Di Tengah Pro dan Kontra Kloning Manusia

advertisement
Di Tengah Pro dan Kontra Kloning Manusia
Ayunda W Savitri - Okezone
Browser anda tidak mendukung iFrame
Selasa, 21 Mei 2013 05:03 wib
Proses cloning pada mahluk hidup (foto:foxnews.com)
MASSACHUSETTS - Kabar bahwa peneliti telah menggunakan kloning (proses menghasilkan
individu baru yang memiliki genetik sama atau identik) pada embrio manusia dengan tujuan
memproduksi sel-sel induk kembali menyeruak. Meskipun masih pro dan kontra, para ahli
mengatakan sangat memungkinkan untuk mengkloning manusia.
Sejak 1950-an silam para ilmuwan sudah berhasil mengkloning puluhan spesies hewan di dunia,
termasuk katak, tikus, kucing, domba, babi dan sapi. Meski demikian, para ilmuwan juga tetap
menemukan banyak hambatan dan kegagalan. Sehingga, beberapa diantaranya diatasi dengan
trial and error. Demikian ungkap kepala petugas ilmiah biotek dari Advanced Cell Technology di
Amerika Serikat (AS), Dr. Robert Lanza.
“Peneliti tidak bisa menerapkan ilmu yang sudah mereka pelajari dari kloning tikus atau hewan
lainnya untuk diterapkan ke kloning manusia. Misalnya, kloning pada binatang mengharuskan
peneliti untuk memisahkan nukleus (inti) dari sel telur terlebih dahulu. Ketika peneliti
melakukan ini, berarti mereka membuang protein yang penting untuk membantu pembagian selsel,” jelas Lanza seperti disitat dari FoxNews, Senin (20/5/2013).
Pada tikus, ini bukan masalah, karena embrio itu sendiri yang akhirnya mampu menciptakan
protein ini lagi. Sehingga, percobaan dapat dilakukan berkali-kali dengan ribuan sel telur.
Sementara pada primata, mereka tidak mampu melakukan ini. Para ilmuwan menduga ini
menjadi salah satu alasan kegagalan untuk mengkloning monyet.
Terlebih lagi, hewan kloning seringkali memiliki berbagai kelainan genetik yang dapat
mencegah implantasi (perekatan embrio pada dinding rahim) atau dapat menghentikan
pertumbuhan janin secara spontan. Selain itu juga dapat menyebabkan hewan mati segera setelah
lahir.
“Ketidaknormalan ini umum terjadi karena embrio kloningan hanya memiliki satu induk atau
tunggal, yang berarti pencetakan genetik tidak terjadi dengan baik. Perncetakan ini berlangsung
selama perkembangan embrio dalam rahim,” imbuh Lanza.
Tak hanya itu, masalah lain yang diakibatkan pencetakan ini dapat mengakibatkan plasenta
tumbuh menjadi sangat besar dan tidak normal. Dalam suatu percobaan, Lanza dan timnya
melakukan kloning spesies ternak berupa banteng. Kemudian ketika anaknya lahir, terlihat
embrio itu memiliki ukuran tubuh dua kali lebih besar dibanding ukuran banteng normal.
Kloning juga memiliki risiko tingkat kematian yang tinggi. Lanza menganggap risiko
ketidaknormalan yang umum muncul dari kloning ini sangat tidak etis apabila terjadi pada
manusia.
“Ini seperti mengirim bayi dalam sebuah roket, di mana kesempatan roket untuk meledak atau
tidak itu tipis. Sangat tidak etis apabila prinsip ini yang digunakan untuk mengkloning manusia,”
tegasnya.
(amr)
Download