RINGKASAN ANDI FACINO, Penawaran Kedelai Dunia dan Permintaan Impor Kedelai Indonesia serta Kebijakan Perkedelaian Nasional, skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANDRIYONO KILAT ADHI). Tanaman pangan merupakan komoditas penting dan strategis, karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi bagi setiap rakyat Indonesia. Salah satu komoditas tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat adalah kedelai. Kedelai (Glicine max) dikenal sebagai makanan rakyat karena selain merupakan sumber protein nabati paling menyehatkan, kedelai juga dikenal murah dan terjangkau oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Rakyat mengolah kedelai menjadi berbagai produk pangan seperti tempe, tahu, tauco, kecap, susu dan lain-lain dengan permintaan yang selalu meningkat setiap tahunnya sebanding dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan hasil pertanian di dalam negeri dan keterbatasan produksi dalam negeri, pemerintah memenuhi dengan cara impor komoditi hasil pertanian. Saat ini, Indonesia menjadi salah satu negara pengimpor kedelai terbesar di dunia. Setiap tahunnya jumlah kedelai yang diekspor rata-rata di atas 1 juta ton dari total kebutuhan rata-rata diatas 2 juta ton. Dari jumlah itu, sekitar 88 persen digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe dan tahu, 10 persen untuk pangan olahan lainnya seperti industri tepung dan pati serta sisanya sebanyak 2 persen untuk benih. Sebagian besar kedelai diimpor berasal dari Amerika, Kanada, Argentina dan Brasil. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) menelaah penawaran kedelai dunia dan permintaan impor kedelai Indonesia, (2) menganalisis perkembangan kebijakan perkedelaian nasional saat ini, (3) merumuskan alternatif strategi pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia. Lingkup penelitian ini meliputi menelaah penawaran kedelai dunia dan permintaan impor kedelai Indonesia antara tahun 2005-2012, menganalisis kebijakan perkedelaian Indonesia serta merumuskan alternatif strategi pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam bentuk time series (deret waktu) dengan periode waktu 8 tahun, yaitu dari tahun 2005 sampai tahun 2012. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data luas panen, produktivitas dan produksi kedelai dunia dan domestik, data negara penghasil/produsen kedelai dunia, data eksportir kedelai dunia, data importir kedelai dunia, data harga kedelai dunia, data kebijakan negara penghasil/produsen kedelai dunia, data luas panen, produktivitas dan produksi kedelai domestik, data harga kedelai domestik, neraca perdagangan kedelai domestik dan data negara pengekspor kedelai ke Indonesia. Data tersebut merupakan informasi statistik yang terkait dengan masalah penelitian diperoleh dari instansi-instansi seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Pusat Data dan Informasi Pertanian (PUSDATIN), Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, Direktorat Jendral Tanaman Pangan, Balai Penelitian Tanaman Pangan, Badan Urusan Logistik, Food and Agriculture Organization (FAO) dan U.S. Departement of Agriculture (USDA). Metode yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. 2 Metode deskriptif kualitatif ini digunakan untuk menelaah keragaan penawaran kedelai dunia dan permintaan impor kedelai Indonesia antara tahun 2005-2012, menganalisis perkembangan kebijakan perkedelaian nasional serta alternatif strategi pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia. Pada penelitian ini, diketahui perdagangan kedelai dunia masih didominasi oleh Amerika Serikat sebagai produsen sekaligus eksportir kedelai nomor satu di dunia diikuti Brazil, Argentina, China dan India. Dengan produksi rata-rata mencapai 84 juta ton/tahun, Amerika Serikat menguasai sekitar 36,08 persen dari total produksi kedelai dunia. Amerika serikat juga mengekspor lebih dari 30 juta ton kedelai setiap tahunnya atau sekitar 42,94 persen dari total ekspor dunia saat ini. Angka ini hanya sekitar 36 persen dari total produksi Amerika Serikat pada tahun 2009. Kebutuhan kedelai Indonesia rata-rata setiap tahunnya di atas angka 2 juta ton, dimana 90 persen diantaranya digunakan sebagai bahan pangan, terutama pangan olahan yaitu sekitar 88 persen tahu dan tempe, 10 persen untuk pangan olahan lainnya seperti industri tepung dan pati serta sisanya sebanyak 2 persen untuk benih. Sayangnya, sekitar 63,41 persen dipasok oleh kedelai impor yang memiliki harga lebih murah dan kualitas lebih baik sedangkan sisanya 36,59 persen dipenuhi melalui produksi dalam negeri. Dan Amerika Serikat menjadi negara yang paling banyak menyuplai kedelai ke Indonesia dengan rata-rata di atas 70 persen setiap tahunnya diikuti Argentina, Kanada, Malaysia, Singapura dan Myanmar secara bergantian. Berbagai kebijakan pengembangan kedelai nasional telah dilakukan antara lain Prokema 2000, Program Bangkit Kedelai Nasional 2008, Rencana Strategis Kementrian Pertanian 2010-2014 mengenai pencapaian swasembada kedelai tahun 2014, kebijakan harga dasar dan proteksi harga kedelai serta kebijakan tarif impor kedelai. Namun, belum memberikan dampak yang signifikan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor kedelai. Alternatif strategi pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia yang dirumuskan peneliti meliputi peningkatan produksi kedelai lokal, pembatasan volume impor kedelai dengan penetapan tarif impor kedelai yang tepat minimal 10 persen, efisiensi rantai tataniaga, dan dukungan serta peran industri berbasis kedelai. 3