6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar di suatu lingkungan belajar (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1). Menurut Surya, pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan tingkah dari pengalaman individu laku yang baru memperoleh secara keseluruhan itu sendiri dalam interaksi sebagai hasil dengan lingkungannya (Sudjana, 2005). Bertitik tolak dari definisi tersebut, pembelajaran merupakan suatu proses yang dialami individu melalui pengalaman-pengalaman baru dalam serangkaian suatu lingkungan pendidikan sehingga dapat mengubah tingkah laku yang lebih baik sebagai sumber daya manusia Pembelajaran dalam interaksi di yang handal ke arah dan berkualitas. konteks pendidikan secara umum merupakan suatu upaya mengembangkan potensi anak, sehingga menciptakan pengalaman baru dalam kehidupannya melalui proses pembelajaran baik melalui jalur formal di sekolah maupun pendidikan di jalur luar sekolah. Slameto (1980: 2) mengemukakan bahwa secara psikologis belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya lebih jauh dikatakan bahwa perubahan tingkah laku dalam belajar adalah: (1) perubahan ini terjadi secara sadar, (2) perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, (3) perubahan dalam belajar bersifat/bernilai positif dan aktif, (4) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, dan (5) perubahan belajar bertujuan dan terarah. Sedang Rusyan (1989: 8) mengemukakan pendapatnya tentang belajar, sebagai berikut: belajar dalam arti yang luas adalah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi, atau lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi. 6 7 Menurut Dalyono (2005), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu usaha atau keinginan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan,ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan sebagainya ( Suciati, 2005 ). Sedangkan menurut Crow (1998) menyebutkan bahwa belajar adlah perbuatan untuk memperoleh kebiasaan,ilmu pengetahuan dan berbagai sikap ( Winaputra,1998 ). Hal itu termasuk penemuan cara-cara baru dalam mengerjakan sesuatu,dan itu terjadi pada usaha-usaha individu dalam memecahkan rintangan-rintangan atau untuk penyesuaian terhadap tiap situasi dalam usahanya untuk memperoleh bentukbentuk kelakuan yang efektif, dapat dipergunakan untuk mencapai tiap-tiap tujuan yang diinginkannya. Belajar dalam pengertian yang bersifat umum adalah usaha mencari pengetahuan dan pengalaman baru guna mengatasi masalah-masalah dalam hidupnya. Termasuk dalam pengertian ini adalah mencari untuk mendapatkan kecakapan-kecakapan baru. Melengkapi pendapat tentang pengertian belajar, berikut diutarakan beberapa batasan (definisi) tentang belajar tersebut. Menurut Cronbach yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata, mengatakan bahwa belajar adalah adanya perubahan perilaku sebagai hasil (karena) pengalaman (learning is known by a change in behavior as a result of experience). Belajar yang sesungguhnya adalah belajar karena proses mengalami, menjelajahi sesuatu lewat organ-organ kita, seperti observasi, eksperimentasi diskusi dan sebagainya. Jadi dengan demikian organ-organ khususnya indera kita terlatih. Sejalan dengan pendapat di atas adalah pendapat yang dikemukakan oleh Harold Spears, ia menyatakan , belajar adalah mengobservasi, membaca, meniru, mencoba, mendengarkan dan mengikuti arahan (teaming is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction). Sedangkan Mc.Geoh mengatakan bahwa belajar adalah adanya perubahan dalam penampilan sebagai hasil (akibat) dari praktek (menjalankan sesuatu kegiatan/aktivitas). Belajar dan mengajar adalah dua konsep yang hampir tidak dapat dipisahkan satu dari yang lainnya, terutama dalam praktiknya di sekolah-sekolah. Bahkan apabila keduanya telah digerakkan secara sadar-tujuan. Rangkaian interaksi belajar mengajar (BM) akan segera terjadi. Tantangan perkembangan global kini dan esok bukanlah rangkaian tantangan yang bersifat kompromistis terhadap dunia pendidikan. Dunia pendidikan, siap 8 atau tidak, di tantang untuk menyesuaikan dirinya terhadap sistem tersebut. Tantangan utamanya adalah bagaimana sistem-sistem pendidikan di berbagai negara dapat menghasilkan generasi hari esok yang memiliki kecerdasan majemuk dan berkembang secara harmonis dan optimal, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang relevan dan bervariasi, serta komitmen dan etos kerja yang kuat, dan bersifat konsisten, sehingga berdaya saing tinggi dan marketable(mudah diterima atau laris di pasar kerja) baik di tingkat nasional maupun internasional. Konteks makro, misalnya dari perencanaan pendidikan ke pengembangan kurikulum, maupun dalam konteks mikro, misalnya dari penyusunan program pembelajaran hingga pengelolaan interaksi belajar-mengajar dan evaluasi efektivitas prosesnya. Dalam konteks mikro inilah perlu dikaji ulang persepsi dan sikap guru, terutama guru SD, terhadap belajar dan mengajar. Sehubungan dengan ini kita tentunya masih ingat bahwa “belajar” pernah dipandang sebagai proses penambahan pengetahuan. Bahkan pandangan ini mungkin sekarang masih berlaku bagi sebagian orang di negeri ini. Akibatnya, “ mengajar” pun dipandang sebagai proses penyampaian pengetahuan atau keterampilan dari seorang guru kepada para siswanya. Pandangan semacam itu tidak terlalu salah. Akan tetapi masih sangat parsial, terlalu sempit, dan menjadikan siswa sebagai individu-individu yang pasif, reseptif. Oleh sebab, itu. Pandangan tersebut perlu diletakkan pada perseptif yang lebih wajar sehingga ruang lingkup substansi belajar tidak hanya mencakup pengetahuan, tetapi juga keterampilan dalam pengertian luas, yakni keterampilan untuk hidup (life skills),nilai, dan sikap. Berkaitan dengan ini. Gagne (2005) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya yakni peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance kinerja ( Sumantri,2005). Perubahan tingkah laku tersebut harus dapat bertahan selama jangka waktu tertentu. Dengan demikian, belajar pada dasarnya dapat dipandang sebagai suatu proses perubahan positif-kualitatif yang terjadi pada tingkah laku pembelajaran/subjek didik akibat adanya peningkatan pada pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap, minat, apresiasi, kemampuan berpikir logis dan kritis. Kemampuan interaktif, dan kreativitas yang telah dicapainya. Konsep belajar demikian menempatkan manusia yang belajar tidak hanya pada proses teknis, tetapi juga 9 sekaligus pada proses normatif. Hal ini amat penting agar perkembangan kepribadian dan kemampuan belajar (siswa, mahasiswa, peserta pelatihan) terjadi secara harmonis dan optimal. Sementara itu agar proses belajar berlangsung efektif, semua faktor internal (dari dalam diri siswa) dan faktor eksternal (dari luar diri siswa) harus diperhatikan oleh setiap guru. Faktor-faktor internal meliputi antara lain bakat, kecerdasan(intelektual, emosional, dan spiritual), minat, motivasi, sikap, dan latar belakang sosial ekonomi dan budaya. Faktor-faktor eksternal terdiri dari antara lain tujuan pembelajaran, materi pelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media digunakan guru, iklim sosial dalam kelas, waktu yang tersedia, sistem dan teknik evaluasi, pandangan dan sikap guru terhadap siswa, dan upaya guru untuk menangani kesulitan belajar siswa. Demikian banyaknya faktor yang mempengaruhi belajar siswa. Interaksi antar faktor-faktor tersebut akan berpengaruh pada kualitas proses dan hasil belajar siswa. Akan tetapi, dalam hal ini ada sebuah credo (keyakinan) dalam konteks revolusi belajar (Peter Kline, dikutip oleh Gordon Dryden dan Jannette Vos, 1999) bahwa “Belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana menyenangkan” kini ide dan keyakinan ini telah menjadi salah satu model Revolusi Belajar (The Learning Revolution), sebuah terobosan kependidikan yang mencoba menyesuaikan belajar siswa terhadap dinamika revolusi informasi dalam era kesejagatan ini. Memang harus diakui, bahwa apabila siswa, bahkan guru sekalipun, belajar dalam keadaan senang bahkan asyik (joyful, fun), ia akan mengaktualisasikan dan mendayagunakan seluruh potensi yang dimilikinya semaksimal mungkin untuk mempelajari materi pelajaran/materi pelatihan yang tengah dihadapinya. Dalam situasi seperti ini ia dengan bantuan sekitar seratus miliar sel otak (sel saraf aktif) dan hatinya akan berusaha “Menyesuaikan diri”. Bahkan “Menaklukkan” obyek belajar yang dihadapinya, sehingga dikuasainya secara optimal. Hati dan otak hingga saat ini masih menyembunyikan misteri kesupercanggihan dan “Iptek Jahiliyah”. Akan tetapi untuk sementara perlu diketahui bahwa pada saat seperti itu pembelajar yang bersangkutan telah digerakkan oleh konsistensi raksasa yang dikenal dengan nama komitmen, minat, motivasi, dan konsistensi yang ada dalam hatinya serta “komputer” ciptaan-Nya yang tak tertandingkan, yakni otaknya yang sebelah kiri berusaha menguasai materi atau hal-hal yang akademis dan yang sebelah kanan berbuat dan berkarya(dengan bantuan komponen-komponen fisik dan non fisik lainnya) untuk membuat 10 atau menciptakan, dan menampilkan berbagai produk yang memerlukan kreativitasnya. Inilah pentingnya bagi setiap guru untuk menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan dan mengasyikkan, agar terjadi suatu simponi yang harmonis, dinamis, indah, dan menakjubkan serta bermakna dari generator-generator raksasa tersebut. Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik pokok-pokok pengertiannya yakni: a. belajar akan membawa (berakibat adanya) perubahan perilaku baik secara aktual maupun potensial b. dengan belajar seseorang akan mendapat kecakapan baru c. perubahan perilaku dan kecakapan baru itu didapatkan lewat suatu usaha Kiranya kesimpulan itu tidak terlalu jauh dari kenyataan. Seseorang yang belajar membaca misalnya, tadinya tidak dapat membaca, menjadi dapat membaca seorang yang belajar menulis tadinya tidak dapat menulis menjadi dapat menulis. Pengendara (sopir) taksi tadinya juga belum dapat mengendarainya, baru setelah belajar ia memiliki kecakapan baru dalam hal ini kecakapan mengendarai taksi (mobil pada umumnya). Keberhasilan belajar seseorang ditentukan atau dipengaruhi oleh banyak hal (faktor). Faktor yang tidak sedikit itu dapat digolongkan menjadi dua golongan besar yakni faktor dari anak (pelajar) dan faktor luar diri anak. 2.1.2 Pembelajaran IPA SD Carin (1985) mendefinisikan IPA sebagai sistem pengetahuan alam semesta melalui pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi dan eksperimen. Sementara itu Hungerford dan Volk (1990) mendefinisikan IPA sebagai: a. Proses menguji informasi yang diperoleh melalui metode empiris b. Informasi yang diberikan oleh suatu proses yang menggunakan pelatihan yang dirancang secara logis c. Kombinasi antara proses berfikir kritis yang menghasilkan produk informasi yang sahih. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam bentuk kumpulan konsep, prinsip, teori dan hukum. IPA dapat dipandang sebagai produk yaitu sebagai ilmu 11 pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah, dan dapat juga dipandang sebagai proses yaitu sebagai pola berfikir atau metode berfikirnya. Sedangkan sikap yang dibutuhkan dalam metode ilmiah berupa sikap ilmiah yang antara lain berupa hasrat ingin tahu, kerendahan hati, jujur, objektif, cermat, kritis, tekun, terbuka, dan penuh tanggung jawab. Berdasarkan kurikulum untuk SD, IPA yang mulai diberikan di kelas 1 lebih bersifat memberikan pengetahuan yang dimulai dari pengamatan-pengamatan mengenai pelbagai jenis dan perangai lingkungan alam serta lingkungan buatan. IPA untuk anakanak didefinisikan oleh Paolo & Marten (dalam Iskandar, 1996) sebagai: (1) mengamati apa yang terjadi, (2) mencoba memahami apa yang diamati, (3) mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, dan (4) menguji ramalanramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar. Carrin (1985) mengatakan bahwa teori kognitif yang paling kuat memberikan pengaruh terhadap praktek pendidik di SD adalah teori Piaget, berupa empat tahap perkembangan kognitif anak yaitu: (1) Tahap Sensorimotor (0-2 tahun), (2) Tahap Praoperasional (2-7 tahun), (3) Tahap Operasi Konkret (7-11 tahun), dan (4) Tahap Operasi Formal (11-diatas 14 tahun). Berdasarkan pengelompokkan tahap perkembangan anak tersebut, berarti anak kelas II SD termasuk dalam tahap perkembangan operasi kongkrit. Menurut Carin (1989), anak yang berada pada operasi kongkrit, berfikir dan belajar pada pengalaman-pengalaman yang nyata. Mereka belum dapat belajar secara abstrak Menurut Subekti (1995), konsep program praktek pendidikan sesuai perkembangan (developmentally appropriate practice) berpijak pada dua macam kesesuaian: kesesuaian usia dan kesesuaian dengan setiap anak sebagai individu. Kesesuaian usia ialah rancangan lingkungan belajar yang harus diseduaikan dengan usia siswa. Kesesuaian dengan setiap anak sebagai individu yaitu setiap anak dipandang sebagai mahluk individu yang tumbuh berkembang secara utuh. Sebagai seorang individu setiap anak mempunyai karakteristik yang khas. Dalam cara belajarnya, dalam cara berinteraksi dengan lingkungan, dan dalam cara menggunakan waktu untuk belajar masing-masing anak tidak sama. Perbedaan-perbedaan individu ini berpengararuh besar pada proses pembelajaran. Agar dalam proses pembelajaran dapat behasil secara 12 optimal, seyogyanya guru harus mengenal betul keberadaan masing-masing anak. Dalam menghadapi anak, guru harus membedakan antara yang daya tangkapnya cepat dengan yang daya tanggapnya lambat. Dari semua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran IPA di SD kelas 5 menuntut guru untuk menanamkan konsep IPA pada anak dan harus mempertimbangkan karakteristik usia anak. 2.1.3 Metode Demonstrasi Menurut Sumantri dan Permana (2000:114), metode adalah cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pengajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan. Metode adalah cara yang digunakan guru untuk mengajar dengan berbagai aktifitas supaya tercipta kegiatan belajar yang kondusif dan menyenangkan dan siswa mendapatkan pemahaan dengan jelas. Metode Demonstrasi menurut Sumantri dan Permana (2001:133) yaitu cara penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta didik suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain yang memahami atau ahli dalam topik bahasan yang harus didemonstrasikan. Pada metode demonstrasi guru memperlihatkan suatu proses atau kejadian kepada murid atau memperlihatkan cara kerja suatu alat kepada siswa. Dalam pembelajaran IPA, metode demonstrasi banyak dipergunakan untuk mengembangkan suatu pengertian, mengemukakan masalah, penggunaan prinsip, pengujian kebenaran secara teoritis dan memperkuat suatu pengertian (Soekarno, dkk. 1981: 43). Adapun tujuan penggunaan metode demonstrasi ini adalah : Mengajarkan suatu proses atau prosedur yang harus dimiliki peserta didik atau dikuasai peserta didik; Mengkongkritkan informasi atau penjelasan kepada peserta didik; Mengembangkan kemampuan pengamatan pandangan dan penglihatan para peserta didik secara bersama-sama. 13 Berdasarkan pernyataan di atas, tujuan digunakannya metode demonstrasi dalam suatu pembelajaran adalah: a) mengajarkan proses atau prosedur, b) mengkongkritkan informasi, dan c) pengembangan kemampuan melihat melalui pengamatan. Beberapa hal yang harus diperhatikan guru sebelum dan pada waktu mengadakan demonstrasi menurut Soekarno, dkk. (1981: 44-46) adalah: a. Demonstrasi itu harus dicoba terlebih dahulu sebelum dilakukan di depan kelas. b. Tujuan demonstrasi ditentukan terlebih dahulu oleh guru. c. Usahakan agar demonstrasi dapat dilihat oleh peserta didik. d. Alat-alat yang digunakan sebaiknya sederhana. e. Demonstrasi dilaksanakan berdasarkan tujuan yang telah ditentukan. Sintaks pembelajaran demonstrasi menurut Fathurrahman (2008) adalah: a. Perencanaan Dalam perencanaan hal-hal yang dilakukan ialah: 1. Merumuskan tujuan yang baik dari sudut kecakapan atau kegiatan yang diharapkan dapat tercapai setelah metode demontrasi berakhir. 2. Menetapkan garis-garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan di laksanakan. 3. Memperhitungkan waktu yang di butuhkan. Selama demonstrasi berlangsung guru harus intropeksi diri apakah: a. Keterangan-keterangan dapat di dengar dengan jelas oleh siswa b. semua media yang di gunaka telah di tempatkan pada posisi yang baik, hingga semua siswa dapat melihat semuanya dengan jelas 4. Siswa membuat catatan-catatan yang dianggap perlu 5. Menetapkan rencana penilaian terhadap kemampuan anak didik b. Pelaksanaan Hal-hal yang di lakukan adalah : 1. Memeriksa perencanaan dengan baik 2. Melakukan demonstrasi dengan menarik perhatian siswa 3. Mengingat pokok-pokok materi yang akan di demonstrasikan agar mencapai sasaran Memperhatikan kedaan siswa, apakah semuanya mengikuti demonstrasi dengan baik 14 4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif 5. Menghindari ketegangan 6. Evaluasi : dapat berupa pemberian tugas, seperti membuat laporan, menjawab pertanyaan, mengadakan latihan lebih lanjut, baik di sekolah ataupun di rumah 2.1.3.1 Kelebihan metode demonstrasi (Ibrahim, 2000) Kelebihan metode demonstrasi adalah: 1. Perhatian anak didik dapat dipusatkan, dan titik berat yang di anggap penting oleh guru dapat di amati. 2. Perhatian anak didik akan lebih terpusat pada apa yang didemonstrasikan, jadi proses anak didik akan lebih terarah dan akan mengurangi perhatian anak didik kepada masalah lain. Dapat merangsang siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti proses belajar. 3. Dapat menambah pengalaman anak didik. 4. Bisa membantu siswa ingat lebih lama tentang materi yang di sampaikan. 5. Dapat mengurangi kesalah pahaman karena pengajaran lebih jelas dan kongkrit. Dapat menjawab semua masalah yang timbul di dalam pikiran setiap siswa karna ikut serta berperan secara langsung. 2.1.3.2 Kelemahan Metode Demonstrasi (Ibrahim, 2000) Kelemahan metode demonstrasi adalah: 1. Memerlukan waktu yang cukup banyak 2. Apabila terjadi kekurangan media , metode demonstrasi menjadi kurang 3. Memerlukan biaya yang cukup mahal, terutama untuk membeli bahan-bahannya 4. Memerlukan tenaga yang tidak sedikit 5. Apabila siswa tidak aktif maka metode demonstran menjadi tidak efektif. 2.1.3 Media Tiruan Menurut Boove (dalam Ena, 2007), media adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Bentuk-bentuk stimulus yang bisa dipergunakan sebagai media diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia, 15 realita, gambar bergerak atau tidak, tulisan dan suara yang direkam (Ena, 2007). Menurut Gerlach dan Ely (dalam Arsyad, 2002:12-14), ciri-ciri media ada tiga, yaitu. a. Ciri Fiksatif (Fixative Property) Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, danmerekonstruksi suatu peristiwa atau objek. b. Ciri Manipulatif (Manipulatif Property) Transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording c. Ciri Distributif (Distributive Property) Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. Fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang ikut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Sedangkan manfaat penggunaan media (Arsyad, 2002:25-27), antara lain: 1. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar. 2. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendirisendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya. 3. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu. 4. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung. Berdasarkan perkembangan teknologi, media pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yaitu. 16 1. Teknologi cetak Adalah cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi, seperti buku danmateri visual statis terutama melalui proses pencetakan mekanis atau fotografis. Teknologi ini menghasikan materi dalam bentuk salinan tercetak. Dua komponen pokok teknologi ini adalah materi teks verbal dan materi visual yang dikembangkan berdasar teori yang berkaitan dengan persepsi visual, membaca, memproses informasi dan teori belajar. 2. Teknologi audio-visual Adalah cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan audio visual. Pengajaran melalui audio-visual jelas bercirikan pemakaian perangkat keras selama proses belajar, seperti mesin proyektor film, tape recorder, dan proyektor visual yang lebar. 3. Teknologi berbasis komputer Merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan sumber-sumber yang berbasis mikro-prosesor. 4. Teknologi gabungan Merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materi yang menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang dikendalikan oleh komputer. a. Peraga Tiruan Alat peraga merupakan salah satu komponen penentu efektivitas belajar. Alat peraga mengubah materi ajar yang abstrak menjadi kongkrit dan realistik. Penyediaan perangkat alat peraga merupakan bagian dari pemenuhan kebutuhan siswa belajar, sesuai dengan tipe siswa belajar. Pembelajaran menggunakan alat peraga berarti mengoptimalkan fungsi seluruh panca indra siswa untuk meningkatkan efektivitas siswa belajar dengan cara mendengar, melihat, meraba, dan menggunakan pikirannya secara logis dan realistis. Pelajaran tidak sekedar menerawang pada wilayah abstrak, melainkan sebagai proses empirik yang konkrit yang realistik serta menjadi bagian dari hidup yang tidak mudah dilupakan. 17 Tujuan penggunaan alat peraga adalah untuk mendemonstrasikan konsep yang abstrak ke dalam bentuk visual. Dalam proses pembelajaran alat peraga berfungsi: 1. memecah rangkaian pembelajaran ceramah yang monoton 2. membumbui pembelajaran dengan humor untuk memperkuat minat siswa belajar. 3. menghibur siswa agar pembelajaran tidak membosankan. 4. memfokuskan perhatian siswa pada materi pelajaran secara kongkrit. 5. melibatkan siswa dalam proses belajar sebagai rangkaian pengalaman nyata. Penggunaan alat peraga menunjang prinsip pembelajaran yang efektif (http://www.columbia.edu/cu/tat/handout15.html, 2009) yang terkait pada upaya : 1. Meningkatkan motivasi siswa belajar karena peraga dapat merangsang tumbuhnya perhatian serta mengembangkan keterampilan 2. Peraga dapat memfokuskan perhatian siswa, pendidik dapat menggunakan peraga dengan melihat benda yang sesungguhnya di luar kelas atau dalam kelas 3. Menyajikan pembelajaran dengan memanfaatkan kehidupan nyata dalam rangka meningkatkan daya antusias siswa terhadap materi pelajaran 4. Alat peraga pembelajaran dapat mengubah guru sebagai transmisi yang berfungsi sebagai penghantar menjadi fasilitator, peraga membuat siswa lebih aktif. 5. Membuat seluruh momen dalam kelas hidup dan berubah dari waktu ke waktu, pendidikan dapat membangun pertanyaan dengan dukungan alat yang ada di tangan 6. Alat peraga membuat siswa menjadi lebih aktif berpikir dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis karena siswa tidak sekedar mengingat dan mendengarkan, namun mengembangkan pikirannya dengan fakta 7. Alat peraga lebih meningkatkan interaksi antar siswa dalam kelas sehingga transformasi belajar dapat berkembang dinamis 8. Dengan bantuan alat peraga dapat meningkatkan daya monitor pendidik sehubungan dengan aktifitas siswa lebih mudah diamati 18 Penggunaan alat peraga memenuhi kebutuhan belajar sesuai gaya belajar siswa dalam satu kelas. Sebagaimana kita ketahui bahwa terdapat beberapa tipe siswa berdasarkan cara mereka memahami sesuatu. Ada siswa dengan gaya belajar visual, audio, atau kinestetik. Masing-masing memiliki kecenderungan untuk mengoptimalkan salah satu indera mereka dalam belajar sehingga memerlukan metode mengajar yang berbeda. Namun demikian, guru harus mampu untuk mengkombinasikan beragam metode pengajaran agar dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh siswanya dalam belajar. Metode untuk siswa visual mencakup materi tertulis, penggunaan gambar dalam menjelaskan materi, menggambarkan time line untuk hari-hari penting dalam pelajaran sejarah, menggunakan transparansi atau power point, dan instruksi tertulis lainnya (wikipedia, 2009). Biasanya siswa dengan gaya belajar visual akan selalu mengikuti dan melihat guru saat memberikan penjelasan. (www.tpamujahidin.com, 2009). Metode audio mencakup pengulangan secara lisan dengan suara keras istilah-istilah sulit dan konsep dalam pelajaran, menemani dalam diskusi kelompok, mengadakan debat, mendengarkan materi melalui tape, dan sebagainya. Metode kinestetik mencakup penyediaan peralatan dan kegiatan percobaan, penyelesaian tugas, menggunakan pertolongan alat dan objek dalam pembelajaran, menggunakan permainan dan menyelenggarakan field trip.Seringkali kita tidak memahami karakteristik siswa dan memaksakan metode pengajaran yang kita anggap benar sehingga pencapaian hasil yang diharapkan tidak tercapai. Salah satu sarana yang dapat mewadahi dan mendukung proses pengajaran menegaskan bahwa keberadaaan alat peraga dalam setiap pembelajaran sangatlah penting. Guru akan lebih mudah dalam mendeskripsikan materi yang sedang dijelaskan olehnya sehingga siswa pun akan lebih mudah dan cepat dalam memahami pelajaran. Ketiga jenis gaya belajar siswa pun dapat diakomodasi sehingga proses pembelajaran berlangsung dengan lebih efektif. Ada beragam jenis alat peraga pembelajaran, dari mulai benda aslinya, tiruannya, yang sederhana sampai yang canggih, diberikan dalam kelas atau di luar kelas. Bisa juga berupa bidang dua dimensi (gambar), bidang tiga dimensi (ruang), 19 animasi / flash (gerak), video (rekaman atau simulasi). Teknologi telah mengubah harimau yang ganas yang tidak mungkin di bawa dalam kelas bisa tampik di dalam kelas dalam habitat kehidupan yang sesungguhnya. Alat peraga pembelajaran sederhana dapat dibuat dari bahan-bahan sederhana seperti karton, kardus, styrofoam, dan juga bisa memanfaatkan softwaresoftware komputer yang dapat menciptakan alat peraga. Jika guru belum memiliki kemampuan untuk menciptakan alat peraga berbasis TIK maka guru dapat memanfaatkan hasil alat peraga yang telah diciptakan oleh rekan-rekan sejawat yang lain. Eksplorasilah kemampuan pencarian informasi melalui internet, maka guru akan mendapatkan beragam alat peraga pembelajaran berbasis TIK yang bisa dipergunakan secara cuma-cuma. 2.1.5 Hasil Belajar Setiap kegiatan yang menghasilkan suatu perubahan yang khas, yaitu belajar. Hasil belajar tampak dalam suatu prestasi yang diberikan oleh individu yang belajar. Maka setiap prestasi yang tepat merupakan suatu kenyataan perbuatan belajar (performance). Adanya kenyataan bahwa proses belajar dapat terlaksana melalui berbagai kegiatan belajar yang masing-masing mempunyai kekhususan, maka hasil belajar pun akan tampak pada adanya perubahan tingkah laku yang berbeda-beda, diwujudkan dalam prestasiprestasi tertentu. Untuk memudahkan studi tentang hasil belajar yang berbeda-beda tersebut, diadakan pengelompokan terhadap hasil belajar. Seperti yang dikemukakan Gagne dalam The Condition of Learnimg yaitu bahwa hasil belajar dikelompokkan menjadi 5 (lima) kategori, yaitu ketrampilan motorik, sikap, kemahiran intelektual,informasi verbal, dan pengaturan intelektual. Sedangkan B.F. Skinner (dalam Belajar dan Pembelajaran, 2008:1-5) sebagai tokoh berpendapat teori belajar Operant Conditioning berpednapat bahwa belajar menghasilkan perubahan perilaku yang dapat diamati, sedang perilaku dan belajar diubah oleh kondisi lingkungan. Teori belajar itu sering disebut Operant Conditioning yang berunsur rangsangan atau stimuli, respon, dan konsekuensi. Stimuli (tanda/syarat) bertindak sebagai pemancing respon, sedangkan konsekuensi tanggapan dapat bersifat positif atau negatif, namun keduanya memperkukuh atau memperkuat (reinforcement). 20 Menurut Sudjana (2004:22), bahwa menggunakan hasil belajar dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu : 1. Keterampilan dan kebiasaan; 2. Pengetahuan dan pengertian; 3. Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Berdasarkan uraian di atas, maka hasil belajar dalam penelitian ini adalah kemampuan kognitif operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan berpenyebut sama dan atau bilangan pecahan berpenyebut berbeda serta menghasilkan tingkah laku yang dapat diamati yang berupa keterampilan dan kebiasaan. 2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan Penelitian ini dilakukan didasarkan pada beberapa kajian penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Arief Rohman dengan judul “Penggunaan Metode Demonstrasi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Kompetensi Menyederhanakan Pecahan pada Siswa Kelas 6 SDN Simbangdesa 02 Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2009/2010. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari semula pada prasikus persentase ketuntasan belajar hanya 28,46 % dan nilai rata-rata kelas 56,45 (KKM=64) menjadi 64,34 % dan 70,56 pada siklus pertama, dan 75,68 % dan 76,67 pada siklus kedua. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Qomariyah dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil belajar IPA menggunakan Media Visual Tiruan” Hasil penelitian yang diperoleh adalah terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari semula pada prasikus persentase ketuntasan belajar hanya 35,78 % dan nilai rata-rata kelas 58,27 (KKM=63) menjadi 68,56 % dan 72,89 pada siklus pertama, dan 77,00 % dan 78,37 pada siklus kedua. Berdasarkan kajian pada kedua penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode demonstrasi dan media tiruan dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 21 2.3 Kerangka Berpikir Berdasarkan landasan teori di atas, maka peneliti menyusun kerangka berpikir sebagai berikut: Pembelajaran IPA materi organ pernafasan pada siswa kelas 5 semester 1 pada tahap prasiklus, peneliti belum menggunakan metode pembelajaran yang tepat, sehingga hasil belajar siswa dan kualitas pembelajaran relatif rendah. Pada tahap siklus I dengan materi organ pernafasan manusia, peneliti sudah menggunakan metode demonstrasi berbantuan media tiruan sehingga hasil belajar dan kualitas pembelajaran meningkat ( dua indikator keberhasilan tercapai). Peneliti melanjutkan tindakan pada tahap siklus II dengan materi organ pernafasan hewan. Pada tahap ini diperoleh peningkatan hasil belajar dan kualitas pembelajaran yang optimal. Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, diduga pembelajaran IPA materi organ pernafasan pada siswa kelas 5 semester 1 menggunakan metode demonstrasi berbantuan media tiruan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 2.4 Hipotesis Tindakan Menurut Sugiyono (2009:96) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berdasarkan kerangka berpikir di atas, diduga penggunaan metode demonstrasi berbantuan media tiruan dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi organ pernafasan siswa kelas 5 semester 1 SDN Sembojo tahun pelajaran 2013/2014.