PBL Pemicu 1 Gangguan Pendengaran Jeane Andini Jody Felizio Lutfie Mario Markus Mellisya R Michael Christian Muncieto Andreas Reiva W Samuel Raymond Wahyu Permata Yohanes Edwin Pemicu • Identitas: Anak Y, perempuan, 13 tahun • Keluhan utama: Gangguan pendengaran bilateral perlahan sejak 6 tahun lalu • Riwayat penyakit sekarang: – Sejak 6 tahun yang lalu, terdapat gangguan pendengaran kedua telinga yang menurun perlahan – lahan. Pasien masih dapat berkomunikasi lewat telepon. Telinga terasa tertutup. – Enam tahun yang lalu terdapat cairan keluar dari kedua telinga, tidak berbau. Pasien berobat ke RS daerah. Pemicu – Rasa penuh di telinga, telinga berdenging dan berdengung, autofoni tidak dikeluhkan oleh pasien. Pasien tidak sedang menderita batuk dan pilek. Tidak terdapat riwayat keluar cairan dari telinga. • Riwayat penyakit dahulu: – Pasien belum pernah menderita morbili dan parotitis. – Tidak terdapat riwayat trauma. • Riwayat penyakit keluarga: – Tidak terdapat riwayat alergi pada keluarga. Pemicu • Riwayat prenatal: – Infeksi TORCH disangkal. • Riwayat perinatal: – BBL 2,9 kg, ditolong oleh paraji, menangis spontan, tidak tampak biru. • Riwayat postnatal: – Dalam batas normal. • Riwayat prestasi belajar: – Pernah tidak naik kelas dari kelas 1 ke kelas 2. • Kata Sulit: – Autofoni • Identifikasi Masalah: – Anak perempuan, 13 tahun, datang dengan gangguan pendengaran 6 tahun yang lalu Analisis Masalah Anak perempuan,13 th, Gangguan pendengaran sejak 6 tahun yang lalu Masih dapat berkomunikasi melalui telepon. Telinga terasa tertutup. Riwayat keluar cairan tidak berbau dari kedua telinga (6 tahun lalu). Saat ini tidak ada. Penuh (-), berdenging (-), berdengung (-), autofoni (-), batuk (-), pilek (-). Riw. Parotitis (-). Tuli Konduktif OME OMSK Otosklerosis Timpanoskelrosis Anamnesis yang Harus Dilengkapi • Apakah tempat tinggal pasien berada di kawasan industri? • Apakah terdapat gangguan keseimbangan atau pusing berputar? • Apakah pasien memiliki kebiasaan berenang? • Apakah pasien sering mengorek telinga? • Apakah dulu pasien sering mengalami batuk, pilek ataupun nyeri tenggorokan berulang? • Apakah riwayat keluar cairan pada telinga pasien hanya sekali atau berulang? Jika berulang berapa kali frekuensinya? • Apakah saat keluar cairan dulu disertai gejala demam atau nyeri pada telinga? • Bagaimanakan karakteristik cairan? Apakah bening atau berwarna? Encer atau kental? Apakah ada darah? • Apakah ada penggunaan obat-obatan ototoksik? • Bagaimana riwayat pengobatan saat di RS daerah? Obatobatan apa saja yang diberikan? • Apa yang melatarbelakangi pasien tidak naik kelas? Apakah saat itu ada hubungannya dengan gangguan pendengaran? • Diagnosis yang dapat disingkirkan: – Tuli kongenital, karena onset diperoleh tidak dekat dengan kelahiran. – Tuli akibat pajanan bising, karena tidak diperoleh faktor risiko bising. – Tuli akibat efek obat ototoksik, karena tidak teradpat riwayat penggunaan. – Tuli mendadak, karena onset penyakit yang dialami kronik dan tidak terdapat tanda infeksi virus. Diagnosis Banding setelah Anamnesis • Diagnosis Banding: – Otitis Media • Otitis Media Efusi / Non Supuratif • Otitis Media Supuratif Kronik – Otosklerosis – Timpanosklerosis – Otitis Eksterna SISTEM PENDENGARAN Sistem Pendengaran Richard S Snell, Wayne Vogl, Adam W.M. Mitchell. Grey’s Anatomy for Students. Philadelphia: Elsevier; 2007. Mekanisme Mendengar Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th edition. Philadelphia: Cengage Learning; 2010 Telinga Luar Putz R, Pabst R. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 21. Jakarta: EGC; 2003. Membran Timpani Putz R, Pabst R. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 21. Jakarta: EGC; 2003. Telinga Tengah Snell RS, Vogl W, Mitchell AW. Grey’s Anatomy for Students. Philadelphia: Elsevier; 2007. Telinga Dalam Snell RS, Vogl W, Mitchell AW. Grey’s Anatomy for Students. Philadelphia: Elsevier; 2007. Fisiologi Koklea Guyton, Hall. Textbook of Medical Physiology. 11th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006 Jaras Pendengaran dan Keseimbangan Snell RS. Clinical neuroanatomy. 7th ed. Philadelphia: Lippincott williams and Wilkins; 2010. OTITIS MEDIA Pendahuluan • Merupakan peradangan pada telinga tengah • Lebih sering terjadi pada anak-anak, terutama yang sering terkena ISPA • Etiologi tersering adalah Strep. haemolitikus, Staph. aureus, dan pneumococcus • Dapat dibagi menjadi : – Otitis media akut • Risiko rendah • Risiko tinggi – Otitis media akut • Akut • Sub akut – Otitis media supuratif kronik • Tipe aman • Tipe bahaya Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Otitis Media Akut Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Stadium OMA • Stadium Oklusi Tuba Eustachius – Retraksi membran timpani, bisa tampak keruh pucat – Efusi sukar diditeksi • Stadium Hiperemis – Pembuluh darah melebar di membran timpani, tampak hiperemis dan edem – Sekret sukar terlihat • Stadium Supurasi – Membran tipani bulging – Nyeri hebat, nadi dan suhu meningkat – Berlangsung proses iskemia Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. • Stadium Perforasi – Ruptur membran timpani – Eksudat mengalir ke liang telinga luar – Manifestasi klinis lebih tenang • Stadium Resolusi – Sekret berkurang dan menjadi kering – Dapat mengalami resolusi, atau berlanjut menjadi OMSK – Bila sekret terus keluar > 3 minggu disebut otitis media supuratif subakut – Bila sekret terus kelar > 6-8 minggu, disebut OMSK Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Terapi • Stadium oklusi: – Tujuan: membuka kembali tuba eustachius – Obat tetes hidung HCL efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (anak < 12 tahun) atau HCL efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk orang > 12 tahun. • Stadium presupurasi – antibiotika selama 7 hari, obat tetes hidung dan analgetika. • Stadium supurasi – antibiotika, disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. • Stadium perforasi – Pengobatan H2O2 3% selama 3 hari serta antibiotika yang adekuat. • Pada stadium resolusi – Bila tidak terjadi resolusi antibiotika dapat dianjurkan sampai 3 minggu. Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Anamnesis dan PF • Anamnesis – Onset akut – Gejala Klinik : • • • • Nyeri dalam telinga Riwayat suhu tinggi Ganguan pendengaran Rasa penuh dalam telinga – Riwayat ISPA – Riwayat keluar cairan dari telinga • Pemeriksaan fisik – Berdasarkan stadium yang ditemukan – Ditemukan tanda efusi di telinga tengah – Kemerahan pada gendang telinga – Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Otitis Media Supuratif Kronik • Kelanjutan dari otitis media akut yang prosesnya sudah lebih dari dua bulan • Infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani serta sekret yang persisten atau intermiten. • Progresi menjadi OMSK dapat disebabkan terapi terlambat, terapi tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, imunitas pasien rendah, hygiene buruk Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Klasifikasi OMSK Otitis media Supuratif Kronik Benigna Otitis Media Supuratif Kronik Maligna Proses peradangan terbatas pada mukosa Proses peradangan tidak terbatas pada mukosa Proses peradangan tidak mengenai tulang Proses peradangan mengenai tulang Perforasi membran timpani tipe sentral Perforasi membran timpani paling sering marginal dan atik. Terkadang tipe sub total dengan kolesteatoma Jarang terjadi komplikasi berbahaya Sering terjadi komplikasi berbahaya Kolesteatoma tidak ada Kolesteatoma ada Dapat dibagi lagi berdasarkan aktifitas sekret yang keluar : 1.OMSK aktif 2.OMSK tenang Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Anamnesis dan Pemeriksaan • Anamnesis: – – – – – Terjadi secara kronis Riwayat keluar cairan dari telinga Sekret di liang telinga Keluhan kurang pendengaran Keluar darah dari telinga • PF: perforasi membran timpani • Pemeriksaan penunjang: – Pemeriksaan radiologi : Posisi Schuller untuk melihat koleostoma – Pemeriksaan audiogram Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Terapi • OMSK tipe aman: – Konservatif dengan medikamentosa. • Sekret keluar terus menerus Æ larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. • Setelah sekret berkurang Æ tetes telinga antibiotika dan kortikosteroid. • Sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. • OMSK tipe bahaya adalah pembedahan Æmastoidektomi. Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Jenis Pembedahan Pada OMSK • Mastoidektomi sederhana – OMSK tipe aman yang tidak sembuh dengan pengobatan • Mastoidektomi radikal – OMSK tipe bahaya yang infeksinya sudah meluas • Mastoidektomi radikal dengan modifikasi – OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani • Miringoplasti – Rekonstruksi membran timpani pada OMSK tipe aman yang tenang • Timpanoplasti – OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat • Timpanoplasti pendekatan ganda – OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Otitis Media Non Supuratif • Bekumpulnya sekret nonpurulen di telinga tengah – Bila cairan encer, disebut otitis media serosa Æ transudat atau plasma dari pembuluh darah akibat perbedaan tekanan hidrostatik – Bila cairan kental, disebut otitis media mukoid Æ sekresi kelenjar dan kista dalam mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, dan rongga mastoid. • Membran timpani utuh Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. • Faktor-faktor yang dapat menyebabkan OMNS: – – – – – – – – Terganggunya fungsi tuba Eustachius Hipertrofi adenoid Adenoitis Cleft-palate Tumor nasofaring Barotrauma Sinusitis Rinitis Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Otitis Media Serosa Akut • Terbentuknya sekret di telinga secara tibatiba akibat gangguan fungsi tuba (sumbatan tuba, infeksi virus, alergi) Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Anamnesis • Gejala Klinis: – Pendengaran berkurang • Apakah pendengaran dirasakan berkurang? Sejak kapan? – Rasa tersumbat pada telinga • Apakah telinga terasa tersumbat? Apakah gejala muncul dalam waktu yang cepat? – Suara sendiri terdengar lebih nyaring • Apakah suara sendiri terasa lebih terdengar keras di salah satu telinga? Telinga kiri/kanan? (lebih kencang di telinga yang sakit) – Terasa ada cairan yang bergerak di dalam kepala • Apakah terasa ada cairan yang bergerak di dalam kepala bila kepala digerakkan? – Nyeri pada saat awal gangguan tuba • Apakah gangguan diawali dengan rasa nyeri? Demam? – Tinitus • Apakah terdapat rasa berdengung? – Vertigo • Pernahkah mengalami pusing berputar? Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Pemeriksaan Fisik • Membran timpani retraksi • Terdapat gelembung udara di membran timpani • Tanda tuli konduktif Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Terapi – Vasokonstriktor lokal (tetes idung) – Antihistamin – Bila gejala menetap setelah 2 minggu dilakukan miringotomi atau miringotomi dengan pipa ventilasi Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Otitis Media Serosa Kronik • Perbedaan dengan OM Serosa Akut hanya cara pembentukan sekret • Pembentukan sekret berlangsung secara bertahap TANPA rasa nyeri • Lebih sering terjadi pada anak anak • Sekret kental seperti lem Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik • Gejala – Apakah rasanya pendengaran menurun dalam jangka waktu yang lama? • Pemeriksaan Fisik – Otoskopi : membran timpani utuh, retraksi, suram, kuning kemerahan atau keabuan Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. Terapi • Mengeluarkan sekret dengan miringotomi dengan pemasangan pipa ventilasi • Kombinasi antihistamin dan dekongestan untuk kasus yang masih baru Djaafar, Zainul A. Helmi, Ratna D. Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. Hal. 64- 77. OTOSKLEROSIS, TIMPANOSKLEROSIS Otosklerosis • Penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami spongiosis di daerah kaki stapes Æ stapes menjadi kaku dan tidak dapat menghantarkan getaran suara ke labirin dengan baik. • Penyebab Æ belum dapat dipastikan Æ faktor keturunan (resiko 25%-50%), gender (perempuan > laki-laki), ras (bangsa kulit putih), kehamilan (terkait perubahan hormonal) berpengaruh. • • • Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. 6th Ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2011. Better Health Channel. Ears – Otosclerosis. Available from: http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/Ear_problems__otosclerosis#. [cited on April 14, 2013]. National Institute on Deafness and Other Communication Disorders. Otosclerosis. Available from: http://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/pages/otosclerosis.aspx. [cited on April 14, 2013]. Medical Disability Advisor. Otosclerosis. Available from: http://www.mdguidelines.com/otosclerosis. [cited on April 14, 2013]. Gejala Klinik dan Diagnosis • Anamnesis: – Pendengaran terasa berkurang secara progresif. – Tinitus dan vertigo – Pasien merasa pendengaran terdengar lebih baik dalam ruangan bising (Paracusis Willisii). • Pemeriksaan fisik: – Membran timpani utuh, normal atau dalam batas-batas normal. – Kemungkinan terlihat gambaran membran timpani yang kemerahan oleh karena terdapat pelebaran pembuluh darah promontium (Schwarte’s sign). – Tuba biasanya paten dan tidak terdapat riwayat penyakit telinga atau trauma kepala atau telinga sebelumnya. • • • Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. 6th Ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2011. Better Health Channel. Ears – Otosclerosis. Available from: http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/Ear_problems_-_otosclerosis#. [cited on April 14, 2013]. Medical Disability Advisor. Otosclerosis. Available from: http://www.mdguidelines.com/otosclerosis. [cited on April 14, 2013]. • Pemeriksaan penunjang: – audiometri nada murni dan pemeriksaan impedance Æ pasien otosklerosis biasanya mengalami masalah pendengaran pada bunyi frekuensi rendah. – CT scan Æ cukup berguna untuk menilai keadaan osikel, koklea dan organ vestibular dan untuk membedakan otosklerosis dari penyebab gangguan pendengaran lainnya. Washington University Physicians. Otosclerosis. Available from: http://hearing.wustl.edu/HearingEducationCenter/DiseaseDiagnosisTreatment/Otosclerosis.aspx. [cited on April 14, 2013]. Terapi • Operasi Æ stapedektomi atau stapedotomi Æ stapes diganti dengan bahan prostetis. • Jika tidak dapat dilakukan operasi Æ alat bantu dengar (ABD) dapat sementara membantu pendengaran pasien. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. 6th Ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2011. Timpanosklerosis • Penyakit pada membran timpani Æ bercakbercak putih tebal atau menjadi putih dan tebal seluruhnya akibat timbunan kolagen terhialinisasi pada bagian tengahnya. • Karakteristik Æ adanya hialinisasi dan deposit kalsium pada membran timpani, telinga tengah atau keduanya – akibat inflamasi atau trauma – setelah episode rekuren dari otitis media akut, otitis media dengan efusi, dan insersi ventilasi tuba. • • Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Fundamentals of Otolaryngology. 6th Ed. Philadelphia: W.B Saunders Company;1997. Lalwani AK, Agrawal SK, Aguila DJ, et al. Current Diagnosis and Treatment: Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2nd Ed. New York: Mc Graw Hill – Lange;2007. Diagnosis dan Tatalaksana • • Pada pemeriksaan otoskopi Æ timpanosklerosis memberikan gambaran semisirkuler atau seperti sepatu kuda yang berwarna putih pada membran timpani. Pemeriksaan penunjang lain Æ tidak terlalu dibutuhkan apabila telah ditemukan lesi yang khas, tidak ada perluasan, dan tidak ada kecurigaan adanya gangguan atau penyakit telinga tengah lain. – Audiometri Æ menentukan derajat tipe gangguan pendengaran. – Timpanometri Æ hasil timpanogram dapat dipengaruhi oleh adanya timpanosklerosis. – CT scan Æ terutama bila disertai dengan kelainan pada kavitas telinga tengah. • Tatalaksana Æ timpanoplasti dan rekonstruksi osikel. Cummings CW, Fredrickson JM, Harker LA, et al. Otolatyngology Head and Neck Surgery. 3rd Edi. St. Louis: Mosby-Year Book Inc;1998. OTITIS EKSTERNA Otitis Eksterna • Swimmer’s ear Æ radang liang telinga akut maupun kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus • Pada kanal telinga luar – tube antara telinga luar dan membran timpani. • Faktor predisposisi Æ perubahan PH, keadaan udara yang hangat dan lembab, trauma ringan saat mengorek telinga, berenang. • Otitis eksterna akut Æ otitis eksterna sirkumskripta dan otitis eksterna difus. • • Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. 6th Ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2011. Anonymous. Otitis Externa. Available from: http://www.nhs.uk/Conditions/Otitis-externa/Pages/Introduction.aspx. [cited on April 14,2013]. Anonymous. Swimmer’s Ear. Available from: http://www.yourhealth.net.au/Practice.aspx?id=118&Article=524. [cited on April 14, 2013]. Sander R. Otitis Externa: A Practical Guide to Treatment and Prevention. Available from: http://www.aafp.org/afp/20 01/0301/p927.html. [cited on April 14, 2013]. Sander R. Otitis Externa: A Practical Guide to Treatment and Prevention. Available from: http://www.aafp.org/afp/2001/0301/p927.html. [cited on April 14, 2013] Otitis Eksterna Sirkumskripta • Furunkel Æ karena kulit disepertiga bagian luar mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen Æ infeksi pada pilosebaseus. • Penyebab Æ Staphilococcus aureus atau Staphilococcus albus. • Gejala Æ rasa nyeri yang hebat, rasa penuh pada telinga, gangguan pendengaran (bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga). Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. 6th Ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2011. • Terapi Æ bergantung pada furunkel Æ bila sudah menjadi abses diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanah. Jika dinding furunkel tebal Æ insisi Æ dipasang drain untuk mengalirkan nanah. • Medikamentosa Æ antibiotika salep (polymixin B atau bacitracin), antiseptik (asam asetat 2-5% dalam alkohol), analgetik. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. 6th Ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2011. Otitis Eksterna Difus • Mengenai kulit liang telinga duapertiga dalam Æ hiperemis dan edema yang batasnya tidak jelas. • Penyebab Æ Pseudomonas, Staphilococcus albus, Escherechia Coli, dsb. • Gejala Æ nyeri tekan tragus, liang telinga sangat sempit, kadang kelenjar getah bening regional membesar dan nyeri tekan, terdapat sekret yang berbau (tidak mengandung lendir). • Terapi Æ membersihkan liang telinga Æ memasukkan tampon yang mengandung antibiotik. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. 6th Ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2011. Rosenfeld RM, et al. Clinical Practice Guideline: Acute Otitis Externa. Available from: http://neuron.mefst.hr/docs/katedre/orl/seminari_2013/Ros enfeld-_AOE_-_Clinical_Guideline.pdf. [cited on April 14, 2013]. PEMERIKSAAN PENDENGARAN Liang Telinga Membran Timpani • Bagian paling luar telinga tengah • 4 kuadran • Bayangan penonjolan bagian bawah maleus ÆUmbo • Refleks cahaya: II I IV UMBO III RC – gerakan serabut yang radier dan sirkuler. – Refleks cahaya jam 7 untuk membran timpani kiri dan jam 5 utk membran timpani kanan Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan kelainan telinga. Dalam buku ajar kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.10-22. Membrana Timpani Perforasi membrana tympani PEMICU: Pemeriksaan Fisik THT Telinga Kiri Kanan Liang Telinga Lapang Lapang Sekret Tidak ada Tidak ada Membran Timpani Menebal Hipervaskuler, tidak hiperemis Refleks Cahaya Suram Tidak ada AS: Membran timpani menebal, refleks cahaya suram Æ timpanosklerosis AD: Membran timpani hipervaskuler, refleks cahaya (-) Æ peradangan (cairan) pada telinga tengah PEMICU: Pemeriksaan fisik THT Hidung Kanan Kiri Rongga Hidung Lapang Lapang Konka Inferior Edema, tidak hiperemis, tidak livid Edema, tidak hiperemis, tidak livid Konka Media eutrofi Eutrofi Septum Lurus Lurus Nasofaring Hipertrofi adenoid Tenggorok Faring Tonsil Granuler, tidak hiperemis T2 T2 Kripti tidak melebar Kripri tidak melebar Tidak terdapat detritus Tidak terdapat detritus > Hipertrofi Adenoid Æ obstruksi tuba eustachius Æ faktor predisposisi Otitis Media > Tonsil membesar, faring granular Æ tonsilofaringitis kronis Tes Penala • Dasar fisiologi pemeriksaan: – Telinga dalam (koklea) terletak pada kavitas bertulang di dalam os temporalis (labyrinth tulang) Æ getaran di seluruh tulang tengkorak dapat menyebabkan getaran pada cairan koklea – Masking phenomenonÆ adanya bunyi akan menurunkan kemampuan seseorang mendengar bunyi lain • Tes Rinne, Weber, Schwabach, Bing • 1 set penala terdiri dari 5 buah penala (128Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz). Umumnya digunakan penala 512 Hz. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan kelainan telinga. Dalam buku ajar kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.10-22. Interpretasi Tes Penala Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Interpretasi Positif Lateralisasi tidak ada Sama dengan pemeriksa Normal Negatif Lateralisasi ke telinga yang sakit Memanjang Tuli Konduktif Positif Lateralisasi ke telinga yang sehat Memendek Tuli sensorineural Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan kelainan telinga. Dalam buku ajar kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.10-22. Tes Penala Penala AS AD Rinne Negatif Negatif Weber Swabach Lateralisasi ke kiri memanjang memanjang • Rinne negatif, Weber lateralisasi ke telinga yang sakit, schwabach memanjang Æ tuli konduktif, terutama telinga kiri Audiometri • Tujuan : untuk menentukan jenis dan derajat kelainan pendengaran – Nada murni (pure tone): satu frekuensi – Bising: banyak frekuensi, terdiri dari narrow band dan white noise • Audiometer nada murni Æ nada murni mulai dari frekuensi 125 Hz sampai 8000 Hz. – Kualitatif (normal, tuli konduktif, tuli sensori neural, tuli campuran) – Kuantitatif (normal, tuli ringan, tuli sedang, tuli berat). • Hasil Æ audiogram Æ grafik ambang pendengaran pada berbagai frekuensi terhadap intensitas suara dalam desibel (dB). Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan kelainan telinga. Dalam buku ajar kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.10-22. Audiometri Audiogram • Gunakan tinta merah untuk telinga kanan, dan tinta biru untuk telinga kiri • Hantaran udara (Air Conduction = AC) – Kanan = O – Kiri = X • Hantaran tulang (Bone Conduction = BC) – Kanan = < – Kiri = > • Hantaran udara (AC) dihubungkan dengan garis lurus ( ) dengan menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri • Hantaran tulang (BC) dihubungkan dengan garis putusputus ( - - - - - - - - ) dengan menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan kelainan telinga. Dalam buku ajar kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.10-22. 1. CONTOH AUDIOGRAM PENDENGARAN NORMAL (TELINGA KANAN) 3. CONTOH AUDIOGRAM TULI KONDUKTIF (TELINGA KANAN) 2. CONTOH AUDIOGRAM TULI SENSORI NEURAL (TELINGA KANAN) 4. CONTOH AUDIOGRAM TULI CAMPUR (TELINGA KANAN) Ambang Dengar • Disebut terdapat air-bone gap apabila antara AC dan BC terdapat perbedaan lebih atau sama dengan 10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang berdekatan. • Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz+ AD 4000 Hz 4 • Untuk menentukan derajat ketulian, digunakan ambang dengar AC Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan kelainan telinga. Dalam buku ajar kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.10-22. Derajat ketulian menurut ISO 25 40 55 70 90 Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan kelainan telinga. Dalam buku ajar kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.10-22. Audiogram AD: tuli konduktif berat 61,6 dB AS: tuli konduktif sedang 48,3 dB Kesan: Tuli konduktif bilateral derajat sedang-berat Timpanometri • Definisi : pengukuran tekanan telinga yang berhubungan dengan tuba saluran eustachius pada membran timpani • Untuk menilai kondisi telinga tengah • Merupakan salah satu pemeriksaan pendengaran objektif • Tujuan, mengetahui: – Compliance/mobilitas membrana timpani – Tekanan pada telinga tengah – Volume canalis auditorius eksterna Suwento R, Zizlavsky S, Hendarmin H. Gangguan Pendengaran pada bayi dan anak. Dalam buku ajar kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.35. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic otorhinolaryngology. USA: Thieme; 2006, p.184-190. Timpanometri • Prinsip pemeriksaan: menggunakan probe dengan frekuensi (biasanya) 226 Hz (kecuali bayi <6 bln) Æ diketahui besarnya tekanan di liang telinga berdasarkan energi suara yang dipantulkan kembali oleh gendang telinga yang terpengaruh oleh kondisi membran timpani, telinga tengah, dan koklea. • Refleks akustik: Menilai fungsi impedansi suara di telinga tengah. Untuk menilai refleks akustik, harus didapatkan hasil timpanogram tipe A atau C. Timpanometri • Hasil Æ timpanogram • Klasifikasi timpanogram : – tipe A (normal) – Tipe Ad (diskontinuitas tulang pendengaran) – Tipe As (kekakuan rangkaian tulang pendengaran) – type B (cairan di telinga tengah) – tipe C (disfungsi tuba eustachius) Suwento R, Zizlavsky S, Hendarmin H. Gangguan Pendengaran pada bayi dan anak. Dalam buku ajar kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.35. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic otorhinolaryngology. USA: Thieme; 2006, p.184-190. Timpanogram Suwento R, Zizlavsky S, Hendarmin H. Gangguan Pendengaran pada bayi dan anak. Dalam buku ajar kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbeit FKUI; 2011, hal.35. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic otorhinolaryngology. USA: Thieme; 2006, p.184-190. Timpanogram AD AS Tipe B Tipe B Refleks akustik negatif Refleks akustik negatif Eustachian tube function sulit dinilai Sulit dinilai Timpanogram type B Æ Terdapat cairan di telinga tengah Æ tuba eustachius function sulit dinilai Timpanogram type B Æ Refleks akustik negatif Kesan: Tuli konduktif bilateral derajat sedang-berat dengan adanya cairan dalam telinga tengah Working Diagnosis • Otitis Media Non Supuratif, atas dasar: – Anamnesis: • Onset gangguan pendengaran kronik dan perlahan. • Keluhan telinga terasa penuh. • Riwayat OMA. – Pemeriksaan fisik: • Hipertrofi adenoid • Tuli konduktif pada penala. – Pemeriksaan penunjang: • Audiogram tuli konduktif. • Timpanogram tipe B. • Diagnosis banding yang belum dapat disingkirkan: – Timpanosklerosis, dapat merupakan bentuk komplikasi dari OME. • Diagnosis lain disingkirkan: – OMSK, karena tidak terdapat perforasi. – Otosklerosis, karena tidak terdapat tinitus maupun vertigo, atau tanda paracusis willisii. – Otitis eksterna, karena lebih sering rapid onset, tidak terdapat otalgia atau faktor risiko, misalnya kebiasaan berenang, serta liang telinga lapang. Rencana Tatalaksana • Rencana Diagnosis – Tidak ada rencana. • Rencana Terapi – Rujuk ke spesialis THT. – Miringotomi untuk mengeluarkan sekret. – Adenotomi. TERIMA KASIH