9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Terdapat beberapa

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
Terdapat beberapa teori yang mendasari Corporate Social Responsibility
antara lain teori legitimasi, stakeholder dan kontrak sosial:
2.1.1 Teori Legitiminasi (Legitimacy theory)
Legitimasi masyarakat merupakan faktor strategis bagi perusahaan dalam
rangka mengembangkan perusahaan ke depan, yang dijadikan sebagai wahana untuk
mengonstruksi strategi perusahaan, terutama terkait dengan upaya memposisikan diri
ditengah lingkungan masyarakat yang semakin maju (Hadi, 2011:87). Legitimasi
organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari
masyarakat. Dengan demikian, legitimasi merupakan manfaat atau sumber daya
potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (going concern) (O’Donovan, dalam
Nor Hadi. 2011:87).
Gray et.al (1996) dalam Nor Hadi (2011:88) menyatakan bahwa legitimasi
merupakan “…..a system-oriented view of organization and society ….permits us to
focus on the role of information and disclosure in the relationship between
organisations, the state, individuals and goup”. Definisi tersebut mengisyaratkan,
bahwa legitimasi merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada
keberpihakan terhadap masyarakat (society), pemerintah, individu, dan kelompok
masyarakat.
2.1.2 Teori Pemangku Kepentingan (StakeholdersTheory)
Konsep pemangku kepentingan atau Stakeholders theory mengalami banyak
perubahan dimana sebelumya Stakeholders adalah investor, pelanggan, dewan
direksi, manajemen dan pemerintah. Saat ini Stakeholders tidak hanya dalam area
tersebut saja, tetapi area yang lebih luas lagi seperti karyawan, serikat pekerja dan
9
10
masyarakat umum. Teori ini berkaitan erat dengan teori legitimasi. Perusahaan dalam
kegiatan opeasinya memberikan dampak kepada pemangku kepentingan.
Stakeholder adalah individu-individu dan kelompok-kelompok yang memiliki
legitimasi untuk menuntut kepada organisasi agar bias berpartisipasi dalam
pengambilan kepuutusan, karena mereja dipengaruhi oleh praktik, kebijakan dan
tindakan organisasi (Hadi. 2011:94).
Asumsi stakeholder menurut Thomas dan Andrew dalam Hadi (2011:94)
yaitu : (1) Perusahaan memiliki hubungan dengan banyak kelompok-kelompok
konstituen (stakeholder) yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan
perusahaan, (2) Teori ini ditekankan pada sifat alami hubungan dalam proses dan
keluaran bagi perusahaan dan stakeholder-nya, (3) Kepentingan semua legitimasi
stakeholder memiliki nilai secara hakiki, dan tidak membentuk kepentingan yang
didominasi satu sama lain, (4) Teori ini memokuskan pada pengambilan keputusan
manajerial. Oleh karena itu perusahaan tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan
sosial.
2.1.3. Teori Kontrak Sosial
Teori ini muncul karena adanya interelasi dalam kehidupan sosial
masyarakat, agar terjadi keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, termasuk
terhadap lingkungan. Perusahaan merupakan kelompok orang yang memiliki
kesamaan tujuan dan berusaha mencapai tujuan bersama, adalah bagian dari
masyarakat dalam lingkungan yang lebih besar. Keberadaannya sangat ditentukan
oleh masyarakat, dimana keduanya saling mempengaruhi. Agar terjadi keseimbangan
perlu adanya kontrak sosial baik secara implisit dan eksplisit seingga terjadi
kesepakatan yang saling melindungi kepentingan masing-masing (Hadi.2011:95).
Kontrak sosial dibangun dan dikembangkan, salah satunya untuk menjelaskan
hubungan antara perusahaan terhadap masyarakat (society). Di sini, perusahaan atau
organisasi memiliki kewajiban pada masyarakat untuk memberi manfaat bagi
masyarakat. Interaksi perusahaan dengan masyarakat akan selalu berusaha untuk
memenuhi dan mematuhi aturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat,
sehingga kegiatan perusahaan dapat dipandang legitimate (Deegan, dalam Nor Hadi
11
2011:96). Dalam perspektif manajemen kontemporer, teori kontrak sosial
menjelaskan hak kebebasan individu dan kelompok, termasuk masyarakat yang
dibentuk
berdasarkan
kesepakatan-kesepakatan
yang
saling
menguntungkan
anggotanya (Rawl, dalam Nor Hadi.2011:97)
2.2 Corporate Social Responsibility
Konsep CSR sudah lama dianut oleh korporasi AS, yang digagas oleh
seorang konglomerat bisnis besi baja, Andrew Carnegie (1083-1919) dalam bukunya
yang berjudul “The Gospel of Wealth” (1899). Ia merumuskan bahwa CSR
berdasarkan dua prinsip dasar yaitu charity principle atau prinsip kemurahan hati dan
stewardship principle atau prinsip melayani sesama.
Charity principle ini didasarkan pada Alkitab yang menyarankan bahwa
orang yang lebih beruntung membantu orang yang kurang beruntung. Di bawah
pengaruh prinsip ini, perusahaan memutuskan menggunakan kekayaan mereka untuk
melaksanakan kegiatan sosial. Sementara stewardship principle menegaskan bahwa
organisasi memiliki kewajiban untuk memperhatikan kepentingan umum dimana
dana dari kegiatan tersebut diperoleh dari keuntungan yang diperoleh perusahaan.
Korporasi mengendalikan sumber daya yang luas dan mereka kuat. Sebagai kekuatan
ini dan kekayaan berasal dari operasi mereka dalam masyarakat, mereka memiliki
kewajiban untuk melayani kebutuhan masyarakat. Dengan cara ini, manajer dan
perusahaan menjadi pelayan, atau wali, bagi masyarakat (Meenakshi Gupta, 2009:
33).
Howard
R.
Bowen
menerbitkan
bukunya
yang
berjudul
“Social
Responsibilities of The Bussinessman”. Ide dasar yang dikemukakannya adalah
mengenai kewajiban perusahaan dalam menjalankan usahanya sejalan dengan nilai
dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat di tempat perusahaan tersebut
beroperasi. Hal ini membuat dirinya dinobatkan secara aklamasi menjadi Bapak
CSR.
Seiring perkembangan ekonomi dan dengan adanya krisis keuangan di era
1940-an hingga 1960-an, prinsip yang dikemukakan oleh Andrew Carnegie mulai
ditinggalkan dan mulai dikritik oleh para ekonom neoliberal. Salah satu yang paling
12
vokal dalam mengemukakan pendapatnya adalah Milton Friedman.
Salah satu
konsep yang dikemukakan oleh Friedman adalah bahwa satu satunya tanggung jawab
bisnis adalah memaksimumkan laba untuk kepentingan pemilik atau pemengang
saham. Seiring perkembangan zaman dan dengan munculnya konsep baru yang
dikemukaan oleh Friedman dalam bukunya yang berjudul “Capitalism and Freedom”
pada tahun 1963 yang kemudian pada awal tahun 1970 Friedman mempertegas lagi
pernyataannya bahwa ada satu dan hanya ada satu saja tanggung jawab korporasi
yaitu menggunakan sumber daya dan energi yang dimiliki dalam berbagai aktivitas
yang dirancang untuk meningkatkan profitnya sejauh itu masih dalam batas aturan
main, dan melakukannya secara terbuka dan bersaing secara bebas dan tanpa tipu
muslihat (Andreas Lako, 2011:40).
Konsep yang dikemukakan oleh Friedman mengundang banyak kecaman
terutama kalangan civil society. Konsep yang dikemukakan oleh Friedman tersebut
tidak lagi dapat diterapkan. Sejalan dengan perkembangan pemikiran mengenai CSR
yang mana menyatakan bahwa CSR merupakan salah satu bentuk bagaimana
meredam “keserakahan” para investor (Tobias Gossling, 2011 : 71). Keberhasilan
dunia bisnis ditentukan oleh bagaimana kontribusinya terhadap kesejahteraan
masyarakat umum dan bukan semata untuk warga bisnis itu sendiri, tanggung jawab
bisnis lebih luas dari sekedar terhadap pemilik atau investor (Dody Prayogo.2011:
69). Dengan adanya perubahan paradigma mengenai CSR, seperti yang dikemukakan
oleh Busyra Azheri (2011 : 5) bahwa CSR tidak hanya memberikan makna bahwa
perusahaan bukan lagi sebagai entitas yang memikirkan diri sendiri melainkan
sebuah entitas badan hukum yang wajib beradaptasi dimana subjek hukum itu berada
dan dapat dimintai pertanggungjawaban layaknya subjek hukum pada umumnya.
Seperti yang dikemukakan oleh Harinda (2012) bahwa ada beberapa faktor
mengapa perusahaan melakukan CSR adalah:
1. Ukuran perusahaan yang semakin besar. Ukuran yang besar menyebabkan
perusahan memerlukan akuntabilitas yang tinggi dalam membuat
keputusan.
2. Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) yang semakin berkembang, dimana
LSM saat ini semakin tanggap mengenai kerusakan lingkungan dan sigap
dalam menuntut pertanggungjawaban perusahaan mengenai kerusakan
lingkungan yang diakibatkan oleh aktifitas perusahaan.
13
3. Reputasi dan citra perusahaan yang disadari oleh perusahaan sebagai hal
yang penting dan harus dilindungi.
4. Kemajuan teknologi dan informasi dimana setiap informasi dapat dengan
cepat menyebar dan dapat diakses semua orang.
Mohamad Fajri (2014) dalam artikelnya Corporate Social Responsibility
mengatakan bahwa ada dua faktor mengapa perusahaan menerapkan CSR yaitu
faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal berupa keharusan sosial dimana
hal ini berhubungan dengan keseimbangan eksternal sebagai aspek pokok GCG,
yang disebabkan karena adanya tuntutan masyarakat terhadap perusahaan yang
sifatnya ekonomis yang terkadang tidak sesuai dengan kepentingan bisnis
perusahaan. Faktor internal berkaitan dengan perilaku perusahaan dalam mengelola
bisnisnya. CSR akan berhasil jika kedua faktor ini berjalan beriringan, jika tanpa
adanya kemauan dan keharusan dari luar maka CSR akan sulit untuk dapat
terlaksana.
Sementara itu ada beberapa alasan perusahaan melaksanakan CSR
(bappeda.muaraenimkab.go.id) adalah antara lain sebaga berikut:
1.
Alasan sosial perusahaan melakukan tanggung jawab sosial kepada
masyarakat. Sebagai pihak luar yang beroperasi pada wilayah orang lain
perusahaan harus memperhatikan masyarakat sekitarnya. Perusahaan
harus ikut serta menjaga kesejahteraan ekonomi masyarakat dan juga
menjaga lingkungan dari kerusakan yang ditimbulkan.
2.
Alasan ekonomi. Motif perusahaan dalam melakukan CSR tetap berujung
pada keuntungan. Perusahaan melakukan CSR untuk menarik simpati
masyarakat dengan membangun image positif bagi perusahaan yang
tujuan akhirnya tetap meningkatkan profit.
3.
Alasan hukum. Alasan hukum yang membuat perusahaan melakukan
program CSR hanya karena adanya peraturan dari pemerintah. CSR
dilakukan karena adanya tuntutan atau sanksi bila tidak dijalankan dan
bukan karena kesadaran perusahaan untuk ikut serta menjaga lingkungan.
14
2.2.1 Pengertian Corporate Social Responsibility
Adapun pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) menurut
pandangan para ahli dan berbagai organisasi dunia antara lain sebagai berikut:
1. Word Bussines Concil for Suistainable Development adalah komitmen
berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan
memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan
kualitas hidup karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan
masyarakat luas pada umumnya.
2. Commision of The European Communities bahwa tanggung jawab sosial
perusahaan pada dasarnya adalah sebuah konsep dimana perusahaan
memutuskan secara sukarela untuk memberikan kontribusi demi mewujudkan
masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih.
3. Corporate Social Responsibility (CSR) Asia menyatakan bahwa komitmen
perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutann berdasarkan prinsip
ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam
kepentingan dari pihak yang berkepentingan.
4. Busines Social Responsibility (CSR) berpandangan bahwa pencapaian
kesuksesan komersil dalam artian penghargaan terhadap kesusilaan dan
penghormatan terhadap manusia, masyarakat dan lingkungan.
5. Ethics in Action Awards menjelaskan tentang kewajiban perusahaan yang
harus dipertanggungjawabkan kepada pihak yang berkepentingan di setiap
operasi dan aktivitasnya.
6. ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility tanggung jawab
sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan
kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan
dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan
berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan
pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan, dan normanorma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara
menyeluruh.
7. CSR menurut Nor Hadi menyatakan bahwa CSR atau tanggung jawab sosial
merupakan sebuah bentuk komitmen perusahaan dalam berkontribusi
15
membangun perekonomian perusahaan yang diimbangi dengan melakukan
kegiatan etis yang dapat meningkatkan kualitas hidup dari pekerja atau
karyawan serta keluarganya agar setaraf dengan komunitas lokal dan
masyarakat secara luas (Hadi, 2011:46).
8. Menurut Elvinaro dan Didin dalam bukunya “Efek Kedermawanan Pebisnis”
dikatakan bahwa CSR adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk
berkontribusi
dalam
pengembangan
ekonomi
yang
berkelanjutan
memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada
keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomi, sosial dan
lingkungan.
Perusahaan tidak hanya berfungsi untuk meningkatkan laba saja melainkan
juga memperhatikan aspek-aspek lain seperti lingkungan sekitar. Dari pengertian
diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Corporate Social Responsibility (CSR)
merupakan wujud dari rasa tanggung jawab terhadap efek yang ditimbulkan oleh
perusahaan terhadap perkembangan kehidupan masyarakat, lingkungan dan juga
sebagai komitmen, reaksi dan kontribusi perusahaan.
2.2.2. Konsep dan Prinsip CSR
Seperti yang dikemukakan John Eklington dalam The Triple Bottom Line
(1997) yang dimuat dalam buku Canibalts with Forks, The Triple Bottom Line of
Twentieth. Century Bussines. Konsep tersebut mengakui bahwa ada 3 hal yang perlu
diperhatikan perusahaan, yaitu:
1. Profit (keuntungan) merupakan orientasi atau fokus utama dari seluruh
kegiatan perusahaan. Perusahaan akan menitikberatkan kegiatannya yang
dapat menghasilkan keuntungan yang lebih kepada perusahaan.
2. People (masyarakat) merupakan lingkungan dimana perusahaan berada.
Orang – orang sekitar lingkungan perusahaan adalah orang – orang yang
mempengaruhi dan dipengaruhi perusahaan. Masyarakat adalah orang –
orang yang memiliki interrelasi kuat dalam rangka menciptakan nilai bagi
perusahaan.
16
3. Planet (Lingkungan) merupakan lingkungan fisik yang memiliki eksistensi
karena lingkungan adalah tempat dimana perusahaan beroperasi. Lingkungan
dengan perusahaan memiliki konsep saling sebab akibat. Kerusakan
lingkungan, eksplorasi yang berlebihan atau tanpa batas, cepat lambat akan
mempengaruhi perusahaan dan lingkungan.
CSR terdiri dari tiga prinsip utama menurut Crowther & Aras (2008:11) yaitu:
1. Sustainability, berkaitan pada efek pengambilan tindakan yang diambil masa
sekarang telah mempunyai pilihan yang tersedia di masa depan. Apabila sumber daya
dimanfaatkan di masa sekarang maka tidak akan ada cukup sumber daya di masa
depan, dan ini adalah perhatian khusus jika sumber daya mempunyai jumlah yang
terbatas.
2. Accountability, berkaitan dengan pengakuan perusahaan dalam melakukan
tindakan yang mempengaruhi lingkungan eksternal dan karena itu perusahaan
berasumsi untuk bertanggung jawab pada tindakan yang dilakukan. Prinsip ini
berdampak pada hitungan akibat efek dari tindakan yang diambil perusahaan baik
internal organisasi maupun eksternal.
3. Transparency,sebagai prinsip, berarti akibat internal dari tindakan dari organisasi
dapat dipastikan dari laporan yang dibuat organisasi dan fakta yang ada tidak
disembunyikan dalam laporan tersebut. Dengan demikian semua akibat dari tindakan
yang dilakukan oleh organisasi, termasuk dampak internal, seharusnya muncul
secaranyata kepada semua melalui penggunaan informasi yang disediakan
mekanisme pelaporan organisasi.
Menurut ISO 26000 menetapkan tujuh prinsip dalam penerapan CSR yang dijadikan
standar dan panduan sebagai berikut (Busyro, 2012: 52)
1. Akuntabilitas, berkaitan dengan perilaku organisasi yang berkaitan dengan
masyarakat dan lingkungan.
2. Transparansi, yang berkaitan dengan keputusan dan aktivitas yang berdampak
pada pihak lain (stakeholders).
3. Perilaku etis, yang berkaitan dengan perilaku etis perusahan sepanjang waktu.
4. Stakeholders, berkaitan dengan penghargaan dan mempertimbangkan
17
kepentingan stakeholders-nya.
5. Aturan hukum, berkaitan dengan penghormatan dan kepatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
6. Norma internasional, barkaitan dengan penghormatan dan penghargaan
terhadap norma internasional, terutama berkaitan dengan norma yang lebih
mendukung pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, dan
7. Hak asasi manusia, berkaitan dengan pemahaman mengenai arti pentingnya
hak asasi manusia sebagai konsep internasional.
2.2.3 Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)
Manfaat CSR Dikutip dari Mursitama 2011 dilihat dari sudut internal dan
ekternal. Manfaat internal CSR adalah :
1. Pengembangan aktivitas yang berkaitan dengan sumber daya manusia.
Serangkaian aktivitas pengembangan sumber daya manusia dicapai
dengan menciptakan para karyawan yang memiliki keterampilan yang
tinggi. Karyawan yang berkualitas akan menyumbang pada sistem
manajemen sumber daya manusia yang lebih efektif. Misalnya, dengan
meningkatnya loyalitas dan moral dari karyawan. Untuk menciptakan
sistem sumber daya manusia yang efektif dibutuhkan praktik-praktik
ketenagakerjaan yang bertanggung jawab secara sosial.
2. Adanya pencegahan polusi dan reorganisasi pengelolaan proses produksi
dan aliran bahan baku, serta hubungan dengan supplier yang berjalan
dengan baik. Muaranya adalah peningkatan performa lingkungan
perusahaan. Adapun bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan, antara
lain penggunaan bahan baku yang di daur ulang atau dapat dipakai
kembali dan mengganti bahan baku produksi yang kurang ramah
lingkungan.
3. Menciptakan budaya perusahaan, kapabilitas sumber daya manusia, dan
organisasi
yang
baik.
Mensosialisasikan
CSR
diharapkan
akan
memunculkan komitmen karyawan yang kuat terhadap perusahaan dan
kemauan untuk terus belajar. Integrasi antara fungsi di dalam perusahaan
diharapkan juga akan terjadi. Selain itu, partisipasi para karyawan di
dalam perusahaan dan keterampilan mereka diharapkan meningkat pula.
18
Adapun manfaat internal yang terakhir dari diterapkannya CSR adalah
munculnya efek dari membaiknya reputasi perusahaan. Kemudian,
perusahaan diharapkan
mampu
meningkatkan kemampuan untuk
mempengaruhi kebijakan publik. Cara mempengaruhi kebijakan publik
adalah dengan membuat standar-standar lebih tinggi dari biasa, raising the
bar, misalnya melalui standar-standar tertentu yang harus ditaati.
4. Kinerja keuangan. Riset-riset yang telah dilakukan di berbagai belahan
dunia, walaupun belum memberikan pola yang seragam, namun sebagian
besar telah menunjukan pola hubungan mutualis. Maksudnya, dengan
dilakukannya CSR, kinerja keuangan perusahaan, terutama harga saham
bagi perusahaan yang telah go public, menjadi lebih baik.
Manfaat eksternal adalah sebagai berikut :
1. Penerapan CSR akan meningkatkan reputasi perusahaan sebagai
badan yang mengemban dengan baik pertanggungjawaban secara
sosial. Hal ini menyangkut pemberian pelayanan yang lebih baik
kepada aktor-aktor eksternal atau para pemangku kepentingan
eksternal. Reputasi perusahaan yang baik akan meningkatkan loyalitas
konsumen terhadap produk atau jasa yang dihasilkan. Selain itu, juga
akan meningkatkan ketertarikan investor kepada perusahaan tersebut.
Tidak hanya investor, tetapi juga dunia perbankan akan lebih tertarik
memberikan suntikan kredit. Selain itu, juga akan memperluas
jaringan partner bisnis serta mengurangi kemungkinan resiko bisnis.
2. CSR merupakan satu bentuk diferensiasi produk yang baik. Artinya,
sebuah produk yang memenuhi persyaratan-persyaratan ramah
lingkungan dan merupakan hasil dari perusahaan yang bertanggung
jawab secara sosial. Untuk itu, diperlukan kesesuaian antara berbagai
aktifitas sosial dengan karakteristik perusahaan yang juga khas.
Karakteristik ini mempengaruhi ekspektasi dari para pemangku
kepentingan tentang bagaimana seharusnya perusahaan bertindak.
3. Melaksanakan CSR dan membuka kegiatan CSR itu secara publik
merupakan instrumen untuk komunikasi yang baik dengan khalayak.
Hal tersebut menyebabkan perusahaan dapat membuat harga premium
19
untuk produk-produknya yang memenuhi standar perlindungan
terhadap lingkungan.
4. Kontribusi CSR terhadap kinerja perusahaan pun dapat terwujud
paling tidak dalam dua bentuk. Pertama, dampak positif yang timbul
sebagai intensif (reward) atas tingkah laku positif dari perusahaan.
Kontribusi ini sering disebut sebagai kesempatan (opportunities).
Kedua,
kemampuan
perusahaan
untuk
mencegah
munclnya
konsekuensi dari tindakan yang buruk atau dikenal sebagai “jaring
pengaman” atau safety nets bagi perusahaan
Menurut Wibisono(2007:78-81) benefits atau keuntungan bagiperusahaan
yang menerapkanCSRdapatdiidentifikasisebagaiberikut:
1. Mempertahankandanmendongkrakreputasidanbrand image perusahaan,
perbuatan
destruktif
pasti
Begitupunsebaliknya,
akanmenurunkan
reputasiperusahaan.
kontribusipositifpastijugaakanmendongkrak
reputasidanimagepositifperusahaan. Inilah yang menjadi modal non
finansial utama perusahaan sementara bagi stakeholdersnya menjadi nilai
tambah perusahaan untuk dapat tumbuh secara berkelanjutan.
2. Layakmendapatkansocial
licence
to
masyarakatsekitarperusahaanmerupakan
operate,
komunitasutamaperusahaan.
Ketika merekamendapatkanbenefitdari keberadaanperusahaan,maka pasti
dengan
sendirinya
mereka
ikut
merasa
memiliki
Sehinggaimbalanyangdiberikankeperusahaan
keleluasaan
perusahaan
tersebut.Jadiprogam
untukmenjalankan
perusahaan.
palingtidakadalah
rodabisnisnyadiwilayah
CSRdiharapkanmenjadibagiandariasuransisosial
yangakanmenghasilkan
harmonidanpersepsipositifdarimasyarakat
terhadapeksistensiperusahaan.
3. Mereduksirisikobisnisperusahaan,
kompleksnya
permasalahan
mengelola
risiko
perusahaan
di
tengah
merupakan
halyangesensialuntuksuksesnyausaha.Perusahaanharus
menyadaribahwakegagalanuntuk
akanmenjadibomwaktu
memenuhiekspektasistakeholderspasti
yangdapatmemicurisikoyangtidakdiharapkan.
Misalnyadishamonisdenganstakeholdershinggapembatalan
atau
20
penghentian operasi, yang ujungnya akan merusak dan menurunkan
reputasi
bahkankinerja
perusahaan.Bilahaltersebutterjadi,maka
disampingmenanggung
opportunityloss,perusahaanjugaharus
mengeluarkan biaya yang mungkin justru berlipatbesarnyadibanding
biayauntukmengimplementasikanCSR.Karenaitu,menempuhlangkah
antisipasi dan preventif melalui penerapan CSR merupakan upaya
investatifyangdapat menurunkanrisikobisnisperusahaan.
4. Melebarkanakses
sumberdaya.
TrackrecordyangbaikdalampengelolaanCSRmerupakan
keunggulan
bersaingbagiperusahaanyangdapatmembantuuntukmemuluskanjalan
menujusumberdayayangdiperlukan.
5. Membentangkanaksesmenujumarket.
perusahaan
untuk
Investasi
progam
yang
ditanamkan
CSini
dapat
menjaditiketbagiperusahaanmenujupeluangpasaryangterbukalebar.
Termasukdidalamnya
akanmemupukloyalitaskonsumendanmenembus
pangsapasarbaru.Sudahbanyakbuktiakanresistensi
konsumen
produk-produkyangtidakcomplypadaaturandantidaktanggap
terhadap
terhadap
isusosialdanlingkungan.
6. Mereduksibiaya.
Banyakcontohyangdapatmenggambarkan
keuntunganperusahaanyang
didapatdaripenghematanbiayayangmerupakanbuahdariimplementasi
daripenerapanprogamtanggung
jawabsosialnya.Yangmudahdipahami
adalahupayauntukmereduksilimbahmelaluiprosesrecycle/daurulang
ke
dalamsiklusproduksi.Disampingmereduksibiaya,prosesinitentujuga
mereduksibuangankeluarsehinggamenjadilebihaman.
7. Memperbaikihubungandenganstakeholders.ImplementasiprogamCSRtent
unyaakanmenambahfrekuensikomunikasi dengan stakeholders. Nuansa
sepertiitu dapat membentangkan karpet merahbagiterbentuknyatrust
kepadaperusahaan.
8. Memperbaikihubungandenganregulator.
progamCSRpada
dasarnya
Perusahaanyang
merupakan
menerapkan
upayauntukmeringankan
bebanpemerintahsebagairegulator.Sebab
pemerintahlahyangmenjadipenanggung
jawab
utamauntuk
mensejahterakan masyarakatdanmelestarikan lingkungan.Tanpabantuan
21
dari
perusahaan,umumnya
terlaluberatbagipemerintah
untuk
menanggungbebantersebut.
9. Meningkatkansemangatdanproduktivitaskaryawan,
kesejahteraan
yangdiberikanparapelakuCSRumumnyasudahjauh
melebihistandarnormatifkewajibanyangdibebankan
Olehkarenanya
kepadaperusahaan.
wajarbilakaryawanmenjadi
terpacuuntukmeningkatkan
kinerjanya.Disampingitureputasiperusahaan
yangbaikdimata
stakeholdersjugamerupakan
vitamintersendiribagikaryawanuntuk
meningkatkanmotivasidalamberkarya.
10. Peluangmendapatkanpenghargaan,
penggiat
CSR.
banyakrewardditawarkan
Sehinggakesempatan
bagi
untuk
mendapatkanpenghargaanmempunyaikansyangcukuptinggi.
2.2.4 Peraturan Corporate Social Responsibility di Indonesia
Menurut Rahmatullah (2011) ada empat aturan yang mewajibkan perusahaan
tertentu untuk menjalankan CSR dan satu acuan (Guidance) ISO 26000 sebagai
referensi dalam menjalankan CSR yaitu:
1. Keputusan
Menteri
BUMN Tentang
Program
Kemitraan
Bina
Lingkungan (PKBL).
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara BUMN, Per-05/MBU/2007 Pasal
1 ayat (6) dijelaskan bahwa Program Kemitraan dengan Usaha Kecil,
yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program untuk
meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri
melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan pada pasal
1ayat (7) dijelaskan bahwa Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya
disebut Program BL, adalah program pemberdayaan kondisi sosial
masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba
BUMN. Adapun ruang lingkup bantuan Program BL BUMN, berdasarkan
Permeneg BUMN, Per-05/MBU/2007 Pasal 11 ayat (2) huruf e adalah:
1) Bantuan korban bencana alam;
2) Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan;
3) Bantuan peningkatan kesehatan;
4) Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum;
22
5) Bantuan sarana ibadah;
6) Bantuan pelestarian alam.
2. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007
Disebutkan dalam Pasal 11 ayat (3) Huruf p UU 22/2001 bahwa kegiatan
usaha hulu yang dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana wajib
memuat ketentuan-ketentuan pokok yang salah satunya adalah ketentuan
mengenai pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak
masyarakat adat.
Pasal 40 ayat (5) UU 22/2001 juga dikatakan bahwa Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas
Bumi (kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir) ikut bertanggung
jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat
3. Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 berisi mengenai Penanaman
Modal, baik penanaman modal dalam negeri, maupun penenaman modal
asing yang melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.
Dalam Pasal 15 disebutkan mengenai kewajiban dari setiap penanam
modal. Dalam pasal 15 (b) dinyatakan bahwa setiap penanam modal
berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
Adapun sanksi-sanksi terhadap badan usaha atau perseorangan yang
melanggar peraturan akan dikenakan sanksi administratif seperti yang
disebutkan dalam Pasal 34, yakni:
(1) Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa: a.
peringatan tertulis; b. pembatasan kegiatan usaha; c. pembekuan
kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau pencabutan
kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
23
(3) Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha
perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4. Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001
Khusus bagi perusahaan yang operasionalnya mengelola Sumber Daya
Alam (SDA) dalam hal ini minyak dan gas bumi, terikat oleh Undangundang Nomor 22 Tahun 2001, tentang Minyak dan Gas Bumi,
disebutkan pada Pasal 13 ayat 3 (p),:Kontrak Kerja Sama sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikit ketentuanketentuan pokok yaitu: (p) pengembangan masyarakat sekitarnya dan
jaminan hak-hak masyarakat adat.
Berdasarkan Undang-undang tersebut, perusahaan yang operasionalnya
terkait Minyak dan Gas Bumi baik pengelola eksplorasi maupun
distribusi, wajib melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat dan
menjamin hak-hak masyarakat adat yang berada di sekitar perusahaan.
5. Guidance ISO 26000
Tujuan
dari
ISO
26000
adalah
membantu
organisasi
dalam
pelaksanaan Social Responsibility, dengan cara memberikan pedoman
praktis,
serta
memperluas
pemahaman
publik
terhadap Social
Responsibility, yang mencakup beberapa aspek yaitu :
A. ISO 26000 menyediakan panduan mengenai tanggung jawab sosial
kepada semua bentuk organisasi tanpa memperhatikan ukuran dan
lokasi untuk:
1. Mengindentifikasi prinsip dan isu.
2. Menyatukan, melaksanakan dan memajukan praktek tanggung
jawab sosial.
3. Mengindetifikasi
dan
pendekatan/pelibatan
dengan
para
pemangku kepentingan.
4. Mengkomunikasikan komitmen dan performa serta kontribusi
terhadap pembangunan berkelanjutan.
B. ISO 26000 mendorong organisasi untuk melaksanakan aktivitas lebih
sekedar dari apa yan diwajibkan.
24
C. ISO 26000 menyempurnakan/melengkapi Instrumen dan inisiatif lain
yang berhubungan dengan tanggung jawab sosial
D. Mempromosikan terminologi umum dalam lingkupan tanggung
jawab sosial dan semakin memperluas pengetahuan mengenai
tanggung jawab sosial.
E. Konsisten dan tidak berkonflik dengan traktat internasional dan
standarisasi ISO lainnya serta tidak bermaksud mengurangi otoritas
pemerintah dalam menjalankan tanggung jawab sosial oleh suatu
organisasi.
F. Prinsip
ketaatan
penghormatan
akuntabilitas,
pada
hukum legal
terhadap
prinsip
instrumen
transparasi,
compliance,
prinsip
internasional,
prinsip
prinsip
pembangunan
keberlanjutan, prinsip ethical conduct, prinsip penghormatan hak
asasi manusia, prinsip pendekatan dengan pencegahan dan prinsip
penghormatan terhadap keanekaragaman.
2.3 Teori yang mendasari GCG
Ada dua teori utama yang terkait dengan corporate governance yaitu teori
stewardship dan teori agensi. Teori stewardship menggambarkan hubungan antara
pemegang saham dengan manager. Teori memiliki asumsi bahwa kepentingan
personal antara manajer dan pemegang saham dapat diselaraskan melalui pencapaian
tujuan organisasi. Apabila terdapat perbedaan kepentingan antar principal dan
manajer, maka manajer akan menjungjung tinggi nilai kebersamaan sehingga tujuan
perusahaan dapat tercapai (Susetyo.2009:54)
2.4 Good Corporate Governance (GCG)
Kata“governance”berasal
berartipengendalian.
daribahasaPerancis
“gubernance”yang
Selanjutnyakatatersebutdipergunakandalamkonteks
kegiatanperusahaanataujenisorganisasilain,menjadicorporategovernance.
DalambahasaIndonesiacorporategovernancediterjemahkansebagaitatakelola
perusahaanatautatapemerintahanperusahaanyang baik berupa sistem atau cara dalam
rangka untuk dapat mengelola perusahaan secara benar, baik, dan bersih agar
menjadikan perusahaan terbebas dari adanya tindakan korupsi.
25
Indira (2015) dalam analisisnya mengenai penerapan GCG pada perusahaan
perbankan di Indonesia menyatakan bahwa Stewardship teory dibangun di atas
asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya
dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab memiliki,
integritas, dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam hubungan
fidusia yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan kata lain, Stewardship teory
memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaikbaiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun shareholders pada
khususnya.
Teori keagenan menekankan pentingnya pemilik perusahaan menyerahkan
pengelolaan usahanya kepada tenaga-tenaga professional (disebut agen) yang lebih
mengerti dalam menjalankan bisnisnya. Tujuan pemisahan kepemilian ini yaitu agar
pemilik dapat memperoleh keuntungan maksimal dengan biaya yang seefisien
mungkin dengan menyerahkan pengelolaannya pada tenaga professional.
Para tenaga professional tersebut berperan sebagai agen dari pemegang saham.
Semaakin besar perusahaan yang dikelola memperoleh laba maka semakin besar
ppula kkeuntungan yang didapatkan agents. Sementara itu pemilik perusahaan
bertugas mengawasi dan memonitor jalannya perusahaan yang dikelola oleh
manajemen serta mengembangkan system insentif bagi pengelola manajemen untuk
memastikan bahwa mereka bekerja demi kepentingan perusahaan (Andrian Sutedi.
2011:13)
2.4.1 Pengertian GCG
Definisi GCG Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor:
PER-01/MBU/2011 tentang penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good
Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara (tanggal 1 Agustus 2011)
adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan
perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha.
MenurutKomiteCadburyyangdikutipolehSuryadanYustiavandana
(2006),CorporateGovernanceadalahsistemyangmengarahkan
dan
perusahaandengantujuan,agarmencapai
antarakekuatankewenanganyangdiperlukanoleh
mengendalikan
keseimbangan
perusahaan,
untuk
menjamin
kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawabankepadastakeholder.
26
Menurut OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)
yang dikutip dari Fajri (2014), Corporate Governance adalah struktur yang olehnya
para pemegang saham, komisaris, dan manajer menyusun tujuan–tujuan perusahaan
dan sarana untuk mencapai tujuan–tujuan tersebut dan mengawasi kinerja.
Menurut Muh. Arief Effendi (2009) dalam bukunya The Power of Good
Corporate Governance, pengertian GCG adalah suatu sistem pengendalian internal
perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan guna
memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan
nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang.
2.4.2. PrinsipGood Corporate Governance
Mengacu pada Pedoman Umum Corporate Governance (Komite Nasional
Kebijakkan Governance (KNKG – 2006) pelaksanaan Good Corporate Governance
didasarkan pada prinsip- prinsipsebagaiberikut:
1. Transparancy (Keterbukaan):adalah untuk menjaga obyektivitas dalam
menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang
material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh
pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan
lainnya.
2. Accountability (Akuntabilitas): adalah bahwa perusahaan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dengan
kepentingan
perusahaan
dengan
tetap
memperhitungkan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.
Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai
kinerja yang berkesinambungan
3. Responsibility (Tanggungjawab): bahwa perusahaan harus mematuhi
peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab
27
terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan
sebagai good corporate citizen
4. Independency (Independensi): untuk melancarkan pelaksanaan asas
GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masingmasing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat
diintervensi oleh pihak lain
5. Fairness
(Kewajaran):bahwa
dalam
melaksanakan
kegiatannya,
perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang
saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran
dan kesetaraan.
2.4.3. ManfaatGood Corporate Governance
Manfaat penerapan GCG menurut KNKG adalah:
1. Menjadikan perusahaan dapat meningkatkan kualitas keputusan yang
harus diambil sebagai pertanggungjawaban kepada stakeholders.
2. Mengatur kemungkinan adanya resiko dalam perusahaan.
3. Menjadikan
perusahaan
dapat
meyakinkan
stakeholders
dengan
pengelolaan perusahaan yang tepat maka membuat perusahaan lebih
dapat bersaing yang dilengkapi dengan adanya daya tahan yang kuat.
4. Memaksa perusahaan untuk dapat bekerja secara terbuka dan profesional.
5. Mempercepat perusahaan untuk dapat mencapai visi, misi serta
tujuannya.
6. Mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan suatu perusahaan.
2.4.4. Komponen Good Corporate Governance (GCG)
2.4.4.1. Ukuran Dewan Komisaris
Menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(PT) pasal 1 butir 6 menyatakan bahwa dewan komisaris adalah organ perseroan
yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan
anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Pasal 108 ayat 2 pada Undang 28
Undang Perseroan Terbatas juga mencantumkan bahwa pengawasan dan pemberian
nasihat yang dilakukan oleh Dewan Komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau
golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan Perseroan secara menyeluruh dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan.
Dewan komisaris memiliki tanggung jawab dan mempunyai wewenang,
mensupervisi kebijakan dan tindakan Direksi, dan memberikan nasihat kepada
Direksi bila diperlukan. Untuk melakukan hal tersebut, Dewan Komisaris dapat
berdasarkan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan, atau meminta nasihat
profesional yang independen dan/atau menetapkan panitia khusus.
2.4.4.2. Dewan Komisaris Independen
Sesuai dengan keputusan ketua BAPEPAM-LK Nomor Kep-643/BL/2012
tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit menyatakan
bahwa komisaris independen adalah anggota komisaris:
1. Bukan merupakan orang yang bekerja atau mempunyai wewenang dan
tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, mengandalikan, atau
mengawasi kegiatan emiten atau perusahaan publik tersebut dalam waktu 6
(enam) bulan terakhir;
2. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten
atau perusahaan publik tersebut;
3. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten atau perusahaan publik,
anggota dewan komisaris, anggota direksi, atau pemegang saham utama
emiten atau perusahaan publik tersebut; dan
4. Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung
yang berkaitan dengan kegiatan usaha emiten atau perusahaan publik tersebut
2.4.4.3. Komite Audit
Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan,
mengawasi auditeksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal (termasuk
audit internal). Komite auditditempatkan sebagai mekanisme pengawasan antara
manajemen dengan pihak eksternal.
Berdasarkan Surat Edaran Ketua BAPEPAM No.SE-03/PM/2000 tanggal 5
Mei 2000 tentang Pembentukan Komite Audit Emiten dan Perusahaan Publik, dalam
29
hal emiten atau perusahaan publik membentuk komite audit agar berpedoman pada
struktur komite audit sebagai berikut:
1.
Anggota komite audit diangkat dan diberhentikan oleh dewan
komisaris.
2.
Komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota
dan salah satu dari anggota tersebut merupakan komisaris independen
emiten atau perusahaan publik, sedangkan anggota lainnya merupakan
pihak eksternal yang independen. Anggota komite audit yang berasal
dari komisaris perusahaan bertindak sebagai ketua komite audit.
2.5 Profitabilitas Perusahaaan
Menurut R. Agus Sartono (2010:122), yang menyatakan bahwa profitabilitas
adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan
penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Menurut Kasmir (2011:196), yang
menyatakan bahwa rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan.
Rasio profitabilitas juga memiliki tujuan dan manfaat, tidak hanya bagi
pemilik usaha atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak di luar perusahaan,
terutama pihak-pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan perusahaan.
Kasmir (2011:197) menyatakan bahwa tujuan penggunaan rasio profitabilitas
bagi perusahaan, maupun bagi pihak luar perusahaan, yaitu:
1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam
satu periode tertentu.
2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5. Untuk mengukur produtivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
30
Sementara itu manfaat dari rasio profitabilitas:
1. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu
periode.
2. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang.
3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal pinjaman maupun modal sendiri.
Seperti yang dikutip oleh Harinda (2012) bahwa rasio yang biasa digunakan
untuk mengukur dan membandingkan kinerja profitabilitas menurut Syamsudin
(1985) dalam Cahyono (2011) yaitu:
1. Gross Profit Margin (GPM), yaitu rasio profitabilitas yang menghitung
sejauh mana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. GPM
merupakan persentase dari laba kotor dibandingkan dengan sales.
Sales – Cost of Good sales
GPM
=
Sales
2. Operating Profit Margin (OPM), yaitu rasio yang menghitung sejauh
mana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba sebelum adanya
pajak dan bunga dari penjualan yang dilakukan.
Operating profit
OPM
=
Sales
Rasio ini disebut juga “pure profit” yang artinya bahwa jumlah tersebut
merupakan jumlah yang benar-benar diperoleh dari hasil operasional
31
perusahaan dengan mengabaikan kewajiban-kewajiban finansial berupa
bunga serta pajak.
3. Net Profit Margin (NPM), yaitu profitabilitas yang menghitung sejauh
mana perusahaan dalam menghasilkan laba setelah dipotong pajak dan
bunga dari penjualan yang dilakukan. Semakin tinggi NPM, maka
semakin baik profitabilitas suatu perusahaan.
Net Profit After Tax
=
NPM
Sales
4. Return on Equity (ROE), yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan
manajemen perusahaan dalam mengelola modal yang tersedia untuk
mendapatkan net income yang tersedia bagi pemegang saham. Semakin
tinggi return adalah semakin baik, karena berarti deviden yang dibagikan
atau ditanamkan kembali sebagai retained earning juga akan semakin
besar.
Net Income
ROE
=
Total Equity
5. Return on Asset (ROA) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan
manajemen perusahaan dalam menghasilkan income dari pengelolaan
asset yang dimiliki unuk menghasilkan laba. Rasio ini menunjukkan
seberapa besar efektifitas perusahaan dalam menggunakan asetnya.
Semakin tinggi rasio ini, maka semakin efektif penggunaan aktiva
tersebut.
Net Income
ROA =
Average total Assets
32
Dalam hal ini penulis berfokus menggunakan ROA sebagai salah satu rasio
dalam mengukur profitabilitas.
2.6 Bursa Efek Indonesia (BEI)
Menurut data yang diambil dari situs www.idx.co.idsecara historis, pasar
modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek
telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia.
Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan
pemerintah kolonial atau VOC.
Dalam perkembangan dan pertumbuhannya, pasar modal tidak berjalan
seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal
mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang
dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada
pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi
bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.
Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada
tahun 1977oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan
Pelaksana Pasar Modal). Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan
go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama Tahun 2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara. Awalnya di tahun 1977-1987 perdaganga di bursa efek
mengalami kelesuan, hingga pada tahun 1987 pasar modal mengalami pertumbuhan
yang ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang
memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan
investor asing menanamkan modal di Indonesia.
Total perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia berdasarkan
sahamnya adalah sebanyak 517 perusahaan dan 43 perusahaan berdasarkan
obligasinya, yang diakses pada 25 September 2015 (www.idx.co.id). Adapun visi
dan misi yang dimiliki oleh Bursa Efek Indonesia, adalah:
Visi: Menjadi bursa yang kompetitif dengan kredibilitas tingkat dunia.
33
Misi: Menciptakan daya saing untuk menarik investor dan emiten, melalui
pemberdayaan Anggota Bursa dan Partisipan, penciptaan nilai tambah, efisiensi
biaya serta penerapan good governance.
Semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia atau BEI
diklasifikasikan ke dalam 9 sektor yang didasarkan pada klasifikasi industri yang
ditetapkan oleh JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial Classification).
Dari ketiga jenis industri yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia yaitu
sektor utama pangan, industri manufaktur dan industri jasa. Dalam penelitian ini
peneliti mengambil sektor indrustri manufaktur yang terdiri dari sembilan sektor
industri. Penelitian ini berfokus pada perusahaan-perusahaan industri dasar dan kimia
dimana subsektor meliputi industri semen, keramik, porselen dan kaca, logam dan
sejenisnya, kimia, plastik dan kemasan, pakan ternak, kayu dan pengolahannya, pulp
dan kertas dan lainnya.
2.7 Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian mengenai CSR yang telah dilakukan, baik yang
berasal dari luar maupun dalam negeri yang membahasa mengenai hubungan antara
CSR dengan profitabilitas. Adapun beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Kamaludin (2010) Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Resposibility
Terhadap Profitabilitas dan Reputasi Perusahaan (Studi Empiris Pada
Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis praktek pengungkapan tanggung jawab sosial pada
perusahaan high profile dan low profile dan menguji pengaruh pengungkapan
tanggung jawab sosisla perusahaan terhadap profitabilitas ROA dan ROE
serta reputasi perusahaan yang diukur dari harga saham. Banyaknya sampel
yang digunakan adalah 60 perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tahun 200-2009. Variabel independan dalam penelitian adalah
Corporate Social Responsibility. Variabel dependen yang digunakan adalah
profitabilitas yang diproksikan dengan ROA, ROE dan NPM. Hasil yang
diperoleh dalam penelitian menunjukkan bahwa CSR berpengaruh tehadap
34
terhadap ROA, ROE dan NPM. Hasilnya menunjukan CSR berpengaruh
terhadap ROA perusahaan.
2.
Rouf (2011), The Corporate Social Responsibility Disclosure: A Study of
Listed Companies in Bangladesh. Sample data diperoleh dari Dhaka Stock
Exchange Sampeldiambil darilaporantahunanperusahaan yang terdaftar
diBursa EfekDhaka(DSE), semuaperusahaankecaliBank, investasi, asuransi
danlain-lain. Penelitian ini menggunakan indeks pengungkapan untuk
mengukur pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada sampel dari
93 perusahaan yang terdaftar dari Bangladesh.Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menguji faktor-faktor tata kelola perusahaan dan karakteristik
spesifik perusahaan dan pengaruhnya terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan. Variabel kontrol yang digunakan adalah struktur
kepemimpinan dewan, komite audit dan profitabilitas. Hasilnya menunjukkan
bahwa proporsi yang lebih tinggi dari direktur non-eksekutif independen di
papan positif terkait dengan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan, tetapi tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
berhubungan negatif bagi ukuran perusahaan.
3.
David (2011) Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Profitabilitas
Kinerja Saham Perusahaan Perbankkan yang Tercatat di Bursa Efek
Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh GCG terhadap
profitabilitas dan kinerja saham. Penelitian ini menggunakan sampel
sebanyak 26 perusahaan perbankan yang telah go publik. Penelitian ini
menyimpulkan hal–hal sebagai berikut: GCG memiliki pengaruh yang positif
signifikan terhadap profitabilitas perusahaan perbankan. Hal ini berarti
semakin baik penerapan GCG maka akan makin meningkat kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba yang dalam hal ini diukur dengan ROA,
ROE dan NIM.
4.
Rajendran (2012) Corporate Governance Practices and Its Impact on firm
Performance: Special Reference to Listed Banking Institutions in Sri Lanka.
Dalam penelitian ini menggunakan sampel dari11perusahaanperbankan yang
terdaftardiBursa
EfekKolombountuk
inimengusulkanbahwa
memiliki
periode2006
kodepraktekterbaikharus
setidaknyalima
puluh
-
2010.Penelitian
mencakupdewanuntuk
persendarinondirektur
eksekutif,
tidaksepertigaseperti yang dinyatakandalam kode. Penelitian ini juga
35
mengusulkan untuk memilihdireksidaridaftardisimpan olehlembagadireksi.
Dalam rangka untuk memilikipemahaman yang jelas tentangrisiko, dan
mengelolarisiko yang teridentifikasidengan carayang memuaskan, diusulkan
untuk
menunjukkomitemanajemen
risiko.
Terakhir,sebagai
akibat
daripentingnyapertanggungjawaban kepadapemangku kepentingan lainnya,
penelitian
lainnyadalam
inimerekomendasikanmasuknyakepentinganstakeholder
kodepraktek
terbaik,
yang
akan
menghasilkanharga
sahammeresponpraktikCSRdariperusahaan-perusahaandiSriLanka.
5.
Harinda (2012), Analisis Hubungan Corporate Social Responsibility
Disclosure dengan Profitabilitas Perusahaan dan Image Perusahan (study
empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Periode 2008-2010). Adapun variable operasional yang digunakan adalah
CSR disclosure, profitabilitas perusahaan, image perusahaan, size perusahaan
dan TDTA (Total Debt to Total Asset) dimana perhitungan untuk menilai
apakah perusahaan melakukan pengungkapan CSR menggunakan index GRI
(Global Reporting Initiative) berdasarkan guidelines tahun 2006, mengukur
profitabilitas perusahaan menggunakan rasio profitabilitas ROE (Return of
Equity), mengukur image perusahaan perusahaan menggunaan customer
statisfaction. Penelitian ini menemukan bahwaCSR disclosure tahun
sebelumnya belum dapat dibuktikan memberikan pengaruh signifikan yang
positif terhadap ROE tahun berjalan.
6.
Babalola (2012), The Impact of Corporate Social Responsibility on Firms
Profitability in Nigeria. Jurnal ini menggunakan data sekunder yang mana
sampel data diperoleh dari Nigerian Stock Exchange dari tahun 1999 sampai
dengan tahun 2008 sebanyak 10 perusahaan secara acak. Metode analisa yang
digunakan adalah metode regresi. Hasil penelitian diperoleh suatu kesimpulan
bahwa perusahaan di Nigeria menghadapi tantangan dan keterbatasan karena
mereka menerapkan CSR hal ini disebabkan karena adanya isu-isu politik
atau kekhawatiran organisasi dan juga budaya. Perusahaan tidak melakukan
investasi terhadap CSR karena memiliki kecenderungan mengancam
keberadaan perusahaan dalam jangka panjang.
7.
Siagian, F., Siregar, S. V., & Rahadian, Y. (2013) Corporate governance,
quality reporting, and corporate value: Evidence from Indonesia. Penelitian
menggunakan sampel pada perusahaan perusahaan publik di Indonesia yang
36
bertujuan tujuan untuk mengetahui apakah hubungan antara praktek tata
kelola perusahaan dan kualitas laporan dengan nilai perusahaan di Indonesia.
Hasil penelitian tersebut menyatakan ada hubungan positif antara tata kelola
perusahaan dengan nilai perusahaan.
8.
Sally (2013) Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Profitabilitas.
Dalam penelitian ini melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan
uji signifikansi parsial menyatakan bahwa kepemilikan manajerial, proporsi
dewan komisaris independen dan jumlah komite audit secara parsial tidak
mempengaruhi
profitabilitas
perusahaan
yang
bergerak
di
bidang
pertambangan khususnya produsen batubara yang telah terdaftar di bursa efek
Indonesia dan bursa efek Australia pada tahun 2009 sampai 2011.
9.
Atit Chandrayanti dan Dharma Saputra (2013), Pengungkapan Corporate
Social Resposibility Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi empiris pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2011). Teknik
analisis yang digunakana adalah teknik analisis regresi linear sederhana.
Jumlah sampel sebanyak 34. Variabel independan dalam penelitian adalah
Corporate Social Responsibility.Variabel dependen yang digunakan adalah
profitabilitas yang diproksikan dengan ROA,ROE dan NPM. Hasil pengujuan
menunjukan CSR berpengaruh terhadap ROA perusahaan.
10. Rosiliana, Ari dan Adi Yuaniarta (2014), Pengaruh Corporate Social
Resposibility Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi empiris pada
Perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012). Penelitian ini
bertujuan untuk menguji pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap
kinerja keuangan perusahaan, yang diproksikan dengan ROE (Return
OnEquity), ROA (Return On Asset), ROS (Return On Sales). Total sampel
sebanyak 40 sampel yang diperoleh dengan metode purposive sampling.
Penelitian ni menggunakan metode analisis kuantitatif. Variabel Independen
(X)
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
corporate
socialresponsibility, dan Variabel Kontrol yang digunakan berupa Ukuran
Perusahaan dan tipe Perusahaan. Dalam penelitian ini CSR akan dihitung
dengan menggunakan Corporate Social Disclosure Index (CSDI). Informasi
mengenai Corporate SocialDisclosure Index (CSDI) berdasarkan GRI.
Perhitungan CSDI menggunaan metode dummy. Hasil yang diperoleh adalah
berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap ROE (Return On
37
Equity),CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA, CSR
berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROS (Return On Sales).
11. Billy Sanjaya (2015) Pengaruh Corporate Governance (GCG) Terhadap
Kinerja Keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sektor Barang Konsumsi
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2012 dan 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh GCG yang diproksikan
dengan ukuran dewan komisaris, dewan komisaris independen, komite audit,
dan kepemilikan manajerial terhadap Return on Assets (ROA). Jumlah
perusahaan yang dijadikan sebagai sampel pada penelitian ini adalah 34
perusahaan manufaktur sektor barang konsumsi Dari penelitian ini diperoleh
kesimpulan bahwa Good Corporate Governance (GCG) yang diproksikan
dengan dewan komisaris independen berpengaruh terhadap Return on Assets
(ROA) dan Return on Equity (ROE). Good Corporate Governance (GCG)
yang diproksikan dengan komite audit tidak berpengaruh terhadap Return on
Assets (ROA) dan Return on Equity (ROE). Good Corporate Governance
(GCG) yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh
terhadap Return on Assets (ROA) dan Return on Equity (ROE).
2.8 Kerangka Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh CSR
terhadap profitablilitas yang diproksikan dengan ROA (Return of Asset) dengan
tujuan agar dapat memberikan jawaban apakah CSR dan GCG mempunyai pengaruh
positif terhadap ROA. Perumusan hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
2.8.1
Pengaruh CSR terhadap ROA (Return of Asset) Perusahaan Sektor
Industri Dasar dan Kimia
Seperti yang dikemukakan John Eklington dalam The Triple Bottom Line
(1997) yang dimuat dalam buku Canibalts with Forks, The Triple Bottom Line of
Twentieth. Century Bussines ada 3 konsep yang perlu diperhatikan yaitu profit,
people dan planet. (Andreas Lako, 2011:65). Profit (keuntungan) merupakan
orientasi atau fokus utama dari seluruh kegiatan perusahaan. Perusahaan
38
akanmenitikberatkan kegiatannya yang dapat menghasilkan keuntungan yang lebih
kepada perusahaan.
ROA merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen
perusahaan dalam menghasilkan laba dari pengelolaan aset yang dimiliki (Harnida,
2012). ROA dalam analisa keuangan mempunyai arti yang sangat penting sebagai
salah satu alat analisis guna mengukur seberapa efisien manajemen dalam
menggunakan aktiva untuk menghasilkan laba. ROA menjadi suatu informasi kepada
investor tentang seberapa besar laba yang dihasilkan dari modal yang telah
ditanamkan (Rosiliana, Ari dan Adi Yuaniarta, 2014).
Penerapan corporate social responsibility dipercaya dapat meningkatkan
kinerja keuangan perusahaan, dimana investor cenderung menanamkan modal pada
perusahaan yang melakukan aktivitas CSR. Karena bagi investor, perusahaan yang
melakukan aktivitas CSR berpotensi dalam menghasilkan laba yang lebih besar
dibandingkan yang tidak, sehingga kedepannya perusahaan akan mampu
meningkatkan kinerja keuangannya (Rosiliana, Ari dan Adi Yuaniarta, 2014)
Dari penelitian yang dilakukan oleh Atit Chandrayanti dan Dharma Saputra
(2013), Pengungkapan Corporate Social Resposibility Terhadap Kinerja Perusahaan
(Studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 20102011). Jumlah sampel sebanyak 34 dimana variabel independen yang digunakan
adalah Corporate Social Responsibility.Variabel dependen yang digunakan adalah
profitabilitas yang diproksikan dengan ROA,ROE dan NPM. Hasil uji t-test dengan
menggunaan bantuan program spss 13 menunjukkan bahwa Nilai signifikansi
pengungkapan CSR sebesar 0,016 < 0,05 hal ini berarti pengungkapan corporate
social Responsibility berpengaruh positif terhadap ROA.
Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik untuk membuktikan Pengaruh
CSR terhadap ROA (Return of Asset) perusahaan dengan hipotesa sebagai berikut:
Ha1: Pengungkapan CSR berpengaruh terhadap ROA perusahaan sektor
industri dasar dan kimia
39
2.8.2 Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap ROA Perusahaan
Sektor Industri Dasar dan Kmia.
Pada penelitian terdahulu oleh Sally (2013) dengan judul penelitiannya
“Pengaruh Good Corporate GovernanceTerhadap Profitabilitas ”melakukan
pengujian hipotesis dengan menggunakan uji signifikansi parsial t hitung sebesar
1,300 (Equal variances not assumed). Pada signifikansi 0,05 : 2 = 0,025 (uji 2 sisi)
dengan derajat kebebasan df = 9,750, hasil diperoleh untuk t tabel sebesar +2,262 / 2,262. Sehingga dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Apabila t hitung ≤ t tabel
atau –t hitung ≥ -t tabel maka menerima H0. Sehingga dapat dinyatakan bahwa
kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah komite
audit secara parsial tidak mempengaruhi profitabilitas perusahaan yang bergerak di
bidang pertambangan khususnya produsen batubara yang telah terdaftar di bursa efek
Indonesia dan bursa efek Australia pada tahun 2009 sampai 2011. Berdasarkan
penjelasan diatas penulis tertarik untuk membuktikan pengaruh proporsi komisaris
independen terhadap ROA (Return on Asset) perusahaan dengan hipotesa sebagai
berikut:
Ha2: Proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap ROA
2.8.3 Pengaruh Komite Audit Terhadap ROA Perusahaan Sektor Industri
Dasar dan Kimia
Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan,
mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal (termasuk
audit internal). Komite audit ditempatkan sebagai mekanisme pengawasan antara
manajemen dengan pihak eksternal.Berdasarkan Surat Edaran Ketua BAPEPAM
No.SE-03/PM/2000 tanggal 5 Mei 2000 tentang Pembentukan Komite Audit Emiten
dan Perusahaan Publik membentuk komite audit agar berpedoman pada struktur
komite audit yakni anggota komite audit diangkat dan diberhentikan oleh dewan
komisaris dan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota
dan salah satu dari anggota tersebut merupakan komisaris independen.
Seperti yang dikutip oleh Billi (2015) dari Arifani (2013), semakin banyak
komposisi komite audit maka kinerja keuangan akan terawasi dengan baik sehingga
kinerja akan meningkat. Komite audit ditempatkan sebagai mekanisme pengawasan
40
antara manajemen dengan pihak eksternal, sehingga komite audit dipandang dapat
meningkatkan kinerja perusahaan melalui pengawasan tersebut.
Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik untuk membuktikan pengaruh
komite audit terhadap ROA (Return on Asset) perusahaan dengan hipotesa sebagai
berikut:
Ha3: Komite audit berpengaruh terhadap ROA
2.8.4 Pengaruh CSR dan GCG Terhadap ROA Perusahaan Sektor Industri
Dasar dan Kimia.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Babalola (2012) dalam jurnalnya
yang berjudul “The Impact of Corporate Social Responsibility on Firms’ Profitability
in Nigeria” menggunakan data sekunder yang mana sampel data diperoleh dari
Nigerian Stock Exchange dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2008 sebanyak 10
perusahaan secara acak. Perusahaan-perusahaan yang sudah terseleksi adalah Nestle
Plc, PZ Plc, UAC Foods Plc, Flour Mills, Cadbury Nigerian Plc, Unilever Plc, May
and Baker Plc, Nigerian Bottling Company, Northern Nigerian Flour Mill Plc and
Pepsi. Metode analisa yang digunakan adalah metode last square. Dari data yang
dianalisis dengan menggunakan variabel dependent yaitu pendapapatan setelah
dikurangi pajak profit after tax(PAT) diperoleh hasil bahwa CSR memiliki koefisien
- 0.177424, standart error 0.792544, t-statistik -0.223866 dan prob 0.8285 Analisis
tersebut menunjukkan bahwa jumlah berkomitmen untuk tanggung jawab sosial
bervariasi dari satu perusahaan yang lain. Data lebih lanjut mengungkapkan bahwa
semua perusahaan sampel menginvestasikan kurang dari sepuluh persen dari laba
tahunan mereka untuk tanggung jawab sosial. Namun, analisis empiris di atas
menggambarkan bahwa hubungan negatif ada antara ukuran kinerja perusahaan
dengan laba setelah pajak dan investasi di tanggung jawab sosial. yang menunjukkan
bahwa ada hubungan terbalik antara dua variabel (PAT dan CSR).
Dari hasil penelitian tersebut diperoleh suatu kesimpulan bahwa perusahaan
di Nigeria menghadapi tantangan dan keterbatasan karena mereka menerapkan CSR
hal ini disebabkan karena adanya isu-isu politik atau kekhawatiran organisasi dan
41
juga budaya. Perusahaan tidak melakukan investasi terhadap CSR karena memiliki
kecenderungan mengancam keberadaan perusahaan dalam jangka panjang.
Penelitian yang dilakukan oleh David (2011) dengan judul “Pengaruh
GoodCoorporate Covernance Terhadap Profitabilitas Kinerja Saham Perusahaan
Perbankan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh GCG terhadap profitabilitas dan kinerja saham. Penelitian ini
menggunakan sampel sebanyak 26 perusahaan perbankan yang telah go publik.
Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah Good Corporate Governance,
profitabilitas yang diukur dari ROA, ROE dan NIM, dan kinerja saham yang diukur
dari return saham dan PER. Adapun data-data yang dibutuhkan adalah data harga
saham awal tahun tahun dan akhir tahun dari perusahaan sektor perbankan selama
periode penelitian yaitu tahun 2008, sedangkan untuk indikator GCG diperoleh dari
laporan tahunan perusahaan perbankan tahun 2008, semua data diperoleh dari Bursa
Efek Indonesia (www.idx.co.id). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah metode dokumentasi. Berdasarkan hasil hipotesis, maka diperoleh koefisien
regresi pengaruh variabel bebas GCG terhadap ROA sebagai variabel terikat adalah
bertanda positif sebesar 0,007 yang memiliki makna bahwa makin baik skor
indikator komposit GCG maka akan makin meningkat ROA. Nilai t hitung dari
koefisien regresi pengaruh variabel bebas GCG ini adalah sebesar 4,895 yang lebih
besar apabila dibandingkan dengan nilai t hitung dengan derajat bebas (df) sebesar
25 yang bernilai 2,06. Penelitian ini menyimpulkan hal–hal sebagai berikut:
GCG memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap profitabilitas perusahaan
perbankan. Hal ini berarti semakin baik penerapan GCG maka akan makin
meningkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang dalam hal ini
diukur dengan ROA, ROE dan NIM.
Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik untuk membuktikan Pengaruh
CSR dan GCG terhadap ROA (Return of Asset) perusahaan dengan hipotesa sebagai
berikut:
Ha4: CSR dan GCG berpengaruh terhadap ROA
42
2.9 Model Penelitian
Model pemikiran sebagai berikut:
Gambar 2.1 Model pemikiran
Variabel : Independen
Variabel : dependen
RX1Y
X1 = CSR
RX2Y
X2 = Komisaris
Indenpenden
Y = ROA
X2 = Komite Audit
RX3Y
RX1X2X3Y
Sumber: Hasil perumusan sendiri
Download