Gereja Lintas Agama : Pemikiran-Pemikiran Bagi Pembaharuan

advertisement
PENDAHULUAN
Keberadaan gereja dan orang Kristen di Asia
benar-benar unik. Keunikan itu nyata dalam
penegasan Alysius Pieres berikut: “Asia adalah bunda
yang dari rahimnya lahir semua agama berkitab suci di
dunia.”1 Agama Kristen termasuk juga agama yang
lahir dari rahim bunda Asia. Segera setelah dilahirkan
agama Kristen dijadikan anak angkat dari bunda Eropa.
Ia dibawa pergi meninggalkan Asia berabad-abad
lamanya. Selama lebih dari 1700 – 1800 tahun
dibesarkan dalam rumah bunda angkat, kekristenan
telah kehilangan suasana ke-Asia-annya. Ia menjadi
sangat kebarat-baratan.
Memasuki abad ke-17 dan 18 agama Kristen
menemukan jalan untuk kembali ke Asia, ke rumah
bunda yang mengandung dan melahirkannya.
Perjalanan balik kekristenan ini pun terjadi melalui
penyusupan. Ia datang beriringan dengan kolonialisasi.
Ia kembali ke haribaan bundanya laksana seorang
asing, kebarat-baratan. Ya, sebagai anak yang telah
kehilangan karakter ke-Asia-annya.
Karakter atau cita rasa Asia atau yang oleh
Pieris disebut Asian sense berhubungan dengan fakta
1
Aloysius Pieris. “Menuju Teologi Pembebasan Asia:
Beberapa Pedoman Religo-Kultural.” Dalam: Douglas J.
Elwood. Teologi Kristen Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
1992. hlm. 262.
Gereja Lintas Agama
1
bahwa Kristus tidak hanya terdapat dan giat di dalam
gereja tetapi juga dalam sejarah kosmik. Artinya
Kristus sudah hadir dalam sejarah, budaya dan agamaagama Asia (bukan hanya agama Kristen) jauh hari
sebelum kekristenan itu sendiri datang ke Asia.2 Cita
rasa Asia yang melekat dalam agama Kristen adalah
kesediaannya untuk diludahi orang, tetapi kekristenan
yang dibawa kembali ke Asia dari Eropa adalah
kekristenan yang suka meludahi orang.
Kekristenan yang baru menemukan kembali
jalan ke Asia sekitar abad ke-18 dan 19 dianggap telah
kehilangan cita-rasa Asia karena ia datang dengan
pretensi memperkenalkan Kristus kepada orang-orang
Asia dan meminta mereka meninggalkan agamanya
karena di dalam agama itu tidak ada Kristus. Dan yang
paling mendukakan Asia, Kristus yang diperkenalkan
oleh kekristenan adalah Kristus yang berwajah Eropa,
berpakaian Eropa, berbau Eropa. Kristus ini menolak
dan mengutuk semua warisan budaya, agama dan pola
hidup Asia. Ia menjadi serupa dengan pepatah rakyat:
“Kacang lupa Kulit.”
Apa akibatnya? Setelah lebih dari empat abad
upaya pekabaran injil di Asia, jumlah umat Kristen
Asia masih merupakan minoritas yang tidak signifikan,
2
A.A. Yewangoe. “Kecenderungan-Kecenderungan Dalam
Teologia Asia Dewasa Ini. Dalam: Perhimpunan SekolahSekolah Theologia di Indonesia (PERSETIA): Bahan Study
Institute tentang Dogmatika tanggal 9-22 Juni 1989 di
Kaliurang – Yogyakarta. 1989. hlm. 10.
2
Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo
yakni hanya 2 persen dari seluruh penduduk Asia.
Kekristenan menjadi orang asing di tanah
kelahirannya sendiri. Ini berbeda dengan kekristenan
di Benua Amerika yang mayoritas penduduknya
beragama Kristen. Dalam posisi sebagai minoritas
sekaligus yang telah kehilangan cita-rasa Asia (Asian
sense) Kekristenan harus tetap mengerjakan tugas misi
atau pekabaran Injil, yang dalam teologi klasik
dipahami bukan sekedar memuridkan manusia pada
Kristus tetapi juga kristenisasi, yakni meminta orangorang yang percaya kepada Kristus beralih ke agama
Kristen.
Menjadi persoalan adalah apakah kesaksian
Kristen di Asia kepada saudara-saudarinya yang nonkristen harus bermuara pada terjadinya konversi
agama. Haruskah seseorang yang menerima Yesus
Kristus dan mengimaninya sebagai Tuhan karena
kesaksian gereja meninggalkan agamanya dan beralih
ke agama Kristen?
Buku ini kami rancang untuk membicarakan
wujud bergereja secara baru di Asia sebagaimana
dipikirkan para pemimpin kekristenan Asia baik
protestan maupun katholik3 yang dikonstruksi
3
Di kalangan gereja Katholik persoalan ini digumuli dalam
musyawarah Federasi Konferensi Para Uskup se-Asia
(FABC) di Baan Phu Waan Samphran dekat Bangkok dari 3
– 12 Januri 2000. Georg Kirchberger & John Mansford Prior.
Hidup Menggereja Secara Baru di Asia. Ende: Nusa Indah.
2001. hlm. 5.
Gereja Lintas Agama
3
berdasarkan pengalaman Asia yang dicirikan oleh
kemiskinan dan kepelbagaian agama. Pokok
permasalahan yang menjadi pergumulan kita
dirumuskan dalam pertanyaan berikut: “Apakah
menjadi murid berarti seseorang mesti menjadi
pemeluk agama kristen? Tidak dapatkah seseorang itu
adalah murid, tetapi tetap berada dalam agamanya
sendiri?
Pandangan Klasik Tentang Gereja
Gereja menurut pengertian kata dalam bahasa
aslinya: ekklesia artinya persekutuan orang-orang yang
karena percaya kepada Kristus bergerak keluar dari
kenyamanan hidupnya untuk berada dalam perarakan
mengikuti Kristus yang berada di kepala perarakan
menuju kepada satu kenhidupan yang baru. Gereja
menunjuk kepada manusia atau orang-orang yang
berjalan mengikuti Yesus Kristus.
Cerita tentang Yesus Kristus sebagaimana
ditunjukkan dalam kitab-kitab Injil dibingkai dalam
bentuk sebuah laporan kisah perjalanan. Yesus Kristus
ditampilkan sebagai yang selalu ada di dalam
perjalanan dan bersama Dia para pengikutNya. Yesus
menjadi kepala rombongan. Dari orang-orang yang
4
Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo
menjadi teman seperjalananNya Yesus terus-menerus
minta agar mereka meneladani cara hidupNya.4
Yesus seperti yang diperkenalkan kepada kita
dalam kitab-kitab Injil adalah orang yang selalu pergi
mendapati manusia-manusia. Yesus tidak meminta
orang-orang yang Dia temui untuk meninggalkan
agamanya dan beralih ke agama baru. Tidak! Yesus
justru mengajarkan mereka hal-hal terpenting dalam
agama mereka (agama Yahudi) dan meminta mereka
menerapkan inti ajaran agama itu secara benar.
Kalau gereja kita pahami sebagai persekutuan
orang-orang yang mengikut Yesus Kristus, itu berarti
gereja harus juga pergi mendapatkan orang-orang di
dalam agama masing-masing dan mengajarkan atau
mendorong mereka untuk menjalankan ajaran
agamanya secara benar dan konsekwen. Tetapi dalam
pengertian popular telah terjadi pergeseran makna
atau paham. Gereja memang pergi mendapati orangorang. Tetapi orang-orang yang ditemuinya tidak
diminta untuk menetap dalam agamanya. Yang terjadi,
justru orang-orang itu diminta untuk meninggalkan
agamamnya yang lama untuk bergabung dengan
agama yang baru. Inilah yang kami maksudkan dengan
Simon Schoon. De weg van Jezus. Een christologische
herorientatie vanuit de joodse-christelijke ontmoeting.
4
Kampen: J.H. Kok. 1991. hlm. 33.
Gereja Lintas Agama
5
terjadinya pergeseran makna. Pergeseran itu terlihat
jelas dalam contoh berikut ini.5
Khalil, pemuda Mesir berusia sekitar 30 tahun,
dari latar belakang kelompok muslim garis keras
mengalami perjumpaan dengan Yesus pada waktu ia
ditugaskan oleh pemimpin kelompoknya untuk
membaca Alkitab demi membuktikan kepalsuan
firman Allah di dalam kitab itu. Dengan hati yang
penuh sukacita Khalil menghubungi beberapa orang
Kristen di Kairo. Ia minta untuk diajak menghadiri
ibadah jemaat supaya dia menceritakan tentang
pertobatannya.
Tanggapan
orang-orang
Kristen
yang
dijumpainya itu campur aduk. Mereka senang tetapi
juga curiga. Apakah ia betul-betul mau menjadi
Kristen atau hanya berpura-pura. Tapi mereka toh
mengajak Khalil ke ibadah jemaat. Seusai khotbah,
Khalil diberi kesempatan untuk berbicara. Semua
orang mendengarkan dia dengan tenang sambil batin
mereka bergolak: Apakah teman-teman yang
mengundangnya tidak tertipu dan terlalu dini
mempercayainya?
Melihat semua orang mendengarkan dia,
Khalil makin semangat berbicara. Ia mulai menyerang
Contoh ini kami sarikan dari sebuah film berjudul: “More
Than Dream” yang merupakan kisah nyata dari pengalaman
beberapa orang berlatar belakang muslim yang mengalami
perjumpaan dengan Yesus kemudian berada dalam
perjalanan untuk menjadi warga gereja.
5
6
Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo
Islam, mencemooh Al-Quran dan Muhammad.
Melihat semua pendengar tertawa dan bertepuk
tangan mendengar gurauannya, Khalil makin
semangat berbicara merasa mendapatkan dukungan.
Banyak orang bangkit dan menjabat tangan Khalil
setelah ia selesai berbicara dan beranjak ke tempat
duduk. Usai kebaktian, semua yang hadir dalam ibadah
menyalami Khalil. Ia disambut sebagai seorang
pahlawan.
Sekembalinya di rumah masing-masing
beberapa orang bapa memperingatkan anak
perempuan mereka untuk tidak cepat-cepat percaya
pada Khalil sebelum ia menunjukkan bukti yang jelas
bahwa ia benar-benar menjadi seorang Kristen sejati,
yang ditandai dengan meninggalkan semua hal pada
dirinya yang berbau muslim, seperti memberi diri
dibaptis, mengganti nama dan tidak lagi menggunakan
“Assalamu’alaikum” jika menyapa sesamanya.
Setelah lewat enam bulan, setelah Khalil
memutuskan hubungan dengan keluarganya, temantemannya dan menjadi makin terang-terangan dan
terbuka mencela Islam, Al Qur’an dan Muhammad,
dibaptis dan mengganti nama menjadi Kaleb serta
mengganti
sapaan
“assalamu’alaikum”
dengan
“syalom”, “Alhamdulillah” dengan “haleluyah” barulah
ia diterima secara penuh sebagai saudara dalam
lingkungan Kristen tanpa seorang penuh menaruh
curiga di dalam hati.
Gereja Lintas Agama
7
Menjadi pengikut Kristus, sebagaimana yang
kita pahami dan tetapkan sebagai ketentuan normatif
selama berabad-abad, bukan sekedar mengaku Kristus
sebagai Tuhan dan juruselamat. Lebih dari itu
pengikut Kristus tadi harus meninggalkan semua yang
pernah menjadi bagian hidupnya di masa lalu.
Pengikut Kristus tadi harus mengucapkan selamat
tinggal bukan hanya kepada kebiasaan hidupnya yang
lama, tetapi juga kepada orang-orang yang dikenal dan
dicintainya. Ia harus meninggalkan agamanya dan
bergabung dalam kekristenan.
Kita menuntut orang-orang yang mau menjadi
pengikut Kristus untuk lebih taat pada agenda
kekristenan dari pada agenda Kristus. Kita baru
mengakui seseorang sebagai pengikut Kristus jika dia
mau menjalani hidup dalam format dan ketentuanketentuan yang ditetapkan orang Kristen. Pengikut
Kristus itu harus menjadi murid Yesus di dalam tas
punggung agama Kristen yang kita ciptakan. Demikian
ungkapan yang dipakai oleh Paul Borthwick.6 Kalau
dia mengaku diri pengikut Kristus tetapi menolak
untuk masuk dalam tas punggung kekristenan kita,
kita meragukan identitasnya sebagai murid Tuhan.
C.S. Song meringkas semua yang kita katakan
di atas dengan komentar singkat berikut ini:
“Menanamkan Kerajaan Allah di bagian-bagian lain
Paul Borthwick. Six Dangerous Questions To Transform
your View of the World. Illinois: Inter Varsity Press. 1996.
6
hlm. 112.
8
Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo
dunia diartikan sebagai perluasan kekristenan.”7 Sadar
atau tidak, kita seringkali menjadikan agama Kristen
sebagai sebuah kotak ethnosentrisme. Percaya kepada
Yesus sama dengan harus masuk ke dalam kotak itu.
Yesus Kristus dimasukkan dalam kotak agama Kristen.
Pengikut Kristus dalam kotak atau ransel
agama Kristen. Itulah model pengikut Kristus ideal
yang kita tetapkan. George Hunter mengindikasikan
model berpikir seperti ini sebagai sebuah pergeseran
dari menjadi penjala manusia kepada penjaga
aquarium.8 Kita mendirikan sekolah-sekolah Kristen,
membangun radio Kristen, membentuk partai
Kristen… dst. Semua ini kita buat untuk melindungi
kekristenan dari aspek-aspek negatif budaya sekaligus
menjaga kemurnian kemuridan.
Tentu saja usaha-usaha ini mulia dan patut
diberi jempol. Tetapi bukankah di dalamnya ada
bahaya yang tidak kita sadari? Paul Borthwick
mencatat bahaya itu dalam kalimat berikut:9
Media, musik dan lembaga-lembaga yang
bernafaskan kekristenan berguna sebagai
7
Choan-seng Song. “Misi Ilahi Penciptaan.” Dalam: Douglas
J. Elwood. Teologi Kristen Asia. Jakarta: BPK Gunung
Mulia. 2006. hlm. 187.
8
Dikuitp dari Paul Borthwick. Six Dangerous Questions…
hlm. 90.
9
Dikuitp dari Paul Borthwick. Six Dangerous Questions…
hlm. 91.
Gereja Lintas Agama
9
instrument untuk memperlengkapi umat Allah
secara lebih baik, tetapi semua itu juga
mengandaikan pergeseran ke arah privatisasi
iman dan irrelevant Christianity jika kita
melupakan tujuan utama, memperlengkapi
orang-orang kudus sehingga mereka kembali ke
dalam dunia sebagai garam dan terang atau
menurut penegasan Rasul Paulus, supaya mereka
menyebarkan bau yang harum dari Kristus di
tengah-tengah kaum yang diselamatkan dan di
antara kaum yang binasa (2 Kor. 2:15).
Beralih ke dalam kekristenan adalah perlu dan
wajib, jika seseorang benar-benar mau menjadi
pengikut Kristus. Pikiran yang melatar-belakangi
keharusan ini adalah karena kekristenan dianggap
sebagai agama yang sempurna. Gereja yang merupakan
bagian integral dari kekristenan adalah institusi
keselamatan, semacam produsen sekaligus distributor
keselamatan bagi manusia. Kita menjadi teringat akan
pandangan klasik extra ecclesia nulla salus (di luar
gereja tidak ada keselamatan).
Pendapat ini tidak mengada-ada. Alkitab
penuh dengan referensi teologis yang menjadi pijakan
membangun pemahaman tadi. Yesus sendiri juga
berkali-kali menegaskan hal itu. Ia memanggil Petrus
dan Anderias, Yakobus dan Yohanes, juga Lewi untuk
mengikut Dia. Mereka ini, demikian kata Alkitab:
“segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu
mengikuti Dia” (Mt. 4:20, 22). Di tempat lain Yesus
berkata: "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia
10
Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo
tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anakanaknya,
saudara-saudaranya
laki-laki
atau
perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat
menjadi murid-Ku” (Lk. 14:26).
Orang yang mau mengikut Yesus harus
melepaskan semua yang menjadi bagian dari masa
lalunya. Ia tidak boleh memikirkan atau mengingat
lagi masa lalunya itu. Ia bahkan dilarang untuk
kembali menguburkan ayahnya dan ibunya, atau
berpamitan dengan mereka (Lk. 9:59-61). Hal-hal yang
adalah masa lalu orang itu diidentikan dengan
kematian. Ia tidak boleh lagi mengingat dan memiliki
semua itu.
Paulus, rasul Kristus yang termasyur itu juga
menegaskan hal serupa. Ia memotivasi pengikut
Kristus di Filipi untuk mengikuti teladan hidupnya.
Paulus menulis begini: “Aku melupakan apa yang telah
di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang
di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk
memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari
Allah dalam Kristus Yesus. Karena itu marilah kita,
yang sempurna, berpikir demikian” (Fil. 3:13-15).
Masih dalam kitab yang sama, Paulus
menggambarkan semua hal masa lalu yang dimiliki
dan juga dicintainya sebagai sebuah kerugian bahkan
sampah, jika dibandingkan dengan pengenalannya
akan Kristus. Paulus menulis: “Tetapi apa yang dahulu
merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap
rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap
Gereja Lintas Agama
11
rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku,
lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah
aku
telah
melepaskan
semuanya
itu
dan
menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh
Kristus” (Fil. 3:7-8).
Harus ada pemutusan hubungan yang radikal
dan total dengan semua yang menjadi bagian dari masa
lalu jika seseorang menjadi murid atau pengikut
Kristus. Seorang pengikut Kristus harus hidup dalam
penyangkalan diri yang utuh. Itu adalah salib yang
harus dia pikul. Oh… betapa radikalnya tuntutan
kehidupan seorang murid Kristus. Atas dasar referensireferensi tadi kita mengembangkan eklesiologi yang
anti agama-agama lain. Kekristenan kita jadikan
sebagai agama yang unggul, superior dan final.
Paham ini kita jadikan normatif. Orang baru
benar-benar murid Kristus kalau dia beralih ke dalam
agama Kristen, betatapun kita tahu bahwa ada banyak
orang beragama Kristen yang hidup sebagai murid
yang bukan murid. Karena sudah menjadi pemeluk
agama Kristen, kehidupannya sebagai yang bukan
murid itu kita anggap unik, tidak bisa disamakan
dengan orang bukan murid yang berada di luar agama
Kristen. Dalam kejahatannya dia itu toh murid plus.
Dan betapapun seorang di luar kekristenan yang
kehidupannya sebagai murid setara dengan kemuridan
seorang Kristen, kita toh menganggap dia sebagai
murid minus (kurang murid) karena dia belum
menjadi orang Kristen.
12
Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo
Seseorang harus menjadi Kristen - masuk
dalam ransel agama Kristen - untuk benar-benar ada
sebagai murid Kristus. Tuntutan ini tidak bisa kita
remehkan apalagi kita sangkali. Meskipun begitu tetap
saja kita harus melontarkan pertanyaan kritis: “Apakah
hanya itu isi pengajaran Alkitab? Apakah Yesus
memang menuntut seseorang untuk memutuskan
hubungan dengan keluarganya, sanak-saudaranya,
agamanya untuk dapat bergabung dalam barisan para
pengikut Kristus? Apakah ini agenda yang ditetapkan
Yesus ataukah itu agenda yang digariskan agama
Kristen? Haruskah seorang Muslim disuruh membenci
saudara-saudaranya dan juga ayah dan ibunya untuk
dapat menjadi pengikut Kristus? Mungkinkah seorang
yang percaya kepada Kristus dari latar belakang agama
lain tetap tinggal dalam agamanya itu?
Suara-Suara Kritis dari Saudara di Agama Seberang
Setiap orang yang mau menjadi pengikut
Kristus haruslah pada saat yang sama melakukan
konversi atau perpindahan agama. Menjadi pengikut
Kristus identik dengan masuk agama Kristen.
Benarkah? Ya! Ini pengajaran klasik dan telah menjadi
semacam norma yang wajib hukumnya dalam
kekristenan. Kita masih berdiri dalam jarak yang
cukup jauh dari pikiran bahwa seseorang dapat tetap
tinggal dalam agamanya, betapapun dia telah percaya
kepada Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat. Hal yang
terakhir ini kita tolak. Hukum terutama yang
Gereja Lintas Agama
13
ditetapkan gereja bagi orang-orang di luar kekristenan
yang mau menjadi pengikut Kristus adalah berpindah
agama. Ayo! Masuklah dalam kotak agama Kristen
barulah kemuridanmu pada Kristus dianggap sahih.
Tidak sedikit orang non Kristen yang setuju.
Mereka melakukan konversi, berpindah dari agamanya
dan menjadi pemeluk agama Kristen. Kita tidak tahu
apakah mereka lakukan itu dengan sungguh-sungguh
ataukah hanya sekedar sebuah penampakan conversi
eksternal. Tetapi banyak juga orang-orang non-kristen
yang mempertanyakan hukum terutama ini. Mereka
merasa berat melakukan pemutusan hubungan yang
radikal tadi. Ahmad, seorang muslim dari Mesir
menyuarakan kegelisahannya dalam
kata-kata
berikut:10
Bagaimana mungkin saya membuang nama saya,
Ahmad, yang diberikan kepada saya ketika saya
lahir dan yang telah dikenal oleh seluruh teman
saya, lalu mulai dipanggil dengan nama Steve
atau Peter? Jika saya menjadi orang Kristen,
sistem pendukung hidup saya akan hancur. Kalau
memang demikian, saya akan tidak punya rumah
dan tak punya keluarga. Bagaimana saya bisa
hidup. Bisakah anda menyediakan bagi saya
sistem pendukung hidup yang baru, yakni:
pekerjaan yang memberikan saya gaji tetap,
Kami menyarikan ini dari Nabeel T. Jabbour. Memandang
Sabit Melalui Mata Salib. Jakarta: Penerbit Pionir Jaya. 2010.
10
Hlm. 50-52.
14
Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo
keluarga saya yang saya miliki dan yang memberi
saya akar, identitas dan otentisitas, bahasa
religius muslim saya yang sudah sangat terbiasa
di telinga saya, juga seni, puisi dan musik
bernafaskan islam yang sangat saya hargai?
Dengan meminta saya menjadi Kristen, anda
sedang meminta saya untuk melakukan
pengkhianatan yang sangat berat.
Orang Kristen menuntut seseorang yang mau
menjadi pengikut Kristus melakukan pemutusan
hubungan yang total, definitif dan radikal dari masa
lalunya, termasuk agama, keluarga dan orang tuanya.
Ini dirasakan oleh banyak saudara di agama seberang
sebagai sebuah penghianatan yang teramat besar.
Tidak sedikit orang non-kristen yang merasa tidak
terlalu kuat untuk melakukan pengkhianatan ini,
yakni mereka harus memutuskan hubungan dengan
teman-teman, keluarga dan orang tuanya demi
menjadi pengikut Kristus. Bagaimana hal ini harus
disikapi?
Suara-Suara Kritis dari Saudara-Saudara Sendiri
Keberatan terhadap hukum terutama tadi tidak
hanya datang dari saudara-saudara dari agama
seberang. Saudara-saudara dari agama sendiri pun tak
menyetujui begitu saja pendapat tadi. Berikut ini
pendapat kritis beberapa saudara dari dalam
kekristenan.
Gereja Lintas Agama
15
Pertama, Stephen Kim, seorang kardinal
berbangsa Korea. Ia percaya bahwa berita Kristen akan
tetap menjadi sebuah pesan yang asing bagi ranah
budaya Asia selama Gereja belum mengakui dan
mengintegrasikan “berita itu” dalam warisan budaya
dan agama Asia.11
Konsili Vatikan II, kata Stephen Kim
mengajarkan bahwa karya keselamatan Kristus yang
bersifat universal tidak dibatasi hanya dalam kesatuan
yang kelihatan dari gereja. Ia melampaui batas-batas
yang kita sebut gereja yang kelihatan. Keselamatan itu
menyerobot masuk sampai ke dalam nilai-nilai
spiritualitas Confusianisme, Budhisme dan agamaagama lain. Karena itu mereka yang menjadi percaya
kepada Kristus tidak harus diminta untuk
menanggalkan kehidupan masa lalu mereka (no longer
be told that they must repudiate their past lives).
Mereka yang sudah menemukan Kristus, mereka
sudah menemukan wajah Allah yang benar yang
mereka cari dan sembah sesuai dengan terang
kesadaran mereka. Perpindahan agama tidak harus
dipahami sebagai pemutusan relasi, tetapi sebagai satu
langkah ke dalam kematangan; pemenuhan aspirasi
yang membatin dalam manusia.12
Stephen Kim. Evangelization in the Asian Contex. Dalam:
Mission Trends. No. 2. Evangelization. New York/ Grand
11
Rapids: Wm.B. Eerdmans Publishing 1978. hlm.190.
12
Stephen Kim. Evangelization in …. hlm.191-2.
16
Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo
Kedua,Choan-seng
Song, seorang teolog
sekaligus juru bicara dari Asia mengajukan pertanyaan
dan pernyataan yang sangat menantang berikut ini:
“Apakah Allah menghendaki kita menjadi tabula rasa,
sebelum ia mengungkapkan rahasia itu kepada kita?
Apakah Allah menyuruh kita melompat keluar kulit
kita sebelum Ia memulai sesuatu dengan kita. Saya
tidak percaya Allah mencantumkan syarat demikian
rupa pada penyataan… Saya kira para teolog harus
lebih bijaksana. Allah tampaknya adalah Allah yang
bijaksana, yang tahu bahwa kita tidak berkuasa
menolak keberadaan kita sebagai manusia dengan
seluruh kepribadian, budaya, sejarah dan lapisan
keagamaan kita.… Teologi Asia harus menjadi teologi
yang bijaksana. Bagaimana lagi kita dapat mengikuti
dan mengalami Allah yang bijaksana di tengah-tengah
darah dan daging Asia?”13
Ketiga,
Alister
McGrath
menegaskan:
“Ingatlah bahwa Anda adalah seorang Kristen di
hadapan teman anda. Jadi, kalau cara anda berbicara di
hadapan mereka tidak bijaksana, hal itu dapat menjadi
penghalang bagi mereka untuk berkenalan dengan
iman Kristen. Untuk memutuskan menjadi orang
Kristen itu cukup sulit; maka dari itu, cara dan sikap
anda menjelaskan kepercayaan Kristen kepada orangorang non Kristen janganlah mempersulit mereka
untuk memahaminya. Usahakan demikian rupa agar
C.S. Song. Sebutkanlah Nama-Nama Kami. Teologi Cerita
Dari Perspektif Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1989.
Hlm. 78.
13
Gereja Lintas Agama
17
mereka mudah berpaling kepada Yesus dan InjilNya.”14
Rekonstruksi Eklesiologi
Suara-suara kritis yang kita dengar, baik dari
saudara-saudara dari agama seberang maupun dari
saudara-saudara dalam agama sendiri patut kita
pertimbangkan dengan saksama. Seruan-seruan ini
harus kita terima sebagai bahan baku untuk
melakukan rekonstruksi pemahaman bergereja. Itu
penting agar Injil benar-benar dirasakan sebagai
kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang
yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga
orang Yunani (Rm. 1:16). Dengan kata lain, seruanseruan tadi patut kita responi sebagai undangan untuk
kita memikirkan ulang pendapat klasik yang
mewajibkan seseorang untuk meninggalkan agamanya
dan melakukan pemutusan hubungan yang radikal
dengan segala hal yang memberi dia akar, identitas dan
otentisitas.
Merancang sebuah eklesiologi baru adalah hal
yang mendesak untuk kita lakukan. Eklesiologi atau
pemahaman baru tentang Gereja, khususnya di Asia
harus menjadi eklesiologi yang bijaksana. Choan-seng
Song memberi satu petunjuk ke arah itu. Pertanyaan
dan pernyataannya yang menantang tadi memberi
Alister McGrath. Bersaksi Tanpa Kehilangan Teman.
Bandung: Lembaga Literatur Baptis. 1991. hlm. 22.
14
18
Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo
kesan bahwa kita tidak selalu harus menolak
keberadaan kita sebagai manusia dengan seluruh
kepribadian, budaya, sejarah dan lapisan keagamaan
kita kalau kita menjadi pengikut Kristus. Stephen Kim
juga menunjukan jalan ke arah eklesiologi yang
bijaksana itu. Betapapun karya keselamatan Kristus
tidak dibatasi dalam kesatuan yang kelihatan dari
gereja, tetapi itu tidak boleh melemahkan kegairahan
evangelisasi. Sebaliknya itu justru membawa kita
kepada medan-medan penginjilan yang baru untuk
kita melihat adanya homogenitas yang bersifat
berlanjut dari sejarah keselamatan dalam agamaagama.15
Seperti apakah isi dari rekonstruksi eklesiologi
yang bijaksana yang di dalamnya kita menemukan
adanya homogenitas yang bersifat berlanjut dari
sejarah keselamatan dalam agama-agama?
Hipotesa Kerja Eklesiologi Baru
Kita tidak selalu harus menolak seluruh
kepribadian, budaya, sejarah dan lapisan keagamaan
kita kalau kita menjadi pengikut Kristus. Ini
merupakan hipotesa kerja yang menjadi titik tolak
penelusuran kita dalam bab yang sedang kita hadapi.
Hipotesa ini dibangun dari penalaran teologis berikut.
Allah yang disaksikan Alkitab adalah Allah yang
berwarna. Ia berkulit putih. Betul. Tetapi putih bukan
15
Stephen Kim. Evangelization in …. hlm.191.
Gereja Lintas Agama
19
satu-satunya warna kulit Allah. Allah juga berkulit
hitam dan bahkan kuning.
Karena Allah adalah pribadi yang berwarna,
maka paham tentang gereja juga haruslah berwarna.
Eklesiologi haruslah berani memperlihatkan kekayaan
cara Allah berelasi dengan manusia dalam rangka
menanamkan keselamatan di dalam hati manusia
masing-masing sesuai dengan warna diri, corak budaya
dan ragam keagamaan mereka. Allah adalah Tuhan
yang berwarna dan bukan buta warna. Ia juga tidak
kehabisan metode dalam mendekati manusia untuk
menuntunnya kepada keselamatan.
Dengan demikian kita juga tidak boleh
menyeragamkan cara pandang kita tentang gereja.
Eklesiologi harus mampu menyelam sampai ke dalam
kekayaan
rahmat
keselamatan
Allah
dan
memberitakan rahmat yang maha kaya itu dalam
berbagai rupa, bentuk, nada, warna dan ekspresi.
Eklesiologi kita tidak boleh mengurung Allah dalam
satu konsep, gambaran atau tempat yang indah.
Sebaliknya, eklesiologi harus dirumuskan begitu rupa
agar Allah yang prihatin dengan seluruh dunia dan
semua umat manusia bebas untuk pergi ke mana saja,
untuk bertemu dengan siapa saja dan memakai metode
apa saja untuk menyapa manusia. Eklesiologi seperti
itu harus memampukan gereja dapat hadir dan
beroperasi dengan baik sebagai garam dan terang
dalam dunia dalam tiap budaya, sejarah dan
penghayatan religius (keagamaan) manusia. Gereja
harus dilihat sebagai persekutuan baru yang peka
20
Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo
terhadap berbagai dinamika perubahan sosial
kemasyarakatan sehingga dapat masuk ke dalam setiap
dinamika itu untuk mengarami dan meneranginya.
Bukankah dalam credo kita mengaku bahwa gereja
adalah am, sebuah realita yang serba hadir?
Hipotesa kerja ini juga memiliki dasar pada
sikap Yesus. Perhatikanlah dengan saksama Markus
5:18-20: “Pada waktu Yesus naik lagi ke dalam perahu,
orang yang tadinya kerasukan setan itu meminta,
supaya ia diperkenankan menyertai Dia. Yesus tidak
memperkenankannya, tetapi Ia berkata kepada orang
itu: "Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang
sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka
segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu
dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!"
Paulus mengatakan juga hal yang sama dalam I
Korintus 7:17-21. “Selanjutnya hendaklah tiap-tiap
orang tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan
baginya dan dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil
Allah. Inilah ketetapan yang kuberikan kepada semua
jemaat. Kalau seorang dipanggil dalam keadaan
bersunat, janganlah ia berusaha meniadakan tandatanda sunat itu. Dan kalau seorang dipanggil dalam
keadaan tidak bersunat, janganlah ia mau bersunat.
Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak penting.
Yang penting ialah mentaati hukum-hukum Allah.
Baiklah tiap-tiap orang tinggal dalam keadaan, seperti
waktu ia dipanggil Allah.”
Gereja Lintas Agama
21
Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak
penting. Yang penting ialah mentaati hukum-hukum
Allah. Inilah menurut kami alasan mengapa Yesus
tidak memperkenankan orang yang dirasuk setan itu
mengikuti Dia. Yesus sebaliknya memerintahkan dia
untuk kembali ke rumah dan ke kampungnya untuk
memberitahukan saudara-saudaranya hal-hal yang
sudah diperbuat Tuhan atasnya.
Yesus sendiri yang menyuruh pemuda itu
pulang. Sebuah sikap yang kelihatan mendua. Kisah
tentang Yesus yang baru saja kita membaca membawa
kita ke dalam sebuah medan pemikiran teologi yang
warna-warni. Selama perjalanan pelayananNya di
Galilea Yesus tak henti-hentinya meminta orangorang yang ditemuinya untuk meninggalkan semua
kepunyaan mereka, memutuskan hubungan dengan
keluarga dan orang tuanya jika mereka memilih untuk
menjadi pengikutNya. Kepada Simon dan Anderias,
Yakobus dan Yohanes, begitu juga Matius Yesus
mengucapkan kalimat yang singkat ini: “Ikutlah Aku!”
Pada waktu seorang dari antara muridNya meminta
ijin agar pergi menguburkan ayahnya: Yesus berkata:
“Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati
menguburkan orang-orang mati mereka” (Mat. 8:22).
Kepada seorang pemuda yang mau mengikuti Dia
tetapi mohon ijin untuk berpamitan lebih dahulu
dengan saudara-saudaranya, Yesus mengatakan amsal
berikut: “Setiap orang yang siap untuk membajak
tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk
Kerajaan Allah.” (Lk. 9:62).
22
Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo
Tetapi di Gerasa Yesus menyuruh orang yang
mau mengikuti Dia untuk pulang kepada keluarganya.
Betapa kontrasnya permintaan Yesus ini yang terakhir
ini dengan tuntutan yang Yesus ajukan kepada muridmuridNya. Yesus justru menyuruh dia untuk pulang.
Yesus tidak mengijinkan orang itu mengikuti Dia. Dia
disuruh pulang untuk memberitahukan kepada
saudara-saudaranya segala sesuatu yang telah
diperbuat oleh Tuhan kepadanya.
Ahhhh… ternyata Yesus tidak menerapkan
metode yang kaku dan mengembangkan eklesiologi
yang seragam. Berkali-kali Yesus mengungkapkan
kekagumannya terhadap imam orang-orang nonYahudi. Ia terpesona pada iman perempuan Sirofenesia. Yesus dibuat heran oleh iman yang dimiliki
perwira Roma (Mat. 8:5-10). Pemuda Gerasa ini pun
tidak kurang membuat Yesus tersentak karena
imannya. Biasanya, kita langsung merespons orangorang seperti itu dengan meminta mereka segera
memutuskan hubungan orang tua, saudara-saudara,
kampungnya dan juga agamanya. Orang-orang seperti
itu kita ajak menjadi Kristen supaya imannya menjadi
murni.
Yesus tidak berbuat demikian, setidaktidaknya kepada orang-orang non-Yahudi yang
percaya kepadaNya. Yesus tidak meminta mereka jadi
agama Yahudi. Yesus justru membiarkan orang-orang
itu tetap memelihara hubungan dengan orang tua,
saudara-saudara dan agamanya. Mereka diminta Yesus
tetap berada dalam komunitas yang selama ini menjadi
Gereja Lintas Agama
23
basis hidup mereka agar di situ mereka menjadi
pemberita kebaikan dan cinta kasih Allah. Kalau
terhadap orang-orang Yahudi, Yesus berkata: “Ikutlah
Aku!” Tetapi terhadap orang non-Yahudi yang percaya
kepadaNya, Yesus tidak pernah meminta mereka
untuk meninggalkan agamanya. Kepada pemuda
Gerasa itu Yesus menyuruh pulang ke rumah, kepada
orang-orang sekampung untuk beritahukan kepada
mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh
Tuhan atas dia dan bagaimana Tuhan telah
mengasihani dia (Mk. 5:19).
Dasar terdalam dari sikap Yesus ini, menurut
pendapat kami adalah karena Yesus datang ke bumi
bukan untuk mendirikan agama baru, sehingga semua
orang yang menjadi pengikutNya harus masuk ke
dalam agama baru itu. Tidak. Yesus datang untuk
membawa setiap agama dunia kepada pemenuhannya.
Dengan demikian bukanlah sebuah keharusan bagi
seseorang untuk meninggalkan agamanya semula dan
menjadi pemeluk agama Kristen. Bertemu Yesus tidak
dengan sendirinya seseorang harus meninggalkan
agamanya, melainkan ia dapat tetap hidup dalam
agamanya semula demi memperlihatkan Kristus
sebagai pemenuhan dari agama itu.
Demi membawa orang-orang kepada Kristus
Paulus menyesuaikan diri dengan cara hidup
keagamaan orang-orang itu. Paulus tidak meminta
mereka meninggalkan agamanya. Pauluslah yang
hidup menurut tata-krama keagamaan mereka. Ini
24
Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo
metode pemberitaan Kristus yang diterapkan Paulus
sebagaimana dia tegaskan dalam I Korintus 9:20-22.
Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi
seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan
orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang
hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi
seperti orang yang hidup di bawah hukum
Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di
bawah hukum Taurat, supaya aku dapat
memenangkan mereka yang hidup di bawah
hukum Taurat. Bagi orang-orang yang tidak
hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi
seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum
Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum
Allah, karena aku hidup di bawah hukum
Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka
yang tidak hidup di bawah hukum Taurat. Bagi
orang-orang yang lemah aku menjadi seperti
orang yang lemah, supaya aku dapat
menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua
orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya
aku sedapat mungkin memenangkan beberapa
orang dari antara mereka. Segala sesuatu ini aku
lakukan karena Injil, supaya aku mendapat
bagian dalamnya.
Gereja Lintas Agama
25
Kami juga menemukan keyakinan iman serupa
ditegaskan oleh East Asia Christian Conference di
bawah ini:16
Ini berarti bahwa untuk memberitakan Injil
Allah di dalam Yesus Kristus kepada manusia
sama dengan memperhadapkan mereka dengan
keprihatinan kasih Allah terhadap semua agama,
termasuk agama Kristen sebagaimana yang
terkandung di dalam Injil. Tanpa itu, kehidupan
baru yang ditawarkan kepada manusia di dalam
Yesus Kristus akan tetap tinggal sebagai misteri.
Benarlah, tidak akan pernah ada percakapan
yang serius tentang Injil jika mereka yang
terlibat dalam percakapan itu, orang Kristen atau
non-kristen, beragama atau tidak, mengakui
bahwa Injil dialamatkan kepada mereka dalam
situasi hidupnya, untuk menunjukkan kepadanya
kondisinya sebagai yang terasing dari Allah, dan
Injil juga datang kepada mereka sebagai
undangan untuk hidup dalam anugerah
pengampunan Allah melalui Yesus Kristus,
Tuhan yang bangkit dari kematian karena
mereka. Yesus Kristuslah yang harus ditemui
manusia. Kepedulian seorang Kristen bukanlah
untuk mempertemukan manusia dengan agama
Kristen, tetapi dengan peristiwa dan pribadi
Kristus.
16
CCA Statement. “Christian Encounter with Men of Other
Beliefs.” Dalam: Douglas J. Elwood. What Asian Christians
Are Thinking. Philippines: 1976. hlm. 329.
26
Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo
Dalam pernyataan iman ini jelas tersurat
bahwa yang penting adalah perjumpaan dengan Yesus,
bukan perjumpaan dengan agama Kristen. Inilah
hipotesa kerja yang menjadi titik tolak penulisan ini.
Hipotesa itu adalah sebagai berikut: “Dalam mengikut
Yesus tidak selalu seseorang harus melakukan
pemutusan yang radikal, total dan menyeluruh dengan
keberadaannya sebagai manusia dengan seluruh
kepribadian,
budaya,
sejarah
dan
lapisan
keagamaannya. Seseorang dapat menjadi pengikut
Kristus sambil tetap tinggal dalam budaya, sejarah dan
lapisan keagamaannya. Memeluk agama Kristen bukan
syarat mutlak bagi seorang pengikut Kristus. Mengikut
Yesus tidak selalu jatuh sama dengan memeluk agama
Kristen. Bukankah yang Yesus minta adalah mengikut
Dia dan bukan menjadi Kristen? Selain itu, nama
Kristen juga baru muncul kemudian. Nama itu
menunjuk kepada orang-orang yang mengikuti jalan
Tuhan (Kis. 9:2) sebuah penamaan yang mengandung
konotasi arti dinamis dan fleksibel.”17
Dalam rangka menguji hipotesa ini kita akan
mendalami pemikiran beberapa teolog Asia, antara
lain: Nabeel T. Jabbour, Choan-seng Song, Andreas
Yewangoe, Gerrit Singgih dan Raimundo Panikkar.
Alasan pemilihan kami terhadap tokoh-tokoh ini akan
kami jelaskan di bagian awal pembahasan pemikiran
masing-masing tokoh.
17
Simon Schoon. De weg van Jezus. hlm. 61.
Gereja Lintas Agama
27
Sistematika pembahasan
Pembahasan kita tentang dalam rangkaian
penelitian ini akan kita bingkai dalam sistematika
berikut.
Pendahuluan. Di sini kami memaparkan
pentingnya pokok yang sedang jadi fokus diskusi.
Setelah kami mengajukan berbagai tanggapan dari
saudara-saudara dari agama seberang terhadap
pelaksanaan misi atau pekabaran injil sekaligus juga
pertimbangan kritis dari beberapa pemikir Kristen
mengenai pokok ini dalam bagian ini kami juga
mengajukan hipotesa yang menjadi a priori dari
penelitian ini.
Bab satu sampai bab lima akan berisi
investigasi yang mendalam terhadap pemikiran
berbagai tokoh atau pemikiran Kristen terhadap
hipotesa yang kami ajukan. Maksud pemaparan
pikiran-pikiran mereka adalah untuk menguji seberapa
penting dan urgen hipotesa kami sebagai satu pokok
dalam diskursus teologi, secara khusus pemahaman
tentang misi atau pekabaran injil dalam konteks
masyarakat multi agama. Dalam in depth study
terhadap pemikiran para tokoh tadi kami juga akan
memberi perhatian pada rancang-bagun eklesiologi
baru yang diajukan oleh tiap-tiap tokoh dimaksud.
Bab enam akan menjadi tempat di mana kami
melakukan analisa terhadap pemikiran para tokoh
yang sudah diuraikan dalam lima bab sebelumnya.
Pertanyaan utama yang menjadi titik berangkat dari
28
Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo
analisa itu adalah apakah kekuatan dan kelemahan dari
rekonstruksi eklesiologi yang ditawarkan oleh para
tokoh itu. Untuk maksud itu kami akan mendengarkan
pertimbangan dari para pakar teologi sesuai dengan
pokok yang sedang dalam pembahasan.
Penulisan ini akan ditutup dengan catatan
akhir yang kiranya, yakni menggambarkan babakan
penting dalam pergumulan gereja dalam memahami
diri dan kehadirannya sebagai respons terhadap
pengutusannya. Kamai berharap catatan itu berguna
bagi para pemimpin gereja, warga gereja, sekolahsekolah teologi untuk menyikapi temuan-temuan yang
ada.
Gereja Lintas Agama
29
Download