DESKRIPSI TEKNIK PERMAINAN GAMBUS MELAYU OLEH NASRI EFFAS Skripsi Sarjana Dikerjakan O L E H RICAN SIANTURI NIM: 100707058 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2014 DESKRIPSI TEKNIK PERMAINAN GAMBUS MELAYU OLEH NASRI EFFAS Skripsi Sarjana Dikerjakan O L E H RICAN SIANTURI NIM: 100707058 Pembimbing I, Drs. Irwansyah Harahap, M.A. NIP: 196212211997031001 Pembimbing II, Drs. Muhammad Takari, M. Hum.,Ph.D. NIP:196512211991031001 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2014 ii ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Deskripsi Teknik Permainan Gambus Melayu oleh Nasri Effas”. Gambus adalah salah satu alat musik tradisional Melayu yang tergolong dalam jenis klasifikasi alat musik kordofon yaitu bunyi yang dihasilkannya melalui senar (dawai) yang digetarkan dengan cara dipetik. Alat musik ini terbuat dari batang pohon (biasanya pohon nangka) dan orang Sumatera Utara menyebut bentuknya sebagai gambus belalang. Alat musik ini digunakan pada lagu-lagu Zapin Melayu yaitu sebagai pembawa melodi dimana marwas sebagai pembawa ritmenya. Maka dari itu penulis berkeinginan untuk mengetahui secara terperinci melodi-melodi yang dimainkan pada lagu Zapin Melayu tersebut. Pada tulisan ini, penulis menemukan beberapa hal mengenai teknik permainan gambus oleh Nasri Effas, yaitu: (1) Gerenek, (2) Cengkok, dan (3) Patah-patah. Penulis juga menggunakan ensambel musik Zapin yakni lagu Menjelang Maghrib karya Rizaldi Siagian yang mana Nasri Effas memainkan lagu ini kemudian penulis rekam dan transkripsikan ke notasi Barat. beberapa teori dan metode dari para etnomusikolog seperti metode weighted scale oleh William P.Malm, teori pendekatan untuk mendeskripsikan musik oleh Bruno Nettl, dan teori tentang notasi perspektif dan deskriptif oleh Seeger. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan perekaman. Penelitian ini diarahkan pada transkripsi dan analisis melodi-melodi yang ada pada lagu Zapin Melayu. iii KATA PENGANTAR Segala pujian dan syukur penulis ucapkan kepada Yesus Kristus, atas kasih dan kemurahanNya yang begitu besar untuk semua umat manusia. Penulis berterimakasih atas segala berkat, kekuatan, penghiburan, pertolongan dan perlindungan Tuhan yang tidak pernah berhenti dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih karena Engkau selalu ada ketika saya membutuhkan sahabat untuk berbagi suka dan duka. Skripsi ini berjudul “Deskripsi Teknik Permainan Gambus Melayu oleh Nasri Effas”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, banyak hambatan yang penulis rasakan. Begitu juga dengan kejenuhan yang membuat penulis bosan dalam menyelesaikan skripsi ini. Namun, berkat orang-orang yang ada di sekitar penulis, membuat penulis kembali semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan skripsi ini dan mengucapkan terimakasih kepada orang tua yang sangat saya cintai, Ayahanda Bangun Sianturi dan Ibunda Nurmaida Br Hutajulu. Terimakasih buat segala cinta kasih serta ketulusan kalian sehingga saya bisa seperti sekarang, terimakasih buat perhatian yang tak pernah putus-putus khususnya selama pengerjaan skripsi ini, terimakasih buat motivasi-motivasi yang kalian berikan sehingga saya tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih buat doa-doa yang kalian panjatkan sehingga saya mendapatkan kekuatan dan penghiburan dari Tuhan. iv Penulis juga mengucapkan rasa terimakasih kepada kakak-kakak dan abangabang penulis yang penulis sayangi Ramenna Br Sianturi, Franky Sianturi, Harianto Sianturi, S.Pd, dan Rivatran Br Sianturi. Terimakasih buat doa dan semangat yang kalian berikan kepada saya. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, sebagai Ketua Jurusan Etnomusikologi. Kepada yang terhormat Ibu Drs. Heristina Dewi, M.Pd selaku sekretaris Jurusan Etnomusikologi. Kepada yang terhormat Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A dosen pembimbing I saya yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk nasehat-nasehat, ilmu serta pengalaman yang telah bapak berikan selama saya berkuliah. Kiranya Tuhan selalu membalas semua kebaikan yang bapak berikan. Kepada yang terhormat Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, dosen pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimkasih untuk perhatian, ilmu dan semua kebaikan yang bapak berikan. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan bapak. Kepada yang terhormat Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si selaku dosen pembimbing akademik penulis selama perkuliahan, terimakasih atas bimbingan dan motivasi yang bapak berikan. v Kepada seluruh dosen di departemen Entomusikologi, Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D, Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Drs. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Ibu Arifni Netrosa, SST,M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si, Bapak Drs. Prikuten Tarigan, M.Si., Bapak Drs. Dermawan Purba, M.Si, terimakasih yang sebesar-besarnya kepada bapak-ibu sekalian yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup bapak-ibu sekalian. Sungguh ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan karena telah belajar dari orang-orang hebat seperti bapak-ibu sekalian. Biarlah kiranya ilmu yang saya dapatkan dari bapak-ibu sekalian bisa saya aplikasikan dalam kehidupan dan pendidikan selanjutnya. Biarlah Tuhan membalaskan semua jasa-jasa bapak-ibu sekalian. Terimakasih penulis sampaikan kepada Nasri Effas dan keluarga yang banyak memberikan informasi dalam tulisan skripsi ini serta bersedia menjadi informan kunci, sehingga data yang diperoleh mendukung penulisan skripsi ini, dan kepada Bapak Retno Ayumi yang telah memberikan banyak informasi dan saran yang membangun selama penulis melakukan penelitian. Terimakasih juga penulis sampaikan teman-teman kerja saya khususnya bermain musik band yang ada dikota Medan yang selalu memberikan nasihatnasihat baik kepada penulis sehingga membuat penulis semakin semangat dalam pengerjaan tulisan skripsi ini, serta menjadi teman dalam suka maupun duka. Kepada saudara-saudara satu kontrakan saya, Donny S Marindra beserta isteri Susan Marinda, Muhammad Iqbal Sutan, Iskandar Ismail, Mustika Hadi, Arie celana bola dan seluruh anak Gg.Kecil Medan Area Selatan, yang telah vi membantu penulis dalam setiap kesulitan pikiran dan selalu setia dengan segala dukungan doanya saya ucapkan terimakasih banyak, semoga Tuhan membalaskan kebaikan-kebaikan kalian. Kepada teman-teman seangkatan penulis yakni Etno ‘010 Frita Anjelina Pakpahan S.Sn, Pretty Manurung, Yenny Marpaung, Tribudi Purba, Ayu Triana Matondang, Riska Pricilia, Kezia Purba, Chandra Marbun, Jackry Oktora Tobing, Lido Hutagalung, Luhut Simarmata, Benny Yogi Purba, Andi Farhan, Khairil Amri, Supriadi Tampubolon, Tumpak Sinaga, Lamhot K Sinaga, Bobby Situmorang, dan teman-teman yang lain yang tak bisa penulis jabarkan satu-satu, terimakasih telah menjadi bagian hidup penulis, kebersamaan yang kita jalin selama ini menjadi memori indah yang tak terlupakan bagi penulis. Terimakasih teman-teman. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan dapat pengetahuan dalam bidang Etnomusikologi. vii memberikan sumbangan bagi ilmu DAFTAR ISI ABSTRAK.............................................................................................. iii KATA PENGANTAR ............................................................................ iv DAFTAR ISI .......................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1 1.2 Pokok Permasalahan ................................................................................ 4 1.3 Tujuan dan Manfaat ................................................................................. 4 1.3.1 Tujuan .......................................................................................... 4 1.3.2 Manfaat ........................................................................................ 5 1.4 Konsep dan Teori yang digunakan ........................................................... 5 1.4.1 Konsep yang digunakan ............................................................... 6 1.4.2 Teori yang digunakan ................................................................... 8 1.5 Metode Penelitian .................................................................................... 12 1.5.1 Tahapan sebelum Ke Lapangan .................................................... 12 1.5.1.1 Pemilihan dan Perumusan Masalah ................................... 12 1.5.1.2 Pemilihan Informan .......................................................... 13 1.5.1.3 Pemilihan Lokasi Penelitian .............................................. 13 1.5.2 Kerja Lapangan (Field Work) ....................................................... 14 1.5.2.1 Observasi (Observation) ................................................... 14 1.5.2.2 Wawancara ....................................................................... 14 1.5.2.3 Studi Kepustakaan ............................................................ 15 1.5.3 Kerja Laboratorium ...................................................................... 15 1.5.3.1 Analisis Data .................................................................... 18 BAB II BIOGRAFI SINGKAT NASRI EFFAS ...................................................... 20 2.1 Pengertian Biografi .................................................................................. 20 2.2 Biografi Nasri Effas ................................................................................. 20 viii 2.2.1 Latar Belakang Keluarga ........................................................ 21 2.2.2 Latar Belakang Pendidikan ..................................................... 24 2.2.3 Latar Belakang Pekerjaan ....................................................... 24 2.2.4 Latar Belakan Pengalaman Bermain Musik ............................ 25 2.2.5 Manajemen Seni Nasri Effas................................................... 27 BAB III GAMBUS DALAM BUDAYA MUSIK MELAYU .................................... 32 3.1 Latar Belakang Masuknya Gambus dalam Musik Melayu ........................ 32 3.2 Musik Zapin Sumatera Utara ................................................................... 35 3.3 Jenis Alat Musik Melayu ......................................................................... 42 3.3.1 Rebab ........................................................................................... 44 3.3.2 Gendang Panjang ......................................................................... 46 3.3.3 Gedombak .................................................................................... 47 3.3.4 Geduk .......................................................................................... 48 3.3.5 Gong ............................................................................................ 48 3.3.6 Serunai ......................................................................................... 50 3.3.7 Gambang ...................................................................................... 52 3.3.8 Kesi.............................................................................................. 52 3.3.9 Rebana ......................................................................................... 53 3.4 Struktur Musik Zapin ............................................................................... 53 3.4.1 Bentuk Komposisi ........................................................................ 54 3.4.1.1 Salam Pembuka (Taqsim) ................................................. 54 3.4.1.2 Lagu Pokok ...................................................................... 56 3.4.1.3 Salam Penutup (Taqtum)................................................... 56 BAB IV TEKNIK PERMAINAN GAMBUS OLEH NASRI EFFAS .......................................................................................................... 58 4.1 Posisi Memainkan.................................................................................... 58 4.1.1 Duduk Bersila .............................................................................. 58 4.1.2 Duduk di Kursi ............................................................................. 59 4.1.3 Berdiri .......................................................................................... 59 ix 4.2 Cara Memetik .......................................................................................... 60 4.3 Penjarian (Fingering) ............................................................................... 60 4.4 Pelarasan (Tunning) ................................................................................. 61 4.5 Cara Belajar ............................................................................................. 62 4.6 Improvisasi .............................................................................................. 62 4.6.1 Gerenek ........................................................................................ 62 4.6.2 Cengkok ....................................................................................... 63 4.6.3 Patah-Patah ................................................................................... 64 4.7 Analisis Melodi pada Lagu Zapin ............................................................. 64 4.7.1 Tangga Nada (Scale) ..................................................................... 67 4.7.2 Nada Dasar (Pitch Centre) ............................................................ 68 4.7.3 Wilayah Nada (Range) .................................................................. 69 4.7.4 Jumlah Nada (Frequency of Note) ................................................. 70 4.7.5 Interval Nada ................................................................................ 71 4.7.6 Pola Kadensa (Cadence Patterns) ................................................. 73 4.7.7 Formula Nada (Melodie Formula)................................................. 74 4.7.8 Kantur (Contour) .......................................................................... 76 BAB V ` PENUTUP .................................................................................................... 79 5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 79 5.2 Saran ........................................................................................................ 82 5.2.1 Internal ......................................................................................... 82 5.2.2 Eksternal....................................................................................... 83 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 84 LAMPIRAN I......................................................................................... 86 LAMPIRAN II ....................................................................................... 88 x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Melayu merupakan salah satu kelompok etnik (atau ras) besar di dunia. Berdasarkan penyebaran dan perpindahannya, asal mula penduduk sebagian besar di Asia Tenggara dan Polinesia adalah Melayu. Ini dapat ditinjau dari sejarah persebarannya yang disebut Proto Melayu (Melayu Tua) dan Deutro Melayu (Melayu Muda). Etnik Melayu mendiami beberapa negara seperti Malaysia, Filipina (bagian selatan), Singapura, Pattani Thailand, Myanmar, Brunei Darussalam, dan Indonesia (Muhammad Husein, 2011: 2). Menurut Ismail Hussein (1994) kata Melayu merupakan istilah yang meluas dan agak kabur. Istilah ini maknanya merangkumi suku bangsa serumpun di Nusantara yang pada zaman dahulu dikenali oleh orang-orang Eropa sebagai bahasa suku bangsa dalam perdagangan dan perniagaan. Masyarakat Melayu adalah orang-orang yang terkenal dan mahir dalam ilmu pelayaran dan turut terlibat dalam aktivitas perdagangan dan pertukaran barang-barang ekonomi dan kesenian dari berbagai wilayah dunia (Muhammad Takari dan Heristina Dewi, 2008:24). Di Indonesia, etnik Melayu terdapat di beberapa daerah, yaitu: daerah Tamiang di Nangroe Aceh Darussalam, Pesisir Timur Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan. Di Pesisir Timur Sumatera Utara (dahulu masuk wilayah Sumatera Timur), wilayah budaya etnik Melayu berdasarkan pemekarannya meliputi Kabupaten/Kota: Langkat, Binjai, Medan, 1 Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi, Asahan, Tanjungbalai, Batubara, dan Labuhan Batu (Labuhan Batu Utara dan Labuhan Batu Selatan), dan Siak Sri Indrapura (Muhammad Husein, 2011: 3). Suatu kebudayaan pasti terdapat suatu unsur kesenian seperti musik dan tari yang mana fungsinya adalah sebagai unsure budaya yang menjadi pendukung terbentuknya suatu kebudayaan. Pada prinsipnya, musik terdiri dari wujud gagasan, seperti konsep tentang ruang: tangga nada, wilayah nada, nada dasar, interval, frekuensi nada, sebaran nada-nada, kontur, formula melodi, dan lainlainnya. Dimensi ruang dalam musik ini merupakan organisasi suara. Sementara di sisi lain, musik juga dibangun oleh dimensi waktu, yang terdiri dari: metrum atau birama, nilai not (panjang pendeknya durasi not), kecepatan (seperti lambat, sedang, cepat, sangat cepat). Kedua dimensi pendukung musik ini, kadang juga berhubungan dengan seni tari yang diiringinya. Dalam konteks budaya Melayu sendiri, integrasi musik dengan tari terwujud dalam konsep begitu musik begitu pula tarinya. Dengan demikian, budaya musik menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan kebudayaan Melayu pada umumnya (Muhammad Takari dan Heristina Dewi, 2008:113). Dalam suatu ensambel musik Melayu, biasanya alat-alat musik atau instrumen yang digunakan ialah gendang (gendang anak, gendang induk), marwas, biola, akordion, tamburin, rebana, dan gambus. Namun ensambel musik tersebut terdapat penggunaan alat musik yang berbeda. Contohnya pada ensambel musik ronggeng atau pakpung, tidak menggunakan alat musik gambus berbeda 2 dengan ensambel musik zapin dan ensambel musik gambus. Pada ensambel musik zapin pembawa melodinya adalah gambus dan pembawa ritmenya adalah marwas. Gambus adalah suatu alat musik petik (kordofon) yang sumber bunyinya berasal dari senar yang digetarkan dan bentuk lehernya lebih panjang daripada badannya (long neck lute). Alat musik ini terbuat dari batang kayu nangka (Artocarpus integra sp) dan di daerah Sumatera Utara (khususnya kota Medan) biasa disebut dengan gambus belalang. Gambus ini memiliki senar paling sedikit 3 senar dan biasaya double (1 nada 2 senar) ditambah senar tunggal untuk nada yang paling rendah, namun ada juga yang terdiri dari 12 senar. Asal mula masuknya gambus ke daerah-daerah Indonesia bersamaan dengan masuknya pengaruh Islam ke daerah-daerah yang bersangkutan, sehingga warna dan musiknya pun bernafaskan Islam. Alat musik ini awalnya masuk ke Indonesia dimulai dari daerah Pesisir Sumatera Timur yang dibawa oleh saudagar-saudagar asal Timur Tengah yang berdagang ke Indonesia. Pada saat yang bersamaan, mereka juga mengembangkan dan menyebarkan agama Islam ke Indonesia sehingga berkembanglah agama Islam dan kebudayaannya di Indonesia (Mohd Anis Md. Nor, 1997:116-117). Fungsi dimainkannya alat musik gambus ini ialah sebagai pembawa melodi dalam sebuah ensambel musik Melayu khususnya ensambel musik zapin dan gambus. Nasri Effas adalah musisi musik Melayu yang ahli dalam memainkan alat musik gambus. Dimasa kecil dan remajanya, Nasri Effas tumbuh dilingkungan komunitas Melayu. Pada saat penulis memperhatikan Nasri Effas bermain alat 3 musik gambus, penulis menemukan beberapa teknik yang sangat khas dari seorang Nasri Effas, yaitu dari segi penjarian, improvisasi (gerenek, cengkok, patah-patah), dan teknik pelarasannya. Karakter musik, teknik, dan gaya permainan gambus-nya menjadi menarik untuk disimak, dianalisis dan untuk lebih jauh untuk dipahami sebagai suatu fenomena penting dalam perkembangan tradisi musik gambus. Inilah nantinya akan menjadi perhatian utama dalam skripsi ini. 1.2 Pokok Permasalahan Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah: Bagaimanakah teknik permainan gambus yang dimainkan oleh Bapak Nasri Effas? Pokok masalah ini akan didukung pula oleh masalah bagaimanakah pola penggarapan komposisi musik pada alat musik gambus yang dimainkan Bapak Nasri Effas selaku informan kunci penulis? 1.3 Tujuan dan Manfaat Berbicara masalah tujuan adalah menyangkut untuk apa sesuatu itu dilakukan. Sedangkan membicarakan tentang manfaat adalah apa manfaat dari sesuatu yang dilakukan itu kepada masyarakat. 1.3.1 Tujuan Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dengan cara mendeskripsikan bagaimana pola penggarapan komposisi musik yang dimainkan dengan alat musik gambus menurut Bapak Nasri Effas selaku informan kunci penulis. 4 2. Untuk mengetahui dengan cara mendeskripsikan teknik permainan gambus yang dimainkan oleh Bapak Nasri Effas. 1.3.2 Manfaat Sedangkan manfaatnya adalah sebagai berikut : 1. Sebagai suatu masukan pada pemusik, khususnya pemusik Melayu dalam mengembangkan teknik permainan gambus 2. Sebagai suatu bahan informasi tentang fenomena yang terjadi dalam ensambel musik Melayu 3. Untuk membantu pemerintah dalam suatu usaha pelestarian dan pengembangan musik tradisional khususnya musik Melayu. 4. Sebagai bahan dokumentasi yang bermanfaat dalam disiplin etnomusikologi. 1.4 Konsep dan Teori yang Digunakan Sebagai dasar pemikiran penulis dalam mengerjakan penelitian ini, penulis mengetengahkan beberapa konsep dari masyarakat dan juga konsep dari pemusikpemusik tradisional Melayu serta beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli. Semua konsep dan teori tersebut digunakan untuk kerangka berpikir penulis dalam penelitian maupun dalam penulisan. 5 1.4.1 Konsep yang Digunakan Deskripsi adalah satu kaedah upaya pengolahan data menjadi sesuatu yang dapat diutarakan secara jelas dan tepat dengan tujuan agar dapat dimengerti oleh orang yang tidak langsung mengalaminya sendiri (Vardiansyah,2008:9). Dalam keilmuan, deskripsi diperlukan agar peneliti tidak melupa- kan pengalamannya dan agar pengalaman tersebut dapat dibandingkan dengan pengalaman peneliti lain, sehingga mudah untuk dilakukan pemeriksaan dan kontrol terhadap deskripsi tersebut. Pada umumnya deskripsi menegaskan sesuatu, seperti apa sesuatu itu kelihatannya, bagaimana bunyinya, bagaimana rasanya, dan sebagainya. Deskripsi yang detail diciptakan dan dipakai dalam disiplin ilmu sebagai istilah teknik. Saat data yang dikumpulkan, deskripsi, analisis dan kesimpulannya lebih disajikan dalam angka-angka maka hal ini dinamakan penelitian kuantitatif. Sebaliknya, apabila data, deskripsi, dan analisis kesimpulannya disajikan dalam uraian kata-kata maka dinamakan penelitian kualitatif (Vardiansyah,2008:10). Konsep “teknik permainan” yang dimaksud dalam skripsi ini adalah ciri khas atau karakteristik Bapak Nasri Effas dalam mengolah unsur musik (melodi, ritem, harmoni) pada alat musik gambus Melayu. Teknik permainan gambus Melayu yang dimaksud mencakup dari tata cara memegang gambus, kontrsuksi jari, teknik-teknik permainan, sampai pada pola penggarapan komposisi lagu. Titon (1984:5) dalam bukunya yang berjudul “Word Of Musik Introduction to The World’s Peoples mengatakan: 6 This includes everything related to the organization of musical sound it self: pitch elemen (scale mode, melody, harmony, tuning system, and soforth); time elemen (rhythms, meter); timbre elemen (voice quality, instrument tone color); and sound intensity (loudness and softness) [Dengan terjemahan bebas: “gaya memasukan segala sesuatu yang berhubungan dengan organisasi musikal itu sendiri : elemen nada (tangga nada, modus, melodi, harmoni, dsb.); unsur waktu (ritem, meter); unsure timbre (kualitas suara, warna nada instrument); dan intesitas bunyi (kuat atau lemahnya bunyi atau suara)]. Selanjutnya, menurut Kodidjat (2004:25), ensambel adalah rombongan permainan bersama sekelompok musisi. Dengan demikian pengertian ensambel, termasuk dalam hal ini ensambel gambus adalah sekelompok musisi yang bermain bersama dalam pertunjukan music gambus. Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa deskripsi teknik permainan gambus adalah suatu kaedah untuk menjelaskan atau mengutarakan secara jelas dan terperinci tentang teknik permainan gambus yang didukung dengan data-data seperti elemen nada (tangga nada, modus, melodi, harmoni, dsb.); unsur waktu (ritem, meter); unsur timbre (kualitas suara, warna nada instrument); dan intesitas bunyi (kuat atau lemahnya bunyi atau suara) yang telah di kumpulkan dan di analisis, dimana data-data tersebut diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh penulis terhadap informan kunci maupun informan pangkal dan menggunakan metode-metode dalam penelitian, baik itu metode penelitian kualitatif, maupun metode penelitian kuantitatif. 7 1.4.2 Teori yang Digunakan Menurut Koentjaranigrat (1970:30), bahwa pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang suatu teori yang bersangkutan. Oleh karena itu teori adalah salah satu pendapat para ahli yang dijadikan acuan dalam membahas masalah dalam tulisan ini. Untuk mengkaji transmisi permainan gambus dari satu generasi ke generasi berikutnya, penulis menggunakan teori tradisi lisan, yang lazim digunakan dalam disiplin etnomusikologi. Di dalam tradisi musik lisan (oral tradition), perubahan merupakan sebuah fenomena yang pasti akan selalu terjadi. Begitu juga di dalam tradisi musik Melayu, diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya hanya dengan lisan/tidak tertulis. Tidak adanya aturan yang baku secara tertulis mengakibatkan terjadinya proses penambahan maupun pengurangan di dalam unsur kebudayaan musik yang dimaksud. In a folk or nonliterate culture…..a song must be sung, remembered, and taught by one generation to the next. If this does not happen, it dies is last forever. There is another alternative : if it is not accepted by it’s audience, it may be change to fit the needs and desires of the people who perform and hear it.” (Bruno Netll dan Gerald Behague, 1991:4) [Dalam terjemahan bebas: Sebuah kebudayaan rakyat atau kebudayaan tidak tertulis , sebuah lagu / musik harus dinyanyikan, diingat dan diajarkan dari satu generasi kegenerasi berikutnya, jika hal ini tidak terjadi lagu/musik itu akan mati dan hilang atau punah. Namun ada alternative lain, jika musik tersebut tidak diterima oleh audiens / penonton, hal ini mungkin dapat diubah untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan dari orang-orang yang mempertunjukan dan mendengarnya). 8 Teknik permaianan gambus yang dikembangkan oleh Bapak Nasri Effas merupakan hasil perubahan yang lahir dari proses belajarnya bermain gambus secara lisan. Secara sengaja maupun tidak sengaja, Bapak Nasri Effas telah mengembangkan teknik-teknik baru di dalam bermain alat musik gambus. Hal ini sangat mungkin terjadi di dalam setiap kebudayaan musik yang diwariskan secara lisan/tanpa tulisan. Mengacu pada teori di atas, peristiwa atau fenomena ini dapat diidentifikasi sebagai sebuah hasil dari sistem pewarisan tradisi lisan (oral tradition), yang disesuaikan dengan kebutuhan maupun permintaan penonton atau masyarakat (Daniel Limbong,2012:8-9). Untuk mengkaji teknik permainan gambus dalam kebudsayaan music Melayu, oleh Nasri Effas, penulis menggunakan teori prilaku fisik dan verbal pemusik yang ditawarkan oleh Merriam (1964). Dalam buku yang ditulisnya ini, terutama pada Bab VI, Merriam mengkaji peranan pemusik itu melalui tiga aspek perilaku, yaitu (1) prilaku fisik, (2) prilaku verbal, dan (3) prilaku sosial. Lebih jauh secara eksplisit Merriam menyatakannya sebagai berikut. Physical behavior refers the fact that in order for sound to be produced, people must flex their fingers and use their lips and diaphragm if the sound is to be produced on a music instrument; or they must manipulate the vocal cords and the diaphragm if the sound is to be vocal. Techniques of playing music instruments have been rather widely discussed in the ethnomusicological literature, and but two or three examples will suffice here. Among the Bashi people of the Eastern Congo (Leopoldville), the mulizi is a notched, end-blown flute played primarily by cattle herders (1964:103). … Menurut Merriam prilaku fisik merujuk kepada fakta bagaimana pemusik dan alat musiknya menghasilkan suara atau bunyi, setiap pemusik memetikkan jari-jarinya dan menggunakan bibir dan diafragmanya dalam rangka menghasilkan 9 bunyi dari suaranya. Teknik memainkan alat-alat musik tidak begitu luas didiskusikan di dalam bahan-bahan bacaan etnomusikologi, hanya ada dua atau tiga yang dicontohkan oleh Merriam. The second kind of behavior which exists in respect to music is verbal behavior, to wheter extent it may be used, about music sound. This, too, of course, is a reflection of underlying concepts of music, but in this case applied spesifically to what people say about music structure and the criteria which surround it. Perhaps the most obvious verbal criteria are those which are applied to judgments of the performance of music: these are the standards of excellence in performance. Such standards of excellence must be present, for without them, as has been noted in another context, no such thing as a Scapiro, this point becomes obvious: “By style is meant the constant form—and sometimes the constant elements, qualities, and expression—in the art of an individual or a group” (1953:287). Further, style has continuity, as expressed by Haag when he notes that “the important point is the continuum in music; each musical style is drwan from the idiom of the preceding period. … Music teachers … draw their students of excellence from the preceding generation” (1960:219, 220). All groups must emphasize certain music values above others, and these values tend to be continuous in time, though change can and does occur. The question here, then, is not wheter criteria of excellence exixst, but rather wheter and how they are verbalized (Merriam, 1964:114-115). Lebih jauh lagi, prilaku verbal dalam kajian etnomusikologis, dijelaskan oleh Merriam bahwa beranjak dari bunyi musik, maka manusia pendukung kebudayaan musik itu akan mengatakan tentang struktur musik dan kriteria musik tersebut. Mungkin yang paling sering menjadi bahan kajian mengenai prilaku verbal ini adalah pertunjukan musik: apa saja standar-satandar kehebatan dalam pertunjukan musik. Seperti yang dikemukakan oleh Scapiro bahwa gaya musik itu berarti bentuk konstan—dana kadang-kadang unsur-unsur konstan, kualitas, dan ekspresi musik—yang dilakukan baik dalam seni musik yang dibawakan secara individu maupun kelompok. 10 Gambus merupakan alat musik yang berperan sebagai pembawa melodi, maka untuk menganalisa suaranya penulis berpatokan pada pendapat William P. Malm (1977:8) yang menyatakan beberapa karakter yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu : (1) tangga nada, (2) nada dasar, (3) wilayah nada, (4) jumlah masing-masing nada, (5) interval, (6) pola kadens, (7) formula melodi dan (8) kontur. Teori ini disebut juga dengan teori Weighted Scale (bobot tangga nada). Teori ini pada dasarnya melihat struktur ruang dalam musik dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu. Dalam proses transkripsi penulis berpedoman pada pendapat Nettl (1991:23) yang mengatakan ada dua pendekatan yang bisa digunakan untuk mendeskripsikan musik, yaitu: (1) kita dapat menganalisa dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita dengar, (2) kita dapat menuliskan bunyi musik itu dalam tulisan sehingga dapat mendeskripsikan tulisan itu. Dalam hal notasi penulis mengacu pada pendapat Seeger (1958:184-195) yang membedakan dua notasi ditinjau dari tujuannya, yaitu : notasi perskriptif dan notasi deskriptif. Notasi perskriptif yaitu notasi yang hanya menuliskan garis besar dari bunyi. Notasi ini merupakan pedoman bagaimana musik itu dapat di wujudkan oleh pemain musik. Notasi deskriptif adalah laporan yang disertai dengan lengkap tentang bagaimana sebenarnya suatu komposisi musik diwujudkan. 11 1.5 Metode Penelitian Menurut Koentjaraningrat (1977:16), metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif untuk memahami permasalahan yang terdapat dalam ensambel musik Melayu. Menurut Kirk dan Miller dalam Moleong (1990:3), penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang dalam bahasa dan peristilahannya. Untuk mendapatkan teknik permainan yang ada pada instrumen gambus, penulis melakukan penelitian dengan melihat dan mengamati permainan oleh informan kunci yaitu Nasri Effas dalam konteks musik zapin Melayu. Secara umum, dalam skripsi ini dibagi kedalam tiga tahapan yaitu: 1. Tahapan sebelum ke lapangan 2. Kerja lapangan (field work) 3. Kerja laboratiorium (desk work) 1.5.1 Tahapan Sebelum ke Lapangan 1.5.1.1 Pemilihan dan Perumusan Masalah Tujuan dari sebuah penelitian adalah untuk memecahkan atau menemukan jawaban terhadap sebuah masalah. Oleh karena itu, langkah pertama didalam sebuah penelitian biasanya menentukan atau memilih masalah yang akan diteliti. 12 Salah satu langkah awal dalam memilih dan merumuskan masalah yang akan diteliti dalam skripsi ini adalah dengan melakukan Studi Kepustakaan. Studi kepustakaan adalah pengamatan pendahuluan untuk mencari data informasi tentang suatu masalah dari sumber bacaan atau literature. 1.5.1.2 Pemilihan Informan Sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu menentukan informan kunci yang akan memberikan informasi yang mendalam mengenai pokok permasalahan yang sudah ditetapkan. Informan kunci dalam penelitian skripsi ini adalah Nasri Effas, yang kemudian memberikan informasi atau petunjuk informan lain untuk melengkapi referensi data yang diperlukan. 1.5.1.3 Pemilihan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih sebagai tempat penelitian adalah berdasarkan tempat berdomisilinya informan kunci yaitu pemain gambus yang diteliti dan dimana informan tersebut bermain musik Melayu khususnya memainkan alat musik gambus. Oleh karena itu penulis melihat kasus yang sering terjadi di kota Medan sebagai suatu bahan penelitian dan memilih wilayah Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai sebagai perbandingan dan juga sebagai tempat tinggal informan kunci yaitu Nasri Effas. Berikut ini adalah lokasi penilitian yang penulis lakukan: 1. Senin, 13 Januari 2014 di Pantai Cermin di rumah Nasri Effas 2. Kamis, 16 Januari 2014 di Taman Budaya 3. Kamis, 27 Maret 2014 di Taman Budaya 4. Senin, 8 September 2014 di Pantai Cermin di rumah Nasri Effas 13 5. Selasa, 9 September 2014 di Taman Budaya 6. Rabu, 10 September 2014 di Pantai Cermin di rumah Nasri Effas 7. Kamis, 11 September 2014 di Taman Budaya 8. Kamis, September 2014 di Taman Budaya 1.5.2 Kerja Lapangan ( Field Work) 1.5.2.1 Observasi (Observation) Jenis observasi dalam skripsi ini adalah observasi yang tidak terstruktur. Observasi yang tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan di observasi. Observasi yang dilakukan meliputi tempat-tempat yang mendukung untuk mendapatkan informasi sebanyakbanyaknya mengenai permasalahan penelitian. Dari cara observasi dengan cara pengamatan langsung dan wawancara dilapangan, penulis mendapatkan catatan dan rekaman dengan menggunakan kamera digital canon power shot A2500 HD. 1.5.2.2 Wawancara Untuk mendapatkan informasi mengenai teknik permainan gambus Melayu Nasri Effas, maka penulis melakukan metode wawancara terencana. Metode ini mengarahkan penulis bahwa sebelum melakukan wawancara, penulis menyusun daftar pertanyaan (interview guide) sebagai pedoman untuk melakukan wawancara. Akan tetapi, setiap pertanyaan dari wawancara tersebut akan dikembangkan lagi dan tidak hanya terbatas pada pertanyaan yang telah disusun sebelumnya (Koenjtaraningrat 1983:174) 14 1.5.2.3 Studi Kepustakaan Untuk mendukung informasi yang diperoleh dari para informan, penulis mencari buku-buku yang relevan dengan masalah-masalah yang dibahas. Namun demikian sampai saat ini penulis belum menemukan buku-buku yang berkaitan tentang teknik permainan gambus Melayu dan juga yang berkaitan dengan komposisi musik Melayu. Oleh karena itu buku-buku yang penulis dapati dalam penulisan ini adalah buku-buku yang berkaitan dengan konsep musik secara umum dan menyangkut masalah teori-teori, analisis dan metode penelitian. Di antaranya: tesis S2 bertema musik zapin oleh Muhammad Husein, skripsi sarjana Eva Gusmala Yanti berjudul Lagu-lagu Zapin Ciptaan Zul Alinur: Kajian Terhadap Struktur Teks dan Melodi, skripsi sarjana Daniel Limbong yang berjudul Deskripsi Analitis Gaya Permainan Hasapi Sarikawan Sitohang Dalam Konteks Tradisi Gondang Hasapi, buku karangan karangan Muhammad Takari dan Heristina Dewi, yang berjudul Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara, buku karangan Rogayah A.Hamid dan Maryam Salim yang berjudul Kesultanan Melayu, buku karangan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang berjudul Potensi Etnik Sumatera Utara, dan Zapin Melayu di Nusantara karangan Mohd Anis Md Noor 1.5.3 Kerja Laboratorium Keseluruhan data yang terkumpul dari lapangan selanjutnya diproses dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat deskripsi analisis disusun dengan mempergunakan sistematika penulisan, sedangkan data-data berupa suara ditranskripsikan dalam bentuk notasi selanjutnya dianalisis. 15 Dalam penotosian nada yang dihasilkan gambus ini, penulis menggunakan software computer berupa Sibelius 7. Selanjutnya penulis menganalisisnya ke dalam Microsoft word. Hal-hal yang berkaitan dengan cara menganalisanya, penulis mengguanakan aplikasi dari windows media player. Proses pentraskripsian dilakukan dengan terlebih dahulu mendengarkan video rekaman berulang kali. Untuk memudahkan mendengar dan melihat objek yang diteliti, maka video diperlambat dengan menggunakan windows media player. Windows Media Player adalah salah satu software pemutar video yang menyediakan play sped setting “pengaturan kecepatan video”. Berikut penulis jelaskan cara-cara penulis untuk penotasian nada-nada gambus yang dimainkan oleh Nasri Effas. Gambar 1.1 Penggunaan Windows Media Player Sumber: dokumentasi penulis, 2014 16 Gambar 1.2 Penggunaan Play speed Setting untuk Memperlambat Video Sumber: dokumentasi penulis, 2014 Gambar 1.3 Tampilan Visual Sibelius 7 untuk Mentranskripsikan melodi Gambus Sumber: dokumentasi penulis, 2014 17 1.5.3.1 Analisis Data Tahapan analisis data bertujuan untuk menajamkan dan mengorganisasikan data, dengan demikan kesimpulannya dapat divertivikasi untuk menjadi temuan penelitian terhadap masalah yang diteliti. Data yang berupa rekaman audio ditranskripsikan ke dalam notasi Barat. Sistematika kerjanya dalah dengan mendengarkan hasil rekaman, kemudian menuliskannya ke atas sebuah kertas untuk selanjutnya dianalisis (Nettl, 1963:98). Cara ini dilakukan untuk membantu menganalisis setiap teknik permainan gambus yang dimainkan Nasri Effas. Notasi Barat yang digunakan dalam skripsi ini berbentuk lima garis dan empat spasi yang bertanda mula kunci G. Berikut ini beberapa elemen penting di dalam notasi Barat: 1. Tanda Tempo Tempo berfungsi untuk menyatakan cepat lambatnya lagu yang dimainkan. Seperti pada contoh diatas tanda tempo allegretto, artinya agak cepat dan riang dengan hitungan 108-116 M.M. 18 2. Kunci G Kunci G adalah kunci yang bentuknya seperti kepala biola. Kunci G disebut juga kunci biola karena kunci G digunakan untuk menuliskan nada-nada tinggi. Kunci G digunakan untuk menunjukkan letak nada G pada garis kedua. Berikut nilai nada di garis paranada dengan kunci G: 19 BAB II BIOGRAFI SINGKAT NASRI EFFAS 2.1. Pengertian Biografi Dalam disiplin ilmu sejarah biografi dapat didefenisiskan sebagai sebuah riwayat hidup seseorang. Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat. Sedangkan biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi-informasi penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan yang baik dan jelas. 2.2. Biografi Nasri Effas Dalam skripsi ini, biografi Nasri Effas bertujuan untuk memberi keterangan mengenai perjalanan hidupnya dan lebih jauh untuk melihat bagaimana pembentukan karakteristik dari gaya permainnan gambus Melayu Nasri Effas. Point-point penting yang akan dideskripsikan dalam bab ini mencakup aspek-aspek: 1. Latar belakang keluarga, 2.Latar belakang pendidikan, 3.Latar belakang pekerjaan, 4.Latar belakang pengalaman bermain musik, 5.Manajemen seni Nasri Effas. 20 2.2.1.Latar Belakang Keluarga Nasri Effas lahir pada tanggal 5 Juni 1965 di Kelurahan Martubung Labuhan Deli, tepatnya di Kampung Besar. Ia merupakan anak kelima dari pasangan Alm. Ahmad Sa’ari Efendi dan Alm. Nur Kamah. Ayahnya Alm. Ahmad Sa’ari Efendi adalah merupakan seorang pemain musik Melayu juga, yaitu sebagai pemain marwas yang handal pada masa itu. Selain juga ahli dalam bermain musik Melayu khususnya alat musik marwas, beliau juga aktif dalam tarian Melayu bahkan orang Melayu kala itu menyebutnya sebagai “Rajanya tari Serampang Dua Belas” yang mana diartikan sebagai orang yang sangat ahli dalam menarikan tarian Serampang Dua Belas. Sama halnya dengan ibu Nasri Effas, ibu dari Nasri Effas adalah seorang penari dan juga sebagai penyanyi musik Melayu, sempat juga latihan vokal Melayu dengan ibu Nurainun. 1 Jadi, Nasri Effas lahir di tengah-tengah keluarga “pekerja seni.” Menurut pengakuan Nasri Effas, namanya diberikan oleh kedua orang tuanya agar kelak menjadi penolong dan penghibur masyarakat. Arti dari kata “Nasri” adalah sebagai penolong dan penghibur. Benar saja, saat ia duduk di bangku kelas 2 SD, ia termasuk penari inti di sebuah group yang bernama Group Gambus. Pada saat itu ia sedang melaksanakan sunat (khitanan) dimana saat itu juga ia dimintai tampil disebuah peresmian yang mana pelaksana peresmian tersebut mengatakan jika Nasri Effas tidak tampil maka acara tersebut tidak meriah atau tidak sah. Sedangkan arti kata “Effas” ia dapat pada tahun 1980-an yang mana artinya adalah sebuah singkatan dari Efendi Abu Sama. Tak hanya dia 1 Penyanyi Melayu terkenal dan ternama dikota Medan pada saat itu 21 yang dijulukin Effas, bahkan saudaranya nomor empat dan nomor Sembilan juga dijulukin kata Effas yang ditambahkan di belakang nama asli mereka. Nasri Effas memang belum begitu lama bermain gambus Melayu, namun pada saat ia berusia dua belas tahun ia hanya baru mengenal gambus, namun pada saat itu yang ia lihat adalah ‘ud (gambus Arab). Ia baru mulai memainkan gambus pada tahun 1991, itu pun gambus yang ia mainkan adalah gambus milik sanggar Lestari Patria. Selang setahun, ia sudah bisa memainkan alat musik gambus tersebut, bahkan telah menjadi pemain gambus pada saat itu. Nasri Effas hanyalah bisa sekedar memainkan alat musik gambus, namun yang berhubungan dengan sistem tangga nada dan penotasian ia “buta” sama sekali. Menurutnya, ia belajar hanya sekedar mendengar saja, tidak melihat orang bermain bahkan tidak belajar dengan orang lain, naluri bermain alat musik gambusnya mengalir begitu saja di hatinya, dan langsung bisa dimainkan oleh jari-jarinya. Begitu juga dengan memainkan alat musik lainnya seperti akordion, marwas dan gendang Melayu.“ Saya adalah seorang penari juga, jadi saya tahu musik yang diingankan penari” begitu katanya. Berikut ini adalah daftar nama keluarga Nasri Effas: Ayah : Alm. Ahmad Sa’ari Efendi Ibu: Alm. Nur Kammah Saudara laki-laki pertama: Amri Saudara laki-laki kedua: Alm. (tidak ingat) Saudara laki-laki ketiga: Asri Saudara laki-laki keempat: Syahri Effas 22 Saudara laki-laki kelima: Fahri Anak keenam: Nasri Effas Saudara laki-laki ketujuh: Aswal Saudara laki-laki kedelapan: Taufik Saudara laki-laki kesembilan: Kudri Effas Saudara laki-laki kesepuluh: Syafrizal Saudara perempuan kesebelas: Alm. Intan Kumala Sari Dari anak pertama sampai anak terakhir dari keluarga tersebut semuanya merupakan pekerja seni, khususnya seni musik Melayu. Namun yang menjalani pekerjaan sebagai pekerja seni seutuhnya sampai dengan saat ini adalah saudara laki-laki yang kedua, keempat dan yang kesembilan. Bahkan saudara laki-lakinya yang kesembilan adalah seorang pasca sarjana S2 pendidikan seni tari di Padang. Nasri Effas menikah dengan isterinya bernama Rosita, dengan nama anak-anaknya: 1. Nindi Arifah: sedang menjalani kuliah di jurusan seni tari Universitas Negeri Medan angkatan 2013, 2. Nela Rafika: Kelas X di SMA Negeri 1 Pantai Cermin, 3. Farhan Syaputra: Kelas VII di SMP Negeri 1 Pantai Cermin, 4. M. Fariz Rozanza: Kelas II SD Negeri Pantai Cermin. Menurut pengakuan Nasri Effas, semua anaknya masih bergemelut di dunia seni, yakni seni tari. Bahkan anak-anaknya berprestasi terus dibidang seni tari. 23 2.2.2 Latar Belakang Pendidikan Nasri Effas memang tumbuh dalam sebuah keluarga yang berperan aktif dalam seni tradisi Melayu, namun hal itu tidak menyudutkannya untuk mengurungkan niat dalam menuntut ilmu disekolah. Nasri Effas menuntut ilmu dibangku Sekolah Dasar Negeri 3 Labuhan Deli pada tahun 1971 dan menyelesaikan Sekolah Dasar pada tahun 1977. Kemudian Nasri Effas melanjutkan sekolahnya di Sekolah Menengah Pertama di Labuhan Deli pada tahun 1977 sampai 1980. Setelah itu ia menyambung sekolah di Sekolah Menegah Umun/Atas di SMA Muda (Mulya Darma) pada tahun 1980 sampai pada tahun 1983. 2.2.3 Latar Belakang Pekerjaan Pada awalnya Nasri Effas adalah seorang penari yang ditekuninya sejak ia duduk sekolah dasar, namun beranjak dewasa ia tidak hanya menari saja, akan tetapi bisa juga sebagai pemain marwas dan gendang. Hal ini membuatnya semakin yakin bahwa dalam berkesenian juga dapat menafkahi keluarganya. Hingga saat ini ia hanya bekerja sebagai pemusik dan penari, terkadang ia mendapat pekerjaan sebagai pemain solo keyboard di daerah tempat tinggalnya, ia juga sebagai pengajar tari yang diterapkan di rumahnya sendiri dan bermuridkan teman anaknya di sekolah. Bahkan ia mengatakan bahwa pekerjaan tetapnya adalah sebagai pemusik dan penari, dan kerja sampingannya (side job) adalah 24 sebagai anggota Lembaga Swadaya Masyarakat di Pantai Cermin dan juga berdagang kecil-kecilan di rumahnya. 2.2.4 Latar Belakang Pengalaman Bermain Musik Nasri Effas mempunyai latar belakang bermain musik dari mulai sejak ia lahir, karena dia dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan seni tradisi Melayu. Dari keahliannya dalam berkesenian tradisi Melayu (baik itu sebagai penari maupun sebagai pemusik), ia mendapatkan kesempatan untuk terlibat dalam pertunjukanpertunjukan musik Melayu kebeberapa negara, antara lain: 1. Malaysia, dalam rangka pertunjukan untuk wisata Melayu (telah berulang kali tampil sehingga Nasri Effas tidak mengingat tahun-tahunya), 2. Singapura, dalam rangka pertunjukan untuk wisata Melayu (sering sekali sehingga tahunnya lupa), 3. Thailand, dalam rangka kunjungan wisata Melayu, sama halnya seperti Malaysia dan Singapura. 4. Korea Utara, dalam rangka pelantikan menteri-menteri Korea Utara. 5. Korea Selatan, dalam rangka peresmian Jalan Medan di Korea Selatan pada tahuin 1999. 6. Republik Rakyat China (Guangzhou dan Hongkong) dalam rangka ulang tahun Kota Guangzhou dan pertunjukan buday Melayu untuk pariwisata di Hongkong pada tahun 2000. 7. Swiss, dalam rangka pertunjukan kesenian Melayu untuk pariwisata setempat pada tahun 2000. 25 8. Jerman, dalam rangka pertunjukan kesenian Melayu di Eropa pada tahun 2000. 9. Belanda dalam rangka pertunjukan kesenian Melayu di Eropa pada tahun 2000. 10. Australia, dalam rangka peresmian pembukaan route penerbangan pesawat Garuda Indonesia di kota Darwin, Australia. 11. Afrika Selatan, dalam rangka pertunjukan musik Melayu atas undangan konsulat Indonesia di Schecel, Afrika Selatan. Gambar 2.1 Foto saat Nasri Effas Bermain Musik Melayu di Belanda Sumber : Foto dinding Nasri Effas yang penulis foto ulang 26 Gambar 2.2 Foto Saat Nasri Effas Bermain Musik Melayu di Australia Sumber: Foto dinding Nasri Effas yang penulis foto ulang 2.2.5 Manajemen Seni Nasri Effas Untuk sekali penampilan musik Melayu, baik itu acara peresmian, acara pernikahan, maupun acara hiburan, group Nasri Effas menerima Rp. 500.000,-/org dilokal (didaerah kota Medan dan sekitarnya). Jika groupnya mendapat tawaran main diluar negeri, maka tergantung pada si pembuat acara, namun biasanya ia mendapat hasil lebih besar dari main dilokalan yakni sekitar Rp. 1.000.000 s/d Rp. 2.000.000,-/org. Jika didalam group yang menawarkan anggotanya sendiri biasaya anggota tersebut mendapatkan 10% dari total gaji seluruhnya. Untuk Nasri Effas sendiri biasaya mendapatkan hasil yang lebih besar dari anggota-anggotanya dikarenakan Nasri Effas adalah leader digroupnya. Dan sebagai leader, Nasri 27 Effas bertanggung jawab atas keseluruhan groupnya, baik itu dari segi komposisi musik maupun garapan tariannya. Gambar 2.3 Nasri Effas bersama isteri dan anak ke-tiganya di usaha kedainya Sumber : dokumentasi penulis 28 Gambar 2.4 Rumah Nasri Effas di Pantai Cermin Sumber : dokumentasi penulis Gambar 2.5 Piagam Penghargaan Nasri Effas saat mengikuti Pawai Budaya Nusantara pada tahun 2008 di Jakarta Sumber : foto dinding Nasri Effas yang penulis foto ulang 29 Gambar 2.6 Piagam penghargaan Nasri Effas dari Datuk Paduka Raja Wajir Negeri Serdang, yang Nasri Effas terima karena telah mengembangkan kesenian Melayu di daerah Serdang Sumber : foto dinding Nasri Effas yang penulis foto ulang Gambar 2.7 Sertifikat Nasri Effas sebagai juri di festival tari Melayu Serampang XII yang ke-2 di Riau pada tanggal 16 s/d 17 November 2013 oleh Lembaga Tari dan Musik Putra Melayu Sumber : foto dinding Nasri Effas yang penulis foto ulang 30 Gambar 2.8 Piagam Penghargaan Nasri Effas sebagai anggota seksi orkes musik pengiring, yang diterimanya dari Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia di Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara tanggal 8 s/d 14 Desember 2009 Sumber : foto dinding Nasri Effas yang penulis foto ulang 31 BAB III GAMBUS DALAM BUDAYA MUSIK MELAYU 3.1 Latar Belakang Masuknya Gambus dalam Musik Melayu Musik Melayu pada umumnya adalah musik yang bernafaskan Islam, di Deli Serdang sangat popular sejak berabad-abad seni musik dan seni tari Islam ini yang kemudian dianggap milik orang Melayu karena telah dicernakan demikian rupa dengan ciri-ciri jati diri orang Melayu di Deli Serdang. Di daerah ini juga sudah merupakan suatu kenyataan, bahwa seni musik dan seni tari Islam itu diajarkan di pesantren/Kutab pengajian agama Islam dan dipelajari oleh para murid yang kemudian menurunkannya kepada generasi berikutnya (T.Luckman Sinar Basarshah 1998:12-13). Musik Islam adalah buah dari persentuhan antara berbagai budaya musik yang berbeda, yang kemudian menghasilkan sebuah musik baru, yang mengandung karakteristik dan konsep, dengan elemen Arab sebagai katalistnya. Musik baru ini berkembang sangat cepat dari Eropa sampai Teluk Persia dari Oxus sampai ke Atlantik dan Timur Jauh. Musik itu kemudian menjadi bagian dari kehidupan sosial. Contoh alat musik yang tersebar dimana-mana adalah serunai(Zurna, seperti oboe) dan tipe lute yaitu oud. Disamping oud ada sejenisnya yang disebut sitar. Kemudian terdapat lagi variasi dari sitar ini, yaitu tar yang ditutup dengan kulit (biasanya kulit kambing) dengan double string tune C-G-C tinggi. Variasi alat musik gambus ini pasti ada hubungannya dengan Qanbus yang ada di Arab Selatan (Hadramaut). Secara hurufiah Qanbus ini 32 artinya kulit penutup Pelana. Qanbus atau Gambus inilah yang merupakan suatu variasi dari Si(Tar) (T.Luckman Sinar 1998:13-14). Namun, menurut pendapat Moh. Anis Md Noor bahwa asal mula masuknya gambus ke daerah-daerah Indonesia bersamaan dengan masuknya pengaruh Islam ke daerah-daerah yang bersangkutan, sehingga warna dan musiknya pun bernafaskan Islam. Alat musik ini awalnya masuk ke Indonesia dimulai dari daerah Pesisir Sumatera Timur yang dibawa oleh saudagar-saudagar asal Timur Tengah yang berdagang ke Indonesia. Pada saat yang bersamaan, mereka juga mengembangkan dan menyebarkan agama Islam ke Indonesia sehingga berkembanglah agama Islam dan kebudayaannya di Indonesia (Mohd Anis Md.Nor,1997:116-117). Di Sumatera Utara khususnya di daerah Deli-Serdang, disamping musik Barodah(Hadrah) sejak zaman dahulukala sangat popular tarian Zapin (artinya dalam bahasa Arab, tarian yang menghentakkan kaki dengan keras). Tarian ini sangat erat hubungannya dengan gambus bahkan tarian zapin ini didaerah DeliSerdang disebut dengan nama tarian gambus (T.Luckman Sinar 1998:14). Gambus adalah suatu alat musik petik (kordofon) yang sumber bunyinya berasal dari senar yang digetarkan dan bentuk lehernya lebih panjang daripada badannya (long neck lute). Alat musik ini terbuat dari batang kayu nangka (artocarpus integra sp) dan di daerah Sumatera Utara (khususnya kota Medan) biasa disebut dengan gambus belalang. Panjang gambus ini bervariasi antara 80 cm sampai 100 cm dan memiliki senar paling sedikit 3 senar dan biasaya double 33 (1 nada 2 senar) ditambah senar tunggal untuk nada yang paling rendah, namun ada juga yang terdiri dari 12 senar. Fungsi dimainkannya alat musik gambus ini ialah sebagai pembawa melodi dalam sebuah ensambel musik Melayu khususnya ensambel musik zapin dan gambus. Berikut ini akan penulis gambarkan struktur gambus yang digunakan oleh Nasri Effas. Gambar 3.1 Gambus yang digunakan Nasri Effas Sumber : dokumentasi penulis 34 3.2 Musik Zapin Sumatera Utara Musik adalah salah satu media ungkap kesenian. Kesenian adalah salah satu daripada unsur kebudayaan universal. Musik mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya. Di dalam musik, terkandung nilai-nilai dan normanorma yang menjadi bagian dari proses enkulturasi budaya, baik dalam bentuk formal maupun informal. Musik itu sendiri memiliki bentuk yang khas, baik dari sudut struktural maupun genrenya dalam kebudayaan. Demikian juga yang terjadi dalam kebudayaan musik Melayu. Pertunjukan musik tradisional mengikuti aturan-aturan tradisional. Pertunjukan ini selalu berkaitan dengan penguasa alam, mantera (jampi) yang bertujuan menjauhkan bencana, mengusir hantu atau setan. Musik tradisi Melayu berkembang secara improvisasi, berdasarkan transmisi tradisi lisan. Setiap musik mempunyai nama tertentu dan alat-alat musik mempunyai legenda asal-usulnya. Pertunjukan musik mengikuti aturan dan menjaga etika permainan. Kesenian Melayu, termasuk zapin adalah bahagian dari seni pertunjukan Indonesia dan dunia Melayu sekali gus. Pertumbuhan dan perkembangan seni pertunjukan dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, tidak lepas dari pertumbuhan dan perkembangan kehidupan kesenian dan kebudayaan Indonesia, yang terdiri berbagai suku bangsa, yang melahirkan kesenian yang sangat beragam dan bersumber dari identitas etnik setempat. Akar budaya seni pertunjukan Melayu, merupakan budaya yang diwarisi dari masa sebelum datangnya pengaruh luar dan terus ditransformasikan saat datangnya pengaruh dari luar. Akar budaya seni pertunjukan ini menjadi bagian dalam memperkuat jati 35 diri seni dan masyarakat Melayu itu sendiri. Kebudayaan Melayu sendiri merupakan kebudayaan yang terbuka yang mau menerima kebudayaan luar tanpa menghilangkan unsur budaya aslinya dalam konteks akulturasi. Sehingga terciptalah kekhasan tersendiri dalam musik Melayu. Seperti salah satu contoh seni pertunjukan Melayu yang cukup populer sekarang ini yaitu zapin. Dalam genre seni ini, dapat dilihat pengaruh unsur budaya Arab yang sangat kental sekali, baik dari struktur melodi, ritme, pertunjukan, penonton, dan pendukung budayanya. instrumen, lirik, tari, Zapin-zapin yang masih hidup dan masih bertahan di bumi Melayu, memberikan corak warna gubahannya yang spesifik kedaerahan sebagai wujud prilaku komunitas Melayu itu sendiri dalam aktivitas sehari-hari. Dengan demikian, walau zapin ini berasal dari Arab, oleh orang-orang Melayu zapin juga mengalami kreativitas disesuaikan dengan cita rasa seni dan keperluan kebudayaan etnik Melayu. Bahkan di Alam Melayu dikenal dua jenis zapin yaitu zapin Arab dan zapin Melayu. Hamzah Ahmed (1984:71) mengatakan bahwa zapin lahir pada tahun keenam masa ketika terjadi gencatan senjata dengan or ang-orang kafir Mekah, pada waktu anak puteri Saidina Hamzah ingin ikut Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Padahal dalam perjanjian, orang-orang pelarian Mekah itu harus di kembalikan. Pihak Nabi Muhammad tidak mau. Lalu siapa yang menjadi pengasuh anak itu? Nabi Muhammad menunjuk Ja’far yang dengan girangnya menari-nari mengangkat kaki bersama Saidina Ali. Inilah diperkirakan sejarah awal munculnya zapin dalam peradaban (tamadun) Islam. 36 Zapin kemudian berkembang ke Persia (Farsi2) dan ke Nusantara, yaitu zapin ala Hijaz. Menurut Mohd Anis Md.Nor (1997:116-117) pertama kalinya kesenian zapin mulai masuk ke istana-istana di Nusantara adalah di Sumatera dan Kalimantan. Penari zapin yang terlatih mahir ujiannya adalah berzapin di tikar rotan yang licin dilapisi dengan permadani. Per madani di atas tikar rotan itu tidak boleh bergesersedikit pun. Apabila hal itu terjadi, hukumannya selama tiga bulan kumpulan itu tidak boleh lagi menghibur di istana. Begitulah halusnya langkah dan gerak tari zapin yang menurut asalnya zapin itu ditarikan sebagai kesenian yang bernafaskan Islam. Kesenian zapin masuk ke Nusantara sejalan dengan berkembangnya agama Islam sejak abad ke 13 Masehi. Para pedagang dari Arab dan Gujarat yang datang bersama para ulama dan senimannya, menyusuri pesisir Nusantara. Zapin tersebut kemudian berkembang di kalangan masyarakat pemeluk Islam. Sekarang kita dapat menemukan zapin hampir di seluruh pesisir Nusantara, seperti di: pesisir timur Sumatera Utara, Semenanjung Malaysia, Serawak, kepulauan Riau, pesisir Kalimantan, Jambi, Brunai Darussalam, dan lainnya. Hingga saat ini zapin tetap menjadi khazanah budaya Melayu yang masih digemari oleh berbagai lapisan masyarakat. Kesenian ini juga sangat populer. Zapin itu sendiri terdapat di kalangan istana-istana Melayu dan di tengah-tengah masyarakat awam. 2 Pada masa Nabi Muhammad hidup, Persia ini dikenal dengan nama Farsi yang wilayahnya mencakup beberapa kawasan di Timur Tengah. Mereka saat awal itu beragama Majusi dan menyembah api. Pada saat itu terjadi peperangan antara Persia dan Romawi yang agama resminya adalah agama Kristen. Umat Islam saat itu lebih cenderung membela Romawi karena “kedekatan” tauhid dan kepercayaan kepada Tuhan. Ketika tentara Romawi dapat ditaklukan oleh tentara Persia, maka gundah gulanalah umat Islam. Namun Tuhan berjanji akan segera memenangkan tent ara Romawi, dan kemudian janji Tuhan it u terbukt i. Kini wilayah Persia it u mencakup sebahagian besar Republik Islam Iran dan sebahagian Irak. Mereka umumnya beragama Islam (mazhab Syiah). 37 Secara etimologis, kata zapin berasal dari Bahasa Arab, yang memiliki berbagai makna. Kata zapin sendiri berkaitan dengan kata-kata turunan seperti zafa, zaffa, zafana, zaffan. Jika ditelisik lebih jauh, memang semua kata itu dalam bahasa Arab memiliki hubungan dengan kata tari bahasa Melayu. Namun sebelum dibedah maknanya, alangkah baik jika kita lihat dahulu arti kata zapin dalam Wikipedia Indonesia (Muhammad Takari 2008:11). Zapin berasal dari bahasa Arab yaitu kata “Zafin” yang mempunyai arti pergerakan kaki cepat mengikuti rentak pukulan. Zapin merupakan tarian rumpun Melayu yang mendapat pengaruh dari Arab. Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan sebagai media dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang didendangkan. Musik pengiringnya terdiri dari dua alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas. Sebelum tahun 1960, zapin hanya ditarikan oleh penari laki-laki namun kini sudah biasa ditarikan oleh penari perempuan bahkan penari campuran laki-laki dan perempuan. Tari zapin sangat banyak ragam gerak tariannya, walaupun pada dasarnya gerak dasar zapinnya sama, ditarikan oleh rakyat di pesisir timur dan barat Sumatera, Simenanjung Malaysia, Serawak, Kepulauan Riau, pesisir Kalimantan dan Brunei Darussalam (sumber:http/id.wikipedia.org/wiki/Zapin). Berdasarkan kutipan tersebut seperti terurai di atas, maka dapat dikatakan bahwa istilah zapin yang berasal dari bahasa Arab. Kemudian zapin adalah salah satu tari Melayu, yang diadopsi dari Arab. Zapin adalah media enkulturasi dakwah Islam. Ensambel musik terdiri dari dua peran yaitu yang membawa melodi adalah alat musik petik (gambus atau ‘ud) dan pembawa ritme yaitu tiga buah alat pukul kecil (maksudnya gendang marwas). Awalnya ditarikan oleh laki-laki, akhirnya perempuan, atau campuran laki-laki dan perempuan. 38 Menurut kajian Mohd Anis Md Nor, bahwa di dunia Melayu zapin adalah sebuah genre seni pertunjukan yang didalamnya menampilkan tarian serta musik. Biasanya tarian zapin dipersembahkan oleh penari laki-laki. Seperti yang dikutipnya dari Winsted, kata zapin berasal dari bahasa Arab, yang banyak yang digunakan oleh orang Melayu Johor. Zapin dalam bahasa Arab ini menurut Wilkinson adalah tarian yang dilakukan dua orang penari laki-laki. Kata turunan zapin yaitu zaffa maknanya adalah sehelai kain yang dibawa oleh pengantin wanita kepada mempelai laki-laki dalam prosesi pernikahan. Kemungkinan besar pula istilah zapin ini disesuaikan dengan lidah orang Melayu sehingga besar kemungkinan pula memiliki makna yang lain. Namun arti-arti itu jika ditelusuri dari bahasa Arab memiliki makna yang dekat, seperti maknanya adalah upacara pernikahan atau menari untuk upacara pernikahan. Kata zapin ini pula tidak dapat dihubungkan dengan kegiatan menari yang bertujuan untuk memperoleh uang yang disebut dengan kegiatan raqasa (Muhammad Takari 2008:21) Menurut pendapat para ahli sejarah seni Melayu, Luckman Sinar (2010) dan Mohd Anis Md Nor (1995) zapin adalah berasal dari Yaman Selatan (Hadramaut) merupakan sejenis ir ama atau rentak dalam seni musik tradisional. Zapin juga adalah sejenis tarian rakyat Arab. Perkataan zapin berasal dari kata alzaffan, yaitu gerak kaki. Sebutan zapin umumnya dijumpai di Sumatera Utara dan Riau, sedangkan di Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu menyebutnya dana. Julukan bedana terdapat di Lampung sedangkan di Jawa umumnya menyebut zafin. Masyarakat Kalimantan cenderung memberi nama jepin, di Sulawesi 39 disebut jippeng, dan di Maluku lebih akrab mengenal dengan nama jepen. Sementara di Nusa Tenggara dikenal dengan julukan dana-dani. Di Nusantara, zapin dikenal dalam dua jenis, yaitu zapin Arab yang mengalami perubahan secara lamban, dan masih dipertahankan oleh masyarakat keturunan Arab. Jenis kedua adalah zapin Melayu yang ditumbuhkan oleh para ahli lokal, dan disesuaikan dengan linkungan masyarakatnya. Kalau zapin Arab hanya dikenal satu gaya saja, maka zapin Melayu sangat beragam dalam gayanya. Begitu pula sebutan untuk tari tersebut tergantung dari bahasa atau dialek lokal di mana dia tumbuh dan berkembang. Zapin juga merupakan sejenis rentak atau irama dalam seni musik tradisional Melayu (yang di sampingnya ada senandung mak inang, lagu dua, patam-patam, ghazal, hadrah, dan lain-lain). Zapin merupakan salah satu genre dalam seni pentas pertunjukan Melayu yang di dalamnya mencakup musik (rentak/ritme), tari, serta lagu. Apabila rentak zapin itu didendangkan, maka musik itu dinamakan dengan musik zapin. Seperti apa yang dikatakan oleh Fadlin Dja’far, bahwa struktur rentak atau ritem zapin di Sumatera Utara khususnya di Medan, dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori : (1) rentak induk atau dasar dan (2) rentak anak atau peningkah. Rentak induk dibentuk oleh tanda birama 4/4, sedangkan rentak peningkah dikembangkan berdasarkan rentak induk dengan struktur mengikut estetika para pemain musiknya. Zapin di samping memiliki meter 4, juga memiliki struktur musik yang cukup jelas. Membicarakan masalah struktur musik, mencakup pembahasan yang sangat luas apabila keseluruhan aspek musik yang terdapat dalam musik tersebut 40 dikaji. Oleh karena itu pembahasan tentang struktur musik dalam tulisan ini adalah menyangkut masalah pola-pola penggarapan alat musik gambus berdasarkan karakter suara (timbre), teknik permainan dan juga bentuk-bentuk komposisi musik yang biasanya dimainkan oleh alat musik gambus. Ensambel musik zapin Melayu, pembawa melodi adalah gambus, akordion dan biola, sedangkan pembawa temponya adalah marwas dan gendang. Gerakan tari zapin harus menampilkan gerak tari yang sopan dan menjunjung tinggi adat resam Melayu. Tidak melompat, mengangkat kaki tinggitinggi, berguling-berguling, dan tidak saling bersentuhan pada lawan jenis, seperti mengendong yang tidak sesuai dengan kaedah sopan santun adat Melayu yang berpaksikan kepada ajar an agama Islam. Sebab tari zapin itu sendiri bernafaskan Islam. Sekar ang banyak kita temukan zapin tradisi yang berkembang menjadi tari Zapin kreasi baru, yang telah mengalami pergeseran nilai-nilai budaya yang hampir kehilangan identitasnya. Timbulnya pembaharuan-pemabaharuan dari zapin tradisi ke bentuk zapin kreasi baru ini mulai dir asakan pada tahun 1960-an. Demikian pula bila rentak zapin itu dinyanyikan maka lagu tersebut dinamakan dengan lagu zapin. Dari segi teks, nyanyian zapin ini di samping bersifat edukatif dan didaktik sekaligus menghibur tetapi juga digunakan sebagai media dakwah Islam dengan syair atau pantun-pantun Melayu yang didendangkan, bisa pula lebih ke arah etika pergaulan secara umum, ataupun pesan-pesan jenis lain, baik dengan tema percintaan, nasihat, pandangan hidup, dan lain sebagainya. Lagu-lagu tersebut akan penulis 41 analisis melalui teori semiotik. Penyajian musik zapin dapat saja hanya di iringin musik instrumental, atau tanpa teks pantun Melayu yang dinyanyikan (vokal). Dari uraian di atas tergambar dengan jelas bahwa seni zapin sangatlah penting di dalam kebudayaan Melayu. Seni zapin ini mengekspresikan sejarah masuknya peradaban Islam ke dalam kebudayaan Melayu. Dalam seni zapin juga terkandung proses kreativitas seniman Melayu dalam mengolah zapin Arab menjadi zapin Melayu. 3.3 Jenis Alat Musik Melayu Berdasarkan sistem klasifikasi yang ditawarkan oleh Curt Sachs dan Eric M. Von Hornbostel (1914), maka keseluruhan alat-alat musik Melayu Sumatera Utara dapat dikelompokkan ke dalam klasifikasi: (1) idiofon, penggetar utamanya badannya sendiri; (2) membranofon, penggetar utamanya membran; (3) kordofon, penggetar utamanya senar; dan (4) aerofon, penggetar utamanya kolom udara (Hornbostel dan Sach 1914). Dalam kebudayaan musik Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara, alatalat musik yang termasuk ke dalam klasifikasi idiofon adalah: tetawak, gong, canang, calempong, ceracap (kesi), dan gambang. Alat musik yang termasuk ke dalam klasifikasi membranofon adalah: gendang ronggeng, gendang rebana (hadrah, taar), kompang, gendang silat (gendang dua muka), gedombak, table, dan baya. Alat-alat musik kordofon diantaranya adalah: ‘ud, gambus, biola, dan rebab. Alat-alat musik aerofon diantaranya adalah: akordion, bangsi, seruling, nafiri, dan puput batang padi (Muhammad Takari dan Heristina Dewi 2008:114-115). 42 Dari keberadaan alat-alat musik yang dipergunakan, kita dapat melihat bahwa etnik Melayu mempunya alat-alat musik yang berciri khas dari alur utama kebudayaan dan juga menyerap musik luar dengan tapisan budaya. Transformasi yang terjadi adalah untuk pengkayaan khasanah. Keberadaan alat-alat musik tersebut juga mengalami proses kesejarahan. Misalnya alat musik pra-Islam contohnya adalah gong, tetawak dan gendang ronggeng. Kemudian selepas masuknya Islam mereka juga menyerap alat-alat musik khas Islam seperti ‘ud dan gedombak (darabuka). Kemudian dengan masuknya Portugis, Inggris, dan Belanda, mereka menyerap alat-alat musik akordion dan biola. Kemudian diteruskan dengan mengambil alat musik saksofon, klarinet, trumpet, drum trap set, gitar akustik, gitar elektrik, dan yang terkini adalah keyboard. Walaupun mempergunakan alat musik dari kebudayaan luar, namun struktur musiknya khas garapan Melayu. Selain itu, musik dari luar ini dianggap menjadi bagian dari musik tradisi Melayu. Dari keadaan ini tampaklah bahwa proses transformasi sosiobudaya musik mengikuti sejarah budaya seperti yang telah diuraikan diatas. Rebab Melayu Darabuka 43 Akodion Marwas Gendang Ronggeng Gambar 3.2 alat musik melayu Sumber : Internet Berikut ini akan penulis jelaskan tentang beberapa jenis alat musik Melayu khususnya alat musik Melayu Indonesia. 3.3.1 Rebab Termasuk alat musik kordofon (lute type) yang kegunaannya sebagai musik melody solo. Di jaman dahulu kala di Persia terdapat rebab bertali satu yang digunakan untuk mengiringi diklamasi yang disebut “rebab ul Shaer”. Rebab berasal dari Timur Tengah, kemudian ke Persia dan India, barulah kemudiannya mencapai di kepulauan nusantara (Al-Farabi 870-950 M, di dalam 44 bukunya “Kitab Al-Musiqi al Kabir”) pada abad 11 M, alat musik rebab telah dilukiskan pada dinding Candi Borobudur. Perkataan rebab pada orang Arab adalah “rabab” yang disempurnakan dengan alat gesek, kemudian tersebar luas melalui Khalifah Islam di Cordoba (Spanyol) di abad ke 8 M. Lalu menyebar ke Eropah Barat sehingga berbentuk cello dan kemudian menjadi biola seperti yang diketahui sekarang. Melalui Turki dan Asia Tengah, ia masuk ke Persia, India, Tiongkok, kemudian ke Asia Tenggara. Di Afganistan ia disebut “rubab”, tetapi dalam bahasa Persia disebut “rabab” yang artinya kumpulan alat-alat musik gesek. Sedangkan di India ada alat musik yang namanya “sarod” berasal dari rebab yang dibawa dari Timur Tengah. Rebab mempunyai peranan yan tinggi, sebagaimana halnya biola di negeri Barat, demikian jugalah rebab di tanah Melayu. Penghormatan terhadap rebab dimungkinkan karena alat ini mempunyai keterkaitan dengan upacara yang bersifat gaib. Suara rebab dapat terdengar tinggi. Karena kedudukannya yang dianggap tinggi, rebab sering diukir dan dihias baik kepalanya (kecopong) maupun batangnya (shaft). Batang pinggang ramping dan biasanya terbuat dari kayu leban, panjang 3 kaki 6 inci, biasanya diukir dari ujung kepala sampai akhir batanya. Tali (dawai) rebab ada 3 dan 2 buah dimainkan sekaligus bersama-sama. Nadanya E, A dan E tinggi, ada juga G, D, A. Gesekannya terbuat dari kayu yang diukir dan bercemara, kemudian dimainkan seperti menggesek cello. Batangnya memanjang melalui badannya yang disebut “tempurung” dan muncul lagi di bawah sebagai kakinya. Lebar di 45 atas kira-kira 8 inci, yang dibawah 4 ½ inci dan tebalnya 2 inci, tempurung biasanya terbuat dari kulit kerbau. Ada juga yang disebut “susu” yang melengket pada kulit yang kegunaannya untuk menekan suara (resonance). Cemara untuk gesekan terbuat daripada ekor kerbau atau sabut kelapa. Pemain rebab meletakkan ibu jari kanannya di samping kepala gesekan dan jari ke 2 dan ke 3 dibawah, lalu jari ke 4 dan 5 mengeraskan tali. Tali gesekan dimainkan pada bagian atas tempurung. Belakang daripada rebab itu menghadap kepada pemainnya. 3.3.2 Gendang Panjang Gambar 3.3.2 Gendang Panjang Sumber : Internet Di India disebut “dhol”. Gendang panjang ini kedua sisinya ditutupi kulit. Selalu dimainkan dua buah, yang besar disebut “induk” dan yang agak kecil bentuknya disebut “anak”. Panjangnya rata-rata 21 inci terbuat darpada kayu merbau yang kerasa dan tahan lama. Atu sisinya lebih kecil daripada sisinya yang lain. Gendang anak kulitnya terbuat dari kulit kambing sedangkan gendang induk kulitnya terbuat dari kulit kerbau. Kulit yang terletak di kedua sisinya itu diikat dengan rotan yang dibelitkan. 46 Untuk memainkan gendang panjang ini diperlukan keahlian tangan dan jari-jari lincah, kecepatan, dan pandai meningkah menurut irama. Di dalam musik untuk mengiringi silat. Biasanya gendang panjang ini dipukul dengan buah rotan. 3.3.3 Gedombak Gambar 3.3.3 Gedombak Sumber: Internet Gedombak dalam bahasa Arab disebut “darabuka”, di Turki menyebutkan “deblak”, di Siam menyebutkan “thon”, sedangkan di Persia menyebutnya “dompak”. Gendang ini berbentuk kerucut dengan kepalanya bulat besar di taruh kulit kambing, sedangkan ekornya terbuka guna utnuk mendengarkan suara dengan cara membuka dan mengatupkannya. Di beberapa negeri Melayu, gedombak ini hanya dipergunakan dalam musik Melayu utnuk Menora, Wayang Orang (Kelantan, Patani) tetapi di Serdang dan di Kepulauan Riau pernah juga dipakai dalam musik Makyong. Gedombak besar disebut “induk” dan yang kecil disebut “anak”. 47 3.3.4 Geduk Gambar 3.3.4 Geduk Sumber: Internet Geduk adalah jenis gendang yang dua sisinya berkulit, tetapi hanya satu sisi yang dimainkan, sedangkan sisinya yang lain diletakkan di bawah. Memainkannya dengan kayu pemukul (stick). Gendang induknya 15 inci besarnya dan gendang anaknya 12 inci dengan garis tengahnya 9 inci. Untuk memperkuat rotan pada pengikat kulitnya, ditambahkan lagi satu barisan ganda kayu. Geduk ini di pakai pada permulaan Wayang Kulit Melayu atau Makyong. 3.3.5 Gong Gambar 3.3.5 Gong Sumber: Internet 48 Gong termasuk di dalam golongan idiophone atau bahasa Sankritnya Ghana vadya. Gong sudah lama tercantum pada ukiran candi-candi di tanah Jawa Timur, tetapi tidak terdapat di candi-candi Jawa Tengah. Gong yang diperbuat dari perunggu ini, sudah dikenal lama baik melalui persuratan naskah-naskah maupun dalam ukiran di candi. Di Candi Kembar di Muara Jambi, dalam suatu penggalian sejarah telah diketemukan sebuah gong yang bertuliskan Cina yang diduga dari abad ke 13 M, dimana terdapat nama seorang pejabat kerajaan. Di Tiongkok pada pemerintahan Raja Hsuan Wu pada tahun 500-516 M telah dikenal gong yang saat itu disebut “sha-lo” dan memiliki bunyi yang sangat keras jika dipukul, gong ini berasal dari Hsi Yu yaitu sebuah daerah antara Tibet dan Burma. Kemungkinan besar ada kesamaan dengan gong yang berada di Korea (cing dan di Assam caro). Menurut penelitian, India juga mengenal gong, tetapi mendapat pengaruh dari Asia Tenggara yang mendapatnya pula dari China. Ketibaan gong di nusantara dapat dipetik dari kronik dinasti Tang (618 – 906 M) buku 222, bahwa raja P’oli naik gajah dengan iringan gendang dan gong. Untuk orang Melayu, sejenis Gong yang agak tebal sisinya disebut Tetawak yang biasanya dipakai untuk mengiringi tarian joget. Juga dipergunakan untuk mengiringi teater tradisional semacam Makyong. Untuk Menora, Mendu, Wayang Kulit Melayu dipakai 2 buah gong. Yang induk bernada C dan gong anak bernada G. disamping itu sejenis gong kecil yang lantang suaranya disebut Canang yang dipakai untuk menyampaikan berita. 49 Gong yang lebih kecil disebut Telempong atau Kromong berdiameter 6 ½ inci diletakkkan pada sebuah alat dengan mukanya ke atas yang dipukul dengan kayu. Kegunaan telempong ini ialah mengulangi melodi dasar. Ada juga Gong yang besar yang disebut “Mong” bernada C yang dipakai bersama-sama 2 buah Tetawak dan Mong menyelinginya. Gong dianggap mempunyai tenaga gaib sehingga pantang dilangkahi. Gong Melayu terbuat dari gangsa dan berbusut. Gong yang tidak berbusut (gong ceper) menunjukkan pengaruh dari Siam atau Cina. 3.3.6 Serunai Gambar 3.3.6 Serunai Sumber: Internet Alat musik yang tergolong alat tiup ini sudah tua sekali usianya, dan sudah ada sejak zaman Mesir Kuno, ianya juga telah dipakai di tanah Arab sekitar 3000 tahun yang lalu. Mulanya dipakai oleh balatentara, tetapi sejak 1000 tahun kemudian sudah pula mulai dipakai untuk mengiringi tarian, lagu-lagu pada upacara perkawinan atau menyambut tamu agung dan sebagai tanda waktu. Diantara bahasa Ara disebut “Zuma”, Cina menyebutnya “Sona”, di India menyebutnya “Sahnay”, bahasa Persia “Surnay”. Alat ini berkembang ke Eropah 50 Barat dan menjadi cikal bakal dari oboe dan klarinet sekarang. Kemudian sampai ke Turki, ke Persia, terus ke Timur jauh dan ke Asia Tenggara melalui India. Dari bentuk Serunai ini, ada lagi diciptakan di India dengan jenis yang lebih besar dan disebut dengan “Nagasvaram”. Serunai dimainkan dengan menjaga aliran udara melalui lobangnya dan mendapatkan nada (pitch) dengan menutup lobang-lobang yang ada. Panjang batangnya sekira 18 inci, kemudian ada “lidah Serunai” yang terbuat dari daun kelapa atau nibung yang juga disebut “pipit”. Sedangkan pipit yang satu lagi dibiarkan tergantung diikatkan dengan benang di alat tersebut sebagai serap. Pipit masuk ke mulut dan menghembus dengan pipi digembungkan. Umumnya ia tidak memainkan melodi, tetapi hanya sebagai obligato accompaniment pada sesebuah orkes atau pada nyanyian. Ada 7 lobang dan sebuah di sebelah bawah. Meskipun kesemuanya ada 8 lobang, tetapi hanya 5 lobang yang dapat dimainkan sekaligus dengan berbagai nada di mana nada umumnya adalah C. Tiga lobang di atas bernada G, A dan B. Lobang ke 5 dan ke 6 bernada D dan E, sedangkan lobang ke 7 merupakan nada antara. Jika lobang yang berada di sebelah bawah ditutupkan, maka nada akan naik satu oktaf. Biasanya dalam lagu untuk pengiring silat dan inai, serunai dimainkan dengan hembusan panjang dengan bergaya tanpa melodi tertentu. Dan Serunai ini termasuk pada alat-alat Nobat Diraja Melayu. 51 3.3.7 Gambang Gambar 3.3.7 Gambang Sumber: Internet Adalah jenis alat musik yang menyerupai ataupun sama dengan Saron (Jawa) dan Garantung (Batak). Yang memiliki 7 bilah kayu dengan nada 7, diletakkan di atas suatu tempat semacam puan dan bilah-bilah kayu itu dipukul dengan kayu. Ada juga gambang yang lebih dari 7 nada atau lebih dari satu oktaf dan dimainkan selaku melodi, tetapi alat musik sudah jarang terlihat ini. 3.3.8 Kesi Gambar 3.3.8 Kesi Sumber: Internet Kesi adalah sepasang cymbal kecil terbuat dari campuran tembaga juga dengan ukuran 2 inci dan disatukan dengan tali untuk pegangannya, kemudian saling dipukulkan menurut tempo tertentu. Kesi ini juga sering dipergunakan dalam musik Makyong. Dan alat ini kemungkinan berasal dari Hindia Belakang. Alat ini juga dikenal di Laos, Burma dan Cina. 52 3.3.9 Rebana Gambar 3.3.9 Rebana Sumber: Internet Juga disebut “Tar” (bahasa Arab). Di Cina Selatan menyebutnya “Daira”, di Maroko disebut “Bendir”. Alat gendang rebana ini menyerupai gendang joget, dan hanya satu sisinya yang ditutupi kulit kambing yang dipakukan kepada dinding kayu bulat, ditambah pula dengan gemerincing bulat. Ada juga yang jenis besar disebut Rebana (mini) disebut “Kompang” dan dimainkan mengiringi Rodat. Ketika mengiringi pengantin atau tamu agung yang tiba. Iramanya bertingkah (inter locking). 3.4 Struktur Musik Zapin Struktur musik zapin pada umumnya menggunakan unsur budaya Melayu, Arab, India dan Barat. Tangga nada yang digunakan menunjukkan proses akulturasi yang terus menerus, yaitu mayor dan minor barat dengan pembagian minor natural, minor harmonik, minor melodik dan zigana. Begitu juga dengan modus-modus yang digunakan yaitu modus dari Timur Tengah seperti rast, bayati, husaini, ziharkah, sikkah, yaman sikkah, dukkah hijaz. Melodi zapin dengan teknik strofik yaitu bentuk melodi sama atau hampir sama dengan teks lagu (Fadlin Ja’afar dalam Moh. Anir Md Nor 2000:207). 53 Minor natural : a – b – c – d – e – f – g – a Jarak interval :1 – ½ - 1 – 1 – ½ - 1 – 1 Minor harmonik : a – b – c – d – e – f – gis – a Jarak interval : 1 – ½ - 1 – 1 – ½ - 1 ½ - ½ Minor melodik : a – b – c – d – e – fis – gis – a Jarak interval : 1 – ½ - 1 – 1 – 1 – 1 – ½ Minor zigana : a – b – c – dis – e – f – gis – a Jarak interval : 1 – ½ - ½ - 1 ½ - ½ - 1 ½ - ½ 3.4.1 Bentuk Komposisi Dalam permainan ansambel musik zapin, penyajian suatu komposisi dimulai dengan lagu pembuka (taqsim), lagu pokok dan pola penutup. Dibawah ini penulis akan menjelaskan tentang salam pembuka (taqsim), lagu pokok dan pola penutup yang terdapat dalam ansambel musik zapin. 3.4.1.1 Salam Pembuka (taqsim) Pembuka (taqsim) dalam sebuah ansambel musik zapin adalah merupakan permainan suatu pola melodi yang bertujuan untuk menyelaraskan irama dan tempo dengan instrumen lainnya, dan sekaligus sebagai pengantar untuk memainkan lagu pokok. Biasanya pada bagian taqsim ini, gambus berimprovisasi sesuai dengan tangga nada lagu pokok dan sifatnya free meter. Pada bagian ini juga biasanya para penari masuk ke pentas dengan disertai gerak sembah. Berikut taqsim yang biasa dimainkan Nasri Effas pada lagu dan merupakan ciri khas dari Nasri Effas: 54 Gambar 3.3.1.1 Taqsim dengan notasi perskriptif yang dimainkan Nasri Effas Sumber : dokumentasi penulis 55 3.4.1.2 Lagu Pokok Lagu pokok adalah merupakan isi dari sebuah repertoar lagu. Pada lagu pokok ini, syair mulai didendangkan, dimulai dengan syair-syair pantun maupun berisikan nasihat-nasihat. Dalam permainan gambus, pada bagian lagu pokok ini nada-nada yang dimainkan adalah sama dengan nada vocalnya. Pada dasarnya hanya ada penambahan pada saat berakhirnya satu bait pantun. 3.4.1.3 Salam Penutup (Taqtum) Salam penutup (taqtum) atau tahto merupakan bagian akhir dari sebuah reportoar lagu. Pada musik barat biasanya disebut dengan coda. Nasri Effas memberikan dua jenis taqtum yang biasa ia mainkan. Berikut ini akan dijelaskan dengan notasi berupa gambar jenis-jenis taqtum Nasri Effas. Gambar 3.3 Taqtum versi pertama Sumber : dokumentasi penulis 56 Gambar 3.3 Taqtum versi kedua Sumber : dokumentasi penulis 57 BAB IV TEKNIK PERMAINAN GAMBUS OLEH NASRI EFFAS 4.1 Posisi Memainkan Posisi memainkan gambus pada umumnya ada tiga posisi, yaitu posisi duduk bersila, duduk dikursi, dan posisi berdiri. Berikut akan dimuat gambargambar tentang posisi memainkan alat musik gambus. 4.1.1 Duduk Bersila Kedua kaki dilipat (bersila), tangan kanan sebagai pemetik senar dengan menggunakan plektum dan juga berfungsi sebagai penahan berat gambus dan posisinya diujung penyangga gambus, sedangkan tangan kiri posisinya dibagian leher gambus dan berfungsi sebagai penekan nada. Gambar 4.1.1 Posisi duduk bersila Sumber : dokumentasi penulis 58 4.1.2 Duduk di Kursi Kedua kaki sebagai penopang berat gambus, tangan kanan sebagai pemetik senar dan tangan kiri berfungsi sebagai penekan nada yang ada pada bagian leher gambus. Gambar 4.1.2 Posisi Duduk Dikursi Sumber : dokumentasi penulis 4.1.3 Berdiri Tangan kanan penopang berat dan dikaitkan dibawah ekor gambusnya. Tangan kiri sebgai penekan nada dibagian leher gambus. Gambar 4.1.3 Posisi Berdiri Sumber : dokumentasi penulis 59 4.2 Cara Memetik Menurut Nasri Effas, cara memetik gambus sangat bervariasi, bahkan setiap orang bermain gambus dibagian cara memetik pasti memiliki perbedaan. Nasri Effas sendiri lebih dominan memetik gambus dengan cara memetik senar kebawah (down picking). Berbeda halnya dengan memetik alat musik gitar yang biasanya up down picking. 4.3 Penjarian (fingering) Penjarian biasanya dilakukan untuk menemukan tangga nada apa yang akan dimainkan. Pada saat penulis melakukan wawancara, Nasri Effas mengatakan bahwa penjarian yang biasa ia lakukan adalah tergantung lagu apa yang ia ingin mainkan. Namun pada umumnya, ia melakukan penjarian dengan tangga nada A minor harmonis yaitu : a – b – c – d – e – f – gis – a. Gambar 4.3 Penjarian (fingering) Sumber : dokumentasi penulis 60 4.4 Pelarasan (tunning) Pelarasa (tuning) adalah salah satu hal yang sangat dibutuh bagi seorang musisi. Pada pelarasan alat musik gambus, hal yang utama adalah nada yang dihasilkan senar yang paling bawah sampai paling atas kita tahu terlebih dahulu. Pelarasan (tunning) yang digunakan Nasri Effas pada gambusnya adalah : Senar paling bawah (senar 1) : Nada D Senar 2 : Nada A Senar 3 : Nada E Senar 4 : Nada B Senar paling atas (senar 5) : Nada E rendah Namun, senar tunggal yang paling atas (senar 5) sangat jarang digunakan Nasri Effas dalam pengisian lagu-lagu. Nasri Effas hanya menggunakan 4 senar saja, yaitu senar 1, senar 2, senar 3, dan senar 4. Gambar 4.4 Pelarasan (tunning) Sumber : dokumentasi penulis 61 4.5 Cara Belajar Menurut Nasri Effas, cara belajar yang paling penting yaitu melalui banyak mendengar apa saja musik Melayu, khususnya musik zapin yang mana didalamnya yang paling dominan adalah alat musik gambus. Jika dengan mendengar dan memahami tangga nada apa yang digunakan maka akan semakin cepat pula kita mengaplikasikannya kedalam gambus. Hal inilah yang dialami Nasri Effas, solfeggio (solfes/feeling) yang dia milikinya sangat membantunya dengan cepat mengaplikasikannya ke alat musik apapun itu terkhususnya alat musik gambus. Nasri Effas sudah sangat lama mengenal musik Melayu bahkan sejak Nasri Effas masih duduk di bangku sekolah dasar. Maka secara spontanitas lagu-lagu yang ia dengarkan sejak kecil itu membuatnya hafal dan fasih dengan nada-nadanya. Dan memainkannya kedalam gambus pun ia sudah tidak ragu-ragu lagi. 4.6 Improvisasi Improvisasi adalah bagian yang sangat umum digunakan pada saat salam pembuka (taqsim) pada sebuah repertoar lagu. Pada bagian ini pemain gambus berimprovisasi sesuai tangga nada yang disepakati oleh pemain musik lainnya seperti biola, akordion dan si penyanyi. Improvisasi dapat dibagi atas 3 bagian yaitu : 4.6.1 Gerenek Gerenek adalah gerakan jari tangan kiri yang bergerak cepat di ikuti dengan petikan tangan kanan yang cepat pula. Dalam musik barat biasanya disebut dengan triplet atau melismatic yaitu dua atau lebih nada yang dimainkan 62 secara cepat. Namun pada nada vocal biasanya satu huruf yang memiliki dua atau lebih nada. Pada bagian ini juga picking tangan kanan haruslah menggunakan teknik picking up down yang sangat cepat. Gambar 4.6.1 Gerenek Sumber : dokumentasi penulis 4.6.2 Cengkok Cengkok adalah teknik yang digunakan untuk memperindah gaya improvisasi gambus. Didalam musik barat biasa dikenal dengan legato (berayun). Pada alat musik gambus cengkok ini dapat dilihat pada saat si pemain gambus melakukan teknik slide (geser), baik itu slide meninggi maupun slide merendah. Gambar 4.6.2 Cengkok Sumber : dokumentasi penulis 63 4.6.3 Patah-patah Patah-patah adalah teknik yang menggunaka dasar musik barat yaitu staccato. Pada bagian ini nada-nada yang dimainkan menjadi putus-putus sesuai hentakan atau petikan tangan kanan dan lompatan jari pada tangan kiri. Dalam alat musik barat khususnya gitar teknik ini disebut juga dengan teknik hammer on dan pull off. Hammer on artinya dari nada yang rendah ke nada yang tinggi pada satu senar, dan sebaliknya pull off artinya dari nada yang tinggi ke nada yang rendah pada satu senar. Gambar 4.6.3 Patah-patah Sumber : dokumentasi penulis 4.7 Analisis Melodi Pada Lagu Zapin Untuk menganalisa melodi gambus, penulis terlebih dahulu mendengarkan rekaman vidio yang penulis rekam pada saat Nasri Effas latihan di 64 Taman Budaya pada tanggal 4 september 2014. Dimana pada saat latihan, Nasri Effas dan kawan-kawan memainkan lagu zapin “Menjelang Maghrib” yang diciptakan Rizaldi Siagian. Kemudian menggunakan software sibelius 7, penulis menganalisanya dengan selanjutnya penulis merubah format penyimpanannya menjadi format gambar sebagai berikut: 65 66 4.7.1 Tangga Nada (Scale) Mendeskripsikan tangga nada menurut Malm adalah menyusun semua nada yang dipakai dalam melodi lagu Menjelang Maghrib. Maka, dengan ini penulis akan menyusun nada-nada yang terdapat dalam melodi lagu tersebut mulai dari nada terendah hingga nada tertinggi, termasuk juga nada-nada oktaf. Dari hasil analisa pada tangga nada lagu Menjelang Maghrib, maka diperoleh kesimpulan lagu tersebut menggunakan 7 nada, terdiri atas A, B, C, D, E, F, G, 67 dan A. Dengan demikian lagu Menjelang Maghrib yang diciptakan oleh Rizaldi Siagian ini menggunakan tangga nada A minor natural. 4.7.2 Nada Dasar (pitch centre) Nada dasar pada sebuah lagu/musik sangatlah berperan penting. Nettl (1964:147) mengemukakan tentang metode atau pendekatan dalam menemukan nada dasar pada sebuah lagu/musik. Ada enam yang diusulkan menjadi perhatian penting, yaitu: a. Melihat nada mana yang sering dipakai b. Melihat nada mana yang memiliki ritmis (harga ritmis) yang besar c. Melihat nada awal atau akhir suatu komposisi yang dianggap mempunyai fungsi penting dalam penentuan tonalitas (nada dasar) d. Nada paling rendah atau posisi tepat ditengah-tengah dianggap penting e. Adanya tekanan ritmis sebagai patokan f. Pengenalan yang akrab dengan gaya musik Dari hasil analisis transkripsi lagu Menjelang Maghrib diatas, khususnya tangga nada dan jumlah nada digunakan penulis sebagai acuan untuk menjawab ketujuh pendekatan untuk menemukan nada dasar pada sebuah repotoar/lagu sehingga dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Nada yang sering dipakai adalah nada A b. Nada yang memiliki ritmis (harga ritmis) yang besar adalah nada E c. Nada awal komposisi adalah nada E, dan nada akhirnya adalah nada E d. Nada paling rendah adalah nada D, dan nada paling tengah adalah nada A e. Adanya tekanan ritmis pada nada E 68 f. Pengenalan yang akrab dengan gaya musik yang C. Dengan demikian disimpulkan lagu Menjelang Maghrib bernada dasar C, karena nada-nada yang digunakan adalah nada D-E-A (yaitu 2-3-6 dari tangga nada C). 4.7.3 Wilayah Nada (Range) Metode untuk menentukan wilayah nada berdasarkan ambitus suara yang terdengar secara alami, ditentukan oleh suara penghasil bunyi itu sendiri, yaitu dengan memperhatikan nada paling rendah dan nada paling tinggi. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Ellis dalam Malm (1977:35) tentang perhitungan frekuensi nada dengan menggunakan cent, yaitu nada-nada yang berjarak 1 laras sama dengan 200 cent, dan nada-nada berjarak ½ laras sama dengan 100 cent. Dengan melihat nada-nada yang telah ditranskripsikan, maka lagu Menjelang Maghrib memiliki wilayah nada dari nada D (terendah) dan G’ (nada paling tinggi) yang semuanya berjarak 8 ½ laras atau sama dengan 1700 cent. Untuk lebih jelas wilayah nada lagu Menjelang Maghrib, dapat dilihat dari garis paranada di bawah ini. 69 4.7.4 Jumlah Nada (Frequency of Note) Netll (1964:146) menyatakan dalam mentranskripsikan modus lagu paling tidak menyebut nada mana yang yang berfungsi sebagi nada dasar , nada-nada yang dianggap penting dalam lagu tersebut, serta nada-nada pendampimg lainnya. Lebih lanjut Netll mengatakan bahwa gambaran tangga nada dan modus biasanya disampaikan lewat notasi (tangga nada) yang ditulis diatas garis paranada dengan harga-harga yang menandai nada mana yang sering dipakai dan yang tidak. Berikut jumlah nada-nada yang dipakai pada lagu Bintang, setelah penulis menyusun nada-nada tersebut pada garis paranada. Untuk mengetahui jumlah frekuensi terhadap pemakaian nada pada lagu Menjelang Maghrib yang telah ditranskripsi, dapat dibuat persentasenya untuk melihat komposisi melodi lagu. Untuk perhitungan persentasi pemakaian nadanada, penulis mempergunakan rumus sebagai berikut: Dimana: X : Jumlah persentase nada Y : Jumlah pemaikan nada Z : Jumlah keseluruhan nada 70 Dengan demikian perhitungan/persentase pemakaian nada-nada pada lagu Menjelang Maghrib dapat di lihat pada tabel berikut : Tabel I. Jumlah dan Persentase Nada pada Lagu Menjelang Maghrib No Nada Pemakaian Nada Total Nada Persentase 1 D 120 1938 120 / 1938 X 100%= 6,19 2 E 415 1938 415 / 1938 X 100%= 21,41 3 F 119 1938 119 / 1938 X 100%= 6,14 4 G 141 1938 141 / 1938 X 100%= 7,27 5 Gis 6 1938 6 / 1938 X 100%= 0,3 6 A 933 1938 933 / 1938 X 100%= 48,14 7 Bes 6 1938 6 / 1938 X 100%= 0,3 8 B 67 1938 67 / 1938 X 100%= 3,45 9 C 131 1938 131 / 1938 X 100%= 6,75 4.7.5 Interval Nada Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada berikutnya, naik maupun turun (Manoff 1991 : 50). Pada suatu komposisi lagu interval adalah penggarapan melodi yang dicapai melalui bangunan nada secara melangkah atau melompat, turun , maupun mendatar. Manoff (1991:84) membuat pengukuranyang lebih akurat terhadap interval dengan ketentuan sebagai berikut : 71 1. Interval berkualitas mayor (M) bila dinaikkan setengah langkah, maka interval tersebut akan berkualitas auqmented (Auq) dan jika diturunkan setengah langkah akan berkualitas minor (m). 2. Interval berkualitas minor bila dinaikkan setengah langkah akan menjadi mayor dan sebaliknya jika diturunkan setengah langkah akan menjadi diminished (dim). 3. Interval berkualitas perfect (P) bila dinaikkan setengah langkah akan menjadi interval auqmented dan sebaliknya jika diturunkan setengah langkah akan menjadi interval diminished. Berikut ini akan penulis jelaskan beberapa conton interval yang ada pada lagu Menjelang Maghrib bar pertama sampai bar ke empat Nada E – E = 1P (Prime Perfect) Nada E – F = 2m (Secunde Minor) Nada F – G = 2M (Secunde Mayor) Nada G – A = 2M (Secunde Mayor) Nada A – C = 3Auq (Third Auqmented) Nada C – B = 7M (Septim Mayor) Nada B – A = 7m (Septim Minor) 72 Nada B – G = 6m (Sekta Minor) Nada A – B = 2M (Secunde Mayor) Nada A – D = 4P ( Kwart Perfect) 4.7.6 Pola Kadensa (Cadence Patterns) Kadensa adalah nada akhir dari suatu bagian melodi lagu yang biasanya ditandai dengan tanda istirahat. Pola kadensa dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: semi kadens (half cadence) dan kadens penuh (full cadence). Semi kadens (half cadence) adalah suatu bentuk istirahat yang tidak lengkap atau tidak selesai (complete) dan memberi kesan adanya gerakan ritem yang lebih lanjut. Sedangkan kadens penuh (full cadence) adalah suatu bentuk istirahat di akhir frasa yang terasa selesai (lengkap) sehingga pola kadensa seperti ini tidak memberikan keinginan/ kesan untuk menambah gerakan ritem. Berikut pola kadensa yang terdapat pada lagu Menjelang Magrib, yaitu Frasa A Frasa B 73 4.7.7 Formula Melodi (melodie fomula) Dalam medeskripsikan formula melodik, ada tiga hal yang penting untuk dibahas, yaitu bentuk, frasa, dan motif. Netll (1964:149-150) mengatakan bahwa bentuk adalah hubungan diantara bagian-bagian dari sebuah komposisi, termasuk hubungan diantara unsur-unsur melodis dan ritmis, atau dengan pemahaman sederhana, bentuk merupakan suatu aspek yang menguraikan tentang organisasi musikal. Frasa adalah suatu unit dari melodi di dalam komposisi. Sedangkan motif adalah ide melodi sebagai dasar pembentukan melodi. Bentuk disimbolkan dengan huruf A, B, C, dan seterusnya, sedangkan frasa dituliskan ke dalam angkaangka. Ada beberapa jenis bentuk (form) menurut Malm (1976:8) antara lain : 1. Repetitive, yaitu bentuk nyanyian yang mengalami pengulangan. 2. Ireratif, yaitu suatu bentuk nyanyian yang menggunakan formula melodi yang kecil dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan di dalam keseluruhan nyanyian. 74 3. Reverting, yaitu suatu bentuk nyanyian apabila di dalam nyanyian terjadi pengulangan pada frase pertama setelah terjadi penyimpangan melodis. Namun pada lagu Menjelang Maghrib tidak ditemukan bentuk (form) tersebut. 4. Strofic, yaitu bentuk nyanyian diulang dengan formalitas yang sama namun menggunakan teks yang baru. Frasa A Frasa B : Pucuklah lubuk Pucuklah lubuk Hay pucuklah korang : Banyaklah jangkar Banyaklah jangkar Kayu terapung 75 5. Progressive, yaitu bentuk nyanyian selalu berubah dengan menggunakan materi melodi yang selalu baru. Namun dalam lagu Menjelang Magrib, bentuk (form) ini tidak ada, karena semua bentuk melodinya selalu mengalami pengulangan. 4.7.8 Kantur (Contour) Kontur adalah garis atau melodi pada sebuah lagu (Malm 1964:8). Defenisi yang sama, kontur adalah alur melodi yang biasanya ditandai dengan menarik garis. Ada beberapa jenis kontur yang dikemukakan oleh Malm (Malm dalam Jonson 2000: 76), antara lain: 1. Ascending, yaitu garis melodi yang sifatnnya naik dari nada rendah ke nada yang lebih tinggi, seperti gambar : 2. Descending, yaitu garis melodi yang sifatnya turun dari nada yang tinggi ke nada yang rendah, seperti gambar : 76 3. Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari nada yang rendah ke nada yang tinggi, kemudian kembali ke nada yang rendah. Begitu juga sebaliknya, seperti gambar : 4. Teracced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga dari nada yang rendah ke nada yang lebih tinggi kemudian sejajar, seperti gambar: 77 5. Statis, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap atau apabila gerakan-gerakan intervalnya terbatas, seperti gambar: 78 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil deskripsi analisis semua data yang telah dipaparkan dalam skripsi ini, maka penulis melihat adanya variasi-variasi di dalam komposisi lagu (musik zapin) yang dimainkan oleh Nasri Effas. Dari hasil transkipsi lagu yang dimainkan, maka penulis menemukan variasi-variasi dalam bentuk: pola item, pola melodi dan ornamentasi. Faktor yang menyebabkan adanya variasi adalah teknik-teknik permainan yang dikembangkan oleh Nasri Effas, yang kemudian menjadi karakteristik gaya permainan gambus-nya. Teknik permainan gambus yang dikembangkan oleh Nasri Effas bukan hanya telah memberikan kontribusi variasi ke dalam komposisi musik zapin yang sudah ada, namun juga telah memberikan kontribusi terhadap kamus istilah musik Melayu ‘nama-nama teknik permainan gambus. “Aset” teknik yang dimilikinya, telah memampukan dia ber-improvisasi secara luas. Pada bab akhir skripsi ini, penulis sangat setuju dengan pernyataan yang telah disampaikan oleh Bruno Netll dan Gerald Behague regenerasisasinya, berupa variasi (1991:4). Mereka mengatakan bahwa dalam musik tradisi oral akan mengalami perubahan-perubahan maupun modifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan dari orang-orang yang mempertunjukan dan mendengarnya. Pendapat di atas didukung lagi oleh pendapat Bruno Netll (1978-171) mengenai salah satu indikator perubahan adalah Moderenisasi. Istilah moderenisasi di dalam skripsi ini bukan hanya pada perubahan bentuk dari gambus. Namun, juga mengarah 79 kepada perubahan ide dan cara memainkan gambus. Bila dikaji lebih dalam, maka penulis menemukan adanya indikator modernisasi di dalam teknik yamg dikembangkan oleh Nasri Effas. Pertama, kita dapat melihat adanya unsur-unsur musik barat seperti: arpeggio, penggunaan tangga nada diatonik, dan unsur harmonisasi di dalam teknik permainan gambus-nya. Ke dua, kita dapat melihat dari latar belakang pekerjaannya. Dari hasil wawancara dan pengamatan penulis di lapangan menunjukan bahwa: alasan utama Nasri Effas mengadaptasikan gambus-nya ke dalam beberapa ensambel musik adalah untuk dapat tetap menjadikan gambus-nya sebagai mata pencarian utamanya yang kemudian disesuaikan dengan permintaan panitia acara. Variasi-variasi dari teknik permainan gambus Nasri Effas tersebutlah yang menjadi data bagi penulis untuk kemudian menyimpulkan bahwa, Nasri Effas telah menjadi salah satu “dalang” pengayaan di dalam tradisi musik zapin, dan pada akhirnya akan mengarah kepada sebuah perkembangan di dalam musik tradisi musik Melayu. Mengingat fungsi disiplin Etnomusikologi sebagai disiplin ilmu yang mengkaji musik dalam konteks kebudayaan, dimana manusia merupakan penghasil kebudayaan tersebut, maka secara umum proses sebab dan akibat dari gaya permainan gambus Nasri Effas adalah sebagai berikut: 80 Musik Melayu Awal (Permainan Gambus) Input Gaya Permainan Nasri Effas Aplikasi Teknik Permainan Gerenek Cengkok Patah-patah Pengayaan Musik Melayu (Gambus) Bagan di atas secara umum menjelaskan bagaimana terjadinya proses pengayaan. Permainan gambus yang diwariskan dengan cara tradisi oral, memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan, karena di dalam tradisi oral suatu kebudayaan diwariskan tanpa aturan yang baku, sehingga bukan suatu kebetulan akan selalu terjadi suatu peristiwa yang disebut dengan variasi. 81 Gaya permainan gambus Nasri Effas sebagai akibat dari tradisi oral, sudah pasti mengalami variasi-variasi didalamnya. Variasi inilah yang kemudian menyimpulkan adanya sebuah pengayaan dan pada akhirnya akan membawa sebuah perkembangan di dalam tradisi musik Melayu, khususnya permainan gambus Melayu. 5.2 Saran 5.2.1 Internal Menganalisis gaya permainan musik seseorang merupakan pekerjaan yang kompleks di dalam Etnomusikologi. Menurut penulis, di dalam gaya permainan musik terdapat tiga unsur penting yang harus dipaparkan, yaitu: kontruksi instrument musik, prilaku seseorang terhadap instrument tersebut, bunyi sebagai hasil ‘kerjasama’ seseorang dengan instrument musik. Maka saran penulis, untuk mengkaji gaya permainan musik perlu memperhatikan tiga unsur penting yaitu: 1. Kontruksi Alat musik Kontruksi alat musik yang perlu dijelaskan adalah fungsi dan nilai dari susunan organ alat musik. 2. Prilaku manusia Prilaku manusia dalam hal ini berhubungan dengan teknik atau cara menghasilkan bunyi. Berdasarkan pada pernyataan yang disampaikan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1961), bahwa berdasarkan sumber getarnya, alatmusik 82 diklasifikasikan kedalam empat bagian, yaitu: aerofon, idiofon, membranofon, kordofon. Terdapat hubungan antara organologi alat musik tersebut dengan cara memainkannya. Secara umum, bagian tubuh manusia yang digunakan dalam bermain musik adalah, tangan, kaki, dan mulut. Setiap organ tersebut memiliki aturan cara tersendiri bagi setiap pemain musik. 3. Bunyi Musik Bunyi musik yang dimaksud secara umum terdiri dari: ritem, melodi dan ornamentasi. 5.2.2 Ekternal Dari Semua penjelasan yang sudah dipaparkan dalam skripsi ini, maka kita dapat melihat fenomena menarik di dalam kebudayaan Melayu, khususnya kesenian musik gambus. Fenomena tersebut sebenarnya hanya merupakan salah satu dari banyaknya kekayaan di dalam kebudayaan Indonesia yang seharusnya mendapat perhatian yang khusus, baik dalam hal publikasi, maupun dokumentasi . Terkhusus, para seniman Melayu yang merupakan “dalang” yang berpotensi menjaga dan mempertahankan nilai-nilai kebuadayaan kita. Kesejahteraan mereka sebaiknya semakin ditingkatkan karena bukan menjadi kesalahan mereka jika lebih memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan hidup, daripada memperhatikan generasisasi nilai kebudayaan Melayu. Hal ini akan menjadi tugas kita bersama sebagai orang yang mempunyai rasa kepemilikan akan kebudayaan Indonesia. Terutama para ilmuan musik dan instansi pemerintahan. 83 DAFTAR PUSTAKA A. Hamid, Rogayah dan Maryam Salim, 2006. Kesultanan Melayu. Johor: Malaysia. Gusmala Yanti, Eva, 2011. Lagu-Lagu Zapin Ciptaan Zul Alinur:Kajian Terhadap Struktur Teks dan Melodi. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi. Husein, Muhammad, 2011. Musik Zapin. Tesis S-2. Medan: Universitas Sumatera Utara. Kodijat, Latifah, 2004. Tangganada Dan Trinada. Jakarta: Djambatan. Koentjaraningrat, 1970. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Koentjaraningrat (ed.), 1977. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Koentjaraningrat, 1980. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Rineka Cistra. Limbong, Daniel.R.F.T, 2012. Deskripsi Analitis Gaya Permainan Hasapi Sarikawan Sitohang Dalam Konteks Tradisi Gondang Hasapi. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi. Malm, William P., 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terjemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Merriam P, Alan,1964. The Anthropology of Music. Northwestern University Press. 84 Moleong, J(ed), 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rodakarya Nettl, Bruno, 1991. Theory and Method in Etnomusicology. New York: The free Press. Nor, Mohd Anis Md (ed), 2000. Zapin Melayu di Nusantara. Johor Baru: Yayasan Warisan Johor. Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, 1996. Potensi Etnik Sumatera Utara. Medan. Takari, Muhammad dan Heristina Dewi, 2008. Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara. Titon, 1984. World of Music Introduction to The World’s People. Vardiansyah, Dani, 2008. Suatu Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Indeks Sumber Internet : http://dhony-fernando.blogspot.com/2013/05/alatmusik-melayu.html 85 LAMPIRAN I DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Nasri Effas Umur : 48 tahun Tanggal lahir : 5 Juni 1966 Alamat : Jln. H.T.Rizal Nurdin, Dusun II Pantai Cermin 2. Nama : Retno Ayumi Umur : 49 tahun Tanggal lahir : 14 April 1965 Alamat : Jln. Platina III LK. X, Titi Papan Medan 3. Nama : Rubino Umur : 47 tahun Tanggal lahir : 30 Agustus 1967 Alamat : Dusun 4 Lorong Mulia Saintis Percut Sei Tuan 4. Nama : Afifuddin Ali Akbar S.A Umur : 37 tahun Tanggal lahir : 3 April 1977 Alamat : Jln. Bahagia By Pass No 50 Medan 86 5. Nama : Zumaidi Umur : 25 tahun Tanggal lahir : 3 Maret 1989 Alamat : Jln. Imam Bonjol Binjai 6. Nama : Syahbilal S.pd Umur : 47 tahun Tanggal lahir : 17 Oktober 1967 Alamat : Jln. Tempirai Lestari 17 No.383 Block 5 Martubung 7. Nama : Heri Syahputra Umur : 30 tahun Tanggal lahir : 4 Februari 1984 Alamat : Jln. Brigjen Katamso Gg Merdeka Medan 87 LAMPIRAN II FOTO BERSAMA INFORMAN NASRI EFFAS RUBINO 88 RUBINO, AFIT, SYAHBILAL, RICAN, NN RETNO AYUMI 89 ZUMAIDI AHMAD FAUZI 90