BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Umum 2.1.1 Perbankan Bank

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Umum
2.1.1 Perbankan
Bank berasal dari bahasa Italia yaitu “Banca” yang berarti tempat pertukaran uang.
Pengertian bank berdasarkan UU Negara Republik Indonesia No. 10/1998 pasal 1 huruf
dua yang mengatur tentang perbankan menjelaskan bahwa pengertian bank adalah Badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari pengertian bank menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 1998 dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu
menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya.
Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank
sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan
menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas jasa yang menarik seperti,
bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat agar lebih senang menabung.
Kegiatan menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat. Sedangkan
jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan utama
tersebut.
Ada beberapa definisi bank yang dikemukakan sesuai dengan tahap perkembangan
bank. Untuk memberikan definisi yang tepat harus memerlukan penjabaran, karena
definisi tentang bank dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Berikut ini dapat
dikemukakan beberapa pendapat tentang pengertian bank, yaitu :
1. Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan
memberikan kredit, baik dengan alat pembayaran sendiri, dengan uang yang
diperolehnya dari orang lain, dengan jalan mengedarkan alat-alat pembayaran baru
berupa uang giral. (Prof G.M. Veryn Stuart Dalam bukunya Bank Poitic).
2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan).
3. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
(Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan).
2.1.2 Jenis – jenis Bank
Jenis Bank berdasarkan Fungsinya
1) Bank Sentral (BI)
Bank Sentral (BI) adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain,
kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang.
2) Bank Umum
Pengertian bank umum menurut Peraturan Bank Indonesia No. 9/7/PBI/2007 adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Jasa yang diberikan oleh bank umum bersifat umum, artinya dapat
memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Bank umum sering disebut bank
komersial (commercial bank).
3) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran. Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan
kegiatan bank umum.
1. Jenis Bank Berdasarkan Kegiatan Oprasionalnya
1) Bank Konvensional
Pengertian kata “konvensional” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah
menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan. Sementara itu, menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah berdasarkan kesepakatan umum seperti adat, kebiasaan,
kelaziman. Berdasarkan pengertian itu, bank konvensional adalah bank yang dalam
operasionalnya menerapkan metode bunga, karena metode bunga sudah ada terlebih
dahulu, menjadi kebiasaan dan telah dipakai secara meluas dibandingkan dengan
metode bagi hasil.
Bank konvensional pada umumnya beroperasi dengan mengeluarkan produk-produk
untuk menyerap dana masyarakat antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan
giro, menyalurkan dana yang telah dihimpun dengan cara mengeluarkan kredit antara
lain kredit investasi, kredit modal kerja, kredit konsumtif, kredit jangka pendek; dan
pelayanan jasa keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter of Credit,
dan jasa-jasa lainnya seperti jual beli surat berharga, bank draft, wali amanat,
penjamin emisi, dan perdagangan efek.
Bank konvensional dapat memperoleh dana dari pihak luar, misalnya dari nasabah
berupa rekening giro, deposit on call, sertifikat deposito, dana transfer, saham, dan
obligasi. Sumber ini merupakan pendapatan bank yang paling besar. Pendapatan bank
tersebut, kemudian dialokasikan untuk cadangan primer, cadangan sekunder,
penyaluran kredit, dan investasi. Bank konvensional contohnya bank umum dan BPR.
Kedua jenis bank tersebut telah kalian pelajari pada subbab sebelumnya.
2) Bank Syariah
Sekarang ini banyak berkembang bank syariah.
Bank syariah muncul di Indonesia pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa pendirian
bank syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada
tanggal 18 – 20 Agustus 1990.
Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan
syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan
transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada
prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar
mungkin.
Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan
yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu pada
prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan
produktivitas.
Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan
bank konvensional.
Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan
nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang
akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan.
Berikut ini prinsip-prinsip yang berlaku pada bank syariah antara lain, sebagai berikut
:
a) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).
b) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah).
c) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah).
d) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah).
e) Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh
pihak lain (ijarah wa iqtina).
Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada
Alquran dan hadis. Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya
dengan bunga tertentu. Bagi bank syariah, bunga bank adalah riba.
2.1.3 Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional
Ismail (2011), menyatakan bahwa ada beberapa karakteristik yang dimiliki oleh bank
syariah sehingga membedakan dengan bank konvensional.
Perbedaan bank syariah
dengan bank konvensional dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan bank syariah dengan bank konvensional
No
1
Bank Syariah
Bank Konvensional
Investasi hanya untuk proyek dan Investasi tidak mempertimbangkan
produk
yang
halal
serta halal atau haram asalkan proyek yang
menguntungkan.
2
dibiayai menguntungkan.
Return yang dibayar atau diterima Return
berasal
dari
pendapatan
bagi
lainnya
hasil
yang dibayar kepada
atau nasabah penyimpan dana dan return
berdasarkan yang diterima dari nasabah pengguna
prinsip syariah.
3
baik
dana berupa bunga.
Perjanjian dibuat dalam bentuk Perjanjian menggunakan hukum positif.
akad sesuai dengan syariat Islam.
4
Orientasi pembiayaan tidak hanya Oriantasi
untuk keuntungan akan tetapi juga
pembiayaan
untuk
memperoleh keuntungan atas dana yang
ialah oriented, yaitu berorientasi dipinjamkan.
pada kesejahteraan masyarakat.
5
Hubungan antara bank dan nasabah Hubungan antara bank dan nasabah
adalah mitra.
6
adalah kreditur dan debitur.
Dewan pengawas terdiri dari BI, Dewan
pengawas
terdiri
dari
BI,
Bapepam, Komisaris, dan Dewan Bapepam, dan Komisaris.
Pengawas Syariah (DPS).
7
Penyelesaian sengketa diupayakan Penyelesaian
diselesaikan
secara
sengketa
melalui
musyawarah pengadilan negeri setempat.
antara bank dan nasabah melalui
peradilan agama.
2.1.4 Perbedaan Bagi Hasil Dengan Bunga
1. Bagi Hasil
a. Besarnya rasio bagi hasil ditentukan diawal akad dengan memperhatikan
kemungkinan untung – rugi.
b. Bagi hasilyang diperoleh berdasarkan pada jumlah keuntungan yang dioperoleh.
c. Besar rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
d. Jumlah bagi hasil berbanding lurus terhadap peningkatan pendapatan bank
e. Bagi hasil atau bonus yang diberikan berasal dari penyaluran dana yang sesuai
dengan prinsip syariah.
2. Bunga
a. Penentuan presentase bungan ditentukan diawal akad dengan berpedoman selalu
untung.
b. Bunga yang diperoleh sesuai dengan presentase bunga yang ditetapkan diawal
akad.
c. Besarnya presentase bengan berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang
diberikan.
d. Jumlah bunga yang diterima nasabah tidak boleh berubah walaupun pendapatan
bank meningkat return yang diberikan dapat tidak sesuai dengan prinsip.
2.2 Teori Khusus
2.2.1 Pengertian Monitoring Pembiayaan
Pengertian monitoring atau pengawasan pembiayaan adalah proses pengamatan pada
seluruh kegiatan organisasi menjamin agar semua pekerjaan yang dilakukan berjalan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapakn semula. Monitoring atau pengawasan
pembiayaan adalah kegiatan manager yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksana
sesuai dengan rencana yang telah ditetapakan dan diatas hasil yang dikehendaki.
2.2.2 Pengertian Pembiayaan
1. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dana kepada pihak
lain selain bank berdasarkan prinsip syariah. Penyaluran dalam bentuk pembiayaan
didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik dana. Pemilik dana percaya
kepada penerima dana, bahwa dana dalam bentuk pembiayaan yang diberikan pasti
akan terbayar.
Menurut undang-undang perbankan No. 10 tahun 1998, pembiayaan adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu dengan imbalan atau
bahi hasil. Didalam perbankan syariah, pembiayaan yang diberikan kepada pihak
pengguna dana berdasarkan pada prinsip syariah. Aturan yang digunakan yaitu sesuai
dengan pihak hokum islam. Menurut Ismail (2011 hal 105-106) pembiayaan pada
intinya berarti I Believe, I Trust (saya percaya atau saya menaruh kepercayaan).
Dengan demikian pengertian pembiayaan adalah:
1) Penyerahan nilai ekonomi sekarang atas kepercayaan dengan harapan
mendapatkan kembali suatu ekonomi yang sama di kemudian hari.
2) Suatu tindakan atas dasar perjanjian yang dalam perjanjian tersebut terdapat jasa
dan balas jasa (prestasi dan kontra prestasi) yang keduanya dipisahkan oleh unsur
waktu.
3) Pembiayaan
adalah
suatu
hak,
dengan
hak
mana
seseorang
dapat
mempergunakannya untuk tujuan tertentu, dalam batas waktu tertentu dan atas
pertimbangan tertentu pula.
2.2.3 Pengertian Pembiayaan Murabahah
Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan Murabahah adalah menjual suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga
yang lebih sebagai laba. Jual beli ini berbeda dengan jual beli musawwamah (tawar
menawar). Murabahah terlaksana antara penjual dan pembeli berdasarkan harga barang,
harga asli pembelian penjual diketahui oleh pembeli dan keuntungan penjual pun
diberitahukan kepada pembeli, sedangkan musawamah adalah transaksi yang terlaksana
antara penjual dengan pembeli dengan suatu harga tanpa melihat harga asli barang.
Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli dan prinsip akad ini mendominasi
pendapatan Bank dari produk-produk yang ada disemua Bank Islam.
Pengertian Murabahah secara lafdzi berasal dari masdar ribh (keuntungan).
Murabahah adalah masdar dari rabaha – yurabihu – murabahatan (memberi
keuntungan). Sedangkan pengertian Murabahah secara istilah adalah sebagai berikut:
1. Murabahah adalah persetujuan jual beli suatu barang dengan harga sebesar harga
pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama dengan pembayaran
yang ditangguhkan 1 bulan sampai 1 tahun.
2. Murabahah adalah jual beli barang dengan harga asal dengan tambahan keuntungan
yang disepakati.
3. Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan
yang disepakati antara pihak Bank dan nasabah.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Murabahah adalah jual beli
barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak Bank
dengan nasabah. Dalam Murabahah, penjual menyebutkan harga pembelian barang
kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan atas laba dalam jumlah tertentu. Pada
perjanjian Murabahah, bank syariah membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh
nasabah dan menjualnya kembali kepada nasabah dengan harga jual sebesar harga pokok
dengan ditambah keuntungan yang disepakati antara bank dengan calon nasabah dan
pembayaran dapat dilakukan dengan cara ditangguhkan. Atau dapat dikatakan sebagai
suatu perjanjian yang disepakati antara BPR Islam dengan nasabah, dimana BPR Islam
menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang
dibutuhkan oleh nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual
Bank (harga beli Bank plus margin keuntungan pada saat jatuh tempo). Dapat dilihat
pada gambar 1
Gambar 1
skema pembiayaan Murabahan
2.2.4 Pembiayaan Bermasalah
Tujuan
utama
bank
menyalurkan
kredit
kepada
debitur
yaitu
debiturdapat
mengembalikan seluruh pinjamannya sesuai dengan jangka waktu yang telah
diperjanjikan dengan memberikan imbalan berupa bunga. Namun demikian, hamper tidak
ada bank yang semua kreditnya lancar. Kredit bermasalah adalah suatu keasadaan dimana
nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada
bank seperti yang diperjanjikan. kredit bermasalah akan berakibat pada kerugian bank,
yaitu kerugian karena tidak diterimanya kembali dana yang telah disalurkan maupun
pendapatan bunga yang tidak dapat diterima. Artinya bank kehilangan kesempatan
mendapat bunga, yang berkaitan pada penurunan pendapatan secara total.
Menurut Muhammad (2011:312) secara umum penggolongan koleltibilitas pembiayaan
dikategorikan menjadi lima macam, yaitu :
1. Lancar atau kolektibilitas 1
Pembiayaan digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok
b. Terdapat tunggakan angsuran pokok tetapi tidak melampaui satu bulan.
2. Kurang lancar atau kolektibilitas 2
Pembiayaan digolongkan kurang lancar apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok yang melampaui satu bulan tetapi belum
melampaui dua bulan.
b. Terdapat tunggakan bagi hasil/profit margin.
3. Diragukan
Pembiayaan digolongkan diragukan apabila pembiayaan yang bersangkutan tidak
memenuhi kreteria lancar dan kurang lancar, akan tetapi pembiayaan masih dapat
diselamatkan dan anggunannya sekurang kurangnya 75% dari total pembiayaan.
4. Perhatian khusus atau kolektibilitas
5. Macet
Pembiayaan digolongkan maet apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Tidak memenuhi kriteria lancar dan kurang lancar dan diragukan.
b. Memenuhi kriteria diragukan tersebut tetapi jangka waktu 21 bulan sejak
digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha penyelamatan.
2.2.5 Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah
1. Faktor intern bank
Beberapa factor penyebab kredit bermasalah yang bersal dari bank antara lain :
a. Analisis yang dilakukan oleh pejabat bank kurang tepat, sehingga tidak dapat
memprediksi apa yang akan terjadi dalam kurun waktu selama jangka waktu
kredit.
b. Adanya kolusi antara pejabat bank yang menangani kredit dan nasabah, sehingga
bank memutuskan kredit yang tidak seharusnya diberikan.
c. Keterbatasan pengetahuan pejabat bank terhadap jenis usaha debitur, sehingga
tidak dapat melakukan analisis kredit dengan tepat dan akurat.
d. Campur tangan terlalu besar dari pihak terkait, misalnya komisaris, direktur bank
sehingga petugas bank tidak independen dalam memutuskan pembiayaan.
e. Kelemahan dalam melakuakan pembinaan dan monitoring pembiayaan.
2. Faktor ekstern bank
Beberapa faktor ekstern yang dapat menyebabkan pembiayaan bermasalah antara lain
:
a. Debitur dengan sengaja tidak melakukan pembayaran angsuran kepada bank,
karena nasabah tidak memiliki kemauan dalam memenuhi kewajibannya.
b. Debitur melakukan ekspansi terlalu besar, sehingga dana yang dibutuhkan terlalu
besar. Hal ini akan memiliki dampak terhadap keuangan perusahaan dalam
memenuhi kebutuhan modal kerja.
c. Penyelewengan yang dilakukan nasabah dengan menggunakan dana kredit
tersebut tidak sesuai dengan tujuan penggunaan (side streaning). Misalnya dalam
pengajuan kredit, disebutkan kredit digunakan untuk modal kerja.
d. Adaanya unsur ketidak sengajaan, misalnya bencana alam, ketidak stabilan
perekonomian negara sehingga inflasi tinggi.
2.2.6 Prinsip Dasar Perbankan
Ada lima prinsip dasar perbankan syariah, yaitu:
a. Mudharabah
Prinsip mudharabah yaitu perjanjian antara dua pihak dimana pihak pertama sebagai
pemilik dana/sahibul mal dan pihak kedua sebagai pengelola dana/mudharib untuk
mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas
keuntungan yang akan diperoleh sedangkan kerugian yang timbul adalah risiko pemilik
dana sepanjang tidak terdapat bukti bahwa mudharib melakukan kecurangan atau
tindakan yang tidak amanah (misconduct). Berdasarkan kewenangan yang diberikan
kepada mudharib maka mudharabah dibedakan menjadi mudharabah mutlaqah dimana
mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menentukan pilihan investasi yang
dikehendaki, sedangkan jenis yang lain adalah mudharabah muqayyaddah dimana
arahan investasi ditentukan oleh pemilik dana sedangkan mudharib bertindak sebagai
pelaksana/pengelola.
b. Musyarakah
Prinsip musyarakah yaitu perjanjian antara pihak-pihak untuk menyertakan modal
dalam suatu kegiatan ekonomi dengan pembagian keuntungan atau kerugian sesuai
nisbah yang disepakati Musyarakah
dapat bersifat tetap atau bersifat temporer
dengan penurunan secara periodik atau sekaligus diakhir masa proyek.
c. Wadiah
Prinsip Wadiah adalah titipan dimana pihak pertama menitipkan dana atau benda
kepada pihak kedua selaku penerima titipan dengan konsekuensi titipan tersebut
sewaktu-waktu dapat diambil kembali, dimana penitip dapat dikenakan biaya
penitipan. Berdasarkan kewenangan yang diberikan maka wadiah dibedakan menjadi
waadiah yadhamanah yang berarti penerima titipan berhak menggunakan dana atau
barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk
memberikan imbalan kepada penitip dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil
setiap saat diperlukan, sedang disisi lain wadiah amanah tidak memberikan
kewenangan kepada penerima titipan untuk mendayagunakan barang atau dana yang
dititipkan.
a. Prinsip Jual Beli (Al Buyu’) yaitu terdiri dari:
1. Murabahah
Murabahah yaitu akad jual beli antara dua belah pihak dimana pembeli dan penjual
menyepakati harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos pembelian dan
keuntungan dari penjual. Murabahah dapat dilakukan secara tunai bisa juga secara
bayar tangguh atau bayar dengan angsuran.
2. Salam
Salam yaitu pembelian barang dengan pembayaran dimuka dan barang diserahkan
kemudian.
3. Ishtisna’
Ishtisna’ yaitu pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk
pembuatannya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan dimuka
sekaligus atau secara bertahap.
b. Jasa-jasa terdiri dari:
1. Ijarah
Ijarah yaitu kegiatan penyewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan sewa, bila
terdapat kesepakatan pengalihan pemilikan pada akhir masa sewa disebut ijarah
mumtahiya bi tamlik (sama dengan operating leas). Wakalah yaitu pihak pertama
memberikan kuasa kepada pihak kedua (sebagai wakil) untuk urusan tertentu dimana
pihak kedua mendapat imbalan berupa fee atau komisi.
2. Salam
Salam yaitu pembelian barang dengan pembayaran dimuka dan barang diserahkan
kemudian.
3. Ishtisna’
Ishtisna’ yaitu pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk
pembuatannya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan dimuka
sekaligus atau secara bertahap.
4. Kafalah
Kafalah yaitu pihak pertama bersedia menjadi penanggung atas kegiatan yang
dilakukan oleh pihak kedua sepanjang sesuai dengan yang diperjanjikan dimana pihak
pertama menerima imbalan berupa fee atau komisi (garansi).
c. Macam-macam produk tabungan BRI Syariah, antara lain:
1. Tabungan Faedah BRI Syariah iB (Fasilitas Serba Mudah)
Tabungan Faedah BRI Syariah iB merupakan produk simpanan dengan prinsiptitipan
yang diperuntukkan bagi nasabah yang menginginkan kemudahan serta kenyamanan
dalam transaksi keuangan. Manfaat memiliki Tabungan Faedah yakni, ketenangan serta
kenyamanan yang penuh nilai kebaikan serta lebih berkah karena pengelolaan dana
sesuai prinsip syariah.
2. Tabungan Haji BRISyariah iB
Manfaat dari tabungan haji ini adalah Ketenangan, kenyamanan serta lebih berkah dalam
penyempurnaan ibadah karena pengelolaan dana sesuai syariah.
3. Tabungan Impian BRI Syariah iB
Tabungan Impian BRISyariah iB adalah tabungan berjangka dari BRISyariah dengan
prinsip bagi hasil yang dirancang untuk mewujudkan impian Anda dengan terencana.
Tabungan Impian BRI Syariah iB memberikan ketenangan serta kenyamanan yang
penuh nilai kebaikan serta lebih berkah karena pengelolaan dana sesuai syariah serta
dilindungi asuransi.
4. Deposito BRISyariah iB
Deposito BRISyariah iB adalah produk investasi berjangka kepada Deposan dalam
mata uang tertentu. Keuntungan yang diberikan adalah dana dikelola dengan prinsip
syariah sehingga shahibul maal tidak perlu kawatir akan pengelolaan dana. Fasilitas
yang diberikan berupa ARO (Automatic Roll Over) dan Bilyet Deposito.
5. Giro BRI Syariah iB
Giro BRI Syariah iB merupakan simpanan untuk kemudahan berbisnis dengan pengelolaan
dana berdasarkan prinsip titipan (wadi’ah yad dhamanah) yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan Cek/Bilyet Giro. Keuntungan dan fasilitas yang diberikan
berupa Online real time di seluruh kantor BRI Syariah dan laporan dana berupa rekening
koran setiap bulannya. Persyaratan yang diberikan oleh produk ini adalah setoran awal
Rp2.500.000,- (Perorangan) dan Rp5.000.000,- (Perusahaan), Biaya saldo minimal
Rp20.000,-, serta Saldo mengendap minimal Rp500.000,-.
2.2.7 Analisis pembiayaan
Adapun analisis pembiayaan menurut Ismail (2011 hal. 120-130) antara lain, sebagai berikut :
a. Character
Menggabarkan watak dan kepribadian calon nasabah. Bank perlu melakukan analisa
terhadap karakter calon nasabah dengantujuan untuk mengetahui bahwa calon nasabah
mempunyai keinginan untuk memenuhi kewajiban membayar kembali pembiayaan yang
telah diterima hingga lunas.
b. Capacity
Analisis terhadap capacity ini ditunjukan untuk mengetahui kemampuan keuangan calon
nasabah dalam memenuhi kewajibannya sesuai jangka waktu pembiayaan. Bank perlu
mengetahui dengan pasti kemampuan keuangan calon nasabah dalam memenuhi
kewajibannya setelah setelah bank memberikan pembiayaan.
c. Capital
Capital atau modal yang diperlukan disertakan dalam objek pembiayaan perlu dilakukan
analisa yang lebih mendalam. Modal merupakan jumlah dana yang dimiliki oleh calon
nasabah atau jumlah dana yang akan disertakan dalam proyek yang dibiayai.
d. Colleteral
Merupakan agunan yang diberikan oleh calon nasabah atas pembiayaan yang diajukan.
Agunan merupakan sumber pembiayaan kedua. Dalam hal nasabah tidak dapat membeya
angsurannya, maka bank syariah dapat melakukan penjualan terhadap agunan.
e. Condition of economy
Merupakan analisa terhadap kondisi perekonomian. Bank perlu mempertimbangkan sector
usaha calon nasabah dikaitkan dengan kondisi ekonomi. Bank perlu melakukan analisis
dampak kondisi ekonomi terhadap usaha calon nasbah dimasa yang akan dating, untuk
mengetahui pengaruh kondisi ekonomi terhadap usaha calon nasabah.
2.2.8 Pedoman Pemberian Monitoring Pembiayaan yang diterapkan di PT Bank BRI Syariah
Adapun pedoman pemberian monitoring terhadap nasabah yang mengalami pembiayaan
bermasalah yang diterapkan dalam PT. Bank BRI Syariah KCP Bandar Jaya, anatara lain
sebagai berikut :
a. Apabila nasabah terlambat dalam melakukan pembayaran angsuran yang sudah tiba
pada waktu jatuh tempo.
b. Nasabah sulit untuk ditemui jika pihak bank dating kerumah untuk mengambil
angsuran yang telah jatuh tempo.
c. Apabila persediyaan barang dalam usaha nasabah yang semakin berkurang, dan tidak
ada barang baru untuk persediyaan penjualan yang akan diperjualkan dikemudian
hari.
d. Nasabah yang sudah terlambat membayar angsuran selama 90 hari, maka nasabah
harus diberikan surat peringatan (SP) I, II, dan III.
Apabila nasabah sudah tidak ada kemampuan dalam membayar pembiayaan maka pihak
bank wajib menjual agunan yang diperjanjikan oleh nasabah, penjualan agunan dapat
dilakukan dengan cara suka rela ataupun dilakukan penjualan agunan dengan pihak
lelang.
2.2.9 OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)
1. Pengertin Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan baik di sektor perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan
non-bank seperti Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan lainnya.
Secara lebih lengkap, OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan
pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor
21
tersebut.
Tugas pengawasan industri keuangan non-bank dan pasar modal secara resmi
beralih dari Kementerian Keuangan dan Bapepam-LK ke OJK pada 31 Desember
2012. Sedangkan pengawasan di sektor perbankan beralih ke OJK pada 31 Desember
2013 dan Lembaga Keuangan Mikro pada 2015.
2. Nilai-nilai Otoritas Jasa Keuangan
a. Integritas
Integritas adalah bertindak objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik
dan kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen.
b. Profesionalisme
Profesionalisme adalah Bekerja dengan penuh tanggung jawab berdasarkan
kompetensi yang tinggi untuk mencapai kinerja terbaik.
c. Sinergi
Sinergi adalah berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik internal
maupun eksternal secara produktif dan berkualitas.
d. Inklusif
Inklusif adalah terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan serta
memperluas kesempatan dan akses masyarakat terhadap industri keuangan.
e. Visioner
Visioner adalah memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat kedepan
(Forward Looking) serta dapat berpikir di luar kebiasaan (Out of The Box
Thinking).
3. Tujuan Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan:
a. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
b. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan
stabil, dan
c. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
4. Tugas dan Wewenang
a. Tugas
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan

Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, dan

Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya
b. Wewenang
Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang:

Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini

Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan

Menetapkan peraturan dan keputusan OJK

Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan

Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK

Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu

Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter
pada Lembaga Jasa Keuangan

Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban, dan

Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
c. Wewenang II
Untuk melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai wewenang:

Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan

Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutif

Melakukan
pengawasan,
pemeriksaan,
penyidikan,
perlindungan
Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku,
dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan

Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau
pihak tertentu

Melakukan penunjukan pengelola statuter

Menetapkan penggunaan pengelola statuter

Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan, dan

Memberikan dan/atau mencabut:
1. Izin usaha
2. Izin orang perseoranga
3. Nefektifnya pernyataan pendaftaran
4. Surat tanda terdaftar
5. Persetujuan melakukan kegiatan usaha
6. Pengesahan
7. Persetujuan atau penetapan pembubaran, dan
Penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan.
Download