PBL Pemicu 1 Gangguan Pendengaran

advertisement
PBL Pemicu 1
Gangguan Pendengaran
Jeane Andini
Jody Felizio
Lutfie
Mario Markus
Mellisya R
Michael Christian
Muncieto Andreas
Reiva W
Samuel Raymond
Wahyu Permata
Yohanes Edwin
Pemicu
• Identitas:
Anak Y, perempuan, 13 tahun
• Keluhan utama:
Gangguan pendengaran bilateral perlahan sejak 6
tahun lalu
• Riwayat penyakit sekarang:
– Sejak 6 tahun yang lalu, terdapat gangguan
pendengaran kedua telinga yang menurun perlahan –
lahan. Pasien masih dapat berkomunikasi lewat
telepon. Telinga terasa tertutup.
– Enam tahun yang lalu terdapat cairan keluar dari
kedua telinga, tidak berbau. Pasien berobat ke RS
daerah.
Pemicu
– Rasa penuh di telinga, telinga berdenging dan
berdengung, autofoni tidak dikeluhkan oleh
pasien. Pasien tidak sedang menderita batuk
dan pilek. Tidak terdapat riwayat keluar cairan
dari telinga.
• Riwayat penyakit dahulu:
– Pasien belum pernah menderita morbili dan parotitis.
– Tidak terdapat riwayat trauma.
• Riwayat penyakit keluarga:
– Tidak terdapat riwayat alergi pada keluarga.
Pemicu
• Riwayat prenatal:
– Infeksi TORCH disangkal.
• Riwayat perinatal:
– BBL 2,9 kg, ditolong oleh paraji, menangis
spontan, tidak tampak biru.
• Riwayat postnatal:
– Dalam batas normal.
• Riwayat prestasi belajar:
– Pernah tidak naik kelas dari kelas 1 ke kelas 2.
• Kata Sulit:
– Autofoni
• Identifikasi Masalah:
– Anak perempuan, 13 tahun, datang dengan
gangguan pendengaran 6 tahun yang lalu
Analisis Masalah
Anak perempuan,13 th,
Gangguan pendengaran sejak 6 tahun yang lalu
Masih dapat berkomunikasi melalui telepon.
Telinga terasa tertutup.
Riwayat keluar cairan tidak berbau dari kedua telinga (6 tahun lalu). Saat ini tidak ada.
Penuh (-), berdenging (-), berdengung (-), autofoni (-), batuk (-), pilek (-).
Riw. Parotitis (-).
Tuli Konduktif
OME
OMSK
Otosklerosis
Timpanoskelrosis
Anamnesis yang Harus Dilengkapi
• Apakah tempat tinggal pasien berada di kawasan industri?
• Apakah terdapat gangguan keseimbangan atau pusing
berputar?
• Apakah pasien memiliki kebiasaan berenang?
• Apakah pasien sering mengorek telinga?
• Apakah dulu pasien sering mengalami batuk, pilek ataupun
nyeri tenggorokan berulang?
• Apakah riwayat keluar cairan pada telinga pasien hanya
sekali atau berulang? Jika berulang berapa kali frekuensinya?
• Apakah saat keluar cairan dulu disertai gejala demam atau
nyeri pada telinga?
• Bagaimanakan karakteristik cairan? Apakah bening atau
berwarna? Encer atau kental? Apakah ada darah?
• Apakah ada penggunaan obat-obatan ototoksik?
• Bagaimana riwayat pengobatan saat di RS daerah? Obatobatan apa saja yang diberikan?
• Apa yang melatarbelakangi pasien tidak naik kelas? Apakah
saat itu ada hubungannya dengan gangguan pendengaran?
• Diagnosis yang dapat disingkirkan:
– Tuli kongenital, karena onset diperoleh tidak
dekat dengan kelahiran.
– Tuli akibat pajanan bising, karena tidak
diperoleh faktor risiko bising.
– Tuli akibat efek obat ototoksik, karena tidak
teradpat riwayat penggunaan.
– Tuli mendadak, karena onset penyakit yang
dialami kronik dan tidak terdapat tanda infeksi
virus.
Diagnosis Banding setelah Anamnesis
• Diagnosis Banding:
– Otitis Media
• Otitis Media Efusi / Non Supuratif
• Otitis Media Supuratif Kronik
– Otosklerosis
– Timpanosklerosis
– Otitis Eksterna
SISTEM PENDENGARAN
Sistem Pendengaran
Richard S Snell, Wayne Vogl, Adam W.M. Mitchell. Grey’s Anatomy for
Students. Philadelphia: Elsevier; 2007.
Mekanisme Mendengar
Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th edition.
Philadelphia: Cengage Learning; 2010
Telinga Luar
Putz R, Pabst R. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 21. Jakarta: EGC; 2003.
Membran Timpani
Putz R, Pabst R. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 21. Jakarta: EGC; 2003.
Telinga Tengah
Snell RS, Vogl W, Mitchell AW. Grey’s Anatomy for Students. Philadelphia:
Elsevier; 2007.
Telinga Dalam
Snell RS, Vogl W, Mitchell AW. Grey’s Anatomy for Students. Philadelphia:
Elsevier; 2007.
Fisiologi Koklea
Guyton, Hall. Textbook of Medical Physiology. 11th edition. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2006
Jaras Pendengaran dan
Keseimbangan
Snell RS. Clinical neuroanatomy. 7th ed. Philadelphia: Lippincott williams and
Wilkins; 2010.
OTITIS MEDIA
Pendahuluan
• Merupakan peradangan pada telinga tengah
• Lebih sering terjadi pada anak-anak, terutama yang sering
terkena ISPA
• Etiologi tersering adalah Strep. haemolitikus, Staph.
aureus, dan pneumococcus
• Dapat dibagi menjadi :
– Otitis media akut
• Risiko rendah
• Risiko tinggi
– Otitis media akut
• Akut
• Sub akut
– Otitis media supuratif kronik
• Tipe aman
• Tipe bahaya
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Otitis Media Akut
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Stadium OMA
• Stadium Oklusi Tuba Eustachius
– Retraksi membran timpani, bisa tampak keruh pucat
– Efusi sukar diditeksi
• Stadium Hiperemis
– Pembuluh darah melebar di membran timpani,
tampak hiperemis dan edem
– Sekret sukar terlihat
• Stadium Supurasi
– Membran tipani bulging
– Nyeri hebat, nadi dan suhu meningkat
– Berlangsung proses iskemia
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
• Stadium Perforasi
– Ruptur membran timpani
– Eksudat mengalir ke liang
telinga luar
– Manifestasi klinis lebih tenang
• Stadium Resolusi
– Sekret berkurang dan menjadi kering
– Dapat mengalami resolusi, atau berlanjut menjadi
OMSK
– Bila sekret terus keluar > 3 minggu disebut otitis
media supuratif subakut
– Bila sekret terus kelar > 6-8 minggu, disebut OMSK
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Terapi
• Stadium oklusi:
– Tujuan: membuka kembali tuba eustachius
– Obat tetes hidung HCL efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (anak < 12
tahun) atau HCL efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk orang > 12 tahun.
• Stadium presupurasi
– antibiotika selama 7 hari, obat tetes hidung dan analgetika.
• Stadium supurasi
– antibiotika, disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh.
• Stadium perforasi
– Pengobatan H2O2 3% selama 3 hari serta antibiotika yang adekuat.
• Pada stadium resolusi
– Bila tidak terjadi resolusi antibiotika dapat dianjurkan sampai 3 minggu.
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Anamnesis dan PF
• Anamnesis
– Onset akut
– Gejala Klinik :
•
•
•
•
Nyeri dalam telinga
Riwayat suhu tinggi
Ganguan pendengaran
Rasa penuh dalam
telinga
– Riwayat ISPA
– Riwayat keluar cairan
dari telinga
• Pemeriksaan fisik
– Berdasarkan stadium
yang ditemukan
– Ditemukan tanda efusi
di telinga tengah
– Kemerahan pada
gendang telinga
– Efusi telinga tengah
diperiksa dengan
otoskop
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Otitis Media Supuratif Kronik
• Kelanjutan dari otitis media akut yang prosesnya
sudah lebih dari dua bulan
• Infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi
membran timpani serta sekret yang persisten atau
intermiten.
• Progresi menjadi OMSK dapat disebabkan terapi
terlambat, terapi tidak adekuat, virulensi kuman
tinggi, imunitas pasien rendah, hygiene buruk
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Klasifikasi OMSK
Otitis media Supuratif Kronik Benigna
Otitis Media Supuratif Kronik Maligna
Proses peradangan terbatas pada mukosa
Proses peradangan tidak terbatas pada mukosa
Proses peradangan tidak mengenai tulang
Proses peradangan mengenai tulang
Perforasi membran timpani tipe sentral
Perforasi membran timpani paling sering marginal dan atik. Terkadang tipe sub total dengan kolesteatoma
Jarang terjadi komplikasi berbahaya
Sering terjadi komplikasi berbahaya
Kolesteatoma tidak ada
Kolesteatoma ada
Dapat dibagi lagi berdasarkan aktifitas sekret yang keluar :
1.OMSK aktif
2.OMSK tenang
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Anamnesis dan Pemeriksaan
• Anamnesis:
–
–
–
–
–
Terjadi secara kronis
Riwayat keluar cairan dari telinga
Sekret di liang telinga
Keluhan kurang pendengaran
Keluar darah dari telinga
• PF: perforasi membran timpani
• Pemeriksaan penunjang:
– Pemeriksaan radiologi : Posisi Schuller untuk
melihat koleostoma
– Pemeriksaan audiogram
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Terapi
• OMSK tipe aman:
– Konservatif dengan medikamentosa.
• Sekret keluar terus menerus Æ larutan H2O2 3%
selama 3-5 hari.
• Setelah sekret berkurang Æ tetes telinga antibiotika
dan kortikosteroid.
• Sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah
diobservasi selama 2 bulan dilakukan miringoplasti
atau timpanoplasti.
• OMSK tipe bahaya adalah pembedahan
Æmastoidektomi.
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Jenis Pembedahan Pada
OMSK
• Mastoidektomi sederhana
– OMSK tipe aman yang tidak sembuh dengan pengobatan
• Mastoidektomi radikal
– OMSK tipe bahaya yang infeksinya sudah meluas
• Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
– OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik, tetapi belum
merusak kavum timpani
• Miringoplasti
– Rekonstruksi membran timpani pada OMSK tipe aman yang
tenang
• Timpanoplasti
– OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat
• Timpanoplasti pendekatan ganda
– OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan
granulasi yang luas
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Otitis Media Non Supuratif
• Bekumpulnya sekret nonpurulen di telinga
tengah
– Bila cairan encer, disebut otitis media serosa
Æ transudat atau plasma dari pembuluh darah
akibat perbedaan tekanan hidrostatik
– Bila cairan kental, disebut otitis media mukoid
Æ sekresi kelenjar dan kista dalam mukosa
telinga tengah, tuba Eustachius, dan rongga
mastoid.
• Membran timpani utuh
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
• Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
OMNS:
–
–
–
–
–
–
–
–
Terganggunya fungsi tuba Eustachius
Hipertrofi adenoid
Adenoitis
Cleft-palate
Tumor nasofaring
Barotrauma
Sinusitis
Rinitis
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Otitis Media Serosa Akut
• Terbentuknya sekret di telinga secara tibatiba akibat gangguan fungsi tuba
(sumbatan tuba, infeksi virus, alergi)
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Anamnesis
• Gejala Klinis:
– Pendengaran berkurang
• Apakah pendengaran dirasakan berkurang? Sejak kapan?
– Rasa tersumbat pada telinga
• Apakah telinga terasa tersumbat? Apakah gejala muncul dalam waktu
yang cepat?
– Suara sendiri terdengar lebih nyaring
• Apakah suara sendiri terasa lebih terdengar keras di salah satu telinga?
Telinga kiri/kanan? (lebih kencang di telinga yang sakit)
– Terasa ada cairan yang bergerak di dalam kepala
• Apakah terasa ada cairan yang bergerak di dalam kepala bila kepala
digerakkan?
– Nyeri pada saat awal gangguan tuba
• Apakah gangguan diawali dengan rasa nyeri? Demam?
– Tinitus
• Apakah terdapat rasa berdengung?
– Vertigo
• Pernahkah mengalami pusing berputar?
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Pemeriksaan Fisik
• Membran timpani retraksi
• Terdapat gelembung udara di membran
timpani
• Tanda tuli konduktif
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Terapi
– Vasokonstriktor lokal (tetes idung)
– Antihistamin
– Bila gejala menetap setelah 2 minggu
dilakukan miringotomi atau miringotomi
dengan pipa ventilasi
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Otitis Media Serosa Kronik
• Perbedaan dengan OM Serosa Akut
hanya cara pembentukan sekret
• Pembentukan sekret berlangsung secara
bertahap TANPA rasa nyeri
• Lebih sering terjadi pada anak anak
• Sekret kental seperti lem
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
• Gejala
– Apakah rasanya pendengaran menurun
dalam jangka waktu yang lama?
• Pemeriksaan Fisik
– Otoskopi : membran timpani utuh, retraksi,
suram, kuning kemerahan atau keabuan
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
Terapi
• Mengeluarkan sekret dengan miringotomi
dengan pemasangan pipa ventilasi
• Kombinasi antihistamin dan dekongestan
untuk kasus yang masih baru
Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
&Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77.
OTOSKLEROSIS,
TIMPANOSKLEROSIS
Otosklerosis
• Penyakit pada kapsul tulang labirin yang
mengalami spongiosis di daerah kaki stapes Æ
stapes menjadi kaku dan tidak dapat
menghantarkan getaran suara ke labirin dengan
baik.
• Penyebab Æ belum dapat dipastikan Æ faktor
keturunan (resiko 25%-50%), gender (perempuan
> laki-laki), ras (bangsa kulit putih), kehamilan
(terkait perubahan hormonal) berpengaruh.
•
•
•
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. 6th Ed. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI;2011.
Better Health Channel. Ears – Otosclerosis. Available from: http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/Ear_problems__otosclerosis#. [cited on April 14, 2013].
National Institute on Deafness and Other Communication Disorders. Otosclerosis. Available from:
http://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/pages/otosclerosis.aspx. [cited on April 14, 2013].
Medical Disability Advisor. Otosclerosis. Available from: http://www.mdguidelines.com/otosclerosis. [cited on April
14, 2013].
Gejala Klinik dan Diagnosis
• Anamnesis:
– Pendengaran terasa berkurang secara progresif.
– Tinitus dan vertigo
– Pasien merasa pendengaran terdengar lebih baik dalam
ruangan bising (Paracusis Willisii).
• Pemeriksaan fisik:
– Membran timpani utuh, normal atau dalam batas-batas normal.
– Kemungkinan terlihat gambaran membran timpani yang
kemerahan oleh karena terdapat pelebaran pembuluh darah
promontium (Schwarte’s sign).
– Tuba biasanya paten dan tidak terdapat riwayat penyakit telinga
atau trauma kepala atau telinga sebelumnya.
•
•
•
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. 6th Ed. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI;2011.
Better Health Channel. Ears – Otosclerosis. Available from:
http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/Ear_problems_-_otosclerosis#. [cited on April 14, 2013].
Medical Disability Advisor. Otosclerosis. Available from: http://www.mdguidelines.com/otosclerosis. [cited on April 14, 2013].
• Pemeriksaan penunjang:
– audiometri nada murni dan pemeriksaan impedance Æ pasien
otosklerosis biasanya mengalami masalah pendengaran pada
bunyi frekuensi rendah.
– CT scan Æ cukup berguna untuk menilai keadaan osikel, koklea
dan organ vestibular dan untuk membedakan otosklerosis dari
penyebab gangguan pendengaran lainnya.
Washington University Physicians. Otosclerosis. Available from:
http://hearing.wustl.edu/HearingEducationCenter/DiseaseDiagnosisTreatment/Otosclerosis.aspx. [cited on April
14, 2013].
Terapi
• Operasi Æ stapedektomi atau stapedotomi
Æ stapes diganti dengan bahan prostetis.
• Jika tidak dapat dilakukan operasi Æ alat
bantu dengar (ABD) dapat sementara
membantu pendengaran pasien.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. 6th Ed. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI;2011.
Timpanosklerosis
• Penyakit pada membran timpani Æ bercakbercak putih tebal atau menjadi putih dan tebal
seluruhnya akibat timbunan kolagen
terhialinisasi pada bagian tengahnya.
• Karakteristik Æ adanya hialinisasi dan deposit
kalsium pada membran timpani, telinga tengah
atau keduanya
– akibat inflamasi atau trauma
– setelah episode rekuren dari otitis media akut, otitis
media dengan efusi, dan insersi ventilasi tuba.
•
•
Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Fundamentals of Otolaryngology. 6th Ed. Philadelphia: W.B Saunders
Company;1997.
Lalwani AK, Agrawal SK, Aguila DJ, et al. Current Diagnosis and Treatment: Otolaryngology Head and Neck
Surgery. 2nd Ed. New York: Mc Graw Hill – Lange;2007.
Diagnosis dan Tatalaksana
•
•
Pada pemeriksaan otoskopi Æ timpanosklerosis memberikan
gambaran semisirkuler atau seperti sepatu kuda yang
berwarna putih pada membran timpani.
Pemeriksaan penunjang lain Æ tidak terlalu dibutuhkan
apabila telah ditemukan lesi yang khas, tidak ada perluasan,
dan tidak ada kecurigaan adanya gangguan atau penyakit
telinga tengah lain.
– Audiometri Æ menentukan derajat tipe gangguan pendengaran.
– Timpanometri Æ hasil timpanogram dapat dipengaruhi oleh adanya
timpanosklerosis.
– CT scan Æ terutama bila disertai dengan kelainan pada kavitas telinga
tengah.
•
Tatalaksana Æ timpanoplasti dan rekonstruksi osikel.
Cummings CW, Fredrickson JM, Harker LA, et al. Otolatyngology Head and Neck Surgery. 3rd Edi. St. Louis:
Mosby-Year Book Inc;1998.
OTITIS EKSTERNA
Otitis Eksterna
• Swimmer’s ear Æ radang liang telinga akut
maupun kronis yang disebabkan oleh infeksi
bakteri, jamur, dan virus
• Pada kanal telinga luar – tube antara telinga
luar dan membran timpani.
• Faktor predisposisi Æ perubahan PH, keadaan
udara yang hangat dan lembab, trauma ringan
saat mengorek telinga, berenang.
• Otitis eksterna akut Æ otitis eksterna
sirkumskripta dan otitis eksterna difus.
•
•
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. 6th Ed. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI;2011.
Anonymous. Otitis Externa. Available from: http://www.nhs.uk/Conditions/Otitis-externa/Pages/Introduction.aspx. [cited on April
14,2013].
Anonymous. Swimmer’s Ear. Available from: http://www.yourhealth.net.au/Practice.aspx?id=118&Article=524.
[cited on April 14, 2013].
Sander R. Otitis Externa: A
Practical Guide to
Treatment and Prevention.
Available from:
http://www.aafp.org/afp/20
01/0301/p927.html. [cited
on April 14, 2013].
Sander R. Otitis Externa: A Practical Guide to Treatment and Prevention.
Available from: http://www.aafp.org/afp/2001/0301/p927.html. [cited on April 14,
2013]
Otitis Eksterna Sirkumskripta
• Furunkel Æ karena kulit disepertiga bagian
luar mengandung adneksa kulit, seperti folikel
rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
serumen Æ infeksi pada pilosebaseus.
• Penyebab Æ Staphilococcus aureus atau
Staphilococcus albus.
• Gejala Æ rasa nyeri yang hebat, rasa penuh
pada telinga, gangguan pendengaran (bila
furunkel besar dan menyumbat liang telinga).
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. 6th Ed. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI;2011.
• Terapi Æ bergantung pada furunkel Æ bila
sudah menjadi abses diaspirasi secara steril
untuk mengeluarkan nanah. Jika dinding
furunkel tebal Æ insisi Æ dipasang drain untuk
mengalirkan nanah.
• Medikamentosa Æ antibiotika salep (polymixin B
atau bacitracin), antiseptik (asam asetat 2-5%
dalam alkohol), analgetik.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. 6th Ed. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI;2011.
Otitis Eksterna Difus
• Mengenai kulit liang telinga duapertiga dalam Æ
hiperemis dan edema yang batasnya tidak jelas.
• Penyebab Æ Pseudomonas, Staphilococcus albus,
Escherechia Coli, dsb.
• Gejala Æ nyeri tekan tragus, liang telinga sangat
sempit, kadang kelenjar getah bening regional
membesar dan nyeri tekan, terdapat sekret yang
berbau (tidak mengandung lendir).
• Terapi Æ membersihkan liang telinga Æ
memasukkan tampon yang mengandung antibiotik.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. 6th Ed. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI;2011.
Rosenfeld RM, et al. Clinical Practice Guideline: Acute
Otitis Externa. Available from:
http://neuron.mefst.hr/docs/katedre/orl/seminari_2013/Ros
enfeld-_AOE_-_Clinical_Guideline.pdf. [cited on April 14,
2013].
PEMERIKSAAN PENDENGARAN
Liang Telinga
Membran Timpani
• Bagian paling luar telinga
tengah
• 4 kuadran
• Bayangan penonjolan
bagian bawah maleus
ÆUmbo
• Refleks cahaya:
II
I
IV
UMBO
III
RC
– gerakan serabut yang
radier dan sirkuler.
– Refleks cahaya jam 7
untuk membran timpani kiri
dan jam 5 utk membran
timpani kanan
Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan kelainan telinga. Dalam buku ajar kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.10-22.
Membrana Timpani
Perforasi membrana tympani
PEMICU: Pemeriksaan Fisik THT
Telinga
Kiri
Kanan
Liang Telinga
Lapang
Lapang
Sekret
Tidak ada
Tidak ada
Membran Timpani
Menebal
Hipervaskuler, tidak
hiperemis
Refleks Cahaya
Suram
Tidak ada
AS: Membran timpani menebal, refleks cahaya suram Æ timpanosklerosis
AD: Membran timpani hipervaskuler, refleks cahaya (-) Æ peradangan
(cairan) pada telinga tengah
PEMICU: Pemeriksaan fisik THT
Hidung
Kanan
Kiri
Rongga Hidung
Lapang
Lapang
Konka Inferior
Edema, tidak hiperemis, tidak
livid
Edema, tidak hiperemis, tidak
livid
Konka Media
eutrofi
Eutrofi
Septum
Lurus
Lurus
Nasofaring
Hipertrofi adenoid
Tenggorok
Faring
Tonsil
Granuler, tidak hiperemis
T2
T2
Kripti tidak melebar
Kripri tidak melebar
Tidak terdapat detritus
Tidak terdapat detritus
> Hipertrofi Adenoid Æ obstruksi tuba eustachius Æ faktor
predisposisi Otitis Media
> Tonsil membesar, faring granular Æ tonsilofaringitis kronis
Tes Penala
• Dasar fisiologi pemeriksaan:
– Telinga dalam (koklea) terletak pada kavitas
bertulang di dalam os temporalis (labyrinth
tulang) Æ getaran di seluruh tulang tengkorak
dapat menyebabkan getaran pada cairan koklea
– Masking phenomenonÆ adanya bunyi akan
menurunkan kemampuan seseorang mendengar
bunyi lain
• Tes Rinne, Weber, Schwabach, Bing
• 1 set penala terdiri dari 5 buah penala (128Hz,
256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz).
Umumnya digunakan penala 512 Hz.
Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan kelainan telinga. Dalam buku ajar kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.10-22.
Interpretasi Tes Penala
Tes Rinne
Tes Weber
Tes
Schwabach
Interpretasi
Positif
Lateralisasi
tidak ada
Sama
dengan
pemeriksa
Normal
Negatif
Lateralisasi
ke telinga
yang sakit
Memanjang
Tuli Konduktif
Positif
Lateralisasi
ke telinga
yang sehat
Memendek
Tuli
sensorineural
Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan kelainan telinga. Dalam buku ajar kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.10-22.
Tes Penala
Penala
AS
AD
Rinne
Negatif
Negatif
Weber
Swabach
Lateralisasi ke kiri
memanjang
memanjang
• Rinne negatif, Weber lateralisasi ke telinga
yang sakit, schwabach memanjang Æ tuli
konduktif, terutama telinga kiri
Audiometri
• Tujuan : untuk menentukan jenis dan derajat
kelainan pendengaran
– Nada murni (pure tone): satu frekuensi
– Bising: banyak frekuensi, terdiri dari narrow band dan
white noise
• Audiometer nada murni Æ nada murni mulai dari
frekuensi 125 Hz sampai 8000 Hz.
– Kualitatif (normal, tuli konduktif, tuli sensori neural, tuli
campuran)
– Kuantitatif (normal, tuli ringan, tuli sedang, tuli berat).
• Hasil Æ audiogram Æ grafik ambang pendengaran
pada berbagai frekuensi terhadap intensitas suara
dalam desibel (dB).
Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan kelainan telinga. Dalam buku ajar kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.10-22.
Audiometri
Audiogram
• Gunakan tinta merah untuk telinga kanan, dan
tinta biru untuk telinga kiri
• Hantaran udara (Air Conduction = AC)
– Kanan = O
– Kiri = X
• Hantaran tulang (Bone Conduction = BC)
– Kanan = <
– Kiri = >
• Hantaran udara (AC) dihubungkan dengan garis lurus
(
) dengan menggunakan tinta merah
untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri
• Hantaran tulang (BC) dihubungkan dengan garis putusputus ( - - - - - - - - ) dengan menggunakan tinta merah
untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri
Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan kelainan telinga. Dalam buku ajar kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.10-22.
1. CONTOH AUDIOGRAM
PENDENGARAN NORMAL
(TELINGA KANAN)
3. CONTOH AUDIOGRAM TULI
KONDUKTIF (TELINGA KANAN)
2. CONTOH AUDIOGRAM TULI
SENSORI NEURAL (TELINGA KANAN)
4. CONTOH AUDIOGRAM TULI
CAMPUR (TELINGA KANAN)
Ambang Dengar
• Disebut terdapat air-bone gap apabila
antara AC dan BC terdapat perbedaan
lebih atau sama dengan 10 dB, minimal
pada 2 frekuensi yang berdekatan.
• Ambang dengar (AD) =
AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz+ AD 4000 Hz
4
• Untuk menentukan derajat ketulian,
digunakan ambang dengar AC
Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan kelainan telinga. Dalam buku ajar kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.10-22.
Derajat ketulian menurut ISO
25
40
55
70
90
Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan kelainan telinga. Dalam buku ajar kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.10-22.
Audiogram
AD: tuli konduktif berat 61,6 dB
AS: tuli konduktif sedang 48,3 dB
Kesan: Tuli konduktif bilateral derajat sedang-berat
Timpanometri
• Definisi : pengukuran tekanan telinga
yang berhubungan dengan tuba saluran
eustachius pada membran timpani
• Untuk menilai kondisi telinga tengah
• Merupakan salah satu pemeriksaan
pendengaran objektif
• Tujuan, mengetahui:
– Compliance/mobilitas membrana timpani
– Tekanan pada telinga tengah
– Volume canalis auditorius eksterna
Suwento R, Zizlavsky S, Hendarmin H. Gangguan Pendengaran pada bayi dan anak. Dalam buku ajar kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.35.
Probst R, Grevers G, Iro H. Basic otorhinolaryngology. USA: Thieme; 2006, p.184-190.
Timpanometri
• Prinsip pemeriksaan: menggunakan probe dengan
frekuensi (biasanya) 226 Hz (kecuali bayi <6 bln)
Æ diketahui besarnya tekanan di liang telinga
berdasarkan energi suara yang dipantulkan kembali oleh
gendang telinga yang terpengaruh oleh kondisi
membran timpani, telinga tengah, dan koklea.
• Refleks akustik: Menilai fungsi impedansi suara di
telinga tengah. Untuk menilai refleks akustik, harus
didapatkan hasil timpanogram tipe A atau C.
Timpanometri
• Hasil Æ timpanogram
• Klasifikasi timpanogram :
– tipe A (normal)
– Tipe Ad (diskontinuitas tulang
pendengaran)
– Tipe As (kekakuan rangkaian tulang
pendengaran)
– type B (cairan di telinga tengah)
– tipe C (disfungsi tuba eustachius)
Suwento R, Zizlavsky S, Hendarmin H. Gangguan Pendengaran pada bayi dan anak. Dalam buku ajar kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.35.
Probst R, Grevers G, Iro H. Basic otorhinolaryngology. USA: Thieme; 2006, p.184-190.
Timpanogram
Suwento R, Zizlavsky S, Hendarmin H. Gangguan Pendengaran pada bayi dan anak. Dalam buku ajar kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.35.
Probst R, Grevers G, Iro H. Basic otorhinolaryngology. USA: Thieme; 2006, p.184-190.
Timpanogram
AD
AS
Tipe B
Tipe B
Refleks akustik negatif
Refleks akustik negatif
Eustachian tube function sulit dinilai
Sulit dinilai
Timpanogram type B Æ Terdapat cairan di telinga tengah Æ tuba
eustachius function sulit dinilai
Timpanogram type B Æ Refleks akustik negatif
Kesan: Tuli konduktif bilateral derajat sedang-berat
dengan adanya cairan dalam telinga tengah
Working Diagnosis
• Otitis Media Non Supuratif, atas dasar:
– Anamnesis:
• Onset gangguan pendengaran kronik dan
perlahan.
• Keluhan telinga terasa penuh.
• Riwayat OMA.
– Pemeriksaan fisik:
• Hipertrofi adenoid
• Tuli konduktif pada penala.
– Pemeriksaan penunjang:
• Audiogram tuli konduktif.
• Timpanogram tipe B.
• Diagnosis banding yang belum dapat
disingkirkan:
– Timpanosklerosis, dapat merupakan bentuk
komplikasi dari OME.
• Diagnosis lain disingkirkan:
– OMSK, karena tidak terdapat perforasi.
– Otosklerosis, karena tidak terdapat tinitus maupun
vertigo, atau tanda paracusis willisii.
– Otitis eksterna, karena lebih sering rapid onset,
tidak terdapat otalgia atau faktor risiko, misalnya
kebiasaan berenang, serta liang telinga lapang.
Rencana Tatalaksana
• Rencana Diagnosis
– Tidak ada rencana.
• Rencana Terapi
– Rujuk ke spesialis THT.
– Miringotomi untuk mengeluarkan sekret.
– Adenotomi.
TERIMA KASIH
Download