I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia karena perannya dipandang penting dalam fungsi produksi, dimana bahan bakar minyak, yang merupakan produk olahan dari minyak mentah masih menjadi sumber energi utama dalam proses produksi bagi sebagian besar industri di negara-negara dunia. Selama periode tahun 2002 hingga 2008, pasar minyak mentah dunia mengalami peningkatan yang berkelanjutan dengan harga minyak mentah dunia rata-rata meningkat selama tujuh tahun berturut-turut. Data tahun 2010 dari U.S. Energy Information Administration (Gambar 1) menjelaskan bahwa baik minyak mentah jenis West Texas Intermediate maupun brent mengalami peningkatan harga yang cukup signifikan. Pada awal tahun 2002, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate berada di posisi 19,71 US Dollar per barel sedangkan minyak mentah jenis brent berada di posisi 19,42 US Dollar per barel. Peningkatan harga terus terjadi selama tujuh tahun hingga harga minyak mentah dunia jenis West Texas Intermediate menembus harga 133,88 US Dollar per barel pada pertengahan tahun 2008 sedangkan harga minyak mentah dunia jenis brent mencapai 132,32 US Dollar per barel pada periode yang sama. Organisasi negaranegara pengekspor minyak dunia (OPEC) berusaha menstabilkan harga minyak mentah dunia yang terus meningkat dan dikhawatirkan mengganggu kestabilan perekonomian dunia dengan meningkatkan volume produksi minyak dari negaranegara anggotanya (British Petroleum 2010). Berdasarkan data yang dirilis oleh British Petroleum Statistical Review of World Energy Market tahun 2010, produksi minyak mentah dunia yang berasal dari negara-negara OPEC meningkat setiap tahun mulai tahun 2002. Sekitar 35.568 ribu barel per hari minyak mentah atau sekitar 43,3 persen dari total produksi minyak mentah dunia diproduksi negara-negara OPEC pada tahun 2008 untuk mengantisipasi melonjaknya harga minyak mentah dunia. Kebijakan OPEC tersebut akhirnya membuat fenomena kenaikan harga minyak dunia berakhir menjelang akhir tahun 2008. 2 Data dari British Petroleum Statistical Review of World Energy Market 2004 yang disajikan dalam penelitian Masih et al. (2010) menyatakan bahwa kenaikan harga minyak dunia sejak tahun 2002 disebabkan oleh peningkatan permintaan dari negara industri baru seperti China dan India. Konsumsi minyak di kedua negara ini tidak lebih dari 3,5 juta barel per hari, atau mendekati 5 persen dari penggunaan minyak dunia, pada tahun 1990. Namun 13 tahun kemudian pada tahun 2003, kedua negara ini mencatatkan konsumsi minyak mereka mencapai lebih dari 10 persen konsumsi minyak dunia. Sumber: U.S. Energy Information Administration, 2010 (diolah) Gambar 1 Harga Minyak Dunia Jenis WTI dan Brent Tahun 2000 – 2009 (US Dollar/barel) Jika melihat data konsumsi minyak mentah negara-negara industri besar yang dirilis oleh British Petroleum Statistical Review of World Energy Market tahun 2010 (Gambar 2), maka sebenarnya tidak ada peningkatan permintaan minyak mentah yang cukup signifikan dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang. Amerika Serikat yang menjadi salah satu konsumen minyak terbesar di dunia hanya mengkonsumsi minyak mentah berkisar antara 880 – 950 juta ton per tahun selama 9 tahun. Jepang yang menjadi kompetitor Amerika Serikat di bidang otomotif, tidak mengalami perubahan konsumsi minyak mentah yang cukup besar. Jepang justru mengalami penurunan konsumsi 3 minyak sejak tahun 2000, dari 255,5 juta ton menjadi 221,9 juta ton pada tahun 2008. Sumber: British Petroleum Statistical Review of World Energy Market, 2010 (diolah) Gambar 2 Konsumsi Minyak Mentah Lima Negara Industri Besar Dunia Tahun 2000 – 2008 Pergerakan harga minyak dunia ini menarik perhatian publik di seluruh dunia serta menimbulkan kekhawatiran bagi negara-negara yang selama ini menjadi konsumen utama komoditas minyak mentah. Peningkatan harga minyak yang berkelanjutan dikhawatirkan akan merugikan perekonomian dunia serta memiliki konsekuensi politik dan sosial. Pengaruh harga minyak dunia terhadap perekonomian setiap negara bisa saja berbeda. Bagi negara pengekspor minyak, pergerakan positif harga minyak dunia memberikan pengaruh baik bagi perekonomian mereka karena penerimaan mereka meningkat seiring naiknya harga minyak dunia. Sedangkan bagi negara pengimpor minyak, kenaikan harga minyak justru membuat mereka harus mengeluarkan biaya lebih untuk memenuhi kebutuhan minyak mereka (Kilian 2009). Basher dan Sadorsky (2006) menggambarkan situasi yang terjadi di negara importir minyak, dimana bahan bakar minyak, begitu pula dengan modal, tenaga kerja dan bahan baku merupakan komponen penting dalam produksi barang dan jasa, sehingga perubahan harga input-input ini akan mempengaruhi arus kas. Peningkatan harga minyak akan meningkatkan biaya produksi karena tidak 4 adanya input substitusi antara faktor-faktor produksi tersebut. Biaya produksi yang tinggi mengurangi arus kas dan pada akhirnya menurunkan harga saham. Kenaikan harga minyak juga mempengaruhi tingkat suku bunga. Kenaikan harga minyak sering menunjukkan tekanan inflasi, dimana bank sentral dapat mengontrolnya dengan menaikkan suku bunga. Di pasar modal, kenaikan suku bunga membuat investasi pada instrumen obligasi menjadi lebih menarik daripada saham dan menyebabkan penurunan harga saham. Pengaruh kenaikan harga minyak sebenarnya tergantung pada apakah perusahaan menggunakan bahan bakar minyak sebagai sumber energi utama dalam proses produksinya. Sejak banyak perusahaan di dunia yang menggunakan bahan bakar minyak sebagai sumber energi utama dalam proses produksinya, pengaruh kenaikan harga minyak terhadap pasar saham menjadi lebih bersifat negatif. Penelitian Bjornland (2008) menjelaskan bagaimana pergerakan harga minyak dunia mempengaruhi perekonomian negara eksportir minyak. Kenaikan harga minyak dunia menyebabkan aktivitas ekonomi domestik lebih tinggi. Oleh karena itu, kesejahteraan secara nasional akan meningkat. Potensi keuntungan dari sektor energi juga dapat menyediakan peluang investasi dan bisnis secara keseluruhan, dengan meningkatnya permintaan terhadap tenaga kerja dan modal. Jika dikaitkan dengan penelitian Basher dan Sadorsky (2006) yang sebelumnya menyebutkan bahwa tenaga kerja dan modal merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi arus kas, maka meningkatnya permintaan terhadap tenaga kerja dan modal akan meningkatkan arus kas yang mempengaruhi pergerakan harga saham. Pemahaman tentang bagaimana perbandingan antara pengaruh pergerakan harga minyak dunia terhadap perekonomian negara eksportir dan importir minyak menjadi penting karena beberapa penelitian yang telah ada hanya fokus pada pengaruh harga minyak dunia terhadap salah satu tipe negara, seperti penelitian Bjornland (2008), Adebiyi et al. (2009), dan Abdelaziz et al. (2008) yang fokus pada negara-negara eksportir minyak serta penelitian Masih et al. (2010) yang fokus pada negara-negara importir minyak, sedangkan penelitian yang membandingkan respon negara eksportir dan importir minyak terhadap pergerakan harga minyak dunia masih terbatas, seperti penelitian Maghyereh 5 (2004) serta penelitian Apergis dan Miller (2008). Selain itu, penelitian ini juga tidak akan hanya fokus dari sisi apakah negara tersebut adalah eksportir atau importir minyak tetapi penelitian ini sekaligus akan melihat dari sudut pandang tipe perekonomian negara eksportir dan importir tersebut, apakah negara tersebut adalah negara maju atau berkembang. Beberapa penelitian seperti Maghyereh (2004) fokus pada perekonomian negara berkembang serta penelitian Masih et al. (2010) dan Apergis dan Miller (2008) yang hanya fokus pada perekonomian negara maju. Namun secara umum, penelitian ini akan membandingkan pengaruh pergerakan harga minyak dunia terhadap perekonomian, melalui pasar modal, khususnya pengaruhnya terhadap pergerakan indeks harga saham. Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu pertimbangan bagi otoritas bursa saham dalam menyusun kebijakan terkait pasar saham, serta rekomendasi awal bagi sebagian investor untuk menyusun portofolio investasi di pasar modal, khususnya di pasar saham. 1.2 Permasalahan Penelitian Seiring peningkatan harga minyak dunia sejak awal 2002, beberapa indeks harga saham utama di Asia mengalami peningkatan yang signifikan sejak awal 2003 hingga pada tahun 2007. Beberapa gambar di bawah ini menyajikan data beberapa indeks harga saham di Asia dari tahun 2000 hingga tahun 2008 yang mengalami kenaikan seiring kenaikan harga minyak dunia. Point US Dollar/barel 160 25000 140 20000 120 100 15000 80 10000 60 40 5000 20 WTI Gambar 3 BSE Jul-10 Jul-09 Jan-10 Jul-08 Jan-09 Jan-08 Jul-07 Jan-07 Jul-06 Jan-06 Jul-05 Jan-05 Jul-04 Jan-04 Jul-03 Jan-03 Jul-02 Jan-02 Jul-01 Jul-00 Jan-01 0 Jan-00 0 Nikkei 225 Pergerakan Indeks BSE dan Nikkei serta Harga Minyak Mentah Dunia Jenis WTI Tahun 2000 – 2010 6 BSE di India mengalami peningkatan sebesar 71,22 persen, kemudian KLSE di Malaysia mengalami peningkatan sebesar 45,06 persen, serta Nikkei 225 Index di Jepang mengalami peningkatan sebesar 30,25 persen, Strait Times di Singapura dan KOSPI di Korea masing-masing mengalami peningkatan sebesar 49,33 persen dan 57,27 persen. Point US Dollar/barel 160 4000 140 3500 120 3000 100 2500 80 2000 60 1500 40 1000 20 500 0 WTI Gambar 4 JKSE KLSE STI Jan-10 Jan-09 Jan-08 Jan-07 Jan-06 Jan-05 Jan-04 Jan-03 Jan-02 Jan-01 Jan-00 0 KOSPI Pergerakan Indeks JKSE, KLSE, STI, dan KOSPI serta Harga Minyak Mentah Dunia Jenis WTI Tahun 2000 – 2010 Kenaikan harga minyak dunia diiringi oleh kenaikan indeks harga saham tidak hanya terjadi pada indeks harga saham di Asia. Hal tersebut juga terjadi pada indeks harga saham di Eropa dan Amerika, DAX Jerman (Gambar 5) menunjukan tren positif ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia pada awal tahun 2002. Sedangkan S&P 500 Amerika Serikat (Gambar 6) juga menunjukan tren positif seiring naiknya harga minyak dunia. Kedua negara merupakan negara importir minyak mentah. 7 Gambar 5 Pergerakan Indeks DAX Jerman dan Harga Minyak Mentah Dunia Jenis WTI Tahun 2000 – 2009 Menurut Basher dan Sadorsky (2006), peningkatan harga minyak seharusnya meningkatkan biaya produksi di negara importir minyak karena tidak adanya input substitusi dari minyak mentah. Biaya produksi yang tinggi akan mengurangi arus kas dan pada akhirnya menurunkan harga saham. Jika dikaitkan dengan kajian empiris tersebut, maka fenomena kenaikan harga minyak dunia yang diikuti oleh kenaikan indeks harga saham di Asia, Eropa, dan Amerika tidak sesuai dengan mekanisme transmisi dan menimbulkan pertanyaan apakah ada pengaruh positif harga minyak mentah terhadap pergerakan indeks harga saham di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika karena sebagian negara-negara di kawasan tersebut merupakan importir minyak. Puncak peningkatan harga minyak mentah dunia pada tahun 2008 yang mencapai 133,88 US Dollar per barel telah mempengaruhi aspek ekonomi masyarakat dunia. Perekonomian negara-negara yang selama ini menjadi konsumen minyak mentah dunia mengalami perlambatan karena beban yang harus ditanggung semakin besar. Di sisi lain, negara-negara eksportir minyak mengalami surplus dari penjualan minyak mentah, hal tersebut jelas mengindikasikan adanya transfer kesejahteraan dari negara importir minyak ke negara eksportir minyak. 8 Gambar 6 Pergerakan Indeks S&P 500 Amerika Serikat dan Harga Minyak Mentah Dunia Jenis WTI Tahun 2000 – 2009 Pergerakan harga minyak mentah dunia bagi negara importir minyak juga akan berpengaruh terhadap nilai tukar negara tersebut. Jika terjadi kenaikan harga minyak dunia, maka akan menurunkan nilai mata uang negara-negara importir minyak karena harus mengeluarkan Dollar dalam jumlah yang lebih besar. Hal tersebut tentunya juga berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi negara importir tersebut. Jika nilai tukar yang mengalami depresiasi akan menyebabkan ekspektasi inflasi meningkat dan tingkat harga akan meningkat pada jangka panjang (Mishkin 2001). Bank sentral sebagai otoritas moneter yang memiliki wewenang untuk mengendalikan inflasi, berupaya mengatisipasi tingginya inflasi dengan mengawasi jumlah uang beredar melalui instrumen suku bunga yakni kebijakan moneter kontraktif dengan menaikkan suku bunga nominal sehingga mempengaruhi jumlah uang beredar karena tingkat bunga di instrumen obligasi akan meningkat dan jumlah uang beredar berkurang. Hal ini akan mempengaruhi harga saham (turun) karena instrumen obligasi lebih menarik dengan tingkat return-nya ditentukan oleh tingkat suku bunga. 9 Dengan mencermati latar belakang dan uraian di atas, beberapa permasalahan yang hendak dijawab dalam penelitian ini antara lain: 1. Apakah pergerakan indeks harga saham pada beberapa negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Asia Timur, Eropa, dan Amerika disebabkan oleh pergerakan harga minyak dunia? 2. Bagaimana pengaruh pergerakan harga minyak dunia terhadap indeks harga saham pada beberapa negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Asia Timur, Eropa, dan Amerika? 3. Bagaimana peran variabel makroekonomi dalam menjelaskan pergerakan indeks harga saham pada beberapa negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Asia Timur, Eropa, dan Amerika? 1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis pergerakan indeks harga saham yang disebabkan oleh pergerakan harga minyak dunia pada beberapa negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Asia Timur, Eropa, dan Amerika. 2. Menganalisis pengaruh pergerakan harga minyak dunia terhadap indeks harga saham pada beberapa negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Asia Timur, Eropa, dan Amerika. 3. Menganalisis peran variabel makroekonomi dalam menjelaskan pergerakan indeks harga saham pada beberapa negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Asia Timur, Eropa, dan Amerika. Manfaat dari penelitian ini yakni hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang arah pergerakan harga minyak mentah dunia serta pergerakan indeks harga saham di beberapa negara. Selain itu, informasi dari penelitian ini juga diharapkan memiliki manfaat bagi pengambil kebijakan, khususnya otoritas yang terkait dengan pasar modal, yakni informasi dari penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber kajian dalam penyusunan kebijakan menghadapi perubahan kondisi global. Penelitian ini juga dapat menjadi salah satu materi pertimbangan dalam penyusunan portofolio investasi bagi analis pasar modal dan investor, khususnya dalam lingkup pasar saham. 10 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini terkait dengan variabel-variabel serta sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Ruang lingkup penelitian ini diantaranya adalah harga minyak dunia terdiri dari beberapa jenis, tergantung jenis minyak mentah dan kualitasnya. Beberapa diantaranya adalah brent dari Atlantik Utara, West Texas Intermediate (WTI), serta OPEC basket price. Harga minyak dunia yang digunakan sebagai variabel dalam penelitian ini adalah harga spot minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI), atau lebih dikenal dengan nama minyak light sweet, di New York Mercantile Exchange (NYMEX). Variabel makroekonomi yang diuji adalah nilai tukar, suku bunga, dan inflasi pada setiap negara. Penelitian ini juga menggunakan variabel dummy yakni variabel dummy krisis untuk menunjukan apakah krisis subprime mortgage menjadi salah satu penggerak indeks harga saham di beberapa negara. Penelitian ini mengambil sampel indeks harga saham dari lima negara utama Asia Tenggara yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Terkait dengan era integrasi ekonomi dan keuangan regional Asia Temggara yang akan melibatkan China, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, dan India maka penulis memasukkan indeks harga saham dari keenam negara tersebut ke dalam lingkup penelitian. Namun demikian, keterbatasan data negara Filipina, China, Australia, dan Selandia Baru menyebabkan tidak memungkinkan untuk dianalisis. Penelitian ini juga mencoba membandingkan pengaruh harga minyak dunia terhadap indeks harga saham di negara eksportir atau importir minyak, baik yang menjadi negara maju dan negara berkembang sehingga penelitian ini menggunakan sampel indeks harga saham dari negara-negara Eropa dan Amerika yakni Jerman, Perancis, Swiss, Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, dan Brasil. Pemilihan sampel indeks harga saham negara-negara dari Eropa dan Amerika tersebut karena indeks harga saham dari negara-negara tersebut merupakan indikator utama pasar saham di benuanya masing-masing. Dengan demikian, sampel penelitian ini mencakup indeks harga saham negara-negara Asia Tenggara, Asia Timur, Eropa, dan Amerika yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand, Jepang, Korea Selatan, India, Jerman, Perancis, Swiss, Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, dan Brasil.