BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility merupakan bentuk pertanggungjawaban perusahaan atas pelaksanaan kegiatan operasionalnya yang mempengaruhi sosial dan lingkungan, yang tercantum dalam laporan tahunan perusahaan. Seiring dengan maraknya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dan sosial serta kesadaran akan pentingnya CSR, pemerintah mengambil kebijakan dengan dibuatnya perundang-undangan, salah satunya yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa perseroan berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Dikeluarkannya Undang-Undang tersebut bertujuan untuk mendorong praktik dan pengungkapan CSR serta untuk memenuhi tuntutan akan penerapan good corporate governance atau tata kelola perusahaan yang baik. Selama ini perusahaan dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat. Namun dibalik itu perusahaan seringkali mengabaikan dampak sosial dan lingkungan sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat sekitar. Perusahaan yang tidak memperhatikan masalah lingkungan dan sosial mendapat kecaman dari berbagai pihak yang akhirnya akan mengancam keberlanjutan operasional perusahaan. 1 2 Tekanan dari berbagai pihak luar mendesak perusahaan agar menerima tanggung jawab dari dampak aktivitas bisnis terhadap masyarakat karena mereka berharap perusahaan tidak hanya bertanggung jawab kepada investor dan manajemen, tetapi juga pada masyarakat yang lebih luas (Hackston dan Milne, 1996 dalam Sembiring, 2003; dalam Khadifa, 2014). Oleh karena itu perusahaan harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungan demi keberlangsungan perusahaan dengan melakukan tanggung jawab sosial. Berikut ini beberapa contoh kasus terkait permasalahan CSR yang muncul dikarenakan perusahaan dalam melaksanakan operasinya kurang memperhatikan kondisi lingkungan dan sosial (www.mongabay.co.id): 1. Pada 27 April 2012, Wall Street Journal melaporkan Unilever tengah mempertimbangkan untuk membangun pabrik pengolahan minyak kelapa sawit senilai 130 juta Dollar di Sumatera, dengan pengolahan sesuai standar RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) dan menggunakan kelapa sawit bersetifikat GreenPalm. Beberapa kritik bagi RSPO dan GreenPalm bahwa standar tersebut memungkinkan penghasil minyak kelapa sawit untuk mengklaim mereka menghasilkan minyak kelapa sawit berkelanjutan, meski pada kenyataannya mereka hanya membayar keanggotaan kepada lembaga ini dan secara finansial mendukung komoditi kelapa sawit berkelanjutan pada saat mereka tidak memiliki sertifikat berkelanjutan. Tahun 2011, 27.000 ton minyak kelapa sawit yang digunakan Unilever bersumber dari hasil yang bisa dilacak, sementara 803.000 ton lainnya bersertifikat GreenPalm. Industri ini terus diawasi 3 karena produksi mereka dinilai menyebabkan kerusakan hutan hujan tropis dan mengurangi kerapatan karbon hutan di Indonesia. Target Unilever untuk memakai produk kelapa sawit berkelanjutan merupakan konsekuensi langsung dari tekanan Greenpeace dan aktivis lain. Dalam pertemuan tahunan RSPO ke-11 di Medan, Sumatera Utara, Unilever sepenuhnya menggunakan kelapa sawit dari sumber yang bisa dilacak dan mengikuti prinsip ramah lingkungan di akhir tahun 2014. 2. Pada 28 Nopember 2013, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengungkapkan 21 bank asing dan bank nasional yang turut andil dalam memperluas kerusakan lingkungan di Kalimantan lewat pendanaan kepada perusahaan-perusahaan tambang batubara, yang mengakibatkan masyarakat mengidap penyakit, krisis air bersih, banjir bandang, banjir lumpur, dan lain-lain. Bank-bank tersebut adalah CIMB Bank, Standard Chartered, Mizuho, UOB, OCBC Bank, HSBC, China Trust, Citibank, Bank Mega, Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ, Sumitomo Mitsui Banking Corporation, ANZ, China Development Bank, Bank Mandiri, Barclays, Bank of China, Permata Bank, BRI, Maybank, Paninbank, dan Development Bank of Singapore (DBS). Jatam meminta pemerintah mengubah kebijakan ekonomi sektor keuangan dan perbankan terhadap hal lain yang lebih berkelanjutan, serta Bank Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup mendorong bank-bank nasional dan internasional tidak berinvestasi pada energi kotor seperti batubara. 4 3. Pada 1 September 2014, Aliansi Warga Rembang Peduli Pegunungan Kendeng (AWRPPK), Walhi dan LBH Semarang melakukan aksi protes menolak pertambangan dan pendirian pabrik PT Semen Gresik (Persero) Tbk (sekarang PT Semen Indonesia—SI) di Rembang, Jawa Tengah. Mereka menggugat Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 668/1/17 Tahun 2012 atas izin lingkungan kepada SI di Gunung Watuputih yang merupakan kawasan konservasi/lindung dengan cekungan air tanah yang seharusnya tidak boleh ditambang, karena mengakibatkan polusi udara, mengganggu kebutuhan air masyarakat bahkan warga akan kehilangan pekerjaan sebagai petani dan peternak. Selain itu, warga tidak dilibatkan dalam penyusunan Amdal. Mereka mengajukan gugatan kembali kepada Mahkamah Agung dengan mengabulkan PK, memutuskan putusan judex facti dan membatalkan obyek sengketa (izin lingkungan pertambangan dan pendirian semen SI). Atas putusan MA, warga meminta Gubernur Jateng menghentikan pendirian pabrik SI. 4. Pada 4 Februari 2015, Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Jalin D’Toba mendesak pemerintah untuk mengevaluasi izin PT Inti Indorayon Utama (sekarang PT Toba Pulp Lestari—TPL), telah menebangi lebih dari 8.500 hektar hutan dan penggunaan lahan melebihi 125.000 hektar, dari seluruh hutan di pinggir Danau Toba hingga kawasan masyarakat Kabupaten Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Simalungun, Tapanuli Utara, yang mengakibatkan pendangkalan Danau Toba, hutan rusak, pencemaran udara, kekayaan hayati hilang, sungai tercemar, dan merusak perekonomian 5 masyarakat. Mereka menuntut TPL ditutup dan bertanggungjawab mengembalikan lahan kepada masyarakat adat, yang diambil dengan caracara tidak terpuji. Dalam hasil rapat, DPRD Sumatera Utara membentuk pansus untuk mengaudit ulang dan peninjauan izin yang akan diajukan ke pemerintah pusat, dan TPL diminta menghentikan kegiatan operasionalnya sampai keputusan final DRPD Sumut. Dari kasus-kasus di atas menjadikan alasan mengapa pelaksanaan tanggung jawab sosial saat ini dikatakan sebagai salah satu kewajiban moral perusahaan. Namun, kesadaran perusahaan-perusahaan di Indonesia masih rendah untuk membuat laporan pertanggungjawaban sosial karena mereka menganggap pengungkapan tanggung jawab sosial hanya berlatar kebutuhan perusahaan untuk membentuk image bahwa dalam pandangan stakeholder perusahaan memiliki kepedulian terhadap lingkungan sosial dan lingkungan hidup, serta berdampak pada pengeluaran yang pada akhirnya akan mengurangi keuntungan perusahaan. Banyak faktor yang berpengaruh didalam pengungkapan tanggung jawab sosial suatu perusahaan, namun belum menunjukkan hasil yang konsisten. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan struktur kepemilikan saham dengan pengungkapan tanggung jawab sosial seperti yang dilakukan oleh Nasir dan Abdullah (2004) dalam Maulidra (2015), Crisostomo et al. (2010); Jia dan Zang (2012) dalam Eriandani (2013), serta Eriandani (2013) menyatakan terdapat pengaruh positif kepemilikan manajerial dengan pengungkapan tanggung jawab sosial. Namun Barnea dan Rubin (2006) dalam Bangun dkk (2012), Bangun dkk 6 (2012), dan Maulidra (2015) memberikan hasil berbeda dimana kepemilikan manajerial berpengaruh negatif secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian mengenai kepemilikan institusional dengan pengungkapan tanggung jawab sosial hasilnya belum konsisten. Jensen dan Meckling (1976) dalam Purnama dkk (2014), Purnama dkk (2014), dan Budiman (2015) membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara kepemilikan institusional dengan pengungkapan tanggung jawab sosial. Sedangkan penelitian lain oleh Coffey dan Fryxell (1991); Machmud dan Djakman (2008) dalam Eriandani (2013), Bangun dkk (2012), Eriandani (2013), dan Maulidra (2015) tidak membuktikan adanya hubungan kepemilikan institusional dengan pengungkapan tanggung jawab sosial. Dalam penelitian mengenai kepemilikan pemerintah terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial oleh Widiana (2012) serta Karina dan Yuyetta (2013) bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan pada kedua variabel tersebut. Berbeda dengan Rio (2013) dalam Zulfi (2014) dan Zulfi (2014) tidak menemukan adanya pengaruh antara kepemilikan pemerintah dengan pengungkapan tanggung jawab sosial. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Amran dan Devi (2008) dalam Pian KS (2010), Widiana (2012), Karina dan Yuyetta (2013), Sari (2014), dan Maulidra (2015) mengenai kepemilikan asing tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Sedangkan Tanimoto dan Suzuki (2005) dalam Machmud dan Chaerul (2006); dalam Maulidra (2015), Dewi dan 7 Suaryana (2015), serta Budiman (2015) menemukan kepemilikan asing berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Karakteristik perusahaan seperti ukuran perusahaan, leverage, dan tipe industri banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan keuangan perusahaan. Penelitian yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh Machmud dan Djakman (2008) dalam Purwanto (2011), Purwanto (2011), Widiana (2012), Eriandani (2013), Karina dan Yuyetta (2013), serta Purnama dkk (2014) berpengaruh positif secara signifikan. Sedangkan Singh dan Ahuja (1983) dalam Gray et al. (2001); dalam Khadifa (2014), Robert (1992) dalam Oktafianti dan Rizki (2015), Zulfi (2014), dan Budiman (2015) tidak menemukan pengaruh secara signifikan antara kedua variabel tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Purnama dkk (2014), Cormier dan Magnan (1999) dalam Khadifa (2014), serta Purnama dkk (2014) menemukan hubungan yang negatif signifikan antara leverage dengan pengungkapan tanggung jawab sosial. Sementara Suda dan Kokubu (1994) dalam Khadifa (2014), Widiana (2012), Eriandani (2013), Karina dan Yuyetta (2013), serta Maulidra (2015) tidak menemukan hubungan antara kedua variabel tersebut. Penelitian yang dilakukan Kelly (1981); Davey (1982); Ng (1985) dan Cowen et al. (1987) dalam Hackston dan Milne (1996); dalam Sari (2012), Widiana (2012), Eriandani (2013), serta Karina dan Yuyetta (2013) tidak 8 menemukan hubungan antara tipe industri dan pengungkapan tanggung jawab sosial. Sedangkan Machmud dan Djakman (2008) dalam Purwanto (2011), Purwanto (2011), dan Zulfi (2014) menemukan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara kedua variabel tersebut. Berikut ini adalah tabel hasil penelitian research gap yang disajikan secara ringkas: Tabel 1.1 Ringkasan Research Gap Variabel Dependen Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Peneliti Variabel Independen Kepemilikan Manajerial (+) Eriandani (2013) Purwanto (2011) Widiana (2012) (-) Bangun (2012) Karina (2013) Purnama (2014) Sari (2014) Zulfi (2014) Dewi (2015) (-) Maulidra (2015) Budiman (2015) Sumber: berbagai jurnal ilmiah Kepemilikan Institusional X Kepemilikan Pemerintah Kepemilikan Asing (+) X (+) X Ukuran Perusahaan (+) (+) (+) Leverage X X Tipe Industri X (+) X X (+) (+) (+) X (-) X X X X (+) X (+) X (+) (+) X X Keterangan: (+) : Berpengaruh positif signifikan (-) : Berpengaruh negatif signifikan X : Tidak berpengaruh Penelitian ini dilakukan untuk menguji hubungan struktur kepemilikan saham dan karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab 9 sosial perusahaan karena beberapa penelitian terdahulu masih terdapat research gap atau ketidakkonsistenan hasil penelitian dan dimotivasi oleh masih rendahnya kuantitas praktek penggungkapan tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yaitu penelitian Eriandani (2013) dengan mengadopsi beberapa faktor dan menambahkan faktor baru. Adapun variabel yang diadopsi dalam penelitian ini yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, leverage, ukuran perusahaan dan tipe industri; sedangkan variabel baru yang dimasukkan adalah kepemilikan asing dan kepemilikan pemerintah. Dalam penelitian ini dilakukan pada seluruh sektor perusahaan dan periode observasi yang berbeda dengan menggunakan indeks Global Reporting Initiative versi G4 Guidelines. Alasan digunakannya standar GRI di dalam penelitian ini karena pengungkapan yang terdapat di dalam GRI bersifat internasional dan dapat digunakan untuk berbagai macam sektor dan ukuran perusahaan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “PENGARUH STRUKTUR KARATERISTIK TANGGUNG KEPEMILIKAN PERUSAHAAN JAWAB SOSIAL TERHADAP PADA SAHAM DAN PENGUNGKAPAN PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2012-2015.” 10 1.2 Perumusan Masalah Sampai saat ini masih banyak perusahaan di Indonesia yang melakukan pelanggaran CSR sehingga mengakibatkan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Masalah lingkungan sosial merupakan masalah yang sensitif bagi masyarakat. Jika masyarakat menganggap perusahaan tidak memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya, serta tidak merasakan kontribusi secara langsung bahkan mereka merasakan dampak negatif dari beroperasinya sebuah perusahaan, maka akan menimbulkan rasa tidak percaya masyarakat terhadap sebuah perusahaan. Hal ini perusahaan memperlukan suatu dorongan dan tindakan proaktif manajemen lingkungan agar melaksanakan pertanggungjawaban sosialnya dengan baik. CSR memiliki peran penting untuk keberlangsungan hidup perusahaan (going concern) dan berkaitan erat hubungan perusahaan dengan stakeholder dan masyarakat luas. Adanya berbagai masalah seperti keanekaragaman hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Purwanto (2011), Widiana (2012), Bangun dkk (2012), Eriandani (2013), Karina dan Yuyetta (2013), Purnama dkk (2014), Sari (2014), Zulfi (2014), Dewi dan Suaryana (2015), Maulidra (2015), dan Budiman (2015) tentang variabel yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial. Ketidakselarasan antara masyarakat dan perusahaan yang terlihat pada banyaknya perusahaan dianggap telah memberikan kontribusi bagi kemajuan ekonomi dan teknologi tetapi perusahaan tersebut mendapat kritik karena telah menciptakan masalah sosial. Hal tersebut mendorong untuk dilakukan pengujian kembali 11 terhadap struktur kepemilikan saham dan karakteristik perusahaan pada pengungkapan tanggung jawab sosial. Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa pertanyaan penelitian untuk menjawab masalah yang dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Apakah struktur kepemilikan saham yang diproksikan dengan kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham institusional, kepemilikan saham pemerintah, dan kepemilikan saham asing berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan pada perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2012-2015? 2. Apakah karakteristik perusahaan yang diproksikan dengan ukuran perusahaan, leverage, dan tipe industri berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan pada perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2012-2015? 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana disebutkan sebelumnya, maka diperoleh tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Menguji secara (kepemilikan empiris saham pengaruh manajerial, struktur kepemilikan kepemilikan saham saham institusional, kepemilikan saham pemerintah, dan kepemilikan saham asing) terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. 12 2. Menguji secara empiris pengaruh karakteristik perusahaan (ukuran perusahaan, leverage, dan tipe industri) terhadap pengungkapan tanggu ng jawab sosial perusahaan. 1.3.2 Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Aspek Praktis a. Bagi investor atau calon investor Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk pengambilan kebijakan oleh investor maupun calon investor, terutama sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijaksanaan sehubungan dengan penerapan tanggung jawab sosial dalam operasional perusahaan dan pengungkapannya dalam laporan tahunan perusahaan. b. Bagi perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perusahaan sehubungan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah dilakukan atau dilaksanakan agar menjadikan perusahaan lebih peduli terhadap pelaksanaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan di masa mendatang. 13 c. Bagi pemerintah atau regulator Penelitian ini diharapkan dapat memberi pertimbangan ataupun masukan kepada pemerintah atau regulator dalam membuat peraturan maupun kebijakan mengenai aturan perusahaan dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial. 2. Aspek Teoritis a. Bagi penulis Dengan melakukan penelitian ini maka penulis akan mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam tentang pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan. b. Bagi akademisi Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya disamping sebagai sarana untuk menambah wawasan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.1.1 Variabel Penelitian Variabel merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari atau ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2009). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel, antara lain: 1. Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen yang digunakan adalah corporate social responsiibility reporting atau pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. 2. Variabel bebas (indpendent variable) adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain. Penelitian ini menggunakan variabel independen yang terdiri dari kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan asing, kepemilikan pemerintah, ukuran perusahaan, leverage, dan tipe industri. 3.1.2 Definisi Operasional 3.1.2.1 Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Corporate Social Responsibility Disclosure (CSRD) atau pengungkapan tanggung jawab sosial 72 73 dalam laporan tahunan. CSRD merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan (Sembiring, 2005). Pengukuran CSRD dinyatakan dalam Corporate Social Responsibility Disclosure Index (CSDI) dengan membandingkan jumlah pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan dengan pengungkapan yang disyaratkan oleh GRI (Global Reporting Initiative). GRI terdiri dari 6 pengungkapan, yaitu economics, environment, labour practices, human rights, society, dan product responsibility yang meliputi 91 item pengungkapan. Mengingat masih sedikitnya perusahaan di Indonesia yang melaporkan kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungannya, maka penelitian ini pun terbatas hanya pada data-data yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan. Pengukuran indeks pengungkapan CSR dilakukan dengan metode analisis (content analysis) yaitu metode pengkodifikasian teks dengan ciri-ciri yang sama ditulis dalam berbagai kelompok atau kategori berdasar pada kinerja yang ditentukan (Weber, 1988 dalam Sembiring, 2005), yang diukur dengan alat bantu GRI G4 Guidelines. Peneliti memilih GRI G4 Guidelines sebagai alat bantu dengan alasan bahwa beberapa perusahaan publik di Indonesia sudah menggunakan panduan GRI G4 untuk laporan tahunan pada tahun 2015. Atas alasan konsistensi, alat bantu yang sama masih digunakan untuk mengukur tingkat pengungkapan laporan tahunan periode tahun 2012-2014, dimana mayoritas perusahaan menggunakan kerangka GRI G3 atau GRI G3.1 untuk laporan tahunannya. Namun peneliti melihat hal tersebut bukan sebagai masalah yang 74 material dikarenakan hanya ada sedikit perbedaan konten dalam GRI G3, GRI G3.1 dengan GRI G4 dimana tambahan item dalam kerangka GRI G4 belum banyak diungkap oleh perusahaan yang melaporkan laporan tahunan dengan menggunakan kerangka GRI G3 atau GRI G3.1 pada tahun 2012-2014. Untuk setiap item pengungkapan akan diberi skor 1 jika diungkapkan dan skor 0 jika tidak diungkapkan. Perhitungan Corporate Social Responsibility Disclosure Index (CSRDI) dirumuskan sebagai berikut: 3.1.2.2 Variabel Independen Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu struktur kepemilikan saham (kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan pemerintah, dan kepemilikan asing) dan karakteristik perusahaan (ukuran perusahaan, leverage, dan tipe industri). 1. Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen yaitu manajer, direksi, dewan komisaris, dan pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam pengambilan keputusan perusahaan. Kepemilikan manajemen diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen dari jumlah saham yang beredar, dengan rumus sebagai berikut (Soliman et al., 2012 dalam Eriandani, 2013): 75 2. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham oleh pihak institusi seperti yayasan, bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun, perseroan terbatas, dan institusi lainnya. Kepemilikan institusional diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh institusi dari jumlah saham yang beredar, dengan rumus sebagai berikut (Soliman et al., 2012 dalam Eriandani, 2013): 3. Kepemilikan Pemerintah Kepemilikan pemerintah adalah kepemilikan saham perusahaan oleh pemerintah. Perusahaan yang memiliki struktur kepemilikan pemerintah akan lebih sensitif secara politik karena kegiatan-kegiatan pemerintah akan lebih diperhatikan publik. Kepemilikan pemerintah diukur dengan menggunakan persentase pemilikan saham pemerintah terhadap jumlah saham perusahaan, dengan rumus sebagai berikut (Widiana, 2012): 4. Kepemilikan Asing Kepemilikan asing adalah kepemilikan saham oleh investor asing yakni perorangan, badan hukum, pemerintah serta bagian-bagiannya yang berstatus luar negeri terhadap saham perusahaan di Indonesia. 76 Kepemilikan asing diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh pihak asing terhadap jumlah saham perusahaan, dengan rumus sebagai berikut (Widiana, 2012): 5. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan adalah besarnya lingkup atau luas perusahaan dalam menjalankan operasinya. Ukuran perusahaan diukur dengan total aset yang dimiliki perusahaan, yang diproksikan dalam logaritma natural untuk mengurangi perbedaan yang signifikan antara ukuran perusahaan besar dan ukuran perusahaan kecil sehingga data total aset dapat terdistribusi normal. Ukuran perusahaan dirumuskan sebagai berikut (Purwanto, 2011): 6. Leverage Leverage adalah skala pengukuran seberapa besar perusahaan tergantung pada kreditur dalam membiayai aset perusahaan. Leverage dapat diukur dengan rumus Debt to Equity Ratio (DER) sebagai berikut (Karina dan Yuyetta, 2013): 77 7. Tipe industri Tipe industri adalah karateristik yang dimiliki oleh perusahaan yang berkaitan dengan bidang usaha, risiko usaha, karyawan yang dimiliki, dan lingkungan perusahaan (Zulfi, 2014). Tipe industri diukur dengan menggunakan variabel dummy, yaitu nilai 1 untuk perusahaan high profile dan nilai 0 untuk perusahaan low profile. High profile akan diberi nilai 1 yaitu untuk perusahaan yang bergerak di bidang perminyakan dan pertambangan, kimia, hutan, kertas, otomotif, penerbangan, agribisnis, tembakau dan rokok, produk makanan dan minuman, media dan komunikasi, energi (listrik), engineering, kesehatan, serta transportasi dan pariwisata. Nilai 0 diberikan untuk perusahaan low profile di bidang bangunan, keuangan dan perbankan, supplier peralatan medis, properti, retailer, tekstil dan produk tekstil, produk personal, dan produk rumah tangga. Pada tabel 3.1 berikut ini dapat dilihat ringkasan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 78 Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel No. 1. 2. 3. 4. 5. Nama Variabel Kepemilikan saham manajerial Kepemilikan saham institusional Kepemilikan saham pemerintah Kepemilikan saham asing Ukuran perusahaan Definisi Variabel Kepemilikan saham oleh pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan. Kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dan institusi lainnya. Kepemilikan saham oleh pemerintah, yang menyebabkan perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya menyelaraskan dengan kepentingan pemerintah. Kepemilikan saham oleh perorangan, badan hukum, maupun pemerintah yang berasal dari investor asing (luar negeri). Besarnya lingkup atau luas perusahaan dalam menjalankan operasinya. Cara Pengukuran Variabel Keterangan: ∑= Sumber Rizky Eriandani (2013) % = 100% Keterangan: Rizky Eriandani (2013) ∑= % = 100% Dina Widiana (2012) Dina Widiana (2012) Agus Purwanto (2011) 79 No. 6. 7. Nama Variabel Leverage Tipe industri Definisi Variabel Skala pengukuran seberapa besar perusahaan tergantung pada kreditur dalam membiayai aset perusahaan. Karateristik yang dimiliki oleh perusahaan yang berkaitan dengan bidang usaha, risiko usaha, karyawan yang dimiliki, dan lingkungan perusahaan. Cara Pengukuran Variabel Sumber Karina dan Yuyetta (2013) Skor 1 untuk perusahaan high profile; skor 0 untuk perusahaan low profile. Nike Meilissa Zulfi (2014) Sumber: berbagai jurnal terdahulu 3.2 Objek Penelitian, Unit Sampel, Populasi, dan Penentuan Sampel 3.2.1 Objek Penelitian dan Unit Sampel Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Unit sampel dalam penelitian ini adalah laporan keuangan dan laporan tahunan audit dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3.2.2 Populasi dan Penentuan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2015. 80 Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2009). Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu suatu pengambilan sampel berdasarkan kriteriakriteria dan tujuan tertentu. Kriteria penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan yang terdaftar di BEI dan tidak mengalami delisting selama periode tahun 2012-2015. 2. Perusahaan yang menerbitkan dan mempublikasikan laporan keuangan dan laporan tahunan audit secara lengkap selama periode 2012-2015. 3. Perusahaan yang menyediakan informasi mengenai pelaksanaan CSR pada laporan tahunan audit selama tahun pengamatan. 4. Perusahaan yang memiliki kepemilikan manajerial, institusional, pemerintah, maupun pihak asing. 3.3 Jenis dan Sumber Data 3.3.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain), berupa jurnal atau literatur lain yang relevan diperoleh dari studi pustaka. 1.3.2 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari laporan keuangan dan laporan tahunan audit pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek 81 Indonesia selama periode 2012-2015. Data diperoleh dari situs resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) dan website perusahaan. 3.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi, yaitu metode dengan teknik pengambilan data dengan cara mencari dan mengumpulkan data yang diperoleh dari laporan keuangan dan laporan tahunan audit yang dipublikasikan, kemudian ditelusuri dan dicatat seluruh informasi yang diperlukan untuk penelitian ini. Laporan keuangan dan laporan tahunan audit yang dipublikasikan untuk penelitian ini adalah laporan pada tahun 2012-2015. Sebagai panduan, digunakan suatu daftar pertanyaan yang berisi item-item pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sesuai dengan indeks GRI versi G4. 1.5 Metode Analisis Data 3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran umum dari semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini atau deskripsi suatu data yang dilihat dari rata-rata, nilai minimum, dan maksimum, serta standar deviasi semua variabel tersebut (Ghozali, 2011). 1.5.2 Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui kelayakan dari suatu model regresi yaitu memenuhi syarat–syarat harus terdistribusi secara normal, tidak mengandung multikolinearitas, autokorelasi, dan heterokedasitas. Uji asumsi 82 klasik dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas dan uji autokorelasi. 3.5.2.1 Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2011). Model regresi yang baik adalah apabila keduanya mempunyai distribusi normal atau mendekati normal. Ada 2 cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2011). Dalam analisis grafik normalitas dapat dideteksi dengan melihat tabel histogram dan penyebaran data (titik) pada sumber dari grafik normal probability plot. Jika titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal maka data tersebut berdistribusi normal. Uji statistik yang digunakan untuk menguji normalitas suatu data adalah dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan tingkat kepercayaan 5 persen. Dasar pengambilan keputusan normal atau tidaknya data yang akan diolah adalah sebagai berikut: a. Apabila hasil signifikansi lebih besar (>) dari 0,05 maka data terdistribusi normal. b. Apabila hasil signifikansi lebih kecil (<) dari 0,05 maka data tersebut tidak terdistribusi secara normal. 3.5.2.2 Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2011). Jika variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan 83 lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2011). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya, heteroskedastisitas di dalam model regresi dapat menggunakan beberapa cara, yaitu dengan uji Glejser. Jika tidak ada variabel yang signifikan maka mengindikasikan tidak ada masalah heteroskedastisitas. 3.5.2.3 Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen), sehingga uji jenis ini hanya digunakan apabila variabel independen dalam penelitian lebih dari satu. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas, dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai Tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10. 3.5.2.4 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, penelitian ini menggunakan metode uji Durbin-Watson (DW test). 84 Metode Durbin-Watson menggunakan titik kritis yaitu batas bawah (dl) dan batas atas (du). Dasar pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dengan menggunakan tabel Durbin-Watson (Ghozali, 2011): 1. Jika du < d < 4 – du, maka tidak ada autokorelasi positif atau negatif. 2. Jika 0 < d < dl, maka tidak ada autokorelasi positif. 3. Jika dl ≤ d ≤ du, maka tidak ada autokorelasi positif. 4. Jika 4 – dl < d < 4, maka tidak ada korelasi negatif. 5. Jika 4 – du ≤ d ≤ 4 – dl, maka tidak ada korelasi negatif. 3.5.3 Analisis Regresi Linear Berganda Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda yang merupakan studi mengenai ketergantungan variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen, dengan tujuan untuk mengestimasi dan atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati dalam Ghozali, 2011). Model persamaan regresi yang akan diuji adalah sebagai berikut: Keterangan: Y : Corporate Social Responsibility (CSR) α : Konstanta X1 : Kepemilikan manajerial X2 : Kepemilikan institusional X3 : Kepemilikan pemerintah X4 : Kepemilikan asing 85 X5 : Ukuran perusahaan X6 : Leverage (DER) X7 : Tipe industri β1 – β7 : Koefisien regresi e : Error atau faktor ganguan lain yang mempengaruhi Y 3.5.4 Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 sampai dengan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2011). Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Oleh karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik. Bila nilai adjusted R2 semakin mendekati 1, maka semakin baik kemampuan model tersebut dalam menjelaskan variabel dependen (Ghozali, 2011). 3.5.5 Uji Layak Model (Uji Statistik F) Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011). Uji ini dapat 86 membandingkan nilai F hasil hitung dengan nilai F menurut tabel. Jika F hitung <F tabel maka Ho diterima sehingga dapat dikatakan bahwa variabel dari model regresi tidak mampu menjelaskan variabel terikat atau tidak memiliki pengaruh signifikan. Sebaliknya jika F hitung > F tabel maka Ho ditolak, dapat dikatakan bahwa variabel bebas dari model regresi mampu menjelaskan variabel terikat atau berpengaruh secara signifikan (Ghozali, 2011). 3.5.6 Uji Parsial (Uji Statistik t) Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011). Uji t dapat dilakukan dengan membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel. Apabila t hitung > t tabel, maka Ho ditolak, dengan demikian variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat yang ada dalam model. Sebaliknya apabila t hitung < t tabel, maka Ho diterima, dengan demikian variabel bebas tidak dapat menjelaskan variabel terikat atau dengan kata lain tidak ada pengaruh antara 2 variabel yang diuji.