Analisis Penanda Kohesi Intersemiotik dalam Media Audio Visual

advertisement
Wahju Tri Widadijo.
Analisis Penanda Kohesi Intersemiotik dalam Media Audio Visual Video Iklan Layanan Masyarakat
yang Ditayangkan pada TV Lokal di Yogyakarta
Analisis Penanda Kohesi Intersemiotik dalam Media Audio Visual
Video Iklan Layanan Masyarakat yang Ditayangkan pada TV Lokal di
Yogyakarta
Wahju Tri Widadijo
Sekolah Tinggi Seni Rupa dan Desain Visi Indonesia
Abstrack
This article reviews the analysis of intersemiotic cohesion markers on audio-visual media. This analysis is also known as discourse analysis of film. The analysis was conducted
upon some public service ads videos (PSA) broadcasted on local TV stations in Yogyakarta.
The analytical process itself was using descriptive quantitative method. Baumgarten theory of visual verbal cohesion (2008) and the investigation method on intersemiotic cohesion
developed by Ngamsa (2012), were used to identify, observe, and describe the interaction of
each cohesion markers. The cohesion markers include endophoric cohesion, exophoric cohesion, anaphoric cohesion, and cataphoric cohesion. Then, the amount of the cohesion markers were calculated according to the reference elements exist. This study was based on the
initial assumption, that was, the larger the number of the cohesion, the stronger the bonding
of the cohesion, so that the messages are easier to understand. As the result, the messages of
some PSA are easy to understand, but some PSA are less interesting to watch because of the
lack of the plot or storyline.
Keywords: Intersemiotic, Cohesion, PSA Video, Film Discourse
217
Kreatif. Jurnal Desain Komunikasi Visual. Vol. III/ No. 1/ Edisi 4/ Mei 2015
Pendahuluan
Masa Interaktif Global perkembangan
iklan, seperti dikemukakan oleh William
F. Arens (Sumartono, 2002:5), ditandai
dengan berkembangnya teknologi media
Televisi dan jaringan Internet. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kedua media tersebut menjangkau khalayak sasaran
yang cukut luas. Hampir segala macam
bentuk kemasan pesan bisa dikomunikasikan kepada khalayak sasaran lewat
media Televisi dan Internet.
Deregulasi pemerintah khusus untuk
bidang pertelevisian telah diikuti dengan
munculnya beberapa stasiun televisi swasta nasional. Perkembangan berikutnya
ditandai dengan berdirinya stasiun-stasiun televisi lokal di beberapa daerah. Hal ini
secara langsung maupun tidak langsung
mendorong industri kreatif periklanan,
khususnya iklan komersial televisi, semakin berkembang pesat. Banyak produsen
memilih media televisi dalam strategi media iklan mereka. Pernah tercatat, bahwa
pertumbuhan anggaran iklan di Indonesia
untuk tahun 2000 – 2001, hanya berselang
beberapa tahun setelah deregulasi pertelevisian dikeluarkan, meningkat sampai
25%, di mana hampir 7 triliun dari total
9,7 triliun dibelanjakan untuk iklan TV
(Masli dalam Sumartono, 2002 : 5).
Di sisi lain pihak TV perlu juga menyediakan ruang untuk menampilkan pesan kepada publik yang bersifat pesan
218
sosial (baca: bukan komersial). Pesan
semacam ini biasa disebut sebagai Video
Iklan Layanan Masyarakat atau disingkat VILM. VILM biasanya dipakai untuk
menyampaikan pesan sosial yang bersifat mengedukasi masyarakat dengan cara
mengingatkan dan atau memberi pencerahan terhadap suatu topik pesan. Misalnya,
VILM tentang resiko membuang sampah
sembarangan, atau VILM tentang bahaya
merokok, dan lain-lain.
Gambar 1. VILM berjudul Children See – Children
Do karya Sean Meehan, Australia.
(Sumber: www.youtube.com)
Sebagai media audio visual, VILM
cukup efektif menjadi media penyampai pesan, karena kemampuan media ini
menampilkan elemen visual dan verbal
(audio) sekaligus secara serentak. Selain
itu VILM, sebagai tayangan audio visual,
juga memiliki elemen temporal atau waktu yang berjalan dengan progresi linier, di
mana ada bagian awal, tengah, dan akhir
dari tayangan, sehingga bisa dibangun sebuah alur atau plot. VILM yang ditayang-
Wahju Tri Widadijo.
Analisis Penanda Kohesi Intersemiotik dalam Media Audio Visual Video Iklan Layanan Masyarakat
yang Ditayangkan pada TV Lokal di Yogyakarta
kan melalui televisi memiliki kekuatan
mampu memunculkan tekanan yang cukup kuat sekaligus dan serentak pada indera
penglihatan dan pendengaran pada khalayak pemirsa, sehingga mampu mempengaruhi persepsi khalayak pemirsa. Kekuatan ini menyebabkan sebuah pesan dalam
VILM menjadi lebih mudah dipahami
karena ketersediaan referensi atau acuan
dari tiap unsur yang ada secara internal.
Sebagai contoh adalah adanya 2 (dua) plot
adegan berbeda yang dimunculkan di dalam VILM tentang bahaya kebakaran yang
disebabkan karena tidak hati-hati dalam
menggunakan alat-alat rumah tangga,
oleh NFPA.org.
Pada plot adegan pertama digambarkan tokoh bernama Dan sedang tidur di
musim dingin, untuk itu dia menyalakan
mesin penghangat ruang. Mesin tersebut
diletakkan terlalu dekat dengan tempat
tidur dan dinyalakan dengan temperatur
yang terlalu tinggi. Pada adegan berikutnya digambarkan tempat tidur Dan terbakar, ketika secara tidak sengaja ujung
selimut menyentuh mesin penghangat.
Sementara itu, pada plot adegan ke dua
digambarkan tokoh Dan yang sama tidur
nyaman dengan mesin penghangat yang
telah dimatikan dan diletakkan tidak terlalu dekat dengan tempat tidur.
Pesan yang terdapat dalam VILM ini
cukup mudah dipahami antara lain karena
tersedianya referensi atau acuan dari tiap
unsur yang ada. Gambar kaca jendela kamar yang bersalju tebal dan gambar selimut tebal yang dipakai Dan bisa dimaknai
sebagai musim dingin yang bertemperatur cukup rendah. Demikian juga dengan
gambar mesin penghangat ruang yang dinyalakan. Mesin penghangat yang digambarkan berwana merah pada plot pertama
bisa dimaknai bahwa mesin tersebut dinyalakan dengan termperatur terlalu tinggi.
Tempat tidur yang digambarkan terbakar
adalah akibat Dan tidak mematikan mesin
penghangat ketika ditinggal tidur.
Adapun narasi yang terdengar pada
adegan ini adalah: Excuse me Dan, but you
should always turn the heater off when you
go to bed or leave the room. Sementara itu,
gambar mesin penghangat di plot ke dua
adalah mesin penghangat yang sama, seperti yang ditampilkan pada plot pertama,
namun diletakkan agak jauh dari tempat
tidur dan tidak digambarkan berwarna
merah, sehingga bisa dimaknai bahwa mesin tersebut telah dimatikan. Narasi yang
terdengar pada adegan ini adalah: Good
job Dan...
219
Kreatif. Jurnal Desain Komunikasi Visual. Vol. III/ No. 1/ Edisi 4/ Mei 2015
Gambar 2. VILM tentang bahaya kebakaran yang
disebabkan karena tidak hati-hati dalam menggunakan alat-alat rumah tangga, oleh NFPA.org.
(Sumber: www.youtube.com).
Gambaran pada contoh di atas menunjukkan adanya aspek saling kait antar elemen visual maupun antar elemen verbal
(audio) yang ada. Tiap elemen tersebut
saling berhubungan dan saling mengacu
satu dengan yang lain sehingga membentuk ikatan kohesi. Unsur penanda kohesi
yang ada akan saling mengacu baik pada
level verbal (endoforis) maupun saling acu
pada level visual (eksoforis). Ada unsur
yang mengacu dan ada unsur yang diacu.
Semakin dekat dan intens ikatan kohesi
ini, maka secara logis bisa dibuat asumsi
bahwa pesan yang terkandung dalam media audio visual tadi akan lebih mudah
ditangkap dan dipahami maknanya oleh
pemirsa. Ikatan kohesi yang kuat dan in-
220
tens juga dapat mempersempit ruang yang
bisa memunculkan pemaknaan atau interpretasi lain untuk menghindari atau mengurangi ambigu makna. Ambigu makna
yang dimaksud bisa menyebabkan tujuan
disampaikannya suatu pesan komunikasi
dalam VILM tidak bisa tercapai.
Di dalam tulisan ini diulas proses analisis terhadap aspek saling kait tersebut pada
media audio visual video iklan layanan
masyarakat yang ditayangkan pada TV lokal di Yogyakarta. Analisis dilakukan secara kuantitatif untuk mengukur seberapa
kuat ikatan kohesi yang ada. Penelitian ini
berusaha mencari pemahaman atas keterkaitan antara pilihan tampilan visual dan
pilihan unsur verbal untuk membangun
kesatuan pesan yang kuat dalam Video
Iklan Layanan Masyarakat (VILM) yang
ditayangkan pada TV lokal Yogyakarta.
2. Elemen-elemen dalam Media Audio
Visual Televisi
Tampilan visual dalam media televisi
mencakup hampir semua elemen visual
dalam seni visual. Elemen-elemen visual
dalam seni visual mencakup titik, garis,
warna, bentuk, arah, karakter tipografi,
tonal warna, skala, dimensi, dan gerakan.
Elemen visual ini bisa ditangkap oleh indera penglihatan. Elemen gerak ini bisa
menjadi kekuatan visual utama dalam media televisi.
“The visual element of movement, like
Wahju Tri Widadijo.
Analisis Penanda Kohesi Intersemiotik dalam Media Audio Visual Video Iklan Layanan Masyarakat
yang Ditayangkan pada TV Lokal di Yogyakarta
dimension, is more often implied in the
visual mode than actually expressed. Yet
movement is probably one of the most dominant visual force in human experience.”
(Dondis (1986:64).
Sementara itu, elemen audio dalam media ini bersifat verbal dan bisa ditangkap
oleh indera pendengaran, misalnya berupa narasi, dialog, monolog, voice over. Unsur verbal bisa juga muncul dalam bentuk
teks yang kontekstual dengan tampilan
visual. Selain itu dalam media telivisi juga
terdapat elemen yang berhubungan dengan waktu atau tempo.
“This interaction (intersemiotic cohesion), at spatro-temporal levels, is found to
cohere also at levels that are either anaphoric (flashback), or cataphoric (flash front)
in order to generate narrative context in a
moving image text.” . Ngamsa (2013).
Elemen-elemen tersebut kemudian
menjadi penanda kohesi yang akan ditentukan, dideskripsikan, dicari unsur acuannya, dan kemudian dikuantifikasi.
00:10
Audio (Verbal):
“Aku dapat undian pak....”
Visual:
Seorang wanita jawa berkebaya
di depan rumah berjalan sambil
membawa kertas (kertas undian)
Temporal:
Adegan sebelumnya >> wanita
tersebut membungkuk mengambil
secarik kertas di depan pintu.
Adegan berikutnya >> wanita
yang sama terlihat menggunakan
perangkat handphone.
00:42
Audio (Verbal):
“Cek dulu kebenarannya, dan
sudahkah mendapat ijin dari
Kementrian Sosial Republik Indonesia”
Visual:
Seorang pria (Drs. Sutiknar –
Kepala Bidang Parsosmas Dinas
Sosial DIY)
Visual (Verbal):
Teks >> Waspadai Penipuan
Berkedok Undian Berhadiah Cek
dulu kebenarannya, dan sudahkah mendapat ijin dari Kementrian Sosial Republik Indonesia.
Gambar 3. Tabel elemen dan deskripsi penanda kohesi dalam VILM Versi Kejatuhan Duren oleh Dinas
Sosial DIY.
(Sumber: www.youtube.com).
3. Intersemiotika Media Audio Visual
Ulasan dalam tulisan ini berangakat
dari penelitian dengan menggunakan
pendekatan teori intersemiotik media
audio visual yang mencakup unsur visual dan verbal (audio), serta unsur waktu.
Intersemiotika dalam media audio visual
dikenal juga dengan istilah Wacana Film
atau Film Discourse. Istilah intersemiotik
sering dipakai dalam semiotika multimedia. Pendekatan intersemiotik mencoba
mengidentifikasi pola interaksi antara elemen visual, elemen verbal, dan aspek temporal dalam tayangan audio visual. Proses
indentifikasi dan analisis penanda kohesi
yang dilakukan berpijak pada teori kohesi visual vebal yang dikembangkan oleh
Baumgarten (2008) dan aplikasi metode
identifikasi yang dikembangkan oleh
Ngamsa (2012). Menurut Baumgarten,
221
Kreatif. Jurnal Desain Komunikasi Visual. Vol. III/ No. 1/ Edisi 4/ Mei 2015
harus ada sinkronisasi yang nyata antara
elemen visual verbal dalam wacana yang
terkandung dalam sebuah tayangan film
(Film Discourse).
Pendapat tersebut bisa dimaknai dengan lebih sederhana sebagai berikut: Harus ada ikatan dan interaksi yang jelas
antara tayangan visual dan audio yang
bersifat verbal ketika orang melihat sebuah film. Ketika orang melihat film dengan mata tertutup maka hilanglah interaksi yang dimaksud, sehingga orang tersebut
tidak mungkin berhasil memaknai pesan
yang terkandung dalam film yang dimaksud. Demikian juga ketika dia melihat film
dengan telinga tertutup.
00:16
Audio:
Musik (audio verbal tidak
ditemukan)
Identifikasi penanda kohesi:
Tampilan visual pada 00:16 tidak
memiliki penanda kohesi acuan.
Kesimpulan:
Tampilan visual pada 00:16 sulit
dimaknai
Gambar 4. Tabel elemen dan identifikasi penanda kohesi dalam VILM Versi Kejatuhan Duren oleh Dinas
Sosial DIY
(Sumber: www.youtube.com).
Pendekatan semiotika dianggap lebih
komprehensif karena mencoba memandang unsur-unsur yang ada secara kontekstual. Aspek pesan komunikasi yang terkadung dalam media audio visual dihasilkan
oleh ikatan kontekstual oleh unsur-unsur
visual dan verbal (audio) serta aspek temporal yang ada. Unsur visual yang dimaksud berbentuk bahasa visual, sementara
unsur verbal (visual dan audio) berbentuk
bahasa verbal. Sementara itu, aspek temporal muncul dalam bentuk plot.
Adapun secara skematik pendekatan intersemiotik ini, seperti yang disampaikan oleh John Ngamsa (2013) dalam
artikel jurnalnya yang berjudul Patterns of
Intersemiotic Cohesion in the Moving Text,
bisa digambarkan sebagai berikut:
00:18
Audio:
Musik (audio verbal tidak
ditemukan)
Identifikasi penanda kohesi:
Tampilan visual pada 00:18 tidak
memiliki penanda kohesi acuan.
Kesimpulan:
Tampilan visual pada 00:18 sulit
dimaknai
00:28
Audio:
Musik (audio verbal tidak
ditemukan)
Identifikasi penanda kohesi:
Tampilan visual pada 00:28 tidak
memiliki penanda kohesi acuan.
Kesimpulan:
Tampilan visual pada 00:28 sulit
dimaknai
222
Gambar 5. Skema ikatan kohesi intersemiotik pada
media audio visual.
(Sumber: Ngamsa, 2013).
Wahju Tri Widadijo.
Analisis Penanda Kohesi Intersemiotik dalam Media Audio Visual Video Iklan Layanan Masyarakat
yang Ditayangkan pada TV Lokal di Yogyakarta
Skema di atas memperlihatkan
bagaimana ikatan kohesi intersemiotik
pada media audio visual terbentuk sehingga bisa membentuk makna sesuai
konteksnya. Unsur penanda kohesi yang
dimaksud terdapat pada level verbal (endoforis) maupun pada level visual (eksoforis). Selain itu, media audio visual sebagai
media yang memiliki aspek alur, tempo,
dan durasi, maka ikatan yang ada bisa
juga terjadi secara temporal. Ikatan kohesi
yang ada selanjutnya bisa mengacu ke alur
bagian depan / awal (flashback = anaforis)
atau ke alur bagian belakang / akhir (flashfront = kataforis).
00:17
Audio / Verbal (dialog
melalui handphone):
Wanita berkebaya (+) :
haloooo....
Pria berjaket (-):halo slamat
siang ibuk... selamat Anda
mendapatkan hadiah
berupa...
Identifikasi penanda kohesi:
1. (Edoforis) Elemen audio
berupa dialog di atas
2. (Eksoforis)Elemen visual
berupa tayangan di samping
Analisis:
Penanda kohesi endoforis
audio (verbal) mengacu
langsung dengan penanda
kohesi eksoforis visual
Kesimpulan:
Tampilan visual pada 00:18
bisa (mudah) dimaknai
Gambar 6. Tabel identifikasi dan analisis penanda kohesi endoforis - eksoforis dalam VILM Versi Preman
Ketahuan oleh Dinas Sosial DIY.
(Sumber: www.youtube.com).
00:5 sampai 00:13
Audio :
Musik dan efek suara sirine
ambulance
Visual :
Kompilasi footage adegan
bencana alam
Identifikasi penanda kohesi:
1. (Edoforis) Elemen audio
di atas
2. (Eksoforis)Elemen visual
berupa tayangan di samping
3. (Kataforis)Aspek temporal
yang mengacu ke tayangan
sesudahnya (flash front).
Analisis:
Penanda kohesi kataforis mengacu secara temporal dengan
penanda kohesi visual pada
tayangan sesudahnya (adegan
posko bantuan bencana 00:15 )
Kesimpulan:
Tampilan visual bisa (mudah)
dimaknai
00:15
Audio / Verbal (dialog):
Pria pemberi kardus (+) : ini
mas... cuman ini saja yang bisa
saya berikan....
Pria penerima kardus (-):ini
juga sudah lebih dari cukup...
terima kasih lho mas...
Visual (Verbal):
Tulisan print out pada kertas
“POSKO BANTUAN BENCANA”
Identifikasi penanda kohesi:
1. (Edoforis) Elemen audio
berupa dialog di atas
2. (Eksoforis)Elemen visual
berupa tayangan di samping
3. (Anaforis)Aspek temporal
yang mengacu ke tayangan
sebelumnya (flash back).
Analisis:
Penanda kohesi anaforis mengacu secara temporal dengan
penanda kohesi visual pada
tayangan sebelumnya (adegan
bencana alam 00:5 sampai
00:13 )
Kesimpulan:
Tampilan visual pada 00:18
bisa (mudah) dimaknai
Gambar 7. Tabel identifikasi dan analisis penanda
kohesi endoforis – eksoforis – anaforis - kataforis
dalam VILM Versi Pengumpulan Uang dan Barang
oleh Dinas Sosial DIY.
(Sumber: www.youtube.com)
223
Kreatif. Jurnal Desain Komunikasi Visual. Vol. III/ No. 1/ Edisi 4/ Mei 2015
d. VILM oleh KPID DIY tentang Pengaduan Publik (V4).
e. VILM oleh KPID DIY tentang Tayangan
Lokal (V5).
f. VILM oleh KPID DIY tentang Sosialisasi
Peran KPID (V6).
Gambar 8. Skema alur penelitian
4. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipakai adalah
deskriptif kuantitatif. Ada 6 (enam) VILM
yang dijadikan sampel, yaitu:
Sampel VILM yang tepilih dipilah
dan diidentifikasi setiap unsur penanda
kohesinya, yang meliputi penanda kohesi endoforis, eksoforis, anaforis, dan
kataforis. Selanjutnya, dengan pendekatan teori penanda kohesi intersemiontik, masing-masing unsur penanda kohesi tadi dianalisis dan diobservasi serta
dideskripsikan aspek kohesinya. Pada
tahapan ini dideskrisipkan secara spesifik
apakah unsur kohesi yang dimaksud mengacu (memiliki referensi) secara endoforis
/ eksoforis ataupun secara anaforis / kataforis. Pada tahap akhir, dihitung secara
kuantitatif prosentase jumlah penanda kohesi menurut unsur acuannya. Secara skematis alur penelitian ini bisa digambarkan
sebagai berikut:
a. VILM oleh Dinas Sosial DIY tentang
undian berhadiah versi Preman Ketahuan (V1).
b. VILM oleh Dinas Sosial DIY tentang
undian berhadiah versi Kejatuhan Durian(V2).
c. VILM oleh Dinas Sosial DIY tentang
pengumpulan bantuan bencana (V3).
224
5. Simpulan
Dari hasil penelitian ternyata tiap
sampel VILM bersifat khas dan unik.
Wahju Tri Widadijo.
Analisis Penanda Kohesi Intersemiotik dalam Media Audio Visual Video Iklan Layanan Masyarakat
yang Ditayangkan pada TV Lokal di Yogyakarta
Masing-masing memiliki deskripsi ikatan kohesi yang berbeda. Tabel berikut
menampilkan hasil kuantifikasi ikatan kohesi dari tiap VILM.
Berpijak pada asumsi awal bahwa semakin besar jumlah ikatan kohesi maka
semakin kuat ikatan kohesi tersebut, sehingga pesan yang ada semakin mudah
dipahami, maka secara umum VILM yang
bisa langsung ditangkap maknanya dengan mudah adalah V1, V3, V4, V5, dan
V6. Selain itu ada 4 (empat) VILM (V1,
V2, V3, dan V4) yang memiliki plot yang
runtut dan progresif. Hal ini bisa dilihat
dari jumlah kohesi anaforis / kataforis
yang berhasil diidentifikasi. Adapun pada
VILM V2 ditemukan ada 5 (lima) bagian
tayangan yang tidak ditemukan unsur acuannya, sehingga secara otomatis tidak
memiliki kohesi.
Kelima adegan tersebut mengurangi
tingkat kemudahan pemaknaan pesan.
Sementara itu, VILM V5 dan V6 hampir
tidak memiliki plot yang jelas karena tidak
ditemukan kohesi anaforis / kataforis. V5
dan V6 hanya memiliki kohesi edoforis
/ eksoforis, sehingga tayangan yang ada
dari awal hingga akhir terdiri dari tuturan
yang lepas-lepas dan seolah berdiri sendiri-sendiri sesuai potongan adegan. V5 dan
V6 meskipun masih bisa ditangkap makna
pesannya, tapi mungkin kurang menarik
untuk ditonton karena tiadanya plot atau
alur cerita.
Kepustakaan
Chandler, Daniel. 2007. Semiotics The Basics. New York: Routledge.
Dondis, Donis A. 1986. A Primer of Visual
Literacy. Massachusetts: MIT Press Department.
Gottlieb, Henrik. 2005. Challenges of Multidimensional Translation: Conference
Proceedings. MuTra.
Leeuwen, Theo van. 2005. Introducing Social Semiotics. New York: Routledge.
M. Suyanto. 2004. Aplikasi Desain Grafis
untuk Periklanan. Yogyakarta: Penerbit
Andi Yogyakarta.
Mašek, Jan. 2012. A pedagogy of audio-visual literacy: The promoting and improvement of culture, media and citizenship education in society: Conference
Paper at the fourteenth Conference of
the Children’s Identity and Citizenship
in Europe Academic Network. London:
CiCe.
Ngamsa, John. 2013. Patterns of Intersemiotic Cohesion in the Moving Image
Text. The International Institute for
Science,Technology and Education
(IISTE).
Noviani, Ratna. 2002. Jalan Tengah Memahami Iklan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar Yogyakarta.
Purchase, Helen C. and Daniel Naumann.2001. A Semiotic Model of Multimedia. Queensland: Idea Group Publishing.
225
Kreatif. Jurnal Desain Komunikasi Visual. Vol. III/ No. 1/ Edisi 4/ Mei 2015
Rakhmat, Jalaluddin. 1989. Psikologi Komunikasi. Bandung: Penerbit Rosda
Karya.
Sumartono. 2002. Terperangkap dalam
Iklan – Meneropong Imbas Pesan Iklan
Televisi. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Trenholm, Sarah and Arthur Jensen. 1996.
Interpersonal Communication. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company Inc.
William Lowe, Brett. 1993. Seni Menggunakan dan Meningkatkan Periklanan
yang Efektif (Clever Advertising). Jakarta: Elex Media Komputindo.
Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo.
226
Download