BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi

advertisement
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Berdasarkan hasil pengamatan pada lokasi penelitian, tipe habitat Danau
Taliwang dikelompokkan menjadi perairan terbuka dan perairan yang tertutup
oleh tumbuhan air. Daerah perairan terbuka terletak di tengah danau sedangkan
daerah yang tertutup oleh tumbuhan air terletak di sepanjang tepi danau.
Pengamatan di lokasi penelitian dilakukan pada bulan April-Mei (musim
hujan) dan Juni-Juli (musim kemarau). Tingginya curah hujan selain memberi
dampak positif terhadap perairan danau, yaitu mengalirkan zat-zat hara dari
daratan ke perairan, sering juga menimbulkan dampak negatif yaitu sedimentasi
(meningkatkan kekeruhan). Hasil analisis parameter kualitas air (fisika-kimia)
Danau Taliwang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kualitas air Danau Taliwang di daerah tengah perairan
Bulan
Kisaran
Parameter
April Mei
Juni
Juli
Suhu (oC)
26,80 27,24 27,60 29,75 26,80-29,75
250-300
Kedalaman (cm)
250
250
250
300
85-105
Kecerahan (cm)
85
95
90
105
Kekeruhan (NTU) 85,15 84,66 78,40 80,25 78,40-85,15
pH
8,22 8,84 8,10 8,66 8,10-8,66
Oksigen (mg/l)
5,15 5,30 5,57 5,10 5,10-5,57
Tabel 4. Kualitas air Danau Taliwang di daerah tepi perairan
Bulan
Parameter
Kisaran
April Mei
Juni Juli
Suhu (oC)
26,80 27,24 27,60 29,75 26,80-29,75
150-170
Kedalaman (cm)
150
150
150
170
50-70
Kecerahan (cm)
50
55
70
60
Kekeruhan (NTU) 60,20 54,35 48,70 49,50 48,70-60,20
pH
7,64 7,90 8,05 6,17 6,17-8,05
Oksigen (mg/l)
4,40 4,55 4,30 5,00 4,30-5,00
Rata-Rata
27,85±1,28
262,50±25
93,75±8,37
82,12±3,25
8,64±0,34
5,28±0,21
Rata-Rata
27,85±1,28
155,00±9,80
58,75±8,37
53,19±5,19
7,44±0,85
4,56±0,30
Suhu air dapat mempengaruhi aktifitas fotosintesis serta kelarutan gas-gas
yang ada di dalamnya. Pengaruh suhu secara langsung terhadap kehidupan biota
perairan adalah pada laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologis
hewan khususnya metabolisme dan siklus reproduksinya. Suhu perairan pada
lokasi penelitian selama pengamatan berkisar antara 26,80-29,75 0C dengan rata24
rata 27,85±1,28 0C. Nilai kisaran suhu tersebut mendukung untuk pertumbuhan
biota air baik makro maupun mikro seperti dinyatakan oleh Riley (1967) in
Seameo Biotrop (1997) bahwa pada umumnya biota perairan dapat tumbuh dan
berkembang pada suhu 25 0C atau lebih.
Intensitas cahaya matahari dapat merupakan faktor pembatas bagi
pertumbuhan organisme perairan secara keseluruhan. Gambaran penetrasi cahaya
matahari yang masuk ke perairan ditunjukkan oleh nilai kecerahan. Nilai
kecerahan selama pengamatan berkisar 85-105 cm pada daerah terbuka dan 50-70
cm pada daerah yang tertutup tumbuhan air.
Kedalaman perairan berkisar antara 250-300 cm pada daerah terbuka dan
150-170 cm pada daerah yang tertutup tumbuhan air. Pada daerah tepi danau
kedalaman air lebih rendah dibandingkan dengan daerah terbuka pada tengah
danau, hal ini disebabkan tingginya proses sedimentasi di daerah tepi danau.
Rata-rata nilai kekeruhan pada daerah terbuka berkisar 82,12±3,25 NTU dan
pada daerah tumbuhan air sebesar 53,19±5,19. Tingginya nilai kekeruhan pada
daerah terbuka diduga disebabkan adanya partikel tersuspensi yang terbawa oleh
aliran air yang masuk ke danau.
Derajat keasaman (pH) di perairan tergenang mempunyai peranan penting
karena dapat mempengaruhi pertumbuhan organisme perairan. Derajat keasaman
(pH) di perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain proses fotosintesis,
biologis dan terdapatnya berbagai kation dan anion di perairan tersebut. Keasaman
air berperan penting baik dalam proses kimiawi maupun biologis yang
kesemuanya dapat menentukan kualitas perairan alami. Kandungan pH di Danau
Taliwang dapat dipengaruhi oleh buangan limbah rumah tangga dan limbah
pertanian. Kisaran pH di perairan Danau Taliwang antara 8,10-8,66 di perairan
terbuka dan 6,17-8,05 pada daerah tumbuhan air, nilai pH tersebut masih cukup
baik untuk kehidupan biota perairan. Nilai kisaran pH menurut Odum (1972) yang
masih layak untuk kehidupan organisme perairan antara 6-9.
Menurut Novotny & Olem (1994) bahwa oksigen terlarut (O 2 ) dalam
perairan berasal dari difusi udara serta hasil fotosintesis oleh tumbuhan air dan
fitoplankton. Kandungan oksigen terlarut di perairan disarankan tidak kurang dari
4,0 mg/l dan dalam kondisi tidak beracun, konsentrasi 2,0 mg/l sudah cukup untuk
25
mendukung kehidupan biota perairan khususnya ikan. Rata-rata kandungan
oksigen terlarut di Danau Taliwang sebesar 5,28±0,21 mg/l di daerah perairan
terbuka dan 4,56±0,30 di daerah tumbuhan air (Nelumbo sp). Rendahnya
kandungan oksigen terlarut pada daerah tumbuhan air diduga bahwa pada daerah
tumbuhan air terjadi proses dekomposisi bahan organik, dan jenis-jenis biota
perairan (ikan) yang mendiami perairan tersebut adalah jenis-jenis ikan yang
mempunyai alat pernafasan tambahan yaitu labyrinth.
4.2. Ikan Betok
4.2.1. Komposisi dan Distribusi Ikan
Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan bahwa ikan betok umumnya
ditemukan pada daerah tumbuhan air. Ditemukan juga ikan gabus (Chana striata)
dan ikan sepat (Trichogaster sp). Jumlah sampel ikan betok yang tertangkap
selama penelitian sebanyak 205 ekor, terdiri dari 117 ekor ikan betina dan 88 ekor
ikan jantan (Gambar 5).
2
4
Stasiun
Gambar 5. Komposisi tangkapan ikan betok berdasarkan stasiun pengamatan
Sampel ikan betok tersebut tertangkap di stasiun 2 dan 4 yang merupakan
daerah yang tertutup oleh tumbuhan air. Distribusi tangkapan ikan betok setiap
bulan cukup bervariatif, secara keseluruhan ikan betok jantan banyak ditemukan
pada ukuran 89-98 mm sedangkan ikan betina banyak ditemukan pada selang
ukuran 119-128 mm. Bulan April dan Mei ikan jantan yang tertangkap masingmasing 21 ekor dan pada bulan Juni dan Juli ikan betina yang tertangkap masingmasing 23 ekor. Ikan betok betina pada bulan April tertangkap sebesar 37 ekor
yang merupakan tangkapan tertinggi, pada Mei jumlah yang tertangkap 30 ekor
26
dan pada bulan Juni dan Juli masing-masing sebesar 28 dan 22 ekor. Bulan April
dan Mei Danau Taliwang masih mendapat pengaruh musim hujan diduga ikanikan jantan cenderung berlindung sedangkan ikan betina keluar untuk mencari
makanan. Sedangkan pada bulan Juni dan Juli telah masuk musim kemarau,
diduga ikan betina cenderung untuk berlindung dibandingkan dengan ikan jantan.
Gambar 6. Distribusi tangkapan ikan betok
Bulan April ikan betok jantan pada selang kelas 139-148 mm merupakan
ukuran yang paling banyak ditemukan yaitu 4 ekor sedangkan ikan betina pada
selang kelas 159-168 mm sebanyak 7 ekor. Bulan Mei ukuran ikan jantan yang
paling banyak ditemukan yaitu pada selang kelas 89-98 mm, 99-108 mm, 119-128
mm dan 129-138 masing-masing sebanyak 4 ekor sedangkan betina pada ukuran
109-118 dan 128-138 mm sebanyak 6 ekor. Ikan jantan bulan Juni pada selang
kelas 79-88 mm merupakan ukuran yang paling banyak ditemukan 8 yaitu ekor
sedangkan betina pada ukuran 119-128cm sebanyak 6 ekor. Bulan Juli ukuran
ikan jantan yang paling banyak ditemukan yaitu pada selang kelas 89-98 cm
sebanyak 8 ekor sedangkan betina pada ukuran 109-118 dan 119-128 mm masingmasing sebanyak 5 ekor.
27
Gambar 7. Distribusi tangkapan ikan betok berdasarkan waktu pengamatan
4.2.2. Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin ikan betok jantan dan betina adalah 1:1,32 atau 42,93 %
ikan jantan dan 57,07 % ikan betina. Berdasarkan uji “chi-square” pada taraf
nyata 0.05 diperoleh bahwa nisbah kelamin jantan dan betina adalah tidak
seimbang.
Nisbah Kelamin (J/B)
1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
April
Mei
Juni
Juli
Waktu Pengamatan (bulan)
Gambar 8.
Nisbah kelamin ikan betok berdasarkan waktu pengamatan
Nilai nisbah kelamin tertinggi ditemui bulan Juli. Pada bulan ini jumlah ikan
jantan lebih banyak daripada ikan betina. Pada bulan April terendah dengan
jumlah ikan jantan yang diamati sebesar 21 ekor, sedangkan ikan betina 37 ekor.
Perbedaan jumlah ikan jantan dan betina yang cukup besar disebabkan antara lain
oleh aktifitas ikan di dalam perairan, kemampuannya beradaptasi dan faktor
28
genetiknya. Menurut Bal dan Rao (1984), Perbedaan jumlah jantan dan betina
dapat disebabkan oleh adanya perbedaan tingkah laku bergerombol diantara ikan
jantan dan betina.
Ernawati et al. (2009) melaporkan nisbah kelamin ikan betok di Danau
Melintang tidak seimbang (tidak mengikuti pola 1:1). Perbandingan nisbah
kelamin ikan betok jantan dan betina berdasarkan selang kelas panjang bervariasi
(Gambar 9). Ikan jantan dan betina banyak terdapat pada selang kelas 89-98 mm.
Nikolsky (1963) menyatakan bahwa perbandingan kelamin dapat berubah
menjelang dan selama pemijahan berlangsung.
Pada waktu melakukan
pemijahan, populasi ikan didominasi oleh ikan jantan dan betina seimbang dan
diikuti oleh dominasi ikan betina.
Gambar 9.
Nisbah kelamin ikan betok berdasarkan selang kelas panjang
4.2.3. Pertumbuhan
4.2.3.1. Hubungan Panjang dan Bobot
Analisis hubungan panjang dan bobot ikan betok menghasilkan model
pertumbuhan dan hubungan panjang-bobot (Gambar 10) dengan nilai koefisien
korelasi (r) yang mendekati 1, yaitu r = 0.902 pada ikan jantan dan r = 0.828 pada
ikan betina menunjukkan keeratan hubungan antara panjang total dengan berat
tubuh. Menurut Walpole (1998) nilai koefisien korelasi (r) mendekati 1 atau -1
maka menunjukkan hubungan yang linear antara kedua variabel.
29
Koefisien regresi (b) ikan betok jantan dan betina masing-masing
3,0860
dan 2,9240, nilai t hitung yang diperoleh untuk ikan jantan adalah
47,7787 (t
tabel
= 1,98) dan ikan betina 46,3706 (t
tabel
= 1,98). Berdasarkan uji t
terhadap nilai b ikan jantan dan betina diperoleh nilai t hitung > t tabel , sehingga
secara keseluruhan diperoleh pola pertumbuhan ikan betok jantan yaitu isometrik
(pola pertumbuhan panjang sama dengan pertumbuhan bobot) sedangkan pola
pertumbuhan ikan betok betina bersifat allometrik negatif yang berarti
pertambahan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertambahan bobotnya.
Gambar 10. Hubungan panjang dan bobot total ikan betok
Pola pertumbuhan ikan betok jantan di Danau Melintang pada daerah rawa
adalah isometrik sedangkan pada ikan betina mempunyai pola pertumbuhan
allometrik negatif (Mustakim 2008). Pola pertumbuhan ikan betok di perairan
rawa Teratak Buluh baik jantan maupun betina yaitu allometrik negatif (Pulungan
dan Amir 1990). Samuel et al. (2002) mengemukan bahwa pola pertumbuhan ikan
betok di Danau Arang-Arang bersifat allometrik.
Habitat penangkapan ikan betok di Danau Taliwang merupakan daerah yang
tertutup oleh tumbuhan air (dominan teratai dan eceng gondok), kondisi ini dapat
mempengaruhi aktifitas gerak ikan. Pola pertumbuhan yang berbeda antar jenis
kelamin diduga berhubungan dengan kondisi lingkungan, perbedaan umur,
persediaan makanan, perkembangan gonad, penyakit dan tekanan parasit
(Turkmen et al. 2002).
4.2.3.2. Faktor Kondisi
Faktor kondisi (K) ikan betok jantan dan betina bervariasi setiap bulan
(Gambar 11). Rata-rata faktor kondisi ikan jantan berkisar antara 0,5871-0,6542
30
dan ikan betinanya 0,9422-1,0054. Nilai faktor kondisi rata-rata tertinggi ditemui
pada bulan Mei (masing-masing 0,6542 untuk ikan jantan dan 1,0054 untuk ikan
betina).
Nilai faktor kondisi ikan jantan pada bulan Juni sampai bulan Juli cenderung
menurun. Tinggi rendahnya nilai faktor kondisi ikan betok di Danau Taliwang
diduga disebabkan oleh perubahan iklim yang relatif cepat, dimana pada bulan
April dan Mei masih mendapat pengaruh dari musim penghujan sedangkan bulan
Juni dan Juli telah masuk musim kemarau. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap
pemanfaatan energi ikan betok untuk pertumbuhan yang cenderung dipakai untuk
beradaptasi dengan lingkungannya.
Gambar 11. Faktor kondisi ikan betok berdasarkan waktu pengamatan
Gambar 12 menunjukkan nilai faktor kondisi ikan betok jantan dan betina
berdasarkan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) pada stasiun penelitian. Rata-rata
faktor kondisi ikan betok jantan dan betina berdasarkan TKG pada setiap stasiun
penelitian di Danau Taliwang bervariatif. Nilai faktor kondisi ikan betina pada
setiap TKG baik pada stasiun 2 maupun stasiun 4 lebih tinggi bila dibandingkan
dengan ikan jantan. Tingginya nilai faktor kondisi pada ikan betina menunjukkan
adanya
indikasi
terjadi
peningkatan
dari
aktivitas
reproduksi.
Selain
31
menggambarkan aktivitas bereproduksi, nilai faktor kondisi juga menggambarkan
kondisi kelimpahan makanan di alam (Weatherley & Gill 1987).
Stasiun 2
Stasiun 4
Gambar 12. Faktor kondisi ikan betok berdasarkan TKG pada stasiun penelitian
Pada ikan jantan baik pada stasiun 2 dan 4 nilai faktor kondisi cenderung
meningkat seiring dengan meningkatnya TKG pada ikan kecuali pada TKG III
32
dan TKG IV pada stasiun 2 mulai menurun. Sedangkan pada ikan betina lebih
berfluktuatif pada masing-masing TKG baik pada stasiun 2 maupun stasiun 4,
dimana pada stasiun 2 terjadi penurunan nilai faktor kondisi dari TKG I sampai
TKG IV dan meningkat kembali pada TKG V. Sedangkan pada stasiun 4 nilai
faktor kondisi mengalami peningkatan dari TKG I sampai TKG II dan menurun
kembali padaTKG III sampai TKG V.
Peningkatan nilai TKG merupakan indikasi dari peningkatan bobot tubuh.
Faktor kondisi ikan akan terus berkembang pada setiap siklusnya dan akan
mencapai nilai maksimum pada TKG IV, kemudian menurun saat memasuki TKG
V karena ikan telah melakukan proses pemijahan. Akan tetapi pada kondisi
lingkungan yang tidak memungkinkan, penurunan faktor kondisi dapat terjadi
sebelum mencapai TKG V apabila terjadi terjadi atresia (penyerapan kembali
oosit oleh tubuh ikan oleh gangguan dalam proses reproduksi pada tahap
perkembangan gonad (Tamsil 2000). Kondisi lingkungan yang fluktuatif pada
Danau Taliwang diduga menyebabkan bervariasinya nilai faktor kondisi pada ikan
betok.
Secara
keseluruhan
baik
berdasarkan
waktu
pengamatan
maupun
berdasarkan tingkat kematangan gonad pada stasiun penelitian, nilai faktor
kondisi ikan betina lebih tinggi dari pada faktor kondisi ikan jantan. Hal ini
diduga pada ikan betina memerlukan jumlah energi yang lebih bersar untuk
perkembangan ovari. Individu betina mengalokasikan energi untuk perkembangan
gonad 2,7-4,5 kali lebih banyak dibandingkan dengan ikan jantan (Craig 1977).
4.2.3.3. Dugaan Pertumbuhan
Berdasarkan jenis kelamin diperoleh panjang infiniti (L∞ ) ikan jantan
sebesar 171,68 mm dan koefisien pertumbuhan sebesar 0,530 per bulan serta
panjang infiniti (L∞ ) untuk ikan betina yaitu 182,18 mm dan koefisien
pertumbuhan (K) sebesar 0,540 per bulan.
Nilai L∞ ikan betok di Danau Melintang pada habitat rawa, danau dan
sungai dilaporkan masing-masing 214,20 mm, 204, 23 mm dan 200,55 mm. Pola
pertumbuhan yang berbeda pada ikan betok jantan dan betina diduga berkaitan
dengan kondisi lingkungan, perbedaan umur, makanan, perkembangan gonad,
penyakit dan tekanan parasit (Turkmen et al. 2002).
33
Jantan
Sampling tanggal 25 tiap bulan
Betina
Sampling tanggal 25 tiap bulan
Gambar 13. Pertumbuhan dan distribusi frekwensi panjang ikan betok
berdasarkan waktu pengamatan.
Sedangkan umur ikan berdasarkan rumus empiris dari Pauly (1983),
diperoleh t 0 untuk ikan jantan t 0 = 0,1117 dan betina yaitu 0,1113. Berdasarkan
nilai parameter pertumbuhan di atas, maka diaplikasikan ke dalam persamaan
pertumbuhan Von Bertalanffy menurut panjang ikan, untuk ikan jantan adalah L t
= 171,68 mm (1- e -0,530(t-0,1117)) dan ikan betina L t = 182,18 mm (1- e -0,54(t-0,1131)).
Koefisien pertumbuhan (K) menurut Sparre dan venema, (1999) sebagai
parameter yang menyatakan laju pertumbuhan dalam mencapai panjang infiniti
(L∞ ),
nilai koefisien ini
relatif berbeda antara jantan dan betina.
Hal ini
menunjukkan bahwa ikan betina lebih cepat pertumbuhannya di banding dengan
ikan jantan. Semakin besar nilai koefisien pertumbuhan ikan maka semakin cepat
mencapai panjang maksimal, seperti terlihat pada Gambar 14.
34
200
Panjang total Ikan (mm)
175
150
124.635
125
109.404
100
75.677
75
Jantan
63.363
Betina
50
25
0
1 3 5 7 9 11113 15 17 19 21 232 25 27 29 31 33 353 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57 59 61
Tahun
Gambar 14. Kurva pertumbuhan panjang total ikan betok jantan dan betina
Beverton dan Holt (1956) serta Pauly (1979) dalam Sparre & Venema
(1999) menyatakan bahwa ikan yang memiliki nilai koefisien pertumbuhan (K)
yang besar umumnya memiliki umur atau masa hidup yang relatif pendek. Ikan
betok betina lebih cepat mencapai panjang asimtotik dibandingkan dengan ikan
jantan. Peningkatan nilai K menunjukkan peningkatan kecepatan ikan mencapai
panjang asimtotik.
4.2.4. Reproduksi
4.2.4.1. Tingkat Kematangan Gonad
Persentase tingkat kematangan gonad (TKG) ikan betok pada setiap bulan
pengambilan contoh (Lampiran 3), pada ikan jantan TKG I sampai IV ditemukan
pada setiap bulan pengamatan kecuali TKG IV pada bulan Juni dan Juli
sedangkan TKG V tidak ditemukan, pada ikan betina TKG I sampai V ditemukan
pada setiap bulan pengamatan.
Berdasarkan analisis menurut stasiun pengamatan di Danau Taliwang di
peroleh frekwensi TKG I dan TKG II paling banyak untuk ikan jantan sedangkan
pada ikan betina TKG IV dan TKG V. Baik pada ikan jantan dan betina TKG III
dan IV dapat ditemukan pada seluruh stasiun pengamatan. Hal ini menunjukkan
bahwa ikan betok di setiap stasiun didominasi oleh ikan-ikan yang telah matang
gonad atau ikan-ikan dewasa (Lampiran 4).
35
Terdapatnya TKG III dan IV pada setiap bulan pengamatan menunjukkan
bahwa ikan betok diduga sedang melakukan pemijahan. Suhendra & Merta (1986)
menyatakan bahwa ditemukannya ikan yang sudah mencapai TKG III dan IV
dapat merupakan indikator adanya ikan yang memijah pada perairan tersebut.
Pemijahan ikan dilakukan pada saat kondisi lingkungan mendukung keberhasilan
pemijahan dan kelangsungan hidup larva (Moyle & Cech 1982).
100%
Jantan
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
Persentase TKG
10%
0%
April
Mei
Juni
Juli
100%
Betina
90%
80%
70%
60%
50%
TKG I
40%
TKG II
30%
TKG III
20%
TKG IV
10%
TKG V
0%
April
Juni
Mei
Juli
Bulan
Gambar 15. Tingkat kematangan
pengamatan
gonad
ikan
betok
berdasarkan
waktu
Persentase ikan jantan yang mulai matang gonad mulai terlihat pada selang
kelas 89-98 mm. Pada selang kelas panjang 79-88 mm ikan jantan didominasi
oleh ikan dengan TKG I dan II. Sedangka persentase ikan betina yang telah
matang gonad mulai ditemukan pada selang kelas 99-108 mm. Kelas ukuran
panjang 169-178 mm didominasi oleh TKG IV. Dari hasil pengamatan dapat
diduga bahwa ikan jantan lebih cepat matang gonad pada ukuran yang lebih
pendek daripada ikan betina. Hal senada juga dikemukan oleh Pulungan dan
Amir (1993) bahwa ikan betok jantan di perairan Teratak Buluh lebih cepat
36
matang gonad pada ukuran 7,2 cm dibandingkan dengan ikan betina pada ukuran
6,8 cm.
Tinggi rendahnya kemampuan berkembang biak ini akan mempengaruhi
populasi sumberdaya ikan.
Terjadinya perbedaan ukuran pada ikan yang
mengalami matang gonad menurut Effendie (1979) disebabkan oleh ketersediaan
makanan yang tersedia dan faktor fisiologis ikan itu sendiri. Menurut Hail dan
Abdullah (1982), ikan yang hidup di daerah tropis cenderung mempunyai periode
pemijahan yang panjang atau bahkan memijah sepajang tahun, yang biasanya
berkesesuaian dengan curah hujan.
100%
Jantan
80%
60%
Persentase TKG
40%
20%
0%
79-88
89-98
99-108
109-118
119-128
129-138
139-148
149-158
159-168
169-178
100%
Betina
80%
60%
40%
TKG I
TKG II
TKG III
20%
TKG IV
TKG V
0%
79-88
89-98
99-108
109-118
119-128
129-138
139-148
149-158
159-168
169-178
Selang Kelas Panjang (mm)
Gambar 16. Tingkat kematangan gonad ikan betok berdasarkan selang kelas
panjang
4.2.4.2. Ukuran Pertama Matang Gonad
Panjang ikan betok pada waktu pertama kali matang gonad berdasarkan
metode Sperman Karber diperoleh ikan jantan dan betina di Danau Taliwang
masing-masing 144,45 mm dan 121,36 mm.
37
Berdasarkan hasil statistik pada selang kepercayaan 95% menunjukkan
bahwa ikan betina cenderung lebih cepat matang gonad dibandingkan dengan ikan
jantan. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Mustakim (2008) bahwa ikan betok
betina pda habitat rawa di Danau Melintang lebih cepat mencapai ukuran pertama
matang gonad dibandingkan dengan ikan jantan. Perbedaan ukuran tersebut
kemungkinan disebabkan oleh parameter pertumbuhan yang berbeda.
4.2.4.3. Preparat Histologis Gonad
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh preparat histologis gonad ikan
betok yang dilihat dengan mikroskop pembesaran 10x10 diperoleh hasil sebagai
berikut (Gambar 17).
S
S1
TKG I
TKG II
S3 dan S4
S2
TKG III
TKG IV
a. Jantan
1.
3.
S1 = Spermatosit primer
S3 = Spermatid
2. S2 = Spermatosit sekunder
4. S4 = Spermatozoa
38
N
O1
O2
TKG I
TKG II
B
O3
O4
TKG IV
TKG III
O2 dan O3
TKG V
b. Betina
1. O1 = Oogonia
4. O4 = Ovum
2. O2 = Oosit
5. N = Nukleus
3. O3 = Ootid
6. B = Butir kuning telur
Gambar 17. Hasil preparat histologis gonad ikan betok
Secara histologis ovarium pada TKG I gonad belum matang dan didominasi
oogonia dan sedikit oosit. TKG II sel telur semakin besar, didominasi oleh oosit
39
dan nukleus semakin banyak. Sedangkan pada TKG III, terbentuk ootid, kuning
telur dan butiran minyak sudah mulai terbentuk. Pada TKG IV ootid berkembang
menjadi ovum, jumlah butir kuning telur dan butiran minyak semakin banyak dan
semakin besar. Kemudian pada TKG V jumlah ovum sedikit.
Pada testes TKG I ditemukan spermatogonia dengan banyak jaringan ikat.
Pada TKG II mulai terbentuk kantung tubulus seminiferi yang terisi oleh
spermatogonia primer. Pada TKG III, kantung tubulus seminiferi mulai membesar
dan spermatosit primer berubah menjadi spermatosit sekunder. Pada TKG IV
terdapat spermatosit yang sudah berkembang menjadi spermatid dan sudah
menyebar, juga sudah terbentuk spermatozoa yang siap dikeluarkan untuk
membuahi.
Tingkat kematangan gonad secara morfologi dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Tabel tingkat kematangan gonad ikan betok jantan dan betina
TKG
Jantan
Betina
I
Testis didominasi oleh jaringan Ovary berbentuk butiran, .didominasi
ikat, terdapat lobus berbentuk oleh oosit stadia I yang berbentuk bulat.
lonjong yang berisi spermatogonia
I dan II.
II
Ukuran testis lebih besar, lobus Ovari terdapat oosit yang telah memiliki
terdiri dari spermatogian II dan nukleus.
terdapat spematosist primer.
III
Spermatosist primer berkembang
menjadi spermatid sekunder, lobus
berisi sel-sel spermatosit primer
dan sekunder.
Oosit telah berkembang menjadi ootid
(oosit stadium III), kuning telur dimulai
pada daerah inti dan menyebar ketengah
dan ketepi.
IV
Spermatosit sekunder berkembang
menjadi spermatid dan menjadi
spermatozoa.
Lobus
berisi
spermatid dan spermatozoa.
Ovum (oosit stadium IV) telah terbentuk
yang ditandai dengan berakhirnya
pembentukan kuning telur. Oosit ini siap
diovulasikan.
V
Bentuk oosit berbeda dengan ovum,
dinding folikel berkerut. Jumlah ovum
sedikit dan didominasi oleh oosit stadia I,
II, dan III. Sebagian daerah ovary telah
kosong
4.2.4.4. Indeks Kematangan Gonad
Indeks Kematangan Gonad (IKG) rata-rata pada tiap bulan pada ikan betok
jantan dan betina menunjukkan variasi. Nilai IKG pada ikan jantan berkisar antara
40
0,1970±0.0914 sampai 0,5435±0,3921 sedangkan ikan betina nilai IKG berkisar
antara 3,2669±3,5610 sampai 6,2825±3,1721.
Nilai IKG maksimum terdapat
pada bulan Mei baik pada ikan jantan maupun ikan betina. Nilai IKG jantan
umumnya lebih rendah dibandingkan ikan betina pada tingkat kematangan gonad
yang sama, hal ini karena bobot gonad ikan betina lebih besar daripada bobot
gonad ikan jantan.
Dilihat dari persentase IKG setiap bulannya dapat diduga puncak musim
pemijahan terjadi pada Mei. Perbedaan kisaran nilai IKG untuk ikan jantan dan
betina diduga karena pada ikan betina pertumbuhan lebih cenderung pada berat
gonad. Effendie (2002) menyatakan bahwa pertambahan gonad pada ikan betina
dapat mencapai 10-25 % dari berat tubuhnya sedangkan pada ikan jantan hanya
mencapai 5-10 % dari berat tubuh.
Gambar 18. Indeks kematangan gonad ikan betok berdasarkan waktu pengamatan
Berdasarkan stasiun pengamatan secara keseluruhan nilai IKG ikan jantan
lebih kecil bila dibandingkan dengan ikan betina. Kondisi serupa juga dilaporkan
Mustakim (2008) bahwa indeks kematangan gonad jantan ikan betok di Danau
Melintang lebih kecil bila dibandingkan dengan ikan betina. Untuk ikan jantan
41
dan betina nilai IKG tertinggi terdapat pada stasiun 4 (Gambar 19), hal ini
mengindikasikan bahwa pada stasiun 4 merupakan habitat yang cocok untuk ikan
melakukan proses pemijahan. Nilai IKG setiap jenis ikan biasanya meningkat
seiring dengan tingkat kematangan gonad.
Gambar 19. Indeks kematangan
pengamatan
gonad
ikan
betok
berdasarkan
stasiun
4.2.4.5. Fekunditas
Hasil pengamatan fekunditas ikan betok di Danau Taliwang, dilakukan pada
ikan-ikan yang matang gonad/siap memijah, karena jumlah telur dianggap akan
mencapai maksimum pada tingkat tersebut. Dalam penelitian ini fekunditas
berdasarkan definisi sebagai jumlah telur dalam ovari yang akan matang selama
suatu musim pemijahan tertentu.
Berdasarkan hasil pengamatan gonad pada ikan contoh betina total TKG III
diperoleh fekunditas ikan betok berkisar antara 1.288-12.222 butir dengan rata-
42
rata 6.233 ± 2.332 butir telur dan TKG IV diperoleh fekunditas ikan betok
berkisar antara 2.949-12.214 butir dengan rata-rata 8.385 ± 2.164 butir telur.
Secara total fekunditas rata-rata dari ikan betok berkisar antara 1.128-13.218 butir
telur pada kisaran panjang total 86-175 mm dan bobot total 11,22-93,80 g.
Tabel 6. Nilai Fekunditas Ikan Betok
Bulan
April
Mei
Juni
Juli
Total
TKG
Jumlah
III
IV
III
IV
III
IV
III
IV
12
16
5
13
5
10
3
10
74
Fekunditas
Kisaran
1.288 - 8.658
4.036 - 13.218
4.045 - 9.284
2.949 - 11.169
3.703 - 6.492
5.151 - 8.695
6.562 - 12.222
6.534 - 12.214
1.128 - 13.218
Rataan
5.728 ± 2.206
8.552 ± 2.274
6.485 ± 2.251
8.381 ± 2.351
5.350 ± 1.122
6.495 ± 1.240
9.309 ± 2.833
9.560 ± 1.888
7.862 ± 2.490
Fekunditas ikan betok di perairan Teratak Buluh berkisar antara 712-8.224
butir dengan kisaran berat ovari 0,2-1,3 g (Pulungan dan Amir 1993). Samuel et
al. (2002) melaporkan bahwa fekunditas ikan betok di Danau Arang-Arang
berkisar 12.300-12.752 butir, sedangkan fekunditas ikan betok di Danau
Melintang berkisar antara 6.188-44.764 butir (Amir 2008). Perbedaan nilai
fekunditas pada ikan betok tersebut diduga berkaitan dengan adaptasi dan strategi
pemijahan dari ikan betok tersebut.
Setiap bulan fekunditas ikan betok di Danau Taliwang berfluktuasi, hal ini
di duga disebabkan ikan-ikan yang tertangkap memiliki ukuran yang tidak sama,
sehingga ikan-ikan yang berukuran lebih besar memiliki fekunditas yang relatif
lebih besar. Juga ikan yang diperoleh belum tentu mempunyai umur yang sama.
Sehingga ikan-ikan yang umurnya relatif lebih muda (yang baru pertama kali
memijah) fekunditas relatif sedikit dibandingkan dengan ikan yang telah berumur
relatif lebih tua yang telah melakukan beberapa kali pemijahan. Menurut Britz &
Cambray (2001) ikan betok merupakan salah satu spesies ikan yang tidak
membuat sarang saat memijah dan membiarkan telur-telurnya mengapung bebas
di permukaan air karena terdapat banyak butiran minyak pada telurnya sehingga
43
bobotnya menjadi ringan, dan tanpa penjagaan dari induk. Kondisi tersebut diduga
menyebabkan ikan betok memiliki fekunditas yang besar.
Berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 20) terhadap hubungan antara
fekunditas dengan bobot total ikan betok ditunjukkan oleh persamaan F = 6591 W
0.028
dengan koefisien korelasi, yaitu r = 0,0316 dan hubungan antara fekunditas
dengan panjang total ikan betok adalah F = 645,4 L
0.493
dengan koefisien
Fekunditas (butir)
korelasi, yaitu r = 0,1612.
Bobot Total (g)
Panjang Total (mm)
Gambar 20. Hubungan fekunditas ikan betok dengan bobot dan panjang total.
Dari hasil regresi diperoleh nilai korelasi yang sangat kecil, sehingga dapat
dikatakan bahwa hubungan antara fekunditas dengan bobot gonad, bobot tubuh
dan panjang total ikan sangat lemah atau kurang erat. Menurut Nikolsky (1963),
untuk spesies tertentu pada umur yang berbeda-beda memperlihatkan fekunditas
yang bervariasi sehubungan dengan persediaan makanan tahunan. Pengaruh ini
juga berlaku pada individu yang berukuran sama dan dapat pula untuk populasi
secara keseluruhan. Effendi (1997) menyatakan bahwa umumnya individu yang
cepat pertumbuhannya, fekunditasnya pun lebih tinggi dibanding dengan yang
pertumbuhannya lambat pada ukuran yang sama.
44
Nilai korelasi yang lemah juga ditemukan pada ikan betok di Danau
melintang baik pada habitat sungai, rawa maupun danau (Mustakim 2008).
Faktor lingkungan berperan dalam penyediaan lingkungan yang menguntungkan
selama proses reproduksi berlangsung. Cooper et al. (2012) mengungkapkan
bahwa karangketristik hubungan semua ukuran dengan fekunditas akan lebih
rendah dari stok reproduksi potensial apabila kondisi dalam pengelolaan tidak
dalam kondisi terekploitasi.
4.2.5. Kebiasaan Makanan
4.2.5.1. Komposisi Makanan
Berdasarkan analisis makanan, jenis makanan yang ditemukan dalam
lambung ikan betok
dikelompokkan atas 3 (tiga) kelompok utama yaitu
tumbuhan air / tumbuhan air, Plankton (18 genus), dan potongan crustacea /
invertebrata.
Hasil analisis Indeks of Prepondrance (IP) dari ikan Betok pada jantan dan
betina (Gambar 21) menunjukkan bahwa ikan jantan dan betina memiliki
makanan utama yang sama masing-masing dari kelompok tumbuhan air 44,898 %
dan 39,925 % (rata-rata > 40 %), makanan tambahan terdiri dari kelompok
plankton masing-masing sebesar 41,500 % dan 38,250 % dan dari kelompok
potongan crustacea/invertebrata masing-masing 13,602 % dan 21,826 % (rata-rata
4-40 %).
Tabel 7. Komposisi jenis makanan ikan betok
Famili
Genus
Bacillariophyceae
Cyanophyceae
Fragilaria, Diatom, Navicula, Tabellaria, Mellosira,
Surirella, Pleurosigma, Gyrosigma dan Pinnularia
Zignemopis,
Stichococus,
Ankistrodesmus,
Dactylococcus, Batryococcus dan Gonium
Anabaena dan Oscillatoria
Borziaceae
Borzia
Chlorophyceae
Ikan jantan mengkonsumsi makanan lebih rendah dibandingkan ikan
betina, hal ini ditunjukkan dari nilai IP makanan ikan jantan lebih kecil
dibandingkan ikan betina walaupun perbedaannya tidak signifikan.
Diduga
kebutuhan nutrisi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi oleh ikan betina
45
lebih tinggi dari ikan jantan seperti untuk memacu pertumbuhan gonad. Royce
(1972) mengemukakan bahwa setiap hewan membutuhkan energi yang
didapatkan dari makanan antara lain untuk reproduksi selain untuk hidup, tumbuh,
dan perawatan.
13.60
21.826
Jantan
Betina
39.925
44.898
41.500
38.250
Tumbuhan Air
Plankton
Pot. Crust/Invertebrata
Gambar 21. Komposisi makanan ikan betok (%) berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan waktu pengamatan pada setiap bulan (April-Juli) secara
umum terlihat bahwa kelompok tumbuhan air mendominasi isi lambung ikan
betok, hal ini diperkuat dengan kondisi Danau Taliwang yang banyak didominasi
oleh tumbuhan air yang merupakan habitat dari ikan betok.
50.000
45.000
40.000
Indeks Kepenuhan Lambung
35.000
30.000
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
April
Mei
Juni
Juli
60.000
50.000
40.000
30.000
Tumbuhan Air
20.000
Plankton
10.000
Pot. Crust/Invertebrata
April
Mei
Juni
Juli
Bulan
Gambar 22. Komposisi makanan ikan betok berdasarkan waktu pengamatan
46
Dari kelompok plankton banyak ditemukan dari klas Bacillariophycea
terutama dari genus Stichococcus mendominasi isi lambung ikan. Hal ini
berhubungan dengan ketersediaan plankton di perairan Danau Taliwang. Pada
kelompok potongan crustacea/invertebrta merupakan kelompok makanan paling
kecil ditemukan pada lambung ikan betok.
Faktor-faktor yang menentukan apakah suatu jenis ikan akan memakan
suatu organiseme makanan adalah ukuran makanan, ketersediaan makanan, warna
makanan, dan selera ikan terhadap makanan.
4.2.5.2. Hubungan Kebiasaan Makanan dengan Reproduksi
TKG IV
TKG
TKG III
TKG II
Pot. Crust/Invertebrata
Pot. Crust/Invertebrata
Plankton
Plankton
TKG I
Tumbuhan
Makrofita Air
0
20
40
60
80
100
IP (%)
Gambar 23. Komposisi makanan ikan betok jantan berdasarkan tingkat
kematangan gonad
TKG V
TKG
TKG IV
TKG III
Pot. Crust/Invertebrata
TKG II
Pot. Crust/Invertebrata
Plankton
Plankton
TKG I
Tumbuhan Air
Makrofita
0
10
20
30
40
50
60
IP (%)
Gambar 24. Komposisi makanan ikan betok betina berdasarkan tingkat
kematangan gonad
47
Hasil analisis isi lambung yang dilakukan (Gambar 23 dan 24),
menunjukkan aktivitas makanan ikan betok dalam melakukan reproduksinya,
terjadi perubahan jenis makanan pada setiap tingkatan TKG, TKG I dominan
ditemukan potongan crustacea. Sedangkan pada TKG II – TKG IV komposisi
tumbuhan air meningkat baik pada ikan jantan maupun betina.
Komposisi makanan ikan betok per TKG mengalami perubahan dengan
adanya kenaikan kematangan gonad, hal ini terlihat dengan adanya perubahan
komposisi tumbuhan air yang terus meningkat hingga TKG IV, hal ini
menunjukkan ikan ini memiliki kebiasaan mengkonsumsi tumbuhan air dalam
memenuhi kebutuhannya dalam reproduksi. Perubahan komposisi jenis makanan
ikan betok menggambarkan adanya kebutuhan protein yang tinggi dalam
menyokong keberlangsungan reproduksinya, hal ini erat dengan kebutuhan
material energi untuk metabolisme maupun untuk perkembangan gonad. Selain itu
kondisi ini didukung oleh kondisi habitat Danau Taliwang yang di dominasi oleh
tumbuhan air. Dridi et al. (2007) mengungkapkan pada umumnya ketika makanan
berlebihan, akan ditingkatkan deposit material energi pada tubuh, deposti material
ini akan diprioritaskan untuk gemetogenesis, dalam bentuk lemak, protein dan
glikogen.
4.3. Ikan Mujair
4.3.1. Komposisi dan Distribusi Ikan
Ikan mujair yang memerlukan kandungan oksigen terlarut yang lebih besar
(>3 mg/l) ditemukan di perairan yang lebih terbuka, yaitu daerah dimana jenis
tumbuhan airnya tenggelam.
Komposisi ikan mujair yang tertangkap setiap bulan juga cukup bervariatif,
bulan April ikan jantan dan betina yang tertangkap masing-masing 35 dan 26
ekor. Bulan Mei jumlah ikan yang tertangkap baik pada ikan jantan dan betina
masing-masing 42 dan 24 ekor. Pada bulan Juni jumlah ikan tertangkap masingmasing 41 dan 26 ekor untuk jantan dan betina, dan pada bulan Juli jumlah ikan
yang tertangkap masing-masing 40 ekor ikan jantan dan 28 ekor ikan betina.
Secara keseluruhan jumlah ikan jantan paling banyak ditemukan pada ukuran 102120 mm dan pada ikan betina terdapat pada ukuran 140-158 mm.
48
Frekuensi (ekor)
1
3
5
Stasiun
Gambar 25. Komposisi tangkapan ikan mujair berdasarkan stasiun pengamatan
Ikan mujair bulan April pada selang kelas 121-139 merupakan ukuran yang
paling banyak ditemukan dengan ikan jantan sebanyak 10 ekor dan ikan betina
pada selang kelas 140-158 mm sebanyak 6 ekor.
Gambar 26. Distribusi tangkapan ikan mujair
Bulan Mei ukuran ikan jantan yang paling banyak ditemukan yaitu pada
selang kelas 102-120 mm sebanyak 12 ekor sedangkan betina pada ukuran 121139 cm sebanyak 7 ekor. Ikan jantan dan betina bulan Juni pada selang kelas 140158 merupakan ukuran yang paling banyak ditemukan yaitu masing-masing 9 dan
8 ekor. Bulan Juli ukuran ikan jantan yang paling banyak ditemukan yaitu pada
selang kelas 102-120 mm sebanyak 14 ekor sedangkan betina pada ukuran 121139 cm sebanyak 7 ekor.
49
Gambar 27. Distribusi tangkapan ikan mujair berdasarkan waktu pengamatan
Dari sebaran ukuran panjang nampak adanya pergeseran modus antar
waktu/bulan yang memberikan indikasi adanya pertumbuhan ikan mujair. Hal ini
berkaitan dengan ketersediaan makanan dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhannya di perairan. Ukuran terkecil untuk ikan jantan dapat dijumpai
pada bulan April dan Mei sedangkan betina pada bulan Mei, Juni dan Juli.
Keberadaan ikan yang berukuran kecil dalam suatu kelompok menunjukkan
adanya penambahan individu baru menurut waktu/bulan tersebut.
Ukuran terpanjang untuk jantan pada bulan Juli serta betina dapat ditemukan
pada bulan Juni. Ukuran terpanjang disuatu perairan mengindikasikan bahwa ikan
ini mampu bertahan hidup dalam kondisi lingkungan perairan yang stabil.
Penyebaran ukuran diduga berkaitan dengan penambahan baru di perairan dan
laju kematian akibat penangkapan yang rendah.
4.3.2. Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin ikan mujair jantan dan betina adalah 1:0,66 atau 60,31 %
ikan jantan dan 39,69 % ikan betina. Nilai nisbah kelamin tertinggi ditemui bulan
Mei, dengan jumlah ikan jantan dan betina masing-masing 42 dan 24 ekor. Pada
bulan April terendah dengan jumlah ikan jantan yang diamati sebesar 35 ekor,
sedangkan ikan betina 26 ekor.
50
Nisbah Kelamin (J/B)
2,00
1,80
1,60
1,40
1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
April
Mei
Juni
Juli
Waktu Pengamatan (bulan)
Gambar 28. Nisbah kelamin ikan mujair berdasarkan waktu pengamatan
Berdasarkan selang kelas panjang nisbah kelamin tertinggi ditemukan pada
selang kelas 83-101 mm yang di ikuti pada selang kelas 178-196 mm. Nilai
terendah ditemukan pada selang kelas 235-253 mm dan 254-272 mm. Rasio
kelamin perlu untuk diketahui karena berpengaruh terhadap kestabilan populasi
ikan mujair.
Gambar 29. Nisbah kelamin ikan mujair berdasarkan selang kelas panjang
4.3.3. Pertumbuhan
4.3.3.1. Hubungan Panjang dan Bobot
Hubungan panjang dan bobot ikan mujair di Danau Taliwang (Gambar 30)
menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi (r) ikan jantan 0.9823 dan pada ikan
betina sebesar 0.9803. Nilai r yang mendekati 1 ini menunjukkan keeratan
hubungan antara panjang total dengan bobot tubuh.
51
Gambar 30. Hubungan panjang total dan bobot total ikan mujair
Koefisien regresi (b) ikan mujair jantan dan betina masing-masing
2,756 dan 2.858. Hubungan antar variabel yang akan diuji ditunjukkan oleh
besaran nilai koefisien determinansi (R2) dengan tingkat kepercayaan 95% pada
parameter a dan b (Santos et al. 2002). Nilai b umumnya berkisar 2,5-4, namun
kebanyakan nilai b mendekati nila 3 (Lagler et al. 1997 in Sulistiono et al. 2001).
Berdasarkan uji t terhadap nilai b ikan jantan dan betina diperoleh nilai t hitung >
t tabel (b ≠ 3: allometrik). Sehingga diperoleh pola pertumbuhan ikan mujair jantan
dan betina adalah yaitu allometrik negatif (pertambahan panjang lebih dominan
dibandingkan pertambahan bobot).
Pola pertumbuhan ikan mujair di Danau Galela baik pada ikan jantan
maupun betina adalah allometrik negatif (Abdullah 2005). Kondisi yang sama
juga dilaporkan oleh Rondo dan Bataragoa (1990) bahwa pola pertumbuhan ikan
mujair di Danau Moat Sulawesi Utara baik ikan jantan dan betina adalah
allometrik negatif. Menurut Amir (1995) pola pertumbuhan ikan mujair di Waduk
Selorejo pada ikan jantan adalah allometrik positif sedangkan pada ikan betina
allometrik negatif.
4.3.3.2. Faktor Kondisi
Gambar 31 menunjukkan nilai faktor kondisi ikan mujair berdasarkan waktu
pengamatan. Faktor kondisi (K) ikan mujair jantan dan betina juga bervariasi
setiap bulan. Rata-rata faktor kondisi ikan jantan berkisar antara 0,9344-1,0015
dan ikan betina berkisar antara 0,9108-1,0393. Nilai rata-rata faktor kondisi ikan
jantan dan ikan betina ditemukan pada Mei.
52
Gambar 31. Faktor kondisi ikan mujair berdasarkan waktu pengamatan
Nilai faktor kondisi ikan mujair jantan dan betina dari bulan April sampai
Mei mengalami penurunan dan meningkat kembali pada bulan Juni dan menurun
kembali pada bulan Juli. Hal ini diduga masa pemijahan ikan mujair berlangsung
dari bulan Mei sampai Juli, kemudian pada pada bulan April ikan mujair jantan
dan betina telah selesai memijah. Nilai faktor kondisi meningkat menjelang
musim pemijahan dan menurun setelah masa pemijahan berlangsung juga
ditemukan pada ikan Trachurus mediteraneus (Tzikas et al. 2007).
Gambar 32 menunjukkan nilai faktor kondisi ikan mujair jantan dan betina
berdasarkan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) pada stasiun penelitian. Rata-rata
faktor kondisi ikan mujair baik jantan maupun betina berdasarkan TKG pada
setiap stasiun bervariasi. Nilai faktor kondisi ikan jantan pada setiap TKG baik
pada stasiun 1, 3 maupun 5 lebih tinggi bila dibandingkan ikan betina. Puncak
kurva menunjukkan bahwa ikan mujair bersiap untuk melakukan reproduksi.
Faktor kondisi meningkat diikuti oleh kenaikan bobot gonad yang menandakan
bahwa terjadi peningkatan aktivitas reproduksi, sehingga diperkirakan bahwa
puncak kurva faktor kondisi merupakan puncak aktivitas musim pemujahan.
53
Stasiun 1
Faktor Kondisi
Stasiun 3
Stasiun 5
Gambar 32. Faktor kondisi ikan mujair berdasarkan TKG pada stasiun penelitian
54
Pada stasiun 1 dan 3 baik pada ikan jantan maupun betina puncak nilai
faktor kondisi tertinggi terjadi pada TKG III dan menurun kembali pada TKG IV.
Sedangkan stasiun 5 pada ikan jantan menunjukkan nilai faktor kondisi cenderung
meningkat seiring dengan meningkatnya TKG, namun pada ikan betina nilai
faktor kondisi menurun kembali saat memasuki TKG IV.
Menurunnya faktor kondisi ikan pada saat meningkatnya Tingkat
Kematangan Gonad juga ditemukan pada beberapa jenis ikan diantaranya
Synodontis
schall
dan
Synodontis
nigrita (Laléyé
2006) dan
Ompok
hypophthalmus (Simanjuntak 2007). Kondisi tersebut dapat disebabkan karena
bagian terbesar makanan yang dikonsumsi digunakan untuk perkembangan sel-sel
reproduksi. Proses pembentukan sel-sel reproduksi mencapai puncaknya pada
TKG IV atau dengan kata lain ukuran gonad yang terbesar sudah tercapai
sehingga meningkatkan bobot tubuh secara keseluruhan.
4.3.3.3. Dugaan Pertumbuhan
Nilai dugaan parameter pertumbuhan Von Bertalanffy ikan mujair di Danau
Taliwang diperoleh nilai L∞ untuk ikan jantan adalah 231,00 mm dengan nilai
koefisien pertumbuhan (K) sebesar 1,10 sedangkan L∞ ikan betina adalah 266,70
mm dengan nilai koefisien pertumbuhan (K) sebesar 0,62.
Dugaan pertumbuhan dan nilai koefisien pertumbuhan ikan mujair di
Waduk Selorejo dilaporkan masing-masing K=0,1 per bulan dan L∞ = 263 mm.
sedangkan umur teoritis pada waktu panjang ikan sama dengan nol (to) diduga to
= -0,13 bulan. Perbedaan nilai K pada ikan mujair dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti makanan dan kondisi lingkungan.
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus pertumbuhan Von
Bertalanffy diperoleh pertumbuhan ikan mujair untuk ikan jantan dan betina
seperti ditunjukkan oleh Gambar 33.
55
Jantan
Sampling tanggal 25 tiap bulan
Betina
Sampling tanggal 25 tiap bulan
Gambar 33. Pertumbuhan dan distribusi frekwensi panjang ikan mujair
berdasarkan waktu pengamatan.
Umur teoritis ikan mujair berdasarkan rumus empiris dari Pauly (1983),
diperoleh t 0 untuk ikan jantan t 0 = 0,0683 dan umur teoritis ikan betina yaitu t 0 =
0,1070.
Berdasarkan nilai parameter pertumbuhan di atas, maka diperoleh
persamaan pertumbuhan ikan mujair jantan adalah Lt = 231,00 mm (1- e
-1,10(t-
0,0683)
) dan ikan betina L t = 266,70 mm (1- e -0,62(t-0,1070)).
Nilai koefisien pertumbuhan (K) pada ikan mujair baik pada ikan jantan
maupun betina relatif berbeda. koefisien pertumbuhan ikan jantan lebih besar
bila dibandingkan dengan ikan betina, Ikan betok jantan lebih cepat mencapai
panjang asimtotik dibandingkan dengan ikan betina. Hal ini menunjukkan bahwa
ikan jantan lebih cepat pertumbuhannya di banding dengan ikan betina. Semakin
besar nilai koefisien pertumbuhan ikan maka semakin cepat mencapai panjang
maksimal, seperti terlihat pada gambar 34.
56
1
2
3
Tahun
Gambar 34. Kurva pertumbuhan panjang total ikan mujair jantan dan betina
4.3.4 Reproduksi
4.3.4.1. Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat Kematangan Gonad merupakan tahapan perkembangan gonad
sebelum telur tersebut dipijahkan, sebagian besar hasil metabolisme tubuh
ditujukan untuk perkembangan gonad. Persentase Tingkat Kematangan Gonad
(TKG) ikan mujair pada setiap bulan bervariatif, pada ikan mujair jantan dapat
ditemukan TKG I sampai IV kecuali TKG I pada bulan April, dan ikan betina
TKG I sampai IV ditemukan pada setiap bulan pengamatan. Berdasarkan waktu
pengamatan persentase TKG TKG III (maturing) dan IV (mature) pada ikan
mujair secara total hampir ditemukan pada setiap bulannya.
Jumlah tingkat
kematangan gonad ini menunjukkan bahwa pada setiap bulan pengamatan ikan
mujair sedang mengalami proses pematangan gonad dan aktivitas pemijahan.
(Gambar 35).
Dari gambar 35 dapat dikatakan bahwa ikan mujair di Danau Taliwang
memijah beberapa kali dalam setahun. Hal senada juga dilaporkan oleh Amir
(1995) yang menyakan bahwa ikan mujair di Waduk Selorejo memijah beberapa
kali setahun. Di waduk Sri Langka ikan mujair memijah beberapa kali setahun,
yang diindikasikan dengan ditemukannya ikan yang matang gonad dan yang telah
memijah setiap bulan selama 18 bulan pengamatan (De Silva 1991).
57
100%
90%
80%
70%
60%
50%
Persentase TKG
40%
30%
20%
10%
0%
April
Mei
Juni
Juli
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
TKG I
TKG II
TKG III
TKG IV
30%
20%
10%
0%
April
Mei
Juni
Juli
Bulan
Gambar 35. Tingkat kematangan gonad ikan Mujair berdasarkan waktu
pengamatan
Penyebaran presentase ikan mujair yang matang gonad berdasarkan stasiun
pengamatan menunjukkan bahwa ikan mujair memijah secara merata pada seluruh
stasiun pengamtan. Pola tersebut sama dengan pola pemijahan ikan mujair
berdasarkan waktu pengamatan, dimana persentase ikan mujair jantan dan betina
yang telah memasuki TKG III dan IV terdapat pada setiap stasiun pengamatan
sehingga dapat diduga ikan mujair di Danau Taliwang telah memasuki musim
pemijahan dan merupakan daerah pemijahan dan pembesaran bagi ikan mujair,
hal ini dapat disebabkan kondisi perairan yang lebih ideal yang merangsang ikan
mujair untuk memijah.
Persentase ikan mujair jantan yang mulai matang gonad mulai terlihat
pada selang kelas 121-139 mm. Sedangkan persentase ikan betina yang telah
matang gonad mulai ditemukan pada selang kelas 83-101 mm. Pada ikan jantan
maupun betina kelas ukuran panjang 197-215 mm didominasi oleh TKG IV
(Gambar 36). Semakin panjang selang ukuran maka tahap perkembangan gonad
juga akan semakin meningkat, karena semakin panjang ukuran maka ikan semakin
58
dewasa dan mulai mengalami pertumbuhan gonad. Lagler (1977)
menyatakan bahwa tahapan perkembangan gonad pada ikan dipengaruhi oleh
umur, ukuran, dan fungsi fisiologis individu.
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
Persentase TKG
20%
10%
0%
83-101 102-120 121-139 140-158 159-177 178-196 197-215 216-234 235-253 254-272
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
TKG I
TKG II
TKG III
TKG IV
30%
20%
10%
0%
83-101 102-120 121-139 140-158 159-177 178-196 197-215 216-234 235-253 254-272
Selang Kelas Panjang (mm)
Gambar 36. Tingkat kematangan gonad ikan mujair berdasarkan selang kelas
panjang
4.3.4.2. Ukuran Pertama Matang Gonad
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap ukuran pertama matang gonad pada
ikan mujair diperoleh untuk ikan jantan pada ukuran 182,74 mm merupakan
ukuran pertama kali matang gonad sedangkan pada ikan betina ukuran pertama
matang gonad di capai pada ukuran 218,24 mm.
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa ikan jantan lebih cepat
mengalami matang gonad bila dibandingkan dengan ikan betina. Perbedaan
ukuran pertama kali matang bisa terjadi pada satu spesies ikan yang memiliki
jenis kelamin berbeda. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
seperti suhu, ketersediaan makanan dan cahaya (Mendoza et al. 2005). Perbedaan
ukuran pertama kali matang gonad juga dilaporka oleh Ahmed et al. (2004) di
59
Waduk Menzelet pada ikan cat fish Silirus glanis dimana pada ikan jantan ukuran
pertama kali matang gonad pada ukuran 83 cm sedangkan pada ikan betina pada
ukuran 86 cm.
Dari hasil pengamatan dapat diduga bahwa ikan betina lebih cepat matang
gonad pada ukuran yang lebih pendek daripada ikan jantan. Umumnya ikan-ikan
yang berukuran kecil lebih cepat matang gonad daripada ikan-ikan yang
berukuran lebih besar (Sumassetiyadi, 2003).
4.3.4.3. Preparat Histologis Gonad
Berdasarkan hasil pengamatan preparat histologis gonad ikan mujair yang
dilakukan dengan mikroskop perbesaran 10x10 diperoleh hasil sebagai berikut.
S1
S1
TKG I
TKG II
S3 dan S4
S2
TKG III
TKG IV
a. Jantan
1.
3.
S1 = Spermatosit primer
S3 = Spermatid
2. S2 = Spermatosit sekunder
4. S4 = Spermatozoa
60
N
O2
O1
O4
O3
B
B
b. Betina
1.
4.
O1 = Oogonia
O4 = Ovum
2. O2 = Oosit
5. N = Nukleus
3. O3 = Ootid
6. B = Butir kuning telur
Gambar 37. Hasil Analisis Preparat gonad ikan mujair
Secara histologis ovarium pada TKG I gonad belum matang dan
didominasi oogonia dan sedikit oosit. TKG II sel telur semakin besar, didominasi
oleh oosit dan nukleus semakin banyak. Sedangkan pada TKG III, terbentuk
ootid, kuning telur dan butiran minyak sudah mulai terbentuk. Pada TKG IV ootid
berkembang menjadi ovum, jumlah butir kuning telur dan butiran minyak
semakin banyak dan semakin besar.
Pada testes TKG I ditemukan spermatogonia primer dengan banyak
jaringan ikat. Pada TKG II mulai terbentuk kantung tubulus seminiferi yang terisi
oleh spermatogonia primer. Pada TKG III, kantung tubulus seminiferi mulai
membesar dan spermatosit primer berubah menjadi spermatosit sekunder. Pada
TKG IV terdapat spermatosit yang sudah berkembang menjadi spermatid dan
61
sudah menyebar. Tingkat kematangan gonad ikan mujair secara morfologi dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Tabel tingkat kematangan gonad ikan Mujair jantan dan betina
TKG
I
Jantan
Betina
Testes didominasi oleh jaringan ikat, Ovary berbentuk butiran, .didominasi
belum dapat dibesakan. Lobus oleh oosit stadia I yang berbentuk
berbentuk lonjong yang berisi bulat.
spermatogonia I dan II.
II
Ukuran testes lebih besar, lobus Ovari terdapat oosit
terdiri dari spermatognia II dan memiliki nukleus.
terdapat spematosist primer.
yang
telah
III
Spermatosist primer berkembang Oosit telah berkembang menjadi ootid,
menjadi spermatid sekunder, lobus kuning telur dimulai pada daerah inti
berisi sel-sel spermatosit primer dan dan menyebar ketengah dan ketepi.
sekunder.
IV
spermatosit sekunder berkembang
menjadi spermatid dan menjadi
spermatozoa. Lobus berisi spermatid
dan spermatozoa.
Ovum telah terbentuk yang ditandai
dengan berakhirnya pembentukan
kuning
telur.
Oosit
ini
siap
diovulasikan.
4.3.4.4. Indeks Kematangan Gonad
Secara keseluruhan diperoleh index kematangan gonad berdasarkan jenis
kelamin untuk jantan berkisar antara 0,0680 ± 0,0439 sampai 0,2114 ± 0,1806
Sedang ikan betina berkisar antara 0,170 ± 0,1145 sampai 0,2286 ± 0,2498
(Gambar 38).
Pada saat indeks kematangan gonad mencapai nilai maksimum maka
diduga akan terjadi pemijahan. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
index kematangan gonad ikan jantan lebih kecil dari pada ikan betina. Hal ini
kemungkinan berkaitan dengan bobot gonad ikan betina lebih besar dari ikan
jantan. Adanya variasi ukuran dalam kematangan gonad antar populasi
disebabkan oleh bebrapa faktor antara lain lingkungan, genetik, faktor kepadatan
dan tekanan penangkapan dan predator.
62
0.60
Jantan
0.50
0.40
Indeks Kematangan Gonad (%)
0.30
0.2072
0.20
0.1598
0.1489
0.10
0.0680
0.00
0.60
April
Mei
Betina
Juni
Juli
Waktu Pengamatan (bulan)
0.50
0.40
0.30
0.2252
0.2212
0.17
0.20
0.2046
0.10
April
Mei
Juni
Juli
Waktu Pengamatan (bulan)
Gambar 38. Indeks kematangan
pengamatan
gonad
ikan
mujair
berdasarkan
waktu
Berdasarkan stasiun pengamatan, menunjukkan secara keseluruhan nilai
IKG jantan lebih kecil dari nilai IKG pada ikan betina. Untuk ikan jantan dan
betina nilai IKG tertinggi terdapat pada stasiun 1 (Gambar 39), hal ini
mengindikasikan bahwa stasiun 1 merupakan habitat yang cocok untuk ikan
melakukan proses pemijahan.
Nilai IKG ikan betina yang lebih tinggi dibandingkan jantan dapat
disebabkan pertambahan berat ovarium selalu lebih besar daripada pertambahan
testes. Peningkatan berat ovarium berhubungan dengan proses vitellogenesis
dalam perkembangan gonad, sedangkan peningkatan berat testes berhubungan
dengan dengan proses spermatogenesis dan peningkatan volume semen dalam
tubuh seminiferi. Proses tersebut sangat bergantung pada ketersediaan makanan
sebagai sumber energi untuk perkembangan somatik dan reproduksinya.
63
0.60
Jantan
0.50
0.40
Indeks Kematangan Gonad (%)
0.30
0.20
0.1992
0,1992
0.16
0,1245
0.1245
0.10
0.00
0.60
St. 3
St.1
St. 5
Betina
0.50
0.40
0.30
0.23
0.23
0,23
0.20
0.15
0,15
0.10
St.1
St. 3
St. 5
Stasiun Pengamatan
Gambar 39. Indeks kematangan
pengamatan
gonad ikan mujair berdasarkan stasiun
4.3.4.5. Fekunditas
Fekunditas dihitung pada ikan-ikan dengan TKG III dan IV (48 buah
gonad). Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh fekunditas ikan mujair seperti
yang ditunjukkan pada tabel 9 berikut.
Tabel 9. Nilai Fekunditas Ikan Mujair
Bulan
April
Mei
Juni
Juli
Total
TKG
Jumlah
III
IV
III
IV
III
IV
III
IV
7
1
6
4
11
3
10
6
48
Fekunditas
Kisaran
1.860 - 9.716
2.969 - 9.446
6.508 - 8.540
2.752 - 9.525
7.245 - 9.908
336 - 5.771
3.525 - 6.653
336 - 9.908
Rataan
5.386 ± 2.608
6.697
5.047 ± 2.340
7.689 ± 852
5.839 ± 2.139
8.475 ± 1.342
3.309 ± 1.704
5.678 ± 1.183
5.464 ± 2.309
Berdasarkan hasil pengamatan gonad pada ikan contoh betina, total TKG III
diperoleh fekunditas ikan mujair berkisar antara 336-9.716 butir dengan rata-rata
64
4.862 ± 2.314 butir telur dan TKG IV diperoleh fekunditas ikan betok berkisar
antara 3.525-9.908 butir dengan rata-rata 6.925 ± 1.561 butir telur. Secara total
fekunditas rata-rata dari ikan betok berkisar antara 336 - 9.908 butir telur pada
kisaran panjang total 95-252 mm dan bobot total 16,44-220,87 g.
Fekunditas ikan mujair di Waduk Selorejo pada TKG III yang berukuran
kecil (8,9-12,9 cm) berkisar antara 87-626 butir, dan pada ukuran 20-20,9 cm
fekunditas mencapai 1.088 ± 243 butir (Amir 1995). Rondo dan Bataragoa (1990)
melaporkan bahwa fekunditas ikan mujair di Danau Moat berkisar antara 76-686
butir. Rondo (1977) in Rondo dan Bataragoa (1990) juga melaporkan fekunditas
Fekunditas (butir)
ikan mujair di Danau Tondano berkisar antara 324-1.618 butir.
Gambar 40. Hubungan fekunditas ikan mujair dengan bobot dan panjang total
Dari hasil analisis regresi antara panjang total (mm) dengan fekunditas ikan
(TKG III dan IV) selama penelitian di Danau Taliwang adalah F = 270,70 L 0,575.
Koefisien regresi (r) diperoleh sebesar 0,205, hal ini menunjukkan bahwa
fekunditas ikan mujair mempunyai hubungan yang kurang erat dengan panjang
ikan sehingga tidak dapat dijadikan sebagai penduga fekunditas.
65
Hasil analisis regresi antara bobot tubuh dengan fekunditas ikan mujair
(TKG II dan IV) diperoleh persamaan F = 2179 W
0,195
dengan nilai koefisien
korelasi (r) sebesar 0,195. Sedangkan hubungan fekunditas dengan bobot gonad
ikan mujair diperoleh persamaan F = 7075 W
0,196
dengan nilai r sebesar 0,420.
yang menunjukkan bahwa bobot tubuh dan bobot gonad ikan mujair juga tidak
dapat dijadikan sebagai penduga fekunditas.
4.3.5. Kebiasaan Makanan
4.3.5.1. Komposisi Makanan
Berdasarkan hasil analisis lambung pada ikan mujair, jenis makanan yang
ditemukan dikelompokkan atas 4 (empat) kelas yaitu Bacillariophyceae (10
genus), Chlorophyceae (10 genus), Cyanophyceae (3 genus), Dinophyceae (1
genus), Borziceae (1 genus), dan 1 (satu) organisme tidak teridentifikasi
(Serasah).
Tabel 10. Komposisi jenis makanan ikan mujair
Famili
Genus
Bacillariophyceae
Cyanophyceae
Fragilaria, Diatom, Navicula, Nitzchia, Sigmoidae,
Synedra, Mellosira, Surirella, Pleurosigma, Gyrosigma,
Pinnularia,
Granulate,
Pleurosigma,
Zignomopis,
Stichococcus, Ankistrodesmus, Staurastrum, Euastrum,
Coelastrum, Microporum, Closterium
Oscilatoria, Anabaena, Scenedesmus, Quadricauda dan
Gonium
Spirulina
Dinophyceae
Peridinium
Borziaceae
Borzia
Chlorophyceae
Ikan mujair yang digunakan untuk menganalisis Indeks bagian terbesar (IP)
berjumlah 262 ekor, dengan total lambung berisi 196 ekor (74,809 %) dan 66 ekor
(25,191 %) lambung kosong. Hasil analisis IP dari ikan mujair pada jantan dan
betina (Gambar 41) menunjukkan bahwa ikan jantan dan betina memiliki
makanan utama yang sama masing-masing Bacillariophyceae 50,616 % dan
56,347 % (> 40 %), makanan tambahan terdiri dari kelas Chlorophyceae masingmasing
18,228 % pada ikan jantan dan 19,497% pada ikan betina atau
persentasenya berkisar antara 4-40% dan serasah, kelas Cyanophyceae dan
66
Dinophyceae pada ikan jantan termasuk kedalam makanan tambahan. Kelas
Borziceae pada ikan jantan (3,977%), kelas Dinophyceae pada betina (3,923%)
termasuk dalam kelompok makanan pelengkap (< 4 %)
11.735
Jantan
55.61
3.977
5.718
4.725
18.228
10.735
Betina
5.885
3.923
3.618
Bacillariophyceae
56.342
Chlorophyceae
Cyanophyceae
19.497
Dinophyceae
Borziceae
Serasah
Gambar 41. Komposisi makanan ikan mujair berdasarkan jenis kelamin.
Secara umum berdasarkan waktu pengamatan (Gambar 42) makanan ikan
mujair dari kelas Bacillariophyceae mendominasi isi lambung ikan mujair, yang
menandakan bahwa ikan mujair di Danau Taliwang bersifat herbivora. Kebiasaan
makanan ikan mujair di Danau Taliwang hampir sama dengan ikan mujair di
Sumatera Selatan (Vaas & Hofstede1952), Situ Ciburuy (Hariyadi 1983) dan
Waduk Bening (Tjahjo 1984).
67
60.000
Jantan
50.000
40.000
Indeks of Prepoderance (IP)
30.000
20.000
10.000
70.000
April
Mei
Juni
Juli
Betina
60.000
50.000
Bacillariophyceae
Chlorophyceae
40.000
Cyanophyceae
Dinophyceae
Borziceae
Serasah
30.000
20.000
10.000
April
Mei
Juni
Juli
Bulan
Gambar 42. Komposisi makanan ikan mujair berdasarkan waktu pengamatan.
4.3.5.2. Hubungan Kebiasaan Makanan Dengan Reproduksi
TKG IV
TKG
TKG III
Serasah
Borziceae
TKG II
Dinophyceae
Cyanophyceae
Chlorophyceae
TKG I
Bacillariophyceae
0
10
20
30
40
50
60
70
80
IP (%)
Gambar 43. Komposisi makanan ikan mujair jantan berdasarkan tingkat
kematangan gonad
68
TKG IV
TKG III
TKG
Serasah
Borziceae
TKG II
Dinophyceae
Cyanophyceae
Chlorophyceae
TKG I
Bacillariophyceae
0
10
20
30
40
50
60
70
IP (%)
Gambar 44. Komposisi makanan ikan mujair betina berdasarkan tingkat
kematangan gonad
Hasil analisis isi lambung yang dilakukan (Gambar 43 dan 44),
menunjukkan aktivitas makanan ikan mujair dalam melakukan reproduksinya,
terjadi perubahan jenis makanan pada setiap tingkatan TKG, TKG I – TKG IV
komposisi makanan dari kelas Bacillariophyceae meningkat baik pada ikan jantan
maupun betina.
Komposisi makanan ikan betok per TKG mengalami perubahan dengan
adanya kenaikan kematangan gonad, hal ini terlihat dengan adanya perubahan
komposisi makanan dari kelas Bacillariophyceae yang terus meningkat hingga
TKG IV, hal ini menunjukkan ikan ini memiliki kebiasaan mengkonsumsi
makanan dari kelas Bacillariophyceae dalam memenuhi kebutuhannya dalam
reproduksi. Perubahan komposisi jenis makanan ikan betok menggambarkan
adanya kebutuhan protein yang tinggi dalam menyokong keberlangsungan
reproduksinya, hal ini erat dengan kebutuhan material energi untuk metabolisme
maupun untuk perkembangan gonad. Dridi et al. (2007) mengungkapkan pada
umumnya ketika makanan berlebihan, akan ditingkatkan deposit material energi
pada tubuh, deposti material ini akan diprioritaskan untuk gemetogenesis, dalam
bentuk lemak, protein dan glikogen.
4.4. Kerapatan Tumbuhan Air
Tumbuhan air yang terdapat di danau taliwang memiliki tingkat penutupan
yang tinggi, hal ini dapat dijumpai pada seluruh permukaan danau. Kondisi ini di
sebabkan oleh tingkat kesuburan perairan danau yang tinggi sehigga
69
menyebabkan melimpahnya keberadaan tumbuhan air di danau taliwang. Dari
hasil pengamatan, diketahui bahwa terdapat tiga jenis tumbuhan air yang sangat
dominan di perairan danau taliwang yaitu teratai, eceng gondok dan ganggang
(Gambar 45). Dimana tanaman teratai dan eceng gondok mendominasi pada
pinggiran danau sedangkan tanaman ganggang mendominasi di tengah perairan
danau.
St 5
Stasiun
St 4
Hydrilla verticillata
St 3
Eichhornia sp.
Nelumbo sp.
St 2
St 1
0
20
40
60
80
100
Kerapatan (%/m2)
Gambar 45. Kerapatan tumbuhan air.
Gambar 46. Kondisi tumbuhan air.
4.5. Kelimpahan Plankton
Kelimpahan plankton di perairan secara spesifik menunjukan pilihan
makanan yang dapat diperoleh ikan. Jenis organisme plankton yang terdapat pada
perairan Danau Taliwang meliputi dari kelas Bacillariophycea, Chlorophyceae,
Cyanophyceae,
Dinophyceae,
dan
Borziceae
(Gambar
47).
Jenis
Bacillariophyceae memiliki kelimpahan yang cukup besar, sedangkan jenis
Borziceae memiliki kelimpahan terendah.
70
Kelimpahan (Ind/l
50,000
45,000
40,000
35,000
30,000
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
-
Bacillariophyceae
Chlorophyceae
Cyanophyceae
Dinophyceae
Borziceae
ST 1
ST 2
ST 3
ST 4
ST 5
Stasiun
Gambar 47. Kelimpahan Plankton.
4.6. Aspek Pengelolaan Danau Taliwang
Pengelolaan sumberdaya hayati ikan diarahkan pada upaya-upaya yang
menjamin kelestarian stok ikan di alam. Aspek reproduksi ikan berkaitan dengan
ada tidaknya stok ikan. Kegagalan dan keberhasilan reproduksi akan berpengaruh
pada populasi suatu spesies ikan. Penelitian ini merupakan salah satu mata rantai
dalam rangkaian upaya pengelolaan sumberdaya hayati ikan di Danau Taliwang.
Dari hasil penelitian dapat di intisarikan pengelolaan sumberdaya perikanan
(ikan betok dan mujair) yang diperlukan di Danau Taliwang antara lain :
1.
Pengaturan ukuran tangkapan
Koefisien regresi (b) ikan betok jantan dan betina masing-masing
sebesar 3,0860 (pertumbuhan panjang seimbang dengan pertumbuhan berat)
dan 2,9240 (pertumbuhan panjang lebih cepat dari pertumbuhan berat),
kondisi ini menunjukkan ikan jantan yang tertangkap masih tergolong ikan
yang masih kecil sedangkan ikan betok betina sudah tergolong ikan yang
relatif besar. Kondisi ini didukung oleh ikan jantan yang tertangkap banyak
ditemukan pada ukuran 89-98 mm dengan ukuran pertama matang gonad
pada ukuran 144,45 mm dan betina pada ukuran 119-128 mm dengan ukuran
pertama matang gonad pada ukuran 121,36 mm. Berdasarkan hasil tersebut
maka perlu ditindaklanjuti dengan tidak menangkap ikan jantan yang masih
berukuran kecil dan masih di bawah ukuran pertama matang gonadnya, dan
pada ikan betina dewasa yang telah mencapai ukuran pertama matang gonad.
71
Koefisien regresi (b) ikan mujair jantan dan betina masing-masing
sebesar 2,756 dan 2,858 (pertumbuhan panjang lebih cepat dari pertumbuhan
berat), kondisi ini menunjukkan ikan betina tertangkap relatif besar bila
dibandingkan dengan ikan jantan. Kondisi ini didukung oleh ikan jantan yang
tertangkap banyak ditemukan pada ukuran 102-120 mm dengan ukuran
pertama matang gonad pada ukuran 182,74 mm dan betina pada ukuran 140138 mm dengan ukuran pertama matang gonad pada ukuran 218,24 mm.
Berdasarkan hasil tersebut maka perlu ditindaklanjuti dengan tidak
menangkap ikan jantan dan betina yang masih di bawah ukuran pertama
matang gonadnya dan pada ikan-ikanyang telah mencapai ukuran pertama
matang gonad.
Pengaturan ini bertujuan agar ikan betok di Taliwang dapat melakukan
proses pemijahan dalam hidupnya sehingga ketersediaan sumberdaya ikan
betok dapat lestari dan berkelanjutan.
2.
Pengaturan waktu tangkapan
Penangkapan yang dilakukan oleh nelayan di sekitar Danau Taliwang
hampirRata-rata faktor kondisi ikan betok jantan berkisar antara 0,58710,6542 dan
ikan betinanya 0,9422-1,0054. Nilai faktor kondisi rata-rata
tertinggi ditemui pada bulan Mei (masing-masing 0,6542 untuk ikan jantan
dan 1,0054 untuk ikan betina). Faktor kondisi ikan akan terus berkembang
pada setiap siklusnya dan akan mencapai nilai maksimum pada TKG III-IV
(0,656 pada ikan jantan dan 1,085 pada ikan betina), kemudian menurun saat
memasuki TKG V karena ikan telah melakukan proses pemijahan. Secara
keseluruhan nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dari ikan jantan. Nilai
ini di dukung oleh nilai Tingkat Kematangan Gonad dan Indeks Kematangan
Gonad baik pada ikan jantan maupun betina (Gambar 48 dan 49).
72
100%
Jantan
90%
80%
70%
60%
50%
40%
Persentase TKG
30%
20%
10%
0%
April
Mei
Juni
Juli
100%
Betina
90%
80%
70%
60%
TKG I
50%
40%
TKG II
30%
TKG III
20%
TKG IV
10%
TKG V
0%
April
Mei
Juni
Juli
Bulan
Gambar 48. Tingkat kematangan
pengamatan
gonad
ikan
betok
berdasarkan
waktu
Terdapatnya TKG III dan IV pada setiap bulan pengamatan menunjukkan
bahwa ikan betok diduga sedang melakukan pemijahan. Nilai IKG
maksimum terdapat pada bulan Mei baik pada ikan jantan maupun ikan
betina. Nilai IKG jantan umumnya lebih rendah dibandingkan ikan betina
pada tingkat kematangan gonad yang sama, hal ini karena bobot gonad ikan
betina lebih besar daripada bobot gonad ikan jantan.
Berdasarkan informasi ini perlu adanya pembatasan waktu penangkapan
terutama pada bulan Mei yang diduga ikan betok sedang dalam puncak
pemijahan. Dengan demikiaan memberikan kesempatan bagi ikan betok
untuk melakukan proses pemijahan.
73
Gambar 49. Indeks kematangan gonad ikan betok berdasarkan waktu pengamatan
Pada ikan mujair rata-rata faktor kondisi ikan jantan berkisar antara
0,9344-1,0015 dan ikan betina berkisar antara 0,9108-1,0393. Nilai rata-rata
faktor kondisi ikan jantan dan ikan betina ditemukan pada Mei. Secara
keseluruhan nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dari ikan jantan. Nilai
ini di dukung oleh nilai Tingkat Kematangan Gonad dan Indeks Kematangan
Gonad baik pada ikan jantan maupun betina (Gambar 50 dan 51).
Berdasarkan waktu pengamatan persentase TKG TKG III (maturing) dan
IV (mature) pada ikan mujair secara total hampir ditemukan pada setiap
bulannya. Jumlah tingkat kematangan gonad ini menunjukkan bahwa pada
setiap bulan pengamatan ikan mujair sedang mengalami proses pematangan
gonad dan aktivitas pemijahan.
74
100%
Jantan
90%
80%
70%
60%
50%
Persentase TKG
40%
30%
20%
10%
0%
April
Mei
Juni
Juli
100%
Betina
90%
80%
70%
60%
50%
TKG I
40%
TKG II
30%
20%
TKG III
10%
TKG IV
0%
April
Mei
Juli
Juni
Gambar 50. Tingkat kematangan gonad ikan mujair berdasarkan waktu
pengamatan
Pada saat indeks kematangan gonad mencapai nilai maksimum maka
diduga akan terjadi pemijahan. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa index kematangan gonad ikan jantan lebih kecil dari pada ikan betina.
Hal ini kemungkinan berkaitan dengan bobot gonad ikan betina lebih besar
dari ikan jantan.
0.60
Jantan
0.50
0.40
Indeks Kematangan Gonad (%)
0.30
0.2072
0.20
0.1598
0.1489
0.10
0.0680
0.00
0.60
April
Mei
Betina
Juni
Juli
Waktu Pengamatan (bulan)
0.50
0.40
0.30
0.2252
0.2212
0.17
0.20
0.2046
0.10
April
Mei
Juni
Juli
Waktu Pengamatan (bulan)
Gambar 51. Indeks kematangan
pengamatan
gonad
ikan
mujair
berdasarkan
waktu
75
Berdasarkan informasi ini perlu adanya pembatasan waktu penangkapan
terutama pada bulan Mei yang diduga ikan betok sedang puncak pemijahan.
Dengan demikiaan memberikan kesempatan bagi ikan mujair untuk
melakukan proses pemijahan.
3.
Pengaturan daerah tangkapan
Pada ikan betok jantan dan betina Nilai Indeks Kematangan gonad (IKG)
tertinggi terdapat pada stasiun 4 (masing-masing sebesar 0,3981 dan 4,4556),
hal ini mengindikasikan bahwa pada stasiun 4 merupakan habitat yang cocok
untuk ikan betook melakukan proses pemijahan. Sedangkan pada ikan mujair
baik jantan dan betina diduga stasiun 1 merupakan habitat yang cocok dalam
melakukan proses pemijahan, hal ini diindikasikan oleh tingginya nilai IKG
pada stasiun ini yaitu masing-masing sebesar 0,199 dan 0,230.
Berdasarkan informasi ini perlu adanya pembatasan daerah penangkapan
terutama pada stasiun 4 yang diduga tempat pemijahan ikan betok dan stasiun
1 yang diduga tempat pemijahan bagi ikan mujair. Dengan demikiaan
memberikan kesempatan bagi ikan betok dan mujair untuk melakukan proses
pemijahan pada habitat yang sesuai.
76
Download