TINJAUAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENGEMIS PENYANDANG

advertisement
TINJAUAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
PENGEMIS PENYANDANG KUSTA DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Universitas Sumatera Utara
Diajukan Oleh :
CHAIRI FIRNANDA
110902038
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
HALAMAN PERSETUJUAN
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DIPERTAHANKAN OLEH:
Nama
: Chairi Firnanda
Nim
: 110902038
Judul
: Tinjauan Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang
Kusta di Kota Medan
Medan,
PEMBIMBING
(Hairani Siregar, S.Sos, M.SP)
NIP. 19710927 1998012 001
KETUA DEPARTEMEN
ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
(Hairani Siregar, S.Sos, M.SP)
NIP. 19710927 1998012 001
DEKAN FISIP USU
(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)
NIP. 19680525 1992031 002
i
September 2015
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE
DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
ABSTRACT
REVIEW OF SOCIAL WELFARE
BEGGARSWITHLEPROSYINTHE CITY OF MEDAN
(Thesis consist of 6 chapters, 108pages, 6 tables, 21 libraries and 9 appendix)
The state is responsible for the welfare of all its citizens. Government as
the highest authority is entitled to regulate and manage their own household. As
stated inthe Constitution of the Republic Indonesia Year 1945 which mandates
that the state is obliged to protect all the people of Indonesia and the entire
country of Indonesia, promote the general welfare, the intellectual life of the
nation in order to achieve social justice for all Indonesian people. Ideals of
national development is to improvethe welfare of the whole community.
Indonesiais one of the welfare state (walfare state) in which countries adopt a
constitutional system concerned with the welfare of society.
This research is classified into type of descriptive research with qualitative
approach that aims to know social welfare beggar swith leprosy in the city of
Medan. Informants in this research is divided into two kinds, primary informants
and additional informants, primary informants in this research were two people
with leprosy beggars and two additional informants consisting of neighbors
primary informants. Methods of data collection is conducted in-depth interviews
and direct observation in the field.
The results showed social welfare indicators seen from the main
informants consisting of material needs, spiritual needs, and social. Meterial needs
in the form of in adequate food, clothing needs are not met, the needs of the home
or place of residence are met, unmet needs rest, medication needs are not met.
Spiritual needs are not met in the form of education, worship and spiritual
cleansing needs can be met, entertainment needs are not met. Social needs
between individuals goes well, individual interaction with the family is not going
well. Social interaction between groups of persons with leprosy with community
groups can work well.
Key Word : Beggars, Social Welfare, Leprosy.
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
ABSTRAK
TINJAUAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENGEMIS PENYANDANG
KUSTA DI KOTA MEDAN
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 108 halaman, 6 tabel, 21 kepustakaan dan 9
lampiran)
Negara bertanggung jawab atas kesejahteraan setiap rakyatnya. Pemerintah
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi berhak untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa negara
berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Cita-cita pembangunan nasional adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh
masyarakat. Indonesia merupakan salah satu negara kesejahteraan (walfare state)
dimana negara
menganut sistem ketatanegaraan yang mementingkan
kesejahteraan masyarakatnya.
Tipe penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk megetahui kesejahteraan sosial
pengemis penyandang kusta di Kota Medan. Informan dalam penelitian ini terbagi
menjadi dua macam, yaitu informan utama dan informan tambahan, informan
utama dalam penelitian ini adalah 2 orang pengemis penyandang kusta dan 2
orang informan tambahan yaitu tetangga informan utama. Metode pengumpulan
data yang dilakukan adalah wawancara mendalam dan observasi.
Hasil penelitian menunjukan kesejahteraan sosial informan utama dilihat
dari indikator yang terdiri dari kebutuhan material, kebutuhan spiritual, dan
sosialnya. Kebutuhan meterial yang berupa makanan tidak mencukupi, kebutuhan
pakaian tidak terpenuhi, kebutuhan rumah atau tempat tinggal terpenuhi,
kebutuhan istirahat terpenuhi, kebutuhan obat-obatan tidak terpenuhi. Kebutuhan
Spiritual berupa pendidikan tidak terpenuhi, kebutuhan beribadah dan siraman
rohani dapat terpenuhi, kebutuhan hiburan tidak terpenuhi. Kebutuhan Sosial
antara individu dengan individu berjalan baik, interaksi individu dengan keluarga
tidak berjalan baik. Interaksi sosial antara kelompok penyandang kusta dengan
kelompok masyarakat dapat berjalan dengan baik.
Kata Kunci : Pengemis, Kesejahteraan Sosial, Kusta
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas rahmat dan karunia
ALLAH SWT yang telah memberikan kekuatan mental, pikiran dan kesehatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skirpsi ini dengan baik yang berjudul
“Tinjauan Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang Kusta Di Kota Medan”.
Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam menempuh
Ujian Komprehensif untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara.
Selama penyusunan skripsi ini penulis menyadari akan sejumlah
kekurangan dan kelemahan sehingga mengurangi kesempurnaannya, hal ini
dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman penulis.
Maka dengan segala kerendahan hati penulis membuka diri untuk saran dan kritik
yang dapat membangun guna perbaikan di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini dan secara khusus
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara,
dan sekaligus sebagai dosen pembimbing yang
iv
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis, serta memberikan
dukungan yang .luar biasa dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen, Pegawai dan Staff Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu
pengetahuan,
bimbingan
dan
jasa-jasanya
hingga
penulis
dapat
menyelesaikan perkuliahan.
4. Kepada yang teristimewah dan tercinta kedua orang tua penulis Bapak
Suriyono dan Mama Teti Alfiani S.ST, yang tak pernah berhenti
mendoakan dan mendukung penulis selama proses penyelesaian skripsi
ini.
5. Kepada abang Sandi Afrizal Rinaldi S.Kom beserta istri kakak
Triwicahaya Ningsih Am.Keb yang terus mendukung, serta menghibur
penulis saat penulis sedang merasa tertekan dan pusing dalam proses
penyusunan skripsi hingga ke tahap penyelesian.
6. Kepada adikku Diah Indah Arizka yang juga banyak berusaha memotivasi
penulis melalui komentar-komentar yang cukup pedas, namun juga sering
membuat penulis terhibur dengan candaan dan kegilaan-kegilaan
bersamanya sehingga membuat penulis tertawa lepas yang cukup
membuat segala beban penulis menjadi berkurang.
7. Kepada Suci Anggraeni yang telah banyak memberikan motivasi untuk
menjadi lebih baik lagi. Semoga selalu diberikan semangat dan
kemudahan-kemudahan dalam menyelesaikan gelar Sarjana Pendidikan di
UNIMED.
v
8. Kepada sahabatku di Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial Eka
Khaparistia S.Sos yang telah banyak memotivasi, sering memaksa penulis
untuk segera mengerjakan skripsi. Indah Simanjuntak, Heny Sidabutar
dan Feby yang bersedia meluangkan waktu untuk membantu dan
memberi masukan-masukan dalam penyusunan skripsi ini.
9. Kepada M. Fikri Arifi yang telah berjuang bersama dan terima kasih
untuk kerelaannya berbagi kasur untuk beristirahat di kamar kos pada
masa-masa perkuliahan.
10. Kepada sahabatku Arif Wibowo yang selalu semangatin dengan caranya
sendiri. Makasih banyak karna dari SMA dulu dan sampai sekarang ini
masih setia nyempatin waktu untuk dengarkan cerita dan segala macem
unek-unek dalam hati, udah sering bantu dalam banyak hal, makasih
banyak karena udah banyak bantu aku untuk mencapai titik ini. Semoga
Allah balas lebih dari itu, dan selamat atas diterimanya menjadi anggota
TNI angkatan darat.
11. Terima kasih buat anak ragilnya Ibu Marwiyah, adikku Tri Aprilia Anjani
yang selalu mendoakan dan sering menghibur dengan caranya sendiri,
semoga selalu diberikan semangat serta kemudahan dalam menyelesaikan
gelar sarjana pendidikannya di UMSU.Kepada Balqis Husna Rizki yang
sering nyempatkan waktunya untuk memberikan masukan-masukan pada
masalah tertentu. Semoga selalu diberikan kemudahan-kemudahan dalam
meraih gelar Sarjana Pendidikan di UNIMED.
12. Kepada Vindy Prananda, Eko Syahputra, Sausan Faras,
Sofia Azmi
Nasution, sahabat kampus yang paling sering bikin ketawa lepas. Halim,
vi
Dina Rizky, M. Iqbal, Fajar Hasibuan, Haikal, Cindy, Elvana, Sumihar
Lia, Ronni, Revor, Amel dan Kepada Almarhum M. Nur Ajie yang sudah
banyak memberikan banyak nasihat untuk perkuliahan sampai nasihat
hidup. Agusman Harefa teman seperjuangan saat menghadapi segala
urusan sidang meja hijau. Nonivili dan Herawati yang telah banyak
membantu mempersiapkan keperluan sidang.
13. Kepada seluruh teman-teman Program Ilmu Kesejahteraan Sosial
angkatan tahun 2011 yang telah berjuang bersama-sama dimasa
perkuliahan dulu. Terima kasi buat kerja sama selama ini.
14. Kepada Sahabat-sahabat F2_INBPUR yang saling mendukung untuk
studi dan segala kegiatan masing-masing dari kita, terkhusus untuk Pari
Ardian dan Ulfa Fujianti S.Pdi karena sering meminjamkan alat-alat yang
mendukung penulis dan masukan saran sampai selesai perkuliahan.
15. Kepada Ibu Zuraidah, kak Debby dan seluruh staff yang telah banyak
membantu dalam administrasi di Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU.
16. Kepada kawan-kawan Panitia Temu Ramah 2012 HMI Komisariat FISIP
USU, terima kasih buat dukungan kalian
17. Kepada orang-orang yang tidak tersebutkan namanya yang sudah
mendukung dan membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini, saya
ucapkan terima kasih, semoga Allah membalas kebaikan yang anda
perbuat untuk saya.
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSETUJUAN ..............................................................
i
ABSTRACT ............................................................................................
ii
ABSTRAK ..............................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ...........................................................................
iv
DAFTAR ISI ...........................................................................................
viii
DAFTAR BAGAN .................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................
9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...........................................................
9
1.3.1 Tujuan Penelitian ......................................................................
9
1.3.2 Manfaat Penelitian ....................................................................
9
1.4 Sistematika Penelitian .........................................................................
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kesejahteraan Sosial ...........................................................................
11
2.1.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial ...............................................
11
2.1.2 Tujuan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial ........................
15
2.1.3 Usaha Kesejahteraan Sosial .....................................................
16
2.1.4 Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial ..........................................
17
viii
2.1.5 Pelayanan Sosial .......................................................................
18
2.2 Interaksi Sosial ....................................................................................
19
2.2.1 Pengertian Interaksi Sosial ........................................................
19
2.2.2 Macam-macam Interaksi Sosial ................................................
20
2.2.3 Bentuk-bentuk Interaksi Sosial .................................................
21
2.2.4 Syarat-syarat Interaksi Sosial ...................................................
23
2.3 Kebutuhan Hidup ...............................................................................
24
2.4 Pengemis .............................................................................................
26
2.4.1 Pengertian Pengemis .................................................................
26
2.4.2 Kriteria Pengemis .....................................................................
27
2.5 Penyakit ..............................................................................................
27
2.6 Penyakit Kusta ...................................................................................
28
2.6.1 Ciri-ciri Penyakit Kusta ............................................................
29
2.6.2 Faktor-faktor Penularan Penyakit Kusta ...................................
30
2.7 Kerangka Pemikiran ...........................................................................
31
2.8 Defenisi Konsep dan Ruang Lingkup Penelitian ..............................
33
2.8.1 Defenisi Konsep .......................................................................
33
2.8.2 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................... 33
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian ....................................................................................
36
3.2 Lokasi Penelitian .................................................................................
36
3.3 Informan Penelitian ............................................................................
37
3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................................
38
3.5 Teknik Analisis Data ..........................................................................
39
ix
3.6 Penyajian Data ....................................................................................
39
BAB IVDESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kota Medan .........................................................
41
4.1.1 Sejarah Singkat Kota Medan ..................................................
41
4.1.2 Kota Medan Secara Geografis ...............................................
43
4.1.3 Kota Medan Secara Demografis ............................................
45
4.1.4 Kota Medan Secara Sosial .....................................................
47
4.1.5 Kota Medan Secara Kultural .................................................
49
4.1.6 Keadaan Perekonomian .........................................................
50
4.1.7 Pariwisata ...............................................................................
52
4.1.8 Transportasi ............................................................................
53
4.1.9 Lokasi Penyandang Kusta Melakukan Kegiatan Mengemis..
56
BAB V ANALISIS DATA
5.1 Informan Utama ...............................................................................
57
5.1.1 Informan Utama I .................................................................
57
5.1.2 Informan Utama 2 ..................................................................
73
5.2 Informan Tambahan .........................................................................
85
5.2.1 Informan Tambahan I ............................................................
85
5.2.2 Informan Tambahan 2 ...........................................................
89
5.3 Analisis Data ...................................................................................
93
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ......................................................................................
103
6.2 Saran ................................................................................................
105
Daftar Pustaka
x
Daftar Bagan
Bagan Alur Pikiran....................................................................................... 32
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Luas Lahan Peruntukan Kota Medan .................................... 44
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Kota Medan Menurut Usia dan Jenis Kelamin
................................................................................................ 46
Tabel 4.3
Jumlah Penduduk Usia Sekolah Menurut Kelompok Umur dan
Jenis Kelamin ........................................................................ 47
Tabel 4.4
Jumlah Tempat Ibadah Di Kota Medan ................................ 48
Tabel 4.5
Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta di Kota Medan ............
Tabel 4.6
Jumlah Sarana Kesehatan Negeri dan Swasta Kota Medan ... 49
xii
48
LAMPIRAN
1. Surat Keterangan Dosen Pembimbing
2. Lembar Daftar Hadir Seminar Proposal
3. Lembar Kegiatan Bimbingan Penulisan Skripsi
4. Surat Permohonan Izin Penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik
5. Surat Balasan Izin Rekomendasi Penelitian Badan Penelitian dan
Pengembangan Provinsi Sumatera Utara
6. Surat Balasan Izin Rekomendasi Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan
Perlindungan Masyarakat Provinsi Sumatera Utara
7. Surat Balasan Izin Rekomendasi Penelitian Badan Penelitian dan
Pengembangan Kota Medan
8. Surat Balasan Izin Penelitian Kecamatan Medan Sunggal Kota
Medan
9. Daftar Pertanyaan Pedoman Wawancara
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Negara
bertanggung
jawab
atas
kesejahteraan
setiap
rakyatnya.
Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi berhak untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri. Sebagaimana yang tercantum dalam UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa
negara berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Cita-cita pembangunan nasional adalah meningkatkan kesejahteraan
seluruh masyarakat. Pemerataan pembangunan adalah salah satu trilogi
pembangunan yang menjadi komitmen retorik pemerintah. Pembangunan nasional
mencakup upaya peningkatan semua segi kehidupan bangsa, dapat berupa
pembangunan aspek fisik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan kemanan, dan
dapat pula berupa pembangunan ideologi.
Seiring bergantinya pemimpin, bermacam-macam pula kebijakan dan
program yang dilakukan dalam mengupayakan peningkatan kesejahteraan
rakyatnya. Berbagai kebijakan pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan
diarahkan kedalam bentuk peningkatan kesejahteraan penduduk miskin. Upaya
untuk mengurangi jumlah penduduk miskin didorong oleh berbagai kebijakan
lintas sektor mengarah pada penciptaan kesempatan usaha bagi masyarakat
miskin, pemberdayaan masyarakat miskin, peningkatan kemampuan masyarakat
1
miskin, serta pemberian perlindungan sosial bagi masyarakat miskin (Setiadi,
2011:821).
Indonesia merupakan salah satu negara kesejahteraan (walfare state)
dimana
negara
menganut
sistem
ketatanegaraan
yang mementingkan
kesejahteraan masyarakatnya. Upaya pemenuhan kesejahteraan sosial telah
menjadi perhatian nasional. Diasumsikan bahwa kemajuan bangsa ataupun
keberhasilan pemerintah tidak lagi dilihat dari sekedar meningkatnya angka
pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari keberhasilan dari pembangunan nasional.
Tujuan dari negara kesejahteraan bukan untuk menghilangkan perbedaan dalam
ekonomi masyarakat, tetapi memperkecil kesenjangan ekonomi dan semaksimal
mungkin menghilangkan kemiskinan dalam masyarakat. Kesenjangan yang lebar
antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin dalam suatu negara tidak
hanya menunjukkan kegagalan negara tersebut di dalam mengelola keadilan
sosial, tetapi kemiskinan yang akut dengan perbedaan penguasaan ekonomi yang
mencolok akan menimbulkan dampak buruk dalam segala segi kehidupan
masyarakat.
Penanganan terhadap para penyandang masalah kesejahteraan sosial pun
menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan, seperti penanganan
masalah kemiskinan, kecacatan, keterlantaran, ketunaan sosial maupun korban
bencana alam dan sosial. Kemajuan pembangunan ekonomi tidak akan ada artinya
jika kelompok rentan penyandang masalah sosial di atas tidak dapat terlayani
dengan baik. Rendahnya kualitas kesehatan masyarakat juga erat kaitannya
dengan rendahnya tingkat pendidikan dan kemiskinan. Rendahnya tingkat
2
kesehatan akan berimbas pada tingginya angka kematian khususnya anak-anak
usia balita.
Masyarakat rentan sekali dengan berbagai penyakit seperti kolera, diare,
TBC, malaria, demam berdarah, flu burung, penyakit kelamin dan juga berbagai
penyakit menular lainnya seperti kusta. Masyarakat miskin tidak memiliki
kemampuan untuk memenuhi standar kesehatan anggota keluarganya. Hal ini
dapat dilihat dari makanan sehari-hari yang kurang memenuhi kebutuhan nutrisi
tubuh, dan dapat dilihat dari rendahnya kesadaran akan arti pentingnya perawatan
kesehatan, baik kesehatan diri dan lingkungannya. Sehat dalam pengertian atau
kondisi mempunyai batasan yang berbeda-beda. Secara awam sehat dapat
diartikan keadaan seseorang yang dalam kondisi tidak sakit, tidak ada keluhan,
dapat menjalankan kegiatan sehari-hari, dan sebagainya. Menurut batasan ilmiah,
sehat atau kesehatan telah dirumuskan dalam undang-undang kesehatan No.23
Tahun 1992 sebagai berikut: “ keadaan sempurna baik fisik, mental, dan sosial
dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, serta produktif secara ekonomi dan
sosial. Hal ini berarti kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik,
mental dan sosial saja, tetapi juga di ukur dari produktivitasnya dalam arti
mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi (Notoatmodjo,
2005:2).
Upaya kesehatan dilakukan dalam bentuk kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Hal ini
berarti, bahwa dalam rangka mewujudkan derajad kesehatan ini, baik kesehatan
individu, kelompok, masyarakat harus diupayakan. Upaya mewujudkan kesehatan
ini dilakukan individu, kelompok, masyarakat, baik secara melembaga oleh
3
pemerintah, ataupun swadaya masyarakat (LSM). Upaya mewujudkan kesehatan
tersebut dapat dilihat dari dua aspek, yaitu pemeliharaan kesehatan dan
peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan mencakup dua aspek yaitu,
kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilatif (pemulihan kesehatan setelah
sembuh dari sakit atau cacat). Sedangkan peningkatan kesehatan mencakup dua
aspek yakni preventif (pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan
kesehatan) itu sendiri. Kesehatan itu perlu ditingkatkan
karena kesehatan
seseorang itu relatif dan mempunyai bentangan yang luas dan harus selalu
diupayakan sampai ke tingkat kesehatan yang optimal (Notoatmodjo, 2005:4).
Tahun 2013 Kementerian Kesehatan RI mencatat 16.825 kasus kusta baru,
dengan angka kecacatan 6,82 per 1.000.000 penduduk. Angka ini menempatkan
Indonesia di peringkat ketiga dunia dengan kasus baru kusta terbanyak setelah
India (134.752 kasus) dan Brasil (33.303 kasus). Sementara untuk tahun 2014
sejauh ini ada 8.526 kasus baru. Provinsi Jawa Timur merupakan kantong utama
penyakit kusta. Jumlah penderita penyakit usta absolut sebanyak 4.807 orang
menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi dengan penderita penyakit kusta
tertinggi di Indonesia. Kantongnya berada di wilayah Madura, Pantura, dan Tapal
Kuda
(http://www.depkes.go.id/article/view/15012300020/hari-kusta-sedunia-
2015-hilangkan-stigma-kusta-bisa-sembuh-tuntas.html diakses pada tanggal 26
Mei 2015 Pukul 23.00).
Sumatera Utara terdapat empat Unit Pelaksana Teknis Rumah Sakit Kusta
(UPT RSK), yakni UPT RSK Sicanang, Lau Simomo, Hutasalem dan UPT RSK
Belidan. Tahun 2014 Jumlah penderita kusta sudah berkurang, yang sedang
diopname di UPT RSK Sicanang sebanyak 12 orang dan 696 berstatus mantan
4
pengidap. Begitu juga di RSK Lau Simomo dan Hutasalem, terdapat sebanyak 35
orang
sedang
diopname
dan
344
orang
mantan
pengidap.
(http://regional.kompas.com/read/2013/04/09/21255967/Cegah.Pasien.Kusta.Men
gemis..Dinkes.Usulkan.Rp.4.Miliar diakses pada tanggal 27 Mei 2015 pukul
16.00 WIB). Tahun 2015 penyandang kusta di Sumatera Utara sebanyak 940
orang , yang tersebar di Sicanang Belawan 345 orang, Belidahan Sergai 265
orang, Lau Simomo Karo 165 orang, dan Hutasalem Balige 155 orang.
(http://karakternews.com/nusantara/nusantara/940-penderita-kusta-di-sumaterautara-tak-terdaftar-bpjs diakses pada tanggal 27 Mei 2015 pukul 21.05).
Kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan
kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. UndangUndang No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Peraturan Pemerintah No.
43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang
Cacat, bahwa penyandang cacat merupakanbagian dari masyarakat Indonesia yang
mempunyai kedudukan, hak, kewajibandan peran yang sama dengan masyarakat
Indonesia lainnya di segala aspek kehidupan dan penghidupan. Mewujudkan
kesamaan kedudukan, hak, kewajiban dan peran penyandang cacat diperlukan
sarana dan upaya yang lebih memadai, terpadu dan berkesinambungan yang pada
akhirnya akan menciptakan kemandirian dankesejahteraan penyandang cacat.
Kecacatan yang tampak pada tubuh penderita kusta seringkali tampak
menyeramkan bagi sebagian besar masyarakat sehingga menyebabkan perasaan
jijik, bahkan ada yang ketakutan secara berlebihan terhadap kusta atau dinamakan
leprophobia. Penyandang disabilitas menghadapi berbagai keterbatasan akses atas
pendidikan, layanan kesehatan, kesempatan kerja dan pelatihan serta partisipasi
5
dalam politik dan kehidupan sosial. Hambatan – hambatan pada partisipasi yang
setara termasuk stigma dan diskriminasi, kurangnya layanan kesehatan dan
layanan rehabilitasi yang memadai, transportasi dan bangunan serta informasi dan
teknologi komunikasi yang tidak dapat diakses. Akibatnya, penyandang disabilitas
mengalami kondisi kesehatan yang lebih buruk, kesempatan ekonomi yang lebih
sedikit dan tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang bukan
penyandang disabilitas.
Penderita kusta telah menyelesaikan rangkaian pengobatannya, dinyatakan
sembuh dan tidak menular, status predikat penyandang kusta tetap dilekatkan
pada dirinya seumur hidup. Inilah yang seringkali menjadi dasar permasalahan
psikologis para penyandang kusta. Rasa kecewa, takut, malu, tidak percaya diri,
merasa tidak berguna, hingga kekhawatiran akan dikucilkan (self stigma). Hal ini
diperkuat dengan opini masyarakat (stigma) yang menyebabkan penderita kusta
dan keluarganya dijauhi bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Survei di lima
Kabupaten di Indonesia (Kab. Subang, Malang, Gresik, Gowa, dan Bone) pada
tahun 2007 memotret diskriminasi yang dialami penderita kusta baik di
lingkungan keluarga, maupun di sarana dan pelayanan publik, seperti dipisahkan
dari pasangan (diceraikan), dikeluarkan atau tidak diterima di pekerjaan, ditolak di
sekolah, restoran, tempat ibadah, pelayanan kesehatan dan fasilitas umum lainnya.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah memberikan perhatian khusus
kepada penderita penyakit kusta dengan menempatkan mereka di Rumah Sakit
Kusta Sicanang Belawan. Namun pasca penutupan Rumah Sakit Kusta tersebut,
maka pelayanan terhadap pasien ataupun mantan penyandang kusta telah
dialihkan kepada Dinas Sosial Sumatera Utara. Hidup berstatus penyandang kusta
6
membuat mereka harus hidup terisolir dari masyarakat lainnya. Meskipun telah
dinyatakan sembuh secara medis, namun status penyandang kusta tetap melekat
pada diri mereka, masyarakat juga tidak bisa menerima kehadiran para
penyandang kusta untuk saling hidup berdampingan dan berinteraksi, sehingga
para penyandang kusta kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya secara
mandiri.
Penyandang kusta telah mendapatkan bantuan dari pemerintah, namun
sejak awal tahun 2014 mereka tidak lagi mendapatkan bantuan dari pemerintah
Sumatera
Utara,
sebagai
upaya
untuk
bertahan
hidup,
dengan
ketidakberdayaannya mereka berinisiatif untuk mengemis dan memohon belas
kasihan dari para pengguna jalan dipersimpangan Jalan Gagak Hitam Ring Road
Kecamatan Medan Sunggal. Kehadiran para pengemis penyandang kusta
dipersimpangan jalan untuk meminta-minta bantuan tentunya menambah masalah
baru bagi pemerintah, karena masalah pengemis-pengemis lain juga masih belum
tuntas ditangani oleh pemerintah. Pengemis juga dianggap merusak keindahan
kota, selain itu kehadiran pengemis penyandang kusta juga dianggap mengganggu
kenyamanan para pengguna jalan.
Perubahan yang akan dilakukan terhadap masyarakat sekurang-kurangnya
dapat dilakukan melalui metode intervensi mikro ataupun intervensi makro.
Intervensi mikro memusatkan perhatian pada upaya perubahan pada tingkat
individu, keluarga dan kelompok kecil. Sedangkan intervensi makro lebih
memusatkan perhatian pada perubahan masyarakat, baik yang bersifat lokal,
regional maupun
internasional. Perubahan yang dilakukan dalam intervensi
makro maupun mikro ditujukan terutama pada manusia sebagai salah satu sumber
7
utama dalam pembangunan ( karena dalam pembangunan di Indonesia dikenal
adanya 2 unsur utama, yaitu sumber daya alam dan sumber daya manusia). Oleh
karena itu, dalam upaya mengoptimalkan pembangunan yang akan dan sedang
dilaksanakan, pengenalan akan akan hakekat manusia tentunya mempunyai
sumbangan tersendiri, paling tidak akan dapat menambah wawasan ketika akan
menerapkan suatu program pada masyarakat (Adi, 2003:29-30).
Mengenai hakekat manusia dalam pembangunan yang diuraikan secara
singkat diharapkan akan membantu para pelaku perubahan (change agent) agar
dapat meningkatkan kinerjanya dalam mengembangkan masyarakat Indonesia,
karena disadari bahwa intervensi yang akan diterapkan selayaknya mengarah ke
arah tercapainya tujuan ideal pembangunan tersebut, meskipun dimakumi pula
bahwa hampir tidak mungkin untuk mencapai sesuatu yang sangat ideal, tetapi
paling tidak pembangunan yang dilakukan dapat mendekati tipe ideal yang
diinginkan (Adi, 2003:38).
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis
tertarik untuk meneliti Bagaimana Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang
Kusta di Kota Medan. Maka penulis menyusun penelitian ini dalam suatu karya
ilmiah dengan judul “ Tinjauan Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang
Kusta di Kota Medan “.
8
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah yang
dikemukakan dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana Kesejahteraan Sosial
Pengemis Penyandang Kusta Di Kota Medan ?“.
1.3
Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang Kusta di Kota Medan.
`1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun peneliti mengharapkan dari hasil penelitian ini adalah agar dapat
diketahui Kesejahteraan Sosial Pengemis Penyandang Kusta Di Kota Medan.
1.4
Sistematika Penelitian
Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika
sebagai berikut :
BAB I
: PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat
peneltian, serta sistematika penelitian.
BAB II
: TINJAUAN PUSAKA
Bab Ini Berisikan Uraian Dan Konsep Yang Berkaitan Dengan
Masalah Dan Objek Yang Diteliti, Kerangka Pemikiran,
Defenisi Konsep, Ruang Lingkup Penelitian.
BAB III
: METODE PENELITIAN
9
Bab Ini Berisikan Tipe Penelitian, Lokasi Penelitian, Informan,
Teknik Pengumpulan Data, Serta Teknik Analisa Data.
Penyajian Data
BAB IV
: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum lokasi
penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya
Ilmiah ini.
BAB V
: ANALISIS DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari
hasil penelitian beserta dengan analisanya.
BAB VI
: PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran atas
penelitian yang dilakukan. Bab ini juga memberikan kritik dan
saran dalam rangka proses membangun kearah yang lebih baik
lagi untuk semua objek yang terkait.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kesejahteraan Sosial
2.1.1
Pengertian Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan Sosial banyak dikemukakan oleh para ahli dan lembaga
yang memperhatikan banyaknya masalah sosial yang timbul dalam masyarakat.
Adapun para ahli atau lembaga yang memberikan pengertian kesejahteraan sosial
adalah sebagai berikut :
a.
Walter A. Fridlander mendefenisikan Kesejahteraan sosial adalah sistem
yang terorganisir dari usaha-usaha dan lembaga-lembaga sosial yang
ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai
standart hidup dan kesehatan yang memuaskan serta untuk mencapai relasi
perseorangan
dan
mengembangkan
sosial
yang
dapat
kemampuan-kemampuannya
memungkinkan
secara
penuh
mereka
untuk
mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan
keluarga dan masyarakat (Fauzik, 2007: 119).
Defenisi diatas menjelaskan bahwa: Pertama Konsep kesejahteraan
sosial sebagai suatu sistem atau “organized system” yang berintikan
lembaga-lembaga dan pelayanan sosial. Kedua, Tujuan sistem tersebut
adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat
kebutuhan pokok seperti sandang,pangan,papan,kesehatan dan relasi-relasi
sosial dengan lingkungannya. Ketiga tujuan tersebut dapat dicapai dengan
cara, meningkatkan kemampuan individu baik dalam memecahkan
11
masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya.Kesejahteraan sosial
sebagai lembaga yang memberikan pelayanan pertolongan guna memenuhi
kebutuhan-kebutuhan
kesehatan,
standar
kehidupannya
dan
untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial baik pribadi maupun kelompok
dimana kebutuhan keluarga dan kebutuhan masyarakat terpenuhi.
b.
Secara yuridis konsepsional, pengertian kesejahteraan sosial termuat dalam
Undang-undang No.11 Tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan pokok
kesejahteraan sosial, pasal1 ayat 1 adalah sebagai berikut : “Kesejahteraan
sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial
warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,
sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya” (Adi, 2013: 23).
Mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut dilaksanakan berbagai
upaya, program dan kegiatan tersebut “Usaha Kesejahteraan Sosial” baik
yang dilaksanakan pemerintah maupun masyarakat. Undang-undang No.11
Tahun 2009 bagian II pasal 25 juga menjelaskan secara tegas tugas serta
tanggung jawab pemerintah dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial
yang meliputi :
1)
Merumuskan kebijakan dan program penyelenggaraan kesejahteraan
sosial
2)
Menyediakan akses penyelenggaraan kesejahteraan sosial
3)
Melaksanakan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan
sosial, dan perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
12
4)
Memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang
menyelenggarakan kesejahteraan sosial
5)
Mendorong dan memfasilitasi masyarakat serta dunia usaha dalam
melaksanakan tanggung jawab sosialnya
6)
Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber
7)
Menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi, dan sertifikasi
pelayanan kesejahteraan sosial
8)
Melaksanakan analisis dan audit dampak sosial terhadap kebijakan
dan aktivitas pembangunan
9)
Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian kesejahteraan sosial
10)
Melakukan pembinaan dan pengawasan serta pemantauan dan
evaluasi terhadap penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
11)
Mengembangkan jaringan kerja dan koordinasi lintas pelaku
penyelenggaraan
kesejahteraan
sosial
tingkat
nasional
dan
internasional dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
12)
Memelihara taman makam pahlawan dan makam pahlawan nasional;
13)
Melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan
sosial.
14)
Mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial
dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
c.
Menurut James Midgley dalam Kesejahteraan sosial sebagai kondisi dalam
suatu masyarakat. Kesejahteraan sosial adalah “suatu keadaan atau kondisi
kehidupan manusia yang tercipta ketika berbagai permasalahan sosial dapat
13
dikelola dengan baik, ketika kebutuhan manusia dapat terpenuhi dan ketika
kesempatan sosial dapat dimaksimalisasikan. (Adi,2013 : 23)
d.
Menurut Alfred J.Khan Kesejahteraan sosial terdiri dari program-program
yang tersedia selain yang tercakup dalam kriteria pasar untuk menjamin
suatu tindakan kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan kesejahteraan,
dengan tujuan meningkatkan derajat kehidupan komunal dan berfungsinya
individual, agar dapat mudah menggunakan pelayanan-pelayanan maupun
lembaga-lembaga yang ada pada umumnya serta membantu mereka yang
mengalami kesulitan dan dalam pemenuhan kebutuhan mereka (Fauzik,
2007:106-107).
e.
Menurut Harold L. Wilensky dan Charles N. Lebeaux Kesejahteraan sosial
adalah suatu sistem yang terorganisir dari usaha-usaha pelayanan sosial dan
lembaga-lembaga sosial, untuk membantu individu-individu dan kelompok
dalam mencapai tingkat hidup serta kesehatan yang memuaskan.
Maksudnya
agar
individu
dan
relasi-relasi
sosialnya
memperoleh
kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan kemampuankemampuannya serta meningkatkan atau menyempurnakan kesejahteraan
sebagai manusia sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Fauzik, 2007:118).
f.
Arthur Dunham mendefenisikan kesejahteraan sosial sebagai kegiatankegiatan terorganisir dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi
sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan didalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga
dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar
kehidupan dan hubungan-hubungan sosial (Fauzik, 2007:117).
14
g.
Menurut PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), Kesejahteraan adalah suatu
kondisi atau keadaan sejahtera baik fisik, mental maupun sosial, dan tidak
hanya perbaikan-perbaikan penyakit sosial tertentu saja. Kemudian
pengertian ini disempurnakan menjadi suatu kegiatan terorganisir dengan
tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu dengan
lingkungan sosial mereka.
2.1.2 Tujuan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
Undang-Undang No 11 Tahun 2009 pasal 3 bahwa tujuan penyelenggara
kesejahateraan sosial sebagai berikut :
a.
Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas dan kelangsungan hidup
b.
Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian
c.
Meningkatkan
ketahanan
sosial
masyarakat
dalam
mencegah
dan
menangani masalah kesejahteraan sosial
d.
Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggung jawab sosial dunia
usaha dalam penyelenggara kesejahetraan sosial
e.
Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggara kesejahteraan
Penjelasan yang pertama adalah tercukupinya kebutuhan dasar dalam
menjalankan kelangsungan hidup seperti, sandang, pangan, papan, kesehatan,
pendidikan, dan hak untuk berpartisipasi dilingkungan masyarakat. Penjelasan
yang kedua adalah mengembalikan keberfungsian sosialnya di dalam masyarakat,
dimana sebelumnya mempunyai masalah sosial. Penjelasan yang ketiga adalah
menjaga dan mempertahankan kesejahteraan sosialnya pada saat mempunyai
permasalahan dan masalah tersebut bisa dicegah dan ditangani. Penjelasan yang
keempat adalah meningkatkan pengetahuan dan peduli kepada orang-orang yang
15
mempunyai masalah sosial untuk ditangani. Penjelasan yang kelima adalah
meningkatkan kualitas terlaksananya kesejahteraan bagi setiap masyarakat yang
mempunyai masalah sosial.
2.1.3
Usaha Kesejahteraan Sosial
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.6 Tahun 1974, Usaha-
Usaha Kesejahteraan sosial adalah semua upaya, program, dan kegiatan yang
ditujukan
untuk
mewujudkan,
membina,
memelihara,
memulihkan
dan
mengembangkan kesejahteraan sosial. Usaha kesejahteraan sosial mengacu pada
program, pelayanan, dan berbagai kegiatan yang secara konkret berusaha
menjawab
kebutuhan
ataupun
masalah-masalah
yang
dihadapi
anggota
masyarakat. Usaha kesejahteraan sosial dapat diarahkan pada individu, keluarga,
kelompok atau komunitas. Beberapa contoh dari Usaha kesehjateraan sosial yang
searah dengan tujuan pembangunan ekonomi adalah:
a.
Beberapa tipe unit usaha kesejahteraan sosial yang secara langsung
memberikan sumbangan terhadap peningkatan produktifitas individu,
kelompok ataupun masyarakat contohnya adalah pelayanan konseling pada
generasi muda dan lain-lain.
b. Jenis usaha kesejahteraan sosial yang berupaya untuk mencegah atau
meminimalisir hambatan (beban) yang dapat dihadapi oleh para pekerja ( yang
masih produktif).
c. Jenis usaha kesejahteraan sosial yang memfokuskan pada pencegahan dampak
negatif urbanisasi dan industrialisasi pada kehidupan keluarga dan masyarakat
atau
membantu mereka agar dapat mengidentifikasi dan mengembangkan
16
“pemimpin” dari suatu komunitas lokal. Beberapa karakteristik usaha
kesejahteraan sosial yaitu :
1.
Menanggapi kebutuhan manusia.
2.
Usaha kesejahteraan sosial diorganisir guna menanggapi kompleksitas
masyarakat perkotaan yang modern.
3.
Kesejahteraan sosial mengarah ke spesialisasi, sehingga lembaga
kesejahteraan sosialnya juga menjadi tersepesialisasi.
4.
Usaha kesejahteraan sosial menjadi sangat luas.
2.1.4 Fungsi-Fungsi Kesejahteraan Sosial
Fungsi-fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi tekanan-tekanan yang diakibatkan terjadinya perubahan-perubahan
sosio-ekonomi, mengindarkan terjadinya konsekuensi-konsekuensi sosial negative
akbibat pembangunan serta menciptakan kondisi-kondisi yang mampu mendorong
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan sosial memiliki fungsifungsi antara lain ialah (Fahrudin, 2012:12-13). :
1.
Fungsi Pencegahan (Preventive)
Kesejahteraan sosial ditujukan untuk memperkuat individu, keluarga, dan
masyarakat supaya terhindar dari masalah-masalah sosial baru.
2.
Fungsi Penyembuhan (Curative)
Kesejahteraan sosial ditujukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi
ketidakmampuan fisik,emosional, dan sosial agar orang yang mengalami
masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar dalam masyarakat.
Dalam fungsi ini mencakup juga fungsi pemulihan (rehabilitasi).
3.
Fungsi Pengembangan (Development)
17
Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung
maupun tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan
tatanan dan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat.
4.
Fungsi Penunjang (Supportive)
Fungsi ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu mencapai tujuan
sektor atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang lain.
2.1.5 Pelayanan Sosial
Kesejahteraan sosial mencakup pelayanan-pelayanan sosial yang terdapat di
masyarakat
sebagai
upaya
atau
tindakan
dalam
membantu
mengatasi
permasalahan-permasalahan agar terjalin sebuah keberfungsian sosial (social
functioning) seseorang baik secara individu maupun kelompok. Pelayanan sosial
menurut Huraerah (2011: 45) adalah: “Kegiatan yang terorganisasi yang ditujukan
untuk membantu warga negara yang mengalami permasalahan sebagai akibat
ketidakmampuan keluarga melaksanakan fungsi-fungsinya. Kegiatan ini antara
lain berupa pelayanan sosial bagi anak (termasuk balita dan remaja) serta lanjut
usia terlantar atau mengalami berbagai bentuk kecacatan”.
Pelayanan Sosial adalah konteks kelembagaan yang sebagai terdiri atas
program-program yang disediakan bedasarkan kriteria selain kriteria pasar untuk
menjamin tingkatan dasar dari
penyediaan kesehatan, pendidikan dan
kesejahteraan, untuk meningkatkan kehidupan masyarakat dan keberfungsian
individual, untuk memudahkan akses pada pelayanan-pelayanan dan lembagalembaga pada umumnya, dan untuk membantu mereka yang berada dalam
kesulitan dan kebutuhan.
18
Pelayanan sosial dapat dicapai dengan cara yang bersifat informasi,
bimbingan dan pertolongan dapat dicapai dengan cara yang bersifat informasi,
bimbingan dan pertolongan melalui berbagai bentuk kegiatan yang berkenaan
dengan pemecahan masalahnya. Pelayanan sosial merupakan wujud aktifitas
pekerja sosial dalam praktik profesionalnya. Pelayanan sosial merupakan jawaban
terhadap tuntutan kebutuhan dan masalah yang dialami masyrakat sebagai akibat
perubahan yang dialami masyrakat itu sendiri. Dengan demikian bidang-bidang
pelayanan sosial akan tergantung bagaimana Pekerja Soial memandang dan
mengidentifikasikan masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Jika
cakupan maslah sosial telah mengalami perluasan dari masalah sosial-ekonomi
kepada masalah sosial-psikologis, maka cakupan pelayanan sosial juga harus
demikian.
2.2
Interaksi Sosial
2.2.1
Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
berkaitan dengan hubungan antara individu dengan individu, antara individu
dengan kelompok, antara kelompok dengan kelompok sosial yang lain. Interaksi
sosial terjadi ketika dua orang individu bertemu dengan saling menyapa, berjabat
tangan, bercandaria atau mungkin berkelahi (Philipus, 2004:22).“Interaksi sosial
adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar
individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok” (Maryati, 2003:22).
Menurut Gillin interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang
dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompokkelompok manusia, maupun orang perorangan dengan kelompok manusia.
19
Interaksi dapat terjadi apabila komunikasi terjalin dengan baik.Jika dua orang
bertemu, interaksi sosial di mulai pada saat itu, mereka menegur, berjabat tangan,
saling berbicara, bahkan mungkinn berkelahi. Walaupun orang-orang yang
bertemu muka tersebut tidak saling menukar tanda-tanda, interaksi sosial telah
terjadi, oleh karena masing-masing sadar akan adanya pihak lain yang
menyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang-orang
yang bersangkutan. Kesemuanya itu menimbulkan kesan di dalam pikiran
seseorang, yang kemudian menentukan tindakan apa yang akan dilakukannya.
Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi antara kelompok
tersebut sebagai kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggotaanggotanya.
2.2.2
Macam-macam Bentuk Interaksi Sosial
Menurut Maryati dan Suryawati (2003:23) interaksi sosial dibagi menjadi
tiga macam, yaitu :
1. Interaksi Antara Individu dengan Individu
Ketika dua orang bertemu, saling menegur, saling berbicara atau
bahkan mungkin berkelahi. Saling bertemu muka tanpa berbicara pun
juga disebut dengan interaksi sosial antara individu. Dalam hubungan
ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika
hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif, jika
hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya
(bermusuhan).
2. Interaksi Antara Individu Dengan Kelompok
20
Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif.
Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam – macam
sesuai situasi dan kondisinya.
3.
Interaksi Antara Kelompok Dengan Kelompok
Interaksi sosial kelompok dengan kelompok terjadi sebagai satu
kesatuan bukan kehendak pribadi.
2.2.3
Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Gillin dan Gillin dalam Philipus dan Nurul Aini (2004:23-28) mengadakan
penggolongan yang luas tentang bentuk-bentuk interaksi sosial. Menurut mereka
dua macam proses yang timbul akibat adanya interaksi sosial yaitu :
1. Proses Asosiatif (Processes of association)
a. Kerja sama (Coorperation)
Kerja sama terjadi dalam kelompok masyarakat manapun di dunia ini.
Masyarakat itu sendiri terbentuk karena adanya keinginan dari
individu-individu untuk bekerja sama. Begitu pentingnya kerja sama
dalam kehidupan masyarakat, sehingga banyak orang menganggap
kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang penting dan utama.
Walaupun pada kenyataannya kita tidak dapat menghindari adanya
suasana pertentangan atau konflik dalam masyarakat
b. Akomodasi
Akomodasi adalah suatu proses yang menunjuk pada usaha-usaha
manusia untuk menyelesaikan suatu pertentangan, yaitu usaha-usaha
untuk mencapai kestabilan.
c. Asimilasi
21
Suatu usaha-usaha yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok
untuk mengurangi perbedaan antara mereka.Asimilasi merupakan
proses sosial dalam taraf lanjut. Ditandai dengan adanya usaha-usaha
mengurangi
perbedaan-perbedaan
yang terdapat
antara
orang-
perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi
usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan prosesproses mental dengan memerhatikan kepentingan dan tujuan bersama.
d. Akulturasi
Akulturasi adalah proses sosial yang timbul, apabila suatu kelompok
masyarakat manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan
dengan unsur – unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa
sehingga lambat laun unsur – unsur kebudayaan asing itu diterima dan
diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya
kepribadian dari kebudayaan itu sendiri.
2. Proses Disasosiatif (Oppositional Process)
a. Persaingan
Persaingan adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompokkelompok manusia bersaing mencari keuntungan melalui bidang
kehidupan yang menjadi perhatian umum.
b. Kontravensi
Kontravensi merupakan suatu proses yang berada antara persaingan
dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi terutama ditandai oleh
gejala-gejala ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu
rencana dan perasaan, baik dalam bentuk sesuatu yang disembunyikan,
22
maupun kebencian atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang.
Dalam bentuk murni konversi merupakan kebencian terhadap
seseorang atau kelompok orang walau tidak sampai pada sikap
pertentangan atau pertikaian.
c. Pertentangan
Pertentangan terjadi karena menyadari adanya perbedaan-perbedaan
tertentu antara suatu kelompok masyarakat dengan kelompok
masyarakat
lain.
Perbedaan
itu
meliputi
perbedaan
ciri-ciri
badaniah,emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola perilaku, perbedaan
dalam tingka ekonomi, perbedaan agama, dan perbedaan lainnya.
2.2.4
Syarat – syarat Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut
hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan
kelompok. Dua Syarat terjadinya interaksi sosial :
1. Adanya kontak sosial (social contact), yang dapat berlangsung dalam
tiga bentuk, yaitu antarindividu, antarindividu dengan kelompok,
antarelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung
maupun tidak langsung.
2. Adanya Komunikasi, yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang
lain, perasaan-perassaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut.
Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan
yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.
23
2.3
Kebutuhan Hidup
Berdasarkan pengertian kesejahteraan sosial, dapat diketahui bahwa
manusia membutuhkan kebutuhan hidup sehari-hari. Menurut Rusdiarti dan
Kusmuriyanto (2012:3-6) kebutuhan tersebut mempunyai tingkatan-tingkatan,
yakni :
1.
Kebutuhan Berdasarkan Intensitasnya
a.
Kebutuhan Primer
Primer berarti pertama atau utama. Kebutuhan primer adalah
kebutuhan pertama atau utama yang harus dipenuhi oleh setiap
manusia. Contohnya : kebutuhan akan makan, minum, pakaian,
perumahan serta kesehatan.
b.
Kebutuhan sekunder
Kebuthuan sekunder adalah jenis kebutuhan yang diperlukan setelah
semua kebutuhan pokok primer telah semuanya terpenuhi dengan
baik. Kebutuhan sekunder sifatnya menunjang kebutuhan primer.
Misalnya seperti makanan yang bergizi, pendidikan yang baik,
pakaian yang baik, perumahan yang baik dan sebagainya yang belum
masuk kedalam kategori mewah.
c. Kebutuhan Tersier / Mewah / Lux
Kebutuhan tersier adalah kebutuhan manusia yang sifatnya mewah,
tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya
kebutuhan primer dan sekunder. Contohnya adalah mobil, antena
parabola, ipad iphone, komputer, apartemen, liburan keluar negeri,
dan apartemen.
24
2.
Kebutuhan Berdasarkan Sifat
a.
Kebutuhan Jasmani
Kebutuhan jasmani adalah kebutuhan yang berhubungan dengan
jasmani atau fisik. Kebutuhan tersebut ditujukan agar badan tetap
sehat dan bugar. Contohnya seperti makanan, minuman, pakaian,
sandal, serta istirahat yang teratur, dan lain sebagainya.
b. Kebutuhan Rohani
Kebutuhan rohani adalah kebutuhan yang berhubungan dengan
kesehatan jiwa. Contohnya seperti : siraman rohani, beribadah,
menikmati hiburan, bersosialisasi, pendidikan, rekreasi, hiburan dan
lain-lain.
3.
Kebutuhan Berdasarkan Waktu
a.
Kebutuhan Sekarang
Kebutuhan sekarang adalah kebutuhan yang pemenuhannya tidak bisa
ditunda-tunda lagi/kebutuhan yang harus segera dipenuhi. Contoh:
makan, minum, sandang, tempat tinggal, dan obat – obatan.
b.
Kebutuhan yang akan datang
Kebutuhan yang akan datang adalah kebutuhan yang pemenuhannya
dapat ditunda, tetapi harus dipikirkan mulai sekarang. Contoh:
tabungan
4.
Kebutuhan Berdasarkan Subjeknya
a. Kebutuhan Individu
25
Kebutuhan individu adalah kebutuhan yang hanya diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan seorang saja. Contoh: kebutuhan petani waktu
bekerja berbeda dengan kebutuhan seorang dokter.
b.
Kebutuhan Sosial (kelompok)
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan yang diperlukan untuk memenuhi
kepentingan bersama kelompok. Contoh: siskamling, gedung sekolah,
rumah sakit, dan jembatan serta berbagai contoh yang lainnya.
5.
Kebutuhan Menurut Bentuk
a.
Kebutuhan Material
Kebutuhan material adalah kebutuhan yang berbentuk benda material
atau benda berwujud, seperti tas, makanan, rumah, pakaian, dan lainlain.
b.
Kebutuhan Immaterial
Kebutuhan immaterial adalah kebutuhan yang berbentuk benda
immaterial atau benda yang tak berwujud, seperti nasihat ulama,
penjelasan guru, hiburan, petunjuk dokter, dan lain-lain.
2.4
Pengemis
2.4.1
Pengertian Pengemis
Berdasarkan Permensos No.08 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan
,Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, Potensi dan
Sumber Kesejahteraan Sosial yang dimaksud dengan pengemis adalah orang-orang
yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan
berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan
belas kasihan dari orang
lain.Gelandangan dan pengemis Menurut Departemen Sosial R.I (1992), adalah
26
orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma
kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat
tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di
tempat umum.
Pengemis menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis adalah orangorang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum
dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang
lain. Permasalahan pengemis, dan gepeng, sebenarnya hanyalah turunan dari
permasalahan kemiskinan. Selama persoalan kemiskinan belum teratasi jumlah
pengemis, dan gepeng tidak akan pernah berkurang malah jumlahnya akan
semakin bertambah.
2.4.2
Kriteria Pengemis
Berdasarkan Permensos No.08 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan
dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan
Sumber Kesejahteraan Sosial,
kriteria bahwa seseorang dikatakan sebagai
pengemis adalah sebagai berikut:
a. mata pencariannya bergantung pada belas kasihan orang lain
b. berpakaian kumuh dan compang - camping
c. berada di tempat-tempat ramai/strategis dan
d. memperalat sesama untuk merangsang belas kasihan orang lain.
2.5
Penyakit
Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang
menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang
27
dipengaruhinya. Untuk menyembuhkan penyakit, orang-orang biasa berkonsultasi
dengan seorang dokter (https://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit, diakses pada hari
sabtu 04 Juli 2015 Pukul 11.36 WIB).
Berdasarkan KBBI :
a.
Sesuatu yg menyebabkan terjadinya gangguan pada makhluk hidup
b.
Gangguan kesehatan yg disebabkan oleh bakteri, virus, atau kelainan sistem
faal atau jaringan pada organ tubuh (pada makhluk hidup).
Klasifikasi penyakit ada 3 yaitu:
a. Penyakit menular (Penyakit yang disebabkan oleh kuman yang menyerang
tubuh manusia. Kuman dapat berupa virus, bakteri, amuba, atau jamur)
b. Penyakit tidak menular (Penyakit yang tidak disebabkan oleh kuman, tetapi
disebabkan karena adanya problem fisiologis atau metabolisme pada jaringan
tubuh manusia)
c. Penyakit kronis (Penyakit yang berlangsung sangat lama).
2.6
Penyakit Kusta
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman
mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang saraf tepi,
selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (mulut) saluran pernapasan bagian
atas, sistem retikulo endotelial,mata, otot, tulang dan testis. Penyakit kusta ini
dapat menyerang semua orang. Laki-laki lebih banyak terkena dibandingkan
dengan wanita, dengan perbandingan 2:1, walaupun ada beberapa daerah yang
menunjukan insidens ini hampir sama bahkan ada daerah yang menunjukan
penderita wanita lebih banyak. Penyakit ini dapat mengenai semua umur. Namun
demikian, jarang dijumpai pada umur yang sangat muda.
28
Frekuensi terbanyak adalah pada umur 15-29 tahun, walaupun pernah
didapatkan dipulau Nauru, pada keadaan epidemi, penyebaran hampir sama pada
semua umur. Di Brasilia terdapat peninggian prevalensi pada usia muda,
sedangkan pada penduduk imigran prevalensi meningkat di usia lanjut. Beberapa
faktor lain yang dapat berperan dalam kejadian dan penyebaran kusta antara lain
adalah iklim (cuaca panas dan lembab), diet, status gizi, status sosial ekonomi dan
genetik ( Marwali, 2000:260-261).
2.6.1
Ciri-ciri Penyakit Kusta
1. Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama
mengenai kulit, saraf, dan membran mukosa. Pasien dengan penyakit
ini dapat dikelompokkan lagi menjadi 'kusta tuberkuloid (Inggris :
paucibacillary), kusta lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler),
atau kusta multibasiler (borderline leprosy).
2. Kusta multibasiler, dengan tingkat keparahan yang sedang, adalah tipe
yang sering ditemukan. Terdapat lesi kulit yang menyerupai kusta
tuberkuloid namun jumlahnya lebih banyak dan tak beraturan, bagian
yang besar dapat mengganggu seluruh tungkai, dan gangguan saraf
tepi dengan kelemahan dan kehilangan rasa rangsang. Tipe ini tidak
stabil dan dapat menjadi seperti kusta lepromatosa atau kusta
tuberkuloid.
3. Kusta tuberkuloid ditandai dengan satu atau lebih hipopigmentasi
makula kulit dan bagian yang tidak berasa (anestetik).
4. Kusta lepormatosa dihubungkan dengan lesi, nodul, plak, kulit
simetris, dermis kulit yang menipis, dan perkembangan pada mukosa
29
hidung yang menyebabkan penyumbatan hidung (kongesti nasal) dan
epistaksis (hidung berdarah) namun pendeteksian terhadap kerusakan
saraf sering kali terlambat.
5. Tidak sejalan dengan mitos atau kepercayaan yang ada, penyakit ini
tidak menyebabkan pembusukan bagian tubuh. Menurut penelitian
yang lama oleh Paul Brand, disebutkan bahwa ketidakberdayaan
merasakan rangsang pada anggota gerak sering menyebabkan luka
atau lesi. Kini, kusta juga dapat menyebabkan masalah pada penderita
AIDS.
2.6.2
1.
Faktor-faktor Penularan Penyakit Kusta
Faktor Kuman kusta
Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh (solid)
bentuknya, lebih besar kemungkinan menyebabkan penularan daripada
kuman yang tidak utuh lagi. Mycobacterium leprae bersifat tahan asam,
berbentuk batang dengan panjang 1-8 mikron dan lebar 0,2-0,5 mikron,
biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel
terutama jaringan yang bersuhu dingin. Kuman kusta dapat hidup di luar
tubuh manusia antara 1 sampai 9 hari tergantung suhu atau cuaca dan
diketahui hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja dapat menimbulkan
penularan (Depkes RI, 2002).
2.
Faktor Imunita
Sebagian manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil
penelitian menunjukan bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95 orang yang
tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat dan 2 orang menjadi
30
sakit. Hal ini belum lagi mempertimbangkan pengaruh pengobatan (Depkes
RI, 2002).
3.
Keadaan Lingkungan
Keadaan rumah yang berjejal yang biasanya berkaitan dengan kemiskinan,
merupakan faktor penyebab tingginya angka kusta. Sebaliknya dengan
meningkatnya taraf hidup dan perbaikan imunitas merupakan faktor utama
mencegah munculnya kusta.
4.
Faktor Umur
Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi. Incidence Rate penyakit ini
meningkat sesuai umur dengan puncak pada umur 10 sampai 20 tahun dan
kemudian menurun. Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan umur
dengan puncak umur 30 sampai 50 tahun dan kemudian secara perlahanlahan menurun.
5.
Faktor Jenis Kelamin
Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih banyak dari pada wanita,
kecuali di Afrika dimana wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Faktor
fisiologis seperti pubertas, monopause, kehamilan, infeksi dan malnutrisi
akan mengakibatkan perubahan klinis penyakit kusta.
2.7
Kerangka Pemikiran
Kesejahteraaan sosial pengemis penyandang kusta dewasa ini sangat
memprihatinkan,tak jarang kondisi kelayakan hidup mereka tergantung terhadap
belas kasihan orang lain yang mana keberadaannya sering kita temui di
persimpangan jalan raya kota. Keberadaan mereka di anggap mengganggu
pengguna jalan dan mengurangi keindahan kota. Tindakan rehabilitasi medis yang
31
memperbaiki fungsi tubuh dan mengurangi kecacatan penderita, tidak membuat
penderita mampu berpartisipasi dan berintegrasi sosial sehingga kualitas hidup
penderita disabilitas kusta belum meningkat.
Pemerintah telah membuat kebijakan dalam hal penanggulangan PMKS
penyandang kusta. Tetapi kesejahteraan sosial penyandang kusta masih belum
terjamin.
Masalah kesejahteraan sosial pengemis penyandang kusta dalam
penelitian ini dapat di tinjau dari beberapa aspek yaitu kebutuhan material,
kebutuhan spiritual, dan sosial. Melalui beberapa hal tersebutlah yang akan
peneliti tinjau tentang pengemis penyandang kusta .
adapun kerangka pemikirannya adalah sebagai berikut :
Bagan 1
Kerangka Pemikiran
Pengemis
Penyandang Kusta
Kebutuhan
Kebutuhan
Material
Spiritual
Sosial
Kebutuhan Jasmani
Kebutuhan Rohani
Interaksi Sosial
a. Makan
a. Pendidikan
a. Penyandang Kusta
b. Minum
b. Beribadah
Dengan Sesama
c. Pakaian
c. Siraman Rohani
Penyandang Kusta
d. Rumah
d. Hiburan
b. Penyandang Kusta
e. Istirahat
Dengan Kerabatnya
f. Obat-obatan
c. Kelompok
Penyandang Kusta
Dengan Kelompok
Masyarakat Sehat
32
2.8
Defenisi Konsep dan Ruang Lingkup Penelitian
2.8.1
Defenisi Konsep
Konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan
dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi dan hal lain yang sejenis.
Konsep diciptakan dengan mengelompokkan objek-objek atau peristiwa-peristiwa
yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Defenisi konsep ditujukan untuk mencapai
keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa obyek, peristiwa
maupun fenomena yang diteliti (Siagian, 2011:141). Konsep yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah :
1. Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,
spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
2. Pengemis penyandang kusta adalah seseorang ataupun sekelompok orang
yang memiliki riwayat terkena penyakit kusta. Hidup dengan memanfaatkan
belas kasih dari orang-orang atau pengguna jalan atas ketidakberdayaannya
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya karena muncul stigma dan
diskriminasi masyarakat lain yang disebabkan oleh penyakit kusta yang di
derita dan mereka sandang.
2.8.2
Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini adalah
terpenuhinya kebutuhan :
1.
Kebutuhan Material
33
Kebutuhan material adalah kebutuhan berupa alat-alat yang dapat diraba,
dilihat, dan mempunyai bentuk. Kebutuhan material berwujud nyata dan
dapat dinikmati langsung.
a. Kebutuhan Jasmani
Kebutuhan jasmani adalah kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani
atau fisik. Kebutuhan tersebut ditujukan agar badan tetap sehat dan
bugar. seperti makanan, minuman, pakaian,rumah, serta istirahat yang
teratur, dan lain sebagainya.
2.
Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan yang dihubungkan dengan benda-benda tak berwujud.
Kebutuhan ini tidak bisa diraba, dilihat, dan berbentuk tetapi bisa dirasakan
dalam hati, Yaitu :
a. Kebutuhan Rohani
Kebutuhan rohani adalah kebutuhan yang berhubungan dengan kesehatan
jiwa. Seperti : siraman rohani, beribadah, menikmati hiburan, pendidikan,
dan lain-lain.
3.
Sosial
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan akan saling berinteraksi antara manusia
yang satu dengan manusia lainnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Macam-macam interaksi sosial itu adalah:
a. Interaksi antara individu dengan individu
Interaksi antara penyandang kusta dengan penyandang kusta lainnya,
saling menegur, saling berbicara, dan lain sebagainya.
b. Interaksi antara individu dengan kelompok
34
Interaksi antara penyandang kusta dengan keluarga yang tidak terkena
penyakit kusta.
c. Interaksi antara kelompok dengan Kelompok
Interaksi antara kelompok penyandang kusta dengan kelompok
masyarakat lain.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan
dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan obyek dan fenomena yang
diteliti. Termasuk di dalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel
penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang
berlangsung. Pada umumnya penelitian deskriptif sudah dilandasi oleh konsep dan
teori yang memadai, hanya saja penelitian bertujuan sebatas menggambarkan
fenomena yang ada dalam setiap unsur, tetapi tidak sampai pada analisis statistik
inferensial (Siagian, 2011:52).
Penelitian deskriptif bersifat menggambarkan dan melukiskan suatu hal
berupa gambar atau foto yang didapat dari data lapangan dan kemudian
menjelaskannya dengan kata-kata. Pendekatan penelitian ini adalah berupa
pendekatan kualitatif, yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah
seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari
data, menelaah, menyusun dalam suatu satuan. Penelitian ini adalah penelitian
deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana kesejahteraan sosial
pengemis penyandang kusta yang ada di Kota Medan.
3.2
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di persimpangan ataupun traffic lightjalan Gagak
Hitam Ring Road Kecamatan Medan Sunggal. Alasan peneliti melakukan
penelitian dilokasi ini karena di persimpangan Jalan Gagak Hitam Ring Road
36
Kecamatan Medan Sunggal ini terdapat pengemis penyandang kusta yang
beroperasi meminta-minta dan memohon belas kasih pengguna jalan.
3.3
Informan Penelitian
Informan adalah orang yang bermanfaat untuk memberikan informasi
tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Ia mempunyai banyak pengalaman
tentang latar penelitian. Informan berkewajiban secara sukarela menjadi anggota
tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Informan dengan kebaikannya
dan kesukarelaannya dapat memberikan pendangannya dari segi orang dalam
nilai-nilai, sikap dan suatu proses yang menjadi latar belakang penelitian tersebut.
Penelitian kualitatif tidak mewajibkan untuk membuat generalisasi dari
penelitiannya oleh karena itu, pada penelitian kualitatif ini tidak terdapat adanya
populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus
penelitian tidak ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian menjadi informasi
yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses
penelitian (Suyanto, 2005:171-172). Informan penelitian ini meliputi dua macam
informan yaitu :
1. Informan Utama
Informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam penelitian ini.
Yaitu para pengemis penyandang kusta.
2. Informan Tambahan
Yaitu mereka yang dapat menguatkan informasi walaupun tidak langsung
terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan tambahan dalam
penelitian ini adalah masyarakat atau tetangga di sekitar tempat tinggal
pengemis penyandang kusta.
37
Penelitian kualitatif pemilihan subjek secara acak (random) akan
dihindari. Mereka yang terpilih merupakan informan utama yang terlibat langsung
dalam penelitian yaitu pengemis penyandang kusta dan informan tambahan Yaitu
mereka yang dapat menguatkan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam
interaksi sosial yang diteliti. Berdasarkan teori-teori diatas maka peneliti
memutuskan
untuk mengambil 2 (dua) informan utama yaitu pengemis
penyandang kusta dan 2 (dua) informan tambahan yaitu tetanggaditempat tinggal
pengemis penyandang kusta.
3.4
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara atau prosese sistematis
dalam pengumpulan data, pencatatan, dan penyajian fakta untuk keperluan
penelitian (Sumarsono, 2004:134). Pengumpulan data informasi yang dibutuhkan
dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai
berikut:
1. Teknik Pengumpulan Data Primer, Yaitu pengumpulan data yang dilakukan
secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan
dengan menggunakan instrumen sebagai berikut :
a. Pengamatan atau observasi partisipan yaitu teknik pengumpulan data
dengan mengamati secara langsung objek peneliti dengan mencatat gejalagejala yang ditemukan dilapangan untuk melengkapi data-data yang
diperlukan sebagai acuan yang berkenaan dengan topik penelitian.
b. Wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada pihakpihak yang terkait dengan suatu tujuan untuk memperoleh informasi yang
38
dibutuhkan. Metode wawancara ini ditujukan untuk informan penelitian
yang telah ditetapkan oleh sih peneliti.
3.5
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian ini adalah teknik analisis data
deskriptif, yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh
data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data,
menelaah, menyusun dalam suatu satuan, yang kemudian dikategorikan pada
tahap berikutnya dan memeriksa
dengan analisis sesuai
keabsahan
data serta mendefenisikannya
dengan kemampuan daya peneliti untuk membuat
kesimpulan penelitian (Moelong, 2007:54).
Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara
kualitatif, artinya untuk analisis data tidak diperlukan model uji statistik dengan
memakai rumus-rumus tertentu, melainkan lebih ditujukan sebagai tipe penelitian
deskriptif.
Kutipan hasil wawancara dan observasi sejauh mungkin akan
ditampilkan untuk mendukung analisis yang disampaikan, sehingga pada akhirnya
dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian.
3.6
Penyajian Data
Prinsip dasar penyajian data adalah membagi pemahaman kita tentang
sesuatu hal pada orang lain. Oleh karena ada data yang diperoleh dalam penelitian
kualitatif berupa kata-kata dan tidak dalam bentuk angka, penyajian biasanya
berbentuk uraian kata-kata dan tidak berupa tabel-tabel dangan ukuran-ukuran
statistik. Sering kali data disajikan dalam bentuk kutipan-kutipan langsung dari
kata-kata wawancara sendiri. Selain itu hasil penelitian kualitatif juga dapat
disajikan dalam bentuk life story, yaitu deskripsi tentang peristiwa dan
39
pengalaman penting dari kehidupan atau beberapa bagian pokok dari kehidupan
seseorang dengan kata-katanya sendiri (Suyanto, 2005).
40
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1
Gambaran Umum Kota Medan
4.1.1
Sejarah Singkat Kota Medan
Indonesia memiliki beberapa kota besar, yaitu salah satunya adalah Kota
Medan. Kota ini juga merupakan kota terbesar yang berada di Pulau Sumatera.
Tepatnya adalah merupakan ibu kota dari provinsi Sumatera Utara. Kota Medan
juga pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan pintu gerbang wisatawan
menuju objek wisata Danau Toba, Penangkaran Orang Hutan di Bukit Lawang,
Penangkaran Gajah di Tangkahan, serta objek wisata Brastagi di tanah Karo.
Zaman dahulu kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan
keadaan tanahnya berawa-rawa. Terdapat beberapa sungai-sungai yang melintasi
kota Medan
yang bermuara ke Selat Malaka. Sungai-sungai itu adalah Sei
Babura, Sei Sekambing, Sei Putih, Sei Belawan, Sei Deli, dan Sei Sulang saling.
Guru Patimpus mendirikan Kota Medan pada tahun 1590. Tahun 1833 orang
Eropa yang pertama sekali mengunjungi Deli adalah John Anderson dan
menemukan kampung yang bernama Medan. Saat itu kampung ini berpenduduk
200 orang yang dipimpin oleh seseorang yaitu bernama Tuanku Pulau Berayan
yang
bermukim disana untuk mengutip pajak dari sampan-sampan yang
membawa lada yang menuruni sungai. Kemudian pada tahun 1886 Medan secara
resmi mendapatkan status sebagai kota, dan pada tahun berikutnya residen pesisir
timur serta Sultan Deli berpindah ke Medan. Medan berubah menjadi kota penting
diluar Pulau Jawa pada tahun 1909, terutama setelah pemerintah kolonial belanda
41
membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran. Saat itu Dewan Kota
yang pertama terdiri dari dua belas anggota orang Eropa, dua orang bumi putra,
dan seorang Tionghoa.
Usaha perkebunan berkaitan erat dengan pembukaan
perkebunan tembakau yang dirintis oleh Jacobus Nienhuys dan
lahan bagi
berpusat
dipertemuan dua alur sungai (Sungai Babura dan Sungai Deli) yaitu suatu wilayah
yang disebut dengan Medan Putri. Tujuan kedatangan Neinhuys ke Deli adalah
sebagai suatu rangkaian perjalanan mencari lahan untuk perkebunan tembakau
sebagai tugas dari perusahaan dagang. Pada perkembangan lanjutan, cikal-bakal
Kota Medan ditentukan oleh pemberian konsensi tanah oleh Sultan Mahmud
kepada Neinhuys yang turut menyeret pengakuan atas hak tanah-tanah rakyat
yang termasuk dalam konsesi tersebut (Said, 1977 : 36-37). Konsensi tanah
tersebut yang meliputi kampung Baru dan Deli menjadi lahan bagi tanaman
tembakau dan pala pada masa itu. Pada tahun 1870 kegiatan perkebunan atas
konsensi tanah tersebut atau disebut juga Perkebunan Deli Mij telah menjadi luas.
Akhir abad ke-19 dan awal abad 20 terdapat dua gelombang migrasi besar
ke Medan. Pada gelombang pertama kedatangan orang Tionghoa dan jawa sebagai
kuli kontrak perkebunan. Tapi setelah tahun1880 perusahaan perkebunan berhenti
mendatangkan orang Tionghoa, sebab sebagian besar dari meraka lari
meninggalkan perkebunan dan sering membuat kerusuhan. Perusahaan kemudian
sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang Tionghoa
bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor
perdagangan. Lalu pada gelombang kedua ialah ke datangan orang Minangkabau,
42
mandailing dan Aceh. Mereka datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai
buruh perkebunan, melainkan untuk berdagang, menjadi guru dan ulama.
4.1.2
Kota Medan Secara Geografis
Kota Medan memiliki luas 26.510 hektare (265,10 km²) atau 3,6% dari
keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan
kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan
jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3°
30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi
kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5
meter di atas permukaan laut. Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas
wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan.
Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal
29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha,
meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan
dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor
66/III/PSU tanggal 21 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali
lipat. Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973
kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang
terdiri dari 11 kecamatan dengan 116 kelurahan. Berdasarkan luas administrasi
yang sama maka melalui Surat Pesetujuan Dalam Menteri Dalam Negeri Nomor
140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran
kelurahan menjadi 144 kelurahan.
Perkembangan terkhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH
Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996
43
tentang pendefitipan 7 kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 35 Tahun 1992 tentang
Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan,
dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan
perkembangan administratif ini Kota Medan kemudian tumbuh secara
geografis,demografis dan sosial ekonomis.
Dari luas wilayah Kota Medan dapat dipersentasekan sebagai berikut :
Tabel 4.1
Luas Lahan Peruntukan di Kota Medan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Jenis Lahan
Permukiman
Perkebunan
Lahan Jasa
Sawah
Perusahaan
Kebun Campuran
Industri
Hutan Rawa
Persentase
36,3 %
3,1 %
1,9 %
6,1 %
4,2 %
45,4 %
1,5 %
1,8 %
Wilayah Kota Medan hampir seluruhnya berbatasan langsung dengan
Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah barat, timur dan selatan. Sepanjang
wilayah utara berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui sebagai
salah satu jalur lalu lintas terpadat didunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan
salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), khususnya
dibidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis Kota Medan
didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alamnyaseperti Deli
Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan,
Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan
secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerja sama dan kemitraan
44
sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dangan daerah-daerah
sekitarnya
(http://pemkomedan.go.id/new/hal-selayang-pandang.html
diakses
pada tanggal 19 Agustus 2015 pukul 21.29)
4.1.3
Kota Medan Secara Demografis
Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur
agama,suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adat istiadat. Hal ini
memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan terbuka. Secara
Demografis, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi
demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan
dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat
kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi
proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir masyarakat dan
perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan
yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian. Dalam kependudukan
dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran
dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan
dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran
ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain perubahan pola berpikir masyarakat
akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada
aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya
gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini
pertumbuhan penduduk mulai menurun.
Akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah
tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk
45
tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.
Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai
dinamika social yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural.
Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas),
meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi,
termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan
yang diterapkan.
Pembangunan
kependudukan
dilaksanakan
dengan
mengindahkan
kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup sehingga mobilitas dan
persebaran penduduk tercapai optimal. Mobilitas dan persebaran pen duduk yang
optimal, berdasarkan pada adanya keseimbangan antara jumlah penduduk dengan
daya dukung dan daya tampung lingkungan. Persebaran penduduk yang tidak
didukung oleh lingkungan dan pembangunan akan menimbulkan masalah sosial
yang kompleks, dimana penduduk menjadi beban bagi lingkungan maupun
sebaliknya. Pada tahun 2013, penduduk Kota Medan mencapai 2.135.516 jiwa.
Dibanding hasil Proyeksi Penduduk 2013, terjadi pertambahan penduduk sebesar
12.712 jiwa (0,6%). Dengan luas wilayah mencapai 265,10 km², kepadatan
penduduk mencapai 8.055 jiwa/km².
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Kota Medan Menurut Usia dan Jenis Kelamin
No.
Rentang Usia
(Umur)
Tahun 2012
Laki-laki
Perempuan
1
0-14
289.723
274.499
2
15-54
662.805
967.605
3
55+
56.504
107.324
Jumlah
1. 047 .875
1 .074 .929
Sumber : Medan dalam Angka 2014
46
Tahun 2013
Laki-laki
Perempuan
289.923
277.083
664.678
694.214
98.792
111.546
1.053 .393 1. 082. 123
Tahun 2013 jumlah penduduk perempuan usia sekolah pada golongan
umur 19-25 mencapai 172.422 jiwa atau 32,28% namun pada laki-laki hanya
mecapai 162.800 jiwa atau 30,48%. Golongan umur 16-18 tahun perempuan
mencapai 64.942 jiwa atau 12,16%, sedangkan laki-laki 61.999 atau 11,61%.
Golongan umur 13-15 tahun perempuan 56,035 jiwa, atau 10,49% sedangkan
laki-laki 56.598 jiwa atau 10,59%. Untuk lebih jelasnya dapat melihat tabel
berikut :
Tabel 4.3
Jumlah Penduduk Usia Sekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin
Golongan
Umur
0-5
Laki-laki
Jiwa
Persentasi
122.140
22,87
Perempuan
Jiwa
Persentasi
117.241
21,95
239.381
6-12
130.624
24,45
123.491
23,12
254.115
13-15
56.598
10,59
56,035
10,49
112.633
16-18
61.999
11,61
64.942
12,16
126.941
19 – 25
162.800
30,48
172.422
32,28
335.222
Jumlah
Sumber : Medan dalam Angka 2014
4.1.4
Kota Medan Secara Sosial
Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan,
keamanan dan ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan
penghambat bagi pertumbuhan ekonomi Kota Medan. Keberadaan sarana
pendidikan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya, merupakan sarana vital bagi
masyarakat untuk mendapat pelayanan hak dasarnya yaitu hak memperoleh
pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pelayanan sosial lainnya .
Infrastruktur dalam hal ini meliputi prasarana fisik yang meliputi rumah
ibadah, sekolah, sarana kesehatan. Jumlah rumah ibadah di Kota Medan dalam
tiga tahun terakhir (2011-2013) . Pemerintah memberikan kebebasan pada setiap
47
masyarakat dalam menjalankan ibadah atas keyakinannya. Berikut adalah
informasi atas jumlah tempat ibadah yang berada di Kota Medan :
Tabel 4.4
Jumlah Tempat Ibadah Kota Medan
No.
Tempat Ibadah
2011
Tahun
2012
2013
1.041
976
1.047
1.
Mesjid
2.
3.
4.
Musholla
Gereja
Kuil
699
751
34
535
526
141
669
637
26
5.
6.
Wihara
Klenteng
22
23
133
34
26
6
Sumber: Medan Dalam Angka 2014
Jumlah sekolah Negeri dan Swasta yang terdapat di Kota Medan memiliki
2035 sekolah, Terdiri dari sekolah tingkat Taman kanak-kanak (TK) sampai
dengan Tingkat SMA atau Sederajat. Seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 4.5
Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta di Kota Medan
Tahun
No.
Sekolah
2012
2013
1.
TK
321
2.
SD
819
824
3.
SMP
399
355
4.
SMA
202
211
5.
SMK
160
150
6.
Madrasah Ibtidaiyah (MI)
72
7.
Madrasah Tsanawiyah (MTs)
74
8.
Madrasah Aliyah
28
Sumber : Medan Dalam Angka 2014
Jumlah sarana kesehatan yang tedapat di Kota Medan pada tahun 2012
terdiri daari 77 rumah sakit, 128 rumah bersalin, dan 39 puskesmas. Sedangkan
pada tahun 2013 terdiri dari 78 rumah sakit, 117 rumah bersalin dan 39
puskesmas, untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut ini :
48
Tabel 4.6
Jumlah Sarana Kesehatan Negeri dan Swasta Kota Medan
Tahun
No.
Jenis Sarana Kesehatan
1.
Rumah Sakit
2.
Rumah Bersalin
3.
Puskesmas
Sumber : Medan dalam Angka 2014
2012
2013
77
128
39
78
117
39
Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama pengembangan kota
yang sifatnya kompleks dan multi dimensional yang penomenanya di pengaruhi
oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain : tingkat pendapatan,
kesehatan, pendidikan, lokasi, gender dan kondisi lingkungan. Kemiskinan bukan
lagi dipahami hanya sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan
memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau
sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Data
SUSENAS tahun 2004, memperkirakan penduduk miskin di kota medan tahun
2004 berjumlah 7,13% atau 32.804 rumah tangga atau 143.037 jiwa. Dilihat dari
persebarannya, Medan bagian Utara (Medan Deli, Medan Labuhan, Medan
Marelan dan Medan Belawan) merupakan kantong kemiskinan terbesar (37,19%)
dari keseluruhan penduduk miskin (http://pemkomedan.go.id/new/hal-selayangpandang.html diakses pada tanggal 19 Agustus 2015 pukul 21.28).
4.1.5
Kota Medan Secara Kultural
Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal
Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Oleh karenanya,
budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya
nilai – nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak
satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi), dan
49
sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang
heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragaman
suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian, makanan, bangunan fisik, dan
sebagainya, justru memberikan kontribusi besar bagi upaya pengembangan
industri pariwisata di Kota Medan (http://pemkomedan.go.id/new/hal-selayangpandang.html diakses pada tanggal 19 Agustus 2015 pukul 21.30).
4.1.6
Keadaan Perekonomian
Sebagai kota terbesar di Pulau Sumatera Utara dan Selat Malaka,
penduduk Medan banyak yang berprofesi dibidang perdagangan. Biasanya
pengusaha Medan banyak yang menjadi pedagang komoditas perkebunan. Setelah
kemerdekaan, sektor perdagangan secara konsisten didominasi oleh etni Tionghoa
dan Minangkabau. Bidang pemerintahan dan politik dikuasai olehh orang-orang
mandailing, sedangkan profesi yang memerlukan keahlian dan pendidikan tinggi,
seperti pengacara, dokter, notaris dan wartawan mayoritas digeluti oleh orang
minangkabau.Perluasan kota Medan telah mendorong perubahan pola pemukiman
kelompok-kelompok etnis. Etnis melayu yang merupakan penduduk asli kota,
banyak yang tinggal di pinggiran kota. Etnis tionghoa dan minangkabau yang
sebagian besar hidup dibidang perdagangan, 75% dari mereka tinggal di sekitar
pusat-pusat perbelanjaan. Pemukiman tionghoa dan tionghoa sejalan dengan arah
pemekaran dan perluasan fasilitas pusat perbelanjaan. Orang mandailing juga
memilih tinggal dipinggiran kota yang lebih nyaman, oleh karena itu terdapat
kecenderungan
dikalangan masyarakat mandailing untuk menjual rumah dan
tanah mereka di tengah kota, seperti dikampung Mesjid, Kota Maksum, dan
Sungai Mati.
50
A.
Pusat Perbelanjaan
1. Plaza dan Mall
a. Grand Palladium yang terletak di Medan Petisah
b. Medan Mall terletak di pusat pasar
c. Millenium Plaza, merupakan pusat penjualan telepon genggam
d. Sun Plaza, yang terletak tidak jauh dari Cambridge City Square
e. Cambridge City Square diatasnya
terdapat 4 bangunan yang berupa
appartemen
f. Thamrin Plaza, satu diantara plaza tertua di Medan, bersebelahan dengan
Medan Mall, namun kini sudah tidak beroperasi sebagai tempat grosir
pakaian, sepatu dan barang kebutuhan lain.
2. Pasar
a. Pusat Pasar, salah satu pasar tradisional tua di Medan yang sudah ada
sejak zaman kolonial. Menyediakan beragam kebutuhan pokok dan sayurmayur.
b. Pasar Petisah, pemerintah kota menggabungkan pasar tradisional dan pasar
modern. tak heran jika sekarang tampilannya tidak kumuh dan becek
seperti pasar tradisional pada umumnya.
c. Pasar Beruang, terletak dijalan beruang
d. Pasar Simpang Limun, salah satu pasar tradisional yang cukup tua dan
menjadi merek dagang kota Medan. terletak dipersimpangan jalan
Sisingamangaraja dan jalan Sakti Lubis. Saat ini sedang dalam tahap
penataan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas yang di akibatkan
aktivitas pasar.
51
e. Pasar Sukaramai, pasar ini terletak di persimpangan jalan Aksara dan Jalan
Thamrin yang bersebelahan dengan Thamrin Plaza
f. Pasar Simpang Melati, dikenal dengan pasar yang menjual berbagai
macam pakaian bekas dan menjadi lokasi favorit baru para pemburu
pakaian bekas setelah pasar Simalingkar dan Jalan Pancing.
g. Pasar Ikan Lama, pasar ini tidak menjual ikan, pasar ini memasarkan
tekstil yang cukup terkenal, bahkan tak jarang dijadikan objek kunjungan
wisata bagi para turis asing.
4.1.7
Pariwisata
Ada banyak bangunan-bangunan tua di Medan yang masih menyisahkan
arsitektur khas Belanda. Seperti Gedung Balai Kota lama., Kantor Pos Medan,
Menara Air, Titi Gantung, dan juga Gedung London Sumater. Selain itu masih
ada beberapa bangunan bersejarah antara lain Istana Maimun, Mesjid Raya
Medan, dan juga Rumah Tjong A Fie dikawasan Jl. Jendral Ahmad Yani. Daerah
kesawan juga masih menyisakan bangunan-bangunan tua, seperti bangunan PT.
London Sumatera , dan ruko-ruko tua seperti yang bisa ditemukan di Penang.
Malaysia dan Singapura. Ruko-ruko ini kini telah disulap menjadi sebuah pusat
jajanan makan yang ramai pada malam harinya. Saat ini Pemerintah Kota Medan
merencanakan Medan sebagai Kota Pusat Perbelanjaan dan makanan dengan
harapan dengan adanya program ini menambah arus kunjungan dan lama tinggal
wisatawan ke kota ini.
B.
Bangunan Tua
a.
Kantor Balai Kota
a.
Kantor Pos Pusat
52
b.
Stasiun Kereta Api Lama
c.
Menara Bakaran Batu
d.
Istana Maimun
e.
Menara Air Tirtanadi
f.
PT. PP London Sumatera
C.
Hotel
1.
Grand Angkasa International Hotel
2.
Danau Toba International Hotel
3.
JW Marriott
4.
Grand Aston City Hall
5.
Grand Swissbell Hotel
6.
The Aryaduta Hotel
7.
Hotel City International
D.
Tempat Ibadah
1.
Mesjid Raya Al-Mashun
2.
Graha Bunda Maria Annai Velangkani
3.
Katedral Roma Katolik
4.
Kuil Shri Mariamman
5.
Maha Vihara Maitreya
6.
Kelenteng Gunung Timur
4.1.8
Transportasi Kota Medan
1.
Angkutan Darat
Prasarana jalan merupakan urat nadi kelancaran lalu lintas di darat.
Lancarnya arus lalu lintas akan sangat menunjang perkembangan ekonomi suatu
53
daerah. Guna menunjang kelancaran perhubungan darat di Kota Medan sampai
dengan keadaan akhir tahun 2013 tercatat panjang jalan yang ada 3.711,74 km.
Sarana jalan yang ada pada tahun 2013 tercatat 3.162,61 km dalam kondisi baik,
177,49 km sedang dan 113,80 km rusak, sedangkan yang dalam kondisi rusak
berat 38,69 km, dan yang tidak terperinci 219,15 km. Kota Medan memiliki
sarana dan prasarana yang lengkap, berikut ini adalah Terminal dan Stasiun yang
melayani transportasi darat :
a.
Terminal Bus
1. Terminal Sambu
2. Terminal Amplas
3. Terminal Pinang Baris
b.
Stasiun Kereta Api
Angkutan kereta api merupakan sarana angkutan yang sangat penting di
Provinsi Sumatera Utara dimana Medan sebagai pusat perdagangan dan industri
dari 33 Kabupaten/Kota di Prop Sumut. Ini dapat kita lihat dari jumlah kiriman
barang-barang yang diangkut kereta api tahun 2013 melalui stasiun Medan
menurut jenisnya berjumlah total 666.172 ton dengan rincian, minyak sawit
389.232 ton, karet 6.557 ton, BBM 231.536 ton, BHP 11.931 ton dan sisa nya
selain kategori diatas sebanyak 27.345 ton. Jumlah penumpang yang diangkut
kereta api melalui stasiun Medan tahun 2013 sebanyak 2.054.879 jiwa. Kereta api
menghubungkan Medan dengan Kota Binjai, Tebing Tinggi,Kisaran, Tanjung
Balai, dan Rantau Perapat.
54
2.
Angkutan Udara
Laporan Bandara Polonia menunjukkan bahwa pada tahun terakhir ini
2013, frekuensi penerbangan yaitu jumlah pesawat udara dan penumpang yang
datang/berangkat telah mengalami perkembangan yang bervariasi, pada jumlah
pesawat yang datang dan berangkat terjadi peningkatan, demikian halnya pada
penumpang baik berangkat, datang dan transit mengalami kenaikan. Untuk bagasi,
barang dan pos paket pada keadaan bongkar dan muat mengalami peningkatan.
Bandar Udara Kuala Namu International Airport yang terletak di wilayah
Kabupaten Deli Serdang menghubungkan Medan dengan kota-kota besar lain di
Indonesia dan juga Negara-negara lain, yang sebelumnya penerbangan ini hanya
di Bandara Polonia Medan.
3. Angkutan Air
Pelabuhan Belawan berada dibagian utara kota. Pelabuhan ini merupakan
pelabuhan Indonesia tersibuk di luar pulau Jawa. Layanan kapal feri
menghubungkan Belawan dengan Penang, Malaysia.
4.1.9
Lokasi Penyandang Kusta Melakukan Kegiatan Mengemis
Jalan Gagak Hitam Medan berada di Wilayah Kecamatan Medan Sunggal.
Jalan ini merupakan jalan lintas antar provinsisehingga banyak pengguna jalan
dari berbagai daerah melalui jalan ini untuk menuju ke Kota Medan atau menuju
kota lain seperti Kota Binjai, Kabupaten Langkat yang berada disebelah barat,
atau sebaliknya dari Kota Medan menuju Kota Tebing Tinggi yang berada di
sebelah tenggara Kota Medan. Kawasan inimulai banyak didirikan bangunanbangunan sebagai tempat kuliner, tempat hiburan, tempat jual- beli kendaraan,
penginapan atau hotel. Setiap malamnya kawasan ini ramai dikunjungi
55
masyarakat karena kawasan ini menjadi salah satu tempat favorit bagi sebagian
masyarakat Kota Medan sekitarnya untuk menikmati berbagai kuliner sekaligus
menjadi tempat santai bagi masyarakat setelah di sibukkan dengan berbagai
aktivitas pada siang hari.
Pengemis penyandang kusta tidak hanya berkegiatan di jalan Gagak Hitam
saja, menurut pengamatan yang peneliti lakukan selama ini, pengemis
penyandang kusta juga tampak berkegiatan diberbagai titik lokasi, seperti di
persimpangan Jalan Putri Hijau–Jalan Yos Sudarso, Persimpangan Jalan Ir. H.
Juanda–Brigjen Katamso, Persimpangan Jalan Sisingamangaraja - Jalan Halat,
Persimpangan Jalan Asrama- Jalan Gatot Subroto,
dan persimpangan Jalan
Gagak Hitam – Jalan Sunggal. Setiap persimpangan diberi tiang-tiang lampu yang
disertai beberapa warna lampu dengan tujuan untuk mengatur lalu lintas seperti
pertanda harus berhenti ataupun pertanda harus berjalan. Rambu-rambu yang
difungsikan sebagai pengatur lalu lintas dimanfaatkan oleh para pengemis
penyandang kusta sebagai tempat untuk meminta-minta kepada pengguna jalan
disaat kendaraan harus berhenti. Trotoar yang terdapat ditengah-tengah jalan
berfungsi sebagai pembatas bagi pengguna jalan yang datang dari arah
berlawanan, namun bagi pengemis penyandang kusta dimanfaatkan menjadi
tempat beristirahat atau sebagai tempat berteduhnya, karena ditrotoar tersebut
memang sengaja ditanami pohon-pohon untuk memperindah jalan kota.
56
BAB V
ANALISIS DATA
Pada bab ini akan dibahas mengenai data – data yang diperoleh dari
penelitian yang dilakukan di lapangan melalui observasi dan wawancara dengan
Informan. Peneliti mengumpulkan data dari dua orang informan utama dan dua
orang informan tambahan. Data yang diperoleh langsung dari pengemis
penyandang kusta yang beraktivitas di satu lokasi yang telah ditentukan dalam
penelitian yaitu di Jalan Gagak Hitam Ring Road Medan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di lapangan, maka diperoleh
berbagai data – data serta informasi melalui observasi dan wawancara mendalam
dengan para informan. Gambaran yang lebih jelas dan rinci mengenai data - data
yang telah didapat dari hasil penelitian dilapangan tersebut, maka penulis
mencoba menguraikan data - data yang telah didapatkan dari wawancara dengan
informan dengan narasi penulis tentang data – data tersebut.
5. 1
Informan Utama
5.1.1
Informan Utama I
Nama
:
Ajo
Usia
:
60 Tahun
Jenis Kelamin
:
Laki-laki
Agama
:
Islam
Suku
:
Jawa
Informan utama yang peneliti wawancarai adalah Bapak Ajo berusia 60
Tahun. Beliau adalah seorang mantan ataupun seseorang yang telah sembuh dari
57
penyakit kusta yang pernah dideritanya. Bapak ini lahir di Jawa namun dibesarkan
di Sumatera Utara, dengan kata lain merupakan transmigrasi atau tepatnya buruh
kontrak sesuai dengan sistem pada zaman dulu. Awalnya ia beserta keluarga dan
kerabatnya tinggal di Desa Hessa Air Genting Kabupaten Asahan. Saat
dikampung ia dan orang tuanya merupakan seorang petani, mengurus dan
memanen hasil kebunnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berikut adalah
hasil wawancara saya mengenai latar belakang informan utama :
“Bapak lahir di Jawa tapi besar di Sumatera dek, cemanalah dulu kan ada sistem
transmigrasi kerja kontrak dari Jawa kemari. dulu orang tua bekerja sebagai
petani makanya bapak menurun jadi petani juga ngurus ladang sama sawah juga
untuk dijual sama untuk makan sendiri, kalo dijual ya lumayan lah hasilnya
cukup untuk makan”.
Mengenai sejak kapan ia mulai menderita kusta dia mengatakan, ia tidak
mengetahui apa sebabnya dan kapan tepatnya dia menderita penyakit itu,
menurutnya kedua orang tuanya tidak menderita penyakit kusta. Awalnya ia
hanya merasakan demam dan menyangka itu hanya demam biasa, hal itu
dikarenakan minimnya pengetahuan serta tenaga medis yang berada di kampung.
Memasuki usia yang ke 28 tahun atau pada tahun 1988 beliau di vonis menderita
penyakit kusta oleh seseorang yang pada waktu itu disebut mantri, mantri yang
memeriksa pak Ajo menyuruhnya untuk segera berobat ke Rumah Sakit Kusta
Pulau Sicanang Belawan. Tahun 1990 barulah ia mulai melakukan perawatan
secara intensif di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan setelah mendapat
surat rujukan dari Puskesmas yang ada di Desa Hessa Air Genting Kabupaten
Asahan, berangkatlah ia dari kampung dengan bus turun di Simpang Limun dan
58
melanjutkan perjalanan dengan angkutan umum menuju Belawan. Perjalanan
menuju ke Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan yang berjarak kurang
lebih 5 Km dari jalan besar Medan-Belawan, kemudian melanjutkan perjalanan
dengan angkutan yang berupa sepeda motor yang pada saat ini lebih dikenal
dengan sebutan ojek. Berikut hasil wawancaranya :
“ Dulu bapak juga gak tau dek kapan bapak sakit ini, dulu memang reaksinya ya
demam tapi bapak kira demam biasa aja, setahu bapak orang tua dulu gak ada
yang sakit kayak gini. Jaman dulu masih susah cari dokter ya berobatnya sama
mantri aja, kira-kira tahun 1988 baru ketahuan kalo bapak sakit kusta terus
disuruhnya bapak ke Rumah Sakit Kusta di Belawan, udah tahun 1990 barulah
bapak berobat kesana lewat surat rujukan Puskesmas di Hessa Air Genting
dirujuk ke rumah sakit, dari Kisaran naik bus turun di simpang limun terus lanjut
naik angkot arah ke Belawan, sempat nyasar dan kelewatan sampe ke daerah
pelabuhan sana dek, tapi terus nyetop angkot lagi minta diturunkan di rumah
sakit kusta, tapikan dulu belum ada angkot yang masuk , naik ojek-ojek yang
disimpang itu lh dek jadinya.”
Pak Ajo dirawat dengan telah mendapatkan bermacam tahap pengobatan
medis dan obat-obatan untuk menyembuhkan penyakit kustanya selama dirawat
dirumah sakit. Tahun 1993 pihak rumah sakit menyatakan bahwa Pak Ajo tidak
lagi memerlukan perawatan intensif. Beberapa waktu kemudian, di tahun 1993 ia
menikah dengan istrinya yang merupakan mantan pasien rumah sakit kusta.
Istrinya berasal dari Tapanuli Selatan, mulai dirawat di rumah sakit kusta hampir
bersamaan dengan Pak Ajo, laluia juga memperjelas istrinya lah yang terlebih
dahulu dirawat. Saat itu ia dan istrinya masih perlu menjalani berobat jalan dan
59
pemeriksaan rutin setiap harinya, dan itu hanya berlangsung sampai tahun 2013
atau sampai berhenti beroperasinya rumah sakit. Tahun 2012 lalu istrinya
meninggal dunia karena sakit yang juga tidak diketahui
apa penyakitnya.
Pernikahannya itu di karuniai seorang anak perempuan yang sehat tidak terkena
penyakit kusta, saat ini anaknya telah berusia 18 tahun dan baru saja
menyelesaikan sekolahnya di tingkat SMA belum memiliki pekerjaan . Tingkat
pendidikan sekolah dasar anaknya bersekolah di SD Negeri yang tidak terlalu jauh
dari rumah sakit, kemudian melanjutkan sekolah SMP di Al-Washliyah yang
berada di Belawan, dan terakhir melanjutkan sekolah SMA disebuah panti, nama
panti tempat anaknya sekolah ia tidak ingat, selama SMA di panti itu segala biaya
dan keperluan sekolah anaknya ditanggung pihak panti, sehingga ia tidak pernah
mengeluarkan biaya untuk perlengkapan sekolah anaknya saat SMA. Ia sendiri
tidak khawatir jika anaknya akan terkena kusta, ia mengatakan dahulu setiap
sebulan sekali terus dilakukan pemeriksaan darah rutin oleh dokter ataupun tenaga
medis dirumah sakit kusta itu. Perobatan dan pemeriksaan rutin itu hanya
berlangsung saat rumah sakit masih ditangani oleh Dinas Kesehatan, ketika
pelayanan dialihkan ke Dinas Sosial ia tidak pernah lagi melakukan perobatan
rutin seperti sebelumnya. Berikut hasil wawancaranya :
“ mulai tahun 1990 sampe 1993 macem-macem obatlah yang dikasih di rumah
sakit, tahun 93 itu Dinas Kesehatan itu ngasih bapak rumah pondok untuk tempat
tinggal sama istri, dulunya istri bapak juga sama-sama mantan pasien juga, trus
nikahlah kami tahun 1993 itu, istri bapak dari tapanuli selatan sana, dia duluan
yang dirawat baru gak lama bapak masuk dirawat, gak beda jauhlah jarak
waktunya. tahun 2012 semalem istri bapak meninggal gak tau karna sakit apa.
60
kalo dulu kami dirumah itu masih berobat jalan tiap harinya, semenjak diurus
sama Dinsos ini barulah kami gapernah lagi kami berobat rutin kayak dulu. kami
nikah punya satu orang anak perempuan sekarang udah berumur 18 tahun, dia
sehat gak ada kena penyakit kusta, baru aja kemarin tamat SMA di panti, SD dia
dekat rumah sakit sana, SMP di Belawan Al-Washliyah kalo gak salah, SMA dia
di panti memang, tapi bapak lupa pula nama pantinya itu, yang jelas selama SMA
gapernah keluar untuk biaya sama keperluan sekolah karna kan ditanggung panti
semua. kami gak takut dia kena kusta juga karena kan dulu setiap bulannya anak
kami itu diperiksa darahnya sama rumah sakit. Sekarang aja semenjak sama
Dinsos ini bapak sama anak gak pernah lagi periksa lagi.
Selama proses berobat jalan berlangsung pak Ajo beserta istri dan anaknya
menempati rumah pondok yang berbentuk petak berukuran kurang lebih 6 x 3
Meter dengan dinding permanen dengan ketinggian sepinggang orang dewasa dan
selebihnya papan. Bagian depan rumah langsung menghadap gedung rumah sakit,
sedangkan bagian belakang adalah rumah-rumah penduduk biasa dan bukan
mantan pasien rumah sakit kusta, samping kanan-kirinya berdempetan dengan
rumah mantan pasien lainnya, setiap deretannya terdapat lima rumah yang dihuni
oleh lima keluarga. Rumah itu diberikan oleh Dinas Kesehatan Pemerintah
Sumatera Utara yang pada waktu itu bertanggung jawab menangani para pasien
Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan. Rumah itu juga dilengkapi kamar
mandi yang tidak tertutup sepenuhnya dan terdapat air bersih yang berasal dari
sumur bor disalurkan melalui pipa-pipa kerumah-rumah pondok mantan pasien
rumah sakit. Selain air, rumah juga disalurkan listrik yang bersumber dari gardu
listrik PLN.
61
Pak Ajo mengatakan dahulu Dinas Kesehatan disetiap akhir tahun
memberikan bantuan piring, sendok, selimut, sarung bantal serta dua buah baju
untuk orang dewasa dan satu buah untuk anaknya. Bahan makanan sehari-hari
seperti sayur-sayuran didistribusikan Dinas Kesehatan sebanyak tiga kali dalam
seminggu, sedangkan beras untuk orang dewasa mendapat 15 kg/orang dan anak
sebanyak 7,5 kg per anak dan itu dibagikan setiap sebulan sekali. Bahan makanan
pokok memang terus dipenuhi oleh Dinas Kesehatan tetapi tidak dengan peralatan
rumah tangga, seperti kompor, kuali dan peralatan lain yang diperlukan untuk
mengolah bahan makanan itu, untuk dapat mengolah bahan makanan itu maka ia
berusaha mencari uang sendiri dengan cara meminta-minta di jalan ataupun
menjual sebagian barang-barang yang pernah diberi Dinas Kesehatan yang
kemudian hasilnya ia gunakan untuk membeli peralatan dapur yang dibutuhkan
atau juga untuk keperluan lain. Jika dibandingkan dengan dulu, kegiatan
mengemis yang ia lakukan dulu tidak sesering seperti sekarang ini, hal itu
dilakukan karena pemerintah melalui Dinas Kesehatan tidak pernah memberikan
uang tunai. berikut hasil wawancaranya :
“Kalo dulu itu dek Dinas Kesehatan ada kasi kami bantuan tiap akhir tahun, yang
dikasi itu baju untuk dewasa masing-masing dua potong, untuk anak satu potong,
selimut, sarung bantal, piring, sendok. Bahan makanan kayak sayur-sayuran
dikasi seminggu itu tiga kali, beras kami perbulan untuk orang dewasa 15 kg
untuk anak 7,5 kg. Dinas Kesehatan cukuplah kalo kasi bahan makanan, tapi ya
itu ada kurangnya juga perlatan dapur kayak kompor sama alat masak lain itu ga
pernah dikasi memang, makanya sebelum rumah sakit tutup kami udah mintaminta kejalan juga, tapi gak sering macem sekarang ini, kadang juga sampe jual
62
selimut sama yang lain keorang untuk menuhin kebutuhan rumah tangga,
palingan gitulah caranya karna kan pemerintah dari dulu memang gak pernah
kasih kami uang.”
Pelayanan yang diberikan oleh Dinas Sosial saat ini hanya memberikan
bantuan berupa bahan makanan berupa beras, gula, bubuk teh, kentang, sayur dan
sembako lainnya, bahan makanan tersebut hanya didistribusikan setiap sebulan
sekali. Bantuan berupa piring, sendok, selimut serta pakaian yang dahulunya rutin
diberikan oleh Dinas Kesehatan setiap menjelang akhir tahun mulai ditiadakan
semenjak dialihkan ke Dinas Sosial. Pelayanan kesehatan yang diberikan Dinas
Sosial juga hanya diadakan seminggu sekali, yaitu setiap hari jum’at, ada seorang
dokter dari puskesmas setempat yang memberikan pelayanan bagi mereka yang
membutuhkan obat-obatan, seperti betadine,obat demam, dan obat lainnya.
Ketika saya menanyakan tentang bagaimana ia bisa menjadi pengemis,dia
menjawab mengemis ataupun meminta-minta di persimpangan jalan dan lampu
merah yang ada di Kota Medan itu sebenarnya sudah lama dilakukan, semenjak
rumah sakit masih ditangani oleh Dinas Kesehatan juga sudah pernah mengemis,
ia terdesak untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, butuh uang pegangan, dan
untuk biaya perlengkapan sekolah anak. Pak Ajo mengatakan hanya itu satusatunya upaya yang bisa ia lakukan pada saat itu. Pak Ajo mengatakan saat ini
kondisi hidupnya makin terasa sulit saat Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang
Belawan ditangani oleh Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, sehingga
membuatnya jauh lebih sering lagi untuk turun kejalan mengemis dipersimpangan
jalan di Kota Medan. Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara saat ini masih tetap
memberikan bantuan untuk ia dan anaknya, tetapi pada barang-barang tertentu
63
tidak lagi diberikan dan intensitas waktu pendistribusian bahan makanan juga
tidak sesering dahulu. Kebutuhan makan didistribusikan pada pertengahan bulan
dan itu hanya sebulan sekali. Menurutnya tidak ada lagi usaha ataupun
keterampilan yang bisa ia manfaatkan dan kembangkan disana, misalkan untuk
bercocok tanam, dikarenakan kondisi tanah sekitar yang tidak bisa untuk
ditanami. berikut adalah hasil wawancara saya tentang kenapa menjadi pengemis :
“bapak pun gak mau ngemis dek, tapi kami ngemis karena butuh uang
untuk keperluan rumah tangga, untuk makan, uang pegangan, untuk biaya
keperluan anak sekolah. Semenjak diurusin dinas sosial ini jadi terasa makin
susah, kalo dulu dinas kesehatan kasih kami bantuan sayuran itu seminggu 3 kali,
sekarang Dinsos ngasih bantuan pun cuma sebulan sekali, nanti kami yang
datang ke gedung serbaguna rumah sakit itu, gak mungkin bisa kami makan itu
apalagi kalo yang dikasi itu bentuknya sayuran, mana bisa tahan untuk sebulan,
palingan kalo sayur itu untuk makan sehari aja, untuk makan-makan besok ya kan
pake uang sendiri lagi lah, tapi mau uang dari mana sementara kami disana gak
pernah dikasih uang, gak ada yang bisa kami manfaatin, entah nanam apa gitu
yang bisa dijual, hasilnya kan bisa untuk biaya hidup”.
Kemudian peneliti menanyakan bagaimana tentang kondisi atau keadaan
yang sering terjadi disaat beraktivitas di jalan, ia mengatakan bahwa ia menyadari
banyaknya jumlah pengguna jalan menjadi kondisi yang sangat membahayakan
bagi dirinya sendiri, karena ia meminta-minta tepat pinggiran atau ditengah jalan
yang dilalui para pengendara. Resiko tertabrak atau tersenggol pengendara sangat
mungkin terjadi padanya. Tidak semua pengendara yang kasihan dengan
keadaannya, bermacam-macam pula penolakan dari para pengendara, tetapi ada
64
juga pengendara yang prihatin dan kasihan dengan melihat keadaannya itu lalu
memberinya uang. Hujan dan panas juga merupakan kondisi alam yang menjadi
tantangan dan harus ia lewati. Berikut hasil wawancara peneliti mengenai kondisi
yang dialami saat mengemis :
“kalo minta-minta di jalan ya gitu lah dek, bapak harus betul-betul merapat ke
mobil-mobil, kereta yang berenti di lampu merah, bawak kotak ini yang ada
tulisannya, kadang kalo capek ya sambil duduk di pinggir-pinggir trotoar itu
sambil ngulurkan kotak. kadang kalo pas udah lampu hijau bapak yah kepinggir
cepat-cepat, pernah juga dimarahin sama supir-supir itu, pernah juga hampir ke
injak kaki sama ban mobil karna mintanya sambil duduk. Semua itu yah sambil
panas-panasan sama ujan-ujanan, pas waktu panas-panasan tapi ga ada yang
mau ngasih rasanya itu susah kali, bapak kan juga gak bisa maksa orang untuk
ngasi uang ke bapak, namanya untuk hidup caranya ya di tahankan lah dek mau
gimana lagi yakan”.
a.
Kebutuhan Material
Menurut keterangan yang telah saya peroleh dari Pak Ajo, ternyata ia tidak
memiliki sumber penghasilan lain, ia juga mengaku kebutuhan hidup juga tidak
hanya itu-itu saja dan terkadang ada juga kebutuhan yang tidak terduga. Maka
untuk dapat memenuhi kebutuhannya dan jika benar-benar mendesak terpaksa ia
pergi mengemis ke Medan untuk mencari uang tambahan, hasilnya pun tidak bisa
disamakan karna setiap harinya tentu saja berbeda hasilnya, menurutnya rata-rata
berkisar Rp 10.000 – Rp 25.000 saja perharinya, itupun belum dipotong biaya
naik angkutan umum yang berkisar Rp. 9000 untuk pergi saja dan belum lagi
untuk ongkos pulangnya lagi. Uang hasil mengemis itu juga digunakan untuk
65
keperluan rumah tangga dan sebagai pegangan untuk mencukupi kebutuhan
makan jika nantinya tidak sampai mencukupi selama sebulan, kebutuhan makanan
didistribusikan sebulan sekali oleh Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara dan itu
dinilai tidak mencukupi untuk dikonsumsi sebulan. Dinas Sosial sendiri
memberikan 15 kg beras untuk Pak Ajo dan 7,5 kg beras kualitas bagus untuk
anaknya, jadi beras yang diberikan berdasarkan jumlah penghuni rumah. Bukan
hanya beras saja tetapi juga ada kentang, minyak goreng, sayuran dan berbagai
sembako lain. berikut hasil wawancara mengenai penghasilan dan penggunaannya
: “kalo hasil di jalan itu gak bisa dipastikan berapa dapatnya, palingan rataratanya Rp. 10 ribu sampe Rp 25 ribu aja dek, uangnya biasa dipakai untuk
pegangan, soalnya kadang bantuan makanan itu gak semuanya bisa tahan sampe
sebulan, uangnya pun kadang untuk pegangan manatau ada keperluan lain, beras
15 kg untuk bapak aja terus anak juga dapat 7,5 kg, jadi 22,5 kg untuk sebulan
kami berdua masih cukuplah, bukan cuma beras aja ada kentang, minyak goreng,
dan sayuran kayaak sawi gitu, tapi ya itu tadi mana mungkin sayur bisa tahan
untuk sebulan pasti busuk, otomatis perlu lah lagi uang untuk beli lauk untuk
makan besoknya”.
Menurut informan utama pakaian yang ia gunakan sampai saat ini masih
terpenuhi, pakaian yang diberikan oleh Dinas Kesehatan masih bisa digunakan,
pakaian itu berasal dari program Dinas Kesehatan di setiap akhir tahun, dalam
program itu juga memberikan dua buah pakaian untuknya dan satu buah pakain
untuk anaknya. Sejak tahun 2013 menangani mantan pasien rumah sakit kusta,
baru lebaran kemarin saja Dinas Sosial memberikan satu baju kaos dan satu baju
kemeja untuknya dan 2 baju untuk anaknya. Berikut adalah hasil wawancaranya :
66
“ pakaian masih bisa dipakai walaupun gak terlalu bagus, dulu waktu di urusin
dinas kesehatan kami ada dikasi baju tidur, piyama gitu tiap akhir tahun, tapi
semenjak sama dinas sosial tiap akhir tahun kami gak ada dapat lagi dek, dari
tahun 2013 Dinsos ngurusin kami baru lebaran semalam kasih untuk bapak baju
kaos satu, kemeja satu, kalo anak dapat dua juga kalo gak salah, bajunya pun
yang biasa-biasa gak mahal“
Mengenai kebutuhan rumah untuk tempat tinggalnya terpenuhi, kondisi
rumahnya adalah rumah pondok yang diberikan sementara atas kebijakan Dinas
Kesehatan kepada Pak Ajo yang sudah ditempati sejak tahun 1993 sampai
sekarang, status rumahnya pun hanya bisa di tinggalin jika Pak Ajo masih hidup.
Jika Pak Ajo sudah meninggal maka anaknya tidak berhak untuk melanjutkan
tinggal dirumah itu, pemerintah hanya memberikan tenggang waktu selama 3
bulan pada anaknya sebelum meninggalkan rumah pondok itu. Rumah itu
berukuran 6 x 3 meter, berdinding papan, beratap seng, dan berlantai semen.
terdapat juga kamar mandi serta air bersih untuk keperluan mandi atau mencuci
bahkan untuk diminum. Selain air, rumah itu juga disalurkan listrik yang berasal
dari PLN. Kondisi rumah juga dirasakannya cukup bersih dan sehat, hanya saja
tak jarang jika air laut sedang pasang maka seluruh halaman rumah kebanjiran,
tetapi tidak sampai masuk kedalam karena rumah sudah dibuat benteng agar air
tidak masuk ke dalam rumahnya, itu saja yang menjadi keluhan oleh Pak Ajo.
berikut adalah hasil wawancaranya :
“rumah itu udah bapak tempatin dari tahun 93 dek, dulu kan bapak dirawat
rumah sakit sampai tahun 93, terus udah dibilang sembuh katanya kami disebut
pasien pondok, rawat jalan lah gitu, terus kami yang udah sembuh ini
67
ditempatkan di rumah-rumah pondok, tapi dulu belum ada dibangun kayak
sekarang, trus kalo bapak meninggal anak bapak gak bisa lagi neruskan tinggal
dirumah itu. Air di kamar mandi juga bersih karna kan dibuatkan sumur bor
yang dalam sampe puluhan meter jadi air pun bersih bisa untuk cuci, mandi sama
minum juga bisa, air itu dialirkan kerumah-rumah kami dek, listrik juga dari
gardu PLN yang disalurkan ke rumah-rumah, cuma itu lah dek kalo air laut
pasang banjir semua halaman, makanya bapak buat benteng biar gak masuk air
ke dalam rumah itu aja yang bikin gak nyaman”.
Menurut informasi yang peneliti peroleh dari informan utama, kebutuhan
istirahatnya dapat terpenuhi. Pak Ajo mulai melakukan aktivitas mengemis di
jalan sama seperti masyarakat yang bekerja pada umumnya, pergi pagi dan pulang
ke rumah sore hari, terkadang juga sampai malam hari, itu pun tidak rutin setiap
hari ia lakukan, tetapi untuk lebih seringnya dihari sabtu atau hari minggu. Jika ia
lelah saat meminta-minta di jalan, trotoar jalan dan pepohonan menjadi tempatnya
untuk beristirahat dan berteduh. Berikut adalah hasil wawancaranya:
“biasa kalo dari rumah bapak ke Medan pagi , pulangnya juga sore sama
kayak orang kerja, nanti naik angkot ke sana terus pulang sore, kadang malem
juga pernah sampe rumah dek, kalo udah drumah ya udah gak ada lagi kegiatan
bapak, golek-golek, sambil nunggu jam makan malam juga, habis itu baru tidur
bangunnya jam 5 . lebih seringnya memang hari sabtu minggu, kalo badan lagi
gak enak bapak ga ngemis dek. Kalo pas minta-minta terasa capek bapak duduk
di bawah-bawah pohon yang di tengah ini.”.
Menurut informasi yang didapat dari informan utama, kebutuhan obatobatan tidak terpenuhi karena tidak ada lagi aktivitas pelayanan kesehatan di
68
Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan tersebut, kini ia dan anaknya dalam
keadaan sehat tidak sedang sakit apapun. Tidak adanya jaminan kesehatan untuk
Pak Ajo dan anaknya, maka jika ia ataupun anaknya sakit maka usaha yang
dilakukannya ialah membeli obat sendiri ke apotik atau pergi berobat ke klinik
dengan menggunakan simpanan uang hasil mengemis di jalan. Jarang sekali ia
berobat ke Puskesmas yang ada di Sicanang,
ia mengatakan Puskesmas
beroperasi hanya sampai siang menjelang sore saja dan tidak memungkinnya
menunggu sampai esok hari. Ada juga dokter dari Puskesmas datang setiap jum’at
kasi obat-obat yang dibutuhkan. Berikut adalah hasil wawancaranya :
“kalo sakit-sakit ringan pake uang hasil di jalan itu bapak beli sendiri ke kedai,
apotik, kadang ke klinik, jarang bapak dan anak berobat ke Puskesmas karena
kan Puskesmas gak lama-lama dia buka kadang siang udah tutup, kalo lagi sakit
kan gak mungkin nunggu-nunggu buka besok pagi. Setiap jum’at ada juga dokter
dari Puskesmas yang ngelayani kami kalo lagi butuh obat-obatan. “
b.
Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan pendidikan Pak Ajo tidak terpenuhi, Informan utama
mengungkapkan pendidikan tertinggi yang diraih hanya sampai SD kelas tiga
saja, menurutnya pada zaman dahulu pendidikan bukan sesuatu kebutuhan pokok
dan tidak harus, selain itu juga faktor ekonomi yang sulit. Berikut adalah hasil
wawancaranya :
“ Bapak dulu sekolah gak tamat dek, cuma sampe SD kelas tiga aja kalo gak
salah, tau lah zaman dulu sekolah itu gak penting kali rasanya, selain itu ekonomi
orang tua pun juga susah dulunya dek, ya sudahlah bapak terus ikut orang tua
69
bantu-bantu mereka berladang, namanya anak yakan pasti ada keinginan bantubantu orang tuanya cari uang untuk makan,”.
Kebutuhan beribadah dan siraman rohani Pak Ajo terpenuhi,
ia
melakukan ibadah sholat berjamaah di masjid yang berada berkisar 50 meter dari
rumahnya. Sholat yang sering dilakukan secara berjamaah antara lain sholat
Magrib dan sholat Isya saja, ia beralasan aktivitas mengemis di jalan itu membuat
sholat lainnya tidak dapat dilakukan berjamaah bahkan juga lebih sering
ditinggalkan. Pak Ajo juga menghadiri pengajian dan mendengarkan ceramah
setiap malam jum’at yang diadakan rutin di mesjid itu. Berikut adalah hasil
wawancaranya :
“kalo sholat Magrib dan Isya aja bapak berjamaah, ya tahulah kalo siang bapak
di jalan sampe sore. setiap malam jum’at abis sholat Isya sering juga datang
dengerin ceramah rutin di mesjid itu, “.
Kebutuhan hiburan Pak Ajo terpenuhi, hiburan yang biasa dilakukan
dalam mengatasi kerjenuhan dari aktivitas sehari-harinya yaitu dengan bermain ke
rumah tetangga, berkumpul di warung milik masyarakat sekitar. Berikut adalah
hasil wawancaranya :
“Kalo bosen bapak gak pernah pergi jalan-jalan jauh dek, paling kerumah
tetangga, ngumpul di warung sama orang-orang sekitar sana, paling sering itu
kalo bosen yauda gitu aja dek gak ada hiburan macem-macem, yah karena kan
kalo liburan macem-macem ya gak ada biaya, untuk makan aja pun susah”.
c.
Kebutuhan Sosial
Interaksi antara informan utama dengan individu penyandang kusta lain
terpenuhi dan terjalin baik jarang sekali mengalami konflik, interaksi dengan
70
penyandang kusta lain biasanya terjadi jika mereka saling tegur sapa, mengobrol
saat berjumpa di manapun , dan ia menganggap itu sama seperti dengan
masyarakat umumnya. Berikut adalah hasil wawancaranya :
“Sesama kami biasa lah dek gak beda sama orang sehat kok, suka negur kalo
jumpa, kalo ada pengajian pun sama kami datang ke mesjid itu, ceritain entah
apa gitu, kalo cerita masalah ya cerita soal sekitaran nasib kami ini lah yang
kekurangan waktu di urus Dinsos ini, samalah pokoknya kayak orang-orang sehat
lain ga ada beda”.
Mengenai hubungan informan utama dengan kerabat yang sehat dan tidak
terkena penyakit kusta dapat terpenuhi, ia mengatakan bahwa Pak Ajo masih
memiliki kerabat yang sehat atau dengan kata lain tidak menderita penyakit kusta,
memang keluarganya jarang sekali datang untuk mengunjunginya, bisa dibilang
tidak pernah, terkadang Pak Ajo sendiri yang balik mengunjungi keluarga yang
ada di kampung hanya sekedar bersilahturrahim, ia mengatakan lumayan sering
pulang ke kampung tetapi tidak ada membuat jadwal tertentu dan itu juga
tergantung dengan kondisi keuangannya yang juga masih kekurangan. Akibat dari
penyakitnya ini Pak Ajo ini merasa asing atau tidak percaya diri jika bertemu
dengan keluarganya, merasa tidak ingin orang-orang atau keluarga dan kerabatnya
terlalu dekat dengannya, padahal mereka justru tidak ada atau tidak menunjukan
sikap ingin menjauhinya, ia juga mengatakan bahwa itulah yang menjadi
penyebab kenapa tidak kembali lagi ke kampung halamannya. Berikut hasil
wawancaranya :
”keluarga yang sehat ada di kampung, di Hessa Air Genting sana, dulu lumayan
sering lah pulang ke sana, tapi liat kondisi uang juga dek, sekarang kan bapak
71
juga masih susah di sini, belakangan ini aja udah jarang jumpain keluarga
disana mungkin ada 3 tahun lalu lah terakhir kesana , bapak milih di sini terus
karna bapak suka merasa asing sendiri karna penyakit ini.”
Interaksi kelompok penyandang kusta dengan kelompok masyarakat lain
dapat terpenuhi, ia mengatakan interaksi itu dengan kelompok masyarakat yang
tergabung di jajaran pemerintahan. Interaksi itu kelompok masyarakat
penyandang kusta Pulau Sicanang Belawan terjadi ketika mereka melakukan aksi
ataupun menyampaikan aspirasi kepada pemimpin tertinggi di Kota Medan dan
juga pemimpin tertinggi di Sumatera Utara, mereka menyampaikan tuntutan yang
menyangkut kebutuhan hidup selama di rumah pondok komplek Rumah Sakit
Kusta Sicanang Belawan. Mereka menuntut agar pemerintah mengembalikan
Dinas kesehatan yang menangani kebutuhan hidup mereka. Interaksi berlanjut
saat perwakilan dari kelompok penyandang kusta dapat berkomunikasi langsung
dengan pihak pemerintah. Interaksi sosial antara kelompok penyandang kusta
dengan kelompok masyarakat sekitar juga terjadi pada saat hari-hari besar seperti
perayaan memperingati 17 Agustus, saat masih ditangani Dinas Kesehatan,
penyandang kusta dan masyarakat sekitar berpartisipasi untuk mengikuti berbagai
perlombaan-perlombaan yang ada.
“Terakhir kemaren itu lah kami ada sekitar 4 mobil rame-rame pergi ke Medan
unjuk rasa ke Kantor Gubernur untuk nyampaikan suara kami supaya kami balek
lagi di urusin sama Dinas Kesehatan kayak dulu lah pokoknya. Ini kayak gini
kami kurang diperhatikan lagi hidupnya sama pemerintah. Padahal kami datang
cuma mau nyampaikan itu aja bukan mau ribu-ribut,,, eh tapi malah kami
dihadang sama mobil apa yang besar yang bisa nyemprotkan air itu... kadang
72
kalo demo gitu kami dibiarkan, tapi kadang juga ada sekitar 5 orang diajak ke
dalam wakil kami. dulu kegiatan bersama masyarakat sehat di sana itu ya
sewaktu Dinas Kesehatan ngadain perlombaan 17 Agustus, anak-anak dan orang
dewasa sehat maupun yang sakit kusta juga ikutin perlombaan yang dibuat.
5.1.2
Informan Utama 2
Nama
:
Inung
Usia
:
55 Tahun
Jenis Kelamin
:
Perempuan
Suku
:
Aceh
Informan utama kedua yang peneliti wawancarai adalah ibu Inung berusia
55 Tahun. Ibu Inung adalah anak petani berasal dari Aceh dan sudah sejak umur
10 tahun sudah menderita penyakit kusta. Dahulu kedua orang tuanya tidak
mengizinkannya untuk berobat jauh-jauh dan selama itu juga ia hanya melakukan
perobatan yang ada di kampung. Ia juga tidak mengetahui kenapa bisa menderita
sakit kusta dan sepengetahuannya kedua orang tua serta nenek-kakeknya tidak
memiliki riwayat menderita penyakit kusta. Ia mengatakan sudah hampir 30 tahun
ia meninggalkan tempat kelahirannya, dari Aceh ia dirawat di Rumah Sakit Kusta
Sicanang Belawan, setelah selesai dirawat kembali lagi ke Aceh untuk menikah
dengan suaminya yang merupakan seorang mantan pasien rumah sakit dan samasama berasal dari Aceh juga. Suaminya sudah menderita sakit kusta sejak kelas 4
SD, lalu suaminya kembali dirawat di Kuta Cane selama 6 bulan.
Ia pindah ke Rumah Sakit Kusta Hutasalem namun
anaknya yang
pertama tidak diperbolehkan bersekolah dengan anak-anak orang sehat disana
karena mereka takut tertular, ia mengatakan selama 14 tahun
73
ia berada di
Hutasalem, ia kembali lagi ke Aceh, lalu tidak lama penyakit kustanya dan
suaminya kambuh lagi kemudian kembali dirawat
di Rumah Sakit Kusta
Sicanang Belawan. Sejak 15 tahun yang lalu ia terus menetap di rumah pondok
yang berada berhadapan dengan Rumah Sakit Kusta Belawan. Ia mengungkapkan,
ia dan suami sudah banyak memperoleh obat-obatan dan penanganan medis
selama perawatan di berbagai rumah sakit kusta yang pernah ia singgahi. Dampak
dari penyakit kusta yang ia derita membuat salah satu tangannya mengalami
kecacatan yang saat itu telah dioperasi oleh pihak rumah sakit.
Pernikahan Ibu Inung dan suaminya memiliki tiga orang anak perempuan
dan semuanya sehat, ia tidak khawatir jika anaknya akan menderita penyakit yang
sama seperti yang di derita oleh kedua orang tuanya, ia mengatakan seperti itu
karena dahulu pihak rumah sakit telah memberikan suntikan dan pemeriksaan
rutin dengan tujuan untuk mengantisipasi kemungkinan anaknya menderita kusta,
suntikan itu juga diberikan ketika ia sedang mengandung, sedangkan pemeriksaan
darah dilakukan rutin setiap sebulan sekali. Kedua anaknya telah menikah dan
tinggal bersama suaminya, masing-masing telah memiliki dua orang anak.
Resepsi pernikahan kedua anaknya digelar seadanya, kini kedua anaknya yang
telah menikah tidak lagi tinggal bersamanya, kehidupan anaknya juga sulit
sehingga tidak dapat meringankan kehidupan orang tuanya. Ketiga anaknya itu
telah menyelesaikan sekolah sampai jenjang SMA, sedangkan anaknya yang
ketiga belum lama ini telah menyelesaikan sekolah SMA dan masih belum
mempunyai pekerjaan. Ia mengatakan anak-anaknya sejak SD sampai SMA
bersekolah di Panti Melati yang ada di Tembung, mengenai biaya serta
perlengkapan sekolah lain ditanggung oleh panti .
74
Berikut hasil wawancaranya :
“ibu kan dulu tinggal di Aceh nak sama orang tua juga, dari umur 10 tahun udah
kena sakit ini, tapi kan taulah dulu di kampung gak boleh berobat jauh-jauh sama
orang tua, makanya ini termasuk terlambat juga ngobatinya. jari-jari tangan ibu
liat lah ini udah gak lurus lagi, ini udah di operasi dulunya sama dokter rumah
sakit itu, heran sama gatau juga kenapa bisa sakit ini, tahu-tahu yaudah di bilang
sakit ini. udah ada hampir 30 tahunlah ibu berobat ke rumah sakit- rumah sakit,
udah pindah sana-sini, kalo ditanya tahun berapa pasnya ibu udah lupa karna
udah lama juga ibu di sini, tapi seingat ibu skitar tahun 80an gitu ibu dari Aceh
ke Hutasalem sana, terus pindahlah ke Rumah Sakit Kusta Belawan itu, jumpalah
sama suami disitu, kami sama-sama dari Aceh juga, abis di rawat pulang lagi ke
Aceh untuk nikah, waktu itu bapak kambuh lagi terus di rawat di Kutacane 6
bulan, pindah lagi ke Hutasalem tapi karna anak yang paling besar itu gak
dibolehin sekolah sama orang-orang sehat itu karena takut kertularan katanya,
balik lagi lah ke Aceh, gak lama di sana kambuh lagi kusta bapak gak tahan dia
balik
berobat ke rumah sakit kusta yang di Belawan itu lagi. terus tinggal
dirumah pondok itu lah sampe sekarang. Anak ibu ada tiga orang, semuanya
perempuan sehat gak ada yang sakit kusta, dulu di rumah sakit rutin diperiksa
sama dokter ada juga suntikan supaya anak gak tertular kusta kayak orang
tuanya ini, kalo sekolah tiga-tiganya itu SD sampe tamat SMA di Panti Melati
Tembung sana, biaya sekolah keperluan sekolahanya udah ditanggung panti
semua, jadi gak ada keluar biaya sekolah.
Informan utama ini mengatakan ia mengemis dan memohon belas kasihan
pengguna jalan menurutnya hanya satu-satunya cara yang bisa ia lakukan untuk
75
memenuhi kebutuhan hidupnya, kebutuhan itu antara lain untuk keperluan rumah
tangga dan uang pegangan jika sewaktu-waktu ada kebutuhan yang tidak bisa
diprediksinya. Suaminya yang juga merupakan sesama mantan pasien rumah sakit
juga tidak bisa bekerja normal dikarenakan adanya penolakan dari sebagian
masyarakat karena bekas luka menyebabkan orang yang melihatnya merasa jijik
dan mengerihkan takut tertular. Ia juga mengatakan saat ini suaminya berada
dikampung mengurus sawah peninggalan orang tua yang hasilnya bisa mereka
gunakan untuk memenuhi kebutuhan. Ia mengungkapkan kecacatan di bagian
tangannya tidak memungkinkannya untuk melakukan kegiatan layaknya orang
normal lainnya. Ibu Inung ini mengemis di jalan semenjak berhenti beroperasinya
Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan, saat itu juga Dinas Sosial Provinsi
yang mengambil alih pelayanan di rumah sakit itu yang sebelumnya ditangani
oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Semenjak Dinas Sosial yang
mengambil alih pelayanan Ibu Inung merasa kurang mendapatkan pelayanan yang
baik dengan membandingkan pelayanan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan
dulu. Seingatnya ia sudah mulai berjalan dua tahun menjalani aktivitas di jalan itu.
Ia juga mengatakan ia tidak mengemis tiap hari, hanya dihari sabtu atau minggu
saja ia lebih sering berada di jalan. Berikut adalah hasil wawancaranya :
“udah jalan dua tahun ini ibu ke jalan gini, Dinas Sosial yang sekarang
menangani kami kurang bagus nak, gak kayak dulu waktu orang kesehatan yang
nangani kami, sekarang ngasih bantuan cuma sebulan sekali aja, padahal ibu kan
makan tiap hari, kalo uang memang gak pernah kami dari dulu di kasih sama
pemerintah, belum lagi untuk kebutuhan yang lain mau gimana lagi coba ibu cari
uang,?? tangan ibu udah cacat kayak gini gak bisa megang apa-apa, gak bisa
76
dibuat kerja apa-apa,,, karna itu lah nak ibu terpaksa ke jalan medan ini mintaminta sama orang pake kotak yang ada tulisan kalo kami ini sakit kusta yang di
Rumah Sakit Kusta Belawan. tapi kalo ibu sendiri ya gak tiap hari kejalan,
palingan sabtu atau minggu aja dari pagi pulang ke rumah sore naik angkot
pulang pergi. Suami sekarang ada di kampung sana ngurus sawah peninggalan
orang tualah, orang memang gak sekolahan, “.
Mengenai bagaimana kondisi ataupun kesulitan yang sering terjadi ketika
beraktivitas di jalan ia mengatakan bahwa sebenarnya menyadari mengemis di
jalan tentunya sebuah resiko yang sangat berbahaya untuknya. Mendatangi
pengguna jalan yang sedang berhenti di lampu merah, memohon belas kasih dari
pengguna jalan untuk memberikan ia uang seikhlas hati. Sengatan matahari
menjadi tantangan yang harus dilewatinya demi uang pemberian dari pengguna
jalan yang melintas. Tak jarang pula ia nyaris tersenggol kendaraan yang ingin
jalan saat lampu hijau sudah menyalah, ada juga pengguna jalan yang berkata
kasar padanya karena merasa ia menghalangi laju dari kendaraan para pengguna
jalan.
“ di jalan itu macam-macam nak keadaannya, kena panas terik matahari, kena
marah supir-supir itu, hampir ke senggol juga pernah lah, banyak yang gak mau
kasi, ada juga lah orang yang berbaik hati sama ibu mau dia kasi ibu sikit
uangnya untuk bantu ibu. Kalo ada razia otomatis pendapatan pasti berkurang
lah nak. Kalo cuma berharap sama bantuan dinsos yang datangnya sebulan
sekali itu yaaah entah kayakmana lah jadinya kami nak. Susahnya cari uang di
jalan ya mau gak mau harus ibu lakukan dari pada di rumah aja gak bisa menuhi
kebutuhan makan”.
77
a.
Kebutuhan Material
Menurut keterangan yang dikatakan oleh informan utama , uang yang
dihasilkan melalui mengemis di persimpangan jalan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup seperti perobatan dan untuk makan ataupun digunakan untuk
membeli pakaian. Hasil yang diperoleh Ibu Inung selama dijalan rata-rata
perharinya berkisar Rp 15.000 sampai Rp 20.000 yang belum termasuk potongan
untuk biaya naik angkutan menuju Medan ataupun pulang ke Belawan.
Penghasilan yang di dapat tidak sepenuhnya untuk makan ia dan keluarganya,
karena Dinas Sosial telah mendistribusikan bantuan berupa bahan makanan pokok
yang berupa beras untuk penyandang kusta dan anak-anaknya dengan porsi
ataupun jumlah yang berbeda. Selain itu ada bantuan lain yaitu berupa sembako
dan sayuran, semuanya itu didistribusikan sebulan sekali. Menurutnya bahan
makanan tersebut tidak dapat memenuhi selama satu bulan. Berikut adalah hasil
wawancaranya :
“Kalo gak turun ke jalan ya ibu gak ada kegiatan apa-apa nak, paling tidur
dirumah, duduk-duduk sambil cerita sama tetangga. Penghasilan pun juga gak
ada selain dari hasil di jalan ini, turun kejalan pun dapetnya gak banyak nak
paling cuma dapat Rp 10.000 – Rp. 20.000 aja rata-ratanya, bisa lebih banyak
bisa lebih sikit, gak bisa di samakan tiap harinya itu nak, namanya juga ngemis
yakan bisa dapet banyak bisa dapet sedikit, pernah juga dapetnya pas-pas untuk
ongkos angkot pergi - pulang aj, gak bisa lagi sekarang kayak dulu itu, sekarang
bantuan makanan cuma sebulan sekali di bagi di teras rumah sakit itu, beras
dikasi per kepala, kalo macem ibu ini nak dapatnya 15 kg trus anak-anak ibu
masing-masing 7,5 kg perbulannya, cukuplah kalo beras itu sebulan, minyak
78
goreng, sayuran juga dikasi untuk sebulan, coba dipikirlah mana tahan sayur itu
untuk sebulan pasti busuk kan? mungkin cuma bisa sehari atau dua hari itu kalo
sayur, otomatis untuk makan besok kan harus pake uang sendiri beli sayurnya,
mau duit dari mana padahal tangan ibu cacat gini gak bisa pegang apa-apa
tangan ini. “
Mengenai
asal pakaian yang dipakai sehari-hari dapat terpenuhi, ia
mengatakan pakaian lusuh dan kusam yang dipakai sehari-hari adalah pakaian
lama yang masih bisa digunakan, pakaian itu berasal dari
pemberian Dinas
Kesehatan di setiap akhir tahun, jika ada bagian yang robek mungkin dijahitkan
anaknya. Ia mengatakan bahwa Dinas Sosial menjelang lebaran lalu memberikan
baju untuknya
dan anaknya
juga
mendapatkan.
Berikut
adalah hasil
wawancaranya :
“baju-baju yang ibu pake ini baju-baju lama semua nak, kadang kalo sobek ya
minta jahitkan, kadang bisa juga kumpulin sedikit-sedikit beli baju murah-murah
asalkan bisa nutup badan. Dulu sempat juga ada dikasi baju-baju tidur sama
orang kesehatan itu, kalo sekarang gak ada dapet baju lagi, baru lebaran
semalam itulah mau raya dikasih kami baju untuk anak juga dapat”
Kebutuhan rumah sebagai tempat berlindung dapat terpenuhi, ia
mengatakan rumah yang menjadi tempat tinggalnya merupakan rumah yang
diberikan sementara oleh pemerintah, rumah itu hanya berukuran 6 x 3 meter
sama seperti rumah-rumah pondok penyandang kusta yang lainnya, rumah itu
sebagai tempat tinggal pasien yang sudah tidak memerlukan perawatan intensif
atau dulunya disebut pasien pondok, karena rumah yang diberikan itu adalah
rumah pondok yang berdinding papan, beratap seng, dan berlantai semen. Jika ada
79
bagian rumah yang rusak ataupun atapnya bocor maka ia tambal sendiri jika ada
uang yang bisa digunakan. Menurutnya kamar mandi cukup bersih karena tersedia
air yang bersih yang berasal dari sumur bor dan tidak tercemar air laut, air ini juga
digunakan untuk minum Ibu Inung dan keluarga. listrik juga yang ada di
rumahnya berasal dari gardu listrik PLN. Lingkungan kotor dan bau disebabkan
oleh air laut yang merendam sebagian pelataran rumah, dan jumlah air yang
tergenang akan bertambah banyak jika air sedang pasang. Meskipun kondisi
rumah sedikit kurang nyaman seperti itu, namun ia lebih memilih untuk tetap
tinggal di rumah pondok itu karena masyarakat yang ada dikampungnya itu takut
tertular penyakit kusta olehnya, sangat berbeda dengan keluarganya yang selalu
menerima keadaannya. Berikut adalah hasil wawancaranya :
“Rumah yang ibu tempatin sama keluarga nak sebenarnya bukan rumah ibu
sendiri, ukurannya pun gak besar kali paling panjangnya sekitar 6 meter lebarnya
3 meteran, itu rumah pemerintah ibu disuruh nempatin karena dulukan pasien
yang udah sembuh dari rumah sakit itu disuruh nempatin gitu aja sama sambil
kami tetap berobat jalan dan sampe sekarang kami tempatin. Jadi gak bisa
diwariskan ke anak-anak, seandainya bapak sama ibu udah meninggal anak-anak
ini gak boleh lagi tinggal di rumah itu. Kadang kalo ada bocor sikit ya dibetulin
atau ditempel-tempel gitu aja biar kalo waktu ujan gak basah kami didalamnya.
kalo untuk mandi air pun juga bersih karna kan disana udah pake sumur bor yang
dalam jadi gak kecampur air laut, bisa pake juga kok untuk minum. Listrik juga
masuk kok di rumah itu. Halaman rumah sering banjir kalo udah pasang laut.
makanya semua rumah-rumah di sana pada dibuat benteng biar gak masuk
kedalam rumah airnya nak, biarpun kayak gitu kami tetap milih tinggal disitu
80
terus karena masyarakat di kampung sana ada yang takut sama penyakit yang
pernah ibu derita ini, tapi kalo keluarga ya gak ada yang takut.”.
Menurut informasi dari informan utama kebutuhan istirahatnya terpenuhi
dengan baik, berdasarkan urutan kegiatannya sehari-hari ia pergi mengemis ke
jalan itu dimulai pagi hari kira-kira pukul 7 atau 9 pagi terkadang juga siang hari
dan pulang sore menjelang petang, ia tidak ada aktivitas lain atau pekerjaan lain
setelah pulang dari beraktivitas di jalan. Berikut hasil wawancaranya :
“kalo turun ke jalan ibu pergi dari rumah itu jam 7an, jam 9, siang baru pergi
juga pernah, perjalanan sekitar satu setengah jam lah kalo naik angkot ke Medan,
nanti jam 6 kurang ibu baru tuh naik angkot pulang ke arah Belawa, sampai
rumah paling mandi terus masak kalo belum ada yang makanan, abis itu ya udah
paling golek sebentar terus tidur, besok paginya bangun subuh-subuh masak”.
Mengenai kondisi kesehatan ia dan keluarga, ia mengatakan kondisi
kesehatan Ibu Inung beserta keluarganya sehat tidak ada terserang penyakit
apapun. Akses untuk memperoleh obat-obatan secara gratis tidak terpenuhi,
karena jika ada anggota keluarga yang terserang penyakit maka akan dibawanya
berobat ke Puskesmas ataupun balai pengobatan terdekat. Kalaupun ia
membutuhkan obat-obatan saat Puskesmas sudah tutup, maka ia membeli obat di
warung atau pergi ke apotik memakai uang sendiri. Mereka juga tidak ditolak
untuk berobat di tempat pelayanan kesehatan yang sama dengan masyarakat sehat
lain. Tetapi kalau masih sakit-sakit ringan ia hanya mengkonsumsi obat-obatan
yang ada diwarung-warung. berikut hasil wawancaranya :
“ Alhamdulillah nak kami semua lagi sehat gak ada yang sakit, kalo sakit ya
biasa ibu beli sendiri diluar, pernah bawa ke Puskesmas, tapi Puskesmas kan gak
81
sampe malam bukanya, kalo udah gitu ya beli ke apotik atau ke klinik. kalo
sakitnya demam, batuk biasa ya minum obat kede itu, dulu kalo sakit ya di bawa
aja ke rumah sakit kusta itu di situ dikasih obat gratis, tersedia banyak obatobatan yang kami perlukan. “
b.
Kebutuhan Spiritual
Keterangan informan utama mengenai pendidikan tidak dapat terpenuhi, ia
mengatakan seperti kebanyakan orang dulu pada umumnya mereka menganggap
sekolah itu bukanlah sesuatu yang penting untuk kehidupannya di masa depan.
Ibu Inung hanya menempuh pendidikan sampai kelas 4 SD saja, hal itu
disebabkan oleh penyakit kusta yang telah di derita sejak usia 10 tahun sehingga
membuatnya harus berhenti sekolah kemudian dilanjutkan perawatan intensif di
rumah sakit kusta. Berikut hasil wawancaranya :
“ ibu dulu sekolah cuma sampai kelas 4 aja nak, ibu kan kena sakit kusta ini
waktu umur 10 tahun, ya udah lah gak sekolah lagi terus dibawa
berobat
kampung ibu, udah gitu kan kalo dulu sekolah ga penting-penting kali buat
perempuan”.
Kebutuhan akan beribadah kurang terpenuhi, ia melaksanakan sholat jika
sedang berada di rumah saja dan sholatnya dilaksanakan dirumah, sesekali jika
ada kesempatan ia pergi ke mesjid untuk sholat berjamaah dengan masyarakat
lain. Mesjid itu juga cukup sering mengadakan ceramah dan pengajian rutin, para
jamaah yang akan melaksanakan sholat dan mengikuti pengajian terdiri dari
masyarakat sekitar dan mantan pasien Rumah Sakit Kusta Sicanang Belawan.
Dalam kesempatan seperti itu masyarakat sekitar yang memang bukan mantan
pasien kusta, dapat menerima keberadaan penyandang kusta untuk sama-sama
82
melaksanakan ibadah, begitu juga saat pengajian seluruh jamaah dapat berbaur.
Berikut hasil wawancaranya :
“lagi di jalan mana sholat ibu nak, kalo lagi gak ke jalan baru ibu sholat di
rumah kadang pergi ke mesjid juga berjamaah, biasa ibu sholat magrib itu
seringnya ke mesjid sama orang-orang sana, di sana kan ada jadwal pengajian
rutin, lumayan sering juga lah habis sholat Isya tuh pengajiannya dimulai, sholat
pun biasa kok gak ada buat saf sendiri-sendiri, pengajian pun juga berbaur kami
sama orang-orang sehat sana.”.
Keterangan dari informan utama kebutuhannya akan hiburan dapat
terpenuhi, ia mengatakan selama ini hanya berada di rumah saja, duduk diteras
rumah bersama tetangga sebelah rumah atau bahkan duduk sendirian saja dan
menurutnya itu sudah cukup membuat ia terhibur. Berikut hasil wawancaranya :
“penghasilan pun kecil nak hiburannya kalo bosen ya biasa aja, cerita-cerita
sama tetangga di depan teras rumah, kadang duduk sendirian didepan rumah.
gak ada hiburan macem-macemlah.”
c.
Kebutuhan Sosial
Kebutuhan sosial antara sesama penyandang kusta terpenuhi, ia
mengatakan interaksi Ibu Inung dengan penyandang kusta lain baik-baik saja
berjalan baik karena dapat berkomunikasi dengan baik, menurutnya sama saja
sepertinya dengan masyarakat sehat yang lain. Kalau mereka bertemu saling
menyapa bahkan saling bercanda juga pada kesempatan lain. Biasa Ibu Inung ini
bertemu dengan penyandang kusta lain sewaktu belanja di warung atau di pasar,
berikut hasil wawancaranya :
83
“ kalo sama penderita kusta lain ya sama aja sih nak, sama kayak yang lain ,
bercanda, tegur sapa, yaah macem-macem lah. Sering ketemunya itu di kedai beli
sayuran tiap pagi, ya udah saling nanyak lah kami nak, tanyak-tanyak masak apa
hari ini, sambil saling bercandaan lah sikit-sikit,. “.
Informan utama mengatakan memiliki kerabat ataupun keluarga yang
sehat dan semuanya berada di kampung , tetapi sudah lama tidak bertemu dan
berkomunikasi. Interaksi penyandang kusta dengan kerabat dan keluarga tidak
terpenuhi, hal itu terjadi menurutnya karena jarak yang jauh, Berikut hasil
wawancaranya :
“Keluarga yang sehat pasti ada karena ibu ini anak paling kecil, ibu sendiri pula
yang sakit kusta ini, yang lain sehat cuma memang udah lama gak ketemu karena
kan jaraknya jauh di Aceh sana, seandainya ke sana gak ada lah buat ongkos
naik bus itu , mau lewat telepon juga susah gak punya uang dan nomor yang bisa
di hubungi.”
Interaksi individu dengan kelompok masyarakat sekitar dapat terpenuhi,
itu terjadi ketika berada dalam pengajian. Ibu Inung ini memang mengikuti wirid
ataupun kelompok pengajian ibu-ibu yang diadakan setiap hari jum’at. Seluruh
anggotanya terdiri dari masyarakat sekitar serta ibu-ibu mantan pasien Rumah
Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan. Berikut hasil wawancaranya :
“ibu ikut kelompok pengajian ibu-ibu setiap hari jum’at siang, anggotanya ya
sama ibu-ibu sekitar juga berbaur gak ada pilih-pilih kawan cerita atau duduk
jauh-jauhan, orang-orang sekitar sana gak ada yang takut tertular sama kami
kok,”.
84
5.2
Informan Tambahan
5.2.1
Informan Tambahan 1
Nama
:
Sugiyo
Usia
:
55 Tahun
Jenis Kelamin
:
Laki-laki
Suku
:
Jawa
Pekerjaan
:
Pedagang
a.
Kebutuhan Material
Kehidupan para pengemis penyandang kusta menurut Pak Sugiyo sebagai
tetangga dari pengemis penyandang kusta itu di nilai memang tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga. Ketidakberdayaan yang
diakibatkan oleh penyakit yang pernah diderita membuat kebutuhan hidup mereka
harus dipenuhi pemerintah. Bantuan diberikan pemerintah saat ini hanya sekedar
berupa bahan makanan. Tetangga sekitarnya pun juga hidup dengan pas-pasan
atau tidak dapat banyak membantu penyandang kusta untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka. Berikut hasil wawancaranya :
“Menurut saya hidup Pak Ajo itu ya memang kekurangan, apalagi lihatlah bekasbekas penyakit kustanya itu buat fisiknya gak kayak orang normal, mau kerja pun
susah. Tambah lagi semenjak rumah sakit tutup makin susah bapak lihat, makan
aja gak tau entah kayakmana itu, tapi memang biasa ada jatah dari pemerintah
untuk bapak ini, beras, minyak goreng, macem-macem lah dek yang dikasih, tapi
memang sekarang itu agak jarang nampak bapak. Kalo baju ya tau sendiri lah
kalo hidup bergantung sama orang, bajunya ya baju-baju lama yang dipakai
sehari-hari, kalo kita liat itu ya baju yang udah gak layak.”
85
Informan tambahan mengatakan program-program pemerintah yang
ditujukan untuk mengatasi kemiskinan sama sekali tidak semuanya menerima,
menurut informasi yang didapatkan dari wawancara dengan tetangga penyandang
kusta ini, dari 135 Kepala Keluarga tidak sampai setengahnya yang mendapat
program Bansos ataupun bantuan lainnya. Itu disebabkan status kehidupan mereka
yang telah ditangani oleh Dinas Sosial jadi dianggap tidak perlu mendapatkan
bantuan sosial dalam bentuk lain. Berikut hasil Wawancaranya :
“Pak Ajo pernah cerita gak pernah dapat bantuan dari subsidi minyak dari
pemerintah itu, terus sih pernah orang ini protes kenapa gak dapat bantuan sosial
itu, terus katanya sih karena orang ini udah diurus sama Dinas Sosial makanya
gak dapet dana bantuan yang lain, ”
Menurut keterangan dari informan tambahan rumah yang menjadi tempat
tinggal pengemis penyandang kusta itu adalah rumah pondok dari pemerintah
yang sifatnya sementara. Walaupun kecil dan terasa sempit, tetapi cukup bersih
karena sudah ada dilengkapi kamar mandi serta air bersih , rumahnya bisa
menjadi tempat meneduh dari panas matahari ataupun saat hujan. Berikut hasil
wawancaranya :
“Rumahnya menurut bapak bersih kok, memang bukan permanen, dindingnya
sebagian besar masih papan tapi lumayanlah gak kena ujan sama panas. kamar
mandi pun airnya bersih dek karna kan ada sumur bor dari pemerintah terus
dialirkan kerumah-rumah.”
Menurut informan tambahan, kebutuhan obat-obatan secara gratis tidak
terpenuhi. Pak Ajo dan anaknya jarang terlihat sakit, dan kalaupun sakit ringan ia
hanya membeli obat-obatan yang di warung menggunakan uang yang ia punya.
86
Hal itu disebabkan karena tidak adanya lagi aktivitas serta obat-obatan di rumah
sakit itu. Berikut hasil wawancaranya :
“Jarang sakit bapak itu setahu saya, kalo pun sakit ya cuma sakit-sakit ringan,
demam, batuk gitu aja terus dia beli obatnya di warung pake uangnya sendiri.
Jarang dia mau ke Puskesmas dek gak tau kenapa, kadang pun kan Puskesmas
cepat kali tutup.”
Menurut informan tambahan kebutuhan istirahat Bapak Ajo ini dapat
terpenuhi, beraktivitas di jalan sama seperti layaknya orang-orang yang berkerja
pada umumnya. Pergi pagi sampai sore baru ia kembali lagi pulang ke rumah.
Berikut hasil wawancaranya :
“ Pak Ajo ini pergi ke jalan ya sama kayak orang-orang mau kerja itu, jam 7
udah pigi nnti sore mau magrib udah di rumah lagi dia. abis itu yauda istirahat
lah dia kalo memang gak ada kegiatan lagi, setahu bapak gitu aja dia.”
b.
Kebutuhan Spiritual
Menurut informan tambahan kebutuhan ibadah sholat Pak Ajo dapat
terpenuhi, ia sering melakukan ibadah berjamaah di Mesjid, hanya sholat Magrib
dan sholat Isya yang dilakukan berjamaah. Begitu juga untuk mengikuti pengajian
dan mendengarkan ceramah Pak Ajo cukup sering menghadirinya bersama-sama
dengan masyarakat lainnya. Berikut hasil wawancaranya :
“sering kok liat, sering jumpa kalo pas sholat, datang pun kalo ada pengajian
rutin di mesjid, dia kan juga satu perwiridan sama saya, biasanya tuh kalo wirid
setiap malam jum’at, kami sih yang sehat-sehat ini biasa aja kalo lagi dekat sama
mereka gak ada takut tertular”.
87
Menurut informan tambahan kebutuhan hiburan dapat terpenuhi. Hiburan
yang menjadi pilihan jika Pak Ajo sedang dilanda kejenuhan tidak pernah rekreasi
kemana-mana melainkan hanya berkunjung ke rumah tetangga atau berada di
warung untuk sekedar mengobrol. Berikut hasil wawancaranya :
“jarang jalan-jalan bapak itu dek, kalo dia suntuk cuma cerita-cerita aja lah
sama kami di warung itu sama orang-orang sini juga, kadang ke depan sana
tempat tetangga.”
c.
Sosial
Interaksi sosial antara mereka sesama penyandang kusta dapat terpenuhi,
tidak ada masalah ataupun mengalami konflik yang besar. Mereka sama-sama
dapat menjalani hidup dengan saling menjaga ketentraman. Interaksi itu terjadi
ketika mereka sedang berpapasan atau saat berada di warung. Berikut hasil
wawancarnya :
“Kalo mereka gak pernah saya liat ribut-ribut sampe besar gitu, ya kalo pun ada
itu wajar aja terjadi terus yauda besoknya normal lagi macem gak pernah ada
masalah dek, bisa saling jaga kenyamananlah, “
Interaksi sosial antara Individu dengan masyarakat sekitar pun terpenuhi
dan bisa di katakan baik-baik saja tidak menunjukan adanya penolakan ataupun
diskriminasi. Berikut hasil wawancaranya :
“Hubungan Pak Ajo dengan masyarakat ya biasa aja kok gak ada yang jauhin
dia karna penyakit kusta nya itu. buktinya ya itu kalo pengajian atau wirid ya
sama-sama kok, kalo ada yang pesta diundang juga kok”
Penyandang kusta termasuk pak Ajo tidak pernah ikut terlibat kedalam
kegiatan-kegiatan masyarakat karena saat ini disana sudah jarang ada dibuat
88
kegiatan untuk masyarakat, berbeda saat masih ditangani oleh Dinas Kesehatan
yang sering mengadakan berbagai macam perlombaan untuk memeriahkan 17
Agustus, masyarakat dan para penyandang kusta sama-sama ikut berpartisipasi
dalam acara itu. Berikut hasil wawancaranya :
“Disini jarang ada kegiatan makanya gak pernah bapak ini terlibat di kegiatan
masyarakat dek. paling kegiatan orang itu sendiri lah misalnya demo ke Medan
sana baru bapak ini ikut juga. Tapi kalo dulu Dinas Kesehatan lumayan sering
ngadakan perlombaan waktu 17 agustus, yang ikut-ikut lomba ya gabung semua,
orang-orang sehat sama orang-orang yang sakit kusta ini “.
5.2.2
Informan Tambahan 2
Nama
:
Ibu Salamah
Usia
:
52 Tahun
Jenis Kelamin
:
Perempuan
Suku
:
Aceh
Alamat
:
Jalan Komplek Rumah Sakit Kusta Sicanang
Belawan
Pekerjaan
a.
:
Ibu Rumah Tangga
Kebutuhan Material
Kehidupan sehari-hari ibu Inung terlihat sangat sederhana dan tentunya
selalu mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai
tetangga tak banyak yang bisa dilakukan untuk membantunya, sesekali saja ibu
Salamah ini membagi sedikit makanan yang dimilikinya kepada bu Inung
tetangganya tersebut. Berikut hasil wawancaranya :
89
“kasian liatnya hidupnya itu cuma dari bantuan bulanan pemerintah aja gak ada
kerjaan lain. Jari tangannya udah bengkok gitu gak bisa lagi dia kerja lain kayak
kita yang normal ini. Ada niat bantu tapi liat sendirilah kondisi ekonomi keluarga
gak jauh beda sama ibu itu, bedanya kalo aku suami masih bisa kerja nafkahi
anak istri ya walaupun pas-pasan dan harus pande bagi-bagi uang untuk
kebutuhan yang lain, kadang kalo ada makanan ya sikit-sikitlah ku kasih”.
Program pemerintah dalam mengurangi kemiskinan tidak berlaku untuk
sebagian besar mantan penderita kusta di Pulau Sicanang Belawan. Bantuanbantuan sosial yang ditujukan untuk masyarakat miskin tidak mereka dapatkan.
Penyandang kusta ini tidak terjamin kesehatannya, jika sewaktu-waktu ia
menderita penyakit maka dapat dipastikan ia akan kesulitan dalam membiayai
perobatan.
“Bantuan pemerintah yang dibagi ke ibu itu ya cuma beras, minyak goreng,
sayur, yang biasanya dikasi sebulan sekali itu biasanya dek, kalo uang-uang yang
dari subsidi BBM itu gak ada dapat setauku dek, BPJS juga gak dapat dek
soalnya kalo pun sakit ibu itu pake uang sendiri biasanya beli obat ke kedai”
Ibu Inung tinggal di rumah yang diberikan pemerintah untuk ia tempati
sementara sejak kesembuhannya dari penyakit kusta yang sempat ia derita dulu.
Di dalamnya sudah terdapat kamar mandi dengan air bersih yang berasal dari
sumur bor, tidak untu mandi saja namun air itu juga dapat diminum ataupun
digunakan untuk keperluan sehari-hari. Rumah itu dapat melindungi penghuninya
dari panas matahari ataupun hujan, dindingnya yang sebagian terbuat dari papan
dan batu dapat melindungi penghuninya dari udara dingin yang berhembus.
Berikut hasil wawancaranya :
90
“ kalo ditanya soal rumah ibu itu gak jauh beda sama rumahku ini dek,
dindingnya sebagian papan lumayanlah kalo malam gak kedinginan kali kami
karna angin, kalo siang gak kepanasan, kalo siang gak kepanasan. kamar
mandinya juga ada sama air bersih juga tersedia disini, asalnya ya dari sumur
bor dek, kalo air dari sumur biasa mana bisa dek pasti jorok juga kayak air laut
itu, kalo listrik dari gardu lsitrik PLN”.
Menurut keterangan yang diperoleh dari informan tambahan, obat-obatan
dapat terpenuhi. Ibu Inung jarang terlihat sakit, begitu juga dengan anggota
keluarganya. Jika hanya sakit ringan ia dan keluarganya hanya mengkonsumsi
obat yang ia beli di warung sekitar, tetapi jika terserang penyakit yang tergolong
cukup parah ataupun penyakit itu tidak kunjung sembuh maka ia akan membawa
berobat ke Puskesmas terlebih dahulu. Berikut hasil wawancaranya :
“sakit ibu itu minum obat kede aja dek, terus kalo gak kurang-kurang sakitnya
baru dia ke Puskesmas, tapi itu pun jarang dia nampak sakit kulihat, jarang juga
dia mengeluh sakit samaku tapi entah juga lah ya kalo dia diem-diem ditahankan
sakit itu “
Menurut informasi informan tambahan, jika mengemis ataupun memintaminta dijalan, ibu Inung seperti masyarakat yang bekerja lainnya pergi pagi dan
pulang sore. Berikut hasil wawancaranya :
“Kalo lagi minta-minta ke jalan, dia pergi dari pagi ke Medan sana dek nanti
sore mau magrib baru pulang dia dari Medan naik angkot, kadang ada angkot
yang mau nurunkan sampe ke dalam sini, kadang kalo gak ada angkot yang mau
nurunkan disini ya turun dia di depan jalan bercabang itu, karna sebetulnya gak
ada angkot yang masuk sini, masuknya ke jalan sebelah sana aja”.
91
b.
Kebutuhan Spiritual
Menurut informasi dari informan tambahan kedua kebutuhan beribadah
dapat terpenuhi, Ibu Inung sering juga beribadah, baik di rumah maupun
berjamaah Sholat Magrib dan Sholat Isya di mesjid. Aktivitas yang ia lakukan di
mesjid bukan hanya sholat saja, tapi juga menghadiri pengajian dan
mendengarkan ceramah.
“ Ibu Inung itu sholat ya di mesjid, seringnya Sholat Magrib dan Sholat Isya
berjamaah dia dimesjid. Kalo dengerin ceramah ya setiap ada pengajian di
mesjid ini lumayan sering lah dia datang ngikutin sampe siap acaranya itu”.
c.
Sosial
Interaksi Sosial antara individu penyandang kusta dengan penyandang
kusta lain dinilai informan tambahan kedua dinilai baik-baik saja. Jika bertemu
dengan sesamanya mereka saling menegur dan saling melempar senyum paling
tidak. Berikut hasil wawancaranya :
“ Orang itu jumpa pasti saling negur kok, senyum lah paling gak, soalnya kan
mereka ini udah saling kenal, sama-sama pernah di rawat di rumah sakit ini, gak
pernah kelihatan berantam ataupun ribu-ribut besar”.
Interaksi Individu antara penyandang kusta dengan kelompok masyarakat
sekitar dapat terpenuhi dan dinilai baik-baik saja oleh informan tambahan. Bu
Inung dapat bergaul baik dengan masyarakat sekitar, karena masyarakat setempat
juga tidak menunjukan sikap penolakan atau diskriminasi terhadap ibu Inung.
Berikut hasil wawancaranya :
“ Sikap masyarakat sini biasa aja dek sama ibu ini, gak pernah macem-macem
sama menjauhi dia karna penyakitnya itu, malahan ibu Inung ini sama-sama
92
anggota pengajian ibu-ibu, anggotanya sebagian besarnya ya ibu-ibu lain yang
fisiknya sehat sama gak pernah sakit kusta, orang sini gak takut lah”.
Interaksi kelompok penyandang kusta dengan kelompok masyarakat
sekitar menurut informan tambahan dapat terpenuhi yaitu terjadi ketika kelompok
penyandang kusta di undang untuk menghadiri acara-acara pesta ataupun acara
syukuran masyarakat sekitar. Berikut hasil wawancaranya :
“ Orang-orang sini kalau punya acara pesta atau syukuran, yang sakit-sakit kusta
ini di undang juga kok, mau juga datang untuk datang ke acara itu, memang gak
ada pilih-pilih di sini “.
5.3
Analisis Data
Tahap ini peneliti akan memberikan analisis data terhadap data – data
yang telah di kumpulkan selama peneliti melakukan observasi dan wawancara di
lapangan terhadap orang – orang yang menjadi informan dalam penelitian ini,
seperti yang telah dilihat sebelumnya bahwa peneliti telah menguraikan data –
data yang telah diperoleh dari masing – masing informan dan telah menganalisis
data tersebut mengenai kesejahteraan sosial pengemis penyandang kusta,
selanjutnya pada analisis data ini seluruh informasi akan digabung serta di uraikan
sehingga terjawablah pertanyaan dalam penelitian ini mengenai tinjauan
kesejahteraan sosial pengemis penyandang kusta di Kota Medan.
Informan dalam penelitian ini berjumlah empat orang yang terbagi
menjadi dua orang informan utama yaitu para pengemis penyandang kusta itu
sendiri serta dua orang informan tambahan yaitu tetangga dari informan utama
yang dianggap mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang
diperlukan dalam penelitian ini. Data yang diperoleh dari informan utama yaitu
93
para pengemis penyandang kusta itu sendiri dimana kesejahteraan sosial dilihat
dari kebutuhan material yaitu kebutuhan berupa alat-alat yang dapat diraba,
dilihat, dan mempunyai bentuk. Kebutuhan material berwujud nyata dan dapat
dinikmati langsung. Kebutuhan spiritual kebutuhan yang dihubungkan dengan
benda-benda tak berwujud. Kebutuhan ini tidak bisa diraba, dilihat, dan berbentuk
tetapi bisa dirasakan dalam hati. dan sosial adalah kebutuhan interaksi antara
manusia yang satu dengan manusia lainnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Macam-macam interaksi sosial itu adalah interaksi antara individu dengan
individu, yaitu interaksi yang melibatkan individu penyandang kusta dengan
individu penyandang kusta lainnya. Interaksi sosial antara individu dengan
kelompok, yaitu interaksi yang melibatkan individu penyandang kusta dengan
keluarganya. Interaksi antara kelompok dengan kelompok yaitu interaksi yang
melibatkan para kelompok penyandang kusta dengan masyarakat.
Data dari informan utama yang pertama yaitu berasal dari Bapak Ajo, ia
merupakan salah satu mantan pasien di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang
Belawan. Menikah dengan istrinya yang dahulunya juga merupakan pasien di
Rumah Sakit Kusta Sicanang Belawan dan memiliki anak yang sehat tidak
memiliki riwayat penyakit yang sama dengan mereka. Ia dirawat intensif sejak
tahun 1990 dan pada tahun 1993 ia dinyatakan sembuh oleh dokter yang
merawatnya selama berada di rumah sakit, saat itu juga ia tidak membutuhkan
perawatan intensif lagi. Berobat jalan dilakukannya setiap hari sampai rumah sakit
berhenti beroperasi. Selama proses berobat jalan itu berjalan maka Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara yang menangani mereka memberikan rumah
pondok untuk mereka tinggalin sementara. Letak rumah itu persis berada di
94
samping ataupun langsung berhadapan dengan Rumah Sakit Kusta Pulau
Sicanang Belawan. Segala bentuk kebutuhan pokoknya dipenuhi dan ditanggung
oleh Dinas Kesehatan yang menangani rumah sakit pada waktu itu. Operasional
Rumah Sakit Kusta sudah berhenti di awal tahun 2014 lalu dan kini dialihkan ke
Dinas Sosial Sumatera Utara.
a.
Kebutuhan Material
Kebutuhan material Pak Ajo yang berupa makanan tidak terpenuhi, selama
ini hanya bergantung dari bantuan pemerintah yang berbentuk sembako yang
dibagikan secara rutin sebulan sekali. Rumah yang ia tempati merupakan rumah
pondok milik pemerintah yang ia tempatin sejak tahun 1993 sampai sekarang,
memiliki kamar mandi serta terdapat air bersih untuk keperluan sehari-hari dan
dapat dikonsumsi. Tidak memiliki kegiatan ataupun pekerjaan lain membuat
kebutuhannya akan istirahat dapat terpenuhi, bahkan ia dapat beristirahat dengan
cukup dan teratur. Kebutuhannya akan obat-obatan ia peroleh dengan membeli ke
warung dengan menggunakan uang hasil mengemis.
b.
Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan Spiritual yang berupa pendidikan tidak terpenuhi, ia hanya
bersekolah sampai kelas 3 SD saja. Kebutuhan ibadah dan siraman rohani dapat
terpenuhi karena ia cukup sering menghadiri sholat Magrib dan Isya berjamaah di
mesjid yang berada tak jauh dari rumahnya. Selain sholat ia juga memperoleh
siraman rohani dari mesjid yang diadakan setiap kamis malam. Kebutuhan akan
hiburan dapat ia lakukan kapan saja ia mau, dengan sering berkunjung ke rumahrumah tetangga, ngumpul dan mengobrol di warung bersama masyarakat ataupun
penyandang kusta lain.
95
c.
Sosial
Kebutuhan Sosial dapat terpenuhi yang terwujud dalam suatu interaksi,
yaitu interaksi individu dengan sesama penyandang kusta lain terjalin baik dan
saling menegur, bercerita dan bercanda. Interaksi individu penyandang kusta
dengan keluarganya jarang terjadi karena tidak adanya kesempatan untuk saling
berkomunikasi secara sering yang disebabkan faktor dari dalam dirinya sendiri
yang merasa asing dan minder karena pernah memiliki riwayat sakit kusta.
Interaksi antara kelompok penyandang kusta dengan masyarakat lain cukup sering
mereka lakukan dan interaksi itu terjadi ketika mereka para penyandang kusta
melakukan aksi demo ke pemerintah yang kemudian perwakilan dari mereka
melakukan dialog langsung dengan pemerintah.
Data dari informan utama yang kedua yaitu berasal dari Ibu Inung berusia
55 tahun berasal dan merupakan mantan pasien di Rumah Sakit Kusta Pulau
Sicanang Belawan, pernah dirawat Rumah Sakit Kusta Hutasalem Balige dan
kembali lagi ke Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan, kemudian ia pergi
ke Aceh untuk menikah dengan suaminya yang sesama pasien di Rumah Sakit
Kusta Sicanang Belawan. Selama pernikahannya memiliki 3 orang anak yang
sehat serta tidak memiliki riwayat menderita penyakit kusta. Perawatan dan
pemeriksaan tidak hanya diberikan untuk ia dan suami saja, melainkan anakanaknya juga terus di periksa secara rutin tanpa di pungut biaya oleh rumah sakit.
Kini dua diantaranya telah menikah dan masing-masing telah memiliki 2 orang
anak. Ia mulai dinyatakan menderita penyakit kusta pada umur 10 tahun, namun
pada waktu itu iya tidak di izinkan oleh orang tuanya untuk berobat jauh, sehingga
ia dapat dikatakan terlambat dalam pengobatan. Efek negatif dari keterlambatan
96
penanganan itu ialah kecacatan yang tampak jelas pada jari-jari tangannya.
Kemudian mulai dirawat di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan sekitar
tahun 1980an.
a.
Kebutuhan Material
Kebutuhan material Ibu Inung yang berupa makan dan minuman kurang
terpenuhi, selama ini juga bergantung dari bantuan pemerintah melalui Dinas
Sosial Sumatera Utara, bantuan yang itu berupa sembako seperti beras, minyak
goreng, sayur ataupun bahan makanan lain, yang didistribusikan sebulan sekali.
Kebutuhan pakaian dapat terpenuhi, karena pakaian yang dikenakan sehari-hari
sebagian besar adalah pakaian lama, pakaian lainnya ada yang diberikan oleh
pemerintah sewaktu masih ditangani oleh Dinas Kesehatan. Sejak tahun 2013,
Dinas Sosial baru memberikan pakaian untuk ia dan keluarga pada lebaran tahun
2015 lalu, berupa dua pakaian orang dewasa dan dua buah pakaian anak.
Kebutuhan rumah yang menjadi tempat berteduh dari panas dan hujan dapat
terpenuhi, rumah itu merupakan rumah pondok milik pemerintah yang diperoleh
melalui sebuah kebijakan pemerintah untuk para pasien kusta yang tidak lagi
dirawat intensif dan hanya membutuhkan rawat jalan di Rumah Sakit, didalamnya
juga cukup bersih dan telah terdapat kamar mandi serta air bersih yang bisa
dipakai untuk keperluan sehari-hari. Kebutuhan akan istirahat Ibu Inung terpenuhi
karena ia mengemis di jalan hanya sampai sore hari saja, kemudian ia langsung
pulang ke rumah dan tidak memiliki pekerjaan lain lagi. Kesehatan merupakan
bagian dari indikator kesejahteraan seseorang, kebutuhan obat-obatan dapat
terpenuhi, saat Ibu Inung terserang penyakit maka ia pergi berobat ke Puskesmas
dengan membayar uang sekedar saja, namun begitu ia lebih sering membeli obat
97
keluar, hal itu disebabkan karena Puskesmas tidak beroperasi dan melayani
sampai selama 24 jam. Jika hanya mengalami sakit yang tidak terlalu parah ia
hanya membeli obat ke warung dengan biaya sendiri.
b.
Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan pendidikan tidak terpenuhi karena penyakit kusta yang mulai
menyerangnya saat usia 10 tahun membuatnya putus sekolah. Kebutuhan ibadah
dapat terpenuhi, ia hanya sholat subuh di rumah, sholat Magrib dan Isya dilakukan
berjamaah di mesjid. Siraman rohani biasanya ia hadiri dengan mendengarkan
ceramah saat diadakan pengajian di mesjid pada kamis malam setelah
melaksanakan sholat Isya. Kebutuhan Spiritual seperti hiburan terpenuhi dengan
cara mengobrol dengan tetangganya saja.
c.
Sosial
Kebutuhan sosial terpenuhi dan terjadi interaksi antara individu
penyandang kusta dengan penyandang kusta lain, hal itu terjadi ketika mereka
bertemu saling menegur sapa dan sering terjadi pada saat mereka sama-sama
sedang berbelanja sayuran di warung. Interaksi individu dengan keluarga sangat
kurang karena intensitas pertemuan antara mereka jarang bahkan bisa dikatakan
tidak pernah lagi bertemu ataupun berkomunikasi, hal itu terjadi karena kedua
pihak tidak memiliki kesempatan serta akses untuk berinteraksi. Selain itu ada
beberapa anggota masyarakat di kampungnya yang memang merasa takut tertular
penyakitnya. Interaksi antara kelompok penyandang kusta dengan kelompok
masyarakat lain terjadi ketika mereka tergabung ke dalam suatu kelompok
pengajian yang seluruh anggotanya merupakan masyarakat sehat sekitar dan para
penyandang kusta.
98
Data dari informan tambahan pertama yaitu berasal dari Bapak Sugiyo
yang berprofesi sebagai pedagang menjual berbagai keperluan sehari-hari dan
merupakan tetangga dari pengemis penyandang kusta. Sebagai tetangga ia tentu
dapat membantu peneliti dalam mendapatkan informasi-informasi
yang
dibutuhkan mengenai kebutuhan-kebutuhan pengemis penyandang kusta. Menurut
pernyataannya keberadaan tetangganya tersebut di jalan untuk mengemis atau
meminta-minta dijalanan Kota Medan didorong oleh kurangnya perhatian dari
pihak pemerintah dalam membantu para pengemis memenuhi kebutuhankebutuhan hidup.
a.
Kebutuhan Material
Kebutuhan makanan yang didistribusikan sebulan sekali itu tidak cukup
untuk dikonsumsi selama sebulan, agar dapat memenuhi kebutuhan makan dan
kebutuhan lain dihari esok maka harus mencari uang sendiri yaitu melalui
mengemis di jalan dengan kondisi fisik yang tidak berdaya tersebut. Menurutnya
hidup pengemis ini serba bergantung dengan bantuan-bantuan yang diberikan
Dinas Sosial. Kebutuhan rumah dapat terpenuhi, rumah yang jadi tempat tinggal
sementara itu juga bisa dikatakan bersih, sehat dan nyaman, dapat menjadi tempat
berlindung dari panas dan hujan. Aktivitas mengemis di jalan juga hanya pagi
sampai sore, serta tidak mempunyai pekerjaan lain yang bisa dijadikan sumber
penghasilan untuk hidup mandiri, maka kebutuhan akan istirahat tidak ada
masalah dan bisa dikatakan terpenuhi kebutuhan istirahatnya.
b.
Kebutuhan Spiritual
Menurut informasi yang diperoleh dari informan tambahan pertama,
kebutuhan ibadah dan siraman rohani dapat terpenuhi, di mesjid yang berada
99
dilingkungannya mereka sering bersama-sama melakukan sholat berjamaah, dan
dimalam-malam tertentu juga menghadiri pengajian yang diadakan di mesjid
secara rutin. Kebutuhan akan hiburan dapat terpenuhi karena dengan sekedar
duduk-duduk di warung mengobrol dengan masyarakat lain dapat membuang rasa
kejenuhan dan dapat menghibur dirinya.
c.
Sosial
Kebutuhan sosial yang berupa interaksi dengan sesama individu dan
kelompok juga dapat dinyatakan terpenuhi, menurut informasinya pengemis
penyandang kusta dapat hidup bergaul dan berbaur dengan masyarakat sekitar.
Kemudian hal itu dapat dibuktikan dengan teguran dan sapaan saat sama-sama
bertemu di mesjid ataupun saat sama-sama tergabung kedalam kegiatan rutin
seperti wirid. Interaksi sosial kelompok dengan kelompok juga terpenuhi, karena
kesamaan akan status dan kesamaan kebutuhan, pada suatu kesempatan bersama
dengan penderita kusta lain untuk menyampaikan suara mereka ke pusat-pusat
pemerintahan yang ada di Kota Medan.
Data yang diperoleh dari informan tambahan kedua yaitu berasal dari Ibu
Salamah yang berusia 52 tahun dan sebagai ibu rumah tangga. Menurutnya upaya
pemerintah dalam membantu mantan pasien dirumah sakit kusta Pulau Sicanang
Belawan kurang tepat, pemberhentian operasional rumah sakit kusta serta
pengalihan penanganan dari Dinas Kesehatan ke Dinas Sosial membuat distribusi
kebutuhan-kebutuhan hidup yang dibutuhkan mantan pasien rumah sakit kusta
menjadi kekurangan pasokan makanan serta kebutuhan hidup lainnya, padahal
kecacatan pada fisik para mantan pasien kusta ini yang menjadi penghambat
mereka untuk hidup mandiri. Ia mengatakan itu lah yang menjadi jawaban kenapa
100
banyak mantan pasien Rumah Sakit Kusta berkeliaran dan mengemis di jalanjalan Kota Medan
A.
Kebutuhan Material
Informan tambahan kedua mengatakan kebutuhan akan makanan diperoleh
dari bantuan sembako yang didistribusikan Dinas Sosial. Jika tidak mencukupi
maka mantan pasien kusta ini pergi ke Medan untuk meminta-minta dan
memohon belas kasih pengguna jalan. Kebutuhan pakaian terpenuhi, pakaian
yang digunakan juga merupakan pakaian-pakaian lama yang sudah terlihat lusuh
dan kusam yang sebagian besarnya diperoleh dari Dinas Kesehatan yang
menangani pada waktu itu. Kebutuhan rumah sebagi tempat berlindung diperoleh
dari pemerintah yang dapat dijadikan tempat tinggal sementara. Kebutuhan
istirahat terpenuhi dengan baik karena menurutnya pengemis itu tidak memiliki
pekerjaan lain lagi, saat beraktivitas di jalan pun beristirahat dengan duduk di
trotoar jalan, selesai mengemis langsung pulang kerumah untuk beristirahat.
Kebutuhan akan obat-obatan dapat terpenuhi, seperti saat ditangani oleh Dinas
Kesehatan, jika membutuhkan obat-obatan dapat diperoleh sendiri dengan cara
pergi berobat ke Puskesmas.
B.
Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan spiritual mantan pasien rumah sakit kusta menurutnya
terpenuhi, sholat itu dilakukan secara berjamaah di mesjid, begitu juga dengan
siraman rohani ia peroleh dengan menghadiri pengajian dan mendengarkan
ceramah dari Ustad-ustad yang diundang sebagai penceramah di mesjid itu.
Kebutuhan akan hiburan sangat diperlukan oleh manusia, kejenuhan itu biasa
disebabkan oleh rutinitas kegiatan sehari-hari yang tak jarang memberikan
101
tekanan terhadap diri manusia . Kebutuhan akan hiburan pengemis penyandang
kusta Ibu Inung ini terpenuhi karena meskipun ia lebih sering berada di rumah,
namun hanya dengan mengobrol dengan tetangga dapat menghibur dirinya.
C.
Sosial
Setelah diuraikan dengan kata-kata diatas menurut informan tambahan
kedua interaksi yang terjadi antara individu sesama penyandang kusta dapat
terpenuhi dan berlangsung baik, hampir setiap hari berkomunikasi di warung saat
akan berbelanja bahan makanan yang akan di masak. Pada proses interaksi dengan
keluarga atau kerabat tidak terpenuhi, hal itu karena jarak yang membuat
intensitas pertemuan dan komunikasi antara mereka tidak terpenuhi. Interaksi
sosial antara kelompok penyandang kusta dengan masyarakat sekitar menurutnya
terpenuhi dan itu terjadi ketika penyandang kusta di undang ke acara pesta
ataupun syukuran milik masyarakat sekitar, di acara itu penyandang kusta dan
tamu – tamu lain duduk bersama tanpa ada menjaga jarak dengan penyandang
kusta.
102
BAB VI
PENUTUP
6.1
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam bentuk skripsi mengenai
tinjauan kesejahteraan sosial pengemis penyandang kusta di Kota Medan, maka
beberapa hal yang ditinjau peneliti dari pengemis penyandang kusta yaitu
kebutuhan material,kebutuhan spiritual dan sosialnya. Sebagaimana dengan
defenisi kesejahteraan sosial dalam undang-undang No 11 Tahun 2009 yang
mengatakan “Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”. Penelitian
ini memberikan kesimpulan bahwa :
1.
Kebutuhan Material
Menurut hasil penelitian yang telah diuraikan, kebutuhan material
pengemis penyandang kusta terhadap kebutuhan makanan kurang
terpenuhi, selama ini kebutuhan makan mereka hanya bergantung pada
bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Masalah itu terjadi karena
bantuan sembako yang distribusikan pemerintah hanya sebulan sekali.
Bahan makanan yang diberikan oleh pemerintah tersebut tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kebutuhan pakaian kurang terpenuhi
karena pakaian yang dikenakan sebagian besarnya merupakan pemberian
Dinas Kesehatan yang pada saat itu
memberikan pelayanan kepada
penyandang kusta, pakaian diberikan setiap menjelang akhir tahun. Sudah
103
dua tahun Dinas Sosial mengambil alih pelayanan terhadap penyandang
kusta, namun baru sekali memberikan pakaian, yaitu diberikan bertepatan
pada saat menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun 2015. Kebutuhan rumah
terpenuhi, rumah itu dengan ukuran 6x3 meter yang menjadi tempat
tinggal penyandang kusta merupakan milik pemerintah, rumah tersebut
beratap seng, berlantai semen, serta sebagian besar dindingnya berbahan
kayu cukup untuk menjadi tempat berlindung dari panas matahari, dan
pada saat hujan. Kegiatan mengemis yang dilakukan para penyandang
kusta tidak membuat mereka menjadi kekurangan istirahat, aktivitas
mengemis dimulai pagi hari pukul 9 sampai pukul 6 sore menjelang
petang dan tidak ada dilanjutkan dengan aktivitas lain. Obat-obatan secara
gratis kurang terpenuhi karena tidak terdapat pelayanan kesehatan yang
memberikan pelayanan selama 24 jam untuk para penyandang kusta.
Puskesmas yang diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan gratis
namun hanya beroperasi sampai sore saja.
2.
Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan Spiritual pengemis penyandang kusta tidak terpenuhi padaa
kebutuhan pendidikan, mereka memiliki latar belakang pendidikan yang
rendah, sehingga nyaris tidak memiliki ilmu pengetahuan yang dapat
digunakan untuk hidup mandiri. Kebutuhan ibadah dapat terpenuhi karena
di waktu-waktu tertentu mereka dapat melaksanakannya di mesjid sekitar
tempat tinggal mereka. Selain untuk tempat ibadah mesjid tersebut juga
menjadi tempat mereka memperoleh siraman rohani
melalui acara
pengajian rutin. Kebutuhan hiburan terpenuhi, cukup membuat diri mereka
104
menjadi lebih bersemangat dalam menjalani hidup, hiburan yang mereka
peroleh selama ini merupakan hiburan yang sederhana dan tidak
mempunyai pilihan untuk mengakses hiburan yang lain.
3. Sosial
Kebutuhan sosial terjadi dalam suatu interaksi-interaksi antara individu
sesama
penyandang
kusta,
individu
dengan
keluarga,
kelompok
penyandang kusta dengan kelompok masyarakat lain. Interaski antara
individu dengan individu penyandang kusta lain dapat terpenuhi, interaksi
diantara mereka terjadi pada saat kedua pihak bertemu pada suatu
kesempatan dan saling menegur atau hanya sebatas melempar senyum.
Interaksi antara individu penyandang kusta dengan keluarga atau
kerabatnya juga nyaris tidak terpenuhi. Hal itu dikarenakan jarak yang
jauh serta kondisi ekonomi yang tidak mendukung untuk melakukan
interaksi. Selain itu ada faktor penghambat lain yang membuat
penyandang kusta jarang berinteraksi dengan kerabatnya, hal itu
disebabkan oleh sebagian masyarakat ditempat asalnya merasa takut
tertular dan merasa jijik melihat kondisi fisik dari penyandang kusta itu.
Interaksi kelompok penyandang kusta dengan kelompok masyarakat
sekitar tempat tinggalnya
dapat terpenuhi, hal dikarenakan kelompok
penyandang kusta dan kelompok masyarakat tergabung ke dalam
kelompok pengajian ataupun perwiritan yang sama.
6.2
Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka saran penulis adalah sebagai
berikut :
105
1.
Kepada Masyarakat
Sebagai pertimbangan untuk mengurangi dampak negatif dari munculnya
pengemis penyandang kusta di Kota Medan yang salah satunya
mengurangi keindahan kota, maka himbauan untuk masyarakat pengguna
jalan agar tidak lagi membiasakan diri untuk memberikan mereka uang,
karena apabila mereka bisa mendapatkan uang dengan mudah dan dengan
cara mengemis seperti itu akan membuat mereka menjadi pemalas dan
tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan masalah baru. Jika berniat
memberi, sebagai orang yang bijak maka kita tahu apa yang pantas kita
berikan untuk mereka, Misalnya dengan cara memberikan keterampilanketerampilan atau ilmu yang bisa ia gunakan untuk membantunya lepas
dari ketergantungan terhadap belas kasih pengguna jalan.
2.
Kepada Pemerintah
Pemerintah selaku lembaga yang memiliki wewenang dan bertanggung
jawab atas kesejahteraan setiap warganya, terkhusus para mantan pasien
rumah sakit kusta Pulau Sicanang. Sebelum mengembalikan para
penyandang kusta ke masyarakat, pemerintah harus memberikan bekal
keterampilan yang tepat untuk mereka telah dinyatakan sembuh dari
penyakit kusta, dengan keterampilan yang diberikan maka diharapkan para
penyandang kusta tidak menjadi pengemis dijalan.
106
Daftar Pustaka
Abu. Huraerah. 2011. Pengorganisasian Dan Pengembangan Masyarakat, Model
Dan Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Bandung. Humaniara.
Adi,
Isbandi
Rukminto.2003.
Kesejahteraan
Sosial
(Pekerjaan
Sosial,
pembangunan Sosial dan Kajian Pembangunan). Jakarta. Raja Grafindo
Persada.
Adi, Isbandi Rukminto. 2013. Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial,
pembangunan Sosial dan Kajian Pembangunan). Jakarta. Raja Grafindo
Persada.
Fahrudin, A. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung. Refika Aditama.
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta. Hipokrates
Fauzik. Lendriyono, 2007. Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan
Kesejahteraan Sosial.Malang.UMM Press.
Lexy J, Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT Remaja
Rosdakarya.
Maryati.Suryawati.2009.Sosiologi. Jakarta. Erlangga.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi. Jakarta.
Rineka Cipta
Philipus. Nurul Aini. 2004. Sosiologi dan Politik. Jakarta. PT Raja Grafindo
Persada.
Rusdiarti. Kusmuriyanto.2012. Ekonomi Fenomena Di Sekitar Kita. Semarang.
PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
Setiadi, Elly M. Usman Kolip.2011. Pengantar Sosiologi : Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial, Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta
Kencana.
Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial : Pedoman Praktis Penelitian
Bidang Ilmu-ilmu Sosial dan Kesehatan. Medan. Grasindo Monoratama.
Sumarsono, Sonny, 2004. Metode Riset Sumber Daya Manusia, Yogyakarta.
Graha Ilmu.
107
Suyanto,Bagong.2005.Metode Penelitian Sosial : Bergabai Alternatif Pendekatan.
Jakarta.Prenada Media
Tumanggor, Rusmin, et,al.2010.Ilmu sosial & Budaya Dasar, Ed.rev. cet 2.
Jakarta. Kencana.
Sumber Lain :
Badan Pusat Statistik Kota Medan Dalam Angka 2013
Badan Pusat Statistik Kota Medan Dalam Angka 2014
Undang-undang Republik Indonesia No.11 Tahun 2009Tentang Kesejahteraan
Sosial
Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 1992Tentang Kesehatan
Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1997Tentang Penyandang Cacat
http://www.depkes.go.id/article/view/15012300020/hari-kusta-sedunia-2015hilangkan-stigma-kusta-bisa-sembuh-tuntas.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_Hansen
http://medankota.bps.go.id/frontend/index.php/publikasi/index?Publikasi%5Btahu
nJudul%5D=2014&Publikasi%5BkataKunci%5D=Medan+Dalam+Angka&yt0=
Tampilkan
http://pemkomedan.go.id/new/hal-selayang-pandang.html
http://panduanmembuatobattradisional.blogspot.com/2014/02/mengenali-gejalapenyakit-kusta.html
http://regional.kompas.com/read/2013/04/09/21255967/Cegah.Pasien.Kusta.Meng
emis..Dinkes.Usulkan.Rp.4.Miliar
https://id.wikipedia.org/wiki/Kebutuhan
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan#Sejarah
https://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit,
108
Download