BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan ekosistem alami yang sangat kompleks dan juga merupakan salah satu gudang plasma nutfah tumbuhan karena memiliki berbagai spesies tumbuhan. Selain itu, hutan juga merupakan bagian dari komponen penentu kesetabilan alam dan menjadi tempat penyimpanan air, penahan longsor bahkan menjadi sumber kehidupan bagi manusia. Komponen penyusun hutan adalah tumbuhan yang beranekaragam baik ukuran maupun jenisnya. Adanya keanekaragaman tumbuhan dalam suatu tempat akan terjadi interaksi satu jenis tumbuhan yang sama ataupun dengan jenis tumbuhan yang berbeda dapat meningkatkan potensi lahan (Indriyanto, 2006). Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat dapat menekan dan merusak ekosistem, energi, dan sumberdaya alam hayati, termaksud salah satunya adalah hutan. Kerusakan tersebut diperparah dengan adanya pembukaan lahan baru seperti sawah, ladang, dan kebun sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidup (Pimentel et al., 1996). Kerusakan yang terjadi pada kurun waktu yang sangat lama akan menyebabkan kerusakan keanekaragaman hayati, terutama di Negara yang sedang berkembang. Oleh karena itu, di Negara yang sedang berkembang masalah tersebut perlu mendapat perhatian yang lebih besar, karena laju pertumbuhan penduduknya sangat pesat (Tuner et al. 2007; Indrawan dkk, 2007; Gustavo et al., 2008). Perusakan hutan tropis berpotensi menyebabkan terjadinya lahan kritis yang penyebarannya hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Kerusakan hutan telah melampui batas elastisitas carrying capacitynya, sehingga fungsi ekologi hutan tidak optimal. Hal ini memberi dampak pada aspek sosial ekonomi masyarakat karena menyebabkan debit air menurun, banjir dan tanah longsor. Ekosistem hutan yang demikian disebut sebagai lahan kritis, yaitu lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau mengalami penurunan fungsi sampai pada batas toleransi. Selain itu lahan kritis juga bisa disebabkan oleh faktor endogen, yaitu faktor dari dalam tanah yang meliputi bahan dasar pembentukan tanah, sifat-sifat tanah dan bentuk topografi lahan (Handayani & Prawito, 2005). Upaya untuk menjadikan masyarakat sebagai pemeran utama dan menanam pohon yang potensial untuk memperbaiki lahan kritis memerlukan pendekatan baru pada konservasi hutan. Pengelolaan kawasan membutuhkan dukungan kebijakan 1 2 pemerintahan dan model manajemen konservasi yang dapat digunakan dalam pengelolaan lahan di daerah tropis secara terpadu, bertujuan untuk mendapatkan keseimbangan antara kebutuhan lahan, kebutuhan masyarakat, penopang kehidupan, dan konservasi keaneragaman hayati, sehingga konservasi yang berlandaskan lingkungan merupakan suatu keharusan dalam peningkatan potensi lahan kritis dalam pengelolaan hutan (Marsono, 2004). Sebagian wilayah Dlingo merupakan perbukitan karst yang kering dan tandus, serta berupa lahan kritis yang mempunyai tanah latosol dan mediteran. Lahan kritis yang ada cukup luas, hampir 85% dari seluruh luas kawasan, dan diperkirakan akan meningkat setiap tahun sebagaimana kenaikan lahan kritis di DIY (Tabel 1). Salah satu desa yang memiliki lahan kritis yaitu Desa Mangunan, secara administrasi desa tersebut termasuk dalam wilayah kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul. Ekosistem lahan kritis mempunyai vegetasi yang khas atau unik, hanya vegetasi tertentu yang mampu tumbuh di lahan kritis, hal ini disebabkan iklim dan kondisi geomorfologi yang merupakan pelapukan kawasan karst. Keunikan ini tentunya juga berlaku pada ekosistem lahan kritis kawasan Dlingo, sehingga diperlukan penelitian yang lebih mendalam untuk mengetahui jenis vegetasi apa yang mempunyai peran efektif untuk mengoptimalkan potensi lahan kritis di Desa Mangunan Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul. Tabel 1. Luas Lahan Kritis di Daerah Istimewa Yogyakarta No. Tahun Sangat kritis (ha) Kritis (ha) Agak kritis (ha) Jumlah (ha) 1. 2000 18.160,00 15.758,00 42.051,00 77.969 2. 2004 18.552,00 153.985,00 339.941,00 514.484 3. 2009 113.726,32 241.082,12 435.115,32 791.933 Dephut. Dirjen. Rehabilitas Lahan dan Perhutani Sosial, 2009 Pada saat ini kondisi penampakan vegetasi lahan kritis di Imogiri tampak hijau dari jauh atau dari atas namun bila dilihat dari dekat nampak memprihatinkan. Kondisi tersebut diakibatkan sebagian kawasan merupakan hutan rakyat yang didominasi pohon jati, mahoni, karet, sonokeling, dan campuran (heterogen), dibawah tegakan sangat rendah kerapatan vegetasi semak, herba, dan rumput (vegetasi bawah), padahal vegetasi bawah sangat penting untuk meredam kecepatan jatuhnya air waktu turun hujan sehingga tingkat erosi rendah, sedangkan pada lahan yang landai ditanami tanaman palawija. Sebagian yang lain merupakan hutan lindung yang dikelola pemerintah 3 bersama masyarakat yang didominasi pohon Kayu Putih, Akasia, Pinus, Sonokeling. Kondisi vegetasi demikian perlu ada penelitian lebih lanjut untuk mengetahui potensi pohon yang efektif menjadikan lahan lebih produktif dari beberapa tegakan pohon yang ditanam masyarakat atau pemerintah. Ancaman eksploitasi akibat dari konservasi hutan yang tidak menitik beratkan pada kajian yang mendalam dengan kaidah-kaidah konservasi sebagai wujud meningkat produktifitas lahan kritis bila tidak ada perbaikan dimasa sekarang kawasan lahan kritis Imogiri akan meluas serta tidak akan tercipta tatanan air permukaan dan dalam. Kerusakan sumberdaya alam merupakan sesuatu yang sangat serius dalam memperlakukan alam, karena sumberdaya alam yang rusak akan membutuhkan waktu yang lama untuk kembali seperti semula. Masyarakat kawasan Dlingo pernah secara sadar menyadari akan pentingnya melestarikan dan menjaga semberdaya alam sekitar mereka bahkan mereka sudah pernah merasakan hasil dari menjaga kawasan tersebut, yaitu udara yang sangat sejuk, air yang melimpah, struktur tanah menjadi lebih produktif, pakan ternak tercukupi dan kesejahtraan tercapai. Kesejahteraan masyarakat dikawasan Hutan Dlingo menimbulkan kesenjangan antar masyarakat sehingga kondisi sekarang terjadi suatu kompetisi untuk meningkatkan kesejahteraan. Kompetisi tersebut menimbulkan degradasi moral serta etika dengan pemilihan tegakan pohon hanya bersifat komersialitas yang lebih parah pemerintah ikut andil di dalamnya. Pemerintah seharusnya memberikan suatu kebijakan untuk jangka panjang dalam konservasi hutan di atas lahan kritis namun senyatanya pemerintah melakukan pemilihan penanaman pohon bersifat komersialitas yang semakin membuat daerah kawasan Imogiri semakin rusak dan lahan kritis semakin meluas. Untuk mengatasi hal tersebut maka harus dilakukan kajian yang lebih lanjut. Salah satunya dengan cara mengetahui struktur dan komposisi vegetasi dibeberapa tegakan pohon (anak pohon, semak, herba, dan vegetasi lantai) dan identifikasi flora yang bermanfaat dapat membantu menunjang konservasi berbasis optimalisasi potensi lahan kritis. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penting dilakukan penelitian untuk mengkaji struktur vegetasi dan tingkat peran masyarakat dalam upaya konservasi hutan sebagai wujud meningkatkan produtifitas lahan di kawasan Dlingo Bantul Yogyakarta. Studi ini menfokuskan perhatian pada peran serta oleh masyarakat kawasan Dlingo dalam konservasi hutan sebagai upaya untuk meningkatkan produktifitas lahan kritis 4 dengan pemilihan tegakan pohon di daerah tersebut. Diharapkan dari penelitian ini dapat menemukan suatu konsepsi pemikiran baru tentang pendekatan yang sesungguhnya dalam interaksi manusia dengan alam, khususnya yang berkenaan dengan aspek tata nilai sosial budaya lokal dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati yang selanjutnya dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pembangunan dan pengelolaan suatu sumberdaya alam khususnya di Hutan Rakyat Kawasan Dlingo Kabupaten Bantul Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian dengan judul Optimalisasi Potensi Lahan di Lingkungan Hutan Rakyat Desa Mangunan Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kondisi lingkungan di lahan hutan rakyat Desa Mangunan Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul? 2. Faktor apakah yang menyebabkan penurunan fungsi lahan di lingkungan hutan rakyat Desa Mangunan Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul? 3. Seberapa besar peran serta masyarakat dalam menjaga fungsi lahan di lingkungan hutan rakyat Desa Mangunan Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul? 4. Bagaimanakah upaya optimalisasi potensi lahan di lingkungan hutan rakyat Desa Mangunan Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas maka tujuan penelitian adalah : 1. Mempelajari kondisi lingkungan di lahan hutan rakyat Desa Mangunan Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul 2. Menemukan faktor penyebab penurunan fungsi lahan di lingkungan hutan rakyat Desa Mangunan Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul 3. Mengevaluasi tingkat peran serta masyarakat dalam menjaga fungsi lahan di lingkungan hutan rakyat Desa Mangunan Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul 4. Memperoleh upaya optimalisasi lahan di lingkungan hutan rakyat Desa Mangunan Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul 5 D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka diharapkan bermanfaat untuk : 1. Bagi Masyarakat yaitu agar dapat meningkatkan upaya dalam melestarikan hutan rakyat 2. Bagi instansi terkait adalah agar menjadi bahan masukan dan rekomendasi dalam merumuskan kebijakan pengelolaan hutan rakyat berkelanjutan di Desa Mangunan Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul 3. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan adalah menambah wawasan pengetahuan mengenai pengelolaan hutan rakyat berkelanjutan dan