BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Terdapat beberapa teori yang mendasari Corporate Social Responsibility antara lain teori legitimasi, stakeholder dan kontrak sosial: 2.1.1 Teori Legitiminasi (Legitimacy theory) Legitimasi masyarakat merupakan faktor strategis bagi perusahaan dalam rangka mengembangkan perusahaan ke depan, yang dijadikan sebagai wahana untuk mengonstruksi strategi perusahaan, terutama terkait dengan upaya memposisikan diri ditengah lingkungan masyarakat yang semakin maju (Hadi, 2011:87). Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi merupakan manfaat atau sumber daya potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (going concern) (O’Donovan, dalam Nor Hadi. 2011:87). Gray et.al (1996) dalam Nor Hadi (2011:88) menyatakan bahwa legitimasi merupakan “…..a system-oriented view of organization and society ….permits us to focus on the role of information and disclosure in the relationship between organisations, the state, individuals and goup”. Definisi tersebut mengisyaratkan, bahwa legitimasi merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat (society), pemerintah, individu, dan kelompok masyarakat. 2.1.2 Teori Pemangku Kepentingan (StakeholdersTheory) Konsep pemangku kepentingan atau Stakeholders theory mengalami banyak perubahan dimana sebelumya Stakeholders adalah investor, pelanggan, dewan direksi, manajemen dan pemerintah. Saat ini Stakeholders tidak hanya dalam area tersebut saja, tetapi area yang lebih luas lagi seperti karyawan, serikat pekerja dan 9 10 masyarakat umum. Teori ini berkaitan erat dengan teori legitimasi. Perusahaan dalam kegiatan opeasinya memberikan dampak kepada pemangku kepentingan. Stakeholder adalah individu-individu dan kelompok-kelompok yang memiliki legitimasi untuk menuntut kepada organisasi agar bias berpartisipasi dalam pengambilan kepuutusan, karena mereja dipengaruhi oleh praktik, kebijakan dan tindakan organisasi (Hadi. 2011:94). Asumsi stakeholder menurut Thomas dan Andrew dalam Hadi (2011:94) yaitu : (1) Perusahaan memiliki hubungan dengan banyak kelompok-kelompok konstituen (stakeholder) yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan perusahaan, (2) Teori ini ditekankan pada sifat alami hubungan dalam proses dan keluaran bagi perusahaan dan stakeholder-nya, (3) Kepentingan semua legitimasi stakeholder memiliki nilai secara hakiki, dan tidak membentuk kepentingan yang didominasi satu sama lain, (4) Teori ini memokuskan pada pengambilan keputusan manajerial. Oleh karena itu perusahaan tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan sosial. 2.1.3. Teori Kontrak Sosial Teori ini muncul karena adanya interelasi dalam kehidupan sosial masyarakat, agar terjadi keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, termasuk terhadap lingkungan. Perusahaan merupakan kelompok orang yang memiliki kesamaan tujuan dan berusaha mencapai tujuan bersama, adalah bagian dari masyarakat dalam lingkungan yang lebih besar. Keberadaannya sangat ditentukan oleh masyarakat, dimana keduanya saling mempengaruhi. Agar terjadi keseimbangan perlu adanya kontrak sosial baik secara implisit dan eksplisit seingga terjadi kesepakatan yang saling melindungi kepentingan masing-masing (Hadi.2011:95). Kontrak sosial dibangun dan dikembangkan, salah satunya untuk menjelaskan hubungan antara perusahaan terhadap masyarakat (society). Di sini, perusahaan atau organisasi memiliki kewajiban pada masyarakat untuk memberi manfaat bagi masyarakat. Interaksi perusahaan dengan masyarakat akan selalu berusaha untuk memenuhi dan mematuhi aturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat, sehingga kegiatan perusahaan dapat dipandang legitimate (Deegan, dalam Nor Hadi 11 2011:96). Dalam perspektif manajemen kontemporer, teori kontrak sosial menjelaskan hak kebebasan individu dan kelompok, termasuk masyarakat yang dibentuk berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang saling menguntungkan anggotanya (Rawl, dalam Nor Hadi.2011:97) 2.2 Corporate Social Responsibility Konsep CSR sudah lama dianut oleh korporasi AS, yang digagas oleh seorang konglomerat bisnis besi baja, Andrew Carnegie (1083-1919) dalam bukunya yang berjudul “The Gospel of Wealth” (1899). Ia merumuskan bahwa CSR berdasarkan dua prinsip dasar yaitu charity principle atau prinsip kemurahan hati dan stewardship principle atau prinsip melayani sesama. Charity principle ini didasarkan pada Alkitab yang menyarankan bahwa orang yang lebih beruntung membantu orang yang kurang beruntung. Di bawah pengaruh prinsip ini, perusahaan memutuskan menggunakan kekayaan mereka untuk melaksanakan kegiatan sosial. Sementara stewardship principle menegaskan bahwa organisasi memiliki kewajiban untuk memperhatikan kepentingan umum dimana dana dari kegiatan tersebut diperoleh dari keuntungan yang diperoleh perusahaan. Korporasi mengendalikan sumber daya yang luas dan mereka kuat. Sebagai kekuatan ini dan kekayaan berasal dari operasi mereka dalam masyarakat, mereka memiliki kewajiban untuk melayani kebutuhan masyarakat. Dengan cara ini, manajer dan perusahaan menjadi pelayan, atau wali, bagi masyarakat (Meenakshi Gupta, 2009: 33). Howard R. Bowen menerbitkan bukunya yang berjudul “Social Responsibilities of The Bussinessman”. Ide dasar yang dikemukakannya adalah mengenai kewajiban perusahaan dalam menjalankan usahanya sejalan dengan nilai dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Hal ini membuat dirinya dinobatkan secara aklamasi menjadi Bapak CSR. Seiring perkembangan ekonomi dan dengan adanya krisis keuangan di era 1940-an hingga 1960-an, prinsip yang dikemukakan oleh Andrew Carnegie mulai ditinggalkan dan mulai dikritik oleh para ekonom neoliberal. Salah satu yang paling 12 vokal dalam mengemukakan pendapatnya adalah Milton Friedman. Salah satu konsep yang dikemukakan oleh Friedman adalah bahwa satu satunya tanggung jawab bisnis adalah memaksimumkan laba untuk kepentingan pemilik atau pemengang saham. Seiring perkembangan zaman dan dengan munculnya konsep baru yang dikemukaan oleh Friedman dalam bukunya yang berjudul “Capitalism and Freedom” pada tahun 1963 yang kemudian pada awal tahun 1970 Friedman mempertegas lagi pernyataannya bahwa ada satu dan hanya ada satu saja tanggung jawab korporasi yaitu menggunakan sumber daya dan energi yang dimiliki dalam berbagai aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan profitnya sejauh itu masih dalam batas aturan main, dan melakukannya secara terbuka dan bersaing secara bebas dan tanpa tipu muslihat (Andreas Lako, 2011:40). Konsep yang dikemukakan oleh Friedman mengundang banyak kecaman terutama kalangan civil society. Konsep yang dikemukakan oleh Friedman tersebut tidak lagi dapat diterapkan. Sejalan dengan perkembangan pemikiran mengenai CSR yang mana menyatakan bahwa CSR merupakan salah satu bentuk bagaimana meredam “keserakahan” para investor (Tobias Gossling, 2011 : 71). Keberhasilan dunia bisnis ditentukan oleh bagaimana kontribusinya terhadap kesejahteraan masyarakat umum dan bukan semata untuk warga bisnis itu sendiri, tanggung jawab bisnis lebih luas dari sekedar terhadap pemilik atau investor (Dody Prayogo.2011: 69). Dengan adanya perubahan paradigma mengenai CSR, seperti yang dikemukakan oleh Busyra Azheri (2011 : 5) bahwa CSR tidak hanya memberikan makna bahwa perusahaan bukan lagi sebagai entitas yang memikirkan diri sendiri melainkan sebuah entitas badan hukum yang wajib beradaptasi dimana subjek hukum itu berada dan dapat dimintai pertanggungjawaban layaknya subjek hukum pada umumnya. Seperti yang dikemukakan oleh Harinda (2012) bahwa ada beberapa faktor mengapa perusahaan melakukan CSR adalah: 1. Ukuran perusahaan yang semakin besar. Ukuran yang besar menyebabkan perusahan memerlukan akuntabilitas yang tinggi dalam membuat keputusan. 2. Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) yang semakin berkembang, dimana LSM saat ini semakin tanggap mengenai kerusakan lingkungan dan sigap dalam menuntut pertanggungjawaban perusahaan mengenai kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktifitas perusahaan. 13 3. Reputasi dan citra perusahaan yang disadari oleh perusahaan sebagai hal yang penting dan harus dilindungi. 4. Kemajuan teknologi dan informasi dimana setiap informasi dapat dengan cepat menyebar dan dapat diakses semua orang. Mohamad Fajri (2014) dalam artikelnya Corporate Social Responsibility mengatakan bahwa ada dua faktor mengapa perusahaan menerapkan CSR yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal berupa keharusan sosial dimana hal ini berhubungan dengan keseimbangan eksternal sebagai aspek pokok GCG, yang disebabkan karena adanya tuntutan masyarakat terhadap perusahaan yang sifatnya ekonomis yang terkadang tidak sesuai dengan kepentingan bisnis perusahaan. Faktor internal berkaitan dengan perilaku perusahaan dalam mengelola bisnisnya. CSR akan berhasil jika kedua faktor ini berjalan beriringan, jika tanpa adanya kemauan dan keharusan dari luar maka CSR akan sulit untuk dapat terlaksana. Sementara itu ada beberapa alasan perusahaan melaksanakan CSR (bappeda.muaraenimkab.go.id) adalah antara lain sebaga berikut: 1. Alasan sosial perusahaan melakukan tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Sebagai pihak luar yang beroperasi pada wilayah orang lain perusahaan harus memperhatikan masyarakat sekitarnya. Perusahaan harus ikut serta menjaga kesejahteraan ekonomi masyarakat dan juga menjaga lingkungan dari kerusakan yang ditimbulkan. 2. Alasan ekonomi. Motif perusahaan dalam melakukan CSR tetap berujung pada keuntungan. Perusahaan melakukan CSR untuk menarik simpati masyarakat dengan membangun image positif bagi perusahaan yang tujuan akhirnya tetap meningkatkan profit. 3. Alasan hukum. Alasan hukum yang membuat perusahaan melakukan program CSR hanya karena adanya peraturan dari pemerintah. CSR dilakukan karena adanya tuntutan atau sanksi bila tidak dijalankan dan bukan karena kesadaran perusahaan untuk ikut serta menjaga lingkungan. 14 2.2.1 Pengertian Corporate Social Responsibility Adapun pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) menurut pandangan para ahli dan berbagai organisasi dunia antara lain sebagai berikut: 1. Word Bussines Concil for Suistainable Development adalah komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya. 2. Commision of The European Communities bahwa tanggung jawab sosial perusahaan pada dasarnya adalah sebuah konsep dimana perusahaan memutuskan secara sukarela untuk memberikan kontribusi demi mewujudkan masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih. 3. Corporate Social Responsibility (CSR) Asia menyatakan bahwa komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutann berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan dari pihak yang berkepentingan. 4. Busines Social Responsibility (CSR) berpandangan bahwa pencapaian kesuksesan komersil dalam artian penghargaan terhadap kesusilaan dan penghormatan terhadap manusia, masyarakat dan lingkungan. 5. Ethics in Action Awards menjelaskan tentang kewajiban perusahaan yang harus dipertanggungjawabkan kepada pihak yang berkepentingan di setiap operasi dan aktivitasnya. 6. ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan, dan normanorma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh. 7. CSR menurut Nor Hadi menyatakan bahwa CSR atau tanggung jawab sosial merupakan sebuah bentuk komitmen perusahaan dalam berkontribusi 15 membangun perekonomian perusahaan yang diimbangi dengan melakukan kegiatan etis yang dapat meningkatkan kualitas hidup dari pekerja atau karyawan serta keluarganya agar setaraf dengan komunitas lokal dan masyarakat secara luas (Hadi, 2011:46). 8. Menurut Elvinaro dan Didin dalam bukunya “Efek Kedermawanan Pebisnis” dikatakan bahwa CSR adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Perusahaan tidak hanya berfungsi untuk meningkatkan laba saja melainkan juga memperhatikan aspek-aspek lain seperti lingkungan sekitar. Dari pengertian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan wujud dari rasa tanggung jawab terhadap efek yang ditimbulkan oleh perusahaan terhadap perkembangan kehidupan masyarakat, lingkungan dan juga sebagai komitmen, reaksi dan kontribusi perusahaan. 2.2.2. Konsep dan Prinsip CSR Seperti yang dikemukakan John Eklington dalam The Triple Bottom Line (1997) yang dimuat dalam buku Canibalts with Forks, The Triple Bottom Line of Twentieth. Century Bussines. Konsep tersebut mengakui bahwa ada 3 hal yang perlu diperhatikan perusahaan, yaitu: 1. Profit (keuntungan) merupakan orientasi atau fokus utama dari seluruh kegiatan perusahaan. Perusahaan akan menitikberatkan kegiatannya yang dapat menghasilkan keuntungan yang lebih kepada perusahaan. 2. People (masyarakat) merupakan lingkungan dimana perusahaan berada. Orang – orang sekitar lingkungan perusahaan adalah orang – orang yang mempengaruhi dan dipengaruhi perusahaan. Masyarakat adalah orang – orang yang memiliki interrelasi kuat dalam rangka menciptakan nilai bagi perusahaan. 16 3. Planet (Lingkungan) merupakan lingkungan fisik yang memiliki eksistensi karena lingkungan adalah tempat dimana perusahaan beroperasi. Lingkungan dengan perusahaan memiliki konsep saling sebab akibat. Kerusakan lingkungan, eksplorasi yang berlebihan atau tanpa batas, cepat lambat akan mempengaruhi perusahaan dan lingkungan. CSR terdiri dari tiga prinsip utama menurut Crowther & Aras (2008:11) yaitu: 1. Sustainability, berkaitan pada efek pengambilan tindakan yang diambil masa sekarang telah mempunyai pilihan yang tersedia di masa depan. Apabila sumber daya dimanfaatkan di masa sekarang maka tidak akan ada cukup sumber daya di masa depan, dan ini adalah perhatian khusus jika sumber daya mempunyai jumlah yang terbatas. 2. Accountability, berkaitan dengan pengakuan perusahaan dalam melakukan tindakan yang mempengaruhi lingkungan eksternal dan karena itu perusahaan berasumsi untuk bertanggung jawab pada tindakan yang dilakukan. Prinsip ini berdampak pada hitungan akibat efek dari tindakan yang diambil perusahaan baik internal organisasi maupun eksternal. 3. Transparency,sebagai prinsip, berarti akibat internal dari tindakan dari organisasi dapat dipastikan dari laporan yang dibuat organisasi dan fakta yang ada tidak disembunyikan dalam laporan tersebut. Dengan demikian semua akibat dari tindakan yang dilakukan oleh organisasi, termasuk dampak internal, seharusnya muncul secaranyata kepada semua melalui penggunaan informasi yang disediakan mekanisme pelaporan organisasi. Menurut ISO 26000 menetapkan tujuh prinsip dalam penerapan CSR yang dijadikan standar dan panduan sebagai berikut (Busyro, 2012: 52) 1. Akuntabilitas, berkaitan dengan perilaku organisasi yang berkaitan dengan masyarakat dan lingkungan. 2. Transparansi, yang berkaitan dengan keputusan dan aktivitas yang berdampak pada pihak lain (stakeholders). 3. Perilaku etis, yang berkaitan dengan perilaku etis perusahan sepanjang waktu. 4. Stakeholders, berkaitan dengan penghargaan dan mempertimbangkan 17 kepentingan stakeholders-nya. 5. Aturan hukum, berkaitan dengan penghormatan dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. 6. Norma internasional, barkaitan dengan penghormatan dan penghargaan terhadap norma internasional, terutama berkaitan dengan norma yang lebih mendukung pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, dan 7. Hak asasi manusia, berkaitan dengan pemahaman mengenai arti pentingnya hak asasi manusia sebagai konsep internasional. 2.2.3 Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) Manfaat CSR Dikutip dari Mursitama 2011 dilihat dari sudut internal dan ekternal. Manfaat internal CSR adalah : 1. Pengembangan aktivitas yang berkaitan dengan sumber daya manusia. Serangkaian aktivitas pengembangan sumber daya manusia dicapai dengan menciptakan para karyawan yang memiliki keterampilan yang tinggi. Karyawan yang berkualitas akan menyumbang pada sistem manajemen sumber daya manusia yang lebih efektif. Misalnya, dengan meningkatnya loyalitas dan moral dari karyawan. Untuk menciptakan sistem sumber daya manusia yang efektif dibutuhkan praktik-praktik ketenagakerjaan yang bertanggung jawab secara sosial. 2. Adanya pencegahan polusi dan reorganisasi pengelolaan proses produksi dan aliran bahan baku, serta hubungan dengan supplier yang berjalan dengan baik. Muaranya adalah peningkatan performa lingkungan perusahaan. Adapun bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan, antara lain penggunaan bahan baku yang di daur ulang atau dapat dipakai kembali dan mengganti bahan baku produksi yang kurang ramah lingkungan. 3. Menciptakan budaya perusahaan, kapabilitas sumber daya manusia, dan organisasi yang baik. Mensosialisasikan CSR diharapkan akan memunculkan komitmen karyawan yang kuat terhadap perusahaan dan kemauan untuk terus belajar. Integrasi antara fungsi di dalam perusahaan diharapkan juga akan terjadi. Selain itu, partisipasi para karyawan di dalam perusahaan dan keterampilan mereka diharapkan meningkat pula. 18 Adapun manfaat internal yang terakhir dari diterapkannya CSR adalah munculnya efek dari membaiknya reputasi perusahaan. Kemudian, perusahaan diharapkan mampu meningkatkan kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan publik. Cara mempengaruhi kebijakan publik adalah dengan membuat standar-standar lebih tinggi dari biasa, raising the bar, misalnya melalui standar-standar tertentu yang harus ditaati. 4. Kinerja keuangan. Riset-riset yang telah dilakukan di berbagai belahan dunia, walaupun belum memberikan pola yang seragam, namun sebagian besar telah menunjukan pola hubungan mutualis. Maksudnya, dengan dilakukannya CSR, kinerja keuangan perusahaan, terutama harga saham bagi perusahaan yang telah go public, menjadi lebih baik. Manfaat eksternal adalah sebagai berikut : 1. Penerapan CSR akan meningkatkan reputasi perusahaan sebagai badan yang mengemban dengan baik pertanggungjawaban secara sosial. Hal ini menyangkut pemberian pelayanan yang lebih baik kepada aktor-aktor eksternal atau para pemangku kepentingan eksternal. Reputasi perusahaan yang baik akan meningkatkan loyalitas konsumen terhadap produk atau jasa yang dihasilkan. Selain itu, juga akan meningkatkan ketertarikan investor kepada perusahaan tersebut. Tidak hanya investor, tetapi juga dunia perbankan akan lebih tertarik memberikan suntikan kredit. Selain itu, juga akan memperluas jaringan partner bisnis serta mengurangi kemungkinan resiko bisnis. 2. CSR merupakan satu bentuk diferensiasi produk yang baik. Artinya, sebuah produk yang memenuhi persyaratan-persyaratan ramah lingkungan dan merupakan hasil dari perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial. Untuk itu, diperlukan kesesuaian antara berbagai aktifitas sosial dengan karakteristik perusahaan yang juga khas. Karakteristik ini mempengaruhi ekspektasi dari para pemangku kepentingan tentang bagaimana seharusnya perusahaan bertindak. 3. Melaksanakan CSR dan membuka kegiatan CSR itu secara publik merupakan instrumen untuk komunikasi yang baik dengan khalayak. Hal tersebut menyebabkan perusahaan dapat membuat harga premium 19 untuk produk-produknya yang memenuhi standar perlindungan terhadap lingkungan. 4. Kontribusi CSR terhadap kinerja perusahaan pun dapat terwujud paling tidak dalam dua bentuk. Pertama, dampak positif yang timbul sebagai intensif (reward) atas tingkah laku positif dari perusahaan. Kontribusi ini sering disebut sebagai kesempatan (opportunities). Kedua, kemampuan perusahaan untuk mencegah munclnya konsekuensi dari tindakan yang buruk atau dikenal sebagai “jaring pengaman” atau safety nets bagi perusahaan Menurut Wibisono(2007:78-81) benefits atau keuntungan bagiperusahaan yang menerapkanCSRdapatdiidentifikasisebagaiberikut: 1. Mempertahankandanmendongkrakreputasidanbrand image perusahaan, perbuatan destruktif pasti Begitupunsebaliknya, akanmenurunkan reputasiperusahaan. kontribusipositifpastijugaakanmendongkrak reputasidanimagepositifperusahaan. Inilah yang menjadi modal non finansial utama perusahaan sementara bagi stakeholdersnya menjadi nilai tambah perusahaan untuk dapat tumbuh secara berkelanjutan. 2. Layakmendapatkansocial licence to masyarakatsekitarperusahaanmerupakan operate, komunitasutamaperusahaan. Ketika merekamendapatkanbenefitdari keberadaanperusahaan,maka pasti dengan sendirinya mereka ikut merasa memiliki Sehinggaimbalanyangdiberikankeperusahaan keleluasaan perusahaan tersebut.Jadiprogam untukmenjalankan perusahaan. palingtidakadalah rodabisnisnyadiwilayah CSRdiharapkanmenjadibagiandariasuransisosial yangakanmenghasilkan harmonidanpersepsipositifdarimasyarakat terhadapeksistensiperusahaan. 3. Mereduksirisikobisnisperusahaan, kompleksnya permasalahan mengelola risiko perusahaan di tengah merupakan halyangesensialuntuksuksesnyausaha.Perusahaanharus menyadaribahwakegagalanuntuk akanmenjadibomwaktu memenuhiekspektasistakeholderspasti yangdapatmemicurisikoyangtidakdiharapkan. Misalnyadishamonisdenganstakeholdershinggapembatalan atau 20 penghentian operasi, yang ujungnya akan merusak dan menurunkan reputasi bahkankinerja perusahaan.Bilahaltersebutterjadi,maka disampingmenanggung opportunityloss,perusahaanjugaharus mengeluarkan biaya yang mungkin justru berlipatbesarnyadibanding biayauntukmengimplementasikanCSR.Karenaitu,menempuhlangkah antisipasi dan preventif melalui penerapan CSR merupakan upaya investatifyangdapat menurunkanrisikobisnisperusahaan. 4. Melebarkanakses sumberdaya. TrackrecordyangbaikdalampengelolaanCSRmerupakan keunggulan bersaingbagiperusahaanyangdapatmembantuuntukmemuluskanjalan menujusumberdayayangdiperlukan. 5. Membentangkanaksesmenujumarket. perusahaan untuk Investasi progam yang ditanamkan CSini dapat menjaditiketbagiperusahaanmenujupeluangpasaryangterbukalebar. Termasukdidalamnya akanmemupukloyalitaskonsumendanmenembus pangsapasarbaru.Sudahbanyakbuktiakanresistensi konsumen produk-produkyangtidakcomplypadaaturandantidaktanggap terhadap terhadap isusosialdanlingkungan. 6. Mereduksibiaya. Banyakcontohyangdapatmenggambarkan keuntunganperusahaanyang didapatdaripenghematanbiayayangmerupakanbuahdariimplementasi daripenerapanprogamtanggung jawabsosialnya.Yangmudahdipahami adalahupayauntukmereduksilimbahmelaluiprosesrecycle/daurulang ke dalamsiklusproduksi.Disampingmereduksibiaya,prosesinitentujuga mereduksibuangankeluarsehinggamenjadilebihaman. 7. Memperbaikihubungandenganstakeholders.ImplementasiprogamCSRtent unyaakanmenambahfrekuensikomunikasi dengan stakeholders. Nuansa sepertiitu dapat membentangkan karpet merahbagiterbentuknyatrust kepadaperusahaan. 8. Memperbaikihubungandenganregulator. progamCSRpada dasarnya Perusahaanyang merupakan menerapkan upayauntukmeringankan bebanpemerintahsebagairegulator.Sebab pemerintahlahyangmenjadipenanggung jawab utamauntuk mensejahterakan masyarakatdanmelestarikan lingkungan.Tanpabantuan 21 dari perusahaan,umumnya terlaluberatbagipemerintah untuk menanggungbebantersebut. 9. Meningkatkansemangatdanproduktivitaskaryawan, kesejahteraan yangdiberikanparapelakuCSRumumnyasudahjauh melebihistandarnormatifkewajibanyangdibebankan Olehkarenanya kepadaperusahaan. wajarbilakaryawanmenjadi terpacuuntukmeningkatkan kinerjanya.Disampingitureputasiperusahaan yangbaikdimata stakeholdersjugamerupakan vitamintersendiribagikaryawanuntuk meningkatkanmotivasidalamberkarya. 10. Peluangmendapatkanpenghargaan, penggiat CSR. banyakrewardditawarkan Sehinggakesempatan bagi untuk mendapatkanpenghargaanmempunyaikansyangcukuptinggi. 2.2.4 Peraturan Corporate Social Responsibility di Indonesia Menurut Rahmatullah (2011) ada empat aturan yang mewajibkan perusahaan tertentu untuk menjalankan CSR dan satu acuan (Guidance) ISO 26000 sebagai referensi dalam menjalankan CSR yaitu: 1. Keputusan Menteri BUMN Tentang Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL). Berdasarkan Peraturan Menteri Negara BUMN, Per-05/MBU/2007 Pasal 1 ayat (6) dijelaskan bahwa Program Kemitraan dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan pada pasal 1ayat (7) dijelaskan bahwa Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Adapun ruang lingkup bantuan Program BL BUMN, berdasarkan Permeneg BUMN, Per-05/MBU/2007 Pasal 11 ayat (2) huruf e adalah: 1) Bantuan korban bencana alam; 2) Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan; 3) Bantuan peningkatan kesehatan; 4) Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum; 22 5) Bantuan sarana ibadah; 6) Bantuan pelestarian alam. 2. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Disebutkan dalam Pasal 11 ayat (3) Huruf p UU 22/2001 bahwa kegiatan usaha hulu yang dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana wajib memuat ketentuan-ketentuan pokok yang salah satunya adalah ketentuan mengenai pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat. Pasal 40 ayat (5) UU 22/2001 juga dikatakan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi (kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir) ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat 3. Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 berisi mengenai Penanaman Modal, baik penanaman modal dalam negeri, maupun penenaman modal asing yang melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam Pasal 15 disebutkan mengenai kewajiban dari setiap penanam modal. Dalam pasal 15 (b) dinyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Adapun sanksi-sanksi terhadap badan usaha atau perseorangan yang melanggar peraturan akan dikenakan sanksi administratif seperti yang disebutkan dalam Pasal 34, yakni: (1) Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. pembatasan kegiatan usaha; c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 23 (3) Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001 Khusus bagi perusahaan yang operasionalnya mengelola Sumber Daya Alam (SDA) dalam hal ini minyak dan gas bumi, terikat oleh Undangundang Nomor 22 Tahun 2001, tentang Minyak dan Gas Bumi, disebutkan pada Pasal 13 ayat 3 (p),:Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikit ketentuanketentuan pokok yaitu: (p) pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat. Berdasarkan Undang-undang tersebut, perusahaan yang operasionalnya terkait Minyak dan Gas Bumi baik pengelola eksplorasi maupun distribusi, wajib melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat dan menjamin hak-hak masyarakat adat yang berada di sekitar perusahaan. 5. Guidance ISO 26000 Tujuan dari ISO 26000 adalah membantu organisasi dalam pelaksanaan Social Responsibility, dengan cara memberikan pedoman praktis, serta memperluas pemahaman publik terhadap Social Responsibility, yang mencakup beberapa aspek yaitu : A. ISO 26000 menyediakan panduan mengenai tanggung jawab sosial kepada semua bentuk organisasi tanpa memperhatikan ukuran dan lokasi untuk: 1. Mengindentifikasi prinsip dan isu. 2. Menyatukan, melaksanakan dan memajukan praktek tanggung jawab sosial. 3. Mengindetifikasi dan pendekatan/pelibatan dengan para pemangku kepentingan. 4. Mengkomunikasikan komitmen dan performa serta kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan. B. ISO 26000 mendorong organisasi untuk melaksanakan aktivitas lebih sekedar dari apa yan diwajibkan. 24 C. ISO 26000 menyempurnakan/melengkapi Instrumen dan inisiatif lain yang berhubungan dengan tanggung jawab sosial D. Mempromosikan terminologi umum dalam lingkupan tanggung jawab sosial dan semakin memperluas pengetahuan mengenai tanggung jawab sosial. E. Konsisten dan tidak berkonflik dengan traktat internasional dan standarisasi ISO lainnya serta tidak bermaksud mengurangi otoritas pemerintah dalam menjalankan tanggung jawab sosial oleh suatu organisasi. F. Prinsip ketaatan penghormatan akuntabilitas, pada hukum legal terhadap prinsip instrumen transparasi, compliance, prinsip internasional, prinsip prinsip pembangunan keberlanjutan, prinsip ethical conduct, prinsip penghormatan hak asasi manusia, prinsip pendekatan dengan pencegahan dan prinsip penghormatan terhadap keanekaragaman. 2.3 Teori yang mendasari GCG Ada dua teori utama yang terkait dengan corporate governance yaitu teori stewardship dan teori agensi. Teori stewardship menggambarkan hubungan antara pemegang saham dengan manager. Teori memiliki asumsi bahwa kepentingan personal antara manajer dan pemegang saham dapat diselaraskan melalui pencapaian tujuan organisasi. Apabila terdapat perbedaan kepentingan antar principal dan manajer, maka manajer akan menjungjung tinggi nilai kebersamaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai (Susetyo.2009:54) 2.4 Good Corporate Governance (GCG) Kata“governance”berasal berartipengendalian. daribahasaPerancis “gubernance”yang Selanjutnyakatatersebutdipergunakandalamkonteks kegiatanperusahaanataujenisorganisasilain,menjadicorporategovernance. DalambahasaIndonesiacorporategovernancediterjemahkansebagaitatakelola perusahaanatautatapemerintahanperusahaanyang baik berupa sistem atau cara dalam rangka untuk dapat mengelola perusahaan secara benar, baik, dan bersih agar menjadikan perusahaan terbebas dari adanya tindakan korupsi. 25 Indira (2015) dalam analisisnya mengenai penerapan GCG pada perusahaan perbankan di Indonesia menyatakan bahwa Stewardship teory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab memiliki, integritas, dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam hubungan fidusia yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan kata lain, Stewardship teory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaikbaiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun shareholders pada khususnya. Teori keagenan menekankan pentingnya pemilik perusahaan menyerahkan pengelolaan usahanya kepada tenaga-tenaga professional (disebut agen) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnisnya. Tujuan pemisahan kepemilian ini yaitu agar pemilik dapat memperoleh keuntungan maksimal dengan biaya yang seefisien mungkin dengan menyerahkan pengelolaannya pada tenaga professional. Para tenaga professional tersebut berperan sebagai agen dari pemegang saham. Semaakin besar perusahaan yang dikelola memperoleh laba maka semakin besar ppula kkeuntungan yang didapatkan agents. Sementara itu pemilik perusahaan bertugas mengawasi dan memonitor jalannya perusahaan yang dikelola oleh manajemen serta mengembangkan system insentif bagi pengelola manajemen untuk memastikan bahwa mereka bekerja demi kepentingan perusahaan (Andrian Sutedi. 2011:13) 2.4.1 Pengertian GCG Definisi GCG Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01/MBU/2011 tentang penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara (tanggal 1 Agustus 2011) adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha. MenurutKomiteCadburyyangdikutipolehSuryadanYustiavandana (2006),CorporateGovernanceadalahsistemyangmengarahkan dan perusahaandengantujuan,agarmencapai antarakekuatankewenanganyangdiperlukanoleh mengendalikan keseimbangan perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawabankepadastakeholder. 26 Menurut OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) yang dikutip dari Fajri (2014), Corporate Governance adalah struktur yang olehnya para pemegang saham, komisaris, dan manajer menyusun tujuan–tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan–tujuan tersebut dan mengawasi kinerja. Menurut Muh. Arief Effendi (2009) dalam bukunya The Power of Good Corporate Governance, pengertian GCG adalah suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang. 2.4.2. PrinsipGood Corporate Governance Mengacu pada Pedoman Umum Corporate Governance (Komite Nasional Kebijakkan Governance (KNKG – 2006) pelaksanaan Good Corporate Governance didasarkan pada prinsip- prinsipsebagaiberikut: 1. Transparancy (Keterbukaan):adalah untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. 2. Accountability (Akuntabilitas): adalah bahwa perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan 3. Responsibility (Tanggungjawab): bahwa perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab 27 terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen 4. Independency (Independensi): untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masingmasing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain 5. Fairness (Kewajaran):bahwa dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. 2.4.3. ManfaatGood Corporate Governance Manfaat penerapan GCG menurut KNKG adalah: 1. Menjadikan perusahaan dapat meningkatkan kualitas keputusan yang harus diambil sebagai pertanggungjawaban kepada stakeholders. 2. Mengatur kemungkinan adanya resiko dalam perusahaan. 3. Menjadikan perusahaan dapat meyakinkan stakeholders dengan pengelolaan perusahaan yang tepat maka membuat perusahaan lebih dapat bersaing yang dilengkapi dengan adanya daya tahan yang kuat. 4. Memaksa perusahaan untuk dapat bekerja secara terbuka dan profesional. 5. Mempercepat perusahaan untuk dapat mencapai visi, misi serta tujuannya. 6. Mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan suatu perusahaan. 2.4.4. Komponen Good Corporate Governance (GCG) 2.4.4.1. Ukuran Dewan Komisaris Menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) pasal 1 butir 6 menyatakan bahwa dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Pasal 108 ayat 2 pada Undang 28 Undang Perseroan Terbatas juga mencantumkan bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh Dewan Komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan Perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Dewan komisaris memiliki tanggung jawab dan mempunyai wewenang, mensupervisi kebijakan dan tindakan Direksi, dan memberikan nasihat kepada Direksi bila diperlukan. Untuk melakukan hal tersebut, Dewan Komisaris dapat berdasarkan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan, atau meminta nasihat profesional yang independen dan/atau menetapkan panitia khusus. 2.4.4.2. Dewan Komisaris Independen Sesuai dengan keputusan ketua BAPEPAM-LK Nomor Kep-643/BL/2012 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit menyatakan bahwa komisaris independen adalah anggota komisaris: 1. Bukan merupakan orang yang bekerja atau mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, mengandalikan, atau mengawasi kegiatan emiten atau perusahaan publik tersebut dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir; 2. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik tersebut; 3. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten atau perusahaan publik, anggota dewan komisaris, anggota direksi, atau pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik tersebut; dan 4. Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha emiten atau perusahaan publik tersebut 2.4.4.3. Komite Audit Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi auditeksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal (termasuk audit internal). Komite auditditempatkan sebagai mekanisme pengawasan antara manajemen dengan pihak eksternal. Berdasarkan Surat Edaran Ketua BAPEPAM No.SE-03/PM/2000 tanggal 5 Mei 2000 tentang Pembentukan Komite Audit Emiten dan Perusahaan Publik, dalam 29 hal emiten atau perusahaan publik membentuk komite audit agar berpedoman pada struktur komite audit sebagai berikut: 1. Anggota komite audit diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris. 2. Komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota dan salah satu dari anggota tersebut merupakan komisaris independen emiten atau perusahaan publik, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak eksternal yang independen. Anggota komite audit yang berasal dari komisaris perusahaan bertindak sebagai ketua komite audit. 2.5 Profitabilitas Perusahaaan Menurut R. Agus Sartono (2010:122), yang menyatakan bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Menurut Kasmir (2011:196), yang menyatakan bahwa rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio profitabilitas juga memiliki tujuan dan manfaat, tidak hanya bagi pemilik usaha atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak di luar perusahaan, terutama pihak-pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan perusahaan. Kasmir (2011:197) menyatakan bahwa tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi pihak luar perusahaan, yaitu: 1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu. 2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. 3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu. 4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. 5. Untuk mengukur produtivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. 30 Sementara itu manfaat dari rasio profitabilitas: 1. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode. 2. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. 3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu. 4. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. 5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Seperti yang dikutip oleh Harinda (2012) bahwa rasio yang biasa digunakan untuk mengukur dan membandingkan kinerja profitabilitas menurut Syamsudin (1985) dalam Cahyono (2011) yaitu: 1. Gross Profit Margin (GPM), yaitu rasio profitabilitas yang menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. GPM merupakan persentase dari laba kotor dibandingkan dengan sales. Sales – Cost of Good sales GPM = Sales 2. Operating Profit Margin (OPM), yaitu rasio yang menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba sebelum adanya pajak dan bunga dari penjualan yang dilakukan. Operating profit OPM = Sales Rasio ini disebut juga “pure profit” yang artinya bahwa jumlah tersebut merupakan jumlah yang benar-benar diperoleh dari hasil operasional 31 perusahaan dengan mengabaikan kewajiban-kewajiban finansial berupa bunga serta pajak. 3. Net Profit Margin (NPM), yaitu profitabilitas yang menghitung sejauh mana perusahaan dalam menghasilkan laba setelah dipotong pajak dan bunga dari penjualan yang dilakukan. Semakin tinggi NPM, maka semakin baik profitabilitas suatu perusahaan. Net Profit After Tax = NPM Sales 4. Return on Equity (ROE), yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola modal yang tersedia untuk mendapatkan net income yang tersedia bagi pemegang saham. Semakin tinggi return adalah semakin baik, karena berarti deviden yang dibagikan atau ditanamkan kembali sebagai retained earning juga akan semakin besar. Net Income ROE = Total Equity 5. Return on Asset (ROA) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen perusahaan dalam menghasilkan income dari pengelolaan asset yang dimiliki unuk menghasilkan laba. Rasio ini menunjukkan seberapa besar efektifitas perusahaan dalam menggunakan asetnya. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin efektif penggunaan aktiva tersebut. Net Income ROA = Average total Assets 32 Dalam hal ini penulis berfokus menggunakan ROA sebagai salah satu rasio dalam mengukur profitabilitas. 2.6 Bursa Efek Indonesia (BEI) Menurut data yang diambil dari situs www.idx.co.idsecara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Dalam perkembangan dan pertumbuhannya, pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Awalnya di tahun 1977-1987 perdaganga di bursa efek mengalami kelesuan, hingga pada tahun 1987 pasar modal mengalami pertumbuhan yang ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia. Total perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia berdasarkan sahamnya adalah sebanyak 517 perusahaan dan 43 perusahaan berdasarkan obligasinya, yang diakses pada 25 September 2015 (www.idx.co.id). Adapun visi dan misi yang dimiliki oleh Bursa Efek Indonesia, adalah: Visi: Menjadi bursa yang kompetitif dengan kredibilitas tingkat dunia. 33 Misi: Menciptakan daya saing untuk menarik investor dan emiten, melalui pemberdayaan Anggota Bursa dan Partisipan, penciptaan nilai tambah, efisiensi biaya serta penerapan good governance. Semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia atau BEI diklasifikasikan ke dalam 9 sektor yang didasarkan pada klasifikasi industri yang ditetapkan oleh JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial Classification). Dari ketiga jenis industri yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia yaitu sektor utama pangan, industri manufaktur dan industri jasa. Dalam penelitian ini peneliti mengambil sektor indrustri manufaktur yang terdiri dari sembilan sektor industri. Penelitian ini berfokus pada perusahaan-perusahaan industri dasar dan kimia dimana subsektor meliputi industri semen, keramik, porselen dan kaca, logam dan sejenisnya, kimia, plastik dan kemasan, pakan ternak, kayu dan pengolahannya, pulp dan kertas dan lainnya. 2.7 Penelitian Terdahulu Ada beberapa penelitian mengenai CSR yang telah dilakukan, baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri yang membahasa mengenai hubungan antara CSR dengan profitabilitas. Adapun beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Kamaludin (2010) Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Resposibility Terhadap Profitabilitas dan Reputasi Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktek pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan high profile dan low profile dan menguji pengaruh pengungkapan tanggung jawab sosisla perusahaan terhadap profitabilitas ROA dan ROE serta reputasi perusahaan yang diukur dari harga saham. Banyaknya sampel yang digunakan adalah 60 perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 200-2009. Variabel independan dalam penelitian adalah Corporate Social Responsibility. Variabel dependen yang digunakan adalah profitabilitas yang diproksikan dengan ROA, ROE dan NPM. Hasil yang diperoleh dalam penelitian menunjukkan bahwa CSR berpengaruh tehadap 34 terhadap ROA, ROE dan NPM. Hasilnya menunjukan CSR berpengaruh terhadap ROA perusahaan. 2. Rouf (2011), The Corporate Social Responsibility Disclosure: A Study of Listed Companies in Bangladesh. Sample data diperoleh dari Dhaka Stock Exchange Sampeldiambil darilaporantahunanperusahaan yang terdaftar diBursa EfekDhaka(DSE), semuaperusahaankecaliBank, investasi, asuransi danlain-lain. Penelitian ini menggunakan indeks pengungkapan untuk mengukur pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada sampel dari 93 perusahaan yang terdaftar dari Bangladesh.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji faktor-faktor tata kelola perusahaan dan karakteristik spesifik perusahaan dan pengaruhnya terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Variabel kontrol yang digunakan adalah struktur kepemimpinan dewan, komite audit dan profitabilitas. Hasilnya menunjukkan bahwa proporsi yang lebih tinggi dari direktur non-eksekutif independen di papan positif terkait dengan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, tetapi tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan berhubungan negatif bagi ukuran perusahaan. 3. David (2011) Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Profitabilitas Kinerja Saham Perusahaan Perbankkan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh GCG terhadap profitabilitas dan kinerja saham. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 26 perusahaan perbankan yang telah go publik. Penelitian ini menyimpulkan hal–hal sebagai berikut: GCG memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap profitabilitas perusahaan perbankan. Hal ini berarti semakin baik penerapan GCG maka akan makin meningkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang dalam hal ini diukur dengan ROA, ROE dan NIM. 4. Rajendran (2012) Corporate Governance Practices and Its Impact on firm Performance: Special Reference to Listed Banking Institutions in Sri Lanka. Dalam penelitian ini menggunakan sampel dari11perusahaanperbankan yang terdaftardiBursa EfekKolombountuk inimengusulkanbahwa memiliki periode2006 kodepraktekterbaikharus setidaknyalima puluh - 2010.Penelitian mencakupdewanuntuk persendarinondirektur eksekutif, tidaksepertigaseperti yang dinyatakandalam kode. Penelitian ini juga 35 mengusulkan untuk memilihdireksidaridaftardisimpan olehlembagadireksi. Dalam rangka untuk memilikipemahaman yang jelas tentangrisiko, dan mengelolarisiko yang teridentifikasidengan carayang memuaskan, diusulkan untuk menunjukkomitemanajemen risiko. Terakhir,sebagai akibat daripentingnyapertanggungjawaban kepadapemangku kepentingan lainnya, penelitian lainnyadalam inimerekomendasikanmasuknyakepentinganstakeholder kodepraktek terbaik, yang akan menghasilkanharga sahammeresponpraktikCSRdariperusahaan-perusahaandiSriLanka. 5. Harinda (2012), Analisis Hubungan Corporate Social Responsibility Disclosure dengan Profitabilitas Perusahaan dan Image Perusahan (study empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2010). Adapun variable operasional yang digunakan adalah CSR disclosure, profitabilitas perusahaan, image perusahaan, size perusahaan dan TDTA (Total Debt to Total Asset) dimana perhitungan untuk menilai apakah perusahaan melakukan pengungkapan CSR menggunakan index GRI (Global Reporting Initiative) berdasarkan guidelines tahun 2006, mengukur profitabilitas perusahaan menggunakan rasio profitabilitas ROE (Return of Equity), mengukur image perusahaan perusahaan menggunaan customer statisfaction. Penelitian ini menemukan bahwaCSR disclosure tahun sebelumnya belum dapat dibuktikan memberikan pengaruh signifikan yang positif terhadap ROE tahun berjalan. 6. Babalola (2012), The Impact of Corporate Social Responsibility on Firms Profitability in Nigeria. Jurnal ini menggunakan data sekunder yang mana sampel data diperoleh dari Nigerian Stock Exchange dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2008 sebanyak 10 perusahaan secara acak. Metode analisa yang digunakan adalah metode regresi. Hasil penelitian diperoleh suatu kesimpulan bahwa perusahaan di Nigeria menghadapi tantangan dan keterbatasan karena mereka menerapkan CSR hal ini disebabkan karena adanya isu-isu politik atau kekhawatiran organisasi dan juga budaya. Perusahaan tidak melakukan investasi terhadap CSR karena memiliki kecenderungan mengancam keberadaan perusahaan dalam jangka panjang. 7. Siagian, F., Siregar, S. V., & Rahadian, Y. (2013) Corporate governance, quality reporting, and corporate value: Evidence from Indonesia. Penelitian menggunakan sampel pada perusahaan perusahaan publik di Indonesia yang 36 bertujuan tujuan untuk mengetahui apakah hubungan antara praktek tata kelola perusahaan dan kualitas laporan dengan nilai perusahaan di Indonesia. Hasil penelitian tersebut menyatakan ada hubungan positif antara tata kelola perusahaan dengan nilai perusahaan. 8. Sally (2013) Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Profitabilitas. Dalam penelitian ini melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji signifikansi parsial menyatakan bahwa kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah komite audit secara parsial tidak mempengaruhi profitabilitas perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan khususnya produsen batubara yang telah terdaftar di bursa efek Indonesia dan bursa efek Australia pada tahun 2009 sampai 2011. 9. Atit Chandrayanti dan Dharma Saputra (2013), Pengungkapan Corporate Social Resposibility Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2011). Teknik analisis yang digunakana adalah teknik analisis regresi linear sederhana. Jumlah sampel sebanyak 34. Variabel independan dalam penelitian adalah Corporate Social Responsibility.Variabel dependen yang digunakan adalah profitabilitas yang diproksikan dengan ROA,ROE dan NPM. Hasil pengujuan menunjukan CSR berpengaruh terhadap ROA perusahaan. 10. Rosiliana, Ari dan Adi Yuaniarta (2014), Pengaruh Corporate Social Resposibility Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi empiris pada Perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap kinerja keuangan perusahaan, yang diproksikan dengan ROE (Return OnEquity), ROA (Return On Asset), ROS (Return On Sales). Total sampel sebanyak 40 sampel yang diperoleh dengan metode purposive sampling. Penelitian ni menggunakan metode analisis kuantitatif. Variabel Independen (X) yang digunakan dalam penelitian ini adalah corporate socialresponsibility, dan Variabel Kontrol yang digunakan berupa Ukuran Perusahaan dan tipe Perusahaan. Dalam penelitian ini CSR akan dihitung dengan menggunakan Corporate Social Disclosure Index (CSDI). Informasi mengenai Corporate SocialDisclosure Index (CSDI) berdasarkan GRI. Perhitungan CSDI menggunaan metode dummy. Hasil yang diperoleh adalah berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap ROE (Return On 37 Equity),CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA, CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROS (Return On Sales). 11. Billy Sanjaya (2015) Pengaruh Corporate Governance (GCG) Terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sektor Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2012 dan 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh GCG yang diproksikan dengan ukuran dewan komisaris, dewan komisaris independen, komite audit, dan kepemilikan manajerial terhadap Return on Assets (ROA). Jumlah perusahaan yang dijadikan sebagai sampel pada penelitian ini adalah 34 perusahaan manufaktur sektor barang konsumsi Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa Good Corporate Governance (GCG) yang diproksikan dengan dewan komisaris independen berpengaruh terhadap Return on Assets (ROA) dan Return on Equity (ROE). Good Corporate Governance (GCG) yang diproksikan dengan komite audit tidak berpengaruh terhadap Return on Assets (ROA) dan Return on Equity (ROE). Good Corporate Governance (GCG) yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap Return on Assets (ROA) dan Return on Equity (ROE). 2.8 Kerangka Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh CSR terhadap profitablilitas yang diproksikan dengan ROA (Return of Asset) dengan tujuan agar dapat memberikan jawaban apakah CSR dan GCG mempunyai pengaruh positif terhadap ROA. Perumusan hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 2.8.1 Pengaruh CSR terhadap ROA (Return of Asset) Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia Seperti yang dikemukakan John Eklington dalam The Triple Bottom Line (1997) yang dimuat dalam buku Canibalts with Forks, The Triple Bottom Line of Twentieth. Century Bussines ada 3 konsep yang perlu diperhatikan yaitu profit, people dan planet. (Andreas Lako, 2011:65). Profit (keuntungan) merupakan orientasi atau fokus utama dari seluruh kegiatan perusahaan. Perusahaan 38 akanmenitikberatkan kegiatannya yang dapat menghasilkan keuntungan yang lebih kepada perusahaan. ROA merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen perusahaan dalam menghasilkan laba dari pengelolaan aset yang dimiliki (Harnida, 2012). ROA dalam analisa keuangan mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu alat analisis guna mengukur seberapa efisien manajemen dalam menggunakan aktiva untuk menghasilkan laba. ROA menjadi suatu informasi kepada investor tentang seberapa besar laba yang dihasilkan dari modal yang telah ditanamkan (Rosiliana, Ari dan Adi Yuaniarta, 2014). Penerapan corporate social responsibility dipercaya dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, dimana investor cenderung menanamkan modal pada perusahaan yang melakukan aktivitas CSR. Karena bagi investor, perusahaan yang melakukan aktivitas CSR berpotensi dalam menghasilkan laba yang lebih besar dibandingkan yang tidak, sehingga kedepannya perusahaan akan mampu meningkatkan kinerja keuangannya (Rosiliana, Ari dan Adi Yuaniarta, 2014) Dari penelitian yang dilakukan oleh Atit Chandrayanti dan Dharma Saputra (2013), Pengungkapan Corporate Social Resposibility Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 20102011). Jumlah sampel sebanyak 34 dimana variabel independen yang digunakan adalah Corporate Social Responsibility.Variabel dependen yang digunakan adalah profitabilitas yang diproksikan dengan ROA,ROE dan NPM. Hasil uji t-test dengan menggunaan bantuan program spss 13 menunjukkan bahwa Nilai signifikansi pengungkapan CSR sebesar 0,016 < 0,05 hal ini berarti pengungkapan corporate social Responsibility berpengaruh positif terhadap ROA. Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik untuk membuktikan Pengaruh CSR terhadap ROA (Return of Asset) perusahaan dengan hipotesa sebagai berikut: Ha1: Pengungkapan CSR berpengaruh terhadap ROA perusahaan sektor industri dasar dan kimia 39 2.8.2 Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap ROA Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kmia. Pada penelitian terdahulu oleh Sally (2013) dengan judul penelitiannya “Pengaruh Good Corporate GovernanceTerhadap Profitabilitas ”melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji signifikansi parsial t hitung sebesar 1,300 (Equal variances not assumed). Pada signifikansi 0,05 : 2 = 0,025 (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan df = 9,750, hasil diperoleh untuk t tabel sebesar +2,262 / 2,262. Sehingga dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Apabila t hitung ≤ t tabel atau –t hitung ≥ -t tabel maka menerima H0. Sehingga dapat dinyatakan bahwa kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah komite audit secara parsial tidak mempengaruhi profitabilitas perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan khususnya produsen batubara yang telah terdaftar di bursa efek Indonesia dan bursa efek Australia pada tahun 2009 sampai 2011. Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik untuk membuktikan pengaruh proporsi komisaris independen terhadap ROA (Return on Asset) perusahaan dengan hipotesa sebagai berikut: Ha2: Proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap ROA 2.8.3 Pengaruh Komite Audit Terhadap ROA Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal (termasuk audit internal). Komite audit ditempatkan sebagai mekanisme pengawasan antara manajemen dengan pihak eksternal.Berdasarkan Surat Edaran Ketua BAPEPAM No.SE-03/PM/2000 tanggal 5 Mei 2000 tentang Pembentukan Komite Audit Emiten dan Perusahaan Publik membentuk komite audit agar berpedoman pada struktur komite audit yakni anggota komite audit diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris dan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota dan salah satu dari anggota tersebut merupakan komisaris independen. Seperti yang dikutip oleh Billi (2015) dari Arifani (2013), semakin banyak komposisi komite audit maka kinerja keuangan akan terawasi dengan baik sehingga kinerja akan meningkat. Komite audit ditempatkan sebagai mekanisme pengawasan 40 antara manajemen dengan pihak eksternal, sehingga komite audit dipandang dapat meningkatkan kinerja perusahaan melalui pengawasan tersebut. Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik untuk membuktikan pengaruh komite audit terhadap ROA (Return on Asset) perusahaan dengan hipotesa sebagai berikut: Ha3: Komite audit berpengaruh terhadap ROA 2.8.4 Pengaruh CSR dan GCG Terhadap ROA Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Babalola (2012) dalam jurnalnya yang berjudul “The Impact of Corporate Social Responsibility on Firms’ Profitability in Nigeria” menggunakan data sekunder yang mana sampel data diperoleh dari Nigerian Stock Exchange dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2008 sebanyak 10 perusahaan secara acak. Perusahaan-perusahaan yang sudah terseleksi adalah Nestle Plc, PZ Plc, UAC Foods Plc, Flour Mills, Cadbury Nigerian Plc, Unilever Plc, May and Baker Plc, Nigerian Bottling Company, Northern Nigerian Flour Mill Plc and Pepsi. Metode analisa yang digunakan adalah metode last square. Dari data yang dianalisis dengan menggunakan variabel dependent yaitu pendapapatan setelah dikurangi pajak profit after tax(PAT) diperoleh hasil bahwa CSR memiliki koefisien - 0.177424, standart error 0.792544, t-statistik -0.223866 dan prob 0.8285 Analisis tersebut menunjukkan bahwa jumlah berkomitmen untuk tanggung jawab sosial bervariasi dari satu perusahaan yang lain. Data lebih lanjut mengungkapkan bahwa semua perusahaan sampel menginvestasikan kurang dari sepuluh persen dari laba tahunan mereka untuk tanggung jawab sosial. Namun, analisis empiris di atas menggambarkan bahwa hubungan negatif ada antara ukuran kinerja perusahaan dengan laba setelah pajak dan investasi di tanggung jawab sosial. yang menunjukkan bahwa ada hubungan terbalik antara dua variabel (PAT dan CSR). Dari hasil penelitian tersebut diperoleh suatu kesimpulan bahwa perusahaan di Nigeria menghadapi tantangan dan keterbatasan karena mereka menerapkan CSR hal ini disebabkan karena adanya isu-isu politik atau kekhawatiran organisasi dan 41 juga budaya. Perusahaan tidak melakukan investasi terhadap CSR karena memiliki kecenderungan mengancam keberadaan perusahaan dalam jangka panjang. Penelitian yang dilakukan oleh David (2011) dengan judul “Pengaruh GoodCoorporate Covernance Terhadap Profitabilitas Kinerja Saham Perusahaan Perbankan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh GCG terhadap profitabilitas dan kinerja saham. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 26 perusahaan perbankan yang telah go publik. Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah Good Corporate Governance, profitabilitas yang diukur dari ROA, ROE dan NIM, dan kinerja saham yang diukur dari return saham dan PER. Adapun data-data yang dibutuhkan adalah data harga saham awal tahun tahun dan akhir tahun dari perusahaan sektor perbankan selama periode penelitian yaitu tahun 2008, sedangkan untuk indikator GCG diperoleh dari laporan tahunan perusahaan perbankan tahun 2008, semua data diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Berdasarkan hasil hipotesis, maka diperoleh koefisien regresi pengaruh variabel bebas GCG terhadap ROA sebagai variabel terikat adalah bertanda positif sebesar 0,007 yang memiliki makna bahwa makin baik skor indikator komposit GCG maka akan makin meningkat ROA. Nilai t hitung dari koefisien regresi pengaruh variabel bebas GCG ini adalah sebesar 4,895 yang lebih besar apabila dibandingkan dengan nilai t hitung dengan derajat bebas (df) sebesar 25 yang bernilai 2,06. Penelitian ini menyimpulkan hal–hal sebagai berikut: GCG memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap profitabilitas perusahaan perbankan. Hal ini berarti semakin baik penerapan GCG maka akan makin meningkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang dalam hal ini diukur dengan ROA, ROE dan NIM. Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik untuk membuktikan Pengaruh CSR dan GCG terhadap ROA (Return of Asset) perusahaan dengan hipotesa sebagai berikut: Ha4: CSR dan GCG berpengaruh terhadap ROA 42 2.9 Model Penelitian Model pemikiran sebagai berikut: Gambar 2.1 Model pemikiran Variabel : Independen Variabel : dependen RX1Y X1 = CSR RX2Y X2 = Komisaris Indenpenden Y = ROA X2 = Komite Audit RX3Y RX1X2X3Y Sumber: Hasil perumusan sendiri