan, paritas, penyakit penyerta terhadap kajadian
abortus di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014
Herlidian Putri.....................................................................................
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
134-139
140-147
148-154
155-161
162-169
170-176
177-184
185-192
iii
Gambaran Kecemasan Primipara Dalam Perawatan Bayi Baru Lahir……….…Siti Aisah, Hal. 134-139
GAMBARAN KECEMASAN PRIMIPARA DALAM PERAWATAN
BAYI BARU LAHIR DI PUSKESMAS SUKOREJO
Siti Aisah *
Moch Wildan**
Fitria Jannatul Laili***
*, *** Program DIII Kebidanan STIKES dr. Soebandi Jember
** Poltekkes Kemenkes Malang
ABSTRACT
Anxiety is to gridlock that was not clear and spread, which relate to feeling not
certain and not helpless. Many women’s health is worried about her beby, feeling uneasy
and guilty that she feels after giving birth to her first child because her own more attention
to her beby. To take care of beby was not a difficult but often mother Primipara have
concern in fostering baby. According to data collection that will be done at the end of 2012
in the community health center sukorejo Bangsalsari obtained 840 mother giving birth,
consisting of 420 mother multipara and mother primipara. In The month of October survey
in 2013 mother were obtained from 18 primipara that gave birt to take care of her beby, in
both bathe, treat umbilical cord and giving water mother’s milk less true. The aim of the
research is to know the picture high anxiety mothers primipara in the care newly born
baby in the community Health Center Sukorejo sub-district Bangsalsari Jember Regency.
This research is Descritive. The population in this research is mother primipara 1-7
days post in october the mothers 18 primipara. Loding technique a sample total product
sampling as many as 18 mother her purifying primipara. Data collection using
quistionnaries. Results of research most respondents age of 20-25 of 45 percent, from the
factors education most respondents educated junior high school that is 56 percent, and a
half- rsondens who does not work ( IRT 50 percent. Most mother 78 percent primipara,
anxiety at the time to treat newborn baby.
Therefore expected to health workers particularly midwives to improve service
obstetric patients at the time that pregnant mother in the gave birth periodid not
experience anxiety in fostering newly born baby.
Key words : Worry, Primipara, treatment newly born baby
PENDAHULUAN
Proses persalinan merupakan suatu
proses
yang
alamiah
namun
membutuhkan banyak tenaga, daya dan
upaya dalam setiap tahap. Persalinan
dimulai ketika leher rahim (serviks)
mulai membuka atau melebar. Uterus
berkontraksi dalam jarak waktu teratur,
dan perut menjadi keras. Disela-sela
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
kontraksi uterus melemas dan perut
melunak. Waktu kelahiran yang tepat
cukup sulit untuk diprediksi. Masa prakelahiran disebut “pembukaan”, yaitu
saat dimana posisi bayi turun menuju
leher rahim. Dalam periode ini, kandung
kemih tertekan sehingga frekuensi buang
air kecil semakin meningkat. Masa prakelahiran ini berlangsung selama
134
Gambaran Kecemasan Primipara Dalam Perawatan Bayi Baru Lahir……….…Siti Aisah, Hal. 134-139
beberapa hari atau minggu. Pada masa
inilah awal ibu merasakan kecemasan,
yang dapat berlanjut hingga pada masa
nifas yang sering disebut Depresi
Pascapartum (Pratiwi, 2010).
Beberapa dampak negatif pada ibu
yang terkena kecemasan pascapersalinan,
yaitu minat dan ketertarikan ibu pada
bayi berkurang dan tidak menunjukan
respon yang positif terhadap kehadiran
bayi yang baru dilahirkannya. Dalam hal
ini, ibu tidak mampu merawat bayinya
secara optimal karena ibu merasa tidak
berdaya dan kurang percaya diri,
sehingga ibu lari dari tanggung jawabnya
sendiri. Sedangkan dampak negatif yang
dapat terjadi pada bayi, yaitu tumbuh
Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir
melalui proses kelahiran sampai usia 4
minggu, dengan usia gestasi 38-42
minggu dan mampu menyesuaikan diri
dari kehidupan intrauterin ke kehidupan
ekstrauterin. Pada saat adaptasi tersebut
terjadi
gangguan-gangguan
yang
berpotensi menyebabkan kematian dan
kesakitan sedangkan perawatan bayi baru
lahir meliputi tentang cara menjaga
kehangatan bayi (mencegah hipotermi),
cara menyusui yang benar, cara
mencegah infeksi dan jadwal pemberian
imunisasi (Pusdiknakes, 2003,.24).
Saifuddin (2006) masa neonatus
merupakan masa kristis dari kehidupan
bayi, dua pertiga kematian bayi terjadi
dalam 4 minggu persalinan dan 60 %
kematian bayi baru lahir terjadi dalam
waktu 7 hari setelah lahir yaitu saat ibu
berada pada masa postpartum dini atau
early postpartum period.
Peran, tugas dan tanggung jawab
orang tua dimulai sejak masa kehamilan
dan semakin bertambah saat bayi
dilahirkan yaitu merawat dan mengasuh
bayi. Pada periode awal, orangtua harus
mengenali hubungan mereka dengan
bayinya, bahwa bayi merupakan pribadi
yang belum matang, tidak berdaya dan
memiliki sifat tergantung, sehingga perlu
perlindungan, perawatan, dan sosialisasi
yang ditandai dengan masa pembelajaran
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
yang intensif dan tuntutan untuk
mengasuhnya (Bobak, 2005).
Who Health Organization (WHO)
proporsi kematian bayi baru lahir di dunia
sangat tinggi dengan estimasi sebesar 4
juta kematian bayi baru lahir pertahun
dan 1,4 juta kematian pada bayi baru lahir
pada bulan pertama di Asia tenggara.
Hanya sedikit negara di Asia Tenggara
yang mempunyai sistem registrasi
kelahiran yang baik sehingga tidak
diperoleh data yang akurat tentang
jumlah kematian bayi baru lahir atau pun
kematian pada bulan pertama. Dalam
Kenyataannya,
penurunan
angka
kematian bayi baru lahir di setiap negara
di Asia Tenggara masih sangat lambat.
Perkiraan kematian yang terjadi karena
tetanus adalah sekitar 550.000 lebih dari
50 % kematian yang terjadi di Afrika dan
Asia Tenggara disebabkan karena Infeksi
pada tali pusat pada umumnya menjadi
tempat masuk utama bakteri, terutama
apabila diberikan sesuatu yang tidak steril
(Prawirohardjo, 2008).
Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) Angka kematian bayi
baru lahir sebesar 25 per 1000 kelahiran
hidup. Sebagian besar penyebab kematian
terebut dapat dicegah dengan penanganan
yang adekuat (Depkes, 2007).Bappenas
(2004) salah satu penyebab tingginya
kematian bayi adalah rendahnya perilaku
masyarakat dan keluarga yang dapat
menjamin kehamilan, kelahiran, dan
perawatan bayi baru lahir yang lebih
sehat. Rendahnya perilaku dalam
perawatan bayi baru lahir disebabkan
kurangnya pengetahuan akan perawatan
bayi baru lahir.
Hasil survei Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa
Timur
pada
tahun
2007
menunjukkan adanya kematian bayi
sebesar 69 dari 7051 sampel yang
disurvey. (Depkes RI, 2008).
Dari uraian diatas yang menguraikan
begitu pentingnya tentang perawatan bayi
baru lahir, berdasarkan kondisi di
lapangan masih ada di antara para ibu
yang takut dan cemas dalam memberikan
135
Gambaran Kecemasan Primipara Dalam Perawatan Bayi Baru Lahir……….…Siti Aisah, Hal. 134-139
perawatan bagi bayinya yang baru lahir.
Sesuai pendatan yang di lakukan pada
tahun 2012 di puskesmas sukorejo
bangsalsari di dapatkan 840 orang ibu
bersalin, terdiri dari 420 ibu multipara
dan ibu primipara. Hasil survey pada
bulan Oktober tahun 2013 di dapatkan
dari 18 ibu nifas primipara yang
melahirkan, dalam merawat bayinya baik
memandikan, merawat tali pusat dan
memberikan asi kurang benar. Disamping
itu peneliti juga melihat bahwa ibu nifas
primipara masih tampak kaku dan
mempunyai rasa takut untuk memegang
dan menggendong bayinya, apalagi
memandikan, merawat tali pusat dan
memberikan asi. Dengan demikian dapat
di pelajari bahwa masih ada para ibu
belum mampu memberikan perawatan
pada bayi baru lahir.
Ketidak mampuan ibu merawat bayi
baru lahir normal kemungkinan besar
dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
antaranya pengetahuan, pendidikan,
sosial budaya, pekerjaan, peran petugas
kesehatan (perawat atau bidan), peran
keluarga motivasi dan sosial ekonomi.
Pengetahuan ibu nifas primipara
dalam merawat bayinya adalah sangat
penting karna dengan pengetahuan yang
cukup, maka ibu nifas mampu serta
berani melakukan perawatan bayinya
dengan benar tanpa rasa takut dan kaku.
Saat ini belum ditemukan yang pasti
tentang penyebab kecemasan ibu
pascapersalinan yang cukup berpengaruh
terhadap hubungan ibu dan bayi secara
intim. Begitu juga terhadap perawatan
rutin yang dilakukan ibu pada bayinya.
Sensitifitas terhadap perubahan hormonal
dianggap hanya sebagai faktor pencetus,
sedangkan faktor lainnya hanya karena
ibu harus bisa menyesuaikan diri dengan
peran barunya sebagai ibu yang bahagia
dan percaya diri dalam mengasuh
bayinya (Nolan, 2003).
Kecemasan dapat timbul ketika
individu
menghadapi
pengalamanpengalaman baru seperti masuk sekolah,
memulai pekerjaan baru atau melahirkan
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
bayi. Kecemasan juga merupakan sesuatu
yang diperoleh dari belajar ibu pasca
bersalin. Hal ini ditunjukkan dengan
kesukaran berfikir jernih dan bertindak
secara
efektif
terhadap
tuntutan
lingkungan. Pengalaman ibu yang baru
pertama sekali dalam perawatan bayi
baru lahir, sudahlah pasti memiliki
tingkat
kecemasan
yang
berat
dibandingkan ibu yang telah beberapa
kali melahirkan serta telah beberapa kali
merawat bayinya dengan sendiri (Ratih
Putri Pratiwi, 2010).
Berdasarkan latar belakang di atas
maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai “
gambaran kecemasan ibu primipara
dalam perawatan bayi baru lahir selama
post partum di puskesmas sukorejo
bangsalsari jember ” sehingga dapat
digunakan sebagai salah satu dasar untuk
manajemen perawatan bayi baru lahir.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah
penelitian
deskriptif
dengan
menggunakan
pendekatan
Survey.
Rancangan penelitian deskriptif ini
bertujuan
untuk
mendeskripsikan
peristiwa-peristiwa penting yang terjadi
pada masa kini. Deskripsi dilakukan
secara sistematis dan lebih menekan pada
data faktual daripada penyimpulan.
Fenomena ini disajikan secara apa adanya
tanpa manipulasi dan peneliti tidak
mencoba menganalisis bagaimana dan
mengapa fenomena tersebut bisa terjadi,
oleh karena itu penelitian jenis ini tidak
memerlukan adanya suatu hipotesis
(Nursalam, 2009).
Populasi penelitian ini adalah semua ibu
nifas primipara post partum hari ke 1-7 di
Puskesmas
Soekorejo
Kecamatan
Bangsalsari.
Tekhnik
pengambilan
sampel dilakukan dengan cara nonprobability sampling,dengan metode
accidentally.Dengan jumlah sampel 18
orang.
136
Gambaran Kecemasan Primipara Dalam Perawatan Bayi Baru Lahir……….…Siti Aisah, Hal. 134-139
HASIL
A. Data Umum
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan umur di Puskesmas Soekorejo Kabupaten
Jember tahun 2013
No
1.
2.
3.
4.
5.
Umur
< 20 tahun
20 – 25 tahun
26 – 30 tahun
31 – 35 tahun
> 35 tahun
Jumlah
Jumlah
4
8
4
2
0
18
Presentase (%)
22%
45%
22%
11%
0
100%
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ibu nifas primipara di
Puskesmas Soekorejo Kabupaten Jember tahun 2013.
No
1.
2.
3.
4.
Pendidikan
SD
SMP
SLTA
Perguruan tinggi / Akademi
Jumlah
Jumlah
4 orang
10 orang
4 orang
0 orang
18 orang
Presenttase (%)
22%
56%
22%
0
100 %
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pekerjaan
Tabel 4.3 Karakteristik responden berdasarkan status pekerjaan ibu nifas primipara di
Puskesmas Soekorejo Kabupaten Jember tahun 2013.
No
1.
2.
3.
4.
Pekerjaan
Swasta
Wirausaha
Petani
IRT
Jumlah
orang
orang
orang
orang
Presentase
11%
17%
22%
50%
18 orang
100 %
2
3
4
9
Jumlah
B. Data Khusus
1. Gambaran kecemasan ibu primipara dalam perawatan bayi baru lahir.
Tabel 4.4 Karakteristik responden berdasarkan tingkat kecemasan ibu nifas primipara di
Puskesmas Soekorejo Kabupaten Jember tahun 2013.
No
1.
2.
3.
Kecemasan
Kecemasan ringan
Kecemasan sedang
Kecemasan berat
Jumlah
PEMBAHASAN
Dari Distribusi
Frekuensi
Gambaran Kecemasan primipara dalam
perawatan bayi baru lahir di Puskesmas
Soekorejo
Kecamatan
Bangsalsari
Kabupaten Jember. Menunjukkan bahwa
sebagain besar responden mengalami
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Jumlah
2
14
2
18 orang
Presentase (%)
11%
78%
11%
100%
kecemasan sedang yaitu sebanyak 14
responden (78%). Faktor – faktor yang
mempengaruhi tingkat kecemasan adalah
umur, pendidikan.
Berdasarkan
tabel
4.1
diketahui
bahwa
sebagian
besar
responden berumur 20-25 tahun yaitu
137
Gambaran Kecemasan Primipara Dalam Perawatan Bayi Baru Lahir……….…Siti Aisah, Hal. 134-139
sebanyak 7 responden (58%). Usia yang
di anggap optimal untuk mengambil
keputusan adalah usia diatas 20 tahun
karena usia kurang dari 20 tahun
cenderung dapat mendorong terjadinya
kebimbingan
dalam
mengambil
keputusan atau memilih dan kurangnya
pengalaman (Sulaiman, 2005). Dengan
demikian responden yang berusia 20-35
tahun merupakan masa dewasa matang,
jadi
seharusnya
responden
tidak
mengalami
kecemasan
terhadap
perawatan bayi baru lahir.
Berdasarkan Tabel 4.2
diketahui bahwa hampir setengah dari
responden berpendidikan SMP yaitu
sebanyak
10
responden
(71%).
Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku
seseorang terutama dalam meningkatkan
pengetahuan seseorang tentang sesuatu
atau pun sebagian pengalaman hidupnya,
notoatmodjo (2003). Disini banyaknya
ibu yang berpendidikan sampai SMP di
selain di karenakan oleh faktor ekonomi
juga dikarenakan oleh budaya sekitar
yang beranggapan bahwa perempuan
tidak perlu berpendidikan tinggi karena
pada akhirnya perempuan tetap akan
mengurus rumah tangga. Responden yang
berpendidikan lebih tinggi tidak akan
mengalami kecemasan pada perawatan
bayi baru lahir dari pada responden yang
berpendidikan lebih rendah.
KESIMPULAN
Karakteristik ibu yang mengalami
kecemasan Sebagian responden umur 20
– 25 tahun di dapatkan (45%), dari faktor
pendidikan sebagian besar responden
berpendidikan SMP yaitu (56%).
Sebagian besar (78%) ibu nifas primipara
mengalami kecemasan pada saat merawat
bayi baru lahir.
Gambaran kecemasan primipara
terhadap perawatan bayi baru lahir di
Wilayah Puskesmas Sukorejo Kecamatan
Bangsalsari
Kabupaten
Jember
didapatkan data bahwa bahwa sebagain
besar responden mengalami kecemasan
sedang yaitu sebanyak 78% responden.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala
Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Bappenas. 2004. Rencana Stategi
Penanggulangan
Kemiskinan.
Jakarta
Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas Edisi 4. Jakarta .ECG
Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2004. Buku
Ajar Keperawatan Maternitas
Edisi 4. Jakarta : ECG.
Depkes Ri. 2008. Profil Kesehatan
Indonesia. Jakarta.
Depkes. 2007. Profil Kesehatyan
Indonesia Tahun 2006. Medan.
Farrer Helen. 1999. Keperawatan
Maternitas. Jakarta: ECG.
Hamilton. 1995. Dasar – dasar
Keperawatan Maternitas Edisi 2.
Jakarta: ECG
Hana. 2011. Konsep Kecemasan.
www.wordpress.com.
Diakses
tanggal 29 September 2013.
Hidayat. 2009. Metode Penelitian
Keperawatan & Teknik Analisa
Data. Jakarata: Selemba Medika.
Keliat, Budi Anna. Dkk. 2011. Konsep
Kesehatan
Jiwa
Komunitas.
Jakarta. EGC
Lowdermilk.
2004.
Buku
Ajar
Keperawatan Maternitas Edisi 4.
Jakarta : ECG.
Luluk A, Zuyina, dkk. 2010. Psikologi
Kesehatan.
Jogjakarta.
Nuha
Medika.
Mansur,Hera.2009.Psikologi ibu dan
anak untuk kebidanan . jakarta:
salemba medika
Mckenzie.2007.
Text
Book
Of
Hematology. USA: William &
Walkins.
Musbikin. 2005. Panduan Bayi Ibu
Hamil
Dan
Melahirkan.
Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Musbikin. 2006. Kudidik Anakku Dengan
Bahagia. Yogyakarta:
Mitra
Pustaka.
138
Gambaran Kecemasan Primipara Dalam Perawatan Bayi Baru Lahir……….…Siti Aisah, Hal. 134-139
Musbikin. 2007.Persiapan Menghadapi
Persalinan. Yogyakarta: Mitra
Pustaka.
Nolan.
2003.
Kehamilan
Dan
Melahirkan. Jakarta: ARCAN.
Nursalam. 2009. Konsep Dan Penerapan
Metode
Penelitian
Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Selemba
Medika.
Pratiwi. 2010. Pengertian Kecemasan,
http.//psikologi.or.id./mycontes/u
ploads/2013/os/PengertianKecem
asanAxiety.P df.
( Diakses pada Tanggal 07 Juli
2013)
Prawiroharjo, Sarwono. 2008. Ilmu
Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka
Prawiroharjo, Sarwono. 2005. Masa nifas
(post
partum).www.wordpress.com.
Diakses tanggal 27 September
2013.
Puadiknakes. 2003. Asuhan Kebidanan
Postpartum. Jakarta: Pusdiknakes.
Robinson. 2002. Tanya jawab perawatan
bayi tahun pertama. Jakarta:
ARCA.
Rudolf, Abraham. (2006). Buku Ajar
Pediatrik. Edisi 20. Jakarta : EGC
Saleha. 2009.Asuhan kebidan pada masa
nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Sylvia D, Elvira.2006. Depresi Pasca
Persalinan. jakarta : FKUI
Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku
Keperawatan Jiwa. Jakarta. EGC
Stuart & Sundeen (1991), Buku saku
keperawatan jiwa,buku kedokteran
jiwa. Jakarta EGC.
Suci. 2007 . Imunisasi bayi 4 bulan
pertama. Dibuka pada 29 Juni
2013 dari
http://zandecella.wordprees.com/2
007/08/21/imunisasibay4bulanpert
ama)
Suherni, dkk. 2009. Perawatan masa
nifas. Yogyakarta. Fitramaya.
Soekidjo Notoatmodjo. 2003. Metodologi
Penelitan Kesehatan.: Rineka
Cipta, jakarta
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Suririnah.(2009) .Buku pintar kegamilan
dan persalinan . jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Varney, Helen. 2008. Buku ajar asuhan
kebidanan vol 2.Jakarta
Saifudin. 2006. Penyusunan skala
psikologis . Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.: EGC
139
Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Menstruasi……….…Sandi Satria, Hal. 140-147
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN SIKLUS
MENSTRUASI PADA SISWI KELAS XI JURUSAN
AKUNTANSI SMK I PANCASILA
AMBULU JEMBER
Sandi Satria.* Kiswati**, Akhmad Efrizal Amrullah***
*, *** Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember
** Poltekkes Kemenkes Malang
ABSTRACT
Adolescence is a period of transition that connects childhood to adulthood, the physical
changes seen in young women that is experiencing the menstrual cycle, one of the causes
of menstrual cycle disorders are psychological factors such as anxiety, in Indonesia the
number of young women who experience anxiety disorder by 20 %. The purpose of this
study was to determine the relationship between the level of anxiety with the menstrual
cycle. The method used is analytic correlation with cross-sectional design conducted in
May 2014, where the population is all class XI student majoring in accounting SMK I
Pancasila Ambulu, sampling technique using probability sampling proportionate to the
type of random sampling and obtained 110 student population, 78 as a sample. Methods of
data collection using questionnaires. The results of this study using the contingency
coefficient association test p value = 0.010 (Ho was rejected sig <0.05) means that there is
a significant relationship between the level of anxiety with the menstrual cycle and the
value of contingency coefficient = 0.308 correlation is weak but definitely means higher
levels of anxiety, the more high menstrual cycle disorders. Irregular menstrual cycles is
more common in moderate and severe levels of anxiety. It is recommended to treat anxiety,
especially in adolescents by means of support or motivation and knowledge of the wider
school education, especially for counseling teachers should pay attention to their students
with such anxiety can be overcome in order to maintain reproductive health in adolescents.
Keywords: Level of anxiety, menstrual cycle.
PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan masa
transisi dalam rentang kehidupan
manusia yang menghubungkan masa
kanak-kanak dan masa dewasa. Menurut
WHO batasan usia remaja adalah 12
sampai 24 tahun, sedangkan menurut
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja
Indonesia (SKRRI) tahun 2007, remaja
adalah laki-laki dan perempuan yang
belum kawin dengan batasan usia
meliputi 15-24 tahun (Wijaya, 2009).
Dalam periode ini terjadi perubahan yang
sangat pesat dalam dimensi fisik, mental
dan sosial. Masa ini juga merupakan
periode pencarian identitas diri, sehingga
remaja sangat mudah terpengaruh oleh
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
lingkungan.
Umumnya
proses
pematangan fisik lebih cepat dari
pematangan psikososialnya. Karena itu
sering kali terjadi ketidakseimbangan
yang menyebabkan remaja sangat sensitif
dan rawan terhadap cemas. Tugas-tugas
perkembangan pada masa remaja yang
disertai oleh berkembangnya kapasitas
intelektual, cemas dan harapan-harapan
baru yang dialami remaja membuat
remaja mudah mengalami gangguan baik
berupa gangguan pikiran, perasaan
maupun gangguan perilaku (Semiun,
2006). Remaja tidak saja mengalami
perubahan fisik , psikologi tetapi juga
sosial, spiritual Perubahan fisik yang
tampak dengan bertambahnya hormon
140
Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Menstruasi……….…Sandi Satria, Hal. 140-147
estrogen dan progesterone , Tanda-tanda
awal yaitu tumbuhnya payudara dan
rambut pubis. Tubuh tumbuh dengan
pesat dan memberi bentuk tubuh wanita.
Pubertas mencapai puncak pada awitan
menstruasi, periode menstruasi pertama
disebut menarche (Proverawati, 2009).
Siklus menstruasi merupakan
bagian dari proses regular yang
mempersiapkan tubuh wanita setiap
bulanya untuk kehamilan. Periode
pengeluaran darah, dikenal sebagai
periode menstruasi (atau mens, atau
haid),
(Sarwono,
2009).
Siklus
menstruasi biasanya dimulai pada wanita
muda umur 12-15 tahun (menarche) yang
terus berlanjut sampai umur 40-50 tahun
(menopause) tergantung pada berbagai
factor, termasuk kesehatan wanita, status
nutrisi, dan berat badan tubuh relative
terhadap tinggi tubuh. Pada umumnya
siklus menstruasi berlangsung 28 hari,
siklus normal 21-35 hari. Panjang daur
dapat bervariasi pada satu wanita selama
saat-saat yang berbeda dalam hidupnya,
dan bahkan dari bulan ke bulan
tergantung pada berbagai hal, termasuk
kesehatan fisik, emosi, dan nutrisi wanita.
Selama siklus menstruasi, ovarium
menghasilkan hormone estrogen dan
progesteron (Sarwono, 2009). Siklus
menstruasi meliputi perubahan siklus
didalam endokrin, ovarium, dan uterus.
Baik faktor fisiologis individu maupun
lingkungan
dapat
mempengaruhi
perubahan siklus ini (Manuaba, 2009).
Hipotalamus adalah sumber utama
kontrol hipotalamus dan mengatur
kelenjer hipofisis anterior melelui jalur
hormonal. Sebaliknya, kelanjar hipofisis
anterior mengatur ovarium dengan
hormon.
Akhirnya,
ovarium
menghasilkan
hormon
yang
mengendalikan perubahan yang terjadi
simultan dan selaras. Mood wanita dapat
berubah sejalan dengan siklus tersebut
karena adanya hubungan yang erat antara
hipotalamus
dan
korteks
serebri
(Manuaba, 2009). Faktor-faktor yang
dapat menyebabkan gangguan siklus
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
menstruasi (Sarwono, 2009) adalah:
Fungsi hormon terganggu, kelainan
sistemik, cemas, kelenjar gondok,
hormon prolactin berlebihan, kelainan
fisik. Dampak dari gangguan siklus
menstruasi seperti: Perdarahan rahim
menyimpang,
Perdarahan
diluar
menstruasi. Pada kelainan anatomis
terjadi perdarahan diantaranya pada
mulut rahim (keganasan, perlukaan, atau
polip). Pada badan rahim (mioma uteri
[tumor rahim]), pada lapisan dalam rahim
keguguran atau penyakit troboblast,
keganasan. Sedangkan pada kelainan
dapat berupa kehamilan tuba (diluar
kandungan) radang saluran telur sampai
keganasan tuba (Manuaba, 2009).
Kecemasan
(ansietas/anxiety)
adalah
gangguan
alam
perasaan
(affective) yang di tandai dengan
perasaan ketakutan atau kekhawatiran
yang mendalam dan berkelanjutan , tidak
mengalami gangguan dalam menilai
realitas (Reality Testing Ability/RTA, baik
mengalami keretakan pribadian / spliting
of personality) , perilaku terganggu tapi
masih dalam batas-batas normal.
Diperkirakan jumlah mereka yang
menderita gangguan kecemasan ini baik
akut maupun kronik normal atau
abnormal mencapai 5% dari jumlah
penduduk, dengan perbandingan antara
wanita dan pria 2 banding 1, dan
diperkirakan antara 2%-4% diantara
penduduk suatu saat dalam kehidupan
pernah mengalami gangguan cemas
(Hawari, 2013). Gejala kecemasan sangat
mempengaruhi siklus menstruasi pada
wanita, karena pesan sepanjang saraf di
dalam otak, tulang belakang dan seluruh
tubuh
(Sarwono,
2009).
Adanya
rangsangan
stressor
psikososial
mengakibatkan jaringan neuro di otak
ikut serta dalam memberikan sinyal
bahaya. Otak dapat secara konstan
mengirimi pesan bahwa ada sesuatu yang
salah dan memerlukan perhatian segera
(Nevid, 2005). Kebanyakan perempuan
terutama remaja yang sedang mengalami
ketidak-teraturan siklus menstruasi rentan
141
Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Menstruasi……….…Sandi Satria, Hal. 140-147
sekali terhadap depresi karena situasi
tersebut menimbulkan ketidakpastian
yang mengakibatkan kecemasan. Rasa
khawatir, takut, sedih, cemas dalam
dirinya adalah sebagai stressor yang
dapat mengakibatkan meningkatnya
kecemasan apabila ia tidak dapat
mengendalikan kesadaran dan bersifat
maladaptif (Hawari, 2013). Berdasarkan
data National Institute of Mental Healt
(2005) di Amerika Serikat terdapat 40
juta
orang
mengalami
gangguan
kecemasan pada usia 18 tahun sampai
pada usia lanjut. Di Indonesia jumlah
remaja putri yang mengalami gangguan
kecemasan sebesar 20% (Putri, 2007).
Pada Kabupaten Jember jumlah remaja
mengalami gangguan kecemasan setiap
tahun meningkat pada tahun 2012 sebesar
20 % dan pada tahun 2013 sebesar 25%
terkait masalah pembelajaran disekolah
(Dinkes jember, 2013). Data dari
Dipuskesmas Ambulu (2013), remaja
putri
yang
mengalami
gangguan
menstruasi sebesar 30% pada tahun 2013.
Dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Desty Nur Isnaenir
mahasiswa D IV Kebidanan Jalur
Reguler Universitas Sebelas Maret
Surakarta mengenai "Hubungan Antara
Stress Dengan Pola Menstruasi pada
Mahasiswi D IV Kebidanan Jalur Reguler
Universitas Sebelas Maret Surakarta"
diperoleh
kesimpulan
:
Terdapat
hubungan positif antara stres dengan pola
menstruasi pada mahasiswi D IV
Kebidanan Jalur Reguler Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Perbedaan
penelitian
ini
dengan
penelitian
sebelumnya adalah mengenai judul
penelitian, subyek penelitian, waktu
penelitian, uji statistik penelitian dan
instrumen
penelitian.
Penelitian
sebelumnya
mengenai
stress
hubungannya dengan pola menstruasi
menggunakan uji spearman rank
corelation dengan instrument penelitian
DASS 42 yang dimodifikasi. sedangkan
penelitian ini meneliti tentang tingkat
kecemasan hubungannya dengan siklus
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
menstruasi menggunakan uji Koefisien
Kontingensi dengan instrumen penelitian
HRS-A
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah analitik
korelasi, artinya setelah menggambarkan
secara keseluruhan kemudian dilakukan
analisa dengan pendekatan “Cross
Sectional” adalah penelitian untuk
mempelajari dinamika korelasi antara
faktor-faktor risiko dengan efek, dengan
cara
pendekatan,
observasi
atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu
saat (point time approach), artinya, tiap
subyek penellitian hanya diobservasi
sekali saja dan pengukuran dilakukan
terhadap status karakter atau variabel
subyek pada saat pemeriksaan. Hal ini
tidak berarti bahwa semua subyek
penelitian diamati pada waktu yang sama
(Notoatmodjo, 2005).
HASIL
Kegiatan penelitian ini di lakukan
SMK I Pancasila Ambulu-Jember dengan
menggunakan lembar kuesioner yang
diberikan langsung kepada siswi kelas XI
jurusan akuntansi SMK I Pancasila
Ambulu-Jember yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara tingkat
kecemasan dengan siklus menstruasi
pada siswi kelas XI jurusan akuntansi
SMK I Pancasila Ambulu-Jember.
Responden penelitian ini berjumlah 87
siswi yang diambil secara proposional
random sampling dari jumlah populasi
sebanyak 110 siswi. Hasil penelitian yang
telah dilakukan sebagai berikut :
1. Data Umum Responden
Data umum responden berisi tentang
karakteristik
responden
yang
merupakan hubungan antara tingkat
kecemasan dengan siklus menstruasi,
tetapi tidak termasuk dalam variabel
penelitian. Variabel yang dimaksud
adalah umur siswi kelas XI Jurusan
Akuntansi SMK I Pancasila AmbuluJember
142
Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Menstruasi……….…Sandi Satria, Hal. 140-147
a. Karakteristik Responden berdasarkan umur
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Umur Pada Siswi kelas XI Jurusan Akuntansi SMK I
Pancasila Ambulu-Jember
Umur
Frekuensi
Persentase
16
4
4.6%
17
80
92.0%
18
3
3.4%
Total
87
100.0%
2. Data Khusus Responden
Data khusus responden berisi tentang karakteristik responden yang termasuk dalam
variabel penelitian. Karakteristik yang dimaksud meliputi Tingkat Kecemasan, Siklus
menstruasi, dan hubungan Tingkat Kecemasan dengan Silkus Menstruasi .
a. Tingkat Kecemasan
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan pada Siswi kelas XI Jurusan Akuntansi
SMK I Pancasila Ambulu-Jember
Tingkat Kecemasan
Frekuensi
Persentase
Kecemasan Ringan
6 Siswi
6.9%
Kecemasan Sedang
34 Siswi
39.1%
Kecemasan Berat
47 Siswi
54.0%
Kecemasan Berat Sekali
0 Siswi
0.0%
Total
87 Siswi
100%
b. Siklus Mentruasi
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Siklus Menstruasi pada Siswi kelas XI Jurusan Akuntansi
SMK I Pancasila Ambulu-Jember.
Siklus Mentruasi
Frekuensi
Persentase
Teratur
43 siswi
49.4 %
Tidak teratur
44 siswi
50.6%
Total
87 siswi
100.0%
3. Hubungan Antara Tingkat Kecemasan dengan Siklus Menstruasi
Tabel 5.4. Distribusi hubungan antara tingkat kecemasan dengan siklus menstuasi pada Siswi
kelas XI Jurusan Akuntansi SMK I Pancasila Ambulu-Jember.
Tingkat Kecemasan
Cemas Ringan
Cemas Sedang
Cemas Berat
Cemas berat Sekali
Total
6
12
25
0
43
Siklus Menstruasi
Teratur
Tidak Teratur
0
22
22
0
44
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Persentase
6 (6,9%)
34 (39,1%)
47 (54,0%)
0 (0,0%)
87 (100%)
143
Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Menstruasi……….…Sandi Satria, Hal. 140-147
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh
hubungan tingkat kecemasan dengan
siklus menstruasi. Responden yang
mengalami tingkat kecemasan ringan
sebanyak 6 siswi (6,9%) , mengalami
siklus menstruasi teratur 6 siswi dan
siklus tidak teratur 0 siswi, kecemasan
sedang sebanyak 34 siswi (39,1%),
mengalami siklus menstruasi teratur 12
siswi dan siklus tidak teratrur 22 siswi,
kecemasan berat sebanyak 47 siswi
(54,0%), mengalami siklus menstruasi
teratur 25 siswi dan siklus tidak teratrur
22 siswi. Untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara Tingkat kecemasan
dengan
Siklus
menstruasi
maka
dilakukan analisis menggunakan uji
asosiasi Koefisien Kontingensi dengan
taraf signifikansi (p)<0.05 atau tingkat
kepercayaan 95%. Setelah dilakukan
perhitungan didapatkan nilai p = 0,010
(Ho ditolak karena nilai sig <0,05) dan
nilai Koefisien Kontingensi = 0,308. Hal
ini berarti bahwa ada hubungan secara
positif antara tingkat kecemasan dengan
siklus menstruasi pada siswi kelas XI
jurusan akuntansi SMK I AmbuluJember. Kriteria hasil nilai koefisien
kontingensi dengan kekuatan hubungan
rendah/lemah tapi pasti.
PEMBAHASAN
Tingkat Kecemasan
Dari hasil penelitian diperoleh
data seperti pada tabel 5.2 tentang tingkat
kecemasan siswi kelas XI jurusan
akuntansi SMK I Pancasila AmbuluJember yang mengalami kecemasan
ringan
sebanyak 6 siswi (6.9%),
kecemasan sedang sebanyak 34 siswi
(39.1%), kecemasan berat sebanyak 47
siswi (54,0%). Kondisi responden
sebagian besar mengalami gangguan
kecemasan sedang dan kecemasan berat,
dipengaruhi oleh faktor usia remaja
sebagai faktor mencari identitas sehingga
terjadi perubahan emosional yang tidak
stabil, tugas pembelajaran di sekolah dan
aktivitas pekerjaan di rumah, merasa
tidak mampu menghadapi persoalanpersoalan di dalam kehidupan yang
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
dihadapinya sehingga
mengakibatkan
terjadinya gangguan psikologis pada diri
remaja yaitu kecemasan . Hal ini sesuai
dengan teori managemen kecemasan,
ditandai dengan rasa khawatir, takut,
sedih, cemas dalam dirinya adalah
sebagai
stressor
yang
dapat
mengakibatkan meningkatnya kecemasan
apabila ia tidak dapat mengendalikan
kesadaran dan bersifat maladaptif
(Hawari, 2013).
Diperlukan
tindakan
untuk
mengatasinya, dengan cara terapi
psikososial untuk memulihkan kembali
kemampuan
adaptasi
agar
yang
bersangkutan dapat kembali berfungsi
secara wajar dalam kehidupan sehari-hari
baik di rumah, sekolah/kampus, di tempat
kerja maupun di lingkungan pergaulan
sosialnya. Remaja sebagai masa yang
rentan terhadap kecemasan, emosional
yang tidak stabil maka dengan melalui
pendekatan agama akan memberikan rasa
nyaman terhadap pikiran dan kedekatan
kepada Allah, dzikir dan doa-doa yang
disampaikan akan memberikan harapan
positif.
Pentingnya peran keluarga pada
remaja yang mengalami segala persoalan
dengan tugas-tugas nya baik dirumah
maupun disekolah untuk memberi
dukungan (support), oleh karena itu
peran keluarga cukup efektif dalam
mengurangi kecemasan, selain itu dengan
memberi konseling sehingga kehidupan
remaja lebih terarah dan termotivasi
untuk lebih baik lagi, konseling dapat
dilakukan secara efektif bila ada motivasi
dari kedua belah pihak, antara klien
(orang yang mendapat konsultasi) dan
konselor (orang yang memberikan
konsultasi)
Kondisi
tersebut
harus
diperhatikan mengenai hal-hal yang
menyebabkan kecemasan. Oleh karena
itu pengetahuan mengenai kecemasan
dan penanganannya perlu diketahui,
dengan harapan dapat teratasi gangguan
kecemasan dengan tindakan yang benar,
untuk mengatasi kecemasan khususnya
144
Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Menstruasi……….…Sandi Satria, Hal. 140-147
pada remaja dengan cara mendapat
dukungan atau motivasi baik dari diri
sendiri maupun dari orang lain, serta
mendapat pengetauhan yang lebih luas
dari pendidikan sekolah, khususnya untuk
guru konseling harus memperhatikan
anak didiknya sehingga dengan demikian
gangguan kecemasan pada remaja bisa
teratasi.
2. Siklus Menstruasi
Berdasarkan tabel 5.3 mengenai
siklus menstruasi, sebanyak 43 responden
(49.4%), mengalami siklus menstruasi
teratur, hal ini bahwa siswi kelas XI
jurusan akuntansi SMK I Pancasila
Ambulu-Jember yang mengalami siklus
menstruasi tidak teratur lebih banyak
yaitu 44 responden (50.6%). Kondisi ini
terjadi pada responden karna kurang
memperhatikan asupan mengenai gizi
seimbang, kurangnya waktu istirahat
sehingga menyebabkan hormon yang
dihasilkan oleh tubuh terganggu.
Kurangnya perhatian mengenai
kecemasan
sehingga
perempuan
mengalami gangguan kecemasan juga
dapat mengganggu sistem metabolisme
didalam tubuh, bisa saja karena stress/
cemas wanita jadi mulai lelah, berat
badan turun drastis, sakit-sakitan,
sehingga metabolismenya terganggu. Bila
metabolismenya
terganggu,
siklus
menstruasinya pun ikut terganggu.
Seorang perempuan khususnya
remaja
putri
sebaiknya
lebih
memperhatikan siklus menstruasi yang
dialami dari periode bulan ke bulan
berikutnya, untuk dapat mengetahui
teratur dan tidaknya siklus menstruasi,
dengan demikian bila mengalami siklus
tidak teratur dapat memeriksa keadaan
tersebut pada pusat pelayanan kesehatan
untuk mendapatkan tindakan lebih lanjut.
3. Hubungan
antara
tingkat
kecemasan
dengan
siklus
menstruasi
Dari analisis data menggunakan
uji asosiasi koefisien kontingensi dengan
taraf signifikansi (α) 0,05 atau tingkat
kepercayaan 95%, didapatkan nilai p=
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
0,010 (Ho ditolak nilai sig <0,05) berarti
ada hubungan signifikan antara tingkat
kecemasan dengan siklus menstruasi dan
nilai Koefisien Kontingensi= 0,308
korelasi lemah tapi pasti artinya semakin
tinggi tingkat kecemasan maka semakin
tinggi gangguan siklus menstruasi pada
siswi kelas XI jurusan akuntansi SMK I
Pancasila Ambulu-Jember.
Kesehatan reproduksi khususnya
remaja putri erat kaitannya dengan
menstruasi. Dimana tidak setiap remaja
mempunyai siklus menstruasi yang teratur,
siklus menstruasi yang tidak teratur ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagian
yaitu usia, asupan gizi dan gangguan
psikologis terhadap responden. Dalam
pengaruhnya terhadap siklus menstruasi,
kecemasan
melibatkan
system
neuroendokrinologi sebagai sistem yang
besar peranannya dalam reproduksi
wanita. Gangguan pada siklus menstruasi
ini melibatkan mekanisme regulasi
intergratif yang mempengaruhi proses
biokimia dan seluler seluruh tubuh
termasuk otak dan psikologis. Pengaruh
otak dalam reaksi hormonal terjadi
melalui jalur hipotalamus-hipofisisovarium yang meliputi multiefek dan
mekanisme kontrol umpan balik.
Pada keadaan cemas terjadi
aktivasi pada amygdala pada sistem
limbik. Sistem ini akan menstimulasi
pelepasan hormone dari hipotalamus
yaitu corticotropic releasing hormone
(CRH). Hormon ini secara langsung akan
menghambat sekresi GnRH hipotalamus
dari tempat produksinya di nukleus
arkuata. Proses ini kemungkinan terjadi
melalui penambahan sekresi opioid
endogen. Peningkatan CRH akan
menstimulasi pelepasan endorfin dan
adrenocorticotropic hormone (ACTH) ke
dalam darah. Peningkatan kadar ACTH
akan menyebabkan peningkatan pada
kadar kortisol darah. Pada wanita dengan
gejala amenore hipotalamik menunjukkan
keadaan
hiperkortisolisme
yang
disebabkan adanya peningkatan CRH dan
ACTH. Hormon-hormon tersebut secara
langsung
dan
tidak
langsung
145
Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Menstruasi……….…Sandi Satria, Hal. 140-147
menyebabkan penurunan kadar GnRH,
dimana melalui jalan ini maka kecemasan
menyebabkan
gangguan
siklus
menstruasi. Dari yang tadinya siklus
menstruasinya
normal
menjadi
oligomenorea atau polimenorea. Gejala
klinis yang timbul ini tergantung pada
derajat penekanan pada GnRH. Gejalagejala ini umumnya bersifat sementara
dan biasanya akan kembali normal
apabila kecemasan yang ada bisa diatasi,
panjang pendeknya siklus menstruasi ini
dipengaruhi oleh usia, berat badan,
aktivitas fisik, tingkat kecemasan, genetik
dan
gizi
(Wiknjosastro,2005,
Octaria,2009).
Rata-rata usia responden sekitar
16 – 18 tahun dengan tingkat kecemasan
rata-rata pada level kecemasan berat.
Jenis aktifitas yang dilakukan oleh
responden antara lain mengikuti kegiatan
pembelajaran sekolah secara rutin,
masalah internal pada dirinya sendiri ,
mengerjakan tugas-tugas sekolah , ikut
dalam organisasi sekolah maupun diluar
sekolah , dan mengikuti kursus yang
disediakan oleh lembaga sekolah seperti :
kursus bahasa jepang , bahasa inggris dan
kursus komputer. Oleh itu pengetahuan
mengenai
kecemasan
dan
penanganannya perlu diketahui, dengan
harapan
dapat
teratasi
gangguan
kecemasan dengan tindakan yang benar,
untuk mengatasi kecemasan khususnya
pada remaja dengan cara mendapat
dukungan atau motivasi baik dari diri
sendiri maupun dari orang lain, serta
mendapat pengetauhan yang lebih luas
dari pendidikan sekolah, khususnya untuk
guru
bimbingan
konseling
harus
memperhatikan anak didiknya dengan
demikian kecemasan bisa teratasi guna
menjaga kesehatan reproduksi pada
remaja
KESIMPULAN
1. Tingkat kecemasan pada siswi kelas
XI jurusan akuntansi SMK I Pancasila
Ambulu-Jember
sebagian
besar
mengalami kecemasan berat (54,0%).
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
2. Siklus
siswi kelas XI jurusan
akuntansi SMK I Pancasila AmbuluJember lebih dari separuh sebagian
besar mengalami siklus menstruasi
tidak teratur (50,6%).
3. Terdapat hubungan positif antara
tingkat kecemasan dengan siklus
menstruasi pada siswi kelas XI jurusan
akuntansi SMK I Pancasila AmbuluJember kekuatan korelasi lemah tapi
pasti dengan kriteria kontingensi =
0.308 artinya semakin tinggi tingkat
kecemasan maka semakin tinggi
gangguan siklus menstruasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M., & Asrori, M. (2010). Psikologi
remaja. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Arikunto S. (2010). Proses Penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta
Anonymous.
Pelayanan
kesehatan
perduli remaja (PKPR). (2013)
http://www.kesehatananak.depk
es.go.id/index.php?option=com_
content&view=article&id=68:pe
layanan-kesehatan-peduliremaja-pkpr&catid=39:subdit4&Itemid=82 Diakses tanggal
25 April 2013.
Bandiyah, S dan Lukaningsih, Z. (2011).
Psikologi
Kesehatan.
Yogyakarta: Muha Medika
Durand V., Barlow D., (2007). Intisari
Psikologi
Abnormal.
Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Hidayat A.A., (2007). Metode Penelitian
Keperawatan
dan
Teknik
Analisa Data. Jakarta. Salemba
Medika.
Isnaeni, D. N. (2010). Hubungan antara
stres dengan pola menstruasi
pada mahasiswa D IV kebidanan
jalur reguler Unibersitas Sebelas
Maret
Surakarta.
ari
http://eprints.uns.ac.id/192/1/165
240109201010581.pdf (Diakses
tanggal 25 April)
Kurniawan, Deny ., (2008). Kofisien
Kontingensi.
146
Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Siklus Menstruasi……….…Sandi Satria, Hal. 140-147
http://inetdeni.wordpress.com
(Diakses tanggal 1 Mei 2014)
Manuaba I.B.G., (2009). Memahami
Kesehatan
Reproduksi
Wanita.Jakarta. Arcan.
Mahbubah Atik. (2006). Hubungan Stres
dengan Siklus Menstruasi pada
Wanita Usia 20-29 Tahun di
Kelurahan
Sidoharjo,
Kecamatan Pacitan, Kabupaten
Pacitan.
Skripsi.
http://eprints.undip.ac.id
(Diakses pada tanggal 25 Maret
2013)
Nevid J., Rathus S., Greene B., (2005).
Psikologi Abnormal. Jakarta:
Erlangga
Nursalam,
(2013).
Konsep
dan
Penerapan
Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Proverawati.
(2009).
Menarche
Menstruasi Pertama Penuh
Makna.
Yogyakarta:
Nuha
Medika
Prawirohardjo, Sarwono. (2008). Ilmu
Kandungan
Edisi
Kedua,
Cetakan IV. Jakarta : PT.
Yayasan Bina Pustaka.
Putri. (2007). “Gangguan Kecemasan”.
(Online).
(http://www.pikirdongorg./
index.php? option-com, (diakses
28 Maret 2013).
Samadi. (2004). Bersahabat dengan Putri
Anda. Jakarta: Pustaka Zahra
Sarwono sarlito. (2010). Psikoloi remaja:
GRAFINDO PERSADA; Jakarta
Setiawan, A dan Saryono. (2007).
Metodologi
Penelitian
Kebidanan. Yogyakarta: Muha
Medika.
Saryono.
(2009).
Sindrom
Premenstruasi.:NUHA MEDIKA;
2009
Stuart, G W. (2007). Buku Saku
Keperawatan Jiwa Edisi
5.
Jakarta: EGC.
Sugiyono, (2009). Statistik untuk
Penelitian. Bandung: Alfabeta.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Semiun Y., (2006). Kesehatan Mental 1.
Jakarta Kanisius.
Wijaya, A (2009). Pelayanan Kesehatan
Peduli
Remaja.Bersumber
darihttp://www.infodokterku.co
m. (diakses pada tanggal 1april
2014).
147
Hubungan Pelayanan Posyandu Balita…………………………………..……Dony Setiawan HP, Hal. 148-154
HUBUNGAN PELAYANAN POSYANDU BALITA DENGAN
TINGKAT KEPUASAN IBU BALITA TENTANG POSYANDU DI
DESA DARSONO RT 2 RW 1 WILAYAH KERJA PUSKESMAS
ARJASA KABUPATEN JEMBER
Dony Setiawan HP*, Zidni Nuris Y**, Firdha Novitasari ***
*, **, *** Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember
ABSTRACT
Elderly posyandu is an integrated service post for the community elderly in a certain areas that
have been agreed, which is driven by the community where they can get health care. The design of
this study using a descriptive cross-sectional correlative approach, with variable levels of service
satisfaction posyandu elderly and elderly. The population in this study is the elderly who live in the
Village I Village Sukorambi Krajan RW Sukorambi Jember District. Lansianya amount is 127
people. The sampling technique used was simple random sampling techniques (simple random
sampling). The samples used were as many as 96 elderly people by using simple random sampling
technique sampling. Retrieval of data using a questionnaire enclosed with the form of answers to a
graduated scale, which is measured at the time of completion of the activity in the elderly posyandu
elderly. Based on the analysis of the data processed using spearman rho showed a direct
relationship between service satisfaction levels posyandu elderly by the elderly in Hamlet Krajan
Work Area Health Center Sukorambi Jember with p-value 0.000. The conclusion of this study is
that there is a relationship posyandu elderly with satisfaction levels in elderly Hamlet Village
Krajan RW I Sukorambi Work Area Health Center Sukorambi Sukorambi Jember District.
Recommendations of this study is posyandu seniors who routinely carried out 1 time a month, can
be applied in elderly health care in posyandu elderly.
Key words: Elderly Posyandu Services, Elderly, Elderly Satisfaction Levels
PENDAHULUAN
Balita adalah anak yang berusia
dibawah lima tahun. Masa Balita
merupakan usia penting dalam tumbuh
kembang anak secara fisik. Pada usia
tersebut, pertumbuhan seorang anak
sangatlah pesat sehingga memerlukan
asupan gizi yang sesuai dengan
kebutuhannya. Kondisi kecukupan gizi
tersebut sangatlah berpengaruh dengan
kondisi
kesehatan
secara
berkesinambungan pada masa mendatang
(Nursalam,2005:27).
Secara demografis, berdasarkan
sensus penduduk tahun 1990, jumlah
balita sebesar 11,3 juta (6,4%) dari
jumlah penduduk. Pada tahun 2000,
diperkirakan meningkat sekitar 15,3 juta
(7,4%) dari jumlah balita, dan pada tahun
2005, jumlah ini diperkirakan meningkat
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
menjadi 18,3 juta (8,5%) (Nugroho,
2008). Secara umum, tingkat kesehatan
masyarakat Indonesia terkait erat
kaitannya
dengan
meningkatnya
kesejahteraan kesehatan balita.
Berdasarkan
paparan
diatas
peneliti dapat menyimpulkan bahwa
peningkatan jumlah balita yang terus
menerus setiap tahunnya membuat tenaga
keperawatan berpikir untuk mengatasi
kesehatan para balita. Pembangunan
kesehatan adalah bagian integral dari
program
pembangunan
secara
keseluruhan. Jika dilihat dari kepentingan
masyarakat, pembangunan kesehatan
masyarakat desa merupakan kegiatan
swadaya masyarakat yang bertujuan
meningkatkan kesehatan masyarakat
melalui perbaikan status kesehatan. Jika
dilihat dari kepentingan pemerintah,
148
Hubungan Pelayanan Posyandu Balita…………………………………..……Dony Setiawan HP, Hal. 148-154
maka
pembangunan
kesehatan
masyarakat desa merupakan usaha
memperluas jangkauan layanan kesehatan
baik oleh pemerintah maupun swasta
dengan peran aktif dari masyarakat
sendiri.
Keberhasilan
pelaksanaan
pembangunan dalam bidang kesehatan
sangat tergantung pada peran aktif
masyarakat yang bersangkutan.
Dalam rangka menuju masyarakat
yang
adil
dan
makmur
maka
pembangunan dilakukan di segala bidang.
Pembangunan di bidang kesehatan
mempunyai arti yang penting dalam
kehidupan nasional,khususnya didalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan.
Untuk mencapai keberhasilan tersebut
erat kaitannya dengan pembinaan dan
pengembangan sumber daya manusia
sebagai modal dasar pembangunan
nasional.
Hal ini merupakam suatu upaya
yang besar sehingga tidak dapat
dilaksanakan hanya oleh pemerintah
melaikan perlu peran serta masyarakat.
Untuk mempercepat angka penurunan
tersebut diperlukan keaktifan peran serta
masyarakat dalam mengelola dan
memanfaatkan
Posyandu
karena
Posyandu adalah milik masyarakat,
dilaksanakan oleh masyarakat dan
ditujukan untuk kepentingan umum.
Dimana kegiatan tersebut dilaksanakan
oleh kader-kader kesehatan yang telah
mendapatkan pendidikan dan pelatihan
dari puskesmas mengenai pelayanan
kesehatan dasar. Untuk mewujudkan
tujuan posyandu tersebut maka perlu
dibarengi dengan mutu pelayanan
kesehatan yang berkualitas oleh kader
posyandu.
Banyak
faktor
yang
mempengaruhi
keaktifan
kader
diantaranya pengetahuan kader tentang
posyandu, pengetahuan kader tentang
posyandu akan berpengaruh terhadap
kemauan dan perilaku kader untuk
mengaktifkan
kegiatan
posyandu,
sehingga
akan
mempengaruhi
terlaksananya program kerja posyandu.
Perilaku yang didasari pengetahuan akan
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
lebih langgeng dari pada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan.
Selain pengetahuan kader tentang
posyandu,
keaktifan
kader
juga
dipengaruhi oleh motivasi baik dari
dalam diri kader sendiri ataupun dari
pihak luar seperti dukungan yang positif
dari berbagai pihak diantaranya kepala
desa, tokoh masyarakat setempat,
maupun dari petugas kesehatan setempat,
fasilitas yang memadai (mengirimkan
kader kepelatihan-pelatihan kesehatan,
pemberian buku panduan, mengikuti
seminar-seminar
kesehatan),
penghargaan, kepercayaan yang diterima
kader dalam memberikan pelayanan
kesehatan mempengaruhi aktif tidaknya
seorang kader posyandu. Penghargaan
bagi kader dengan mengikuti seminarseminar kesehatan dan pelatihan serta
pemberian
modul-modul
panduan
kegiatan pelayanan kesehatan. Dengan
kegiatan tersebut diharapkan kader
mampu dalam memberikan pelayanan
kesehatan dan aktif datang disetiap
kegiatan posyandu.
Berdasarkan penelitian terkait,
dari penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan oleh mahasiswa Program S1
Keperawatan PSIK FK Universitas
Sumatra Utara, disitu menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang erat
antara pelayanan posyandu balita dengan
tingkat kepuasan Ibu Balita. Pelayananan
yang diberikan petugas posyandu kepada
balita akan memberikan gambaran
tentang kepuasan. Kepuasan baik apabila
pelayanan yang diterima lebih besar dari
harapan. Kepuasan cukup apabila
pelayanan yang diterima sama dengan
harapan. Kepuasan kurang apabila
pelayanan yang diterima lebih kecil/ jauh
dari harapan.
Berdasarkan studi pendahuluan di
Desa Darsono RT 02 RW 01 bahwa, 26
Ibu Balita mengatakan bahwa sangat
membutuhkan sekali adanya pelayanan
kesehatan bagi para balita di posyandu
balita. Ada 26 ibu balita juga mengatakan
bahwa banyak diantara mereka yang
149
Hubungan Pelayanan Posyandu Balita…………………………………..……Dony Setiawan HP, Hal. 148-154
kesehatan
fisiknya
terganggu.
Berdasarkan paparan di atas maka
peneliti mengambil Desa Darsono RT 02
RW 01 sebagai lokasi penelitian, karena
Desa Darsono.
Jumlah balita yang tercatat dalam daftar
anggota posyandu balita di Desa Darsono
RT 02 RW 01 dengan jumlah balita 40
orang. Dalam pelaksanaan posyandu
bulan Maret, yang datang ke posyandu
sejumlah 25 balita. Dari kehadiran balita
yang datang ke posyandu balita hanya 25
orang. Berdasarkan paparan diatas
peneliti menggambarkan bahwa ada
permasalahan terkait dengan perhatian
pada balita. Bahwa terdapat 25 balita
yang datang dari 40 jumlah balita yang
tercatat di Desa Darsono RT 02 RW 01.
Posyandu balita ini diaktifkan kembali
dan telah berjalan mulai bulan Maret
2011 sampai sekarang. Oleh karena itu
peneliti ingin mengetahui seberapa
tingkat kepuasan ibu balita tentang
pelayanan kesehatan yang diberikan di
posyandu balita.
mencari, menjelaskan suatu hubungan,
memperkirakan,
dan
menguji
berdasarkan teori yang ada. Penelitian
korelasional bertujuan mengungkapkan
hubungan
korelatif
antarvariabel.
Hubungan korelatif mengacu pada
kecenderungan bahwa variasi suatu
variabel diikuti oleh variabel yang lain.
Sedangkan model pendekatan yang
digunakan adalah Cross Sectional yaitu
jenis penelitian yang menekankan pada
waktu pengukuran/ observasi data
variabel independen dan dependen hanya
satu kali pada suatu saat (Nursalam,
2009).
Pada penelitian yang akan dilakukan,
pengambilan sampel yang digunakan
adalah tehnik simple random sampling
(pengambilan sampel secara acak
sederhana). Hakikat dari pengambilan
sampel secara acak sederhana adalah
bahwa setiap anggota atau unit dari
populasi mempunyai kesempatan yang
sama untuk diseleksi sebagai responden
di Desa Darsono RT 2 RW 1 Kecamatan
Arjasa Kabupaten Jember.
Untuk mencari hubungan antara kedua
variabel dihitung dengan ”spearman rho”
menggunakan program spps for windows
dengan derajat kemaknaan α = 0.05
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini menggunakan
rancangan
penelitian
korelasional.
Penelitian
korelasional
mengkaji
hubungan antara variabel. Peneliti dapat
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Data Umum
Data umum berisi tentang usia ibu balita, tingkat pendidikan, pekerjaan, yang disajikan
dalam bentuk tabel dan narasi sebagai berikut :
a.
Deskripsi Hasil Wawancara Responden Berdasarkan Usia
Tabel 5.1 Deskripsi Hasil Wawancara Responden Berdasarkan Usia di Desa Darsono RT 2
RT 1 Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember bulan Mei-Juli 2011
No
1.
2.
b.
Usia (tahun)
20-25
26-35
Total
Jumlah
25
11
36
Persentase (%)
68,75
31,25
100
Deskripsi Hasil Wawancara Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
150
Hubungan Pelayanan Posyandu Balita…………………………………..……Dony Setiawan HP, Hal. 148-154
Tabel 5.2 Deskripsi Hasil Wawancara Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Responden di Desa Darsono RT 2 RW 1 Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten
Jember bulan Mei-Juli 2011
Kriteria Pendidikan
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
Jumlah
c.
Jumlah
20
14
2
0
36
Persen (%)
57,29
26,04
16,67
0
100
Deskripsi Hasil Wawancara Responden Berdasarkan Bekerja/ Tidak
Tabel 5.3 Deskripsi Hasil Wawancara Responden Berdasarkan Bekerja/ Tidak Responden
di Desa Darsono RT 2 RW 1 Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jemberbulan
Mei-Juli 2011
Kriteria Pekerjaan
Tidak Bekerja
Bekerja
Jumlah
A.
Jumlah
30
6
36
Persen (%)
72,92
27,08
100
Data Khusus
Data khusus merupakan kelompok data yang terdapat dalam variabel penelitian. Yaitu
variabel independen adalah pelayanan posyandu balita dan variabel dependen adalah
tingkat kepuasan ibu balita. Variabel-variabel itu Hubungan Pelayanan Posyandu balita
Dengan Tingkat Kepuasan ibu balita Di Desa Darsono RT 2 RW 1 Wilayah Kerja
Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember serta hubungan antara kedua variabel tersebut.
1. Pelayanan Posyandu Balita
Tabel 5.4 Deskripsi Hasil Pelayanan Posyandu Balita Menurut Responden Di Desa
Darsono RT 2 RW 1 Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember bulan Mei - Juli
2011
No.
Jumlah
Persentase (%)
Baik
30
63,8
Cukup
10
21,3
Kurang
7
14,9
Total
47
100
1. Tingkat Kepuasan Balita
Tabel 5.5 Deskripsi Hasil Tingkat Kepuasan Balita Di Desa Darsono RT 2 RW 1 Wilayah
Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember bulan Mei - Juli 2011
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
151
Hubungan Pelayanan Posyandu Balita…………………………………..……Dony Setiawan HP, Hal. 148-154
No.
Sangat Puas
Puas
Kurang Puas
Total
1.
Jumlah
87
9
0
96
Persentase (%)
90,62
9,38
0
100
Hubungan Pelayanan Posyandu Balita Dengan Tingkat Kepuasan Balita Di Dusun
Krajan Wilayah Kerja Puskesmas Sukorambi Kabupaten Jember bulan Mei - Juli
2011.
Tabel 5.6 Tabel Kontingensi Antara Pelayanan Posyandu Balita Dengan Tingkat
Kepuasan Balita Di Desa Darsono RT 2 RW 1 Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa
Kabupaten Jember bulan Mei - Juli 2011
Tingkat
Kepuasan Balita
Pelayanan Posyandu Balita
Jumlah
Cukup
(%)
Baik
(%)
Puas
2
2,08%
6
6,25%
8
Sangat Puas
Total
30
32
31,25%
58
64
60,41%
88
96
PEMBAHASAN
Hasil
analisis
data
teknik
Spearman Rho pada tabel 5.7 didapatkan
nilai p ini 0,000 <  (0,05) sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara Pelayanan
Posyandu Balita Dengan Tingkat
Kepuasan Ibu Balita Di Dusun Krajan
Wilayah Kerja Puskesmas Sukorambi
Kabupaten Jember. Sedangkan untuk
hasil perhitungan nilai Rho didapatkan
hasil 0,602. Maka jika dihubungkan
dengan nilai korelasi menurut Guildford,
1987 dapat diartikan bahwa antara
Pelayanan Posyandu Balita Dengan
Tingkat Kepuasan Balita di Dusun Krajan
Wilayah Kerja Puskesmas Sukorambi
Kabupaten Jember mempunyai hubungan
yang tinggi sekali atau hubungan tidak
dapat diabaikan.
Setelah melakukan penelitian
terhadap Hubungan Pelayanan Posyandu
Balita Dengan Tingkat Kepuasan Balita
Di Desa Darsono RT 2 RW 1 Wilayah
Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten
Jember bulan Mei - Juli 2011 terlihat
pada tabel kontingensi (tabel 5.6) yang
menunjukkan bahwa dari Pelayanan
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Posyandu Balita yang cukup dengan
Tingkat Kepuasan Balita yang puas
sebanyak
2
responden
(2,08%),
Pelayanan Posyandu Balita yang baik
dengan Tingkat Kepuasan Balita yang
puas sebanyak 6 responden (6,25%),
Pelayanan Posyandu Balita yang cukup
dengan Tingkat Kepuasan Balita yang
sangat puas sebanyak 30 responden
(31,25%), Pelayanan Posyandu Balita
yang baik dengan Tingkat Kepuasan
Balita yang sangat puas sebanyak 58
responden (60,41%).
Sebagaimana telah diuraikan di
atas bahwa kepuasan merupakan fungsi
dari kesan harapan dan kinerja (Tjiptono,
2001). Diketahui bahwa ada dua variabel
yang menentukan kepuasan pelanggan
yaitu expectation dan performance.
Dari
analisis
data
teknik
Spearman Rho pada tabel 5.7 didapatkan
nilai p ini 0,000 <  (0,05), sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara Pelayanan
Posyandu Balita Dengan Tingkat
Kepuasan Balita Di Dusun Krajan
Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa
Kabupaten Jember, sedangkan untuk
152
Hubungan Pelayanan Posyandu Balita…………………………………..……Dony Setiawan HP, Hal. 148-154
hasil perhitungan nilai Rho didapatkan
hasil 0,602. Maka jika dihubungkan
dengan nilai korelasi dapat diartikan
bahwa antara Pelayanan Posyandu Balita
Dengan Tingkat Kepuasan Balita Di Desa
Darsono RT 2 RW 1 Wilayah Kerja
Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember
mempunyai hubungan yang kuat atau
hubungan
tidak
dapat
diabaikan
(Nursalam, 2009). Dari penelitian yang
telah dilakukan terbukti bahwa pelayanan
posyandu balita yang dilaksanakan
dengan baik maka berdampak pada
tingkat kepuasan balita yang sangat puas
terhadap pelayanan kesehatan yang
diberikan di posyandu balita.
Dari
analisis
data
teknik
Spearman Rho pada tabel 5.7 didapatkan
nilai p ini 0,000 <  (0,05), sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara Pelayanan
Posyandu Balita Dengan Tingkat
Kepuasan Balita Di Dusun Krajan
Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa
Kabupaten Jember, hal ini disebabkan
karena
hasil
daripada
pelayanan
posyandu balita dengan tingkat kepuasan
balita itu adalah sama. Artinya Pelayanan
posyandu balita yang baik akan
memberikan kepuasan yang sangat puas
pada pelanggannya dan itu terbukti di
dusun Krajan wilayah kerja Puskesmas
Arjasa Kabupaten Jember. Adapun
beberapa variabel yang mempengaruhi
tingkat kepuasan balita di dusun Krajan
wilayah kerja Puskesmas Arjasa,
diantaranya adalah umur, pendidikan,
bekerja atau tidak, jarak posyandu ke
rumah.
Variabel
inilah
yang
menyebabkan
adanya
Hubungan
Pelayanan Posyandu Balita Dengan
Tingkat Kepuasan Balita Di Dusun
Krajan Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa
Kabupaten Jember.
Umur sangat berpengaruh terhadap
kriteria untuk dijadikan responden dalam
penelitian ini, sehingga sampel yang
diambil tepat sasaran untuk dijadikan
responden.
Pendidikan
sangat
berpengaruh terhadap apa yang ditangkap
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
saat mendapatkan pelayanan di posyandu
balita,
serta
kecakapan
dalam
berkomunikasi dengan petugas posyandu
balita. Bekerja atau tidak responden ini
juga berpengaruh terhadap adanya
hubungan kedua variabel karena jika
balita di bekerja maka jelas bahwa balita
tersebut memiliki hubungan sosial yang
lebih erat dengan orang lain daripada
balita yang tidak bekerja yang hanya
dirumah. Jarak antara posyandu balita
dengan rumah balita sangat penting sekali
karena sangat berpengaruh terhadap
kedua variabel penelitian ini. Jarak itu
menentukan banyak tidaknya balita yang
datang ke posyandu balita.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan maka dapat disimpulkan halhal sebagai berikut :
1. Pelayanan posyandu balita di Desa
darsono Wilayah Kerja Puskesmas
Arjasa Kabupaten Jember yang
terbanyak adalah dalam kategori
baik, yaitu 63 responden (65,62%).
2. Tingkat kepuasan ibu balita di Desa
darsono Wilayah Kerja Puskesmas
Arjasa Kabupaten Jember yang
terbanyak adalah dalam kategori
sangat puas, yaitu 87 responden
(90,62%).
3. Ada Hubungan Pelayanan Posyandu
Balita Dengan Tingkat Kepuasan Ibu
Balita di Desa darsonoRW I Desa
Arjasa Wilayah Kerja Puskesmas
Arjasa Kecamatan Arjasa Kabupaten
Jember.
DAFTAR PUSTAKA
Notoatmodjo,
Soekidjo.
2005.
Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian
Ilmu
Keperawatan.
Jakarta:
Salemba Medika
Pohan, Imbalo S. 2007. Jaminan Mutu
Layanan Kesehatan: Dasar-dasar
Pengertian
dan
Penerapan.
Jakarta: EGC
153
Hubungan Pelayanan Posyandu Balita…………………………………..……Dony Setiawan HP, Hal. 148-154
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan. Edisi
4. Volume 1. Jakarta: EGC
MH, Pribadi Zen. 2013. Panduan
Komunikasi Efektif Untuk Bekal
Keperawatan
Profesional.
Jogakarta: D-Medika
Rita
Yusnita.
2012.
Hubungan
Komunikasi Teurapetik Bidan
Dengan Kecemasan Ibu Bersalin
Di Ruang Kebidanan Dan
Bersalin Rumah Sakit Umum
Daerah
Kabupaten
Pidie.
(Online).
(http://www.eprints.undip.ac.id
diakses tanggal 1 Mei 2014)
Rizky Hardhiyani 2013. Hubungan
Komunikasi Terapeutik Perawat
Dengan Motivasi Sembuh Pada
Pasien Rawat Inap. (Online).
(http://journal.unnes.ac.id/sju/ind
ex.php/dcp diakses pada tanggal 1
Mei 2014)
Rohani & Hingawati Setio. 2013.
Panduan Praktik Keperawatan.
Yogyakarta: PT. Citra Aji
Pramana
Simatupang,
Erna
Juliana.
2008.
Manajemen
Pelayanan
Kebidanan. Jakarta: EGC
Tamsuri, Anas. 2005. Konseling dalam
Keperawatan. Jakarta: EGC
Triatmojo. 2007. Mengukur Kepuasan
Pelanggan.
(Online).
(http://www.triatmojo.wordpress.
com diakses tanggal 12 April
2014)
Wahyudin, Uud. 2009. Membangun
Komunikasi Terapeutik. (Online).
(http://www.m.kompas.com
diakses tanggal 18 Mei 2012)
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
154
Perbedaan Tingkat Tekanan Darah…………………………………..…………Eko Bagus Santoso, Hal. 155-161
PERBEDAAN TINGKAT TEKANAN DARAH SEBELUM DAN SESUDAH
DILAKUKAN TINDAKAN AKUPRESUR PADA PENDERITA HIPERTENSI
LANSIA DI PSLU PUGER KABUPATEN JEMBER
Eko Bagus Santoso*, Arif Judi Susilo**, Andi Eka Pranata***
*, *** STIKES dr.Soebandi Jember
**Poltekkes Kemenkes Malang
ABSTRACT
Problem of hypertension in the elderly is often found to be a major factor for coronary
disease. Elderly In Social Institution Puger Jember, there are number of elderly who suffer
from hypertension as much as 50%. Penatalaksaan hypertension in the elderly is essential
to lower blood pressure by pharmacological therapy and non-pharmacological therapy.
One of the non-pharmacological therapy in hypertension by using acupressure. The
purpose of the study was to determine differences in the level of blood pressure before and
after the act of acupressure in elderly hypertensive patients in PSLU Puger Jember. Preexperimental research design plan design with one group pretest-posttest design. The
population in this study as many as 70 people. The sampling technique used is random
sampling. According to the experimental sample size Roscoe number of sample members
10 s / d 20, then obtained a sample of 14 people. The results showed that prior to the act of
acupressure most respondents have a category of blood pressure levels as much as level 1
(64.3%). Most respondents after acupressure action has a category 1 level of blood
pressure levels as much (85.7%). Based on the analysis of matched pairs Wilcoxon test p
value = 0.083, p value (<0.05). It can be concluded that Ho accepted levels of blood
pressure before and after the action of acupressure are the same. Suggestions for further
research should be very familiar with the mechanism of implementation acupressure
meridian points are pressed to the right and lead to positive outcomes for the elderly.
Keywords: level of blood pressure, acupressure
PENDAHULUAN
Hipertensi atau tekanan darah
tinggi sering disebut sebagai the silent
kiler (pembunuh diam-diam) karena
penderita tidak tahu bahwa dirinya
menderita
hipertensi.
Hipertensi
merupakan faktor resiko ketiga terbesar
yang menyebabkan kematian dini karena
dapat memicu terjadinya gagal jantung
kongestif serta penyakit cerebovaskuler.
Hipertensi pada lansia dicirikan dengan
hipertensi sistolik terisolasi, tekanan
sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih
tetapi tekanan diastolik lebih dari 90
mmHg dan tekanan diastolik masih
dalam kisaran normal, keadaan ini
biasanya ditemukan pada orang yang
telah berusia 50 tahun ke atas dan
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
memastikan hipertensi. (Widyanto &
Triwibowo, 2013: 113).
Dr Margaret Chan, Direktur Jendral
World Health Organization, mengatakan
bahwa Setiap tahun tekanan darah tinggi
menyumbang kepada kematian hampir
9,4 juta orang. Penyakit hipertensi
menjadi penyebab kematian di seluruh
dunia, yaitu sekitar 13% dari total
kematian
(Murti,
Ismonah
dan
Wulandari, 2011). Dari 70% penderita
hipertensi yang di ketahui hanya 25%
yang mendapat pengobatan, dan hanya
12,5% yang diobati dengan baik.
Diperkirakan sampai tahun 2025 tingkat
terjadinya tekanan darah tinggi akan
bertambah 60%, dan akan mempengaruhi
1,56 milyar penduduk di seluruh dunia
155
Perbedaan Tingkat Tekanan Darah…………………………………..…………Eko Bagus Santoso, Hal. 155-161
(Depkes RI, 2007). Prevalensi hipertensi
di Indonesia sebesar 26,5 persen, di Jawa
Timur prevalensi hipertensi didapatkan
sebesar 26,2 persen dan di Jember jumlah
penderita hipertensi sebanyak 69.000
kasus (RISKESDAS, 2013). Dampak
masalah hipertensi pada lanjut usia
cenderung kearah penyakit degeneratif.
Penyakit
jantung
iskemik,
serebrovaskuler atau penyakit pembuluh
darah otak yang menyebabkan kematian
urutan
pertama,
selain
penyakit
neoplasma dan saluran pernafasan
(Nugroho, 2008: 7).
Seiring dengan bertambahnya usia
juga akan meningkat tekanan darah,
apabila seseorang mencapai puncaknya
yaitu lansia terjadi pengkakuan pembuluh
darah
dan
penurunan
kelenturan
(complience) arteri yang mengakibatkan
peningkatan tekanan darah sesuai dengan
umur. Selain itu komplikasi yang
disebakan oleh hipertensi adalah penyakit
jantung koroner, gagal ginjal, stroke dan
penyakit
pada
pembuluh
darah.
Penatalaksaan hipertensi pada lanjut usia
sangatlah penting untuk menurunkan
tekanan darah yaitu dengan terapi
farmakologi dan terapi non farmakologi.
Terapi farmakologi yang selama ini
diberikan di Panti Sosial Lanjut Usia
Puger
Kabupaten
Jember
adalah
pemberian obat captopril. Efek samping
dari pemberian terapi farmakologi adalah
pusing, sakit kepala dan lemas.
Sedangkan terapi nonfarmakologi yang
diberikan adalah senam setiap hari selasa
dan jum'at, pengajian setiap hari rabu,
dan pemberian teh bunga rosella. Salah
satu terapi non farmakologi yang kini
sedang di kembangkan adalah dengan
akupresur (Hartono, 2012: 3).
Akupresur
merupakan
terapi
komplementer untuk menyeimbangkan
sistem saraf dan sistem endokrin. Proses
akupresur dalam menurunkan tekanan
darah yaitu dengan menciptakan sensasi
rasa (nyaman, pegal, panas, gatal,
kesemutan, dan perih) pada
saat
diberikan terapi, apabila sensasi tersebut
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
tercapai maka sirkulasi darah dalam
tubuh
akan
lancar,
juga
dapat
merangsang
keluarnya
hormon
endomorfin, yaitu hormon sejenis morfin
yang dihasilkan dari dalam tubuh untuk
memberikan rasa tenang (Hartono, 2012:
63).
Berdasarkan studi pendahuluan
yang dilakukan di Panti Sosial Lanjut
Usia Puger Kabupaten Jember, terdapat
jumlah lanjut usia sebanyak 140 orang
dari total lanjut usia dengan jumlah
penderita hipertensi sebanyak 70 orang.
Sehingga perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui perbedaan tekanan
darah sebelum dan sesudah dilakukan
tindakan akupresur pada penderita
hipertensi lansia di Panti Sosial Lanjut
Usia Puger Kabupaten Jember.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah
komparatif dengan pendekatan Pra
Experiment Design. menggunakan One
Group Pretest-Posttest Design. Dalam
desain ini terdapat pretest, sebelum diberi
perlakuan. Populasi dalam penelitian ini
adalah semua lansia di PSLU Puger
Kabupaten Jember yang menderita
hipertensi, yaitu berjumlah 70 orang.
Tehnik pengambilan sampel pada
penelitian ini menggunakan Probability
Sampling. Tehnik Probability Sampling
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Simple Random Sampling. Dalam
penelitian ini pengambilan sampel
dengan cara undian (lotre) dari jumlah 70
orang diambil 14 orang sample.
Kemuadian
responden
diberikan
perlakuan akupresur selama 10 menit dan
diulang selama 6 hari.
Setelah itu
responden dilakukan post test dengan
mengukur tekanan darah nya kembali
Alat pengumpulan data untuk
tindakan
akupresur
menggunakan
checklist observasi dan untuk tekanan
darah
menggunakan
alat
sfigmomanometer merek ABN yang
hasilnya ditabulasikan pada lembar
observasi.
156
Perbedaan Tingkat Tekanan Darah…………………………………..…………Eko Bagus Santoso, Hal. 155-161
Uji statisitik yang digunakan adalah
uji comparasi dua sampel bepasangan
menggunakan uji Wilcoxon Matched
Pairs dengan tingkat kepercayaan 95% (α
< 0,05).
HASIL
Data Umum
Data umum mengenai karakteristik responden meliputi jenis kelamin dan actor
herediter hipertensi,
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin di UPT PSLU Puger
Kabupaten Jember Tahun 2014
No Jenis
Frekuensi
Prosentase
Kelamin
(f)
(%)
1
Laki Laki
3
21,4
2
Perempuan
11
78,6
Total
14
100
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Herediter di UPT PSLU Puger
Kabupaten Jember Tahun 2014
No Faktor
Frekuensi
Prosentase
Herediter
(f)
(%)
1
Ya
5
35,7
2
Tidak
9
64,3
Total
14
100
Data Khusus
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Tekanan Darah Sebelum Dilakukan Tindakan Akupresur di
UPT PSLU Puger Kabupaten Jember Tahun 2014
No Kategori
Frekuensi (f) Prosentase (%)
1
Tingkat 1
9
64,3
2
Tingkat 2
4
28,6
3
Tingkat 3
1
7,1
Total
14
100
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Tekanan Darah Sesudah Dilakukan Tindakan Akupresur di
UPT PSLU Puger Kabupaten Jember Tahun 2014
No Kategori
Frekuensi
Prosentase
(f)
(%)
1
Tingkat 1
12
85,7
2
Tingkat 2
1
7,1
3
Tingkat 3
1
7,1
Total
14
100
Perbedaan Kategori Tingkat Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Dilakukan
Tindakan Akupresur
Tabel 5.5 Tabel Silang Tingkat Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Tindakan
Akupresur di UPTPSLU Puger Kabupaten Jember Tahun 2014
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
157
Perbedaan Tingkat Tekanan Darah…………………………………..…………Eko Bagus Santoso, Hal. 155-161
Tingkat
Tekanan
Darah
Sebelum
Perlakuan
Total
Tingkat 1
Tingkat 2
Tingkat 3
Tingkat
Tekanan
Sesudah Perlakuan
Tingkat Tingkat 2
1
9
0
3
1
0
0
Tingkat
3
0
0
1
9
4
1
12
1
14
1
Darah
Total
Dari hasil hitung manual menggunakan rumus Wilcoxon Matched Pairs didapatkan
hasil Z= -1,7320003.
Dari hasil uji SPSS menggunakan uji
comparasi dua sampel berpasangan yaitu
Wilcoxon Matched Pairs dengan nilai α =
0,05 didapatkan nilai p = 0,083.
Berdasarkan nilai p tersebut lebih besar
dari α =
0,05 maka dapat ditarik
kesimpulan Ho diterima, yang berarti
tidak ada perbedaan tingkat tekanan
darah sebelum dan sesudah dilakukan
tindakan akupresur.
PEMBAHASAN
1. Tingkat Tekanan Darah Sebelum
Dilakukan Tindakan Akupresur
Berdasarkan
tabel
5.3
menunjukkan bahwa sebagian besar
responden sebelum dilakukan tindakan
akupresur memiliki kategori tingkat
tekanan darah sistolik dan diastolik
tingkat 1 sebanyak 9 responden (64,3%).
Perubahan struktur jantung dan
sistem vaskuler yang terjadi pada lansia
mengakibatkan penurunan kemampuan
untuk berfungsi secara efisien. katup
jantung menjadi lebih tebal dan kaku,
jantung
dan
arteri
kehilangan
elastisitasnya. Timbunan kalsium dan
lemak berkumpul didalam dinding arteri,
vena menjadi sangat berkelok-kelok.
Meskipun fungsi dipertahankan dalam
keadaan
normal,
tetapi
sistem
kardiovaskuler berkurang cadangannya,
dan kemampuannya dalam merespon
stress menurun. Curah jantung saat
istirahat (frekuensi jantung x volume
sekuncup) menurun sekitar 1 persen per
tahun setelah usia 20 tahun. Dalam
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
kondisi stress, baik curah jantung
maksimum
dan
denyut
jantung
maksimum juga akan berkurang setiap
tahun, sehingga perubahan yang terjadi
pada sisitem kardiovaskuler ini rentan
sekali pada lansia terjadi tekanan darah
tinggi (Fatimah, 2010: 4).
Tekanan darah akan naik dengan
bertambahnya umur terutama setelah
umur 40 tahun dimana lansia mengalami
perubahan struktural dan fungsional pada
sistem pembuluh darah perifer meliputi
aterosklerosis,
hilangnya
elastisitas
jaringan ikat, dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah
sehingga terjadi penurunan curah jantung
dan peningkatan tahanan perifer.
Hipertensi pada lansia juga dipengaruhi
beberapa faktor predisposisi diantaranya
jenis kelamin dimana laki-laki cenderung
mengalami tekanan darah yang lebih
tinggi dibandingkan dengan wanita
karena laki-laki memiliki gaya hidup
yang dapat meningkatkan tekananan
darah. Selain itu, lansia yang mempunyai
faktor herediter hipertensi tekanan
darahnya lebih tinggi dibandingkan lansia
yang tidak mempunyai faktor herediter.
Faktor lain yang turut mempengaruhui
hipertensi pada lansia yaitu pola makan,
obesitas, stress, merokok, kurang
olahraga, konsumsi alkohol, konsumsi
garam yang berlebih dan kelebihan lemak
hal tersebut pula yang menyebabkan
lansia mengalami hipertensi.
2. Tekanan Darah Sesudah Dilakukan
Tindakan Akupresur
158
Perbedaan Tingkat Tekanan Darah…………………………………..…………Eko Bagus Santoso, Hal. 155-161
Berdasarkan
tabel
5.4
menunjukkan bahwa sebagian besar
responden sesudah dilakukan tindakan
akupresur memiliki kategori tingkat
tekanan darah sistolik dan diastolik
tingkat 1 sebanyak 12 responden
(85,7%).
Berdasarkan
teori
bahwa
akupresur dapat melancarkan peredaran
darah kebagian yang sakit, meningkatkan
suplai
oksigen
dalam
darah,
meningkatkan fungsi dan kerja sistem
peredaran
darah
dalam
tubuh,
membersihkan aliran energi yang
tersumbat
disepanjang
meridian,
memulihkan
ketegangan
otot,
memulihkan impuls-impuls saraf yang
terganggu,
mengembalikan
keseimbangan kimia atau hormon dalam
tubuh, memulihkan kondisi organ
maupun bagian tubuh yang mengalami
gangguan, menigkatkan aliran energi,
sehingga
dapat
menghilangkan
ketegangan mental maupun fisik (Hartati,
2012: 36).
Mekanisme akupresur didasarkan
pada keseimbangan antara Yin dan Yang
serta menganggap meridian sebagai
saluran energi, meridian berfungsi
sebagai tempat mengalirnya energi vital.
Stimulasi yang dilakukan pada titik-titik
tertentu pada akupresur dimaksudkan
untuk mengembalikan aliran energi
normal pada meridian. Ketika titik
akupresur dirangsang dengan tepat maka
akan menciptakan sensasi rasa (nyaman,
pegal, panas, dan kesemutan) maka
sirkulasi darah akan lancar. Aktifasi titik
tertentu tertentu disepanjang sistem
meridian yang di tranmisi melaui serabut
saraf besar ke formasi retikularis,
thalamus dan sistem limbik akan
melepaskan hormon endomorfin (hormon
sejenis morfin yang dihasilkan dalam
tubuh untuk memberikan rasa tenang)
sehingga memilki efek positif dalam
tubuh. Sebagai hasil pelepasan hormon
endomorfin, tekanan darah menurun dan
meningkatkan sirkulasi darah.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
3. Perbedaan Tekanan Darah Sebelum
Dan Sesudah Dilakukan Tindakan
Akupresur
Bedasarkan
tabel
5.5
menunjukkan bahwa kategori tingkat
tekanan darah sebelum dan sesudah
dilakukan tindakan akupresur tetap
tingkat 1 sebanyak 9 orang, kategori
tingkat tekanan darah sebelum dilakukan
tindakan akupressur tingkat 2 menjadi
turun ke kategori tekanan darah tingkat 1
ketika dilakukan tindakan akupresur
sebanyak 3 orang, kategori tingkat
tekanan darah sebelum dan sesudah
dilakukan tindakan akupresur tetap
tingkat 2 sebanyak 1 orang, dan kategori
tingkat tekanan darah sebelum dan
sesudah dilakukan tindakan akupresur
tetap tingkat 3 sebanyak 1 orang. Dari
hasil uji SPSS menggunakan uji
comparasi dua sampel berpasangan yaitu
Wilcoxon Matched Pairs dengan nilai α =
0,05 didapatkan nilai p = 0,083.
Berdasarkan nilai p tersebut lebih besar
dari α =
0,05 maka dapat ditarik
kesimpulan Ho diterima, yang berarti
tidak ada perbedaan tingkat tekanan
darah sebelum dan sesudah dilakukan
tindakan akupresur.
Akupesur adalah salah satu
bentuk pengobatan Cina yang dalam
praktiknya menggunakan jari-jari, jarijari digunakan untuk menekan titik
akupresur pada permukaan kulit, serta
merangsang kemampuan tubuh secara
alami dalam usaha penyembuhan diri
sendiri (Hartati, 2012 : 1). Akupresur
adalah suatu teknik dengan menggunakan
keterampilan tangan untuk melakukan
presure melalui titik akupresur yang
terdapat dipermukaan tubuh. Teknik ini
amat efisien dan relatif cukup aman
karena tidak melakukan invasive/melukai
kulit tubuh. Teknik dalam terapi ini sama
dengan yang digunakan dalam terapi
akupuntur tetapi tanpa menggunakan
jarum (Hartono, 2012: 3). Berdasarkan
teori bahwa akupresur dapat melancarkan
peredaran darah kebagian yang sakit,
meningkatkan suplai oksigen dalam
159
Perbedaan Tingkat Tekanan Darah…………………………………..…………Eko Bagus Santoso, Hal. 155-161
darah, meningkatkan fungsi dan kerja
sistem peredaran darah dalam tubuh,
membersihkan aliran energi yang
tersumbat
disepanjang
meridian,
memulihkan
ketegangan
otot,
memulihkan impuls-impuls saraf yang
terganggu,
mengembalikan
keseimbangan kimia atau hormon dalam
tubuh, memulihkan kondisi organ
maupun bagian tubuh yang mengalami
gangguan, menigkatkan aliran energi,
sehingga
dapat
menghilangkan
ketegangan mental maupun fisik (Hartati,
2012: 36).
Dari hasil uji SPSS menggunakan
uji comparasi dua sampel berpasangan
yaitu Wilcoxon Matched Pairs dengan
nilai α = 0,05 didapatkan nilai p = 0,083.
Berarti tidak ada perbedaan tingkat
tekanan darah sebelum dan sesudah
dilakukan tindakan akupresur. Hal itu
dapat disebabkan karena masih banyak
faktor yang dapat mempengaruhi
perubahan tingkat hipertensi pada lansia
diantaranya: Berdasarkan tabel 5.1
menunjukkan bahwa dari 14 responden
sebagian besar responden berjenis
kelamin perempuan, yaitu sebanyak 11
responden (78,6%). Pria cenderung
mengalami tekanan darah yang lebih tingi
dibandingkan dengan wanita. Rasio
terjadinya hipertensi antara pria dan
perempuan sekitar 2,29 mmHg untuk
kenaikan tekanan darah sistol dan 3,6
mmHg untuk kenaikan tekanan darah
diastol. Laki-laki cenderung memiliki
gaya hidup yang dapat meningkatkan
tekanan darah dibandingkan perempuan.
Tekanan darah pria mulai meningkat
ketika usianya berada pada rentang 30-50
tahun.
Kecenderungan
seseorang
perempuan terkena hipertensi terjadi pada
saat menopause karena faktor hormonal.
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan
bahwa sebagian besar responden tidak
memiliki
faktor
herediter
yang
mempengaruhi hipertensi, yaitu sebanyak
9 responden (64,3%). Sekitar 70-80%
orang dengan hipertensi-hipertensi primer
ternyata memiliki riwayat hipertensi
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
dalam keluarganya. Apabila riwayat
hipertensi didapatkan pada kedua orang
tua, maka risiko terjadinya hipertensi
primer 2 kali lipat dibanding dengan
orang lain yang tidak mempunyai riwayat
hipertensi pada orang tuanya. Faktor
genetik yang diduga menyebabkan
penurunan risiko terjadinya hipertensi
terkait pada kromosom 12p dengan
fenotip
tubuh
pendek
disertai
brachydactyly dan efek neurovaskuler
(Widyanto & Triwibowo, 2013: 116). Hal
tersebut yang dapat mempengaruhi
kesamaan tingkat tekanan darah sebelum
dan
sesudah
dilakukan
tindakan
akupresur karena responden yang saya
ambil mayoritas berjenis kelamin
perempuan, sehingga pada perempuan
lebih sedikit faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat tekanan darah.
Terdapatnya faktor perancu yang
dapat mempengaruhi penurunan tekanan
darah pada saat responden diberikan
tindakan akupresur yaitu pemberian obat
captopril, pembatasan garam, dan
pemberian teh bunga rosela yang juga
bisa
menurunkan
tekanan
darah.
Sehingga hal ini dapat dijadikan
penelitian lanjutan terkait tentang
hipertensi pada lansia.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan tantang perbedaan tingkat
tekanan darah sebelum dan sesudah
dilakukan tindakan akupresur pada
penderita hipertensi lansia di PSLU Puger
Kabupaten Jember dapat ditarik simpulan
sebagai berikut:
1. Tingkat tekanan darah penderita
hipertensi
sebelum
dilakukan
akupresur di PSLU Puger Kabupaten
Jember tahun 2014 sebagian besar
responden sebelum dilakukan tindakan
akupresur memiliki kategori tingkat
tekanan darah tingkat 1 sebanyak 9
responden (64,3%).
2. Tingkat tekanan darah penderita
hipertensi
sesudah
dilakukan
akupresur di PSLU Puger Kabupaten
160
Perbedaan Tingkat Tekanan Darah…………………………………..…………Eko Bagus Santoso, Hal. 155-161
Jember tahun 2014 sebagian besar
responden sesudah dilakukan tindakan
akupresur memiliki kategori tingkat
tekanan darah tingkat 1 sebanyak 12
responden (85,7%).
3. Tidak ada perbedaan tingkat tekanan
darah sebelum dan sesudah dilakukan
tindakan akupresur pada penderita
hipertensi lansia di PSLU Puger
Kabupaten Jember tahun 2014. Hal ini
didapatkan dari nilai p = 0,083.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Y. (2012). Super Komplit
Pengobatan
Darah
Tinggi.
Yogyakarta: Araska.
Departemen Kesehatan RI. (2007).
Prevalensi Penyakit Hipertensi.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Fatimah. (2010). Merawat Manusia
Lanjut Usia Suatu Pendekatan
Proses Keperawatan Gerontik.
Jakarta: TIM.
Hartati, S. (2012). Dahsyatnya Pijat
Akupresur Untuk Sembuhkan 39
Penyakit Ringan dan Ganas.
Jakarta: Dunia Sehat.
Hartono, R. (2012). Akupresur Untuk
Berbagai Penyakit. Yogyakarta:
Rapha Publishing
Hasan, I. (2004). Analisa Data Penelitian
Dengan Statistik. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Herlambang.
(2013).
Menaklukkan
Hipertensi & Diabetes. Jakarta:
Tugu Publisher.
Notoadmojo,
S.
(2012).
Metode
Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nugroho W. (2008). Keperawatan
Gerontik & Geriatrik, Edisi 3.
Jakarta: EGC.
RISKESDAS.
(2013).
Prevalensi
Hipertensi di Indonesia. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Santoso & Andar. (2009). Memahami
Krisis Lanjut Usia. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Setiawan, A & Saryono. (2010).
Metodologi Penelitian Kebidanan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Stanley & Patricia. (2007). Buku Ajar
Keperawatan Gerontik, Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian
Pendidikan.
Bandung:
ALFABETA.
Tjay & Rahardja. (2008). Obat Obat
Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-efek Sampingnya. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.
Widyanto & Triwibowo. (2013). Trend
Disease "Trend Penyakit Saat Ini".
Jakarta: TIM.
Wijaya & Putri. (2013). Keperawatan
Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Ahsan. (2006). Pengaruh Akupresur
Pada
Pergelangan
Tangan
(Meridian Jantung 7 = Ht 7)
Terhadap Penurunan Intensitas
Insomnia Pada Lanjut Usia.
Malang: Program Studi Ilmu
Keperawatan
Universitas
Brawijaya.
Didik & Ahmad. (2012). Pengaruh
Akupresur Terhadap Berhentinya
Diare Pada Anak. Jombang:
Universitas Pesantren Tinggi Darul
Ulum.
Murti, Ismonah, dan Wulandari. (2011).
Perbedaan Tekanan Darah Pada
Pasien Hipertensi esensial sebelum
dan sesudah pemberian relaksasi
oto progresif di RSUD Tugurejo
Semarang.
Semarang:
Stikes
Telogorejo.
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id
/index.php/ilmukeperawatan/article
/view/78. Diakses tanggal 12 Maret
2014.
161
Pemenuhan Kebutuhan Tidur…………………………………..……….…Ady Hamsyah Maulana, Hal. 162-169
PEMENUHAN KEBUTUHAN TIDUR TERHADAP TINGKAT
DEPRESI LANSIA DI UPT PSLU BONDOWOSO
Ady Hamsyah Maulana*, Jamhariyah**, Kuhariyadi***
*, *** STIKES dr.Soebandi Jember
**Poltekkes Kemenkes Malang
ABSTRAK
Di UPT PSLU Bondowoso sebanyak 55,55% memiliki tidur buruk dan 44,44% tidurnya
baik. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan pemenuhan kebutuhan tidur terhadap
tingkat depresi lansia di UPT PSLU Bondowoso. Jenis penelitian korelasional dengan
rancangan obsevasional.Sampel penelitian sebanyak 74 lansia menggunakan teknik simpe
random sampling dengan maching usia: 1) 60-64; 2) 65-69; 3) 70-74; 4) 75-79; 5) 80-84;
5) 85-89, Dengan kriteria inklusi bersedia menjadi responden dan dapat diukur pemenuhan
kebutuhan tidur dan tingkat depresinya. Analisis menggunakan Spearman-rank corellation
dengan tingkat kemaknaan α <0,05.
Hasil penelitian pemenuhan kebutuhan tidur lansia di UPT PSLU Bondowoso periode
Mei-Juni 2014 adalahsebagian besar tidur baik dan buruk masing-masing 30 orang
(40,5%), dan sebagian kecil tidur sangat baik sebanyak 3 orang (4,1%). Sebagian besar
depresi sedang sebanyak 34 orang (45,9%), dan sebagian kecil tidak depresi dan berat
masing-masing sebanyak 4 orang (5,4%). Hasil uji Spearman-rank corellation terdapat
hubungan signifikan pemenuhan kebutuhan tidur terhadap tingkat depresi lansia di UPT
PSLU Bondowoso, dengan nilai 0,000 (p<0,05). Saran untuk perawat pelaksana harus
menjaga keduanya karena saling berkaitan sehingga dapat menjadi kegiatan preventif dari
masalah tersebut.
Kata kunci : pemenuhan kebutuhan tidur, tingkat depresi
PENDAHULUAN
Lansia
berisiko
mengalami
gangguan
tidur
akibat
penuaan.
Perubahan pola tidur mencakupketidak
teraturan tidur, terbangun dini hari, dan
peningkatan jumlah tidur siang (Simson,
et all., 1996). Kebutuhan tidur setiap
orang berbeda, lansia membutuhkan
waktu tidur 6-7 jam per hari (Hidayat,
2008). Lansia sering mengeluh terbangun
malam hari, memiliki waktu tidur kurang,
dan mengambil tidur siang lebih banyak
(Kryger et all. 2004). Kebutuhan tidur
lansia 5-8 jam untuk menjaga kondisi
fisik
karena
usiasemakin
senja
mengakibatkan sebagian anggota tubuh
tidak dapat berfungsi optimal, maka
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
untuk mencegah adanya penurunan
kesehatan dibutuhkan energi cukup
dengan pola tidur sesuai (Lumbantobing,
2004). Berdasarkan fakta di UPT PSLU
Bondowoso, didapatkan lansia memiliki
gangguan
tidur,
lansia
tersebut
mengungkapkan susah untuk mengawali
tidur, sering terbangun saat tidur dan
lemas saat terbangun dari tidur. Hal
tersebut ditandai dengan mata merah saat
melakukan aktivitas, menguap pada pagi
hari, dan lansia mengaku lemas saat
melakukan aktivitas tersebut.
Prevalensi depresi lansia di dunia
berkisar 8-15% dan hasil meta analisis
dari laporan negara di dunia didapat
prevalensi
rerata
depresilansia
162
Pemenuhan Kebutuhan Tidur…………………………………..……….…Ady Hamsyah Maulana, Hal. 162-169
adalah13,5% (Badan Pusat Statistik,
2008). Di Indonesia setiap tahun sekitar
20-50% orang dewasa melaporkan
gangguan pemenuhan kebutuhan tidur
dan sekitar 17% mengalami gangguan
pemenuhan kebutuhan tidur serius
(Menkokesra,
2010).
Prevalensi
gangguan pemenuhan kebutuhan tidur
lansia meningkat yaitu 76%. Kelompok
lansia lebih mengeluh mengalami sulit
tidur sebanyak 40%, sering terbangun
malam hari 30% dan sisanya gangguan
pemenuhan kebutuhan tidur lain (Amir,
2007). Di Jawa Timur prevalensi lansia
yang mengalami depresi sekitar 15-20%
dari 35 juta orang (Darmojo, 2004). Pada
pengambilan data awal penelitian di UPT
PSLU Bondowoso didapatkan jumlah
lansia adalah 90 orang dengan lansia lakilaki sebanyak 35 orang dan lansia
perempuan sebanyak 55 orang, 55,55%
memiliki pemenuhan tidur buruk dan
44,44% pemenuhan kebutuhan tidur baik.
Waktu tidur kurang menyebabkan
neurotransmitter terkait patologi depresi,
dan pasien bunuh diri, beberapa pasien
memiliki serotonin rendah, terapi
despiran mendukung teori norepineprin
berperan dalam patofisiologi depresi.
Aktifitas dopamine depresi menurun. Hal
tersebut tampak pengobatan yang
menurunkan
konsentrasi
dopamine
seperti respirin, dan penyakit dengan
konsentrasi dopamine menurun seperti
parkinson disertai gejala depresi (Kaplan,
2010). Waktu tidur kurang juga dapat
mempengaruhi sintesis protein yang
berperan memperbaiki sel yang rusak
menjadi
menurun.
Kelelahan,
meningkatnya stres, kecemasan serta
kurangnya konsentrasi dalam aktivitas
sehari–hari adalah akibat yang sering
terjadi bila waktu kurang tidur. Tidur
malam berlangsung dengan rerata 7 jam,
terdiri 2 macam kondisi yaitu REM dan
NREM yangbergantian selama 4–6 kali.
Seseorang yang kurang cukup menjalani
tidur jenis REM maka pada esok harinya
menunjukkan
kecenderungan
untuk
hiperaktif, kurang dapat mengendalikan
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
diri dan emosinya, nafsu makan
bertambah. Tidur NREM yang kurang,
akan mengakibatkan esok harinya
keadaan fisik menjadi kurang gesit
(Potter & Perry, 2005). Menurut Michael
Breus dalam Trihendra (2007), ketidak
cukupan kualitas dan kuantitas tidur
merusak memori dan kemampuan
kognitif. Bila ini berlanjut hingga
bertahun-tahun, akan berdampak tekanan
darah tinggi, serangan jantung, stroke,
hingga masalah psikologis seperti depresi
dan gangguan perasaan lain.
Salah satu solusi yang dianjurkan
adalah
lansia
harus
melakukan
aktivitasnya sesuai jadwal yang telah
ditentukan seperti pada pagi harinya
lansia harus bangun untuk membersihkan
tempat tidur, mandi dan sarapan pagi,
dilanjutkan membersihkan area UPT
PSLU, siang harinya makan siang dan
tidur siang, dan malam harinya harus
tidur malam sesuai jam yang telah
ditentukan untuk mengurangi terjadinya
gangguan aktifitas tidur.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian menggunakan
korelasional
dengan
rancangan
obsevasional
yaitu membandingkan
pemenuhan kebutuhan tidur pada tingkat
depresi lansia di UPT PSLU Bondowoso.
Instrumen pemenuhan kebutuhan tidur
menggunakan PSQI yang diadopsi dan
dikembangkan dari Buysse, DJ, Reynolds
CF, Monk TH, Berman SR, Kupfer DJ.
1989. The Pittsburgh sleep quality index
(PSQI): a new instrument for psychiatric
research
andpractice.
Psychiatry
Research .Kualitas tidur selama sebulan
terakhir diukur menggunakan kuesioner.
PSQI) yang telah dimodifikasi terdiri dari
7 pertanyaan. Pertanyaan tersebut
dikombinasikan menjadi 7 komponen
yaitu kualitas tidur secara subyektif,
ketelatenan tidur, durasi tidur, efisiensi
tidur, gangguan tidur, penggunaan obat
tidur, disfungsional harian, masingmasing komponen memiliki skor 0
sampai dengan 21. Interprestasi akhir dari
163
Pemenuhan Kebutuhan Tidur…………………………………..……….…Ady Hamsyah Maulana, Hal. 162-169
7 komponen pertanyaan adalah dengan
menjumlahkan skor dari masing-masing
komponen. Menurut Insumar (2009),
hasil
kuesioner
tersebut
dapat
diinterpretasikan adalah sebagai berikut:
0 (pemenuhan kebutuhan tidur sangat
baik); 1–7 (pemenuhan kebutuhan tidur
baik); 8–14 (pemenuhan kebutuhan tidur
buruk); 15–21 (pemenuhan kebutuhan
tidur sangat buruk).
Instrumen
tingkat
depresi
menggunakan IDB yang diadopsi dan
dikembangkan dari Beck AT, Beck RW:
screening depresed patients in family
practice (1972). IDB merupakan alat
pengukur status mental yang efektif
digunakan untuk membedakan jenis
depresi yang mempengaruhi suasana hati.
Berisikan 20 karakteristik yaitu: alam
perasaan, pesimisme, rasa kegagalan,
keputusasaan, rasa bersalah, rasa
terhukum,
kekecewaan
terhadap
seseorang, kekerasan terhadap diri
sendiri, keinginan menghukum diri
sendiri, keinginan untuk menangis,
mudah tersinggung, menarik diri, ketidak
mampuan membuat keputusan, gambaran
tubuh, ganggauan tidur, kelelahan,
gangguan selera makan, kehilangan berat
badan. IDB berisi tentang 13 gejala dan
sikap yang berhubungan dengan depresi.
Setelah mengetahui skor total di
tentukan tingkatan depresi, dengan
penilaian 0-3 dan kriteria: 0–4 (tidak ada
gejala depresi); 5–7 (depresi ringan) 8–15
(depresi sedang); ≥16 (depresi berat)
(Beck, 1972 dalam Nursalam, 2013).
Analisis
data
penelitian
menggunakan
uji
SPSS
dengan
Spearman-rank
corellation
dengan
tingkat kemaknaan α <0,05. Uji ini
digunakan untuk mengukur tingkat atau
eratnya hubungan antara pemenuhan
kebutuhan tidur terhadap tingkat depresi
lansia di UPT PSLU Bondowoso.
HASIL PENELITIAN
1. Usia
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Lansia berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Penyakit Fisik,
Lingkungan, Kelelahan, dan Asupan Makanan di UPT PSLU Bondowoso Bulan Mei-Juni
2014
No
Usia (tahun)
Frekuensi (orang)
Persentase(%)
1
60-64
21
28,38
2
65-69
20
27,03
3
70-74
18
24,32
4
75-79
10
13,51
5
80-84
3
4,05
6
85-89
2
2,70
Total
74
100
No
Jenis Kelamin
Frekuensi (orang)
Persentase(%)
1
Laki-laki
33
44,6
2
Perempuan
41
55,4
Total
74
100
No
Penyakit Fisik
Frekuensi (orang)
Persentase(%)
1
Memiliki
7
9,5
2
Tidak
67
90,5
Total
74
100
No
Lingkungan
Frekuensi (orang)
Persentase(%)
1
Bising
19
25,7
2
Tidak Bising
55
74,3
Total
74
100
No
Kelelahan
Frekuensi (orang)
Persentase(%)
1
Ya
37
50
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
164
Pemenuhan Kebutuhan Tidur…………………………………..……….…Ady Hamsyah Maulana, Hal. 162-169
2
No
1
2
2.
Tidak
Total
Asupan Makanan
Baik
Buruk
Total
3
30
30
11
74
4,1
40,5
40,5
14,9
100
Identifikasi Tingkat Depresi Lansia
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Depresi Lansia di UPT PSLU
Bondowoso Bulan Mei-Juni 2014
Tingkat Depresi Lansia
Tidak Depresi
Ringan
Sedang
Berat
Total
4.
50
100
Persentase(%)
100
0
100
Identifikasi Pemenuhan Kebutuhan Tidur Lansia
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemenuhan Kebutuhan Tidur Lansia di
UPT PSLU Bondowoso Bulan Mei-Juni 2014
Pemenuhan Kebutuhan TidurFrekuensi (orang)Persentase(%)
Sangat Baik
Baik
Buruk
Sangat Buruk
Total
3.
37
74
Frekuensi (orang)
74
0
74
Frequency
4
32
34
4
74
Percent
5,4
43,2
45,9
5,4
100
Analisis Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Tidur Terhadap Tingkat Depresi di UPT
PSLU Bondowoso 2014
Tabel 5.4 Hasil Uji Statistik Pemenuhan Kebutuhan Tidur terhadap Tingkat Depresi
Lansia
Tingkat
Depresi
Spearman’s
Pemenuhan
rho
Kebutuhan
0,000
Sig.
(2Tidur
tailed)
Di dapatkan nilai uji Spearman-rank corellation yaitu 0,000 (p<0,05). Maka Ho ditolak,
artinya terdapat hubungan yang signifikan pemenuhan kebutuhan tidur terhadap tingkat
depresi lansia.
PEMBAHASAN
1. Pemenuhan Kebutuhan Tidur
Dari penelitian Armi, dkk.
prevalensi insomnia pada lansia di
kecamatan Mergangsan Yogyakarta
tahun 2004 sebesar 44,26%. Berdasarkan
penelitian
lansia
yang
memiliki
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
pemenuhan kebutuhan tidur baik dan
buruk masing-masing sebanyak 30 orang
(40,5%), dan sangat baik sebanyak 3
orang (4,1%). Lansia berisiko mengalami
gangguan
tidur
akibat
penuaan.
Perubahan pola tidur mencakup ketidak
teraturan tidur, terbangun dini hari, dan
165
Pemenuhan Kebutuhan Tidur…………………………………..……….…Ady Hamsyah Maulana, Hal. 162-169
peningkatan jumlah tidur siang (Simson,
et all., 1996). Kebutuhan tidur setiap
orang berbeda, lansia membutuhkan
waktu tidur 6-7 jam per hari (Hidayat,
2008). Jumlah tidur tidak berubah sesuai
bertambah usia. Akan tetapi kualitas tidur
menjadi berubah pada kebanyakan lansia
(Bliwise, 1993 dalam Potter & Perry,
2005). Lansia sering mengeluh terbangun
malam hari, memiliki waktu tidur kurang,
dan mengambil tidur siang lebih banyak
(Kryger et all., 2004). Sehubungan
dengan nilai pemenuhan kebutuhan tidur,
lebih dari 50% sesuai dengan teori lansia
mengalami
gangguan
pemenuhan
kebutuhan tidur dikarenakan faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pemenuhan
kebutuhan tidur tersebut.
Hasil penelitian bahwa lansia
yang mengalami kelelahan dalam
beraktifitas sebanyak 37 orang (50%),
Seseorang yang kelelahan menengah
(moderate) biasanya memperoleh tidur
yang mengistirahatkan, khususnya jika
kelelahan adalah hasil dari kerja atau
latihan yang menyenangkan. Suatu
kelelahan meningkatkan relaksasi. Akan
tetapi, kelelahan yang berlebihan yang
dihasilkan dari kerja yang meletihkan
atau penuh stres membuat sulit tidur
(Potter & Perry, 2005). Hal tersebut juga
dapat membuktikan lansia di UPT PSLU
Bondowoso dipengaruhi oleh kelelahan.
2. Tingkat Depresi
Dari penelitian Armi, dkk. depresi
pada lansia di kecamatan Mergangsan
Yogyakarta
berjumlah
36,1%.
Berdasarkan penelitian di UPT PSLU
Bondowoso lansia bahwa sebagian besar
lansia memiliki tingkat depresi sedang
sebanyak 34 orang (45,9%), dan sebagian
kecil lansia tidak depresi dan depresi
berat masing-masing sebanyak 4 orang
(5,4%). Penyebab depresi adalah faktor
biologi, genetik dan psikologis. Ketiga
faktor tersebut salah satunya dapat
menyebabkan neurotransmitter yang
terkait dengan patologi depresi, dan pada
pasien bunuh diri, beberapa pasien
memiliki serotonin yang rendah, pada
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
terapi despiran mendukung teori bahwa
norepineprin
berperan
dalam
patofisiologi depresi. Selain itu aktivitas
dopamine pada depresi adalah menurun.
Penelitian
genetik
dan
keluarga
menunjukan bahwa angka resiko di
antara anggota keluarga tingkat pertama
dari individu yang menderita depresi
berat diperkirakan 2-3 kali dibandingkan
dengan populasi umum. Menurut Freud
dalam teori psikodinamika, penyebab
depresi adalah kehilangan obyek yang
dicintai
(Kaplan,
2010).
Stressor
lingkungan yang paling berhubungan
dengan onset episode depresi adalah
kehilangan pasangan (Kaplan, 2010).
Sehubungan dengan nilai tingkat depresi
didapatkan lebih dari 90% mengalami
depresi, sehingga peneliti dapat menarik
kesimpulan bahwa lansia pada umumnya
memang mengalami depresi yang
disebabkan
oleh
faktor
yang
mempengaruhi depresi itu sendiri.
Berdasarkan
penelitian
di
Yogyakarta, dari 61 responden 19 orang
(31,1%) adalah laki-laki dan 42 orang
(68,9%) perempuan. Pada responden
laki-laki 5 orang (8,2%) mengalami
depresi, 14 orang (22,9%) tidak depresi, 5
orang (8,2%) mengalami insomnia dan
14 orang (22,9%) tidak insomnia. Pada
responden perempuan 17 orang (27,9%)
mengalami depresi, 25 orang (41%) tidak
depresi, 5 orang (8,2%) mengalami
insomnia dan 22 orang (22,9%) tidak
insomnia. Karena sebagian besar lansia di
UPT
PLSU
Bondowoso
adalah
perempuan sebanyak 41 orang (55,4%),
maka tingkat depresi yang terjadi disana
cukup besar hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Smet
(2004) dalam Utami (2008) menjelaskan
bahwa wanita mempunyai resiko depresi
dua kali lebih besar dibanding dengan
pria, sehingga depresi yang terjadi di
UPT PSLU Bondowoso juga di
pengaruhi dengan jenis kelamin.
3. Hubungan Pemenuhan Kebutuhan
Tidur terhadap Tingkat Depresi
166
Pemenuhan Kebutuhan Tidur…………………………………..……….…Ady Hamsyah Maulana, Hal. 162-169
Dari penelitian Armi, dkk. depresi
pada lansia di kecamatan Mergangsan
Yogyakarta depresi pada lansia di
kecamatan Mergangsan Yogyakarta
berjumlah
36,1%
dan
prevalensi
insomnia sebesar 44,26%. Terdapat
hubungan antara terjadinya depresi pada
lansia terhadap insomnia. Berdasarkan uji
Spearman-rank corellation yaitu 0,000
(p<0,05). Maka Ho ditolak, artinya
terdapat hubungan yang signifikan
pemenuhan kebutuhan tidur terhadap
tingkat depresi lansia. Menurut Kryger et
all. (2004) lansia sering mengeluh
terbangun malam hari, memiliki waktu
tidur kurang, dan mengambil tidur siang
lebih banyak sesuai dengan hasil
penelitian
lansia
yang
memiliki
pemenuhan kebutuhan tidur baik dan
buruk masing-masing sebanyak 30 orang
(40,5%), dan sangat baik sebanyak 3
orang (4,1%), dan sesuai pila dengan
teori Michael Breus dalam Trihendra
(2007), ketidak cukupan kualitas dan
kuantitas tidur yang berlanjut hingga
bertahun-tahun,
akan
menimbulkan
masalah psikologis seperti depresi.
Berdasarkan penelitian lansia
bahwa sebagian besar lansia memiliki
tingkat depresi sedang sebanyak 34 orang
(45,9%), dan sebagian kecil lansia tidak
depresi dan depresi berat masing-masing
sebanyak 4 orang (5,4%), ada teori yang
mengatakan bahwa stres emosional dapat
mengakibatkan orang menjadi tegang dan
seringkali mengarah frustasi apabila tidak
tidur. Lansia dan juga individu yang lain
yang mengalami masalah depresi, sering
juga mengalami perlambatan untuk jatuh
tidur (Potter & Perry, 2005). Selain
depresi kecemasan tentang masalah
pribadi atau situasi dapat menggangu
tidur.
Stres
emosional
dapat
mengakibatkan orang menjadi tegang dan
seringkali mengarah frustasi apabila tidak
tidur. Lansia dan juga individu yang lain
yang mengalami masalah depresi, sering
juga mengalami perlambatan untuk jatuh
tidur (Potter & Perry, 2005). Karena
sebagian besar lansia di UPT PLSU
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Bondowoso adalah perempuan sebanyak
41 orang (55,4%), maka tingkat depresi
yang terjadi disana cukup besar hal ini
sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Smet (2004) dalam Utami
(2008) menjelaskan bahwa wanita
mempunyai resiko depresi dua kali lebih
besar dibanding dengan pria sehingga di
UPT PSLU Bondowoso sebagian besar
lansia mengalami depresi. Dari beberapa
fakta dan teori di atas hasil penelitian
sesuai dengan teori yang ada bahwa
terdapat hubungan yang signifikan
pemenuhan kebutuhan tidur terhadap
tingkat depresi lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, H. 2007.Gangguan Tidur pada
Lanut Usia, Diagnosis dan
Penatalaksanaan. Jakarta: Cermin
Dunia Kedokteran.
Armi, dkk. 2004. Hubungan Antara
Insomnia Dan Depresi Pada
Lanjut Usia Di Kecamatan
Mergangsan
Yogyakarta.
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas
Gadjah
Mada
Yogyakarta. Mitrothemaks.files.
wordpress.com/2012/07hubungan
-antara-insomnia-dan-depresipada-lanjut-usia-di-kecamatanmergangsan-ygyakarta.pdf.di
akses 2 april 2014.
Badan Pusat Statistik. 2008.prevalensi
rerata depresi lansia di dunia.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
http://www.depsoso.go.id/module
s.php/name=news&file.di akses
26 Maret 2014.
Beck, A.T.& Beck, R.W. 1972.screening
depresed patients in family
practice. New York: Guil Ford
Press.
Buysse, D.J., Reynolds, C.F., Monk,
T.H., Berman, S.R., Kupfer, D.J.
1989.
The
PittsburghSleep
Quality
Index
(PSQI):
a
newinstrument for psychiatric
research andpractice. Psychiatry
167
Pemenuhan Kebutuhan Tidur…………………………………..……….…Ady Hamsyah Maulana, Hal. 162-169
Research. Pittsburgh: Psychiatry
Res.
Darmojo, R.B., 2004. Pola Penyakit
dalam
Keluhan
Golongan
Penyakit padaUsia Lanjut agar
Tetap
Sehat
dan
Berkualitas.Semarang: FK Undip.
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia. 1992. Undang-Undang
Kesehatan No. 23. Jakarta:
Depkes RI.
Departemen Sosial Republik Indonesia.
1998.
Undang-Undang
Kesejahteraan No. 13. Jakarta:
Depsos RI.
Fatimah. 2010. Merawat Manusia Lanjut
Usia. Jakarta: CV. Trans Info
Media.
Hawari, D. 2013. Manajemen Stres
Cemas Dan Depresi. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.
Hidayat, A. 2008.Pengantar Kebutuhan
Dasar Manusia Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan.Jakarta:
Salemba Medika.
Insumar, PR. 2009.Pengaruh Aroma
Therapy
Lavender
terhadap
Pemenuhan Kebutuhan Tidur
Pada Lansia Di Wilayah Kupang
Praupan RW VII Kelurahan Dr.
Soetomo Kecamatan Tegalsari.
Skripsi untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan UNAIR.
Tidak dipublikasikan.
Kaplan, H.I., Sadock, B.J. & Grebb, J.A.
2010.Sinopsis Psikiatri: Ilmu
Pengetahuan Psikiatri Klinis Jilid
Satu. Editor: Dr. I. Made Wiguna
S. Jakarta: Bina Rupa Angkara.
Kaplan, H.I., Sadock, B.J. & Grebb, J.A.
2010.Sinopsis Psikiatri: Ilmu
Pengetahuan Psikiatri Klinis Jilid
Dua. Editor: Dr. I. Made Wiguna
S. Jakarta: Bina Rupa Angkara.
Karni, A. 1994. Dependence on REM
sleep
overnight
improvment
ofperceptual skil science.New
York: Guil Ford Press.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Khair, Y. 2012. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Pemenuhan
Kebutuhan Tidur pada Pasienpre
Operasi yang Pertama Kali
Dirawat Inap Di Ruang Bedah
RSUP Dr. Djamil Padang.
Skripsi.
Padang:
Fakultas
Keperawatan
Universitas
Andalas.
KNEPK-Depkes RI. 2004. Pedoman
Nasional
Etika
Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.
Kryger,M., Monjan, A., Bliwise, D. &
Ancoli, S. 2004. Bridging the Gap
between Science and Cilinical
Practice Geriatrics.New York:
Mc Graw-Hill.
Lumbatobing.
2004.
Neurogeriatri.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Mahadika,
J.
2013.
Hubungan
Keteraturan Mengikuti Senam
Lansia dan Kebutuhan Tidur
Lansia di UPT PSLU Pasuruan
Di Babat Lamongan .Surabaya:
Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga Kampus C Mulyorejo
Surabaya.
journal.unair.ac.id/filerPDF/Jefry
%20M.doc. diakses12 Mei 2014.
Mandasari. 2006. Hubungan tingkat
Depresi dengan Dukungan Sosial
di Sumatera Utara. Medan:
Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera
Utara.www.repository.usu.ac.id.di
akses 26 Maret 2014.
Maryam, R., Ekasari, S., Fatma, M.,
Jubaedi,
R.,
Irawan,
A.
2008.Mengenal Usia Lanjut dan
Perawatanya. Jakarta: Salemba
Medika.
Menkokesra.2010. Lansia Masa Kini dan
Masa
Mendatang.Jakarta:
Menkokesra
http://
www.menkokesra.go.id/_pdf.i&id
.di akses 26 Maret 2014.
Notoatmodjo, S. 2012. Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nugroho, W. 2014.Gerontik dan
Geriatric. Jakarta: EGC.
168
Pemenuhan Kebutuhan Tidur…………………………………..……….…Ady Hamsyah Maulana, Hal. 162-169
Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian
Ilmu
Keperawatan.
Jakarta:
Salemba Medika.
Papalia, D.E., Olds, S.W. & Feldman,
R.D. 2005.Human Development.
10thed. New York: Mc Graw-Hill.
Pieter, H.&Lubis, N. 2010. Pengantar
Psikologi Dalam Keperawatan.
Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Potter, A. & Perry G. 2005.Buku ajar
Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses, dan praktik edisi
4 volume 1. Jakarta : EGC.
Potter, A. & Perry G. 2005.Buku ajar
Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses, dan praktik edisi
4 volume 2. Jakarta : EGC.
Samiun. 2006. Kesehatan Mental 3.
Yogyakarta: Muha Medika.
Saryono.2010.Metodologi
Penelitian
Kebidanan.
Yogyakarta:Muha
Medika.
Setiati, S. 2006. Pedoman Praktik
Perawatan
Kesehatan
untuk
Pengasuh Orang Usia Lanjut.
Jakarta: FKUI.
Simson, T., et all. 1996. Patiens
Perceptions of Enviromental
factor distrub sleep.
Soedjono,
C.
2009.
Pedoman
Pengelolaan Kesehatan Pasien
Geriatri. Jakarta: FKUI.
Sugiono. 2013. Metode Penelitian
Pendidikan
Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&G.
Bandung: Alfabeta.
Trihendra, A. 2007. Hubungan Kualitas
Tidur dengan Tingkat Depresi
Lanjut Usia di Panti Bina Daksa
Bahagia.
Skripsi.
Medan:
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatra Utara.
Utami, R. 2008. Psikologi Umum.
Jakarta: Balai Pustaka
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
169
Gambaran Faktor Rendahna Konsumsi Tablet Fe……………..……….……………Stefani MR, Hal. 170-176
GAMBARAN FAKTOR RENDAHNYA KONSUMSI TABLET FE IBU HAMIL
TRIMESTER III DI DESA KRANJINGAN KECAMATAN SUMBERSARI
KABUPATEN JEMBER
Stefani Maulidya Restianti*, Sutrisno**
Fitria Jannatul Laili***
*, *** STIKES dr. Soebandi Jember
**Poltekkes Kemenkes Malang
ABSTRAK
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari
12 gr%. Pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan
menanggulangi anemia. Di Jawa Timur diperkirakan Ibu hamil yang anemia sebanyak
37,6%. Di Jember dari 55% ibu hamil yang mengidap anemia. Tujuan dari penelitian ini
adalah mengetahui gambaran faktor rendahnya konsumsi tablet fe ibu hamil trimester III di
Desa Kranjingan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember. Jenis penelitian adalah
deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil trimester III berjumlah 59 besar
sampel dalam penelitian ini adalah 37 orang dengan teknik sampling yang digunakan
adalah Purposive sampling. Data dianalis menggunakan komputer dengan Statistical
Product and Service Solution (SPSS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Faktor
rendahnya konsumsi tablet fe ibu Hamil Trimester III di Desa Kranjingan Kecamatan
Sumbersari Kabupaten Jember dimungkinkan karena sebagain besar pendidikan ibu hamil
trimester III adalah SMP 23 (62.2%), melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 2 kali
15 (40.5%), dan tingkat pengetahuan ibu berada pada kategori cukup yaitu 22 (59.5%).
Faktor penyebab rendahnya konsumsi tablet fe pada ibu hamil trimester III disebabkan
karena pendidikan yang rendah, frekuensi pemeriksaan yang kurang dan pengetahuan yang
cukup tentang tablet fe. Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa kecenderungan rendahnya
konsumsi tablet fe karena pendidikan, frekuensi pemeriksaan kehamilan dan pengetahuan.
Sehingga perlu upaya untuk meningkatkan pengetahuan dengan mencari informasi kepada
petugas kesehatan atau media cetak dan elektronik, serta meningkatkan pemeriksaan
kehamilan.
Kata kunci : Faktor Konsumsi Tablet Fe
PENDAHULUAN
Salah satu ciri negara yang sedang
berkembang adalah masalah kesehatan
yang masih rendah. Di negara Indonesia
rendahnya kesehatan ditandai dengan
masih tingginya angka kematian pada
ibu. Berdasarkan hasil survei demogafi
dan kependudukan Indonesia (SDKI)
2012 terdapat kenaikan angka kematian
ibu (AKI) yang cukup drastis dari 228 per
100 ribu kelahiran menjadi 359 per 100
ribu kelahiran.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Menurut WHO, 40% kematian
Ibu di negara berkembang berkaitan
dengan anemia dalam kehamilan. Anemia
adalah kondisi ibu dengan kadar
haemoglobin (Hb) dalam darahnya
kurang dari 12 gr% (Winkjosastro, 2002).
Sedangkan anemia dalam kehamilan
adalah kondisi ibu dengan kadar
haemoglobin dibawah 11 gr% pada
trimester I dan III atau kadar <10,5 gr%
pada trimester II (Saifuddin, 2002).
Kebanyakan anemia dalam kehamilan
170
Gambaran Faktor Rendahna Konsumsi Tablet Fe……………..……….……………Stefani MR, Hal. 170-176
disebabkan oleh defisiensi besi dan
perdarahan akut. Prevalensi anemia pada
ibu hamil di Indonesia tahun 2010 adalah
70% atau 7 dari 10 wanita hamil
menderita anemia (Sunita, 2011). Di
Indonesia, berdasarkan Riskesdas 2013,
terdapat 37,1% ibu hamil anemia, yaitu
ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari
11,0 gram/dl, dengan proporsi yang
hampir sama antara di kawasan perkotaan
(36,4%)
dan
perdesaan
(37,8%)
(Riskesdas, 2013). Di Negara maju
kematian Ibu hamil karena anemia
mencapai 40%, sedangkan di Indonesia
angka kejadian anemia mencapai 63,5%.
Sementara di Jawa Timur diperkirakan
Ibu hamil yang anemia sebanyak 37,6%.
Bahkan dari 55% ibu hamil yang
mengidap anemia, 22% dari kelahiran
bayi hidup adalah bayi berat lebih rendah
(BBLR) di Jember.
Tingginya anemia yang menimpa
ibu hamil memberikan dampak negatif
terhadap janin yang di kandung dari ibu
dalam kehamilan, persalinan maupun
nifas yang di antaranya akan lahir janin
dengan berat badan lahir rendah (BBLR),
partus premature, abortus, pendarahan
post partum, partus lama dan syok.
Selain
itu
anemia
juga
dapat
mengakibatkan ketuban pecah dini.
BBLR sendiri adalah bayi baru lahir yang
berat badannya kurang dari 2500 gram.
Sedangkan bagi hasil konsepsi akan
mengakibatkan
kematian
perinatal,
prematuritas, cacat bawaan, dan lain lain (Sarwono, 2003). Dampak anemia
pada kehamilan bervariasi dari keluhan
yang sangat ringan hingga terjadinya
gangguan
kelangsungan
kehamilan
(abortus, partus immatur atau prematur),
gangguan proses persalinan (atonia,
partus lama, perdarahan), gangguan pada
masa nifas (sub involusi rahim, daya
tahan terhadap infeksi, stress, dan
produksi ASI rendah), dan gangguan
pada janin (dismaturitas, mikrosomi,
BBLR, kematian periinatal, dll) (Yeyeh,
2010).
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Suplementasi
tablet
besi
merupakan salah satu cara yang
bermanfaat dalam mengatasi anemia. Di
Indonesia, suplementasi besi sudah lama
diberikan secara rutin pada Ibu hamil di
Puskesmas dan Posyandu, menggunakan
tablet yang mengandung 60 mg/hari
dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1
gr% per bulan. Suplementasi besi atau
pemberian tablet Fe merupakan salah satu
upaya penting dalam mencegah dan
menanggulangi
anemia,
khususnya
anemia kekurangan besi. Suplementasi
besi merupakan cara efektif karena
kandungan besinya yang dilengkapi asam
folat yang dapat mencegah anemia karena
kekurangan asam folat (Afnita, 2004).
Pemberian tablet Fe merupakan
salah satu upaya penting dalam mencegah
dan menanggulangi anemia, khususnya
anemia karena defisiensi besi. Kebutuhan
zat besi pada saat kehamilan meningkat.
Beberapa literatur mengatakan kebutuhan
zat besi meningkat dua kali lipat dari
kebutuhan sebelum hamil. Hal ini terjadi
karena selama hamil, volume darah
meningkat 50%, sehingga perlu lebih
banyak zat besi untuk membentuk
hemoglobin. Selain itu, pertumbuhan
janin dan plasenta yang sangat pesat juga
memerlukan banyak zat besi. Dalam
keadaan tidak hamil, kebutuhan zat besi
biasanya dapat dipenuhi dari menu
makanan sehat dan seimbang. Tetapi
dalam keadaan hamil, suplai zat besi dari
makanan masih belum mencukupi
sehingga dibutuhkan suplemen berupa
tablet besi (Depkes RI, 2009). Namun
dalam kenyataanya tidak semua ibu hamil
yang mendapat tablet Fe meminumnya
secara rutin, hal ini disebabkan karena
faktor ketidaktahuan akan pentingnya
mengkonsumsi
tablet
Fe
selama
kehamilannya
(Herlina,
2007).
Kebutuhan tablet fe ibu hamil selama
kehamilan minimal 90 tablet. Setiap
tablet Fe mengandung FeSO4 320 mg
(zat besi 60 mg) dan asam folat 1.25 mg
(Depkes RI, 2008). Berdasarkan data
yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
171
Gambaran Faktor Rendahna Konsumsi Tablet Fe……………..……….……………Stefani MR, Hal. 170-176
Kabupaten Jember Puskesmas Gladak
Pakem merupakan salah satu daerah
dengan tingkat konsumsi Tablet Fe paling
rendah hanya mencapai 59.30% atau
sekitar 475 dari 801 jumlah ibu hamil.
Berdasarkan hasil survey yang
dilakukan peneliti pada 11 ibu hamil
trimester III pada bulan Juli 2014
diperoleh hasil bahwa 63.6% ibu tidak
tuntas dalam mengkonsumsi tablet fe,
dan 36.4% tuntas. Ketuntasan ibu hamil
trimester III dalam mengkonsumsi tablet
fe dikarenakan mengetahui mengenai
manfaat tablet fe bagi kehamilan.
Sementara ibu yang tidak tuntas dalam
mengkonsumsi tablet fe disebabkan
karena beberapa alasan seperti rasanya
yang tidak enak, cenderung tidak
mengetahui manfaatnya, menganggap
tablet fe tidak penting bagi kehamilan
dan sebagainya.
Karena masalah anemia pada
anemia pada ibu hamil merupakan
masalah penting yang erat hubungannya
dengan masalah mortalitas maternal,
maka
dianggap
penting
untuk
dilakukannya suatu identifikasi mengenai
gambaran faktor rendahnya konsumsi
tablet fe ibu hamil trimester III di Desa
Kranjingan
Kecamatan
Sumbersari
Kabupaten Jember
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini menggunakan
metode deskriptif. Penelitian ini berusaha
untuk menggambarkan faktor rendahnya
konsumsi tablet fe ibu hamil trimester III
di desa Kranjingan kabuptaen Jember.
Populasi dalam penelitian ini
adalah semua ibu hamil trimester III pada
bulan tanggal 29 Juli 2014 di Desa
Kranjingan Kabupaten Jember yang
dilakukan pada tiga Posyandu berjumlah
37 orang. Sampel penelitian dalam
penelitian ini dengan kriteria inklusi
sebagai berikut Ibu hamil trimester III,
mengisi kuesioner dengan lengkap,
domisili di Desa Keranjingan, bersedia
menjadi responden penelitian dan
menandatangani
informed
consent.
Teknik sampling yang digunakan oleh
penulis adalah sampling jenuh. Menurut
Sugiyono (2008) sampling jenuh adalah
pengambilan sampel dengan mengambil
seluruh anggota populasi.
HASIL
Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk mengetahui persentase dari
masing data penelitian. Adapun data yang tersaji adalah pendidikan ibu hamil trimester III,
pemeriksaan kehamilan ibu hamil trimester III, dan pengetahuan ibu hamil trimester III.
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Pendidikan ibu Hamil Trimester III di Desa Kranjingan
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember
No Pendidikan
Frekuensi
Prosentase (%)
1
SD
4
10.8
2
SMP
23
62.2
3
SMA
9
24.3
4
Perguruan Tinggi
1
2.7
Jumlah
37
100
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan ibu Hamil Trimester III di
Desa Kranjingan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember
No Pemeriksaan kehamilan
Frekuensi Prosentase (%)
1
1 kali
7
18.9
2
2 kali
15
40.5
3
3 kali
8
21.6
4
4 kali
5
13.5
5
> 4 kali
2
5.4
Jumlah
37
100
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
172
Gambaran Faktor Rendahna Konsumsi Tablet Fe……………..……….……………Stefani MR, Hal. 170-176
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Pengetahuan ibu Hamil Trimester III di Desa
Kranjingan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember
No Pengetahuan
Frekuensi Prosentase (%)
1
Baik
8
21.6
2
Cukup
22
59.5
3
Kurang
7
18.9
Jumlah
37
100
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diketahui
bahwa sebagain besar pendidikan ibu ibu
Hamil trimester III adalah 24-30 Tahun
23 (62.2%). Hasil penelitian ini
menjelaskan bahwa tingkat pendidikan
yang ditempuh ibu berada pada kategori
dasar atau rendah. Pendidikan adalah
aktivitas dan usaha manusia untuk
meningkatkan kepribadiannya dengan
jalan membina potensi – potensi
pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa,
rasa, cipta dan budi nurani). Hasil
penelitian ini sesuai dengan pendapat
Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa
perilaku itu sebetulnya adalah semua
kegiatan yang dilakukan oleh individu,
baik yang bisa dilihat oleh orang lain
maupun tidak. Sementara pendidikan
merupakan kegiatan pemberian informasi
dari orang lain. Sementara itu Sofa
(2008) menyatakan bahwa pada dasarnya
perilaku
masing-masing
individu
dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu
faktor personal dan situasional. Faktor
personal terdiri dari faktor biologis dan
faktor
sosiopsikologis.
Perilaku
masyarakat dalam memanfaatkan sarana
kesehatan dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Salah satu
faktor
yang
mempengaruhi
perilaku
kesehatan
masyarakat
adalah
pendidikan.
Pendidikan seorang individu sangat
mempengaruhi
perilakunya
di
masyarakat,
khususnya
dalam
memanfaatkan sarana kesehatan
Pendidikan menunjukkan jumlah
informasi yang diperoleh seseorang.
Pendidikan
memiliki
andil
besar
membentuk perilaku seseorang karena
didalam pendidikan baik formal ataupun
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
informal terdapat sejumlah informasi.
Informasi ini akan menjadi dasar bagi ibu
dasar berperilaku, artinya perilaku
seseorang akan ditentukan dengan
informasi yang dimilikinya. Jika ibu
mengetahui tentang pentingnya konsumsi
tablet fe maka memungkinkan ibu akan
bertindak atau berperilaku sesuai dengan
informasi yang diperoleh
Berdasarkan hasil penelitian diketahui
bahwa sebagain ibu hamil trimester III
melakukan
pemeriksaan
kehamilan
sebanyak 2 kali 15 (40.5%). Hal ini
menjelaskan bahwa kunjungan yang
dilakukan ibu kurang dari standart yang
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
yaitu 4x selama kehamilan. Ibu hamil
sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan
atau dokter sedini mungkin semenjak ibu
merasa dirinya hamil untuk mendapatkan
pelayanan atau asuhan pemeriksaan
kehamilan.
Hasil penelitian ini sesuai dnegan
pendapat
Notoatmodjo,
(2003:58).
Kunjungan
pemeriksaan
kehamilan
merupakan salah satu bentuk perilaku.
Menurut Lawrence Green, faktor – faktor
yang berhubungan dengan perilaku ada 3
yaitu:
faktor
predisposisi,
faktor
pendukung, dan faktor pendorong. Yang
termasuk faktor predisposisi diantaranya :
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi,
dan nilai. Sedangkan yang termasuk
faktor pendukung adalah ketersediaan
sarana-sarana kesehatan, dan yang
terakhir yang termasuk faktor pendorong
adalah sikap dan perilaku petugas
kesehatan.
Kunjungan ibu hamil adalah kontak
antara ibu hamil dan petugas kesehatan
yang memberi pelayanan antenatal untuk
mendapatkan pemeriksaan kehamilan.
173
Gambaran Faktor Rendahna Konsumsi Tablet Fe……………..……….……………Stefani MR, Hal. 170-176
Istilah kunjungan tidak mengandung arti
bahwa selalu ibu hamil yang datang ke
fasilitas pelayanan, tetapi dapat juga
sebaliknya yaitu ibu hamil yang
dikunjungi
petugas
kesehatan
dirumahnya atau di posyandu. Ibu hamil
tersebut harus sering dikunjungi jika
terdapat masalah, dan ia hendaknya
disarankan untuk menemui petugas
kesehatan bilamana ia merasakan tandatanda bahaya atau jika ia khawatir.
Semakin sering frekuensi pemeriksaan
kehamilan
yang
dilakukan
ibu
memungkinkan akan semakin banyak
informasi berkaitan dengan masalah
kehamilan yang dihadapi ibu. Keadaan
tersebut akan memotivasi ibu dalam
berperilaku sesuai dengan informasi yang
diperoleh selama melakukan pemeriksaan
kehamilan. Ibu yang mengetahui bahwa
dirinya diindikasikan anemia, maka ibu
akan memiliki kecenderungan untuk
berupaya mengkonsumsi makanan yang
dapat mengurangi anemia. Informasi
yang diperoleh ibu selama melakukan
pemeriksaan kehamilan akan menjadi
dasar bagi ibu dalam berperilaku sesuai
dengan
yang
disarankan
dalam
pemeriksaan kehamilan.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
sebagain besar tingkat pengetahuan ibu
berada pada kategori cukup yaitu 22
(59.5%). Pengetahuan
Ibu
Hamil
trimester III tentang tablet fe merupakan
segala sesuatu yang diketahui ibu terkait
dengan tablet fe.
Menurut Notoadmodjo
(2002)
pengetahuan adalah merupakan hasil
tahu, hal ini setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek
tertentu.
Pengetahuan ibu dapat
diperoleh dari beberapa faktor baik
formal seperti pendidikan yang didapat
di sekolah maupun non formal.
Pengetahuan merupakan faktor yang
penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Hal ini dikuatkan
oleh
Notoadmodjo, (2002). mengungkaplan
bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan
akan lebih
langgeng
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
daripada perilaku yang tidak didasari
pengetahuan.
Menurut
Simanungkalit
(2011),
perilaku seseorang atau masyarakat
dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan
ditentukan oleh pengetahuan, dan salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi
pengetahuan salah satunya adalah
pendidikan. Tidak dapat dipungkiri
bahwa
makin
tinggi
pendidikan
seseorang, makin mudah pula ia
menerima informasi, dan pada akhirnya,
makin banyak pula pengetahuan yang
dimilikinya. Sebaliknya, jika tingkat
pendidikan seseorang rendah, itu akan
menghambat perkembangan perilakunya
terhadap penerimaan informasi dan nilainilai yang baru diperkenalkan.
Pengetahuan seseorang bisa diperoleh
dari beragam cara seperti bertanya
kepada petugas kesehatan, dari media
cetak dan elektronik dan bisa dari
pengalaman. Semakin baik pengetahuan
yang dimiliki seseorang tentang tablet fe
memungkinkan ibu akan semakin
termotivasai dalam mengkonsumsi tablet
fe, hal ini ini disebabkan ibu telah
mengetahui mengenai manfaat tablet fe
bagi kehamilan ataupun masalah dalam
kehamilannya.
Sehingga
perilaku
merupakan manifestasi dalam segala
yang diketahuinya.
KESIMPULAN
1. Faktor rendahnya konsumsi tablet fe
ibu Hamil Trimester III di Desa
Kranjingan Kecamatan Sumbersari
Kabupaten Jember dimungkinkan
karena sebagain besar pendidikan ibu
hamil trimester III adalah SMP 23
(62.2%).
2. Faktor rendahnya konsumsi tablet fe
ibu Hamil Trimester III di Desa
Kranjingan Kecamatan Sumbersari
Kabupaten Jember dimungkinkan
karena sebagain ibu hamil trimester
III
melakukan
pemeriksaan
kehamilan sebanyak 2 kali 15
(40.5%).
174
Gambaran Faktor Rendahna Konsumsi Tablet Fe……………..……….……………Stefani MR, Hal. 170-176
3. Faktor rendahnya konsumsi tablet fe
ibu Hamil Trimester III di Desa
Kranjingan Kecamatan Sumbersari
Kabupaten Jember dimungkinkan
karena sebagain besar tingkat
pengetahuan ibu berada pada kategori
cukup yaitu 22 (59.5%).
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Hidayat.
2003.
Riset
Keperawatan
dan
Teknik
Penulisan Ilmiah. Edisi I.
Jakarta: Salemba Medika
Almatsier, Sunita, dkk. 2011. Gizi
Seimbang
Dalam
Daur
Kehidupan.
Jakarta,.
PT
Gramedia Pustaka Utama
Arisman. 2004. Gizi dalam Daur
Kehidupan: Buku Ajar Ilmu
Gizi.
Buku.
Kedokteran
Jakarta: EGC
Bobak; Lowdermilk; Jensen. 2005. Buku
Ajar Keperawatan Maternitas.
Ed. 4. Alih bahasa : Renata
Komalasari. Jakarta : EGC
Depkes R.I., 2008. Profil Kesehatan
Indonesia. Jakarta
De Maeyer, E. M. 2003. Pencegahan dan
Pengawasan Anemia Defisiens
Besi.
Alih
Bahasa
:
Arisman,MB, Widya Medika:
Jakarta.
Fatimah, dkk. 2011. Pola Konsumsi dan
Kadar Haemoglobin Pada Ibu
Hamil di Kabupaten Maros
Sulawesi Selatan, Makara
Kesehatan Vol. 15 No 1.
Herlina, Nina. 2006. Faktor-faktor Resiko
Kejadian Anemia pada Ibu
Hamil. diambil 12 Juli 2014,
dari
http://www.bppsdmk.depkes.g
o.id
Indriantoro,
Nur,
dan Supomo,
Bambang. 2002. Metodologi
Penelitian.
Edisi
1.
Yogyakarta: Penerbit BPFE
Yogyakarta
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Latipun, 2001, Psikologi Konseling,
Malang:
Universitas
Muhammadiyah.
Manuaba IBG. 2008. Ilmu Kebidanan,
Penyakit
Kandungan
&
Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta:
EGC
Manuaba, Ida Ayu Chandranita,
2009. Gadar
Obstetri
&
Ginekologi
&
Obstetri
Ginekologi
Sosial
Untuk
Profesi Bidan. Jakarta, EGC
Mansjoer, Arief. 2011, Kapita Selekta
Kedokteran, edisi 4, Jakarta :
Media Aesculapius.
Notoatmodjo,
Soekidjo. 2003.
Pendidikan Dan Perilaku
Kesehatan. Rineka. Cipta
Notoatmodjo,
Soekidjo .
2005.
Metodologi
penelitian
kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Notoatmodjo,
Soekidjo. 2010.
Ilmu
Perilaku Kesehatan. Jakarta :
PT Rineka Cipta Nursalam.
2003. Konsep & Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan:
Pedoman
Skripsi, Tesis, dan Instrumen
Penelitian
Keperawatan.
Jakarta. Salemba Medika
Prawirohardjo, Sarwono., 2005. Ilmu
kebidanan. Jakarta : Yayasan
Bina. Pustaka.
Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal & Neonatal. Jakarta:
Yayasan
Bina
Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Saifuddin, Abdul Bari. 2008. Pelayanan
Kesehatan
Maternal
Dan
Neonatal. Jakarta : Bina
Pustaka
Saifuddin, AB, 2009. Panduan Praktis
Pelayanan
Kesehatan
Maternal
dan
Neonatal.
Jakarta: EGC.
175
Gambaran Faktor Rendahna Konsumsi Tablet Fe……………..……….……………Stefani MR, Hal. 170-176
Sugiyono. 2007.
Metode
Penelitian
Kuantitatif
Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta’
Sugiyono, 2008. Metode Penelitian
Kunatitatif
Kualitatif dan
R&D. Bandung. Alfabeta.
Tarwoto. 2007. Keperawatan Medikal
Bedah
Gangguan
Sistem
Persarafan, Jakarta
:
CV. Sagung Seto.
Waryana. 2010. Gizi Reproduksi. Pustaka
Rihama : Yogyakarta
Varney,H., 2006. Buku ajar Asuhan
Kebidanan Edisi 4. Jakarta:
EGC
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
176
Gambaran Faktor Penyebab Pre Eklampsia……………..……….…………..…Nabila Istifadah, Hal. 171-184
GAMBARAN FAKTOR PENYEBAB PRE EKLAMPSIA/ EKLAMPSIA
PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KALISAT KABUPATEN
JEMBER
Nabila Istifadah *, Mussia**, Nur Riska Rahmawati***
*,**,*** STIKES dr. Soebandi Jember
ABSTRACT
One of the cause of morbidity, maternal and fetal mortality is preeclampsia [PE] which, according
to the WHO range between 0.51% - 38.4%. In the eastern Java at 34.71% of pregnant women die
from preeclampsia / eclampsia. In Kalisat health centers are 248 cases of high risk pregnant
women and 35 cases with preeclampsia / eclampsia (7.44%), the purpose of this study is to
describe the factor in preeclampsia / eclampsia in health center of Kalisat Jember regency. This
type of research is descriptive. The populations in this study were 35 pregnant women with the
sampling technique used is the total sampling. Data were analyzed using frequency tables using
statistical product and service solution (SPSS). The results of this study indicated that the factors
cause preeclampsia / eclampsia in health center of Kalisat Jember regency based mostly maternal
age <20 or> 35 years 22 (62.9%), had children 1-2 is 22 (62.9%), had a history of hypertension 20
(57.1%), had over weight body is 23 (65.7), not because of a history of diabetes mellitus is 4
(11.4%), and not because of pregnancy gemeli is 1 (2.9%). The conclusion of this study is the trend
factor in preeclampsia / eclampsia in health center of Kalisat Jember regency is overweight so it is
necessary for balancing input and output of energy / calories.
Keywords: preeclampsia / eclampsia, maternal
PENDAHULUAN
Banyaknya
kasus
preeklampsia/eklampsia
membuat
kondisi kesehatan perempuan Indonesia
masih sangat rendah, ini jelas sangat
berpengaruh pada ibu saat melahirkan
selain juga berdampak pada janin.
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi
disertai proteinuria akibat kehamilan,
setelah umur kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan. Gejala ini dapat
timbul sebelum 20 minggu bila terjadi
penyakit
trofoblastik.
(Sudhaberta,
2001).Teori yang dewasa ini banyak
dikemukakan
sebagai
penyebab
preeclampsia adalah iskemia plasenta.
Akan tetapi dengan teori ini tidak dapat
diterangkan semua hal yang bertalian
dengan penyakit itu.
Salah satu penyebab morbilitas dan
mortalitas ibu dan janin adalah
preeklamsia (PE) yang menurut WHO
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
berkisar antara 0,51%-38,4% (Amelda,
2006). Menurut survey SDKI 2012
menunjukkan bahwa penyebab langsung
Angka Kematian Ibu antara lain:
perdarahan 42%, eklampsia/preeklampsia
13%, abortus 11%, infeksi 10%, partus
lama/partus macet 9%, dan penyebab lain
15%.
Di Jawa Timur sebesar 34,71 % ibu
hamil
meninggal
karena
preeklampsia/eklampsia
(Dinkesjatim,
2012). Sedangkan dari data dari Dinas
Kesehatan
Jember
tahun
2012
menunjukkan bahwa Puskesmas Kalisat
menduduki peringkat tertinggi pada kasus
ibu hamil dengan resiko tinggi. Di
Puskesmas Kalisat terdapat 248 kasus
resiko tinggi pada ibu hamil dan 35 kasus
dengan preeclampsia/eklampsia (7,44%).
Faktor penyebab preeklampsia/eklampsia
dalam kehamilan di Puskesmas Kalisat
berdasarkan data yang diperoleh tahun
177
Gambaran Faktor Penyebab Pre Eklampsia……………..……….…………..…Nabila Istifadah, Hal. 171-184
2012 disebabkan oleh umur ibu lebih dari
35 tahun 64,4% sisanya 35,6% usia 20-30
tahun, memiliki paritas primigravida
69,5%, frekuensi kehamilan kurang dari
4 kali sebesar 30,5%.
Banyak faktor yang menyebabkan
meningkatnya insiden preeklamsia pada
ibu hamil. Faktor risiko yang dapat
meningkatkan insiden preeklampsia
antara lain molahidatidosa, nulipara, usia
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun, janin lebih dari satu, multipara,
hipertensi kronis, diabetes mellitus atau
penyakit ginjal. Preeklampsia/ eklampsia
dipengaruhi juga oleh paritas, genetik dan
faktor lingkungan (Cunningham, 1995).
Sumber lain mengatakan penyebab
terjadinya preeklampsia tidak hanya
disebabkan oleh satu faktor saja,
melainkan
banyak
faktor
yang
menyebabkan terjadinya preeklampsia
dan eklampsia (multiple causation).
Diabetes melitus, mola hidatidosa,
kehamilan ganda, umur lebih dari 35
tahun dan obesitas merupakan faktor
predisposisi
untuk
terjadinya
preeklampsia (Trijatmo, 2007).
Begitu
seriusnya
masalah
preeklampsia/eklampsia jika tidak segera
ditangani akan menyebabkan kejang dan
menurunnya kesadaran sampai koma.
Untuk mengatasinya, ibu hamil harus
memeriksakan kehamilan secara teratur
dan lebih ketat. Laksanakan nasehat
dokter/bidan yang menangani agar
keluhan penyakit ini dapat ditangani
secepatnya. Sebagai informasi, AKI
akibat preeklampsia/eklampsia masih
tinggi terutama di Negara yang sedang
berkembang (Mellyna, 2001)
Menurut
Manuaba
(2008),
pencegahan
preeklampsia
yaitu
bagaimana penyakit ini dapat dideteksi
sedini mungkin. Deteksi dini didapatkan
dari pemeriksaan tekanan darah secara
rutin pada saat pemeriksaan kehamilan
(antenatal care). Karena itu, pemeriksaan
kehamilan rutin mutlak dilakukan agar
preeklampsia dapat terdeteksi cepat untuk
meminimalisir kemungkinan komplikasi
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
yang lebih fatal. Pemeriksaan tekanan
darah harus dilakukan dengan seksama,
dan usahakan dilakukan oleh orang yang
sama misalnya bidan atau dokter.
Preeklampsia disebut sebagai “the
disease of theoris”. Skrining untuk
deteksi dini preeklampsia pada ibu hamil
dilakukan pemeriksaan dengan cara:
anamnese untuk menanyakan keluhan
utama atau keluhan yang dirasakan saat
ini, kemudian ditanyakan seluruh riwayat
kesehatan yang lalu dan sekarang
termasuk pemeriksaan ginekologi dan
obstetri. Pemeriksaan lengkap yakni
pemeriksaan yang dilakukan untuk
meninjau apakah kondisi fisik ibu hamil
ada masalah atau tidak dan dilakukan
secara komprehensif atau lengkap dan
detail dilakukan secara head to toe (dari
kepala ke kaki) serta dilakukan
pemeriksaan penunjang yang diperlukan,
seperti
laboratorium,
pemeriksaan
radiologi (Rukiyah, 2011). Dalam
pengelolaan
dini
hipertensi
pada
kehamilan, bidan menemukan secara dini
setiap kenaikan tekanan darah pada
kehamilan dan mengenali tanda serta
gejala preeklampsia lainnya, serta
mengambil tindakan yang tepat dan
merujuknya (Meilani, 2009).
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian adalah macammacam metode yang digunakan dalam
penelitian kesehatan. Jenis penelitian ini
adalah jenis kuantitatif. Desain pada
penelitian ini dilakukan secara deskriptif
dengan
menggunakan
pendekatan
retrospektif.
Rancangan
penelitian
retrospektif.
178
Gambaran Faktor Penyebab Pre Eklampsia……………..……….…………..…Nabila Istifadah, Hal. 171-184
HASIL PENELITIAN
Data Umum
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Pendidikan ibu hamil yang menderita preeklamsia/eklampsia di
Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013
No
Pendidikan Frek Persentase
(%)
1
Dasar
14
40.0
2
Menengah
16
45.7
3
Tinggi
5
14.3
Jumlah
35
100
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pekerjaan ibu hamil yang menderita preeklamsia/ eklampsia di
Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013
No Pekerjaan
Frek Pers(%)
1
Bekerja
14
40.0
2
Tidak Bekerja / IRT 21
60.0
Jumlah
35
100
Data Khusus
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Usia ibu hamil yang menderita preeklamsia/ eklampsia di
Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013
No
Usia
Usia resiko
tinggi
<20
1
atau > 35
Tahun
Usia
resiko
2
rendah
20-35
Tahun
Jumlah
Frek
Pers(%)
22
62.9
13
37.1
35
100
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Paritas ibu hamil yang menderita preeklamsia/eklampsia di
Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013
No
Paritas
Paritas rendah 1
1
–2
2
Paritas tinggi > 2
Jumlah
Frek
Pers(%)
22
62.9
13
35
37.1
100
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Riwayat Hipertensi ibu hamil yang menderita preeklamsia/
eklampsia di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013
Riwayat
Hipertensi
1
Ya
2
Tidak
Jumlah
No
Frek
Pers(%)
20
15
35
57.1
42.9
100
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
179
Gambaran Faktor Penyebab Pre Eklampsia……………..……….…………..…Nabila Istifadah, Hal. 171-184
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berat Badan ibu hamil yang menderita preeklamsia/eklampsia di
Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013
No
Berat Badan
Normal (11,251
15,75 kg)
Lebih
dari
2
normal (.15,75
kg)
Jumlah
Frek
Pers (%)
12
34.3
23
65.7
35
100
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Riwayat Diabetes Mellitus ibu hamil yang menderita
preeklamsia/eklampsia di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013
Riwayat
Diabetes
Mellitus
1
Ya
2
Tidak
Jumlah
No
Frek
Pers (%)
4
31
35
11.4
88.6
100
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Kehamilan Gemeli ibu di Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember
Tahun 2013
Kehamilan
Gemeli
1
Ya
2
Tidak
Jumlah
No
Frek
Pers (%)
1
34
35
2.9
97.1
100
PEMBAHASAN
Identifikasi
Faktor
Penyebab
Preeklamsia/Eklampsia berdasarkan
Usia
Berdasarkan tabel 5.3 diperoleh
bahwa sebagain besar usia ibu usia resiko
tinggi <20 tahun atau > 35 tahun adalah
22 orang atau sekitar (62.9%). Hal ini
mengindikasikan
bahwa
kejadian
preeklamsia di Puskesmas Kalisat
Kabupaten Jember dimungkinkan karena
sebagain besar berusia < 20 atau > 35
tahun. Menurut Bobak (2004), usia yang
rentan terkena preeklamsia adalah usia <
18 atau > 35 tahun. Seperti yang telah
dijelaskan Manuaba (1998), pada usia <
18 tahun, keadaan alat reproduksi belum
siap untuk menerima kehamilan. Hal ini
akan meningkatkan terjadinya keracunan
kehamilan dalam bentuk preeklamsia dan
eklamsia. Sedangkan pada usia 35 tahun
atau lebih, menurut Rochjati, P (2003),
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
rentan terjadinya berbagai penyakit
dalam bentuk hipertensi, dan eklamsia.
Hal ini menurut Rochjati, P (2003)
disebabkan karena tenjadinya perubahan
pada jaringan alat-alat kandungan dan
jalan lahir tidak lentur lagi. Selain itu, hal
ini menurut Potter, PA (2005), juga
diakibatkan karena tekanan darah yang
meningkat seiring dengan pertambahan
usia. Sehingga pada usia 35 tahun atau
lebih dapat cenderung meningkatkan
risiko terjadinya preeklamsia.
Hal ini berarti bahwa dalam
maternitas umur ibu yang ekstrim yaitu
dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
akan mempunyai resiko kehamilan. Pada
usia dibawah 20 tahun masih mungkin
mencapai pertumbuhan organ-organ yang
berkaitan dengan kehamilan, sedangkan
pada usia > 35 tahun sudah mulai terjadi
penurunan
fungsi
pada
uterus.
Pengawasan pada ibu hamil dengan usia
180
Gambaran Faktor Penyebab Pre Eklampsia……………..……….…………..…Nabila Istifadah, Hal. 171-184
dibawah 20 tahun perlu diperhatikan
karena sering terjadi anemia, hipertensi
menuju preeklamsia, persalinan dengan
berat badan lahir rendah, kehamilan
disertai infeksi dan penyulit persalinan
yang diakhiri dengan tindakan operasi.
Identifikasi
Faktor
Penyebab
Preeklamsia/Eklampsia berdasarkan
Paritas
Berdasarkan tabel 5.4 diperoleh
hasil bahwa sebagain besar ibu memiliki
anak lebih dari 2 yaitu 22 (62.9%). Hal
ini mengindikasikan bahwa kejadian
preeklamsia di Puskesmas Kalisat
Kabupaten Jember dimungkinkan karena
sebagain besar ibu adalah memiliki 1-2
anak.
Menurut Wiknjosastro, H. (2002),
frekuensinya lebih tinggi terjadi pada
primigravida dari pada multigravida.
Berdasarkan teori immunologik yang
disampaikan Sudhaberata, K (2005), hal
ini dikarenakan pada kehamilan pertama
terjadi
pembentukan
“blocking
antibodies” terhadap antigen tidak
sempurna. Selain itu menurut Angsar, D
(2004), pada kehamilan pertama terjadi
pembentukan “Human Leucocyte Antigen
Protein G (HLA)” yang berperan penting
dalam modulasi
respon
immune,
sehingga ibu menolak hasil konsepsi
(plasenta) atau terjadi intoleransi ibu
terhadap plasenta sehingga terjadi
preeklamsia.
Pada
primigravida
sering
mengalami stress dalam menghadapi
persalinan. Stress emosi yang terjadi pada
primigravida menyebabkan peningkatan
pelepasan
corticotropic-releasing
hormone (CRH) oleh hipothalamus, yang
kemudian menyebabkan peningkatan
kortisol.
Efek
kortisol
adalah
mempersiapkan tubuh untuk berespons
terhadap
semua
stresor
dengan
meningkatkan respons simpatis, termasuk
respons
yang
ditujukan
untuk
meningkatkan curah jantung dan
mempertahankan tekanan darah. Pada
wanita dengan preeklamsia/eklamsia,
tidak terjadi penurunan sensitivitas
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
terhadap
vasopeptida-vasopeptida
tersebut, sehingga peningkatan besar
volume darah langsung meningkatkan
curah jantung dan tekanan darah.
Pada primigravida frekuensi
terjadinya preeklamsia lebih tinggi
dibandingkan dengan multi gravida
karena
pada
kehamilan
pertama
pembentukan blocking antibody terhadap
antigen plasenta belum sempurna
sehingga respon immune yang tidak
menguntungkan histoin kompabilitas
plasenta namun jika timbul lagi pada
kehamilan berikutnya, ini tidak dapat
dijelaskan secara teoritis tetapi hanya
dapat digambarkan bahwa multigravida 3
ke atas dapat pula merupakan salah satu
keadaan yang kelak dapat menimbulkan
komplikasi kehamilan.
Identifikasi
Faktor
Penyebab
Preeklamsia/Eklampsia berdasarkan
Riwayat Hipertensi
Berdasarkan tabel 5.5 diperoleh hasil
bahwa sebagain besar ibu memiliki
riwayat hipertensi yaitu 20 (57.1%). Hal
ini mengindikasikan bahwa terjadinya
preeklamsia pada ibu di Puskesmas
Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013
dimungkinkan karena ibu memiliki
riwayat hipertensi sebelumnya.
Menurut Cunningham, (2006) riwayat
hipertensi adalah ibu yang pernah
mengalami hipertensi sebelum hamil atau
sebelum umur kehamilan 20 minggu. Ibu
yang mempunyai riwayat hipertensi
berisiko
lebih
besar
mengalami
preeklamsi,
serta
meningkatkan
morbiditas dan mortalitas maternal dan
neonatal
lebih
tinggi.
Diagnosa
preeklamsi
ditegakkan
berdasarkan
peningkatan tekanan darah yang disertai
dengan proteinuria atau edema.
Salah satu faktor predisposisi terjadinya
pre-eklampsia atau eklampsia adalah
adanya riwayat hipertensi kronis, atau
penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya,
atau hipertensi esensial. Sebagian besar
kehamilan dengan hipertensi esensial
berlangsung normal sampai cukup bulan.
Pada kira-kira sepertiga diantara para
181
Gambaran Faktor Penyebab Pre Eklampsia……………..……….…………..…Nabila Istifadah, Hal. 171-184
wanita penderita tekanan darahnya tinggi
setelah kehamilan 30 minggu tanpa
disertai gejala lain. Kira-kira 20%
menunjukkan kenaikan yang lebih
mencolok dan dapat disertai satu gejala
preeklampsia atau lebih, seperti edema,
proteinuria,
nyeri
kepala,
nyeri
epigastrium, muntah, gangguan visus
(Supperimposed preeklampsia ), bahkan
dapat timbul eklampsia dan perdarahan
otak.
Identifikasi
Faktor
Penyebab
Preeklamsia/Eklampsia berdasarkan
Berat Badan
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui
bahwa sebagain besar ibu memiliki
kenaikan berat badan lebih dari normal
(lebih dari 15,75 kg) saat hamil yaitu 23
(65.7%). Hal ini mengindikasikan bahwa
terjadinya preeklamsia pada ibu di
Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember
Tahun 2013 dimungkinkan karena faktor
berat badan ibu
Menurut Sunita (2002) obesitas
akan menyebabkan pergeseran pembuluh
darah yang diikuti dengan rusaknya
dinding pembuluh darah. Pinggirpinggir pembuluh darah menjadi tidak
rata akibat tekanan darah yang tinggi.
Akibatnya berbagai zat yang terlarut
dalam darah (kolesterol dan kalsium)
akan mengendap pada
dinding
pembuluh darah, sehingga terjadi
penyempitan pembuluh darah yang
dapat menyebabkan kerja jantung
menjadi berat dan dapat menyebabkan
preeklamsia ringan.
Pendapat
senada
juga
disampaikan oleh Soemilah, (2000) orang
dengan obesitas akan mudah terkena
hipertensi 10 kali lebih besar. Wanita
dengan obesitas pada usia 30 tahunan
mempunyai resiko terserang hipertensi 7x
lipat dibandingkan wanita langsing
pada usia yang sama. Dan pada
penyelidikan dibuktikan bahwa curah
jantug dan volume darah sirkulasi pasien
obesitas dengan hipertensi lebih tinggi
dibandingkan
dengan
penderita
hipertensi yang berat badannya normal.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Pola hidup yang tidak seimbang
dari makanan yang dikonsumsi dengan
energi
yanmg
dibutuhkan
untuk
beraktifitas akan menyebabkan berat
badan menjadi naik atau bertambah
sehingga dapat menyebabkan obesitas,
sehingga
dapat
menyebabkan
penyempitan pembuluh darah yang
dapat menyebabkan kerja jantung
menjadi berat dan dapat menyebabkan
preeklamsia ringan. Pola makan sehat
akan menurunkan dan mempertahankan
berat badan menjadi ideal, sehingga
dianjurkan
untuk menyeimbangkan
asupan kalori dengan kebutuhan energi
total dengan membatasi konsumsi
makanan yang mengandung kalori
tinggi dan atau makanan yang
kandungan gula dan lemaknya tinggi
agar tidak terjadi preeklampsia ringan.
Disamping
itu,
agar
melakukan
aktifitas fisik yang cukup untuk
mencapai kebugaran jasmani yang baik
dengan menyeimbangkan pengeluaran
dan pemasukan energi/kalori.
Identifikasi
Faktor
Penyebab
Preeklamsia/Eklampsia berdasarkan
Diabetes Mellitus
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa
sebagain besar ibu tidak memiliki riwayat
diabetes mellitus yaitu 31 (88.6%). Hal
ini mengindikasikan bahwa terjadinya
preeklamsia pada ibu di Puskesmas
Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013
dimungkinkan bukan karena faktor
riwayat diabetes mellitus
Hasil penelitian ini tidak sesuai
dengan pendapat Cunningham (2005),
bahwa penyakit diabetes mellitus terjadi
peningkatan substansial risiko pada ibu
dan janin. Risiko pada ibu mencakup
kerusakan retina, ginjal, dan jantung,
infeksi saluran kemih, ketoasidosis
diabetes, dan seksio sesarea. Hipertensi
sering dijumpai dan wanita diabetes
dengan penyakit ginjal sehingga beresiko
tinggi mengalami preeklampsia. Pendapat
ini juga diperkuat oleh Saifudin (2009),
bahwa diabetes mellitus gestasional
merupakan gangguan metabolisme pada
182
Gambaran Faktor Penyebab Pre Eklampsia……………..……….…………..…Nabila Istifadah, Hal. 171-184
kehamilan
yang
ringan,
tetapi
hiperglikemia ringan dapat memberikan
penyulit pada ibu berupa preeklampsia.
Hal ini terjadi dimungkinkan karena
adanya riwayat kejadian preeklampsia
yang lalu untuk ibu hamil multipara dan
grandemultipara yaitu pada kehamilan
yang
dulu
mempunyai
riwayat
preeklampsia
sehingga
beresiko
terjadinya preeklampsia untuk kehamilan
selanjutnya.
Identifikasi
Faktor
Penyebab
Preeklamsia/Eklampsia berdasarkan
Kehamilan Kembar / Gemeli
Berdsarkan tabel 5.8 diketahui
bahwa sebagain besar ibu tidak memiliki
kehamilan gemeli yaitu 34 (97.1%). Hal
ini mengindikasikan bahwa terjadinya
preeklamsia pada ibu di Puskesmas
Kalisat Kabupaten Jember Tahun 2013
dimungkinkan bukan karena faktor
kehamilan Menurut Karkata, (2006).
Preeklampsia lebih besar kemungkinan
terjadi pada kehamilan kembar. Selain
itu, hipertensi yang diperberat karena
kehamilan
banyak
terjadi
pada
kehamilan kembar. Dilihat dari segi
teori hiperplasentosis, kehamilan kembar
mempunyai resiko untuk berkembangnya
preeklampsia. Kejadian preeklampsia
pada kehamilan kembar meningkat
menjadi 4-5 kali dibandingkan kehamilan
tunggal. Selain itu, dilaporkan bahwa
preeklampsia akan meningkat pada
kehamilan kembar tiga dan seterusnya
Hal ini berbeda dengan teori yang
menyebutkan kehamilan ganda (Gemelli)
memperlihatkan kejadian preeklampsia
13% yang secara bermakna tinggi. Selain
itu wanita dengan kehamilan ganda dan
hipertensi
akibat
kehamilan
memperlihatkan prognosis neonatus yang
lebih buruk dari pada mereka dengan
janin tunggal.
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan pada bab
sebelumnya, maka hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa:
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember
berdasarkan
usia
dimungkinkan
karena sebagian besar ibu usia resiko
tinggi <20 atau > 35 Tahun yaitu
62.9%.
Faktor
penyebab
preeklamsia/
eklampsia Pada Ibu Hamil di
Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember
berdasarkan paritas dimungkinkan
karena sebagian besar ibu memiliki
anak 1sampai 2 yaitu 62.9%.
Faktor
penyebab
preeklamsia/
eklampsia Pada Ibu Hamil di
Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember
berdasarkan
riwayat
hipertensi
dimungkinkan karena sebagian besar
ibu memiliki riwayat hipertensi
57.1%.
Faktor
penyebab
preeklamsia/
eklampsia Pada Ibu Hamil di
Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember
berdasarkan
berat
badan
dimungkinkan karena sebagian besar
ibu memiliki badan lebih yaitu 65.7%.
Faktor
penyebab
preeklamsia/
eklampsia Pada Ibu Hamil di
Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember
berdasarkan riwayat diabetes mellitus
sebagain besar ibu memiliki riwayat
diabetes mellitus yaitu 11.4%.
Faktor
penyebab
preeklamsia/
eklampsia Pada Ibu Hamil di
Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember
berdasarkan
kehamilan
gemeli,
sebagaian
besar
ibu
memiliki
kehamilan gemeli yaitu 2.9%.
Faktor
dominan
penyebab
preeklamsia/eklampsia
Pada
Ibu
Hamil
di
Puskesmas
Kalisat
Kabupaten Jember adalah berat badan
ibu.
DAFTAR PUSTAKA
A d r i a n s z , h a n a f i a h . 2 0 0 8 . Diagnosis
Kehamilan,
dalam
buku
Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Cunningham, F. G. (2006). Obstetri
Williams. Jakarta: EGC.
1. Faktor
penyebab
preeklamsia/
eklampsia Pada Ibu Hamil di
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
183
Gambaran Faktor Penyebab Pre Eklampsia……………..……….…………..…Nabila Istifadah, Hal. 171-184
Cunningham, A. 1995. The Science And
Culture Of Nutrition 1840-1940.
Edition Rodopi. Amsterdam.
Dinkes Jawa Timur. 2012. Profil Dinas
Kesehatan Jawa timur. Diunduh
dari:
http://dinkes.jatimprov.go.id/userfi
le/dokumen/1380615402_PROFIL
_KESEHATAN_PROVINSI_JAW
A_TIMUR_2012.pdf
Hani, Ummi. 2010. Asuhan Kebidanan
Pada
Kehamilan
Fisiologis.
Salemba Medika. Jakarta.
Hidayat, Aimul, Aziz. 2009. Metode
Penelitian Keperawatan dan Tekhnik
Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.
Huliana,Mellyna.
2001,
Panduan
Menjalani Kehamilan Sehat, Jakarta
: Puspa Swara.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ketiga Jilid 1.
Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.
Manuaba. 2008. Buku ajar Patologi
Obstetri
Untuk
Mahasiswa
Kebidanan. EGC; Jakarta.
Manuaba, I. DKK. 2007. Pengantar Ilmu
Obstetri. EGC. Jakarta.
Meilani, Niken dkk. 2009. Kebidanan
Komunitas.
Yogyakarta
:
Fitramaya.
Maulana M, 2008, Cara Cerdas
Menghadapi
Kehamilan
dan
Mengasuh
Bayi,
Yogyakarta,
Katahati
Mutiara, Tia. 2008. Buku Ilmu
Pengetahuan Alam. Erlangga:
Jakarta
Nursalam. 2009.Konsep dan Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan. Pedoman Skripsi,
Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika..
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu
Kebidanan. YBP-SP. Jakarta.
Rossa,
Amelda,
2006.
Gambaran
Karakteristik Ibu Hamil dengan Preeklampsia
di RSUP H. Adam Malik Medan Periode
Mei 2005-Mei 2006. Diunduh dari:
http://library.helvetia.ac.id/gdl.php
?mod=browse&op=read&id=supth
elpp--ameldaross-7
Rukiyah,Aiyeyeh.dkk.2010.Asuhan
Kebidanan Patologi. Jakarta:Trans
Info Media
Saifuddin, Abdul Bahri. 2008. Pelayanan
Kesehatan Maternal Dan Neonatal.
Jakarta : Bina Pustaka.
Siswono. 2007. Pengaruh Nutrisi Dan
Gaya hidup. Sumber: Replubik
Sudhaberta,
K.
2001.
Penanganan
Preeklampsia Berat dan Eklampsia.
(Online) diunduh
28 Juli 2014.
(Online) diunduh 28 Juli 2014.
Available
from
URL:
HYPERLINKwww.kalbe.co.id/files/cd
k/.../cdk_133_obstetri_dan_ginekologi
.
Setiadi. 2007. Konsep Dan Penulisan
Riset Keperawatan. Graha Ilmu.
Yogyakarta
Sugiono, 2006. Metode Penelitian
Bisnis. Cetakan Sembilan. CV
Alvabeta; Bandung.
Varney, H. DKK. 2007. Buku ajar
Asuhan Kebidanan. EGC. Jakarta.
Wibisono, dr. Hermawan. 2009. Solusi
Sehat Seputar Kehamilan. Agro
media pustaka. Jakarta Selatan.
Winkjosastro, Hanifa, Saifuddin, Abdul
Bari, Rachimhadhi, Trijatmo.
2007. Ilmu Kandungan. Edisi 2.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prihardjo.
Prawirohardjo,
Sarwono.
2008. Ilmu
Kebidanan.Jakarta : Yayasan bina
pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
184
Hubungan Umur, Pendidikan, Paritas……………..……….…………..……………Herlidian Putri, Hal. 185-192
HUBUNGAN UMUR, PENDIDIKAN, PARITAS, PENYAKIT
PENYERTA TERHADAP KEJADIAN ABORTUS DI INSTALASI
RAWAT INAP KEBIDANAN RSD KALISAT JEMBER 2014
Herlidian Putri*
*Dosen Prodi D III Kebidanan STIKES dr. Soebandi Jember
ABSTRAK
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum
mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr. Salah satu jenis abortus adalah
abortus inkomplit. jumlah pasien abortus inkomplit di RSD Kalisat januari- februari 2014 yatu
146. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan umur, pendidikan, paritas dan penyakit
penyerta dengan terjadinya abortus inkomplet di Instalasi Rawat inap kebidanan RSD Kalisat
Jember tahun 2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan retrospektif. Sampel pada penelitian
ini adalah ibu yang mengalami abortus inkomplit yang dirawat di ruang kebidananan RSD Kalisat
Jember tahun 2014 yang tercatat di rekam medikdengan sampel sebanyak 107. Analisis
menggunakan Chi-Square. Dari analisis hubungan umur dengan abortus inkomplit didapatkan
nilai signifikansi 0,004<0,05, hubungan pendidikan dengan abortus inkomplit nilai signifikansi
0,000<0,05, hubungan paritas dengan abortus inkomplit nilai signifikansi 0,000<0,05, hubungan
penyakit penyerta dengan abortus inkomplit nilai signifikansi 0,000<0,05, sehingga terdapat
hubungan antara umur dengan abortus inkomplit, pendidikan dengan abortus inkomplit, paritas
dengan abortus inkomplit, penyakit penyerta dengan abortus inkomplit di Instalasi Rawat Inap
Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014. Diharapkan ibu memperhatikan pentingnya status umur,
pendidikan, paritas, penyakit penyerta pada saat hamil.
Kata Kunci: umur, pendidikan, paritas, penyakit penyerta, abortus inkomplit
PENDAHULUAN
Berdasarkan Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, ratarata angka kematian ibu (AKI) tercatat
mencapai 359 per 100 ribu kelahiran
hidup. Sementara itu, laporan dari daerah
yang diterima Kementerian Kesehatan
menunjukkan jumlah ibu yang meninggal
karena kehamilan dan persalinan pada
2013 sebanyak 5019. Sedangkan jumlah
bayi yang meninggal di Indonesia
berdasarkan estiminasi SDKI 2012
mencapai 160.681 anak. (Ruslan K,
2013)
Penyebab langsung kematian ibu
terkait kehamilan dan persalinan terutama
adalah perdarahan. Adapun beberapa
penyebab yang lain yaitu eklamsia,
infeksi, partus lama dan abortus. Abortus
adalah pengeluaran hasil pembuahan
(konsepsi) dengan berat badan janin <
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
500 gram atau kehamilan kurang dari 20
minggu. (saifudin, 2006)
Di Indonesi diperkirakan sekitar 22,5% juga mengalami keguguran setiap
tahun. Ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya abortus yaitu
faktor janin, faktor ibu, faktor imunologis
dan faktor ayah dimana masingmasing
faktor mempunyai masalah-masalah
tersendiri yang dapat menyebabkan
abortus. Faktor ayah tidak banyak yang
diketahui dalam terjadinya abortus
spontan.
Faktor janin yang dapat
menyebabkan terjadinya abortus antara
lain
perkembangan
zigot
yang
abnormal.(Nugroho, 2010)
Faktor dari ibu yang dapat
menyebabkan abortus adalah umur ibu,
usia
kehamilan,
paritas,
tingkat
pendidikan, pekerjaan, status ekonomi,
status perkawinan, riwayat abortus,
berbagai penyakit medis, kondisi
185
Hubungan Umur, Pendidikan, Paritas……………..……….…………..……………Herlidian Putri, Hal. 185-192
lingkungan, dan kelainan perkembangan .
Penyakit infeksi akut dapat menimbulkan
gugurnya kehamilan hingga terjadi
abortus atau partus prematurus. Anemia
yang diderita oleh ibu dapat menjadi
salah satu penyebab terjadinya abortus.
Hal ini terjadi karena berkurangnya kadar
hemoglobin
(Hb)
maka
akan
mempengaruhi sirkulasi jaringan pada
ibu dan bayi, dimana fungsi dari
hemoglobin adalah mengikat oksigen.
Kelainan endokrin pada ibu juga dapat
menyebabkan abortus. Beberapa faktor
yang merupakan penyebab terjadinya
abortus adalah (Nugroho, 2010) Faktor
usia ibu saat hamil dan jumlah kehamilan
(paritas) ikut berkontribusi dalam
penyebab kejadian abortus. Frekuensi
abortus yang secara klinis terdeteksi
meningkat dari 12% pada wanita berusia
kurang dari 20 tahun menjadi 26% pada
mereka yang usianya lebih dari 40 tahun,
abortus juga sering terjadi pada wanita
berusia 30 tahun. Kejadian abortus sulit
diketahui karena sebagian besar tidak
dilaporkan dan banyak dilakukan atas
permintaan,
keguguran
spontan
diperkirakan sebesar 10%- 15%. Faktor
imunologis yang dikaitkan dengan
kejadian abortus adalah faktor autoimun
(imunitas terhadap tubuh sendiri) dan
faktor aloimun (imunitas terhadap orang
lain). (Manuaba, 2003)
Salah satu kategori dari abortus
spontan adalah abortus inkompletus.
Abortus inkompletus adalah keluarnya
sebagian hasil konsepsi dan sebagian
lainnya (biasanya jaringan plasenta)
masih tertinggal di dalam rahim.
(Saifudin, 2006)
Penelitian
sebelumnya
yang
dilakukan oleh Marito Yani Panggabean
di RS Haji Medan pada Januari 2008 –
April 2010 menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara usia ibu, paritas dan
riwayat penyakit ibu dengan kejadian
abortus inkompletus. Namun penelitian
yang dilakukan oleh Firman Gustina pada
RSUD Soreang Bandung tahun 20082010 didapatkan hasil bahwa terdapat
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
hubungan antara usia ibu dengan kejadian
abortus tetapi tidak didapatkan hubungan
antara paritas dengan kejadian abortus,
pada penelitian tersebut hanya dibuktikan
bahwa paritas hanya sebagai faktor risiko
saja.
Berdasarkan studi pendahuluan
yang dilakukan penulis didapatkan
jumlah kejadian abortus di RSD Kalisat
Jember yang terbanyak adalah abortus
inkomplit . jumlah pasien abortus
inkomplit di RSD Kalisat januarifebruari 2014 yatu 146. Berdasarkan
studi pendahuluan yang penyebab abortus
inkomplit yang sering adalah dari faktor
maternal, yaitu: umur, pendidikan,
paritas, penyakit yang menyertai.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti
ingin menganalisa faktor – faktor yang
menyebabkan
terjadinya
abortus
inkomplit di RSD Kalisat Jember. Tujuan
penelitian
ini
adalah
mengetahui
hubungan umur, pendidikan, paritas dan
penyakit penyerta dengan terjadinya
abortus inkomplet di Instalasi Rawat inap
kebidanan RSD Kalisat Jember tahun
2014.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan retrospektif. Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh ibu yang
mengalami abortus inkompletus yang
dirawat di RSD Kalisat Jember bulan
Januari – Desember 2014 sebanyak 146.
Sampel pada penelitian ini adalah ibu
yang mengalami abortus inkomplit yang
dirawat di ruang kebidananan RSD
Kalisat Jember tahun 2014 yang tercatat
di rekam medik sebanyak 107 dengan
proporsional random sampling.
Variabel bebas dalam penelitian
ini adalah umur, pendidikan, paritas,
penyakit penyerta, dan variabel terikat
adalah abortus inkomplit. Analisis data
mencangkup univariat dan bivariat
Analisis data mencakup analisis
univariat dan analisis bivariat. Analisis
Univariat data yang diperoleh dari hasil
pengumpulan data yang dapat disajikan
186
Hubungan Umur, Pendidikan, Paritas……………..……….…………..……………Herlidian Putri, Hal. 185-192
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Analisis Bivariat dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara variable
independen dan dependen dengan uji
statistik yang digunakan Chi square
dengan derajat kemaknaan 5 % atau (0,05).
HASIL PENELITIAN
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan umur Paritas di Instalasi Rawat
Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014
Umur
Jumlah
Persentase
Beresiko
39
36,6%
Tidak beresiko
68
63,6%
Jumlah
55
100%
Sumber : Data Sekunder 2014
Berdasarkan tabel 5.1 diatas
menunjukkan umur responden dengan
kategori umur beresiko sejumlah 39
orang (36,6%), kategori usia beresiko
sejumlah 68 orang (63,3%).
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik
Responden Berdasarkan pendidikan di
Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat
Jember 2014
Pendidikan
Jumlah
Persentase
Dasar (SD dan
SMP)
93
86,9%
Menengah (SMA)
14
13,1%
Jumlah
107
100%
Sumber : Data Sekunder 2014
Berdasarkan tabel 5.2 diatas
menunjukkan pendidikan responden
dengan kategori pendidikan dasar (SD
dan SMP) sejumlah 93 orang (86,9%),
kategori pendidikan menengah (SMA)
sejumlah 14 orang (13,1%).
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi responden
Berdasarkan paritas di Instalasi Rawat Inap
Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014
Pendidikan
Jumlah
Persentase
Grande multipara
7
6,5%
Multipara
99
92,5%
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Primipara
1
9%
Jumlah
107
100%
Sumber : Data Sekunder 2014
Berdasarkan tabel 5.3 diatas
menunjukkan paritas responden dengan
kategori grande multipara sejumlah 7
orang (6,5%), kategori multipara
sejumlah 99 (92,5%) dan primipara
sejumlah 1 orang (9%).
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi responden
Berdasarkan penyakit penyerta di Instalasi
Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember
2014
Pendidikan
Jumlah
Persentase
Ada
22
20,6%
Tidak ada
85
79,4%
Jumlah
107
100%
Sumber : Data Sekunder 2014
Berdasarkan tabel 4.4 diatas
menunjukkan
responden
yang
mempunyai penyakit penyerta sejumlah
22 orang (20,6%), responden tanpa
penyakit penyerta sejumlah 85 orang
(79,4%).
Tabel 5.5 Hubungan umur dengan Kejadian
abortus inkomplit di Instalasi Rawat Inap
Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014.
Obs Exp Res Chi- Df Asy
erve ecte idua Squar
mp.
Umur d N d N
l
e(a)
Sig.
Beres
53,
iko
39
14,
5
5
,00
tidak
7,860 1
53, 14,
4
beres 68
5
5
iko
Total 107
Dari hasil uji data dengan
menggunakan analisis Chi Square 1
sample didapatkan diperoleh nilai 7,860
> 3,841 dan nilai signifikansi 0,004.
Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05) dan df=1. Sesuai dengan dasar
pengambilan
keputusan
penelitian
hipotesis (Budiarto, 2002) bahwa
187
Hubungan Umur, Pendidikan, Paritas……………..……….…………..……………Herlidian Putri, Hal. 185-192
signifikansi (0,004) < 0,05 maka H1
diterima atau H0 ditolak sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara umur dengan kejadian
abortus di Instalasi Rawat Inap
Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014.
Tabel 5.6 Hubungan pendidikan dengan
Kejadian abortus inkomplit di Instalasi
Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat Jember
2014.
As
Obs Exp
Chiym
Pendi
Resid
erve ecte
Squar Df p.
dikan
ual
dN dN
e(a)
Sig
.
SD
53,
dan
93
39,5
5
SMP
58,32
,00
1
SMA
53,
7
0
14
-39,5
5
Total 107
Dari hasil uji data dengan
menggunakan analisis Chi Square 1
sample didapatkan diperoleh nilai 58,327
> 3,841 dan nilai signifikansi 0,000.
Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05) dan df=1. Sesuai dengan dasar
pengambilan
keputusan
penelitian
hipotesis (Budiarto, 2002) bahwa
signifikansi (0,000) < 0,05 maka H1
diterima atau H0 ditolak sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara pendidikan dengan
kejadian abortus di Instalasi Rawat Inap
Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014.
Hasil penelitian hubungan paritas
dengan Kejadian abortus inkomplit di
Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD
Kalisat Jember 2014.
Tabel 5.7 Hubungan paritas dengan Kejadian
abortus inkomplit di Instalasi Rawat Inap
Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014.
Obs Exp
ChiAsy
erve ecte Resid Squar Df mp.
Paritas d N d N
ual
e(a)
Sig.
grande
35,
7
-28,7
7
169,1
,00
2
96
0
multi
35,
99
63,3
7
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
primi
Total
1
35,
7
-34,7
107
Dari hasil uji data dengan
menggunakan analisis Chi Square 1
sample didapatkan diperoleh nilai
169,196 > 3,841 dan nilai signifikansi
0,000. Dengan tingkat kepercayaan 95%
(α = 0,05) dan df=2. Sesuai dengan dasar
pengambilan
keputusan
penelitian
hipotesis (Budiarto, 2002) bahwa
signifikansi (0,000) < 0,05 maka H1
diterima atau H0 ditolak sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara paritas dengan kejadian
abortus di Instalasi Rawat Inap
Kebidanan RSD Kalisat Jember 2014.
Tabel 5.8 Hubungan penyakit penyerta
dengan Kejadian abortus inkomplit di
Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat
Jember 2014.
Peny
ChiAsy
akit Obs Exp Res
Squar Df mp.
Peny erve ecte idua
e(a)
Sig.
erta d N d N
l
Ada
53,
22
31,
5
5 37,09
1 ,000
tidak
53, 31,
3
85
ada
5
5
Total 107
Dari hasil uji data dengan
menggunakan analisis Chi Square 1
sample didapatkan diperoleh nilai 37,093
> 3,841 dan nilai signifikansi 0,000.
Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05) dan df=1. Sesuai dengan dasar
pengambilan
keputusan
penelitian
hipotesis (Budiarto, 2002) bahwa
signifikansi (0,000) < 0,05 maka H1
diterima atau H0 ditolak sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara penyakit penyerta
dengan kejadian abortus di Instalasi
Rawat Inap Kebidanan RSD Kalisat
Jember 2014.
PEMBAHASAN
188
Hubungan Umur, Pendidikan, Paritas……………..……….…………..……………Herlidian Putri, Hal. 185-192
6.1 Hubungan umur dengan Kejadian
abortus inkomplit di Instalasi
Rawat Inap Kebidanan RSD
Kalisat Jember 2014.
Usia dibawah 16 tahun bukan
masa yang baik untuk hamil karena
organ-organ reproduksi belum sempurna,
hal ini tentu akan menyulitkan proses
kehamilan dan persalinan. Hal ini
disebabkan karena pada usia kurang 16
tahun belum matangnya alat reproduksi
untuk hamil sehingga dapat merugikan
kesehatan, namun pre eklampsiaeklampsia sering terjadi pada usia lebih
dari 35 tahun dimana fungsi organ
reproduksi sudah mulai menurun
(Sarwono, 2003), dikatakan juga oleh
Wahyudi (2000) saat terbaik bagi seorang
perempuan untuk hamil adalah saat
berusia 20-35 tahun, sel telur telah
diproduksi sejak lahir namun baru terjadi
ovulasi ketika masa pubertas. Sel telur
yang berhasil keluar hanya satu setiap
bulan, ini menunjukkan adanya unsur
seleksi yang terjadi sehingga diasumsikan
sel telur yang berhasil keluar adalah sel
telur yang unggul. Oleh karena itu
semakin lanjut usia maka kualitas sel
telur sudah berkurang hingga berakibat
juga menurunnya kualitas keturunan yang
dihasilkan, sementara usia dibawah 20
tahun bukan masa yang baik untuk hamil
karena organ-organ reproduksi belum
sempurna yang tentu akan menyulitkan
proses kehamilan dan persalinan.
Sedangkan kehamilan pada usia
diatas 35 tahun mempunyai resiko untuk
mengalami komplikasi dalam kehamilan
dan persalinan antara lain perdarahan
yang dapat mengarah pada terjadinya
abortus, pre eklampsia, ketuban pecah
dini, hipertensi dalam kehamilan, distosia
dan partus lama. Hipertensi pada
kehamilan paling sering mengenai wanita
yang
lebih
tua,
yaitu
dengan
bertambahnya
usia
menunjukkan
peningkatan insiden hipertensi kronis
mengahadapi resiko yang lebih besar
untuk
menderita
hipertensi
(Manuaba,2003).
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Usia ibu sangat mempengaruhi
kesiapan
ibu
dalam
menyiapkan
kehamilan juga persalinan karena ibu
perlu kesiapan fisik dan mental. Bila fisik
juga mental telah siap, resiko terhadap
masalah juga komplikasi dapat dihindari.
Maka untuk setiap wanita bila ingin
hamil harus bisa mempertimbangkan
kapan waktu yang baik bagi seorang
wanita itu perlu hamil dan melahirkan.
Penelitian ini juga sejalan dengan teori
yang disebutkan oleh Cuningham
(951:2006) tentang hubungan usia
dengan kejadian abortus pada ibu,
dimana resiko terjadi abortus spontan
menurut
(Warburton
dan
Fraser,1964;Wilson dkk,1986), lebih
sering dengan umur ibu yang tergolong
beresiko. Oleh karena itu secara teoritis
umur
ibu
mempengaruhi
proses
kehamilan bahkan berpengaruh pada
kehamilan yang beresiko, terutama
adanya kemungkinan terjadi abortus.
6.2
Hubungan pendidikan dengan
Kejadian abortus inkomplit di
Instalasi Rawat Inap Kebidanan
RSD Kalisat Jember 2014.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Saifudin,
dkk (2002) bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan makin rendah kejadian
abortus, yaitu tertinggi pada golongan
berpendidikan SMA, secara teoritis
diharapkan wanita yang berpendidikan
lebih
tinggi
cenderung
lebih
memperhatikan kesehatan diri dan
keluarganya.
Martadisoebrata dan Wahyuni
(2012) menyatakan bahwa pendidikan
sangat dibutuhkan untuk pengembanan
diri dan meningkatkan kematangan
intelektual
seseorang.
Kematangan
intelektual akan berpengaruh pada
wawasan dan cara berfikir baik dalam
tindakan dan pengambilan keputusan
maupun dalam membuat kebijaksanaan
dalam menggunakan pelayanan kesehatan
sehingga meeka tidak mengenal bahaya
yang mungkin terjadi, meskipun sarana
189
Hubungan Umur, Pendidikan, Paritas……………..……….…………..……………Herlidian Putri, Hal. 185-192
kesehatan telah tersedia namun belum
tentu mereka mau menggunakannya.
Selain itu pernyataan tersebut
sesuai
dengan
pernyataan
yang
dikemukakan Notoatmodjo (1993), yaitu
tingkat pendidikan akan mempengaruhi
seseorang dalam bertingkah laku hidup
sehat, semakin tinggi tingkat pendidikan
maka akan semakin baik dalam
bertingkah laku hidup sehat, tetapi
sebaliknya semakin rendah tingkat
pendidikan seseorang maka akan semakin
kurang baik dalam bertingkah laku hidup
sehat.Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian bahwa responden yang
mengalami abortus tingkat pendidikannya
yang pling banyak adalah pendidikan
dasar yaitu SD dan SMP.
6.3
Hubungan
paritas
dengan
Kejadian abortus inkomplit di
Instalasi Rawat Inap Kebidanan
RSD Kalisat Jember 2014.
Paritas
tinggi
atau
grandemultipara mempunyai komplikasi
persalinan yang tinggi, karena semakin
sering wanita mengalami persalinan,
terjadi penurunan fungsi reproduksi otototot uterus lebih regang
sehingga
kontraksi uterus menjadi lemah dan
vaskularisasi akan berkurang atau terjadi
perubahan atrofi pada desidua akibat
yang lalu sehingga akan merugikan
kesehatan ibu dan perkembangan janin,
lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian
maternal, resiko pada paritas tinggi dapat
dikurangi atau dicegah dengan keluarga
berencana. Sebagian kehamilan dapat
dicegah dengan keluarga berencana.
Sebagian kehamilan pada paritas tinggi
adalah
tidak
direncanakan.
(Wiknjosastro, 2002).
Berdasarkan paritas institute of
medicine (1990) menyatakan bahwa ibuibu dengan paritas tinggi (melahirkan
lebih dari 3x) cenderung mengalami
komplikasi dalam kehamilan yang
akhirnya
berpengaruh
pada
hasil
persalinan terutama juga pada nulipara
yang berumur belasan tahun. Paritas 2-3
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
merupakan paritas paling aman ditinjau
dari sudut kematian maternal dan
neonatal. Sedangkan paritas 1 dan >4
merupakan paritas yang memerlukan
suatu pengawasan kehamilan dan proses
persalinan yang memadai. Sesuai dengan
pernyataan berdasarkan karakteristik
untuk ibu paritas yang tinggi juga
kemungkinan
mempunyai
riwayat
obstetri, seperti riwayat persalinan <
bulan, riwayat abortus atau primi tua.
Paritas tinggi kemungkinan yang lebih
besar terjadi gangguan involusi karena
kontraksi uterus yang kurang maksimal.
Riwayat obstetri ini dapat meningkatkan
angka kematian dan morbiditas ibu dan
bayi (Rachmat, 2009).
Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Cunningham et al
(2009), bahwa resiko abortus semakin
meningkat dengan bertambahnya paritas.
Pada kehamilan, rahim ibu akan teregang
oleh adanya janin dan bila terlalu sering
melahirkan, rahim akan semakin lemah
sehingga rentan dan beresiko untuk
terjadinya keguguran. Bila ibu telah
melahirkan 4 orang anak atau lebih, maka
harus waspada adanya
gangguan
kehamilan, persalinan dan nifas. Pada
penelitian lain yang dilakukan oleh
Lukitasari (2010) di RS H.M Ryacudu
Kotabumi Lampun Utara menunjukkan
adanya hubungan signifikan antara
frekuensi prsalinan dengan kejadian
abortus.
6.4
Hubungan penyakit penyerta
dengan
Kejadian
abortus
inkomplit di Instalasi Rawat Inap
Kebidanan RSD Kalisat Jember
2014.
Saat ibu sedang hamil kebutuhan
akan oksigen dan zat-zat makananakan
bertambah, karena itu merupakan
keperluan untuk janinnya yang harus
dipenuhi melalui darah ibu. Status
kesehatan ibu sebelum/ pada saat hamil
berpengaruh besar terhadap kemampuan
ibu dalam menghadapi komplikasi. Status
kesehatan meliputi: status gizi, penyakit
190
Hubungan Umur, Pendidikan, Paritas……………..……….…………..……………Herlidian Putri, Hal. 185-192
infeksi, penyakit menahun. Ada beberapa
faktor
penyakit
yang
dapat
mempengaruhi terjadinya abortus yaitu:
anemia, asma, gagal jantung, diabetus
militus, infeksi, status gizi. Pada hasil
penelitian didapatkan penyakit penyerta
yang terbanyak adalah anemia sebanyak
18 orang, anemia pada kehamilan adalah
karena kekurangan zat besi untuk
meningkatkan
untuk
meningkatkan
jumlah sel darah merah dan untuk
membentuk sel darah merah janin dan
plasenta. Anemia defisiensi merupakan
keadaan yang sering dijumpai pada
kehamilan. (irwan 2008). Anemia dapat
menyebabkan abortus, hal ini didukung
dengan hasil penelitian bahwa penyakit
penyerta tertinggi
adalah anemia
disamping masih ada penyakit penyerta
yang lain yaitu hipertensi, jantung, dan
TB.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. Prosedur Penelitian. Jakarta:
Rineka Cipta; 2005.
Azwar. Reliabilitas dan Validitas.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar;
2000.
Budiarto, Eko. 2002. Biostatistik Untuk
Kedokteran
dan
Kesehatan
Masyarakat. Dalam: Arlinda Sari
Wahyuna.
2007.
Statistika
Kedokteran
Cunningham dkk. (2005). Obstetri
William. Jakarta:EGC
Depkes RI. 2004. Asuhan Persalinan
Normal. Jakarta
Derek Liewollyn dan Jones. 2002. Dasardasar obstetri dan Ginekologi.
Jakarta. Hipokrates
Hartanto. 2003. Keluarga Berencana dan
Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan
Irwan Budiono. 2008. Prevalensi dan
Determinan Kejadian Anemia
pada Ibu Hamil. Studi Pada
Keluarga Nelayan di Mangkang
Semarang. Laporan Penelitian
Dosen Muda DP2M Dikti
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
Universitas Negeri Semarang
tahun 2008
Lukitasari, Eli. 2010. Skripsi Kejadian
Abortus Inkomplit yang Berkaitan
Faktor Resiko Pada Ibu Hamil di
RSU H.M Ryacudu Kotabumi
Kabupaten
Lampung
Utara.
Jakarta. Perpus UI
Mansjoer,Arif,dkk. 2000. Kapita Selekta
Kedokteran Edisi ketiga, jilid I,
hlm: 260 FKUI Jakarta: Media
Aesculapius
Manuaba, Ida bagus Gde dkk. (2004).
Gawat
Darurat
Obstetri
Ginekologi. Jakarta : EGC
Manuaba, Ida bagus Gde dkk. (2003).
Gawat
Darurat
Obstetri
Ginekologi. Jakarta : EGC
Martadisoebrata. Bunga Rampai Obstetri
dan Ginekologi Sosial. Edisi
Pertama. Jakarta; Yayasan Bina
Pustaka Prawirohardjo: 2015.
ISBN 9798150198
Notoatmojo, Soekijo. (2002). Metodologi
Penilitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan
Wanita,
Gender
dan
Permasahannya.
Yogyakarta:
Nuha Medika
Nursalam. Konsep dan Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan. Surabaya: Salemba
Medika; 2003.
Prawiroharjo, Sarwono. (2007). Ilmu
Kebidanan. Jakarta : YBPSP
Rahmat. 2007. Komplikasi Kehamilan
Resiko Tinggi (high risk). http://
www.info-wikipedia.co.id.
Diakses tanggal 4 maret 2010
Rozikin. 2007. Abortus Inkomplit.
Jevuska Academia Edu
Sastroasmoro. Dasar- dasar Metodologi
Penelitian Klinis. Jakarta: CV
Sagung Setu 2006.
Setiawan.
Metodologi
Penelitian
Kebidanan D III, D IV, S1, dan
S2. Nuha Medika. Yogyakarta:
Nuha Medika; 2010.
191
Hubungan Umur, Pendidikan, Paritas……………..……….…………..……………Herlidian Putri, Hal. 185-192
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif. Bandung: Alfabeta;
2008.
Sugiyono. Statistik Untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta; 2006.
Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi
Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika
Suyanto. Riset Kebidanan Metodologi
dan Aplikasi. Bandar Lampung:
Mitra Cendekia; 2008.
Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
192
PANDUAN UNTUK MENULIS NASKAH
Jurnal hanya menerima naskah asli yang belum diterbitkan di dalam maupun di luar negeri.
Naskah dapat berupa hasil penelitian, konsep-konsep pemikiran inovatif hasil tinjauan pustaka
yang bermanfaat untuk menunjang kemajuan ilmu, pendidikan dan praktik ilmu kesehatran secara
profesional. Naskah ditulis dalam bahasa indonesia atau bahasa inggris dalam bentuk narasi dengan
gaya bahasa yang efekfif dan akademis. Naskah hasil penelitian hendaknya disusun menurut
sistematika sebagai berikut :
1. Judul, menggambarkan isi pokok tulisan secara ringkas dan jelas, ditulis dalam bahasa
indonesia dan bahasa inggris. Penulis diharapkan mencantumkan judul ringkas dengan
susunan 40 karakter/ketukan beserta nama penulis utama yang akan dituliskan sebagai
judul pelari (running title).
2. Nama penulis, tanpa gelar disertai catatan kaki tentang instansi tempat penulis bekerja.
Jumlah penulis yang tertera dalam artikel minimal 2 orang, maksimal 4 orang.
3. Alamat, berupa instansi tempat penulis bekerja dilengkapi dengan alamat pos lengkap
dan alamat email (untuk penulis korespondensi)
4. Abstrak, ditulis dalam bahasa inggris, minimal 100 kata dan merupakan intisari seluruh
tulisan, meliputi : masalah, tujuan, metode, hasil dan simpulan (IMRAD: introduction,
mMethod, Result, Analysis, Discussion). An=bstrak ditulis dengankalimat penuh.
Dibawah abstrak disertakan 3-5 kata-kata kunci (key words).
5. Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah serta tujuan
penelitian dan harapan untuk waktu yang akan datang. Panjang tidak akan lebih dari 2
halaman ketik.
6. Bahan dan metode, berisi penjelasan tentang bahan-bahan dan alat yang digunakan,
waktu, tempat, tehnik dan rancangan percobaan. Metode harus dijelaskan selengkap
mungkin agar peneliti lain dapat melakukan uji coba ulang. Acuan (kepustakaan)
diberikan pada metode yang kurang jelas.
7. Hasil, dikemukakan dengan jelas dalam bentuk narasi dan data yang dimasukkan
berkaitan dengan tujuan penelitian, bila perlu disertai dengan ilustrasi (lukisan,
gambar, grafik, diagram), tabel atau foto yang mendukung data, sederhana dan tidak
terlalu besar. Hasil yang telah dijelaskan dengan tabel atau ilustrasi tidak perlu
dijelaskan panjang lebar dalam teks.
8. Pembahasan, minimal 800 kata yang menerangkan arti hasil penelitian yang meliputi :
fakta, teori, dan opini.
9. Simpulan, berupa kesimpulan hasil penelitian dalam bentuk narasi yang mengacu pada
tujuan penelitian.
10. Kepustakaan, referensi yang ditulis dalam teks harus diikuti nama penulis dan tahun
penerbitan. Referensi yang digunakan 80% diantaranya diantaranya adalah artikelartikel ilmiah yang berasal dari jurnal. Kepustakaan disusun menurut Harvard System
sebagai berikut :
1. Jurnal : Nursalam, Haryanto, & I Ketut Dira, 2006, “The Effect Of Kegel
Management Of Urine Elimination Problems For Elderly”. Folia Medika
Indonesiana, Vol. 42 No. 2 Hal. : 102-106
2. Buku : Smelzer & Suzane C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner And Suddart. Edisi 8. EGC; Jakarta
3. Tesis/desertasi : Yuwanto. Mahmud Ady, 2009. Pengaruh Masasse Plexus
Sacralis Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pasien Posr Partum Normal Di
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
193
11.
12.
13.
14.
Ruang Nifas RSD dr. Soebandi Jember. Skripsi tidak diterbitkan. Jember:
Universitas Jember
4. Website : snowdon, CT, 1997. Significance Of Animal Behaviour Research,
http://www.csun.edu/~vcpsy00h/valueofa.htm., Diakses tanggal 15 desemder
2009, Jam 18.30 WIB
Persamaan matematis, dikemukakan dengan jelas. Angka desimal ditandai dengan
koma untuk bahasa indonesia dan titik untuk bahasa inggris.
Tabel, diberi nomor dan diacu berurutan dalam teks, judul harap dijelaskan pada
catatan kaki. Garis-garis vertikal maupun horisontal dalam tabel dibuat seminimal
mungkin untuk memudahkan penglihatan (tanpa garis bantu).
Ilustrasi, dapat berupoa lukisan, gambar, grafik, atau diagram diberi nomor dan diacu
berurutan pada teks. Keterangan diberikan dengan singkat dan jelas dibawah ilustrasi
(tidak didalam ilustrasinya). Pada ilustrasi atau foto dibuat tanpa menggunakan border.
Foto hitam putih/berwarna, harus kontras, tajam, jelas dan sebaiknya diambil dalam
format JPEG, atau format digitl lain yang bisa diedit.
Naskah yang dikirim ke redaksi hendaknya diketik dalam CD, disertai cetakan sebanyak 2
eksemplar pada kertas HVS dengan program microsoft office word, ukuran A4 (210x279 mm)
dengan jarak 1 spasi, font 12 pts, jenis huruf Times New Roman, panjang tulisan berkisar antara
15-20 halaman (1 kolom) atau 5-8 halaman (2 kolom), batas kertas 3 cm dari tepi kiri, 2,5 cm dari
tepi bawah, kanan dan atas. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai attachment e-mail ke
alamat : [email protected].
Naskah akan diedit oleh dewan redaksi tanpa mengubah isinya unttuk disesuaikan dengan
format penulisan yang telah ditetapkan oleh Jurnal dr. Soebandi. Naskah yang telah diterima
beserta semua ilustrasi yang menyertainya menjadi milik sah penerbit. Semua data, pendapat atau
pertanyaan yang terdapat pada naskah merupakan tanggung jawab dari penulis. Penerbit, dewan
redaksi dan seluruh staf Jurnal dr. Soebandi tidak bertanggung jawab atau tidak bersedia menerima
kesulitan maupun masalah apapun sehubungan dengan plagiatisme, konsekuensi dari
ketidakakuratan, kesalahan data, pendapat maupun pertanyaan tersebut.
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
194
Contoh outline artikel (2 kolom) sebagai berikut
JUDUL
Nama Pengarang/Peneliti
Alamat Pengarang/Peneliti
ABSTRACT
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxx
PENDAHULUAN
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxx
PEMBAHASAN
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx
BAHAN DAN METODE
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxx
KESIMPULAN
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxx
HASIL
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxx (lihat tabel 1.1)
KEPUSTAKAAN
Tabel 1.1 xxxxxxxxxxxxxxxxx
No. Pengetahuan Sikap Tindakan
Resp
(%)
(%)
(%)
1
25
30
45
2
40
25
70
dst
Total
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xx (lihat gambar 1.1)
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxx
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxx
Gambar 1.1 xxxxxxx
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 1
195
Download