11 TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem pantai yang memiliki produktivitas tinggi.Ekosistem ini berupa formasi hijau yang kompleks dan dinamis dengan penyebaran yang terbatas hanya pada daerah tropik dan subtropik.Hutan mangrove berkembang di daerah intertidal seperti di daerah pantai yang terlindung, lingkungan estuaria dan delta.Oleh karena itu ekosistem ini sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut dengan fluktuasi lingkungan yang lebar.Selain itu hutan mangrove dikenal juga sensitif terhadap pengaruh eksternal karena sifatnya yang terbuka terhadap bahan dan energi yang masuk atau keluar (Chapman, 1977). Jenis vegetasi mangrove mempunyai bentuk khusus yang menyebabkan mereka dapat hidup di perairan yang dangkal yaitu mempunyai akar yang pendek, menyebar luas dengan akar penyangga atau tudung akarnya yang khas tumbuh dari batang dan atau dahan.Akar-akar dangkal sering memanjang yang disebut “pneumatofor” ke permukaan substrat yang memungkinkan mereka mendapatkan oksigen dalam lumpur yang anoksik dimana pohon-pohon ini tumbuh.Daundaunnya kuat dan mengandung banyak air dan mempunyai jaringan internal penyimpan air dan konsentrasi garamnya tinggi. Beberapa jenis tumbuhan mangrove mempunyai kelenjar garam yang menolong menjaga keseimbangan osmotik dengan mengeluarkan garam (Nybakken,1988). 12 Dalam hal struktur, mangrove di Indonesia lebih bervariasi bila dibandingkan dengan negara lainnya. Dapat ditemukan mulai dari tegakan Avicennia marina dengan ketinggian 1-2 meter pada pantai yang tergenang air laut, hingga tegakan campuran Bruguiera-Rhizophora-Ceriops dengan ketinggian lebih dari 30 meter (misalnya, di Sulawesi Selatan). Di daerah pantai yang terbuka, dapat ditemukan Sonneratia alba dan Avicennia alba, sementara itu di sepanjang sungai yang memiliki kadar salinitas yang lebih rendah umunya ditemukan Nypa fruticans.Umumnya tegakan mangrove jarang ditemukan yang rendah kecuali mangrove anakan dan beberapa jenis semak seperti Acanthus ilicifolius dan Acrostichum aureum (Noor dkk, 2006). Formasi hutan mangrove terdiri atas empat gugus utama, yaitu Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, dan Bruguiera. Hutan mangrove alami membentuk zonasi tertentu. Bagian luar didominasi Avicennia, Sonneratia, dan Rhizophora, bagian tengah Bruguiera gymnorhiza, bagian ketiga Xylocarpus, dan Heritiera, bagian dalam Bruguiera cylindrica, Scyphiphora hydrophyllacea, dan Lumnitzera, sedangkan bagian transisi didominasi Cerbera manghas. Pada perbatasan hutan mangrove dengan rawa air tawar tumbuh Nypa fruticans. Pada masa kini pola zonasi tersebut jarang ditemukan karena tingginya laju konversi habitat mangrove menjadi tambak, penebangan hutan, sedimentasi/reklamasi, dan pencemaran lingkungan. Mangrove berkembang baik pada daerah pesisir yang terlindung dari gelombang yang kuat yang dapat menghempaskan anakan mangrove. Daerah yang dimaksud dapat berupa laguna, teluk, estuaria, delta, dan lain- lain. Beberapa ahli ekologi mangrove berpendapat bahwa faktor-faktor lingkungan yang paling 13 berperan dalam pertumbuhan mangrove adalah tipe tanah, salinitas, drainase dan arus yang semuanya diakibatkan oleh kombinasi pengaruh dari fenomena pasang surut dan ketinggian tempat dari rata-rata muka laut. Jenis dan Penyebaran Mangrove Hutan mangrove merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik dan sub tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin (Nybakken, 1992). Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga: Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus yang termasuk ke dalam 8 famili. Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas. Namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan dominan yang termasuk ke dalam empat famili: Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera, Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus) (Bengen, 2001). Walsh (1974) mencoba menjelaskan perbedaan pengembangan komunitas mangrove di dunia dengan membedakan lima persyaratan mendasar bagi mangrove untuk tumbuh, yaitu: 1) suhu tropik, 2) daratan alluvial, 3) pantai yang tidak bergelombang besar, 4) salinitas, dan 5) tingkat pasang surut air laut. Kelima faktor lingkungan tersebut mempengaruhi pembentukan dan luasan 14 mangrove, komposisi jenis, zonasi, karakteristik struktural lanilla, dan fungsi ekosistem itu sendiri. Jenis-jenis tumbuhan di hutan bakau bereaksi berbeda terhadap variasivariasi lingkungan fisik, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bias sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya. Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi atau bahkan dominan pecahan karang, di pantaipantai yang berdekatan dengan terumbu karang (Wales, 2010). Menurut Suryono (2013), pembagian zonasi pertumbuhan sering dibagi berdasarkan daerah penggerangan dan jenis tumbuhan yang tumbuh pada daerah tersebut. Misalnya menurut daerah yang tergenang diklasifikasikan dalam 3 zonasi yaitu: 1. Zona proksimal adalah zona yang dekat dengan laut atau zona terdepan. Pada daerah ini biasanya ditemukan jenis-jenis Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, dan Sonneratia alba. 2.Zona middle adalah zona yang terletak diantara laut dan darat atau zona pertengahan. Biasanya ditemukan jenis-jenis: Sonneratia caseolaris, Bruguiera gymnorhiza, Avecennia marina, Avecennia officinalis dan Ceriops tagal. 3. Zona distal adalah zona yang terjauh dari laut atau terbelakang. Pada daerah ini biasa ditemukan jenis-jenis Heriteria littoralis, Pongamia sp, Xylocarpus sp, Pandanus sp, dan Hibiscus tiliaceus. 15 Deskripsi Bruguiera cylindrica Bruguiera cylindrica sering disebut dengan nama lokal: burus, lindur, tanjung sukim, tanjang. Adapun taksonomi dari Bruguiera cylindrica adalah sebagai berikut: Kingdom : Tumbuhan Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales Famili : Rhizophoraceae Genus : Bruguiera Spesies : Bruguiera cylindrica(L.) Lamk. Menurut Aston (1988); Backer dan Backer dan Bakhuizen v.d Brink (1963); Chapman (1976) dalam Sudarmadji (2004) perawakan B.cylindricamerupakantumbuhan yang mengelompok dalam jumlah besar, biasanya pada tanah liat di belakang zonaAvicennia, atau di bagian tengah vegetasi mangrove kearah laut. B.cylindricamemiliki kemampuan untuk tumbuh pada tanah/substrat yang baru terbentuk dan tidak cocok untuk jenis lainnya. Kemampuan tumbuhnyapada tanah liat membuat pohon jenis ini sangat bergantung kepada akar nafas untuk memperoleh pasokan oksigen yang cukup, dan oleh karena itu sangat responsif terhadap penggenangan yang berkepanjangan. Memiliki buah yang ringan dan mengapung sehinggga penyebarannya dapat dibantu oleh arus air, tapi pertumbuhannya lambat. 16 Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Pohon selalu hijau, berakar lutut dan akar papan yang melebar ke samping di bagian pangkal pohon, ketinggian pohon kadang-kadang mencapai 23 meter. Kulit kayu abu-abu, relative halus dan memiliki sejumlah lentisel kecil.Pada bagian permukaan atas daun hijau cerah sedangkan pada bagian bawahnya hijau agak kekuningan. Bunga jenis ini muncul di ujung tandan dan mengelompok, sisi luar bunga bagian bawah biasanya memiliki rambut putih.Propagulnya berbentuk silindris memanjang, sering juga berbentuk kurva, warna hijau didekat pangkal buah dan hijau keunguan di bagian ujung. Bentuk bunga dan proapagul B. cylindrica dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Bunga dan propagul B. cylindrica Kayu dari B. cylindrica dapat digunakan sebagai bahan kontruksi. Jenis ini biasa digunakan sebagai kayu bakar dan dapat dikonversi menjadi arang.Nelayan tidak menggunakan untuk menangkap ikan karena kayunya mengeluarkan bau yang menyebabkan ikan tidak mau mendekat.Dalam hal pengobatan tradisional, kulit buah digunakan untuk menghentikan pendarahan, dan daunnya dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Serta, pada daerah tertentu propagulnya dapat dijadikan sayuran. Teknik Pembibitan Tanaman Mangrove 17 Penanaman mangrove sebaiknya dilakukan pada saat air laut surut agar memudahkan dalam penanaman dan dapat dilihat jarak antar tanaman apakah seragam atau tidak. Untuk mengetahui kondisi pasang surut air laut ini, beberapa hari sebelum penanaman perlu diamati waktu dan lama pasang surut.Waktu penanaman ini sebaiknya didiskusikan dan disepakati bersama dengan masyarakat karena merekalah yang lebih menguasai kondisi setempat. Kesesuaian jenis tanaman dengan lingkungannya perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi tingkat keberhasilan penanaman. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk kesesuaian jenis ini adalah salinitas, frekuensi penggenangan, tekstur tanah (kandungan pasir dan lumpur), dan kekuatan ombak dan angin (Kusmana dan Onrizal, 1998). Berdasarkan pengalaman di lapangan, penyiapan bibit mangrove sebaiknya menggunakan benih yang berasal dari buah yang telah masak. Secara umum, teknik pembibitan semua jenis mangrove relatif sama. Sebelum melakukan kegiatan pembibitan, pengenalan bagian-bagian buah bakau harus dilakukan terlebih dahulu. Benih sebaiknya dipilih yang sudah matang, pemanenan buah dapat dilakukan dengan cara memanjat atau menggunakan tongkat galah berpengait. Selain itu, buah juga bisa diperoleh dengan mengambilbuah yang telah jatuh dengan sendirinya dibawah pohon induk. Buah yang dipilihsebaiknya sehat, tidak terserang oleh hama dan penyakit, serta belum berdaun. Ciri-ciri buah bakau yang telah matang leher kotiledon berwarna kekuningan.Untuk mendapatkan benih yang bersih maka sebaiknya dilakukan pencucian (Wibisono dkk, 2006). Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang 18 ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit.Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki kelembaban dan kecepatan angin yang berbeda.Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara (Mukhlis, 2007). Pada lokasi penanaman berlumpur lembek atau dalam, sekitar sepertiga dari panjang buah/benih (R. apiculata dan B.cylindrica) ditancapkan kedalam lumpur secara tegak dengan bakal kecambah menghadap keatas.Pada lokasi penanaman berlumpur agak keras, terlebih dahulu dibuat lubang baru buah/ benih dimasukkan kedalam lubang secara tegak.Setelah itu lubang ditutup kembali dengan tangan sehingga benih dapat berdiri tegak dengan baik.Apabila ingin memasang ajir sebagai tanda adanya tanaman baru, maka ajir ditanam disamping buah atau benih.Untuk melindungi buah agar tidak hanyut terbawa ombak, sebaiknya buah diikatkan ada ajir (Suryono, 2013). Salah satu faktor yang menentukan mutu benih adalah tingkat kemasakan.Benih mencapai vigor maksimum pada saat masak fisiologis. Benih yang dipanen setelah tercapainya masak fisiologis memiliki vigor yang relatif lebih tinggi sehingga akan menghasilkan tanaman yang lebih vigor dan memiliki daya simpan lebih lama.Vigor benih maksimum dan berat kering benih maksimum merupakan sebagian dari ciri-ciri tercapainya masak fisiologis. Benih yang telah masak fisiologis telah mempunyai cadangan makanan sempurna sehingga dapat menunjang pertumbuhan kecambah.Tingkat kemasakan benih dapat dicirikan dari tingkat kemasakan buahnya.Pemeraman sering digunakan untuk meningkatkan laju pematangan buah tertentu, Pemanenan sebelum masak 19 fisiologis diikuti dengan pemeraman diharapkan dapat menghasilkan benih dengan viabilitas dan vigor yang tinggi seperti benih yang diperoleh dari buah yang dipanen saat masak fisiologis di pohon (Kartasapoetra, 1994). Peranan Fungi Hutan Mangrove Fungi merupakan satu di antara berbagai kelompok mikroorganisme yang memainkan peran sangat penting dalam proses dekomposisi serasah bahan-bahan tumbuhan. Selain fungi, kelompok mikroorganisme dan organisme lain seperti bakteri, cacing, kepiting dan lain-lain, serta faktor lingkungan juga ikut mengambil bagian dalam proses dekomposisi serasah tersebut. Fungi memainkan peran penting dalam ekosistem mangrove terutama dalam hubungannya dengan bakteri untuk mempercepat dekomposisi serasah daun (Fell dkk, 1975). Jamur (fungi) memiliki peran yang menguntungkan dan merugikan. Peran menguntungkannya adalah sebagai berikut: 1. Berperan sangat penting dalam siklus materi terutama siklus karbon, yang berperan bagi kelangsungan hidup seluruh organisme. 2. Sebagai dekomposer kedua kelompok tersebut dapat menguraikan sisa-sisa tumbuhan, bangkai hewan dan bahan bahan organik lainnya dan hasil penguraianya dikembalikan ke tanah sehingga dapat menyuburkan tanah. 3. Fungi saprofit bersama dengan protozoa dan bakteri saprofit merupakan organisme yang dapat menguraikan sampah. Selain memiliki peran yang menguntungkan, jamur (fungi) juga memiliki peran yang merugikan, seperti: 20 1. Fungi dapat berperan sebagai agen penyebab penyakit. Fungi pada umumnya lebih sering menyebabkan penyakit pada tumbuhan dibanding pada hewan atau manusia. 2. Fungi dapat menghasilkan racun, racun yang dihasilkan beberapa fungi seperti Amanita phalloides, A. muscaria, maupun A. flavus (menghasilkan aflatoksin) yang dapat mengurangi perkecambahan benih, persentase hidup bibit dan kualitas nutrisi benih. Selain itu, aflatoksin sangat berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan penyakit kronis seperti kanker dan bahkan kematian. Trichoderma merupakan salah satu fungi yang dapat dijadikan agen biokontrol karena bersifat antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukan toksin seperti antibiotik.Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat pathogen.Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan menggunakan fungi Trichoderma.Trichoderma sp. Menghasilkan enzim kitinase yang data membunuh atogen sehingga fungi ini sangat cocok digunakan dalam mengelola lahan bekas pertambangan untuk kembali melestarikannya (Tjandrawati, 2003). Jamur Trichoderma sp memiliki kelebihan seperti mudah diisolasi, dikembangkan, mudah ditemukan di areal pertanaman, dapat tumbuh secara cepat pada berbagai substrat, memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas. Jamur Trichoderma mempunyai kemampuan untuk meningkatkankecepatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama kemampuannya untuk menyebabkan produksi perakaran sehat dan meningkatkan angka kedalaman akar 21 (lebih dalam di bawah permukaan tanah).Akar yang lebih dalam ini menyebabkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan (Mulyanti, 2006). Cendawan merupakan salah satu penyebab utama dari kerusakan benih. Cendawan dapat berupa patogen atau saprofit, diantaranya adalah cendawan Aspergillus sp. dan Fusarium sp. Cendawan ini dapat bertahan pada benih dalam kondisi dingin atau kering. Cendawan Aspergillus sp. adalah salah satu jenis cendawan gudang yang banyak menginfeksi benih pada waktu penyimpanan (Justice dan Bass, 2002). Pengaruh infeksi cendawan tentunya akan berbeda tergantung pada jenis dan umur atau tahapan perkembangan tanaman mulai dari bibit sampai tanaman dewasa. Hal ini disebabkan karena tingkat ketahanan secara individual terhadap cendawan dipengaruhi oleh genotip, tingkat perkembangan dan lingkungan serta interaksi antara faktor-faktor tersebut (Schmidt, 2000).