FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI PADA BAYI 6 - 12 BULAN DI DESA BATUJAJAR BARAT KECAMATAN BATUJAJAR KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2008 Novie E Mauliku, Susilowati, Yati Agustini ABSTRAK Tingginya pemberian makanan pendamping ASI dini pada bayi turut berkontribusi akan terjadinya penyakit infeksi dan kurang gizi terutama pada bayi usia 0-6 bulan pertama kehidupan, serta dapat menimbulkan penyakit degeneratif seperti Diabetes Melitus, Hipertensi, Obesitas, Arteriosklerosis dan Kardiovaskuler pada usia dewasa akibat yang berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI dini pada masa bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI dini pada bayi 6 —12 bulan. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, dengan 126 sampel yaitu ibu dari bayi 6—12 bulan yang terdaftar sebagai warga yang ada di Desa Batujajar Barat. Sampel diambil dengan menggunakan proposional random sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara. Analisis data melalui dua tahapan, yaitu univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan bivariat untuk melihat hubungan (Chi Square). Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 6 faktor risiko yang diteliti ditemukan 4 faktor yang berhubungan bermakna dengan pemberian makanan pendamping ASI dini pada bayi 6 —12 bulan yaitu pendidikan (p=0,006), pengetahuan (p=0,048), sikap (p=0,041), dan pekerjaan (p=0,016). Dua faktor yang tidak berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI dini pada bayi 6—12 bulan yaitu pendapatan keluarga (p=0,754) dan promosi produk susu formula (p=0,501). Disarankan agar materi penyuluhan tentang dampak pemberian makanan pendamping ASI dini dan penyebaran informasi melalui media informasi berupa leaflet, flip chart, poster dan lembar balik. Meningkatkan peran kader serta tokoh masyarakat dalam program peningkatan pemberian ASI dan peningkatan pendidikan kesehatan. Meningkatkan motivasi, niat dan dukungan dalam diri individu diharapkan terjadi perubahan sikap yang positif. Kata Kunci : Makanan Pendamping ASI Dini, Bayi 6 -12 Bulan ABSTRACT The high of early giving of breast milk supplementary feeding for infant is also contributing on the happening of infection and malnutrition especially over 0 – 6 months of age infant, of early life, and also can cause degenerative diseases such as Diabetes Mellitus, Hypertension, Obesity, Arterisklerosis and Cardiovascular on the adult age as the relationship of early giving of breast milk supplementary feeding in infant period. The objective of this research is to know factors interrelated with the early giving of breast milk supplementary feeding for infant. Design of research used was cross sectional, and 126 samples were mothers of the infant, who were registered as West Batujajar’s citizen. Sample were obtained by proposional random sampling. Data collection was done by interview. Data analysis was through two phases, those are univariate to observe frequency distribution and bivariate to observe the relationship (Chi Square). Result of research showed that 4 out of 6 factors researched risk were related to early giving of breast milk supplementary feeding for infant, those were education (p=0,006), knowledge (p=0,048), attitude (p=0,041), and occupation (p=0,016). Two factors which had no relationship with the early giving of breast milk supplementary feeding for infant were family’s income (p=0,754) and product promotion of formula milk (p=0,501) Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 9 It is suggested that the information material concerning the impact of early breast milk supplementary feeding and information spreading were in the form of information media such as leaflet, flip chart and poster. Improving the cadre actor and community figure on increase to giving mother’s milk programe and increase health education. Improving motivation, attention and support in every individual were wished to accour positive attitude changing. A. PENDAHULUAN Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada bayi dan anak akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan, yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa (Depkes RI, 2006). Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai dengan tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun pada masa selanjutnya (Depkes RI, 2006). Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategi for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu; 1).Memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, 2).Memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia enam bulan, 3).Memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan 4).Meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes RI, 2006 ). United Nations Children’s Fund (UNICEF) menyatakan bahwa 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia tiap tahunnya, bisa dicegah melalui pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan sejak tanggal kelahirannya, tanpa harus memberikan makanan serta minuman tambahan kepada bayi. Manfaat memberikan ASI eksklusif dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak telah diketahui secara luas, namun kesadaran ibu untuk memberikan ASI eksklusif di Indonesia, baru mencapai 14 % saja, itu pun diberikan hanya sampai bayi berusia empat bulan (Antara 2006, Asi Eksklusif Tekan Angka Kematian Bayi Indonesia, ¶ 1, http://situs.kesrepro.info, diperoleh 9 mei 2008). Mengingat pentingnya peran ASI, maka hal-hal yang berkaitan dengan ASI harus diatur dengan ketat. Organisasi kesehatan dunia (WHO) mengeluarkan kode etik yang mengatur agar bayi wajib diberi ASI eksklusif sampai usia minimum 6 bulan, dilanjutkan hingga usia bayi 2 tahun dengan dilengkapi makanan tambahan. Begitupun Surat Keputusan Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 10 Menteri Kesehatan RI tahun 2004, dicantumkan pemberian ASI eksklusif dalam Permenkes nomor 450/Menkes/SK/IV/2004. ASI adalah makanan berstandar emas yang tidak bisa dibandingkan dengan susu formula atau makanan buatan apapun. Di dalam ASI terdapat zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit, karena itu penting sekali agar bayi mendapatkan ASI eksklusif (Sumarjati, 2004, SDM mendatang tergantung Asi eksklusif, ¶ 5, http://www.gizi.net, diperoleh tanggal 12 Mei 2008). Ibu yang memberikan air susu ibu (ASI) secara eksklusif kepada bayinya sampai berumur enam bulan saat ini masih rendah, yaitu kurang dari dua persen dari jumlah total ibu melahirkan. Hal ini antara lain terjadi karena pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI masih rendah, tatalaksana rumah sakit yang salah, dan banyaknya ibu yang mempunyai pekerjaan di luar rumah (Suradi, 2004, Ibu berikan asi baru dua persen, ¶ 1, http://www.depkes.go.id , diperoleh 11 april 2008). Di Indonesia bayi di bawah umur 6 bulan dianjurkan diberi ASI saja (ASI Eksklusif), tanpa makanan pendamping ASI atau MP-ASI. Walaupun diharapkan 80% mendapat ASI eksklusif, tetapi proporsi bayi umur 0-3 bulan yang hanya mendapatkan ASI saja (ASI eksklusif) baru mencapai 47,2% dan bahkan pada umur 4-5 bulan hanya 14,2%. Proporsi bayi umur 0-3 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif lebih tinggi di pedesaan mencapai 49,8% daripada di perkotaan hanya 44,1%. Proporsi bayi umur 0-3 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif di kawasan Timur Indonesia mencapai 60,8% lebih tinggi daripada di kawasan Jawa-Bali mencapai 45,9%, dan Sumatera hanya 39,1% (SKRT, 2001). Berdasarkan hasil rekapitulasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Rumah Tangga di Kecamatan Batujajar, jumlah kepala keluarga yang tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 69,8%. Berdasarkan hasil tersebut, Desa Batujajar Barat merupakan Desa yang cakupan ASI eksklusifnya paling rendah yaitu 11,76% dibandingkan 12 Desa yang lain yang ada di Kecamatan Batujajar (Puskesmas Batujajar, 2007). Menurut penelitian anak-anak yang tidak diberi ASI mempunyai IQ (Intelektual Quotient) lebih rendah tujuh sampai delapan poin dibandingkan dengan anak-anak yang diberi ASI eksklusif. Anak yang tidak diberi ASI eksklusif lebih cepat terjangkit penyakit kronik seperti kanker, jantung, hipertensi, dan diabetes setelah dewasa. Kemungkinan besar anak menderita kekurangan gizi dan mengalami obesitas (kegemukan) (Suradi, 2004, Ibu berikan asi baru dua persen, ¶ 1, http://www.depkes.go.id, diperoleh 11 april 2008). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 2004, Pemerintah mengatur MP-ASI dalam peraturan nomor 237/1997 (Rachmi, 2004, SDM mendatang tergantung Asi eksklusif, ¶ 9, http://www.gizi.net, diperoleh tanggal 12 Mei 2008). MP-ASI Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 11 adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes RI, 2006). Pemberian MP-ASI yang terlalu dini dapat mengganggu pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Selain itu, tidak ditemukan bukti yang menyokong bahwa pemberian MP-ASI pada usia 4 atau 5 bulan lebih menguntungkan bahkan sebaliknya hal ini akan mempunyai dampak yang negatif terhadap kesehatan bayi dan tidak ada dampak positif untuk perkembangan pertumbuhan (Roesli, 2007). Apabila MP-ASI sudah diberikan sebelum usia 6 bulan, maka MP-ASI dapat mengantikan ASI sehingga anak akan minum ASI lebih sedikit disamping itu produksi ASI akan berkurang, sehingga akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Selain itu, resiko MP-ASI dini pada bayi adalah penyakit infeksi, diare, kebutuhan akan nutrien tidak terpenuhi, dan ibu mempunyai resiko lebih tinggi untuk hamil (WHO, 2004). Terlalu dininya pemberian makanan pendamping ASI terkait langsung dengan karakteristik ibu sebagai pengasuh dari bayinya, faktor yang biasanya mendorong ibu untuk memberikan makanan selain ASI terlalu dini antara lain faktor pengetahuan ibu, faktor sikap ibu yang cenderung membawa inisiatif, tingkat pendidikan, status pekerjaan dan faktor ekonomi. (Laukaran et al, 1996 dalam Simadjuntak, 2002). Hampir semua bayi yang lahir di sarana kesehatan diberi makanan pendamping pralaktal berupa susu formula, susu sapi atau air putih (Akre, 1994 dalam Simandjuntak, 2002). Pemberian sampel susu formula secara gratis di tempat pelayanan ibu dan anak turut memegang peranan. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2003, menunjukkan 55% yang disusui eksklusif tanpa adanya tambahan makanan lain sampai berumur <4 bulan dan 40% yang diberi ASI eksklusif sampai <6 bulan, sedangkan pemberian ASI eksklusif hanya sebesar 14% sampai bayi berumur 4-5 bulan. Selain itu, masih tingginya praktik penyapihan dini (sebelum umur 2 tahun) serta tidak memadainya kualitas MP-ASI terutama pada keluarga miskin (BPS, 2003). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuhaeranah (2004) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik pemberian MP-ASI dini pada bayi 0-4 bulan di wilayah Jawa-Bali tahun 2002, menunjukkan sebanyak 50,9% ibu telah memberikan MP-ASI dini kepada bayinya yang berusia < 4 bulan. Masalah pemberian MP-ASI juga terjadi di Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis pada bulan Juni—Juli tahun 2008 di lima desa yang terdiri atas Desa Batujajar Barat, Desa Batujajar Timur, Desa Galanggang, Desa Selacau dan Desa Giri Mukti terhadap 10 ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan telah memberikan MP-ASI sebelum usia 6 bulan dengan rincian Desa Batujajar Barat sebanyak 60%, Desa Batujajar Timur sebanyak 40%, Desa Giri Mukti sebanyak 60%, Desa Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 12 Galanggang 30% dan Desa Selacau sebanyak 50%. Hasil studi awal diketahui bahwa pada umumnya ibu telah memberikan makanan pendamping ASI pada bayi usia 0-6 bulan berupa air putih, kue marie, bubur susu, tepung beras merah dan susu formula. Prevalensi pemberian MP-ASI dini yang tertinggi yaitu di Desa Batujajar Barat. Desa Batujajar Barat merupakan daerah yang memiliki penduduk dengan beraneka ragam tingkat sosial ekonomi, dengan jumlah penduduk bayi yang tinggi dibanding desa yang lain dan proporsi penduduk miskin yang cukup tinggi mencapai 43,7% sehingga memberikan permasalahan yang cukup beragam pula (Puskesmas Batujajar, 2007). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi 6—12 bulan di Desa Batujajar Barat Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat. B. METODOLOGI PENELITIAN Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi Cross Sectional yaitu suatu studi untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo, 2005). Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2003). Kerangka konsep penelitian ini adalah: Faktor Internal • • • Pengetahuan ibu Pendidikan ibu Sikap ibu Faktor Eksternal • • • Status pekerjaan ibu Pendapatan keluarga Promosi Produk Susu Formula Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani Pemberian MP-ASI Dini 13 Tabel 3.1 Definisi Operasional No 1 Variabel Pemberian MP-ASI dini Definisi Operasional Melakukan tindakan memberi jenis makanan atau minuman selain ASI pada bayi sebelum usia menginjak 6 bulan sejak tanggal kelahirannya (WHO) Pendidikan formal terakhir yang diselesaikan ibu Cara Ukur Wawancara Hasil Ukur 1. Ya 2. Tidak 2 Pendidikan ibu 3 Wawancara Pengetahuan ibu Segala sesuatu yang diketahui oleh ibu tentang MP-ASI. Wawancara 4 Sikap ibu Tanggapan/pendapat ibu yang mendukung pemberian makanan pendamping ASI dini. Wawancara 1. Pendidikan Dasar (SD,Ordinal SMP) 2. Pendidikan Lanjutan (SMA, PT) 1. Kurang, jika mampu Ordinal menjawab <74% pertanyaan dengan benar 2. Baik jika mampu menjawab >75% pertanyaan dengan benar 1. Mendukung jika Ordinal skor < Median 2. Tidak mendukung jika skor > Median 5 Pekerjaan ibu 6 7 Kegiatan yang dijadikan Wawancara sumber mata pencaharian ibu sehari-hari. Pendapatan Penghasilan yang diperoleh Wawancara Keluarga keluarga responden setiap bulan yang dikategorikan berdasarkan Upah Minimum Kabupaten (UMK). SK Gubernur Jabar Nomor 561/Kep.575. bangsos/2007 yaitu Rp.895.890 Promosi produk susu Pemasaran, pengenalan Wawancara formula produk susu formula oleh perusahaan atau pabrik kepada ibu baik melalui TV, Radio, Media Cetak atau promosi langsung. 1. 2. Bekerja Tidak bekerja Skala Nominal Nominal 1. Tinggi jika pendapatan Ordinal >UMK (Rp.895.980) 2. Rendah jika pendapatan <UMK (Rp.895.980) 1. 2. Pernah Tidak pernah Nominal Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiki bayi usia 6—12 bulan sebanyak 183 orang di Desa Batujajar Barat Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008. dengan jumlah sampel 126 orang. Teknik pengambilan sampel secara acak Proposional (Proposional random sampling). Caranya yaitu dengan membagi jumlah anggota populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan. Data yang telah diperoleh, dianalisis dan diinterpretasikan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan aplikasi komputer. Analisis yang dilakukan pada sebuah variabel melalui suatu distribusi frekuensi. Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan atau Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 14 mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Pada data kategorik peringkasan hanya menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran persentasi atau proporsi. Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi (Hastono, 2007). Dan Analisis hubungan dengan menggunakan uji Chi-square. C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Distribusi responden berdasarkan pemberian makanan pendamping ASI dini dari 126 responden dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1.Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pemberian makanan Pendamping ASI di Desa Batujajar Barat Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008 Variabel Dependen Pemberian MP-ASI Dini 1. Ya 2. Tidak Total F % 86 40 126 68,3 31,7 100 Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian makanan pendamping ASI dini pada bayi masih tinggi yaitu sebanyak 86 responden (68,3%). Menurut WHO di dalam Global Strategi for Infant and Young Child Feeding, bahwa pemberian makanan pendamping ASI hanya boleh diberikan sejak bayi berusia 6 bulan (Depkes RI, 2006). Masih tingginya pemberian makanan pendamping ASI dini di Desa Batujajar Barat dikhawatirkan akan membawa dampak yang serius terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, baik pada saat ini maupun pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu, untuk mencegah tingginya angka pemberian makanan pendamping ASI dini dengan cara meningkatkan kesadaran ibu mengenai pentingnya ASI eksklusif dan bahaya pemberian makanan pendamping ASI dini. 2. Hubungan Faktor Internal Dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI dini di Desa Batujajar Barat Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008 Faktor Internal yang berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI dini meliputi : pendidikan, pengetahuan dan sikap pada tabel 2: Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 15 Tabel 2.Hubungan Faktor Internal Dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini di Desa Batujajar Barat Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008 No 1 2 3 Faktor Internal Pendidikan ibu 1. Dasar 2. Lanjutan Pengetahuan ibu 1. Kurang (< 75%) 2. Baik (> 75%) Sikap ibu 1. Mendukung (skor < median) 2. Tidak mendukung (skor > median) Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini Ya Tidak F % F % Jumlah N % p Value 60 26 77,9 53,1 17 23 21,1 46,9 77 49 100 100 0,006 64 22 74,4 55 22 18 25,6 45 86 40 100 100 0,048 50 78,1 14 21,9 64 100 0,041 37 59,7 25 19,2 65 100 Hubungan antara pendidikan ibu yang terdiri dari pendidikan dasar (SD, SMP) dan pendidikan lanjutan (SMA, Akademik/PT) dengan pemberian makanan pendamping ASI dini, secara statistik menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna (p=0,006<0,05). Perilaku pemberian makanan pendamping ASI dini tertinggi adalah pada ibu dengan tingkat pendidikan dasar sebesar 77,9%. Hal ini sesuai dengan teori (WHO, 2001) pendidikan menjadi dasar yang penting bagi seseorang karena dengan pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan untuk lebih beradaptasi dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi. Tingkat pendidikan ibu yang lebih tinggi dapat meningkatkan kemampuan ibu untuk menerima cara-cara pemberian MP-ASI yang baik, menghindari nasehat keluarga/teman/ media yang tidak baik. Pendidikan dapat mengubah pola pikir dalam menerima pekerjaan, melatih, cara kerja, dan pengambilan keputusan. Pendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan luas dibandingkan tingkat pendidikan lebih rendah (Notoatmodjo, 2003). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhaeranah (2004) di wilayah Jawa-Bali (data sekunder SDKI tahun 2002) yang menyatakan adanya hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian makanan pendamping ASI dini dengan nilai (p=0,002). Penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2002) di wilayah Jawa-Bali (data sekunder SDKI tahun 1997) yang menyatakan ada hubungan antara pendidikan dengan pemberian makanan pendamping ASI dini dengan nilai (p=0,000). Hasil yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Dahlia Simanjuntak (2001) di Kecamatan Pasar Rebo Kotamadya Jakarta Timur dimana tidak terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 16 makanan pendamping ASI dini yang menyatakan bahwa pemberian makanan pralaktal kecenderungannya serupa antara ibu yang berpendidikan dengan yang tidak berpendidikan. Hubungan antara pengetahuan ibu yang terdiri dari pengetahuan kurang dan baik dengan pemberian makanan pendamping ASI dini secara statistik menunjukan terdapat hubungan yang bermakna (p=0,048<0,05). Pemberian makanan pendamping ASI dini tertinggi adalah pada ibu dengan pengetahuan kurang sebesar 74,4%.Ini membuktikan pendapat Notoatmodjo (2003), bahwa pengetahuan (dalam hal ini pemberian makanan pendamping ASI dini) merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (dalam hal ini memberikan dan tidak memberikan makanan pendamping ASI dini). Pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI dini ini perlu diperhatikan, karena pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan perilaku seseorang. Walaupun peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku tapi mempunyai hubungan positif, dengan peningkatan pengetahuan maka perubahan perilaku akan lebih cepat. Perilaku tidak akan langsung berubah dengan seketika oleh pengetahuan baru, namun adanya peningkatan pengetahuan dapat menjadikan terakumulasina kepercayaan, nilai-nilai yang dianut, sikap, minat dan akhirnya menuju pada perilaku. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dahlia Simanjuntak (2001) di Kecamatan Pasar Rebo Kotamadya Jakarta Timur yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian makanan pendamping ASI dini dengan p=0,018 dan Od=3,696. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Kencana Sari (2003) di wilayah Miskin DKI Jakarta yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan pemberian makanan pendamping ASI dengan p=0,000. Hubungan antara sikap ibu yang terdiri dari mendukung (skor < 50) dan tidak mendukung (skor >50) dengan pemberian makanan pendamping ASI dini secara statistik menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna (p=0,041 < 0,05). Pemberian makanan pendamping ASI dini tertinggi adalah pada ibu dengan sikap mendukung sebesar 78,1%. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irvany Entang (2005) di Puskesmas Cimahi Selatan Kota Cimahi yang menyatakan adanya hubungan antara sikap ibu dengan pemberian makanan pendamping ASI dini dengan nilai (p=0,032). Menurut Notoatmodjo (2003) sikap adalah kecenderungan untuk merespon (positif atau negatif) terhadap stimulus tertentu dalam terjadinya kesedian untuk bertindak. Hasil Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 17 penelitian ini dapat dilihat bahwa sikap berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Maka ada pernyataan bahwa sikap yang positif dapat menghasilkan perilaku yang positif pula. Masih adanya respon negatif (dampak pemberian MP-ASI dini) dikalangan responden dimungkinkan karena berbagai faktor seperti kurangnya informasi mengenai dampak pemberian MP-ASI bagi bayinya, kurangnya motivasi dan hambatan lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan. Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap terhadap subjek yang diketahui. Pembentukan sikap dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor menurut Notoatmodjo (2003) diantaranya pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting misalnya orang tua, teman, pengaruh kebudayaan serta lingkungan sekitar dan media massa yang akan memberikan dasar dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuk sesuatu sikap (dalam hal ini memberi atau tidak memberikan MP-ASI dini). Sikap yang positif dapat tercipta apabila ada motivasi, niat dan dukungan dari masyarakat sekitar yang didukung oleh pengetahuan, keyakinan, dan emosi dalam diri seseorang mengenai pentingnya ASI eksklusif dan dampak pemberian MP-ASI dini . 3. Hubungan Faktor Eksternal Dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI dini di Desa Batujajar Barat Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008 Faktor Eksternal yang berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI dini meliputi : pekerjaan, pendapatan keluarga, dan promosi produk susu formula pada tabel 3: Tabel 3. Hubungan Faktor Eksternal Dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini di Desa Batujajar BaratKecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008 No 1 2 3 Faktor Eksternal Pekerjaan ibu 1. Bekerja 2. Tidak bekerja Pendapatan Keluarga 1. Tinggi (> Rp.895.980) 2. Rendah (< Rp.895.980) Promosi Produk Susu Formula 1. Pernah 2. Tidak pernah Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini Ya Tidak F % F % Jumlah N % p Value 45 41 80,4 58,6 11 29 19,6 41,4 56 70 100 100 0,016 41 45 66,1 70,3 21` 19 33,9 20,3 62 64 100 100 0,754 78 8 67,2 80 38 2 32,8 20 116 10 100 100 0,501 18 Hubungan antara antara pekerjaan ibu dengan pemberian makanan pendamping ASI dini berdasarkan uji statistik menunjukan terdapat hubungan yang bermakna (p=0,016<0,05). Pemberian makanan pendamping ASI dini tertinggi adalah pada ibu yang bekerja yaitu sebesar 80,4%. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitri Nugrahaeni (2002) di wilayah Jawa-Bali mengatakan bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian makanan pendamping ASI dini dengan nilai p=0,002 dimana ibu yang tidak bekerja akan lebih baik memberikan makanan tambahan dibandingkan ibu yang bekerja. Penelitian yang dilakukan oleh Dahlia Simanjuntak (2001) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan pemberian makanan pendamping ASI dini dengan nilai p=0,0025. Hasil yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kencana Sari (2004) yang mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian makanan pendamping ASI. Hubungan antara antara pendapatan keluarga dengan pemberian makanan pendamping ASI dini berdasarkan uji statistik menunjukan tidak terdapat hubungan yang bermakna (p=0,754>0,05). Pemberian makanan pendamping ASI dini tertinggi adalah pada ibu yang pendapatan keluarganya rendah yaitu sebesar 70,3%. Ketidakmaknaan hubungan antara pendapatan keluarga dengan pemberian makanan pendamping ASI dini karena persentase pemberian makanan pendamping ASI dini di tingkat ekonomi hampir sama tingginya. Keadaan ini disebabkan oleh ketidaksulitan untuk memperoleh makanan bayi karena makanan bayi tersedia dalam berbagai macam kemasan kecil sehingga dapat terjangkau oleh semua golongan ekonomi. Penelitian ini sejalan dengan teori, bahwa yang berpendapat rendah (70,3%) lebih banyak memberikan MP-ASI dini dibandingkan yang berpendapatan tinggi, hal ini mungkin disebabkan karena ibu yang berpenghasilan rendah menderita kekurangan gizi dan tidak mendapatkan makanan tambahan selama menyusui sehingga jumlah ASI yang dihasilkan oleh ibu tidak banyak serta tidak menukupi kebutuhan gizi bayi oleh sebab itu ibu memberikan MP-ASI dini kepada bayinya (Pudjiadi, 2000). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dahlia Simandjuntak (2001) di Kecamatan Pasar Rebo Kotamadya Jakarta Timur yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dengan pemberian makanan pendamping ASI dini dengan nilai (p=0,682). Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Fitri nugrahaeni (2002) di Wilayah Jawa-Bali (analisis data sekunder sdki 1997) yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dengan pemberian makanan pendamping ASI dini dengan nilai p=0,162. Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 19 Hubungan antara antara promosi produk susu formula dengan pemberian makanan pendamping ASI dini berdasarkan uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna (p=0,501>0,05). Pemberian makanan pendamping ASI dini tertinggi adalah pada ibu yang tidak pernah mendengar promosi produk susu formula sebanyak 80%. Hasil uji statistik variabel promosi produk susu formula dalam penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang ada, ketidakmaknaan ini dapat disebabkan karena pemberian makanan pendamping ASI dini yang sangat tinggi sehingga data menjadi homogen dan masalahnya menjadi komplek sehingga diperlukan penelitian yang khusus mengenai pengaruh promosi produk susu formula terhadap pemberian makanan pendamping ASI dini pada bayi. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dahlia Simanjuntak (2001) di kecamatan Pasar Rebo Kotamadya Jakarta Timur bahwa tidak terdapat hubungan antara promosi produk susu formula dengan pemberian makanan pendamping ASI dini dengan nilai p=0,534. Gencarnya promosi produk makanan tambahan ASI di Indonesia dinilai sangat bebas, pemasaran yang dilancarkan secara agresif oleh para produsen susu formula. Hal ini merupakan faktor penghambat bagi terbentuknya kesadaran orang tua di dalam memberikan makanan ASI eksklusif sekaligus dapat diartikan sebagai faktor pendorong bagi ibu untuk memberikan makanan pendamping ASI dini. WHO telah mengeluarkan resolusi tentang kode internasional pemasaran produk pengganti ASI, bahwa mereka dilarang mengiklankan produknya dalam bentuk apapun kepada masyarakat. Produsen tidak boleh membagikan sampel produk kepada ibu hamil, keluarga, dan petugas kesehatan, namun tetap saja para produsen melakukan promosi secara gencar kepada masyarakat (Depkes, 2007). D. KESIMPULAN DAN SARAN Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI dini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan pemberian makanan pendamping ASI dini pada bayi 6–12 bulan di Desa batujajar Barat Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008 (p value = 0,006<0,05). 2. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan pemberian makanan pendamping ASI dini pada bayi 6–12 bulan di Desa batujajar Barat Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008 (p value = 0,048<0,05). Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 20 3. Terdapat hubungan yang bermakna antara sikap ibu dengan pemberian makanan pendamping ASI dini pada bayi 6–12 bulan di Desa batujajar Barat Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008 dan sikap ibu (p value = 0,041<0,05). 4. Terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan pemberian makanan pendamping ASI dini pada bayi 6—12 bulan di Desa Batujajar Barat Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat tahun 2008 (p value = 0,016<0,05) 5. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga dengan pemberian makanan pendamping ASI dini pada bayi 6 -12 bulan di Desa Batujajar Barat Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008 (p value = 0,754>0,05). 6. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara promosi produk susu formula dengan pemberian makanan pendamping ASI dini pada bayi 6—12 bulan di Desa Batujajar Barat Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat tahun 2008 (p value = 0,501>0,05). Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 1. Masyarakat agar lebih aktif mengikuti kegiatan posyandu dan penyuluhan yang dilakukan oleh kader dan tokoh masyarakat setempat, sehingga diharapkan tercipta pengetahuan baik dan sikap positif terhadap pemberian ASI eksklusif dan bahaya MP-ASI dini. Dan meningkatkan motivasi, dukungan dan niat dalam diri yang didukung oleh pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi dalam diri seseorang diharapkan adanya perubahan sikap yang positif. 2. Puskesmas agar dapat meningkatkan peran kader dan tokoh masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam menampaikan informasi tentang ASI eksklusif dan bahaya pemberian MP-ASI dini pada ibu bayi dan balita. Hal ini dilakukan dengan melakukan pelatihan atau penyuluhan singkat kepada kader dan tokoh masyarakat, sehingga diharapkan akan tercipta sikap yang positif terhadap pemberian ASI eksklusif dan bahaya MP-ASI dini di masyarakat, serta membuat media informasi berupa leaflet, flip chart, poster dan lembar balik yang di dalamnya menyangkut tujuan, syarat, cara dan dampak pemberian MP-ASI dini yang disimpan di setiap posyandu untuk dibagikan kepada masyarakat sehingga informasi dapat langsung diterima oleh masyarakat. Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 21 DAFTAR PUSTAKA Arisman. 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC. Azwar, S. 2005. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Depkes RI. 2001. Manajemen Laktasi. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. ________. 2003. Spesifikasi dan Pedoman Pengelolaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) Instant Untuk Bayi Umur 6-11 Bulan. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. ________. 2006. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan. Format referensi elektronik direkombinasikan oleh Antara. 2006. Asi Eksklusif Tekan Angka Kematian Bayi Indonesia. Tersedia http://situs.kesrepro.info, diperoleh 9 mei, 2008. _________. Harian Umum Pikiran Rakyat, 2007, UMK Kabupaten Bandung Disepakati Rp.895.980,00. tersedia http://bandungkab.go.id, diperoleh tanggal 31 mei, 2008. _________. Rachmi. 2004. SDM Mendatang Tergantung Asi Eksklusif. http://www.gizi.net, diperoleh tanggal 12 Mei, 2008. Tersedia _________. Sumarjati. 2004. SDM Mendatang Tergantung Asi Eksklusif. Tersedia http://www.gizi.net, diperoleh tanggal 12 Mei 2008. _________. WHO. 2001. Exclusive Breastfeeding. Tersedia http://www.who.int, diperoleh tanggal 19 Mei 2008. Krisnatuti, Diah dan Rina Yenrina. 2007. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Jakarta: Puspa Swara Majidi, N. 2008. Kiat Sukses Mencetak Bayi Sehat dan Cerdas. Jakarta: Milenia Book Publishing. Muchtadi, D. 2002. Gizi Untuk Bayi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nugrahaeni, F. 2002. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini di Wilayah Jawa-Bali Tahun1997 (analisis data sekunder SDKI 1997). Skripsi. Jakarta : FKMUI. Pudjiadi, S. 2000. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: FKUI. Purwanti, S H. 2004. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta: EGC. Sari, K. 2004. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI Bagi BayiUmur 6—18 bulan di Wilayah Miskin DKI Jakarta Tahun 2003. Skripsi. Jakarta : FKMUI. WHO. 2004. Pemberian Makanan Pendamping. Jakarta: EGC. Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 22