DESKRIPSI TEKNIK PERMAINAN GAMBUS MELAYU OLEH NASRI

advertisement
DESKRIPSI TEKNIK PERMAINAN GAMBUS MELAYU
OLEH NASRI EFFAS
Skripsi Sarjana
Dikerjakan
O
L
E
H
RICAN SIANTURI
NIM: 100707058
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2014
DESKRIPSI TEKNIK PERMAINAN GAMBUS MELAYU
OLEH NASRI EFFAS
Skripsi Sarjana
Dikerjakan
O
L
E
H
RICAN SIANTURI
NIM: 100707058
Pembimbing I,
Drs. Irwansyah Harahap, M.A.
NIP: 196212211997031001
Pembimbing II,
Drs. Muhammad Takari, M. Hum.,Ph.D.
NIP:196512211991031001
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2014
ii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Deskripsi Teknik Permainan Gambus Melayu oleh
Nasri Effas”. Gambus adalah salah satu alat musik tradisional Melayu yang
tergolong dalam jenis klasifikasi alat musik kordofon yaitu bunyi yang
dihasilkannya melalui senar (dawai) yang digetarkan dengan cara dipetik. Alat
musik ini terbuat dari batang pohon (biasanya pohon nangka) dan orang Sumatera
Utara menyebut bentuknya sebagai gambus belalang.
Alat musik ini digunakan pada lagu-lagu Zapin Melayu yaitu sebagai
pembawa melodi dimana marwas sebagai pembawa ritmenya. Maka dari itu
penulis berkeinginan untuk mengetahui secara terperinci melodi-melodi yang
dimainkan pada lagu Zapin Melayu tersebut.
Pada tulisan ini, penulis menemukan beberapa hal mengenai teknik
permainan gambus oleh Nasri Effas, yaitu: (1) Gerenek, (2) Cengkok, dan (3)
Patah-patah. Penulis juga menggunakan ensambel musik Zapin yakni lagu
Menjelang Maghrib karya Rizaldi Siagian yang mana Nasri Effas memainkan lagu
ini kemudian penulis rekam dan transkripsikan ke notasi Barat. beberapa teori dan
metode dari para etnomusikolog seperti metode weighted scale oleh William
P.Malm, teori pendekatan untuk mendeskripsikan musik oleh Bruno Nettl, dan
teori tentang notasi perspektif dan deskriptif oleh Seeger. Metode pengumpulan
data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan perekaman.
Penelitian ini diarahkan pada transkripsi dan analisis melodi-melodi yang
ada pada lagu Zapin Melayu.
iii
KATA PENGANTAR
Segala pujian dan syukur penulis ucapkan kepada Yesus Kristus, atas
kasih dan kemurahanNya yang begitu besar untuk semua umat manusia. Penulis
berterimakasih atas segala berkat, kekuatan, penghiburan, pertolongan dan
perlindungan Tuhan yang tidak pernah berhenti dalam penyelesaian skripsi ini.
Terimakasih karena Engkau selalu ada ketika saya membutuhkan sahabat untuk
berbagi suka dan duka.
Skripsi ini berjudul “Deskripsi Teknik Permainan Gambus Melayu
oleh Nasri Effas”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, banyak
hambatan yang penulis rasakan. Begitu juga dengan kejenuhan yang membuat
penulis bosan dalam menyelesaikan skripsi ini. Namun, berkat orang-orang yang
ada di sekitar penulis, membuat penulis kembali semangat untuk menyelesaikan
skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan skripsi ini dan
mengucapkan terimakasih kepada orang tua yang sangat saya cintai, Ayahanda
Bangun Sianturi dan Ibunda Nurmaida Br Hutajulu. Terimakasih buat segala cinta
kasih serta ketulusan kalian sehingga saya bisa seperti sekarang, terimakasih buat
perhatian yang tak pernah putus-putus khususnya selama pengerjaan skripsi ini,
terimakasih buat motivasi-motivasi yang kalian berikan sehingga saya tetap
semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih buat doa-doa yang kalian
panjatkan sehingga saya mendapatkan kekuatan dan penghiburan dari Tuhan.
iv
Penulis juga mengucapkan rasa terimakasih kepada kakak-kakak dan abangabang penulis yang penulis sayangi Ramenna Br Sianturi, Franky Sianturi,
Harianto Sianturi, S.Pd, dan Rivatran Br Sianturi. Terimakasih buat doa dan
semangat yang kalian berikan kepada saya.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat Bapak
Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs.
Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, sebagai Ketua Jurusan Etnomusikologi.
Kepada yang terhormat Ibu Drs. Heristina Dewi, M.Pd selaku sekretaris Jurusan
Etnomusikologi.
Kepada yang terhormat Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A dosen
pembimbing I saya yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk nasehat-nasehat, ilmu serta
pengalaman yang telah bapak berikan selama saya berkuliah. Kiranya Tuhan
selalu membalas semua kebaikan yang bapak berikan.
Kepada yang terhormat Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D,
dosen pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimkasih untuk perhatian, ilmu dan
semua kebaikan yang bapak berikan. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan
bapak.
Kepada yang terhormat Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si selaku dosen
pembimbing akademik penulis selama perkuliahan, terimakasih atas bimbingan
dan motivasi yang bapak berikan.
v
Kepada seluruh dosen di departemen Entomusikologi, Bapak Prof. Mauly
Purba, M.A.,Ph.D, Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Drs. Rithaony
Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Ibu Arifni Netrosa,
SST,M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si, Bapak Drs. Prikuten Tarigan, M.Si.,
Bapak Drs. Dermawan Purba, M.Si, terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
bapak-ibu sekalian yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup bapak-ibu
sekalian. Sungguh ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan
karena telah belajar dari orang-orang hebat seperti bapak-ibu sekalian. Biarlah
kiranya ilmu yang saya dapatkan dari bapak-ibu sekalian bisa saya aplikasikan
dalam kehidupan dan pendidikan selanjutnya. Biarlah Tuhan membalaskan semua
jasa-jasa bapak-ibu sekalian.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Nasri Effas dan keluarga yang
banyak memberikan informasi dalam tulisan skripsi ini serta bersedia menjadi
informan kunci, sehingga data yang diperoleh mendukung penulisan skripsi ini,
dan kepada Bapak Retno Ayumi yang telah memberikan banyak informasi dan
saran yang membangun selama penulis melakukan penelitian.
Terimakasih juga penulis sampaikan teman-teman kerja saya khususnya
bermain musik band yang ada dikota Medan yang selalu memberikan nasihatnasihat baik kepada penulis sehingga membuat penulis semakin semangat dalam
pengerjaan tulisan skripsi ini, serta menjadi teman dalam suka maupun duka.
Kepada saudara-saudara satu kontrakan saya, Donny S Marindra beserta
isteri Susan Marinda, Muhammad Iqbal Sutan, Iskandar Ismail, Mustika Hadi,
Arie celana bola dan seluruh anak Gg.Kecil Medan Area Selatan, yang telah
vi
membantu penulis dalam setiap kesulitan pikiran dan selalu setia dengan segala
dukungan doanya saya ucapkan terimakasih banyak, semoga Tuhan membalaskan
kebaikan-kebaikan kalian.
Kepada teman-teman seangkatan penulis yakni Etno ‘010 Frita Anjelina
Pakpahan S.Sn, Pretty Manurung, Yenny Marpaung, Tribudi Purba, Ayu Triana
Matondang, Riska Pricilia, Kezia Purba, Chandra Marbun, Jackry Oktora Tobing,
Lido Hutagalung, Luhut Simarmata, Benny Yogi Purba, Andi Farhan, Khairil
Amri, Supriadi Tampubolon, Tumpak Sinaga, Lamhot K Sinaga, Bobby
Situmorang, dan teman-teman yang lain yang tak bisa penulis jabarkan satu-satu,
terimakasih telah menjadi bagian hidup penulis, kebersamaan yang kita jalin
selama ini menjadi memori indah yang tak terlupakan bagi penulis. Terimakasih
teman-teman.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari masih belum sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi
kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca dan dapat
pengetahuan dalam bidang Etnomusikologi.
vii
memberikan sumbangan bagi ilmu
DAFTAR ISI
ABSTRAK.............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................ iv
DAFTAR ISI .......................................................................................... viii
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Pokok Permasalahan ................................................................................ 4
1.3 Tujuan dan Manfaat ................................................................................. 4
1.3.1 Tujuan .......................................................................................... 4
1.3.2 Manfaat ........................................................................................ 5
1.4 Konsep dan Teori yang digunakan ........................................................... 5
1.4.1 Konsep yang digunakan ............................................................... 6
1.4.2 Teori yang digunakan ................................................................... 8
1.5 Metode Penelitian .................................................................................... 12
1.5.1 Tahapan sebelum Ke Lapangan .................................................... 12
1.5.1.1 Pemilihan dan Perumusan Masalah ................................... 12
1.5.1.2 Pemilihan Informan .......................................................... 13
1.5.1.3 Pemilihan Lokasi Penelitian .............................................. 13
1.5.2 Kerja Lapangan (Field Work) ....................................................... 14
1.5.2.1 Observasi (Observation) ................................................... 14
1.5.2.2 Wawancara ....................................................................... 14
1.5.2.3 Studi Kepustakaan ............................................................ 15
1.5.3 Kerja Laboratorium ...................................................................... 15
1.5.3.1 Analisis Data .................................................................... 18
BAB II
BIOGRAFI SINGKAT NASRI EFFAS ...................................................... 20
2.1 Pengertian Biografi .................................................................................. 20
2.2 Biografi Nasri Effas ................................................................................. 20
viii
2.2.1 Latar Belakang Keluarga ........................................................ 21
2.2.2 Latar Belakang Pendidikan ..................................................... 24
2.2.3 Latar Belakang Pekerjaan ....................................................... 24
2.2.4 Latar Belakan Pengalaman Bermain Musik ............................ 25
2.2.5 Manajemen Seni Nasri Effas................................................... 27
BAB III
GAMBUS DALAM BUDAYA MUSIK MELAYU .................................... 32
3.1 Latar Belakang Masuknya Gambus dalam Musik Melayu ........................ 32
3.2 Musik Zapin Sumatera Utara ................................................................... 35
3.3 Jenis Alat Musik Melayu ......................................................................... 42
3.3.1 Rebab ........................................................................................... 44
3.3.2 Gendang Panjang ......................................................................... 46
3.3.3 Gedombak .................................................................................... 47
3.3.4 Geduk .......................................................................................... 48
3.3.5 Gong ............................................................................................ 48
3.3.6 Serunai ......................................................................................... 50
3.3.7 Gambang ...................................................................................... 52
3.3.8 Kesi.............................................................................................. 52
3.3.9 Rebana ......................................................................................... 53
3.4 Struktur Musik Zapin ............................................................................... 53
3.4.1 Bentuk Komposisi ........................................................................ 54
3.4.1.1 Salam Pembuka (Taqsim) ................................................. 54
3.4.1.2 Lagu Pokok ...................................................................... 56
3.4.1.3 Salam Penutup (Taqtum)................................................... 56
BAB IV
TEKNIK PERMAINAN GAMBUS OLEH NASRI
EFFAS .......................................................................................................... 58
4.1 Posisi Memainkan.................................................................................... 58
4.1.1 Duduk Bersila .............................................................................. 58
4.1.2 Duduk di Kursi ............................................................................. 59
4.1.3 Berdiri .......................................................................................... 59
ix
4.2 Cara Memetik .......................................................................................... 60
4.3 Penjarian (Fingering) ............................................................................... 60
4.4 Pelarasan (Tunning) ................................................................................. 61
4.5 Cara Belajar ............................................................................................. 62
4.6 Improvisasi .............................................................................................. 62
4.6.1 Gerenek ........................................................................................ 62
4.6.2 Cengkok ....................................................................................... 63
4.6.3 Patah-Patah ................................................................................... 64
4.7 Analisis Melodi pada Lagu Zapin ............................................................. 64
4.7.1 Tangga Nada (Scale) ..................................................................... 67
4.7.2 Nada Dasar (Pitch Centre) ............................................................ 68
4.7.3 Wilayah Nada (Range) .................................................................. 69
4.7.4 Jumlah Nada (Frequency of Note) ................................................. 70
4.7.5 Interval Nada ................................................................................ 71
4.7.6 Pola Kadensa (Cadence Patterns) ................................................. 73
4.7.7 Formula Nada (Melodie Formula)................................................. 74
4.7.8 Kantur (Contour) .......................................................................... 76
BAB V
`
PENUTUP .................................................................................................... 79
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 79
5.2 Saran ........................................................................................................ 82
5.2.1 Internal ......................................................................................... 82
5.2.2 Eksternal....................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 84
LAMPIRAN I......................................................................................... 86
LAMPIRAN II ....................................................................................... 88
x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Melayu merupakan salah satu kelompok etnik (atau ras) besar di dunia.
Berdasarkan penyebaran dan perpindahannya, asal mula penduduk sebagian besar
di Asia Tenggara dan Polinesia adalah Melayu. Ini dapat ditinjau dari sejarah
persebarannya yang disebut Proto Melayu (Melayu Tua) dan Deutro Melayu
(Melayu Muda). Etnik Melayu mendiami beberapa negara seperti Malaysia,
Filipina (bagian selatan), Singapura, Pattani Thailand, Myanmar, Brunei
Darussalam, dan Indonesia (Muhammad Husein, 2011: 2).
Menurut Ismail Hussein (1994) kata Melayu merupakan istilah yang meluas
dan agak kabur. Istilah ini maknanya merangkumi suku bangsa serumpun di
Nusantara yang pada zaman dahulu dikenali oleh orang-orang Eropa sebagai
bahasa suku bangsa dalam perdagangan dan perniagaan. Masyarakat Melayu
adalah orang-orang yang terkenal dan mahir dalam ilmu pelayaran dan turut
terlibat dalam aktivitas perdagangan dan pertukaran barang-barang ekonomi dan
kesenian dari berbagai wilayah dunia (Muhammad Takari dan Heristina Dewi,
2008:24).
Di Indonesia, etnik Melayu terdapat di beberapa daerah, yaitu: daerah
Tamiang di Nangroe Aceh Darussalam, Pesisir Timur Sumatera Utara, Riau,
Kalimantan Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan. Di Pesisir Timur Sumatera Utara
(dahulu masuk wilayah Sumatera Timur), wilayah budaya etnik Melayu
berdasarkan pemekarannya meliputi Kabupaten/Kota: Langkat, Binjai, Medan,
1
Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi, Asahan, Tanjungbalai, Batubara,
dan Labuhan Batu (Labuhan Batu Utara dan Labuhan Batu Selatan), dan Siak Sri
Indrapura (Muhammad Husein, 2011: 3).
Suatu kebudayaan pasti terdapat suatu unsur kesenian seperti musik dan tari
yang mana fungsinya adalah sebagai unsure budaya yang menjadi pendukung
terbentuknya suatu kebudayaan. Pada prinsipnya, musik terdiri dari wujud
gagasan, seperti konsep tentang ruang: tangga nada, wilayah nada, nada dasar,
interval, frekuensi nada, sebaran nada-nada, kontur, formula melodi, dan lainlainnya. Dimensi ruang dalam musik ini merupakan organisasi suara. Sementara
di sisi lain, musik juga dibangun oleh dimensi waktu, yang terdiri dari: metrum
atau birama, nilai not (panjang pendeknya durasi not), kecepatan (seperti lambat,
sedang, cepat, sangat cepat).
Kedua dimensi pendukung musik ini, kadang juga berhubungan dengan seni
tari yang diiringinya. Dalam konteks budaya Melayu sendiri, integrasi musik
dengan tari terwujud dalam konsep begitu musik begitu pula tarinya. Dengan
demikian, budaya musik menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan kebudayaan
Melayu pada umumnya (Muhammad Takari dan Heristina Dewi, 2008:113).
Dalam suatu ensambel musik Melayu, biasanya alat-alat musik atau
instrumen yang digunakan ialah gendang (gendang anak, gendang induk),
marwas, biola, akordion, tamburin, rebana, dan gambus. Namun ensambel musik
tersebut terdapat penggunaan alat musik yang berbeda. Contohnya pada ensambel
musik ronggeng atau pakpung, tidak menggunakan alat musik gambus berbeda
2
dengan ensambel musik zapin dan ensambel musik gambus. Pada ensambel musik
zapin pembawa melodinya adalah gambus dan pembawa ritmenya adalah marwas.
Gambus adalah suatu alat musik petik (kordofon) yang sumber bunyinya
berasal dari senar yang digetarkan dan bentuk lehernya lebih panjang daripada
badannya (long neck lute). Alat musik ini terbuat dari batang kayu nangka
(Artocarpus integra sp) dan di daerah Sumatera Utara (khususnya kota Medan)
biasa disebut dengan gambus belalang. Gambus ini memiliki senar paling sedikit
3 senar dan biasaya double (1 nada 2 senar) ditambah senar tunggal untuk nada
yang paling rendah, namun ada juga yang terdiri dari 12 senar.
Asal mula masuknya gambus ke daerah-daerah Indonesia bersamaan dengan
masuknya pengaruh Islam ke daerah-daerah yang bersangkutan, sehingga warna
dan musiknya pun bernafaskan Islam. Alat musik ini awalnya masuk ke Indonesia
dimulai dari daerah Pesisir Sumatera Timur yang dibawa oleh saudagar-saudagar
asal Timur Tengah yang berdagang ke Indonesia. Pada saat yang bersamaan,
mereka juga mengembangkan dan menyebarkan agama Islam ke Indonesia
sehingga berkembanglah agama Islam dan kebudayaannya di Indonesia (Mohd
Anis Md. Nor, 1997:116-117).
Fungsi dimainkannya alat musik gambus ini ialah sebagai pembawa melodi
dalam sebuah ensambel musik Melayu khususnya ensambel musik zapin dan
gambus.
Nasri Effas adalah musisi musik Melayu yang ahli dalam memainkan alat
musik gambus. Dimasa kecil dan remajanya, Nasri Effas tumbuh dilingkungan
komunitas Melayu. Pada saat penulis memperhatikan Nasri Effas bermain alat
3
musik gambus, penulis menemukan beberapa teknik yang sangat khas dari
seorang Nasri Effas, yaitu dari segi penjarian, improvisasi (gerenek, cengkok,
patah-patah), dan teknik pelarasannya. Karakter musik, teknik, dan gaya
permainan gambus-nya menjadi menarik untuk disimak, dianalisis dan untuk lebih
jauh untuk dipahami sebagai suatu fenomena penting dalam perkembangan tradisi
musik gambus. Inilah nantinya akan menjadi perhatian utama dalam skripsi ini.
1.2 Pokok Permasalahan
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah:
Bagaimanakah teknik permainan gambus yang dimainkan oleh Bapak
Nasri Effas? Pokok masalah ini akan didukung pula oleh masalah
bagaimanakah pola penggarapan komposisi musik pada alat musik
gambus yang dimainkan Bapak Nasri Effas selaku informan kunci
penulis?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Berbicara masalah tujuan adalah menyangkut untuk apa sesuatu itu
dilakukan. Sedangkan membicarakan tentang manfaat adalah apa manfaat dari
sesuatu yang dilakukan itu kepada masyarakat.
1.3.1 Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui dengan cara mendeskripsikan bagaimana pola
penggarapan komposisi musik yang dimainkan dengan alat musik
gambus menurut Bapak Nasri Effas selaku informan kunci penulis.
4
2.
Untuk mengetahui dengan cara mendeskripsikan teknik permainan
gambus yang dimainkan oleh Bapak Nasri Effas.
1.3.2 Manfaat
Sedangkan manfaatnya adalah sebagai berikut :
1.
Sebagai suatu masukan pada pemusik, khususnya pemusik Melayu
dalam mengembangkan teknik permainan gambus
2.
Sebagai suatu bahan informasi tentang fenomena yang terjadi dalam
ensambel musik Melayu
3.
Untuk membantu pemerintah dalam suatu usaha pelestarian dan
pengembangan musik tradisional khususnya musik Melayu.
4.
Sebagai
bahan
dokumentasi
yang
bermanfaat
dalam
disiplin
etnomusikologi.
1.4 Konsep dan Teori yang Digunakan
Sebagai dasar pemikiran penulis dalam mengerjakan penelitian ini, penulis
mengetengahkan beberapa konsep dari masyarakat dan juga konsep dari pemusikpemusik tradisional Melayu serta beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli.
Semua konsep dan teori tersebut digunakan untuk kerangka berpikir penulis
dalam penelitian maupun dalam penulisan.
5
1.4.1 Konsep yang Digunakan
Deskripsi adalah satu kaedah upaya pengolahan data menjadi sesuatu yang
dapat diutarakan secara jelas dan tepat dengan tujuan agar dapat dimengerti oleh
orang yang tidak langsung mengalaminya sendiri (Vardiansyah,2008:9).
Dalam
keilmuan,
deskripsi
diperlukan
agar peneliti tidak
melupa-
kan pengalamannya dan agar pengalaman tersebut dapat dibandingkan dengan
pengalaman peneliti lain, sehingga mudah untuk dilakukan pemeriksaan dan
kontrol terhadap deskripsi tersebut.
Pada umumnya deskripsi menegaskan sesuatu, seperti apa sesuatu itu
kelihatannya, bagaimana bunyinya, bagaimana rasanya, dan sebagainya. Deskripsi
yang detail diciptakan dan dipakai dalam disiplin ilmu sebagai istilah teknik.
Saat data yang dikumpulkan, deskripsi, analisis dan kesimpulannya lebih
disajikan dalam angka-angka maka hal ini dinamakan penelitian kuantitatif.
Sebaliknya, apabila data, deskripsi, dan analisis kesimpulannya disajikan dalam
uraian kata-kata maka dinamakan penelitian kualitatif (Vardiansyah,2008:10).
Konsep “teknik permainan” yang dimaksud dalam skripsi ini adalah ciri
khas atau karakteristik Bapak Nasri Effas dalam mengolah unsur musik (melodi,
ritem, harmoni) pada alat musik gambus Melayu. Teknik permainan gambus
Melayu yang dimaksud mencakup dari tata cara memegang gambus, kontrsuksi
jari, teknik-teknik permainan, sampai pada pola penggarapan komposisi lagu.
Titon (1984:5) dalam bukunya yang berjudul “Word Of Musik Introduction to The
World’s Peoples mengatakan:
6
This includes everything related to the organization of musical
sound it self: pitch elemen (scale mode, melody, harmony, tuning
system, and soforth); time elemen (rhythms, meter); timbre elemen
(voice quality, instrument tone color); and sound intensity (loudness
and softness)
[Dengan terjemahan bebas: “gaya memasukan segala sesuatu
yang berhubungan dengan organisasi musikal itu sendiri : elemen nada
(tangga nada, modus, melodi, harmoni, dsb.); unsur waktu (ritem,
meter); unsure timbre (kualitas suara, warna nada instrument); dan
intesitas bunyi (kuat atau lemahnya bunyi atau suara)].
Selanjutnya, menurut Kodidjat (2004:25), ensambel adalah rombongan permainan
bersama sekelompok musisi. Dengan demikian pengertian ensambel, termasuk
dalam hal ini ensambel gambus adalah sekelompok musisi yang bermain bersama
dalam pertunjukan music gambus.
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa deskripsi teknik
permainan gambus adalah suatu kaedah untuk menjelaskan atau mengutarakan
secara jelas dan terperinci tentang teknik permainan gambus yang didukung
dengan data-data seperti elemen nada (tangga nada, modus, melodi, harmoni,
dsb.); unsur waktu (ritem, meter); unsur timbre (kualitas suara, warna nada
instrument); dan intesitas bunyi (kuat atau lemahnya bunyi atau suara) yang telah
di kumpulkan dan di analisis, dimana data-data tersebut diperoleh dari penelitian
yang dilakukan oleh penulis terhadap informan kunci maupun informan pangkal
dan menggunakan metode-metode dalam penelitian, baik itu metode penelitian
kualitatif, maupun metode penelitian kuantitatif.
7
1.4.2 Teori yang Digunakan
Menurut Koentjaranigrat (1970:30), bahwa pengetahuan yang diperoleh dari
buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan
dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang suatu teori yang
bersangkutan. Oleh karena itu teori adalah salah satu pendapat para ahli yang
dijadikan acuan dalam membahas masalah dalam tulisan ini.
Untuk mengkaji transmisi permainan gambus dari satu generasi ke generasi
berikutnya, penulis menggunakan teori tradisi lisan, yang lazim digunakan dalam
disiplin etnomusikologi. Di dalam tradisi musik lisan (oral tradition), perubahan
merupakan sebuah fenomena yang pasti akan selalu terjadi. Begitu juga di dalam
tradisi musik Melayu, diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya hanya
dengan lisan/tidak tertulis. Tidak adanya aturan yang baku secara tertulis
mengakibatkan terjadinya proses penambahan maupun pengurangan di dalam
unsur kebudayaan musik yang dimaksud.
In a folk or nonliterate culture…..a song must be sung,
remembered, and taught by one generation to the next. If this does not
happen, it dies is last forever. There is another alternative : if it is not
accepted by it’s audience, it may be change to fit the needs and desires of
the people who perform and hear it.” (Bruno Netll dan Gerald Behague,
1991:4)
[Dalam terjemahan bebas: Sebuah kebudayaan rakyat atau
kebudayaan tidak tertulis , sebuah lagu / musik harus dinyanyikan,
diingat dan diajarkan dari satu generasi kegenerasi berikutnya, jika hal ini
tidak terjadi lagu/musik itu akan mati dan hilang atau punah. Namun ada
alternative lain, jika musik tersebut tidak diterima oleh audiens /
penonton, hal ini mungkin dapat diubah untuk disesuaikan dengan
kebutuhan dan keinginan dari orang-orang yang mempertunjukan dan
mendengarnya).
8
Teknik permaianan gambus yang dikembangkan oleh Bapak Nasri Effas
merupakan hasil perubahan yang lahir dari proses belajarnya bermain gambus
secara lisan. Secara sengaja maupun tidak sengaja, Bapak Nasri Effas telah
mengembangkan teknik-teknik baru di dalam bermain alat musik gambus. Hal ini
sangat mungkin terjadi di dalam setiap kebudayaan musik yang diwariskan secara
lisan/tanpa tulisan. Mengacu pada teori di atas, peristiwa atau fenomena ini dapat
diidentifikasi sebagai sebuah hasil dari sistem pewarisan tradisi lisan (oral
tradition), yang disesuaikan dengan kebutuhan maupun permintaan penonton atau
masyarakat (Daniel Limbong,2012:8-9).
Untuk mengkaji teknik permainan gambus dalam kebudsayaan music
Melayu, oleh Nasri Effas, penulis menggunakan teori prilaku fisik dan verbal
pemusik yang ditawarkan oleh Merriam (1964). Dalam buku yang ditulisnya ini,
terutama pada Bab VI, Merriam mengkaji peranan pemusik itu melalui tiga aspek
perilaku, yaitu (1) prilaku fisik, (2) prilaku verbal, dan (3) prilaku sosial. Lebih
jauh secara eksplisit Merriam menyatakannya sebagai berikut.
Physical behavior refers the fact that in order for sound to be
produced, people must flex their fingers and use their lips and
diaphragm if the sound is to be produced on a music instrument; or
they must manipulate the vocal cords and the diaphragm if the sound
is to be vocal. Techniques of playing music instruments have been
rather widely discussed in the ethnomusicological literature, and but
two or three examples will suffice here. Among the Bashi people of
the Eastern Congo (Leopoldville), the mulizi is a notched, end-blown
flute played primarily by cattle herders (1964:103). …
Menurut Merriam prilaku fisik merujuk kepada fakta bagaimana pemusik
dan alat musiknya menghasilkan suara atau bunyi, setiap pemusik memetikkan
jari-jarinya dan menggunakan bibir dan diafragmanya dalam rangka menghasilkan
9
bunyi dari suaranya. Teknik memainkan alat-alat musik tidak begitu luas
didiskusikan di dalam bahan-bahan bacaan etnomusikologi, hanya ada dua atau
tiga yang dicontohkan oleh Merriam.
The second kind of behavior which exists in respect to music is
verbal behavior, to wheter extent it may be used, about music sound.
This, too, of course, is a reflection of underlying concepts of music,
but in this case applied spesifically to what people say about music
structure and the criteria which surround it.
Perhaps the most obvious verbal criteria are those which are
applied to judgments of the performance of music: these are the
standards of excellence in performance. Such standards of excellence
must be present, for without them, as has been noted in another
context, no such thing as a Scapiro, this point becomes obvious: “By
style is meant the constant form—and sometimes the constant
elements, qualities, and expression—in the art of an individual or a
group” (1953:287). Further, style has continuity, as expressed by Haag
when he notes that “the important point is the continuum in music;
each musical style is drwan from the idiom of the preceding period. …
Music teachers … draw their students of excellence from the
preceding generation” (1960:219, 220). All groups must emphasize
certain music values above others, and these values tend to be
continuous in time, though change can and does occur. The question
here, then, is not wheter criteria of excellence exixst, but rather wheter
and how they are verbalized (Merriam, 1964:114-115).
Lebih jauh lagi, prilaku verbal dalam kajian etnomusikologis, dijelaskan
oleh Merriam bahwa beranjak dari bunyi musik, maka manusia pendukung
kebudayaan musik itu akan mengatakan tentang struktur musik dan kriteria musik
tersebut. Mungkin yang paling sering menjadi bahan kajian mengenai prilaku
verbal ini adalah pertunjukan musik: apa saja standar-satandar kehebatan dalam
pertunjukan musik. Seperti yang dikemukakan oleh Scapiro bahwa gaya musik itu
berarti bentuk konstan—dana kadang-kadang unsur-unsur konstan, kualitas, dan
ekspresi musik—yang dilakukan baik dalam seni musik yang dibawakan secara
individu maupun kelompok.
10
Gambus merupakan alat musik yang berperan sebagai pembawa melodi,
maka untuk menganalisa suaranya penulis berpatokan pada pendapat William P.
Malm (1977:8) yang menyatakan beberapa karakter yang harus diperhatikan
dalam mendeskripsikan melodi, yaitu : (1) tangga nada, (2) nada dasar, (3)
wilayah nada, (4) jumlah masing-masing nada, (5) interval, (6) pola kadens, (7)
formula melodi dan (8) kontur. Teori ini disebut juga dengan teori Weighted Scale
(bobot tangga nada). Teori ini pada dasarnya melihat struktur ruang dalam musik
dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu.
Dalam proses transkripsi penulis berpedoman pada pendapat Nettl (1991:23)
yang
mengatakan
ada
dua
pendekatan
yang
bisa
digunakan
untuk
mendeskripsikan musik, yaitu: (1) kita dapat menganalisa dan mendeskripsikan
musik dari apa yang kita dengar, (2) kita dapat menuliskan bunyi musik itu dalam
tulisan sehingga dapat mendeskripsikan tulisan itu.
Dalam hal notasi penulis mengacu pada pendapat Seeger (1958:184-195)
yang membedakan dua notasi ditinjau dari tujuannya, yaitu : notasi perskriptif dan
notasi deskriptif. Notasi perskriptif yaitu notasi yang hanya menuliskan garis
besar dari bunyi. Notasi ini merupakan pedoman bagaimana musik itu dapat di
wujudkan oleh pemain musik. Notasi deskriptif adalah laporan yang disertai
dengan lengkap tentang bagaimana sebenarnya suatu komposisi musik
diwujudkan.
11
1.5 Metode Penelitian
Menurut Koentjaraningrat (1977:16), metode adalah cara kerja untuk dapat
memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Dalam penelitian
ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif untuk memahami
permasalahan yang terdapat dalam ensambel musik Melayu.
Menurut Kirk dan Miller dalam Moleong (1990:3), penelitian kualitatif
adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada
pengamatan
manusia dalam kawasannya
sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang dalam bahasa dan peristilahannya.
Untuk mendapatkan teknik permainan yang ada pada instrumen gambus,
penulis melakukan penelitian dengan melihat dan mengamati permainan oleh
informan kunci yaitu Nasri Effas dalam konteks musik zapin Melayu.
Secara umum, dalam skripsi ini dibagi kedalam tiga tahapan yaitu:
1.
Tahapan sebelum ke lapangan
2.
Kerja lapangan (field work)
3.
Kerja laboratiorium (desk work)
1.5.1 Tahapan Sebelum ke Lapangan
1.5.1.1 Pemilihan dan Perumusan Masalah
Tujuan dari sebuah penelitian adalah untuk memecahkan atau menemukan
jawaban terhadap sebuah masalah. Oleh karena itu, langkah pertama didalam
sebuah penelitian biasanya menentukan atau memilih masalah yang akan diteliti.
12
Salah satu langkah awal dalam memilih dan merumuskan masalah yang
akan diteliti dalam skripsi ini adalah dengan melakukan Studi Kepustakaan. Studi
kepustakaan adalah pengamatan pendahuluan untuk mencari data informasi
tentang suatu masalah dari sumber bacaan atau literature.
1.5.1.2 Pemilihan Informan
Sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu menentukan
informan kunci yang akan memberikan informasi yang mendalam mengenai
pokok permasalahan yang sudah ditetapkan. Informan kunci dalam penelitian
skripsi ini adalah Nasri Effas, yang kemudian memberikan informasi atau
petunjuk informan lain untuk melengkapi referensi data yang diperlukan.
1.5.1.3 Pemilihan Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih sebagai tempat penelitian adalah berdasarkan tempat
berdomisilinya informan kunci yaitu pemain gambus yang diteliti dan dimana
informan tersebut bermain musik Melayu khususnya memainkan alat musik
gambus. Oleh karena itu penulis melihat kasus yang sering terjadi di kota Medan
sebagai suatu bahan penelitian dan memilih wilayah Pantai Cermin, Kabupaten
Serdang Bedagai sebagai perbandingan dan juga sebagai tempat tinggal informan
kunci yaitu Nasri Effas. Berikut ini adalah lokasi penilitian yang penulis lakukan:
1.
Senin, 13 Januari 2014 di Pantai Cermin di rumah Nasri Effas
2.
Kamis, 16 Januari 2014 di Taman Budaya
3.
Kamis, 27 Maret 2014 di Taman Budaya
4.
Senin, 8 September 2014 di Pantai Cermin di rumah Nasri Effas
13
5.
Selasa, 9 September 2014 di Taman Budaya
6.
Rabu, 10 September 2014 di Pantai Cermin di rumah Nasri Effas
7.
Kamis, 11 September 2014 di Taman Budaya
8.
Kamis, September 2014 di Taman Budaya
1.5.2 Kerja Lapangan ( Field Work)
1.5.2.1 Observasi (Observation)
Jenis observasi dalam skripsi ini adalah observasi yang tidak terstruktur.
Observasi yang tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara
sistematis tentang apa yang akan di observasi. Observasi yang dilakukan meliputi
tempat-tempat yang mendukung untuk mendapatkan informasi sebanyakbanyaknya mengenai permasalahan penelitian. Dari cara observasi dengan cara
pengamatan langsung dan wawancara dilapangan, penulis mendapatkan catatan
dan rekaman dengan menggunakan kamera digital canon power shot A2500 HD.
1.5.2.2 Wawancara
Untuk mendapatkan informasi mengenai teknik permainan gambus Melayu
Nasri Effas, maka penulis melakukan metode wawancara terencana. Metode ini
mengarahkan penulis bahwa sebelum melakukan wawancara, penulis menyusun
daftar pertanyaan (interview guide) sebagai pedoman untuk melakukan
wawancara. Akan tetapi, setiap pertanyaan dari wawancara tersebut akan
dikembangkan lagi dan tidak hanya terbatas pada pertanyaan yang telah disusun
sebelumnya (Koenjtaraningrat 1983:174)
14
1.5.2.3 Studi Kepustakaan
Untuk mendukung informasi yang diperoleh dari para informan, penulis
mencari buku-buku yang relevan dengan masalah-masalah yang dibahas. Namun
demikian sampai saat ini penulis belum menemukan buku-buku yang berkaitan
tentang teknik permainan gambus Melayu dan juga yang berkaitan dengan
komposisi musik Melayu. Oleh karena itu buku-buku yang penulis dapati dalam
penulisan ini adalah buku-buku yang berkaitan dengan konsep musik secara
umum dan menyangkut masalah teori-teori, analisis dan metode penelitian. Di
antaranya: tesis S2 bertema musik zapin oleh Muhammad Husein, skripsi sarjana
Eva Gusmala Yanti berjudul Lagu-lagu Zapin Ciptaan Zul Alinur: Kajian
Terhadap Struktur Teks dan Melodi, skripsi sarjana Daniel Limbong yang
berjudul Deskripsi Analitis Gaya Permainan Hasapi Sarikawan Sitohang Dalam
Konteks Tradisi Gondang Hasapi, buku karangan karangan Muhammad Takari
dan Heristina Dewi, yang berjudul Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera
Utara, buku karangan Rogayah A.Hamid dan Maryam Salim yang berjudul
Kesultanan Melayu, buku karangan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I
Sumatera Utara yang berjudul Potensi Etnik Sumatera Utara, dan Zapin Melayu
di Nusantara karangan Mohd Anis Md Noor
1.5.3 Kerja Laboratorium
Keseluruhan data yang terkumpul dari lapangan selanjutnya diproses dalam
kerja laboratorium. Data-data yang bersifat deskripsi analisis disusun dengan
mempergunakan sistematika penulisan, sedangkan data-data berupa suara
ditranskripsikan dalam bentuk notasi selanjutnya dianalisis.
15
Dalam penotosian nada yang dihasilkan gambus ini, penulis menggunakan
software computer berupa Sibelius 7. Selanjutnya penulis menganalisisnya ke
dalam Microsoft word. Hal-hal yang berkaitan dengan cara menganalisanya,
penulis mengguanakan aplikasi dari windows media player. Proses pentraskripsian
dilakukan dengan terlebih dahulu mendengarkan video rekaman berulang kali.
Untuk memudahkan mendengar dan melihat objek yang diteliti, maka video
diperlambat dengan menggunakan windows media player. Windows Media Player
adalah salah satu software pemutar video yang menyediakan play sped setting
“pengaturan kecepatan video”.
Berikut penulis jelaskan cara-cara penulis untuk penotasian nada-nada
gambus yang dimainkan oleh Nasri Effas.
Gambar 1.1
Penggunaan Windows Media Player
Sumber: dokumentasi penulis, 2014
16
Gambar 1.2
Penggunaan Play speed Setting untuk Memperlambat Video
Sumber: dokumentasi penulis, 2014
Gambar 1.3
Tampilan Visual Sibelius 7 untuk Mentranskripsikan melodi Gambus
Sumber: dokumentasi penulis, 2014
17
1.5.3.1 Analisis Data
Tahapan
analisis
data
bertujuan
untuk
menajamkan
dan
mengorganisasikan data, dengan demikan kesimpulannya dapat divertivikasi
untuk menjadi temuan penelitian terhadap masalah yang diteliti. Data yang berupa
rekaman audio ditranskripsikan ke dalam notasi Barat. Sistematika kerjanya dalah
dengan mendengarkan hasil rekaman, kemudian menuliskannya ke atas sebuah
kertas untuk selanjutnya dianalisis (Nettl, 1963:98). Cara ini dilakukan untuk
membantu menganalisis setiap teknik permainan gambus yang dimainkan Nasri
Effas.
Notasi Barat yang digunakan dalam skripsi ini berbentuk lima garis dan
empat spasi yang bertanda mula kunci G. Berikut ini beberapa elemen penting di
dalam notasi Barat:
1.
Tanda Tempo
Tempo berfungsi untuk menyatakan cepat lambatnya lagu yang dimainkan.
Seperti pada contoh diatas tanda tempo allegretto, artinya agak cepat dan riang
dengan hitungan 108-116 M.M.
18
2.
Kunci G
Kunci G adalah kunci yang bentuknya seperti kepala biola. Kunci G disebut
juga kunci biola karena kunci G digunakan untuk menuliskan nada-nada tinggi.
Kunci G digunakan untuk menunjukkan letak nada G pada garis kedua. Berikut
nilai nada di garis paranada dengan kunci G:
19
BAB II
BIOGRAFI SINGKAT NASRI EFFAS
2.1. Pengertian Biografi
Dalam disiplin ilmu sejarah biografi dapat didefenisiskan sebagai sebuah
riwayat hidup seseorang. Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris
kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku.
Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta
kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat. Sedangkan
biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi-informasi
penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan
yang baik dan jelas.
2.2. Biografi Nasri Effas
Dalam skripsi ini, biografi Nasri Effas bertujuan untuk memberi
keterangan mengenai perjalanan hidupnya dan lebih jauh untuk melihat
bagaimana pembentukan karakteristik dari gaya permainnan gambus Melayu
Nasri Effas. Point-point penting yang akan dideskripsikan dalam bab ini
mencakup aspek-aspek:
1. Latar belakang keluarga,
2.Latar belakang pendidikan,
3.Latar belakang pekerjaan,
4.Latar belakang pengalaman bermain musik,
5.Manajemen seni Nasri Effas.
20
2.2.1.Latar Belakang Keluarga
Nasri Effas lahir pada tanggal 5 Juni 1965 di Kelurahan Martubung
Labuhan Deli, tepatnya di Kampung Besar. Ia merupakan anak kelima dari
pasangan Alm. Ahmad Sa’ari Efendi dan Alm. Nur Kamah. Ayahnya Alm.
Ahmad Sa’ari Efendi adalah merupakan seorang pemain musik Melayu juga, yaitu
sebagai pemain marwas yang handal pada masa itu. Selain juga ahli dalam
bermain musik Melayu khususnya alat musik marwas, beliau juga aktif dalam
tarian Melayu bahkan orang Melayu kala itu menyebutnya sebagai “Rajanya tari
Serampang Dua Belas” yang mana diartikan sebagai orang yang sangat ahli dalam
menarikan tarian Serampang Dua Belas. Sama halnya dengan ibu Nasri Effas, ibu
dari Nasri Effas adalah seorang penari dan juga sebagai penyanyi musik Melayu,
sempat juga latihan vokal Melayu dengan ibu Nurainun. 1 Jadi, Nasri Effas lahir di
tengah-tengah keluarga “pekerja seni.”
Menurut pengakuan Nasri Effas, namanya diberikan oleh kedua orang
tuanya agar kelak menjadi penolong dan penghibur masyarakat. Arti dari kata
“Nasri” adalah sebagai penolong dan penghibur. Benar saja, saat ia duduk di
bangku kelas 2 SD, ia termasuk penari inti di sebuah group yang bernama Group
Gambus. Pada saat itu ia sedang melaksanakan sunat (khitanan) dimana saat itu
juga ia dimintai tampil disebuah peresmian yang mana pelaksana peresmian
tersebut mengatakan jika Nasri Effas tidak tampil maka acara tersebut tidak
meriah atau tidak sah. Sedangkan arti kata “Effas” ia dapat pada tahun 1980-an
yang mana artinya adalah sebuah singkatan dari Efendi Abu Sama. Tak hanya dia
1
Penyanyi Melayu terkenal dan ternama dikota Medan pada saat itu
21
yang dijulukin Effas, bahkan saudaranya nomor empat dan nomor Sembilan juga
dijulukin kata Effas yang ditambahkan di belakang nama asli mereka.
Nasri Effas memang belum begitu lama bermain gambus Melayu, namun
pada saat ia berusia dua belas tahun ia hanya baru mengenal gambus, namun pada
saat itu yang ia lihat adalah ‘ud (gambus Arab). Ia baru mulai memainkan gambus
pada tahun 1991, itu pun gambus yang ia mainkan adalah gambus milik sanggar
Lestari Patria. Selang setahun, ia sudah bisa memainkan alat musik gambus
tersebut, bahkan telah menjadi pemain gambus pada saat itu. Nasri Effas hanyalah
bisa sekedar memainkan alat musik gambus, namun yang berhubungan dengan
sistem tangga nada dan penotasian ia “buta” sama sekali. Menurutnya, ia belajar
hanya sekedar mendengar saja, tidak melihat orang bermain bahkan tidak belajar
dengan orang lain, naluri bermain alat musik gambusnya mengalir begitu saja di
hatinya, dan langsung bisa dimainkan oleh jari-jarinya. Begitu juga dengan
memainkan alat musik lainnya seperti akordion, marwas dan gendang Melayu.“
Saya adalah seorang penari juga, jadi saya tahu musik yang diingankan penari”
begitu katanya.
Berikut ini adalah daftar nama keluarga Nasri Effas:
Ayah : Alm. Ahmad Sa’ari Efendi
Ibu: Alm. Nur Kammah
Saudara laki-laki pertama: Amri
Saudara laki-laki kedua: Alm. (tidak ingat)
Saudara laki-laki ketiga: Asri
Saudara laki-laki keempat: Syahri Effas
22
Saudara laki-laki kelima: Fahri
Anak keenam: Nasri Effas
Saudara laki-laki ketujuh: Aswal
Saudara laki-laki kedelapan: Taufik
Saudara laki-laki kesembilan: Kudri Effas
Saudara laki-laki kesepuluh: Syafrizal
Saudara perempuan kesebelas: Alm. Intan Kumala Sari
Dari anak pertama sampai anak terakhir dari keluarga tersebut semuanya
merupakan pekerja seni, khususnya seni musik Melayu.
Namun yang menjalani pekerjaan sebagai pekerja seni seutuhnya sampai
dengan saat ini adalah saudara laki-laki yang kedua, keempat dan yang
kesembilan. Bahkan saudara laki-lakinya yang kesembilan adalah seorang pasca
sarjana S2 pendidikan seni tari di Padang.
Nasri Effas menikah dengan isterinya bernama Rosita, dengan nama
anak-anaknya:
1.
Nindi Arifah: sedang menjalani kuliah di jurusan seni tari
Universitas Negeri Medan angkatan 2013,
2.
Nela Rafika: Kelas X di SMA Negeri 1 Pantai Cermin,
3.
Farhan Syaputra: Kelas VII di SMP Negeri 1 Pantai Cermin,
4.
M. Fariz Rozanza: Kelas II SD Negeri Pantai Cermin.
Menurut pengakuan Nasri Effas, semua anaknya masih bergemelut di
dunia seni, yakni seni tari. Bahkan anak-anaknya berprestasi terus dibidang seni
tari.
23
2.2.2 Latar Belakang Pendidikan
Nasri Effas memang tumbuh dalam sebuah keluarga yang berperan aktif
dalam seni tradisi Melayu, namun hal itu tidak menyudutkannya untuk
mengurungkan niat dalam menuntut ilmu disekolah.
Nasri Effas menuntut ilmu dibangku Sekolah Dasar Negeri 3 Labuhan
Deli pada tahun 1971 dan menyelesaikan Sekolah Dasar pada tahun 1977.
Kemudian Nasri Effas melanjutkan sekolahnya di Sekolah Menengah Pertama di
Labuhan Deli pada tahun 1977 sampai 1980. Setelah itu ia menyambung sekolah
di Sekolah Menegah Umun/Atas di SMA Muda (Mulya Darma) pada tahun 1980
sampai pada tahun 1983.
2.2.3 Latar Belakang Pekerjaan
Pada awalnya Nasri Effas adalah seorang penari yang ditekuninya sejak
ia duduk sekolah dasar, namun beranjak dewasa ia tidak hanya menari saja, akan
tetapi bisa juga sebagai pemain marwas dan gendang. Hal ini membuatnya
semakin yakin bahwa dalam berkesenian juga dapat menafkahi keluarganya.
Hingga saat ini ia hanya bekerja sebagai pemusik dan penari, terkadang ia
mendapat pekerjaan sebagai pemain solo keyboard di daerah tempat tinggalnya, ia
juga sebagai pengajar tari yang diterapkan di rumahnya sendiri dan bermuridkan
teman anaknya di sekolah. Bahkan ia mengatakan bahwa pekerjaan tetapnya
adalah sebagai pemusik dan penari, dan kerja sampingannya (side job) adalah
24
sebagai anggota Lembaga Swadaya Masyarakat di Pantai Cermin dan juga
berdagang kecil-kecilan di rumahnya.
2.2.4 Latar Belakang Pengalaman Bermain Musik
Nasri Effas mempunyai latar belakang bermain musik dari mulai sejak ia
lahir, karena dia dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan seni tradisi Melayu. Dari
keahliannya dalam berkesenian tradisi Melayu (baik itu sebagai penari maupun
sebagai pemusik), ia mendapatkan kesempatan untuk terlibat dalam pertunjukanpertunjukan musik Melayu kebeberapa negara, antara lain:
1.
Malaysia, dalam rangka pertunjukan untuk wisata Melayu (telah berulang
kali tampil sehingga Nasri Effas tidak mengingat tahun-tahunya),
2.
Singapura, dalam rangka pertunjukan untuk wisata Melayu (sering sekali
sehingga tahunnya lupa),
3.
Thailand, dalam rangka kunjungan wisata Melayu, sama halnya seperti
Malaysia dan Singapura.
4.
Korea Utara, dalam rangka pelantikan menteri-menteri Korea Utara.
5.
Korea Selatan, dalam rangka peresmian Jalan Medan di Korea Selatan
pada tahuin 1999.
6.
Republik Rakyat China (Guangzhou dan Hongkong) dalam rangka ulang
tahun Kota Guangzhou dan pertunjukan buday Melayu untuk pariwisata
di Hongkong pada tahun 2000.
7.
Swiss, dalam rangka pertunjukan kesenian Melayu untuk pariwisata
setempat pada tahun 2000.
25
8.
Jerman, dalam rangka pertunjukan kesenian Melayu di Eropa pada tahun
2000.
9.
Belanda dalam rangka pertunjukan kesenian Melayu di Eropa pada tahun
2000.
10.
Australia, dalam rangka peresmian pembukaan route penerbangan
pesawat Garuda Indonesia di kota Darwin, Australia.
11.
Afrika Selatan, dalam rangka pertunjukan musik Melayu atas undangan
konsulat Indonesia di Schecel, Afrika Selatan.
Gambar 2.1
Foto saat Nasri Effas Bermain Musik Melayu di Belanda
Sumber : Foto dinding Nasri Effas yang penulis foto ulang
26
Gambar 2.2
Foto Saat Nasri Effas Bermain Musik Melayu di Australia
Sumber: Foto dinding Nasri Effas yang penulis foto ulang
2.2.5 Manajemen Seni Nasri Effas
Untuk sekali penampilan musik Melayu, baik itu acara peresmian, acara
pernikahan, maupun acara hiburan, group Nasri Effas menerima Rp. 500.000,-/org
dilokal (didaerah kota Medan dan sekitarnya). Jika groupnya mendapat tawaran
main diluar negeri, maka tergantung pada si pembuat acara, namun biasanya ia
mendapat hasil lebih besar dari main dilokalan yakni sekitar Rp. 1.000.000 s/d Rp.
2.000.000,-/org.
Jika didalam group yang menawarkan anggotanya sendiri biasaya
anggota tersebut mendapatkan 10% dari total gaji seluruhnya. Untuk Nasri Effas
sendiri biasaya mendapatkan hasil yang lebih besar dari anggota-anggotanya
dikarenakan Nasri Effas adalah leader digroupnya. Dan sebagai leader, Nasri
27
Effas bertanggung jawab atas keseluruhan groupnya, baik itu dari segi komposisi
musik maupun garapan tariannya.
Gambar 2.3
Nasri Effas bersama isteri dan anak ke-tiganya di usaha kedainya
Sumber : dokumentasi penulis
28
Gambar 2.4
Rumah Nasri Effas di Pantai Cermin
Sumber : dokumentasi penulis
Gambar 2.5
Piagam Penghargaan Nasri Effas saat mengikuti Pawai Budaya
Nusantara pada tahun 2008 di Jakarta
Sumber : foto dinding Nasri Effas yang penulis foto ulang
29
Gambar 2.6
Piagam penghargaan Nasri Effas dari Datuk Paduka Raja Wajir
Negeri Serdang, yang Nasri Effas terima karena telah
mengembangkan kesenian Melayu di daerah Serdang
Sumber : foto dinding Nasri Effas yang penulis foto ulang
Gambar 2.7
Sertifikat Nasri Effas sebagai juri di festival tari Melayu
Serampang XII yang ke-2 di Riau pada tanggal 16 s/d 17
November 2013 oleh Lembaga Tari dan Musik Putra Melayu
Sumber : foto dinding Nasri Effas yang penulis foto ulang
30
Gambar 2.8
Piagam Penghargaan Nasri Effas sebagai anggota seksi orkes
musik pengiring, yang diterimanya dari Majelis Adat Budaya
Melayu Indonesia di Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara
tanggal 8 s/d 14 Desember 2009
Sumber : foto dinding Nasri Effas yang penulis foto ulang
31
BAB III
GAMBUS DALAM BUDAYA MUSIK MELAYU
3.1 Latar Belakang Masuknya Gambus dalam Musik Melayu
Musik Melayu pada umumnya adalah musik yang bernafaskan Islam, di
Deli Serdang sangat popular sejak berabad-abad seni musik dan seni tari Islam ini
yang kemudian dianggap milik orang Melayu karena telah dicernakan demikian
rupa dengan ciri-ciri jati diri orang Melayu di Deli Serdang. Di daerah ini juga
sudah merupakan suatu kenyataan, bahwa seni musik dan seni tari Islam itu
diajarkan di pesantren/Kutab pengajian agama Islam dan dipelajari oleh para
murid yang kemudian menurunkannya kepada generasi berikutnya (T.Luckman
Sinar Basarshah 1998:12-13).
Musik Islam adalah buah dari persentuhan antara berbagai budaya musik
yang berbeda, yang kemudian menghasilkan sebuah musik baru, yang
mengandung karakteristik dan konsep, dengan elemen Arab sebagai katalistnya.
Musik baru ini berkembang sangat cepat dari Eropa sampai Teluk Persia
dari Oxus sampai ke Atlantik dan Timur Jauh. Musik itu kemudian menjadi
bagian dari kehidupan sosial. Contoh alat musik yang tersebar dimana-mana
adalah serunai(Zurna, seperti oboe) dan tipe lute yaitu oud. Disamping oud ada
sejenisnya yang disebut sitar. Kemudian terdapat lagi variasi dari sitar ini, yaitu
tar yang ditutup dengan kulit (biasanya kulit kambing) dengan double string tune
C-G-C tinggi. Variasi alat musik gambus ini pasti ada hubungannya dengan
Qanbus yang ada di Arab Selatan (Hadramaut). Secara hurufiah Qanbus ini
32
artinya kulit penutup Pelana. Qanbus atau Gambus inilah yang merupakan suatu
variasi dari Si(Tar) (T.Luckman Sinar 1998:13-14).
Namun, menurut pendapat Moh. Anis Md Noor bahwa asal mula
masuknya gambus ke daerah-daerah Indonesia bersamaan dengan masuknya
pengaruh Islam ke daerah-daerah yang bersangkutan, sehingga warna dan
musiknya pun bernafaskan Islam. Alat musik ini awalnya masuk ke Indonesia
dimulai dari daerah Pesisir Sumatera Timur yang dibawa oleh saudagar-saudagar
asal Timur Tengah yang berdagang ke Indonesia. Pada saat yang bersamaan,
mereka juga mengembangkan dan menyebarkan agama Islam ke Indonesia
sehingga berkembanglah agama Islam dan kebudayaannya di Indonesia (Mohd
Anis Md.Nor,1997:116-117).
Di Sumatera Utara khususnya di daerah Deli-Serdang, disamping musik
Barodah(Hadrah) sejak zaman dahulukala sangat popular tarian Zapin (artinya
dalam bahasa Arab, tarian yang menghentakkan kaki dengan keras). Tarian ini
sangat erat hubungannya dengan gambus bahkan tarian zapin ini didaerah DeliSerdang disebut dengan nama tarian gambus (T.Luckman Sinar 1998:14).
Gambus adalah suatu alat musik petik (kordofon) yang sumber bunyinya
berasal dari senar yang digetarkan dan bentuk lehernya lebih panjang daripada
badannya (long neck lute). Alat musik ini terbuat dari batang kayu nangka
(artocarpus integra sp) dan di daerah Sumatera Utara (khususnya kota Medan)
biasa disebut dengan gambus belalang. Panjang gambus ini bervariasi antara 80
cm sampai 100 cm dan memiliki senar paling sedikit 3 senar dan biasaya double
33
(1 nada 2 senar) ditambah senar tunggal untuk nada yang paling rendah, namun
ada juga yang terdiri dari 12 senar.
Fungsi dimainkannya alat musik gambus ini ialah sebagai pembawa
melodi dalam sebuah ensambel musik Melayu khususnya ensambel musik zapin
dan gambus.
Berikut ini akan penulis gambarkan struktur gambus yang digunakan
oleh Nasri Effas.
Gambar 3.1
Gambus yang digunakan Nasri Effas
Sumber : dokumentasi penulis
34
3.2 Musik Zapin Sumatera Utara
Musik adalah salah satu media ungkap kesenian. Kesenian adalah salah
satu daripada unsur kebudayaan universal. Musik mencerminkan kebudayaan
masyarakat pendukungnya. Di dalam musik, terkandung nilai-nilai dan normanorma yang menjadi bagian dari proses enkulturasi budaya, baik dalam bentuk
formal maupun informal. Musik itu sendiri memiliki bentuk yang khas, baik dari
sudut struktural maupun genrenya dalam kebudayaan. Demikian juga yang terjadi
dalam kebudayaan musik Melayu. Pertunjukan musik tradisional mengikuti
aturan-aturan tradisional. Pertunjukan ini selalu berkaitan dengan penguasa alam,
mantera (jampi) yang bertujuan menjauhkan bencana, mengusir hantu atau setan.
Musik tradisi Melayu berkembang secara improvisasi, berdasarkan transmisi
tradisi lisan. Setiap musik mempunyai nama tertentu dan alat-alat musik
mempunyai legenda asal-usulnya. Pertunjukan musik mengikuti aturan dan
menjaga etika permainan.
Kesenian Melayu, termasuk zapin adalah bahagian dari seni pertunjukan
Indonesia dan dunia Melayu sekali gus. Pertumbuhan dan perkembangan seni
pertunjukan dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, tidak lepas dari
pertumbuhan dan perkembangan kehidupan kesenian dan kebudayaan Indonesia,
yang terdiri berbagai suku bangsa, yang melahirkan kesenian yang sangat
beragam dan bersumber
dari identitas etnik setempat.
Akar budaya seni
pertunjukan Melayu, merupakan budaya yang diwarisi dari masa sebelum
datangnya pengaruh luar dan terus ditransformasikan saat datangnya pengaruh
dari luar. Akar budaya seni pertunjukan ini menjadi bagian dalam memperkuat jati
35
diri seni dan masyarakat Melayu itu sendiri. Kebudayaan Melayu sendiri
merupakan kebudayaan yang terbuka yang mau menerima kebudayaan luar tanpa
menghilangkan unsur budaya aslinya
dalam konteks akulturasi.
Sehingga
terciptalah kekhasan tersendiri dalam musik Melayu. Seperti salah satu contoh
seni pertunjukan Melayu yang cukup populer sekarang ini yaitu zapin.
Dalam genre seni ini, dapat dilihat pengaruh unsur budaya Arab yang
sangat
kental sekali, baik dari struktur melodi, ritme,
pertunjukan, penonton, dan pendukung budayanya.
instrumen, lirik, tari,
Zapin-zapin yang masih
hidup dan masih bertahan di bumi Melayu, memberikan corak warna gubahannya
yang spesifik kedaerahan sebagai wujud prilaku komunitas Melayu itu sendiri
dalam aktivitas sehari-hari. Dengan demikian, walau zapin ini berasal dari Arab,
oleh orang-orang Melayu zapin juga mengalami kreativitas disesuaikan dengan
cita rasa seni dan keperluan kebudayaan etnik Melayu. Bahkan di Alam Melayu
dikenal dua jenis zapin yaitu zapin Arab dan zapin Melayu.
Hamzah Ahmed (1984:71) mengatakan bahwa zapin lahir pada tahun
keenam masa ketika terjadi gencatan senjata dengan or ang-orang kafir Mekah,
pada waktu anak puteri Saidina Hamzah ingin ikut Nabi Muhammad hijrah ke
Madinah. Padahal dalam perjanjian, orang-orang pelarian Mekah itu harus di
kembalikan. Pihak Nabi Muhammad tidak mau. Lalu siapa yang menjadi
pengasuh anak itu? Nabi Muhammad menunjuk Ja’far yang dengan girangnya
menari-nari mengangkat kaki bersama Saidina Ali. Inilah diperkirakan sejarah
awal munculnya zapin dalam peradaban (tamadun) Islam.
36
Zapin kemudian berkembang ke Persia (Farsi2) dan ke Nusantara, yaitu
zapin ala Hijaz. Menurut Mohd Anis Md.Nor (1997:116-117) pertama kalinya
kesenian zapin mulai masuk ke istana-istana di Nusantara adalah di Sumatera dan
Kalimantan. Penari zapin yang terlatih mahir ujiannya adalah berzapin di tikar
rotan yang licin dilapisi dengan permadani. Per madani di atas tikar rotan itu tidak
boleh bergesersedikit pun. Apabila hal itu terjadi, hukumannya selama tiga bulan
kumpulan itu tidak boleh lagi menghibur di istana. Begitulah halusnya langkah
dan gerak tari zapin yang menurut asalnya zapin itu ditarikan sebagai kesenian
yang bernafaskan Islam. Kesenian zapin masuk ke Nusantara sejalan dengan
berkembangnya agama Islam sejak abad ke 13 Masehi. Para pedagang dari Arab
dan Gujarat yang datang bersama para ulama dan senimannya, menyusuri pesisir
Nusantara. Zapin tersebut kemudian berkembang di kalangan masyarakat pemeluk
Islam. Sekarang kita dapat menemukan zapin hampir di seluruh pesisir Nusantara,
seperti di: pesisir timur Sumatera Utara, Semenanjung Malaysia, Serawak,
kepulauan Riau, pesisir Kalimantan, Jambi, Brunai Darussalam, dan lainnya.
Hingga saat ini zapin tetap menjadi khazanah budaya Melayu yang masih
digemari oleh berbagai lapisan masyarakat. Kesenian ini juga sangat populer.
Zapin itu sendiri terdapat di kalangan istana-istana Melayu dan di tengah-tengah
masyarakat awam.
2
Pada masa Nabi Muhammad hidup, Persia ini dikenal dengan nama Farsi yang
wilayahnya mencakup beberapa kawasan di Timur Tengah. Mereka saat awal itu
beragama Majusi dan menyembah api. Pada saat itu terjadi peperangan antara Persia dan
Romawi yang agama resminya adalah agama Kristen. Umat Islam saat itu lebih
cenderung membela Romawi karena “kedekatan” tauhid dan kepercayaan kepada Tuhan.
Ketika tentara Romawi dapat ditaklukan oleh tentara Persia, maka gundah gulanalah umat
Islam. Namun Tuhan berjanji akan segera memenangkan tent ara Romawi, dan kemudian
janji Tuhan it u terbukt i. Kini wilayah Persia it u mencakup sebahagian besar Republik
Islam Iran dan sebahagian Irak. Mereka umumnya beragama Islam (mazhab Syiah).
37
Secara etimologis, kata zapin berasal dari Bahasa Arab, yang memiliki
berbagai makna. Kata zapin sendiri berkaitan dengan kata-kata turunan seperti
zafa, zaffa, zafana, zaffan. Jika ditelisik lebih jauh, memang semua kata itu dalam
bahasa Arab memiliki hubungan dengan kata tari bahasa Melayu. Namun sebelum
dibedah maknanya, alangkah baik jika kita lihat dahulu arti kata zapin dalam
Wikipedia Indonesia (Muhammad Takari 2008:11).
Zapin berasal dari bahasa Arab yaitu kata “Zafin” yang
mempunyai arti pergerakan kaki cepat mengikuti rentak pukulan.
Zapin merupakan tarian rumpun Melayu yang mendapat pengaruh
dari Arab. Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus
menghibur, digunakan sebagai media dakwah Islamiyah melalui
syair lagu-lagu zapin yang didendangkan. Musik pengiringnya
terdiri dari dua alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan
tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas.
Sebelum tahun 1960, zapin hanya ditarikan oleh penari laki-laki
namun kini sudah biasa ditarikan oleh penari perempuan bahkan
penari campuran laki-laki dan perempuan. Tari zapin sangat
banyak ragam gerak tariannya, walaupun pada dasarnya gerak
dasar zapinnya sama, ditarikan oleh rakyat di pesisir timur dan
barat Sumatera, Simenanjung Malaysia, Serawak, Kepulauan
Riau,
pesisir
Kalimantan
dan
Brunei
Darussalam
(sumber:http/id.wikipedia.org/wiki/Zapin).
Berdasarkan kutipan tersebut seperti terurai di atas, maka dapat dikatakan
bahwa istilah zapin yang berasal dari bahasa Arab. Kemudian zapin adalah salah
satu tari Melayu, yang diadopsi dari Arab. Zapin adalah media enkulturasi dakwah
Islam. Ensambel musik terdiri dari dua peran yaitu yang membawa melodi adalah
alat musik petik (gambus atau ‘ud) dan pembawa ritme yaitu tiga buah alat pukul
kecil (maksudnya gendang marwas). Awalnya ditarikan oleh laki-laki, akhirnya
perempuan, atau campuran laki-laki dan perempuan.
38
Menurut kajian Mohd Anis Md Nor, bahwa di dunia Melayu zapin
adalah sebuah genre seni pertunjukan yang didalamnya menampilkan tarian serta
musik. Biasanya tarian zapin dipersembahkan oleh penari laki-laki. Seperti yang
dikutipnya dari Winsted, kata zapin berasal dari bahasa Arab, yang banyak yang
digunakan oleh orang Melayu Johor. Zapin dalam bahasa Arab ini menurut
Wilkinson adalah tarian yang dilakukan dua orang penari laki-laki. Kata turunan
zapin yaitu zaffa maknanya adalah sehelai kain yang dibawa oleh pengantin
wanita kepada mempelai laki-laki dalam prosesi pernikahan. Kemungkinan besar
pula istilah zapin ini disesuaikan dengan lidah orang Melayu sehingga besar
kemungkinan pula memiliki makna yang lain. Namun arti-arti itu jika ditelusuri
dari bahasa Arab memiliki makna yang dekat, seperti maknanya adalah upacara
pernikahan atau menari untuk upacara pernikahan. Kata zapin ini pula tidak dapat
dihubungkan dengan kegiatan menari yang bertujuan untuk memperoleh uang
yang disebut dengan kegiatan raqasa (Muhammad Takari 2008:21)
Menurut pendapat para ahli sejarah seni Melayu, Luckman Sinar (2010)
dan Mohd Anis Md Nor (1995) zapin adalah berasal dari Yaman Selatan
(Hadramaut) merupakan sejenis ir ama atau rentak dalam seni musik tradisional.
Zapin juga adalah sejenis tarian rakyat Arab. Perkataan zapin berasal dari kata alzaffan, yaitu gerak kaki. Sebutan zapin umumnya dijumpai di Sumatera Utara dan
Riau, sedangkan di Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu menyebutnya dana.
Julukan bedana terdapat di Lampung sedangkan di Jawa umumnya menyebut
zafin. Masyarakat Kalimantan cenderung memberi nama jepin, di Sulawesi
39
disebut jippeng,
dan di Maluku lebih akrab mengenal dengan nama jepen.
Sementara di Nusa Tenggara dikenal dengan julukan dana-dani.
Di Nusantara, zapin dikenal dalam dua jenis, yaitu zapin Arab yang
mengalami perubahan secara lamban, dan masih dipertahankan oleh masyarakat
keturunan Arab. Jenis kedua adalah zapin Melayu yang ditumbuhkan oleh para
ahli lokal, dan disesuaikan dengan linkungan masyarakatnya. Kalau zapin Arab
hanya dikenal satu gaya saja, maka zapin Melayu sangat beragam dalam gayanya.
Begitu pula sebutan untuk tari tersebut tergantung dari bahasa atau dialek lokal di
mana dia tumbuh dan berkembang. Zapin juga merupakan sejenis rentak atau
irama dalam seni musik tradisional Melayu (yang di sampingnya ada senandung
mak inang, lagu dua, patam-patam, ghazal, hadrah, dan lain-lain).
Zapin merupakan salah satu genre dalam seni pentas pertunjukan Melayu
yang di dalamnya mencakup musik (rentak/ritme), tari, serta lagu. Apabila rentak
zapin itu didendangkan, maka musik itu dinamakan dengan musik zapin. Seperti
apa yang dikatakan oleh Fadlin Dja’far, bahwa struktur rentak atau ritem zapin di
Sumatera Utara khususnya di Medan, dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kategori : (1) rentak induk atau dasar dan (2) rentak anak atau peningkah.
Rentak induk dibentuk oleh tanda birama 4/4, sedangkan rentak peningkah
dikembangkan berdasarkan rentak induk dengan struktur mengikut estetika para
pemain musiknya. Zapin di samping memiliki meter 4, juga memiliki struktur
musik yang cukup jelas.
Membicarakan masalah struktur musik, mencakup pembahasan yang
sangat luas apabila keseluruhan aspek musik yang terdapat dalam musik tersebut
40
dikaji. Oleh karena itu pembahasan tentang struktur musik dalam tulisan ini
adalah menyangkut masalah pola-pola penggarapan alat musik gambus
berdasarkan karakter suara (timbre), teknik permainan dan juga bentuk-bentuk
komposisi musik yang biasanya dimainkan oleh alat musik gambus. Ensambel
musik zapin Melayu, pembawa melodi adalah gambus, akordion dan biola,
sedangkan pembawa temponya adalah marwas dan gendang.
Gerakan tari zapin harus menampilkan gerak tari yang sopan dan
menjunjung tinggi adat resam Melayu. Tidak melompat, mengangkat kaki tinggitinggi, berguling-berguling, dan tidak saling bersentuhan pada lawan jenis, seperti
mengendong yang tidak sesuai dengan kaedah sopan santun adat Melayu yang
berpaksikan kepada ajar an agama Islam. Sebab tari zapin itu sendiri bernafaskan
Islam. Sekar ang banyak kita temukan zapin tradisi yang berkembang menjadi tari
Zapin kreasi baru, yang telah mengalami pergeseran nilai-nilai budaya yang
hampir kehilangan identitasnya. Timbulnya pembaharuan-pemabaharuan dari
zapin tradisi ke bentuk zapin kreasi baru ini mulai dir asakan pada tahun 1960-an.
Demikian pula bila rentak zapin itu dinyanyikan maka lagu tersebut
dinamakan dengan lagu zapin. Dari segi teks, nyanyian zapin ini di samping
bersifat edukatif dan didaktik sekaligus menghibur tetapi juga digunakan sebagai
media dakwah Islam dengan syair
atau pantun-pantun Melayu yang
didendangkan, bisa pula lebih ke arah etika pergaulan secara umum, ataupun
pesan-pesan jenis lain, baik dengan tema percintaan, nasihat, pandangan hidup,
dan lain sebagainya. Lagu-lagu tersebut akan penulis
41
analisis melalui teori
semiotik. Penyajian musik zapin dapat saja hanya di iringin musik instrumental,
atau tanpa teks pantun Melayu yang dinyanyikan (vokal).
Dari uraian di atas tergambar dengan jelas bahwa seni zapin sangatlah
penting di dalam kebudayaan Melayu. Seni zapin ini mengekspresikan sejarah
masuknya peradaban Islam ke dalam kebudayaan Melayu. Dalam seni zapin juga
terkandung proses kreativitas seniman Melayu dalam mengolah zapin Arab
menjadi zapin Melayu.
3.3 Jenis Alat Musik Melayu
Berdasarkan sistem klasifikasi yang ditawarkan oleh Curt Sachs dan Eric
M. Von Hornbostel (1914), maka keseluruhan alat-alat musik Melayu Sumatera
Utara dapat dikelompokkan ke dalam klasifikasi: (1) idiofon, penggetar utamanya
badannya sendiri; (2) membranofon, penggetar utamanya membran; (3) kordofon,
penggetar utamanya senar; dan (4) aerofon, penggetar utamanya kolom udara
(Hornbostel dan Sach 1914).
Dalam kebudayaan musik Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara, alatalat musik yang termasuk ke dalam klasifikasi idiofon adalah: tetawak, gong,
canang, calempong, ceracap (kesi), dan gambang. Alat musik yang termasuk ke
dalam klasifikasi membranofon adalah: gendang ronggeng, gendang rebana
(hadrah, taar), kompang, gendang silat (gendang dua muka), gedombak, table, dan
baya. Alat-alat musik kordofon diantaranya adalah: ‘ud, gambus, biola, dan rebab.
Alat-alat musik aerofon diantaranya adalah: akordion, bangsi, seruling, nafiri, dan
puput batang padi (Muhammad Takari dan Heristina Dewi 2008:114-115).
42
Dari keberadaan alat-alat musik yang dipergunakan, kita dapat melihat
bahwa etnik Melayu mempunya alat-alat musik yang berciri khas dari alur utama
kebudayaan dan juga menyerap musik luar dengan tapisan budaya. Transformasi
yang terjadi adalah untuk pengkayaan khasanah. Keberadaan alat-alat musik
tersebut juga mengalami proses kesejarahan. Misalnya alat musik pra-Islam
contohnya adalah gong, tetawak dan gendang ronggeng. Kemudian selepas
masuknya Islam mereka juga menyerap alat-alat musik khas Islam seperti ‘ud dan
gedombak (darabuka). Kemudian dengan masuknya Portugis, Inggris, dan
Belanda, mereka menyerap alat-alat musik akordion dan biola. Kemudian
diteruskan dengan mengambil alat musik saksofon, klarinet, trumpet, drum trap
set, gitar akustik, gitar elektrik, dan yang terkini adalah keyboard.
Walaupun mempergunakan alat musik dari kebudayaan luar, namun
struktur musiknya khas garapan Melayu. Selain itu, musik dari luar ini dianggap
menjadi bagian dari musik tradisi Melayu. Dari keadaan ini tampaklah bahwa
proses transformasi sosiobudaya musik mengikuti sejarah budaya seperti yang
telah diuraikan diatas.
Rebab Melayu
Darabuka
43
Akodion
Marwas
Gendang Ronggeng
Gambar 3.2 alat musik melayu
Sumber : Internet
Berikut ini akan penulis jelaskan tentang beberapa jenis alat musik
Melayu khususnya alat musik Melayu Indonesia.
3.3.1 Rebab
Termasuk alat musik kordofon (lute type) yang kegunaannya sebagai
musik melody solo. Di jaman dahulu kala di Persia terdapat rebab bertali satu
yang digunakan untuk mengiringi diklamasi yang disebut “rebab ul Shaer”.
Rebab berasal dari Timur Tengah, kemudian ke Persia dan India, barulah
kemudiannya mencapai di kepulauan nusantara (Al-Farabi 870-950 M, di dalam
44
bukunya “Kitab Al-Musiqi al Kabir”) pada abad 11 M, alat musik rebab telah
dilukiskan pada dinding Candi Borobudur.
Perkataan rebab pada orang Arab adalah “rabab” yang disempurnakan
dengan alat gesek, kemudian tersebar luas melalui Khalifah Islam di Cordoba
(Spanyol) di abad ke 8 M. Lalu menyebar ke Eropah Barat sehingga berbentuk
cello dan kemudian menjadi biola seperti yang diketahui sekarang. Melalui Turki
dan Asia Tengah, ia masuk ke Persia, India, Tiongkok, kemudian ke Asia
Tenggara.
Di Afganistan ia disebut “rubab”, tetapi dalam bahasa Persia disebut
“rabab” yang artinya kumpulan alat-alat musik gesek. Sedangkan di India ada alat
musik yang namanya “sarod” berasal dari rebab yang dibawa dari Timur Tengah.
Rebab mempunyai peranan yan tinggi, sebagaimana halnya biola di
negeri Barat, demikian jugalah rebab di tanah Melayu. Penghormatan terhadap
rebab dimungkinkan karena alat ini mempunyai keterkaitan dengan upacara yang
bersifat gaib. Suara rebab dapat terdengar tinggi. Karena kedudukannya yang
dianggap tinggi, rebab sering diukir dan dihias baik kepalanya (kecopong)
maupun batangnya (shaft). Batang pinggang ramping dan biasanya terbuat dari
kayu leban, panjang 3 kaki 6 inci, biasanya diukir dari ujung kepala sampai akhir
batanya. Tali (dawai) rebab ada 3 dan 2 buah dimainkan sekaligus bersama-sama.
Nadanya E, A dan E tinggi, ada juga G, D, A.
Gesekannya terbuat dari kayu yang diukir dan bercemara, kemudian
dimainkan seperti menggesek cello. Batangnya memanjang melalui badannya
yang disebut “tempurung” dan muncul lagi di bawah sebagai kakinya. Lebar di
45
atas kira-kira 8 inci, yang dibawah 4 ½ inci dan tebalnya 2 inci, tempurung
biasanya terbuat dari kulit kerbau. Ada juga yang disebut “susu” yang melengket
pada kulit yang kegunaannya untuk menekan suara (resonance). Cemara untuk
gesekan terbuat daripada ekor kerbau atau sabut kelapa. Pemain rebab meletakkan
ibu jari kanannya di samping kepala gesekan dan jari ke 2 dan ke 3 dibawah, lalu
jari ke 4 dan 5 mengeraskan tali. Tali gesekan dimainkan pada bagian atas
tempurung. Belakang daripada rebab itu menghadap kepada pemainnya.
3.3.2 Gendang Panjang
Gambar 3.3.2 Gendang Panjang
Sumber : Internet
Di India disebut “dhol”. Gendang panjang ini kedua sisinya ditutupi
kulit. Selalu dimainkan dua buah, yang besar disebut “induk” dan yang agak kecil
bentuknya disebut “anak”. Panjangnya rata-rata 21 inci terbuat darpada kayu
merbau yang kerasa dan tahan lama. Atu sisinya lebih kecil daripada sisinya yang
lain. Gendang anak kulitnya terbuat dari kulit kambing sedangkan gendang induk
kulitnya terbuat dari kulit kerbau. Kulit yang terletak di kedua sisinya itu diikat
dengan rotan yang dibelitkan.
46
Untuk memainkan gendang panjang ini diperlukan keahlian tangan dan
jari-jari lincah, kecepatan, dan pandai meningkah menurut irama. Di dalam musik
untuk mengiringi silat. Biasanya gendang panjang ini dipukul dengan buah rotan.
3.3.3 Gedombak
Gambar 3.3.3 Gedombak
Sumber: Internet
Gedombak
dalam
bahasa
Arab
disebut
“darabuka”,
di
Turki
menyebutkan “deblak”, di Siam menyebutkan “thon”, sedangkan di Persia
menyebutnya “dompak”. Gendang ini berbentuk kerucut dengan kepalanya bulat
besar di taruh kulit kambing, sedangkan ekornya terbuka guna utnuk
mendengarkan suara dengan cara membuka dan mengatupkannya. Di beberapa
negeri Melayu, gedombak ini hanya dipergunakan dalam musik Melayu utnuk
Menora, Wayang Orang (Kelantan, Patani) tetapi di Serdang dan di Kepulauan
Riau pernah juga dipakai dalam musik Makyong. Gedombak besar disebut
“induk” dan yang kecil disebut “anak”.
47
3.3.4 Geduk
Gambar 3.3.4 Geduk
Sumber: Internet
Geduk adalah jenis gendang yang dua sisinya berkulit, tetapi hanya satu
sisi yang dimainkan, sedangkan sisinya yang lain diletakkan di bawah.
Memainkannya dengan kayu pemukul (stick). Gendang induknya 15 inci besarnya
dan gendang anaknya 12 inci dengan garis tengahnya 9 inci. Untuk memperkuat
rotan pada pengikat kulitnya, ditambahkan lagi satu barisan ganda kayu. Geduk
ini di pakai pada permulaan Wayang Kulit Melayu atau Makyong.
3.3.5 Gong
Gambar 3.3.5 Gong
Sumber: Internet
48
Gong termasuk di dalam golongan idiophone atau bahasa Sankritnya
Ghana vadya. Gong sudah lama tercantum pada ukiran candi-candi di tanah Jawa
Timur, tetapi tidak terdapat di candi-candi Jawa Tengah. Gong yang diperbuat
dari perunggu ini, sudah dikenal lama baik melalui persuratan naskah-naskah
maupun dalam ukiran di candi. Di Candi Kembar di Muara Jambi, dalam suatu
penggalian sejarah telah diketemukan sebuah gong yang bertuliskan Cina yang
diduga dari abad ke 13 M, dimana terdapat nama seorang pejabat kerajaan.
Di Tiongkok pada pemerintahan Raja Hsuan Wu pada tahun 500-516 M
telah dikenal gong yang saat itu disebut “sha-lo” dan memiliki bunyi yang sangat
keras jika dipukul, gong ini berasal dari Hsi Yu yaitu sebuah daerah antara Tibet
dan Burma. Kemungkinan besar ada kesamaan dengan gong yang berada di Korea
(cing dan di Assam caro). Menurut penelitian, India juga mengenal gong, tetapi
mendapat pengaruh dari Asia Tenggara yang mendapatnya pula dari China.
Ketibaan gong di nusantara dapat dipetik dari kronik dinasti Tang (618 – 906 M)
buku 222, bahwa raja P’oli naik gajah dengan iringan gendang dan gong.
Untuk orang Melayu, sejenis Gong yang agak tebal sisinya disebut
Tetawak yang biasanya dipakai untuk mengiringi tarian joget. Juga dipergunakan
untuk mengiringi teater tradisional semacam Makyong. Untuk Menora, Mendu,
Wayang Kulit Melayu dipakai 2 buah gong. Yang induk bernada C dan gong anak
bernada G. disamping itu sejenis gong kecil yang lantang suaranya disebut
Canang yang dipakai untuk menyampaikan berita.
49
Gong yang lebih kecil disebut Telempong atau Kromong berdiameter 6
½ inci diletakkkan pada sebuah alat dengan mukanya ke atas yang dipukul dengan
kayu. Kegunaan telempong ini ialah mengulangi melodi dasar.
Ada juga Gong yang besar yang disebut “Mong” bernada C yang dipakai
bersama-sama 2 buah Tetawak dan Mong menyelinginya. Gong dianggap
mempunyai tenaga gaib sehingga pantang dilangkahi. Gong Melayu terbuat dari
gangsa dan berbusut. Gong yang tidak berbusut (gong ceper) menunjukkan
pengaruh dari Siam atau Cina.
3.3.6 Serunai
Gambar 3.3.6 Serunai
Sumber: Internet
Alat musik yang tergolong alat tiup ini sudah tua sekali usianya, dan
sudah ada sejak zaman Mesir Kuno, ianya juga telah dipakai di tanah Arab sekitar
3000 tahun yang lalu. Mulanya dipakai oleh balatentara, tetapi sejak 1000 tahun
kemudian sudah pula mulai dipakai untuk mengiringi tarian, lagu-lagu pada
upacara perkawinan atau menyambut tamu agung dan sebagai tanda waktu.
Diantara bahasa Ara disebut “Zuma”, Cina menyebutnya “Sona”, di India
menyebutnya “Sahnay”, bahasa Persia “Surnay”. Alat ini berkembang ke Eropah
50
Barat dan menjadi cikal bakal dari oboe dan klarinet sekarang. Kemudian sampai
ke Turki, ke Persia, terus ke Timur jauh dan ke Asia Tenggara melalui India. Dari
bentuk Serunai ini, ada lagi diciptakan di India dengan jenis yang lebih besar dan
disebut dengan “Nagasvaram”.
Serunai dimainkan dengan menjaga aliran udara melalui lobangnya dan
mendapatkan nada (pitch) dengan menutup lobang-lobang yang ada. Panjang
batangnya sekira 18 inci, kemudian ada “lidah Serunai” yang terbuat dari daun
kelapa atau nibung yang juga disebut “pipit”. Sedangkan pipit yang satu lagi
dibiarkan tergantung diikatkan dengan benang di alat tersebut sebagai serap. Pipit
masuk ke mulut dan menghembus dengan pipi digembungkan.
Umumnya ia tidak memainkan melodi, tetapi hanya sebagai obligato
accompaniment pada sesebuah orkes atau pada nyanyian. Ada 7 lobang dan
sebuah di sebelah bawah. Meskipun kesemuanya ada 8 lobang, tetapi hanya 5
lobang yang dapat dimainkan sekaligus dengan berbagai nada di mana nada
umumnya adalah C. Tiga lobang di atas bernada G, A dan B. Lobang ke 5 dan ke
6 bernada D dan E, sedangkan lobang ke 7 merupakan nada antara. Jika lobang
yang berada di sebelah bawah ditutupkan, maka nada akan naik satu oktaf.
Biasanya dalam lagu untuk pengiring silat dan inai, serunai dimainkan
dengan hembusan panjang dengan bergaya tanpa melodi tertentu. Dan Serunai ini
termasuk pada alat-alat Nobat Diraja Melayu.
51
3.3.7 Gambang
Gambar 3.3.7 Gambang
Sumber: Internet
Adalah jenis alat musik yang menyerupai ataupun sama dengan Saron
(Jawa) dan Garantung (Batak). Yang memiliki 7 bilah kayu dengan nada 7,
diletakkan di atas suatu tempat semacam puan dan bilah-bilah kayu itu dipukul
dengan kayu. Ada juga gambang yang lebih dari 7 nada atau lebih dari satu oktaf
dan dimainkan selaku melodi, tetapi alat musik sudah jarang terlihat ini.
3.3.8 Kesi
Gambar 3.3.8 Kesi
Sumber: Internet
Kesi adalah sepasang cymbal kecil terbuat dari campuran tembaga juga
dengan ukuran 2 inci dan disatukan dengan tali untuk pegangannya, kemudian
saling dipukulkan menurut tempo tertentu. Kesi ini juga sering dipergunakan
dalam musik Makyong. Dan alat ini kemungkinan berasal dari Hindia Belakang.
Alat ini juga dikenal di Laos, Burma dan Cina.
52
3.3.9 Rebana
Gambar 3.3.9 Rebana
Sumber: Internet
Juga disebut “Tar” (bahasa Arab). Di Cina Selatan menyebutnya “Daira”,
di Maroko disebut “Bendir”. Alat gendang rebana ini menyerupai gendang joget,
dan hanya satu sisinya yang ditutupi kulit kambing yang dipakukan kepada
dinding kayu bulat, ditambah pula dengan gemerincing bulat. Ada juga yang jenis
besar disebut Rebana (mini) disebut “Kompang” dan dimainkan mengiringi
Rodat. Ketika mengiringi pengantin atau tamu agung yang tiba. Iramanya
bertingkah (inter locking).
3.4 Struktur Musik Zapin
Struktur musik zapin pada umumnya menggunakan unsur budaya
Melayu, Arab, India dan Barat. Tangga nada yang digunakan menunjukkan proses
akulturasi yang terus menerus, yaitu mayor dan minor barat dengan pembagian
minor natural, minor harmonik, minor melodik dan zigana. Begitu juga dengan
modus-modus yang digunakan yaitu modus dari Timur Tengah seperti rast, bayati,
husaini, ziharkah, sikkah, yaman sikkah, dukkah hijaz. Melodi zapin dengan
teknik strofik yaitu bentuk melodi sama atau hampir sama dengan teks lagu
(Fadlin Ja’afar dalam Moh. Anir Md Nor 2000:207).
53
Minor natural : a – b – c – d – e – f – g – a
Jarak interval :1 – ½ - 1 – 1 – ½ - 1 – 1
Minor harmonik : a – b – c – d – e – f – gis – a
Jarak interval : 1 – ½ - 1 – 1 – ½ - 1 ½ - ½
Minor melodik : a – b – c – d – e – fis – gis – a
Jarak interval : 1 – ½ - 1 – 1 – 1 – 1 – ½
Minor zigana : a – b – c – dis – e – f – gis – a
Jarak interval : 1 – ½ - ½ - 1 ½ - ½ - 1 ½ - ½
3.4.1 Bentuk Komposisi
Dalam permainan ansambel musik zapin, penyajian suatu komposisi
dimulai dengan lagu pembuka (taqsim), lagu pokok dan pola penutup. Dibawah
ini penulis akan menjelaskan tentang salam pembuka (taqsim), lagu pokok dan
pola penutup yang terdapat dalam ansambel musik zapin.
3.4.1.1 Salam Pembuka (taqsim)
Pembuka (taqsim) dalam sebuah ansambel musik zapin adalah
merupakan permainan suatu pola melodi yang bertujuan untuk menyelaraskan
irama dan tempo dengan instrumen lainnya, dan sekaligus sebagai pengantar
untuk memainkan lagu pokok.
Biasanya pada bagian taqsim ini, gambus berimprovisasi sesuai dengan
tangga nada lagu pokok dan sifatnya free meter. Pada bagian ini juga biasanya
para penari masuk ke pentas dengan disertai gerak sembah.
Berikut taqsim yang biasa dimainkan Nasri Effas pada lagu dan
merupakan ciri khas dari Nasri Effas:
54
Gambar 3.3.1.1
Taqsim dengan notasi perskriptif yang dimainkan Nasri Effas
Sumber : dokumentasi penulis
55
3.4.1.2 Lagu Pokok
Lagu pokok adalah merupakan isi dari sebuah repertoar lagu. Pada lagu
pokok ini, syair mulai didendangkan, dimulai dengan syair-syair pantun maupun
berisikan nasihat-nasihat.
Dalam permainan gambus, pada bagian lagu pokok ini nada-nada yang
dimainkan adalah sama dengan nada vocalnya. Pada dasarnya hanya ada
penambahan pada saat berakhirnya satu bait pantun.
3.4.1.3 Salam Penutup (Taqtum)
Salam penutup (taqtum) atau tahto merupakan bagian akhir dari sebuah
reportoar lagu. Pada musik barat biasanya disebut dengan coda. Nasri Effas
memberikan dua jenis taqtum yang biasa ia mainkan.
Berikut ini akan dijelaskan dengan notasi berupa gambar jenis-jenis taqtum Nasri
Effas.
Gambar 3.3
Taqtum versi pertama
Sumber : dokumentasi penulis
56
Gambar 3.3
Taqtum versi kedua
Sumber : dokumentasi penulis
57
BAB IV
TEKNIK PERMAINAN GAMBUS OLEH NASRI EFFAS
4.1 Posisi Memainkan
Posisi memainkan gambus pada umumnya ada tiga posisi, yaitu posisi
duduk bersila, duduk dikursi, dan posisi berdiri. Berikut akan dimuat gambargambar tentang posisi memainkan alat musik gambus.
4.1.1 Duduk Bersila
Kedua kaki dilipat (bersila), tangan kanan sebagai pemetik senar dengan
menggunakan plektum dan juga berfungsi sebagai penahan berat gambus dan
posisinya diujung penyangga gambus, sedangkan tangan kiri posisinya dibagian
leher gambus dan berfungsi sebagai penekan nada.
Gambar 4.1.1
Posisi duduk bersila
Sumber : dokumentasi penulis
58
4.1.2 Duduk di Kursi
Kedua kaki sebagai penopang berat gambus, tangan kanan sebagai
pemetik senar dan tangan kiri berfungsi sebagai penekan nada yang ada pada
bagian leher gambus.
Gambar 4.1.2
Posisi Duduk Dikursi
Sumber : dokumentasi penulis
4.1.3 Berdiri
Tangan kanan penopang berat dan dikaitkan dibawah ekor gambusnya.
Tangan kiri sebgai penekan nada dibagian leher gambus.
Gambar 4.1.3
Posisi Berdiri
Sumber : dokumentasi penulis
59
4.2 Cara Memetik
Menurut Nasri Effas, cara memetik gambus sangat bervariasi, bahkan
setiap orang bermain gambus dibagian cara memetik pasti memiliki perbedaan.
Nasri Effas sendiri lebih dominan memetik gambus dengan cara memetik senar
kebawah (down picking). Berbeda halnya dengan memetik alat musik gitar yang
biasanya up down picking.
4.3 Penjarian (fingering)
Penjarian biasanya dilakukan untuk menemukan tangga nada apa yang
akan dimainkan. Pada saat penulis melakukan wawancara, Nasri Effas
mengatakan bahwa penjarian yang biasa ia lakukan adalah tergantung lagu apa
yang ia ingin mainkan. Namun pada umumnya, ia melakukan penjarian dengan
tangga nada A minor harmonis yaitu : a – b – c – d – e – f – gis – a.
Gambar 4.3
Penjarian (fingering)
Sumber : dokumentasi penulis
60
4.4 Pelarasan (tunning)
Pelarasa (tuning) adalah salah satu hal yang sangat dibutuh bagi seorang
musisi. Pada pelarasan alat musik gambus, hal yang utama adalah nada yang
dihasilkan senar yang paling bawah sampai paling atas kita tahu terlebih dahulu.
Pelarasan (tunning) yang digunakan Nasri Effas pada gambusnya adalah :
Senar paling bawah (senar 1)
: Nada D
Senar 2
: Nada A
Senar 3
: Nada E
Senar 4
: Nada B
Senar paling atas (senar 5)
: Nada E rendah
Namun, senar tunggal yang paling atas (senar 5) sangat jarang digunakan
Nasri Effas dalam pengisian lagu-lagu. Nasri Effas hanya menggunakan 4 senar
saja, yaitu senar 1, senar 2, senar 3, dan senar 4.
Gambar 4.4
Pelarasan (tunning)
Sumber : dokumentasi penulis
61
4.5 Cara Belajar
Menurut Nasri Effas, cara belajar yang paling penting yaitu melalui
banyak mendengar apa saja musik Melayu, khususnya musik zapin yang mana
didalamnya yang paling dominan adalah alat musik gambus. Jika dengan
mendengar dan memahami tangga nada apa yang digunakan maka akan semakin
cepat pula kita mengaplikasikannya kedalam gambus. Hal inilah yang dialami
Nasri Effas, solfeggio (solfes/feeling) yang dia milikinya sangat membantunya
dengan cepat mengaplikasikannya ke alat musik apapun itu terkhususnya alat
musik gambus. Nasri Effas sudah sangat lama mengenal musik Melayu bahkan
sejak Nasri Effas masih duduk di bangku sekolah dasar. Maka secara spontanitas
lagu-lagu yang ia dengarkan sejak kecil itu membuatnya hafal dan fasih dengan
nada-nadanya. Dan memainkannya kedalam gambus pun ia sudah tidak ragu-ragu
lagi.
4.6 Improvisasi
Improvisasi adalah bagian yang sangat umum digunakan pada saat salam
pembuka (taqsim) pada sebuah repertoar lagu. Pada bagian ini pemain gambus
berimprovisasi sesuai tangga nada yang disepakati oleh pemain musik lainnya
seperti biola, akordion dan si penyanyi.
Improvisasi dapat dibagi atas 3 bagian yaitu :
4.6.1 Gerenek
Gerenek adalah gerakan jari tangan kiri yang bergerak cepat di ikuti
dengan petikan tangan kanan yang cepat pula. Dalam musik barat biasanya
disebut dengan triplet atau melismatic yaitu dua atau lebih nada yang dimainkan
62
secara cepat. Namun pada nada vocal biasanya satu huruf yang memiliki dua atau
lebih nada. Pada bagian ini juga picking tangan kanan haruslah menggunakan
teknik picking up down yang sangat cepat.
Gambar 4.6.1
Gerenek
Sumber : dokumentasi penulis
4.6.2 Cengkok
Cengkok adalah teknik yang digunakan untuk memperindah gaya
improvisasi gambus. Didalam musik barat biasa dikenal dengan legato (berayun).
Pada alat musik gambus cengkok ini dapat dilihat pada saat si pemain gambus
melakukan teknik slide (geser), baik itu slide meninggi maupun slide merendah.
Gambar 4.6.2
Cengkok
Sumber : dokumentasi penulis
63
4.6.3 Patah-patah
Patah-patah adalah teknik yang menggunaka dasar musik barat yaitu
staccato. Pada bagian ini nada-nada yang dimainkan menjadi putus-putus sesuai
hentakan atau petikan tangan kanan dan lompatan jari pada tangan kiri. Dalam alat
musik barat khususnya gitar teknik ini disebut juga dengan teknik hammer on dan
pull off. Hammer on artinya dari nada yang rendah ke nada yang tinggi pada satu
senar, dan sebaliknya pull off artinya dari nada yang tinggi ke nada yang rendah
pada satu senar.
Gambar 4.6.3
Patah-patah
Sumber : dokumentasi penulis
4.7 Analisis Melodi Pada Lagu Zapin
Untuk
menganalisa
melodi
gambus,
penulis
terlebih
dahulu
mendengarkan rekaman vidio yang penulis rekam pada saat Nasri Effas latihan di
64
Taman Budaya pada tanggal 4 september 2014. Dimana pada saat latihan, Nasri
Effas dan kawan-kawan memainkan lagu zapin “Menjelang Maghrib” yang
diciptakan
Rizaldi
Siagian.
Kemudian
menggunakan software sibelius 7,
penulis
menganalisanya
dengan
selanjutnya penulis merubah format
penyimpanannya menjadi format gambar sebagai berikut:
65
66
4.7.1 Tangga Nada (Scale)
Mendeskripsikan tangga nada menurut Malm adalah menyusun semua nada yang
dipakai dalam melodi lagu Menjelang Maghrib. Maka, dengan ini penulis akan
menyusun nada-nada yang terdapat dalam melodi lagu tersebut mulai dari nada
terendah hingga nada tertinggi, termasuk juga nada-nada oktaf.
Dari hasil analisa pada tangga nada lagu Menjelang Maghrib, maka diperoleh
kesimpulan lagu tersebut menggunakan 7 nada, terdiri atas A, B, C, D, E, F, G,
67
dan A. Dengan demikian lagu Menjelang Maghrib yang diciptakan oleh Rizaldi
Siagian ini menggunakan tangga nada A minor natural.
4.7.2 Nada Dasar (pitch centre)
Nada dasar pada sebuah lagu/musik sangatlah berperan penting. Nettl
(1964:147) mengemukakan tentang metode atau pendekatan dalam menemukan
nada dasar pada sebuah lagu/musik. Ada enam yang diusulkan menjadi perhatian
penting, yaitu:
a. Melihat nada mana yang sering dipakai
b. Melihat nada mana yang memiliki ritmis (harga ritmis) yang besar
c. Melihat nada awal atau akhir suatu komposisi yang dianggap mempunyai
fungsi penting dalam penentuan tonalitas (nada dasar)
d. Nada paling rendah atau posisi tepat ditengah-tengah dianggap penting
e. Adanya tekanan ritmis sebagai patokan
f. Pengenalan yang akrab dengan gaya musik
Dari hasil analisis transkripsi lagu Menjelang Maghrib diatas, khususnya tangga
nada dan jumlah nada digunakan penulis sebagai acuan untuk menjawab ketujuh
pendekatan untuk menemukan nada dasar pada sebuah repotoar/lagu sehingga
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Nada yang sering dipakai adalah nada A
b. Nada yang memiliki ritmis (harga ritmis) yang besar adalah nada E
c. Nada awal komposisi adalah nada E, dan nada akhirnya adalah nada E
d. Nada paling rendah adalah nada D, dan nada paling tengah adalah nada A
e. Adanya tekanan ritmis pada nada E
68
f. Pengenalan yang akrab dengan gaya musik yang C.
Dengan demikian disimpulkan lagu Menjelang Maghrib bernada dasar C, karena
nada-nada yang digunakan adalah nada D-E-A (yaitu 2-3-6 dari tangga nada C).
4.7.3 Wilayah Nada (Range)
Metode untuk menentukan wilayah nada berdasarkan ambitus suara yang
terdengar secara alami, ditentukan oleh suara penghasil bunyi itu sendiri, yaitu
dengan memperhatikan nada paling rendah dan nada paling tinggi.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Ellis dalam Malm (1977:35)
tentang perhitungan frekuensi nada dengan menggunakan cent, yaitu nada-nada
yang berjarak 1 laras sama dengan 200 cent, dan nada-nada berjarak ½ laras sama
dengan 100 cent.
Dengan melihat nada-nada yang telah ditranskripsikan, maka lagu
Menjelang Maghrib memiliki wilayah nada dari nada D (terendah) dan G’ (nada
paling tinggi) yang semuanya berjarak 8 ½ laras atau sama dengan 1700 cent.
Untuk lebih jelas wilayah nada lagu Menjelang Maghrib, dapat dilihat dari garis
paranada di bawah ini.
69
4.7.4 Jumlah Nada (Frequency of Note)
Netll (1964:146) menyatakan dalam mentranskripsikan modus lagu paling
tidak menyebut nada mana yang yang berfungsi sebagi nada dasar , nada-nada
yang dianggap penting dalam lagu tersebut, serta nada-nada pendampimg lainnya.
Lebih lanjut Netll mengatakan bahwa gambaran tangga nada dan modus biasanya
disampaikan lewat notasi (tangga nada) yang ditulis diatas garis paranada dengan
harga-harga yang menandai nada mana yang sering dipakai dan yang tidak.
Berikut jumlah nada-nada yang dipakai pada lagu Bintang, setelah penulis
menyusun nada-nada tersebut pada garis paranada.
Untuk mengetahui jumlah frekuensi terhadap pemakaian nada pada lagu
Menjelang Maghrib yang telah ditranskripsi, dapat dibuat persentasenya untuk
melihat komposisi melodi lagu. Untuk perhitungan persentasi pemakaian nadanada, penulis mempergunakan rumus sebagai berikut:
Dimana:
X : Jumlah persentase nada
Y : Jumlah pemaikan nada
Z : Jumlah keseluruhan nada
70
Dengan demikian perhitungan/persentase pemakaian nada-nada pada lagu
Menjelang Maghrib dapat di lihat pada tabel berikut :
Tabel I. Jumlah dan Persentase Nada pada Lagu Menjelang Maghrib
No Nada
Pemakaian Nada
Total Nada
Persentase
1
D
120
1938
120 / 1938 X 100%= 6,19
2
E
415
1938
415 / 1938 X 100%= 21,41
3
F
119
1938
119 / 1938 X 100%= 6,14
4
G
141
1938
141 / 1938 X 100%= 7,27
5
Gis
6
1938
6 / 1938 X 100%= 0,3
6
A
933
1938
933 / 1938 X 100%= 48,14
7
Bes
6
1938
6 / 1938 X 100%= 0,3
8
B
67
1938
67 / 1938 X 100%= 3,45
9
C
131
1938
131 / 1938 X 100%= 6,75
4.7.5 Interval Nada
Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada berikutnya, naik
maupun turun (Manoff 1991 : 50). Pada suatu komposisi lagu interval adalah
penggarapan melodi yang dicapai melalui bangunan nada secara melangkah atau
melompat, turun , maupun mendatar.
Manoff (1991:84) membuat pengukuranyang lebih akurat terhadap interval
dengan ketentuan sebagai berikut :
71
1. Interval berkualitas mayor (M) bila dinaikkan setengah langkah, maka interval
tersebut akan berkualitas auqmented (Auq) dan jika diturunkan setengah langkah
akan berkualitas minor (m).
2. Interval berkualitas minor bila dinaikkan setengah langkah akan menjadi mayor
dan sebaliknya jika diturunkan setengah langkah akan menjadi diminished (dim).
3. Interval berkualitas perfect (P) bila dinaikkan setengah langkah akan menjadi
interval auqmented dan sebaliknya jika diturunkan setengah langkah akan menjadi
interval diminished.
Berikut ini akan penulis jelaskan beberapa conton interval yang ada pada lagu
Menjelang Maghrib bar pertama sampai bar ke empat
Nada E – E
= 1P (Prime Perfect)
Nada E – F
= 2m (Secunde Minor)
Nada F – G
= 2M (Secunde Mayor)
Nada G – A
= 2M (Secunde Mayor)
Nada A – C
= 3Auq (Third Auqmented)
Nada C – B
= 7M (Septim Mayor)
Nada B – A
= 7m (Septim Minor)
72
Nada B – G
= 6m (Sekta Minor)
Nada A – B
= 2M (Secunde Mayor)
Nada A – D
= 4P ( Kwart Perfect)
4.7.6 Pola Kadensa (Cadence Patterns)
Kadensa adalah nada akhir dari suatu bagian melodi lagu yang biasanya
ditandai dengan tanda istirahat. Pola kadensa dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu: semi kadens (half cadence) dan kadens penuh (full cadence). Semi kadens
(half cadence) adalah suatu bentuk istirahat yang tidak lengkap atau tidak selesai
(complete) dan memberi kesan adanya gerakan ritem yang lebih lanjut. Sedangkan
kadens penuh (full cadence) adalah suatu bentuk istirahat di akhir frasa yang
terasa selesai (lengkap) sehingga pola kadensa seperti ini tidak memberikan
keinginan/ kesan untuk menambah gerakan ritem.
Berikut pola kadensa yang terdapat pada lagu Menjelang Magrib, yaitu
Frasa A
Frasa B
73
4.7.7 Formula Melodi (melodie fomula)
Dalam medeskripsikan formula melodik, ada tiga hal yang penting untuk
dibahas, yaitu bentuk, frasa, dan motif. Netll (1964:149-150) mengatakan bahwa
bentuk adalah hubungan diantara bagian-bagian dari sebuah komposisi, termasuk
hubungan diantara unsur-unsur melodis dan ritmis, atau dengan pemahaman
sederhana, bentuk merupakan suatu aspek yang menguraikan tentang organisasi
musikal. Frasa adalah suatu unit dari melodi di dalam komposisi. Sedangkan
motif adalah ide melodi sebagai dasar pembentukan melodi. Bentuk disimbolkan
dengan huruf A, B, C, dan seterusnya, sedangkan frasa dituliskan ke dalam angkaangka.
Ada beberapa jenis bentuk (form) menurut Malm (1976:8) antara lain :
1. Repetitive, yaitu bentuk nyanyian yang mengalami pengulangan.
2. Ireratif, yaitu suatu bentuk nyanyian yang menggunakan formula melodi
yang kecil dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan di dalam
keseluruhan nyanyian.
74
3. Reverting, yaitu suatu bentuk nyanyian apabila di dalam nyanyian terjadi
pengulangan pada frase pertama setelah terjadi penyimpangan melodis.
Namun pada lagu Menjelang Maghrib tidak ditemukan bentuk (form)
tersebut.
4. Strofic, yaitu bentuk nyanyian diulang dengan formalitas yang sama
namun menggunakan teks yang baru.
Frasa A
Frasa B
: Pucuklah lubuk
Pucuklah lubuk
Hay pucuklah korang
: Banyaklah jangkar
Banyaklah jangkar
Kayu terapung
75
5. Progressive, yaitu bentuk nyanyian selalu berubah dengan menggunakan
materi melodi yang selalu baru. Namun dalam lagu Menjelang Magrib,
bentuk (form) ini tidak ada, karena semua bentuk melodinya selalu
mengalami pengulangan.
4.7.8 Kantur (Contour)
Kontur adalah garis atau melodi pada sebuah lagu (Malm 1964:8).
Defenisi yang sama, kontur adalah alur melodi yang biasanya ditandai dengan
menarik garis. Ada beberapa jenis kontur yang dikemukakan oleh Malm
(Malm dalam Jonson 2000: 76), antara lain:
1. Ascending, yaitu garis melodi yang sifatnnya naik dari nada rendah ke nada
yang lebih tinggi, seperti gambar :
2. Descending, yaitu garis melodi yang sifatnya turun dari nada yang tinggi ke
nada yang rendah, seperti gambar :
76
3. Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari nada yang
rendah ke nada yang tinggi, kemudian kembali ke nada yang rendah. Begitu
juga sebaliknya, seperti gambar :
4. Teracced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga
dari nada yang rendah ke nada yang lebih tinggi kemudian sejajar, seperti
gambar:
77
5. Statis, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap atau apabila gerakan-gerakan
intervalnya terbatas, seperti gambar:
78
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil deskripsi analisis semua data yang telah dipaparkan dalam
skripsi ini, maka penulis melihat adanya variasi-variasi di dalam komposisi lagu
(musik zapin) yang dimainkan oleh Nasri Effas. Dari hasil transkipsi lagu yang
dimainkan, maka penulis menemukan variasi-variasi dalam bentuk: pola item,
pola melodi dan ornamentasi. Faktor yang menyebabkan adanya variasi adalah
teknik-teknik permainan yang dikembangkan oleh Nasri Effas, yang kemudian
menjadi karakteristik gaya permainan gambus-nya.
Teknik permainan gambus yang dikembangkan oleh Nasri Effas bukan
hanya telah memberikan kontribusi variasi ke dalam komposisi musik zapin yang
sudah ada, namun juga telah memberikan kontribusi terhadap kamus istilah musik
Melayu ‘nama-nama teknik permainan gambus. “Aset” teknik yang dimilikinya,
telah memampukan dia ber-improvisasi secara luas. Pada bab akhir skripsi ini,
penulis sangat setuju dengan pernyataan yang telah disampaikan oleh Bruno Netll
dan
Gerald
Behague
regenerasisasinya,
berupa variasi
(1991:4).
Mereka
mengatakan
bahwa
dalam
musik tradisi oral akan mengalami perubahan-perubahan
maupun modifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
keinginan dari orang-orang yang mempertunjukan dan mendengarnya. Pendapat
di atas didukung lagi oleh pendapat Bruno Netll (1978-171) mengenai salah satu
indikator perubahan adalah Moderenisasi. Istilah moderenisasi di dalam skripsi
ini bukan hanya pada perubahan bentuk dari gambus. Namun, juga mengarah
79
kepada perubahan ide dan cara memainkan gambus. Bila dikaji lebih dalam, maka
penulis menemukan adanya indikator modernisasi di dalam teknik yamg
dikembangkan oleh Nasri Effas. Pertama, kita dapat melihat adanya unsur-unsur
musik barat seperti: arpeggio, penggunaan tangga nada diatonik, dan
unsur
harmonisasi di dalam teknik permainan gambus-nya. Ke dua, kita dapat melihat
dari latar belakang pekerjaannya. Dari hasil wawancara dan pengamatan penulis
di lapangan menunjukan bahwa: alasan utama Nasri Effas mengadaptasikan
gambus-nya ke dalam beberapa ensambel musik adalah untuk dapat tetap
menjadikan gambus-nya sebagai mata pencarian utamanya yang kemudian
disesuaikan dengan permintaan panitia acara. Variasi-variasi dari teknik
permainan gambus Nasri Effas tersebutlah yang menjadi data bagi penulis untuk
kemudian menyimpulkan bahwa, Nasri Effas telah menjadi salah satu “dalang”
pengayaan di dalam tradisi musik zapin, dan pada akhirnya akan mengarah
kepada sebuah perkembangan di dalam musik tradisi musik Melayu. Mengingat
fungsi disiplin Etnomusikologi sebagai disiplin ilmu yang mengkaji musik dalam
konteks kebudayaan, dimana manusia merupakan penghasil kebudayaan tersebut,
maka secara umum proses sebab dan akibat dari gaya permainan gambus Nasri
Effas adalah sebagai berikut:
80
Musik Melayu Awal (Permainan Gambus)
Input
Gaya Permainan Nasri Effas
Aplikasi
Teknik Permainan
Gerenek
Cengkok
Patah-patah
Pengayaan
Musik Melayu (Gambus)
Bagan di atas secara umum menjelaskan bagaimana terjadinya proses
pengayaan. Permainan gambus yang diwariskan dengan cara tradisi oral,
memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan, karena di dalam tradisi oral
suatu kebudayaan diwariskan tanpa aturan yang baku, sehingga bukan suatu
kebetulan akan selalu terjadi suatu peristiwa yang disebut dengan variasi.
81
Gaya permainan gambus Nasri Effas sebagai akibat dari tradisi oral,
sudah pasti mengalami variasi-variasi didalamnya. Variasi inilah yang kemudian
menyimpulkan adanya sebuah pengayaan dan pada akhirnya akan membawa
sebuah perkembangan
di dalam tradisi musik Melayu, khususnya permainan gambus Melayu.
5.2 Saran
5.2.1 Internal
Menganalisis gaya permainan musik seseorang merupakan pekerjaan
yang kompleks di dalam Etnomusikologi.
Menurut penulis, di dalam gaya
permainan musik terdapat tiga unsur penting yang harus dipaparkan, yaitu:
kontruksi instrument musik, prilaku seseorang terhadap instrument tersebut, bunyi
sebagai hasil
‘kerjasama’ seseorang dengan instrument musik. Maka saran penulis,
untuk mengkaji gaya permainan musik perlu memperhatikan tiga unsur penting
yaitu:
1. Kontruksi Alat musik
Kontruksi alat musik yang perlu dijelaskan adalah fungsi dan nilai dari
susunan organ alat musik.
2. Prilaku manusia
Prilaku manusia dalam hal ini berhubungan dengan teknik atau cara
menghasilkan bunyi. Berdasarkan pada pernyataan yang disampaikan oleh Curt
Sach dan Hornbostel (1961), bahwa berdasarkan sumber getarnya, alatmusik
82
diklasifikasikan kedalam empat bagian, yaitu: aerofon, idiofon, membranofon,
kordofon. Terdapat hubungan antara organologi alat musik tersebut dengan cara
memainkannya. Secara umum, bagian tubuh manusia yang digunakan dalam
bermain musik adalah, tangan, kaki, dan mulut. Setiap organ tersebut memiliki
aturan cara tersendiri bagi setiap pemain musik.
3. Bunyi Musik
Bunyi musik yang dimaksud secara umum terdiri dari: ritem, melodi dan
ornamentasi.
5.2.2 Ekternal
Dari Semua penjelasan yang sudah dipaparkan dalam skripsi ini, maka
kita dapat melihat fenomena menarik di dalam kebudayaan Melayu, khususnya
kesenian musik gambus. Fenomena tersebut sebenarnya hanya merupakan salah
satu dari banyaknya kekayaan di dalam kebudayaan Indonesia yang seharusnya
mendapat perhatian yang khusus, baik dalam hal publikasi, maupun dokumentasi .
Terkhusus, para seniman Melayu yang merupakan “dalang” yang
berpotensi
menjaga
dan
mempertahankan
nilai-nilai
kebuadayaan
kita.
Kesejahteraan mereka sebaiknya semakin ditingkatkan karena bukan menjadi
kesalahan mereka jika lebih memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan hidup,
daripada memperhatikan generasisasi nilai kebudayaan Melayu. Hal ini akan
menjadi tugas kita bersama sebagai orang yang mempunyai rasa kepemilikan akan
kebudayaan Indonesia. Terutama para ilmuan musik dan instansi pemerintahan.
83
DAFTAR PUSTAKA
A. Hamid, Rogayah dan Maryam Salim, 2006. Kesultanan Melayu. Johor:
Malaysia.
Gusmala Yanti, Eva, 2011. Lagu-Lagu Zapin Ciptaan Zul Alinur:Kajian
Terhadap
Struktur
Teks
dan
Melodi.
Medan:
Skripsi
Sarjana
Etnomusikologi.
Husein, Muhammad, 2011. Musik Zapin. Tesis S-2. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Kodijat, Latifah, 2004. Tangganada Dan Trinada. Jakarta: Djambatan.
Koentjaraningrat, 1970. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Koentjaraningrat (ed.), 1977. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Gramedia.
Koentjaraningrat, 1980. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Rineka Cistra.
Limbong, Daniel.R.F.T, 2012. Deskripsi Analitis Gaya Permainan Hasapi
Sarikawan Sitohang Dalam Konteks Tradisi Gondang Hasapi. Medan:
Skripsi Sarjana Etnomusikologi.
Malm, William P., 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New
Jersey:
Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terjemahannya dalam bahasa Indonesia,
William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan
Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas
Sumatera Utara Press.
Merriam P, Alan,1964. The Anthropology of Music. Northwestern University
Press.
84
Moleong, J(ed), 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rodakarya
Nettl, Bruno, 1991. Theory and Method in Etnomusicology. New York: The free
Press.
Nor, Mohd Anis Md (ed), 2000. Zapin Melayu di Nusantara. Johor Baru: Yayasan
Warisan Johor.
Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, 1996. Potensi Etnik
Sumatera Utara. Medan.
Takari, Muhammad dan Heristina Dewi, 2008. Budaya Musik dan Tari Melayu
Sumatera Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Titon, 1984. World of Music Introduction to The World’s People.
Vardiansyah, Dani, 2008. Suatu Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Indeks
Sumber Internet : http://dhony-fernando.blogspot.com/2013/05/alatmusik-melayu.html
85
LAMPIRAN I
DAFTAR INFORMAN
1. Nama
: Nasri Effas
Umur
: 48 tahun
Tanggal lahir
: 5 Juni 1966
Alamat
: Jln. H.T.Rizal Nurdin, Dusun II Pantai Cermin
2. Nama
: Retno Ayumi
Umur
: 49 tahun
Tanggal lahir
: 14 April 1965
Alamat
: Jln. Platina III LK. X, Titi Papan Medan
3. Nama
: Rubino
Umur
: 47 tahun
Tanggal lahir
: 30 Agustus 1967
Alamat
: Dusun 4 Lorong Mulia Saintis Percut Sei Tuan
4. Nama
: Afifuddin Ali Akbar S.A
Umur
: 37 tahun
Tanggal lahir
: 3 April 1977
Alamat
: Jln. Bahagia By Pass No 50 Medan
86
5. Nama
: Zumaidi
Umur
: 25 tahun
Tanggal lahir
: 3 Maret 1989
Alamat
: Jln. Imam Bonjol Binjai
6. Nama
: Syahbilal S.pd
Umur
: 47 tahun
Tanggal lahir
: 17 Oktober 1967
Alamat
: Jln. Tempirai Lestari 17 No.383 Block 5
Martubung
7. Nama
: Heri Syahputra
Umur
: 30 tahun
Tanggal lahir
: 4 Februari 1984
Alamat
: Jln. Brigjen Katamso Gg Merdeka Medan
87
LAMPIRAN II
FOTO BERSAMA INFORMAN
NASRI EFFAS
RUBINO
88
RUBINO, AFIT, SYAHBILAL, RICAN, NN
RETNO AYUMI
89
ZUMAIDI
AHMAD FAUZI
90
Download