Presentasi Kasus Persiapan

advertisement
Presentasi Kasus
Persiapan
Oleh Calvin Kurnia Mulyadi (0906639726) dan Reiva Wisdharilla
(0906639865)
Modul Praktik Klinik Psikiatri – Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Tahun Ajar 2012/2013
Identitas Pasien
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Nama
Nomor RM
Tempat lahir
Usia
Alamat
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Pernikahan
Suku
: Tn. JW
: 010-54-874
: Pematang Siantar, 18 Juni 1956
: 54 tahun
: Kebayoran Lama
: Kristen Protestan
: Perguruan tinggi
: Pegawai swasta di panti asuhan
: Sudah menikah
: Batak
Keluhan Utama
• (data diperoleh dari autoanamnesis pada tanggal
27 September 2012 di Klinik Amaryllis RSU
Fatmawati)
• Datang untuk kontrol karena masih merasa
cemas meskipun telah minum obat anticemas.
Riwayat Penyakit Sekarang
• Pasien mengeluhkan stres karena asam lambung sering naik
sejak 10 tahun yang lalu. Pasien sudah coba minum obat maag
dan nyeri terasa berkurang sebentar saja, lalu kambuh lagi.
Pasien kemudian diajak teman untuk menjalani pengobatan
alternatif 6 bulan yang lalu dan dikatakan menderita gangguan
hati. Pasien menjadi cemas dan gelisah akan kondisinya saat
itu karena merasa nyawanya terancam, juga ditambah dengan
anak-anaknya yang masih kecil. Cemas dirasakan terutama
ketika pasien sedang sendirian, terus-menerus, dan
berlangsung hampir tiap hari. Akibat kondisinya itu pula
pasien menjadi sulit tidur nyenyak. Pasien kemudian coba
menjalani medical check-up dan ternyata tidak ditemukan
kelainan dari hasil pemeriksaan.
Riwayat Penyakit Sekarang (2)
• Kemudian, pasien disarankan untuk berobat ke psikiater dan
mendapatkan obat anti-cemas, berupa alprazolam 1 x 0,5 mg
dan frisium 1 x 10 mg. Sejak 3 bulan yang lalu, pasien
merasakan kondisinya telah membaik, seperti rasa cemas dan
gelisah yang berkurang dan tidak lagi mengalami kenaikan
asam lambung. Namun, pasien sempat bolong minum obat
anti-cemas selama 3 hari berturut-turut. Pasien tidak minum
obat karena merasakan kondisinya telah membaik. Akibatnya,
kecemasan pasien kambuh dan terasa lebih berat, terutama
ketika pasien sedang diam sendirian. Cemas digambarkan
pasien seperti terasa menaiki pesawat yang sedang mau jatuh.
Pasien merasakan cemas berkurang jika menyibukkan diri,
seperti berkendara, bersih-bersih, mengobrol, atau mengurus
anak panti.
• Riwayat Psikiatri
Tidak ada riwayat
• Riwayat Medis
Jari telunjuk tangan kiri pernah cedera akibat terkena gir
motor dan pasien menjalani operasi ortopedi di RSU
Fatmawati. Pasien memiliki riwayat hipertensi, serta kadar
asam urat, kolesterol dan trigliserid darah tinggi.
• Riwayat Penggunaan Obat (Zat psikoaktif)
Tidak ada riwayat
6 - PKP
Riwayat Penyakit Dahulu
Grafik Perjalanan Penyakit
Dibawa ke
pengobatan
alternatif ,
dikatakan
memiliki
penyakit hati
2002
Stres dan
asam
lambung
sering naik
Maret
2012
Berobat ke
psikiater dan
mendapat
alprazolam
Juli
2012
Cemas dan gelisah
mengambang,
berlangsung tiap hari,
dan terus-menerus
Putus berobat
selama 3 hari
Sekitar
17 Sep
2012
Pasien datang
kontrol
27 Sep
2012
Riwayat Penyakit Keluarga
• Kakak pasien sangat mudah cemas
• Tidak ada penyakit diabetes dan hipertensi di keluarga
Genogram
Tn.JW, 54
tahun
Kakak pasien
Keterangan:
= laki-laki
= perempuan
= laki-laki dengan gangguan
cemas
Riwayat Kehidupan Pribadi
1.
2.
3.
4.
Masa Prenatal
Pasien lahir spontan dan normal, serta kelahiran pasien
direncanakan
Masa kanak-kanak awal
Pasien dibesarkan oleh orangtua kandung dan riwayat tumbuh
kembangnya normal seperti anak-anak seusianya
Masa kanak-kanak pertengahan
Pasien dididik oleh orangtua dengan cukup ketat sehingga memiliki
kepribadian yang perfeksionis. Orangtua pasien selalu
mengharuskan pasien agar bekerja dengan sempurna semasa
pasien masih duduk di bangku sekolah dasar.
Masa kanak-kanak akhir dan remaja
Pasien dididik oleh orangtua sehingga memiliki jiwa sosial yang
tinggi dan tumbuh menjadi pemuda protestan yang taat.
Situasi Kehidupan Sekarang
• Pasien telah menikah dan memiliki 2 orang anak yang masih
kecil-kecil
• Pasien merupakan sumber keuangan keluarga dan sekarang
bekerja sebagai pegawai swasta di panti asuhan kristen.
• Hubungan pasien dengan keluarga baik dan pasien mendidik
anaknya secara lebih fleksibel dibandingkan didikan yang
diterimanya dari orangtuanya dulu.
Fantasi dan Impian
• Pasien ingin menyekolahkan anaknya sampai berhasil
Pemeriksaan Status Mental
• Deskripsi Umum
• Penampilan pria, sesuai usia, perawatan diri baik,
penampilan rapi
• Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Selama proses wawancara, pasien diamati berperilaku
tenang
• Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif dan bersahabat
• Mood dan Afek
• Mood eutimia, afek luas dan serasi dengan isi
pembicaraan
Pemeriksaan Status Mental (2)
• Pembicaraan
• Kuantitas cukup, pasien berbicara spontan dengan
kecepatan normal, volume cukup, artikulasi dan
intonasi baik
• Gangguan persepsi
• Tidak ditemukan gangguan persepsi
• Gangguan proses dan isi pikir
• Tidak ditemukan kelainan
Pemeriksaan Status Mental (3)
• Sensorium dan kognisi
•
•
•
•
Kesadaran compos mentis
Orientasi terhadap tempat, orang, dan waktu baik
Daya ingat jangka panjang, menengah, pendek, dan segera baik
Konsentrasi dan atensi baik
• Daya nilai sosial: baik, karena dalam wawancara pasien
bercerita bahwa ia pernah menasihati ibu yang akan
meninggalkan anaknya dipanti untuk keluar negeri.
• Pengendalian impuls: baik
• Reality Testing Ability (RTA)/Tilikan: Baik/derajat 5 (pasien
menyadari penyakitnya dan faktor yang berhubungan, namun
tidak menerapkan dalam praktik  putus berobat)
• Taraf dapat dipercaya: bisa dipercaya
Ikhtisar Penemuan Bermakna
• Pasien laki-laki, berusia 56 tahun, sudah menikah dan
bekerja sebagai pegawai sosial di sebuah panti asuhan,
datang untuk kontrol karena merasa cemas dan gelisah
meskipun telah minum obat. Pasien sempat putus
berobat selama 3 hari berturut-turut sehingga gejala
cemas kambuh dengan intensitas lebih berat. Faktor
pencetus utama adalah ketika pasien dikatakan memiliki
gangguan hati sehingga pasien merasa cemas yang
bersifat mengambang dan berlangsung hampir setiap
hari terus-menerus. Gejala cemas menghilang bilamana
pasien menyibukkan diri dengan cara mengobrol,
berkendara, atau mengurusi anak-anak panti.
Ikhtisar Penemuan Bermakna (2)
• Terdapat riwayat keluarga, yaitu kakak pasien yang
mudah cemas. Pasien mengaku memiliki kepribadian
yang perfeksionis.
• Tidak ada kelainan pada pemeriksaan penunjang yang
menunjukkan kelainan hati maupun lainnya.
• Pasien memiliki riwayat pola asuh orang tua yang ketat
dan perfeksionis.
• Hasil pemeriksaan status mental terkesan baik, kecuali
tilikan pasien berada pada derajat 5 karena putus
berobat.
Formulasi Diagnostik
• Melalui hasil anamnesis, diperoleh bahwa pada
pasien ini telah terjadi gangguan psikologis dan
perilaku yang menyebabkan disfungsi dan distres
yang secara klinis bermakna. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa pasien menderita
gangguan jiwa.
Formulasi Diagnostik (2)
• Diagnosis Aksis I
• Dari hasil wawancara, tidak ditemukan kelainan fisik
yang berhubungan dengan gejala-gejala psikiatrik yang
dialami pasien, seperti riwayat trauma atau gangguan
otak. Dengan demikian, diagnosis banding gangguan
mental organik (F0) dapat disingkirkan.
• Selain itu, tidak ditemukan riwayat penggunaan zat-zat
psikoaktif, konsumsi alkohol, gejala putus zat, atau
merokok. Dengan demikian, diagnosis banding
gangguan mental akibat penggunaan zat (F1) dapat
disingkirkan.
Formulasi Diagnostik (3)
• Diagnosis Aksis I (lanjutan)
• Melalui hasil wawancara, tidak ditemukan gangguan
isi/proses pikir dan persepsi yang dapat mengarah ke
gangguan psikotik, sehingga diagnosis banding
skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya (F2) dapat
disingkirkan.
• Tidak ditemukan pula perubahan pada afek dan mood
yang memenuhi kriteria diagnosis banding gangguan
afektif (F3).
Formulasi Diagnostik (4)
• Diagnosis Aksis I (lanjutan)
• Pada pasien ini, dipikirkan terdapat gangguan anxietas
menyeluruh (F41.1) berdasarkan gejala-gejala yang
ditemukan, berupa:
1.
2.
3.
4.
Kecemasan akan nasib buruk
Ketegangan motorik (gelisah dan tidak dapat tidur)
Overaktivitas otonomik (keluhan lambung), dan
Kecemasan merupakan gejala primer yang diamati,
berlangsung hampir tiap hari hingga 6 bulan dan bersifat
mengambang (free-floating anxiety).
Formulasi Diagnostik (5)
• Diagnosis Aksis II
• Pasien memiliki ciri kepribadian tipe anankastik. Hal ini
dipikirkan karena pasien mengaku memiliki sifat
perfeksionis (pekerjaan harus dilakukan secara
sempurna).
• Dua kriteria gangguan kepribadian anankastik yang
dipenuhi oleh pasien, yaitu:
• Perfeksionisme yang mempengaruhi penyelesaian tugas
• Kaku dan keras kepala
Formulasi Diagnostik (6)
• Diagnosis Aksis III
• Pasien memiliki riwayat hipertensi, hiperusemia,
hiperkolesterolemia, serta dislipidemia.
• Diagnosis Aksis IV
• Pasien memiliki anak-anak yang masih kecil dan merasa
khawatir dengan masa depan mereka, terutama ketika
pasien dikatakan memiliki gangguan hepar
• Diagnosis Aksis V
• Current GAF = 80 (gejala sementara dan dapat diatasi,
disabilitas ringan dalam sosial dan pekerjaan), di mana
pasien masih bisa bekerja sebagai petugas panti, namun
merasa tidurnya terganggu
Evaluasi Multiaksial
• Aksis I
• F41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
• Aksis II
• Ciri kepribadian anankastik
• Aksis III
• Hipertensi, asam urat tinggi, hiperkolesterolemia dan dislipidemia
• Aksis IV
• Memiliki tiga orang anak yang masih kecil dan pasien sebagai
sumber keuangan keluarga
• Aksis V
• Current GAF = 80
Terapi
• Psikofarmaka
• Antiprestin caps 1 x 10 mg (pagi hari)
• Frisium tabs 10 mg , diminum ½ tablet pagi hari dan 1 tablet
malam hari
• Psikoterapi suportif
• Psikoterapi suportif pada pasien ini adalah dengan mendukung
fungsi ego dan mekanisme defensif pasien untuk mengatasi
kambuhnya gejala, seperti dengan menyibukkan diri dan
mengobrol
• Memberikan penentraman (kemampuan beradaptasi dan
reassurance) atas stressor pasien yang seharusnya tidak perlu
dicemaskan secara berlebihan
• Psikoedukasi
• Memberi pemahaman tentang hubungan antara kecemasan dan
kenaikan asam lambung yang dialami pasien
Terapi (2)
• Cognitive-behavioural therapy (CBT)
• Pendekatan kognitif
• Mengajak pasien mengenali distorsi kognitif dan gejala somatik
• Pasien merestrukturisasi kognisi, yaitu membentuk kembali
pikiran dan perilaku yang irasional, kemudian diganti dengan
pikiran yang rasional. Terapi berlangsung sekitar 30-45 menit
sampai pasien dapat melakukannya secara mandiri.
• Terapi relaksasi
• Diperuntukkan untuk pasien panik dan meredakan gejala somatik
• Prinsip: melatihan pernafasan, yaitu pasien menarik nafas lambat
dan dalam, lalu mengeluarkan dengan lambat; mengendurkan
seluruh otot tubuh; mensugesti pikiran yang konstruktif;
berlangsung sekitar 20-30 menit, dibantu oleh terapis sampai
pasien dapat melakukan secara mandiri.
Prognosis
• Faktor yang memberikan pengaruh baik:
• Tingkat inteligensi yang cukup tinggi untuk diedukasi
• Pasien dapat mengidentifikasi hal-hal yang dapat mencetuskan
dan meredakan gejala cemasnya
• Faktor yang memberikan pengaruh buruk:
• Faktor usia dan gangguan medis umum yang cukup banyak
• Kepatuhan minum obat yang kurang baik (sempat putus berobat
selama 3 hari karena ada perbaikan gejala)
• Riwayat keluarga (kakak kandung pasien mudah cemas)
• Ciri kepribadian anankastik
Prognosis (2)
• Quo ad vitam: bonam
• Quo ad fungsionam: bonam
• Quo ad sanactionam: dubia ad bonam
Diskusi
• Riwayat Penyakit
• Gangguan cemas menyeluruh pada pasien ini dapat terjadi
karena ada faktor genetik (kakak pasien yang mudah cemas) dan
stresor dari lingkungan berupa masalah kesehatan pasien yang
sempat dikatakan bahwa terdapat penyakit hati. Selain itu, pasien
memiliki predisposisi berupa ciri kepribadian anankastik
• Pada pasien ini, gangguan cemas muncul dengan intensitas yang
lebih berat setelah putus minum obat selama 3 hari karena telah
terjadi rebound phenomenon. Golongan benzodiazepin (dalam
kasus ini digunakan alprazolam) yang dihentikan secara tiba-tiba
justru menyebabkan gelisah, bingung, iritabilitas, insomnia,
tremor, palpitasi, keringat dingin, bahkan konvulsi.
Diskusi (2)
• Terapi psikofarmaka
• Obat alprazolam (golongan benzodiazepin) memiliki awitan kerja
yang cepat, tapi efek sedasinya juga cukup kuat. Pasien mengeluh
masih memiliki rasa cemas meskipun telah mengonsumsi obat
tersebut. Oleh sebab itu, alprazolam diganti menjadi clobazam
(nama paten: frisium).
• Clobazam dipilih karena memiliki efek sedasi yang lebih ringan
dibandinkan alprazolam dan direkomendasikan untuk pasien usia
produktif agar efek sedatif dari alprazolam tidak mengganggu
aktivitas.
• Dipilih obat pengganti berupa antiprestin (nama paten dari
fluoxetin) karena SSRI merupakan obat anti-anxietas yang perlu
untuk pengobatan jangka panjang. Gangguan cemas menyeluruh
merupakan gangguan yang bersifat sangat kronis (dapat
berlangsung seumur hidup).
Diskusi (3)
• Terapi psikofarmaka (lanjutan)
• Benzodiazepin dapat menyebabkan ketergantungan dengan lama
pemberian maksimal 3 bulan, sehingga harus dihentikan secara
bertahap dan dilanjutkan dengan terapi rumatan antidepresan.
• Sementara itu, antidepresan tidak menimbulkan adiksi oleh karena
tidak bekerja pada reseptor GABA dan relatif aman (untuk golongan
SSRI)
• Benzodiazepin diberikan pada awal terapi karena awitan kerja yang
cepat, sementara obat antidepresan memiliki onset kerja setelah 2-3
minggu pemberian.
Diskusi (4)
• Terapi relaksasi
• Dipikirkan perlu pada pasien ini karena telah terjadi fenomena
rebound yang dialami pasien dan terasa cukup berat serta
melibatkan somatik.
• Evaluasi Aksis II:
• Ciri kepribadian anankastik pada pasien ini dapat dipengaruhi
oleh pola asuh orangtua yang menuntut kesempurnaan sejak
kecil.
• Pasien belum dapat didiagnosis memiliki gangguan kepribadian
anankastik karena dari ciri kepribadian tersebut, tidak didapatkan
bukti-bukti bahwa pasien tidak fleksibel dan maladaptif.
Daftar Rujukan
1.
2.
3.
4.
5.
Redayani P. Gangguan cemas menyeluruh. Dalam: Elvira SD,
Hadisukanto G, editor. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2010. Hal. 230-234.
Sadock BJ, Sadock VA. Anxiety disorders. Kaplan and Sadock’s
Synopsis of Psychiatry: Behavioural Sciences/Clinical Psychiatry
[ebook]. 10th ed. Lippincott Williams and Wilkins; 2007.
Departemen Kesehatan. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia III. Cetakan Pertama. Jakarta:
Direktorat Jenderal Kesehatan Indonesia; 1993.
Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III. Cetakan Pertama. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK-Unika Atma Jaya; 2001.
Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.
Edisi Ketiga. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma
Jaya; 2001.
Terima Kasih
Sesi tanya-jawab dan umpan balik
Download