TINJAUAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENGEMIS PENYANDANG KUSTA DI KOTA MEDAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Universitas Sumatera Utara Diajukan Oleh : CHAIRI FIRNANDA 110902038 DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DIPERTAHANKAN OLEH: Nama : Chairi Firnanda Nim : 110902038 Judul : Tinjauan Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang Kusta di Kota Medan Medan, PEMBIMBING (Hairani Siregar, S.Sos, M.SP) NIP. 19710927 1998012 001 KETUA DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL (Hairani Siregar, S.Sos, M.SP) NIP. 19710927 1998012 001 DEKAN FISIP USU (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP. 19680525 1992031 002 i September 2015 UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE ABSTRACT REVIEW OF SOCIAL WELFARE BEGGARSWITHLEPROSYINTHE CITY OF MEDAN (Thesis consist of 6 chapters, 108pages, 6 tables, 21 libraries and 9 appendix) The state is responsible for the welfare of all its citizens. Government as the highest authority is entitled to regulate and manage their own household. As stated inthe Constitution of the Republic Indonesia Year 1945 which mandates that the state is obliged to protect all the people of Indonesia and the entire country of Indonesia, promote the general welfare, the intellectual life of the nation in order to achieve social justice for all Indonesian people. Ideals of national development is to improvethe welfare of the whole community. Indonesiais one of the welfare state (walfare state) in which countries adopt a constitutional system concerned with the welfare of society. This research is classified into type of descriptive research with qualitative approach that aims to know social welfare beggar swith leprosy in the city of Medan. Informants in this research is divided into two kinds, primary informants and additional informants, primary informants in this research were two people with leprosy beggars and two additional informants consisting of neighbors primary informants. Methods of data collection is conducted in-depth interviews and direct observation in the field. The results showed social welfare indicators seen from the main informants consisting of material needs, spiritual needs, and social. Meterial needs in the form of in adequate food, clothing needs are not met, the needs of the home or place of residence are met, unmet needs rest, medication needs are not met. Spiritual needs are not met in the form of education, worship and spiritual cleansing needs can be met, entertainment needs are not met. Social needs between individuals goes well, individual interaction with the family is not going well. Social interaction between groups of persons with leprosy with community groups can work well. Key Word : Beggars, Social Welfare, Leprosy. ii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL ABSTRAK TINJAUAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENGEMIS PENYANDANG KUSTA DI KOTA MEDAN (Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 108 halaman, 6 tabel, 21 kepustakaan dan 9 lampiran) Negara bertanggung jawab atas kesejahteraan setiap rakyatnya. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi berhak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa negara berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Cita-cita pembangunan nasional adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Indonesia merupakan salah satu negara kesejahteraan (walfare state) dimana negara menganut sistem ketatanegaraan yang mementingkan kesejahteraan masyarakatnya. Tipe penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk megetahui kesejahteraan sosial pengemis penyandang kusta di Kota Medan. Informan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua macam, yaitu informan utama dan informan tambahan, informan utama dalam penelitian ini adalah 2 orang pengemis penyandang kusta dan 2 orang informan tambahan yaitu tetangga informan utama. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara mendalam dan observasi. Hasil penelitian menunjukan kesejahteraan sosial informan utama dilihat dari indikator yang terdiri dari kebutuhan material, kebutuhan spiritual, dan sosialnya. Kebutuhan meterial yang berupa makanan tidak mencukupi, kebutuhan pakaian tidak terpenuhi, kebutuhan rumah atau tempat tinggal terpenuhi, kebutuhan istirahat terpenuhi, kebutuhan obat-obatan tidak terpenuhi. Kebutuhan Spiritual berupa pendidikan tidak terpenuhi, kebutuhan beribadah dan siraman rohani dapat terpenuhi, kebutuhan hiburan tidak terpenuhi. Kebutuhan Sosial antara individu dengan individu berjalan baik, interaksi individu dengan keluarga tidak berjalan baik. Interaksi sosial antara kelompok penyandang kusta dengan kelompok masyarakat dapat berjalan dengan baik. Kata Kunci : Pengemis, Kesejahteraan Sosial, Kusta iii KATA PENGANTAR Puji dan syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas rahmat dan karunia ALLAH SWT yang telah memberikan kekuatan mental, pikiran dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skirpsi ini dengan baik yang berjudul “Tinjauan Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang Kusta Di Kota Medan”. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam menempuh Ujian Komprehensif untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Selama penyusunan skripsi ini penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan kelemahan sehingga mengurangi kesempurnaannya, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman penulis. Maka dengan segala kerendahan hati penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa yang akan datang. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini dan secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, dan sekaligus sebagai dosen pembimbing yang iv meluangkan waktunya untuk membimbing penulis, serta memberikan dukungan yang .luar biasa dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen, Pegawai dan Staff Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan, bimbingan dan jasa-jasanya hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan. 4. Kepada yang teristimewah dan tercinta kedua orang tua penulis Bapak Suriyono dan Mama Teti Alfiani S.ST, yang tak pernah berhenti mendoakan dan mendukung penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. 5. Kepada abang Sandi Afrizal Rinaldi S.Kom beserta istri kakak Triwicahaya Ningsih Am.Keb yang terus mendukung, serta menghibur penulis saat penulis sedang merasa tertekan dan pusing dalam proses penyusunan skripsi hingga ke tahap penyelesian. 6. Kepada adikku Diah Indah Arizka yang juga banyak berusaha memotivasi penulis melalui komentar-komentar yang cukup pedas, namun juga sering membuat penulis terhibur dengan candaan dan kegilaan-kegilaan bersamanya sehingga membuat penulis tertawa lepas yang cukup membuat segala beban penulis menjadi berkurang. 7. Kepada Suci Anggraeni yang telah banyak memberikan motivasi untuk menjadi lebih baik lagi. Semoga selalu diberikan semangat dan kemudahan-kemudahan dalam menyelesaikan gelar Sarjana Pendidikan di UNIMED. v 8. Kepada sahabatku di Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial Eka Khaparistia S.Sos yang telah banyak memotivasi, sering memaksa penulis untuk segera mengerjakan skripsi. Indah Simanjuntak, Heny Sidabutar dan Feby yang bersedia meluangkan waktu untuk membantu dan memberi masukan-masukan dalam penyusunan skripsi ini. 9. Kepada M. Fikri Arifi yang telah berjuang bersama dan terima kasih untuk kerelaannya berbagi kasur untuk beristirahat di kamar kos pada masa-masa perkuliahan. 10. Kepada sahabatku Arif Wibowo yang selalu semangatin dengan caranya sendiri. Makasih banyak karna dari SMA dulu dan sampai sekarang ini masih setia nyempatin waktu untuk dengarkan cerita dan segala macem unek-unek dalam hati, udah sering bantu dalam banyak hal, makasih banyak karena udah banyak bantu aku untuk mencapai titik ini. Semoga Allah balas lebih dari itu, dan selamat atas diterimanya menjadi anggota TNI angkatan darat. 11. Terima kasih buat anak ragilnya Ibu Marwiyah, adikku Tri Aprilia Anjani yang selalu mendoakan dan sering menghibur dengan caranya sendiri, semoga selalu diberikan semangat serta kemudahan dalam menyelesaikan gelar sarjana pendidikannya di UMSU.Kepada Balqis Husna Rizki yang sering nyempatkan waktunya untuk memberikan masukan-masukan pada masalah tertentu. Semoga selalu diberikan kemudahan-kemudahan dalam meraih gelar Sarjana Pendidikan di UNIMED. 12. Kepada Vindy Prananda, Eko Syahputra, Sausan Faras, Sofia Azmi Nasution, sahabat kampus yang paling sering bikin ketawa lepas. Halim, vi Dina Rizky, M. Iqbal, Fajar Hasibuan, Haikal, Cindy, Elvana, Sumihar Lia, Ronni, Revor, Amel dan Kepada Almarhum M. Nur Ajie yang sudah banyak memberikan banyak nasihat untuk perkuliahan sampai nasihat hidup. Agusman Harefa teman seperjuangan saat menghadapi segala urusan sidang meja hijau. Nonivili dan Herawati yang telah banyak membantu mempersiapkan keperluan sidang. 13. Kepada seluruh teman-teman Program Ilmu Kesejahteraan Sosial angkatan tahun 2011 yang telah berjuang bersama-sama dimasa perkuliahan dulu. Terima kasi buat kerja sama selama ini. 14. Kepada Sahabat-sahabat F2_INBPUR yang saling mendukung untuk studi dan segala kegiatan masing-masing dari kita, terkhusus untuk Pari Ardian dan Ulfa Fujianti S.Pdi karena sering meminjamkan alat-alat yang mendukung penulis dan masukan saran sampai selesai perkuliahan. 15. Kepada Ibu Zuraidah, kak Debby dan seluruh staff yang telah banyak membantu dalam administrasi di Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU. 16. Kepada kawan-kawan Panitia Temu Ramah 2012 HMI Komisariat FISIP USU, terima kasih buat dukungan kalian 17. Kepada orang-orang yang tidak tersebutkan namanya yang sudah mendukung dan membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini, saya ucapkan terima kasih, semoga Allah membalas kebaikan yang anda perbuat untuk saya. vii DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................. i ABSTRACT ............................................................................................ ii ABSTRAK .............................................................................................. iii KATA PENGANTAR ........................................................................... iv DAFTAR ISI ........................................................................................... viii DAFTAR BAGAN ................................................................................. xi DAFTAR TABEL .................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 9 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 9 1.3.1 Tujuan Penelitian ...................................................................... 9 1.3.2 Manfaat Penelitian .................................................................... 9 1.4 Sistematika Penelitian ......................................................................... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesejahteraan Sosial ........................................................................... 11 2.1.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial ............................................... 11 2.1.2 Tujuan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial ........................ 15 2.1.3 Usaha Kesejahteraan Sosial ..................................................... 16 2.1.4 Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial .......................................... 17 viii 2.1.5 Pelayanan Sosial ....................................................................... 18 2.2 Interaksi Sosial .................................................................................... 19 2.2.1 Pengertian Interaksi Sosial ........................................................ 19 2.2.2 Macam-macam Interaksi Sosial ................................................ 20 2.2.3 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial ................................................. 21 2.2.4 Syarat-syarat Interaksi Sosial ................................................... 23 2.3 Kebutuhan Hidup ............................................................................... 24 2.4 Pengemis ............................................................................................. 26 2.4.1 Pengertian Pengemis ................................................................. 26 2.4.2 Kriteria Pengemis ..................................................................... 27 2.5 Penyakit .............................................................................................. 27 2.6 Penyakit Kusta ................................................................................... 28 2.6.1 Ciri-ciri Penyakit Kusta ............................................................ 29 2.6.2 Faktor-faktor Penularan Penyakit Kusta ................................... 30 2.7 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 31 2.8 Defenisi Konsep dan Ruang Lingkup Penelitian .............................. 33 2.8.1 Defenisi Konsep ....................................................................... 33 2.8.2 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................... 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian .................................................................................... 36 3.2 Lokasi Penelitian ................................................................................. 36 3.3 Informan Penelitian ............................................................................ 37 3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 38 3.5 Teknik Analisis Data .......................................................................... 39 ix 3.6 Penyajian Data .................................................................................... 39 BAB IVDESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kota Medan ......................................................... 41 4.1.1 Sejarah Singkat Kota Medan .................................................. 41 4.1.2 Kota Medan Secara Geografis ............................................... 43 4.1.3 Kota Medan Secara Demografis ............................................ 45 4.1.4 Kota Medan Secara Sosial ..................................................... 47 4.1.5 Kota Medan Secara Kultural ................................................. 49 4.1.6 Keadaan Perekonomian ......................................................... 50 4.1.7 Pariwisata ............................................................................... 52 4.1.8 Transportasi ............................................................................ 53 4.1.9 Lokasi Penyandang Kusta Melakukan Kegiatan Mengemis.. 56 BAB V ANALISIS DATA 5.1 Informan Utama ............................................................................... 57 5.1.1 Informan Utama I ................................................................. 57 5.1.2 Informan Utama 2 .................................................................. 73 5.2 Informan Tambahan ......................................................................... 85 5.2.1 Informan Tambahan I ............................................................ 85 5.2.2 Informan Tambahan 2 ........................................................... 89 5.3 Analisis Data ................................................................................... 93 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ...................................................................................... 103 6.2 Saran ................................................................................................ 105 Daftar Pustaka x Daftar Bagan Bagan Alur Pikiran....................................................................................... 32 xi DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Luas Lahan Peruntukan Kota Medan .................................... 44 Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kota Medan Menurut Usia dan Jenis Kelamin ................................................................................................ 46 Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Usia Sekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ........................................................................ 47 Tabel 4.4 Jumlah Tempat Ibadah Di Kota Medan ................................ 48 Tabel 4.5 Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta di Kota Medan ............ Tabel 4.6 Jumlah Sarana Kesehatan Negeri dan Swasta Kota Medan ... 49 xii 48 LAMPIRAN 1. Surat Keterangan Dosen Pembimbing 2. Lembar Daftar Hadir Seminar Proposal 3. Lembar Kegiatan Bimbingan Penulisan Skripsi 4. Surat Permohonan Izin Penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 5. Surat Balasan Izin Rekomendasi Penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara 6. Surat Balasan Izin Rekomendasi Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Sumatera Utara 7. Surat Balasan Izin Rekomendasi Penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan 8. Surat Balasan Izin Penelitian Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan 9. Daftar Pertanyaan Pedoman Wawancara xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara bertanggung jawab atas kesejahteraan setiap rakyatnya. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi berhak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Sebagaimana yang tercantum dalam UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa negara berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Cita-cita pembangunan nasional adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Pemerataan pembangunan adalah salah satu trilogi pembangunan yang menjadi komitmen retorik pemerintah. Pembangunan nasional mencakup upaya peningkatan semua segi kehidupan bangsa, dapat berupa pembangunan aspek fisik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan kemanan, dan dapat pula berupa pembangunan ideologi. Seiring bergantinya pemimpin, bermacam-macam pula kebijakan dan program yang dilakukan dalam mengupayakan peningkatan kesejahteraan rakyatnya. Berbagai kebijakan pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan diarahkan kedalam bentuk peningkatan kesejahteraan penduduk miskin. Upaya untuk mengurangi jumlah penduduk miskin didorong oleh berbagai kebijakan lintas sektor mengarah pada penciptaan kesempatan usaha bagi masyarakat miskin, pemberdayaan masyarakat miskin, peningkatan kemampuan masyarakat 1 miskin, serta pemberian perlindungan sosial bagi masyarakat miskin (Setiadi, 2011:821). Indonesia merupakan salah satu negara kesejahteraan (walfare state) dimana negara menganut sistem ketatanegaraan yang mementingkan kesejahteraan masyarakatnya. Upaya pemenuhan kesejahteraan sosial telah menjadi perhatian nasional. Diasumsikan bahwa kemajuan bangsa ataupun keberhasilan pemerintah tidak lagi dilihat dari sekedar meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari keberhasilan dari pembangunan nasional. Tujuan dari negara kesejahteraan bukan untuk menghilangkan perbedaan dalam ekonomi masyarakat, tetapi memperkecil kesenjangan ekonomi dan semaksimal mungkin menghilangkan kemiskinan dalam masyarakat. Kesenjangan yang lebar antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin dalam suatu negara tidak hanya menunjukkan kegagalan negara tersebut di dalam mengelola keadilan sosial, tetapi kemiskinan yang akut dengan perbedaan penguasaan ekonomi yang mencolok akan menimbulkan dampak buruk dalam segala segi kehidupan masyarakat. Penanganan terhadap para penyandang masalah kesejahteraan sosial pun menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan, seperti penanganan masalah kemiskinan, kecacatan, keterlantaran, ketunaan sosial maupun korban bencana alam dan sosial. Kemajuan pembangunan ekonomi tidak akan ada artinya jika kelompok rentan penyandang masalah sosial di atas tidak dapat terlayani dengan baik. Rendahnya kualitas kesehatan masyarakat juga erat kaitannya dengan rendahnya tingkat pendidikan dan kemiskinan. Rendahnya tingkat 2 kesehatan akan berimbas pada tingginya angka kematian khususnya anak-anak usia balita. Masyarakat rentan sekali dengan berbagai penyakit seperti kolera, diare, TBC, malaria, demam berdarah, flu burung, penyakit kelamin dan juga berbagai penyakit menular lainnya seperti kusta. Masyarakat miskin tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi standar kesehatan anggota keluarganya. Hal ini dapat dilihat dari makanan sehari-hari yang kurang memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh, dan dapat dilihat dari rendahnya kesadaran akan arti pentingnya perawatan kesehatan, baik kesehatan diri dan lingkungannya. Sehat dalam pengertian atau kondisi mempunyai batasan yang berbeda-beda. Secara awam sehat dapat diartikan keadaan seseorang yang dalam kondisi tidak sakit, tidak ada keluhan, dapat menjalankan kegiatan sehari-hari, dan sebagainya. Menurut batasan ilmiah, sehat atau kesehatan telah dirumuskan dalam undang-undang kesehatan No.23 Tahun 1992 sebagai berikut: “ keadaan sempurna baik fisik, mental, dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, serta produktif secara ekonomi dan sosial. Hal ini berarti kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental dan sosial saja, tetapi juga di ukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi (Notoatmodjo, 2005:2). Upaya kesehatan dilakukan dalam bentuk kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Hal ini berarti, bahwa dalam rangka mewujudkan derajad kesehatan ini, baik kesehatan individu, kelompok, masyarakat harus diupayakan. Upaya mewujudkan kesehatan ini dilakukan individu, kelompok, masyarakat, baik secara melembaga oleh 3 pemerintah, ataupun swadaya masyarakat (LSM). Upaya mewujudkan kesehatan tersebut dapat dilihat dari dua aspek, yaitu pemeliharaan kesehatan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan mencakup dua aspek yaitu, kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilatif (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit atau cacat). Sedangkan peningkatan kesehatan mencakup dua aspek yakni preventif (pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan) itu sendiri. Kesehatan itu perlu ditingkatkan karena kesehatan seseorang itu relatif dan mempunyai bentangan yang luas dan harus selalu diupayakan sampai ke tingkat kesehatan yang optimal (Notoatmodjo, 2005:4). Tahun 2013 Kementerian Kesehatan RI mencatat 16.825 kasus kusta baru, dengan angka kecacatan 6,82 per 1.000.000 penduduk. Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dunia dengan kasus baru kusta terbanyak setelah India (134.752 kasus) dan Brasil (33.303 kasus). Sementara untuk tahun 2014 sejauh ini ada 8.526 kasus baru. Provinsi Jawa Timur merupakan kantong utama penyakit kusta. Jumlah penderita penyakit usta absolut sebanyak 4.807 orang menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi dengan penderita penyakit kusta tertinggi di Indonesia. Kantongnya berada di wilayah Madura, Pantura, dan Tapal Kuda (http://www.depkes.go.id/article/view/15012300020/hari-kusta-sedunia- 2015-hilangkan-stigma-kusta-bisa-sembuh-tuntas.html diakses pada tanggal 26 Mei 2015 Pukul 23.00). Sumatera Utara terdapat empat Unit Pelaksana Teknis Rumah Sakit Kusta (UPT RSK), yakni UPT RSK Sicanang, Lau Simomo, Hutasalem dan UPT RSK Belidan. Tahun 2014 Jumlah penderita kusta sudah berkurang, yang sedang diopname di UPT RSK Sicanang sebanyak 12 orang dan 696 berstatus mantan 4 pengidap. Begitu juga di RSK Lau Simomo dan Hutasalem, terdapat sebanyak 35 orang sedang diopname dan 344 orang mantan pengidap. (http://regional.kompas.com/read/2013/04/09/21255967/Cegah.Pasien.Kusta.Men gemis..Dinkes.Usulkan.Rp.4.Miliar diakses pada tanggal 27 Mei 2015 pukul 16.00 WIB). Tahun 2015 penyandang kusta di Sumatera Utara sebanyak 940 orang , yang tersebar di Sicanang Belawan 345 orang, Belidahan Sergai 265 orang, Lau Simomo Karo 165 orang, dan Hutasalem Balige 155 orang. (http://karakternews.com/nusantara/nusantara/940-penderita-kusta-di-sumaterautara-tak-terdaftar-bpjs diakses pada tanggal 27 Mei 2015 pukul 21.05). Kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. UndangUndang No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, bahwa penyandang cacat merupakanbagian dari masyarakat Indonesia yang mempunyai kedudukan, hak, kewajibandan peran yang sama dengan masyarakat Indonesia lainnya di segala aspek kehidupan dan penghidupan. Mewujudkan kesamaan kedudukan, hak, kewajiban dan peran penyandang cacat diperlukan sarana dan upaya yang lebih memadai, terpadu dan berkesinambungan yang pada akhirnya akan menciptakan kemandirian dankesejahteraan penyandang cacat. Kecacatan yang tampak pada tubuh penderita kusta seringkali tampak menyeramkan bagi sebagian besar masyarakat sehingga menyebabkan perasaan jijik, bahkan ada yang ketakutan secara berlebihan terhadap kusta atau dinamakan leprophobia. Penyandang disabilitas menghadapi berbagai keterbatasan akses atas pendidikan, layanan kesehatan, kesempatan kerja dan pelatihan serta partisipasi 5 dalam politik dan kehidupan sosial. Hambatan – hambatan pada partisipasi yang setara termasuk stigma dan diskriminasi, kurangnya layanan kesehatan dan layanan rehabilitasi yang memadai, transportasi dan bangunan serta informasi dan teknologi komunikasi yang tidak dapat diakses. Akibatnya, penyandang disabilitas mengalami kondisi kesehatan yang lebih buruk, kesempatan ekonomi yang lebih sedikit dan tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang bukan penyandang disabilitas. Penderita kusta telah menyelesaikan rangkaian pengobatannya, dinyatakan sembuh dan tidak menular, status predikat penyandang kusta tetap dilekatkan pada dirinya seumur hidup. Inilah yang seringkali menjadi dasar permasalahan psikologis para penyandang kusta. Rasa kecewa, takut, malu, tidak percaya diri, merasa tidak berguna, hingga kekhawatiran akan dikucilkan (self stigma). Hal ini diperkuat dengan opini masyarakat (stigma) yang menyebabkan penderita kusta dan keluarganya dijauhi bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Survei di lima Kabupaten di Indonesia (Kab. Subang, Malang, Gresik, Gowa, dan Bone) pada tahun 2007 memotret diskriminasi yang dialami penderita kusta baik di lingkungan keluarga, maupun di sarana dan pelayanan publik, seperti dipisahkan dari pasangan (diceraikan), dikeluarkan atau tidak diterima di pekerjaan, ditolak di sekolah, restoran, tempat ibadah, pelayanan kesehatan dan fasilitas umum lainnya. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah memberikan perhatian khusus kepada penderita penyakit kusta dengan menempatkan mereka di Rumah Sakit Kusta Sicanang Belawan. Namun pasca penutupan Rumah Sakit Kusta tersebut, maka pelayanan terhadap pasien ataupun mantan penyandang kusta telah dialihkan kepada Dinas Sosial Sumatera Utara. Hidup berstatus penyandang kusta 6 membuat mereka harus hidup terisolir dari masyarakat lainnya. Meskipun telah dinyatakan sembuh secara medis, namun status penyandang kusta tetap melekat pada diri mereka, masyarakat juga tidak bisa menerima kehadiran para penyandang kusta untuk saling hidup berdampingan dan berinteraksi, sehingga para penyandang kusta kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Penyandang kusta telah mendapatkan bantuan dari pemerintah, namun sejak awal tahun 2014 mereka tidak lagi mendapatkan bantuan dari pemerintah Sumatera Utara, sebagai upaya untuk bertahan hidup, dengan ketidakberdayaannya mereka berinisiatif untuk mengemis dan memohon belas kasihan dari para pengguna jalan dipersimpangan Jalan Gagak Hitam Ring Road Kecamatan Medan Sunggal. Kehadiran para pengemis penyandang kusta dipersimpangan jalan untuk meminta-minta bantuan tentunya menambah masalah baru bagi pemerintah, karena masalah pengemis-pengemis lain juga masih belum tuntas ditangani oleh pemerintah. Pengemis juga dianggap merusak keindahan kota, selain itu kehadiran pengemis penyandang kusta juga dianggap mengganggu kenyamanan para pengguna jalan. Perubahan yang akan dilakukan terhadap masyarakat sekurang-kurangnya dapat dilakukan melalui metode intervensi mikro ataupun intervensi makro. Intervensi mikro memusatkan perhatian pada upaya perubahan pada tingkat individu, keluarga dan kelompok kecil. Sedangkan intervensi makro lebih memusatkan perhatian pada perubahan masyarakat, baik yang bersifat lokal, regional maupun internasional. Perubahan yang dilakukan dalam intervensi makro maupun mikro ditujukan terutama pada manusia sebagai salah satu sumber 7 utama dalam pembangunan ( karena dalam pembangunan di Indonesia dikenal adanya 2 unsur utama, yaitu sumber daya alam dan sumber daya manusia). Oleh karena itu, dalam upaya mengoptimalkan pembangunan yang akan dan sedang dilaksanakan, pengenalan akan akan hakekat manusia tentunya mempunyai sumbangan tersendiri, paling tidak akan dapat menambah wawasan ketika akan menerapkan suatu program pada masyarakat (Adi, 2003:29-30). Mengenai hakekat manusia dalam pembangunan yang diuraikan secara singkat diharapkan akan membantu para pelaku perubahan (change agent) agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam mengembangkan masyarakat Indonesia, karena disadari bahwa intervensi yang akan diterapkan selayaknya mengarah ke arah tercapainya tujuan ideal pembangunan tersebut, meskipun dimakumi pula bahwa hampir tidak mungkin untuk mencapai sesuatu yang sangat ideal, tetapi paling tidak pembangunan yang dilakukan dapat mendekati tipe ideal yang diinginkan (Adi, 2003:38). Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk meneliti Bagaimana Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang Kusta di Kota Medan. Maka penulis menyusun penelitian ini dalam suatu karya ilmiah dengan judul “ Tinjauan Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang Kusta di Kota Medan “. 8 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang Kusta Di Kota Medan ?“. 1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang Kusta di Kota Medan. `1.3.2 Manfaat Penelitian Adapun peneliti mengharapkan dari hasil penelitian ini adalah agar dapat diketahui Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang Kusta Di Kota Medan. 1.4 Sistematika Penelitian Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat peneltian, serta sistematika penelitian. BAB II : TINJAUAN PUSAKA Bab Ini Berisikan Uraian Dan Konsep Yang Berkaitan Dengan Masalah Dan Objek Yang Diteliti, Kerangka Pemikiran, Defenisi Konsep, Ruang Lingkup Penelitian. BAB III : METODE PENELITIAN 9 Bab Ini Berisikan Tipe Penelitian, Lokasi Penelitian, Informan, Teknik Pengumpulan Data, Serta Teknik Analisa Data. Penyajian Data BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya Ilmiah ini. BAB V : ANALISIS DATA Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisanya. BAB VI : PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran atas penelitian yang dilakukan. Bab ini juga memberikan kritik dan saran dalam rangka proses membangun kearah yang lebih baik lagi untuk semua objek yang terkait. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesejahteraan Sosial 2.1.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan Sosial banyak dikemukakan oleh para ahli dan lembaga yang memperhatikan banyaknya masalah sosial yang timbul dalam masyarakat. Adapun para ahli atau lembaga yang memberikan pengertian kesejahteraan sosial adalah sebagai berikut : a. Walter A. Fridlander mendefenisikan Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari usaha-usaha dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standart hidup dan kesehatan yang memuaskan serta untuk mencapai relasi perseorangan dan mengembangkan sosial yang dapat kemampuan-kemampuannya memungkinkan secara penuh mereka untuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat (Fauzik, 2007: 119). Defenisi diatas menjelaskan bahwa: Pertama Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem atau “organized system” yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial. Kedua, Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang,pangan,papan,kesehatan dan relasi-relasi sosial dengan lingkungannya. Ketiga tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara, meningkatkan kemampuan individu baik dalam memecahkan 11 masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya.Kesejahteraan sosial sebagai lembaga yang memberikan pelayanan pertolongan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan kesehatan, standar kehidupannya dan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial baik pribadi maupun kelompok dimana kebutuhan keluarga dan kebutuhan masyarakat terpenuhi. b. Secara yuridis konsepsional, pengertian kesejahteraan sosial termuat dalam Undang-undang No.11 Tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial, pasal1 ayat 1 adalah sebagai berikut : “Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya” (Adi, 2013: 23). Mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut dilaksanakan berbagai upaya, program dan kegiatan tersebut “Usaha Kesejahteraan Sosial” baik yang dilaksanakan pemerintah maupun masyarakat. Undang-undang No.11 Tahun 2009 bagian II pasal 25 juga menjelaskan secara tegas tugas serta tanggung jawab pemerintah dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial yang meliputi : 1) Merumuskan kebijakan dan program penyelenggaraan kesejahteraan sosial 2) Menyediakan akses penyelenggaraan kesejahteraan sosial 3) Melaksanakan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 12 4) Memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial 5) Mendorong dan memfasilitasi masyarakat serta dunia usaha dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya 6) Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber 7) Menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi, dan sertifikasi pelayanan kesejahteraan sosial 8) Melaksanakan analisis dan audit dampak sosial terhadap kebijakan dan aktivitas pembangunan 9) Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian kesejahteraan sosial 10) Melakukan pembinaan dan pengawasan serta pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan kesejahteraan sosial; 11) Mengembangkan jaringan kerja dan koordinasi lintas pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial tingkat nasional dan internasional dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial; 12) Memelihara taman makam pahlawan dan makam pahlawan nasional; 13) Melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial. 14) Mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam anggaran pendapatan dan belanja negara. c. Menurut James Midgley dalam Kesejahteraan sosial sebagai kondisi dalam suatu masyarakat. Kesejahteraan sosial adalah “suatu keadaan atau kondisi kehidupan manusia yang tercipta ketika berbagai permasalahan sosial dapat 13 dikelola dengan baik, ketika kebutuhan manusia dapat terpenuhi dan ketika kesempatan sosial dapat dimaksimalisasikan. (Adi,2013 : 23) d. Menurut Alfred J.Khan Kesejahteraan sosial terdiri dari program-program yang tersedia selain yang tercakup dalam kriteria pasar untuk menjamin suatu tindakan kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan kesejahteraan, dengan tujuan meningkatkan derajat kehidupan komunal dan berfungsinya individual, agar dapat mudah menggunakan pelayanan-pelayanan maupun lembaga-lembaga yang ada pada umumnya serta membantu mereka yang mengalami kesulitan dan dalam pemenuhan kebutuhan mereka (Fauzik, 2007:106-107). e. Menurut Harold L. Wilensky dan Charles N. Lebeaux Kesejahteraan sosial adalah suatu sistem yang terorganisir dari usaha-usaha pelayanan sosial dan lembaga-lembaga sosial, untuk membantu individu-individu dan kelompok dalam mencapai tingkat hidup serta kesehatan yang memuaskan. Maksudnya agar individu dan relasi-relasi sosialnya memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan kemampuankemampuannya serta meningkatkan atau menyempurnakan kesejahteraan sebagai manusia sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Fauzik, 2007:118). f. Arthur Dunham mendefenisikan kesejahteraan sosial sebagai kegiatankegiatan terorganisir dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan didalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan dan hubungan-hubungan sosial (Fauzik, 2007:117). 14 g. Menurut PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), Kesejahteraan adalah suatu kondisi atau keadaan sejahtera baik fisik, mental maupun sosial, dan tidak hanya perbaikan-perbaikan penyakit sosial tertentu saja. Kemudian pengertian ini disempurnakan menjadi suatu kegiatan terorganisir dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka. 2.1.2 Tujuan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Undang-Undang No 11 Tahun 2009 pasal 3 bahwa tujuan penyelenggara kesejahateraan sosial sebagai berikut : a. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas dan kelangsungan hidup b. Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian c. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial d. Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggung jawab sosial dunia usaha dalam penyelenggara kesejahetraan sosial e. Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggara kesejahteraan Penjelasan yang pertama adalah tercukupinya kebutuhan dasar dalam menjalankan kelangsungan hidup seperti, sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan hak untuk berpartisipasi dilingkungan masyarakat. Penjelasan yang kedua adalah mengembalikan keberfungsian sosialnya di dalam masyarakat, dimana sebelumnya mempunyai masalah sosial. Penjelasan yang ketiga adalah menjaga dan mempertahankan kesejahteraan sosialnya pada saat mempunyai permasalahan dan masalah tersebut bisa dicegah dan ditangani. Penjelasan yang keempat adalah meningkatkan pengetahuan dan peduli kepada orang-orang yang 15 mempunyai masalah sosial untuk ditangani. Penjelasan yang kelima adalah meningkatkan kualitas terlaksananya kesejahteraan bagi setiap masyarakat yang mempunyai masalah sosial. 2.1.3 Usaha Kesejahteraan Sosial Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.6 Tahun 1974, Usaha- Usaha Kesejahteraan sosial adalah semua upaya, program, dan kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan dan mengembangkan kesejahteraan sosial. Usaha kesejahteraan sosial mengacu pada program, pelayanan, dan berbagai kegiatan yang secara konkret berusaha menjawab kebutuhan ataupun masalah-masalah yang dihadapi anggota masyarakat. Usaha kesejahteraan sosial dapat diarahkan pada individu, keluarga, kelompok atau komunitas. Beberapa contoh dari Usaha kesehjateraan sosial yang searah dengan tujuan pembangunan ekonomi adalah: a. Beberapa tipe unit usaha kesejahteraan sosial yang secara langsung memberikan sumbangan terhadap peningkatan produktifitas individu, kelompok ataupun masyarakat contohnya adalah pelayanan konseling pada generasi muda dan lain-lain. b. Jenis usaha kesejahteraan sosial yang berupaya untuk mencegah atau meminimalisir hambatan (beban) yang dapat dihadapi oleh para pekerja ( yang masih produktif). c. Jenis usaha kesejahteraan sosial yang memfokuskan pada pencegahan dampak negatif urbanisasi dan industrialisasi pada kehidupan keluarga dan masyarakat atau membantu mereka agar dapat mengidentifikasi dan mengembangkan 16 “pemimpin” dari suatu komunitas lokal. Beberapa karakteristik usaha kesejahteraan sosial yaitu : 1. Menanggapi kebutuhan manusia. 2. Usaha kesejahteraan sosial diorganisir guna menanggapi kompleksitas masyarakat perkotaan yang modern. 3. Kesejahteraan sosial mengarah ke spesialisasi, sehingga lembaga kesejahteraan sosialnya juga menjadi tersepesialisasi. 4. Usaha kesejahteraan sosial menjadi sangat luas. 2.1.4 Fungsi-Fungsi Kesejahteraan Sosial Fungsi-fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi tekanan-tekanan yang diakibatkan terjadinya perubahan-perubahan sosio-ekonomi, mengindarkan terjadinya konsekuensi-konsekuensi sosial negative akbibat pembangunan serta menciptakan kondisi-kondisi yang mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan sosial memiliki fungsifungsi antara lain ialah (Fahrudin, 2012:12-13). : 1. Fungsi Pencegahan (Preventive) Kesejahteraan sosial ditujukan untuk memperkuat individu, keluarga, dan masyarakat supaya terhindar dari masalah-masalah sosial baru. 2. Fungsi Penyembuhan (Curative) Kesejahteraan sosial ditujukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi ketidakmampuan fisik,emosional, dan sosial agar orang yang mengalami masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar dalam masyarakat. Dalam fungsi ini mencakup juga fungsi pemulihan (rehabilitasi). 3. Fungsi Pengembangan (Development) 17 Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung maupun tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan tatanan dan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat. 4. Fungsi Penunjang (Supportive) Fungsi ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu mencapai tujuan sektor atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang lain. 2.1.5 Pelayanan Sosial Kesejahteraan sosial mencakup pelayanan-pelayanan sosial yang terdapat di masyarakat sebagai upaya atau tindakan dalam membantu mengatasi permasalahan-permasalahan agar terjalin sebuah keberfungsian sosial (social functioning) seseorang baik secara individu maupun kelompok. Pelayanan sosial menurut Huraerah (2011: 45) adalah: “Kegiatan yang terorganisasi yang ditujukan untuk membantu warga negara yang mengalami permasalahan sebagai akibat ketidakmampuan keluarga melaksanakan fungsi-fungsinya. Kegiatan ini antara lain berupa pelayanan sosial bagi anak (termasuk balita dan remaja) serta lanjut usia terlantar atau mengalami berbagai bentuk kecacatan”. Pelayanan Sosial adalah konteks kelembagaan yang sebagai terdiri atas program-program yang disediakan bedasarkan kriteria selain kriteria pasar untuk menjamin tingkatan dasar dari penyediaan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan, untuk meningkatkan kehidupan masyarakat dan keberfungsian individual, untuk memudahkan akses pada pelayanan-pelayanan dan lembagalembaga pada umumnya, dan untuk membantu mereka yang berada dalam kesulitan dan kebutuhan. 18 Pelayanan sosial dapat dicapai dengan cara yang bersifat informasi, bimbingan dan pertolongan dapat dicapai dengan cara yang bersifat informasi, bimbingan dan pertolongan melalui berbagai bentuk kegiatan yang berkenaan dengan pemecahan masalahnya. Pelayanan sosial merupakan wujud aktifitas pekerja sosial dalam praktik profesionalnya. Pelayanan sosial merupakan jawaban terhadap tuntutan kebutuhan dan masalah yang dialami masyrakat sebagai akibat perubahan yang dialami masyrakat itu sendiri. Dengan demikian bidang-bidang pelayanan sosial akan tergantung bagaimana Pekerja Soial memandang dan mengidentifikasikan masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Jika cakupan maslah sosial telah mengalami perluasan dari masalah sosial-ekonomi kepada masalah sosial-psikologis, maka cakupan pelayanan sosial juga harus demikian. 2.2 Interaksi Sosial 2.2.1 Pengertian Interaksi Sosial Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang berkaitan dengan hubungan antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, antara kelompok dengan kelompok sosial yang lain. Interaksi sosial terjadi ketika dua orang individu bertemu dengan saling menyapa, berjabat tangan, bercandaria atau mungkin berkelahi (Philipus, 2004:22).“Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok” (Maryati, 2003:22). Menurut Gillin interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompokkelompok manusia, maupun orang perorangan dengan kelompok manusia. 19 Interaksi dapat terjadi apabila komunikasi terjalin dengan baik.Jika dua orang bertemu, interaksi sosial di mulai pada saat itu, mereka menegur, berjabat tangan, saling berbicara, bahkan mungkinn berkelahi. Walaupun orang-orang yang bertemu muka tersebut tidak saling menukar tanda-tanda, interaksi sosial telah terjadi, oleh karena masing-masing sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang-orang yang bersangkutan. Kesemuanya itu menimbulkan kesan di dalam pikiran seseorang, yang kemudian menentukan tindakan apa yang akan dilakukannya. Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi antara kelompok tersebut sebagai kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggotaanggotanya. 2.2.2 Macam-macam Bentuk Interaksi Sosial Menurut Maryati dan Suryawati (2003:23) interaksi sosial dibagi menjadi tiga macam, yaitu : 1. Interaksi Antara Individu dengan Individu Ketika dua orang bertemu, saling menegur, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Saling bertemu muka tanpa berbicara pun juga disebut dengan interaksi sosial antara individu. Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya (bermusuhan). 2. Interaksi Antara Individu Dengan Kelompok 20 Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam – macam sesuai situasi dan kondisinya. 3. Interaksi Antara Kelompok Dengan Kelompok Interaksi sosial kelompok dengan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi. 2.2.3 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial Gillin dan Gillin dalam Philipus dan Nurul Aini (2004:23-28) mengadakan penggolongan yang luas tentang bentuk-bentuk interaksi sosial. Menurut mereka dua macam proses yang timbul akibat adanya interaksi sosial yaitu : 1. Proses Asosiatif (Processes of association) a. Kerja sama (Coorperation) Kerja sama terjadi dalam kelompok masyarakat manapun di dunia ini. Masyarakat itu sendiri terbentuk karena adanya keinginan dari individu-individu untuk bekerja sama. Begitu pentingnya kerja sama dalam kehidupan masyarakat, sehingga banyak orang menganggap kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang penting dan utama. Walaupun pada kenyataannya kita tidak dapat menghindari adanya suasana pertentangan atau konflik dalam masyarakat b. Akomodasi Akomodasi adalah suatu proses yang menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk menyelesaikan suatu pertentangan, yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. c. Asimilasi 21 Suatu usaha-usaha yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok untuk mengurangi perbedaan antara mereka.Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang- perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan prosesproses mental dengan memerhatikan kepentingan dan tujuan bersama. d. Akulturasi Akulturasi adalah proses sosial yang timbul, apabila suatu kelompok masyarakat manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur – unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga lambat laun unsur – unsur kebudayaan asing itu diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari kebudayaan itu sendiri. 2. Proses Disasosiatif (Oppositional Process) a. Persaingan Persaingan adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompokkelompok manusia bersaing mencari keuntungan melalui bidang kehidupan yang menjadi perhatian umum. b. Kontravensi Kontravensi merupakan suatu proses yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi terutama ditandai oleh gejala-gejala ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan, baik dalam bentuk sesuatu yang disembunyikan, 22 maupun kebencian atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. Dalam bentuk murni konversi merupakan kebencian terhadap seseorang atau kelompok orang walau tidak sampai pada sikap pertentangan atau pertikaian. c. Pertentangan Pertentangan terjadi karena menyadari adanya perbedaan-perbedaan tertentu antara suatu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lain. Perbedaan itu meliputi perbedaan ciri-ciri badaniah,emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola perilaku, perbedaan dalam tingka ekonomi, perbedaan agama, dan perbedaan lainnya. 2.2.4 Syarat – syarat Interaksi Sosial Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok. Dua Syarat terjadinya interaksi sosial : 1. Adanya kontak sosial (social contact), yang dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu antarindividu, antarindividu dengan kelompok, antarelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung maupun tidak langsung. 2. Adanya Komunikasi, yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan-perassaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. 23 2.3 Kebutuhan Hidup Berdasarkan pengertian kesejahteraan sosial, dapat diketahui bahwa manusia membutuhkan kebutuhan hidup sehari-hari. Menurut Rusdiarti dan Kusmuriyanto (2012:3-6) kebutuhan tersebut mempunyai tingkatan-tingkatan, yakni : 1. Kebutuhan Berdasarkan Intensitasnya a. Kebutuhan Primer Primer berarti pertama atau utama. Kebutuhan primer adalah kebutuhan pertama atau utama yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Contohnya : kebutuhan akan makan, minum, pakaian, perumahan serta kesehatan. b. Kebutuhan sekunder Kebuthuan sekunder adalah jenis kebutuhan yang diperlukan setelah semua kebutuhan pokok primer telah semuanya terpenuhi dengan baik. Kebutuhan sekunder sifatnya menunjang kebutuhan primer. Misalnya seperti makanan yang bergizi, pendidikan yang baik, pakaian yang baik, perumahan yang baik dan sebagainya yang belum masuk kedalam kategori mewah. c. Kebutuhan Tersier / Mewah / Lux Kebutuhan tersier adalah kebutuhan manusia yang sifatnya mewah, tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan primer dan sekunder. Contohnya adalah mobil, antena parabola, ipad iphone, komputer, apartemen, liburan keluar negeri, dan apartemen. 24 2. Kebutuhan Berdasarkan Sifat a. Kebutuhan Jasmani Kebutuhan jasmani adalah kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani atau fisik. Kebutuhan tersebut ditujukan agar badan tetap sehat dan bugar. Contohnya seperti makanan, minuman, pakaian, sandal, serta istirahat yang teratur, dan lain sebagainya. b. Kebutuhan Rohani Kebutuhan rohani adalah kebutuhan yang berhubungan dengan kesehatan jiwa. Contohnya seperti : siraman rohani, beribadah, menikmati hiburan, bersosialisasi, pendidikan, rekreasi, hiburan dan lain-lain. 3. Kebutuhan Berdasarkan Waktu a. Kebutuhan Sekarang Kebutuhan sekarang adalah kebutuhan yang pemenuhannya tidak bisa ditunda-tunda lagi/kebutuhan yang harus segera dipenuhi. Contoh: makan, minum, sandang, tempat tinggal, dan obat – obatan. b. Kebutuhan yang akan datang Kebutuhan yang akan datang adalah kebutuhan yang pemenuhannya dapat ditunda, tetapi harus dipikirkan mulai sekarang. Contoh: tabungan 4. Kebutuhan Berdasarkan Subjeknya a. Kebutuhan Individu 25 Kebutuhan individu adalah kebutuhan yang hanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan seorang saja. Contoh: kebutuhan petani waktu bekerja berbeda dengan kebutuhan seorang dokter. b. Kebutuhan Sosial (kelompok) Kebutuhan sosial adalah kebutuhan yang diperlukan untuk memenuhi kepentingan bersama kelompok. Contoh: siskamling, gedung sekolah, rumah sakit, dan jembatan serta berbagai contoh yang lainnya. 5. Kebutuhan Menurut Bentuk a. Kebutuhan Material Kebutuhan material adalah kebutuhan yang berbentuk benda material atau benda berwujud, seperti tas, makanan, rumah, pakaian, dan lainlain. b. Kebutuhan Immaterial Kebutuhan immaterial adalah kebutuhan yang berbentuk benda immaterial atau benda yang tak berwujud, seperti nasihat ulama, penjelasan guru, hiburan, petunjuk dokter, dan lain-lain. 2.4 Pengemis 2.4.1 Pengertian Pengemis Berdasarkan Permensos No.08 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan ,Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial yang dimaksud dengan pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.Gelandangan dan pengemis Menurut Departemen Sosial R.I (1992), adalah 26 orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum. Pengemis menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis adalah orangorang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Permasalahan pengemis, dan gepeng, sebenarnya hanyalah turunan dari permasalahan kemiskinan. Selama persoalan kemiskinan belum teratasi jumlah pengemis, dan gepeng tidak akan pernah berkurang malah jumlahnya akan semakin bertambah. 2.4.2 Kriteria Pengemis Berdasarkan Permensos No.08 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial, kriteria bahwa seseorang dikatakan sebagai pengemis adalah sebagai berikut: a. mata pencariannya bergantung pada belas kasihan orang lain b. berpakaian kumuh dan compang - camping c. berada di tempat-tempat ramai/strategis dan d. memperalat sesama untuk merangsang belas kasihan orang lain. 2.5 Penyakit Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang 27 dipengaruhinya. Untuk menyembuhkan penyakit, orang-orang biasa berkonsultasi dengan seorang dokter (https://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit, diakses pada hari sabtu 04 Juli 2015 Pukul 11.36 WIB). Berdasarkan KBBI : a. Sesuatu yg menyebabkan terjadinya gangguan pada makhluk hidup b. Gangguan kesehatan yg disebabkan oleh bakteri, virus, atau kelainan sistem faal atau jaringan pada organ tubuh (pada makhluk hidup). Klasifikasi penyakit ada 3 yaitu: a. Penyakit menular (Penyakit yang disebabkan oleh kuman yang menyerang tubuh manusia. Kuman dapat berupa virus, bakteri, amuba, atau jamur) b. Penyakit tidak menular (Penyakit yang tidak disebabkan oleh kuman, tetapi disebabkan karena adanya problem fisiologis atau metabolisme pada jaringan tubuh manusia) c. Penyakit kronis (Penyakit yang berlangsung sangat lama). 2.6 Penyakit Kusta Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (mulut) saluran pernapasan bagian atas, sistem retikulo endotelial,mata, otot, tulang dan testis. Penyakit kusta ini dapat menyerang semua orang. Laki-laki lebih banyak terkena dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1, walaupun ada beberapa daerah yang menunjukan insidens ini hampir sama bahkan ada daerah yang menunjukan penderita wanita lebih banyak. Penyakit ini dapat mengenai semua umur. Namun demikian, jarang dijumpai pada umur yang sangat muda. 28 Frekuensi terbanyak adalah pada umur 15-29 tahun, walaupun pernah didapatkan dipulau Nauru, pada keadaan epidemi, penyebaran hampir sama pada semua umur. Di Brasilia terdapat peninggian prevalensi pada usia muda, sedangkan pada penduduk imigran prevalensi meningkat di usia lanjut. Beberapa faktor lain yang dapat berperan dalam kejadian dan penyebaran kusta antara lain adalah iklim (cuaca panas dan lembab), diet, status gizi, status sosial ekonomi dan genetik ( Marwali, 2000:260-261). 2.6.1 Ciri-ciri Penyakit Kusta 1. Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit, saraf, dan membran mukosa. Pasien dengan penyakit ini dapat dikelompokkan lagi menjadi 'kusta tuberkuloid (Inggris : paucibacillary), kusta lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler), atau kusta multibasiler (borderline leprosy). 2. Kusta multibasiler, dengan tingkat keparahan yang sedang, adalah tipe yang sering ditemukan. Terdapat lesi kulit yang menyerupai kusta tuberkuloid namun jumlahnya lebih banyak dan tak beraturan, bagian yang besar dapat mengganggu seluruh tungkai, dan gangguan saraf tepi dengan kelemahan dan kehilangan rasa rangsang. Tipe ini tidak stabil dan dapat menjadi seperti kusta lepromatosa atau kusta tuberkuloid. 3. Kusta tuberkuloid ditandai dengan satu atau lebih hipopigmentasi makula kulit dan bagian yang tidak berasa (anestetik). 4. Kusta lepormatosa dihubungkan dengan lesi, nodul, plak, kulit simetris, dermis kulit yang menipis, dan perkembangan pada mukosa 29 hidung yang menyebabkan penyumbatan hidung (kongesti nasal) dan epistaksis (hidung berdarah) namun pendeteksian terhadap kerusakan saraf sering kali terlambat. 5. Tidak sejalan dengan mitos atau kepercayaan yang ada, penyakit ini tidak menyebabkan pembusukan bagian tubuh. Menurut penelitian yang lama oleh Paul Brand, disebutkan bahwa ketidakberdayaan merasakan rangsang pada anggota gerak sering menyebabkan luka atau lesi. Kini, kusta juga dapat menyebabkan masalah pada penderita AIDS. 2.6.2 1. Faktor-faktor Penularan Penyakit Kusta Faktor Kuman kusta Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh (solid) bentuknya, lebih besar kemungkinan menyebabkan penularan daripada kuman yang tidak utuh lagi. Mycobacterium leprae bersifat tahan asam, berbentuk batang dengan panjang 1-8 mikron dan lebar 0,2-0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin. Kuman kusta dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1 sampai 9 hari tergantung suhu atau cuaca dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja dapat menimbulkan penularan (Depkes RI, 2002). 2. Faktor Imunita Sebagian manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95 orang yang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat dan 2 orang menjadi 30 sakit. Hal ini belum lagi mempertimbangkan pengaruh pengobatan (Depkes RI, 2002). 3. Keadaan Lingkungan Keadaan rumah yang berjejal yang biasanya berkaitan dengan kemiskinan, merupakan faktor penyebab tingginya angka kusta. Sebaliknya dengan meningkatnya taraf hidup dan perbaikan imunitas merupakan faktor utama mencegah munculnya kusta. 4. Faktor Umur Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi. Incidence Rate penyakit ini meningkat sesuai umur dengan puncak pada umur 10 sampai 20 tahun dan kemudian menurun. Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan umur dengan puncak umur 30 sampai 50 tahun dan kemudian secara perlahanlahan menurun. 5. Faktor Jenis Kelamin Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih banyak dari pada wanita, kecuali di Afrika dimana wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Faktor fisiologis seperti pubertas, monopause, kehamilan, infeksi dan malnutrisi akan mengakibatkan perubahan klinis penyakit kusta. 2.7 Kerangka Pemikiran Kesejahteraaan sosial pengemis penyandang kusta dewasa ini sangat memprihatinkan,tak jarang kondisi kelayakan hidup mereka tergantung terhadap belas kasihan orang lain yang mana keberadaannya sering kita temui di persimpangan jalan raya kota. Keberadaan mereka di anggap mengganggu pengguna jalan dan mengurangi keindahan kota. Tindakan rehabilitasi medis yang 31 memperbaiki fungsi tubuh dan mengurangi kecacatan penderita, tidak membuat penderita mampu berpartisipasi dan berintegrasi sosial sehingga kualitas hidup penderita disabilitas kusta belum meningkat. Pemerintah telah membuat kebijakan dalam hal penanggulangan PMKS penyandang kusta. Tetapi kesejahteraan sosial penyandang kusta masih belum terjamin. Masalah kesejahteraan sosial pengemis penyandang kusta dalam penelitian ini dapat di tinjau dari beberapa aspek yaitu kebutuhan material, kebutuhan spiritual, dan sosial. Melalui beberapa hal tersebutlah yang akan peneliti tinjau tentang pengemis penyandang kusta . adapun kerangka pemikirannya adalah sebagai berikut : Bagan 1 Kerangka Pemikiran Pengemis Penyandang Kusta Kebutuhan Kebutuhan Material Spiritual Sosial Kebutuhan Jasmani Kebutuhan Rohani Interaksi Sosial a. Makan a. Pendidikan a. Penyandang Kusta b. Minum b. Beribadah Dengan Sesama c. Pakaian c. Siraman Rohani Penyandang Kusta d. Rumah d. Hiburan b. Penyandang Kusta e. Istirahat Dengan Kerabatnya f. Obat-obatan c. Kelompok Penyandang Kusta Dengan Kelompok Masyarakat Sehat 32 2.8 Defenisi Konsep dan Ruang Lingkup Penelitian 2.8.1 Defenisi Konsep Konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi dan hal lain yang sejenis. Konsep diciptakan dengan mengelompokkan objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Defenisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa obyek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti (Siagian, 2011:141). Konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. 2. Pengemis penyandang kusta adalah seseorang ataupun sekelompok orang yang memiliki riwayat terkena penyakit kusta. Hidup dengan memanfaatkan belas kasih dari orang-orang atau pengguna jalan atas ketidakberdayaannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya karena muncul stigma dan diskriminasi masyarakat lain yang disebabkan oleh penyakit kusta yang di derita dan mereka sandang. 2.8.2 Ruang Lingkup Penelitian Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini adalah terpenuhinya kebutuhan : 1. Kebutuhan Material 33 Kebutuhan material adalah kebutuhan berupa alat-alat yang dapat diraba, dilihat, dan mempunyai bentuk. Kebutuhan material berwujud nyata dan dapat dinikmati langsung. a. Kebutuhan Jasmani Kebutuhan jasmani adalah kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani atau fisik. Kebutuhan tersebut ditujukan agar badan tetap sehat dan bugar. seperti makanan, minuman, pakaian,rumah, serta istirahat yang teratur, dan lain sebagainya. 2. Kebutuhan Spiritual Kebutuhan yang dihubungkan dengan benda-benda tak berwujud. Kebutuhan ini tidak bisa diraba, dilihat, dan berbentuk tetapi bisa dirasakan dalam hati, Yaitu : a. Kebutuhan Rohani Kebutuhan rohani adalah kebutuhan yang berhubungan dengan kesehatan jiwa. Seperti : siraman rohani, beribadah, menikmati hiburan, pendidikan, dan lain-lain. 3. Sosial Kebutuhan sosial adalah kebutuhan akan saling berinteraksi antara manusia yang satu dengan manusia lainnya dalam kehidupan bermasyarakat. Macam-macam interaksi sosial itu adalah: a. Interaksi antara individu dengan individu Interaksi antara penyandang kusta dengan penyandang kusta lainnya, saling menegur, saling berbicara, dan lain sebagainya. b. Interaksi antara individu dengan kelompok 34 Interaksi antara penyandang kusta dengan keluarga yang tidak terkena penyakit kusta. c. Interaksi antara kelompok dengan Kelompok Interaksi antara kelompok penyandang kusta dengan kelompok masyarakat lain. 35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan obyek dan fenomena yang diteliti. Termasuk di dalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang berlangsung. Pada umumnya penelitian deskriptif sudah dilandasi oleh konsep dan teori yang memadai, hanya saja penelitian bertujuan sebatas menggambarkan fenomena yang ada dalam setiap unsur, tetapi tidak sampai pada analisis statistik inferensial (Siagian, 2011:52). Penelitian deskriptif bersifat menggambarkan dan melukiskan suatu hal berupa gambar atau foto yang didapat dari data lapangan dan kemudian menjelaskannya dengan kata-kata. Pendekatan penelitian ini adalah berupa pendekatan kualitatif, yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusun dalam suatu satuan. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana kesejahteraan sosial pengemis penyandang kusta yang ada di Kota Medan. 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di persimpangan ataupun traffic lightjalan Gagak Hitam Ring Road Kecamatan Medan Sunggal. Alasan peneliti melakukan penelitian dilokasi ini karena di persimpangan Jalan Gagak Hitam Ring Road 36 Kecamatan Medan Sunggal ini terdapat pengemis penyandang kusta yang beroperasi meminta-minta dan memohon belas kasih pengguna jalan. 3.3 Informan Penelitian Informan adalah orang yang bermanfaat untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Ia mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Informan berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Informan dengan kebaikannya dan kesukarelaannya dapat memberikan pendangannya dari segi orang dalam nilai-nilai, sikap dan suatu proses yang menjadi latar belakang penelitian tersebut. Penelitian kualitatif tidak mewajibkan untuk membuat generalisasi dari penelitiannya oleh karena itu, pada penelitian kualitatif ini tidak terdapat adanya populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian tidak ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian menjadi informasi yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian (Suyanto, 2005:171-172). Informan penelitian ini meliputi dua macam informan yaitu : 1. Informan Utama Informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam penelitian ini. Yaitu para pengemis penyandang kusta. 2. Informan Tambahan Yaitu mereka yang dapat menguatkan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan tambahan dalam penelitian ini adalah masyarakat atau tetangga di sekitar tempat tinggal pengemis penyandang kusta. 37 Penelitian kualitatif pemilihan subjek secara acak (random) akan dihindari. Mereka yang terpilih merupakan informan utama yang terlibat langsung dalam penelitian yaitu pengemis penyandang kusta dan informan tambahan Yaitu mereka yang dapat menguatkan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Berdasarkan teori-teori diatas maka peneliti memutuskan untuk mengambil 2 (dua) informan utama yaitu pengemis penyandang kusta dan 2 (dua) informan tambahan yaitu tetanggaditempat tinggal pengemis penyandang kusta. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara atau prosese sistematis dalam pengumpulan data, pencatatan, dan penyajian fakta untuk keperluan penelitian (Sumarsono, 2004:134). Pengumpulan data informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut: 1. Teknik Pengumpulan Data Primer, Yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan instrumen sebagai berikut : a. Pengamatan atau observasi partisipan yaitu teknik pengumpulan data dengan mengamati secara langsung objek peneliti dengan mencatat gejalagejala yang ditemukan dilapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan yang berkenaan dengan topik penelitian. b. Wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada pihakpihak yang terkait dengan suatu tujuan untuk memperoleh informasi yang 38 dibutuhkan. Metode wawancara ini ditujukan untuk informan penelitian yang telah ditetapkan oleh sih peneliti. 3.5 Teknik Analisis Data Teknik analisis data pada penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif, yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusun dalam suatu satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya dan memeriksa dengan analisis sesuai keabsahan data serta mendefenisikannya dengan kemampuan daya peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian (Moelong, 2007:54). Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif, artinya untuk analisis data tidak diperlukan model uji statistik dengan memakai rumus-rumus tertentu, melainkan lebih ditujukan sebagai tipe penelitian deskriptif. Kutipan hasil wawancara dan observasi sejauh mungkin akan ditampilkan untuk mendukung analisis yang disampaikan, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian. 3.6 Penyajian Data Prinsip dasar penyajian data adalah membagi pemahaman kita tentang sesuatu hal pada orang lain. Oleh karena ada data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif berupa kata-kata dan tidak dalam bentuk angka, penyajian biasanya berbentuk uraian kata-kata dan tidak berupa tabel-tabel dangan ukuran-ukuran statistik. Sering kali data disajikan dalam bentuk kutipan-kutipan langsung dari kata-kata wawancara sendiri. Selain itu hasil penelitian kualitatif juga dapat disajikan dalam bentuk life story, yaitu deskripsi tentang peristiwa dan 39 pengalaman penting dari kehidupan atau beberapa bagian pokok dari kehidupan seseorang dengan kata-katanya sendiri (Suyanto, 2005). 40 BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kota Medan 4.1.1 Sejarah Singkat Kota Medan Indonesia memiliki beberapa kota besar, yaitu salah satunya adalah Kota Medan. Kota ini juga merupakan kota terbesar yang berada di Pulau Sumatera. Tepatnya adalah merupakan ibu kota dari provinsi Sumatera Utara. Kota Medan juga pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan pintu gerbang wisatawan menuju objek wisata Danau Toba, Penangkaran Orang Hutan di Bukit Lawang, Penangkaran Gajah di Tangkahan, serta objek wisata Brastagi di tanah Karo. Zaman dahulu kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa. Terdapat beberapa sungai-sungai yang melintasi kota Medan yang bermuara ke Selat Malaka. Sungai-sungai itu adalah Sei Babura, Sei Sekambing, Sei Putih, Sei Belawan, Sei Deli, dan Sei Sulang saling. Guru Patimpus mendirikan Kota Medan pada tahun 1590. Tahun 1833 orang Eropa yang pertama sekali mengunjungi Deli adalah John Anderson dan menemukan kampung yang bernama Medan. Saat itu kampung ini berpenduduk 200 orang yang dipimpin oleh seseorang yaitu bernama Tuanku Pulau Berayan yang bermukim disana untuk mengutip pajak dari sampan-sampan yang membawa lada yang menuruni sungai. Kemudian pada tahun 1886 Medan secara resmi mendapatkan status sebagai kota, dan pada tahun berikutnya residen pesisir timur serta Sultan Deli berpindah ke Medan. Medan berubah menjadi kota penting diluar Pulau Jawa pada tahun 1909, terutama setelah pemerintah kolonial belanda 41 membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran. Saat itu Dewan Kota yang pertama terdiri dari dua belas anggota orang Eropa, dua orang bumi putra, dan seorang Tionghoa. Usaha perkebunan berkaitan erat dengan pembukaan perkebunan tembakau yang dirintis oleh Jacobus Nienhuys dan lahan bagi berpusat dipertemuan dua alur sungai (Sungai Babura dan Sungai Deli) yaitu suatu wilayah yang disebut dengan Medan Putri. Tujuan kedatangan Neinhuys ke Deli adalah sebagai suatu rangkaian perjalanan mencari lahan untuk perkebunan tembakau sebagai tugas dari perusahaan dagang. Pada perkembangan lanjutan, cikal-bakal Kota Medan ditentukan oleh pemberian konsensi tanah oleh Sultan Mahmud kepada Neinhuys yang turut menyeret pengakuan atas hak tanah-tanah rakyat yang termasuk dalam konsesi tersebut (Said, 1977 : 36-37). Konsensi tanah tersebut yang meliputi kampung Baru dan Deli menjadi lahan bagi tanaman tembakau dan pala pada masa itu. Pada tahun 1870 kegiatan perkebunan atas konsensi tanah tersebut atau disebut juga Perkebunan Deli Mij telah menjadi luas. Akhir abad ke-19 dan awal abad 20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Medan. Pada gelombang pertama kedatangan orang Tionghoa dan jawa sebagai kuli kontrak perkebunan. Tapi setelah tahun1880 perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, sebab sebagian besar dari meraka lari meninggalkan perkebunan dan sering membuat kerusuhan. Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Lalu pada gelombang kedua ialah ke datangan orang Minangkabau, 42 mandailing dan Aceh. Mereka datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, melainkan untuk berdagang, menjadi guru dan ulama. 4.1.2 Kota Medan Secara Geografis Kota Medan memiliki luas 26.510 hektare (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat. Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 kecamatan dengan 116 kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Pesetujuan Dalam Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran kelurahan menjadi 144 kelurahan. Perkembangan terkhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 43 tentang pendefitipan 7 kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 35 Tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administratif ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis,demografis dan sosial ekonomis. Dari luas wilayah Kota Medan dapat dipersentasekan sebagai berikut : Tabel 4.1 Luas Lahan Peruntukan di Kota Medan No 1 2 3 4 5 6 7 8 Jenis Lahan Permukiman Perkebunan Lahan Jasa Sawah Perusahaan Kebun Campuran Industri Hutan Rawa Persentase 36,3 % 3,1 % 1,9 % 6,1 % 4,2 % 45,4 % 1,5 % 1,8 % Wilayah Kota Medan hampir seluruhnya berbatasan langsung dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah barat, timur dan selatan. Sepanjang wilayah utara berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui sebagai salah satu jalur lalu lintas terpadat didunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), khususnya dibidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alamnyaseperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerja sama dan kemitraan 44 sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dangan daerah-daerah sekitarnya (http://pemkomedan.go.id/new/hal-selayang-pandang.html diakses pada tanggal 19 Agustus 2015 pukul 21.29) 4.1.3 Kota Medan Secara Demografis Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama,suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan terbuka. Secara Demografis, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir masyarakat dan perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian. Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain perubahan pola berpikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun. Akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk 45 tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi. Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika social yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan. Pembangunan kependudukan dilaksanakan dengan mengindahkan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup sehingga mobilitas dan persebaran penduduk tercapai optimal. Mobilitas dan persebaran pen duduk yang optimal, berdasarkan pada adanya keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Persebaran penduduk yang tidak didukung oleh lingkungan dan pembangunan akan menimbulkan masalah sosial yang kompleks, dimana penduduk menjadi beban bagi lingkungan maupun sebaliknya. Pada tahun 2013, penduduk Kota Medan mencapai 2.135.516 jiwa. Dibanding hasil Proyeksi Penduduk 2013, terjadi pertambahan penduduk sebesar 12.712 jiwa (0,6%). Dengan luas wilayah mencapai 265,10 km², kepadatan penduduk mencapai 8.055 jiwa/km². Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kota Medan Menurut Usia dan Jenis Kelamin No. Rentang Usia (Umur) Tahun 2012 Laki-laki Perempuan 1 0-14 289.723 274.499 2 15-54 662.805 967.605 3 55+ 56.504 107.324 Jumlah 1. 047 .875 1 .074 .929 Sumber : Medan dalam Angka 2014 46 Tahun 2013 Laki-laki Perempuan 289.923 277.083 664.678 694.214 98.792 111.546 1.053 .393 1. 082. 123 Tahun 2013 jumlah penduduk perempuan usia sekolah pada golongan umur 19-25 mencapai 172.422 jiwa atau 32,28% namun pada laki-laki hanya mecapai 162.800 jiwa atau 30,48%. Golongan umur 16-18 tahun perempuan mencapai 64.942 jiwa atau 12,16%, sedangkan laki-laki 61.999 atau 11,61%. Golongan umur 13-15 tahun perempuan 56,035 jiwa, atau 10,49% sedangkan laki-laki 56.598 jiwa atau 10,59%. Untuk lebih jelasnya dapat melihat tabel berikut : Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Usia Sekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Golongan Umur 0-5 Laki-laki Jiwa Persentasi 122.140 22,87 Perempuan Jiwa Persentasi 117.241 21,95 239.381 6-12 130.624 24,45 123.491 23,12 254.115 13-15 56.598 10,59 56,035 10,49 112.633 16-18 61.999 11,61 64.942 12,16 126.941 19 – 25 162.800 30,48 172.422 32,28 335.222 Jumlah Sumber : Medan dalam Angka 2014 4.1.4 Kota Medan Secara Sosial Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan, keamanan dan ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan penghambat bagi pertumbuhan ekonomi Kota Medan. Keberadaan sarana pendidikan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya, merupakan sarana vital bagi masyarakat untuk mendapat pelayanan hak dasarnya yaitu hak memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pelayanan sosial lainnya . Infrastruktur dalam hal ini meliputi prasarana fisik yang meliputi rumah ibadah, sekolah, sarana kesehatan. Jumlah rumah ibadah di Kota Medan dalam tiga tahun terakhir (2011-2013) . Pemerintah memberikan kebebasan pada setiap 47 masyarakat dalam menjalankan ibadah atas keyakinannya. Berikut adalah informasi atas jumlah tempat ibadah yang berada di Kota Medan : Tabel 4.4 Jumlah Tempat Ibadah Kota Medan No. Tempat Ibadah 2011 Tahun 2012 2013 1.041 976 1.047 1. Mesjid 2. 3. 4. Musholla Gereja Kuil 699 751 34 535 526 141 669 637 26 5. 6. Wihara Klenteng 22 23 133 34 26 6 Sumber: Medan Dalam Angka 2014 Jumlah sekolah Negeri dan Swasta yang terdapat di Kota Medan memiliki 2035 sekolah, Terdiri dari sekolah tingkat Taman kanak-kanak (TK) sampai dengan Tingkat SMA atau Sederajat. Seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini : Tabel 4.5 Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta di Kota Medan Tahun No. Sekolah 2012 2013 1. TK 321 2. SD 819 824 3. SMP 399 355 4. SMA 202 211 5. SMK 160 150 6. Madrasah Ibtidaiyah (MI) 72 7. Madrasah Tsanawiyah (MTs) 74 8. Madrasah Aliyah 28 Sumber : Medan Dalam Angka 2014 Jumlah sarana kesehatan yang tedapat di Kota Medan pada tahun 2012 terdiri daari 77 rumah sakit, 128 rumah bersalin, dan 39 puskesmas. Sedangkan pada tahun 2013 terdiri dari 78 rumah sakit, 117 rumah bersalin dan 39 puskesmas, untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut ini : 48 Tabel 4.6 Jumlah Sarana Kesehatan Negeri dan Swasta Kota Medan Tahun No. Jenis Sarana Kesehatan 1. Rumah Sakit 2. Rumah Bersalin 3. Puskesmas Sumber : Medan dalam Angka 2014 2012 2013 77 128 39 78 117 39 Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama pengembangan kota yang sifatnya kompleks dan multi dimensional yang penomenanya di pengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain : tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, lokasi, gender dan kondisi lingkungan. Kemiskinan bukan lagi dipahami hanya sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Data SUSENAS tahun 2004, memperkirakan penduduk miskin di kota medan tahun 2004 berjumlah 7,13% atau 32.804 rumah tangga atau 143.037 jiwa. Dilihat dari persebarannya, Medan bagian Utara (Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan) merupakan kantong kemiskinan terbesar (37,19%) dari keseluruhan penduduk miskin (http://pemkomedan.go.id/new/hal-selayangpandang.html diakses pada tanggal 19 Agustus 2015 pukul 21.28). 4.1.5 Kota Medan Secara Kultural Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Oleh karenanya, budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai – nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi), dan 49 sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragaman suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian, makanan, bangunan fisik, dan sebagainya, justru memberikan kontribusi besar bagi upaya pengembangan industri pariwisata di Kota Medan (http://pemkomedan.go.id/new/hal-selayangpandang.html diakses pada tanggal 19 Agustus 2015 pukul 21.30). 4.1.6 Keadaan Perekonomian Sebagai kota terbesar di Pulau Sumatera Utara dan Selat Malaka, penduduk Medan banyak yang berprofesi dibidang perdagangan. Biasanya pengusaha Medan banyak yang menjadi pedagang komoditas perkebunan. Setelah kemerdekaan, sektor perdagangan secara konsisten didominasi oleh etni Tionghoa dan Minangkabau. Bidang pemerintahan dan politik dikuasai olehh orang-orang mandailing, sedangkan profesi yang memerlukan keahlian dan pendidikan tinggi, seperti pengacara, dokter, notaris dan wartawan mayoritas digeluti oleh orang minangkabau.Perluasan kota Medan telah mendorong perubahan pola pemukiman kelompok-kelompok etnis. Etnis melayu yang merupakan penduduk asli kota, banyak yang tinggal di pinggiran kota. Etnis tionghoa dan minangkabau yang sebagian besar hidup dibidang perdagangan, 75% dari mereka tinggal di sekitar pusat-pusat perbelanjaan. Pemukiman tionghoa dan tionghoa sejalan dengan arah pemekaran dan perluasan fasilitas pusat perbelanjaan. Orang mandailing juga memilih tinggal dipinggiran kota yang lebih nyaman, oleh karena itu terdapat kecenderungan dikalangan masyarakat mandailing untuk menjual rumah dan tanah mereka di tengah kota, seperti dikampung Mesjid, Kota Maksum, dan Sungai Mati. 50 A. Pusat Perbelanjaan 1. Plaza dan Mall a. Grand Palladium yang terletak di Medan Petisah b. Medan Mall terletak di pusat pasar c. Millenium Plaza, merupakan pusat penjualan telepon genggam d. Sun Plaza, yang terletak tidak jauh dari Cambridge City Square e. Cambridge City Square diatasnya terdapat 4 bangunan yang berupa appartemen f. Thamrin Plaza, satu diantara plaza tertua di Medan, bersebelahan dengan Medan Mall, namun kini sudah tidak beroperasi sebagai tempat grosir pakaian, sepatu dan barang kebutuhan lain. 2. Pasar a. Pusat Pasar, salah satu pasar tradisional tua di Medan yang sudah ada sejak zaman kolonial. Menyediakan beragam kebutuhan pokok dan sayurmayur. b. Pasar Petisah, pemerintah kota menggabungkan pasar tradisional dan pasar modern. tak heran jika sekarang tampilannya tidak kumuh dan becek seperti pasar tradisional pada umumnya. c. Pasar Beruang, terletak dijalan beruang d. Pasar Simpang Limun, salah satu pasar tradisional yang cukup tua dan menjadi merek dagang kota Medan. terletak dipersimpangan jalan Sisingamangaraja dan jalan Sakti Lubis. Saat ini sedang dalam tahap penataan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas yang di akibatkan aktivitas pasar. 51 e. Pasar Sukaramai, pasar ini terletak di persimpangan jalan Aksara dan Jalan Thamrin yang bersebelahan dengan Thamrin Plaza f. Pasar Simpang Melati, dikenal dengan pasar yang menjual berbagai macam pakaian bekas dan menjadi lokasi favorit baru para pemburu pakaian bekas setelah pasar Simalingkar dan Jalan Pancing. g. Pasar Ikan Lama, pasar ini tidak menjual ikan, pasar ini memasarkan tekstil yang cukup terkenal, bahkan tak jarang dijadikan objek kunjungan wisata bagi para turis asing. 4.1.7 Pariwisata Ada banyak bangunan-bangunan tua di Medan yang masih menyisahkan arsitektur khas Belanda. Seperti Gedung Balai Kota lama., Kantor Pos Medan, Menara Air, Titi Gantung, dan juga Gedung London Sumater. Selain itu masih ada beberapa bangunan bersejarah antara lain Istana Maimun, Mesjid Raya Medan, dan juga Rumah Tjong A Fie dikawasan Jl. Jendral Ahmad Yani. Daerah kesawan juga masih menyisakan bangunan-bangunan tua, seperti bangunan PT. London Sumatera , dan ruko-ruko tua seperti yang bisa ditemukan di Penang. Malaysia dan Singapura. Ruko-ruko ini kini telah disulap menjadi sebuah pusat jajanan makan yang ramai pada malam harinya. Saat ini Pemerintah Kota Medan merencanakan Medan sebagai Kota Pusat Perbelanjaan dan makanan dengan harapan dengan adanya program ini menambah arus kunjungan dan lama tinggal wisatawan ke kota ini. B. Bangunan Tua a. Kantor Balai Kota a. Kantor Pos Pusat 52 b. Stasiun Kereta Api Lama c. Menara Bakaran Batu d. Istana Maimun e. Menara Air Tirtanadi f. PT. PP London Sumatera C. Hotel 1. Grand Angkasa International Hotel 2. Danau Toba International Hotel 3. JW Marriott 4. Grand Aston City Hall 5. Grand Swissbell Hotel 6. The Aryaduta Hotel 7. Hotel City International D. Tempat Ibadah 1. Mesjid Raya Al-Mashun 2. Graha Bunda Maria Annai Velangkani 3. Katedral Roma Katolik 4. Kuil Shri Mariamman 5. Maha Vihara Maitreya 6. Kelenteng Gunung Timur 4.1.8 Transportasi Kota Medan 1. Angkutan Darat Prasarana jalan merupakan urat nadi kelancaran lalu lintas di darat. Lancarnya arus lalu lintas akan sangat menunjang perkembangan ekonomi suatu 53 daerah. Guna menunjang kelancaran perhubungan darat di Kota Medan sampai dengan keadaan akhir tahun 2013 tercatat panjang jalan yang ada 3.711,74 km. Sarana jalan yang ada pada tahun 2013 tercatat 3.162,61 km dalam kondisi baik, 177,49 km sedang dan 113,80 km rusak, sedangkan yang dalam kondisi rusak berat 38,69 km, dan yang tidak terperinci 219,15 km. Kota Medan memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, berikut ini adalah Terminal dan Stasiun yang melayani transportasi darat : a. Terminal Bus 1. Terminal Sambu 2. Terminal Amplas 3. Terminal Pinang Baris b. Stasiun Kereta Api Angkutan kereta api merupakan sarana angkutan yang sangat penting di Provinsi Sumatera Utara dimana Medan sebagai pusat perdagangan dan industri dari 33 Kabupaten/Kota di Prop Sumut. Ini dapat kita lihat dari jumlah kiriman barang-barang yang diangkut kereta api tahun 2013 melalui stasiun Medan menurut jenisnya berjumlah total 666.172 ton dengan rincian, minyak sawit 389.232 ton, karet 6.557 ton, BBM 231.536 ton, BHP 11.931 ton dan sisa nya selain kategori diatas sebanyak 27.345 ton. Jumlah penumpang yang diangkut kereta api melalui stasiun Medan tahun 2013 sebanyak 2.054.879 jiwa. Kereta api menghubungkan Medan dengan Kota Binjai, Tebing Tinggi,Kisaran, Tanjung Balai, dan Rantau Perapat. 54 2. Angkutan Udara Laporan Bandara Polonia menunjukkan bahwa pada tahun terakhir ini 2013, frekuensi penerbangan yaitu jumlah pesawat udara dan penumpang yang datang/berangkat telah mengalami perkembangan yang bervariasi, pada jumlah pesawat yang datang dan berangkat terjadi peningkatan, demikian halnya pada penumpang baik berangkat, datang dan transit mengalami kenaikan. Untuk bagasi, barang dan pos paket pada keadaan bongkar dan muat mengalami peningkatan. Bandar Udara Kuala Namu International Airport yang terletak di wilayah Kabupaten Deli Serdang menghubungkan Medan dengan kota-kota besar lain di Indonesia dan juga Negara-negara lain, yang sebelumnya penerbangan ini hanya di Bandara Polonia Medan. 3. Angkutan Air Pelabuhan Belawan berada dibagian utara kota. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan Indonesia tersibuk di luar pulau Jawa. Layanan kapal feri menghubungkan Belawan dengan Penang, Malaysia. 4.1.9 Lokasi Penyandang Kusta Melakukan Kegiatan Mengemis Jalan Gagak Hitam Medan berada di Wilayah Kecamatan Medan Sunggal. Jalan ini merupakan jalan lintas antar provinsisehingga banyak pengguna jalan dari berbagai daerah melalui jalan ini untuk menuju ke Kota Medan atau menuju kota lain seperti Kota Binjai, Kabupaten Langkat yang berada disebelah barat, atau sebaliknya dari Kota Medan menuju Kota Tebing Tinggi yang berada di sebelah tenggara Kota Medan. Kawasan inimulai banyak didirikan bangunanbangunan sebagai tempat kuliner, tempat hiburan, tempat jual- beli kendaraan, penginapan atau hotel. Setiap malamnya kawasan ini ramai dikunjungi 55 masyarakat karena kawasan ini menjadi salah satu tempat favorit bagi sebagian masyarakat Kota Medan sekitarnya untuk menikmati berbagai kuliner sekaligus menjadi tempat santai bagi masyarakat setelah di sibukkan dengan berbagai aktivitas pada siang hari. Pengemis penyandang kusta tidak hanya berkegiatan di jalan Gagak Hitam saja, menurut pengamatan yang peneliti lakukan selama ini, pengemis penyandang kusta juga tampak berkegiatan diberbagai titik lokasi, seperti di persimpangan Jalan Putri Hijau–Jalan Yos Sudarso, Persimpangan Jalan Ir. H. Juanda–Brigjen Katamso, Persimpangan Jalan Sisingamangaraja - Jalan Halat, Persimpangan Jalan Asrama- Jalan Gatot Subroto, dan persimpangan Jalan Gagak Hitam – Jalan Sunggal. Setiap persimpangan diberi tiang-tiang lampu yang disertai beberapa warna lampu dengan tujuan untuk mengatur lalu lintas seperti pertanda harus berhenti ataupun pertanda harus berjalan. Rambu-rambu yang difungsikan sebagai pengatur lalu lintas dimanfaatkan oleh para pengemis penyandang kusta sebagai tempat untuk meminta-minta kepada pengguna jalan disaat kendaraan harus berhenti. Trotoar yang terdapat ditengah-tengah jalan berfungsi sebagai pembatas bagi pengguna jalan yang datang dari arah berlawanan, namun bagi pengemis penyandang kusta dimanfaatkan menjadi tempat beristirahat atau sebagai tempat berteduhnya, karena ditrotoar tersebut memang sengaja ditanami pohon-pohon untuk memperindah jalan kota. 56 BAB V ANALISIS DATA Pada bab ini akan dibahas mengenai data – data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan di lapangan melalui observasi dan wawancara dengan Informan. Peneliti mengumpulkan data dari dua orang informan utama dan dua orang informan tambahan. Data yang diperoleh langsung dari pengemis penyandang kusta yang beraktivitas di satu lokasi yang telah ditentukan dalam penelitian yaitu di Jalan Gagak Hitam Ring Road Medan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di lapangan, maka diperoleh berbagai data – data serta informasi melalui observasi dan wawancara mendalam dengan para informan. Gambaran yang lebih jelas dan rinci mengenai data - data yang telah didapat dari hasil penelitian dilapangan tersebut, maka penulis mencoba menguraikan data - data yang telah didapatkan dari wawancara dengan informan dengan narasi penulis tentang data – data tersebut. 5. 1 Informan Utama 5.1.1 Informan Utama I Nama : Ajo Usia : 60 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Suku : Jawa Informan utama yang peneliti wawancarai adalah Bapak Ajo berusia 60 Tahun. Beliau adalah seorang mantan ataupun seseorang yang telah sembuh dari 57 penyakit kusta yang pernah dideritanya. Bapak ini lahir di Jawa namun dibesarkan di Sumatera Utara, dengan kata lain merupakan transmigrasi atau tepatnya buruh kontrak sesuai dengan sistem pada zaman dulu. Awalnya ia beserta keluarga dan kerabatnya tinggal di Desa Hessa Air Genting Kabupaten Asahan. Saat dikampung ia dan orang tuanya merupakan seorang petani, mengurus dan memanen hasil kebunnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berikut adalah hasil wawancara saya mengenai latar belakang informan utama : “Bapak lahir di Jawa tapi besar di Sumatera dek, cemanalah dulu kan ada sistem transmigrasi kerja kontrak dari Jawa kemari. dulu orang tua bekerja sebagai petani makanya bapak menurun jadi petani juga ngurus ladang sama sawah juga untuk dijual sama untuk makan sendiri, kalo dijual ya lumayan lah hasilnya cukup untuk makan”. Mengenai sejak kapan ia mulai menderita kusta dia mengatakan, ia tidak mengetahui apa sebabnya dan kapan tepatnya dia menderita penyakit itu, menurutnya kedua orang tuanya tidak menderita penyakit kusta. Awalnya ia hanya merasakan demam dan menyangka itu hanya demam biasa, hal itu dikarenakan minimnya pengetahuan serta tenaga medis yang berada di kampung. Memasuki usia yang ke 28 tahun atau pada tahun 1988 beliau di vonis menderita penyakit kusta oleh seseorang yang pada waktu itu disebut mantri, mantri yang memeriksa pak Ajo menyuruhnya untuk segera berobat ke Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan. Tahun 1990 barulah ia mulai melakukan perawatan secara intensif di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan setelah mendapat surat rujukan dari Puskesmas yang ada di Desa Hessa Air Genting Kabupaten Asahan, berangkatlah ia dari kampung dengan bus turun di Simpang Limun dan 58 melanjutkan perjalanan dengan angkutan umum menuju Belawan. Perjalanan menuju ke Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan yang berjarak kurang lebih 5 Km dari jalan besar Medan-Belawan, kemudian melanjutkan perjalanan dengan angkutan yang berupa sepeda motor yang pada saat ini lebih dikenal dengan sebutan ojek. Berikut hasil wawancaranya : “ Dulu bapak juga gak tau dek kapan bapak sakit ini, dulu memang reaksinya ya demam tapi bapak kira demam biasa aja, setahu bapak orang tua dulu gak ada yang sakit kayak gini. Jaman dulu masih susah cari dokter ya berobatnya sama mantri aja, kira-kira tahun 1988 baru ketahuan kalo bapak sakit kusta terus disuruhnya bapak ke Rumah Sakit Kusta di Belawan, udah tahun 1990 barulah bapak berobat kesana lewat surat rujukan Puskesmas di Hessa Air Genting dirujuk ke rumah sakit, dari Kisaran naik bus turun di simpang limun terus lanjut naik angkot arah ke Belawan, sempat nyasar dan kelewatan sampe ke daerah pelabuhan sana dek, tapi terus nyetop angkot lagi minta diturunkan di rumah sakit kusta, tapikan dulu belum ada angkot yang masuk , naik ojek-ojek yang disimpang itu lh dek jadinya.” Pak Ajo dirawat dengan telah mendapatkan bermacam tahap pengobatan medis dan obat-obatan untuk menyembuhkan penyakit kustanya selama dirawat dirumah sakit. Tahun 1993 pihak rumah sakit menyatakan bahwa Pak Ajo tidak lagi memerlukan perawatan intensif. Beberapa waktu kemudian, di tahun 1993 ia menikah dengan istrinya yang merupakan mantan pasien rumah sakit kusta. Istrinya berasal dari Tapanuli Selatan, mulai dirawat di rumah sakit kusta hampir bersamaan dengan Pak Ajo, laluia juga memperjelas istrinya lah yang terlebih dahulu dirawat. Saat itu ia dan istrinya masih perlu menjalani berobat jalan dan 59 pemeriksaan rutin setiap harinya, dan itu hanya berlangsung sampai tahun 2013 atau sampai berhenti beroperasinya rumah sakit. Tahun 2012 lalu istrinya meninggal dunia karena sakit yang juga tidak diketahui apa penyakitnya. Pernikahannya itu di karuniai seorang anak perempuan yang sehat tidak terkena penyakit kusta, saat ini anaknya telah berusia 18 tahun dan baru saja menyelesaikan sekolahnya di tingkat SMA belum memiliki pekerjaan . Tingkat pendidikan sekolah dasar anaknya bersekolah di SD Negeri yang tidak terlalu jauh dari rumah sakit, kemudian melanjutkan sekolah SMP di Al-Washliyah yang berada di Belawan, dan terakhir melanjutkan sekolah SMA disebuah panti, nama panti tempat anaknya sekolah ia tidak ingat, selama SMA di panti itu segala biaya dan keperluan sekolah anaknya ditanggung pihak panti, sehingga ia tidak pernah mengeluarkan biaya untuk perlengkapan sekolah anaknya saat SMA. Ia sendiri tidak khawatir jika anaknya akan terkena kusta, ia mengatakan dahulu setiap sebulan sekali terus dilakukan pemeriksaan darah rutin oleh dokter ataupun tenaga medis dirumah sakit kusta itu. Perobatan dan pemeriksaan rutin itu hanya berlangsung saat rumah sakit masih ditangani oleh Dinas Kesehatan, ketika pelayanan dialihkan ke Dinas Sosial ia tidak pernah lagi melakukan perobatan rutin seperti sebelumnya. Berikut hasil wawancaranya : “ mulai tahun 1990 sampe 1993 macem-macem obatlah yang dikasih di rumah sakit, tahun 93 itu Dinas Kesehatan itu ngasih bapak rumah pondok untuk tempat tinggal sama istri, dulunya istri bapak juga sama-sama mantan pasien juga, trus nikahlah kami tahun 1993 itu, istri bapak dari tapanuli selatan sana, dia duluan yang dirawat baru gak lama bapak masuk dirawat, gak beda jauhlah jarak waktunya. tahun 2012 semalem istri bapak meninggal gak tau karna sakit apa. 60 kalo dulu kami dirumah itu masih berobat jalan tiap harinya, semenjak diurus sama Dinsos ini barulah kami gapernah lagi kami berobat rutin kayak dulu. kami nikah punya satu orang anak perempuan sekarang udah berumur 18 tahun, dia sehat gak ada kena penyakit kusta, baru aja kemarin tamat SMA di panti, SD dia dekat rumah sakit sana, SMP di Belawan Al-Washliyah kalo gak salah, SMA dia di panti memang, tapi bapak lupa pula nama pantinya itu, yang jelas selama SMA gapernah keluar untuk biaya sama keperluan sekolah karna kan ditanggung panti semua. kami gak takut dia kena kusta juga karena kan dulu setiap bulannya anak kami itu diperiksa darahnya sama rumah sakit. Sekarang aja semenjak sama Dinsos ini bapak sama anak gak pernah lagi periksa lagi. Selama proses berobat jalan berlangsung pak Ajo beserta istri dan anaknya menempati rumah pondok yang berbentuk petak berukuran kurang lebih 6 x 3 Meter dengan dinding permanen dengan ketinggian sepinggang orang dewasa dan selebihnya papan. Bagian depan rumah langsung menghadap gedung rumah sakit, sedangkan bagian belakang adalah rumah-rumah penduduk biasa dan bukan mantan pasien rumah sakit kusta, samping kanan-kirinya berdempetan dengan rumah mantan pasien lainnya, setiap deretannya terdapat lima rumah yang dihuni oleh lima keluarga. Rumah itu diberikan oleh Dinas Kesehatan Pemerintah Sumatera Utara yang pada waktu itu bertanggung jawab menangani para pasien Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan. Rumah itu juga dilengkapi kamar mandi yang tidak tertutup sepenuhnya dan terdapat air bersih yang berasal dari sumur bor disalurkan melalui pipa-pipa kerumah-rumah pondok mantan pasien rumah sakit. Selain air, rumah juga disalurkan listrik yang bersumber dari gardu listrik PLN. 61 Pak Ajo mengatakan dahulu Dinas Kesehatan disetiap akhir tahun memberikan bantuan piring, sendok, selimut, sarung bantal serta dua buah baju untuk orang dewasa dan satu buah untuk anaknya. Bahan makanan sehari-hari seperti sayur-sayuran didistribusikan Dinas Kesehatan sebanyak tiga kali dalam seminggu, sedangkan beras untuk orang dewasa mendapat 15 kg/orang dan anak sebanyak 7,5 kg per anak dan itu dibagikan setiap sebulan sekali. Bahan makanan pokok memang terus dipenuhi oleh Dinas Kesehatan tetapi tidak dengan peralatan rumah tangga, seperti kompor, kuali dan peralatan lain yang diperlukan untuk mengolah bahan makanan itu, untuk dapat mengolah bahan makanan itu maka ia berusaha mencari uang sendiri dengan cara meminta-minta di jalan ataupun menjual sebagian barang-barang yang pernah diberi Dinas Kesehatan yang kemudian hasilnya ia gunakan untuk membeli peralatan dapur yang dibutuhkan atau juga untuk keperluan lain. Jika dibandingkan dengan dulu, kegiatan mengemis yang ia lakukan dulu tidak sesering seperti sekarang ini, hal itu dilakukan karena pemerintah melalui Dinas Kesehatan tidak pernah memberikan uang tunai. berikut hasil wawancaranya : “Kalo dulu itu dek Dinas Kesehatan ada kasi kami bantuan tiap akhir tahun, yang dikasi itu baju untuk dewasa masing-masing dua potong, untuk anak satu potong, selimut, sarung bantal, piring, sendok. Bahan makanan kayak sayur-sayuran dikasi seminggu itu tiga kali, beras kami perbulan untuk orang dewasa 15 kg untuk anak 7,5 kg. Dinas Kesehatan cukuplah kalo kasi bahan makanan, tapi ya itu ada kurangnya juga perlatan dapur kayak kompor sama alat masak lain itu ga pernah dikasi memang, makanya sebelum rumah sakit tutup kami udah mintaminta kejalan juga, tapi gak sering macem sekarang ini, kadang juga sampe jual 62 selimut sama yang lain keorang untuk menuhin kebutuhan rumah tangga, palingan gitulah caranya karna kan pemerintah dari dulu memang gak pernah kasih kami uang.” Pelayanan yang diberikan oleh Dinas Sosial saat ini hanya memberikan bantuan berupa bahan makanan berupa beras, gula, bubuk teh, kentang, sayur dan sembako lainnya, bahan makanan tersebut hanya didistribusikan setiap sebulan sekali. Bantuan berupa piring, sendok, selimut serta pakaian yang dahulunya rutin diberikan oleh Dinas Kesehatan setiap menjelang akhir tahun mulai ditiadakan semenjak dialihkan ke Dinas Sosial. Pelayanan kesehatan yang diberikan Dinas Sosial juga hanya diadakan seminggu sekali, yaitu setiap hari jum’at, ada seorang dokter dari puskesmas setempat yang memberikan pelayanan bagi mereka yang membutuhkan obat-obatan, seperti betadine,obat demam, dan obat lainnya. Ketika saya menanyakan tentang bagaimana ia bisa menjadi pengemis,dia menjawab mengemis ataupun meminta-minta di persimpangan jalan dan lampu merah yang ada di Kota Medan itu sebenarnya sudah lama dilakukan, semenjak rumah sakit masih ditangani oleh Dinas Kesehatan juga sudah pernah mengemis, ia terdesak untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, butuh uang pegangan, dan untuk biaya perlengkapan sekolah anak. Pak Ajo mengatakan hanya itu satusatunya upaya yang bisa ia lakukan pada saat itu. Pak Ajo mengatakan saat ini kondisi hidupnya makin terasa sulit saat Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan ditangani oleh Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, sehingga membuatnya jauh lebih sering lagi untuk turun kejalan mengemis dipersimpangan jalan di Kota Medan. Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara saat ini masih tetap memberikan bantuan untuk ia dan anaknya, tetapi pada barang-barang tertentu 63 tidak lagi diberikan dan intensitas waktu pendistribusian bahan makanan juga tidak sesering dahulu. Kebutuhan makan didistribusikan pada pertengahan bulan dan itu hanya sebulan sekali. Menurutnya tidak ada lagi usaha ataupun keterampilan yang bisa ia manfaatkan dan kembangkan disana, misalkan untuk bercocok tanam, dikarenakan kondisi tanah sekitar yang tidak bisa untuk ditanami. berikut adalah hasil wawancara saya tentang kenapa menjadi pengemis : “bapak pun gak mau ngemis dek, tapi kami ngemis karena butuh uang untuk keperluan rumah tangga, untuk makan, uang pegangan, untuk biaya keperluan anak sekolah. Semenjak diurusin dinas sosial ini jadi terasa makin susah, kalo dulu dinas kesehatan kasih kami bantuan sayuran itu seminggu 3 kali, sekarang Dinsos ngasih bantuan pun cuma sebulan sekali, nanti kami yang datang ke gedung serbaguna rumah sakit itu, gak mungkin bisa kami makan itu apalagi kalo yang dikasi itu bentuknya sayuran, mana bisa tahan untuk sebulan, palingan kalo sayur itu untuk makan sehari aja, untuk makan-makan besok ya kan pake uang sendiri lagi lah, tapi mau uang dari mana sementara kami disana gak pernah dikasih uang, gak ada yang bisa kami manfaatin, entah nanam apa gitu yang bisa dijual, hasilnya kan bisa untuk biaya hidup”. Kemudian peneliti menanyakan bagaimana tentang kondisi atau keadaan yang sering terjadi disaat beraktivitas di jalan, ia mengatakan bahwa ia menyadari banyaknya jumlah pengguna jalan menjadi kondisi yang sangat membahayakan bagi dirinya sendiri, karena ia meminta-minta tepat pinggiran atau ditengah jalan yang dilalui para pengendara. Resiko tertabrak atau tersenggol pengendara sangat mungkin terjadi padanya. Tidak semua pengendara yang kasihan dengan keadaannya, bermacam-macam pula penolakan dari para pengendara, tetapi ada 64 juga pengendara yang prihatin dan kasihan dengan melihat keadaannya itu lalu memberinya uang. Hujan dan panas juga merupakan kondisi alam yang menjadi tantangan dan harus ia lewati. Berikut hasil wawancara peneliti mengenai kondisi yang dialami saat mengemis : “kalo minta-minta di jalan ya gitu lah dek, bapak harus betul-betul merapat ke mobil-mobil, kereta yang berenti di lampu merah, bawak kotak ini yang ada tulisannya, kadang kalo capek ya sambil duduk di pinggir-pinggir trotoar itu sambil ngulurkan kotak. kadang kalo pas udah lampu hijau bapak yah kepinggir cepat-cepat, pernah juga dimarahin sama supir-supir itu, pernah juga hampir ke injak kaki sama ban mobil karna mintanya sambil duduk. Semua itu yah sambil panas-panasan sama ujan-ujanan, pas waktu panas-panasan tapi ga ada yang mau ngasih rasanya itu susah kali, bapak kan juga gak bisa maksa orang untuk ngasi uang ke bapak, namanya untuk hidup caranya ya di tahankan lah dek mau gimana lagi yakan”. a. Kebutuhan Material Menurut keterangan yang telah saya peroleh dari Pak Ajo, ternyata ia tidak memiliki sumber penghasilan lain, ia juga mengaku kebutuhan hidup juga tidak hanya itu-itu saja dan terkadang ada juga kebutuhan yang tidak terduga. Maka untuk dapat memenuhi kebutuhannya dan jika benar-benar mendesak terpaksa ia pergi mengemis ke Medan untuk mencari uang tambahan, hasilnya pun tidak bisa disamakan karna setiap harinya tentu saja berbeda hasilnya, menurutnya rata-rata berkisar Rp 10.000 – Rp 25.000 saja perharinya, itupun belum dipotong biaya naik angkutan umum yang berkisar Rp. 9000 untuk pergi saja dan belum lagi untuk ongkos pulangnya lagi. Uang hasil mengemis itu juga digunakan untuk 65 keperluan rumah tangga dan sebagai pegangan untuk mencukupi kebutuhan makan jika nantinya tidak sampai mencukupi selama sebulan, kebutuhan makanan didistribusikan sebulan sekali oleh Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara dan itu dinilai tidak mencukupi untuk dikonsumsi sebulan. Dinas Sosial sendiri memberikan 15 kg beras untuk Pak Ajo dan 7,5 kg beras kualitas bagus untuk anaknya, jadi beras yang diberikan berdasarkan jumlah penghuni rumah. Bukan hanya beras saja tetapi juga ada kentang, minyak goreng, sayuran dan berbagai sembako lain. berikut hasil wawancara mengenai penghasilan dan penggunaannya : “kalo hasil di jalan itu gak bisa dipastikan berapa dapatnya, palingan rataratanya Rp. 10 ribu sampe Rp 25 ribu aja dek, uangnya biasa dipakai untuk pegangan, soalnya kadang bantuan makanan itu gak semuanya bisa tahan sampe sebulan, uangnya pun kadang untuk pegangan manatau ada keperluan lain, beras 15 kg untuk bapak aja terus anak juga dapat 7,5 kg, jadi 22,5 kg untuk sebulan kami berdua masih cukuplah, bukan cuma beras aja ada kentang, minyak goreng, dan sayuran kayaak sawi gitu, tapi ya itu tadi mana mungkin sayur bisa tahan untuk sebulan pasti busuk, otomatis perlu lah lagi uang untuk beli lauk untuk makan besoknya”. Menurut informan utama pakaian yang ia gunakan sampai saat ini masih terpenuhi, pakaian yang diberikan oleh Dinas Kesehatan masih bisa digunakan, pakaian itu berasal dari program Dinas Kesehatan di setiap akhir tahun, dalam program itu juga memberikan dua buah pakaian untuknya dan satu buah pakain untuk anaknya. Sejak tahun 2013 menangani mantan pasien rumah sakit kusta, baru lebaran kemarin saja Dinas Sosial memberikan satu baju kaos dan satu baju kemeja untuknya dan 2 baju untuk anaknya. Berikut adalah hasil wawancaranya : 66 “ pakaian masih bisa dipakai walaupun gak terlalu bagus, dulu waktu di urusin dinas kesehatan kami ada dikasi baju tidur, piyama gitu tiap akhir tahun, tapi semenjak sama dinas sosial tiap akhir tahun kami gak ada dapat lagi dek, dari tahun 2013 Dinsos ngurusin kami baru lebaran semalam kasih untuk bapak baju kaos satu, kemeja satu, kalo anak dapat dua juga kalo gak salah, bajunya pun yang biasa-biasa gak mahal“ Mengenai kebutuhan rumah untuk tempat tinggalnya terpenuhi, kondisi rumahnya adalah rumah pondok yang diberikan sementara atas kebijakan Dinas Kesehatan kepada Pak Ajo yang sudah ditempati sejak tahun 1993 sampai sekarang, status rumahnya pun hanya bisa di tinggalin jika Pak Ajo masih hidup. Jika Pak Ajo sudah meninggal maka anaknya tidak berhak untuk melanjutkan tinggal dirumah itu, pemerintah hanya memberikan tenggang waktu selama 3 bulan pada anaknya sebelum meninggalkan rumah pondok itu. Rumah itu berukuran 6 x 3 meter, berdinding papan, beratap seng, dan berlantai semen. terdapat juga kamar mandi serta air bersih untuk keperluan mandi atau mencuci bahkan untuk diminum. Selain air, rumah itu juga disalurkan listrik yang berasal dari PLN. Kondisi rumah juga dirasakannya cukup bersih dan sehat, hanya saja tak jarang jika air laut sedang pasang maka seluruh halaman rumah kebanjiran, tetapi tidak sampai masuk kedalam karena rumah sudah dibuat benteng agar air tidak masuk ke dalam rumahnya, itu saja yang menjadi keluhan oleh Pak Ajo. berikut adalah hasil wawancaranya : “rumah itu udah bapak tempatin dari tahun 93 dek, dulu kan bapak dirawat rumah sakit sampai tahun 93, terus udah dibilang sembuh katanya kami disebut pasien pondok, rawat jalan lah gitu, terus kami yang udah sembuh ini 67 ditempatkan di rumah-rumah pondok, tapi dulu belum ada dibangun kayak sekarang, trus kalo bapak meninggal anak bapak gak bisa lagi neruskan tinggal dirumah itu. Air di kamar mandi juga bersih karna kan dibuatkan sumur bor yang dalam sampe puluhan meter jadi air pun bersih bisa untuk cuci, mandi sama minum juga bisa, air itu dialirkan kerumah-rumah kami dek, listrik juga dari gardu PLN yang disalurkan ke rumah-rumah, cuma itu lah dek kalo air laut pasang banjir semua halaman, makanya bapak buat benteng biar gak masuk air ke dalam rumah itu aja yang bikin gak nyaman”. Menurut informasi yang peneliti peroleh dari informan utama, kebutuhan istirahatnya dapat terpenuhi. Pak Ajo mulai melakukan aktivitas mengemis di jalan sama seperti masyarakat yang bekerja pada umumnya, pergi pagi dan pulang ke rumah sore hari, terkadang juga sampai malam hari, itu pun tidak rutin setiap hari ia lakukan, tetapi untuk lebih seringnya dihari sabtu atau hari minggu. Jika ia lelah saat meminta-minta di jalan, trotoar jalan dan pepohonan menjadi tempatnya untuk beristirahat dan berteduh. Berikut adalah hasil wawancaranya: “biasa kalo dari rumah bapak ke Medan pagi , pulangnya juga sore sama kayak orang kerja, nanti naik angkot ke sana terus pulang sore, kadang malem juga pernah sampe rumah dek, kalo udah drumah ya udah gak ada lagi kegiatan bapak, golek-golek, sambil nunggu jam makan malam juga, habis itu baru tidur bangunnya jam 5 . lebih seringnya memang hari sabtu minggu, kalo badan lagi gak enak bapak ga ngemis dek. Kalo pas minta-minta terasa capek bapak duduk di bawah-bawah pohon yang di tengah ini.”. Menurut informasi yang didapat dari informan utama, kebutuhan obatobatan tidak terpenuhi karena tidak ada lagi aktivitas pelayanan kesehatan di 68 Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan tersebut, kini ia dan anaknya dalam keadaan sehat tidak sedang sakit apapun. Tidak adanya jaminan kesehatan untuk Pak Ajo dan anaknya, maka jika ia ataupun anaknya sakit maka usaha yang dilakukannya ialah membeli obat sendiri ke apotik atau pergi berobat ke klinik dengan menggunakan simpanan uang hasil mengemis di jalan. Jarang sekali ia berobat ke Puskesmas yang ada di Sicanang, ia mengatakan Puskesmas beroperasi hanya sampai siang menjelang sore saja dan tidak memungkinnya menunggu sampai esok hari. Ada juga dokter dari Puskesmas datang setiap jum’at kasi obat-obat yang dibutuhkan. Berikut adalah hasil wawancaranya : “kalo sakit-sakit ringan pake uang hasil di jalan itu bapak beli sendiri ke kedai, apotik, kadang ke klinik, jarang bapak dan anak berobat ke Puskesmas karena kan Puskesmas gak lama-lama dia buka kadang siang udah tutup, kalo lagi sakit kan gak mungkin nunggu-nunggu buka besok pagi. Setiap jum’at ada juga dokter dari Puskesmas yang ngelayani kami kalo lagi butuh obat-obatan. “ b. Kebutuhan Spiritual Kebutuhan pendidikan Pak Ajo tidak terpenuhi, Informan utama mengungkapkan pendidikan tertinggi yang diraih hanya sampai SD kelas tiga saja, menurutnya pada zaman dahulu pendidikan bukan sesuatu kebutuhan pokok dan tidak harus, selain itu juga faktor ekonomi yang sulit. Berikut adalah hasil wawancaranya : “ Bapak dulu sekolah gak tamat dek, cuma sampe SD kelas tiga aja kalo gak salah, tau lah zaman dulu sekolah itu gak penting kali rasanya, selain itu ekonomi orang tua pun juga susah dulunya dek, ya sudahlah bapak terus ikut orang tua 69 bantu-bantu mereka berladang, namanya anak yakan pasti ada keinginan bantubantu orang tuanya cari uang untuk makan,”. Kebutuhan beribadah dan siraman rohani Pak Ajo terpenuhi, ia melakukan ibadah sholat berjamaah di masjid yang berada berkisar 50 meter dari rumahnya. Sholat yang sering dilakukan secara berjamaah antara lain sholat Magrib dan sholat Isya saja, ia beralasan aktivitas mengemis di jalan itu membuat sholat lainnya tidak dapat dilakukan berjamaah bahkan juga lebih sering ditinggalkan. Pak Ajo juga menghadiri pengajian dan mendengarkan ceramah setiap malam jum’at yang diadakan rutin di mesjid itu. Berikut adalah hasil wawancaranya : “kalo sholat Magrib dan Isya aja bapak berjamaah, ya tahulah kalo siang bapak di jalan sampe sore. setiap malam jum’at abis sholat Isya sering juga datang dengerin ceramah rutin di mesjid itu, “. Kebutuhan hiburan Pak Ajo terpenuhi, hiburan yang biasa dilakukan dalam mengatasi kerjenuhan dari aktivitas sehari-harinya yaitu dengan bermain ke rumah tetangga, berkumpul di warung milik masyarakat sekitar. Berikut adalah hasil wawancaranya : “Kalo bosen bapak gak pernah pergi jalan-jalan jauh dek, paling kerumah tetangga, ngumpul di warung sama orang-orang sekitar sana, paling sering itu kalo bosen yauda gitu aja dek gak ada hiburan macem-macem, yah karena kan kalo liburan macem-macem ya gak ada biaya, untuk makan aja pun susah”. c. Kebutuhan Sosial Interaksi antara informan utama dengan individu penyandang kusta lain terpenuhi dan terjalin baik jarang sekali mengalami konflik, interaksi dengan 70 penyandang kusta lain biasanya terjadi jika mereka saling tegur sapa, mengobrol saat berjumpa di manapun , dan ia menganggap itu sama seperti dengan masyarakat umumnya. Berikut adalah hasil wawancaranya : “Sesama kami biasa lah dek gak beda sama orang sehat kok, suka negur kalo jumpa, kalo ada pengajian pun sama kami datang ke mesjid itu, ceritain entah apa gitu, kalo cerita masalah ya cerita soal sekitaran nasib kami ini lah yang kekurangan waktu di urus Dinsos ini, samalah pokoknya kayak orang-orang sehat lain ga ada beda”. Mengenai hubungan informan utama dengan kerabat yang sehat dan tidak terkena penyakit kusta dapat terpenuhi, ia mengatakan bahwa Pak Ajo masih memiliki kerabat yang sehat atau dengan kata lain tidak menderita penyakit kusta, memang keluarganya jarang sekali datang untuk mengunjunginya, bisa dibilang tidak pernah, terkadang Pak Ajo sendiri yang balik mengunjungi keluarga yang ada di kampung hanya sekedar bersilahturrahim, ia mengatakan lumayan sering pulang ke kampung tetapi tidak ada membuat jadwal tertentu dan itu juga tergantung dengan kondisi keuangannya yang juga masih kekurangan. Akibat dari penyakitnya ini Pak Ajo ini merasa asing atau tidak percaya diri jika bertemu dengan keluarganya, merasa tidak ingin orang-orang atau keluarga dan kerabatnya terlalu dekat dengannya, padahal mereka justru tidak ada atau tidak menunjukan sikap ingin menjauhinya, ia juga mengatakan bahwa itulah yang menjadi penyebab kenapa tidak kembali lagi ke kampung halamannya. Berikut hasil wawancaranya : ”keluarga yang sehat ada di kampung, di Hessa Air Genting sana, dulu lumayan sering lah pulang ke sana, tapi liat kondisi uang juga dek, sekarang kan bapak 71 juga masih susah di sini, belakangan ini aja udah jarang jumpain keluarga disana mungkin ada 3 tahun lalu lah terakhir kesana , bapak milih di sini terus karna bapak suka merasa asing sendiri karna penyakit ini.” Interaksi kelompok penyandang kusta dengan kelompok masyarakat lain dapat terpenuhi, ia mengatakan interaksi itu dengan kelompok masyarakat yang tergabung di jajaran pemerintahan. Interaksi itu kelompok masyarakat penyandang kusta Pulau Sicanang Belawan terjadi ketika mereka melakukan aksi ataupun menyampaikan aspirasi kepada pemimpin tertinggi di Kota Medan dan juga pemimpin tertinggi di Sumatera Utara, mereka menyampaikan tuntutan yang menyangkut kebutuhan hidup selama di rumah pondok komplek Rumah Sakit Kusta Sicanang Belawan. Mereka menuntut agar pemerintah mengembalikan Dinas kesehatan yang menangani kebutuhan hidup mereka. Interaksi berlanjut saat perwakilan dari kelompok penyandang kusta dapat berkomunikasi langsung dengan pihak pemerintah. Interaksi sosial antara kelompok penyandang kusta dengan kelompok masyarakat sekitar juga terjadi pada saat hari-hari besar seperti perayaan memperingati 17 Agustus, saat masih ditangani Dinas Kesehatan, penyandang kusta dan masyarakat sekitar berpartisipasi untuk mengikuti berbagai perlombaan-perlombaan yang ada. “Terakhir kemaren itu lah kami ada sekitar 4 mobil rame-rame pergi ke Medan unjuk rasa ke Kantor Gubernur untuk nyampaikan suara kami supaya kami balek lagi di urusin sama Dinas Kesehatan kayak dulu lah pokoknya. Ini kayak gini kami kurang diperhatikan lagi hidupnya sama pemerintah. Padahal kami datang cuma mau nyampaikan itu aja bukan mau ribu-ribut,,, eh tapi malah kami dihadang sama mobil apa yang besar yang bisa nyemprotkan air itu... kadang 72 kalo demo gitu kami dibiarkan, tapi kadang juga ada sekitar 5 orang diajak ke dalam wakil kami. dulu kegiatan bersama masyarakat sehat di sana itu ya sewaktu Dinas Kesehatan ngadain perlombaan 17 Agustus, anak-anak dan orang dewasa sehat maupun yang sakit kusta juga ikutin perlombaan yang dibuat. 5.1.2 Informan Utama 2 Nama : Inung Usia : 55 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Suku : Aceh Informan utama kedua yang peneliti wawancarai adalah ibu Inung berusia 55 Tahun. Ibu Inung adalah anak petani berasal dari Aceh dan sudah sejak umur 10 tahun sudah menderita penyakit kusta. Dahulu kedua orang tuanya tidak mengizinkannya untuk berobat jauh-jauh dan selama itu juga ia hanya melakukan perobatan yang ada di kampung. Ia juga tidak mengetahui kenapa bisa menderita sakit kusta dan sepengetahuannya kedua orang tua serta nenek-kakeknya tidak memiliki riwayat menderita penyakit kusta. Ia mengatakan sudah hampir 30 tahun ia meninggalkan tempat kelahirannya, dari Aceh ia dirawat di Rumah Sakit Kusta Sicanang Belawan, setelah selesai dirawat kembali lagi ke Aceh untuk menikah dengan suaminya yang merupakan seorang mantan pasien rumah sakit dan samasama berasal dari Aceh juga. Suaminya sudah menderita sakit kusta sejak kelas 4 SD, lalu suaminya kembali dirawat di Kuta Cane selama 6 bulan. Ia pindah ke Rumah Sakit Kusta Hutasalem namun anaknya yang pertama tidak diperbolehkan bersekolah dengan anak-anak orang sehat disana karena mereka takut tertular, ia mengatakan selama 14 tahun 73 ia berada di Hutasalem, ia kembali lagi ke Aceh, lalu tidak lama penyakit kustanya dan suaminya kambuh lagi kemudian kembali dirawat di Rumah Sakit Kusta Sicanang Belawan. Sejak 15 tahun yang lalu ia terus menetap di rumah pondok yang berada berhadapan dengan Rumah Sakit Kusta Belawan. Ia mengungkapkan, ia dan suami sudah banyak memperoleh obat-obatan dan penanganan medis selama perawatan di berbagai rumah sakit kusta yang pernah ia singgahi. Dampak dari penyakit kusta yang ia derita membuat salah satu tangannya mengalami kecacatan yang saat itu telah dioperasi oleh pihak rumah sakit. Pernikahan Ibu Inung dan suaminya memiliki tiga orang anak perempuan dan semuanya sehat, ia tidak khawatir jika anaknya akan menderita penyakit yang sama seperti yang di derita oleh kedua orang tuanya, ia mengatakan seperti itu karena dahulu pihak rumah sakit telah memberikan suntikan dan pemeriksaan rutin dengan tujuan untuk mengantisipasi kemungkinan anaknya menderita kusta, suntikan itu juga diberikan ketika ia sedang mengandung, sedangkan pemeriksaan darah dilakukan rutin setiap sebulan sekali. Kedua anaknya telah menikah dan tinggal bersama suaminya, masing-masing telah memiliki dua orang anak. Resepsi pernikahan kedua anaknya digelar seadanya, kini kedua anaknya yang telah menikah tidak lagi tinggal bersamanya, kehidupan anaknya juga sulit sehingga tidak dapat meringankan kehidupan orang tuanya. Ketiga anaknya itu telah menyelesaikan sekolah sampai jenjang SMA, sedangkan anaknya yang ketiga belum lama ini telah menyelesaikan sekolah SMA dan masih belum mempunyai pekerjaan. Ia mengatakan anak-anaknya sejak SD sampai SMA bersekolah di Panti Melati yang ada di Tembung, mengenai biaya serta perlengkapan sekolah lain ditanggung oleh panti . 74 Berikut hasil wawancaranya : “ibu kan dulu tinggal di Aceh nak sama orang tua juga, dari umur 10 tahun udah kena sakit ini, tapi kan taulah dulu di kampung gak boleh berobat jauh-jauh sama orang tua, makanya ini termasuk terlambat juga ngobatinya. jari-jari tangan ibu liat lah ini udah gak lurus lagi, ini udah di operasi dulunya sama dokter rumah sakit itu, heran sama gatau juga kenapa bisa sakit ini, tahu-tahu yaudah di bilang sakit ini. udah ada hampir 30 tahunlah ibu berobat ke rumah sakit- rumah sakit, udah pindah sana-sini, kalo ditanya tahun berapa pasnya ibu udah lupa karna udah lama juga ibu di sini, tapi seingat ibu skitar tahun 80an gitu ibu dari Aceh ke Hutasalem sana, terus pindahlah ke Rumah Sakit Kusta Belawan itu, jumpalah sama suami disitu, kami sama-sama dari Aceh juga, abis di rawat pulang lagi ke Aceh untuk nikah, waktu itu bapak kambuh lagi terus di rawat di Kutacane 6 bulan, pindah lagi ke Hutasalem tapi karna anak yang paling besar itu gak dibolehin sekolah sama orang-orang sehat itu karena takut kertularan katanya, balik lagi lah ke Aceh, gak lama di sana kambuh lagi kusta bapak gak tahan dia balik berobat ke rumah sakit kusta yang di Belawan itu lagi. terus tinggal dirumah pondok itu lah sampe sekarang. Anak ibu ada tiga orang, semuanya perempuan sehat gak ada yang sakit kusta, dulu di rumah sakit rutin diperiksa sama dokter ada juga suntikan supaya anak gak tertular kusta kayak orang tuanya ini, kalo sekolah tiga-tiganya itu SD sampe tamat SMA di Panti Melati Tembung sana, biaya sekolah keperluan sekolahanya udah ditanggung panti semua, jadi gak ada keluar biaya sekolah. Informan utama ini mengatakan ia mengemis dan memohon belas kasihan pengguna jalan menurutnya hanya satu-satunya cara yang bisa ia lakukan untuk 75 memenuhi kebutuhan hidupnya, kebutuhan itu antara lain untuk keperluan rumah tangga dan uang pegangan jika sewaktu-waktu ada kebutuhan yang tidak bisa diprediksinya. Suaminya yang juga merupakan sesama mantan pasien rumah sakit juga tidak bisa bekerja normal dikarenakan adanya penolakan dari sebagian masyarakat karena bekas luka menyebabkan orang yang melihatnya merasa jijik dan mengerihkan takut tertular. Ia juga mengatakan saat ini suaminya berada dikampung mengurus sawah peninggalan orang tua yang hasilnya bisa mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan. Ia mengungkapkan kecacatan di bagian tangannya tidak memungkinkannya untuk melakukan kegiatan layaknya orang normal lainnya. Ibu Inung ini mengemis di jalan semenjak berhenti beroperasinya Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan, saat itu juga Dinas Sosial Provinsi yang mengambil alih pelayanan di rumah sakit itu yang sebelumnya ditangani oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Semenjak Dinas Sosial yang mengambil alih pelayanan Ibu Inung merasa kurang mendapatkan pelayanan yang baik dengan membandingkan pelayanan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan dulu. Seingatnya ia sudah mulai berjalan dua tahun menjalani aktivitas di jalan itu. Ia juga mengatakan ia tidak mengemis tiap hari, hanya dihari sabtu atau minggu saja ia lebih sering berada di jalan. Berikut adalah hasil wawancaranya : “udah jalan dua tahun ini ibu ke jalan gini, Dinas Sosial yang sekarang menangani kami kurang bagus nak, gak kayak dulu waktu orang kesehatan yang nangani kami, sekarang ngasih bantuan cuma sebulan sekali aja, padahal ibu kan makan tiap hari, kalo uang memang gak pernah kami dari dulu di kasih sama pemerintah, belum lagi untuk kebutuhan yang lain mau gimana lagi coba ibu cari uang,?? tangan ibu udah cacat kayak gini gak bisa megang apa-apa, gak bisa 76 dibuat kerja apa-apa,,, karna itu lah nak ibu terpaksa ke jalan medan ini mintaminta sama orang pake kotak yang ada tulisan kalo kami ini sakit kusta yang di Rumah Sakit Kusta Belawan. tapi kalo ibu sendiri ya gak tiap hari kejalan, palingan sabtu atau minggu aja dari pagi pulang ke rumah sore naik angkot pulang pergi. Suami sekarang ada di kampung sana ngurus sawah peninggalan orang tualah, orang memang gak sekolahan, “. Mengenai bagaimana kondisi ataupun kesulitan yang sering terjadi ketika beraktivitas di jalan ia mengatakan bahwa sebenarnya menyadari mengemis di jalan tentunya sebuah resiko yang sangat berbahaya untuknya. Mendatangi pengguna jalan yang sedang berhenti di lampu merah, memohon belas kasih dari pengguna jalan untuk memberikan ia uang seikhlas hati. Sengatan matahari menjadi tantangan yang harus dilewatinya demi uang pemberian dari pengguna jalan yang melintas. Tak jarang pula ia nyaris tersenggol kendaraan yang ingin jalan saat lampu hijau sudah menyalah, ada juga pengguna jalan yang berkata kasar padanya karena merasa ia menghalangi laju dari kendaraan para pengguna jalan. “ di jalan itu macam-macam nak keadaannya, kena panas terik matahari, kena marah supir-supir itu, hampir ke senggol juga pernah lah, banyak yang gak mau kasi, ada juga lah orang yang berbaik hati sama ibu mau dia kasi ibu sikit uangnya untuk bantu ibu. Kalo ada razia otomatis pendapatan pasti berkurang lah nak. Kalo cuma berharap sama bantuan dinsos yang datangnya sebulan sekali itu yaaah entah kayakmana lah jadinya kami nak. Susahnya cari uang di jalan ya mau gak mau harus ibu lakukan dari pada di rumah aja gak bisa menuhi kebutuhan makan”. 77 a. Kebutuhan Material Menurut keterangan yang dikatakan oleh informan utama , uang yang dihasilkan melalui mengemis di persimpangan jalan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti perobatan dan untuk makan ataupun digunakan untuk membeli pakaian. Hasil yang diperoleh Ibu Inung selama dijalan rata-rata perharinya berkisar Rp 15.000 sampai Rp 20.000 yang belum termasuk potongan untuk biaya naik angkutan menuju Medan ataupun pulang ke Belawan. Penghasilan yang di dapat tidak sepenuhnya untuk makan ia dan keluarganya, karena Dinas Sosial telah mendistribusikan bantuan berupa bahan makanan pokok yang berupa beras untuk penyandang kusta dan anak-anaknya dengan porsi ataupun jumlah yang berbeda. Selain itu ada bantuan lain yaitu berupa sembako dan sayuran, semuanya itu didistribusikan sebulan sekali. Menurutnya bahan makanan tersebut tidak dapat memenuhi selama satu bulan. Berikut adalah hasil wawancaranya : “Kalo gak turun ke jalan ya ibu gak ada kegiatan apa-apa nak, paling tidur dirumah, duduk-duduk sambil cerita sama tetangga. Penghasilan pun juga gak ada selain dari hasil di jalan ini, turun kejalan pun dapetnya gak banyak nak paling cuma dapat Rp 10.000 – Rp. 20.000 aja rata-ratanya, bisa lebih banyak bisa lebih sikit, gak bisa di samakan tiap harinya itu nak, namanya juga ngemis yakan bisa dapet banyak bisa dapet sedikit, pernah juga dapetnya pas-pas untuk ongkos angkot pergi - pulang aj, gak bisa lagi sekarang kayak dulu itu, sekarang bantuan makanan cuma sebulan sekali di bagi di teras rumah sakit itu, beras dikasi per kepala, kalo macem ibu ini nak dapatnya 15 kg trus anak-anak ibu masing-masing 7,5 kg perbulannya, cukuplah kalo beras itu sebulan, minyak 78 goreng, sayuran juga dikasi untuk sebulan, coba dipikirlah mana tahan sayur itu untuk sebulan pasti busuk kan? mungkin cuma bisa sehari atau dua hari itu kalo sayur, otomatis untuk makan besok kan harus pake uang sendiri beli sayurnya, mau duit dari mana padahal tangan ibu cacat gini gak bisa pegang apa-apa tangan ini. “ Mengenai asal pakaian yang dipakai sehari-hari dapat terpenuhi, ia mengatakan pakaian lusuh dan kusam yang dipakai sehari-hari adalah pakaian lama yang masih bisa digunakan, pakaian itu berasal dari pemberian Dinas Kesehatan di setiap akhir tahun, jika ada bagian yang robek mungkin dijahitkan anaknya. Ia mengatakan bahwa Dinas Sosial menjelang lebaran lalu memberikan baju untuknya dan anaknya juga mendapatkan. Berikut adalah hasil wawancaranya : “baju-baju yang ibu pake ini baju-baju lama semua nak, kadang kalo sobek ya minta jahitkan, kadang bisa juga kumpulin sedikit-sedikit beli baju murah-murah asalkan bisa nutup badan. Dulu sempat juga ada dikasi baju-baju tidur sama orang kesehatan itu, kalo sekarang gak ada dapet baju lagi, baru lebaran semalam itulah mau raya dikasih kami baju untuk anak juga dapat” Kebutuhan rumah sebagai tempat berlindung dapat terpenuhi, ia mengatakan rumah yang menjadi tempat tinggalnya merupakan rumah yang diberikan sementara oleh pemerintah, rumah itu hanya berukuran 6 x 3 meter sama seperti rumah-rumah pondok penyandang kusta yang lainnya, rumah itu sebagai tempat tinggal pasien yang sudah tidak memerlukan perawatan intensif atau dulunya disebut pasien pondok, karena rumah yang diberikan itu adalah rumah pondok yang berdinding papan, beratap seng, dan berlantai semen. Jika ada 79 bagian rumah yang rusak ataupun atapnya bocor maka ia tambal sendiri jika ada uang yang bisa digunakan. Menurutnya kamar mandi cukup bersih karena tersedia air yang bersih yang berasal dari sumur bor dan tidak tercemar air laut, air ini juga digunakan untuk minum Ibu Inung dan keluarga. listrik juga yang ada di rumahnya berasal dari gardu listrik PLN. Lingkungan kotor dan bau disebabkan oleh air laut yang merendam sebagian pelataran rumah, dan jumlah air yang tergenang akan bertambah banyak jika air sedang pasang. Meskipun kondisi rumah sedikit kurang nyaman seperti itu, namun ia lebih memilih untuk tetap tinggal di rumah pondok itu karena masyarakat yang ada dikampungnya itu takut tertular penyakit kusta olehnya, sangat berbeda dengan keluarganya yang selalu menerima keadaannya. Berikut adalah hasil wawancaranya : “Rumah yang ibu tempatin sama keluarga nak sebenarnya bukan rumah ibu sendiri, ukurannya pun gak besar kali paling panjangnya sekitar 6 meter lebarnya 3 meteran, itu rumah pemerintah ibu disuruh nempatin karena dulukan pasien yang udah sembuh dari rumah sakit itu disuruh nempatin gitu aja sama sambil kami tetap berobat jalan dan sampe sekarang kami tempatin. Jadi gak bisa diwariskan ke anak-anak, seandainya bapak sama ibu udah meninggal anak-anak ini gak boleh lagi tinggal di rumah itu. Kadang kalo ada bocor sikit ya dibetulin atau ditempel-tempel gitu aja biar kalo waktu ujan gak basah kami didalamnya. kalo untuk mandi air pun juga bersih karna kan disana udah pake sumur bor yang dalam jadi gak kecampur air laut, bisa pake juga kok untuk minum. Listrik juga masuk kok di rumah itu. Halaman rumah sering banjir kalo udah pasang laut. makanya semua rumah-rumah di sana pada dibuat benteng biar gak masuk kedalam rumah airnya nak, biarpun kayak gitu kami tetap milih tinggal disitu 80 terus karena masyarakat di kampung sana ada yang takut sama penyakit yang pernah ibu derita ini, tapi kalo keluarga ya gak ada yang takut.”. Menurut informasi dari informan utama kebutuhan istirahatnya terpenuhi dengan baik, berdasarkan urutan kegiatannya sehari-hari ia pergi mengemis ke jalan itu dimulai pagi hari kira-kira pukul 7 atau 9 pagi terkadang juga siang hari dan pulang sore menjelang petang, ia tidak ada aktivitas lain atau pekerjaan lain setelah pulang dari beraktivitas di jalan. Berikut hasil wawancaranya : “kalo turun ke jalan ibu pergi dari rumah itu jam 7an, jam 9, siang baru pergi juga pernah, perjalanan sekitar satu setengah jam lah kalo naik angkot ke Medan, nanti jam 6 kurang ibu baru tuh naik angkot pulang ke arah Belawa, sampai rumah paling mandi terus masak kalo belum ada yang makanan, abis itu ya udah paling golek sebentar terus tidur, besok paginya bangun subuh-subuh masak”. Mengenai kondisi kesehatan ia dan keluarga, ia mengatakan kondisi kesehatan Ibu Inung beserta keluarganya sehat tidak ada terserang penyakit apapun. Akses untuk memperoleh obat-obatan secara gratis tidak terpenuhi, karena jika ada anggota keluarga yang terserang penyakit maka akan dibawanya berobat ke Puskesmas ataupun balai pengobatan terdekat. Kalaupun ia membutuhkan obat-obatan saat Puskesmas sudah tutup, maka ia membeli obat di warung atau pergi ke apotik memakai uang sendiri. Mereka juga tidak ditolak untuk berobat di tempat pelayanan kesehatan yang sama dengan masyarakat sehat lain. Tetapi kalau masih sakit-sakit ringan ia hanya mengkonsumsi obat-obatan yang ada diwarung-warung. berikut hasil wawancaranya : “ Alhamdulillah nak kami semua lagi sehat gak ada yang sakit, kalo sakit ya biasa ibu beli sendiri diluar, pernah bawa ke Puskesmas, tapi Puskesmas kan gak 81 sampe malam bukanya, kalo udah gitu ya beli ke apotik atau ke klinik. kalo sakitnya demam, batuk biasa ya minum obat kede itu, dulu kalo sakit ya di bawa aja ke rumah sakit kusta itu di situ dikasih obat gratis, tersedia banyak obatobatan yang kami perlukan. “ b. Kebutuhan Spiritual Keterangan informan utama mengenai pendidikan tidak dapat terpenuhi, ia mengatakan seperti kebanyakan orang dulu pada umumnya mereka menganggap sekolah itu bukanlah sesuatu yang penting untuk kehidupannya di masa depan. Ibu Inung hanya menempuh pendidikan sampai kelas 4 SD saja, hal itu disebabkan oleh penyakit kusta yang telah di derita sejak usia 10 tahun sehingga membuatnya harus berhenti sekolah kemudian dilanjutkan perawatan intensif di rumah sakit kusta. Berikut hasil wawancaranya : “ ibu dulu sekolah cuma sampai kelas 4 aja nak, ibu kan kena sakit kusta ini waktu umur 10 tahun, ya udah lah gak sekolah lagi terus dibawa berobat kampung ibu, udah gitu kan kalo dulu sekolah ga penting-penting kali buat perempuan”. Kebutuhan akan beribadah kurang terpenuhi, ia melaksanakan sholat jika sedang berada di rumah saja dan sholatnya dilaksanakan dirumah, sesekali jika ada kesempatan ia pergi ke mesjid untuk sholat berjamaah dengan masyarakat lain. Mesjid itu juga cukup sering mengadakan ceramah dan pengajian rutin, para jamaah yang akan melaksanakan sholat dan mengikuti pengajian terdiri dari masyarakat sekitar dan mantan pasien Rumah Sakit Kusta Sicanang Belawan. Dalam kesempatan seperti itu masyarakat sekitar yang memang bukan mantan pasien kusta, dapat menerima keberadaan penyandang kusta untuk sama-sama 82 melaksanakan ibadah, begitu juga saat pengajian seluruh jamaah dapat berbaur. Berikut hasil wawancaranya : “lagi di jalan mana sholat ibu nak, kalo lagi gak ke jalan baru ibu sholat di rumah kadang pergi ke mesjid juga berjamaah, biasa ibu sholat magrib itu seringnya ke mesjid sama orang-orang sana, di sana kan ada jadwal pengajian rutin, lumayan sering juga lah habis sholat Isya tuh pengajiannya dimulai, sholat pun biasa kok gak ada buat saf sendiri-sendiri, pengajian pun juga berbaur kami sama orang-orang sehat sana.”. Keterangan dari informan utama kebutuhannya akan hiburan dapat terpenuhi, ia mengatakan selama ini hanya berada di rumah saja, duduk diteras rumah bersama tetangga sebelah rumah atau bahkan duduk sendirian saja dan menurutnya itu sudah cukup membuat ia terhibur. Berikut hasil wawancaranya : “penghasilan pun kecil nak hiburannya kalo bosen ya biasa aja, cerita-cerita sama tetangga di depan teras rumah, kadang duduk sendirian didepan rumah. gak ada hiburan macem-macemlah.” c. Kebutuhan Sosial Kebutuhan sosial antara sesama penyandang kusta terpenuhi, ia mengatakan interaksi Ibu Inung dengan penyandang kusta lain baik-baik saja berjalan baik karena dapat berkomunikasi dengan baik, menurutnya sama saja sepertinya dengan masyarakat sehat yang lain. Kalau mereka bertemu saling menyapa bahkan saling bercanda juga pada kesempatan lain. Biasa Ibu Inung ini bertemu dengan penyandang kusta lain sewaktu belanja di warung atau di pasar, berikut hasil wawancaranya : 83 “ kalo sama penderita kusta lain ya sama aja sih nak, sama kayak yang lain , bercanda, tegur sapa, yaah macem-macem lah. Sering ketemunya itu di kedai beli sayuran tiap pagi, ya udah saling nanyak lah kami nak, tanyak-tanyak masak apa hari ini, sambil saling bercandaan lah sikit-sikit,. “. Informan utama mengatakan memiliki kerabat ataupun keluarga yang sehat dan semuanya berada di kampung , tetapi sudah lama tidak bertemu dan berkomunikasi. Interaksi penyandang kusta dengan kerabat dan keluarga tidak terpenuhi, hal itu terjadi menurutnya karena jarak yang jauh, Berikut hasil wawancaranya : “Keluarga yang sehat pasti ada karena ibu ini anak paling kecil, ibu sendiri pula yang sakit kusta ini, yang lain sehat cuma memang udah lama gak ketemu karena kan jaraknya jauh di Aceh sana, seandainya ke sana gak ada lah buat ongkos naik bus itu , mau lewat telepon juga susah gak punya uang dan nomor yang bisa di hubungi.” Interaksi individu dengan kelompok masyarakat sekitar dapat terpenuhi, itu terjadi ketika berada dalam pengajian. Ibu Inung ini memang mengikuti wirid ataupun kelompok pengajian ibu-ibu yang diadakan setiap hari jum’at. Seluruh anggotanya terdiri dari masyarakat sekitar serta ibu-ibu mantan pasien Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan. Berikut hasil wawancaranya : “ibu ikut kelompok pengajian ibu-ibu setiap hari jum’at siang, anggotanya ya sama ibu-ibu sekitar juga berbaur gak ada pilih-pilih kawan cerita atau duduk jauh-jauhan, orang-orang sekitar sana gak ada yang takut tertular sama kami kok,”. 84 5.2 Informan Tambahan 5.2.1 Informan Tambahan 1 Nama : Sugiyo Usia : 55 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Suku : Jawa Pekerjaan : Pedagang a. Kebutuhan Material Kehidupan para pengemis penyandang kusta menurut Pak Sugiyo sebagai tetangga dari pengemis penyandang kusta itu di nilai memang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga. Ketidakberdayaan yang diakibatkan oleh penyakit yang pernah diderita membuat kebutuhan hidup mereka harus dipenuhi pemerintah. Bantuan diberikan pemerintah saat ini hanya sekedar berupa bahan makanan. Tetangga sekitarnya pun juga hidup dengan pas-pasan atau tidak dapat banyak membantu penyandang kusta untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Berikut hasil wawancaranya : “Menurut saya hidup Pak Ajo itu ya memang kekurangan, apalagi lihatlah bekasbekas penyakit kustanya itu buat fisiknya gak kayak orang normal, mau kerja pun susah. Tambah lagi semenjak rumah sakit tutup makin susah bapak lihat, makan aja gak tau entah kayakmana itu, tapi memang biasa ada jatah dari pemerintah untuk bapak ini, beras, minyak goreng, macem-macem lah dek yang dikasih, tapi memang sekarang itu agak jarang nampak bapak. Kalo baju ya tau sendiri lah kalo hidup bergantung sama orang, bajunya ya baju-baju lama yang dipakai sehari-hari, kalo kita liat itu ya baju yang udah gak layak.” 85 Informan tambahan mengatakan program-program pemerintah yang ditujukan untuk mengatasi kemiskinan sama sekali tidak semuanya menerima, menurut informasi yang didapatkan dari wawancara dengan tetangga penyandang kusta ini, dari 135 Kepala Keluarga tidak sampai setengahnya yang mendapat program Bansos ataupun bantuan lainnya. Itu disebabkan status kehidupan mereka yang telah ditangani oleh Dinas Sosial jadi dianggap tidak perlu mendapatkan bantuan sosial dalam bentuk lain. Berikut hasil Wawancaranya : “Pak Ajo pernah cerita gak pernah dapat bantuan dari subsidi minyak dari pemerintah itu, terus sih pernah orang ini protes kenapa gak dapat bantuan sosial itu, terus katanya sih karena orang ini udah diurus sama Dinas Sosial makanya gak dapet dana bantuan yang lain, ” Menurut keterangan dari informan tambahan rumah yang menjadi tempat tinggal pengemis penyandang kusta itu adalah rumah pondok dari pemerintah yang sifatnya sementara. Walaupun kecil dan terasa sempit, tetapi cukup bersih karena sudah ada dilengkapi kamar mandi serta air bersih , rumahnya bisa menjadi tempat meneduh dari panas matahari ataupun saat hujan. Berikut hasil wawancaranya : “Rumahnya menurut bapak bersih kok, memang bukan permanen, dindingnya sebagian besar masih papan tapi lumayanlah gak kena ujan sama panas. kamar mandi pun airnya bersih dek karna kan ada sumur bor dari pemerintah terus dialirkan kerumah-rumah.” Menurut informan tambahan, kebutuhan obat-obatan secara gratis tidak terpenuhi. Pak Ajo dan anaknya jarang terlihat sakit, dan kalaupun sakit ringan ia hanya membeli obat-obatan yang di warung menggunakan uang yang ia punya. 86 Hal itu disebabkan karena tidak adanya lagi aktivitas serta obat-obatan di rumah sakit itu. Berikut hasil wawancaranya : “Jarang sakit bapak itu setahu saya, kalo pun sakit ya cuma sakit-sakit ringan, demam, batuk gitu aja terus dia beli obatnya di warung pake uangnya sendiri. Jarang dia mau ke Puskesmas dek gak tau kenapa, kadang pun kan Puskesmas cepat kali tutup.” Menurut informan tambahan kebutuhan istirahat Bapak Ajo ini dapat terpenuhi, beraktivitas di jalan sama seperti layaknya orang-orang yang berkerja pada umumnya. Pergi pagi sampai sore baru ia kembali lagi pulang ke rumah. Berikut hasil wawancaranya : “ Pak Ajo ini pergi ke jalan ya sama kayak orang-orang mau kerja itu, jam 7 udah pigi nnti sore mau magrib udah di rumah lagi dia. abis itu yauda istirahat lah dia kalo memang gak ada kegiatan lagi, setahu bapak gitu aja dia.” b. Kebutuhan Spiritual Menurut informan tambahan kebutuhan ibadah sholat Pak Ajo dapat terpenuhi, ia sering melakukan ibadah berjamaah di Mesjid, hanya sholat Magrib dan sholat Isya yang dilakukan berjamaah. Begitu juga untuk mengikuti pengajian dan mendengarkan ceramah Pak Ajo cukup sering menghadirinya bersama-sama dengan masyarakat lainnya. Berikut hasil wawancaranya : “sering kok liat, sering jumpa kalo pas sholat, datang pun kalo ada pengajian rutin di mesjid, dia kan juga satu perwiridan sama saya, biasanya tuh kalo wirid setiap malam jum’at, kami sih yang sehat-sehat ini biasa aja kalo lagi dekat sama mereka gak ada takut tertular”. 87 Menurut informan tambahan kebutuhan hiburan dapat terpenuhi. Hiburan yang menjadi pilihan jika Pak Ajo sedang dilanda kejenuhan tidak pernah rekreasi kemana-mana melainkan hanya berkunjung ke rumah tetangga atau berada di warung untuk sekedar mengobrol. Berikut hasil wawancaranya : “jarang jalan-jalan bapak itu dek, kalo dia suntuk cuma cerita-cerita aja lah sama kami di warung itu sama orang-orang sini juga, kadang ke depan sana tempat tetangga.” c. Sosial Interaksi sosial antara mereka sesama penyandang kusta dapat terpenuhi, tidak ada masalah ataupun mengalami konflik yang besar. Mereka sama-sama dapat menjalani hidup dengan saling menjaga ketentraman. Interaksi itu terjadi ketika mereka sedang berpapasan atau saat berada di warung. Berikut hasil wawancarnya : “Kalo mereka gak pernah saya liat ribut-ribut sampe besar gitu, ya kalo pun ada itu wajar aja terjadi terus yauda besoknya normal lagi macem gak pernah ada masalah dek, bisa saling jaga kenyamananlah, “ Interaksi sosial antara Individu dengan masyarakat sekitar pun terpenuhi dan bisa di katakan baik-baik saja tidak menunjukan adanya penolakan ataupun diskriminasi. Berikut hasil wawancaranya : “Hubungan Pak Ajo dengan masyarakat ya biasa aja kok gak ada yang jauhin dia karna penyakit kusta nya itu. buktinya ya itu kalo pengajian atau wirid ya sama-sama kok, kalo ada yang pesta diundang juga kok” Penyandang kusta termasuk pak Ajo tidak pernah ikut terlibat kedalam kegiatan-kegiatan masyarakat karena saat ini disana sudah jarang ada dibuat 88 kegiatan untuk masyarakat, berbeda saat masih ditangani oleh Dinas Kesehatan yang sering mengadakan berbagai macam perlombaan untuk memeriahkan 17 Agustus, masyarakat dan para penyandang kusta sama-sama ikut berpartisipasi dalam acara itu. Berikut hasil wawancaranya : “Disini jarang ada kegiatan makanya gak pernah bapak ini terlibat di kegiatan masyarakat dek. paling kegiatan orang itu sendiri lah misalnya demo ke Medan sana baru bapak ini ikut juga. Tapi kalo dulu Dinas Kesehatan lumayan sering ngadakan perlombaan waktu 17 agustus, yang ikut-ikut lomba ya gabung semua, orang-orang sehat sama orang-orang yang sakit kusta ini “. 5.2.2 Informan Tambahan 2 Nama : Ibu Salamah Usia : 52 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Suku : Aceh Alamat : Jalan Komplek Rumah Sakit Kusta Sicanang Belawan Pekerjaan a. : Ibu Rumah Tangga Kebutuhan Material Kehidupan sehari-hari ibu Inung terlihat sangat sederhana dan tentunya selalu mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai tetangga tak banyak yang bisa dilakukan untuk membantunya, sesekali saja ibu Salamah ini membagi sedikit makanan yang dimilikinya kepada bu Inung tetangganya tersebut. Berikut hasil wawancaranya : 89 “kasian liatnya hidupnya itu cuma dari bantuan bulanan pemerintah aja gak ada kerjaan lain. Jari tangannya udah bengkok gitu gak bisa lagi dia kerja lain kayak kita yang normal ini. Ada niat bantu tapi liat sendirilah kondisi ekonomi keluarga gak jauh beda sama ibu itu, bedanya kalo aku suami masih bisa kerja nafkahi anak istri ya walaupun pas-pasan dan harus pande bagi-bagi uang untuk kebutuhan yang lain, kadang kalo ada makanan ya sikit-sikitlah ku kasih”. Program pemerintah dalam mengurangi kemiskinan tidak berlaku untuk sebagian besar mantan penderita kusta di Pulau Sicanang Belawan. Bantuanbantuan sosial yang ditujukan untuk masyarakat miskin tidak mereka dapatkan. Penyandang kusta ini tidak terjamin kesehatannya, jika sewaktu-waktu ia menderita penyakit maka dapat dipastikan ia akan kesulitan dalam membiayai perobatan. “Bantuan pemerintah yang dibagi ke ibu itu ya cuma beras, minyak goreng, sayur, yang biasanya dikasi sebulan sekali itu biasanya dek, kalo uang-uang yang dari subsidi BBM itu gak ada dapat setauku dek, BPJS juga gak dapat dek soalnya kalo pun sakit ibu itu pake uang sendiri biasanya beli obat ke kedai” Ibu Inung tinggal di rumah yang diberikan pemerintah untuk ia tempati sementara sejak kesembuhannya dari penyakit kusta yang sempat ia derita dulu. Di dalamnya sudah terdapat kamar mandi dengan air bersih yang berasal dari sumur bor, tidak untu mandi saja namun air itu juga dapat diminum ataupun digunakan untuk keperluan sehari-hari. Rumah itu dapat melindungi penghuninya dari panas matahari ataupun hujan, dindingnya yang sebagian terbuat dari papan dan batu dapat melindungi penghuninya dari udara dingin yang berhembus. Berikut hasil wawancaranya : 90 “ kalo ditanya soal rumah ibu itu gak jauh beda sama rumahku ini dek, dindingnya sebagian papan lumayanlah kalo malam gak kedinginan kali kami karna angin, kalo siang gak kepanasan, kalo siang gak kepanasan. kamar mandinya juga ada sama air bersih juga tersedia disini, asalnya ya dari sumur bor dek, kalo air dari sumur biasa mana bisa dek pasti jorok juga kayak air laut itu, kalo listrik dari gardu lsitrik PLN”. Menurut keterangan yang diperoleh dari informan tambahan, obat-obatan dapat terpenuhi. Ibu Inung jarang terlihat sakit, begitu juga dengan anggota keluarganya. Jika hanya sakit ringan ia dan keluarganya hanya mengkonsumsi obat yang ia beli di warung sekitar, tetapi jika terserang penyakit yang tergolong cukup parah ataupun penyakit itu tidak kunjung sembuh maka ia akan membawa berobat ke Puskesmas terlebih dahulu. Berikut hasil wawancaranya : “sakit ibu itu minum obat kede aja dek, terus kalo gak kurang-kurang sakitnya baru dia ke Puskesmas, tapi itu pun jarang dia nampak sakit kulihat, jarang juga dia mengeluh sakit samaku tapi entah juga lah ya kalo dia diem-diem ditahankan sakit itu “ Menurut informasi informan tambahan, jika mengemis ataupun memintaminta dijalan, ibu Inung seperti masyarakat yang bekerja lainnya pergi pagi dan pulang sore. Berikut hasil wawancaranya : “Kalo lagi minta-minta ke jalan, dia pergi dari pagi ke Medan sana dek nanti sore mau magrib baru pulang dia dari Medan naik angkot, kadang ada angkot yang mau nurunkan sampe ke dalam sini, kadang kalo gak ada angkot yang mau nurunkan disini ya turun dia di depan jalan bercabang itu, karna sebetulnya gak ada angkot yang masuk sini, masuknya ke jalan sebelah sana aja”. 91 b. Kebutuhan Spiritual Menurut informasi dari informan tambahan kedua kebutuhan beribadah dapat terpenuhi, Ibu Inung sering juga beribadah, baik di rumah maupun berjamaah Sholat Magrib dan Sholat Isya di mesjid. Aktivitas yang ia lakukan di mesjid bukan hanya sholat saja, tapi juga menghadiri pengajian dan mendengarkan ceramah. “ Ibu Inung itu sholat ya di mesjid, seringnya Sholat Magrib dan Sholat Isya berjamaah dia dimesjid. Kalo dengerin ceramah ya setiap ada pengajian di mesjid ini lumayan sering lah dia datang ngikutin sampe siap acaranya itu”. c. Sosial Interaksi Sosial antara individu penyandang kusta dengan penyandang kusta lain dinilai informan tambahan kedua dinilai baik-baik saja. Jika bertemu dengan sesamanya mereka saling menegur dan saling melempar senyum paling tidak. Berikut hasil wawancaranya : “ Orang itu jumpa pasti saling negur kok, senyum lah paling gak, soalnya kan mereka ini udah saling kenal, sama-sama pernah di rawat di rumah sakit ini, gak pernah kelihatan berantam ataupun ribu-ribut besar”. Interaksi Individu antara penyandang kusta dengan kelompok masyarakat sekitar dapat terpenuhi dan dinilai baik-baik saja oleh informan tambahan. Bu Inung dapat bergaul baik dengan masyarakat sekitar, karena masyarakat setempat juga tidak menunjukan sikap penolakan atau diskriminasi terhadap ibu Inung. Berikut hasil wawancaranya : “ Sikap masyarakat sini biasa aja dek sama ibu ini, gak pernah macem-macem sama menjauhi dia karna penyakitnya itu, malahan ibu Inung ini sama-sama 92 anggota pengajian ibu-ibu, anggotanya sebagian besarnya ya ibu-ibu lain yang fisiknya sehat sama gak pernah sakit kusta, orang sini gak takut lah”. Interaksi kelompok penyandang kusta dengan kelompok masyarakat sekitar menurut informan tambahan dapat terpenuhi yaitu terjadi ketika kelompok penyandang kusta di undang untuk menghadiri acara-acara pesta ataupun acara syukuran masyarakat sekitar. Berikut hasil wawancaranya : “ Orang-orang sini kalau punya acara pesta atau syukuran, yang sakit-sakit kusta ini di undang juga kok, mau juga datang untuk datang ke acara itu, memang gak ada pilih-pilih di sini “. 5.3 Analisis Data Tahap ini peneliti akan memberikan analisis data terhadap data – data yang telah di kumpulkan selama peneliti melakukan observasi dan wawancara di lapangan terhadap orang – orang yang menjadi informan dalam penelitian ini, seperti yang telah dilihat sebelumnya bahwa peneliti telah menguraikan data – data yang telah diperoleh dari masing – masing informan dan telah menganalisis data tersebut mengenai kesejahteraan sosial pengemis penyandang kusta, selanjutnya pada analisis data ini seluruh informasi akan digabung serta di uraikan sehingga terjawablah pertanyaan dalam penelitian ini mengenai tinjauan kesejahteraan sosial pengemis penyandang kusta di Kota Medan. Informan dalam penelitian ini berjumlah empat orang yang terbagi menjadi dua orang informan utama yaitu para pengemis penyandang kusta itu sendiri serta dua orang informan tambahan yaitu tetangga dari informan utama yang dianggap mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian ini. Data yang diperoleh dari informan utama yaitu 93 para pengemis penyandang kusta itu sendiri dimana kesejahteraan sosial dilihat dari kebutuhan material yaitu kebutuhan berupa alat-alat yang dapat diraba, dilihat, dan mempunyai bentuk. Kebutuhan material berwujud nyata dan dapat dinikmati langsung. Kebutuhan spiritual kebutuhan yang dihubungkan dengan benda-benda tak berwujud. Kebutuhan ini tidak bisa diraba, dilihat, dan berbentuk tetapi bisa dirasakan dalam hati. dan sosial adalah kebutuhan interaksi antara manusia yang satu dengan manusia lainnya dalam kehidupan bermasyarakat. Macam-macam interaksi sosial itu adalah interaksi antara individu dengan individu, yaitu interaksi yang melibatkan individu penyandang kusta dengan individu penyandang kusta lainnya. Interaksi sosial antara individu dengan kelompok, yaitu interaksi yang melibatkan individu penyandang kusta dengan keluarganya. Interaksi antara kelompok dengan kelompok yaitu interaksi yang melibatkan para kelompok penyandang kusta dengan masyarakat. Data dari informan utama yang pertama yaitu berasal dari Bapak Ajo, ia merupakan salah satu mantan pasien di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan. Menikah dengan istrinya yang dahulunya juga merupakan pasien di Rumah Sakit Kusta Sicanang Belawan dan memiliki anak yang sehat tidak memiliki riwayat penyakit yang sama dengan mereka. Ia dirawat intensif sejak tahun 1990 dan pada tahun 1993 ia dinyatakan sembuh oleh dokter yang merawatnya selama berada di rumah sakit, saat itu juga ia tidak membutuhkan perawatan intensif lagi. Berobat jalan dilakukannya setiap hari sampai rumah sakit berhenti beroperasi. Selama proses berobat jalan itu berjalan maka Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara yang menangani mereka memberikan rumah pondok untuk mereka tinggalin sementara. Letak rumah itu persis berada di 94 samping ataupun langsung berhadapan dengan Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan. Segala bentuk kebutuhan pokoknya dipenuhi dan ditanggung oleh Dinas Kesehatan yang menangani rumah sakit pada waktu itu. Operasional Rumah Sakit Kusta sudah berhenti di awal tahun 2014 lalu dan kini dialihkan ke Dinas Sosial Sumatera Utara. a. Kebutuhan Material Kebutuhan material Pak Ajo yang berupa makanan tidak terpenuhi, selama ini hanya bergantung dari bantuan pemerintah yang berbentuk sembako yang dibagikan secara rutin sebulan sekali. Rumah yang ia tempati merupakan rumah pondok milik pemerintah yang ia tempatin sejak tahun 1993 sampai sekarang, memiliki kamar mandi serta terdapat air bersih untuk keperluan sehari-hari dan dapat dikonsumsi. Tidak memiliki kegiatan ataupun pekerjaan lain membuat kebutuhannya akan istirahat dapat terpenuhi, bahkan ia dapat beristirahat dengan cukup dan teratur. Kebutuhannya akan obat-obatan ia peroleh dengan membeli ke warung dengan menggunakan uang hasil mengemis. b. Kebutuhan Spiritual Kebutuhan Spiritual yang berupa pendidikan tidak terpenuhi, ia hanya bersekolah sampai kelas 3 SD saja. Kebutuhan ibadah dan siraman rohani dapat terpenuhi karena ia cukup sering menghadiri sholat Magrib dan Isya berjamaah di mesjid yang berada tak jauh dari rumahnya. Selain sholat ia juga memperoleh siraman rohani dari mesjid yang diadakan setiap kamis malam. Kebutuhan akan hiburan dapat ia lakukan kapan saja ia mau, dengan sering berkunjung ke rumahrumah tetangga, ngumpul dan mengobrol di warung bersama masyarakat ataupun penyandang kusta lain. 95 c. Sosial Kebutuhan Sosial dapat terpenuhi yang terwujud dalam suatu interaksi, yaitu interaksi individu dengan sesama penyandang kusta lain terjalin baik dan saling menegur, bercerita dan bercanda. Interaksi individu penyandang kusta dengan keluarganya jarang terjadi karena tidak adanya kesempatan untuk saling berkomunikasi secara sering yang disebabkan faktor dari dalam dirinya sendiri yang merasa asing dan minder karena pernah memiliki riwayat sakit kusta. Interaksi antara kelompok penyandang kusta dengan masyarakat lain cukup sering mereka lakukan dan interaksi itu terjadi ketika mereka para penyandang kusta melakukan aksi demo ke pemerintah yang kemudian perwakilan dari mereka melakukan dialog langsung dengan pemerintah. Data dari informan utama yang kedua yaitu berasal dari Ibu Inung berusia 55 tahun berasal dan merupakan mantan pasien di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan, pernah dirawat Rumah Sakit Kusta Hutasalem Balige dan kembali lagi ke Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan, kemudian ia pergi ke Aceh untuk menikah dengan suaminya yang sesama pasien di Rumah Sakit Kusta Sicanang Belawan. Selama pernikahannya memiliki 3 orang anak yang sehat serta tidak memiliki riwayat menderita penyakit kusta. Perawatan dan pemeriksaan tidak hanya diberikan untuk ia dan suami saja, melainkan anakanaknya juga terus di periksa secara rutin tanpa di pungut biaya oleh rumah sakit. Kini dua diantaranya telah menikah dan masing-masing telah memiliki 2 orang anak. Ia mulai dinyatakan menderita penyakit kusta pada umur 10 tahun, namun pada waktu itu iya tidak di izinkan oleh orang tuanya untuk berobat jauh, sehingga ia dapat dikatakan terlambat dalam pengobatan. Efek negatif dari keterlambatan 96 penanganan itu ialah kecacatan yang tampak jelas pada jari-jari tangannya. Kemudian mulai dirawat di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan sekitar tahun 1980an. a. Kebutuhan Material Kebutuhan material Ibu Inung yang berupa makan dan minuman kurang terpenuhi, selama ini juga bergantung dari bantuan pemerintah melalui Dinas Sosial Sumatera Utara, bantuan yang itu berupa sembako seperti beras, minyak goreng, sayur ataupun bahan makanan lain, yang didistribusikan sebulan sekali. Kebutuhan pakaian dapat terpenuhi, karena pakaian yang dikenakan sehari-hari sebagian besar adalah pakaian lama, pakaian lainnya ada yang diberikan oleh pemerintah sewaktu masih ditangani oleh Dinas Kesehatan. Sejak tahun 2013, Dinas Sosial baru memberikan pakaian untuk ia dan keluarga pada lebaran tahun 2015 lalu, berupa dua pakaian orang dewasa dan dua buah pakaian anak. Kebutuhan rumah yang menjadi tempat berteduh dari panas dan hujan dapat terpenuhi, rumah itu merupakan rumah pondok milik pemerintah yang diperoleh melalui sebuah kebijakan pemerintah untuk para pasien kusta yang tidak lagi dirawat intensif dan hanya membutuhkan rawat jalan di Rumah Sakit, didalamnya juga cukup bersih dan telah terdapat kamar mandi serta air bersih yang bisa dipakai untuk keperluan sehari-hari. Kebutuhan akan istirahat Ibu Inung terpenuhi karena ia mengemis di jalan hanya sampai sore hari saja, kemudian ia langsung pulang ke rumah dan tidak memiliki pekerjaan lain lagi. Kesehatan merupakan bagian dari indikator kesejahteraan seseorang, kebutuhan obat-obatan dapat terpenuhi, saat Ibu Inung terserang penyakit maka ia pergi berobat ke Puskesmas dengan membayar uang sekedar saja, namun begitu ia lebih sering membeli obat 97 keluar, hal itu disebabkan karena Puskesmas tidak beroperasi dan melayani sampai selama 24 jam. Jika hanya mengalami sakit yang tidak terlalu parah ia hanya membeli obat ke warung dengan biaya sendiri. b. Kebutuhan Spiritual Kebutuhan pendidikan tidak terpenuhi karena penyakit kusta yang mulai menyerangnya saat usia 10 tahun membuatnya putus sekolah. Kebutuhan ibadah dapat terpenuhi, ia hanya sholat subuh di rumah, sholat Magrib dan Isya dilakukan berjamaah di mesjid. Siraman rohani biasanya ia hadiri dengan mendengarkan ceramah saat diadakan pengajian di mesjid pada kamis malam setelah melaksanakan sholat Isya. Kebutuhan Spiritual seperti hiburan terpenuhi dengan cara mengobrol dengan tetangganya saja. c. Sosial Kebutuhan sosial terpenuhi dan terjadi interaksi antara individu penyandang kusta dengan penyandang kusta lain, hal itu terjadi ketika mereka bertemu saling menegur sapa dan sering terjadi pada saat mereka sama-sama sedang berbelanja sayuran di warung. Interaksi individu dengan keluarga sangat kurang karena intensitas pertemuan antara mereka jarang bahkan bisa dikatakan tidak pernah lagi bertemu ataupun berkomunikasi, hal itu terjadi karena kedua pihak tidak memiliki kesempatan serta akses untuk berinteraksi. Selain itu ada beberapa anggota masyarakat di kampungnya yang memang merasa takut tertular penyakitnya. Interaksi antara kelompok penyandang kusta dengan kelompok masyarakat lain terjadi ketika mereka tergabung ke dalam suatu kelompok pengajian yang seluruh anggotanya merupakan masyarakat sehat sekitar dan para penyandang kusta. 98 Data dari informan tambahan pertama yaitu berasal dari Bapak Sugiyo yang berprofesi sebagai pedagang menjual berbagai keperluan sehari-hari dan merupakan tetangga dari pengemis penyandang kusta. Sebagai tetangga ia tentu dapat membantu peneliti dalam mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan mengenai kebutuhan-kebutuhan pengemis penyandang kusta. Menurut pernyataannya keberadaan tetangganya tersebut di jalan untuk mengemis atau meminta-minta dijalanan Kota Medan didorong oleh kurangnya perhatian dari pihak pemerintah dalam membantu para pengemis memenuhi kebutuhankebutuhan hidup. a. Kebutuhan Material Kebutuhan makanan yang didistribusikan sebulan sekali itu tidak cukup untuk dikonsumsi selama sebulan, agar dapat memenuhi kebutuhan makan dan kebutuhan lain dihari esok maka harus mencari uang sendiri yaitu melalui mengemis di jalan dengan kondisi fisik yang tidak berdaya tersebut. Menurutnya hidup pengemis ini serba bergantung dengan bantuan-bantuan yang diberikan Dinas Sosial. Kebutuhan rumah dapat terpenuhi, rumah yang jadi tempat tinggal sementara itu juga bisa dikatakan bersih, sehat dan nyaman, dapat menjadi tempat berlindung dari panas dan hujan. Aktivitas mengemis di jalan juga hanya pagi sampai sore, serta tidak mempunyai pekerjaan lain yang bisa dijadikan sumber penghasilan untuk hidup mandiri, maka kebutuhan akan istirahat tidak ada masalah dan bisa dikatakan terpenuhi kebutuhan istirahatnya. b. Kebutuhan Spiritual Menurut informasi yang diperoleh dari informan tambahan pertama, kebutuhan ibadah dan siraman rohani dapat terpenuhi, di mesjid yang berada 99 dilingkungannya mereka sering bersama-sama melakukan sholat berjamaah, dan dimalam-malam tertentu juga menghadiri pengajian yang diadakan di mesjid secara rutin. Kebutuhan akan hiburan dapat terpenuhi karena dengan sekedar duduk-duduk di warung mengobrol dengan masyarakat lain dapat membuang rasa kejenuhan dan dapat menghibur dirinya. c. Sosial Kebutuhan sosial yang berupa interaksi dengan sesama individu dan kelompok juga dapat dinyatakan terpenuhi, menurut informasinya pengemis penyandang kusta dapat hidup bergaul dan berbaur dengan masyarakat sekitar. Kemudian hal itu dapat dibuktikan dengan teguran dan sapaan saat sama-sama bertemu di mesjid ataupun saat sama-sama tergabung kedalam kegiatan rutin seperti wirid. Interaksi sosial kelompok dengan kelompok juga terpenuhi, karena kesamaan akan status dan kesamaan kebutuhan, pada suatu kesempatan bersama dengan penderita kusta lain untuk menyampaikan suara mereka ke pusat-pusat pemerintahan yang ada di Kota Medan. Data yang diperoleh dari informan tambahan kedua yaitu berasal dari Ibu Salamah yang berusia 52 tahun dan sebagai ibu rumah tangga. Menurutnya upaya pemerintah dalam membantu mantan pasien dirumah sakit kusta Pulau Sicanang Belawan kurang tepat, pemberhentian operasional rumah sakit kusta serta pengalihan penanganan dari Dinas Kesehatan ke Dinas Sosial membuat distribusi kebutuhan-kebutuhan hidup yang dibutuhkan mantan pasien rumah sakit kusta menjadi kekurangan pasokan makanan serta kebutuhan hidup lainnya, padahal kecacatan pada fisik para mantan pasien kusta ini yang menjadi penghambat mereka untuk hidup mandiri. Ia mengatakan itu lah yang menjadi jawaban kenapa 100 banyak mantan pasien Rumah Sakit Kusta berkeliaran dan mengemis di jalanjalan Kota Medan A. Kebutuhan Material Informan tambahan kedua mengatakan kebutuhan akan makanan diperoleh dari bantuan sembako yang didistribusikan Dinas Sosial. Jika tidak mencukupi maka mantan pasien kusta ini pergi ke Medan untuk meminta-minta dan memohon belas kasih pengguna jalan. Kebutuhan pakaian terpenuhi, pakaian yang digunakan juga merupakan pakaian-pakaian lama yang sudah terlihat lusuh dan kusam yang sebagian besarnya diperoleh dari Dinas Kesehatan yang menangani pada waktu itu. Kebutuhan rumah sebagi tempat berlindung diperoleh dari pemerintah yang dapat dijadikan tempat tinggal sementara. Kebutuhan istirahat terpenuhi dengan baik karena menurutnya pengemis itu tidak memiliki pekerjaan lain lagi, saat beraktivitas di jalan pun beristirahat dengan duduk di trotoar jalan, selesai mengemis langsung pulang kerumah untuk beristirahat. Kebutuhan akan obat-obatan dapat terpenuhi, seperti saat ditangani oleh Dinas Kesehatan, jika membutuhkan obat-obatan dapat diperoleh sendiri dengan cara pergi berobat ke Puskesmas. B. Kebutuhan Spiritual Kebutuhan spiritual mantan pasien rumah sakit kusta menurutnya terpenuhi, sholat itu dilakukan secara berjamaah di mesjid, begitu juga dengan siraman rohani ia peroleh dengan menghadiri pengajian dan mendengarkan ceramah dari Ustad-ustad yang diundang sebagai penceramah di mesjid itu. Kebutuhan akan hiburan sangat diperlukan oleh manusia, kejenuhan itu biasa disebabkan oleh rutinitas kegiatan sehari-hari yang tak jarang memberikan 101 tekanan terhadap diri manusia . Kebutuhan akan hiburan pengemis penyandang kusta Ibu Inung ini terpenuhi karena meskipun ia lebih sering berada di rumah, namun hanya dengan mengobrol dengan tetangga dapat menghibur dirinya. C. Sosial Setelah diuraikan dengan kata-kata diatas menurut informan tambahan kedua interaksi yang terjadi antara individu sesama penyandang kusta dapat terpenuhi dan berlangsung baik, hampir setiap hari berkomunikasi di warung saat akan berbelanja bahan makanan yang akan di masak. Pada proses interaksi dengan keluarga atau kerabat tidak terpenuhi, hal itu karena jarak yang membuat intensitas pertemuan dan komunikasi antara mereka tidak terpenuhi. Interaksi sosial antara kelompok penyandang kusta dengan masyarakat sekitar menurutnya terpenuhi dan itu terjadi ketika penyandang kusta di undang ke acara pesta ataupun syukuran milik masyarakat sekitar, di acara itu penyandang kusta dan tamu – tamu lain duduk bersama tanpa ada menjaga jarak dengan penyandang kusta. 102 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam bentuk skripsi mengenai tinjauan kesejahteraan sosial pengemis penyandang kusta di Kota Medan, maka beberapa hal yang ditinjau peneliti dari pengemis penyandang kusta yaitu kebutuhan material,kebutuhan spiritual dan sosialnya. Sebagaimana dengan defenisi kesejahteraan sosial dalam undang-undang No 11 Tahun 2009 yang mengatakan “Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa : 1. Kebutuhan Material Menurut hasil penelitian yang telah diuraikan, kebutuhan material pengemis penyandang kusta terhadap kebutuhan makanan kurang terpenuhi, selama ini kebutuhan makan mereka hanya bergantung pada bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Masalah itu terjadi karena bantuan sembako yang distribusikan pemerintah hanya sebulan sekali. Bahan makanan yang diberikan oleh pemerintah tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kebutuhan pakaian kurang terpenuhi karena pakaian yang dikenakan sebagian besarnya merupakan pemberian Dinas Kesehatan yang pada saat itu memberikan pelayanan kepada penyandang kusta, pakaian diberikan setiap menjelang akhir tahun. Sudah 103 dua tahun Dinas Sosial mengambil alih pelayanan terhadap penyandang kusta, namun baru sekali memberikan pakaian, yaitu diberikan bertepatan pada saat menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun 2015. Kebutuhan rumah terpenuhi, rumah itu dengan ukuran 6x3 meter yang menjadi tempat tinggal penyandang kusta merupakan milik pemerintah, rumah tersebut beratap seng, berlantai semen, serta sebagian besar dindingnya berbahan kayu cukup untuk menjadi tempat berlindung dari panas matahari, dan pada saat hujan. Kegiatan mengemis yang dilakukan para penyandang kusta tidak membuat mereka menjadi kekurangan istirahat, aktivitas mengemis dimulai pagi hari pukul 9 sampai pukul 6 sore menjelang petang dan tidak ada dilanjutkan dengan aktivitas lain. Obat-obatan secara gratis kurang terpenuhi karena tidak terdapat pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan selama 24 jam untuk para penyandang kusta. Puskesmas yang diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan gratis namun hanya beroperasi sampai sore saja. 2. Kebutuhan Spiritual Kebutuhan Spiritual pengemis penyandang kusta tidak terpenuhi padaa kebutuhan pendidikan, mereka memiliki latar belakang pendidikan yang rendah, sehingga nyaris tidak memiliki ilmu pengetahuan yang dapat digunakan untuk hidup mandiri. Kebutuhan ibadah dapat terpenuhi karena di waktu-waktu tertentu mereka dapat melaksanakannya di mesjid sekitar tempat tinggal mereka. Selain untuk tempat ibadah mesjid tersebut juga menjadi tempat mereka memperoleh siraman rohani melalui acara pengajian rutin. Kebutuhan hiburan terpenuhi, cukup membuat diri mereka 104 menjadi lebih bersemangat dalam menjalani hidup, hiburan yang mereka peroleh selama ini merupakan hiburan yang sederhana dan tidak mempunyai pilihan untuk mengakses hiburan yang lain. 3. Sosial Kebutuhan sosial terjadi dalam suatu interaksi-interaksi antara individu sesama penyandang kusta, individu dengan keluarga, kelompok penyandang kusta dengan kelompok masyarakat lain. Interaski antara individu dengan individu penyandang kusta lain dapat terpenuhi, interaksi diantara mereka terjadi pada saat kedua pihak bertemu pada suatu kesempatan dan saling menegur atau hanya sebatas melempar senyum. Interaksi antara individu penyandang kusta dengan keluarga atau kerabatnya juga nyaris tidak terpenuhi. Hal itu dikarenakan jarak yang jauh serta kondisi ekonomi yang tidak mendukung untuk melakukan interaksi. Selain itu ada faktor penghambat lain yang membuat penyandang kusta jarang berinteraksi dengan kerabatnya, hal itu disebabkan oleh sebagian masyarakat ditempat asalnya merasa takut tertular dan merasa jijik melihat kondisi fisik dari penyandang kusta itu. Interaksi kelompok penyandang kusta dengan kelompok masyarakat sekitar tempat tinggalnya dapat terpenuhi, hal dikarenakan kelompok penyandang kusta dan kelompok masyarakat tergabung ke dalam kelompok pengajian ataupun perwiritan yang sama. 6.2 Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka saran penulis adalah sebagai berikut : 105 1. Kepada Masyarakat Sebagai pertimbangan untuk mengurangi dampak negatif dari munculnya pengemis penyandang kusta di Kota Medan yang salah satunya mengurangi keindahan kota, maka himbauan untuk masyarakat pengguna jalan agar tidak lagi membiasakan diri untuk memberikan mereka uang, karena apabila mereka bisa mendapatkan uang dengan mudah dan dengan cara mengemis seperti itu akan membuat mereka menjadi pemalas dan tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan masalah baru. Jika berniat memberi, sebagai orang yang bijak maka kita tahu apa yang pantas kita berikan untuk mereka, Misalnya dengan cara memberikan keterampilanketerampilan atau ilmu yang bisa ia gunakan untuk membantunya lepas dari ketergantungan terhadap belas kasih pengguna jalan. 2. Kepada Pemerintah Pemerintah selaku lembaga yang memiliki wewenang dan bertanggung jawab atas kesejahteraan setiap warganya, terkhusus para mantan pasien rumah sakit kusta Pulau Sicanang. Sebelum mengembalikan para penyandang kusta ke masyarakat, pemerintah harus memberikan bekal keterampilan yang tepat untuk mereka telah dinyatakan sembuh dari penyakit kusta, dengan keterampilan yang diberikan maka diharapkan para penyandang kusta tidak menjadi pengemis dijalan. 106 Daftar Pustaka Abu. Huraerah. 2011. Pengorganisasian Dan Pengembangan Masyarakat, Model Dan Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Bandung. Humaniara. Adi, Isbandi Rukminto.2003. Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial, pembangunan Sosial dan Kajian Pembangunan). Jakarta. Raja Grafindo Persada. Adi, Isbandi Rukminto. 2013. Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial, pembangunan Sosial dan Kajian Pembangunan). Jakarta. Raja Grafindo Persada. Fahrudin, A. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung. Refika Aditama. Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta. Hipokrates Fauzik. Lendriyono, 2007. Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan Kesejahteraan Sosial.Malang.UMM Press. Lexy J, Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. Maryati.Suryawati.2009.Sosiologi. Jakarta. Erlangga. Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi. Jakarta. Rineka Cipta Philipus. Nurul Aini. 2004. Sosiologi dan Politik. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Rusdiarti. Kusmuriyanto.2012. Ekonomi Fenomena Di Sekitar Kita. Semarang. PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Setiadi, Elly M. Usman Kolip.2011. Pengantar Sosiologi : Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial, Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta Kencana. Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial : Pedoman Praktis Penelitian Bidang Ilmu-ilmu Sosial dan Kesehatan. Medan. Grasindo Monoratama. Sumarsono, Sonny, 2004. Metode Riset Sumber Daya Manusia, Yogyakarta. Graha Ilmu. 107 Suyanto,Bagong.2005.Metode Penelitian Sosial : Bergabai Alternatif Pendekatan. Jakarta.Prenada Media Tumanggor, Rusmin, et,al.2010.Ilmu sosial & Budaya Dasar, Ed.rev. cet 2. Jakarta. Kencana. Sumber Lain : Badan Pusat Statistik Kota Medan Dalam Angka 2013 Badan Pusat Statistik Kota Medan Dalam Angka 2014 Undang-undang Republik Indonesia No.11 Tahun 2009Tentang Kesejahteraan Sosial Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 1992Tentang Kesehatan Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1997Tentang Penyandang Cacat http://www.depkes.go.id/article/view/15012300020/hari-kusta-sedunia-2015hilangkan-stigma-kusta-bisa-sembuh-tuntas.html http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_Hansen http://medankota.bps.go.id/frontend/index.php/publikasi/index?Publikasi%5Btahu nJudul%5D=2014&Publikasi%5BkataKunci%5D=Medan+Dalam+Angka&yt0= Tampilkan http://pemkomedan.go.id/new/hal-selayang-pandang.html http://panduanmembuatobattradisional.blogspot.com/2014/02/mengenali-gejalapenyakit-kusta.html http://regional.kompas.com/read/2013/04/09/21255967/Cegah.Pasien.Kusta.Meng emis..Dinkes.Usulkan.Rp.4.Miliar https://id.wikipedia.org/wiki/Kebutuhan https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan#Sejarah https://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit, 108