1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan akan peningkatan pelayanan kesehatan dan sosial bagi remaja
semakin menjadi perhatian di seluruh dunia sejalan dengan rekomendasi
International Conference on Population and Development (ICPD) Kairo tahun
1994. Salah satu isi dari rekomendasi tersebut adalah pemerintah dan organisasi
non pemerintah wajib membuat program yang mengakomodasi kesehatan seksual
dan reproduksi, termasuk kesehatan reproduksi remaja. Setiap negara diharuskan
untuk melindungi dan mempromosikan hak-hak remaja untuk mendapatkan
pendidikan, informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi agar mereka dapat
menentukan keputusan yang lebih baik dan sehat dalam kehidupannya (UNFPA,
2005).
Informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi penting untuk diberikan
kepada remaja mengingat masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak
menuju dewasa yang rentan terhadap berbagai permasalahan. Jika dilihat dari segi
kematangan biologis dan seksual, remaja sedang menunjukkan karakteristik seks
sekunder sampai mencapai kematangan seks. Sementara itu jika dilihat dari segi
perkembangan kejiwaan, mereka sedang berkembang dari sifat anak-anak menjadi
dewasa yang diiringi dengan sifat ingin tahu dan coba-coba yang tinggi
(Purwatiningsih and Furi, 2010). Remaja dalam masa pertumbuhannya sering
mengalami permasalahan yang kompleks terkait dengan kesehatan reproduksinya.
Masalah yang paling menonjol di kalangan remaja adalah perilaku seks pranikah,
penularan Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome
(HIV/AIDS) dan penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat aditif lainnya
(Napza) atau yang sering dikenal dengan istilah Triad Kesehatan Reproduksi
Remaja (Triad KRR) (BKKBN, 2010)
Perilaku seksual remaja Indonesia memperlihatkan kecenderungan yang
semakin permisif, ditunjukkan dengan semakin banyaknya remaja yang telah
melakukan perilaku seks pranikah. Data SDKI tahun 2012 memperlihatkan sekitar
8% remaja laki-laki dan 1% remaja perempuan usia 15-24 tahun mengaku pernah
2
melakukan hubungan seksual pranikah (BPS et al., 2013). Hal ini berarti terdapat
peningkatan hampir 2% remaja laki-laki yang mengaku pernah melakukan
hubungan seksual pranikah jika dibandingkan dengan hasil SKRRI 2007 sebesar
6,4% (BPS et al., 2007, BPS et al., 2013).
Meningkatnya prevalensi hubungan seksual di kalangan remaja berdampak
pada peningkatan masalah kesehatan dan sosial yang dihadapi. Hal ini
dikarenakan sebagian besar perilaku seks remaja termasuk perilaku berisiko
karena minim penggunaan alat kotrasepsi seperti tidak menggunakan kontrasepsi
apa pun pada hubungan seksual pertama kali dan mengabaikan konsekuensi dari
tindakan yang mereka lakukan (Oyediran et al., 2002). Perilaku tersebut
menyebabkan remaja menjadi rentan terhadap terjadinya Kehamilan Tidak
Diinginkan (KTD), kelahiran di luar nikah serta Penyakit Menular Seksual (PMS)
termasuk HIV/AIDS (Kirby, 2011). Telah ditemukan bukti bahwa hubungan
seksual dini dan perilaku seksual berisiko seperti berganti-ganti pasangan seksual,
berhubungan seksual dengan pasangan yang memiliki beberapa pasangan seksual
dan tidak menggunakan kondom merupakan faktor risiko penularan HIV/AIDS
(Pettifor et al., 2009, Exavery et al., 2011)
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2012
terjadi 6.300 kasus HIV setiap harinya di seluruh penjuru dunia, dimana 2.500
kasus diantaranya terjadi pada kelompok usia 15-24 tahun. Sementara itu laporan
perkembangan HIV/AIDS yang dirilis Kementerian Kesehatan menunjukkan tren
peningkatan kasus HIV dari tahun ke tahun. Sampai dengan tahun 2013 tercatat
127.247 kasus HIV terjadi di Indonesia yang tersebar di 33 provinsi dengan kasus
tertinggi di DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat dan Bali. Kelompok usia
15-24 tahun masih menjadi salah satu penyumbang kasus HIV terbanyak, yaitu
sekitar 20% dari keseluruhan kasus HIV (Kemenkes RI, 2014).
Tingginya prevalensi HIV/AIDS pada remaja akan berdampak pada
kesehatan masyarakat dimasa yang akan datang. Remaja yang hidup dengan HIV
akan menghadapi konsekuensi sosial, ekonomi dan kesehatan yang harus
ditanggung seumur hidup (UNICEF Indonesia, 2102). Oleh karena itu tujuan
pembangunan
millenium
(MDGs)
ke-enam
mengupayakan
pengendalian
penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS hingga tahun
3
2015, dimana salah satu indikator yang harus dicapai adalah penurunan prevalensi
HIV pada kelompok usia 15-24 tahun melalui peningkatan pengetahuan
komprehensif tentang HIV/AIDS dan peningkatan penggunaan kondom pada
kelompok hubungan seks berisiko tinggi (BAPPENAS, 2010). Sejalan dengan itu
WHO
merekomendasikan
pentingnya
pengetahuan
tentang
pencegahan
HIV/AIDS bagi remaja, termasuk kemampuan mendapatkan kondom untuk
mencegah penularan virus dan jarum suntik bersih/steril bagi pengguna narkoba
suntik, serta akses yang lebih baik untuk tes dan konseling HIV bagi remaja
(WHO, 2014a).
Upaya
pencegahan
komprehensif
diperlukan
untuk
mengurangi
penyebaran HIV/AIDS pada remaja. Dari perspektif kesehatan masyarakat, upaya
pencegahan HIV/AIDS dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pencegahan
primer dan sekunder. Pencegahan primer dilaksanakan melalui upaya penundaan
dalam inisiasi hubungan seksual pranikah, sedangkan pencegahan sekunder
melibatkan praktek seks yang lebih aman oleh mereka yang aktif secara seksual,
salah satunya dengan menggunakan kondom (Kaplan et al., 2001). Penggunaan
kondom secara benar dan konsisten memiliki efektifitas terhadap penurunan
kejadian HIV sampai dengan 80% (Weller and Davis, 2002). Oleh karena itu
penggunaan kondom pada konteks hubungan seksual berisiko penting dilakukan.
Meskipun penggunaan kondom telah dipublikasikan secara luas sebagai
metode yang efektif untuk mencegah penyebaran HIV, namun kenyataannya
masih banyak remaja yang belum mempraktekkan penggunaan kondom pada
hubungan seksual mereka. SDKI 2012 memberikan gambaran hanya 18%
perempuan
dan
25%
laki-laki
mengaku
menggunakan
kondom
ketika
berhubungan seksual untuk pertama kalinya dan 27% remaja laki-laki menyatakan
menggunakan kondom pada hubungan seksual terakhir.
Identifikasi faktor-faktor penentu penggunaan kondom pada remaja
penting dalam mengembangkan intervensi pencegahan HIV/AIDS yang efektif.
Penelitian-penelitian sebelumnya telah menunjukkan beberapa faktor terkait
penggunaan kondom pada remaja, diantaranya tingkat pendidikan, tempat tinggal,
jenis kelamin (Exavery et al., 2011, Babalola, 2006), agama (Zou et al., 2009,
Agha et al., 2006), pengaruh teman sebaya (Do et al., 2014, Nkambule, 2009),
4
akses media massa (Islam and Islam, 2012), pengetahuan AIDS, persepsi
kerentanan terhadap risiko (Ngome et al., 2012), kepercayaan kondom efektif
mencegah HIV, manfaat yang dirasakan dan hambatan penggunaan kondom, selfefficacy untuk menggunakan kondom serta dukungan sosial yang dirasakan
(Khumsaen and Gary, 2009). Selain itu, faktor pasangan seksual juga
mempengaruhi
keputusan
remaja
untuk
menggunakan
kondom,
namun
pengaruhnya berbeda-beda tergantung pada jenis hubungan, perbedaan usia antara
pasangan dan diskusi perlindungan diri/kontrasepsi dengan pasangan.
Studi tentang inisiasi kehidupan seksual dan penggunaan kondom telah
menunjukkan bahwa remaja cenderung tidak menggunakan kondom ketika
mereka memulai kehidupan seksual dini dan dilakukan dengan pasangan tetap
(pacar/tunangan) (Do et al., 2014). Kondom akan banyak digunakan jika
pasangan seksualnya dianggap kasual (pertemanan biasa) atau pekerja seks
(Staras et al., 2013). Namun pendapat berbeda ditemukan dari hasil penelitian
Kabiru (2005) yang menyebutkan remaja cenderung untuk menggunakan kondom
ketika berhubungan seksual dengan pasangan tetap dari pada pasangan kasual
(teman atau mitra lainnya) karena dianggap dapat mengurangi risiko IMS dari
pasangan tetapnya. Perbedaan hasil beberapa penelitian di atas menunjukkan
masih adanya perbedaan pengaruh pasangan seksual terhadap penggunaan
kondom oleh remaja.
B. Perumusan Masalah
Hasil SDKI 2012 memberikan gambaran diantara remaja seksual aktif,
lebih dari 80% melakukan hubungan seksual dengan pacar, sedangkan lainnya
dengan teman dan pekerja seks. Jika dikaitkan dengan konteks risiko penularan
HIV/AIDS, remaja akan cenderung menggunakan kondom bila pasangan seksual
dianggap berisiko. Hubungan seksual yang dilakukan dengan pekerja seks akan
mempunyai risiko yang besar untuk penularan HIV/AIDS (WHO, 2013b).
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melihat “Apakah pasangan
seksual berpengaruh terhadap penggunaan kondom pada hubungan seksual
pertama remaja Indonesia?”
5
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian meliputi :
1. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh pasangan seksual terhadap penggunaan kondom pada
hubungan seksual pertama remaja Indonesia.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gambaran penggunaan kondom pada hubungan seksual pertama
remaja Indonesia.
b. Menganalisis pengaruh pasangan seksual terhadap penggunaan kondom
pada hubungan seksual pertama dengan mempertimbangkan faktor-faktor
lain yang mempengaruhi hubungan tersebut.
c. Menganalisis pengaruh variasi faktor-faktor di tingkat komunitas dan lintas
wilayah terhadap penggunaan kondom pada hubungan seksual pertama
remaja Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Memberikan informasi ilmiah terkait pentingnya penggunaan kondom
dalam pencegahan penularan HIV/AIDS pada remaja Indonesia.
b. Pembanding dalam melakukan penelitian serupa atau sebagai bahan acuan
dalam melakukan penelitian berikutnya dengan topik yang lebih relevan.
2. Manfaat praktis
a. Bagi instansi terkait
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pembuat kebijakan dalam
menyusun program intervensi yang tepat terhadap pencegahan perilaku
seksual berisiko beserta dampaknya di kalangan remaja.
b. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat,
orang tua dan remaja pada khususnya, sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan dan pencegahan terhadap risiko perilaku seksual pranikah.
6
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang penggunaan kondom pada remaja telah banyak
dilakukan diberbagai negara, namun di Indonesia penelitian serupa masih terbatas.
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya antara lain :
1. Staras et al. (2013) melakukan penelitian yang berjudul “The Influence of
Sexual Partners on Condom Use Among Urban Adolescents”. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pasangan terhadap
penggunaan kondom oleh remaja laki-laki dan perempuan di Amerika, dilihat
dari tingkat keakraban dan karakteristik pasangan. Subjek penelitian adalah
1469 remaja usia 17-18 tahun yang menjadi responden survey of Project
Northland Chicago dan mengaku pernah melakukan hubungan seksual. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa remaja laki-laki remaja dan perempuan dua
kali lebih mungkin untuk menggunakan kondom dengan pasangan yang
dianggap kasual atau tak terduga. Dilihat dari konteks risiko, remaja laki-laki
cenderung tidak menggunakan kondom dengan pasangan berisiko. Perbedaan
dengan penelitian ini pada lokasi penelitian dan subjek penelitian.
2. Do et al. (2014) melakukan penelitian yang berjudul Determinants of Condom
Use at Sexual Debut Among Young Vietnamese. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan faktor yang terkait dengan penggunaan kondom pada hubungan
seksual pertama sebelum menikah di kalangan remaja dan pemuda Vietnam.
Penelitian ini merupakan analisis data Survey Assessment of Vietnamese Youth
tahun 2003, yang meliputi 7.584 responden remaja dan pemuda berusia 14-25
tahun. Dalam penelitian ini, sebanyak 605 responden yang telah melakukan
hubungan seks pranikah dianalisis untuk mengetahui faktor yang terkait
dengan penggunaan kondom. Hasil penelitian menunjukkan bahwa satu dari
tiga pemuda Vietnam yang belum menikah menggunakan kondom pada
hubungan seksual pertama. Gender, tekanan teman sebaya dan sifat hubungan
dengan pasangan seksual pertama secara independen terkait dengan
penggunaan kondom. Penggunaan kondom lebih banyak dilakukan jika
teman/kenalan atau pekerja seks adalah mitra seksual pertama dibandingkan
dengan tunangan/pacar. Perbedaan pada penelitian ini terletak pada lokasi
penelitian, karakteristik usia responden dan besar sampel penelitian.
7
3. Wong et al. (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Gender Differences
in Partner Influences and Barriers to Condom Use Among Heterosexual
Adolescents Attending a Public Sexually Transmitted Infection Clinic in
Singapore”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan
perbedaan gender dalam faktor yang terkait dengan penggunaan kondom pada
hubungan seks di kalangan remaja heteroseksual. Penelitian ini menggunakan
desain cross sectional dengan subjek penelitian adalah 964 remaja usia 14-19
tahun dan belum pernah menikah yang melaporkan telah melakukan hubungan
seksual dan sedang menghadiri klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) di
Singapura untuk skrining atau pengobatan. Hasil penelitian pada responden
laki-laki menunjukkan penggunaan kondom memiliki hubungan positif
dengan tinggal di perumahan yang lebih baik, usia yang lebih tua saat
hubungan seksual pertama, dan terlibat dalam hubungan seksual dengan
pekerja seks komersial. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada teknik
pengumpulan data, karakteristik usia dan besar sampel penelitian.
4. Hock-Long et al. (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Condom Use
with Serious and Casual Heterosexual Partners: Findings from a Community
Venue-Based Survey of Young Adults”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengatahui pengaruh motivasi dan faktor hubungan terhadap perilaku
penggunaan kondom dengan pasangan heteroseksual serius dan kasual. Subjek
penelitian adalah 380 remaja laki-laki dan perempuan usia 18-25 tahun yang
tinggal di wilayah perkotaan Hartford dan Philadelphia. Hasil penelitian
menunjukkan tingkat penggunaan kondom pada hubungan seks terakhir lebih
tinggi dengan pasangan kasual dibandingkan dengan pasangan serius. Analisis
bivariat regresi logistik menemukan dua faktor terkait dengan penggunaan
kondom pada hubungan seks terakhir dengan pasangan kasual yaitu
penggunaan kondom pada hubungan seksual pertama dan tingkat persepsi
kekhawatiran teman terhadap HIV. Sedangkan status kontrasepsi dan
keintiman emosional merupakan faktor yang berkaitan dengan penggunaan
kondom pada hubungan seks dengan pasangan yang serius. Perbedaan dengan
penelitian ini terletak pada karakteristik usia responden dan besar sampel
penelitian.
Download