penentuan pengaruh faktor lingkungan terhadap - BPPBAP

advertisement
341
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
PENENTUAN PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP PRODUKSI TAMBAK
DI KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR
Erna Ratnawati, Ruzkiah Asaf, dan Rezki Antoni Suhaimi
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau
Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Kabupaten Probolinggo sebagian besar wilayah pesisirnya didominasi oleh kegiatan pertambakan dan
industri.Dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara terus menerus tanpa ada perlakuan yang lebih bijak
terhadap kondisi lahan menyebabkan menurunnya produktivitas lahan tersebut. Selain dari aktivitas tambak
sendiri juga didukung oleh polusi dari aktivitas pabrik dan pencemaran lainnya yang membuat merosotnya
hasil yang diperoleh. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas tambak adalah faktor
lingkungan berupa kualitas tanah dan air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor
lingkungan terhadap produksi tambak di Kabupaten Probolinggo. Teknik analisis yang diaplikasikan adalah
analisis jalur dengan menerapkan model mediasi, model rekursif, dan model persamaan dua jalur. Sebagai
peubah tidak bebas adalah peubah kualitas air dan produksi total tambak dan peubah bebas adalah peubah
kualitas tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 16 peubah kualitas tanah ternyata hanya tigapeubah
yang mempengaruhi produksi tambak yaitu: pHF tanah, Al, dan Fe, sedangkan dari 11 peubah kualitas air
ternyata hanya empat peubah yang mempengaruhi produksi tambak yaitu: NO2, NH3, Salinitas, dan NO3. pHF
tanah berpengaruh langsung sebesar 0,440 terhadap produksi, Al tanah berpengaruh langsung sebesar 1,517 terhadap produksi, dan Fe tanah berpengaruh sebesar 1,329 terhadap produksi. NO2, NH3, Salinitas,
dan NO3 berpengaruh langsung masing-masing 0,336, 0,618, -0,260, dan -0,182 terhadap produksi.
KATA KUNCI:
faktor lingkungan, produksi, tambak, Kabupaten Probolinggo
PENDAHULUAN
Kabupaten Proboolinggo adalah salah satu kota yang berada di pesisir Utara Jawa Timur dimana
sebagian penduduknya rata-rata sejak lama bertumpu pada usaha perikanan, baik sebagai nelayan,
pengolah ikan skala kecil, ataupun pembudidaya ikan (budidaya air payau dan air tawar). Sebagian
besar wilayah pesisirnya didominasi oleh kegiatan pertambakan dan industri. Kegiatan pertambakan
tersebut memberikan kontribusi produksi perikanan yang signifikan bagi Kabupaten Probolinggo.
Dengan luas tambak yang ada sekitar 1.987 ha. Produksi udang vanamei menduduki peringkat pertama
yaitu sebesar 1.700,50 ton dan berikutnya bandeng sebesar 1.143.56 ton (Anonim, 2012).
Kabupaten Probolinggo berada pada ketinggian 0-2500 m di atas permukaan laut, dengan topografi
terletak di lereng gunung membujur dari barat ke timur. Hal ini menyebabkan tanahnya berupa
tanah vulkanis yang banyak mengandung mineral yang berasal dari ledakan gunung berapi yang
berupa pasir dan batu, lumpur bercampur dengan tanah liat yang berwarna kelabu kekuningkuningan, sifat tanah semacam ini mempunyai tingkat kesuburan tinggi (Anonim, 2012).
Tahun 2010 kota Probolinggo ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai
kawasan Minapolitan yang bertumpu pada sektor perikanan. KKP akan terus mengoptimalkan seluruh
potensi bidang perikanan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu yang menjadi prioritas
terkait pengembangan udang. Komoditas yang dibudidayakan oleh petambak di Kabupaten
Probolinggo adalah udang windu, udang vaname, dan ikan bandeng. Untuk komoditas udang vaname
umumnya pembudidaya menerapakan teknologi intensif, sedangkan udang windu dan bandeng
pembudidaya menerapkan teknologi ekstensif. Tambak di Kabupaten Probolinggo pada umumnya
dibangun pada lahan bekas manggove. Setiap komoditas yang dibudidayakan di tambak, menuntut
kualitas air dan tanah yang dapat berbeda untuk tumbuh secara optimum.
Page 357 of 1000
Page 1 of 12
Penentuan pengaruh faktor lingkungan terhadap produksi ... (Erna Ratnawati)
342
Secara umum, faktor lingkungan tambak (kualitas tanah dan air) adalah faktor penentu dominan
dalam budidaya tambak sehingga dipertimbangkan sebagai kriteria dalam kesesuaian lahan untuk
budidaya tambak (Muir & Kapetsky, 1988; Boyd, 1995; Hardjowigeno et al., 1996; Treece, 2000;
Salam et al., 2003; Karthik et al., 2005; Mustafa et al., 2007). Faktor lingkungan tambak adalah faktor
penting yang mempengaruhi produksi di tambak (Mustafa & Ratnawati, 2005; Mustafa & Sammut,
2007). Namun demikian, belum ada informasi rinci mengenai hubungan sebab akibat dari kualitas
tanah atau kualitas air dalam mempengaruhi produksi tambak di Kabupaten Probolinggo.
Analisis jalur (path analysis) adalah suatu teknik untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang
terjadi pada regresi berganda apabila peubah bebasnya mempengaruhi peubah tergantung, tidak
hanya secara langsung, tetapi juga secara tidak langsung (Rutherford & Choe, 1993; Everitt & Dunn,
2001). Dalam perkembangannya, analisis jalur diperluas dan diperdalam kedalam bentuk analisis
Model Persamaan Struktural (Structural Equation Modeling = SEM) (Sarwono, 2007). Sesuai dengan
hakikatnya, analisis jalur bukan difungsikan untuk mencari faktor penyebab, tetapi hanya membuat
model kausal yang dapat digunakan untuk membuat penjelasan teoritis (Amir, 2006). Penelitian ini
bertujuan untuk mengkarakteristik lingkungan tambak dan menganalisis hubungan kausal antar
peubah kualitas tanah, kualitas air, dan produksi tambak dengan maksud untuk mengetahui pengaruh
langsung atau tidak langsung kualitas tanah dan air terhadap produksi tambak di Kabupaten
Probolinggo. Analisis dilakukan dengan menggunakan aplikasi analisis jalur.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013 di Kecamatan Kraksaan, Dringu, Gending, Sumber
asih, Pajarakan, Tongas, dan Paiton Kabupaten Probolinggo. Data yang digunakan dalam penelitian
ini dikelompokkan menjadi dua yaitu, data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan
pengamatan secara langsung di lapangan, kegiatan yang dilakukan adalah pengambilan contoh
tanah dan air serta wawancara dengan responden . Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi
terkait. Analisis kualitas tanah dan air masing-masing dilaksanakan di Laboratorium Tanah dan
Laboratorium Air, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP), Maros, Provinsi
Sulawesi Selatan.
Pengumpulan Data
Metode penelitian yang diaplikasikan adalah metode survei. Data yang dikumpulkan meliputi
kualitas tanah, kualitas air, dan produksi tambak. Pengukuran dan pengambilan contoh tanah dilakukan
pada kedalaman 0-0,25 m. Kualitas tanah yang diukur secara in situ adalah pHF, pHFOX dan potensial
redoks (Ahem, 2004) diukur dengan redox-meter. Kualitas tanah yang dianalisis di laboratorium
meliputi karbon organik dan bahan organik dengan metode Walkley dan Black, N-total dengan metode
Kjedhal, PO 4 dan P 2 O 5 dengan metode Bray 1 (Sulaeman et al., 2005), Fe dan Al dengan
spektrofotometer (Menon, 1973) dan tekstur meliputi pasir, liat,, dan debu dengan metode hidrometer
(Agus et al., 2006)
Pengukuran dan pengambilan contoh air di tambak mengikuti titik pengambilan contoh tanah.
Peubah kualitas air yang diukur langsung di lapangan adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut, dan
pH dengan menggunakan Hydrolab® Minisonde. Contoh air untuk analisis di laboratorium diambil
dengan menggunakan Kmerer Water Sampler dan dipreservasi mengikuti petunjuk APHA (2005). Peubah
kualitas air yang dianalisis di laboratorium mengikuti petunjuk Menon (1973), Parsons et al. (1989),
APHA (2005).
Data produksi tambak diperoleh melalui wawancara dengan mengajukan kuesioner secara
terstruktur terhadap responden. Responden terpilih adalah pengelola dari tambak yang diukur dan
diambil contoh tanah dan contoh airnya.
Seluruh titik-titik pengukuran dan pengambilan contoh ditentukan posisinya dengan menggunakan
Global Positioning System (GPS).
Page 358 of 1000
Page 2 of 12
343
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
Analisis Data
Statistik deskriptif berupa nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi digunakan
untuk analisis data setiap peubah kualitas tanah, air, dan produksi tambak. Koefisien korelasi
ditentukan untuk mendeteksi adanya gejala multikolinearitas yaitu gejala korelasi antarpeubah
kualitas tanah maupun kualitas air tambak. Untuk menghitung persamaan regresinya digunakan
metode langkah mundur (backward) Draper & Smith, (1981). Uji R2, Uji F dan Uji t digunakan untuk
mengetahui besarnya pengaruh peubah eksogenous terhadap peubah perantara secara parsial. Taraf
signifikansi ditetapkan sebesar 0,20. Analisis jalur ini menggunakan bantuan program IBM SPSS
Statistics 20. Besarnya pengaruh peubah lain di luar model ditentukan dengan menghitung koefisien
analisis jalur yang menunjukkan error dengan menggunakan persamaan (Widarjono, 2010; Suliyanto,
2011) :
Pe  1 - R 2
di mana:
Pe = koefisien analisis jalur
R2 = koefisien determinasi.
Diagram hasil analisis jalur dibuat dengan bantuan program AMOS 16.0.
HASIL DAN BAHASAN
Karakteristik Lingkungan dan Produksi Tambak
Kabupaten Probolinggo terdiri dari 24 kecamatan, tujuh diantaranya adalah kecamatan pesisir
yaitu Paiton, Kraksaan, Pajarakan, Gending, Dringu, Tongas, dan Sumberasih. Jenis tanah yang dijumpai
adalah tanah vulkanis yang banyak mengandung mineral. Kualitas tanah dan produksi tambak di
Kabupaten Probolinggo dapat dilihat pada Tabel 1.
Nilai rata-rata produktivitas tambak di Kabupaten Probolinggo adalah 928.466 kg/ha/siklus. Jumlah
produksi yang dihasilkan merupakan produksi dari ikan bandeng, udang windu, dan udang vaname.
Hasil yang didapatkan merupakan produktivitas pada satu siklus yaitu pada musim kemarau. Pada
siklus berikutnya yaitu pada musim penghujan sebagian pembudidaya tambak di Kabupaten
Probolinggo menerapkan sistem budidaya monokultur semi intensif dan intensif dengan harapan
memperoleh produksi yang lebih besar dan menggunakan sistem polikultur dengan pertimbangan
efisiensi pemanfaatan lahan yang digunakan. Ikan bandeng dapat dibudidayakan bersama udang
windu ditambak karena ikan bandeng mudah beradaptasi di tambak dan toleransi tinggi terhadap
penyakit.
pHF adalah pH tanah yang diukur di lapangan dalam kondisi tanah jenuh dengan air, sedangkan
pHFOX adalah pH tanah yang diukur di lapangan setelah dioksidasi sempurna dengan H2O2 (hidrogen
peroksida) 30% (Ahem dan Rayment,1998). pHF dan pHFOX tanah tambak di Kabupaten Probolinggo
rata-rata 7,23 dan 5,15 menunjukkan nilai yang tidak tinggi demikian pula dengan pH H2O dan pHKCl
dengan nilai rata-rata 7,46 dan 7,01 sehingga tanah tambak di Kabupaten Probolinggo tidak memiliki
potensi kemasaman yang tinggi.
Rata-rata potensial redoks tanah tambak di Kabupaten Probolinggo bernilai negatif yaitu -116,92
mV yang menunjukkan bahwa tanah dalam kondisi tereduksi. Hal ini sebagai akibat dari tambak
yang seluruhnya berisi air karena digunakan untuk budidaya ikan bandeng sehingga terbentuk kondisi
reduksi pada tanah dasar tambak.
Kandungan bahan organik tanah di tambak Kabupaten Probolinggo bervariasi dari 0,14 sampai
4,94%, nilai ini tergolong rendah yang menunjukkan bahwa tanah tambak di Kabupaten Probolinggo
tidak tergolong sebagai tanah organosol atau tanah gambut. Tanah gambut adalah tanah yang dicirikan
dengan kandungan bahan organik yang melebihi 20% (Boyd et al., 2002).
Konsentrasi fosfat di Kabupaten Probolinggo antara 25,78-89,25 mg/L, ketersediaan fosfat > 60
mg/L dalam tanah tambak, tergolong baik untuk peningkatan kesuburan perairan tambak (Karthik et
Page 359 of 1000
Page 3 of 12
Penentuan pengaruh faktor lingkungan terhadap produksi ... (Erna Ratnawati)
344
al, 2005). Tanah tambak yang memiliki konsentrasi fosfat tinggi, baik untuk kegiatan budidaya tambak
tradisional. Kondisi nilai fosfat pada Tabel 1, menandakan bahwa kandungan unsur beracun seperti
Fe dan Al yang ada di Kabupaten Probolinggo tergolong rendah.
Tabel 1. Statistik deskriptif produksi dan kualitas tanah di tambak Kabupaten Probolinggo,
Provinsi Jawa Timur
Faktor/ peubah
Produksi
Produktivitas (kg/ha/siklus)
Kualitas Tanah :
pHF
pHFOX
Redox
pHH2O
pHKCL
COrganik (%)
BOrganik (%)
NTotal (%)
PO4 (ppm)
P2O5 (ppm)
S (%)
Fe (ppm)
Al (ppm)
Pasir (%)
Liat (%)
Debu (%)
Minimum
Maksimum
Rata-rata
Standar Deviasi
100
4000
928,46
1044,716
6,73
2,08
-160
6,06
5,78
0,08
0,14
0,02
25,78
19,27
0,07
0
0,19
54
0
11
7,66
7,14
-75
8,29
7,48
2,87
4,94
0,13
89,25
66,7
0,65
222,63
103,5
86
14
45
7,231
5,158
-116,923
7,468
7,018
1,132
1,951
0,069
54,167
40,485
0,242
74,204
43,237
67,615
5,538
26,846
0,3085
1,8768
26,2217
0,5896
0,4885
0,7229
1,2445
0,0325
22,3861
16,7305
0,1454
92,656
45,7858
9,0419
4,7013
10,1065
Kandungan pasir umumnya tinggi dengan rata-rata 67,6% dan kandungan liat tergolong sangat
rendah dengan nilai rata-rata 5,5% karena tanah tambak sering dijumpai bertekstur halus dengan
kandungan liat minimal 20-30% untuk menahan peresapan ke samping (Boyd, 1995). Secara kimia,
tekstur tanah demikian juga tidak mampu menyimpan unsur hara dan memiliki daya sanggah tanah
yang rendah sehingga fluktuasi pH dapat lebih besar. Tanah dasar tambak yang bertekstur dominan
pasir dalam kondisi aerob laju oksidasi lebih cepat daripada yang memiliki banyak kandungan bahan
organik (Noor, 2004). Untuk mengembalikan kondisi dasar tambak yang baik diperlukan nilai potensial
redoks minimal + 50 mV dengan nilai pH 6,5-8,5 (Boyd,1995 dalam Widigdo, 2003).
Suhu air di pertambakan Kabupaten Probolinggo dapat digolongkan layak untuk tambak bandeng
(Tabel 2), karena suhu air yang baik untuk ikan bandeng adalah 27-31°C (Ismail et al., 1993). Sedangkan
untuk nilai salinitas, ikan bandeng dapat tumbuh optimal pada salinitas air 15-30 ppt (Ismail et al.,
1993). Nilai salinitas yang didapatkan berdasarkan hasil penelitian berkisar antara 2 - 29 ppt dengan
rata-rata 20,23 ppt. Nilai salinitas ini merupakan kondisi yang sangat menguntungkan sebab salinitas
air relatif mudah diatur sesuai dengan tuntutan komoditas yang dibudidayakan, terutama pada lokasi
yang dekat dengan sumber air tawar dan air asin,
Batas toleransi organisme akuatik terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor,
antara lain: suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, dan adanya anion dan kation serta jenis, dan stadium
organisme. Pada umumnya pH air yang baik bagi organisme akuatik adalah 6,5-9,0; pada pH 9,511,0 dan 4,0-6,0 mengakibatkan produksi rendah dan jika lebih rendah dari 4,0 atau lebih tinggi
11,0 akan meracuni ikan (Swingle, 1968). Nilai pH yang didapatkan di daerah surveiantara 7,39-8,71
kisaran nilai pH tersebut umumnya netral hingga alkalis dan masih dalam batas yang layak sebagai
media budidaya tambak.
Page 360 of 1000
Page 4 of 12
345
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
Tabel 2. Statistik deskriptif kualitas air dan produksi di tambak bandeng Kabupaten
Probolinggo, Provinsi Jawa Timur
Faktor/ peubah
Produksi
Produktivitas (kg/ha/siklus)
Kualitas Air :
NO3
NO2
NH3
PO4
Fe
BOT
TSS
Suhu ( °C)
DO (mg/L)
Salinitas (ppt)
pH
Minimum
Maksimum
Rata-rata
Standar Deviasi
100
4000
928,46
1044,716
0,0015
0,0004
0,002
0,0021
0,0001
21,34
3
28
6,64
2
7,39
4,9473
0,1649
3,2429
0,2186
0,0865
61,31
124
35,4
8,68
29
8,71
1,199854
0,028346
0,594462
0,080262
0,010908
42,14385
41,76923
32,13077
7,496154
20,23077
7,997692
1,864141327
0,049074614
0,838937756
0,060840331
0,026287496
14,39786647
37,08527076
2,036084729
0,551052606
7,928365176
0,408394292
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi
pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Dari Tabel
2 terlihat bahwa kandungan nitrat air tambak di Kabupaten Probolinggo juga tergolong tinggi.
Konsentrasi NO3 pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/L.Konsentrasi NO3 lebih
dari 5 mg/L menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia
dan tinja hewan. Konsentrasi NO3 yang lebih dari 0,2 mg/L dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi
perairan yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat.
Nitrit (NO2) merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat
dan gas nitrogen (denitrifikasi). Seperti halnya NH3, maka NO2 juga beracun terhadap ikan, karena
mengoksidasikan besi (Fe) di dalam hemoglobin. Dalam bentuk ini kemampuan darah untuk mengikat
oksigen terlarut sangat merosot (Poenomo, 1988). Pada udang yang darahnya mengandung tembaga
(Cu) (hemocyanin) mungkin terjadi oksidasi Cu oleh NO2 dan memberikan akibat yang sama seperti
pada ikan (Smith & Russo, 1975 dalam Poernomo, 1988). Kandungan nitrit air tambak Kabupaten
Probolinggo yaitu rata-rata 0.02mg/L tergolong tidak tinggi. Konsentrasi NO2 pada perairan relatif
kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Perairan alami mengandung NO2 sekitar 0,001 mg/L
dan sebaliknya tidak melebihi 0,06 mg/L (Canadian Council of Resource and Emvironment Ministers,
1987). Di perairan, konsentrasi NO2 jarang melebihi 1 mg/L (Sawyer & Mc Carty, 1978.]. Konsentrasi
NO2 yang lebih dari 0,05 mg/L dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik sang sangat sensitif
(Moore, 1991)
Amonia dapat berada dalam bentuk molekul (NH3) atau bentuk ion NH4, dimana NH3 lebih beracun
daripada NH 4 (Poernomo, 1988). NH 3 dapat menembus bagian membran sel lebih cepat daripada
NH4(Colt & Amstrong, 1981 dalam Kordi & Tancung, 2007). Konsentrasi amonia air tambak Kabupaten
Probolinggo berkisar antara 0.002 sampai 3.2429 mg/L dengan rata-rata 0.5944 mg/L kondisi ini
tergolong cukup tinggi di perairan. Konsentrasi NH3 0,05-0,20 mg/L sudah menghambat pertumbuhan
organisme akuatik pada umumnya. Apabila konsentrasi NH3 lebih dari 0,2 mg/L, perairan bersifat
toksik bagi beberapa jenis ikan (Sawyer & Mc Carty, 1978). Ikan tidak dapat bertoleransi terhadap
konsentrasi NH 3 yang terlalu tinggi, karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh
darah dan pada akhirnya dapat mengakibatkan sufokasi.
Di perairan, unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam
bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa
partikulat. Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan (Dugan, 1972).
Page 361 of 1000
Page 5 of 12
Penentuan pengaruh faktor lingkungan terhadap produksi ... (Erna Ratnawati)
346
Konsentrasi fosfat pada perairan alami berkisar antara 0,005-0,020 mg/L, sedangkan pada air tanah
bisanya berkisar 0,02 mg/L (UNESCO/WHO/UNEP, 1992) Konsentrasi PO4 jarang melebihi 0,1 mg/L,
meskipun pada perairan eutotrof. Konsentrasi PO4 pada perairan alami jarang melebihi 1 mg/L (Boyd,
1988). Berdasarkan konsentrasi fosfat, perairan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: perairan dengan
kesuburan rendah, yang memiliki konsentrasi fosfat berkisar antara 0-0,02 mg/L; perairan dengan
tingkat kesuburan sedang, yang memiliki konsentrasi fosfat 0,021-0,05 mg/L; dan perairan dengan
tingkat kesuburan tinggi, yang memiliki konsentrasi fosfat 0,051-0,10 mg/L (Yoshimura, 1966 dalam
Liaw, 1969). Berdasarkan kriteria tersebut menunjukkan bahwa kualitas air tambak di Kabupaten
Probolinggo tergolong tingkat kesuburan rendah dan tinggi.
Besi dalam bentuk kation ferro (Fe2+) hanya didapatkan di perairan anaaerob dan terjadi akibat
proses dekomposisi bahan organik yang berlebihan. Konsentrasi besi (Fe2+) di tambak Kabupaten
Probolinggo berkisar berkisar 0,0001 – 0,0865 mg/L dengan rata-rata 0,01. Konsentrasi besi di perairan
alami 0,05-0,2 mg/L dan konsentrasi besi > 1,0 mg/L, membahayakan kehidupan organisme akuatik
(Boyd, 1988; Moore, 1991). Menurut Poeernomo (1988), konsentrasi Fe2+ yang dipersyaratkan sebagai
mutu air bagi tambak udang adalah 0,01-0,03 mg/L.
Bahan organik total air menggambarkan kandungan bahan organik total suatu perairan yang
terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi dan koloid. Bahan organik di perairan terdapat sebagai
plankton, partikel-partikel tersuspensi dari bahan organik yang mengalami perombakan (detritus)
dan bahan-bahan organik total yang berasal dari daratan dan terbawa oleh aliran sungai. Kandungan
bahan organik total air di tambak Kabupaten Probolinggo berkisar 21,34 - 61,31 mg/L dengan ratarata 42,14 mg/L (Tabel 2). Kandungan bahan organik total dalam air laut biasanya rendah dan tidak
melebihi 3 mg/L. Menurut Reid (1961), perairan dengan kandungan bahan organik total diatas 26
mg/L adalah golongan perairan yang subur.
Padatan tersuspensi total (total suspended solid) menggambarkan bahan baik organik maupun
nonorganik yang terkandung dalam larutan dalam bentuk tersuspensi. Padatan tersuspensi total
yaitu bahan-bahan tersuspensi berukuran diameter > 1 µm, tertahan pada saringan millipore
berdiameter pori 0,45 um (Effendi, 2003). Padatan tersuspensi total berupa lumpur, pasir halus dan
jasad renik yang melayang-layang di perairan. Padatan tersuspensi total air tambak di Kabupaten
Probolinggo antara 3 – 124 mg/L dengan rata-rata 41,76 mg/L. Berdasarkan hal tersebut, padatan
tersuspensi total air tambak di Kabupaten Probolinggo tergolong baik.
Hubungan Lingkungan dan Produksi Tambak
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa peubah kualitas tanah merupakan peubah bebas dan peubah
eksogenous dalam penelitian ini. Dari 16 peubah kualitas tanah yang dianalisis (Tabel 1), ternyata
hanya tiga peubah yang mempengaruhi produksi tambak Kabupaten Probolinggo yaitu: pHF tanah
(pHFT), Al tanah dan Fe tanah (Gambar 1).
pHF(T), Al(T) dan Fe(T) berpengaruh sangat nyata dengan pengaruh langsung (direct effect) masingmasing sebesar 0,440, -1,517 dan 1,329 terhadap total produksi tambak di Kabupaten Probolinggo
(Tabel 3). Permasalahan kualitas air seringkali bermula dari kondisi tanah dasar, sehingga akan berakibat
terhadap produksi yang akan didiperoleh. Nilai pH adalah parameter kunci kualitas air tambak, nilai
pH tanah menunjukkan sifat keasaman atau alkalin tanah. Semakin banyak ion H + dalam tanah maka
semakin asam dan semakin banyak konsentrasi ion OH - menunjukkan tanah semakin alkalis.
Pentingnya pH tanah adalah untuk menentukan mudah tidaknya penyerapan unsur hara oleh tanah,
seperti dalam penyerapan fosfor dari pemupukan fosfat yang berkaitan dengan pengapuran,
menunjukkan kemungkinan adanya senyawa beracun dan mempengaruhi perkembangan
mikroorganisme yang hidup di tanah. Nilai pH tanah tambak berpengaruh terhadap kualitas air
diatasnya, rendahnya alkalinitas perairan terjadi pada tanah yang asam . Tanah dengan pH yang
rendah menunjukkan pula kandungan sulfat yang tinggi (Hardjowigeno, 1989), sehingga pH
berpengaruh terhadap peningkatan produksi hasil budidaya tambak.
Besi (Fe) merupakan unsur hara mikro yang paling banyak dijumpai dalam tanah. Besi (Fe) berfungsi
dalam mengikat S dan menghasilkan FeS. Keberadaan Fe dalam media sebagai penyeimbang potensial
redoks. Besi yang teroksidasi meminimalkan reduksi sulfat (Ritvo et al.,1999). Pada kondisi tereduksi,
Page 362 of 1000
Page 6 of 12
347
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
pHFT
Al T
Fe
NO 3A
: pHF tanah
: Almunium tanah
: Besi tanah
: Nitrat air
NO2 A
NH3 A
SalinitasA
: Nitrit air
: Amonia air
: Salinitas air
Gambar 1. Diagram hasil analisis jalur kualitas tanah terhadap kualitas air dan
produksi Total di tambak Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur
Fe membentuk senyawa yang stabil dengan sulfide dan mengendap sehingga menurunkan konsentrasi
sulfide (S2-) dalam larutan tanah. Hal tersebut menunjukkan bahwa Fe sangat berpengaruh terhadap
produksi, Ritvo & Dixon (1998) menganalisa hubungan beberapa konsentrasi unsur kimia dalam
tanah dan menemukan hasil produksi udang yang lebih tinggi pada tambak yang memiliki konsentrasi
besi (Fe) yang tinggi dan menemukan hasil yang rendah pada tambak berkapur dan bersulfur. Shigueno
(1975) mencoba mengaplikasikan besi oksida sebanyak 1 kg/m2 di tambak dan menunjukkan hasil
yang berbeda nyata dengan produksi udang. Vilalon (1991) menyarankan penggunaan besi oksida
untuk pengelolaan dasar tambak setiap 2 minggu sekali sebanyak 2 kg/m2 area tambak. Unsur Al
dalam tanah dapat mengurangi jumlah produksi, dalam hal ini berhubungan dengan Kapasitas tukar
kation (KTK) tanah yang erat kaitannya dengan kesuburan tanah. Menurut Hakim et al (1986) besar
KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah yang antara lain; reaksi tanah, tekstur tanah atau
jumlah liat; jenis mineral liat; bahan organik; pengapuran dan pemupukan. Pada pH tanah yang
rendah, KTK tanah akan relatif rendah, karena misel liat dan bahan organik banyak menyerap ion-ion
H+ atau Al3+.
Nitrit (NO2), Amoniak (NH3) dan Nitrat (NO3) dapat meningkatkan total produksi budidaya tambak
yang dilakukan, hal ini dapat dipahami karena kualitas air merupakan faktor penentu keberhasilan
budidaya di tambak karena komoditas yang dibudidayakan di tambak hidup dalam badan air sehingga
kualitas air yang baik dibutuhkan untuk dapat mendukung kehidupan organisme akuatik dan jasad
makanannya pada setiap stadium pemeliharaan. Peubah kualitas air yang penting untuk budidaya di
tambak adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH, nitrit (NO 2), nitrat (NO3), amonia (NH 3), dan
fosfat (PO4). Amoniak dalam air ada yang dalam bentuk molekul, ada yang dalam bentuk NH 3 dan ada
dalam bentuk ion ammonia, NH4+. Kedua bentuk tersebut sangat bergantung pada kondisi pH dan
Page 363 of 1000
Page 7 of 12
Penentuan pengaruh faktor lingkungan terhadap produksi ... (Erna Ratnawati)
348
Tabel 3. Nilai pengaruh langsung, tidak langsung, dan total setiap korelasi dalam analisis
jalur untuk faktor lingkungan dan total produksi tambak di Kabupaten Probolinggo
Provinsi Jawa timur
Korelasi dalam analisis jalur
pHF
pHF
pHF
pHF
AL
AL
AL
AL
Fe
Fe
Fe
Fe
pHF
AL
Fe
NO2
NH3
Sal
NO3
Keterangan:
NO2
NH3
Salinitas
NO3
NO2
NH3
Salinitas
NO3
NO2
NH3
Salinitas
NO3
Prod
Prod
Prod
Prod
Prod
Prod
Prod
pHFT
AlT
FeT
: pHF tanah
: aluminium tanah
: besi tanah
Pengaruh
Langsung
0,452
0,556
-0,584
0,553
-1,018
-1,762
0,795
-2,215
0,801
1,719
-0,54
-2,215
0,44
-1,517
1,329
0,335
0,618
-0,26
-0,182
Pengaruh Tidak
Pengaruh Total
langsung
0,519
0,971
0,555
1,111
-0,667
-1,251
-2,122
-1,569
0,782
-0,236
-0,275
-2,037
0,468
1,263
0,394
-1,821
-0,994
-0,193
-0,196
1,523
0,441
-0,099
0,513
-1,702
1,569
2,009
-0,865
-2,382
-0,408
0,921
1,301
1,636
-0,088
0,53
-2,474
-2,734
10,799
10,617
NO 2A : Nitrit air
NO 3A : Nitrat air
NH 3A : Amoniak air
suhu air. Amoniak dalam air dapat menjadi racun bagi organisme yang dipelihara, tetapi dibutuhkan
oleh phytoplankton dan organisme air sebagai sumber nitrogen untuk sintesa protein, sehingga
digunakan sebagai biofilter. Nitrit dan nitrat ada dalam air sebagai hasil oksidasi, keduanya selalu
ada dalam konsentrasi yang rendah karena tidak stabil akibat proses oksidasi dan sangat tergantung
pada keberadaan bahan yang dioksidasi dan bakteri. Tingkat racun nitrit sangat bergantung pada
kondisi internal dan eksternal organisme yang dipelihara, ion bikarbonat, natrium, kalsium dan ionion lainnya, selain itu juga tergantung pada pH, suhu, dan salinitas. Nitrat adalah bentuk utama
nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga.
Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik, jika air banyak mengandung oksigen sehingga
denitrifikasi dapat dihindari, akan tetapi amoniak merupakan standar kualitas air sehingga perlu
dihindari terjadinya eutrofikasi terjadinya pembentukan nitrat dan berlebihnya pertumbuhan alga
dan tanaman yang berdampak pada organisme yang dipelihara.
Salinitas akan mengurangi jumlah produksi tambak, karena salinitas adalah kadar garam seluruh
zat yang larut dalam 1.000 gram air laut, dengan asumsi bahwa seluruh karbonat telah diubah
menjadi oksida, semua brom dan lod diganti dengan khlor yang setara dan semua zat organik
menga1ami oksidasi sempuma (Forch et al,1902 dalam Sverdrup et al, 1942). Salinitas mempunyai
peran penting dan memiliki ikatan erat dengan kehidupan organisme perairan termasuk ikan, dimana
secara fisiologis salinitas berkaitan erat dengan penyesuaian tekanan osmotik organism yang
dipelihara di tambak. Salinitas berpengaruh terhadap reproduksi, distribusi, dan osmoregulasi.
Perubahan salinitas tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku biota tetapi berpengaruh terhadap
perubahan sifat kimia air (Brotowijoyo et al., 1995). Biota air laut mengatasi kekurangan air dengan
Page 364 of 1000
Page 8 of 12
349
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
mengkonsumsi air laut sehingga kadar garam dalam cairan tubuh bertambah. Dalam mencegah
terjadinya dehidrasi akibat proses ini kelebihan garam harus dibatasi dengan jalan mengekskresi
klorida lebih banyak lewat urine yang isotonik (Hoar et al., 1979). Perubahan salinitas dapat
mempengaruhi konsumsi oksigen, sehingga mempengaruhi laju metabolisme dan aktivitas suatu
organisme (Buwono, 1993).
KESIMPULAN
Hasil analisis jalur variabel kualitas tanah menunjukkan ada tiga variabel yang mempengaruhi
produksi yaitu: pHF (T), Al(T) dan Fe(T), berpengaruh sangat nyata dengan pengaruh langsung (direct
effect) masing-masing sebesar 0,440, -1,517 dan 1,329. Sedangkan variabel kualitas air menunjukkan
ada empat variabel yang berpengaruh terhadap produksi tambak di kabupaten Probolinggo Jawa
Timur yaitu nitrit (NO2), amoniak (NH3), salinitas dan nitrat (NO3).
UCAPAN TERIMA KASIH
Diucapkan banyak terima kasih kepada Hakim Madeng dan M. Arnol atas bantuannya di lapangan;
Rosiana Sabang dan Rahmiah atas bantuannya dalam analisis kualitas tanah; Sitti Rohani, Andi
Sahrijanna, dan Kurniah atas bantuannya dalam analisis air; serta Anugriati dan Arman atas bantuannya
dalam mentabulasi data hasil penelitian
DAFTAR ACUAN
Anonim, 2012. Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Probolinggo. 2012. Probolinggo
Agus, Yusrial, F. & Sutono. 2006. Penetapan tekstur tanah. Dalam: Kurnia, U., Agus, F., Adimihardja, A.
dan Dariah, A. (eds.), Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. hlm. 43-62.
Ahern, C.R. and Rayment, G.E. 1998. Codes for acid sulfate soils analytical methods. In: Ahern, C.R.,
Blunden , B. and Stone, Y. (eds.), Acid Sulfate Soils Laboratory Methods Guidelines. Acid Sulfate
Soil Management Advisory Committee, Wollongbar, NSW. pp. 3.1-3.5.
Ahern, C.R., and McElnea, A.E., 2004. Calculated sulfur parameters. In: Acid Sulfate Soils Laboratory
Methods Guidelines. Queensland Department of Natural Resources, Mines and Energy,
Indooroopilly, Queensland, Australia. pp.B11-1-B1-B11-2.
Amir, M.F. 2006. Mengolah dan Membuat Interpretasi Hasil Olahan SPSS untuk Penelitian Ilmiah.
EDSA Mahkota, Jakarta. 201 hlm.
APHA (American Public Health Association). 2005. Standard Methods for Examination of Water and
Wastewater. Twentieth edition APHA-AWWA-WEF, Washington, 1185 pp.
Boyd, C.E. 1988. Water Quality of Warmwater Fish Ponds.Fourth printing.Alabama Agricultural
Experiment Station, Auburn University, Alabama.
Boyd, C.E. 1995. Bottom Soils, Sediment, and Pond Aquaculture. Chapman and Hall, New York, 348
pp.
Boyd, C.E., Wood, C.W., Thunjai, T., 2002. Aquaculture Pond Bottom Soil Quality Management. Pond
Dynamics/Aquaculture Collaborative Research Support Program Oregon State University, Corvallis,
Oregon, 41 pp.
Brotowijoyo, M. D., Dj. Tribawono.,& E. Mulbyantoro. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan
Budidaya Air.Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Buwono,I.D,. 1993. Tambak Udang Windu Sistem Pengelolaan Intensif. Kanisius.
Yogyakarta.
Canadian Council of Resource and Environment Ministers. 1987.
Canadian Water Quality. Canadian Council of Resource and Environment Ministers, Ontario.
Draper, N.R. and H. Smith. 1981. Applied Regression Analysis.2nd edition. John Wiley & Sons, New
York. 709 pp.
Dugan, P.R.1972.Biochemical Ecology of Water Pollution. Plenum Press, New York.159 pp.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta, 258 hlm.
Page 365 of 1000
Page 9 of 12
Penentuan pengaruh faktor lingkungan terhadap produksi ... (Erna Ratnawati)
350
Everitt, B.S. and Dunn, G. 2001. Applied Multivariate Data Analysis. Second edition. Arnold, London.
342 pp.
Hakim, Nurhajati, dkk. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Hardjowigeno, S., 1989. Ilmu Tanah, cet. II, Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Hardjowigeno, S., Soekardi, M. Djaenuddin, D, Suharta, N. dan Jordens, E. R. 1996. Kesesuaian Lahan
untuk Tambak. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. 17 hlm.
Hoar, W. S., D. J. Randall and J. R. Brett. 1979. Fish Fisiology : Bioenergenetic and Growth.Academic
Press, Florida.
Ismail, A., Poernomo, A., Sunyoto, P., Wedjatmiko, Dharmadi, Budiman, R.A.I. 1993. Pedoman Teknis
Usaha Pembesaran Ikan Bandeng di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta,
93 hlm [31] Poernomo, A. 1988. Pembuatan Tambak Udang di Indonesia. Seri Pengembangan No. 7.
Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai, Maros, 40 hlm.
Karthik, M., J. Suri, N. Saharan and Biradar, R. S. 2005. Brackish Water Aquaculture Site Selection in
Palghar Taluk, Thane district of Maharashtra, India, Using the Techniques of Remote Sensing and
Geographical Information System. Aquacultural Engineering 32: 285-302.
Kordi M.G. & Tancung A.B. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Liaw, W. K. 1969. Chemical and biological studies of fishponds andreservoirs in Taiwan. Rep. Fish
Culture Res., Fish. Series, Chin. Am. Joint Commission on Rural Reconstruction 7, 1-43.
Menon, R.G. 1973. Soil and Water Analysis: A Laboratory Manual for the Analysis of Soil and Water. Proyek
Survey O.K.T. Sumatera Selatan, Palembang. Salam, M. A., Ross, L. G. and Beveridge, C. M. M.
2003. A comparison of development opportunities for crab and shrimp aquaculture in southwestern
Bangladesh, using GIS modeling. Aquaculture 220: 477-494.
Moore, J.W. 1991. Inorganic Contaminants of Surface Water. Springer-Verlag, New York. 334 pp.
Muir, J. F. and Kapetsky, J. M. 1988. Site selection decisions and project cost: the case of brackish
water pond systems. In: Aquaculture Engineering Technologies for the Future. Hemisphere Publishing
Corporation, New York. pp. 45-63.
Mustafa, A. & E, Ratnawati . 2005. Faktor pengelolaan yang berpengaruh terhadap produksi rumput
laut (Gracilaria verrucosa) di tambak tanah sulfat masam (studi kasus di Kabupaten Luwu, Provinsi
Sulawesi Selatan). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 11(7), 67-77.
Mustafa, A. and J. Sammut. 2007. Effect of different remediation techniques and dosages of phosphorus
fertilizer on soil quality and klekap production in acid sulfate soil-affected aquaculture ponds.
Indonesian Aquaculture Journal 2(2): 141-157.
Mustafa, A., Rachmansyah & A, Hanafi. 2007. Kelayakan lahan untuk budidaya perikanan pesisir.
Dalam: Prosiding Simposium Nasional Hasil Riset Kelautan dan Perikanan tahun 2007. Badan
Riset Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Hlm.1-29.
Noor, M. 2004. Lahan Rawa: Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah
Sulfat
Masam.
PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta. 238 hlm.
Parson, T.R., Maita, Y. and Lalli. C.M. 1989. A Manual of chemicsal and biological methods for Seawater
Analysis. Pergamon Press, Oxford. 173 pp.
Poernomo, A. 1988. Pembuatan Tambak Udang di Indonesia. Seri Pengembangan No. 7. Balai Penelitian
Perikanan Budidaya Pantai, Maros. Reid, G.K. 1961. Ecology of inland water estuaries. Reinhald
Published Co.New York. 375 pp.
Ritvo, G. and Dixon B.J. 1998. Accumulation of Chemical Element in Texas Shrimp Ponds Soils. Journal
of World Aquaculture Society 29:4 : 422-431.
Ritvo, G. 1999. Regression Analysis of Soil Chemical Compotion for Two Shrimp farm in texas. Journal
of World Aquaculture Society: 30 : 26-35.
Rutherford, R.D. and Choe, M.K. 1993. Statistical Model for Causal Analysis. John Wiley & Sons, Inc.,
New York.
Salam, M.A., Ross, L.G., Beveridge, C.M.M., 2003. A comparison of devel opportunities for crab and
shrimp aquaculture in Southwestern Bangladesh, using GIS modeling. Aquaculture 220,477-494.
Page 366 of 1000
Page 10 of 12
351
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
Sarwono, J. 2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Penerbit Andi, Yogyakarta. 321 hlm.
Sawyer, C.N. and McCarty, P.L. 1978. Chemistry for Environmental Engineering. Third edition. McGrawHill Book Company, New York, 532 pp.
Shigueno, K.1975. Shrimp Culture in Japan. Association for International Technical Promotion. Tokyo,
Japan. 153 hal.
Sulaeman, Suparto dan Eviati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk.
Diedit oleh: Prasetyo, B.H., Santoso, D. dan Widowati, L.R. Balai Penelitian Tanah, Bogor. 136 hlm.
Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan: Teori & Aplikasi dengan SPSS. Penerbit Andi, Yogyakarta. 311
hlm.
Sverdrup, H. V.,M.W. Johson and R.H. Fleming. 1942. The Ocean. Their Physis, Chemistry and General
Biology. Prentice Hall. New York.
Swingle, H.S, 1968. Standardization of Chemical Analysis of Water and Pond Muds. In Proceedings of
the World Sympson on Warm Water Pond Fish Culture F.A.O. Fisheries Report No.44, Vol 4: 397421
Treece, G. D. 2000. Site selection. In: Stickney, R. R. (ed.), Encyclopedia of Aquaculture. John Wiley &
Sons, Inc., New York. pp. 869-879.
UNESCO/WHO/UNEP. 1992. Water Quality Assessments. In: Chapman, D. (ed.). Chapman and Hall Ltd.,
London.
Villalon, J.R. 1991. Practical Manual for Semi Intensif Commercial Production of Marine Shrimp. Texas
A&M University Sea Grant College programe. 103 p.
Widarjono, A. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Edisi pertama. UPP STIM YKPN, Yogyakarta.
358 hlm.
Widigdo, B. 2003. Permasalahan dalam budidaya udang dan solusinya. Jurnal ilmu-ilmu Perairan dan
Perikanan Indonesia. 10(1): 18-23.
Page 367 of 1000
Page 11 of 12
Penentuan pengaruh faktor lingkungan terhadap produksi ... (Erna Ratnawati)
352
DISKUSI
Nama Penanya:
Jhon Hutapea
Pertanyaan:
Alumunium 0 – 200 ppm bagaimana pengaruhnya terhadap produktifitas tambak?
Tanggapan:
Ditanggapi oleh Indrajaya : Al adalah non direct effect pada produksi di tambak.
Nama Penanya:
Anonim
Pertanyaan:
(Saran) Analisis jalurnya, perlu diperjelas dalam pendahuluan Alumunium dipengaruhi dan
mempengaruhi apa.
Tanggapan:
Ditanggapi oleh Tarunamulia: Analisis jalur baru bisa dilakukan setelah ditemukan nilai. Yang
dilampaui adalah informasi multivariate.
Page 368 of 1000
Page 12 of 12
Download