BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah salah satu pelaku ekonomi dengan misi yang dimilikinya saat ini menghadapai tantangan kompetisi global dunia usaha yang semakin besar. BUMN diharapkan mampu menaikan efisiensi sehingga menjadi unit usaha yang sehat dan memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan interaksinya dan aspek-aspek kehidupan nasional. BUMN harus peka terhadap setiap perkembangan yang terjadi dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan dunia usaha, sehingga profesionalisme BUMN disegala bidang terus meningkat, baik dalam bidang perencanaan dan pelaksanaan maupun dalam bidang pengendalian dan pengawasan, Wardoyo (2010) BUMN memiliki peran dan wewenang yang sangat besar dalam menggerakan perekonomian suatu Negara yang diharapkan akan mampu mendukung terhadap upaya perwujudan kesejahteraan sosial, karena semua ekonomi, potensi sumber daya alam, dan faktor-faktor produksi yang ada, dikuasi oleh Negara dan dialokasikan pengelolaannya oleh Negara kepada organisasi, badan usaha, dan individu untuk kesejahteraan rakyatnya. Agar harapan ini dapat diwujudkan, maka upaya serius diperlukan dalam mengoptimalkan keberadaan BUMN sebagai pilar ekonomi di Indonesia, Sundayani (2013) Masyarakat sangat menuntut transparansi atas pengelolaan sumber daya keuangan perusahaan pemerintah (BUMN/BUMD). Tetapi pada realitasnya semua itu belum memenuhi standar yang berlaku dalam pengelolaan keuangannya. Banyak masalah yang terjadi pada berbagai kasus yang ada saat ini melibatkan profesi akuntan. Sorotan yang diberikan kepada profesi ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya praktik-praktik profesi yang mengabaikan standar akuntansi bahkan etika. Perilaku tidak etis merupakan isu yang relevan bagi profesi akuntan saat ini. Isu mengenai etika akuntan berkembang seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika, baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah (Ludigdo,1999). Pengembangan dan kesadaran etik/moral memainkan peran kunci dalam semua area profesi akuntansi (Louwers et al. dalam Muawanah dan Indriantoro, 2001). Profesi akuntan tidak terlepas dari etika bisnis yang mana aktivitasnya melibatkan aktivitas bisnis yang perlu pemahaman dan penerapan etika profesi seorang akuntan serta etika bisnis (Ludigdo dan Machfoedz, 1999). Auditor internal sering menghadapi konflik audit yang mengarah pada situasi yang dilematis dalam tugasnya. Seperti hal lainnya kepatuhan terhadap pimpinan tempat ia bekerja dan auditor internal juga menghadapi tuntutan publik agar mampu memberikan laporan yang akuntabel, jujur dan sesuai dengan etika profesi. Disaat itulah timbul konflik audit yang berkembang menjadi dilemma etis, yang mana auditor diharuskan membuat keputusan yang bertentangan dengan independensi dan integritasnya dengan imbalan ekonomis yang mungkin terjadi diimbangi dengan tekanan disisi lain (Windsor dan Askhanasy 1995). Konflik dalam sebuah audit akan berkembang pada saat auditor mengungkapkan informasi, tetapi informasi tersebut oleh klien tidak ingin dipublikasikan kepada umum. Menurut Windsor dan Askhanasy (1995) dalam Budi (2004), konflik ini akan menjadi sebuah dilema etika ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang menyangkut independensi dan integritasnya dengan imbalan ekonomis yang mungkin terjadi di sisi lainnya. Arens dan lobecke (2002) mendefinisikan dilema etika sebagai suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana keputusan mengenai perilaku yang layak haru dibuat, karena auditor secara sosial juga bertanggungjawab terhadap masyarakat dan profesinya daripada mengutamakan pribadi atau kepentingan ekonomis semata. Sedangkan keputusan etis adalah keputusan yang baik secara legal maupun moral yang dapat diterima oleh masyarakat luas (Trevino 1986 dan Jones 1991). Tekanan sosial mampu mendorong seorang auditor melakukan tindakan etis atau tidak meskipun para pelaku profesi memiliki tanggungjawab dan etika terhadap profesinya masing-masing. Hal ini dikarenakan praktik-praktik dalam dunia bisnis sudah banyak menyimpang dari aktivitas moral bahkan dikatakan bahwa dunia bisnis saat ini merupakan dunia amoral (Nuryatno dan Dewi 2001). Dalam hal ini tekanan sosial tersebut mampu mempengaruhi auditor untuk menandatangani laporan keuangan yang mengalami salah saji yang material (Lord dan Dezoort 2001). Hal semacam ini akan menimbulkan dilema etika yang menyangkut integritas, independensi dan imbalansi ekonomis di sisi lainnya. Dilema etika ini akan mempengaruhi keputusan pengambilan auditor menjadi etis atau tidak etis (Abdurrahman dan Yuliani 2011). Pengambilan keputusan etis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya perilaku etis, tekanan ketaatan dan pengalaman auditor. Perilaku etis merupakan perilaku yang sesuai dengan norma – norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan yang membahayakan (Griffin dan Ebert, 1998 dalam Zulfahmi, 2005). Agoes (1996:173) mengungkapkan bahwa setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku professional. Dari fenomena yang didapatkan pada kasus BPK, dengan tertangkapnya anggota BPK perwakilan Jabar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah tegas diambil dengan memberhentikan sementara auditor yang diduga menerima suap dari pejabat Pemkot Bekasi itu. Sebagaimana diwartakan, seorang auditor BPK berinisial S telah ditangkap tim KPK. Diketahui sebagai kepala Auditoriat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jabar III. “S” ditangkap atas dugaan kasus suap Rp 272 juta yang melibatkan pejabat Pemerintah Kota Bekasi. Selain S, KPK menangkap lima orang lainnya. Yakni, Kabid Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Pemkot Bekasi berinisial HS dan kepala Bawasda Kota Bekasi berinisial HL.Tiga orang lainnya adalah sopir HS serta dua pegawai Pemkot Bekasi.Meski ditemukan dugaan kasus suap, Hendar menyatakan sistem pengawasan internal di BPK sebenarnya sudah cukup memadai.Apalagi, ada prosedur standar yang harus dijalankan setiap auditor.''Selain itu, hasil pemeriksaan atau pemberian opini selalu di-review lagi (Jawa Pos, 24 Juni 2010). Fenomena lain manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Sehingga Direksi PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001. Sedangkan. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,(seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Dari fenomena diatas dapat disimpulkan bahwa seorang auditor internal dapat melakukan tindakan yang tidak etis, karena seorang auditor dapat melakukan tindakan yang tidak etis seperti melakukan kecurangan atau korupsi dengan menerima suap dari pejabat pemerintah. Sebagai seorang auditor tidak layak melakukan hal tersebut karena sebagai seorang auditor internal yang baik harus mengikuti standar kode etik sebagai auditor dan harus independen tidak mudah dipengaruhi oleh pihak lain. Dengan adanya kasus korupsi tersebut auditor internal memberikan pendapat yang untuk membaguskan laporan keuangan perusahaan tersebut dan hasil yang keluar adalah keputusan yang tidak etis atas dasar auditor internal melakukan kecurangan. Tekanan sosial mampu mendorong seorang auditor melakukan tindakan etis atau tidak meskipun para pelaku profesi memiliki tanggungjawab dan etika terhadap profesinya masing-masing. Hal ini dikarenakan praktik-praktik dalam dunia bisnis sudah banyak menyimpang dari aktivitas moral bahkan dikatakan bahwa dunia bisnis saat ini merupakan dunia amoral (Nuryatno dan Dewi 2001). Dalam hal ini tekanan sosial tersebut mampu mempengaruhi auditor untuk menandatangani laporan keuangan yang mengalami salah saji yang material (Lord dan Dezoort 2001). Hal semacam ini akan menimbulkan dilema etika yang menyangkut integritas, independensi dan imbalansi ekonomis di sisi lainnya. Dilema etika ini akan mempengaruhi keputusan pengambilan auditor menjadi etis atau tidak etis (Abdurrahman dan Yuliani 2011). Auditor seringkali dihadapkan pada situasi adanya dilema yang menyebabkan dan memungkinkan auditor tidak dapat independen. Auditor diminta untuk tetap independen dari klien, tetapi pada saat yang sama kebutuhan mereka tergantung kepada klien karena fee yang diterimanya, sehingga sering kali auditor berada dalam situasi dilematis. Hal ini akan berlanjut jika hasil temuan auditor tidak sesuai dengan harapan klien, sehingga menimbulkan konflik audit (Tsui, 1996; Tsui dan Gul, 1996). Konflik audit ini akan berkembang menjadi sebuah dilema etika ketika auditor diharuskan membuat keputuan yang bertentangan dengan independensi dan integritasnya dengan imbalan ekonomi yang mungkin terjadi atau tekanan di sisi lainnya (Windsor dan Askhanasy, 1995). Menurut Griffin dan Ebert, yang dikutip Zulfahmi, (2005:182) bahwa: Pengambilan keputusan etis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya perilaku etis, tekanan ketaatan dan pengalaman auditor. Perilaku etis merupakan perilaku yang sesuai dengan norma – norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan yang membahayakan Agoes (1996:173) mengungkapkan bahwa setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku profesional. Kemampuan internal auditor untuk membuat keputusan atau yang akan diambil ketika menghadapi situasi dilemma etika akan sangat bergantung kepada berbagai hal, karena keputusan yang diambil oleh internal auditor juga akan banyak berpengaruh kepada organisasi dan konsultan dimana berada (Arnold dan Ponemon, 1991). Trevino (1986) dalam Sasongko Budi (2001) menyusun sebuah model pengambilan keputusan etis dengan menyatakan bahwa keputusan etis dengan menyatakan bahwa keputusan etis merupakan sebuah interaksi antara factor individu dengan factor situasional (person-situation interactionist model). Pengambilan keputusan etis seseorang akan sangat tergantung kepada faktorfaktor individu (individual moderators)seperti ego strength, field dependence, and locus of control dan faktor situasional seperti immediate job context, organizational culture, and characteristics of the work. Faktor individual dari seorang auditor dapat berupa pengalaman audit, komitmen professional dan orientasi etika sedangkan faktor situasional berupa nilai etika organisasi (Sasongko Budi, 2001). Konflik audit akan muncul ketika auditor internal menjalankan aktivitas auditing internal, dimana internal auditor sebagai pekerja di dalam organisasi yang diauditnya akan menjumpai masalah ketika harus melaporkan temuan-temuan yang mungkin tidak menguntungkan dalam penilaian kinerja manejemen atau obyek audit yang dilakukannya. Berdasarkan fenomena-fenomena diatas, penulis ingin meneliti lebih jauh mengenai pengaruh faktor-faktor individual dan situasional seorang auditor internal terhadap pengambilan keputusan etis. Pada penelitian ini, penulis ingin melihat sejauh mana pengaruh nilai etika organisasi dan komitmen organisasi terhadap pengambilan keputusan etis auditor internal, sehingga penulis memilih judul: “Pengaruh Nilai Etika Organisasi Dan Komitmen Professional Terhadap Pengambilan Keputusan Etis Auditor Internal“ (Studi kasus di 5 BUMN di wilayah Bandung). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan penulis, dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah nilai etika organisasi berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor internal ? 2. Apakah komitmen professional berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor internal ? 3. Apakah nilai etika organisasi dan komitmen professional berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor internal ? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi dan data-data yang relevan dengan objek penelitian yang penulis kaji, sehingga setelah data yang sudah diolah dan dianalisis dapat dijadikan bahan pengujian teori dan praktek. Tujuan penelitian adalah : 1. Untuk mengetahui apakah nilai etika organisasi berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor internal 2. Untuk mengetahui apakah komitmen professional berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor internal 3. Untuk mengetahui apakah nilai etika organisasi dan komitmen profesional berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis auditor internal 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Perusahaan, Auditor Internal, dan peneliti lainnya: 1. Bagi Penulis Sebagai pembelajaran awal dalam melakukan penelitian, juga menambah dan pemahaman tentang situasi pengambilan keputusan yang baik ketika dalam situasi dilema etika. 2. Bagi Perusahaan BUMN Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan, informasi serta pemikiran Perusahaan BUMN agar memahami pentingnya nilai etika seorang auditor internal dalam pengambilan keputusandan komitmen seorang auditor intenal dalam pengambilan keputusan. 3. Bagi Peneliti Lain Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk pengembangan serta menjadi sumber informasi atau masukan mengenai konsep nilai etika dan orientasi etika terhadap pengambilan keputusan auditor internal. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang dibahas, dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis akan melakukan penelitian pada 5 Perusahaan BUMN yang berada diwilayah Kota Bandung dan waktu penelitian dilakukan mulai pada bulan Maret 2015.