NASKAH PUBLIKASI MEMAHAMI PENGARUH DISKOTEK

advertisement
NASKAH PUBLIKASI
MEMAHAMI PENGARUH DISKOTEK TERHADAP
PERILAKU SEKSUAL REMAJA AWAL DI KOTA YOGYAKARTA
Oleh:
Rico Ramadhan
Sonny Andrianto
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2006
NASKAH PUBLIKASI
MEMAHAMI PENGARUH DISKOTEK TERHADAP
PERILAKU SEKSUAL REMAJA AWAL DI KOTA YOGYAKARTA
Telah Disetujui Pada Tanggal
_______________________
Dosen Pembimbing Utama
(Sonny Andrianto, S.Psi, M.Si)
MEMAHAMI PENGARUH DISKOTEK TERHADAP
PERILAKU SEKSUAL REMAJA AWAL DI KOTA YOGYAKARTA
Rico Ramadhan
Sonny Andrianto
INTISARI
Penelitian ini merupakan penggambaran mendalam untuk memahami pengaruh
diskotek terhadap perilaku seksual remaja awal di kota Yogya. Pertanyaan penelitian
ini adalah bagaimana pengaruh diskotek terhadap perilaku seksual remaja awal
pengunjung diskotek di kota Yogyakarta.
Penelitian ini mengambil subyek sebanyak empat orang remaja awal yang
terdiri atas dua orang remaja putra dan dua orang remaja putri, dan dipilih
berdasarkan teknik pengambilan sample secara purposive sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel yang diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data
yang penting berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti (Sutopo, 2002).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan
pendekatan teoretisasi data (grounded theory approach). Grounded Theory adalah
teori yang diperoleh secara induktif dari penelitian tentang fenomena yang dijelaskan
(Staruss dan Corbin, 2003). Metode penelitian dengan menggunakan prosedur
wawancara dan observasi untuk menggambarkan kejadian sebenarnya yang diteliti.
Sutopo (2002) mengatakan bahwa penelitian kualitatif melibatkan kegiatan ontologis
yaitu data dikumpulkan terutama berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang
memiliki arti lebih daripada sekadar angka atau frekuensi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa diskotek mempengaruhi perilaku
seksual remaja awal di kota Yogyakarta ke dalam dua faktor utama yaitu factor
psikologis yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri dan faktor social feedback
yang berasal dari lingkungan diskotek atau dari luar diri individu itu sendiri, dalam
hal ini lingkungan diskotek. Kedua faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain
yang pada akhirnya melatarbelakangi perilaku seksual pada remaja awal pengunjung
diskotek di kota Yogyakarta.
Kata kunci : Perilaku seksual, remaja awal
MEMAHAMI PENGARUH DISKOTEK TERHADAP
PERILAKU SEKSUAL REMAJA AWAL DI KOTA YOGYAKARTA
Pengantar
Latar Belakang Masalah
Remaja atau generasi muda Indonesia adalah sumber daya manusia dan
harapan bangsa. Di pundak para remajalah masa depan dan cita-cita bangsa Indonesia
dipertaruhkan. Remaja yang menikmati masa remajanya dalam batas-batas kewajaran
akan meninggalkan masa remaja dengan kesan-kesan dan pengalaman-pengalaman
yang manis, sedangkan bagi remaja yang lepas kendali dalam menikmati masa
remajanya akan menjurus ke hal-hal yang berdampak negatif seperti kenakalan yang
berakibat perkelahian antar remaja, penyalahgunaan NAPZA, dan perilaku seksual
remaja. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Willis (2005) bahwa ternyata
banyak diantara para remaja tersebut yang tidak menyadari bahwa beberapa
pengalaman dan petualangan akan hal-hal baru yang tampak menyenangkan ternyata
dapat menjerumuskan remaja itu sendiri ke hal-hal yang sifatnya negatif seperti
halnya narkoba, kriminal, dan kejahatan seks.
Salah satu jenis kegiatan yang paling fenomenal dan sering dilakukan oleh
remaja terutama di kalangan remaja kota-kota besar di Indonesia adalah semakin
banyaknya remaja yang mengunjungi diskotek. Kegiatan ini lebih sering dikenal
dengan istilah “Dunia Gemerlap” atau yang biasa disebut dengan istilah “Dugem”.
Dugem merupakan sebuah gaya hidup yang saat ini sedang digandrungi remaja baik
di kota metropolitan maupun di kota-kota yang lain. Aktivitas dugem biasanya
dilakukan pada malam hari, terutama di akhir pekan, dengan mengunjungi diskotik
mulai dari menikmati musik, berdisko bersama lawan jenis, bahkan sampai
menikmati benda-benda terlarang yang dapat merusak akal. (Republika, “dugem apa
perlu?”, 11/04/04).
Yogyakarta sebagai salah satu kota besar di Indonesia dan juga lebih dikenal
sebagai kota pelajar, ternyata tidak luput dari fenomena dugem tersebut. Banyak
diantara penduduk kota Yogya yang mengunjungi diskotek dan tempat-tempat
hiburan malam lainnya, karena hampir di setiap sudut kota Yogya dapat ditemukan
tempat-tempat hiburan, dan bersantai bagi penduduknya, yang sebagian besar adalah
pelajar dan mahasiswa, seperti kafe-kafe, klub-klub malam, coffee break, diskotik,
rumah karaoke dan lain sebagainya. Tempat-tempat tersebut menawarkan
“kesenangan-kesenangan” tertentu kepada penduduk kota Yogyakarta sebagai salah
satu alternatif untuk menghilangkan kepenatan akibat padatnya aktivitas mereka
sehari-hari.
Keberadaan diskotek dewasa ini ternyata sudah sangat merisaukan. Sebab
selain merupakan tempat bersantai untuk melepaskan kepenatan sambil mendengar
alunan irama musik, menari, dan berdisko, ternyata kegiatan dalam diskotek itu juga
diiringi dengan semakin permisifnya perilaku seksual remaja.
Menurut data penelitian yang terjadi di lapangan, ternyata remaja SMU lebih
rentan melakukan perilaku seks pra-nikah dibandingkan remaja SMP. Hal tersebut
dimungkinkan karena di masa SMP, gaya remaja berpacaran masih cenderung takuttakut Sedangkan menginjak masa SMU remaja cenderung lebih berani. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Boyke (2005):
“...Dari data penelitian, remaja yang hamil dibandingkan SMP dan SMA itu
lebih banyak pada masa-masa SMA-nya..karena apa? secara logis saja mereka
mungkin ya kalo masa-masa SMP itu pacarannya masih takut-takut. Tapi kalo
sudah SMU justru sudah berani nonton BF dan sebagainya juga menjadi lebih
mudah ya… mereka mendapatkan akses-akses ee..apa..hal-hal yang bersifat
menyenangkan dia seperti blue film, majalah-majalah atau media-media
porno..”
Berdasarkan fenomena dan data-data penelitian di atas, maka penulis berusaha
untuk mengadakan penelitan kualitatif yang sifatnya grounded theory untuk
memahami “Bagaimanakah Pengaruh Diskotek Terhadap Perilaku Seks Remaja Awal
Di Kota Yogyakarta?”.
Penelitian ini mengambil subyek sebanyak empat orang remaja awal yang
terdiri atas dua orang remaja putra dan dua orang remaja putri, dan dipilih
berdasarkan teknik pengambilan sample secara purposive sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel yang diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data
yang penting berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti (Sutopo, 2002).
Secara umum, perilaku adalah respon gerak dan aktivitas kelenjar yang
dilakukan seseorang terhadap situasi yang ia hadapi. Dalam dunia psikologi tingkah
laku ini dirumuskan bermacam-macam, disebabkan adanya pandangan atau titik tolak
yang berbeda mengenai aliran-aliran yang ada: (1) aktivitas organisme, (2) aktivitas
yang dapat diukur, (3) respon-respon individu atau kelompok sebagai akibat stimulus,
(4) gerakan, (5) aktivitas total individu baik yang dapat diamati maupun yang tidak
dapat diamati (Sitanggang, 1994).
Konsep tentang perilaku seksual seringkali diasosiasikan dengan terjadinya
hubungan seks antara laki-laki dan perempuan, yaitu penetrasi vagina dan ejakulasi.
Pengertian-pengertian seperti ini tentu saja terlalu simplisitis dan biologis-sentris
karena sesungguhnya perilaku seksual mencakup segala bentuk ekspresi seksual yang
dilakukan seseorang mulai dari hubungan heteroseksual, homoseksual sampai
beragam tehnik dan gaya (seks oral, seks anal, masturbasi, dll) untuk mencapai
kepuasan seksual baik secara biologis maupun psikologis. Dalam perilaku seksual ini
terjadi interaksi antara aspek-aspek fisiologi, sosio-psikologis, dan budaya. Hal
tersebut sejalan dengan pernyataan Sarwono (2004) bahwa perilaku seksual remaja
adalah segala tingkah laku remaja yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan
lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa
bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan,
bercumbu, dan bersenggama dengan objek seksual berupa orang lain, orang dalam
khayalan atau diri sendiri.
Adapun yang membedakan tema penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
adalah untuk memahami “Bagaimanakah Pengaruh Diskotek Terhadap Perilaku
Seksual Remaja Awal Di Kota Yogyakarta?”.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan
pendekatan teoretisasi data (grounded theory approach). Grounded Theory adalah
teori yang diperoleh secara induktif dari penelitian tentang fenomena yang dijelaskan
(Staruss dan Corbin, 2003). Metode penelitian dengan menggunakan prosedur
wawancara dan observasi untuk menggambarkan kejadian sebenarnya yang diteliti.
Sutopo (2002) mengatakan bahwa penelitian kualitatif melibatkan kegiatan ontologis
yaitu data dikumpulkan terutama berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang
memiliki arti lebih daripada sekadar angka atau frekuensi.
Metode analisis data
Miles & Huberman (Sutopo, 2002) membagi analisis data dalam penel;itian
kualitatif ke dalam dua tahap, yaitu;
a. Reduksi data
Reduksi data merupakan komponen utama yang merupakan bagian dari
analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat focus, membuang
hal-hal yang tidak penting dan mengatu data sehingga kesimpulan penelitian
dapat dilakukan
b. Sajian Data
Tahap analisis yang kedua yaitu sajian data. Sajian data merupakan suatu
rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang
memungkinkan kesimpulan penelitian. Sajian data pertama disusun secara
sistematis dan logis sehingga makna peristiwa yang terjadi di dalamnya
dapat lebih jelas difahami dan memungkinkan peneliti melakukan suatu
tindakan lain berdasarkan pemahamnnya tersebut. Sajian data yang kedua
yaitu menyajikan data berbentuk skema atau gambar sebagai pendukung
narasinya. Hal ini bertujuan dapat mengacu pada rumusan masalah yang
telah dirumuskan pada pertanyaan penelitian sehingga narasi yang tersaji
dalam bentuk gambar atau skema merupakan deskripsi mengenai kondisi
rinci untuk menceritakan dan menjawab permasalahan yang diteliti.
Hasil Penelitian
Setelah dilakukan wawancara kepada semua subyek dalam penelitian ini, dapat
dibuat model bagan tentang pengaruh diskotek terhadap perilaku seksual remaja awal
yang notabenenya adalah pelajar SMA dan sederajatnya yang berada di Yogyakarta.
Adapun bagan mengenai model tersebut disajikan pada halaman berikutnya
mengingat keterbatasan pada halaman ini.
Bagan 1.
Faktor-faktor Pengaruh Disktek Terhadap Perilaku Seksual Remaja Awal di
Kota Yogyakarta
Remaja Awal
- Menyukai
lawan jenis
- Berpacaran
- Berpegangan
tangan
Mekanisme
Pertahanan Diri
(rasionalisasi)
Kontekstual
- Pengaruh situasi
yang mendukung
- Pengaruh tempat
yang mendukung
Diskotek
Psikologis
- Sayang pada
pasangannya
- Menjadi lebih dekat
dengan pasangan
- Mengenyampingkan
perasaan bersalah dan
berdosa
-
Perilaku Seksual Remaja Awal
Pengunjung Diskotek
Perilaku seksual yang meningkat
Perilaku seksual sebagai kebutuhan
Adanya komitmen pacaran
Laki-laki lebih aktif dalam memulai
perilaku seksual daripada
perempuan
Social
Feedback
Teman-teman
- Efek Modelling
- Polarisasi
kelompok
-
Media massa
Televisi
Majalah
Internet
VCD porno
Pembahasan
Berdasarkan bagan tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa telah terjadi
perubahan perilaku seksual pada diri seorang remaja pengunjung diskotek apabila
dibandingkan dengan ketika Ia belum pernah mengunjungi sebuah diskotek. Sarwono
(2004) menyatakan bahwa perilaku seksual remaja adalah segala tingkah laku remaja
yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan
sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari
perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama dengan
objek seksual berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri.
Bentuk perilaku seksual yang ditunjukkan sebelum mengunjungi diskotek
adalah adanya perasaan suka dan tertarik kepada lawan jenisnya. Secara keseluruhan
hal tersebut muncul pertama kali ketika mereka masih duduk di bangku sekolah
dasar. Kemudian secara bertahap terjadi peningkatan perilaku seksual pada diri
seorang remaja yang sering mengunjungi diskotek. Santrock (2003) menyatakan
bahwa perilaku seksual pada remaja biasanya bersifat meningkat atau progresif.
Tingkah laku seksual biasa diawali dengan necking (berciuman sampai ke arah dada),
kemudian diikuti oleh petting (saling menempelkan alat kelamin). Kemudian
hubungan intim, atau pada beberapa kasus, seks oral, yang secara besar meningkat
pada masa remaja selama beberapa tahun belakangan ini.
Bentuk peningkatan perilaku seksual pada diri seorang remaja awal dapat
diketahui secara berkala ketika Ia mulai berani untuk menyatakan perasaan suka dan
sayang mereka kepada lawan jenisnya masing-masing dengan cara membuat
komitmen pacaran dengan lawan jenisnya masing-masing tersebut. Setelah terjalin
komitmen, perilaku seksualnya kembali mengalami peningkatan, yaitu dengan
berpegangan tangan satu sama lain. Dari berpegangan tangan tersebut, perilaku
seksualnya dilanjutkan dengan berpelukan dan berciuman satu sama lain, meraba dan
atau diraba payudaranya, memegang alat vital pasangannya hingga melakukan
hubungan badan.
Berdasarkan bagan tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan perilaku
seksual pada seorang remaja awal dapat dipicu dengan mengunjungi diskotek. Hal ini
dapat terjadi disebabkan karena adanya perubahan psikologis pada diri seorang
remaja awal setelah mengunjungi diskotek yang diakibatkan oleh adanya pengaruh
social feedback di dalam diskotek itu yang secara langung maupun tidak langsung
menyebabkan peningkatan perilaku seksual pada diri subyek. Sehingga dengan
demikan, secara keseluruhan latar belakang perilaku seksual remaja awal pengunjung
diskotek di kota Yogya dapat dibentuk oleh dua faktor dominan yaitu faktor sosial
feedback dan adanya faktor psikologis terhadap perilaku seksual subyek..
Faktor sosial feedback merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan
sosial atau dari luar diri individu itu sendiri terhadap perilaku seksual remaja awal.
Social feedback tersebut dapat dipengaruhi oleh teman-teman pergaulan di diskotek.
Kondisi lingkungan pergaulan di dalam diskotek, terutama teman-teman di
lingkungan diskotek yang serba permisif terhadap perilaku seksual mengakibatkan
terjadinya efek modelling dan suatu proses polarisasi kelompok pada diri seorang
remaja pengunjung diskotek.
Menurut Bandura dan Walters (Sarwono, 2001), pada efek modelling peniru
melakukan tingkah laku baru sehingga sesuai dengan tingkah laku model. Dalam hal
ini, telah terjadi proses “mencontoh” perilaku seksual orang lain oleh subyek ketika
berada di dalam diskotek.
Kondisi lingkungan di dalam diskotek yang serba permisif terhadap perilaku
seksual menyebabkan perilaku seksual dianggap sebagai sebuah hal yang biasa
bahkan terkesan wajar oleh seorang remaja pengunjung diskotek. Sehingga dengan
demikian terjadilah suatu proses polarisasi kelompok pada diri subyek. Sarwono
(2001) menyatakan bahwa polarisasi kelompok adalah gejala mengumpulnya
pendapat kelompok pada satu pandangan tertentu.
Selain pengaruh lingkungan pergaulan dalam diskotek –dalam hal ini temanteman dalam diskotek, pengaruh kontekstual juga mempengaruhi perilaku seksual
seorang remaja pengunjung diskotek. Pengaruh kontekstual tersebut dapat dilihat dari
adanya tempat dan situasi yang mendukung sehingga seorang remaja dapat
berperilaku seksual dengan pasangannya. Beberapa tempat yang sering dikunjungi
subyek dalam berperilaku seksual adalah diskotik, pantai, bioskop, pegunungan,
rumah, kamar kos dan hotel. Beberapa tempat tersebut apabila dipadukan dengan
suasana yang mendukung seperti sepi dan tidak ada orang yang memperhatikan, akan
memberi kemudahan bagi subyek untuk menyalurkan keinginannya dalam
berperilaku seksual dengan pasangannya masing-masing.
Secara psikologis, pada dasarnya seorang remaja menyayangi pasangannya
masing-masing. Hal ini merupakan hal yang substansial sebab mereka tidak akan
mungkin dapat berperilaku seksual dengan seorang yang tidak disayanginya. Mereka
menganggap bahwa perilaku seksual yang telah mereka lakukan dengan pasangannya
masing-masing dapat menjadikan hubungannya dengan pasangannya semakin dekat
secara emosional dan dengan berperilaku seksual dapat membuat keduanya menjadi
lebih terbuka satu sama lain.
Sebagai seorang manusia yang memiliki hati nurani dan mengerti akan normanorma, pada dasarnya subyek penelitian menyadari bahwa perilaku seksual yang
mereka lakukan selain merupakan kesalahan, juga merupakan perbuatan dosa karena
bertentangan dengan norma agama yang mereka percayai. Akan tetapi mereka
mengenyampingkan perasaan tersebut dengan melakukan rasionalisasi terhadap
perilaku seksual yang mereka lakukan. Sitanggang (1994) menyatakan bahwa
rasionalisasi merupakan suatu proses pembenaran melalui penalaran setelah
peristiwa, misalnya suatu tindakan setelah ia lakukan; atau sering pula disebut
mekanisme pertahanan diri melawan tuduhan-tuduhan diri, atau perasaan bersalah.
Salah satu bentuk rasionalisasi yang dilakukannya adalah Ia merasa perilaku seksual
yang dilakuaknnya adalah sebuah kewajaran sebab banyak teman-temannya yang
berperilaku sama dengannya.
Selain pengaruh dari kedua faktor tersebut di atas, faktor media massa seperti
televisi, internet, majalah porno, video compact disc (VCD) porno dan berbagai jenis
media massa lainnya, ternyata memberikan pengaruh pula terhadap perilaku seksual
seorang remaja.
Perilaku seksual yang meningkat pada diri seorang remaja pengunjung
diskotek, menyebabkan seorang remaja pengunjung diskotek menganggap perilaku
seksual sebagai suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Hal ini terutama dapat dilihat
pada remaja laki-laki yang cenderung akan tetap mencari cara untuk menyalurkan
keinginannya tersebut, walaupun sedang tidak bersama pasangannya masing-masing.
Satu cara yang paling sering dilakukan oleh seorang remaja untuk memenuhi
keinginannya dalam berperilaku seksual adalah dengan melakukan masturbasi. Knox
(1988) menyatakan bahwa masturbasi adalah usaha merangsang bagian tubuh sendiri
dengan tujuan mencapai kepuasan seksual. Pada laki-laki dengan merangsang alat
genitalnya sedang pada perempuan lebih beragam, bisa alat genital, payudara, atau
bagian tubuh yang lain.
Walau pada dasarnya secara keseluruhan seorang remaja pengunjung diskotek
menganggap perilaku seksual sebagai suatu kebutuhan yang harus dipenuhi, tetapi
dalam memulai berprilaku seksual, remaja perempuan cenderung akan bersikap lebih
pasif bila dibandingkan dengan laki-laki. Remaja perempuan akan memilih untuk
tetap diam dan menunggu sampai laki-laki memulai terlebih dahulu dalam
berperilaku seksual, mereka tidak ingin mengawali dalam berperilaku seksual dengan
pasangannya disebabkan karena perempuan merasa gengsi dan malu untuk memulai
terlebih perilaku seksual dahulu.
Selain hal tersebut, dapat diketahui bahwa walaupun secara keseluruhan subyek
penelitian menganggap perilaku seksual sebagai kebutuhan yang harus terpenuhi,
tetapi seorang remaja tidak lantas akan menyalurkan keinginannya tersebut dengan
sembarang orang. Hal ini disebabkan karena sebelum bisa berperilaku seksual dengan
seseorang, haruslah terjalin komitmen berpacaran diantara keduanya terlebih dahulu.
Sehingga dengan demikian, tidak mungkin bagi seorang remaja awal untuk
berperilaku seksual walau dengan teman terdekatnya sekalipun selama orang tersebut
belum menjadi pacarnya.
Penelitian mengenai perilaku seksual remaja awal di kota Yogyakarta ini,
memiliki beberapa kelemahan mendasar terutama dalam hal penggalian data yang
dirasa kurang maksimal. Kurang maksimalnya penggalian data dikarenakan subyek
merasa sudah menceritakan segalanya, sementara pada dasarnya masih ada beberapa
aspek yang kurang dikupas lebih dalam lagi. Kekurangan lainnya dalam penelitian ini
adalah lemahnya metode yang digunakan peneliti dalam pemilihan subyek penelitian.
Kekurangan yang dapat diminimalisir dengan data-data lain yang diperoleh peneliti,
terutama dari informan dan observasi. Penelitian ini bersifat komprehensif, sehingga
data yang satu berhubungan dengan data yang lainnya.
Kesimpulan
Penelitian ini merupakan penggambaran mendalam mengenai latar belakang
perilaku seksual remaja awal pengunjung diskotek di kota Yogya. Perilaku seksual
yang dimaksud bukan hanya sebatas hubungan seks antara laki-laki dan perempuan,
yaitu berupa penetrasi vagina dan ejakulasi. Akan tetapi, perilaku seksual yang
dimaksud di sini mencakup segala bentuk ekspresi seksual yang dilakukan seseorang
mulai dari hubungan heteroseksual, homoseksual sampai beragam tehnik dan gaya
(seks oral, seks anal, masturbasi, dll) untuk mencapai kepuasan seksual baik secara
biologis maupun psikologis, dengan disertai bentuk tingkah laku seksual yang
bermacam-macan mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan,
bercumbu, dan bersenggama dengan objek seksual berupa orang lain, orang dalam
khayalan atau diri sendiri.
Berdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual remaja
awal pengunjung diskotek di kota Yogyakarta dipengaruhi oleh dua factor utama
yaitu factor psikologis yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri dan faktor
social feedback yang berasal dari lingkungan atau dari luar diri individu itu sendiri.
Kedua faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain yang pada akhirnya
melatarbelakangi perilaku seksual pada remaja awal pengunjung diskotek di kota
Yogyakarta
Saran
Saran yang dapat disampaikan melalui penelitian mengenai sikap terhadap bahasa dan
dialek Banyumasan ditujukan kepada ;
1. Subyek Penelitian
Pada dasarnya seluruh subyek penelitian menganggap perilaku seksual sebagai
kebutuhan yang harus dipenuhi, sehingga untuk menahan keinginannya tersebut
dibutuhkan kontrol diri dan pemahaman agama yang baik sehingga subyek
penelitian diharapkan dapat menahan atau setidaknya meminimalisir perilaku
seksualnya tersebut.
2. Pengelola Diskotik
Sebaiknya pengelola diskotek yang bersangkutan membuat semacam peraturan
yang tidak memperbolehkan seseorang mengunjungi diskotek sebelum berusia di
atas 18 tahun dan juga tidak memperbolehkan penjualan minuman keras kepada
pengunjung dibawah usia 18 tahun. Hal tersebut dimaksudkan agar para remaja
yang notabenenya masih berusia di bawah 18 tahun, tidak dapat dengan mudah
memasuki diskotek, apalagi sampai diperbolehkan untuk mengkonsumsi
munuman keras. Karena sebagaimana diketahui, dari kebiasaan minum-minuman
keraslah segala macam kejahatan bisa bermula seperti perkelahian, pencurian,
hingga perkosaan.
3. Orangtua Subyek Penelitian
Pada dasarnya, keluarga adalah lembaga paling kecil yang berada dalam sebuah
negara yang sangat mempengaruhi perilaku seeorang, terutama anak-anak, dalam
masyarakat. Baik buruknya perilaku anak-anak, dapat bermula dari situasi dan
kondisi dalam keluarga yang bersangkutan. Sehingga dengan demikian,
diharapkan agar orangtua lebih dapat berperan serta secara aktif dalam
mengawasi perkembangan biologis maupun psikologis anak-anaknya. Diharapkan
bagi orang tua untuk dapat lebih berempati kepada anak, hal ini dapat dilakukan
apabila orang tua mulai untuk mencoba mempelajari dan memahami proses
perkembangan diri anak, baik itu secara biologis maupun psikologis. Sehingga
diharapkan terbina suasana yang kondusif dalam keluarga yang menyebabkan
anak merasa nyaman berada di rumah dan tidak memilih untuk sering keluar
rumah hanya untuk sekedar mencari hiburan.
4. Penelitian Selanjutnya
Masih ditemukannya sejumlah kelemahan dalam penelitian ini, mendorong
peneliti untuk mengajukan saran untuk dilakukan penelitian lanjutan. Dalam
penelitian selanjutnya diharapkan adanya pemilihan responden yang lebih
bervariasi, baik dari sisi latar belakang pendidikan atau profesi. Selain itu perlu
pula dilakukan penggalian data yang lebih dalam lagi mengenai factor-faktor
perilaku seksual individu sehingga menghasilkan suatu penelitian yang lebih
mendalam dan variatif.
Daftar Pustaka
Atkinson, Rita. L. dkk. 1983. Pengantar Psikologi, Edisi Kedelapan. Jakarta:
Erlangga
Basri, H. 2004. Remaja Berkualitas: Problematika Remaja dan Solusinya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Boyke. 2006. Sex Remaja dan Aspek Psikologisnya. Seminar. 8 April 2006.
Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia
Dayakisni, Tri. & Hudainah. 2003. Psikologi Sosial (edisi revisi). Malang: UMM
Press
Desminta. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosda
Gatra. 3/01/98
Gunarsa, Singgih. D. & Gunarsa, Y. Singgih. 2004. Psikologi Praktis: Anak, Remaja
dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia
Harris, R. H. 1994. Let’s Talk About Sex: Growing Up, Changing Bodies, Sex, And
Sexual Health. London Walker Bronks.
____Dunia Gemerlap Dunia Remaja. http://www.lin.go.id. 22/05/2002
Kompas, 28/01/05
Knox, D. 1988. Choices In Relationships. St. Paul West Publishing Company
Loekmono, L. 1989. Pendidikan Seksualitas Pada Generasi Muda. Makalah. Ceramah
Ilmiah Populer I. Yogyakarta: Panitia 90 tahun RS. Bethesda.
Masters, W. H., Johnson, V. E., and Kolodny, R. C. 1992. Human Sexuality. 4th ed.
New York: Harper Collins Publishers
Republika. “dugem apa perlu?”. 11/04/04
Rochmah, Elfi Yuliani. 2005. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: STAIN
Ponorogo Press.
Santrock, John.W. 2003. Adolescence; Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2002. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Savitri, Nurani Galuh. 2000. Fenomena Perilaku Seksual Remaja Dalam Berpacaran.
Skripsi. Fakultas Psikologi UGM: Tidak Diterbitkan
Sitanggang, A. R. Henry. 1994. Kamus Psikologi. Bandung: C.V Armico
Thornburg, H. D. 1982. Development in Adolescences. 2nd Edition. Calif:
Bronks/Cole Publishing Company
Waspada. Remaja dan Perilaku Seksual. 13/05/05
Willis, Sofyan S. 2005, Remaja dan Permasalahannya, Bandung: CV. Alfabeta
Zulkifli, L. 2005.
ROSDAKARYA
Psikologi
Perkembangan.
Bandung:
PT
REMAJA
Identitas Penulis
Nama
: Rico Ramadhan
Alamat
: Kp. Kadaung Rt 01/01, No: 100, Balaraja-Tangerang 15610
Nomor telepon / HP : (021) 595.1992 - 595.2616 / 081318197398
Download