Perilaku Politik Masyarakat Pesisir

advertisement
“Perilaku Politik Masyarakat Pesisir”
(Studi Kasus Masyarakat Pesisir Kampung Gampancayya Kelurahan
Tallo Kecamatan Tallo Kota Makassar)
MUSTAQIM
E411 09 269
Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Derajat
Kesarjanaan Pada Jurusan Sosiologi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
“Perilaku Politik Masyarakat Pesisir”
(Studi Kasus Masyarakat Pesisir Kampung Gampancayya Kelurahan
Tallo Kecamatan Tallo Kota Makassar)
MUSTAQIM
E411 09 269
Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Derajat
Kesarjanaan Pada Jurusan Sosiologi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
ii
HALAMAN JUDUL
Skripsi dengan judul:
Perilaku Politik Masyarakat Pesisir
(Studi Kasus Masyarakat Pesisir Kampung Gampancayya
Kelurahan Tallo Kecamatan Tallo Kota Makassar )
Yang disusun dan diajukan oleh:
MUSTAQIM
E 411 09 269
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini saya :
Nama
: Mustaqim
NIM
: E411 09 269
Jurusan
: Sosiologi
Fakultas
: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Menyatakan dengan sesungguhnya dan sejujurnya, bahwa skripsi saya yang
berjudul “Perilaku Politik Masyarakat Pesisir” (Study Kasus Masyarakat
Pesisir Kampung Gampancayya Kelurahan Tallo Kecamatan Tallo Kota
Makassar), adalah asli hasil penelitian saya sendiri dan bukan hasil karya
orang lain.
Makassar, 24 November 2015
Yang memberi pernyataan
Mustaqim
NIM.E411 10 269
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kepada Ayahda H. Adam Ummareng dan Ibunda Hj. Mare Al Mustafa
Karya sederhana ini kupersembahkan untukmu
Dengan kerendahan hati yang sangat
Terimak kasih atas ribuan kasih sayangnya setiap pagi
Membangunkan shalat dan menyuruhku pulang cepat
Terima kasih atas rasa cemas yang kaunamai cinta
Anakmu ini tak bisa apa-apa selain mendoakan keberkahan
Kepada Anre’ Gurutta (Alllahu Yarham) Pimpinan Pesantren An Nahdlah
Ilmu dan keikhlasmu selama ini telah menjadi kemewahan sederhana
Menjadi muridmu adalah takdir terbaik menjadi manusia
Nasehatmu akan selalu kami ingat
Dan Kepada keenam kakak-kakakku
Maafkan sikap dan berbagai kenakalan yang selama ini kuperbuat
Serumah dengan kalian adalah pesta paling membahagiakan
Semoga saya bisa menjadi adik yang baik untuk keluarga
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga penulis dapat melalui masa perkuliahan dan
penyusunan skripsi dan penelitian ini. Skripsi yang berjudul “Perilaku Politk
Masyarakat
Pesisir”(Studi
Kasus
Masyarakat
Pesisir
Kampung
Gampancayya Kelurahan Tallo Kecamatan Tallo Kota Makassar) ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana pada
jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Makassar.
Kepada Dr. Rahmat Muhammad M.Si selaku pembimbing I, terima kasih
atas
kepercayaan
dan
bimbingannya
sehingga
penulis
mampu
menyelesaikan Skripsi ini dan Drs. Andi Haris M,Sc selaku pembimbing II,
terima kasih untuk setiap waktu yang diberikan tanpa lelah membimbing saya
untuk menyusun skripsi ini.Ucapan terima kasih juga yang sebesar-besarnya
saya sampaikan kepada:
1. Dr. Mansyur Radjab, M.Si selaku Ketua Jurusan dan Dr.
Ramli AT M.Si selaku Sekertaris Jurusan Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.
ix
2. Semua Bapak dan Ibu Dosen yang telah mendidik penulis dalam
pendidikan di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik sehingga penulis bisa menyelesaikan studi dengan baik.
3. Seluruh staf karyawan Jurusan Sosiologi yang telah memberikan
bantuan kepada saya selama menjadi mahasiswa. Utamanya Pak
Asmudir serta Ibu Ros bantuan dan kemudahannya menyusun
berkas.
4. Buat teman-teman Mahasiswa Sosiologi Unhas, Tema-teman
Pengurus IPNU Sulsel, Teman-teman Fisip Unhas serta semua
teman-teman yang selama ini menemani riuh perbincangan hidup
dengan warna yang tak tunggal.
5. Buat teman-teman seperjuangan di Pesantren An Nahdlah 2009,
terima kasih telah menjadi teman ngopi dan berbagi di semua
suasana.
6. Buat kawan-kawan di Amigos 2009, Yang telah sarjana dan yang
sementara berjuang. Maafkan diriku ini yang terlampau lama
merepotkan kalian.
7. Buat teman-teman diskusi di pelataran Sospol dan sekitaran kantin
Mache’ yang tak mungkin bisa kusebut satu persatu namanya.
Lewat perbincangan dengan banyak tema, kalian telah mengajari
saya untuk mencari tahu lebih banyak lagi.
x
8. Teman-teman aktvis HmI Komisariat Sospol, terima kasih atas ilmu
dan diskursus wacana yang selama ini telah ditularkan kepada
saya.
9. Teman-teman PMII Komisariat Unhas, terima kasih atas waktu
luang untuk sekedar membagi pengetahuannya dan diskusi
panjang membicarakan negara, budaya, ekonomi, politik, sastra,
atau aspek apa saja yang telah menjadi tema diskusi kita di BTP
Blok E
10. Kanda-kandaku di pengurus KNPI Sulsel, terima kasih atas
banyak ilmunya selama ini. Saya merasa beruntung telah
diperkenankan berkenalan dengan para tokoh pemuda
yang
dimiliki Sulsel.
11. Terima kasih kepada ayahnda, bunda, kanda, dinda, dan temanteman di keluarga besar NU.
12. Terima kasih kepada teman-teman di HIPMI PT Sulsel, saya
banyak belajar dari teman-teman bagaimana menjadi anak muda
kreatif dan berdikari.
13. Terima
kasih
kepada
segenap
admin
dan
kontributor
sastrapedia(dot)com, mari sama-sama kita menjaga tradisi literasi
yang baik dan kampanye membaca bagi masyarakat muda.
Semoga buku dan menulis menjadi kawan baik bagi peradaban ini.
xi
14. Terima kasih kepada Nanda Navisa, adik sekaligus teman diskusi
tentang banyak hal. Maafkan ketidakdewasaan saya selama ini,
semoga “niat baik” kita kelak mendapat restu dari Tuhan yang
maha baik.
15. Terima kasih kepada Informan atas segala informasi yang telah
diberikan.
Makassar, 26 November 2015
Penulis
xii
ABSTRAK
Mustaqim, E41109269. “Perilaku Politik Masyarakat Pesisir”(Study
Kasus Masyarakat Pesisir Kampung Gampancayya Kelurahan Tallo
Kecamatan Tallo Kota Makassar). dibimbing oleh Rahmat Muhammad
dan Andi Haris.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku politik
masyarakat pesisir.
Subyek dalam penelitian ini adalah orang-orang yang secara aktif terlibat
dalam proses politik diKampung Gampacayya. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan sepuluh informan dengan pembagian lima pria dan lima
wanita. Penelitian ini mencoba menjelaskan bagaimana pola sosiologis
perilaku politik masyarakat setempat. Pendekatan penelitian yang digunakan
adalah studi penelitian kualitatif mengamati denganprosedur menghasilkan
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang ditunjuk sebagai informan.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif yang menggambarkan gejala, peristiwa,
kejadian yang terjadi di masyarakat dalam kaitannya dengan perilaku politik.
Sementara penelitian dasar adalah studi kasus yaitu penelitian intensif dan
mendalam dari suatu objek dengan menggunakan wawancara mendalam
dan observasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola perilaku politik masyarakat pesisir
di Kampung Gampancayya belum dalam pemilih rasional. Dinamika politik
yang kuat bersama dengan dominasi kelas menengah (local strongman)
dengan kekuatan ekonomi dan modal sosial. Selain itu, aspek keluarga yang
mempengaruhi pola perilaku politikKampung Gampancayya, mengingat
adacalonyang
mampu
mengawal
orang
untukmemilihnyadenganpendekatankekeluargaan.
Kata kunci: Perilaku Politik, Masyarakat Pesisir, Perilaku Sosial
xiii
ABSTRACT
Mustaqim, E41109269. "Political Behavior Coastal Communities" ( Case
Study Coastal Community GampancayyaVillage Tallo District TalloSubDistrict Makassar ) . guided byRahmat Muhammad and AndiHaris
The purpose of this study is to analyze the political behavior of coastal
communities.
The subjects in this study were people who were actively involved in the
political process in Gampacayya Village. In this study the author uses ten
informants with the division of five men and five women. This study tries to
explain how the sociological patterns of political behavior of local
communities. The research approach used is a qualitative research study
observed that the procedure produces words written or spoken of the people
designated as informers. This type of research is descriptive which describe a
symptom, events, events that occurred in the community in relation to political
behavior. While basic research is a case study that is research-intensive and
depth of an object by using in-depth interviews and observation.
The results showed that the pattern of political behavior of coastal
communities in the villages of Gampancayya is not yet in a rational voter.
Strong political dynamics along with the domination of the ruling class
intermediate (local strongman) with economic power and social capital. In
addition, the familial aspect influencing the political behavior patterns
Gampancayya village community, considering there are candidates who are
able to escort people to choose it.
Keywords : Political Behaviour , Coastal Communities , Social Behavior
xiv
DAFTAR ISI
Halaman Judul .........................................................................................
iii
Halaman Sebelum Ujian ..........................................................................
iv
Halaman Setelah Ujian ............................................................................
v
Halaman Penerimaan Tim Evaluasi .......................................................
vi
Pernyataan Keaslian Skripsi ....................................................................
vii
Halaman Persembahan ...........................................................................
viii
Kata Pengantar ........................................................................................
ix
Abstrak.....................................................................................................
xiii
Abstrak Terjemahan.................................................................................
xvi
Daftar Isi ..................................................................................................
xv
Daftar Tabel .............................................................................................
xviii
Daftar Gambar ...... ..................................................................................
xix
BAB I PENDAHULUAN............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah................................................................
1
B. Rumusan Masalah ........................................................................
9
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..................................................
9
1. Tujuan Penelitian .....................................................................
9
2. Manfaat Penelitian ...................................................................
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................
11
A. Defenisi Masyarakat Pesisir ..........................................................
11
B. Pembangunan Masyarakat Pesisir................................................
13
C. Pengertian Perilaku Politik ............................................................
18
D. Masyarakat Pesisir Secara Sosiologis ..........................................
22
E. Problem Sosial Politik Laut Kita ....................................................
25
F. Pemberdayaan Masyarakat Pesisir...............................................
31
xv
G. KerangkaKonseptual .....................................................................
35
BAB III METODE PENELITIAN................................................................
38
A. Dasar dan Tipe Penelitian .............................................................
38
B. Waktu dan Lokasi Penelitian .........................................................
39
C. Fokus Penelitian............................................................................
39
D. Subjek Penelitian ..........................................................................
40
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................
41
1. Data Primer..............................................................................
41
2. Data Sekunder.........................................................................
41
F. Analisis Data .................................................................................
39
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................
43
A. SejarahKampung...........................................................................
43
B. Keadaan Geografis .......................................................................
45
C. Hasil Alam .....................................................................................
46
D. Sumber Daya Manusia ..................................................................
46
E. Keadaan Ekonomi .........................................................................
47
F. Kondisi Sosial Budaya...................................................................
48
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................
51
A. Identitas dan Karakteristik Informan ..............................................
51
1. Identitas Informan ....................................................................
51
2. Profil Informan ........................................................................
51
3. Karaktersitik Informan Berdasarkan Umur ...............................
57
4. Karaktersitik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin .................
57
5. Karaktersitik Informan Berdasarkan Pendidikan ......................
58
B. Pembahasan .................................................................................
60
1. Menduduki Jabatan Politik .......................................................
60
2. Mencari Jabatan Politik............................................................
64
3. Keanggotan Aktif Di Organisasi Politik.....................................
66
4. Keikutsertaan Dalam Rapat Umum..........................................
71
xvi
5. Keikutsertaan Dalam Diskusi Politik.........................................
74
6. Keikutsertaan Dalam Aktivitas Demonstrasi ............................
78
7. Pemberian Suara .....................................................................
81
8. Apathi Total..............................................................................
85
BAB VI PENUTUP ..................................................................................
90
A. Kesimpulan ...................................................................................
90
B. Saran.............................................................................................
91
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
93
LAMPIRAN
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Penggolongan Nelayan ..............................................................
30
Tabel 2 Jumlah Penduduk Kampung Gampancayya ...............................
45
Tabel 3 Distribusi Informan berdasakan berdasarkan umur,
Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan ...................................................
58
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Dokumentasi ..........................................................................
99
xix
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam pen-Takdir-anNya sebagai negara kepulauan atau negara
maritim yang masyarakatnya bersifat majemuk (plural society), pemerintah
dan masyarakat Indonesia masih harus belajar banyak dari sejarah
perjalanannya sendiri
tentang bagaimana mengelola kemajemukan
tersebut agar menjadi modal sosial pembangunan bangsa1. Masyarakat
majemuk yang tersusun oleh keragaman kelompok etnik (etnic group)
atau suku bangsa beserta tradisi-budayanya itu, tidak hanya berpeluang
menjadikan Indonesia sebagai negara yang kuat di masa mendatang,
tetapi juga berpotensi mendorong timbulnya konflik sosial yang dapat
mengancam sendi-sendi integrasi negara-bangsa (nation-state), jika
dinamika kemajemukan sosial-budaya itu tidak dapat dikelola dengan
baik.
Dalam konteks kekinian, relasi politik terkait ruang lingkup
kehidupan sehari-hari semakin memiliki intensitas yang kuat. Berbagi hal
terjadi terkait proses demokratisasi politik kita hari ini, mulai dari pelibatan
masyarakat stake holder menjadi suksesi seorang calon hingga pada
konflik yang dipicuh oleh dampak keterbukaan politik yang luar biasa.
1
Konsep masyarakat majemuk pertama kali dikemukakan oleh Furnivall (1980: 86-96) ketika ia
memahami fenomena sosial ekonomi masyarakat Indonesia pada masa kolonial. Ia melihat
masyarakat majemuk tersusun oleh kelompok-kelompok sosial pribumi (kelompok etnik lokal)
dan ras pendatang yang masing-masing terpisah secara sosial-budaya dan mengambil peran
yang berbeda dalam fungsi-fungsi ekonomi masyarakat. Penyatuan politik masyarakat majemuk
ini berpilar pada sistem kekuasaan kolonialisme.
1
Proses demokrasi kita semakin bebas dengan dibukanya semua akses
kepada siapa saja yang ingin menjadi bakal calon. Berbagai dinamika
telah dilalui bangsa ini dalam rangka mewujudkan peradaban yang jauh
lebih baik dari sebelumnya.
Proses demokratisas menjadi harapan kesekian mewujudkan hal
itu. Beragam ekspektasi pasca reformasi coba dilekatkan pada konsep
tersebut. Demokrasi itu sendiri adalah suatu konsep yang mustahil
ditakrifkan dengan sebatas pengertian tentang kebebasan. Lebih dari itu,
setiap bentuk pengaturan politk yang tangguh dan absah yang berakar
pada ikatan bersama, yang terasa lebih hangat dari sekedar perangkat
prosudural2
Kekuasaan adalah konsep yang begitu terbuka sehingga tidak
mungkin
mengedepankan
pengertian
tunggal.
Defenisi
kekuasaan
mengharuskan kita menelaah asumsi, nilai, dan perspektif yang
digunakan. Dalam analisis Weberian, ada tiga sumber legitimasi yang
penting dalam kekuasaan: (1) Kekuasaan yang bersumber dari tradisi, (2)
Kharisma, dan (3) Instrumen rasional seperti kekuasaan legal formal3.
Dan masih menurut Weber, bahwa kekuasaan penting untuk mengatur
persaingan kelompok sosial dan upaya dominasi kelompok lain.
2
Dr. Nurcholish Majid dalam “cita-cita Politik Islam Era Reformasi” (1999) hal 9 Paramadina
Dalam kajian yang lebih mendalam tentang konsep kekuasaan menutur perspektif sosiologi
politik bisa dilihat dari buku Zainuddin Maliki “Sosiologi Politik: Makna Kekuasaan dan
Transformasi Politik” terbit Gadjah Mada University Press 2010
3
2
Dalam tata sosial baru4 meminjam istilah Francis Fukuyama di
masyarakat adalah kenyataan yang mengindikasi kita sebagai masyarakat
dengan laju modernitas yang tinggi dengan kekuatan capital dan akses
politik yang menentukan. Implikasi pun banyak bemunculan, salah satu
kesan bahwa kekuatan capital cenderung memenangkan kompetisi
dibanding dengan idealisme politik yang dibangun melalui investasi sosial
yang bertahap. Meskipun di beberapa kasus pemilihan ada pula yang
berhasil memasukan batin demokrasi sebagai pijakan untuk memilih.
Hal itulah yang kemudian berdampak pada pengelolahan negara
yang tidak beres, visi pengembalian modal kampanye besar di saat pemilu
adalah logika sederhana pada politikus dan belum lagi teriakan tim sukses
yang meminta jatah “kue” yang susah dibendung. Lalu kalau seperti itu,
dimana kemudian peran masyarakat sipil sebagai intrumen utama
terciptanya
negara
ini.
Padahal
cita-cita
utama
politik
adalah
pendistribusian kekuasaan guna menciptakan kesejahteraan rakyat,
pergantian posisi tiap pemilu diharapkan bisa menjadi pemicuh semakin
membaiknya kondisi Indonesia kita. Di tengah sumber daya alam yang
melimpah dan potensi kebudayaan yang ada, sungguh sangat merugi jika
hanya memposisikan Negara ini sebagai bangsa yang begitu-begitu saja
dan tak pernah naik kelas.
4
Baca “Guncangan Besar” Francis Fukuyama bab 6 terbitan Gramedia Pustaka Utama tahun 2005
3
Setelah 17 tahun kita reformasi, banyak ekspektasi yang belum
dituntaskan. Meskipun konsepsi ideal nyaris utopis untuk sebuah bangsa,
minimal terjadi perkembangan yang membaik sedikit demi sedikit dan
menuju pendewasaan bernegara secara bertahap. Kesemuanya itu tak
lepas dari peran praktek politik kita, sebagaimana sebuah ungkapan yang
mengatakan bahwa kualitas negara ditentukan oleh kualitas pemilih dalam
menentukan elitnya, sehingga penting menghadirkan keterlibatan politik
yang berbasis pada kualitas di kalangan masyarakat stake holder sebagai
instrumentdalam mengawal demokratisasi kita.
Politik sebagai system bernegara yang memiliki peran vital dalam
sebuah Negara harusnya mampu terus berbenah melalui perangkat kerja
yang telah disiapkan. Momen pemilu yang menjadi alur politik harusnya
melibatkan batin demokrasi, tak sekedar slogan semata, melainkan
substansi yang yang riil. Logika demokrasi yang seharusnyamenempatkan
mereka yang terbaik, layak dan pantas dipilih sebagai pemenang.
Sehingga dalam menjalankan tugasnya nanti, Negara bisa hadir
membumi
sebagai
lokomotif
pemberdayaan
masyarakat,
memicu
pembangunan yang menyeluruh dan tingkat kesejahteraan bisa lebih
diperbaiki.
Tentu saja ini semua hanya akan tercipta jika partisipasi politik kita
memiliki
kualitas
pendidikan
politik
4
yang
baik.
Memilih
dengan
pertimbangan jangka panjang serta jauh dari pragmatisme politik.
Meskipun
politik selalu
memiliki segudang godaan
dalam tahap
realitasnya. Tapi perbaikan akar rumput penting untuk langkah awal
mencegah “mereka” masuk kembali dijajaran pengambil kebijakan.
Dalam konteks masyarakat nelayan misalnya, kesan yang hadir
pada
komunitas
ini
ada
kesan
masyarakat
pinggiran.
Berbagai
problematika sosial mulai dari kemiskinan, pelayanan kesehatan, hingga
rendahnya tingkat pendidikan masyarakat ini menjadi hal yang unik
dikajian dalam kaitannya tentang perilaku politik yang ada sekarang ini.
Mengingat study sosiologi kemaritiman yang menjelaskan praktek politik
masyarakat nelayan masih sangat kurang, maka penelitian ini hadir
mencoba menjelaskan beberapa hal yang relevan dengan studi penelitian
ini.
Dalam studi kasus masyarakat nelayan kampung Gampancayya
sendiri praktek politik menjadi hal yang unik untuk diteliti. Kondisi social
ekonomi yang masih sangat marjinal sebagai salah satu bagian dari
masyarakat pinggiran kota Makassar dengan tingkat kemiskinan yang
tinggi dan karakter social yang rentang berdasarkan pengamatan Penulis.
Maka studi tentang perilaku politik mereka dengan pelibatan banyak unsur
menjadi menarik kita kaji dengan tentu saja mengunakan pendekatan
sosiologi politik. Maraknya atribut politik di wilayah
5
itu bisa kita terka
bagaimana mengiurkannya suara mereka untuk mengamankan satu
posisi strategis di jajaran elit.
Kondisi kemiskinan di masyarakat tersebut menjadi fenomena unik
ketika dihadapkan oleh sebuah ruang politik yang mengoda. Fenomena
money politics menjadi hal lumrah di sekitarannya. Ini menjadi pemicuh
banyaknya aktivitas politik bagi masyarakat nelayan di kampung tersebut,
bahkan dalam pengamatan awal penulis ada beberapa aktor yang
menjadi tim sukses seorang kandidat untuk mengumpulkan massa untuk
sekedar datang memilih di hari pemilihan. Kesan penempatkan sebagai
voters semata adalah kondisi yang tidak menyehatkan bagi struktur
masyarakat nelayan dalam rangka pembangunan partisipatif.
Perspektif ekologi-politik dalam membaca kondisi kesejahteraan
masyarakat nelayan kampung Gampancayya menarik untuk diulas.
Dengan pendekatan yang lebih kritis, kita bisa mendapati bahwa
marjinalisasi yang selama ini terjadi di masyarakat nelayan memiliki relasi
khusus dengan Negara, tidak semata kultur pesisir yang dimitoskan
sebagai masyarakat yang memiliki etos kerja yang kurang. Proses
pengambilan kebijakan oleh pemerintah setempat cendrung hanya
menempatkan masyarakat nelayan sebagai masyarakat pelengkap.
6
Logika pemerataan di wilayah perkotaan hanya menjadi sebatas klaimklaim politik5.
Dalam konteks masyarakat Gampancayya, ada banyak fenomena
sosiologis yang menarik untuk dikaji. Beberapa hal terkait kondisi sosial
ekonomi masyarakat tersebut terbilang masih sangat tertinggal. Padahal
secara makro Makassar sedang menuju kota dengan tingkat pertumbuhan
yang hebat. Berbagai pembangunan infrastruktur semakin marak dan itu
sayangnya hanya terjadi beberapa wilayah saja. Masalah pemerataan
masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah kota guna mewujudkan
kota bertaraf dunia. Memang dalam kajian sosiologi perkotaan, selalu
akan kita temui wilayah yang kumuh dan tertinggal sangat jauh dengan
wilayah lainnya. Ini yang kemudian menjadi hal menarik mengapa sampai
hari ini kampung Gampancayya masih mengalami kondisi marjinalisasi
pembangunan. Padahal di sana ada lautan yang bisa dijadikan sarana
pemicuh peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.
Dalam kaitan pembangunan kesejahteraan penduduk kampung
Gampancayya, penulis mencoba menguraikan realitas sosial di kampung
tersebut, utamanya dalam kajian sosiologi politik. Mengingat kampung
Gampancayya berada di daerah pemilihan 2 Kota Makassar yang memiliki
5
Terkait persoalan kondisi sosial masyarakat pesisir dengan pendekatan kritis bisa kita lihat
ditulisan Arif Satria “Ekologi Politik Nelayan” terbitan LKiS 2009. Dalam ulasannya, beliau
mencoba menjelaskan persoalan kemiskinan nelayan dengan pendekatan ekologi-politik. Dimana
formulasi kebijakan Negara kerap menjadi pointer utama keterbelakangan masyarakat pesisir
hari ini.
7
tingkat penduduk yang terbilang padat. Realitas politik yang sedikit
memberi ruang bagi masyarakat kampung Gampacayya dan hanya
diposisikan sebagai lumbung pengait suara menjadi problematika social
tersendiri bagi pembangunan berkelanjutan. Dan istilah Bennedict
Anderson, pembangunan mengunakan pola lampu pijar 6. Cahaya terang
terang di sekitar lampu dan akan semakin kabur jika jauh dari sumber
lampu.
Dengan
kata
lain,
pemerintah
memanjakan
pusat-pusat
pertumbuhan, kawasan strategis untuk mengejar keuntungan ekonomi,
lengkap dengan perlakuan istimewa bagi para pelaku di pusat
pertumbuhan. Sementara untuk wilayah pesisir di perkotaan dijadikan
anak tiri pembangunan.
Melihat kondisi sosial politik masyarakat kampung Gampancayya
yang masih sangat memprihatikan, maka perlu pengkajian yang lebih
komprehensip membaca semua itu. Dengan pendekatan partisipatif
berupa
turun
langsung di lapangan
dan
mengunakan
beberapa
pengkajian teoritik yang relevan tentu saja akan bisa memberikan sedikit
sumbangsih bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat tersebut.
Setidaknya mengambarkan kondisi marjinal dan potensi sosial berupa
kesadaran politik masyarakat kampung Gampancayya bisa menjadi
pemich pembangunan yang lebih sistemik dan partisipatif.
6
Silahkan lihat Benedict Anderson “Imagined Communities” terbitan Insist Press 2008
8
Olehnya itu, berdasarkan uraian di atas bahwa pentingnya
partisipasi masyarakat nelayan dalam mengawal kebijakan Negara serta
turut andil menjadi pemilih cerdas saat pemilihan berlangsung menjadi
sangat
penting
dalam
rangka
perbaikan
kondisi
sosial
ekonomi
masyarakat nelayan. Maka penelitian ini diberi judul “Perilaku Politik
Masyarakat
Pesisir”
(Studi
Kasus
Masyarakat
Kampung
Gampancayya Kelurahan Tallo Kecamatan Tallo Kota Makassar).
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi rumusan masalah
adalalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
perilaku
politik
masyarakat
pesisir
Kampung
Gampancayya ?
2. Bagaimana
faktor
sosiologis
mempengaruhi
perilaku
politik
masyarakat Kampung Gampancayya ?
C.
Tujuan
Dalam setiap penelitian yang dilakukan pasti memiliki tujuan
tertentu sesuaidengan pokok penelitian yang dilakukan. Sesuai dengan
masalah yang telahdirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
mendeskripsikan
perilaku
politik
masyarakat
pesisir
kampung
Gampancayya Kelurahan Tallo KecamatanTallo Kota Makassar serta
menjelaskan relasi sosiologi dari perilau politik
9
D.
Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat secara teoritis
Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan serta wawasan
peneliti mengenai perilaku politik masyarakat nelayan kampung
Gampangcayya yang berhubungan dengan kerangka pemikiran
dan teori sosiologi.
2. Manfaat secara praktis
Mengidentifikasi kondisi perilaku politik kampung Gampancayya
Kelurahan Tallo KecamatanTallo Kota Makassar
3. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan dan acuan serta menjadi rujukan dalam melakukan
penelitian selanjutnya.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Diskripsi Teori
A. Defenisi Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir adalah sekelompok warga yang tinggal di
wilayah pesisir yang hidup bersama dan memenuhi kebutuhan hidupnya
dari sumber daya di wilayah pesisir. Masyarakat yang hidup di kota-kota
atau permukiman pesisir memiliki karakteristik secara sosial ekonomis
sangat terkait dengan sumber perekonomian dari wilayah laut (Prianto,
2005). Demikian pula jenis mata pencaharian yang memanfaatkan sumber
daya alam atau jasa-jasa lingkungan yang ada di wilayah pesisir seperti
nelayan, petani ikan, dan pemilik atau pekerja industri maritim.
Masyarakat pesisir yang di dominasi oleh usaha perikanan pada
umumnya masih berada pada garis kemiskinan, mereka tidak mempunyai
pilihan mata pencaharian, memiliki tingkat pendidikan yang rendah, tidak
mengetahui dan menyadari kelestarian sumber daya alam dan lingkungan
(Lewaherilla, 2002). Selanjutnya dari status legalitas lahan, karakteristik
beberapa kawasan permukiman di wilayah pesisir umumnya tidak memiliki
status hukum (legalitas), terutama area yang direklamasi secara swadaya
oleh masyarakat (Suprijanto, 2006).
Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah daratan yang
berbatasan dengan laut, batas di daratan meliputi daerah–daerah yang
11
tergenang air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi
oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam,
sedangkan batas di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh
proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air
tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatankegiatan manusia di daratan (Bengen, 2001).
Usman (2003) mengemukakan bahwa lingkungan alam sekitar
akan membentuk sifat dan perilaku masyarakat. Lingkungan fisik dan
biologi mempengaruhi interaksi sosial, distribusi peran sosial, karakteristik
nilai, norma sosial, sikap serta persepsi yang melembaga dalam
masyarakat. Dikatakannya pula perubahan lingkungan dapat merubah
konsep keluarga. Nilai-nilai sosial
Dalam proses sosialnya, masyarakat pesisir kerap dianggap
sebagai masyarakat tertinggal sehingga menjadi sangat menarik ketika
membicarakan masyarakat pesisir dengan perspektif politik. Sebagaimana
yang dikemukakan Arif Satria (2001) bahwa salah satu ciri masyarakat
pesisir adalah tidak adanya kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan
public sehingga nelayan terus berada di posisi dependen dan marjinal 7.
B. Pembangunan Masyarakat Pesisir Melalui Kesadaran
Politik
7
Arif Satria dalam “Ekologi Politik Nelayan”
12
Konsep pembangunan yang partisipatif merupakan suatu proses
pemberdayaan pada masyarakat sehingga masyarakat mampu untuk
mengidentifikasi
kebutuhannya
sendiri
atau
kebutuhan
kelompok
masyarakat sebagai suatu dasar perencanaan pembangunan. Oleh
karena itu, maka konsep pembangunan partisipatif mengandung tiga
unsur penting, yaitu :
1. Peningkatan peran masyarakat dalam perencanaan, implementasi
pembangunan, pemanfaatan hasil pembangunan, dan evaluasi
proses pembangunan,
2. Orientasi pemahaman masyarakat akan peran tersebut, dan
3. Peran pemerintah sebagai fasilitator. Partisipasi mendorong setiap
warga
masyarakat
untuk
mempergunakan
hak
dalam
menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan
yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Partisipasi masyarakat dapat terwujud seiring tumbuhnya rasa
percaya masyarakat kepada penyelenggara pemerintahan di daerah.
Rasa percaya ini akan tumbuh apabila masyarakat memperoleh
pelayanan dan kesempatan yang setara (equal). Pembedaan perlakuan
atas dasar apapapun dapat menumbuhkan kecemburuan dan mendorong
terjadinya konflik sosial di masyarakat. Melalui pembangunan yang
partisipatif, masyarakat diharapkan dapat :
13
1. Mampu secara kritis menilai lingkungan sosial ekonomi mereka
sendirimengidentifikasi bidang-bidang yang perlu diperbaiki,
2. Mampu menentukan visimasa depan yang ingin masyarakat
wujudkan.
3. Dapat berperan dalam perencanaanmasa depan mereka sendiri
dalam masyarakatnya tanpa menyerahkannya kepada ahliatau
kelompok berkuasa,
4. Dapat menghimpun sumber-sumber daya di dalammasyarakat dan
juga di dalam lingkup anggotanya untuk merealisasi tujuan
bersama.
5. Dapat memperoleh pengalaman dalam menyatakan, menganalisa
situasi danmengidentifikasi strategi yang tepat dan realistis untuk
suatu kehidupan yang baik.
6. Karenanya anggota masyarakat menjadi tokoh perorangan yang
dapat bekerja atas dasar persamaan.
7. Masyarakat akan menyelesaikan tugas dan proyekswadaya,
karena masyarakat tidak tergantung pada bantuan dari luar, yang
juga akanmenjadi dasar menuju kemandirian.
8. Dalam proses ini akan dibangunhubungan yang erat dan integratif
diantara anggota masyarakat.8
Berangkat dari sebuah paradigma desantralisasi pembangunan,
maka diharapkan peningkatan kesadaran masyarakat bisa semakin baik,
8
H. Hikmat. Strategi Pemberdayaan Masyarakat
14
mengingat begitu pentingnya peran mereka sebagai instrument penting
bernegara. Tidak itu pula, demokrasi yang dipentaskan Negara ini
memposisikan mereka (baca: masyarakat) sebagai penentu misi bangsa
ini ke depan dengan pemanfaatan mekanisme pemilihan umum. Olehnya
itu
penting
menghadirkan
pemilih
cerdas
sebagai
bagian
dari
keberlanjutan pembangunan masyarakat.
Menarik mengutip Arif Satria dalam Ekologi Politik Nelayan(2009:375):
Ketika mengunjungi koperasi nelayan di Satta Miseki,
sebuah kota kecil di Jepang, ada fenomena menarik. Di
dinding pertemuan terpampang sebuah foto besar. Ketika
ditanya siapa dia, para nelayan dengan penuh bangga
menjawab bahwa dia adalah wakil rakyat yang dipilih
nelayan. Bukan foto walikota atau presiden yang
terpampang, melainkan foto wakil rakyat. Wakil rakyat
sebegitu penting bagi nelayan. Merekalah tumpuan nasib
nelayan Jepang sehingga pemilu bagi masyarakat Jepang
tak sekedar mobilisasi massa, melainkan moment untuk
memperjuangkan masa depan. Sehingga nelayan betulbetul memilih dan wakil yang dipilih benar-benar membawa
kepentingan nelayan
Dalam kaitan pembangunan masyarakat pesisir, dibutuhkan
kesadaran politik yang baik. Hal ini selain untuk memberikan sumbangsih
pemikiran untuk pembangun, juga bisa digunakan untuk menyaring calon
yang akan membawa kepentingan masyarakat nelayan di jajaran elit.
Menurut Myron Weiner seperti yang dikutip Mas’oed9, paling tidak
ada lima hal yang menyebabkan partisipasi menjadi lebih luas dalam
proses politik
9
Mas’oed “Perbandingan Sistem Politik” terbitan Gajah Mada Press 2001
15
1.
Modernisasi
Ketika kelas menegah ke atas melalukan komersialisasi bidang
pertanian, perkebunan, perikanan, dan semakin maraknya urbanisasi,
industrialisasi, kemampuan baca tulis meningkat, pengembangan media
massa. Maka mereka akan merasa bisa mengubah nasib mereka sendiri,
sehingga makin banyak orang yang ikut terlibat dalam aktivitas politik.
2.
Perubahan-perubahan struktur kelas sosial
Ketika terbentuk kelas pekerja baru dan kelas menengah yang
meluas dan berubah, selama proses industrialisasi dan modernisasi,
masalah siapa yang akan berpartisipasi dalam proses politik dan
pengambilan kebijakan akan menjadi penting dalam pola perubahan
perpolitikan.
3.
Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa
Kaum intelektual (sebut saja sarjana, cendekiawan, pengarang,
wartawan, dll) sering mengemukakan ide-ide egaliterisme dan sikap
nasionalisme kepada masyarakat luas untuk membangkitkan partisipasi
pembangunan bersama. Maraknya propaganda ini kemudian diperkuat
dengan penyebaran media yang kian intens. Impilkasi sederhanannya ideide baru akan semakin mudah meluas.
16
4.
Konflik di antara pemimpin-pemimpin politik
Tarik menarik kepentingan di tataran elit harus membuat mereka
untuk mendapatkan dukungan rakyat luas. Dalam hal ini, tentu saja sah
mengingat posisi masyarakat luas memiliki kekuatan besar. Mobilisasi
massal
membuat
partisipasi
politik
akan
meningkat,
meskipun
kecenderungan jarang melahirkan pemilih cerdas.
5. Keterlibatan
pemerintah
dalam
urusan
ekonomi,
kebudayaan dan sosial
Meluasnya kebijakan pemerintah pada sektor hidup masyarakat
luas membuat masyarakat harus memiliki kekuatan yang sah dalam
mengawal kebijakan tersebut. Peningkatan partisipasi berangkat dari
kesadaran mengenai tugas pemerintah sebagai instrument pencipta
keseimbangan dalam masyarakat.
C. Pengertian Perilaku Politik
Perilaku politik adalah tindakan atau kegiatan politik seseorang
atau kelompok dalam rangka kegiatan politik. Defenisi ini sangat umum
karena berkaitan erat dengan partisipasi politik. Ramlan Subakti misalnya
mendefenisikan perilaku politik sebagai kegiatan yang berkenan dengan
proses dan pembuatan keputusan politik10.
Perilaku politik merupakan interaksi antara aktor-aktor politik baik
masyarakat, pemerintah, dan lembaga dalam proses politik. Paling tidak
10
Ramlan Subakti “Memahami Ilmu Politik” terbitan Grasindo 2010
17
dalam proses politik ada pihak yang memerintah, ada yang menentang
dan ada yang menaati serta mempengaruhi dalam proses politik, baik
dalam pembuatan, pelaksanaan dan penegakkan kebijakan. Perilaku
politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.
Perilaku politik meliputi tanggapan internal seperti persepsi, sikap,
orientasi dan keyakinan serta tindakan-tindakan nyata seperti pemberian
suara, protes, lobi dan sebagainya. Persepsi politik berkaitan dengan
gambaran suatu obyek tertentu, baik mengenai keterangan, informasi dari
sesuatu hal, maupun gambaran tentang obyek atau situasi politik dengan
cara tertentu. Sedangkan sikap politik adalah merupakan hubungan atau
pertalian diantara keyakinan yang telah melekat dan mendorong
seseorang untuk menanggapi suatu obyek atau situasi politik dengan cara
tertentu. Sikap dan perilaku masyarakat dipengaruhi oleh proses dan
peristiwa historis masa lalu dan merupakan kesinambungan yang dinamis.
Peristiwa atau kejadian politik secara umum maupun yang menimpa pada
individu atau kelompok masyarakat, baik yang menyangkut sistem politik
atau ketidakstabilan politik, janji politik dari calon pemimpin atau calon
wakil rakyat yang tidak pernah ditepati dapat mempengaruhi perilaku
politik masyarakat.
Pendekatan perilaku timbul dan berkembang di Amerika ditahun
1950-an seusai perang dunia II. Ada pun sebab-sebab muncul menurut
18
Prof. Miriam Budiardjo11 ada beberapa faktor, di antaranya. Pertama, sifat
diskriptif dari ilmu politik yang tidak memuaskan, karena tidak realistis dan
sangat berbeda dari perilaku sehari-hari. Kedua, ada kekhawatiran bahwa
jika ilmu politik tidak maju dengan pesat, ia akan ditinggalkan
dibandingkan ilmu social lain semisal sosiologi, antropoligi, dan psikologi.
Ketiga, di kalangan pemerintah telah muncul keraguan akan kemampuan
para sarjana politik menjelaskan fenomena politik hari ini.
Dalam sosiologi politik, ada beberapa pendekatan yang bisa
digunakan untuk menjelaskan konsep teoritik perilaku politik. Berangkat
dari situ, maka Penulis mencoba mengunakan pendekatan perilaku
(behavioral). Dalam konteks itu maka ada beberapa hal yang memiliki
keterkaitan erat dengan perilaku politik jika kita mencoba menjelaskannya
sebagai bentuk perilaku sosial. Sebagai tindakan sosial, maka perilaku
politik memiliki beberapa bagian yang merupakan keputusan subjektif
seorang pemilih. Suasana sosial diperhadapkan dengan faktor-faktor
kepribadian, keyakinan politik, tindakan politik individu, serta proses politik
menyeluruh menjadi sinergitas sehingga menghasilkan perilaku politik
seseorang.
Selain itu, ada juga yang menjelaskan perilaku politik dengan
perspektif teori pertukaran. Metode ini menitikberatkan pada harapan atau
orientasi individu dengan perilaku individu. Seseorang akan melakukan
11
Penjelasan lengkap mengenai pendekatan perilaku (behavior) dijelaskan oleh Prof. Miriam
Budiardjo dalam bukunya “Dasar-dasar Ilmu Politik” hal. 74
19
aktivitas individu dikarenakan menginginkan sesuatu sebagai bentuk
pertukaran sosial. Hal ini kemudian melahirkan perilaku politik dari
berbagai rentetan sosialisasi. Mengharapkan sebuah perubahan, atau isi
visi misi yang baik, sampai kepada nilai pragmatis yang ada di dalamnya.
Teori perilaku politik ini menjadi dasar yang bisa digunakan untuk
melihat potret perilaku masyarakat pesisir yang sangat dinamis. Konteks
ruang sosial, suasana pribadi, dan faktor faktor lain bisa menjadi
serangkai hal untuk membaca perilaku masyarakat tersebut.
Perilaku politik merupakan salah unsur atau aspek perilaku
secara umum, disamping perilaku politik, masih terdapat perilaku-perilaku
lain
seperti
perilaku
organisasi,
perilaku
budaya,
perilaku
konsumen/ekonomi, perilaku keagamaan dan lain sebagainya.
Perilaku politik meliputi tanggapan internal seperti persepsi, sikap,
orientasi dan keyakinan serta tindakan-tindakan nyata seperti pemberian
suara, protes, lobi dan sebagainya. Persepsi politik berkaitan dengan
gambaran suatu obyek tertentu, baik mengenai keterangan, informasi dari
sesuatu hal, maupun gambaran tentang obyek atau situasi politik dengan
cara tertentu ( Fadillah Putra, 2003 : 200 ). Sedangkan sikap politik adalah
merupakan hubungan atau pertalian diantara keyakinan yang telah
melekat dan mendorong seseorang. untuk menanggapi suatu obyek atau
situasi politik dengan cara tertentu.
Sikap dan perilaku masyarakat dipengaruhi oleh proses dan
peristiwa historis masa lalu dan merupakan kesinambungan yang dinamis.
20
Peristiwa atau kejadian politik secara umum maupun yang menimpa pada
individu atau kelompok masyarakat, baik yang menyangkut sistem politik
atau ketidak stabilan politik, janji politik dari calon pemimpin atau calon
wakil rakyat yang tidak pernah ditepati dapat mempengaruhi perilaku
politik masyarakat.
Mazhab Colombia menekankan pada faktor sosiologis dalam
membentuk perilaku masyarakat dalam menentukan pilihan di pemilu.
Model ini melihat masyarakat sebagai satu kesatuan kelompok yang
bersifat vertikal dari tingkat yang terbawah hingga yang teratas. Penganut
pendekatan ini percaya bahwa masyarakat terstruktur oleh norma-norma
dasar sosial yang berdasarkan atas pengelompokan sosiologis seperti
agama, kelas (status sosial), pekerjaan, umur, jenis kelamin dianggap
mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam membentuk perilaku
memilih. Oleh karena itu preferensi pilihan terhadap suatu partai politik
merupakan
suatu
produk
dari
karakteristik
sosial
individu
yang
bersangkutan (Gaffar, Affan, 1992 : 43 ).
D. Masyarakat pesisir secara sosiologis
Karena Indoensia adalah bagian dari negara kemaritiman terbesar
di dunia, maka wajar jika potensi sumber daya yang ada di laut menjadi
pilar perekonomian masyarakat. Masyarakat pesisir Indonesia selalu
punya cara untuk mengelolah potensi daerahnya sehingga mampu
meningkatkan
taraf
hidup.
Dari
berbagai
21
macam
study
tentang
masyarakat pesisir, umumnya menjelaskan bahwa kehidupan masyarakat
pesisir itu selalu identik dengan kemiskinan struktural yang sangat kronis.
Secara geografis, masyarakat nelayan adalah masyarakat yang
hidup, tumbuh, dan berkembang di wilayah pesisir, yakni suatukawasan
transisi antara wilayah daratan dan lautan. Sebagai sebuah sistem,
masyarakat nelayan terdiri atas kategori-kategori sosial yang membentuk
kesatuan sosial. Mereka juga memiliki sistem nilai dan simbol kebudayaan
sebagai refernsi kehidupan sehari-hari. Faktor kebudayaan menjadi
pembeda yang sangat drastis bagi masyarakat lain. Sebagian besar
masyarakat pesisir, baik langsung maupun tidaklangsung mengantungkan
kelangsungan hidupnya dari mengelolah potensi sumber daya perikanan.
Merekalah komponen utama konstruksi masyarakat maritim Indonesia 12.
Seperti pula masyarakat lain,masyarakat nelayan juga memngalami
sekelumit masalah sosial, politik, serta ekonomi yang kompleks. Ragam
masalah tersebut antara lain: 1) Kemiskinan, kesenjangan sosial dan
tekanan ekonomi yang datang setiap saat, 2) Keterbatasan akses modal,
teknologi, dan pasar sehingga berdampak pada kemampuan usaha, 3)
Kelemahan fungsi kelembagaan sosial ekonomi yang ada, 4) Kualitas
sumber daya manusia yang rendah sebagai akibat dari keterbatasan
pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik, 5) Degradasi sumber daya
lingkungan, baik di wilayah pesisir, laut, maupun pulau-pulau kecil, 6)
12
Untuk potret sosial ekonomi masyarakat nelayan bisa kita lihat di buku Kusnadi “Keberdayaan
Nelayan & Dinamika Ekonomi Pesisir” terbitan Arruz Media 2012
22
Belum kuatnya kebijakan Negara terkait program penguatan kemaritiman
Indonesia sebagai pilar pembangunan nasional.13
Di wilayah-wilayah pesisir sebagaimana banyak kajian-kajian
penelitian
terdahulu
ditemukan
berbagai
program
pengentasan
kemiskinan yang tak optimal. Mereka seolah terjebak pada sebuah spiral
kemiskinan yang berentetan. Bantuan sosial berupa infrastruktur kadang
hanya baik pada wilayah perencanaan. Apa lagi akses kekuasaan yang
tidak terjangkau semakin membuat wilayah pesisir menjadi lahan subur
problematika sosial.
Pengalaman selama ini telah menunjukkan bahwa tak mudah
menghadapi dinamika sosial masyarakat pesisir dalam kaitannya
membangunan sebuah wilayah yang akomodatif bagi masyarakatnya.
Konsepsi pembangunan yang selama ini dicanangkan tak bisa memutus
akses kemiskinan di wilayah pesisir yang selama ini telah memiliki akar
yang kuat di berbagai lini kehidupan14.
Kelompok masyarakat pesisir yang tidak memiliki akses ke pusatpusat kekuasaan dan pasar harus menerima realitasberlangsungnya
marjinalisasi sosial-ekonomi yang deras terhadap keberadaannya15.
Padahal potensi yang ada di wilayah mereka cukup menjanjikan untuk
membangun kondisi yang lebih baik. Kesadaran berpendidikan menjadi
13
ibid
Dr. Bagong Suyanto. Anatomi Kemiskinan dan Strategi Penangannya
15
Ibid.
14
23
satu hal yang bisa menjadi jalan keluarnya. Melalui inilah (baca:
kesadaran berpendidikan) akses untuk membangunan kekuatan politik,
budaya, sosial, dan ekonomi bisa dipicu. Sehingga fakta kemiskinan dan
sekelumit masalah pesisir bisa segera diselesaikan secara perlahan.
Dalam
konteks
Indonesia,
kondisi
social-ekonomi
laut
kita
sebenarnya punya deretan kisah. Dimulai dari era orde baru ketika corak
intuksi kolinial masih begitu kuat diserta politik Orde Baru yang pro darat.
Lambat laun budaya bahari luntur. Simbol-simbol budaya seperti institusi
local di sekitar pesisir pudar. Hakatas sumber-sumber agrarian di laut
tercerabut. Nelayan pun menjadi tamu di lautnya sendiri. Pada gilirannya,
kemiskinan tak terhindarkan lagi. Jadi, pergeseran orientasi budaya ke
daratan mempengaruhi proses politik yang akhirnya meminggirkan sector
kelautan dan perikanan.
Semua itu berubah ketika Gus Dur menjadi presiden. Laut
dikembalikan fungsinya secara budaya, ekologi, dan ekonomi melalui
Departemen Kelautan dan Perikanan. Inilah titik penting sejarah kelautan
kita. Mesi demikian, nelayan ternyata masih dalam posisi the poor of the
poorest –meminjam istilah Arif Satria (2009:377) Bahwa keyakinan
terhadap laut sebagai masa depan bangsa masih belum diiringi dengan
kebijakan intersektoral yang pro nelayan. Sebagai kelompok kepentigan
(interest group), nelayan masih belum diperhitungkan
24
Harapan selanjutnya ada pada pemerintahan presiden Jokowi hari
ini, slogan yang pernah diteriakan di masa kampanye “di laut kita jaya”
adalah kalimat penghibur bagi masyarakat pesisir. Kebijakannya pun
semoga bias memberi angina segar bagi masyarakat, utamanya mereka
yang hidup dan kehidupannya di letakan di wilayah pesisir.
E. Problem Sosial-Politik Laut Kita
Ada masalah di laut kita, Di satu sisi, laut belum memberikan
sumbangsi signifikan terhadap ekonomi nasional karena pemanfaatannya
belum secara optimal. Di sisi lain, kondisi laut kita mengalami degradasi,
kerusakan banyak terjadi dimana-mana, belum lagi aktivitas over-fishing,
tenggelamnya pualu-pulau kecil akibat penambangan pasir, dan problem
yang pada kerap didapati adalah kemiskinan masyarakat yang berada di
wilayah pesisir laut terkesan dipelihara.
Kesejahteraan nelayan justru sangat minim dan identik dengan
kemiskinan. Sebagian besar (63,47 persen) penduduk miskin di Indonesia
berada di daerah pesisir dan pedesaan. Data Badan Statistik Nasional
sebagaimana dikutip dalam draf laporan penelitian Dr. Tellisa Aulia.
F“Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan dan Kemiskinan Aspek
Sosial Budaya”menunjukan bahwa upah riil harian yang diterima seorang
buruh tani (termasuk buruh nelayan) hanya sebesar Rp. 30.449,- per hari.
Jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan upah nominal harian seorang
buruh bangunan biasa (tukang bukan mandor) Rp. 48.301,- per hari. Hal
25
ini perlu menjadi perhatian mengingat ada keterkaitan erat antara
kemiskinan dan pengelolaan wilayah pesisir.
Implikasi langsung terhadap peningkatan pertumbuhan penduduk
adalah makin meningkatnya tuntutan kebutuhan hidup, sementara potensi
sumber daya alam di darat yang kita miliki sangatlah terbatas.
Hal
tersebut mendorong kita untuk mengalihkan alternatif potensi sumber
daya alam lain yang kita miliki yaitu potensi kelautan. Ada lima potensi
kelautan yang dapat kita andalkan, yaitu: potensi perikanan, potensi
wilayah pesisir, potensi sumber daya mineral, minyak dan gas bumi
bawah laut, potensi pariwisata, dan potensi transportasi laut.
Kebijakan pembangunan kelautan, selama ini, cendrung lebih
mengarah kepada kebijakan “produktivitas” dengan memaksimalkan hasil
eksploitasi sumber daya laut tanpa ada kebijakan memadai yang
mengendalikannya. Akibat dari kebijakan tersebut telah mengakibatkan
beberapa kecendrungan yang tidak menguntungkan dalam aspek
kehidupan, seperti:
a) Aspek Ekologi, overfishing penggunaan sarana dan prasarana
penangkapan ikan telah cendrung merusak ekologi laut dan pantai
(trawl, bom, potas, pukat harimau, dll) akibatnya menyempitnya
wilayah dan sumber daya tangkapan, sehingga sering menimbulkan
konflik secara terbuka baik bersifat vertikal dan horisontal (antara
sesama nelayan,
nelayan dengan masyarakat sekitar dan antara
nelayan dengan pemerintah).
26
b) Aspek Sosial Ekonomi, akibat kesenjangan penggunaan teknologi
antara pengusaha besar dan nelayan tradisional telah menimbulkan
kesenjangan dan kemiskinan bagi nelayan tradisional.
kesenjangan
tersebut
menyebabkan
sebagian
Akibat dari
besar
nelayan
tradisional mengubah profesinya menjadi buruh nelayan pada
pengusaha perikanan besar.
c) Aspek Sosio Kultural, dengan adanya kesenjangan dan kemiskinan
tersebut menyebabkan ketergantungan antara masyarakat nelayan
kecil/ tradisional terhadap pemodal besar/modern, antara nelayan dan
pedagang, antara pherphery terdapat center, antara masyarakat
dengan pemerintah. Hal ini menimbulkan penguatan terhadap adanya
komunitas juragan dan buruh nelayan
Arah modernisasi di sektor perikanan yang dilakukan selama ini,
hanya memberi keuntungan kepada sekelompok kecil yang punya
kemampuan ekonomi dan politis, sehingga diperlukan alternatif paradigma
dan strategis pembangunan yang holistik dan terintegrasi serta dapat
menjaga keseimbangan antara kegiatan produksi, pengelolahan dan
distribusi.
Masalah kemiskinan nelayan merupakan masalah yang bersifat
multi dimensi sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan sebuah solusi
yang menyeluruh, dan bukan solusi secara parsial. Untuk kita, terlebih
27
dahulu harus diketahui akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya
kemiskinan nelayan.
Secara
umum,
kemiskinan
masyarakat
pesisir
ditengarai
disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain
kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, inftastruktur.
Di samping itu, kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses
terhadap informasi, teknologi dan permodalan, budaya dan gaya hidup
yang cenderung boros, menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin
semakin lemah. Pada saat yang sama, kebijakan Pemerintah selama ini
kurang berpihak pada masyarakat pesisir sebagat salah satu pemangku
kepentingan di wilayah pesisir.
Hal ini diperparah oleh kelompok masyarakat nelayan yang tidak
memiliki akses ke pusat-pusat kekuasaan dan pasar harus menerima
kenyataan
bahwa
marjinalisasi
ekonomi
yang
deras
terhadap
keberadaannya. Akibatnya, kondisi disparitas social-ekonomi dengan
segenap beban hidup yang ada harus diterima secara lapang dengan
rentang masa yang tak dapat diketahui. Ada banyak program pemerintah
untuk penanggulangan kemiskinan nelayan, namun dampaknya tak terlalu
siginifikan bagi kondisi hidup mereka (Kusnadi, 2002:46).
Problem masyarakat nelayan kita, juga ada pada alat tangkap yang
masih mengunakan pola sederhana. Sehingga produksi ikan dan akses
laut ke luar terbatas
28
Tabel 1
Penggolongan Nelayan Berdasarkan Karakteristik Usaha Yang
Ditekuni
Jenis
Orientasi Ekonomi dan
Tingkat
usaha
Pasar
Tekonologi
Tradisional
Subsisten, rumah tangga
Rendah
Hubungan Produksi
Tidak hirarkis, status
terdiri dari pemilik dan
ABK yang homogeny
Post-
Subsisten, surplus, rumah
Tradisional
tangga, pasar domestic
Rendah
Tidak hirarkis, status
terdiri dari pemilik dan
ABK yang homogeny
Komersial
Surplus, pasar domestic,
Menengah
ekspor
Hirarkis, status terdiri
dari pemilik, manajer,
dan ABK yang
homogeny
Industri
Surplus, ekspor
Tinggi
Hirarkis, status terdiri
dari pemilik, manajer,
dan ABK yang
heterogen
Sumber: Arif Satria, Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir
(Jakarta:Cidesindo,2002)
29
F. Pemberdayaan Masyarakat Pesisir
Saat ini banyak program pemberdayaan yang menklaim sebagai
program yang berdasar kepada keinginan dan kebutuhan masyarakat
(bottom up), tapi ironisnya masyarakat tetap saja tidak merasa memiliki
akan program-program tersebut sehingga tidak aneh banyak program
yang hanya seumur masa proyek dan berakhir tanpa dampak berarti bagi
kehidupan masyarakat.
Pertanyaan kemudian muncul apakah konsep pemberdayaan yang
salah atau pemberdayaan dijadikan alat untuk mencapai tujuan tertentu
dari segolongan orang?
Memberdayakan masyarakat pesisir berarti menciptakan peluang
bagi masyarakat pesisir untuk menentukan kebutuhannya, merencanakan
dan melaksanakan kegiatannya, yang akhirnya menciptakan kemandirian
permanen dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.
Memberdayakan
masyarakat
pesisir
tidaklah
seperti
memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat lainnya, karena didalam
habitat pesisir terdapat banyak kelompok kehidupan masayarakat
diantaranya:
30
a) Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir
yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut.
Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan
tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional. Keduanya kelompok
ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang digunakan dan
jangkauan wilayah tangkapannya.
b) Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt
pesisir yang bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan.
Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui
pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang
selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasarpasar lokal. Umumnya yang menjadi pengumpul ini adalah kelompok
masyarakat pesisir perempuan.
c) Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan
yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri
dari mereka dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu membelenggu
kehidupan mereka, mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang
memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai
buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan
penghasilan yang minim.
d) Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan
kelompok masyarakat nelayan buruh.
31
Setiap
kelompok
masyarakat
tersebut
haruslah
mendapat
penanganan dan perlakuan khusus sesuai dengan kelompok, usaha, dan
aktivitas
ekonomi
mereka.
Pemberdayaan
masyarakat
tangkap
minsalnya, mereka membutukan sarana penangkapan dan kepastian
wilayah tangkap. Berbeda dengan kelompok masyarakat tambak, yang
mereka butuhkan adalah modal kerja dan modal investasi, begitu juga
untuk kelompok masyarakat pengolah dan buruh.
Kebutuhan setiap
kelompok yang berbeda tersebut, menunjukkan keanekaragaman pola
pemberdayaan yang akan diterapkan untuk setiap kelompok tersebut.
Dengan demikian program pemberdayaan untuk masyarakat
pesisir haruslah dirancang dengan sedemikian rupa dengan tidak
menyamaratakan antara satu kelompk dengan kelompok lainnya apalagi
antara satu daerah dengan daerah pesisir lainnya.
Pemberdayaan
masyarakat pesisir haruslah bersifat bottom up dan open menu, namun
yang terpenting adalah pemberdayaan itu sendiri yang harus langsung
menyentuh kelompok masyarakat sasaran. Persoalan yang mungkin
harus dijawab adalah: Bagaimana memberdayakannya?
Banyak
sudah
program
pemberdayaan
yang
dilaksanakan
pemerintah, salah satunya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat
pesisir (PEMP).
Pada intinya program ini dilakukan melalui tiga
pendekatan, yaitu:
32
(a) Kelembagaan.
masyarakat,
Bahwa
mereka
untuk
memperkuat
posisi
tawar
haruslah
terhimpun
dalam
suatu
kelembagaan yang kokoh, sehingga segala aspirasi dan
tuntutan mereka dapat disalurkan secara baik. Kelembagaan
ini juga dapat menjadi penghubung (intermediate) antara
pemerintah dan swasta. Selain itu kelembagaan ini juga dapat
menjadi suatu forum untuk menjamin terjadinya perguliran
dana produktif diantara kelompok lainnya.
(b) Pendampingan. Keberadaan pendamping memang dirasakan
sangat dibutuhkan dalam setiap program pemberdayaan.
Masyarakat belum dapat berjalan sendiri mungkin karena
kekurangtauan, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan yang
rendah, atau mungkin masih kuatnya tingkat ketergantungan
mereka karena belum pulihnya rasa percaya diri mereka akibat
paradigma-paradigma pembangunan masa lalu. Terlepas dari
itu semua, peran pendamping sangatlah vital terutama
mendapingi masyarakat menjalankan aktivitas usahanya.
Namun yang terpenting dari pendampingan ini adalah
menempatkan orang yang tepat pada kelompok yang tepat
pula.
(c) Dana Usaha Produktif Bergulir. Pada program PEMP juga
disediakan
dana
untuk
mengembangkan
usaha-usaha
produktif yang menjadi pilihan dari masyarakat itu sendiri.
33
Setelah kelompok pemanfaat dana tersebut berhasil, mereka
harus menyisihkan keuntungannya untuk digulirkan kepada
kelompok
masyarakat
lain
yang
membutuhkannya.
Pengaturan pergulirannya akan disepakati di dalam forum atau
lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sendiri dengan
fasilitasi pemerintah setempat dan tenaga pendamping.
B. Kerangka Konseptual
Sebagai bentuk sistematika penelitian agar tak mengalami perluasan
pembahasan, maka Penulis mencoba menjelaskan kerangka konseptual
yang dibangun guna mendapatkan jawaban dari rumusan masalah dan
tujuan penelitian secara akademik, kerangka konseptualnya yaitu:
1. Menjelaskan bentuk-bentuk perilaku politik masyarakat pesisir
Kampung Gampancayya dalam mengawal aktivitas politik di Kota
Makassar. Apakah mereka hadir melakukan gerakan politik
konvensional, ataukah mereka juga melakukan gerakan non
konvensional.
2. Menjelaskan realitas politik dan bentuk partisipasi pembangunan
masyarakat lainnya di wilayah Kampung pesisir Gampancayya
Kelurahan Tallo Kecamatan Tallo Kota Makassar. Mengidentifikasi
hambatan dan peluang, guna menciptakan strategi peningkatan
partisipasi politik optimal.
34
3. Menjelaskan tipikal sosiologis masyarakat Kampung Gampancayya
Kelurahan
Tallo
Kecamatan
Tallo
Kota
Makassar
dengan
pendekatan teoritik yang relevan. Melihat realitas masyarakatnya
dengan pendekatan sosiologis lalu memberikan jalang keluar
terkait dengan permasalahan sosial yang ada, terutama dalam
kaitannya dengan kesadaran politik untuk membangun masyarakat.
Untuk lebih jelasnya, maka penulis mencoba mengambarkan kerangka
konseptual penelitian ini, yaitu:
Konvensional
Faktor Sosiologis:
1.
2.
3.
4.
5.
Ekonomi
Budaya
Agama
Pekerjaan
dll
Partisipasi
Politik
35
Non
Konvensional
Penegasan Istilah
Penegasan istilah ini dimaksudkan untuk menghindari timbulnya
salahpengertian terhadap penelitian ini, sehingga di peroleh persepsi
dan pemahaman yang jelas.
1. Perilaku Politik
Perilaku politik adalahaspek dari ilmu politik yang berusaha untuk
mendefinisikan, mengukur dan menjelaskan pengaruh terhadap
pandangan politik seseorang, ideologi dan tingkat partisipasi
politik.Defenisi ini diambil dari tulisan Ramlan Subakti “Memahami
Ilmu Politik”
2. Masyarakat Pesisir
Masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh, dan
berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara
wilayah darat dan laut16. Dan profesi mayoritas keseharian mereka
bergantung di laut sebagai penangkap ikan. Defenisi ini diambil dari
tulisan Kusnadi “Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi
Pesisir”
16
Lihat Kusnadi “Keberdayaan Nelayan Dan Dinamika Ekonomi Pesisir” terbitan Arruz Media
36
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi kasus dengan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif diartikan sebagai pendekatan
yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapati dari apa
yang diamati. Dalam penelitian ini ada aktor, aktivitas, dan tempat yang
memiliki intekasi keterkaiatan yang perlu diperhatikan sehingga dengan
pola kualitatif ini bisa digunakan untuk menjawab masalah yang ingin
dipecahkan17
A. Dasar dan Tipe Penelitian
1. Dasar Penelitian
Dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Studi
kasus, yaitu
suatu tipe pendekatan dalam penelitian yang
penelaahannya terhadap suatu kasus dilakukan secara mendalam,
mendetil, dan komprenhensif. Studi kasus dapat juga didefenisikan
sebagai suatu metode yang dipergunakan dalam penelitian ilmu
sosial, memberikan penekanan pada pengumpulan data mengenai
sebagian atau seluruh unsur kehidupan seseorang atau suatu
kelompok, maupun hubungannya dengan pihak-pihak lain dalam
situasi sosial atau kebudayaan tertentu (Yin, 2003 : 1).
17
Muhammad Idrus dalam “Metode Penelitian Ilmu Sosial terbitan Erlangga hal. 61
37
2. Tipe Penelitian
Sesuai dengan judul yaitu tentang perilaku politik masyarakat
pesisir kampung Gampancayya kelurahan Tallo Kecamatan Tallo Kota
Makassar. Maka tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu suatu
tipe penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara mendalam,
menguraikan dan menggambarkan tentang perilaku politik yang ada pada
masyarakat pesisir kampung Gampancayya Kelurahan Tallo Kecamatan
Tallo Kota Makassar.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di Kampung pesisir Gampancayya
Kelurahan Tallo Kecamatan Tallo Kota Makassar
2. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan mulai dari bulan
Januari 2015 hingga bulan Maret 2015.
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian berisi pokok kajian yang menjadi pusat perhatian.
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitiannya, adalah: deskripsi
perilakupolitik yang ada pada masyarakat pesisir kampung Gampancayya
Kelurahan Tallo Kecamatan Tallo Kota Makassar
38
D. Subjek Penelitian
Pemilihan subjek penelitian didasarkan pada tujuan penelitian, dengan
harapan untuk memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya, dengan
demikian peneliti mengobservasi terlebih dahulu situasi sosial lokasi
penelitian. Dan penentuan subjek penelitian di dapatkan secara sengaja.
Penulis mengunakan 10(sepuluh) informan dalam penelitian ini
dengan jumlah masing-masing lima orang laki-laki dan lima orang
perempuan dengan ragam profesi mulai dari nelayan, tokoh masyarakat,
tokoh pemuda, dan ibu rumah tangga.
Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah masyarakat
yang berada secara geografis di kampung pesisir Gampancayya
Kelurahan Tallo Kecamatan Tallo Kota Makassar
Kriteria-kriteria tersebut yakni:
1. Penduduk
dewasa
yang
berada
di
kampung
pesisir
Gampancayya Kelurahan Tallo Kecamatan Tallo Kota Makassar
2. Penduduk yang telah memiliki hak politik sesuai dengan
mekanisme yang ada
3. Aktif dan terlibat pada proses politik, konvensional maupun nonkonvensial yang di adakan di wilayah sekitar
4. Tokoh masyarakat yang memiliki modal social dan mampu
mengiring masyarakat setempat untuk menentukan pilihan.
39
E. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data untuk memperoleh data adalah:
1. Data primer
Data ini dikumpulkan dengan menggunakan:
a. Observasi yaitu mengadakan pengamatan langsung di lapangan
untuk mengetahui dan mengamati keadaan kehidupan dilokasi
penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui obyektivitas dari
kenyataan yang akan ada tentang keadaan kondisi obyek yang
akan diteliti.
b. Wawancara Mendalam, yaitu mengumpulkan sejumlah data dan
informasi secara mendalam dari informan dengan menggunakan
pedoman wawancara atau peneliti melakukan kontak langsung
dengan subyek meneliti secara mendalam utuh dan terperinci.
2. Data Sekunder
Data ini dikumpulkan melalui penelusuran atau studi pustaka
dari berbagai arsip-arsip penelitian, artikel-artikel, dokumen-dokumen
dan buku-buku yang berkaitan dengan kajian penelitian ini.
40
F. Analisis Data
Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder
dianalisis
kemudian
disajikan
secara
deskriptif
kualitatif,
yaitu
menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan Judul
yang diteliti.
1. Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis secara
kualitatif, dimana data yang diperoleh di lapangan, diolah
kemudian disajikan dalam bentuk tulisan. Menyangkut analisis
data
kualitatif,
menganjurkan
tahapan-tahapan
dalam
menganalisis data kualitatif sebagai berikut: Reduksi data, yaitu
menyaring data yang diperoleh dilapangan yang masih ditulis
dalam bentuk uraian atau laporan terperinci, laporan tersebut
direduksi, dirangkum, dipilih, difokuskan pada bantuan program,
disusun lebih sistematis, sehingga mudah dipahami.
2. Penyajian data, yaitu usaha untuk menunjukkan sekumpulan
data atau informasi, untuk melihat gambaran keseluruhannya
atau bagian tertentu dari penelitian tersebut.
3. Kesimpulan, merupakan proses untuk menjawab permasalahan
dan tujuan sehingga ditentukan saran dan masukan untuk
pemecahan masalah.
41
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A.
Kondisi Kampung
1. Sejarah Kampung dan Kondisi Penduduk
Kampung Gampayya merupakan wilayah pesisir yang berada di
pinggiran kota Makassar. Wilayah ini terletak di kelurahan Tallo
kecamatan Tallo yang notabenenya tempat situs sejarah makam raja-raja
Tallo. Berdasarkan referensi sejarah, lacakan kerjaan di Tallo merupakan
bagian dari kerajaan Gowa yang harus terpisah oleh kepentingan politik
saat itu.
Kompleks makam raja Tallo yang terletak di wilayah Kampung
Gapancayya sangatlah mudah diakses berhubung karna tahun 2013
kemarin jalannya sudah diperbaiki hingga sampai di depan makam.
Letaknya juga tidak jauh dari pusat kota (lapangan karebosi) hanya sekitar
6 km sebelah utara pusat kota, dengan waktu 15 menit kita sudah sampai
di makam tersebut kalau kita berangkat dari pusat kota. Dan letak wilayah
Kecamatan Tallo yang dekat dengan pintu tol Tallo, yaitu Jalan Tol Ir
Sutami dan Jalan Tol Pelabuhan membuat situs ini juga mudah diakses
baik dari pusat Kota Makassar maupun Bandara Sultan Hasanuddin, bisa
menggunakan taksi maupun angkutan kota (pete-pete).
42
Di depan makam terdapat tembok besar yang terukir tulisan 21
nama-nama orang yang dimakamkan di dalam komleks. Menurut Pa
Ibrahim bahwa ke 21 nama tersebut adalah nama beberapa raja-raja Tallo
beserta dengan keluarga raja. Dalam sejarah pun dijelaskan bahwa
sekitar abad 17 sampai dengan abad 19 kompleks makam raja Tallo
merupakan pemakaman khusus keluarga kerajaan. Itulah sebabnya
kenapa pemerintah memberikan nama situs sejarah tersebut Kompleks
Makam Raja Tallo Sul-Sel pada saat makam itu dipukar menjadi objek
wisata tahun 1974-1975 dan 1981-1982 oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Tallo merupakan kerajaan kembar Gowa, di masa pemerintahan
Tunatangka Lopi Gowa di bagi menjadi dua wilayah dan kedua anaknya
yang meneruskan kepemimpinan tersebut yaitu Batara Gowa dan
Karaeng Leo RI Sero sebagai raja Tallo. Hingga pada era Lamakkarupa
Daeng Parani Arung Lipukasi kerajaan Tallo dilebur kedalam Gowa dan
sekarang domain Tallo hanya menjadi salah satu kecamatan di kota
Makassar.
43
Tabel 2
Jumlah Penduduk
Kampung Gampancayya
Jenis Kelamin
Jumlah Jiwa
Laki-laki
262
Perempuan
274
Total
536
(sumber kantor kelurahan Tallo)
Berdasarkan table di atas maka bisa disimpulkan bahwa penduduk
perempuan lebih banyak dari laki-laki.
1.
Keadaan Geografis
Secara geografis wilayah Kampung Gampancayya Kelurahan Tallo
Kecamatan Tallo ini terletak di bagian utara kota Makassar dengan batasbatas wilayah:

Sebelah Utara
:
Laut Selat Makassar

Sebelah Selatan
:
Kompleks Perhubungan Laut

Sebelah Barat
:
Kampung Mangara’bombang

Sebelah Timur
:
Sungai Jene’ Berang
(Sumber kantor kelurahan Tallo)
44
2.
Hasil Alam
Untuk potensi sumber daya alam di Kampung Gampancayya ini
terdapat banyak asset yang bias digunakan uintuk aktivitas ekonomi
pembangunan masyarakat. Misalnya rumput laut liar, penduduk di sana
mengunakan untuk kebutuhan sendiri dan ada beberapa dijual keluar.
Agar juga pembuatan minyak kelapa untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan
ada beberapa masyarakat yang mengunakan sumber daya alam berupa
rumput laut dan minyak hasil kelapa untuk dijual ke pasar Pannampu’ 18
Strategis perilaku ekonomi masyarakat Gampancayya sama seperti yang
terjadi di wilayah miskin lainnya. Masyarakat harus melakukan kerja
ganda untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Misalnya seorang Nelayan
di Kampung Gampancayya juga harus menjadi buruh pembuat kapal di
pagi sampai siang harinya.
3. Sumber Daya Manusia
Wilayah kampung Gampancayya terletak tepat di pesisir laut
bagian utara Makassar.Di sana terdapat perusahaan pembuatan kapal
Fiber terbesar di Indonesia timur dan terbesar kedua di Indonesia setelah
18
Pasar Pannampu adalah pasar tradisional yang cukup besar di wilayah kecamatan Tallo,
jaraknya sekitar 2 km dari kampung Gampancayya. Penduduk Gampancayya sering memberi
kebutuhan sehari-hari di pasar tersebut
45
Surabaya. Sehingga sebagian besar penduduk di sana juga melakukan
aktivitas ekonomi di perusahaan tersebut sebagai buruh harian.19
Banyak penduduk di wilayah Kampung Gampancayya
Wilayah ini masih menjadi wilayah yang sangat jarang didatangi
pejabat publik. Selain karena akses masuk ke wilayah itu mengalami
kerusakan jalan, juga karena dekat dengan wilayah pergudangan.
4.
Keadaan Ekonomi
Aktivitas ekonomi masyarakat kampong Gampancayya ini selain
melakukan penangakapn ikan secara intens, juga sebagai penduduk lakilaki mengunakan sebagaian waktunya untuk bekerja di perusahan kapal
fiber CV. Siagan Boat. Dengan durasi kerja dari pukul 09:00 pagi sampai
15:00 sore. Mereka bekerja borongan yang dipimpin seorang mandor
dengan gaji harian kisaran 50.000 rupiah sampai 70.000 rupiah.
Kebanyakan mereka yang melakukan
aktivitas ekonomi di
pembuatan kapal fiber itu adalah anak muda. Sementara untuk orang tua,
mereka masih tetap melakukan aktivitas penangkapan ikan.
Berdasarkan infomasi dari masyarakat Kampung Gampancayya,
bahwa sebelum tahun 1992 ada pelelangan ikan Gampancayya yang
sangat mempengaruhi pola aktivitas ekonomi masyarakat di sana. Di saat
masi ada pelelakangan ikan di kampong tersebut banyak dari penduduk
19
Informasi tentang perusahaan kapal Fiber CV. Siagan Boat yang terletak di kampung
Gampancayya didapati langsung dari direktur perusahaan
46
tersebut melakukan aktivitas penangkapan ikan secara full –artinya
mereka menjadikan agenda penangkapan ikan sebagai satu-satunya
kegiatan ekonomi mereka– sehingga roda peerekonomi bisa berjalan
secara lancar karena tersedianya wadah untuk melakukan penjualan ikan.
Namun setelah pemerintah kota memindahkan pelelangan ikan tersebut
ke wilayah Paotere, maka terjadilah pergeseran yang signifikan dalam
kaitannya penangkapan ikan.
Masyarakat mulai melakukan aktivitas ekonomi tambahan selain
menangkapan ikan. Salah satunya dengan menjadi buru pembuatan kapal
di pabrik kapal CV. Siagan Boat yang kebetulan berada di kampung
tersebut.
5.
Kondisi Sosial Budaya
Masyarakat Kampung Gampancayya sebagian besar bersuku
Makassar, dalam keseharian mereka mengunakan bahasa Makassar
dengan sangat fasih. Menurut informan tiga (44 Tahun) salah satu tokoh
masyarakat Kampung Gampancayya, bahwa masyakat di sini memiliki
geneologi kebudaya khas Makassar dari wilayah Takalar, sebagaimana
yang ditutukan bahwa:
“….di kampung ini lebih banyak suku Makassar yang berasal dari
wilayah Kabupaten Takalar, sehingga bahasa yang digunakan
mengunakan bahasa Makassar.”
(Wawancara 4 April 2015)
47
Meskipun begitu, suku Bugis pun ada beberapa keluar di wilayah
Kampung Gampancayya ini. Lanjutnya informan ketiga (44 tahun)
mengatakan bahwa:
“…kalaupun ada orang bugis di sini, mereka adalah bugis yang
berasal dari wilayah Kabupaten Maros. Tapi jumlah sedikit
ketimbang mereka yang bersuku Makassar…”
( Wawancara, 4 April 2015)
Berdasarkan pengamatan Penulis, memang di wilayah Kampung
Gampancayya pola interaksi lebih sering mengunakan bahasa Makassar
asli. Mulai dari pola komunikasi di dalam rumah sampai kepada pola
komunikasi di masyarakat sekitar.
Faktor geografis yang dekat dengan makam raja-raja Tallo
mengakibatkan beberapa orang di masyarakat tersebut sering melakukan
ziarah makam. Dinas kebudayaan provinsi Sulawesi Selatan bahkan
mempekerjakan pegawai negeri yang tugasnya untuk merawat makam
raja-raja Tallo sebagai cagar budaya. Sementara di dekat dari pemakam
tersebut terdapat perkuburan umum sehingga tradisi ziarah makam
menjadi tradisi yang sampai hari terus bertahan. Sebagian keluarga
bahkan kerap mengkhususkan sebuah malam di hari-hari tertentu untuk
melakukan ziarah makam.
Di setiap malam jumat juga ada tradisi pembacaan barazanji di
masjid dan beberapa masyarakat biasanya membawa kue-kue sebagai
menu untuk dinikmati bersama setelah pembacaan barazanji tersebut.
48
Ritual ini sangat efektif untuk membangun solidaritas bersama di
Kampung Gampancayya. Biasanya melalui acara tersebut ikatan-ikatan
sosial masyarakat Kampung Gampancayya semakin erat. Berbeda
dengan wilayah lain di kota Makassar, suasana lingkungan di Kampung
Gampancayya masih penuh dengan proses kekeluargaan yang kaut.
49
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pembahasan pada bab ini didasarkan pada seluruh data yang
berhasil dihimpun pada saat penulis melakukan penelitan lapangan di
Kampung
Gampancayya
Kelurahan
Tallo
Kecamatan
Tallo
Kota
Makassar. Data yang dimaksud dalam hal ini merupakan data primer yang
bersumber dari hasil wawancara yang dilakukan oleh Penulis.
Dari data ini diperoleh beberapa jawaban menyankut tentang
perilaku politik di Kampung Gampancayya. Dari sudut sosiologis Penulis
ingin mengkaji faktor dan bentuk perilaku politik masyarakat pesisir dalam
kaitannya pembangunan social aspek politik masyarakat serta mengkaji
fenomena social yang ada di dalam perilaku politik masyarakat tersebut.
A. Identitas dan Karakteristik Informan
1. Identitas Informan
Jumlah informan dalam penelitian kualitatif ini berjumlah sepuluh
orang, dimana dalam menentukan informan dilakukan dengan teknik
(purposive sampling) yang dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria
tertentu. Yaitu masyarkat yang telah memiliki hak pemilih berdasarkan UU
kepemiluan di Kampung Gampancayya. Dalam penelitian ini dipilih
beberapa orang yang dianggap mampu dijadikan representasi pemilih
dengan kriteria tentu.
50
Identitas informan dianggap perlu untuk dijadikan sebagai sumber
penguat dalam penelitian ini.
Profil Informan
 Informan 1 “Tokoh Pemuda” (laki-laki)
Informan ini berusia 24 tahun, beragama Islam, dengan status
belum menikah, pendidikannya sebagai mahasiswa di salah satu
perguruan tinggi negeri di Makassar. Penulis memilih informan 1 karena
dia adalah salah satu tokoh pemuda yang banyak tahu tentang persoalan
sosial di wilayah Kampung Gampancayya. Aktivitas kesehariannya selain
menjadi mahasiswa, informan juga aktif dalam organisasi kepemudaan di
kota Makassar. Proses wawancara dilakukan di rumahnya pada tanggal
24 april 2015.
 Informan 2 “Ibu Rumah Tangga” (Perempuan)
Informan JH berusia 56 tahun, beragama Islam dengan status telah
menikah dan memiliki 4 orang anak dan 1 orang cucu. Aktivitas
kesehariannya menjadi ibu rumah tangga. Penulis bertemu dengan
informan di rumahnya tanggal 24 april 2014, pada saat itu beliau sedang
sibuk mengurusi pekerjaan rumah. Penentuan informan 2 sebagai
informan akan dia telah lama bermukim di kampung Gampancayya dan
banyak tahu tentang informasi di wilayah tersebut.
51
 Informan 3 “Tokoh Agama” (Laki-laki)
Informan 3 berusia 44 Tahun, beragama Islam dengan status
sebagai
sudah
menikah
dan
memiliki
2
orang
anak,
Aktivitas
kesehariannya adalah seorang imam masjid. Informan 3 adalah seorang
alumnus perguruan Tinggi Islam yang ada di kota Makasar. Pendidikan
terakhir adalah strata 1. Selain aktif sebagai imam masjid, aktivitas
kesehariannya adalah seorang guru agama sekolah dasar di sekolah
swasta setempat. Penentuan informan 3
sebagai informan karena
pengalamannya sebagai imam masjid bisa digunakan oleh Penulis untuk
mengali informasi tentang aspek sosial di masyarakat kampung
Gampancayya. Wawancara dilakukan pada 4 april 2015 di halaman
masjid Darul Aman.
 Informan 4 “Ibu Rumah Tangga” (Perempuan)
Informan 4 berusia 31 Tahun, beragama Islam dan bertempat
tinggal pas depan kantor CV. Siagant Boat sebuah peruahaan besar di
Indonesia timur. Aktivitas kesehariannya adalah seorang ibu rumah
tangga dengan satu orang anak. Wawancara dilakukan pada tanggal 18
april 2015 di rumahnya. Penentuan informan 4 sebagai informan karena
pertimbangan kesediaan informan untuk menjelaskan fenomena pemilihan
yang berlangsung kemarin. Pendidikan terakhir adalah tamat SMA.
52
 Informan 5 “Ketua RT” (laki-laki)
Informan SD berusia 39 tahun, beragama Islam. Aktivitas
kesehariannya adalah seorang nelayan sekaligus ketua RT setempat.
Pendidikan terakhir tamat SMA. Pemilihan informan 5 sebagai informan
karena posisinya sebagai ketua RT yang banyak berpengaruh dalam
mobilisasi suara masyarakat. Beberapa bantuan dari para elit, terutama di
saat kampanye banyak yang dikordinatori melalui dia. Wawancara
dilakukan di rumahnya pada tanggal 24 April 2015. Penulis mendapatkan
banyak informasi penting dari informan 5, terutama dalam sepak terjang
local strongman dalam mempengaruhi perilaku politik masyarakat.
 Informan 6 “Ibu Rumah Tangga” (Perempuan)
Informan 6 berusia 41 tahun, beragama islam, dengan tingkat
pendidikan tidak sekolah. Statusnya sebagai ibu rumah tangga dengan 7
orang anak. Wawancara dilakukan di kediamannya pada tanggal 18 april
2015. Penentuan informan 6 sebagai informan karena menurut Penulis dia
bisa dijadikan representase penduduk kampung Gampancayya dalam
terkait perilaku politik sebagai sikap yang diambil oleh perempuanperempuan di kampung tersebut. Selain itu, penunjukannya sebagai
informan atas dasar petunjuk dari ketua RT setempat.
53
 Informan 7 “Remaja” (laki-laki)
Informan 7 berusia 21 tahun, beragama Islam dengan status
pendidkan tamat SMA. Aktivitas kesehariannya menjadi remaja masjid di
masjid Darul Aman. Wawancara dilakukan pada tanggal 2 maret 2015 di
masjid Darul Aman. Pemilihan informan 7 sebagai informan karena dia
dianggap sebagai representase masyarakat muda mengingat di pemilihan
ini informan baru memiliki hak untuk memilih. Informan berharap bisa
mendapatkan data yang bisa menunjang penelitian ini.
 Informan 8 “Perempuan Lajang” (Perempuan)
Informan
8
berusia
28
tahun,
beragama
islam.
Aktivitas
kesehariannya adalah membantu orang tua di rumah dengan menjaga
dagangan kecil kebutuhan sehari-hari. Pendidikan terakhir adalah tamat
SMA . Penentuan informan 8 sebagai informan karena perjumpaan saat
waktu jeda di wilayah kampung Gampancayya pada tanggal 22 April
2015. Melalui informan 8 informasi tentang hubungan kekeluargaan
beberapa orang dengan salah seorang calon bisa Penulis dapatkan.
 Informan 9 “Buruh Kapal dan Nelayan” (Laki-laki)
Informan 9 berusia 36 tahun, beragama Islam dan aktivitas
kesehariannya menjadi buruh pembuat kapal di pagi hari dan menjadi
nelayan di sore hari. Kemampuannya bergaul dengan banyak orang di
masyarakat Gampancayya membuat informan 9
54
dipilih sebagai salah
satu informan. Pendidikan terakhir adalah tamat SMA. Terkait kasus
perilaku politik, informan 9 punya banyak informasi tentang pola
sosialisasi politik di Kampung Gampancayya. Hal ini membuat Penulis
sangat terbantu dengan informasi yang diberikan. Informan 9 juga menjadi
bagian dari rekomendasi ketua RT yang baik untuk diwawanarai.
 Informan 10 “Penjual Makanan” (Perempuan)
Informan 9 berusia 53 tahun, beragama Islam dan tidak sekolah.
Aktivitas keseharian sebagai juru masak di salah satu warung yang
berada di wilayah CV. Siangan Boat. Memiliki tujuh orang anak dan
suaminya telah meninggal dunia enam tahun lalu. Wawancara dilakukan
di
warungnya
pengalamannya
pada
tanggal
selama
hidup
22
di
April
2015.
Kampung
Karena
Gampacayya
mendapat informasi yang banyak mengenai penelitian ini.
55
usia
dan
Penulis
2. Karakteristik Informan Berdasarkan Umur
Salah satu indikator yang paling urgen dalam sebuah penentuan
informan adalah tingkat umur.
Umur menjadi sangat penting karena
dalam proses penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah informan
yang telah berpengalaman dalam melakukan aktivitas perilaku politik.
Dari observasi awal, informan yang merupakan masyarakat
Kampung Gampancayya telah memilik hak politik dalam menentukan
pilihannya
di
pemilihan
umum
berdasarkan
undang-undang
kepemiluanNomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum bahwa mereka
yang telah berumur 17 tahun ke atas dan sudah atau pernah nikah.
3. Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor yang sangat penting dalam
penentuan informan. Perbedaan aktivitas antara laki-laki dan perempuan
di dalam masyarakat Kampung Gampancayya membuat pendapat dan
waktu mereka terhadap objek yang sedang di teliti berbeda. Perbedaan itu
terlihat dari partisipasi mereka dalam kegiatan yang dilakukan di
masyarakat. Dominasi jenis kelamin berpengaruh dalam penentuan
informan di masyarakat pedesaan sehingga antara informan laki-laki dan
perempuan tidak mendapat hak yang sama dalam penentuan informan.
Dalam penelitian ini informan yang melakukan aktivitas perilaku
politik masyarakat pesisir Kampung Gampancayya berdasarkan jenis
kelamin digunakan 5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Hal ini
56
dimaksudkan untuk membagi kategorisasi antara laik-laki dan perempuan
dalam kaitannya perilaku politik.
4. Karaktersitik Informan Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam melihat
sejauh mana kesadaran mereka terlibat akfif dalam proses politik dan pola
perilaku politk yang dijalankan.
Tabel 3
Distribusi Informan berdasarkan
Umur, Jenis Kelamin dan Pendidikan
No
Nama
Umur
Pendidikan
Ket
24
Jenis
Kelamin
(L/P)
L
1.
Informan 1
S1
Tokoh Pemuda
2.
Informan 2
56
P
IRT
3.
Informan 3
64
L
Tamat
SMA
S1
4.
Informan 4
31
P
5.
Informan 5
47
L
6.
Informan 6
55
P
21
L
7.
Informan 7
8.
Informan 8
28
P
9.
Informan 9
44
L
10.
Informan 10
53
P
Tamat
SMA
Tamat SD
Imam Mesjid
IRT
Ketua RT
Tidak
Sekolah
Tamat SD
IRT
Tamat
SMA
Tamat
SMA
Tamat SD
-
-
Tokoh Agama
(Hasil olahan data primer, April 2015)
57
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa informan berjumlah 10
(sepuluh) orang dimana mengunakan jumlah yang sama antara laki-laki dan
perempuan.
Persoalan
yang
sedang
dialami
masyarakat
kampung
Gampancayya dalam proses politik ada semacam pola massif dalam
melakukan aktivitas perilaku politik. Seperti yang diutarakan oleh informan
4 (31 tahun) :
“dalam pemilihan, biasanya kebanyakan masyarakat lebih banyak
memilih orang yang telah disepakiti oleh ketua RW dan RT tanpa
terlalu kenal banyak visi misinya itu orang. Tapi di kasus legislatif
masing-masing ketua RW dan ketua RT memiliki calon tersendiri.
Ini yang menjadi persoalan, tetapi untuk wilayah Gampancayya RW
5 RT D masih lebih memilih ketua RT untuk dijadikan patokan…”
(wawancara 18 April 2015)
Ini menjadi problem tersendiri bagi kesadaran partisipasi politik
masyarakat. Hal ini jelas karena konsep demokrasi harus berasa pada
kebebasan dan pengetahuan yang baik terhadap visi-misi bakal calon
yang ingin diusung. Jika persoalan siapa yang akan dipilih hanya
diselesaikan oleh ketua RT, maka bisa jadi output yang dilahirkan tidak
sehat untuk kepentingan bersama.
58
B. Pembahasan
1. Menduduki Jabatan Politik
Kenyataan yang menunjukkan bahwa kelompok-kelompok khusus
dalam masyarakat itu diwakili secara tidak sebanding di kalangan para
pemegang jabatan politik dan administratif, sering dihubungkan dengan
kekutan permintaan. Hal ini jelas demikian, secara terbatas dibuktikan
dengan kualifikasi formal yang kadang-kadang ditetapkan bagi para calon
pada pemilihan-pemilihan dan secara lebih luas lagi kualifikasi-kualifikasi
yang ditetapkan bagi para fungsionaris pemegang jabatan administratif.
Menduduki jabatan politik adalah capaian tertinggi dari sebuah
agenda pemilihan. Mulai dari adu visi misi hingga kekuatan modal di
pertarungan demi menduduki jabatan politik. Tentu saja dengan
menduduki posisi strategis ini maka akan banyak akumulasi kekuatan
yang terkumpul. Fenomena persoalan politik yang menyentuh hampir
semua aspek hidup masyarakat. Melalui jabatan politik kebijakan bisa
dikeluarkan.
Dengan adanya dominasi jabatan politik terhadap jabatan karier
akan menjadikan orang yang duduk di jabatan karier tersebut menjadi
tidak netral karena persoalan balas budi terhadap pengangkatan dan
penempatan atas dirinya pada jabatan karier yang diperolehnya dari
kepala daerah sebagai pemegang jabatan politik. Yang kita khawatirkan
dari dominasi jabatan politik adalah hilangnya netralitas dari sistem
59
birokrasi yang sejatinya adalah mengutamakan kepentingan masyarakat
banyak di atas kepentingan pribadi dan golongan. Terutama dalam proses
pendistribusian bantuan sosial.
Akhirnya yang menjadi korban tetap masyarakat golongan
menengah ke bawah. Proses pergantian jabatan politik selalu saja
mendapatkan intervensi-intervensi politik dari para penguasa. Pada skala
kecil misalnya yang terjadi di Kampung Gampacayya, ketua RW dan RT
tak pernah berganti pasca reformasi. Kedua jabatan ini selalu diisi oleh
orang yang sama karena dianggap mampu mengakomodir kepentingan.
Timbal balik dari itu, tentu saja jika ada dana bantuan sosial bisa
dimainkan oleh segelintir orang yang ditunjuk. Hal ini berdasarkan
keterangan informan 1 (24 tahun) bahwa:
“Sudah sangat lama ketua RT sekarang menjabat, selain karena
banyak bantuan yang hanya diberikan kepada keluarga dekat
ketua RT, juga biasanya ada biasa kampanye yang tidak dia bagi
kalau pemilihan. Paling yang dibagikan hanya sedikiti, selebihnya
dinikmati secara pribadi.
(wawancara 22 november 2015)
Sebagai wilayah pesisir tentu saja posisi tawar di bidang politik
menjadi sangat lemah. Hal ini selain karena sumber daya manusia yang
masih sangat tertinggal ketimbang dengan wilayah-wilayah lain di kota
Makassar, juga ada kesenjengan sosial yang mengkhawatirkan. Tidak
adanya
posisi
jabatan
strategis
di
bidang
politik
di
Kampung
Gampancayya membuat perhatian pemerintah kota kurang maksimal di
60
wilayah ini, Berdasarkan yang diungkapkan oleh informan 5 “Ketua RT”
(47 Tahun)
“Di kampung Gampancayya tidak pernah seingatku warga
kampung menduduki jabatan politik. Mereka sibuk dengan
pekerjaannya masing-masing. Kalau ada pemilihan sebagian
masyarakat paling tidak hanya dating memilih lalu pulang. Itu pun
yang mereka pilih dari orang luar karena tidak ada yang
mencalonkan seorang waktu pemilihan anggota dewan kemarin”
(wawancara 22 november 2015)
Dari informasi ini penulis mendapatkan kesimpulan bahwa dari
beberapa agenda pemilihan tingkat local maupun nasional mereka kerap
hanya diposisikan sebagai massa pendulang suara. Selain karena tak
punya modal yang banyak, juga kaulitas sumber daya manusia yang
belum merata untuk menduduki sebuah jabatan politik. Kalau pun harus
ada yang mewakili masyarakat Kampung Gampancayya maka paling
yang ikut serta adalah ketua RT sebagaimana yang diungkapkan informan
9 (44 tahun) bahwa:
“Di sini masyarakat lebih sibuk dengan pekerjaannya masing-masing,
kalau ada kegiatan dari luar yang membutuhkan perwakilan kampung
ini, maka ketua RT yang diutus untuk hadir diacara tersebut”
(wawancara 22 november 2015)
Peran besar seorang ketua RT dalam menjembatani hubungan
masyarakat dengan pemerintah kota menjadi bagian yang diharapkan
mampu terjaling dengan transparan. Masyarakat hanya mengandalkan
61
pimpinan tingkat RT dalam menginformasikan apa-apa saja yang harus
dibangun di wilayah Kampung Gampancayya.
Sementara posisi ketua RT tidak begitu mampu menampung segala
bentuk persoalan di Kampung Gampancayya. Akhirnya yang terjadi
adalah ketidakmampuan kebijakan pemerintah kota menyentuh langsung
persoalan masyarakat secara utuh. Masyarakat cenderung acuh tak acuh
pada
persoalan
yang
ada
di
Kampung
Gampancayya,
mereka
kebanyakan mempersoalkan urusan ekonomi rumah tangga sendiri.
Dalam proses pemilu, pemilihan legislative 2014 kemarin yang lebih
banyak mendapat perhatian Penulis. Hal ini disebabkan tingkat antusias
masyarakat di dalam proses lebih banyak melibatkan masyarakat
Kampung Gampancayya. Hal ini diungkapkan informan 8 (28 tahun):
“Dibandingkan pemilihan walikota, gubernur, dan presiden. Pemilihan
anaknya H. Said lebih banyak yang terlibat kemarin. Selain mungkin
karena banyak calon, juga H. Said benar-benar kawal anaknya biar
menang jadi banyak masyarakat dia gerakkan”
(wawancara 22 november 2015)
Hal ini wajar terjadi di Kampung Gampancayya, melihat kampung
tersebut tidak terlalu banyak disorot oleh tim sukses. Sementara tokoh
yang punya pengaruh di wilayah tersebut melihat bahwa wilayah
Kampung Gampancayya adalah basis suara yang harus dijaga dengan
baik. Olehnya itu untuk berpikir menduduki jabatan politik bagi
masyarakat Kampung Gampancayya masih sangat sulit selama posisi
62
juragan ikan tersebut masih ada dan tidak ada yang berani
mengesernya.
2. Mencari Jabatan Politik
Di era demokratisasi yang begitu terbuka, semua elemen
masyarakat berhak memilih dan dipilih. Kesempatan untuk menduduki
jabatan politik melalui mekanisme pemilihan umum terbuka lebar. Namun
dalam prosesnya kecenderungan biaya mahal untuk berkompetisi di arena
pemilihan membuat banyak masyarakat hanya diposisikan sebagai
pendulang
suara
semata.
Ini
yang
terjadi
di
wilayah
kampung
Gampancayya. Hal itu diungkap oleh informan 3 (64 tahun)
“kami masyarakat di sini tidak bisa melakukan apa-apa. Sudah
berapa kali pemilihan umum tak ada satu pun yang berani
mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Selain karena jumlah
masyarakat Gampacayya sedikit, juga masyarakat di sini lebih
senang bekerja apa adanya. Kalaupun ada pemilihan masyarakat
lebih mengambil sumbangnya dan jadi tim sukses.”
(wawancara 22 november 2015)
Posisi masyarakat Kampung Gampancayya yang berada pada
wilayah yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah kota membuat
mereka tak terlalu merasakan pembangunan. Mereka selalu saja
diabaikan oleh pemerintah setempat karena kurang posisi tawar yang
dimiliki. Sama seperti wilayah pesisir lainnya di tempat lain, realitas
kemiskinan dan kualitas pembangunan sumber daya manusia yang tak
63
terlalu mengembirakan membuat mereka acuh tak acuh pada proses
perpolitikan yang terjadi. Mereka cukup diposisikan sebagai pendulang
suara saja ketika pentas pemilu digelar.
Hal ini disampaikan oleh informan 10 (53 tahun):
“Sudah sejak dulu kami tidak terlalu diperhatikan oleh pemerintah kota,
terakhir Pak Walikota dan Pak Gebernur hadir disaat mereka ingin
dipilih”
(wawancara 22 november 2015)
Dampak sederhana dari ketidakpedulian pemerintah kota pada
wilayah Kampung Gampancayya membuat masyarakat juga tidak terlalu
ambil pusing dari proses mencari kedudukan di wilayah politik. Tentu saja
juga
karena
rendahnya
tingkat
pendidikan
masyarakat
Kampung
Gampancayya. Berdasarkan pengamatan penulis sebagian anak usia
sekolah lebih banyak menghabiskan waktunya di tempat pembuatan kapal
milik perusahaan CV. Siagant Boat sebagai buruh harian.
Untuk mencari jabatan politik biasanya lebih banyak terjadi di
wilayah berpenduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Sementara
untuk wilayah Kampung Gampancayya yang notabenenya masih sangat
tertinggal dibandingkan dengan wilayah lain, maka pencarian jabatan
politik lebih banyak dilakukan oleh orang luar dan menggunakan
masyarakat sebagai pendulang suara.
64
Mencari jabatan politik bagi masyarakat Kampung Gampancayya
masih menjadi aktivitas yang jauh dari kenyataan. Banyak hal di persoalan
rumah tangga yang belum selesai, sementara dalam proses pengisian
jabatan politik memakai modal yang sangat banyak. Dalam beberapa
kasus hanya segelintir orang yang mampu menduduki jabatan politik
dengan biaya yang murah. Kebanyakan harus menggunakan setor biaya
yang tak sedikit. Menyelesaikan biaya tim sukses, membayar atribut
kampanye, sampai pada tahap yang lebih ekstrim menggunakan uang
untuk membayar para voters.
Jika prinsip seperti itu masih berlaku di pemilihan-pemilihan
selanjutnya, tentu saja membuat masyarakat Kampung Gampancayya
hanya akan diposisikan sebagai pemilih semata.
3. Keanggotaan Aktif di Organisasi Politik
Organisasi politik adalah organisasi atau kelompok yang bergerak
atau berkepentingan atau terlibat dalam proses politik dan dalam ilmu
kenegaraan, secara aktif berperan dalam menentukan nasib bangsa
tersebut.
Organisasi politik dapat mencakup berbagai jenis organisasi seperti
kelompok advokasi yang melobi perubahan kepada politisi, lembaga think
tank yang mengajukan alternatif kebijakan, partai politik yang mengajukan
kandidat pada pemilihan umum, dan kelompok teroris yang menggunakan
65
kekerasan untuk mencapai tujuan politiknya. Dalam pengertian yang lebih
luas, suatu organisasi politik dapat pula dianggap sebagai suatu sistem
politik jika memiliki sistem pemerintahan yang lengkap.
Organisasi politik merupakan bagian dari suatu kesatuan yang
berkepentingan dalam pembentukan tatanan sosial pada suatu wilayah
tertentu oleh pemerintahan yang sah. Organisasi ini juga dapat
menciptakan suatu bentuk struktur untuk diikuti.
Dibawah para pemegang atau pencari jabatan didalam sistem
politik, terdapat mereka yang menjadi anggota berbagai tipe organisasi
politik. Hal ini mencakup semua tipe partai politik dan kepentingan.
Perbedaan dasar antara kedua kelompok politik terdapat pada sikap-sikap
mereka.
Kelompok
kepentingan
adalah
organisai
yang
berusaha
memajukan, mempertahankan atau mewakili sikap-sikap yang terbatas
atau khas, sementara partai politik berusaha untuk memajukan,
mempertahankan atau mewakili
spectrum yang lebih luas dari sikap.
Partai-partai politik seperti kelompok kepentingan dapat menikmati
dukungan yang menyebar atau yang khusus, akan tetapi berbeda dengan
kelompok kepentingan mereka yang lebih banyak menampilkan sikapsikap difus daripada sikap-sikap yang khusus. Beberapa partai politik
memiliki baris dukungan yang luas, sedang yang lainnya memiliki baris
dukungan yang sempit.
66
Momen politik seperti pilwalkot dan pemilihan anggotan dewan
adalah momen pergantian elit. Di sini akan banyak tim sukses yang
bermain. Sama seperti di wilayah lain, di kampung Gampancayya juga
proses politik selalu dimasuki oelh tim sukses secara massif. Karena tidak
adanya calon yang asli berasal dari kampung Gampancayya maka
otomatis masyarakat memilih calon di luar dari kampung mereka. Di
sinilah kemudian “local strongman” bermain. Seorang juragan ikan dengan
modal ekonomi yang kuat mengunakan wilayah Kampung Gampancayya
sebagai basis suara di pemilihan legislatif tingkat kota.
Salah satu caranya adalah membentuk tim pemenangan tingkat
ranting. Ada banyak orang yang direklut sebagai tim, terutama mereka
nelayan-nelayan kecil yang menjual ikan kepada juragan ikan tersebut.
Penuturan informan 4 (31 tahun):
“Waktu legislatif lalu banyak masyarakat di sini yang menjadi tim
sukses anaknya H. Said. Selama ini masyarakat terbantu oleh H.
Said karena bantuannya kepada masyarakat sudah lama meskipun
dia tidak berada di kampung Gampacayya. Jadi ketika anaknya
mencalonkan, maka mau tidak mau banyak masyarakat yang ingin
bergabung karena factor itu tadi.”
(wawancara 22 november 2015)
Terkait kehadiran organisasi di wilayah Kampung Gampancayya,
penulis mendapatkan informasi dari informan 1 (24 tahun) tentang adanya
organisasi
kepemudaan
yang
di
diungkapkan:
67
tersebut.
Sebagaimana
yang
“Di sini kami membentuk organisasi remaja bernama RETAK (Remaja
Tallo Kreatif) dengan kegiatan di antaranya latihan sepak bola, kerja bakti,
dan keliling jalan selama Ramadhan”
(wawancara 22 november 2015)
Organisasi RETAK tak punya afiliasi politik sama sekali, ini murni
sebagai wadah bergaul para anak muda. Itu satu-satunya organisasi yang
ada di wilayah Kampung Gampancayya.Sementara untuk organisasi
politik berjalan tiba-tiba. Biasanya pengalaman 2 pemilu terakhir,
organisasi politik dibentuk jelang sebulan sebelum pemilihan. Itu pun
dengan jumlah anggota aktif yang sangat sedikit. `
Secara teoritik dalam sudut pandang system politik, partai politik
dan kelompok kepentingan adalah agen-agen mobilisasi politik. Merekalah
yang turun ke akar rumput untuk mendapatkan dukungan masyarakat.
Dalam konteks Kampung Gampancaya misalnya proses mobilisasi politik
biasanya dilakukan dengan pendekatan ekonomi. Sebagaimana yang
diungkapkan informan 3 (64 tahun):
“Banyak masyarakat di sini yang diajak bergabung di organisasi politik
biar dapat diberikan sembako dan biaya akomodasi setip kali rapat.
Masyarakat yang punya waktu luang memanfaatkan hal tersebut untuk
mendapatkan keuntungan.”
(wawancara 22 november 2015)
68
Hal ini secara jelas menjadi tradisi mwngumpulkan suara yang
efektif namun tidak memberikan pendidikan politik yang baik. Harusnya
bergabungnya masyarakat dalam organisasi pemenangan calon di
pemilihan umum harus berindikator sesuai dengan visi-misi kandidat,
bukan hanya imbalan yang didapat saat kampanye. Maka wajar jika pasca
pemilihan, para kandidat begitu saja meninggalkan “voters”nya karena
kepentingan telah selesai, 69imbale balik ekonominya juga sudah
diberikan
Untuk keberadaan organisasi politik seperti partai di wilayah
Kampung Gampancayya masih sebatas symbol semata, kalau pun ada
hanya atas nama. Loyalitas kepartaian yang biasanya ditemui di wilayah
lain tidak ditemukan di wilayah Kampung Gampancayya. Informan 7
mengatakan:
“Di sini yang jadi loyalis partai tidak ada, paling kalau ada paling dia
bisanya dipegang oleh oknum. Kalau misalnya oknum berpindah partai
maka dukungan juga akan pindah. Di sini hebatnya H. Said mampu
menjadi orang yang sangat didengar masyarakat.”
(wawancara 23 november 2015)
Meredupnya loyalitas masyarakat Kampung Gampancayya kepada
partai membuat kehadiran elit local dengan kekuatan ekonominya mampu
mengambil alih peran partai sebagai mesin mobilisasi massa.
69
4. Keikutsertaan dalam Rapat Umum
Sebagaimana
yang
dikemukakan
sebelumnya,
keberadaan
seorang juragan ikan yang memiliki pengaruh yang kuat bagi masyarakat
membuat kian banyaknya masyarakat Kampung Gapamcayya yang
terlibat dalam proses suksesi politik mengingat sang juragan ikan memiliki
anak yang menjadi calon anggota dewan di dapil 2 Makassar.
Pengaruhnya jelas terkait keikutsertaan masyarakat dalam rapat umum
pemenangan pemilu. Ada beberapa masyarakat yang aktif terlibat
menghadiri rapat-rapat yang di laksanakan di wilayah ujung tanah yang
notabenenya adalah markas besar pemenangan tim dari anak juragan
ikan tersebut. Bahkan menurut pengakuan informan 1 tokoh pemuda (24
tahun):
“seingat saya pernah dua kali ada rapat suksesi di wilayah ini
dengan peserta seluruhnya adalah sebagian penduduk Kampung
Gampancayya. Acara di laksanakan di rumah ketua RT, selain
menyediakan konsumsi juga ada uang akomodasi sebesar 50.000
rupiah untuk masyarakat yang hadir. Kegiatan itu dilaksanakan di
malam hari membahas kesiapan tim untuk memenangkan anaknya
Pak Said”
(wawancara 23 november 2015)
Pengaruh ekonomi memang menjadi aspek paling berpengaruh
terkait perilaku politik masyarakat Kampung Gampancayya. Segala
sesuatu yang memiliki keuntungan ekonomis mampu dengan mudah
memobilisasi massa dengan sangat cepat. Keterangan dari informan 6 (55
tahun) bahwa:
70
“Kalau di sini (Kampung Gampancayya) sudah ada uangnya, maka
sangat memudah memerintahkan masyarakat melakukan ini itu.
Karena kesibukan kebanyakn masyarakat di sini hanya cari uang,
bahkan ada beberapa anak yang tidak sekolah gara-gara bantu biaya
keluarga menjadi buruh kapal di CV. Siagant Boat”
(wawancara 22 november 2015)
Keikutsertaan masyarakat Kampung Gampacanyya di dalam rapat
umum harusnyakan berdasarkan kesadaran untuk member masukan apaapa saja yang harus dibenahi dalam masyarakat. Namun temuan di
lapangan justru berbanding terbalik. Persoalan sosial yang menjadi focus
masalah dalam rapat-rapat umum tidak terlalu terlihat. Meskipun begitu
ada juga masyarakat yang hadir dalam rapat umum di Kampung
Gampancayya membawa ide-ide pembangunan dan gagasan untuk
kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Seperti yang diutarakan informan 3
imam masjid (64 tahun):
“Kalau saya kadang-kadang hadir di rapat umum, terutama kalau ada
dana bantuan sosial yang tidak diberikan secara baik. Misalnya kalau
yang membagi ini memfokuskan pada keluarganya saja. Saya juga
pernah marah-marah karena pernah ada calon gebernur datang di sini
membawa bantuan tapi bantuan itu dibagikan dengan tidak adil.”
(wawancara 22 november 2015)
Salah satu implementasi nilai demokrasi adalah partisipasi
masyarakat dalam politik, Budiardjo (2009:367) menyatakan partisipasi
politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta
secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih
71
pimpinan
Negara
memengaruhi
dan,
kebijakan
secara
langsung
pemerintah
(public
atau
tidak
policy).
langsung,
Bentuk
dari
pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam politik antara lain adalah
keaktifan masyarakat dalam menyuarakan persoalan apa yang harus
dibenahi dalam masyarakat. Proses keikutsertaan masyarakat sangat
mempengaruhi kebijakan merupakan bagian dari perilaku politik. Olehnya
itu masyarakat harus diimbangi dengan pengetahuan demokrasi yang
mumpuni.
Ini yang kemudian menjadi persoalan di wilayah Kampung
Gampancayya, bagaimana agenda pencerdasan politk kurang berjalan.
Posisi masyarakat Gampancayya cukup diposisikan sebagai pengguna
hak suara. Hal ini diungkapkan informan 4 (31 tahun) bahwa:
“Di kampung ini harusnya panitia pemilihan mendatangi warga,
terutama warga yang tidak ada sekolahnya. Menjelaskan
bagaimana itu politik dan kenapa harus datang memilih. Bukan
datang saja untuk mendata warga tapi tidak memberikan
penjelasan. Kalau begitu terus, wajar kalau penduduk selalu
dibodoh-bodohi tim sukses”.
(wawancara 22 november 2015)
Jika ini hanya menjadi pajangan demokrasi semata, maka
mengharapkan system politik dan pengambilan kebijakan yang lebih
menyentuh masyarakat kelas bawah akan sulit untuk dilaksanakan.
Apalagi untuk wilayah seperti Kampung Gampancayya yang hanya
dianggap sebelah mata oleh pemerintah kota.
72
Sebagai upaya pembenahan system pemerintahan yang lebih baik,
masyarakat tak berdaya seperti Kampung Gampancayya harusnya
menjadi prioritas pembangunan. Konsep “Smart City” dari pemerintah kota
Makassar saat ini tak meluluh hanya berbicara pada pembangun pusatpusat ekonomi. Lebih dari itu, kebijakan kota cerdas harus berani
mengangkat barisan-barisan masyarakat miskin dan tak berdaya.
5. Keikutsertaan dalam diskusi politik
Diskusi, dalam kamus bahasa Indonesia dikatakan sebagai
menguraikan pendapat, mempertahankan argumentasi terhadap keraguan
pendapat anda, serta mau dan mampu menerima pendapat lainnya. Kalau
menilik arti dari diskusi tersebut maka sesungguhnya diskusi adalah
sesuatu yang seharusnya mencerahkan. Dalam diskusi, orang lalu
diajarkan
tentang
keberanian
mengemukakan
pendapat,
diajarkan
kemauan mendengar orang lain yang mungkin saja berbeda, bahkan
sangat mungkin menggugat pendapat anda, dan lalu mengajarkan anda
cara mempertahankan argumentasi dari pendapat anda tersebut.
Diskusi politik dalam kaitannya pemilu menjadi ajang saling
menawarkan visi-misi, sekaligus menjadi ajang menemukan titik solutif
yang terjadi di masyarakat langsung. Setidaknya ada beberapa kali
agenda diksusi politik yang pernah dilakukan di masyarakat Kampung
Gampancayya. Berdasarkan penuturan Informan 8 (28 tahun) bahwa:
“pernah di sini pernah ada organisasi tapi saya lupa namanya yang
masuk di kampung kami, mereka menanyai banyak hal tentang
pemilihan walikota 2013 yang lalu dan pernah juga mereka
73
mengumpulkun warga kurang lebih dua puluh orang untuk diajak
berdiskusi tentang politik. Kebetulan waktu itu saya juga hadir
karena ada uang sakunya.”
(wawancara 22 november 2015)
Melalaui diskusi politik maka pendidikan politik bisa semakin
dibangun. Misalnya saja ketika kita berbicara tentang bagaimana cara
agar pembangunan di sebuah wilayah bisa berangkat dari akar persoalan
yang sesuai konteks wilayah tersebut. Maka melalui diskusi yang
melibatkan masyarakat langsung bisa dicari permasalah dan solusinya
secara bersama-sama. Di sini kemudian yang menjadi problem dari
masyarakat Kampung Gampancayya karena kesadaran masyarakatnya
masih tergolong rendah. Sebagaimana yang diungkapkan informan 4 (31
tahun) bahwa:
“Kalau ada kegiatan kelurahan yang meminta warga hadir, mungkin
hanya sedikit yang hadir. Mereka sibuk dengan pekerjaan masingmasing. Biasanya ada dari kelurahan yang mengundang untuk
kegiatan-kegiatan penyuluhan paling tidak sampai sepuluh orang
yang datang. Kalau saya sendiri memilih menyelesaikan kerjaan di
rumah dari pada harus datang ke kantor kelurahan meskipun
jaraknya tidak terlalu jauh”
(wawancara 22 november 2015)
Kegiatan tingkat kelurahan saja mereka kurang antusias, apalagi
kegiatan mengenai diskusi politik yang kadang dilaksanakan jelang
pemilu. Bagi mereka rutinitas yang berkaitan dengan dapur dan persoalan
ekonomi keluarga jauh lebih penting ketimbang menghadiri acara
74
pemerintahan. Namun beda halnya kalau kegiatan itu menyediakan biaya
akomodasi. Seperti yang diungkapkan informan satu (24 tahun)
“Kalau acara yang menyediakan uang saku untuk peserta, maka
masyarakat berbondong-bondong hadir. Kegiatan seperti itu biasanya
dilaksanakan oleh sebuah organisasi dari luar yang bukan pemerintah”
(wawancara 22 november 2015)
Kehadiran uang saku pasca rapat pemenangan calon menjadi daya
tarik
utama
masyarakat
Kampung
Gampancayya
hadir.
Mereka
kebanyakan tidak terlalu pusing dengan kebijakan-kebijakan apa kelak
yang bakal dikeluarkan pasca terpilihnya, terutama kebijakan yang
mampu mengayomi kepentingan masyarakat Kampung Gampancayya.
Dari sini sebenarnya lembaga pelaksana pemilu harus memainkan
perannya. Melakukan diskusi-diskusi politik agar tingkat golput bisa
ditekan
sedemikian
rupa.
Kurangnya
pendidikan
politik membuat
masyarakat kurang berminat untuk ikut serta. Pun kalau ada mobilisasi
dalam rapat politik paling pertimbangan utama adalah biaya akomodasi
pasca rapat.
Jika hal ini terus-menerus menjadi kebiasaan demokrasi kita, maka
substansi
menghimpun
suara
rakyat
yang
benar-benar
berbasis
kerakyatan hanya akan menjadi jualan politik semata. Setidaknya di
Kampung Gampancayya ini fenomena itu terjadi. Dari dua pemilu besar
yang terjadi, menurut penuturan informan 8 (28 tahun) bahwa:
75
“selama 2 pemilu ini, kami tidak merasakan perubahan yang banyak di
keluarga kami. Justru harga semakin naik, anak muda di sini pusing
mau kerja apa, dan banyak anak-anak yang tidak lagi berpikir sekolah
tapi langsung kerja saja di CV. Siagant Boat”
(wawancara 22 november 2015)
Dampak proses politik yang tidak terlalu terasa dalam proses
pengeluaran kebijakan sangat mempengaruhi perilaku politik itu sendiri.
Masyarakat dibuat apathis dengan perilaku calon yang dulunya dipilih.
Jika bukan karena modal sosial dan tarikan ekonomi dari local strongman,
maka system demokrasi untuk wilayah pinggiran seperti Kampung
Gampancayya akan terbengkalai. Posisi legislatif dalam mengontrol
kebijakan pemerintah cenderung kehilangan peran. Padahal posisi
legislatif salah satunya adalah memainkan fungsi kontrol terhadap
kebijakan Negara.
Di tahun 2009 pernah ada janji perbaikan jalan di wilayah Kampung
Gampancayya berdasarkan informasi dari ketua RT setempat. Seorang
legislatif dari salah satu partai menjanjikan akan memperbaiki jalan jika dia
mendapatkan suara signifikan di Kampung Gampancayya dengan
penekanan berhasil lolos atau tidak. Namun ketika mendapatkan dukung
yang besar calon ini kemudian tidak pernah muncul lagi. Meskipun dia
juga gagal lolos duduk di anggota dewan kota Makassar.
76
6. Keikutsertaan dalam aktivitas demonstrasi
Demonstrasi adalah hak demokrasi yang dapat dilaksanakan
dengan tertib, damai, dan intelek. Sebuah contoh yang sangat bagus,
yang mestinya juga ditiru oleh mereka yang gemar unjuk rasa, yang
senang turun ke jalan. Demonstrasi merupakan sebuah media dan sarana
penyampaian gagasan atau ide-ide yang dianggap benar dan berupaya
mempublikasikannya dalam bentuk pengerahan masa.
Demonstrasi merupakan sebuah sarana atau alat sangat terkait
dengan tujuan digunakannya sarana atau alat tersebut dan cara
penggunaannya. Sebagaimana misalnya internet, dapat digunakan sbg
alat komunikasi, tetapi dapat juga digunakan untuk untuk mencuri biar
cepat kaya. Sehingga niat atau motivasi sangat menentukan hukum
demonstrasi. Ini berarti : sesungguhnya aksi-aksi itu terkait dengan niat
dan sesungguhnya setiap orang akan memperoleh sesuai dengan
niatnya. Demonstrasi dapat bernilai positif, dapat juga bernilai negatif. Ini
artinya apa? Ketika Demonstrasi itu menjunjung tinggi demokrasi, maka
dipandang sebagai hal positif dan mempunyai nilai di mata masyarakat.
Namun ketika Demonstrasi mengabaikan demokrasi maka dipandangan
masyarakat sebagai hal yang tercela.
Demontrasi merupakan bagian dari perilaku politik yang dilakukan
ketika adanya ketidakberesan yang dilakukan penguasa. Ini merupakan
media untuk memberikan peringatan kepada mereka yang dianggap telah
77
menyalahi kesepakatan. Dalam hal ini, demonstrasi biasanya dilakukan
oleh sekelompok orang dengan mengusung ide penolakan terhadap
sebuah kebijakan. Peristiwa 1998 adalah salah contoh dimana spirit
reformasi dari mahasiswa melihat era Orde Baru sudah tidak lagi sesuai
dengan visi kebangsaan yang telah disepakati sebelumnya.
Tidak terlalu banyak yang bisa dikajian mengenai perilaku politik
masyarakat
Kampung
Gampacayya
terkait
aktivitas
demonstrasi.
Kesibukan dengan pekerjaan sehari-hari membuat masyarakat tak terlalu
peduli dengan masalah yang terjadi di tataran birokrasi dan pemerintahan.
Hanya persoalan bantuan miskin atau kepengurusan jaminan kesehatan
dari Negara yang membuat masyarakat berhubungan langsung dengan
pemerintah setempat. Hal ini diungkap informan 6 (55 tahun):
“Dari pada urus politik atau pemerintah mending saya focus urus
anak-anak ku di rumah. Kecuali kalau ada bantuan dana saya
biasanya sering baku urus dengan ketua RT karena beliau yang
tahu banyak”
(wawancara 22 november 2015)
Di masyarakat Kampung Gampancayya sikap tak begitu peduli
dengan mekanisme pemerintahan ataupun birokrasi disebabkan oleh
rutinitas kerja. Masyarakat lebih memilih menyelesaikan persoalan dapur
di rumahnya ketimbang harus sibuk dengan urusan Negara. Olehnya itu
perilaku politik berupa demonstrasi karena ada hal-hal yang tidak beres
tidak ditemukan pada masyarakat ini.
78
Kalaupun
harus
ada
gesekan
antara
masyarakat
dengan
masyarakat lain, kebanyakan kasus tidak berkaitan erat dengan calon
yang dipilih oleh masyarakat. Karena kecenderungan masyarakat
Kampung Gampancayya satu suara dalam pemilihan dibawah koordinasi
ketua RT setempat. Ada pun hal yang membuat konflik di masyarakat
lebih banyak pada motif ekonomi dan biasanya mampu diselesaikan
dengan baik oleh ketua RT.
Untuk isu konflik karena factor politik tidak terlalu Nampak. Selain
karena jumlah suara yang tidak terlalu banyak, juga peran juragan ikan
yang selama ini merawat masyarakat Kampung Gampancayya dengan
pendekatan persuasif berupada bantuan dana, peminjaman, perbaikan
mesjid, dan lain lain. Sudah sejak lama sang juragan ikan memberikan
modal sosial dalam bentuk yang beragam. Bahkan menurut penuturan
informan 9 (44 tahun) bahwa:
“H. Said sering mengundang masyarakat di sini untuk hadir di
banyak acara di rumahnya. Setiap idul fitri dan idul adha Kampung
Gampancayya menjadi salah tempat sumbangan beliau tiap
tahunnya.”
(wawancara 22 november 2015)
Dalam kajian sosiologi politik, elit local menjadi pembahasan
menarik pasca reformasi. Di banyak wilayah selalu ada penguasa nonstruktural.yang mampu menggiring masyarakat dengan kekuatan
modal kapitalnya. H. Said adalah salah satu contoh bagaimana
79
seorang “juragan ikan” mampu melakukan banyak hal pada sebuah
masyarakat.
7. Pemberian Suara
Kegiatan pemberian suara dapat dianggap sebagai bentuk
partisipasi politik aktif yang paling kecil, karena hal itu menuntut suatu
keterlibatan minimal yang akan berhenti jika pemberian suara telah
terlaksana. Dalam mempertimbangkan partisipasi politik, bagaimana pun
juga terbatasnya peristiwa tersebut harus pula ada perhatian terhadap
mereka yang tidak berpartisipasi sama sekali dalam proses politik. Apakah
hal ini disebabkan oleh pilihan atau karena faktor diluar kontrol individu,
masih harus di lihat, akan tetapi bagaimana pun juga individu sedemikian
itu dapat dinyatakan sebagai orang-orang apatis secara total.
Dengan berhati-hati dan sengaja telah dikeluarkan dua hal dari
hierarki, keasingan dan kekerasan. Hal ini disebabkan Karena keduaduanya
tidak dapat
dipertimbagkan
didalam
pengertian
hierarkis.
Demikian juga kekerasan dapat memanifestasikan diri dalam berbagai
tingkatan pada suatu hierarki, tidak hanya dalam bentuk demonstrasi atau
kerusuhan saja akan tetapi juga melalui berbagai organisasi politik.
Datang ke tempat pemilihan dan menetukan pilihan adalah mekanisme
demokrasi paling penting. Di sanalah kemudian ditentukan siapa yang
akan menduduki jabatan dan siapa yang akan tersingkir. Banyak tim
80
sukses yang mengelurkan segala jurusnya di hari H pemilihan karena
memang di sanalah yang menjadi penentuan.
Proses pemberian suara di masyarakat Kampung Gampancayya
menurut penuturan informan 5 (47 tahun) selaku ketua RT cukup berjalan
semarak, terutama di pemilihan legislative tahun 2014 lalu.
“Kalau di contohkan legislative kemarin, masyarakat ramai datang
di TPS untuk menentukan pilihan, selain karena pengaruh H. Said,
juga karena ajang pemberian suara oleh masyarakat di sini
dijadikan sebagai ajang berkumpul dan silaturrahim.”
(wawancara 22 november 2015)
Senada dengan itu informan 7 (21 tahun) menuturkan bahwa:
“kalau hari pemilihan meskipun ada juga sebagian masyarakat
yang memilih untuk tidak hadir dan melakukan kerjaan sehariharinya. Tapi kebanyakan masyarakat bersemangat hadir, ada
bahkan sampai menunggu waktu perhitungan suara”
(wawancara 22 november 2015)
Ajang pengambilan suara oleh masyarakat dijadikan sebagai acara
silaturahim sesama penduduk Kampung Gampancayya. Namun, karena
ajang pemilihan ini menjadi bagian penentuan pertarungan elit maka
gerakan tim sukses juga semakin agresif. Sebagaimana yang dituturkan
oleh informan 4 (31 tahun):
“Subuh sebelum pemilihan banyak rumah yang dimasuki oleh tim
sukses salah satu calon untuk memberikan uang sogok senilai
81
200.000 rupiah per keluarga, dan banyak warna yang menerimanya
dengan senang hati”
(wawancara 22 november 2015)
Fenomena transaksional di setiap pemilihan menjadi hal yang
lumrah di wilayah miskin seperti Kampung Gampancayya. Masyarakat
justru terlihat bahagia jika ada serangan fajar dan itu tentu saja semakin
membuat tingkat partisipasi pemilihan di wilayah tersebut meningkat.
Faktor kemiskinan dan pendidikan yang kurang memadai membuat
fenomena “serangan fajar” kian laris untuk masyarakat. Posisi juragan
ikan yang punya pengaruh besar di Kampung Gampancayya melalui
modal sosial dan modal ekonomi bisa menguatkan masyarakat untuk tidak
melarikan pilihannya ke kandidat lain.
Sementara itu ide demokrasi tentu saja bukan sebatas membagibagikan rupiah. Lebih dari itu, proses pemilu harusnya melahirkan
pemenang yang mampu mengakomodir masyrakat melalui kebijakan dan
pengawalan bernegara. Dari sisi ini, Kampung Gampancayya mendapat
perlakuan yang tidak adil entah melalui kebijakan, juga melalui
ketidakpedulian pemerintah kota.
Perpolitikan lokal selalu melahirkan dinamika. Hal ini menuntut
partai politik (parpol) sebagai instrumen demokrasi harus menyelaraskan
platform politiknya terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat. Tak
sedikit, perubahan tersebut menjadi tantangan bagi parpol. Sebut saja
82
masalah golongan putih (golput) yang muncul akibat ketidakpercayaan
kelompok
ini
kecenderungan
kepada
parpol.
menginginkan
Kini,
di
figur-figur
masyarakat
baru
juga
sebagai
muncul
pemimpin.
Tentunya, figur yang bisa membawa perubahan.
Hal ini membuktikan bahwa masyarakat sudah letih menanti
perbaikan dan bosan dengan janji-janji politik. Keberadaan golput di
sejumlah pemilu maupun pemilihan kepala daerah makin mengukuhkan
ketidakpuasan rakyat terhadap parpol. Secara global jajak pendapat
Lembaga Survei Indonesia (LSI) tahun lalu, memprediksikan tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap parpol turun drastis. Ini akibat,
masyarakat memandang komitmen pertanggungjawaban parpol terhadap
konstituennya masih sangat minim. Sehingga membuat para pemilih
menjadi tidak respek terhadap parpol.
Dengan adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap para calon
pemimpin
memberikan
efek
negatif
bagi
para
elit-elit
dengan
menghambur-hamburkan uang dalam waktu sekejap, demi kekuasaan
semata.
Dan
sebaliknya
adalah
sangat
menggiurkan
juga
bagi
masyarakat meskipun sesaat, karena itu juga masyarakat merasa
“berhutang budi” pada calon peserta pemilu yang memberikan uang
tersebut.
Dengan cara Money Politics hanya calon yang memiliki dana besar
yang dapat melakukan kampanye dan sosialisasi ke seluruh Indonesia. Ini
memperkecil kesempatan bagi kandidat perorangan yang memiliki dana
83
terbatas, walaupun memiliki integritas tinggi sehingga mereka tidak akan
dikenal masyarakat. Saat ini, Indonesia membutuhkan pergantian elite
politik karena kalangan atas yang ada saat ini luar biasa korup.
Penegakan hukum saat ini bisa dikatakan terhenti. Namun, format pemilu
yang ada saat ini tidak memungkinkan partai kecil dan kandidat
perorangan untuk tampil dalam kepemimpinan nasional.
Panwas secara bertingkat dari pusat, provinsi, kabupaten/kota,
hingga kecamatan juga saling mengawasi. Panwas pusat dapat menegur
dan menghentikan Panwas provinsi. Demikian pula dari tingkat provinsi
kepada kabupaten/kota atau Panwas kabupaten/kota kepada Panwas
tingkat kecamatan.
8. Aphati Total
Dalam pelaksanaan kegiatan politik, tentunya tidak selamanya
berjalan dengan lancar. Terdapat beberapa masalah yang sering terjadi
dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, diantaranya masyarakat yang
enggan menghadiri kegiatan politik (kampanye), tidak hadir dalam
kegiatan pemilihan umum dan tidak menggunakan hak pilihnya (golput).
Namun demikian, masalah yang sering terjadi dalam kegiatan perilaku
politik dewasa ini adalah semakin menurunnya tingkat kesadaran
masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya (golput).
84
Apatisme Masyrakat dalam politik seringkali hanya diartikan dalam
tindakan personal dimasyarakat untuk tidak ikut serta dalam agenda politik
parah ahlipun sering kali memberikan indikator apatisme hanya dari
keikutsertaan masyarakat pada sebuah agenda politik. Para pemilih yang
di anggap apatis tersebut tetap datang ketempat pemungutan suara dan
memilih, apatisme masyarakat juga sering kali di salah artikan sebagai
golongan putih yang berati sekelompak masyarakat yang menolak untuk
memilih, mengungkap data golput dari tahun 2005 sampai tahun2010
ditemukan angka golput secara rata mencapai 27,9% – 35,0% LSI
menganggap golput sebagai gerakan sosial akan tetapi sebagai
nonpartisan. Sebagian juga menganggapbahwa golput bagian dari sikap
menolak pemimpin yang tidak amanah. Penuturan informan 3 (64 tahun):
“Ada juga sebagian masyarakat di sini, meskipun sedikit.
menganggap kalau seorang calon yang kita pilih lalu calon itu
terpilih dan melakukan korupsi, maka pemilihnya juga ikut berdosa.
Pendapat ini sedikit banyaknya membuat sebagian masyarakat
melalukan golput”
(wawancara 22 november 2015)
Kesalahan inteprensi ini terus berlangsung hingga saat ini.
Masyarakat sering kali menghindari pertayaan pertayaan mengenai politik
dan langsung meyebut politik itu buruk jahat dan korup agaknya ide ini
tidak berkembang dengan sendirinya ide mengenai citra politik yang buruk
ini di dapat masyarakat dari dari media massa baik dari media cetak
maupun elektronik yang juga milik beberapa beberapa toko politik yang
85
merangkap sebagai pengusaha, dan dalam masyarakat sering kali
terlontar dictum “siapapun pemimpinnya tida bisa merubah keadaan,
masyarakat tetap sensara (secara ekonomi), apatisme maupun golput
sangat berbahaya bagi Negara demokeratis karena akan mengarah pada
kerisis legitimasi kekuasaan. Bahaya dari golput dan apatisme masyarakat
adalah langgenya status quo dan jatuh nya pemimpin Negara ke pada
orang yang salah, apatisme masyarakat dalam pentas politik di Indonesia
dengan berasumsi bahwa apatisme masyarakat secara structural
merupakan dampak dari alienasi politik,
Apatis adalah sikap masyarakat yang masa bodoh dan tidak
mempunyai minat atau perhatian terhadap orang lain, keadaan, serta
gejala-gejala sosial politik pada umumnya. Orang-orang yang apatis
menganggap kegiatan berpolitik sebagai sesuatu yang sia-sia, sehingga
sama sekali tidak ada keinginan untuk beraktivitas di dunia politik. Orangorang yang bersikapa apatis terhadap kegiatan berpolitik di karena
sebagian masyarakat yang sama sekali tidak memahami hakikat politik
sesungguhnya. Sikap apatis masyarakat terhadap politisi menjadi
penyebab utama golput (golongan putih), golongan putih diartikan sebagai
pilihan politik warga negara untuk tidak menggunakan hak pilih. Hal ini
berkaitan dengan partisipasi politik. Keinginan golput merupakan pilihan
yang dilakukan secara sadar, karena kenyataannya dari dulu mulai
kampanye hingga pemilihan akhirnya semua tetap sama saja, sehingga
adanya sebagian orang yang mengabaikan Pemilu
86
Beberapa alasan seseorang untuk tidak berpartisipasi antara lain ;
1.
Apathi (masa bodoh) , tidak punya minat atau perhatian terhadap orang
lain atau gejala-gejala pada umumnya atau pada khususnya.
2.
Sinisme (kepasifan dan ketidakaktifan relatif) , kecurigaan buruk dari
sifat manusia yaitu perasaan yang menghayati tindakan atau motif orang
lain dengan rasa kecurigaan (perasaan bahwa politik itu tidak dapat
dipercaya, politik itu kotor, dll) Kesan seperti ini kerap mucul di
masyarakat yang terpinggirkan.
3.
Alienasi
(terasing),
perasaan
keterasingan
dalam
politik
dan
pemerintahan masyarakat. Cenderung berfikir mengenai pemerintahan
dan politik bangsa yang dilakukan oleh orang lain dan untuk orang lain
mengikuti sekumpulan aturan-aturan yang tidak adil.
4.
Anomi(terpisah) , perasaan kehilangan nilai ketiadaan arah dalam
individu yang mana mengalami perasaan ketidakefektifan dan para
penguasa bersikap tidak peduli yang mengakibatkan devaluasi daripada
tujuan-tujuan dan hilangnya urgensi untuk bertindak.
Apathi Total menjadi fenomena biasa di wilayah-wilayah kategori
marjinal seperti Kampung Gampancayya. Berdasarkan keterangan
informan 3 (64 Tahun) selaku tokoh masyarakat menyebutkan bahwa:
87
“Banyak
juga
masyarakat,
terutama
masyarakat
yang
kesehariannya menghabiskan aktivitasnya di laut tidak mau terlibat
dengan pemilihan ataupun kampanye politik. Mereka lebih sibuk
mencari nafkah untuk keluarga di rumah ketimbang hadir di
pemilihan. Bagi mereka pemilu tidak punya pengaruh terhadap
kondisi hidupnya”
(wawancara 22 november 2015)
Ini tentu saja menjadi pekerjaan besar bagi panitia pelaksanaan
pemilu, golongan yang tak mau pusing dengan aktivitas politik dan
memilih terus bekerja di laut menjadi persoalan penting bagi proses
pembentukan kesadaran melek politik agar tak ada lagi pemimpin yang
terpilih dengan cara yang tak sehat.
Sama seperti yang diungkapkan informan 10 (53 tahun) bahwa:
“Politik itu kerjaan tipu-tipu, lebih saya bekerja dengan baik dan
dapat uang untuk biayai hidup keluarga. Dari pada Cuma janji-janji
palsu pas setelah duduk kita ditinggalkan, mending ditinggalkan
duluan”
(wawancara 22 november 2015)
Konstruk buruk yang lahir di sebagian masyarakat Kampung
Gampancayya adalah dampak dari ketidakmerataan pembangunan yang
dilakukan selama ini. Selama ini persepsi masyarakat diarahkan bahwa
para politikus hanya bermain pada wilayah janji semata.
88
Hal ini dibenarkan oleh informan 8 (28 tahun) bahwa:
“Kalau kita lihat di tv, tersangka korupsi kebanyakan adalah orang
yang dipilih di pemilu dulu. Politik menurutku adalah upaya
menghalal segala cara untuk cepat kaya. Kami orang miskin hanya
menjadi tempat berjanji lalu ditinggalkan. Makanya kalau ada
sembako dan uang yang ditawarkan ambil saja, dari pada tidak
dapat sama sekali.”
(wawancara 22 november 2015)
Apathi Total berangkat dari ketidakpedulian masyarakat oleh
mekanisme demokrasi di pemerintahan. Kesibukan rutin untuk bertahan
hidup ditambah lagi dengan kekecewaannya pada pemerintah yang
kurang memperhatikan nasib mereka selama ini. Kalaupun mereka
didatangi, mungkin hanya pada saat suksesi pemilu.
Perilaku elit yang identik dengan korupsi dan berbagai sikap
opurtunis membuat masyarakat tak lagi ambil pusing dengan mereka.
Terutama untuk wilayah-wilayah yang jauh dari sorotan kekuasaan.
Kampung Gampancayya yang secara geografis berada di wilayah paling
utara kota Makassar tak terlalu mendapatkan perhatian besar. Di sana
hanya akan kita temui gudang-gudang perusahaan, tempat pembuatan
kapal, dan wilayah pesisir yang tak terlalu terawatt.
89
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan Penulis dalam penelitian Perilaku
Politik
Masyarakat
Kampung
Gampancayya,
Penulis
bisa
menyimpulkan bahwa:
1. Faktor ekonomi menempati urutan utama dalam menjelaskan
bentuk perilaku politk masyarakat Kampung Gampancayya. Hal ini
berdasarkan motif utama sebagian masyarakat untuk hadir di acaraacara yang memiliki muatan politik karena adanya pembagian uang
akomodasi. Di Kampung Gampancayya yang dekat dengan
kemiskinan seseorang menentukan pilihan politiknya karena adalah
tawaran material, misalnya saja posisi H. Said sebagai tokoh
masyarakat yang memiliki kekuatan modal sehingga dia dengan
mudahnya mampu menggiring suara masyarakat untuk memilih
anaknya sebagai pilihan di pemilihan legislative 2014 yang lalu.
2. Faktor sosiologis pada masyarakat Kampung Gampancayya yang
notabenenya
dikategorikan
sebagai
masyarakat
marjinal.
Di
dalamnya sangat rentang dengan persoalan-persoalan sosial.
Seperti halnya kebanyakan wilayah pesisir lainnya, identifikasi
kemiskinan menjadi hal yang bisa ditemui di wilayah tersebut.
Olehnya dari segi dampak perilaku politik mendapatkan banyak
90
pengaruh. Hal yang paling utama adalah bagaimana pilihan politik
mereka ditentukan oleh beberapa tokoh yang memiliki kekuatan
modal yang besar. Di sisi lain politik kekerabatan yang mengejala di
Masyarakat Kampung Gampacayya juga masih menjadi temuan
penelitian ini.
B. Saran
Beberapa saran yang bisa diberikan terkait perilaku politik
masyarakat pesisir Kampung Gampacayya Kelurahan Tallo Kecamatan
Tallo Kota Makassar adalah sebagai berikut:
1. Untuk Pemerintah Perlu ada perbaikan kondisi sosial-ekonomi
berupa kebijakan yang mampu memacuh peningkatan pendidikan
dan ekonomi. Karena dua hal ini bisa menjadi pemacuh perbaikan
kondisi kesejahteraan masyarakat.
2. Perilaku politik sangat erat kaitannya dengan kualitas masyrakat
yang sebuah wilayah. Untuk menuju proses politik berkualitas maka
perilaku politik harus dibenahi sebaik mungkin. Meskipun pastinya
akan terus ada yang namanya sikap apathis, money politics, dan
penyimpanan lain dalam demokrasi. Minimal dengan pembentukan
perilaku
politik
yang
baik
terpilihnya calon yang salah.
91
bisa
menggurangi
kemungkinan
3. Untuk Masyarakat, diperlukan pemahaman yang jelas dalam
menentukan pilihan di pemilihan umum. Tak sekedar pengaruh
local strongman, pertimbangan kekeluargaan, dan aspek ekonomi.
Hal ini penting agar bisa menjadi pengawal kebijakan yang benarbenar mampu mewakili kepentingan masyarakat. Bukan justru
memposisikan masyarakat sebagai alat untuk meraut suara
semata.
4. Proses pendidikan politik –berupa sosialisasi pemilu, diskusi politikharusnya memprioritaskan mereka yang berada pada wilayah
marjinal semisal Kampung Gampancayya. Karena mereka juga
menjadi bagian dari system demokrasi yang sedang berjalan. Pola
perhatian yang tak berimbang membuat banyak masyarakat –
terutama yang berada di wilayah pinggiran- tak mendapat perhatian
berupa
pembangunan
sumber
daya
manusia,
perbaikan
infrastruktur, dan segala sesuatu yang menjadi tanggungjawab
pemerintah.
5. Persoalan kemiskinan di masyarakat Kampung Gampancayya
harus mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah kota. Hal ini
karena spiral ketidakberdayaan ekonomi membuat banyak aspek
juga menjadi kacau. Misalnya membuat pendidikan anak di
masyarakat Kampung Gampancayya menjadi tidak optimal.
92
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Teks
Aiken, HD 2009. Abad Ideologi: Kant, Fichte, Hegel, Schopenhauer,
Comte,
Mill,Spencer,
Marx,
Mach,
Nietzsche,
Kierkegaard.
Yogyakarta: Relief.
Anderson, Benedict 2008. Imagined Communities. Yogyakarta: Insist
Press
Budiardjo, Miriam 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi). Jakarta:
Gramedia.
Fukuyama, Francis 2005. Guncangan Besar. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Harrison, Lisa 2007. Metode Penelitian Politik. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Hikmat, H 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Penerbit
Humaniora.
Huntington, Samuel P. dan Nelson, Joan 1994. Partisipasi Politik di
Negara Berkembang. Jakarta: Rineka Cipta.
Kusnadi 2012. Keberdayaan Nelayan & Dinamika Ekonomi Pesisir.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Lipset, Seymour Martin 2007. Political Man: Basis Sosial Tentang Politik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
93
Maliki, Zainuddin 2010. Sosiologi Politik; Makna Kekuasaan dan
Transformasi Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Majid, Dr. Nurcholish 1999. Cita-cita Politik Islam Era Reformasi. Jakarta:
Paramadina.
Mas’oed 2001. Perbandingan Sistem Politik. Yogjakarta: Gajah Mada
Press.
Moleong, Lexy 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya
Kusnadi
2002. Konflik Sosial Nelayan: Kemiskinan dan Perebutan
Sumber Daya Perikanan. Yogyakarta: LKiS.
Satria, Arif 2009. Ekologi Politik Nelayan. Yogyakarta: LKiS.
Soekanto, Soerjono2002. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Rineka Cipta
Suyanto, Bagong 2013. Anatomi Kemiskinan. Malang: Intrans Publishing.
Rush, Michael. Dan Althoff, Phillip1997. weexPengantar Sosiologi Politik
Alih bahasa Kartini Kartono. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Yin, Robert, K. 2003. Studi Kasus ; Desain dan Metode. Jakarta: Rajawali
Pers.
94
B. Jurnal
Jurnal Analisis Sosial Vol. 9 No. 3 Desember. 2004. Demokratisasi Akar
Rumput: Gagasan dan Praktik. Bandung: Akatiga
C. Sumber Lain
Kusnadi. 2001. “Negara, Kelompok Etnik, dan Konflik Sosial”, dalam
Harian KOMPAS, 4 Maret, hal. 29.
Satria, Arief. 2015. “Ada Konflik Kelas di Perikanan” dalam
HarianKOMPAS, 5 April 2015, hal. 12.
http://politik.kompasiana.com/2013/05/30/upaya-mengembangkan
partisipasi-politik-564357.html(diakses pada hari kamis 26 juni 2014 pukul
19:20)
http://www.academia.edu/6840849/Teori_perilaku_politik_FAKTORFAKTOR_YANG_MEMPENGARUHI_PERILAKU_POLITIK(diakses pada
hari sabtu 17 januari 2015 pukul 02:48)
http://makassar.tribunnews.com/2014/04/21/ini-10-caleg-bakal-dilantikjadi-aleg-di-dprd-makassar (Diakses pada hari kamis 26 juni 2014 pukul
19:28)
95
Lampiran
96
Lampiran Dokumentasi
(Foto Wawancara dengan tokoh masyarat)
(Foto Kompleks Pemakaman Raja-Raja Tallo)
97
(Aktifitas Masyarakat Gampancayya dalam Mencari Ikan)
98
Pedoman Wawancara
1. Menurut anda apa itu politik?
2. Bagaimana anda melihat kenyataan politik kita hari ini?
3. Sejauh mana pengaruh politik terhahap kehidupan sehari-hari
anda?
4. Sejauh mana pengaruh yang anda rasakan pada momen
pemilihan umum terkait nasib anda dan keluarga?
5. Apa-apa saja aktivitas keseharian anda yang memiliki hubungan
dengan partai politik?
6. Apakah wilayah Kampung Gampacayya sering didatangi oleh
pejabat atau anggota partai?
7. Apakah anda bisa mengikuti diskusi-diskusi terkait dengan tema
politik?
8. Apakah anda pernah terlibat dalam partai, atau organisasi yang
memiliki hubungan dengan partai politik?
9. Menurut anda apa-apa saja yang bisa dikagetorikan sebagai
aktivitas politik?
10. Menurut anda sejauh mana pengaruh keikutsertaan anda dalam
proses pemilihan umum terhadap kehidupan sehari-hari?
11. Apa harapan anda kepada calon yang terpilih di pemilihan
umum?
12. Setujukah anda terhadap fenomena golput yang terjadi setiap
kali ada pemilihan umum?
99
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama
: Mustaqim
Tempat / Tgl Lahir : Ujung Pandang, 17 Mei 1990
Riwayat Pendidikan
:
 SD : SDN Layang Tua I 2003
 MTs Pesantren An Nahdlah Makassar 2006
 MA Pesantren An Nahdlah Makassar 2009
 PT : Universitas Hasanuddin 2015
Riwayat Aktivitas Kemahasiswaan:
1. Pengurus Keluarga Mahasiswa Sosiologi (Kemasos) Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar, pada Kajian dan
Pendidikan Periode 2011/2012
2. Pengurus PMII Komisariat Unhas
3. Anggota BEM Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas
Hasanuddin
4. Pengurus Lesbumi NU Sulawesi Selatan
5. Wakil Sekertaris Jendral Pimpinan Pusat IPNU
6. Pengurus DPD I KNPI Prov. Sulawesi Selatan 2013-2016
7. Anggota di FK-PSM Makassar tahun 2012.
8. Anggota Gerakan Bela Negara (GBN) Sulawesi Selatan
9. Founder Sastrapedia, Galeri Susastra, Komunitas Menulis Narasi Zaman,
Rumah Baca Giwangan
100
Download
Study collections