27 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pembahasan Kitab Undang

advertisement
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberikan uraian
pengertian Jaksa dan Penuntut Umum, pada Pasal 1 butir 6 a dan b KUHAP
serta Pasal 13 KUHAP, ditegaskan bahwa, Jaksa adalah pejabat yang
diberikanwewenang oleh Undang-Undang untuk bertindak sebagai Penuntut
Umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang
oleh Undang-Undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan
penetapan Hakim (Pasal 1 butir 6a junto Pasal 13 KUHAP).
Lembaga Kejaksaan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
telah diberikan kewenangan untuk melaksanakan kekuasaan Negara dibidang
penuntutan. Kejaksaan memiliki peran yang sangat penting dalam proses
penegakan hukum pidana, karena dapat tidaknya perkara pidana masuk ke
pengadilan tergantung sepenuhnya pada Kejaksaan (Penuntut Umum). Peran
yang amat besar ini harusnya dibarengi dengan idenpedensi dalam
melaksanakan kewenangannya tersebut, karena tanpa indepedensi dari
Kejaksaan maka akan sangat sulit mengarapkan indepedensi kekuasaan
peradilan.
Praktek peradilan pidana, meskipun hakim bebas/merdeka artinya hakim
tidak terikat dalam mengambil keputusan akan tetapi tetap terikat dengan apa
yang didakwakan oleh penuntut umum. Hakim tidak boleh memutus apa yang
27
tidak didakwakan oleh Penuntut Umum.1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2004 pasal 2 ayat (3) dinyatakan bahwa kekuasaan Kejaksaan dilakukan
secara merdeka, namun bila dikaitkan dengan kedudukan Kejaksaan sebagai
lembaga eksekutif maka suatu kemustahilan bila kejaksaan dapat menjalankan
kekuasaan dan kewenangan dialakukan secara merdeka. Berdasarkan UndangUndang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
4.1.1
Upaya Yang Dilakukan Jaksa Penuntut Umum Dalam Penyelesaian
Perkara Pidana Yang Berita Acara Pemeriksaannya Belum Lengkap
Proses penyelesaian perkara pidana yang diajukan oleh kepolisian, jaksa
selaku penuntut umum selalu berupaya menyelesaikan berkas perkara yang
terkadang berlarut-larut dikarenakan berkas tersebut tidak lengkap-lengkap.
Upaya tersebut antara lain :
4.1.1.1 Pra-Penuntutan
Prapenuntutan dilakukan sebelum suatu perkara diajukan ke pengadilan.
Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan tindakan penuntutan di depan
sidang pengadilan dan menentukan keberhasilan penuntutan, artinya tindakan
prapenuntutan sangat penting guna mencari kebenaran materiil yang akan
menjadi dasar dalam proses penuntutan namun, penyelesaian perkara pidana
pada tahap Prapenuntutan sering kali terjadi adanya bolak-balik berkas antara
penyidik ke jaksa penuntut umum, seperti halnya dalam perkara pemalusan
tanda tangan yang dituduhkan kepada tersangka fatmawati Ahmad alias FA, c.
Tersangka dituduh menyuruh lakukan kepada laki-laki Arfan alias AA untuk
1
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Hlm 90.
28
memalsukan tanda tangan korban pada sertifikat tanah yang korban klaim
bahwa sertifikat tanah tersebut adalah tanah milik orang tua korban.
Pada BAP tersangka, telah dijelaskan bahwa tanah milik orang tua korban
telah dilakukan tukar guling kepada tanah milik orang tua tersangka. Bahwa
antara orang tua korban dan tersangka adalah kakak beradik yang jauh
sebelum adanya perkara tersebut telah sepakat bertukar kepemilikan tanah
yang bersebelahan. Ketika telah dibuatkan sertifikat balik nama antara para
ahli waris korban keberatan karena korban merasa belum pernah menanda
tangani para ahli waris dan menuduh tersangka memalsukan tanda tangannya.
Untuk itu pihak aparat penegak hukum mengambil langkah-langkah untuk
dapat menyelesaikan perkara tersebut dengan cara apabila berkas perkara telah
masuk, maka Jaksa yang ditunjuk sebagai jaksa penuntut umum melakukan
penelitian terhadap berkas perkara. Bila berkas perkara telah memenuhi syarat
formil maupun materil, Jaksa akan menyatakan berkas perkara telah lengkap
(P-21), akan tetapi bila ada yang belum lengkap, Jaksa akan memberitahukan
kepada penyidik dengan surat (P-18) dan selanjutnya petunjuk dengan surat
(P-19).
Hubungan antara Jaksa dan Kepolisian sebagai aparat penegak hukum
dalam penyelesaian perkara pidana pada tahap prapenuntutan secara
formalitas terkait dengan berkas perkara saja sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 110 dan Pasal 138 KUHAP, akan tetapi secara materil kadang juga bisa
melakukan pertemuan dalam konteks koordinasi demi kelancaran dan
kesuksesan suatu perkara, terutama dalam pembuktian. Jadi hubungan itu
harus tetap terpelihara dengan baik, apabila relasi sudah tidak baik hal ini
29
tentu juga akan menghambat proses kelancaran penyelesaian perkara pidana
khususnya pada tahap prapenuntutan.
Pembuat undang-undang (DPR) terlihat hendak menghindari kesan
seakan-akan jaksa atau penuntut umum itu mempunyai wewenang
penyidikan lanjutan, sehingga hal itu disebut sebagai prapenuntutan. Andi
Hamzah sependapat dengan ketentuan di dalam HIR, dimana petunjuk untuk
menyempurnakan penyidikan pada hakekatnya merupakan bagian dari
penyidikan lanjutan. Oleh sebab itu, antara penyidikan dan penuntutan
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan secara tajam2.
Penyidikan dinyatakan selesai maka berdasarkan Pasal 110 ayat (1)
KUHAP, penyidik wajib untuk segera menyerahkan berkas perkara itu
kepada penuntut umum. Hal ini untuk memenuhi asas peradilan cepat,
sederhana dan biaya ringan. Berkas perkara diterima oleh Jaksa atau Penuntut
Umum untuk dipelajari dan diteliti kelengkapan berkas perkara hasil
penyidikan tersebut. Bila terdapat kekurangan baik secara formil maupun
materil maka Jaksa atau Penuntut Umum segera memberitahukan kepada
penyidik untuk dilengkapi.
Pada kasus pemalsuan tanda tangan pada sertifikat tanah atas nama
fatmawati Ahmad alias FA penyidik telah menyerahkan berkas perkara
kepada jaksa penuntut umum selaku peneliti. Dari hasil penelitian jaksa
peneliti ditemukan beberapa kekurangan yang harus dipenuhi oleh penyidik
(p-18, p-19). Berkas perkara (BAP) tersangka FA telah berulang-ulang kali
berkasnya dikembalikan oleh JPU selaku peneliti kepada penyidik, sampai
2
Ibid.
30
dengan saat ini berkas perkara tersebut belum diterbitkan P-21 dikarenakan
penyidik belum dapat memenuhi petunjuk jaksa.
Apabila penyidik berhasil melengkapi berkas pemeriksaan Jaksa atau
Penuntut Umum menyatakan berkas telah lengkap maka perkara tersebut
segera dilimpahkan ke pengadilan dan proses prapenuntutan telah selesai
kemudian masuk ke proses Penuntutan.3
Keberadaan lembaga prapenuntutan bersifat mutlak karena tidak ada
suatu perkara pidana pun sampai ke pengadilan tanpa melalui proses
prapenuntutan sebab dalam hal penyidik telah melakukan penyelidikan suatu
peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik wajib memberitahukan
dimulainya penyidikan kepada penuntut umum.4
Menurut penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf a UU Kejaksaan disebutkan
defenisi mengenai prapenuntutan dimana bahwa, “Prapenuntutan adalah
tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima
pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik, petunjuk guna
dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas tersebut
dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.”5 Sesuai dalam pengertian
lain, bahwa wewenang penuntut umum mengadakan prapenuntutan apabila
ada kekuranagn pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110
3
Abd.Hakim Nusantara,dkk, Penjelasan KUHAP dan Peraturan Pelaksanaan, Djambatan, Jakarta,
1986, Hlm 21
4
http://www.modusaceh.com/html/konsultasi-hukum-read/41/pra_penun, Diakses terakhir tanggal
15 Maret 2010.
5
Penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf a, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia (UU Kejaksaan).
31
ayat (3) dan ayat (4), KUHAP dengan memberi petunjuk dalam rangka
penyempurnaan penyidikan dari penyidik.6
Rangkaian prapenuntutan itu dapat dipahami dari ketentuan beberapa
pasal di dalam KUHAP misalnya menurut ketentuan Pasal 110 ayat (1)
KUHAP, “Apabila penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik
wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum.”
Kemudian ditentukan pula kepada penyidik agar memberitahukan kepada
penuntut umum dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan atas
suatu peristiwa tindak pidana berdasarkan Pasal 109 ayat (9) KUHAP.
Pada Pasal 137 KUHAP disebutkan bahwa penuntut umum berwenang
melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan tindak
pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan berkas perkara ke
pengadilan yang berwenang mengadili. Menurut Pasal 14 KUHAP bahwa
Jaksa selaku penuntut umum tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan
penyidikan terhadap perkara pidana umum. Penyidikan yang hasilnya kurang
lengkap, jaksa diberi wewenang untuk mengadakan prapenuntutan dengan
cara mengembalikan berkas perkara disertai permintaan kepada penyidik
untuk melengkapi dengan melakukan tambahan penyidikan.
Pada kasus pemalsuan tanda tangan pada sertifikat tanah atas nama
fatmawati Ahmad alias FA Dari hasil penelitian jaksa peneliti ditemukan
beberapa kekurangan yang harus dipenuhi oleh penyidik (p-18, p-19). Berkas
perkara (BAP) tersangka FA telah berulang-ulang kali berkasnya
dikembalikan oleh JPU selaku peneliti kepada penyidik, untuk dilengkapi
6
Pasal 14 huruf b, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
32
dengan melakukan tambahan penyidikan sampai dengan saat ini berkas
perkara tersebut belum diterbitkan P-21 dikarenakan penyidik belum dapat
memenuhi petunjuk jaksa.
Dalam doktrin belum diperoleh kesepakatan tentang pengertian tugas
prapenuntutan, hal ini disebabkan karena KUHAP tidak memberikan
penjelasan tentang arti dan makna istilah tersebut. Pada umumnya para pakar
mengartikan tugas prapenuntutan sebagai pelaksanaan penelitian berkas
perkara yang diterima dari Penyidik dan pemberian petunjuk oleh Penuntut
Umum kepada Penyidik guna melengkapi berkas perkara hasil penyidikan.
Dikaitkan dengan perkembangan hukum acara pidana dewasa ini, pengertian
tersebut dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan realitas pelaksanaan tugas
prapenuntutan.
Tugas Prapenuntutan mengandung arti, tidak saja mencakup tugas
penelitian berkas perkara dan pemberian petunjuk guna melengkapi berkas
perkara, tetapi meliputi pula semua pelaksanaan tugas yang berkenaan
dengan persiapan pelaksanaan tugas penuntutan. Dengan demikian dalam
pengertian
luas,
prapenuntutan
meliputi
pelaksanaan
tugas-tugas
:
Pemantauan perkembangan penyidikan, penelitian berkas perkara tahap
pertama, Pemberian petunjuk guna melengkapi hasil penyidikan, Penelitian
ulang berkas perkara, Penelitian tersangka dan barang bukti pada tahap
penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti serta
pemeriksaan tambahan.
33
4.1.1.2
Kelemahan Dalam Pelaksanaan tugas Pra-Penuntutan
Berdasarkan hasil eksaminasi dan pemantauan yang telah Kejaksaan
Agung Republik Indonesia lakukan, ternyata masih ditemukan berbagai
kelemahan dalam pelaksanaan tugas prapenuntutan. Seperti halnya pada
kasus dugaan pemalsuan tanda tangan yang dituduhkan kepada tersangka FA,
cs. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) penyidik pada tahun
2011sampai dengan tahun 2013 berkas perkaranya masih pada tahap
prapenuntutan karena penyidik belum mengembalikan berkas perkara kepada
jaksa. Bolak baliknya berkas perkara yang memakan waktu cukup lama
menunjukan kurang efektifnya hubungan koordinasi antara penyidik dengan
jaksa sehingga perkara tersebut menjadi berlarut-larut hingga saat ini tidak
ada kepastian bagi tersangka maupun korban. Ada beberapa petunjuk Teknis
yang di sampaikan sebagai berikut : 7
a)
Penerimaan surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan
Penerimaan SPDP dicatat dalam Register Penerimaan Pemberitahuan
Dimulainya Penyidikan/ Penghentian Penyidikan (RP-9), Setelah penerimaan
SPDP, diterbitkan Surat Perintah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum untuk
Penelitian dan Penyelesaian Perkara (P- 16), Jaksa yang ditunjuk bertugas
untuk memantau perkembangan penyidikan.
Pada contoh kasus pemalsuan tanda tangan pada sertifikat tersebut
seharusnya tidak berlarut-larut apabila antara penyidik dan jaksa penuntut
umum berkoordinasi dengan baik dan optimal. Perkara yang masih dalam
tahap prapenuntutan hingga tahun 2013 ini harusnya tidak terjadi apabila
7
Surat Edaran jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor : B-401/E/9/93 tanggal 8
September 1993
34
antara kedua penegak hukum tersebut berkoordinasi dan bekerja sama secara
baik duduk bersama mencari berbagai kekurangan yang ada sehingga perkara
segera dapat dilimpahkan kepengadilan.
b)
Penerimaan Berkas Perkara Tahap Pertama.
a. Penerimaan berkas perkara tersebut dicatat dalam Register penerimaan
Berkas Perkara Tahap Pertama (RP-10) dan pelaporannya menggunakan
LP-6. Penelitian berkas perkara tahap pertama difokuskan kepada :
1) Kelengkapan formal, yakni meliputi segala sesuatu yang berhubungan
dengan formalitas/ persyaratan, tata cam penyidikan yang harus
dilengkapi dengan Surat Perintah, Berita Acara, lzin/Persetujuan Ketua
Pengadilan. Di samping penelitian kuantitas kelengkapan syarat formal,
perlu
diteliti
pula
segi
kualitas
kelengkapan
tersebut
yakni
keabsahannya sesuai ketentuan Undang-Undang;
2) Kelengkapan materiil, yakni kelengkapan informasi, data, fakta dan alat
bukti yang diperlukan bagi kepentingan pembuktian. Kriteria yang
dapat digunakan sebagai tolok ukur kelengkapan materlil antara lain :
a) Apa yang terjadi (tindak pidana beserta kwalifikasi dan pasal yang
dilanggar);
b) Siapa pelaku, siapa-siapa yang melihat, mendengar, mengalami
peristiwa itu (tersangka, saks-saksi/ahli);
c) Begaimana perbuatan itu dilakukan (modus operandi);
d) Dimana perbuatan dilakukan (locus delicti);
e) Bilamana perbuatan dilakukan (tempus delicti);
f) Akibat apa yang ditimbulkannya (ditinjau secara viktimologis);
35
g) Apa yang hendak dicapai dengan perbuatan itu (motivasi yang
mendorong pelaku).
Kelengkapan material terpenuhi bila segala sesuatu yang diperlukan
bagi kepentingan pembuktian telah tersedia sebagai hasil penyidikan
b. Pelaksanaan penelitian dimaksud butir 3, dilakukan oleh Jaksa, Peneliti
yang tercantum dalam P-16 dan hasil penelitiannya dituangkan dalam
check list sebagaimana terlampir.
c. Apabila menurut hasil penelitian ternyata hasil penyidikan telah lengkap,
maka dikeluarkan Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap
(P-21). dan bila sebaliknya, dikeluarkan Surat Pemberitahuan Hasil
Penyidikan belum Lengkap (P-18) dan berkas perkara dikembalikan
disertai dengan petunjuk guna melengkapi hasil penyidikan (P-19).
d. Dalam P-19 agar diuraikan secara cermat, jelas dan lengkap tentang hal
apa yang harus dilengkapi oleh penyidik sesuai ketentuan pasal 138 ayat 2
jo pasal 110 ayat 2 dan 3 KUHAP Petunjuk disusun dalam bahasa
sederhana dengan penggunaan kalimat-kalimat efektif. Untuk akuratnya
aplikasi petunjuk tersebut oleh Penyidik, sebaiknya Penyidik diundang
untuk bertemu dengan Jaksa Peneliti guna membahas petunjuk-petunjuk
dimaksud;
e. Pengembalian berkas perkara kepada penyidik dilakukan lewat kurir, atau
dalam hal terlaksana pertemuan dimaksud huruf d, berkas perkara dapat
diserahkan langsung kepada Penyidik. Kedua bentuk penyerahan kembali
berkas perkara tersebut dilengkapi dengan P-19 dan Tanda Terima
Pengembalian Berkas Perkara;
36
f. Dalam hal SPDP tidak ditindak-lanjuti dengan penyerahan berkas perkara
dalam batas waktu 30 hari, Jaksa Peneliti yang bersangkutan meminta
laporan, perkembangan hasil penyidikan (p-17);
Dari contoh kasus yang telah dipaparkan diatas yakni perkara
pemalsuan tanda tangan jelas terlihat kurangnya koordinasi yang baik antara
penyidik dengan jaksa penuntut umum sehingga perkara tersebut menjadi
sulit pembuktiannya apabila tetap diteruskan ke tahap persidangan.
Apabila dari hasil penelitian jaksa, ternyata hasil penyidikan dinyatakan
belum lengkap, maka dikeluarkan Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan
belum Lengkap (P-18) dan berkas perkara dikembalikan kepada penyidik
disertai dengan petunjuk guna melengkapi hasil penyidikan (P-19). Dalam
P-19 agar diuraikan secara cermat, jelas dan lengkap tentang hal apa yang
harus dilengkapi oleh penyidik sesuai ketentuan pasal 138 ayat 2 jo pasal 110
ayat 2 dan 3 KUHAP.
Petunjuk disusun dalam bahasa sederhana dengan penggunaan kalimatkalimat efektif. Untuk akuratnya aplikasi petunjuk tersebut oleh Penyidik,
sebaiknya Penyidik diundang untuk bertemu dengan Jaksa Peneliti guna
membahas petunjuk-petunjuk dimaksud, sehingga perkara tidak menjadi
berlarut-laut dan adanya kepastian hukum bagi tersangka.
37
PELAKSANAAN TUGAS PRAPENUNTUTAN
HASIL PENELITIAN BERKAS PERKARA
I. PERSYARATAN FORM
No
YANG DITELITI
1
1.
2
Sampul Berkas Perkara
CORET YANG
TIDAK PERLU
3
ADA / TIDAK
- NamaTersangka
- Tempat Lahir
- Umur / Tanggal Lahir
- Jenis Kelamin
- Kebangsaan
- Tempat Tinggal
- Agama
- Pekerjaan Identitas lain
kalau ada
ADA / TIDAK
(1) Pendidikan
(2) Nomor KTP
(3) Nomor SIM
(4) Paport
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
(5) Lain-lain
Daftar Isi Berkas Perkara
Resume
Surat Pengaduan
Laporan Polisi
Surat Perintah Penyidikan
Berita Acara Pemeriksaan
tempat Kejadian Perkara
Surat
Pemberitahuan
dimulainya Penyidikan
Surat
Panggilan
Tersangka/Saksi
ADA / TIDAK
ADA / TIDAK
ADA / TIDAK
ADA / TIDAK
ADA / TIDAK
ADA / TIDAK
ADA / TIDAK
ADA / TIDAK
38
KETERANGAN
4
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Surat Perintah membawa
Tersangka/ Saksi
Berita Acara Pemeriksaan
Saksi/Ahli
Berita Acara Penyumpahan
Saksi
Berita Acara Pemeriksaan
Tersangka
Surat Kuasa Tersangka
kepada Penasehat Hukum
Berita Acara Konf rontasi
Berita Acara Rekonstruksi
Surat Permintaan Visum et
Repertum
Surat
Keterangan
Dokter/Visum et Repertum
Berita
Acara
Hasil
Pemeriksaan oleh Ahli (a.l.
hasil pemeriksaan forensic
laboratories)
Surat Perintah Penangkapan
ADA / TIDAK
ADA / TIDAK
ADA / TIDAK
ADA / TIDAK
ADA / TIDAK
ADA / TIDAK
ADA / TIDAK
ADA / TIDAK
ADA / TIDAK
ADA / TIDAK
ADA / TIDAK
II. PERSYARATAN MATERIEL
No
1
1.
2.
CORET YANG
TIDAK PERLU
2
3
Tindak Pidana Yang Disangkakan
SESUAI / TIDAK
Unsur Delik apakah sudah diuraikan YA / TIDAK
secara :
YANG DITELITI
- Cermat
- Jelas
- Lengkap?
3.
4.
5.
Tempus Delicti
YA / TIDAK
Locus Delicti
YA / TIDAK
Peran
kedudukan
masing-masing SESUAI / TIDAK
tersangka terhadap perbuatan yang
disangkakan **)
39
KETERANGAN
4
6.
Alat Bukti
MENDUKUNG/
TIDAK
- Keterangan Saksi
MENDUKUNG/
TIDAK
- Keterangan Ahli
MENDUKUNG/
TIDAK
- Surat
7.
MENDUKUNG/
TIDAK
- Petunjuk
MENDUKUNG/
TIDAK
- Keterangan Tersangka
MENDUKUNG/
TIDAK
Pertanggung Jawaban Pidana dari ADA /TIDAK
Tersangka
Kaitan Kejahatan dengan Kekayaan ADA / TIDAK
Negara
Lian-lain
8.
9.
- Kompetensi Absolut
SESUAI/TIDAK
- Kompetensi Relatif
SESUAI/TIDAK
PENDAPAT JAKSA PENELITI
NO.
1
1.
2.
CORET NOMOR/BUTIR YANG TIDAK
PERLU
2
Hasil Penyidikan sudah lengkap perlu
dilanjutkan penyerahan tanggung jawab atas
Tersangka dan Barang Bukti, untuk segera
menentukan apakah perkara itu sudah
memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak
dilimpahkan ke Pengadilan (Psi. 139 KUHAP).
Hasil Penyidikan belum lengkap, perlu memberi
petunjuk antara lain :
- Perkara perlu di Split
- Perlu Saksi Ahli
- Perlu Saksi A. Charge
- Perlu Alat Bukti Lain
40
KETERANGAN
3
3.
Hasil Penyidikan sudah optimal tetapi secara
materiel belum terpenuhi,diberikan petunjuk
barang bukti dan tersangka agar diserahkan
untuk diadakan Pemeriksaan tambahan,
berdasarkan pasal 27 ayat (1) huruf d UU
Nomor 5 Tahun 1991.
Lain-lain seperti :
4.
- Perkara Koneksitas
- Termasuk Wewenang Pengadilan Negeri Lain
4.1.1.3
Pemeriksaan Tambahan.
Apabila dari hasil penelitian lebih lanjut ternyata bahwa berkas perkara
yang sudah dinyatakan lengkap belum memenuhi persyaratan untuk
dilimpahkan ke Pengadilan, maka dalam rangka melengkapi berkas
Perkara, dapat dilakukan Pemeriksaan tambahan sesuai ketentuan pasal 27
ayat 1 d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 beserta penjelasannya dan
petunjuk tehnis yang telah diberikan.
Jika perkara pemalsuan tanda tangan yang dilakukan oleh tersangka
fatmawati Ahmad tersebut dipaksakan untuk dilimpahkan ke pengadilan
akan tetapi ternyata masih juga ada berbagai macam kekurangan yang
akhirnya dapat melemahkan dakwan jaksa penuntut umum yang berakibat
terdakwa bebas dari tuntutan sebelum sidang digelar jaksa berupaya
melakukan pemeriksaan tambahan dalam rangka melengkapi berkas
tambahan (wawancara dengan Bapak Mulyadi Abdullah, SH. Kepala
Seeksi penerangan Hukum).
41
4.1.2 Hambatan apa yang dialami jaksa penuntut umum dalam penyelesaian
perkara pidana pada tahap prapenuntutan
Jaksa penuntut Umum dalam penyelesaian perkara pidana pada tahap
Pra-penuntutan sering kali mendapatkan hambatan-hambatan yang antara lain
sebagai berikut :
4.1.2.1 Hambatan dari Undang-Undang
Tingkat prapenuntutan, yaitu “bahwa prapenuntutan terletak antara
dimulainya penuntutan dalam arti sempit (perkara dikirim ke pengadilan) dan
penyidikan yang dilakukan oleh penyidik” Prapenuntutan adalah, dalam
melakukan penuntutan, jaksa dapat melakukan prapenuntutan. Prapenuntutan
adalah tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah
menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik, mempelajari
atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari
penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk
dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau
tidak ke tahap penuntutan.8
Berdasarkan pada perumusan Pasal 30 ayat (1) huruf e Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, pada
kenyataannya
masih
terdapat
banyak
hambatan
dalam
melakukan
pemeriksaan tambahan meskipun dalam penjelasan telah dijelaskan bahwa
antara lain sebagai berikut :9
8
9
Andi Hamzah,Hukum Acara Pidana Indonesia,Edisi Kedua,Sinar, 1991, Grafika,Hlm 120
Undang-Undang Kejaksaan No 16 Tahun 2004, Tentang Kejaksaan
42
1. Tidak dilakukan terhadap tersangka
2. Hanya terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya dan atau dapat
meresahkan masyarakat dan atau dapat membahayakan keselamatan negara
Harus dapat diselesaikan dalam waktu 14 hari setelah dilakukan ketentuan
Pasal 110 dan Pasal 138 ayat (2) KUHAP
3. Prinsip koordinasi dan kerja sama dengan penyidik.
Republik Indonesia sebagai Negara hukum. yang dimaksudkan bukanlah
sekedar Negara hukum dalam artian formal. Menurut Undang-Undang Dasar 1945
adalah Negara hukum dalam artian lebih luas, yaitu negara hukum dalam arti
materil yang berarti hukum ditinjau dari segi isinya, yang dalam pelaksanaannya
haruslah
mempertimbangkan
dua
kepentingan
yaitu
manfaat
hukum
(doelmatigheid) dan kepastian hukum (rechmatigheid).
Sehubungan dengan itu, maka dapat dipastikan bahwa pada hakikat
terhadap eksistensi Kejaksaan dalam proses penegakan hukum dalam melakukan
penuntutan terhadap perkara-perkara pidana di Indonesia adalah untuk mencapai
tujuan hukum, yakni kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan hukum bagi
pencari keadilan.10
Kejaksaan dimana disebutkan bahwa, di bidang
pidana, Kejaksaan
mempunyai tugas dan wewenang melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk
itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan
yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. Penjelasan Pasal
30 ayat (1) huruf a Undang-Undang Kejaksaan terdapat istilah prapenuntutan,
10
Soerjono Soekanto., Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Rajawali,
1983), hlm 5.
43
selengkapnya berbunyi, dalam melakukan penuntutan, jaksa dapat melakukan
prapenuntutan.
Prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk memantau perkembangan
penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari
penyidik, petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah
berkas tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.”11
4.1.2.2 Hambatan dari Aparat Penegak Hukum.
Integrated Criminal Justice System menurut Sukarton Marmosudjono,
adalah system peradilan perkara pidana terpadu, yang unsur-unsurnya terdiri dari
persamaan persepsi tentang keadilan dan penyelenggaraan peradilan perkara
pidana secara keseluruhan dan kesatuan. Pelaksanaan peradilan terdiri dari
beberapa komponen seperti penyidikan, penuntutan, pengadilan dan lembaga
pemasyarakatan. Integrated Criminal Justice System adalah suatu usaha untuk
mengintegrasikan semua komponen tersebut sehingga peradilan dapat berjalan
sesuai dengan yang dicita-citakan.
Dalam prakteknya ditemukan bahwa kurangnya penyidik Polri yang
berpendidikan sarjana hukum, sehingga penyidik mengalami kesulitan dalam
menterjemahkan petunjuk-petunjuk dari jaksa penuntut umum yang berlatar
belakang pendidikan hukum. Sehingga berbagai macam hambatan dan kendala
ditemukan oleh penyidik dan jaksa dalam berkoordinasi terhadap berbagai macam
perkara di tahap prapenuntutan.
Sistem peradilan pidana harus merupakan kesatuan terpadu dari usahausaha untuk menangulangi kejahatan yang sesungguhnya terjadi dalam
11
Undang-Undang Kejaksaan No 16 Tahun 2004, Tentang Tugas dan Wewenang Kejaksaan.
44
masyarakat. Apabila kita hanya memakai sebagian ukuran statistik kriminalitas,
maka keberhasilan sistem peradilan pidana akan dinilai berdasarkan jumlah
kejahatan yang sampai alat penegak hukum. Beberapa banyak yang dapat
diselesakan kepolisian, kemudian diajukan oleh kejaksaan ke pengadilan dan
dalam pemeriksaan di pengadilan dinyatakan bersalah dan dihukum. Masih
banyak yang tidak terlihat, tidak dilaporkan mungkin pula tidak diketahui,
misalnya dalam hal kejahatan dimana korbanya tidak dapat ditentukan atau
“crimes without victims” dan karena itu tidak dapat di selesaikan.
Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara RI
menyebutkan bahwa, Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan
negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan
Republik Indonesia Pasal 2 (1) menyenbutkan bahwa, ”Kejaksaan Republik
Indonesia yang selanjutnya dalam Undang-Undang ini disebut kejaksaan adalah
lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan
serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.12
Penegak hukum dapat dibedakan dalam pengertian luas dan pengertian
yang sempit. Arti luas, penegak hukum adalah setiap orang yang mentaati hukum.
Sedangkan dalam arti sempit, terbatas pada orang yang diberi wewenang
memaksa oleh undang-undang untuk menegakkan hukum. Menurut Marjono
Reksodiputro, istilah penegak hukum dalam arti sempit hanya berarti Polisi, tetapi
dapat juga mencakup Jaksa. Sedangkan di Indonesia, pengertian tersebut biasanya
12
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, Tentang
Kejaksaan.
45
diperluas lagi dan meliputi juga para Hakim, dan ada kecenderungan kuat
memasukkan pula dalam pengertian penegak hukum ini adalah para Advokat.13
Hambatan yang terjadi pada aparat penegak hukum dalam penyelesaian
perkara pidana pada tahap prapenuntutan terkait dengan sumber daya manusia
yang rendah seperti dapat terlihat kurang mengertinya penyidik atas petunjuk
yang diberikan jaksa yang Menyulitkan penyidik untuk memenuhinya. Hal
tersebut dikarenakan tingkat pendidikan penyidik yang boleh diblang masig
dibawah jaksa. Belum lagi bila Jaksa punya kepentingan terhadap berkas perkara
sering memberikan petunjuk yang menyimpang dari substansi perkara sehingga
menyebabkan para aparat penegak hukum sangat merasa kesulitan dalam hal
penyelesaian dan pemecahan suatu perkara.14
4.1.2.3 Hambatan Dari Budaya Masyarakat
Faktor penghambat dari budaya hukum itu sendiri yang menghambat
terwujudnya penyelesaian perkara yang cepat, sederhana, dan biaya ringan dari
segi aspek legal kultur adalah budaya masyarakat. Misalnya masyarakat yang
menjadi korban kejahatan (Victim), terkadang sering membuat laporan tindak
pidana tidak didukung dengan bukti permulaan yang cukup. Laporan-laporan
yang demikian akan menyulitkan penegak hukum seperti penyidik maupun Jaksa
untuk menyelesaikannya, dan terkadang sering mendesak perkara untuk cepat
diselesaikan padahal bukti tidak cukup.15
13
HMA. Kuffal, Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, UMM Press, 2007, hlm.176
Wawancara dengan Bapak Andi Nirwansyah, SH, Staf Seksi Penerangan Hukum Kejati
Gorontalo pada tanggal 18 Juli 2013.
15
Wawancara dengan Bapak Mulyadi Abdullah, SH., Kepala Seksi Penerangan Hukum
Kejaksaan Tinggi Gorontalo pada tanggal 18 Juli 2013
14
46
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam tahap
prapenuntutan adalah dengan cara, Sejak dikeluarkannya P-16, Jaksa Penuntut
Umum yang bersangkutan secara aktif membina koordinasi dan kerjasama positif
dengan Penyidik melalui Forum Konsultasi Penyidik Penuntut Umum. Forum
tersebut digunakan secara optimal untuk memberikan bimbingan/arahan kepada
Penyidik, dengan maksud agar kegiatan penyidikan mampu menyajikan segala
data dan fakta yang diperlukan bagi kepentingan penuntutan dan bolak-baliknya
berkas perkara dapat dihindarkan.
47
Download