1 UIN SYARIF HIDYATULLAH JAKARTA UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAN FRAKSI DAUN SINTOK (Cinnamomum sintoc Blume.) TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa SERTA ANALISA KOMPONEN SENYAWA FRAKSI AKTIF DENGAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI MASSA SKRIPSI ZAKIYA KAMILA MUHAMAD 1110102000012 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA SEPTEMBER 2014 1 ii UIN SYARIF HIDYATULLAH JAKARTA UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAN FRAKSI DAUN SINTOK (Cinnamomum sintoc Blume.) TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa SERTA ANALISA KOMPONEN SENYAWA FRAKSI AKTIF DENGAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI MASSA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi ZAKIYA KAMILA MUHAMAD 1110102000012 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA SEPTEMBER 2014 ii iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Zakiya Kamila Muhamad NIM : 1110102000012 Tanda Tangan : Tanggal : 10 September 2014 iii iv HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING Nama : Zakiya Kamila Muhamad NIM : 1110102000012 Program Studi : Farmasi Judul : Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Daun Sintok (Cinnamomum sintoc. Blume) terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa serta Analisa Komponen Senyawa Fraksi Aktif dengan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa. Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Atiek Soemiati, Apt. M.S Arief Heru Prianto, M.Si NIP: 197805032003121002 Mengetahui, Ketua Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Drs. Umar Mansur, Msc., Apt. iv v HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Zakiya Kamila Muhamad NIM : 1110102000012 Program Studi : Farmasi Judul : Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Daun Sintok (Cinnamomum sintoc. Blume) terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa serta Analisa Komponen Senyawa Fraksi Aktif dengan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa. Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. DEWAN PENGUJI Pembimbing 1 : Prof. Dr. Atiek Soemiati, Apt. M.S ( ) Pembimbing 2 : Arief Heru Prianto, M.Si ( ) Penguji 1 : Drs. Umar Mansur, Msc., Apt. ( ) Penguji 2 : Puteri Amelia M.Farm., Apt. ( ) Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 10 September 2014 v vi ABSTRAK Nama : Zakiya Kamila Muhamad Jurusan : Farmasi Judul : Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Daun Sintok (Cinnamomum sintoc. Blume) terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa serta Analisa Komponen Senyawa Fraksi Aktif dengan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa. Cinnamomum sintoc Blume. merupakan salah satu tanaman yang terdapat di hutan tropis Indonesia yang secara empiris digunakan untuk pengobatan luka dan diare (Soh wuu - kuang, 2011). Penelitian ini bertujuan mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak n – heksana, etil asetat, metanol daun Cinnamomum sintoc dan fraksi dari ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi. Ekstrak n – heksana, etil asetat dan metanol diperoleh dengan metode maserasi bertingkat, ketiga ekstrak tersebut diuji dengan metode difusi cakram untuk mengetahui aktivitas antibakterinya. Dari ketiga ekstrak tersebut, ekstrak etil asetat memiliki aktivitas antibakteri tertinggi dengan rata – rata diameter zona hambat 10,85 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan 11,625 mm terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. Ekstrak etil asetat kemudian difraksinasi menggunakan kromatografi kolom dan didapatkan 10 fraksi. Kesepuluh fraksi tersebut diuji dengan metode bioautografi untuk mengetahui aktivitas antibakterinya. Fraksi 1 mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, tetapi tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus ATCC 2592. Fraksi 8 mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 2592, tetapi tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. Hasil pengujian mikrodilusi menunjukkan nilai KHM fraksi 1 yaitu 12,5 mg/ml terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. Hasil Kromatografi Gas – Spektrometri Massa dari fraksi 1 diperoleh 21 senyawa yang merupakan golongan sesquiterpen (47,42%), fenol (5,88%), aldehid alifatik (21,8%), ester (1,32%), asam lemak (2,65%), sesquiterpen alkohol (1,4%), keton alifatik (2,64%), hidrokarbon alifatik (4,94%), dan alkohol (11,94%). Senyawa yang memiliki kelimpahan terbesar yaitu δ – Cadinene (14,34%) dan Myristaldehyde (13,03%). Kata kunci: daun Cinnamomum sintoc, antibakteri, ekstrak, fraksi, difusi cakram, bioautografi, KHM, GCMS. vi vii ABSTRACT Name : Zakiya Kamila Muhamad Program Study : Pharmacy Title : Antibacterial Activity of Leaf Extracts and Fractions of Sintok (Cinnamomum sintoc. Blume) against Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginosa, and Gas Chromatography – Mass Spectrometry Analysis of Chemical Constituent of Active Fraction. Cinnamomum sintoc is one of the plants which are founded in the tropical forest of Indonesia, which empirically is used for the medicinal treatment of wounds and diarrhea. This study aims to determine the antibacterial activity of extracts n hexane, ethyl acetate, methanol of leaf Cinnamomum sintoc and fractions of the extract which has the highest antibacterial activity. Extract n - hexane, ethyl acetate and methanol are obtained with multistage maceration method, those extracts are tested by disc diffusion method to determine its antibacterial activities. From those, ethyl acetate extract has the highest antibacterial activity with average diameter of inhibiton zone is 10,85mm to Staphylococcus aureus ATCC 25923 and 11,625 mm to Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, then ethyl acetate extract is fractionated by using column chromatography and produced 10 fractions. Each fraction is tested by biaoutographic method to determine its antibacterial activities. Fraction 1 has the highest antibacterial activity to Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, but does not have antibacterial activity to Staphylococcus aureus ATCC 25923. Fraction 8 has the highest antibacterial activity to Staphylococcus aureus ATCC 25923, but does not have antibacterial activity to Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. Microdilution test results show MIC values of fraction 1 is 12.5 mg / ml to Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. Gas Chromatography result - Mass Spectrometry of fraction 1 is obtained with 21 compounds which are a class of sesquiterpenes (47,42%), phenol (5,88%), aliphatic aldehydes (21,8%), esters (1,32%), fatty acid (2,65%), sesquiterpen alcohol (1,4%), aliphatic ketones (2,64%), aliphatic hydrocarbons (4,94%), alcohols (11,94%). Compounds that have the greatest abundance are δ - Cadinene (14.34%) and Myristaldehyde (13.03%). Keyword: Cinnamomum sintoc leaf, antibacterial, extract, fraction, disc diffusion, bioautographic, MIC, GCMS. vii viii KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin atas segala nikmat iman, Islam, kesempatan, serta kekuatan yang telah diberikan Allah Subhanahuwata’ala sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam untuk tuntunan dan suri tauladan Rasulullah Shallallahu‘alaihiwasallam beserta keluarga dan sahabat beliau yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang sampai saat ini dapat dinikmati oleh seluruh manusia di dunia. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana farmasi dari Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Judul skripsi ini adalah “Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Daun Sintok (Cinnamomum sintoc Blume.) terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa serta Analisa Komponen Senyawa Fraksi Aktif dengan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa”. Penulis menyadari bahwa keberhasilan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Atiek Soemiati, Apt. MS. selaku pembimbing pertama dan bapak A. Heru Prianto, Msi selaku pembimbing kedua yang senantiasa dengan sabar tulus dan ikhlas memberikan arahan, bimbingan, dorongan, semangat, saran dan solusi selama penelitian dan penulisan skripsi. 2. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Prof (Ris) Dr. Sulaeman Yusuf, M. Agr selaku kepala Puslit Biomaterial LIPI. 5. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program viii ix Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Para laboran Farmasi UIN, Ka Liken, Ka Rahmadi, Ka Eris, Mba Rani, Ka Lisna dan Ka Tiwi yang telah banyak membantu selama praktikum maupun penelitian. 7. Pak Dedi, Pak Rivo, Bu Denny, Ka Awie, dan seluruh staf Puslit Biomaterial LIPI Cibinong yang telah banyak memberi bimbingan dan membantu selama penelitian. 8. Pusat Konservasi Tumbuhan – Kebun Raya Bogor, LIPI yang telah membantu perihal bahan baku penelitian yaitu tanaman Cinnamomum sintoc Blume. 9. Mama yang selalu memberikan kasih sayang, semangat dan doa yang tiada henti serta dukungan baik moral maupun materil dan almarhum papa yang telah mendidik dan memberi nasehat semasa beliau ada. Kasih sayang yang kalian berikan sungguh tak ternilai. 10. Om dan tante, serta adik – adikku tersayang, Zaid Hafiz M yang selalu mendukung dan memberikan bantuan setiap kali dibutuhkan, Zaim Kamil M yang selalu menghibur dan memberikan keceriaan dikala penat. 11. Teman – teman seperjuangan dalam penelitian ini yaitu Kurnia Anisah dan Annisa Alfira yang senantiasa dengan sabar menemani, mendukung dan membantu disaat sedang dibutuhkan. 12. Teman – teman “ngocol” tersayang Amel, Vicka, Afifah, Dita, Ipho, Dias, Diah dan khususnya Desi Syifa yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian di Puslit Biomaterial, terima kasih karena kalian selalu mengerti, membantu, mendukung dan berbagi cerita disaat senang maupun sedih, semoga ukhuwah kita akan selalu terjaga sampai kapanpun. 13. Teman – teman “Andalusia” Farmasi 2010 yang solid dan selalu membantu satu sama lain. 14. Ka Ainul, Ka luqman dan kakak kelas Farmasi UIN lainnya yang telah banyak memberikan arahan dan bantuan. ix x Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak keterbatasan dan kekurangan. Oleh Karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan member sumbangan pengetahuan khususnya di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan, Universtas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembaca pada umumnya. Jakarta, 1 September 2014 Penulis x xi HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Zakiya Kamila Muhamad NIM : 1110102000012 Program studi : Farmasi Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Jenis Karya : Skripsi Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya dengan judul : UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAN FRAKSI DAUN SINTOK (Cinnamomum sintoc. Blume) TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa SERTA ANALISA KOMPONEN SENYAWA FRAKSI AKTIF DENGAN KROMATOGRAFI GAS – SPEKTROMETRI MASSA untuk dapat diakses melalui Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Jakarta Pada Tanggal : 10 September 2014 Yang menyatakan, (Zakiya Kamila Muhamad) xi xii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL………………………………………………………... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.………………………….. iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………… iv HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI…………………………………… v ABSTRAK…………………………………………………………………… vi ABSTRACT………………………………………………………………….. vii KATA PENGANTAR…………………………………………………….… viii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…………… xi DAFTAR ISI………………………………………………………………… xii DAFTAR GAMBAR………………………………………………………... xiv DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xv DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………... xvi BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………… 1 1 1.1 Latar Belakang…………………………………………………….. 3 1.2 Perumusan Masalah………………………………………………... 1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………... 4 1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………… 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………… 5 2.1 Tanaman Kayu Sintok……………………………………………... 5 2.2 Metode Ekstraksi…………………………………………………... 7 2.3 Metode Pengujian Antibakteri……………………………………... 10 2.4 Tinjauan Tentang Bakteri………………………………………….. 13 2.5 Tinjauan Tentang Antibakteri……………………………………… 19 2.6 Macam – Macam Medium…………………………………………. 22 2.7 Kromatografi……………………………………………….………. 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………………………… 27 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………………... 27 3.2 Alat dan Bahan…………………………………………………….. 27 3.3 Metode Penelitian………………………………………………….. 28 3.3.1 Pembuatan Simplisia..……………………………………… 28 3.3.2 Penetapan Kadar Air Simplisia…………………………….. 28 3.3.3 Pembuatan Ekstrak…………………………………………. 28 3.3.4 Pewarnaan Gram……………………………………………. 29 3.3.5 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n – heksana, Etil asetat dan Metanol daun Cinnamomum sintoc dengan Metode 30 Difusi Cakram………………………………………………. 3.3.6 Skrining Fitokimia Ekstrak yang Memiliki Aktivitas Antibakteri Tertinggi……………………………………… 32 xii xiii 3.3.7 Penetapan Kadar Air Ekstrak yang Memiliki Aktivitas Antibakteri Tertinggi……………………………………….. 3.3.8 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)…………………………… 3.3.9 Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat Menggunakan Kromatografi Kolom………………………………………………………. 3.3.10 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi dari Ekstrak yang Memiliki Aktivitas Antibakteri Tertinggi dengan Metode Bioautografi 3.3.11 Penentuan Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Fraksi yang Mempunyai Aktivitas Antibakteri Tertinggi…. 3.3.12 Analisa Komponen Senyawa Fraksi yang Mempunyai Aktivitas Antibakteri Tertinggi dengan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa………………………………………… BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………... 4.1 Pembuatan Simplisia…………………………………………… 4.2 Kadar Air Simplisia Daun Cinnamomum sintoc……………….. 4.3 Pembuatan Ekstrak…………………………………………….. 4.4 Pewarnaan Gram……………………………………………….. 4.5 Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak n – heksana, Etil Asetat dan Metanol Daun Cinnamomum sintoc Dengan Metode Difusi Cakram (Disc Diffusion)………………………………... 4.6 Kadar Air Ekstrak Etil Asetat daun Cinnamomum sintoc……… 4.7 Uji Fitokimia Ekstrak Etil Asetat………………………………. 4.8 Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat Menggunakan Kromatografi Kolom…………………………………………………………... 4.9 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Dengan Metode Bioautografi... 4.10 Penentuan Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Fraksi 1 dari Ekstrak Etil Asetat………………………………………. 4.11 Analisa Komponen Senyawa pada Fraksi 1 dari Ekstrak Etil Asetat dengan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa………. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………… 5.1 Kesimpulan………………………………………………………. 5.2 Saran……………………………………………………………... DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… xiii 33 33 34 35 36 38 39 39 39 40 40 41 45 46 46 47 52 53 57 57 58 59 xiv DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Pohon Cinnamomum sintoc…………………………………. Daun dan batang Cinnamomum sintoc…………………........ Rumus bangun tetrasiklin…………………………………… Hasil pewarnaan Gram bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa dibawah mikroskop perbesaran 100 x 10………………………………………………........... Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol, etil asetat, n – heksana daun C. sintoc konsentrasi 50 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853…………………….. Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi dari ekstrak etil setat dan tetrasiklin dengan metode bioautografi terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853………………………..................... Hasil uji bioautografi fraksi 8 terhadap S. aureus dan fraksi 1 terhadap P.aeruginosa………………………………………. Kromatogram fraksi 1 dari ekstrak etil asetat……………….. xiv 6 6 21 41 43 49 51 54 xv DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Perbedaan ciri – ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif……... Hasil rendemen ekstrak n – heksana, etil asetat dan metanol…...... Rata – rata diameter zona hambat ekstrak n – heksana, etil asetat dan metanol daun C. sintoc konsentrasi 50 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa………………………………………………………… Hasil uji fitokimia ekstrak etil asetat……………………………... Bobot masing – masing fraksi…………………………………... Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi dari ekstrak etil asetat dengan metode bioautografi terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853…………………………………………….........…………... Data hasil uji KHM fraksi 1 dari ekstrak etil asetat terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa.………………………………... Hasil analisis senyawa pada fraksi 1 dari ekstrak etil asetat dengan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa………………… xv 15 40 42 46 47 48 52 54 xvi DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17. Hasil determinasi tanaman Cinnamomum sintoc Blume……… Alur penelitian………………………………………………… Bagan kerja ekstraksi simplisia daun Cinnamomum sintoc….. Penghitungan rendemen ekstrak………………………………. Profil KLT ekstrak aktif antibakteri (ekstrak metanol dan ekstrak etil Asetat)…………………………………………… Penghitungan kadar air simplisia dan ekstrak etil asetat……… Skema pembuatan suspensi bakteri uji………………………... Bagan kerja uji aktivitas antibakteri ekstrak n – heksana, etil asetat dan metanol dengan metode disc diffusion…………….. Bagan kerja fraksinasi dengan kromatografi kolom………….. Profil KLT eluat hasil fraksinasi dari ekstrak etil asetat dengan kromatografi kolom…………………………………. Profil KLT fraksi gabungan………………………………….. Bagan kerja uji aktivitas antibakteri fraksi 1 dari ekstrak etil asetat dengan metode bioautografi……………………………. Skema pengujian KHM larutan uji fraksi 1 dari ekstrak etil asetat…………………………………………………………... Hasil Uji KHM Fraksi 1 dari ekstrak etil asetat terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa…………………………….. Hasil GCMS fraksi 1 dari ekstrak etil asetat………………….. Gambar bahan – bahan yang digunakan……………………… Gambar alat – alat yang digunakan…………………………… xvi 64 65 66 67 68 69 70 71 73 74 75 76 77 78 79 80 81 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang semakin meningkat. Infeksi dapat disebabkan oleh virus, jamur, parasit dan bakteri. Staphylococcus aureus adalah jenis bakteri yang sering menimbulkan penyakit pada manusia. Infeksi oleh bakteri ini menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda – tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan abses. Bakteri lain yang sering menimbulkan penyakit adalah Pseudomonas aeuruginosa. Bakteri ini sering dihubungkan dengan penyakit pada manusia. Organisme ini dapat merupakan penyebab 10 – 20 % infeksi nosokomial, sering diisolasi dari penderita neoplastik, luka dan luka bakar yang berat. Bakteri ini antara lain dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernafasan bagian bawah, saluran kemih, dan mata. Pengobatan penyakit infeksi bakteri dengan penggunaan antibakteri. Penggunaan antibakteri secara besar – besaran dan pemakaian yang tidak sesuai aturan menjadi penyebab utama terjadinya resistensi antibakteri. Resistensi antibakteri merupakan salah satu masalah kesehatan yang sampai saat ini belum dapat teratasi dengan baik. Perpindahan resistensi (resistance transference) antar bakteri menjadi salah satu sebab resistensi antibakteri berkembang cepat dan sulit untuk diatasi. Penelitian – penelitian dengan berbagai kuman patogen menunjukkan bahwa pemindahan resistensi dari suatu bakteri ke bakteri lain adalah peristiwa yang umum di dunia mikroba dan dengan dicapainya perkembangan mutakhir di dalam biologi molekuler, pemindahan resistensi ini dapat dijelaskan secara rinci. Bakteri – bakteri patogen telah mampu mengembangkan sejumlah besar mekanisme untuk menghindarkan diri dari efek antibakteri dengan cara membentuk enzim yang dapat merusak antibakteri sampai pada kemampuannya untuk melakukan modifikasi dari proses metaboliknya. Situasi ini tidak statis, mekanisme yang baru yang lebih kompleks secara cepat dikembangkan mikroorganisme mengikuti diperkenalkannya dan digunakannya suatu antibakteri yang baru 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2 (Yenny, 2007). Oleh karena itu seiring dengan berkembangnya resistensi tersebut harus diimbangi dengan penemuan sumber antibakteri baru yang dapat membunuh bakteri maupun menghambat pertumbuhannya. Penemuan sumber antibakteri tersebut dapat berasal dari alam maupun sintetik. Indonesia adalah suatu negara kepulauan yang memiliki hutan tropis terbesar kedua di dunia, kaya dengan keanekaragaman hayati dan dikenal sebagai salah satu dari tujuh negara “megabiodiversity” kedua setelah Brazil. Distribusi tumbuhan tingkat tinggi yang terdapat di hutan tropika Indonesia lebih dari 12 % (30.000) dari yang terdapat di muka bumi (250.000) (Taslim Ersam, 2004). Penggunaan biodiversitas tumbuhan sebagai bahan pengobatan merupakan salah satu alternatif untuk menemukan nilai manfaat dari hutan yang ada di Indonesia. Disamping itu, yang tidak kalah menariknya adalah hutan tropis Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dapat dipandang sebagai pabrik atau industri bahan – bahan kimia hayati, yang renewable berproduksi sepanjang tahun. Keanekaragaman hayati Indonesia adalah salah satu aset nasional dengan nilai ekonomis yang tinggi, yang merupakan ecological specific dengan comparative advantage (Taslim Ersam, 2004). Sebagai contoh, satu spesies tumbuhan pada awalnya mempunyai nilai sebesar US$ 100, setelah diproses menjadi ekstrak kasar nilai ini dapat ditingkatkan sampai 10 kali lipat (US$ 1000). Apabila dilakukan proses lebih lanjut sampai senyawa murni dan memiliki aktivitas tertentu, nilainya menjadi berlipat ganda, menjadi US$ 109 (Achmad,1999; Backer,1995). Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai tanaman yang berasal dari hutan tropis Indonesia, khususnya tanaman – tanaman yang berpotensi mempunyai aktivitas sebagai obat. Salah satu tanaman yang terdapat di hutan tropis Indonesia adalah Cinnamomum sintoc. Tanaman ini tersebar di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Jawa, dan Sumatera. Kulit kayunya digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk diare, gangguan usus dan penyembuhan luka (Soh wuu kuang, 2011). Penelitian tentang potensi tanaman Cinnamomum sintoc di Indonesia belum banyak dilakukan. Namun penelitian lain mengenai potensi cinnamomum dengan spesies berbeda (Cinnamomum sp.) sebagai antibakteri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3 telah banyak dilakukan. Penelitian mengenai aktivitas antibakteri dari ekstrak daun Cinnamomum iners menunjukkan fraksi etil asetat dari ekstrak daun Cinnamomum iners terstandar memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif (Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Salmonella typhi, methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan Gram negatif (Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Shigella sonnei, Pseudomonas aeruginosa) (Sabariah Ismail, 2011). Komponen senyawa dalam ekstrak cinnamon seperti cinmamaldehyde, eugenol dan cavracol dapat menghambat pertumbuhan bakteri Helicobacter pylori (Mina Tabak, 1999). Penelitian yang dilakukan oleh Shan et al (2007) menunjukkan bahwa ekstrak Cinnamomum burmanii Bl. yang diperoleh dari Indonesia mengandung senyawa nonvolatile (Tannin terkondensasi) yaitu 23,2 % proanthocyanidin dan 3,6 % (epi) cathecin dan sebagai tambahan cinnamaldehyde 64,1 % yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen penyebab keracunan makanan. Bila dilihat secara kemotaksonomi, maka sangat dimungkinan bahwa Cinnamomum sintoc juga mempunyai kandungan senyawa dan manfaat yang sama dengan Cinnamomum sp., khususnya sebagai antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak n – heksana, etil asetat, metanol daun Cinnamomum sintoc dan fraksi dari ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa serta mengetahui komponen senyawa yang terdapat dalam fraksi yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai potensi daun Cinnamomum sintoc sebagai sumber alternatif antibakteri baru, sehingga nantinya dapat dikembangkan menjadi obat antibakteri dan dapat mengatasi masalah resistensi antibakteri. 1.2 Perumusan Masalah 1. Manakah diantara ekstrak n – heksana, etil asetat dan metanol daun Cinnamomum sintoc yang menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853? UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4 2. Manakah diantara fraksi hasil fraksinasi dari ekstrak terpilih yang menunjukkan aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 tertinggi terhadap bakteri dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853? 3. Berapakah nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dari fraksi yang menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi? 4. Apa saja komponen senyawa yang terkandung dalam fraksi yang menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak n – heksana, etil asetat dan metanol daun Cinnamomum sintoc terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. 2. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri fraksi hasil fraksinasi ekstrak terpilih terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. 3. Untuk mengetahui nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dari fraksi yang menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi. 4. Untuk mengetahui komponen senyawa yang terkandung dalam fraksi yang menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi ilmiah mengenai aktivitas antibakteri daun Cinnamomum sintoc dan komponen senyawa yang terkandung didalamnya, sebagai usaha dalam menemukan alternatif obat antibakteri baru dari sumber daya alam yang ada. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kayu Sintok 2.1.1 Klasifikasi tanaman Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionta Super divisi : Spermatophyte Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub kelas : Magnoliidae Ordo : Laurales Famili : Lauraceae Genus : Cinnamomum Spesies : Cinnamomum sintoc Bl 2.1.2 Deskripsi Cinnamomum sintoc dapat mencapai tinggi 27 m, dengan diameter 30 cm, kulit kayu halus berwarna coklat terang sedangkan bagian dalamnya berwarna coklat kemerahan dan memiliki bau seperti buah pala. Ranting kokoh, berbentuk silinder dengan diameter 1,5 – 2,5 mm, tidak berbulu, kering dan kehitaman. Daun opposite atau subopposite, kering kecoklatan, tidak berbulu, berbentuk ellips sampai ovatus – ellips, dengan ujung daun lancip. Buahnya berbentuk ellipsoid atau obovoid. (Soh wuu kuang, 2011) 5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6 Gambar 2.1. Pohon Cinnamomum sintoc (Sumber: Koleksi pribadi) Gambar 2.2. Daun dan Batang Cinnamomum sintoc (Sumber: Koleksi pribadi) 2.1.3 Distribusi dan Habitat Cinnamomum sintoc terdistribusi di Sarawak (wilayah Lundu), Kalimantan barat dan Kalimantan timur. Spesies ini juga terdistribusi di Sumatera, Semenanjung Malaysia dan Jawa. Habitat dari C.sintoc adalah di hutan dipterokarpa dengan tanah berpasir. (Soh wuu - kuang, 2011). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 7 2.1.4 Nama Daerah Secara luas tanaman ini dikenal dengan nama sintok, huru sintok (Jawa), huru sitok (Sunda), dan maang sangit atau madang lawang (Sumatera) (Lemmens, Soerianegara and Wong, 1995). 2.1.5 Kegunaan Kulit kayu Cinnamomum sintoc umumnya dimanfaatkan sebagai obat untuk diare, gangguan usus dan serbuknya dimanfaatkan untuk mengobati luka (Soh wuu - kuang, 2011). 2.1.6 Kandungan Senyawa Minyak daun Cinnamomum sintoc yang diperoleh dari Peninsular Malaysia mengandung safrole (23,4%) dan γ – muurolene (13,5%) sebagai komponen mayor. Minyak kulit batang Cinnamomum sintoc mengandung linalool (23,8%), sesquiterpen (25,2 %), tetradecanal (16,4%) (Jantan et al., 1994). Penelitian yang dilakukan oleh Yopi Iskandar (2008) menunjukkan bahwa minyak atsiri kulit batang kayu sintok mengandung eugenol, (33,83%), myristicin (13,54 %) dan safrol (10,17 %) sebagai komponen utama. 2.2 Metode Ekstrakasi Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut pada pelarut cair sehingga terpisah dari kandungan kimia yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Hasil dari ekstraksi disebut ekstrak. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara ekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel tertentu dan menggunakan medium pengekstraksi (menstrum) yang tertentu pula. Pengertian ekstrak yang tercantum dalam buku Farmakope Indonesia Edisi IV adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Ekstrak yang diperoleh sesudah pemisahan cairan disebut “micella”. Micella dapat diubah menjadi bentuk obat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 8 siap pakai, seperti ekstrak cair dan tincture atau sebagai produk bahan yang selanjutnya dapat diproses menjadi ekstrak kering (Agoes.G, 2007). Terdapat beberapa metode ekstraksi yang umum dan sering digunakan, antara lain (Sampurno, 2000): A. Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut a. Cara Dingin 1.Maserasi Maserasi adalah proses ekstraksi dengan cara merendam simplisia dengan pelarut tertentu dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Jumlah pelarut yang dipakai tergantung pada banyaknya sampel. Cara ini dapat menarik zat – zat berkhasiat yang tidak tahan pemanasan. 2.Perkolasi Perkolasi adalah proses ekstraksi menggunakan alat perkolator yang dilakukan dengan cara mengalirkan cairan pelarut organik pada sampel yang sebelumnya telah dibasahi. Prinsip dari metode perkolasi adalah pelarut yang telah jenuh yang berada didalam perkolator akan digantikan oleh pelarut yang lebih baru dan segar. Ekstraksi ini membutuhkan pelarut yang lebih banyak. b. Cara Panas 1.Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3 – 5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. 2. Soxhlet Soxhletasi adalah salah satu metode ekstraksi senyawa kimia tumbuhan cara panas yang menggunakan alat soklet. Pada keadaan ini sampel dan pelarut berada dalam keadaan terpisah. Sampel dihaluskan kemudian dibungkus dengan kertas saring, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 9 dimasukkan ke tempat tertentu pada alat soklet. Pelarut yang digunakan berada pada labu yang terletak terpisah dari sampel. Setelah semua alat soklet terpasang, kemudian dipanaskan dengan menggunakan heating mantle. Pelarut dalam labu akan menguap dan uapnya akan naik ke atas menuju tempat sampel yang tergantung. Dengan adanya pendinginan dari kondensor, uap akan menjadi cair dan melarutkan sampel, yang kemudian akan kembali ke tempat pelarut awal. Proses ini akan terus berulang (ekstraksi sinambung) sehingga proses ekstraksi terjadi dengan sempurna. 3.Digesti Adalah proses pengekstraksian yang hampir sama dengan maserasi tapi dengan menggunakan pemanasan pada suhu 30˚40˚C. Cara ini digunakan untuk sampel pada suhu biasa tidak tersari dengan baik. 4. Dekoktasi Dan Infusa Adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90˚C selama 15-20 menit untuk infus sedangkan dekoktasi 30 menit dengan suhu ≥30˚C dan temperaturnya sampai titik didih. B. Destilasi Uap Adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan (simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari kental secara kontinu sampai sempurna dan di akhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian. Pada destilasi uap, bahan simplisia benar – benar tidak tercelup ke air yang mendidih, namun dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi. Pada destilasi uap dan air, bahan simplisia bercampur sempurna atau sebagian dengan air UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 10 mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut terdestilasi (Sampurno, 2000). C. Ekstraksi Cara Lain a. Ekstraksi berkesinambungan Adalah proses yang dilakukan berulangkali dengan pelarut yang berbeda atau resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun berturutan beberapa kali (Sampurno, 2000). b. Superkritikal Karbondioksida Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk simplisia, dan umumnya digunakan gas karbondioksida (Sampurno, 2000). c. Ekstraksi Ultrasonik Getaran ultrasonik (>20.000 Hz) memberikan efek pada proses ekstrak dengan prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel, menimbulkan gelembung spontan (cavitation) sebagai stres dinamik serta menimbulkan fraksi interfase (Sampurno, 2000). d. Ekstraksi Energi Listrik Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet serta electric-discharges yang dapat mempercepat proses dan meningkatkan hasil dengan prinsip menimbulkan gelembung spontan dan menyebarkan gelombang tekanan berkecepatan ultrasonik (Sampurno, 2000). 2.3 Metode Pengujian Antibakteri 2.3.1 Metode Difusi Metode difusi sering digunakan untuk uji antimikroba yang rentan terhadap senyawa murni, senyawa polar maupun senyawa non polar (Steward, et al., 1999 dalam Choma & Grzelak, 2010). Pada prosedur ini, kertas filter cakram (berdiameter 6 mm), berisi senyawa uji yang ditempatkan pada permukaan yang sebelumnya telah diinokulasikan mikroba uji. Agen antimikroba akan berdifusi ke dalam agar dan menghambat pertumbuhan dari mikroba uji. Cawan petri diinkubasi dan zona inhibisi diukur. Pada metode silinder, silinder dari stainless steel atau porselin dengan ukuran yang seragam (biasanya berukuran 8 mm x 6 mm UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 11 x 10 mm) ditempatkan diatas agar terinokulasi didalam cawan petri, dan diisi dengan sampel dan standar. Setelah diinkubasi, silinder dipindahkan dan zona inhibisi yang terbentuk diukur (Choma & Grzelak, 2010). Pada uji menggunakan hole – plate, beberapa milimeter lubang digali pada permukaan agar yang diinokulasi dan kemudian diisi sampel. Larutan senyawa uji akan berdifusi kedalam medium agar dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Cawan petri dibiarkan pada suhu ruangan untuk proses inkubasi. Kemudian zona hambat yang terbentuk diukur (Shitandi, et al., 2005 dalam Choma & Grezlak, 2010). 2.3.2 Metode dilusi Metode ini memiliki kemampuan untuk mengukur KHM (Kadar Hambat Minimum) dan KBM (Kadar Bunuh Minimum) (Pratiwi, 2008). Dua jenis metode dilusi adalah dilusi agar dan pengenceran tabung (Choma & Grezelak, 2010). Pratiwi (2008) membedakan metode dilusi menjadi metode dilusi cair (serial dilution) dan dilusi padat. Pada dilusi cair, dibuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yan ditetapkan sebagai KHM dikultur ulang tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18 – 24 jam pada suhu 37oC. Media cair yang terlihat tetap jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008). Metode dilusi padat serupa dengan metode dilusi cair tetapi menggunakan media padat. Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008). 2.3.3 Metode Bioautografi Bioautografi merupakan metode skrining mikrobiologi yang umum digunakan untuk mendeteksi aktivitas antimikroba. Skrining dapat didefinisikan sebagai prosedur pertama, yang diterapkan pada sampel yang dianalisis, dalam rangka untuk menetapkan ada atau tidaknya analit yang didapat. Metode skrining ini memberikan sensitivitas yang lebih tinggi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 12 daripada metode lainnya. Selain itu, sederhana, murah, hemat waktu dan tidak memerlukan peralatan yang canggih (Choma, 2010). Menurut Choma, skrining metode bioautografi pada dasarnya untuk menguji aktivitas biologis, misalnya antibakteri, antijamur, antitumor, dan antiprotozoa zat uji. Metode deteksi ini dapat berhasil dengan dikombinasikan dengan teknik kromatografi lapis tipis (Choma, 2010). Prosedur dalam metode bioautografi hampir sama dengan yang digunakan dalam metode difusi agar. Perbedaannya adalah senyawa yang diuji berdifusi ke media agar yang diinokulasi dari lapisan kromatografi, yang merupakan adsorben atau kertas ( Wagman, 1969; Choma, 2010). Metode bioautografi dibedakan menjadi bioautografi kontak, bioautografi imersi atau bioautografi agar overlay, dan bioautografi langsung. Dalam bioautografi kontak, lempeng KLT atau kromatogram kertas ditempatkan pada permukaan agar diinokulasi selama beberapa menit atau jam untuk memungkinkan difusi. Selanjutnya, lempeng dipindah dan lapisan agar diinkubasi. Pertumbuhan zona hambat muncul di mana senyawa antimikroba berada dalam kontak dengan lapisan agar. Dalam bioautografi immersion (agar overlay), lempeng pertama kali dicelupkan di medium agar atau ditutup dengan medium agar, setelah agar memadat, ditambahkan mikroorganisme yang diuji dan kemudian diinkubasi. Agar dapat berdifusi dengan baik dari senyawa uji ke permukaan agar, lempeng dapat tetap pada suhu rendah selama beberapa jam sebelum inkubasi. Metode ini merupakan kombinasi dari bioautografi kontak dan langsung, karena senyawa antimikroba yang ditransfer dari kromatogram ke media agar, seperti dalam metode kontak, tetapi lapisan agar tetap pada permukaan kromatogram selama inkubasi dan visualisasi, sebagai bioautografi langsung (Choma, 2010). Di antara semua metode bioautografi, yang paling banyak digunakan adalah bioautografi langsung. Prinsip dari metode ini adalah lempeng KLT dicelupkan pada suspensi mikroorganisme yang tumbuh dalam kaldu yang tepat dan kemudian diinkubasi dalam suasana lembab. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 13 Permukaan silika dari lempeng KLT ditutupi dengan media kaldu menjadi sumber nutrisi dan memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme secara langsung di atasnya, daerah di mana terdapat spot agen antimikroba menunjukkan zona penghambatan pertumbuhan mikroorganisme yang terbentuk. Visualisasi dari zona ini biasanya dilakukan dengan menggunakan reagen dehidrogenase untuk deteksi aktivitas, yang paling umum adalah garam tetrazolium. Dehidrogenase mengkonversi mikroorganisme hidup garam tetrazolium menjadi berwarna. Sehingga, spot krim - putih muncul dengan latarbelakang ungu pada permukaan lempeng KLT menunjukkan keberadaan agen antibakteri (Choma, 2010). 2.4 Tinjauan Tentang Bakteri 2.4.1 Karakter Bakteri Bakteri adalah sel prokariotik yang khas; uniselular dan tidak mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya. Bakteri dapat dibedakan dari ukuran, susunan, dan responnya terhadap antibiotik. Bentuk sel bakteri meliputi (Pelczar dkk, 1998): a. Kokus (bulat) b. Basil (batang) c. Spirilium (spiral) Bentuk sel menunjukkan karakteristik spesies bakteri tersebut, tetapi dapat bervariasi tergantung kondisi pertumbuhannya. Ukuran bakteri sangat kecil berkisar antara 0,5-5 μm. Struktur permukaan bakteri meliputi: a. Flagelum Rambut yang teramat tipis mencuat menembus dinding sel dan bermula dari tubuh dasar, suatu struktur granular tepat di bawah membran sel di dalam sitoplasma. Flagel digunakan bakteri sebagai alat gerak. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 14 b. Pili Pili berukuran lebih kecil, lebih pendek dari flagel. Pili hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Pili tidak berfungsi untuk alat gerak tetapi sebagai alat untuk melekat pada berbagai permukaan. c. Kapsul Kapsul penting artinya buat bakteri maupun organisme lainnya. Bagi bakteri, kapsul merupakan penutup, pelindung dan juga berfungsi sebagai gudang makanan cadangan. 2.4.2 Bakteri Gram Positif dan Negatif Berdasarkan pewarnaan Gram, bakteri dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram negatif zat lipidnya akan larut selama pencucian dengan alkohol, sehingga pori – pori pada dinding sel akan membesar, permeabilitas dinding sel menjadi besar, sehingga zat warna yang sudah diserap mudah dilepaskan dan kuman menjadi tidak berwarna. Sedangkan pada bakteri Gram positif, akan mengalami denaturasi protein pada dinding selnya oleh pencucian dengan alkohol. Protein menjadi keras dan kaku. Pori – pori mengecil, permeabilitas kurang sehingga kompleks ungu kristal iodium dipertahankan dan sel kuman tetap berwarna ungu (Staf Pengajar FKUI, 1993). Hal itu disebabkan karena bakteri Gram positif dan Gram negatif mempunyai susunan kimia dinding sel yang berbeda. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 15 Tabel 2.1. Perbedaan ciri – ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif (Pelczar, JM, 1988). Ciri Struktur dinding sel Gram Positif Gram Negatif Tebal (15 – 80 nm) Tipis (10 – 15 nm) Berlapis Tunggal Berlapis tiga (multi) (mono) Kandungan lipid Kandungan lipid tinggi rendah (1 – 4%) (11-22%) Peptidoglikan ada Peptidoglikan ada di sebagai lapisan Komposisi dinding sel tunggal, komponen utama merupakan lebih dari 50% berat kering pada beberapa sel bakteri Kerentanan terhadap penisilin Persyaratan nutrisi Resistensi terhadap gangguan fisik dalam lapisan kaku sebelah dalam, jumlahnya sedikit merupakan sekitar 10% berat kering. Ada asam tekoat Tidak ada asam tekoat Lebih rentan Kurang rentan Relatif rumit pada banyak spesies Lebih resisten Relatif sederhana Kurang resisten 2.4.3 Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan mikroba adalah peningkatan semua komponen sel, sehingga menghasilkan peningkatan ukuran sel dan jumlah sel (kecuali mikroba yang berbentuk filamen) akan menyebabkan peningkatan jumlah individu didalam populasi. Inokulum hampir selalu mengandung ribuan organisme, pertumbuhan menyatakan pertambahan jumlah atau massa melebihi yang ada di dalam inokulum asalnya (Pelczar dkk, 1998). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 16 2.4.3.1 Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan 1. Suplai Nutrisi (Suharto dkk, 1993) Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya,memerlukan suplai nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsurunsur dasar tersebut adalah: karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. Ketiadaan atau kekurangan sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. 2. Suhu Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Suhu yang berkaitan dengan pertumbuhan mikroorganisme digolongkan menjadi tiga, yaitu: a. Suhu minimum, yaitu suhu yang apabila berada di bawahnya maka pertumbuhan bakteri terhenti. b. Suhu optimum yaitu suhu dimana pertumbuhan berlangsung paling cepat dan optimum (Disebut juga suhu inkubasi). c. Suhu maksimum yaitu suhu yang apabila berada di atasnya maka pertumbuhan tidak terjadi. 3. Keasaman atau Kebasaan (pH) Setiap organisme memiliki kisaran pH masing-masing dan memiliki pH optimum yang berbeda-beda. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 8,0 dan nilai pH di luar kisaran 2,0 sampai 10,0 biasanya bersifat merusak. 4. Ketersediaan Oksigen Mikroorganisme memiliki karakteristik sendiri-sendiri di dalam kebutuhannya akan oksigen. Mikroorganisme dalam hal ini digolongkan menjadi: a. Aerobik: hanya dapat tumbuh apabila ada oksigen bebas. b. Anaerob: hanya dapat tumbuh apabila tidak ada oksigen bebas. c. Anaerob fakultatif: dapat tumbuh baik dengan atau tanpa oksigen bebas. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 17 d. Mikroaerofilik: dapat tumbuh apabila ada oksigen dalam jumlah kecil. 2.4.4 Bakteri yang Digunakan 2.4.4.1 Staphylococcus aureus Berikut adalah klasifikasi taksonomi Staphylococcus aureus: Kingdom : Monera Divisio : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Micrococcaceae Spesies : Staphylococcus aureus Staphylococcus adalah sel-sel bulat yang terdapat sendiri-sendiri atau bulat-bulat atau kadang-kadang berpasangan tetapi lebih sering kelompok-kelompok yang tidak beraturan (Volk dkk, 1990). Staphylococcus juga termasuk dalam bakteri Gram-positif, dan tidak bergerak (Bonang, 2007). Mikroba ini bersifat aerob atau anaerob fakultatif, katalase positif, oksidase negatif, famili nonmotil, tidak membentuk spora dan fermentative. S. aureus bakteri ini bervariasi dalam pembentukan pigmennya. Pigmen dapat berwarna putih, kuning atau kuning-orange. Bakterinya bersifat patogen yang banyak terdapat pada kulit dan lapisan lendir. Pada dasarnya kebanyakan penyakit lebih banyak disebabkan oleh bakteri S. aureus karena kemampuan organisme ini untuk menimbulkan penyakit bergantung pada kemampuannya melawan fagositosis dan efek beberapa diantara toksin dan enzim yang disekresi oleh sel (Hastowo dkk, 1992). Batas suhu untuk pertumbuhan S. aureus adalah 15˚C dan 40˚C mempunyai suhu optimum yaitu sebesar 35˚C - 40˚C dengan pH 7,4. Bakteri dapat tumbuh pada medium dengan kadar garam 7,5-10% dan dapat tumbuh baik dalam kaldu biasa pada suhu 37˚C. Pada lempeng agar, koloninya berbentuk bulat, diameter 1-2 mm, cembung, buram, mengkilat dan konsistensinya lunak (Nurhayati, 2004). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 18 2.4.4.2 Pseudomonas aeruginosa Bakteri ini sering dihubungkan dengan penyakit pada manusia. Organisme ini dapat merupakan penyebab 10 – 20 % infeksi nosokomial. Sering diisolasi dari penderita neoplastik, luka dan luka bakar yang berat. Bakteri ini juga dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan bagian bawah, saluran kemih, mata dan lain – lainnya. Morfologi dari bakteri ini berbentuk batang negatif Gram, berukuran 0,5 – 1,0 x 3,0 – 4,0 µm. Umumnya mempunyai flagel polar, tetapi kadang – kadang 2 – 3 flagel. Bila tumbuh pada perbenihan tanpa sukrosa terdapat lapisan lender polisakarida ekstraseluler. Pseudomonas aeruginosa merupakan organisme yang sangat mudah beradaptasi dan dapat memakai 80 gugus organik yang berbeda untuk pertumbuhannya dan amonia sebagai sumber nitrogen. Suhu pertumbuhan optimum adalah 35 oC, tetapi dapat juga tumbuh 42 oC. Pseudomonas aeruginosa adalah satu – satu nya spesies yang menghasilkan: 1. Piosianin, suatu pigmen yang larut dalam kloroform. 2. Flouresen, suatu pigmen yang larut dalam air. Beberapa strain menghasilkan pigmen merah. Pseudomonas aeruginosa lebih resisten terhadap desinfektan daripada bakteri lain lain. Bakteri ini menyenangi hidup dalam suasana lembab seperti pada peralatan pernafasan, air dingin, lantai, kamar mandi, tempat air, dan lain – lain. Kebanyakan antibiotik dan antimikroba tidak efektif terhadap kuman ini. Fenol dan beta – glutaraldehid biasanya merupakan desinfektan yang efektif. Air mendidih dapat membunuh kuman ini. Infeksi oleh Pseudomonas aeruginosa terjadi pada orang yang mempunyai ketahanan tubuh yang menurun, yaitu penderita luka bakar, orang yang sakit berat atau dengan penyakit metabolik atau mereka yang sebelumnya memakai atau mempergunakan alat – alat kedokteran. (Staf Pengajar FKUI, 1993) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 19 2.5 Tinjauan Tentang Antibakteri 2.5.1 Aktivitas Antibakteri Antimikroba adalah senyawa kimia yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang mikroorganisme. dimatikan atau Berdasarkan dihambat jenis pertumbuhannya, antimikroba terbagi menjadi antibakteri, antifungi, antivirus dan antiprotozoa. Antibakteri adalah zat yang membunuh bakteri atau menekan pertumbuhan dan reproduksi mereka. Sampai saat ini, antibakteri masih merupakan salah satu obat yang paling sering digunakan (Volk dkk, 1990). Obat untuk membasmi bakteri penyebab infeksi pada manusia harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk bakteri, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Ganiswarna dkk, 1995). Aktivitas suatu zat yang bersifat antibakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor penting seperti konsentrasi bahan, pH, komposisi medium, suhu, jenis bakteri penguji dan kemampuan antibakteri untuk mengurangi dalam medium. Berdasarkan jenis daya tahan kerjanya terhadap bakteri, zat antibakteri dibagi dalam 2 kelompok yaitu bakteriostatik dan bakterisidal. Zat bakterisidal adalah zat-zat yang dapat membunuh bakteri karena daya kerjanya yang cepat dan mematikan. Sedangkan zat yang hanya menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik (Irianto, 2006). 2.5.2 Mekanisme Kerja Antibakteri Secara umum mekanisme kerja antibakteri dapat dibagi atas (Hastowo dkk, 1992) : 1. Penghambatan Pertumbuhan oleh Analog Dalam kelompok ini termasuk sulfonamida. Pada umumnya bakteri memerlukan para-aminobenzoat (PABA) untuk sintesis asam folat, yang diperlukan dalam sintesis purin. Sulfonamida memiliki struktur seperti PABA, sehingga penggunaan sulfonamida menghasilkan asam folat yang tidak berfungsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 20 2. Penghambatan Sintesis Dinding Sel Perbedaan struktur sel antara bakteri dan eukariot menguntungkan bagi penggunaan bahan antimikroba. Penicillin dan Cephalosporin merupakan contoh klasik. Kedua antibiotik ini menyebabkan penghambatan pada pembentukan ikatan sebrang silang. Pada konsentrasi rendah, penicillin menghambat pembentukan ikatan glikosida, sehingga pembentukan dinding sel baru akan terganggu dapat dilihat dari bakteri dengan bentuk sel yang panjang tanpa dinding sekat. Pada konsentrasi tinggi, ikatan sebrang silang terganggu dan pembentukan dinding sel terhenti. Kepekaan bakteri terhadap penicillin tergantung pada kemampuan mikroorganisme menghasilkan enzim beta-laktamase enzim ini dapat merusak daya kerja penicillin. 3. Penghambatan fungsi membran sel Membran sel bakteri dan fungi dapat dirusak oleh beberapa bahan tertentu tanpa merusak sel inang. Polymixin berdaya kerja terhadap bakteri Gram-negatif, sedangkan antibiotik polyene terhadap fungi. Polymixin dihasilkan oleh Bacillus polymyxa. Daya kerja polymixin merusak membran sel, sehingga isi sel akan keluar. Antibakteri ini berdaya kerja terhadap sel baik yang sedang tumbuh maupun yang tidak tumbuh. 4. Penghambatan sintesis protein Beberapa antibiotik menghambat sintesis protein pada bakteri. Sebagai contoh chloramphenicol, tetracycline, dan erythomycine. Puromycin merupakan penghambat sintesis protein pada manusia. Bakteri memiliki ribosom dengan 70S, sedangkan manusia 80S. Unit ribosom pada bakteri adalah 50S dan 30S. Chloramphenicol mengikat ribosom 50S, sehingga tidak dapat berfungsi. Antibiotik ini bersifat bakteriostatik, pertumbuhan bakteri dimulai kembali bila tidak ada antibakteri ini. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 21 2.5.3 Antibakteri yang Digunakan Sebagai Kontrol Positif Tetrasiklin Hidroklorida yang digunakan sebagai kontrol positif, memiliki karakteristik sebagai berikut (Depkes RI, 1995): Rumus bangun : Gambar 2.3. Rumus bangun tetrasiklin. Rumus molekul : C22H24N2O8.HCl Bobot molekul : 480,90 Pemerian :Serbuk hablur, kuning, tidak berbau, agak higroskopis. Stabil di udara tetapi pada pemaparan terhadap cahaya matahari yang kuat dalam udara lembab. Dalam larutan dengan pH lebih kecil dari 2, potensi berkurang dan cepat rusak dalam larutan alkali hidroksida. Kelarutan :Larut dalam 10 bagian air dan dalam 100 bagian etanol (95%), praktis tidak larut dalam kloroform dan dalam eter. Penyimpanan :Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya. Jika dalam udara lembab terkena sinar matahari langsung, warna menjadi gelap dan dalam larutan pH tidak lebih dari 2 menjadi inaktif dan rusak pada pH 7 atau lebih. Tetrasiklin berikatan dengan ribosom subunit 30S mikrobia. Tetrasiklin menghambat sintesis protein dengan memblokir penambahan aminoacyl-t-RNA. Kemudian tetrasiklin mencegah pemasukan asam amino ke rantai baru yang mulai memanjang. Cara kerjanya bersifat menghambat dan reversibel jika obat dihilangkan. Resistensi terhadap tetrasiklin diakibatkan perubahan oleh perubahan permeabilitas dinding sel. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 22 2.6 Macam – Macam Medium Medium yang baik untuk bakteri adalah medium yang mengandung zat-zat organik seperti rebusan daging, sayur-sayuran, sisa makanan, atau ramuan-ramuan yang dibuat oleh manusia. Medium yang dibuat oleh manusia adalah sebagai berikut (Dwidjoseputro, 1994): 2. Medium Cair Medium cair yang biasa di gunakan adalah kaldu. Pembuatan medium ini yaitu dengan cara air murni di tambahkan dengan kaldu daging lembu dan pepton. Pepton adalah protein yang terdapat pada daging, pada air susu, pada kedelai dan pada putih telur. Medium yang telah siap tersebut ditentukan pHnya 6,8 - 7, jadi sedikit asam atau netral. pH tersebut adalah pH yang sesuai bagi kebanyakan bakteri. Setelah di ukur pHnya kaldu tersebut di saring menggunakan kertas saring lalu di masukkan ke dalam tabung reaksi dan disumbat dengan kapas, barulah dapat di masukkan ke dalam autoklaf. 3. Medium Padat Dulu medium padat masih banyak menggunakan kentang yang di potong-potong. Kentang tersebut di potong-potong dengan menggunakan pipa besi lalu di masukkan ke dalam tabung reaksi kemudian di sumbat dengan kapas dan setelah itu di sterilkan di dalam autoklaf. Setelah dingin kentang dapat ditanami bakteri. Lalu muncul penemuan baru dengan menggunakan kaldu yang di campur dengan sedikit agar-agar. Baru dapat di peroleh medium padat setelah di sterilkan. Agar-agar tersebut baru mencair pada suhu 95˚C. Agar-agar ialah sekedar zat pengental, dan bukan zat makanan bagi bakteri. 4. Medium yang Diperkaya Bakteri patogen memerlukan makanan tambahan berupa serum atau darah yang tidak mengandung fibrinogen. Fibrinogen adalah zat yang menyebabkan darah menjadi kental, apabila keluar di luka. Serum dan darah dicampurkan ke dalam medium yang sudah disterilkan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 23 Pencampuran ini dilakukan sebelum sterilisasi, maka serum atau darah tersebut akan mengental akibat pemanasan. 5. Medium Kering Medium ini berupa serbuk kering yang dilarutkan dalam air lalu di sterilkan. Pada medium ini tidak perlu dilakukan pemeriksaan pH karena sudah dilakukan lebih dahulu pada waktu pembuatan serbuk. 6. Medium Sintetik Medium ini berupa ramuan-ramuan zat anorganik tertentu yang mengandung zat karbon dan nitrogen. Bakteri autotrof dapat hidup dalam medium ini. Medium ini dibuat secara eksperimental. Medium ini tidak menimbulkan zat-zat penolak, apabila masuk ke dalam tubuh hewan atau manusia. 2.7 Kromatografi Kromatografi didefenisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam suatu sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan didalamnya zat – zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan adsorpsi, partisi, kelarutan ukuran molekul atau kerapatan muatan ion (Farmakope Indonesia ed.4, 2000). 2.7.1 Kromatografi Kolom Kromatografi kolom merupakan kromatografi cair dimana fase diam ditempatkan di dalam tabung kaca berbentuk silinder pada bagian bawah tertutup dengan katup atau keran dan fasa gerak dibiarkan mengalir ke bawah karena adanya gaya berat (Gritter, Bobbit & Schwarting, 1991). 2.7.1.1 Penyerap (fase diam) Penyerap untuk kolom biasanya berukuran 63 – 250 µm. sifat penyerap terutama bergantung pada pH dan tingkat keaktifannya. Penyerap yang biasa digunakan adalah silika gel, alumina, arang, selulosa, poliamida dan polistiren (Gritter, Bobbit & Schwarting, 1991). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 24 2.7.1.2 Pelarut Pengelusi (fase gerak) Pemilihan pelarut pengelusi perlu dilakukan untuk mengetahui pelarut atau campuran pelarut mana yang dapat menghasilkan pemisahan yang diinginkan. Hal itu dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu penelusuran pustaka, penerapan data KLT pada pemisahan dengan kolom dan pemakaian elusi landaian umum mulai dari pelarut yang tidak menggerakkan linarut sampai pelarut yang lebih polar yang menggerakkan linarut (Gritter, Bobbit & Schwarting, 1991). 2.7.1.3 Pembuatan Kolom Pembuatan kolom ada 2 cara, yaitu: a. Cara kering Selapisan pasir diletakkan didalam kolom kemudian penyerap dimasukkan ke dalam tabung sedikit demi sedikit, permukaan diratakan dan dimampatkan sedikit. Setelah itu kertas saring diletakkan diatasnya dan ditambah lagi selapis pasir sehingga jika ditambahkan pelarut, permukaan penyerap tidak terganggu. Selanjutnya pelarut pengelusi dibiarkan mengalir ke bawah melalui penyerap dengan keran terbuka sampai permukaan pelarut tepat sedikit di atas bagian atas kolom (Gritter, Bobbit & Schwarting, 1991). b. Cara basah Selapisan pasir silika dimasukkan kedalam kolom dan sepertiga tabung diisi dengan pelarut. Kemudian suspensi fase diam dimasukkan ke dalam pelarut di dalam tabung sedikit demi sedikit atau sekaligus sambil diketuk – ketuk pada semua sisi secara perlahan – lahan agar diperoleh lapisan yang seragam. Keran dapat dibuka atau ditutup selama penambahan asal permukaan pelarut tetap di atas permukaan penyerap (Gritter, Bobbit & Schwarting, 1991). 2.7.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan fisikokimia yang didasarkan atas penyerapan, partisi (pembagian) atau gabungannya. Lempeng pemisah tipis yang terdiri dari butir penyerap dilapiskan pada lempeng kaca, logam dan lain – lain. Untuk mendapatkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 25 kondisi jenuh bejana kromatografi, dinding bejana dilapisi dengan lembaran kertas saring, fase gerak dituang ke dalam bejana sehingga kertas saring basah dan dalam bejana terdapat fasa gerak setinggi 5 – 10 mm, bejana ditutup dan dibiarkan selama satu jam pada 20 – 25oC (Harmita, 2006). KLT sangat bermanfaat untuk analisis obat dan bahan lain dalam laboratorium karena hanya memerlukan peralatan sederhana, waktu cukup singkat dan jumlah zat yang diperiksa cukup kecil. Di samping itu tidak diperlukan ruang besar dan teknik pengerjaannya sederhana (Harmita, 2006). 2.7.3 Kromatografi Gas – Spektrometri Massa Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen – komponen yang dapat menguap dan hasil pemisahan dapat dilihat berupa kromatogram. Spektroskopi massa adalah metode analisa dimana sampel yang dianalisa akan diubah menjadi ion – ion gasnya dan massa dari ion – ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi berupa spektrum massa (Sudjadi, 2007). Pemisahan senyawa dalam GC (Gas Chromatography) terjadi di dalam kolom dengan melibatkan dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam merupakan zat yang berada di dalam kolom sedangkan fase gerak adalah gas pembawa (helium atau hidrogen). GC (Gas Chromatography) dengan teknik pemisahan dimana solut – solut yang mudah menguap dan stabil terhadap pemanasan akan bermigrasi melalui kolom yang merupakan fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didihnya (kecuali jika terjadi interaksi khusus antara solute dengan fase diam). Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom yang akan dihantarkan ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat bertujuan untuk menjamin bahwa solut UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 26 akan menguap dan akan cepat terelusi, suhu yang biasa digunakan berkisar 50 – 350oC (Sudjadi, 2007). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini mulai dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Mikrobiologi dan Pengendalian Hama, Pusat Penelitian (Puslit) Biomaterial LIPI Cibinong, Bogor, Jawa barat. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain Erlenmeyer (Iwaki), gelas ukur (Pyrex), hammer mill, ayakan no. mesh 40, cawan petri, jarum ose, ose kapas steril, tabung reaksi, rak tabung reaksi, hot plate, vortex, autoklaf, lampu spiritus, timbangan analitik, mikroskop (Olympus CX21), LAF (Laminar Air Flow), oven, microtiter plate, Lemari pendingin, kapas steril, spatula, mikropipet, shaker incubator, kertas saring Whatman no. 1, vakum rotavapor (IKA RV 10), kromatografi kolom, plat kromatrografi lapis tipis, GCMS (Gas Cromatography – Mass Spectrometry), kertas cakram (paper disc), botol maserasi, jangka sorong. 3.2.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun Cinnamomum sintoc yang diperoleh dari Kebun Raya Bogor, pelarut metanol, etil asetat, n – heksana, DMSO (Merck), kultur bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dan kultur bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 yang diperoleh dari lab mikrobiologi fakultas kedokteran Universitas Indonesia, antibiotik tetrasiklin, pewarnaan Gram, aquadest steril, larutan NaCl fisiologis, medium NA (Nutrient Agar) (Merck), medium NB (Nutrient Broth) (Merck), p-iodonitrotetrazolium violet (INT) (Sigma aldrich), medium Brain Heart Infussion (BHI), kloroform, asam asetat anhidrida, HCl 2 N, perekasi Dragendorf, Pb asetat, NaOH 0,1 N, H2SO4 pekat, FeCl3. 27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 28 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pembuatan Simplisia Sampel daun sintok (Cinnamomum sintoc) segar sebanyak 6 kg diperoleh dari koleksi tanaman Kebun Raya Bogor, Jawa barat dan diidentifikasi di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jawa barat. Daun sintok segar dikumpulkan dan dilakukan sortasi kemudian dibersihkan untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada daun. Kemudian dilakukan proses pengeringan menggunakan oven pada suhu 40oC. Setelah kering, dilakukan sortasi kembali, kemudian daun dibuat menjadi serbuk menggunakan alat penggiling hammer mill, diayak menggunakan ayakan mesh no. 40 dan ditampung pada wadah tertutup. 3.3.2 Penetapan Kadar Air Simplisia (Depkes RI, 2000) Penetapan kadar air menggunakan metode gravimetri. Krusibel porselin kosong dikonstankan terlebih dahulu dengan pemanasan pada suhu 100-105oC selama 2 jam, didinginkan dalam desikator, dan kemudian ditimbang. Sebanyak 1 g sampel ditimbang dalam krusibel yang telah diketahui beratnya, dikeringkan dalam oven pada suhu 105-110oC selama 5 jam, didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang kembali. Perlakuan ini diulang sampai beratnya konstan. Kadar air dihitung dalam persen terhadap berat sampel awal. 3.3.3 Pembuatan Ekstrak Setelah menjadi serbuk, dilakukan proses ekstraksi dengan cara maserasi bertingkat menggunakan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu n-heksana (non polar), etil asetat (semi polar), dan metanol (polar). Serbuk simplisia daun sebanyak 4300 g dimasukkan ke dalam wadah, selanjutnya pelarut n – heksana dimasukkan ke dalam wadah yang berisi serbuk simplisia hingga serbuk terendam 3 cm di atas permukaan simplisia. Wadah disimpan dalam ruang gelap dan pada suhu ruang. Maserasi dilakukan selama 2 hari dengan beberapa kali pengadukan. Hasil maserasi disaring untuk memisahkan filtrat dengan ampas. Ampas yang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 29 tersisa kembali ditambahkan n – heksana dan proses maserasi dilakukan kembali sampai pelarut berwarna bening. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan vacuum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Selanjutnya ampas dimaserasi dengan pelarut etil asetat selama 2 hari dengan beberapa kali pengadukan. Kemudian hasil maserasi difiltrasi, ampas yang tersisa dimaserasi kembali dengan etil asetat sampai pelarut berwarna bening. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan vacuum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Ampas di maserasi dengan pelarut metanol selama 2 hari dengan beberapa kali pengadukan. Kemudian hasil maserasi difiltrasi. Ampas yang tersisa kembali ditambahkan metanol dan proses maserasi dilakukan kembali sampai pelarut berwarna bening. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan vacuum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Penguapan pelarut menggunakan vacuum rotary evaporator dilakukan pada suhu 45oC. Ekstrak disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4oC untuk memperpanjang masa simpan sampai siap digunakan untuk uji aktivitas antibakteri. Rendemen ekstrak dinyatakan dalam persen dihitung menggunakan persamaan: Rendemen ekstrak (%) = x 100 % 3.3.4 Pewarnaan Gram Pewarnaan Gram digunakan untuk identifikasi anggota dari domain bakteri ke dalam dua kelompok berdasarkan perbedaan dinding selnya. Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa diambil masing – masing 1 ose dan digores-goreskan pada permukaan kaca objek steril, ditetesi NaCl 0,9 %, kemudian dilakukan fiksasi. Kristal violet sebanyak 1 tetes ditambahkan ke permukaan kaca objek yang terdapat lapisan bakteri tersebut dan didiamkan selama 1 menit. Setelah 1 menit, kaca objek dibilas dengan air sampai zat warna luntur. Kaca objek dikeringkan di atas api spiritus. Setelah kering, larutan lugol sebanyak 1 tetes ditambahkan ke permukaan kaca objek tersebut dan didiamkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 30 selama 1 menit. Setelah 1 menit, kaca objek dibilas dengan air. Kaca objek dibilas dengan alkohol 96% sampai semua zat warna luntur kemudian dicuci dengan air. Kaca objek dikeringkan di atas api spiritus. Setelah kering, safranin sebanyak 1 tetes ditambahkan ke permukaan kaca objek dan didiamkan selama 45 detik. Preparat dicuci dengan air dan dikeringkan. Preparat diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100x (Surya rosa putra, 2012). 3.3.5 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n – heksana, Etil asetat dan Metanol daun Cinnamomum sintoc dengan Metode Difusi Cakram 3.3.5.1 Sterilisasi Alat dan Bahan Sterilisasi dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: a. Sterilisasi dengan pemijaran, yaitu pembakaran alat – alat diatas lampu spiritus sampai pijar seperti ose, batang L, dan mulut tabung biakan. b. Sterilisasi dengan uap yang bertekanan (autoklaf), yaitu sterilisasi dengan menggunakan suhu 121˚C selama 15 menit. Bahan – bahan seperti media NB, NA, BHI, Aquadest disterilkan dengan autoklaf dan juga alat-alat gelas seperti cawan petri, beacker glass, spreader. 3.3.5.2 Pembuatan Medium 3.3.5.2.1 Nutrien Agar (NA) Medium yang digunakan untuk membiakkan bakteri uji adalah medium NA. Serbuk NA sebanyak 20 gram dilarutkan dalam 1 liter aquadest dan dipanaskan sampai mendidih sehingga larut. Lalu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121˚C selama 15 menit. Setelah agak dingin, disimpan dalam lemari pendingin dan dapat digunakan bila diperlukan dengan memanaskannya kembali dengan hot plate. Untuk membuat agar miring, NA yang telah disterilkan dituang pada suhu 60 – 50oC kedalam tabung reaksi yang telah disterilkan sebanyak 5 ml, kemudian disumbat dengan kapas steril dan diposisikan miring sekitar 45o kemudian ditunggu sampai mengeras. 3.3.5.2.2 Nutrien Broth (NB) Serbuk NB sebanyak 8 gram dilarutkan dalam 1 liter aquadest dan dipanaskan sampai mendidih sehingga larut. Lalu disterilkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 31 dalam autoklaf pada suhu 121˚C selama 15 menit. Setelah agak dingin NB dapat disimpan dalam lemari pendingin. 3.3.5.3 Peremajaan Bakteri dan Pembuatan Kultur Kerja Disiapkan agar miring NA steril, lalu diambil stok bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dengan menggunakan ose steril yang telah dipijarkan lalu ditanam pada permukaan agar miring dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37˚C. 3.3.5.4 Pembuatan Suspensi Bakteri Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang telah diremajakan pada umur 24 jam diambil 1 ose dan dimasukkan dalam 10 ml NB (inokulum) lalu dikocok menggunakan shaker incubator selama 24 jam pada suhu 37˚C. Setelah 24 jam tabung menjadi keruh yang menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri. Kekeruhan kultur dibandingkan dengan larutan Mc. Farland 0,5 yang setara dengan 108 CFU/ml. Kemudian dilakukan pengenceran sampai diperoleh suspensi bakteri 106 CFU/ ml dengan cara mengambil 1 ml (dari tabung 108 CFU/ml) dicampur dengan 9 ml NaCl 0,9% steril, maka akan didapat suspensi bakteri dengan kepadatan 107 CFU/ml. dilanjutkan dengan mengambil 1 ml lagi (dari tabung 107 CFU/ml) untuk dicampur dengan 9 ml Nutrient Broth sehingga didapatkan suspensi bakteri dengan kepadatan 106 CFU/ml (Bobby wahyu dkk, 2013) 3.3.5.5 Penentuan Diameter Zona Hambat Media cair nutrient agar yang sudah disterilkan dituang secara aseptis sebanyak 20 ml pada cawan petri berdiameter 9 cm yang sudah disterilkan hingga merata, kemudian dibiarkan hingga membeku. Setelah media nutrient agar membeku, celupkan 1 ose kapas kedalam suspensi bakteri, kemudian inokulasikan bakteri yang telah diambil dengan ose tersebut pada media nutrient agar. Paper disc yang telah disterilkan (diameter 6 mm) diteteskan 25 µl ekstrak metanol, etil asetat dan n – heksana yang masing – masing UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 32 dilarutkan dalam DMSO 15% (15% DMSO dan 65% Aquadest) sehingga diperoleh konsentrasi 50 mg/ml. Kemudian paper disc yang telah ditetesi larutan ekstrak, ditunggu selama 10 detik sampai ekstrak tersebut menyerap pada paper disc dan diletakkan diatas permukaan lempeng agar yang telah diinokulasikan bakteri. Kontrol negatif digunakan DMSO 15%, Kontrol positif digunakan antibiotik Tetrasiklin 1000 ppm. Kemudian diinkubasi pada temperatur 37oC selama 24 jam. Zona hambat yang terbentuk diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan sebanyak dua kali (duplo). Ekstrak yang memiliki aktivitas anitibakteri tertinggi kemudian difraksinasi menggunakan kromatografi kolom. 3.3.6 Skrining Fitokimia Ekstrak yang Memiliki Aktivitas Antibakteri Tertinggi 3.3.6.1 Pengujian Golongan Terpenoid dan Steroid (P.Lalitha et al 2012) Uji Liebermann – Burchard. Sebanyak 1 ml sampel ditambahkan kloroform, kemudian ditambahkan asam asetat anhidrida dan beberapa tetes asam sulfat pekat. Hasil uji positif untuk terpenoid bila terbentuk warna hijau gelap. Hasil uji positif untuk steroid bila terbentuk warna merah muda atau merah. 3.3.6.2 Pengujian Golongan Saponin (Harborne 1996) Sebanyak 1 ml sampel pekat dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dan ditambahkan 10 ml air panas lalu didinginkan. Selanjutnya dikocok dengan vortex selama kurang lebih 10 detik. Bila terdapat senyawa saponin dalam ekstrak maka akan terbentuk buih mantap selama sekitar 10 menit. Buih dikatakan mantap bila tingginya 1 – 10 cm, dan buih tidak hilang bila ditambah HCl 2 N. 3.3.6.3 Pengujian Golongan Alkaloid (Harborne 1996) Sampel yang telah dipekatkan dimasukkan dalam plat tetes kemudian ditambahkan 3 tetes pereaksi Dragendorf. Hasil uji positif bila terdapat endapan berwarna merah jingga. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 33 3.3.6.4 Pengujian Golongan Flavonoid (Mojab F dkk, 2003) Satu gram sampel diekstraksi dengan 5 ml etanol kemudian tambahkan beberapa tetes HCl pekat dan 1,5 gram logam magnesium. Adanya flavonoid, diindikasikan dari terbentuknya warna pink atau merah magenta dalam waktu 3 menit. 3.3.6.5 Pengujian Golongan Fenolik (Robinson, 1991; Marliana, 2005) Tambahkan ke dalam larutan sampel beberapa tetes larutan besi (III) klorida 10%. Adanya senyawa kelompok fenol ditandai dengan munculnya warna biru tua atau hitam kehijauan. 3.3.6.6 Pengujian Golongan Tannin (Farnsworth, 1996) Ekstrak 0,5 gram dalam cawan ditambahkan 2 ml etanol 70 % kemudian diaduk, ditambahkan FeCl3 sebanyak 3 tetes, positif jika menghasilkan biru karakteristik, biru – hitam, hijau atau biru – hijau. 3.3.7 Penetapan Kadar Air Ekstrak yang Memiliki Aktivitas Antibakteri Tertinggi (Depkes RI, 2000) Penetapan kadar air menggunakan metode gravimetri. Krusibel porselin kosong dikonstankan terlebih dahulu dengan pemanasan pada suhu 100-105oC selama 2 jam, didinginkan dalam desikator, dan kemudian ditimbang. Sebanyak 1 g sampel ditimbang dalam krusibel yang telah diketahui beratnya, dikeringkan dalam oven pada suhu 105-110oC selama 5 jam, didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang kembali. Perlakuan ini diulang sampai beratnya konstan. Kadar air dihitung dalam persen terhadap berat sampel awal. 3.3.8 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dianalisa menggunakan kromatografi lapis tipis untuk mengamati pola pemisahannya. Sebagai fase gerak digunakan pelarut pengembang yang sesuai, dilakukan uji coba untuk mendapatkan perbandingan pelarut yang memberikan pemisahan terbaik. Fasa gerak yang telah dibuat, dimasukkan ke dalam bejana KLT dan dijenuhkan dengan kertas saring ke dalamnya, hingga kertas saring terbasahi semua. Selanjutnya, ekstrak dilarutkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 34 dengan pelarut yang sesuai dan ditotolkan pada plat KLT menggunakan pipa kapiler. Plat KLT dielusi di dalam masing – masing bejana KLT yang berisi fase gerak, hingga fase gerak mencapai garis tepi bagian atas, kemudian diangkat. Plat KLT dibiarkan kering dan dilihat pola pemisahannya secara langsung. Dari hasil KLT, dilihat kombinasi sistem fase gerak yang memberikan pola pemisahan terbaik. 3.3.9 Fraksinasi ekstrak yang Memiliki Aktivitas Antibakteri Tertinggi dengan Kromatografi Kolom 3.3.9.1 Penyiapan Sampel Berdasarkan uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram, ekstrak etil asetat memiliki aktivitas antibakteri tertinggi. Sebanyak 10 gram ekstrak etil asetat daun Cinnamomum sintoc, dilarutkan dalam 7,5 ml etil asetat kemudian diadsorpsikan dengan silika (sebagai fasa diam) sebanyak 12 gram sedikit demi sedikit. Kemudian campuran silika dan larutan ekstrak diaduk dan dikering anginkan sampai pelarutnya menguap sehingga diperoleh sampel yang dapat mengalir seperti serbuk. 3.3.9.2 Penyiapan Kolom Kromatografi Penyiapan kolom kromatografi, pertama - tama pada ujung kolom kromatografi diberikan kapas untuk menahan agar silika gel tidak keluar. 100 gram Silika gel dimasukkan ke dalam beacker glass, pelarut nheksana ditambahkan hingga menghasilkan silika yang menyerupai bubur kemudian aduk hingga terbentuk suspensi. Suspensi silika gel yang telah terbentuk, dimasukkan kedalam kolom kromatografi sedikit demi sedikit sambil diketuk ketuk. Pelarut yang mengalir ke ujung kolom ditampung, kemudian dimasukkan kembali ke dalam kolom. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang hingga silika gel menjadi padat. Kemudian 10 gram ekstrak etil asetat yang telah diadsorpsikan dengan 12 gram silika dimasukkan ke dalam kolom melalui bagian atas kolom dengan cara menaburkannya sedikit demi sedikit. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 35 3.3.9.3 Proses fraksinasi Ekstrak etil asetat, selanjutnya difraksinasi menggunakan kromatografi kolom. Sistem pelarut yang digunakan yaitu sistem gradien. Dengan komposisi pelarut yang digunakan yaitu n-heksana dan etil asetat, dimana setiap gradien kepolarannya ditingkatkan 5%. Fraksinasi pertama dimulai dari menggunakan pelarut n-heksan 100% sebanyak 250 ml. Eluat ditampung setiap 50 ml. Penggantian gradien fasa gerak dilakukan ketika gradien sebelumnya telah habis digunakan untuk mengaliri kolom. Fraksinasi dilakukan hingga fasa gerak yang digunakan telah mencapai gradien akhir yaitu etil asetat 100%. Semua eluat yang diperoleh, dikeringkan terlebih dulu dengan cara diangin – anginkan kemudian diuji dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk melihat pola noda masing – masing eluat. Eluat yang memberikan pola noda dengan nilai Rf yang sama, digabungkan menjadi satu dan selanjutnya diuji aktivitas antibakteri menggunakan metode bioautografi. 3.3.10 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi dari Ekstrak yang Memiliki Aktivitas Antibakteri Tertinggi dengan Metode Bioautografi Untuk menentukan fraksi dari ekstrak etil asetat daun Cinnamomum sintoc yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi, maka dilakukan uji antibakteri dengan metode bioautografi. 3.3.10.1 Pembuatan Suspensi Bakteri Stok bakteri uji S.aureus dan P.aeruginosa yang telah diremajakan pada medium NA miring diambil 1 ose, lalu disuspensikan ke dalam 10 ml medium BHI (Brain Heart Infusion), kemudian diinkubasi dalam shaker incubator dengan kecepatan 100 rpm pada suhu 37oC selama 24 jam. 3.3.10.2 Uji Bioautografi Fraksi Hasil Kromatografi Kolom Fraksi hasil kromatografi kolom yang telah digabungkan berdasarkan nilai Rf, masing – masing dilarutkan dengan kloroform dan etil asetat sehingga diperoleh larutan fraksi dengan konsentrasi 50 mg/ml. Larutan fraksi sebanyak 10 µl ditotolkan pada plat KLT berukuran 6,5 x 7 cm kemudian dikering anginkan untuk menghilangkan pelarutnya. Plat KLT yang telah ditotolkan larutan fraksi sebanyak 10 µl, dicelupkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 36 dalam campuran BHI dan suspensi bakteri sebanyak 10 ml selama 5 detik, selanjutnya disimpan dalam petri dish dan diletakkan kapas yang dibasahi dengan aquadest yang telah disterilkan. Plat diinkubasi pada suhu 37 o C selama 20 jam, setelah diinkubasi plat disemprot dengan larutan piodonitrotetrazolium violet (INT) konsentrasi 2 mg/ml, dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37oC (Sabariah Ismail, 2011). Untuk mengetahui nilai Rf senyawa aktif antibakteri maka dilakukan uji bioautografi pada fraksi yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi, yaitu fraksi yang memiliki diameter zona hambat terbesar. Fraksi yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dilarutkan dengan etil asetat sehingga diperoleh larutan fraksi dengan konsentrasi 50 mg/ml. Larutan fraksi sebanyak 10 µl ditotolkan pada plat KLT, kemudian dielusi menggunakan fasa gerak n – heksana : etil asetat. Setelah larutan fraksi dielusi, plat KLT dicelupkan dalam campuran BHI dan suspensi bakteri selama 5 detik, selanjutnya disimpan dalam petri dish dan diletakkan kapas yang dibasahi dengan aquadest yang telah disterilkan. Plat diinkubasi pada suhu 37o C selama 20 jam, setelah diinkubasi plat disemprot dengan larutan p-iodonitrotetrazolium violet (INT), dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37 oC (Sabariah Ismail, 2011) 3.3.11 Penentuan Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Fraksi yang Mempunyai Aktivitas Antibakteri Tertinggi 3.3.11.1 Pembuatan Medium Medium yang digunakan adalah medium NB (Nutrient Broth) untuk pertumbuhan bakteri uji. Medium NB 1 dibuat dengan cara melarutkan 8 g NB dalam 1 liter aquadest dan medium NB 2 dibuat dengan komposisi 2x medium NB 1 (16 g dalam 1 liter aquadest). 3.3.11.2 Pembuatan Suspensi Bakteri Bakteri Gram positif dan Gram negatif yang telah diremajakan pada umur 24 jam diambil 1 ose dan dimasukkan dalam 10 ml NB (inokulum) lalu dikocok menggunakan shaker incubator selama 24 jam pada suhu 37˚C. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 37 Setelah 24 jam tabung menjadi keruh yang menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri. Kekeruhan kultur dibandingkan dengan larutan Mc. Farland 0,5 yang setara dengan 108 CFU/ml. Kemudian dilakukan pengenceran sampai diperoleh suspensi bakteri 106 CFU/ ml dengan cara mengambil 1 ml (dari tabung 108 CFU/ml) dicampur dengan 9 ml NaCl 0,9% steril, maka akan didapat suspensi bakteri dengan kepadatan 107 CFU/ml. Dilanjutkan dengan mengambil 1 ml lagi (dari tabung 107 CFU/ml) untuk dicampur dengan 9 ml Nutrient Broth sehingga didapatkan suspensi dengan kepadatan 106 CFU/ ml (Bobby wahyu W, dkk. 2013). 3.3.11.3 Pengenceran Larutan Uji Fraksi yang mempunyai aktivitas antibakteri ditentukan nilai KHM dengan metode mikrodilusi, dibuat pengenceran larutan uji dari larutan induk 50000 µg/ml menjadi, 12500 µg/ml, 6250 µg/ml, 3125 µg/ml, 1562,5 µg/ml, 781,25 µg/ml, 390,66 µg/ml, 195,31 µg/ml, 97,66 µg/ml menggunakan microtiter plate 96 sumur, dengan komposisi sebagai berikut: a) Sumur A1 – A6 diisi dengan 100 µl medium NB 2 b) Sumur B1 – H6 diisi dengan 100 µl medium NB 1 c) Sumur A1 – A3 diisi dengan 100 µl sampel uji d) Sumur A4 – A6 diisi dengan 100 µl tetrasiklin (antibiotic control) e) Dari sumur A1 – A6 masing – masing diambil 100 µl dan dimasukkan dalam sumur B1 – B6, begitu seterusnya sampai sumur F1 – F6 diambil 100 µl lalu dibuang. f) Sumur A7 diisi 200 µl dengan medium NB 2 (Sterility control) g) Sumur B7 diisi 100 µl dengan medium NB 1 (Sterility control) h) Sumur C7 – D7 diisi 100 µl dengan medium NB 1 (Growth control) i) Sumur E7 – F7 diisi 100 µl dengan medium NB 2 dan 100 µl DMSO dan dibuang 100 µl (Solvent control) j) Masing – masing sumur ditambah dengan bakteri uji 100 µl kecuali sumur untuk sterility control. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 38 3.3.11.4 Inkubasi Microtiter plate yang Berisi Sampel Uji Microtiter plate yang berisi sampel uji diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam. 3.3.11.5 Penentuan Nilai KHM Setelah diinkubasi selama 24 jam, microtiter plate ditambahkan piodonitrotetrazolium violet (INT) (0,5 mg/ ml, 20 µl) ke dalam microtiter plate. Perubahan warna merah menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri. Nilai KHM ditentukan sebagai konsentrasi terendah dari sampel uji dalam sumur yang tidak membentuk warna merah (Sabariah Ismail 2011). 3.3.12 Analisa Komponen Senyawa Fraksi yang Mempunyai Aktivitas Antibakteri Tertinggi dengan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa Sampel fraksi yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dianalisis secara kualitatif menggunakan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa untuk mengetahui komponen senyawa yang ada di dalamnya. Jenis kolom yang digunakan adalah DB – 5 MS (30m x 0,25mm i.d dengan film thickness 0,25 m). Gas pembawa adalah helium dengan kecepatan aliran 1 ml/menit dan tekanan 53,5 Kpa. Suhu kolom diprogram dari 50 o C sampai 200oC. Pada tahap awal, suhu dibuat konstan pada 50oC selama 3 menit kemudian dinaikkan sampai suhu 200 oC dengan kecepatan kenaikan suhu 5oC/ menit dan dipertahankan selama 3 menit pada suhu 200 oC. Temperatur interface adalah 250o C dan autosampling sebanyak 1 μL. Solvent cut time selama 3 menit dan scan MS mulai dari 50 – 400 (m/z). Spektrum massa yang diperoleh kemudian diidentifikasi dengan cara membandingkannya dengan library pusat data Wiley 7 dan NIST (National Institute of Standard and Technology) 147. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Simplisia Tanaman Cinnamomum sintoc yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Kebun Raya Bogor dan telah dilakukan determinasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Jawa barat. Hasilnya adalah tanaman yang diperoleh merupakan tanaman Cinnamomum sintoc Blume dan merupakan anggota suku Lauraceae (Lampiran 1). Daun kayu sintok yang diperoleh sebanyak 6 kg, disortasi dan dibersihkan untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada daun. Kemudian dilakukan proses pengeringan yang bertujuan untuk menghentikan reaksi enzimatik dan mengurangi kadar air sehingga diperoleh simplisia yang tidak mudah rusak. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 40oC selama 3 hari. Pengeringan dengan menggunakan oven memiliki beberapa kelebihan diantaranya yaitu berat kering konstan lebih cepat diperoleh dan kadar air paling rendah dimiliki simplisia yang menggunakan pengeringan oven dibandingkan dengan pengeringan menggunakan sinar matahari langsung dan kering angin (Winangsih dkk, 2013). Daun segar Cinnamomum sintoc sebanyak 6 kg setelah dikeringkan menjadi 4,7 kg daun kering yang selanjutnya dilakukan sortasi kembali untuk memisahkan bagian – bagian tanaman yang tidak diinginkan, seperti batang yang masih tertinggal. Daun kering yang telah disortasi kemudian dihaluskan menggunakan alat penggiling hammer mill dan diayak menggunakan ayakan mesh no. 40 sehingga diperoleh 4,3 kg serbuk simplisia kering. Simplisia ditampung pada wadah tertutup untuk menghindari cemaran oleh mikroorganisme. 4.2 Kadar Air Simplisia Daun Cinnamomum sintoc Kadar air serbuk simplisia kering daun Cinnamomum sintoc yaitu 6,75%. Hasil tersebut sesuai dengan syarat kadar air simplisia dari Materia Medika Indonesia (MMI) yaitu kadar air simplisia kurang dari atau sama 39 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 40 dengan 10%. Kadar air ditetapkan untuk menjaga kualitas simplisia. Simplisia dengan kadar air yang tinggi akan lebih mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme. 4.3 Pembuatan Ekstrak Ekstraksi dilakukan menggunakan ekstraksi cara dingin, yaitu dengan metode maserasi. Ekstraksi maserasi merupakan suatu metode yang sering digunakan untuk mendapatkan senyawa dari tumbuhan dengan menarik senyawa organik dalam suatu bahan padat menggunakan pelarut organik (Nurcahyati A, 2010). Proses ekstraksi ini menggunakan teknik maserasi bertingkat dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda – beda yaitu n – heksana yang merupakan pelarut non polar, etil asetat yang merupakan pelarut semi polar dan metanol yang merupakan pelarut polar. Dengan menggunakan teknik maserasi bertingkat, maka senyawa akan terekstraksi berdasarkan tingkat kepolarannya sehingga proses ekstraksi akan lebih maksimal. Dari proses ekstraksi, diperoleh tiga ekstrak kental yaitu ekstrak kental n – heksana sebanyak 37,91 g, ekstrak kental etil asetat sebanyak 151,381 g, dan ekstrak kental metanol sebanyak 192,731 g. Tabel 4.1. Hasil rendemen ekstrak n – heksana, etil asetat dan metanol Total Simplisia yang Dimaserasi 4300 g atau 4,3 Kg Total Ekstrak Bobot Rendemen n – heksana 37,91 g 0,88% Etil asetat 151,381 g 3,52% Metanol 192,731 g 4,48% 349,622 g 8,88% 4.4 Pewarnaan Gram Pewarnaan Gram digunakan untuk identifikasi anggota dari domain bakteri ke dalam dua kelompok berdasarkan perbedaan dinding selnya. Dalam hal ini, pewarnaan Gram bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada kontaminasi bakteri lain pada kultur kerja bakteri Staphylococcus aureus dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 41 kultur kerja bakteri Pseudomonas aeruginosa yang dibiakkan. Hasil pewarnaan Gram ditunjukkan pada gambar 4.1. (a) (b) Gambar 4.1. Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa dibawah mikroskop perbesaran 100 x 10 Keterangan: (a) Bakteri Staphylococcus aureus (b) Bakteri Pseudomonas aeruginosa Gambar 4.1 (a) menunjukkan bahwa bakteri yang dibiakkan pada kultur kerja adalah bakteri S.aureus yang merupakan bakteri Gram positif berbentuk kokus (bulat). Sedangkan gambar 4.1 (b) menunjukkan bahwa bakteri yang dibiakkan pada kultur kerja lainnya adalah bakteri P.aeruginosa yang merupakan bakteri Gram negatif berbentuk basil (batang). Bakteri Gram positif akan mempertahankan warna ungu dari kristal violet sehingga ketika diamati dengan mikroskop akan menunjukkan warna ungu sedangkan bakteri Gram negatif tidak dapat mempertahankan warna ungu dari kristal violet tetapi zat warna safranin dapat terserap pada dinding sel sehingga pada saat dilihat menggunakan mikroskop akan memperlihatkan warna merah (Putra, 2012). 4.5 Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak n – heksana, Etil Asetat dan Metanol Daun Cinnamomum sintoc Dengan Metode Difusi Cakram (Disc Diffusion) Tahap uji antibakteri yang pertama adalah proses screening dengan metode difusi cakram yang bertujuan untuk menentukan ekstrak yang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 42 mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi. Aktivitas antibakteri ditentukan melalui besarnya diameter zona hambat yang terbentuk disekitar kertas cakram. Rata – rata diameter zona hambat yang dihasilkan ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2. Rata – rata diameter zona hambat ekstrak n – heksana, etil asetat dan metanol daun C. sintoc konsentrasi 50 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Rata – Rata Diameter Zona Hambat (mm) Bakteri Staphylococcus aureus Pseudomonas aeruginosa Ekstrak Ekstrak Ekstrak Kontrol Kontrol n - heksana etil asetat metanol positif negatif - 10,85 7,575 16,62 - - 11,62 10,05 14,9 - Keterangan : Pengukuran diameter zona hambat termasuk diameter kertas cakram (6mm) Tanda (-) menunjukkan tidak terbentuknya zona hambat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 43 (a) (b) (c) (d) Gambar 4.2. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol (M), etil asetat (Ea), n – heksana (H) daun C. sintoc konsentrasi 50 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. Keterangan: (a) Hasil pengujian ke 1 ekstrak daun C. sintoc dengan kontrol positif tetrasiklin 1000 µg/ml (K+), kontrol negatif DMSO 15% (K-) terhadap S.aureus. (b) Hasil pengujian ke 2 ekstrak daun C. sintoc dengan kontrol positif tetrasiklin µg/ml 1000 (K+), kontrol negatif DMSO 15% (K-) terhadap S.aureus. (c) Hasil pengujian ke 1 ekstrak daun C. sintoc dengan kontrol positif tetrasiklin 1000 µg/ml (K+), kontrol negatif DMSO 15% (K-) terhadap P. aeruginosa. (d) Hasil pengujian ke 2 ekstrak daun C. sintoc dengan kontrol positif tetrasiklin 1000 µg/ml (K+), kontrol negatif DMSO 15% (K-) terhadap P. aeruginosa. Konsentrasi larutan ekstrak yang digunakan untuk uji adalah 50 mg/ ml, konsentrasi tersebut mengacu pada penelitian Sabariah Ismail (2011). Ekstrak n – heksana, etil asetat, dan metanol dilarutkan dengan DMSO UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 44 (dimetil sulfoksida) 15% (15% DMSO dan 65% aquadest), untuk mempercepat proses kelarutannya digunakan alat ultrasonic homogenizer. DMSO digunakan karena merupakan bahan alami dari serat kayu dan tidak berbahaya. DMSO berfungsi sebagai pelarut yang cepat meresap kedalam epitel ekstrak tanpa merusak sel – sel tersebut dan DMSO juga sering digunakan dalam bidang kedokteran dan kesehatan (Cut R. Alfath dkk, 2013). DMSO digunakan sebagai kontrol negatif dan dari hasil penelitian ini (Tabel 4.2) diketahui bahwa kontrol negatif tidak menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri, hal tersebut membuktikan bahwa pelarut tidak berpengaruh terhadap aktivitas antibakteri, sehingga aktivitas hanya berasal dari larutan uji bukan pelarut yang digunakan. Untuk kontrol positif digunakan antibiotik tetrasiklin 1000 µg/ml. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat daun C. sintoc (50 mg/ml) mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dibandingkan ekstrak metanol dan n - heksana dengan rata – rata diameter zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 10,85 mm sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 11,625 mm. Ekstrak etil asetat memberikan zona hambat parsial terhadap bakteri Staphylococcus aureus, hal ini disebabkan karena konsentrasi antibakteri yang berdifusi sampai kedaerah itu semakin berkurang, sehingga tidak cukup untuk menghambat semua pertumbuhan bakteri (Lorian V, 1980). Zona hambat yang terbentuk pada uji antibakteri terbagi dua, yaitu zona hambat yang bersifat total dan zona hambat yang bersifat parsial. Zona hambat total apabila daerah disekeliling cakram jernih, artinya bakteri tersebut benar – benar sensitif terhadap konsentrasi ekstrak uji yang diberikan. Zona hambat parsial apabila ada zona hambat yang terbentuk disekitar cakram masih terdapat beberapa koloni bakteri. Hasil uji aktivitas pada ekstrak etil asetat dapat dikatakan sebagai antibakteri kuat terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa karena menurut Davis Stout (1971) ketentuan kekuatan suatu zat uji terhadap bakteri bila ukuran zona hambat 20 mm atau lebih disebut sebagai sangat kuat, bila 10 mm – 20 mm kuat dan 5 – 10 mm dikatakan sebagai zat uji bersifat sedang dan dibawah 5 mm bersifat lemah. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 45 Ekstrak metanol daun C. sintoc (50 mg/ml) juga mempunyai aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus aureus maupun bakteri Pseudomonas aeruginosa meskipun diameter zona hambat yang dihasilkan tidak lebih besar dari zona hambat ekstrak etil asetat, diameter zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 7,575 mm sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 10,05 mm. Dengan penggolongan kekuatan zat uji berdasarkan diameter zona hambat menurut Davis Stout (1971), maka ekstrak metanol dapat dikatakan sebagai antibakteri sedang terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan antibakteri kuat terhadap Pseudomonas aeruginosa. Berdasarkan hasil KLT, terdapat senyawa dengan nilai Rf yang sama pada ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat, oleh karena itu ekstrak metanol kemungkinan juga mempunyai senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri, dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun C.sintoc. Ekstrak n – heksana daun C. sintoc (50 mg/ml) tidak menunjukkan adanya penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus maupun bakteri Pseudomonas aeruginosa. Hal ini dapat disebabkan karena ekstrak n – heksana mengandung lebih banyak minyak dan lemak daripada ekstrak etil asetat dan metanol. Minyak dan lemak yang mempunyai ukuran molekul besar, menganggu proses difusi, menjadi penghalang masuknya senyawa fenolik maupun senyawa antibakteri lainnya ke dalam sel dan melindungi bakteri dari senyawa antibakteri, sehingga ekstrak n – heksana tidak cukup untuk berdifusi dan tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri (Agustina dkk, 2011). 4.6 Kadar Air Ekstrak Etil Asetat daun Cinnamomum sintoc Hasil pengukuran kadar air ekstrak etil asetat daun C.sintoc yaitu 8,23%. Menurut literatur, kadar air dalam ekstrak tidak boleh lebih dari 10%. Hal ini bertujuan untuk menghindari cepatnya pertumbuhan jamur dalam ekstrak (Soetarno dan Soediro, 1997). Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan daya tahan ekstrak dan terkait dengan aktivitas mikroorganisme selama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 46 penyimpanan. Ekstrak yang mempunyai kadar air yang tinggi lebih mudah rusak karena ekstrak tersebut dapat menjadi media yang kondusif bagi pertumbuhan mikroorganisme. Ekstrak dengan kadar air rendah relatif lebih stabil dalam penyimpanan jangka panjang daripada ekstrak dengan kadar air tinggi (Pardede antoni, 2013). 4.7 Uji Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Uji fitokimia untuk mengetahui jenis senyawa yang ada di dalam ekstrak etil asetat daun C. sintoc, sehingga dapat diketahui senyawa berpotensi sebagai antibakteri. Hasil uji fitokimia dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Parameter Uji Hasil Pengamatan Hasil Uji Terpenoid Terbentuk warna hijau gelap + Steroid Terbentuk warna hijau gelap - Alkalloid Tidak ada perubahan warna - Saponin Tidak terbentuk busa - Fenol Terbentuk warna hijau kehitaman + Flavonoid Tidak ada perubahan warna - Tannin Terbentuk warna hijau kehitaman + 4.8 Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat Menggunakan Kromatografi Kolom Berdasarkan hasil pemisahan 10 g ekstrak etil asetat menggunakan kromatografi kolom dengan fasa diam silika gel 60 (0,040 – 0,063 mm) mesh 230 – 400 dan fasa gerak n – heksana : etil asetat, diperoleh eluat sebanyak 125 vial. Eluat tersebut diuji dengan KLT untuk melihat pola noda dari masing – masing eluat. Profil KLT eluat dapat dilihat pada lampiran 10. Dari 125 eluat diperoleh 10 fraksi gabungan yang memiliki pola noda dengan nilai Rf yang sama. Fraksi tersebut yaitu: Fraksi 1 merupakan gabungan fraksi no. 1 – 14 Fraksi 2 merupakan gabungan fraksi no. 16 – 23 Fraksi 3 merupakan gabungan fraksi no. 24 – 29 Fraksi 4 merupakan gabungan fraksi no. 30 – 37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 47 Fraksi 5 merupakan gabungan fraksi no. 38 – 40 Fraksi 6 merupakan gabungan fraksi no. 41 – 64 Fraksi 7 merupakan gabungan fraksi no. 65 – 85 Fraksi 8 merupakan gabungan fraksi no. 86 – 92 Fraksi 9 merupakan gabungan fraksi no. 93 – 103 Fraksi 10 merupakan gabungan fraksi no. 104 – 125 Setelah digabungkan, fraksi – fraksi tersebut kemudian dikering anginkan untuk menguapkan pelarut yang terdapat dalam fraksi. Bobot masing – masing fraksi ditimbang saat fraksi telah kering atau pelarut telah menguap. Bobot masing – masing fraksi dapat dilihat pada Tabel 4.4. Profil KLT masing – masing fraksi yang telah digabungkan dapat dilihat pada lampiran 11. Tabel 4.4. Bobot Masing – Masing Fraksi Fraksi Bobot 1 1,5299 g 2 1,7406 g 3 0,9461 g 4 1,0519 g 5 0,0984 g 6 0,6825 g 7 0,7841 g 8 0,111 g 9 0,087 g 10 0,107 g 4.9 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi dari Ekstrak Etil Asetat Dengan Metode Bioautografi Kesepuluh fraksi diuji aktivitas antibakteri menggunakan metode biaoutografi langsung dengan konsentrasi 50 mg/ml, dimana 10 µl fraksi ditotolkan ke plat KLT, kemudian plat KLT dicelupkan kedalam suspensi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 48 bakteri 106 CFU/ml sebanyak 10 ml selama 5 detik dan diinkubasi selama 20 jam suhu 37oC. Untuk melihat hasil pengujian, maka plat KLT disemprot dengan p – iodonitrotetrazolium (INT) (2mg/ml). Hasil pengujian aktivitas antibakteri 10 fraksi terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Hasil Uji aktivitas antibakteri fraksi dari ekstrak etil asetat dengan metode bioautografi terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 Fraksi (50 mg/ml) Aktivitas Antibakteri Staphylococcus aureus Pseudomonas aeruginosa 1 - + 2 - - 3 - - 4 - - 5 - - 6 + - 7 - - 8 + - 9 - - 10 - - + + Kontrol positif tetrasiklin (1000 µg/ml) Keterangan: (+) : ada aktivitas antibakteri (-) : tidak ada aktivitas antibakteri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 49 1 2 3 1 2 3 4 5 6 4 5 6 7 8 9 7 8 9 Kloroform Ea 10 Kloroform Ea 10 (a) (c) (b) (d) Gambar 4.3. Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi dari ekstrak etil setat dan tetrasiklin dengan metode bioautografi terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 Keterangan : (a) Hasil pengujian sepuluh fraksi dengan metode bioautografi Staphylococcus aureus (b) Hasil pengujian sepuluh fraksi dengan metode bioautografi Pseudomonas aeruginosa (c) Hasil pengujian Tetrasiklin 1000 µg/ml sebagai kontrol bakteri Staphylococcus aureus (d) Hasil pengujian Tetrasiklin 1000 µg/ml sebagai kontrol bakteri Pseudomonas aeruginosa terhadap bakteri terhadap bakteri positif terhadap positif terhadap Bioautografi adalah suatu teknik untuk mendeteksi zat yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan organisme uji dalam campuran yang kompleks dan matriks (Choma, 2005). Metode ini menggabungkan penggunaan teknik kromatografi lapis tipis dengan respon mikroorganisme yang diuji berdasarkan aktivitas biologi suatu sampel yang memiliki aktivitas antibakteri (Kusumaningtyas, dkk, 2008). Pengujian ini bertujuan untuk menentukan fraksi yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 50 Aktivitas antibakteri positif ditunjukkan jika terbentuk zona hambat yang berwarna putih – krim disekitar ekstrak pada latar plat KLT berwarna merah atau ungu setelah penyemprotan p – iodonitrotetrazolium (INT). Hal ini terjadi karena adanya reaksi enzimatik antara larutan INT dengan bakteri, dimana larutan INT yang tadinya berwarna kuning kehijauan akan direduksi oleh enzim dehidrogenase yang terdapat pada bakteri sehingga berubah menjadi formazan yang berwarna merah atau ungu. Dari hasil uji bioautografi ini, dapat diketahui bahwa fraksi 1 memiliki aktivitas antibakteri tertinggi terhadap P.aeruginosa dengan diameter zona hambat 13 mm, tetapi tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap S.aureus. Fraksi 8 memiliki aktivitas antibakteri tertinggi terhadap S.aureus dengan diameter zona hambat 8,6 mm, tetapi tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap terhadap P.aeruginosa. Selanjutnya fraksi 1 dan fraksi 8 konsentrasi 50 mg/ml ditotolkan pada plat KLT sebanyak 10 µl dan fraksi 1 dielusi menggunakan eluen n – heksana : etil asetat (19:1) sedangkan fraksi 8 dielusi dengan eluen n – heksana : etil asetat (4: 6). Eluen tersebut dipilih setelah dilakukan optimasi untuk mencari fasa gerak yang tepat agar memberikan noda/ spot pemisahan yang baik sehingga diketahui nilai Rf dari senyawa yang aktif sebagai antibakteri. Fraksi 1 dan fraksi 8 yang telah dielusi, diuji aktivitas antibakteri menggunakan metode biaoutografi langsung. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui nilai Rf senyawa yang aktif sebagai antibakteri. Hasil pengujian dapat dilihat pada gambar 4.4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 51 7 6 7 6 5 4 3 5 4 3 2 2 1 1 (a) (b) (c) (d) Gambar 4.4. Hasil uji bioautografi fraksi 8 terhadap S. aureus dan fraksi 1 terhadap P.aeruginosa Keterangan: (a) (b) (c) (d) Fraksi 8 sebelum dicelupkan kedalam suspensi bakteri S.aureus Hasil uji bioautografi fraksi 8 terhadap bakteri S.aureus Fraksi 1 sebelum dicelupkan kedalam suspensi bakteri P.aeruginosa Hasil uji biouatografi fraksi 1 terhadap bakteri P.aeruginosa Profil KLT fraksi 1 (Gambar 4.4 (c)) menunjukkan bahwa fraksi 1 mempunyai 7 spot atau noda. Profil KLT fraksi 8 (Gambar 4.4 (a)) menunjukkan bahwa fraksi 8 mempunyai 7 spot atau noda. Berdasarkan hasil uji bioautografi fraksi 1 terhadap bakteri P. aeruginosa (Gambar 4.4 (d)), diketahui bahwa senyawa dengan nilai Rf 0,16 dan 0,90 diduga mempunyai aktivitas antibakteri. Sedangkan hasil uji bioautografi fraksi 8 terhadap bakteri S.aureus (gambar 4.4 (a)), diketahui bahwa senyawa dengan nilai Rf 0,25; 0,4; 0,8 dan 0,9 diduga mempunyai aktivitas antibakteri. Nilai Rf dari senyawa yang diduga mempunyai aktivitas antibakteri ditentukan dengan melihat adanya zona jernih (putih – krim) dengan latar belakang plat yang berwarna ungu. Fraksi 1 dipilih untuk pengujian selanjutnya karena fraksi 1 mempunyai diameter zona hambat terbesar terhadap Pseudomonas aeruginosa, selain itu fraksi 1 juga mempunyai jumlah yang cukup untuk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 52 dilakukan pengujian selanjutnya. Dikarenakan fraksi 8 yang sedikit jumlahnya dan tidak mencukupi untuk pengujian, fraksi 8 tidak dapat digunakan untuk pengujian selanjutnya. 4.10 Penentuan Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Fraksi 1 dari Ekstrak Etil Asetat Berdasarkan uji bioautografi, fraksi 1 hanya mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, maka fraksi 1 ditentukan nilai konsentrasi hambat minimumnya terhadap bakteri tersebut. Penentuan nilai KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) menggunakan metode mikrodilusi cair. Metode mikrodilusi cair paling banyak digunakan karena sederhana dan sesuai untuk sebagian besar mikroba (Jorgensen, 1993). Keuntungan metode ini yaitu dapat memberi hasil kuantitatif yang menunjukkan jumlah antimikroba yang dibutuhkan untuk menghambat viabilitas bakteri (Jawetz et al, 2005). Data hasil pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Data hasil uji KHM fraksi 1 dari ekstrak etil asetat terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa. No Larutan uji Nilai KHM 1 Fraksi 1 12500 µg/ml 2 Tetrasiklin 16 µg/ml Pada uji KHM, suspensi bakteri yang digunakan berisi koloni bakteri sebanyak 106 CFU/ml, bakteri uji yang digunakan sebanyak 100 µl dipipet kedalam masing – masing sumur yang berisi seri pengenceran larutan uji dan media Nutrient broth (NB). Inkubasi dilakukan selama 20 jam pada suhu 37oC. untuk mempermudah pengamatan, maka digunakan reagen p – iodonitrotetrazolium (INT) yang akan tereduksi oleh enzim dehidrogenase pada bakteri menjadi formazan sehingga akan terjadi perubahan warna menjadi berwarna ungu kemerahan. Dari hasil uji, diketahui terjadi penghambatan pertumbuhan bakteri pada konsentrasi fraksi 1 12500 µg/ml (12,5 mg/ml) terhadap pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa. Nilai UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 53 KHM antibiotik tetrasiklin sebagai kontrol positif yaitu 16 µg/ml terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Tingginya nilai KHM yang dihasilkan fraksi 1 pada uji mikrodilusi ini, dapat disebabkan karena fraksi 1 masih terdiri dari beberapa campuran senyawa yang memiliki potensi yang beragam. Kemungkinan besar ada senyawa yang bersifat tidak sinergis atau antagonis, sehingga hal tersebut dapat saling melemahkan atau menghilangkan efek dari senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai isolasi senyawa murni yang mempunyai aktivitas antibakteri dari fraksi 1 ekstrak etil asetat daun Cinnamomum sintoc untuk mengetahui aktivitas antibakteri senyawa tersebut dalam bentuk tunggal. Pada uji KHM digunakan juga kontrol lain yaitu SC (Sterility Control) yaitu kontrol sterilitas yang berisi medium saja untuk menjamin bahwa media dan microtiter plate yang digunakan steril dan tidak ditumbuhi bakteri, ditunjukkan dengan tidak berwarna ungu setelah penambahan reagen INT. GC (Growth Control) yaitu kontrol pertumbuhan yang menunjukkan bahwa bakteri uji dapat tumbuh pada kondisi atau perlakuan uji ditandai dengan terjadi perubahan warna ungu setelah penambahan reagen INT. SoC (Solvent Control) yaitu kontrol pelarut yang menunjukkan bahwa pelarut tidak memberikan aktivitas antibakteri ditandai dengan terjadi perubahan warna ungu setelah penambahan reagen INT. Kontrol pelarut yang digunakan dalam uji ini yaitu DMSO 15%. 4.11 Analisa Komponen Senyawa pada Fraksi 1 dari Ekstrak Etil Asetat dengan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa Dari hasil uji identifikasi senyawa menggunakan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa, diketahui bahwa kromatogram fraksi 1 memperlihatkan adanya 21 puncak, kromatogram fraksi 1 dapat dilihat pada gambar 4.6. Spektrum senyawa yang muncul pada kromatogram tersebut dibandingkan dengan library pusat data Wiley 7 dan NIST (National Institute of Standard and Technology) 147. Senyawa yang terkandung pada fraksi 1 dapat dilihat pada tabel 4.7. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 54 Gambar 4.5. Kromatogram Fraksi 1 dari Ekstrak Etil Asetat Tabel 4.7. Hasil analisis senyawa pada fraksi 1 dari ekstrak etil asetat dengan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa. Waktu retensi Area (menit) (%) 1 17,533 2 BM Nama Senyawa Golongan Senyawa 2,43 204 α - Cubebene Sesquiterpen 17,924 0,65 204 β - Elemene Sesquiterpen 3 18,638 1,95 204 Caryophyllene Sesquiterpen 4 19,540 1,59 204 α - Humulene Sesquiterpen 5 20,376 7,83 204 β - Selinene Sesquiterpen 6 20,557 3,31 204 α - Selinene Sesquiterpen 7 20,661 1,59 204 α - Muurolene Sesquiterpen 8 21,136 14,34 204 δ - Cadinene Sesquiterpen 9 21,207 6,87 202 Calamenene Sesquiterpen 10 21,932 2,64 193,24 3,5-Diacetyllutidin Keton alifatik 11 22,590 2,26 204 Eremophilene 12 23,045 4,94 224 1 - Hexadecena Sesquiterpen Hidrokarbon alifatik 13 23,240 1,40 220 (-)-Cayophyllene oxide 14 23,500 13,03 212 Myristaldehyde 15 23,687 3,20 204 2 – Epi – α – cedrene 16 24,020 1,40 222 δ - Cadinol 17 26,761 1,32 212 Benzyl Benzoate 18 27,466 8,77 252 E-15-Heptadecanal 19 31,480 11,94 286 1 – Octadecanathiol Aldehid alifatik Sesquiterpen Sesquiterpen alkohol Ester Aldehid alifatik Alkohol 20 34,880 2,65 310 Ethyl Oleate Asam lemak 21 35,629 5,88 340 1 – Tricosanol Fenol Puncak Sesquiterpen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 55 Fraksi 1 mengandung golongan senyawa sesquiterpen (47,42%), fenol (5,88%), aldehid alifatik (21,8%), ester (1,32%), asam lemak (2,65%), sesquiterpen alkohol (1,4%), keton alifatik (2,64%), hidrokarbon alifatik (4,94%), dan alkohol (11,94%). Senyawa mayor yang terkandung dalam fraksi 1 yang yaitu δ – Cadinene (14,34%) yang merupakan golongan senyawa sesquiterpenoid dan Myristaldehyde (13,03%) yang merupakan senyawa golongan aldehid alifatik. Terpenoid merupakan senyawa fenolik yang menunjukkan aktivitas antimikroba, terutama monoterpen dan sesquiterpen yang aktif terhadap bakteri dan jamur (Vijayakumar A, 2012). Hasil penelitian ini menunjukkan, sebagian besar senyawa yang terkandung dalam fraksi 1 ekstrak etil asetat merupakan golongan sesquiterpen diantaranya yaitu α – Cubebene, β – Elemene, Caryophyllene α - Humulene, β – Selinene, α – Selinene, α – Muurolene, δ – Cadinene, Calamenene, Eremophilene, (-)-Cayophyllene oxide, 2 – Epi – α – cedrene. Mekanisme antibakteri senyawa terpenoid yaitu bereaksi dengan porin (protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin. Rusaknya porin yang merupakan pintu keluar masuknya senyawa akan mengurangi permeabilitas dinding sel bakteri yang akan mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi, sehingga pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Cowan, 1999). Fraksi 1 mengandung senyawa golongan aldehid yaitu Myristaldehyde dan E-15-Heptadecanal. Senyawa golongan aldehid mempunyai mekanisme antibakteri yang berkaitan dengan elektronegativitasnya. Gugus aldehid terkonjugasi karbon atau karbon ikatan rangkap merupakan susunan yang sangat elektronegatif yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antibakteri senyawa tersebut (Moleyar & Narasimham 1986). Peningkatan elektronegativitas dapat meningkatkan aktivitas antibakterinya (Kurita et al. 1979, 1981). Senyawa elektronegatif tersebut dapat mengganggu dalam proses biologis yang melibatkan transfer elektron dan bereaksi dengan komponen nitrogen penting pada bakteri, misalnya protein dan asam nukleat dan oleh karena itu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Dorman & S. G. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 56 Deans, 2008). Selain itu, Myristaldehyde dapat teroksidasi menjadi bentuk asamnya yang juga memilki aktivitas antibakteri (Noryati mulyono, 2012). Golongan senyawa fenol dan alkohol juga mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Mekanisme senyawa fenol sebagai antibakteri pada konsentrasi rendah adalah dengan merusak membran sitoplasma dan dapat mengakibatkan kebocoran inti sel, sedangkan pada konsentrasi tinggi senyawa fenol berkoagulasi dengan protein seluler. Aktivitas tersebut sangat efektif ketika bakteri dalam tahap pembelahan dimana lapisan fosfolipid di sekeliling sel sedang dalam kondisi yang sangat tipis sehingga fenol dapat dengan mudah merusak isi sel (Volk & Wheller, 1984). Senyawa alkohol diketahui memiliki aktivitas bakterisidal terhadap sel vegetatif bakteri (Dorman & S. G. Deans, 2008). Alkohol mendenaturasi protein dengan cara dehidrasi, dan juga merupakan pelarut lemak, oleh karenanya membran sel akan dirusak dan enzim – enzim akan diinaktifkan oleh alkohol (Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI, 1993). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 57 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Dari hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak n – heksana, etil asetat dan metanol daun Cinnamomum sintoc terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 diketahui bahwa ekstrak etil asetat mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dengan rata – rata diameter zona hambat yaitu 10,85 mm terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan 11,625 mm terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. 2. Hasil fraksinasi ekstrak etil asetat daun Cinnamomum sintoc didapatkan 10 fraksi, yaitu fraksi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10. 3. Fraksi 1 mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, tetapi tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan fraksi 8 mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 tetapi tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. 4. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) yang dihasilkan fraksi 1 dari ekstrak etil asetat yaitu 12,5 mg/ml terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. 5. Hasil analisa komponen senyawa yang terdapat pada fraksi 1 dari ekstrak etil asetat dengan menggunakan GCMS yaitu terdapat 21 senyawa yang merupakan golongan sesquiterpen (47,42%), fenol (5,88%), aldehid alifatik (21,8%), ester (1,32%), asam lemak (2,65%), sesquiterpen alkohol (1,4%), keton alifatik (2,64%), hidrokarbon alifatik (4,94%), dan alkohol (11,94%). Senyawa yang memiliki kelimpahan terbesar yaitu δ – Cadinene (14,34%) dan Myristaldehyde (13,03%). 57 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 58 5.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai isolasi senyawa aktif antibakteri yang terkandung dalam fraksi 1 dari ekstrak etil asetat daun Cinnamomum sintoc. 2. Perlu dilakukan pengujian KHM lebih lanjut fraksi 8 dari ekstrak etil asetat terhadap bakteri Staphylococcus aureus. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ekstrak metanol yang juga mempunyai aktivitas antibakteri. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif lainnya. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 59 DAFTAR PUSTAKA Achmad S.A., E.H. Hakim, L. Makmur, D. Mujahidin, Y.M. Syah, (1999), Penyelidikan keanekaragaman senyawa fenol dari spesies Moraceae hutan tropika: Suatu strategi penelitian kimia bahan alam, Prosiding Seminar Nasional Kimia Bahan Alam ’99, Depok, Kosela, S., dkk., Editor, Pusat Penelitian Sains dan Teknologi, Universitas Indonesia, 19. Adolf J.N. Parhusip. (2006). Kajian mekanisme antibakteri ekstrak andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) terhadap bakteri patogen pangan. Disertasi Institut Pertanian Bogor. Agoes, Goeswin. 2007. Teknologi Bahan Alam. Penerbit ITB. Bandung. Hal 31 Agustina D.R. Nurcahyati dkk. (2011). Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum. Linn.) Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol XXII No. 1. Jakarta. Agustini, D. D. Profil Daya Hambat Dari Kombinasi Antibiotik Terhadap Bakteri Escherichia coli. Diakses dari http://www.majalah-farmacia.com pada desember 2013. Baker J.T., R.P. Borris, B. Carte, G.A. Cordell, G.M. Cragg, M.P. Gupta, M.M. Iwu, D.R. Madulid, V.E. Tyler, (1995), Natural product drug discovery and development: New perspectives on international collaboration, J. Nat. Prod, 58 (9) 1325-1357. Berna elya, Atiek Soemiati dan Farida. (2009). Antibakteri Ekstrak Kulit Batang Manggis Hutan (Garcinia Rigida Miq.) jurnal Majalah Ilmu Kefarmasian ISSN 1693-9883. Choma, I.M & Grzelak, E.M., 2010. Bioautographic detection in thin layer chromatography. Journal Of Chromatography A. Poland: Elsevier. Cowan, M. (1999). Plant Product as Antimicrobial Agent, Clinical Microbial Reviews, 12 (4), hal. 564 – 582 Cut R. Alfath dkk. (2013). Antibacterial Effect of Granati fructus Cortex Extract on Streptococcus mutans In Vitro. Journal of Dentistry Indonesia 2013, Vol. 20, No. 1, 5-8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Diyah dan N. Wahyuning. Penggunaan Metode Spektrofotometer dengan Pereaksi Cu Untuk Penetapan Kadar Senyawa Aktif Amoksisilin. Diakses dari www.unair.ac.id pada Desember 2013 59 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 60 Dorman, H.J.D., Deans, S.G. (2008). Antimicrobial agents from plants: antibacterial activity of plant volatile oils. Journal of Applied Microbiology volume 88 issue 2. Page 308 – 316. Dwidjoseputro, D. (1994). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan. Jakarta. Hal 37-40 Ersam Taslim, (2004), Keunggulan Biodiversitas Hutan Tropika Indonesia dalam Merekayasa Model Molekul Alami, Seminar Nasional Kimia VI ITS, Surabaya. Farnsworth, N. R. (1996). Biological and photochemical screening of plants. Journal of Pharmaceutical Science. 55: 225 – 276. Gritter, R.J., Bobbit, J.M., & Schwarting A.E. (1991). Pengantar Kromatografi. Terjemahan dari Introduction to Chromatography (Padwinata K & Soediro I, Penerjemah.). Bandung: ITB Press Harborne JB.(1996). Metode Fitokimia. Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan. Padmawinata K, Sudiro I, Penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Harmita. (2006). Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok: Departemen Farmasi Universitas Indonesia. Helmi et al. (2006). Standarisasi Ekstrak Etanol Daun Eugenia cumini. Merr. Jurnal sains teknologi farmasi 11(2). Iskandar, yoppi dan S, Supriyatna. (2008). Chemical composition of volatile oil from Cinnamomum sintoc stem barks. Proceeding of The International Seminar on Chemistry 2008: 601 – 603. Jantan, I., Mohd Ali N.A., Ahmad, A.R. and Ahmad, A.S. (1994) Chemical constituents of the essential oils of Cinnamomum sintok Blume. Pertanika J. Sci. Techn., 2, 39-45. Jawetz, E., Melnick, J.L., and Adelberg. (2005). Mikrobiologi Kedokteran, Penerjemah dan editor bagian mikrobiologi Kedokteran Universitas Airlangga. Penerbit Salemba Medika, Jakarta. Jawetz, M. and Adelberg. (1996). Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. EGC. Jakarta. Kurita, N., Miyaji, M., Kurane, R., Takahara, Y., Ichimura, K. (1979). Antifungal activity and molecular orbital energies of aldehyde compounds from oils of higher plants. Agriculture and Biological Chemistry, 43, 2365 237. Kurita, N., Miyaji, M., Kurane, R., Takahara, Y., Ichimura, K. (1981). Antifungal activity of components of essential oils. Agriculture and Biological Chemistry, 45, 945 952. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 61 Kusumaningtyas dkk. (2008). Sensitivitas Metode Bioautografi Kontak Dan Agar Overlay Dalam Penentuan Senyawa Anti Kapang. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. Vol 6, No. 2, Hal 75 – 70. Lemmens, R.H.M.J, I. Soerianegara and W.C. Wong (ed). (1995). PROSEA (Plant Resources of South East Asia) No. 5 (2) Timber Tree : Minor Commercial Timbers. PROSEA Foundation. Bogor. Lorian V. 1980. Antibiotics in Laboratory Medicine. The William and Wilkins Co., Baltimore: 1-179. Manimaran S, Dhanabal P, Nanjan J, Suresh B. (2007). Chemical composition and antimicrobial activity of the volatile oil of the cones of Cupressus torulosa D. DON from Nilgiris, India. Asian J Trad Med; 2(6): 206-211. Marliana, S.D., V. Suryanti., Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi. 3(1): 26-31. Mojab F, Kamalinejad M, Naysaneh G. & Hamid RV. 2003. Phytochemical Screening of Some Species of Iranian Plants, Iranian Journal of Pharmaceutical Research, 2003, 77- 82. Moleyar, V. & Narasimham, P. (1986). Antifungal activity of some essential oil components. Food Microbiology, 3, 331 336. Nain P, Kumar A, Sharma S, Nain J. (2011). In vitro evaluation of antimicrobial and antioxidant activities of methanolic extract of Jasminum humile Leaves. Asian Pac J Trop Med; 4(10): 804-807. Nurcahyati, A. (2010). Evaluasi pH ekstrak daun the (Camellia sinensis) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans. Banda Aceh (skripsi) Program studi FK Unsyiah. P. Lalitha, et al. (2012). Preliminary studies on phytochemicals and antimicrobial activity of solvent extracts of Eichhornia crassipes (Mart.)Solms. Asian Journal of Plant Science and Research (2):115-122. ISSN: 2249 – 7412. Pelczar. M.J. dan E.C.S. Chan. (1998). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 1. UI Press.Jakarta.Hal 106-113 Pelczar. M.J. dan E.C.S. Chan. (1998). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 2. UI Press. Jakarta. Hal 49-51. Pratiwi, S.,T., 2008. Mikrobiologi farmasi. Jakarta: Erlangga. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 62 Putra, Surya Rosa dkk. (2012). Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Termofilik Dari Sumber Mata Air Panas Di Songgoriti Setelah Dua Hari Inkubasi. Jurnal Teknis Pomits: 1-5. Putri W.S, dkk. Skrining Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Universitas Udayana. Robinson, T. (1991). Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Bandung: Penerbit ITB Sabariah Ismail (2011). An Antimicrobial Compound Isolated from Cinnamomum Iners Leaves with Activity against Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus. Molecules journal 1420-3049. Saeed, S., & Tariq, P. (2005). Screening Of Antibacterial Activity Of Cinnamonium zeylanicum. IntI. Chern. Pharrn. Med. J. Vol. 2(1), 175 178. Sampurno. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan. Shan et al. (2007). Antibacterial Properties and Major Bioactive Components of Cinnamomum Stick (Cinnamomum burmanii): Activity against Foodborne Pathogenic Bacteria. Journal of Agricultural and Food Chemistry 55: 5484 – 5490. Soetarno S dan IS. Soediro. (1997). Standardisasi Mutu Simplisia dan Ekstrak Bahan Obat Tradisional. Presidium Temu Ilmiah Nasional Bidang Farmasi. Soh Wuu Kuang. (2011). Taxonomic revision of Cinnamomum (Lauraceae) in Borneo. Blumea 56:241–264 Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI. (1993). Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta: binarupa Aksara. Suharto dan A. Chatim. 1993. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta. Hal 18-22. Sylviana Husein, dkk. (2009). Study on Antibacterial Activity from “Temulawak” (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Rhizomes against Pathogenics Microbes Cell Destruction journal of applied and Industrial Biotechnology in tropical region: 1979-9748. Tabak, mina et al. (1999). Cinnamon extracts inhibitory effect on Helicobacter pylori Journal of Ethnopharmacology 67 (1999) 269–277. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 63 Vangalapati Meena. (2012). Purification of Cinnamaldehyde from Cinnamon Species by Column Chromatography. International Research Journal of Biological Sciences: 2278-3202 Vijayakumar A, et al. (2012). Phytochemical analysis and in vitro antimicrobial activity of Illicium griffithii Hook. f. & Thoms extracts. Asian Pacific Journal of Tropical Diseas: 190 – 199. Volk and Wheller. (1984). Mikrobiologi Dasar, diterjemahkan oleh Soenarto Adisoemarto, hal. 137 – 138, Erlangga, Jakarta. Wahyu, Bobby Widiatmo, dkk. (2013). Efek antimikroba Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) terhadap bakteri Shigella dysnteriae kode Isolat 2312-F secara in vitro. Malang. Universitas Brawijaya. Winangsih dkk. (2013). Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kualitas Simplisia Lempuyang Wangi (Zingiber Aromaticum L.). Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume XXI, Nomor 1, Maret 2013. Universitas Diponogoro, Semarang. Yenny. (2007). Resistensi Dari Bakteri Enterik: Aspek Global Terhadap Antimikroba. Universa Medicina 26: 46-56. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 64 Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Cinnamomum sintoc Blume UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 65 Lampiran 2. Alur penelitian Pembuatan simplisia Pengukuran kadar air Pembuatan ekstrak daun menggunakan metode maserasi bertingkat dengan pelarut n – heksana, etil asetat, dan metanol Ekstrak n – heksana Ekstrak etil asetat Ekstrak metanol Uji aktivitas antibakteri menggunakan metode disc diffusion Ekstrak aktif antibakteri Pengukuran kadar air Fraksinasi dengan kromatografi kolom Skrining fitokimia Uji aktivitas antibakteri dengan bioautografi Fraksi aktif antibakteri Penentuan nilai KHM dengan metode mikrodilusi Analisa komponen fraksi aktif antibakteri menggunakan GC-MS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 66 Lampiran 3. Bagan Kerja Ekstraksi Simplisia Daun Cinnamomum sintoc Daun Cinnamomum sintoc Disortasi Dicuci Dikeringkan Dihaluskan Serbuk kering daun Cinnamomum sintoc Maserasi dengan n – heksana Difiltrasi Dievaporasi Ampas Ekstrak n - heksanana Maserasi dengan etil asetat Uji antibakteri dengan difusi cakram Difiltrasi Dievaporasi Ekstrak etil asetat Ampas Maserasi dengan metanol Uji antibakteri dengan difusi cakram Difiltrasi Dievaporasi Ekstrak metanol Ampas Uji antibakteri dengan difusi cakram UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 67 Lampiran 4. Penghitungan Rendemen Ekstrak Ekstrak n – heksana Rendemen ekstrak (%) = Rendemen ekstrak (%) = x 100 % x 100 % Rendemen ekstrak (%) = Ekstrak etil asetat Rendemen ekstrak (%) = Rendemen ekstrak (%) = x 100 % x 100 % Rendemen ekstrak (%) = Ekstrak Metanol Rendemen ekstrak (%) = Rendemen ekstrak (%) = x 100 % x 100 % Rendemen ekstrak (%) = UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 68 Lampiran 5. Profil KLT Ekstrak Aktif Antibakteri (Ekstrak Metanol dan Ekstrak Etil Asetat) K : Ea (9 :1) M Ea (a) M Ea (b) Keterangan : M = Ekstrak metanol Gambar (b) Gambar (a) Ea = Ekstrak etil asetat Ekstrak Fasa gerak Jumlah spot/ noda Metanol Kloroform : metanol (9 : 1) 5 Etil asetat Kloroform : metanol (9 : 1) 5 Metanol n – heksana : etil setat (4 : 6) 4 Etil asetat n – heksana : etil setat (4 : 6) 4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 69 Lampiran 6. Penghitungan Kadar Air Simplisia dan Ekstrak Etil Asetat Kadar air simplisia (%) = = x 100% x 100% = 6,754% Kadar air ekstrak etil asetat (%) = = x 100% x 100% = 8,231% UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 70 Lampiran 7. Skema Pembuatan Suspensi Bakteri Uji Diinkubasi Kultur bakteri uji dalam NA miring diambil 1 ose 10 ml NB steril Disetarakan kekeruhannya dengan larutan 0,5 Mc. Farland Suspensi bakteri Larutan 0,5 Mc. Farland setara dengan 108 CFU/ ml 71 Lampiran 8. Bagan Kerja Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n – Heksana, Etil asetat dan Metanol dengan Metode Disc Diffusion 2,5 g ekstrak kental n – heksana daun C. sintoc 2,5 g ekstrak kental etil asetat daun C. sintoc 2,5 g ekstrak kental metanol daun C. sintoc Dilarutkan dalam 15% DMSO (7,5 ml) di add dengan aquadest sampai volume 50 ml Dilarutkan dengan ultrasonic homogenizer Larutan ekstrak n – heksana daun C. sintoc konsentrasi 50 mg/ml Larutan ekstrak etil asetat daun C. sintoc konsentrasi 50 mg/ml Larutan ekstrak metanol daun C. sintoc konsentrasi 50 mg/ml Diteteskan sebanyak 25 µl pada kertas cakram yang telah disterilisasi Diletakkan kertas cakram pada NA yang telah diinokulasikan bakteri Diinkubasi selama 20 jam pada suhu 37oC Adanya zona bening disekitar cakram menunjukkan aktivitas antibakteri (+) 72 Lampiran 9. Bagan Kerja Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom Ekstrak etil asetat daun C. sintoc sebanyak 10 g Difraksinasi menggunakan kromatografi kolom Fasa diam: silika gel sebanyak 100 g Fase gerak: n – heksana : etil asetat dengan sistem gradien F.1 F.3 F.5 F.7 F.9 (1-14) (24-29) (38-40) (65-85) (93-103) 1,53 g 0,96 g 0,098 g 0,78 g 0,087 g F.2 F.4 F.6 F.8 F.10 (16-23) (30-37) (41-64) (86-92) (104-125) 1,74 g 1,05 g 0,68 g 0,11 g 0,107 g Diuji aktivitas antibakteri menggunakan metode bioautografi 73 Lampiran 10. Profil KLT Eluat Hasil Fraksinasi dari Ekstrak Etil Asetat dengan Kromatografi Kolom (a) (b) (c) (d) (e) (f) No. Eluat Fasa gerak 3 6 9 12 15 18 21 n– heksana : etil aseat (8 : 2) n– heksana : etil aseat (8 : 2) n– heksana : etil aseat (8 : 2) n– heksana : etil aseat (8 : 2) n– heksana : etil aseat (8 : 2) n– heksana : etil aseat (8 : 2) n– heksana : etil aseat (8 : 2) Jumlah Spot 1 1 2 2 2 Gambar (b) Gambar (a) (g) No. Eluat Fasa gerak 24 27 30 33 36 39 42 n– heksana : etil aseat (7 : 3) n– heksana : etil aseat (7 : 3) n– heksana : etil aseat (7 : 3) n– heksana : etil aseat (7 : 3) n– heksana : etil aseat (7 : 3) n– heksana : etil aseat (7 : 3) n– heksana : etil aseat (7 : 3) Jumlah Spot 5 5 2 3 3 3 2 74 Gambar (g) Fasa gerak 45 48 51 54 57 60 63 81 84 87 90 93 96 99 114 117 120 123 125 n– heksana : etil aseat (6 : 4) n– heksana : etil aseat (6 : 4) n– heksana : etil aseat (6 : 4) n– heksana : etil aseat (6 : 4) n– heksana : etil aseat (6 : 4) n– heksana : etil aseat (6 : 4) n– heksana : etil aseat (6 : 4) n– heksana : etil aseat (4 : 6) n– heksana : etil aseat (4 : 6) n– heksana : etil aseat (4 : 6) n– heksana : etil aseat (4 : 6) n– heksana : etil aseat (4 : 6) n– heksana : etil aseat (4 : 6) n– heksana : etil aseat (4 : 6) n– heksana : etil aseat (4 : 6) n– heksana : etil aseat (4 : 6) n– heksana : etil aseat (4 : 6) n– heksana : etil aseat (4 : 6) n– heksana : etil aseat (4 : 6) Jumlah Spot 5 4 4 4 4 4 4 1 1 4 4 1 1 1 2 2 2 2 2 No. Eluat Fasa gerak Gambar (d) No. Eluat 66 69 72 75 78 81 n– heksana : etil aseat (6 : 4) n– heksana : etil aseat (6 : 4) n– heksana : etil aseat (6 : 4) n– heksana : etil aseat (6 : 4) n– heksana : etil aseat (6 : 4) n– heksana : etil aseat (6 : 4) Jumlah Spot 2 2 2 3 3 3 Gambar (f) Gambar (e) Gambar (c) (lanjutan) 99 102 105 108 111 114 n– heksana : etil aseat (4 : 6) n– heksana : etil aseat (4 : 6) n– heksana : etil aseat (4 : 6) n– heksana : etil aseat (4 : 6) n– heksana : etil aseat (4 : 6) n– heksana : etil aseat (4 : 6) 1 1 2 2 2 2 75 Lampiran 11. Profil KLT Fraksi Gabungan N : Ea (8 : 2) N : Ea (7 : 3) 1 3 2 3 4 5 6 N : Ea (4 : 6) 6 7 8 N : Ea (3 : 7) 8 9 10 Keterangan: Fraksi Gabungan dari eluat Fasa gerak Jumlah spot/ noda 1 No. 1 – 14 n – heksana : etil asetat (8 : 2) 3 2 No. 16 – 23 n – heksana : etil asetat (8 : 2) 4 3 No. 24 – 29 n – heksana : etil asetat (8 : 2) 7 3 No. 24 – 29 n – heksana : etil asetat (7 : 3) 7 4 No. 30 – 37 n – heksana : etil asetat (7 : 3) 6 5 No. 38 – 40 n – heksana : etil asetat (7 : 3) 6 6 No. 41 - 64 n – heksana : etil asetat (7 : 3) 5 6 No. 41 - 64 n – heksana : etil asetat (4 : 6) 5 7 No. 65 – 85 n – heksana : etil asetat (4 : 6) 2 8 No. 86 – 92 n – heksana : etil asetat (4 : 6) 7 8 No. 86 – 92 n – heksana : etil asetat (3 : 7) 7 9 No. 93 – 103 n – heksana : etil asetat (3 : 7) 3 10 No. 104 - 125 n – heksana : etil asetat (3 : 7) 2 76 Lampiran 12. Bagan Kerja Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi 1 dari Ekstrak Etil Asetat dengan Metode Bioautografi 10 fraksi dari ekstrak etil asetat hasil kromatografi kolom Konsentrasi 50 mg/ml dalam kloroform dan etil asetat Ditotolkan sebanyak 10 µl ke plat KLT Plat KLT berukuran 6,5 cm x 7 cm Dicelupkan pada cawan petri steril yang berisi suspensi bakteri uji Diletakkan pada cawan petri yang telah diletakkan kapas steril basah Inkubasi selama 20 jam pada suhu 37oC Disemprotkan INT 2mg/ml pada permukaan plat Terbentuk zona yang berwarna putih – krim pada latar plat yang berwarna ungu atau merah menandakan aktivitas antibakteri positif 77 Lampiran 13. Skema Pengujian KHM Larutan Uji Fraksi 1 dari Ekstrak Etil Asetat 100 µl 100 µl Larutan Induk (50000 µg/ml) 100 µl 100 µl 100 µl 100 µl 100 µl 100 µl 100 µl NB 2 100 µl NB 1 100 µl NB 1 100 µl NB 1 100 µl NB 1 100 µl NB 1 100 µl NB 1 100 µl NB 1 25000 µg/ml 12500 µg/ml 6250 µg/ml 3125 µg/ml 1562,5 µg/ml 781,25 µg/ml 390,66 µg/ml 195,31 µg/ml Suspensi bakteri 106 CFU/ ml Dipipet 100 µl 25000 µg/ml 12500 µg/ml 6250 µg/ml 3125 µg/ml 1562,5 µg/ml 781,25 µg/ml 390,66 µg/ml 12500 µg/ml 6250 µg/ml 3125 µg/ml 156,25 µg/ml 781,25 µg/ml 390,625 µg/ml 195,3125 µg/ml 195,31 µg/ml 97,656 µg/ml 78 Lampiran 14. Hasil Uji KHM Fraksi 1 dari Ekstrak Etil Asetat terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa Sampel Uji Fraksi 1 12500 µg/ml 6250 µg/ml 3125 µg/ml 1562,5 µg/ml 781,25 µg/ml Tetrasiklin 256 µg/ml 128 µg/ml 64 µg/ml Sterility Control Growth Control 32 µg/ml 16 µg/ml 390,62 µg/ml 8 µg/ml 195,31 µg/ml 4 µg/ml 97,66 µg/ml 2 µg/ml Solvent Control DMSO 15% 79 Lampiran 15. Hasil GCMS Fraksi 1 dari Ekstrak Etil Asetat 80 Lampiran 16. Gambar Bahan – Bahan yang Digunakan (a) (b) (c) (d) Keterangan : (a) Kultur kerja bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 (b) Kultur kerja bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 (c) Ekstrak kental etil asetat daun C.sintoc (d) Larutan uji: ekstrak n – heksana, etil asetat, dan metanol daun C.sintoc yang telah dilarutkan dengan DMSO 15% (50 mg/ml) 81 Lampiran 17. Gambar Alat – Alat yang Digunakan Rotary Evaporator Ultrasonic Homogenizer Shaker Incubator Kolom Kromatografi GCMS