UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAN

advertisement
1
UIN SYARIF HIDYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAN
FRAKSI DAUN SINTOK (Cinnamomum sintoc Blume.)
TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas
aeruginosa SERTA ANALISA KOMPONEN SENYAWA
FRAKSI AKTIF DENGAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI MASSA
SKRIPSI
ZAKIYA KAMILA MUHAMAD
1110102000012
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER 2014
1
ii
UIN SYARIF HIDYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAN
FRAKSI DAUN SINTOK (Cinnamomum sintoc Blume.)
TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas
aeruginosa SERTA ANALISA KOMPONEN SENYAWA
FRAKSI AKTIF DENGAN KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI MASSA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ZAKIYA KAMILA MUHAMAD
1110102000012
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER 2014
ii
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,
dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Zakiya Kamila Muhamad
NIM
: 1110102000012
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 10 September 2014
iii
iv
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama
: Zakiya Kamila Muhamad
NIM
: 1110102000012
Program Studi : Farmasi
Judul
: Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Daun Sintok
(Cinnamomum sintoc. Blume) terhadap Staphylococcus aureus
dan Pseudomonas aeruginosa serta Analisa Komponen
Senyawa Fraksi Aktif dengan Kromatografi Gas – Spektrometri
Massa.
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Atiek Soemiati, Apt. M.S
Arief Heru Prianto, M.Si
NIP: 197805032003121002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Drs. Umar Mansur, Msc., Apt.
iv
v
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama
: Zakiya Kamila Muhamad
NIM
: 1110102000012
Program Studi : Farmasi
Judul
: Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Daun Sintok
(Cinnamomum sintoc. Blume) terhadap Staphylococcus aureus
dan Pseudomonas aeruginosa serta Analisa Komponen
Senyawa Fraksi Aktif dengan Kromatografi Gas – Spektrometri
Massa.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1 : Prof. Dr. Atiek Soemiati, Apt. M.S
(
)
Pembimbing 2 : Arief Heru Prianto, M.Si
(
)
Penguji
1 : Drs. Umar Mansur, Msc., Apt.
(
)
Penguji
2 : Puteri Amelia M.Farm., Apt.
(
)
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal
: 10 September 2014
v
vi
ABSTRAK
Nama
: Zakiya Kamila Muhamad
Jurusan
: Farmasi
Judul
: Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Daun Sintok
(Cinnamomum sintoc. Blume) terhadap Staphylococcus aureus
dan Pseudomonas aeruginosa serta Analisa Komponen
Senyawa Fraksi Aktif dengan Kromatografi Gas – Spektrometri
Massa.
Cinnamomum sintoc Blume. merupakan salah satu tanaman yang terdapat di
hutan tropis Indonesia yang secara empiris digunakan untuk pengobatan luka dan
diare (Soh wuu - kuang, 2011). Penelitian ini bertujuan mengetahui aktivitas
antibakteri ekstrak n – heksana, etil asetat, metanol daun Cinnamomum sintoc dan
fraksi dari ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi. Ekstrak n –
heksana, etil asetat dan metanol diperoleh dengan metode maserasi bertingkat,
ketiga ekstrak tersebut diuji dengan metode difusi cakram untuk mengetahui
aktivitas antibakterinya. Dari ketiga ekstrak tersebut, ekstrak etil asetat memiliki
aktivitas antibakteri tertinggi dengan rata – rata diameter zona hambat 10,85 mm
terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan 11,625 mm terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. Ekstrak etil asetat kemudian
difraksinasi menggunakan kromatografi kolom dan didapatkan 10 fraksi.
Kesepuluh fraksi tersebut diuji dengan metode bioautografi untuk mengetahui
aktivitas antibakterinya. Fraksi 1 mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi
terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, tetapi tidak mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus ATCC 2592. Fraksi 8
mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadap bakteri Staphylococcus aureus
ATCC 2592, tetapi tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853. Hasil pengujian mikrodilusi menunjukkan nilai KHM
fraksi 1 yaitu 12,5 mg/ml terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC
27853. Hasil Kromatografi Gas – Spektrometri Massa dari fraksi 1 diperoleh 21
senyawa yang merupakan golongan sesquiterpen (47,42%), fenol (5,88%), aldehid
alifatik (21,8%), ester (1,32%), asam lemak (2,65%), sesquiterpen alkohol (1,4%),
keton alifatik (2,64%), hidrokarbon alifatik (4,94%), dan alkohol (11,94%).
Senyawa yang memiliki kelimpahan terbesar yaitu δ – Cadinene (14,34%) dan
Myristaldehyde (13,03%).
Kata kunci: daun Cinnamomum sintoc, antibakteri, ekstrak, fraksi, difusi cakram,
bioautografi, KHM, GCMS.
vi
vii
ABSTRACT
Name
: Zakiya Kamila Muhamad
Program Study : Pharmacy
Title
: Antibacterial Activity of Leaf Extracts and Fractions of Sintok
(Cinnamomum sintoc. Blume) against Staphylococcus aureus
and Pseudomonas aeruginosa, and Gas Chromatography – Mass
Spectrometry Analysis of Chemical Constituent of Active
Fraction.
Cinnamomum sintoc is one of the plants which are founded in the tropical forest
of Indonesia, which empirically is used for the medicinal treatment of wounds and
diarrhea. This study aims to determine the antibacterial activity of extracts n hexane, ethyl acetate, methanol of leaf Cinnamomum sintoc and fractions of the
extract which has the highest antibacterial activity. Extract n - hexane, ethyl
acetate and methanol are obtained with multistage maceration method, those
extracts are tested by disc diffusion method to determine its antibacterial
activities. From those, ethyl acetate extract has the highest antibacterial activity
with average diameter of inhibiton zone is 10,85mm to Staphylococcus aureus
ATCC 25923 and 11,625 mm to Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, then
ethyl acetate extract is fractionated by using column chromatography and
produced 10 fractions. Each fraction is tested by biaoutographic method to
determine its antibacterial activities. Fraction 1 has the highest antibacterial
activity to Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, but does not have antibacterial
activity to Staphylococcus aureus ATCC 25923. Fraction 8 has the highest
antibacterial activity to Staphylococcus aureus ATCC 25923, but does not have
antibacterial activity to Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. Microdilution
test results show MIC values of fraction 1 is 12.5 mg / ml to Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853. Gas Chromatography result - Mass Spectrometry of
fraction 1 is obtained with 21 compounds which are a class of sesquiterpenes
(47,42%), phenol (5,88%), aliphatic aldehydes (21,8%), esters (1,32%), fatty acid
(2,65%), sesquiterpen alcohol (1,4%), aliphatic ketones (2,64%), aliphatic
hydrocarbons (4,94%), alcohols (11,94%). Compounds that have the greatest
abundance are δ - Cadinene (14.34%) and Myristaldehyde (13.03%).
Keyword: Cinnamomum sintoc leaf, antibacterial, extract, fraction, disc diffusion,
bioautographic, MIC, GCMS.
vii
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin atas segala nikmat iman, Islam, kesempatan,
serta kekuatan yang telah diberikan Allah Subhanahuwata’ala sehingga Penulis
dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam
untuk tuntunan dan suri tauladan Rasulullah Shallallahu‘alaihiwasallam beserta
keluarga dan sahabat beliau yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Islam
yang sampai saat ini dapat dinikmati oleh seluruh manusia di dunia.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana
farmasi dari Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Judul skripsi ini adalah “Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Daun Sintok (Cinnamomum sintoc
Blume.) terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa serta
Analisa Komponen Senyawa Fraksi Aktif dengan Kromatografi Gas –
Spektrometri Massa”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penelitian dan penulisan skripsi ini
tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Atiek Soemiati, Apt. MS. selaku pembimbing pertama dan
bapak A. Heru Prianto, Msi selaku pembimbing kedua yang senantiasa
dengan sabar tulus dan ikhlas memberikan arahan, bimbingan,
dorongan, semangat, saran dan solusi selama penelitian dan penulisan
skripsi.
2. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Prof (Ris) Dr. Sulaeman Yusuf, M. Agr selaku kepala Puslit Biomaterial
LIPI.
5. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program
viii
ix
Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Para laboran Farmasi UIN, Ka Liken, Ka Rahmadi, Ka Eris, Mba Rani,
Ka Lisna dan Ka Tiwi yang telah banyak membantu selama praktikum
maupun penelitian.
7. Pak Dedi, Pak Rivo, Bu Denny, Ka Awie, dan seluruh staf Puslit
Biomaterial LIPI Cibinong yang telah banyak memberi bimbingan dan
membantu selama penelitian.
8. Pusat Konservasi Tumbuhan – Kebun Raya Bogor, LIPI yang telah
membantu perihal bahan baku penelitian yaitu tanaman Cinnamomum
sintoc Blume.
9. Mama yang selalu memberikan kasih sayang, semangat dan doa yang
tiada henti serta dukungan baik moral maupun materil dan almarhum
papa yang telah mendidik dan memberi nasehat semasa beliau ada.
Kasih sayang yang kalian berikan sungguh tak ternilai.
10. Om dan tante, serta adik – adikku tersayang, Zaid Hafiz M yang selalu
mendukung dan memberikan bantuan setiap kali dibutuhkan,
Zaim
Kamil M yang selalu menghibur dan memberikan keceriaan dikala
penat.
11. Teman – teman seperjuangan dalam penelitian ini yaitu Kurnia Anisah
dan Annisa Alfira yang senantiasa dengan sabar menemani, mendukung
dan membantu disaat sedang dibutuhkan.
12. Teman – teman “ngocol” tersayang Amel, Vicka, Afifah, Dita, Ipho,
Dias, Diah dan khususnya Desi Syifa yang telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian di Puslit
Biomaterial, terima kasih karena kalian selalu mengerti, membantu,
mendukung dan berbagi cerita disaat senang maupun sedih, semoga
ukhuwah kita akan selalu terjaga sampai kapanpun.
13. Teman – teman “Andalusia” Farmasi 2010 yang solid dan selalu
membantu satu sama lain.
14. Ka Ainul, Ka luqman dan kakak kelas Farmasi UIN lainnya yang telah
banyak memberikan arahan dan bantuan.
ix
x
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak keterbatasan dan
kekurangan. Oleh Karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan member sumbangan
pengetahuan khususnya di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
kesehatan, Universtas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembaca pada
umumnya.
Jakarta, 1 September 2014
Penulis
x
xi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Zakiya Kamila Muhamad
NIM
: 1110102000012
Program studi : Farmasi
Fakultas
: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
saya dengan judul :
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAN FRAKSI DAUN
SINTOK (Cinnamomum sintoc. Blume) TERHADAP Staphylococcus aureus
DAN Pseudomonas aeruginosa SERTA ANALISA KOMPONEN SENYAWA
FRAKSI AKTIF DENGAN KROMATOGRAFI GAS – SPEKTROMETRI
MASSA
untuk dapat diakses melalui Digital Library Perpustakaan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas
sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Dengan demikian persetujuan
publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Jakarta
Pada Tanggal : 10 September 2014
Yang menyatakan,
(Zakiya Kamila Muhamad)
xi
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………………...
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.………………………….. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………
iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI……………………………………
v
ABSTRAK…………………………………………………………………… vi
ABSTRACT………………………………………………………………….. vii
KATA PENGANTAR…………………………………………………….… viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……………
xi
DAFTAR ISI………………………………………………………………… xii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………... xiv
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………
1
1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………..
3
1.2 Perumusan Masalah………………………………………………...
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………...
4
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………
5
2.1 Tanaman Kayu Sintok……………………………………………...
5
2.2 Metode Ekstraksi…………………………………………………...
7
2.3 Metode Pengujian Antibakteri……………………………………... 10
2.4 Tinjauan Tentang Bakteri………………………………………….. 13
2.5 Tinjauan Tentang Antibakteri……………………………………… 19
2.6 Macam – Macam Medium…………………………………………. 22
2.7 Kromatografi……………………………………………….………. 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………………………… 27
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………………... 27
3.2 Alat dan Bahan…………………………………………………….. 27
3.3 Metode Penelitian………………………………………………….. 28
3.3.1 Pembuatan Simplisia..……………………………………… 28
3.3.2 Penetapan Kadar Air Simplisia……………………………..
28
3.3.3 Pembuatan Ekstrak…………………………………………. 28
3.3.4 Pewarnaan Gram……………………………………………. 29
3.3.5 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n – heksana, Etil asetat
dan Metanol daun Cinnamomum sintoc dengan Metode 30
Difusi Cakram……………………………………………….
3.3.6 Skrining Fitokimia Ekstrak yang Memiliki Aktivitas
Antibakteri Tertinggi………………………………………
32
xii
xiii
3.3.7 Penetapan Kadar Air Ekstrak yang Memiliki Aktivitas
Antibakteri Tertinggi………………………………………..
3.3.8 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)……………………………
3.3.9 Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat Menggunakan Kromatografi
Kolom……………………………………………………….
3.3.10 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi dari Ekstrak yang Memiliki
Aktivitas Antibakteri Tertinggi dengan Metode Bioautografi
3.3.11 Penentuan Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Fraksi yang Mempunyai Aktivitas Antibakteri Tertinggi….
3.3.12 Analisa Komponen Senyawa Fraksi yang Mempunyai
Aktivitas Antibakteri Tertinggi dengan Kromatografi Gas –
Spektrometri Massa…………………………………………
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………...
4.1 Pembuatan Simplisia……………………………………………
4.2 Kadar Air Simplisia Daun Cinnamomum sintoc………………..
4.3 Pembuatan Ekstrak……………………………………………..
4.4 Pewarnaan Gram………………………………………………..
4.5 Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak n – heksana, Etil
Asetat dan Metanol Daun Cinnamomum sintoc Dengan Metode
Difusi Cakram (Disc Diffusion)………………………………...
4.6 Kadar Air Ekstrak Etil Asetat daun Cinnamomum sintoc………
4.7 Uji Fitokimia Ekstrak Etil Asetat……………………………….
4.8 Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat Menggunakan Kromatografi
Kolom…………………………………………………………...
4.9 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Dengan Metode Bioautografi...
4.10 Penentuan Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Fraksi
1 dari Ekstrak Etil Asetat……………………………………….
4.11 Analisa Komponen Senyawa pada Fraksi 1 dari Ekstrak Etil
Asetat dengan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa……….
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………
5.1 Kesimpulan……………………………………………………….
5.2 Saran……………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
xiii
33
33
34
35
36
38
39
39
39
40
40
41
45
46
46
47
52
53
57
57
58
59
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Pohon Cinnamomum sintoc………………………………….
Daun dan batang Cinnamomum sintoc…………………........
Rumus bangun tetrasiklin……………………………………
Hasil pewarnaan Gram bakteri Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa dibawah mikroskop perbesaran
100 x 10………………………………………………...........
Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol, etil asetat, n –
heksana daun C. sintoc konsentrasi 50 mg/ml terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853……………………..
Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi dari ekstrak etil setat
dan tetrasiklin dengan metode bioautografi terhadap bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853……………………….....................
Hasil uji bioautografi fraksi 8 terhadap S. aureus dan fraksi 1
terhadap P.aeruginosa……………………………………….
Kromatogram fraksi 1 dari ekstrak etil asetat………………..
xiv
6
6
21
41
43
49
51
54
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Perbedaan ciri – ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif……...
Hasil rendemen ekstrak n – heksana, etil asetat dan metanol…......
Rata – rata diameter zona hambat ekstrak n – heksana, etil asetat
dan metanol daun C. sintoc konsentrasi 50 mg/ml terhadap
bakteri
Staphylococcus
aureus
dan
Pseudomonas
aeruginosa…………………………………………………………
Hasil uji fitokimia ekstrak etil asetat……………………………...
Bobot masing – masing fraksi…………………………………...
Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi dari ekstrak etil asetat dengan
metode bioautografi terhadap bakteri Staphylococcus aureus
ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC
27853…………………………………………….........…………...
Data hasil uji KHM fraksi 1 dari ekstrak etil asetat terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa.………………………………...
Hasil analisis senyawa pada fraksi 1 dari ekstrak etil asetat
dengan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa…………………
xv
15
40
42
46
47
48
52
54
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Lampiran 14.
Lampiran 15.
Lampiran 16.
Lampiran 17.
Hasil determinasi tanaman Cinnamomum sintoc Blume………
Alur penelitian…………………………………………………
Bagan kerja ekstraksi simplisia daun Cinnamomum sintoc…..
Penghitungan rendemen ekstrak……………………………….
Profil KLT ekstrak aktif antibakteri (ekstrak metanol dan
ekstrak etil Asetat)……………………………………………
Penghitungan kadar air simplisia dan ekstrak etil asetat………
Skema pembuatan suspensi bakteri uji………………………...
Bagan kerja uji aktivitas antibakteri ekstrak n – heksana, etil
asetat dan metanol dengan metode disc diffusion……………..
Bagan kerja fraksinasi dengan kromatografi kolom…………..
Profil KLT eluat hasil fraksinasi dari ekstrak etil asetat dengan
kromatografi kolom………………………………….
Profil KLT fraksi gabungan…………………………………..
Bagan kerja uji aktivitas antibakteri fraksi 1 dari ekstrak etil
asetat dengan metode bioautografi…………………………….
Skema pengujian KHM larutan uji fraksi 1 dari ekstrak etil
asetat…………………………………………………………...
Hasil Uji KHM Fraksi 1 dari ekstrak etil asetat terhadap
Bakteri Pseudomonas aeruginosa……………………………..
Hasil GCMS fraksi 1 dari ekstrak etil asetat…………………..
Gambar bahan – bahan yang digunakan………………………
Gambar alat – alat yang digunakan……………………………
xvi
64
65
66
67
68
69
70
71
73
74
75
76
77
78
79
80
81
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang
semakin meningkat. Infeksi dapat disebabkan oleh virus, jamur, parasit dan
bakteri. Staphylococcus aureus adalah jenis bakteri yang sering menimbulkan
penyakit pada manusia. Infeksi oleh bakteri ini menyebabkan timbulnya
penyakit dengan tanda – tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis dan
pembentukan abses. Bakteri lain yang sering menimbulkan penyakit adalah
Pseudomonas aeuruginosa. Bakteri ini sering dihubungkan dengan penyakit
pada manusia. Organisme ini dapat merupakan penyebab 10 – 20 % infeksi
nosokomial, sering diisolasi dari penderita neoplastik, luka dan luka bakar
yang berat. Bakteri ini antara lain dapat menyebabkan infeksi pada saluran
pernafasan bagian bawah, saluran kemih, dan mata. Pengobatan penyakit
infeksi bakteri dengan penggunaan antibakteri. Penggunaan antibakteri secara
besar – besaran dan pemakaian yang tidak sesuai aturan menjadi penyebab
utama terjadinya resistensi antibakteri.
Resistensi antibakteri merupakan salah satu masalah kesehatan yang
sampai saat ini belum dapat
teratasi dengan baik. Perpindahan resistensi
(resistance transference) antar bakteri menjadi salah satu sebab resistensi
antibakteri berkembang cepat dan sulit untuk diatasi. Penelitian – penelitian
dengan berbagai kuman patogen menunjukkan bahwa pemindahan resistensi
dari suatu bakteri ke bakteri lain adalah peristiwa yang umum di dunia
mikroba dan dengan dicapainya perkembangan mutakhir di dalam biologi
molekuler, pemindahan resistensi ini dapat dijelaskan secara rinci. Bakteri –
bakteri patogen telah mampu mengembangkan sejumlah besar mekanisme
untuk menghindarkan diri dari efek antibakteri dengan cara membentuk enzim
yang dapat merusak antibakteri sampai pada kemampuannya untuk melakukan
modifikasi dari proses metaboliknya. Situasi ini tidak statis, mekanisme yang
baru yang lebih kompleks secara cepat dikembangkan mikroorganisme
mengikuti diperkenalkannya dan digunakannya suatu antibakteri yang baru
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
(Yenny, 2007). Oleh karena itu seiring dengan berkembangnya resistensi
tersebut harus diimbangi dengan penemuan sumber antibakteri baru yang
dapat membunuh bakteri maupun menghambat pertumbuhannya. Penemuan
sumber antibakteri tersebut dapat berasal dari alam maupun sintetik.
Indonesia adalah suatu negara kepulauan yang memiliki hutan tropis
terbesar kedua di dunia, kaya dengan keanekaragaman hayati dan dikenal
sebagai salah satu dari tujuh negara “megabiodiversity” kedua setelah Brazil.
Distribusi tumbuhan tingkat tinggi yang terdapat di hutan tropika Indonesia
lebih dari 12 % (30.000) dari yang terdapat di muka bumi (250.000) (Taslim
Ersam, 2004). Penggunaan biodiversitas tumbuhan sebagai bahan pengobatan
merupakan salah satu alternatif untuk menemukan nilai manfaat dari hutan
yang ada di Indonesia. Disamping itu, yang tidak kalah menariknya adalah
hutan tropis Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dapat dipandang
sebagai pabrik atau industri bahan – bahan kimia hayati, yang renewable
berproduksi sepanjang tahun. Keanekaragaman hayati Indonesia adalah salah
satu aset nasional dengan nilai ekonomis yang tinggi, yang merupakan
ecological specific dengan comparative advantage (Taslim Ersam, 2004).
Sebagai contoh, satu spesies tumbuhan pada awalnya mempunyai nilai sebesar
US$ 100, setelah diproses menjadi ekstrak kasar nilai ini dapat ditingkatkan
sampai 10 kali lipat (US$ 1000). Apabila dilakukan proses lebih lanjut sampai
senyawa murni dan memiliki aktivitas tertentu, nilainya menjadi berlipat
ganda, menjadi US$ 109 (Achmad,1999; Backer,1995). Oleh karena itu,
dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai tanaman yang berasal dari hutan
tropis Indonesia, khususnya tanaman – tanaman yang berpotensi mempunyai
aktivitas sebagai obat.
Salah satu tanaman yang terdapat di hutan tropis Indonesia adalah
Cinnamomum sintoc. Tanaman ini tersebar di Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan, Jawa, dan Sumatera. Kulit kayunya digunakan sebagai pengobatan
tradisional untuk diare, gangguan usus dan penyembuhan luka (Soh wuu kuang, 2011). Penelitian tentang potensi tanaman Cinnamomum sintoc di
Indonesia belum banyak dilakukan. Namun penelitian lain mengenai potensi
cinnamomum dengan spesies berbeda (Cinnamomum sp.) sebagai antibakteri
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
telah banyak dilakukan. Penelitian mengenai aktivitas antibakteri dari ekstrak
daun Cinnamomum iners menunjukkan fraksi etil asetat dari ekstrak daun
Cinnamomum iners terstandar memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri
Gram positif (Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Salmonella typhi, methicillin
resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan Gram negatif (Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa, Shigella sonnei, Pseudomonas aeruginosa)
(Sabariah Ismail, 2011). Komponen senyawa dalam ekstrak cinnamon seperti
cinmamaldehyde, eugenol dan cavracol dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Helicobacter pylori (Mina Tabak, 1999). Penelitian yang dilakukan
oleh Shan et al (2007) menunjukkan bahwa ekstrak Cinnamomum burmanii
Bl. yang diperoleh dari Indonesia mengandung senyawa nonvolatile (Tannin
terkondensasi) yaitu 23,2 % proanthocyanidin dan 3,6 % (epi) cathecin dan
sebagai tambahan cinnamaldehyde 64,1 % yang mempunyai aktivitas
antibakteri terhadap bakteri patogen penyebab keracunan makanan. Bila
dilihat
secara
kemotaksonomi,
maka
sangat
dimungkinan
bahwa
Cinnamomum sintoc juga mempunyai kandungan senyawa dan manfaat yang
sama dengan Cinnamomum sp., khususnya sebagai antibakteri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak
n – heksana, etil asetat, metanol daun Cinnamomum sintoc dan fraksi dari
ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa serta mengetahui
komponen senyawa yang terdapat dalam fraksi yang mempunyai aktivitas
antibakteri tertinggi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi ilmiah mengenai potensi daun Cinnamomum sintoc sebagai sumber
alternatif antibakteri baru, sehingga nantinya dapat dikembangkan menjadi
obat antibakteri dan dapat mengatasi masalah resistensi antibakteri.
1.2 Perumusan Masalah
1. Manakah diantara ekstrak n – heksana, etil asetat dan metanol daun
Cinnamomum sintoc yang menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi
terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853?
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
2. Manakah diantara fraksi hasil fraksinasi dari ekstrak terpilih yang
menunjukkan
aktivitas
antibakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923
tertinggi
terhadap
bakteri
dan Pseudomonas aeruginosa
ATCC 27853?
3. Berapakah nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dari fraksi yang
menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi?
4. Apa saja komponen senyawa yang terkandung dalam fraksi yang
menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak n – heksana, etil asetat dan
metanol daun Cinnamomum sintoc terhadap bakteri Staphylococcus
aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853.
2. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri fraksi hasil fraksinasi ekstrak
terpilih terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853.
3. Untuk mengetahui nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dari fraksi
yang menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi.
4. Untuk mengetahui komponen senyawa yang terkandung dalam fraksi yang
menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi
ilmiah mengenai aktivitas antibakteri daun Cinnamomum sintoc dan
komponen senyawa yang terkandung didalamnya, sebagai usaha dalam
menemukan alternatif obat antibakteri baru dari sumber daya alam yang ada.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kayu Sintok
2.1.1 Klasifikasi tanaman
Kingdom
: Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Super divisi
: Spermatophyte
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub kelas
: Magnoliidae
Ordo
: Laurales
Famili
: Lauraceae
Genus
: Cinnamomum
Spesies
: Cinnamomum sintoc Bl
2.1.2 Deskripsi
Cinnamomum sintoc dapat mencapai tinggi 27 m, dengan diameter
30 cm, kulit kayu halus berwarna coklat terang sedangkan bagian
dalamnya berwarna coklat kemerahan dan memiliki bau seperti buah pala.
Ranting kokoh, berbentuk silinder dengan diameter 1,5 – 2,5 mm, tidak
berbulu, kering dan kehitaman. Daun opposite atau subopposite, kering
kecoklatan, tidak berbulu, berbentuk ellips sampai ovatus – ellips, dengan
ujung daun lancip. Buahnya berbentuk ellipsoid atau obovoid. (Soh wuu kuang, 2011)
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
Gambar 2.1. Pohon Cinnamomum sintoc
(Sumber: Koleksi pribadi)
Gambar 2.2. Daun dan Batang Cinnamomum sintoc
(Sumber: Koleksi pribadi)
2.1.3 Distribusi dan Habitat
Cinnamomum sintoc terdistribusi di Sarawak (wilayah Lundu),
Kalimantan barat dan Kalimantan timur. Spesies ini juga terdistribusi di
Sumatera, Semenanjung Malaysia dan Jawa. Habitat dari C.sintoc adalah
di hutan dipterokarpa dengan tanah berpasir. (Soh wuu - kuang, 2011).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
2.1.4 Nama Daerah
Secara luas tanaman ini dikenal dengan nama sintok, huru sintok
(Jawa), huru sitok (Sunda), dan maang sangit atau madang lawang
(Sumatera) (Lemmens, Soerianegara and Wong, 1995).
2.1.5 Kegunaan
Kulit kayu Cinnamomum sintoc umumnya dimanfaatkan sebagai
obat untuk diare, gangguan usus dan serbuknya dimanfaatkan untuk
mengobati luka (Soh wuu - kuang, 2011).
2.1.6 Kandungan Senyawa
Minyak daun Cinnamomum sintoc yang diperoleh dari Peninsular
Malaysia mengandung safrole (23,4%) dan γ – muurolene (13,5%) sebagai
komponen mayor. Minyak kulit batang Cinnamomum sintoc mengandung
linalool (23,8%), sesquiterpen (25,2 %), tetradecanal (16,4%) (Jantan et
al., 1994).
Penelitian yang dilakukan oleh Yopi Iskandar (2008) menunjukkan
bahwa minyak atsiri kulit batang kayu sintok mengandung eugenol,
(33,83%), myristicin (13,54 %) dan safrol (10,17 %) sebagai komponen
utama.
2.2 Metode Ekstrakasi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
pada pelarut cair sehingga terpisah dari kandungan kimia yang tidak dapat
larut dengan pelarut cair. Hasil dari ekstraksi disebut ekstrak. Ekstrak adalah
sediaan yang diperoleh dengan cara ekstraksi tanaman obat dengan ukuran
partikel tertentu dan menggunakan medium pengekstraksi (menstrum) yang
tertentu pula. Pengertian ekstrak yang tercantum dalam buku Farmakope
Indonesia Edisi IV adalah
sediaan kental yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian
hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Ekstrak yang diperoleh sesudah
pemisahan cairan disebut “micella”. Micella dapat diubah menjadi bentuk obat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
siap pakai, seperti ekstrak cair dan tincture atau sebagai produk bahan yang
selanjutnya dapat diproses menjadi ekstrak kering (Agoes.G, 2007).
Terdapat beberapa metode ekstraksi yang umum dan sering digunakan,
antara lain (Sampurno, 2000):
A. Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut
a. Cara Dingin
1.Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi dengan cara merendam
simplisia dengan pelarut tertentu dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Jumlah
pelarut yang dipakai tergantung pada banyaknya sampel. Cara
ini dapat menarik zat – zat berkhasiat yang tidak tahan
pemanasan.
2.Perkolasi
Perkolasi adalah proses ekstraksi menggunakan alat perkolator
yang dilakukan dengan cara mengalirkan cairan pelarut organik
pada sampel yang sebelumnya telah dibasahi. Prinsip dari metode
perkolasi adalah pelarut yang telah jenuh yang berada didalam
perkolator akan digantikan oleh pelarut yang lebih baru dan
segar. Ekstraksi ini membutuhkan pelarut yang lebih banyak.
b. Cara Panas
1.Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya
dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3 – 5
kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
2. Soxhlet
Soxhletasi adalah salah satu metode ekstraksi senyawa kimia
tumbuhan cara panas yang menggunakan alat soklet. Pada
keadaan ini sampel dan pelarut berada dalam keadaan terpisah.
Sampel dihaluskan kemudian dibungkus dengan kertas saring,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
dimasukkan ke tempat tertentu pada alat soklet. Pelarut yang
digunakan berada pada labu yang terletak terpisah dari sampel.
Setelah semua alat soklet terpasang, kemudian dipanaskan
dengan menggunakan heating mantle. Pelarut dalam labu akan
menguap dan uapnya akan naik ke atas menuju tempat sampel
yang tergantung. Dengan adanya pendinginan dari kondensor,
uap akan menjadi cair dan melarutkan sampel, yang kemudian
akan kembali ke tempat pelarut awal. Proses ini akan terus
berulang (ekstraksi sinambung) sehingga proses ekstraksi terjadi
dengan sempurna.
3.Digesti
Adalah proses pengekstraksian yang hampir sama dengan
maserasi tapi dengan menggunakan pemanasan pada suhu 30˚40˚C. Cara ini digunakan untuk sampel pada suhu biasa tidak
tersari dengan baik.
4. Dekoktasi Dan Infusa
Adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia
nabati dengan air pada suhu 90˚C selama 15-20 menit untuk
infus sedangkan dekoktasi 30 menit dengan suhu ≥30˚C dan
temperaturnya sampai titik didih.
B. Destilasi Uap
Adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri)
dari bahan (simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan
parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari kental
secara kontinu sampai sempurna dan di akhiri dengan kondensasi fase
uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi
destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau
memisah sebagian. Pada destilasi uap, bahan simplisia benar – benar
tidak tercelup ke air yang mendidih, namun dilewati uap air sehingga
senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi. Pada destilasi uap dan
air, bahan simplisia bercampur sempurna atau sebagian dengan air
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut terdestilasi
(Sampurno, 2000).
C. Ekstraksi Cara Lain
a. Ekstraksi berkesinambungan
Adalah proses yang dilakukan berulangkali dengan pelarut yang
berbeda atau resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun
berturutan beberapa kali (Sampurno, 2000).
b. Superkritikal Karbondioksida
Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk simplisia,
dan umumnya digunakan gas karbondioksida (Sampurno, 2000).
c. Ekstraksi Ultrasonik
Getaran ultrasonik (>20.000 Hz) memberikan efek pada proses
ekstrak dengan prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel,
menimbulkan gelembung spontan (cavitation) sebagai stres
dinamik serta menimbulkan fraksi interfase (Sampurno, 2000).
d. Ekstraksi Energi Listrik
Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan
magnet serta electric-discharges yang dapat mempercepat proses
dan meningkatkan hasil dengan prinsip menimbulkan gelembung
spontan dan menyebarkan gelombang tekanan berkecepatan
ultrasonik (Sampurno, 2000).
2.3 Metode Pengujian Antibakteri
2.3.1 Metode Difusi
Metode difusi sering digunakan untuk uji antimikroba yang rentan
terhadap senyawa murni, senyawa polar maupun senyawa non polar
(Steward, et al., 1999 dalam Choma & Grzelak, 2010). Pada prosedur ini,
kertas filter cakram (berdiameter 6 mm), berisi senyawa uji yang
ditempatkan pada permukaan yang sebelumnya telah diinokulasikan
mikroba uji. Agen antimikroba akan berdifusi ke dalam agar dan
menghambat pertumbuhan dari mikroba uji. Cawan petri diinkubasi dan
zona inhibisi diukur. Pada metode silinder, silinder dari stainless steel atau
porselin dengan ukuran yang seragam (biasanya berukuran 8 mm x 6 mm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
x 10 mm) ditempatkan diatas agar terinokulasi didalam cawan petri, dan
diisi dengan sampel dan standar. Setelah diinkubasi, silinder dipindahkan
dan zona inhibisi yang terbentuk diukur (Choma & Grzelak, 2010).
Pada uji menggunakan hole – plate, beberapa milimeter lubang
digali pada permukaan agar yang diinokulasi dan kemudian diisi sampel.
Larutan senyawa uji akan berdifusi kedalam medium agar dan
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Cawan petri dibiarkan pada
suhu ruangan untuk proses inkubasi. Kemudian zona hambat yang
terbentuk diukur (Shitandi, et al., 2005 dalam Choma & Grezlak, 2010).
2.3.2 Metode dilusi
Metode ini memiliki kemampuan untuk mengukur KHM (Kadar
Hambat Minimum) dan KBM (Kadar Bunuh Minimum) (Pratiwi, 2008).
Dua jenis metode dilusi adalah dilusi agar dan pengenceran tabung
(Choma & Grezelak, 2010). Pratiwi (2008) membedakan metode dilusi
menjadi metode dilusi cair (serial dilution) dan dilusi padat. Pada dilusi
cair, dibuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang
ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar
terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji
ditetapkan sebagai KHM. Larutan yan ditetapkan sebagai KHM dikultur
ulang tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan
diinkubasi selama 18 – 24 jam pada suhu 37oC. Media cair yang terlihat
tetap jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).
Metode dilusi padat serupa dengan metode dilusi cair tetapi
menggunakan media padat. Keuntungan metode ini adalah satu
konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji
beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).
2.3.3 Metode Bioautografi
Bioautografi merupakan metode skrining mikrobiologi yang umum
digunakan untuk mendeteksi aktivitas antimikroba. Skrining dapat
didefinisikan sebagai prosedur pertama, yang diterapkan pada sampel yang
dianalisis, dalam rangka untuk menetapkan ada atau tidaknya analit yang
didapat. Metode skrining ini memberikan sensitivitas yang lebih tinggi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
daripada metode lainnya. Selain itu, sederhana, murah, hemat waktu dan
tidak memerlukan peralatan yang canggih (Choma, 2010).
Menurut Choma, skrining metode bioautografi pada dasarnya
untuk menguji aktivitas biologis, misalnya antibakteri, antijamur,
antitumor, dan antiprotozoa zat uji. Metode deteksi ini dapat berhasil
dengan dikombinasikan dengan teknik kromatografi lapis tipis (Choma,
2010).
Prosedur dalam metode bioautografi hampir sama dengan yang
digunakan dalam metode difusi agar. Perbedaannya adalah senyawa yang
diuji berdifusi ke media agar yang diinokulasi dari lapisan kromatografi,
yang merupakan adsorben atau kertas ( Wagman, 1969; Choma, 2010).
Metode bioautografi dibedakan menjadi bioautografi kontak,
bioautografi imersi atau bioautografi agar overlay, dan bioautografi
langsung. Dalam bioautografi kontak, lempeng KLT atau kromatogram
kertas ditempatkan pada permukaan agar diinokulasi selama beberapa
menit atau jam untuk memungkinkan difusi. Selanjutnya, lempeng
dipindah dan lapisan agar diinkubasi. Pertumbuhan zona hambat muncul
di mana senyawa antimikroba berada dalam kontak dengan lapisan agar.
Dalam bioautografi immersion (agar overlay), lempeng pertama
kali dicelupkan di medium agar atau ditutup dengan medium agar, setelah
agar memadat, ditambahkan mikroorganisme yang diuji dan kemudian
diinkubasi. Agar dapat berdifusi dengan baik dari senyawa uji ke
permukaan agar, lempeng dapat tetap pada suhu rendah selama beberapa
jam sebelum inkubasi. Metode ini merupakan kombinasi dari bioautografi
kontak dan langsung, karena senyawa antimikroba yang ditransfer dari
kromatogram ke media agar, seperti dalam metode kontak, tetapi lapisan
agar tetap pada permukaan kromatogram selama inkubasi dan visualisasi,
sebagai bioautografi langsung (Choma, 2010).
Di antara semua metode bioautografi, yang paling banyak
digunakan adalah bioautografi langsung. Prinsip dari metode ini adalah
lempeng KLT dicelupkan pada suspensi mikroorganisme yang tumbuh
dalam kaldu yang tepat dan kemudian diinkubasi dalam suasana lembab.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
Permukaan silika dari lempeng KLT ditutupi dengan media kaldu menjadi
sumber nutrisi dan memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme secara
langsung di atasnya, daerah di mana terdapat spot agen antimikroba
menunjukkan zona penghambatan pertumbuhan mikroorganisme yang
terbentuk. Visualisasi dari zona ini biasanya dilakukan dengan
menggunakan reagen dehidrogenase untuk deteksi aktivitas, yang paling
umum
adalah
garam
tetrazolium.
Dehidrogenase
mengkonversi
mikroorganisme hidup garam tetrazolium menjadi berwarna. Sehingga,
spot krim - putih muncul dengan latarbelakang ungu pada permukaan
lempeng KLT menunjukkan keberadaan agen antibakteri (Choma, 2010).
2.4 Tinjauan Tentang Bakteri
2.4.1 Karakter Bakteri
Bakteri adalah sel prokariotik yang khas; uniselular dan tidak
mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya.
Bakteri dapat dibedakan dari ukuran, susunan, dan responnya terhadap
antibiotik. Bentuk sel bakteri meliputi (Pelczar dkk, 1998):
a. Kokus (bulat)
b. Basil (batang)
c. Spirilium (spiral)
Bentuk sel menunjukkan karakteristik spesies bakteri tersebut,
tetapi dapat bervariasi tergantung kondisi pertumbuhannya. Ukuran bakteri
sangat kecil berkisar antara 0,5-5 μm. Struktur permukaan bakteri
meliputi:
a. Flagelum
Rambut yang teramat tipis mencuat menembus dinding sel dan
bermula dari tubuh dasar, suatu struktur granular tepat di bawah
membran sel di dalam sitoplasma. Flagel digunakan bakteri sebagai
alat gerak.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
b. Pili
Pili berukuran lebih kecil, lebih pendek dari flagel. Pili hanya dapat
dilihat dengan mikroskop elektron. Pili tidak berfungsi untuk alat
gerak tetapi sebagai alat untuk melekat pada berbagai permukaan.
c. Kapsul
Kapsul penting artinya buat bakteri maupun organisme lainnya. Bagi
bakteri, kapsul merupakan penutup, pelindung dan juga berfungsi
sebagai gudang makanan cadangan.
2.4.2 Bakteri Gram Positif dan Negatif
Berdasarkan pewarnaan Gram, bakteri dapat dibedakan menjadi
dua golongan, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri
Gram negatif zat lipidnya akan larut selama pencucian dengan alkohol,
sehingga pori – pori pada dinding sel akan membesar, permeabilitas
dinding sel menjadi besar, sehingga zat warna yang sudah diserap mudah
dilepaskan dan kuman menjadi tidak berwarna. Sedangkan pada bakteri
Gram positif, akan mengalami denaturasi protein pada dinding selnya oleh
pencucian dengan alkohol. Protein menjadi keras dan kaku. Pori – pori
mengecil, permeabilitas kurang sehingga kompleks ungu kristal iodium
dipertahankan dan sel kuman tetap berwarna ungu (Staf Pengajar FKUI,
1993). Hal itu disebabkan karena bakteri Gram positif dan Gram negatif
mempunyai susunan kimia dinding sel yang berbeda.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
Tabel 2.1. Perbedaan ciri – ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif
(Pelczar, JM, 1988).
Ciri
Struktur dinding sel
Gram Positif
Gram Negatif
Tebal (15 – 80 nm)
Tipis (10 – 15 nm)
Berlapis Tunggal
Berlapis tiga (multi)
(mono)
Kandungan lipid
Kandungan lipid tinggi
rendah (1 – 4%)
(11-22%)
Peptidoglikan ada
Peptidoglikan ada di
sebagai lapisan
Komposisi dinding sel
tunggal, komponen
utama merupakan lebih
dari 50% berat kering
pada beberapa sel
bakteri
Kerentanan terhadap
penisilin
Persyaratan nutrisi
Resistensi terhadap
gangguan fisik
dalam lapisan kaku
sebelah dalam,
jumlahnya sedikit
merupakan sekitar
10% berat kering.
Ada asam tekoat
Tidak ada asam tekoat
Lebih rentan
Kurang rentan
Relatif rumit pada
banyak spesies
Lebih resisten
Relatif sederhana
Kurang resisten
2.4.3 Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan mikroba adalah peningkatan semua komponen sel,
sehingga menghasilkan peningkatan ukuran sel dan jumlah sel (kecuali
mikroba yang berbentuk filamen) akan menyebabkan peningkatan jumlah
individu didalam populasi. Inokulum hampir selalu mengandung ribuan
organisme, pertumbuhan menyatakan pertambahan jumlah atau massa
melebihi yang ada di dalam inokulum asalnya (Pelczar dkk, 1998).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
2.4.3.1 Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan
1. Suplai Nutrisi (Suharto dkk, 1993)
Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya,memerlukan
suplai nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsurunsur dasar tersebut adalah: karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen,
sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. Ketiadaan
atau kekurangan sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan
kematian.
2. Suhu
Suhu
merupakan
salah
satu
faktor
penting
dalam
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Suhu yang berkaitan
dengan pertumbuhan mikroorganisme digolongkan menjadi tiga, yaitu:
a. Suhu minimum, yaitu suhu yang apabila berada di bawahnya maka
pertumbuhan bakteri terhenti.
b. Suhu optimum yaitu suhu dimana pertumbuhan berlangsung paling
cepat dan optimum (Disebut juga suhu inkubasi).
c. Suhu maksimum yaitu suhu yang apabila berada di atasnya maka
pertumbuhan tidak terjadi.
3. Keasaman atau Kebasaan (pH)
Setiap organisme memiliki kisaran pH masing-masing dan
memiliki
pH
optimum
yang
berbeda-beda.
Kebanyakan
mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 8,0 dan nilai pH di luar
kisaran 2,0 sampai 10,0 biasanya bersifat merusak.
4. Ketersediaan Oksigen
Mikroorganisme memiliki karakteristik sendiri-sendiri di
dalam kebutuhannya akan oksigen. Mikroorganisme dalam hal ini
digolongkan menjadi:
a. Aerobik: hanya dapat tumbuh apabila ada oksigen bebas.
b. Anaerob: hanya dapat tumbuh apabila tidak ada oksigen bebas.
c. Anaerob fakultatif: dapat tumbuh baik dengan atau tanpa oksigen
bebas.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
d. Mikroaerofilik: dapat tumbuh apabila ada oksigen dalam jumlah
kecil.
2.4.4 Bakteri yang Digunakan
2.4.4.1 Staphylococcus aureus
Berikut adalah klasifikasi taksonomi Staphylococcus aureus:
Kingdom
: Monera
Divisio
: Protophyta
Kelas
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacteriales
Familia
: Micrococcaceae
Spesies
: Staphylococcus aureus
Staphylococcus adalah sel-sel bulat yang terdapat sendiri-sendiri
atau bulat-bulat atau kadang-kadang berpasangan tetapi lebih sering
kelompok-kelompok
yang
tidak
beraturan
(Volk
dkk,
1990).
Staphylococcus juga termasuk dalam bakteri Gram-positif, dan tidak
bergerak (Bonang, 2007). Mikroba ini bersifat aerob atau anaerob
fakultatif, katalase positif, oksidase negatif, famili nonmotil, tidak
membentuk spora dan fermentative.
S. aureus bakteri ini bervariasi dalam pembentukan pigmennya.
Pigmen dapat berwarna putih, kuning atau kuning-orange. Bakterinya
bersifat patogen yang banyak terdapat pada kulit dan lapisan lendir. Pada
dasarnya kebanyakan penyakit lebih banyak disebabkan oleh bakteri S.
aureus karena kemampuan organisme ini untuk menimbulkan penyakit
bergantung pada kemampuannya melawan fagositosis dan efek beberapa
diantara toksin dan enzim yang disekresi oleh sel (Hastowo dkk, 1992).
Batas suhu untuk pertumbuhan S. aureus adalah 15˚C dan 40˚C
mempunyai suhu optimum yaitu sebesar 35˚C - 40˚C dengan pH 7,4.
Bakteri dapat tumbuh pada medium dengan kadar garam 7,5-10% dan
dapat tumbuh baik dalam kaldu biasa pada suhu 37˚C. Pada lempeng agar,
koloninya berbentuk bulat, diameter 1-2 mm, cembung, buram, mengkilat
dan konsistensinya lunak (Nurhayati, 2004).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
2.4.4.2 Pseudomonas aeruginosa
Bakteri ini sering dihubungkan dengan penyakit pada manusia.
Organisme ini dapat merupakan penyebab 10 – 20 % infeksi nosokomial.
Sering diisolasi dari penderita neoplastik, luka dan luka bakar yang berat.
Bakteri ini juga dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan
bagian bawah, saluran kemih, mata dan lain – lainnya.
Morfologi dari bakteri ini berbentuk batang negatif Gram,
berukuran 0,5 – 1,0 x 3,0 – 4,0 µm. Umumnya mempunyai flagel polar,
tetapi kadang – kadang 2 – 3 flagel. Bila tumbuh pada perbenihan tanpa
sukrosa terdapat lapisan lender polisakarida ekstraseluler.
Pseudomonas aeruginosa merupakan organisme yang sangat
mudah beradaptasi dan dapat memakai 80 gugus organik yang berbeda
untuk pertumbuhannya dan amonia sebagai sumber nitrogen. Suhu
pertumbuhan optimum adalah 35 oC, tetapi dapat juga tumbuh 42 oC.
Pseudomonas aeruginosa adalah satu – satu nya spesies yang
menghasilkan:
1. Piosianin, suatu pigmen yang larut dalam kloroform.
2. Flouresen, suatu pigmen yang larut dalam air. Beberapa strain
menghasilkan pigmen merah.
Pseudomonas aeruginosa lebih resisten terhadap desinfektan
daripada bakteri lain lain. Bakteri ini menyenangi hidup dalam suasana
lembab seperti pada peralatan pernafasan, air dingin, lantai, kamar mandi,
tempat air, dan lain – lain.
Kebanyakan antibiotik dan antimikroba tidak efektif terhadap
kuman ini. Fenol dan beta – glutaraldehid
biasanya merupakan
desinfektan yang efektif. Air mendidih dapat membunuh kuman ini.
Infeksi oleh Pseudomonas aeruginosa terjadi pada orang yang
mempunyai ketahanan tubuh yang menurun, yaitu penderita luka bakar,
orang yang sakit berat atau dengan penyakit metabolik atau mereka yang
sebelumnya memakai atau mempergunakan alat – alat kedokteran. (Staf
Pengajar FKUI, 1993)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
2.5 Tinjauan Tentang Antibakteri
2.5.1 Aktivitas Antibakteri
Antimikroba adalah senyawa kimia yang dapat membunuh atau
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme
yang
mikroorganisme.
dimatikan
atau
Berdasarkan
dihambat
jenis
pertumbuhannya,
antimikroba terbagi menjadi antibakteri, antifungi, antivirus dan
antiprotozoa.
Antibakteri adalah zat yang membunuh bakteri atau menekan
pertumbuhan dan reproduksi mereka. Sampai saat ini, antibakteri masih
merupakan salah satu obat yang paling sering digunakan (Volk dkk, 1990).
Obat untuk membasmi bakteri penyebab infeksi pada manusia harus
memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut
haruslah bersifat sangat toksik untuk bakteri, tetapi relatif tidak toksik
untuk hospes (Ganiswarna dkk, 1995).
Aktivitas suatu zat yang bersifat antibakteri dipengaruhi oleh
beberapa faktor penting seperti konsentrasi bahan, pH, komposisi medium,
suhu, jenis bakteri penguji dan kemampuan antibakteri untuk mengurangi
dalam medium. Berdasarkan jenis daya tahan kerjanya terhadap bakteri,
zat antibakteri dibagi dalam 2 kelompok yaitu bakteriostatik dan
bakterisidal. Zat bakterisidal adalah zat-zat yang dapat membunuh bakteri
karena daya kerjanya yang cepat dan mematikan. Sedangkan zat yang
hanya menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik (Irianto,
2006).
2.5.2 Mekanisme Kerja Antibakteri
Secara umum mekanisme kerja antibakteri dapat dibagi atas
(Hastowo dkk, 1992) :
1. Penghambatan Pertumbuhan oleh Analog
Dalam kelompok ini termasuk sulfonamida. Pada umumnya
bakteri memerlukan para-aminobenzoat (PABA) untuk sintesis asam
folat, yang diperlukan dalam sintesis purin. Sulfonamida memiliki
struktur
seperti
PABA,
sehingga
penggunaan
sulfonamida
menghasilkan asam folat yang tidak berfungsi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
2. Penghambatan Sintesis Dinding Sel
Perbedaan
struktur
sel
antara
bakteri
dan
eukariot
menguntungkan bagi penggunaan bahan antimikroba. Penicillin dan
Cephalosporin merupakan contoh klasik. Kedua antibiotik ini
menyebabkan penghambatan pada pembentukan ikatan sebrang silang.
Pada konsentrasi rendah, penicillin menghambat pembentukan ikatan
glikosida, sehingga pembentukan dinding sel baru akan terganggu
dapat dilihat dari bakteri dengan bentuk sel yang panjang tanpa
dinding sekat. Pada konsentrasi tinggi, ikatan sebrang silang terganggu
dan pembentukan dinding sel terhenti. Kepekaan bakteri terhadap
penicillin tergantung pada kemampuan mikroorganisme menghasilkan
enzim beta-laktamase enzim ini dapat merusak daya kerja penicillin.
3. Penghambatan fungsi membran sel
Membran sel bakteri dan fungi dapat dirusak oleh beberapa
bahan tertentu tanpa merusak sel inang. Polymixin berdaya kerja
terhadap bakteri Gram-negatif, sedangkan antibiotik polyene terhadap
fungi.
Polymixin dihasilkan oleh Bacillus polymyxa. Daya kerja
polymixin merusak membran sel, sehingga isi sel akan keluar.
Antibakteri ini berdaya kerja terhadap sel baik yang sedang tumbuh
maupun yang tidak tumbuh.
4. Penghambatan sintesis protein
Beberapa antibiotik menghambat sintesis protein pada bakteri.
Sebagai contoh chloramphenicol, tetracycline, dan erythomycine.
Puromycin merupakan penghambat sintesis protein pada manusia.
Bakteri memiliki ribosom dengan 70S, sedangkan manusia 80S. Unit
ribosom pada bakteri adalah 50S dan 30S. Chloramphenicol mengikat
ribosom 50S, sehingga tidak dapat berfungsi. Antibiotik ini bersifat
bakteriostatik, pertumbuhan bakteri dimulai kembali bila tidak ada
antibakteri ini.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
2.5.3 Antibakteri yang Digunakan Sebagai Kontrol Positif
Tetrasiklin Hidroklorida yang digunakan sebagai kontrol positif,
memiliki karakteristik sebagai berikut (Depkes RI, 1995):

Rumus bangun :
Gambar 2.3. Rumus bangun tetrasiklin.

Rumus molekul : C22H24N2O8.HCl

Bobot molekul
: 480,90

Pemerian
:Serbuk hablur, kuning, tidak berbau, agak
higroskopis. Stabil di udara tetapi pada pemaparan terhadap
cahaya matahari yang kuat dalam udara lembab. Dalam larutan
dengan pH lebih kecil dari 2, potensi berkurang dan cepat rusak
dalam larutan alkali hidroksida.

Kelarutan
:Larut dalam 10 bagian air dan dalam 100
bagian etanol (95%), praktis tidak larut dalam kloroform dan
dalam eter.

Penyimpanan
:Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya. Jika dalam udara lembab terkena sinar matahari
langsung, warna menjadi gelap dan dalam larutan pH tidak
lebih dari 2 menjadi inaktif dan rusak pada pH 7 atau lebih.
Tetrasiklin berikatan dengan ribosom subunit 30S mikrobia.
Tetrasiklin menghambat sintesis protein dengan memblokir penambahan
aminoacyl-t-RNA. Kemudian tetrasiklin mencegah pemasukan asam
amino ke rantai baru yang mulai memanjang. Cara kerjanya bersifat
menghambat dan reversibel jika obat dihilangkan. Resistensi terhadap
tetrasiklin diakibatkan perubahan oleh perubahan permeabilitas dinding
sel.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
2.6 Macam – Macam Medium
Medium yang baik untuk bakteri adalah medium yang mengandung
zat-zat organik seperti rebusan daging, sayur-sayuran, sisa makanan, atau
ramuan-ramuan yang dibuat oleh manusia. Medium yang dibuat oleh manusia
adalah sebagai berikut (Dwidjoseputro, 1994):
2. Medium Cair
Medium cair yang biasa di gunakan adalah kaldu. Pembuatan
medium ini yaitu dengan cara air murni di tambahkan dengan kaldu daging
lembu dan pepton. Pepton adalah protein yang terdapat pada daging, pada
air susu, pada kedelai dan pada putih telur. Medium yang telah siap
tersebut ditentukan pHnya 6,8 - 7, jadi sedikit asam atau netral. pH
tersebut adalah pH yang sesuai bagi kebanyakan bakteri. Setelah di ukur
pHnya kaldu tersebut di saring menggunakan kertas saring lalu di
masukkan ke dalam tabung reaksi dan disumbat dengan kapas, barulah
dapat di masukkan ke dalam autoklaf.
3. Medium Padat
Dulu medium padat masih banyak menggunakan kentang yang di
potong-potong. Kentang tersebut di potong-potong dengan menggunakan
pipa besi lalu di masukkan ke dalam tabung reaksi kemudian di sumbat
dengan kapas dan setelah itu di sterilkan di dalam autoklaf. Setelah dingin
kentang dapat ditanami bakteri.
Lalu muncul penemuan baru dengan menggunakan kaldu yang di
campur dengan sedikit agar-agar. Baru dapat di peroleh medium padat
setelah di sterilkan. Agar-agar tersebut baru mencair pada suhu 95˚C.
Agar-agar ialah sekedar zat pengental, dan bukan zat makanan bagi
bakteri.
4. Medium yang Diperkaya
Bakteri patogen memerlukan makanan tambahan berupa serum
atau darah yang tidak mengandung fibrinogen. Fibrinogen adalah zat yang
menyebabkan darah menjadi kental, apabila keluar di luka. Serum dan
darah
dicampurkan
ke
dalam
medium
yang
sudah
disterilkan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
Pencampuran ini dilakukan sebelum sterilisasi, maka serum atau darah
tersebut akan mengental akibat pemanasan.
5. Medium Kering
Medium ini berupa serbuk kering yang dilarutkan dalam air lalu di
sterilkan. Pada medium ini tidak perlu dilakukan pemeriksaan pH karena
sudah dilakukan lebih dahulu pada waktu pembuatan serbuk.
6. Medium Sintetik
Medium ini berupa ramuan-ramuan zat anorganik tertentu yang
mengandung zat karbon dan nitrogen. Bakteri autotrof dapat hidup dalam
medium ini. Medium ini dibuat secara eksperimental. Medium ini tidak
menimbulkan zat-zat penolak, apabila masuk ke dalam tubuh hewan atau
manusia.
2.7 Kromatografi
Kromatografi didefenisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut
oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam suatu sistem yang terdiri
dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara
berkesinambungan dalam arah tertentu dan didalamnya zat – zat itu
menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan adsorpsi,
partisi, kelarutan ukuran molekul atau kerapatan muatan ion (Farmakope
Indonesia ed.4, 2000).
2.7.1 Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom merupakan kromatografi cair dimana fase
diam ditempatkan di dalam tabung kaca berbentuk silinder pada bagian
bawah tertutup dengan katup atau keran dan fasa gerak dibiarkan mengalir
ke bawah karena adanya gaya berat (Gritter, Bobbit & Schwarting, 1991).
2.7.1.1 Penyerap (fase diam)
Penyerap untuk kolom biasanya berukuran 63 – 250 µm. sifat
penyerap terutama bergantung pada pH dan tingkat keaktifannya.
Penyerap yang biasa digunakan adalah silika gel, alumina, arang, selulosa,
poliamida dan polistiren (Gritter, Bobbit & Schwarting, 1991).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
2.7.1.2 Pelarut Pengelusi (fase gerak)
Pemilihan pelarut pengelusi perlu dilakukan untuk mengetahui
pelarut atau campuran pelarut mana yang dapat menghasilkan pemisahan
yang diinginkan. Hal itu dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu
penelusuran pustaka, penerapan data KLT pada pemisahan dengan kolom
dan pemakaian elusi landaian umum mulai dari pelarut yang tidak
menggerakkan linarut sampai pelarut yang lebih polar yang menggerakkan
linarut (Gritter, Bobbit & Schwarting, 1991).
2.7.1.3 Pembuatan Kolom
Pembuatan kolom ada 2 cara, yaitu:
a. Cara kering
Selapisan pasir diletakkan didalam kolom kemudian penyerap
dimasukkan ke dalam tabung sedikit demi sedikit, permukaan
diratakan dan dimampatkan sedikit. Setelah itu kertas saring diletakkan
diatasnya dan ditambah lagi selapis pasir sehingga jika ditambahkan
pelarut, permukaan penyerap tidak terganggu. Selanjutnya pelarut
pengelusi dibiarkan mengalir ke bawah melalui penyerap dengan keran
terbuka sampai permukaan pelarut tepat sedikit di atas bagian atas
kolom (Gritter, Bobbit & Schwarting, 1991).
b. Cara basah
Selapisan pasir silika dimasukkan kedalam kolom dan sepertiga tabung
diisi dengan pelarut. Kemudian suspensi fase diam dimasukkan ke
dalam pelarut di dalam tabung sedikit demi sedikit atau sekaligus
sambil diketuk – ketuk pada semua sisi secara perlahan – lahan agar
diperoleh lapisan yang seragam. Keran dapat dibuka atau ditutup
selama penambahan asal permukaan pelarut tetap di atas permukaan
penyerap (Gritter, Bobbit & Schwarting, 1991).
2.7.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan
fisikokimia yang didasarkan atas penyerapan, partisi (pembagian) atau
gabungannya. Lempeng pemisah tipis yang terdiri dari butir penyerap
dilapiskan pada lempeng kaca, logam dan lain – lain. Untuk mendapatkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
kondisi jenuh bejana kromatografi, dinding bejana dilapisi dengan
lembaran kertas saring, fase gerak dituang ke dalam bejana sehingga kertas
saring basah dan dalam bejana terdapat fasa gerak setinggi 5 – 10 mm,
bejana ditutup dan dibiarkan selama satu jam pada 20 – 25oC (Harmita,
2006).
KLT sangat bermanfaat untuk analisis obat dan bahan lain dalam
laboratorium karena hanya memerlukan peralatan sederhana, waktu cukup
singkat dan jumlah zat yang diperiksa cukup kecil. Di samping itu tidak
diperlukan ruang besar dan teknik pengerjaannya sederhana (Harmita,
2006).
2.7.3 Kromatografi Gas – Spektrometri Massa
Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen –
komponen yang dapat menguap dan hasil pemisahan dapat dilihat berupa
kromatogram. Spektroskopi massa adalah metode analisa dimana sampel
yang dianalisa akan diubah menjadi ion – ion gasnya dan massa dari ion –
ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi berupa spektrum massa
(Sudjadi, 2007).
Pemisahan senyawa dalam GC (Gas Chromatography) terjadi di
dalam kolom dengan melibatkan dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak.
Fase diam merupakan zat yang berada di dalam kolom sedangkan fase
gerak adalah gas pembawa (helium atau hidrogen). GC (Gas
Chromatography) dengan teknik pemisahan dimana solut – solut yang
mudah menguap dan stabil terhadap pemanasan akan bermigrasi melalui
kolom yang merupakan fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung
pada rasio distribusinya. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan
pada peningkatan titik didihnya (kecuali jika terjadi interaksi khusus antara
solute dengan fase diam). Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan
pada titik didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang
mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Fase gerak yang berupa gas
akan mengelusi solut dari ujung kolom yang akan dihantarkan ke detektor.
Penggunaan suhu yang meningkat bertujuan untuk menjamin bahwa solut
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
akan menguap dan akan cepat terelusi, suhu yang biasa digunakan berkisar
50 – 350oC (Sudjadi, 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini mulai dilakukan pada bulan Maret sampai dengan
Juli 2014 di Laboratorium Mikrobiologi dan Pengendalian Hama, Pusat
Penelitian (Puslit) Biomaterial LIPI Cibinong, Bogor, Jawa barat.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain Erlenmeyer
(Iwaki), gelas ukur (Pyrex), hammer mill, ayakan no. mesh 40, cawan
petri, jarum ose, ose kapas steril, tabung reaksi, rak tabung reaksi, hot
plate, vortex, autoklaf, lampu spiritus, timbangan analitik, mikroskop
(Olympus CX21), LAF (Laminar Air Flow), oven, microtiter plate,
Lemari pendingin, kapas steril, spatula, mikropipet, shaker incubator,
kertas saring Whatman no. 1, vakum rotavapor (IKA RV 10), kromatografi
kolom, plat kromatrografi lapis tipis, GCMS (Gas Cromatography – Mass
Spectrometry), kertas cakram (paper disc), botol maserasi, jangka sorong.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun
Cinnamomum sintoc yang diperoleh dari Kebun Raya Bogor, pelarut
metanol, etil asetat, n – heksana, DMSO (Merck), kultur bakteri
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dan kultur bakteri Staphylococcus
aureus ATCC 25923 yang diperoleh dari lab mikrobiologi fakultas
kedokteran Universitas Indonesia, antibiotik tetrasiklin, pewarnaan Gram,
aquadest steril, larutan NaCl fisiologis, medium NA (Nutrient Agar)
(Merck), medium NB (Nutrient Broth) (Merck), p-iodonitrotetrazolium
violet (INT) (Sigma aldrich), medium Brain Heart Infussion (BHI),
kloroform, asam asetat anhidrida, HCl 2 N, perekasi Dragendorf, Pb asetat,
NaOH 0,1 N, H2SO4 pekat, FeCl3.
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pembuatan Simplisia
Sampel daun sintok (Cinnamomum sintoc) segar sebanyak 6 kg
diperoleh dari koleksi tanaman Kebun Raya Bogor, Jawa barat dan
diidentifikasi di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jawa barat.
Daun sintok segar dikumpulkan dan dilakukan sortasi kemudian
dibersihkan
untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada daun.
Kemudian dilakukan proses pengeringan menggunakan oven pada suhu
40oC. Setelah kering, dilakukan sortasi kembali, kemudian daun dibuat
menjadi serbuk menggunakan alat penggiling hammer mill, diayak
menggunakan ayakan mesh no. 40 dan ditampung pada wadah tertutup.
3.3.2 Penetapan Kadar Air Simplisia (Depkes RI, 2000)
Penetapan kadar air menggunakan metode gravimetri. Krusibel
porselin kosong dikonstankan terlebih dahulu dengan pemanasan pada
suhu 100-105oC selama 2 jam, didinginkan dalam desikator, dan kemudian
ditimbang. Sebanyak 1 g sampel ditimbang dalam krusibel yang telah
diketahui beratnya, dikeringkan dalam oven pada suhu 105-110oC selama
5 jam, didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang kembali.
Perlakuan ini diulang sampai beratnya konstan. Kadar air dihitung dalam
persen terhadap berat sampel awal.
3.3.3 Pembuatan Ekstrak
Setelah menjadi serbuk, dilakukan proses ekstraksi dengan cara
maserasi bertingkat menggunakan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran
yang berbeda, yaitu n-heksana (non polar), etil asetat (semi polar), dan
metanol (polar).
Serbuk simplisia daun sebanyak 4300 g dimasukkan ke dalam
wadah, selanjutnya pelarut n – heksana dimasukkan ke dalam wadah yang
berisi serbuk simplisia hingga serbuk terendam 3 cm di atas permukaan
simplisia. Wadah disimpan dalam ruang gelap dan pada suhu ruang.
Maserasi dilakukan selama 2 hari dengan beberapa kali pengadukan. Hasil
maserasi disaring untuk memisahkan filtrat dengan ampas. Ampas yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
tersisa kembali ditambahkan n – heksana dan proses maserasi dilakukan
kembali sampai pelarut berwarna bening. Filtrat yang diperoleh diuapkan
dengan vacuum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.
Selanjutnya ampas dimaserasi dengan pelarut etil asetat selama
2 hari dengan beberapa kali pengadukan. Kemudian hasil maserasi
difiltrasi, ampas yang tersisa dimaserasi kembali dengan etil asetat sampai
pelarut berwarna bening. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan vacuum
rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.
Ampas di maserasi dengan pelarut metanol selama 2 hari dengan
beberapa kali pengadukan. Kemudian hasil maserasi difiltrasi. Ampas
yang tersisa kembali ditambahkan metanol dan proses maserasi dilakukan
kembali sampai pelarut berwarna bening. Filtrat yang diperoleh diuapkan
dengan vacuum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.
Penguapan pelarut menggunakan vacuum rotary evaporator
dilakukan pada suhu 45oC. Ekstrak disimpan dalam lemari pendingin pada
suhu 4oC untuk memperpanjang masa simpan sampai siap digunakan
untuk uji aktivitas antibakteri.
Rendemen ekstrak dinyatakan dalam persen dihitung menggunakan
persamaan:
Rendemen ekstrak (%) =
x 100 %
3.3.4 Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram digunakan untuk identifikasi anggota dari domain
bakteri ke dalam dua kelompok berdasarkan perbedaan dinding selnya.
Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa diambil
masing – masing 1 ose dan digores-goreskan pada permukaan kaca objek
steril, ditetesi NaCl 0,9 %, kemudian dilakukan fiksasi. Kristal violet
sebanyak 1 tetes ditambahkan ke permukaan kaca objek yang terdapat
lapisan bakteri tersebut dan didiamkan selama 1 menit. Setelah 1 menit,
kaca objek
dibilas dengan air sampai zat warna luntur. Kaca objek
dikeringkan di atas api spiritus. Setelah kering, larutan lugol sebanyak
1 tetes ditambahkan ke permukaan kaca objek tersebut dan didiamkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
selama 1 menit. Setelah 1 menit, kaca objek dibilas dengan air. Kaca objek
dibilas dengan alkohol 96% sampai semua zat warna luntur kemudian
dicuci dengan air. Kaca objek dikeringkan di atas api spiritus. Setelah
kering, safranin sebanyak 1 tetes ditambahkan ke permukaan kaca objek
dan didiamkan selama 45 detik. Preparat dicuci dengan air dan
dikeringkan. Preparat diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran
100x (Surya rosa putra, 2012).
3.3.5 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n – heksana, Etil asetat dan
Metanol daun Cinnamomum sintoc dengan Metode Difusi Cakram
3.3.5.1 Sterilisasi Alat dan Bahan
Sterilisasi dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Sterilisasi dengan pemijaran, yaitu pembakaran alat – alat diatas lampu
spiritus sampai pijar seperti ose, batang L, dan mulut tabung biakan.
b. Sterilisasi dengan uap yang bertekanan (autoklaf), yaitu sterilisasi
dengan menggunakan suhu 121˚C selama 15 menit. Bahan – bahan
seperti media NB, NA, BHI, Aquadest disterilkan dengan autoklaf dan
juga alat-alat gelas seperti cawan petri, beacker glass, spreader.
3.3.5.2 Pembuatan Medium
3.3.5.2.1 Nutrien Agar (NA)
Medium yang digunakan untuk membiakkan bakteri uji adalah
medium NA. Serbuk NA sebanyak 20 gram dilarutkan dalam 1 liter
aquadest dan dipanaskan sampai mendidih sehingga larut. Lalu
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121˚C selama 15 menit. Setelah
agak dingin, disimpan dalam lemari pendingin dan dapat digunakan
bila diperlukan dengan memanaskannya kembali dengan hot plate.
Untuk membuat agar miring, NA yang telah disterilkan
dituang pada suhu 60 – 50oC kedalam tabung reaksi yang telah
disterilkan sebanyak 5 ml, kemudian disumbat dengan kapas steril dan
diposisikan miring sekitar 45o kemudian ditunggu sampai mengeras.
3.3.5.2.2 Nutrien Broth (NB)
Serbuk NB sebanyak 8 gram dilarutkan dalam 1 liter aquadest
dan dipanaskan sampai mendidih sehingga larut. Lalu disterilkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
dalam autoklaf pada suhu 121˚C selama 15 menit. Setelah agak dingin
NB dapat disimpan dalam lemari pendingin.
3.3.5.3 Peremajaan Bakteri dan Pembuatan Kultur Kerja
Disiapkan agar miring NA steril, lalu diambil stok bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC
27853 dengan menggunakan ose steril yang telah dipijarkan lalu ditanam
pada permukaan agar miring dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37˚C.
3.3.5.4 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853 yang telah diremajakan pada umur 24 jam
diambil 1 ose dan dimasukkan dalam 10 ml NB (inokulum) lalu dikocok
menggunakan shaker incubator selama 24 jam pada suhu 37˚C.
Setelah 24 jam tabung menjadi keruh yang menunjukkan adanya
pertumbuhan bakteri. Kekeruhan kultur dibandingkan dengan larutan Mc.
Farland 0,5 yang setara dengan 108 CFU/ml. Kemudian dilakukan
pengenceran sampai diperoleh suspensi bakteri 106 CFU/ ml dengan cara
mengambil 1 ml (dari tabung 108 CFU/ml) dicampur dengan 9 ml NaCl
0,9% steril, maka akan didapat suspensi bakteri dengan kepadatan
107 CFU/ml. dilanjutkan dengan mengambil 1 ml lagi (dari tabung
107 CFU/ml) untuk dicampur dengan 9 ml Nutrient Broth sehingga
didapatkan suspensi bakteri dengan kepadatan 106 CFU/ml (Bobby wahyu
dkk, 2013)
3.3.5.5 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media cair nutrient agar yang sudah disterilkan dituang secara
aseptis sebanyak 20 ml pada cawan petri berdiameter 9 cm yang sudah
disterilkan hingga merata, kemudian dibiarkan hingga membeku. Setelah
media nutrient agar membeku, celupkan 1 ose kapas kedalam suspensi
bakteri, kemudian inokulasikan bakteri yang telah diambil dengan ose
tersebut pada media nutrient agar.
Paper disc yang telah disterilkan (diameter 6 mm) diteteskan 25 µl
ekstrak metanol, etil asetat dan n – heksana yang masing – masing
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
dilarutkan dalam DMSO 15% (15% DMSO dan 65% Aquadest) sehingga
diperoleh konsentrasi 50 mg/ml. Kemudian paper disc yang telah ditetesi
larutan ekstrak, ditunggu selama 10 detik sampai ekstrak tersebut
menyerap pada paper disc dan diletakkan diatas permukaan lempeng agar
yang telah diinokulasikan bakteri. Kontrol negatif digunakan DMSO 15%,
Kontrol positif digunakan antibiotik Tetrasiklin 1000 ppm. Kemudian
diinkubasi
pada temperatur 37oC selama 24 jam. Zona hambat yang
terbentuk diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian
dilakukan sebanyak dua kali (duplo). Ekstrak yang memiliki aktivitas
anitibakteri tertinggi kemudian difraksinasi menggunakan kromatografi
kolom.
3.3.6 Skrining Fitokimia Ekstrak yang Memiliki Aktivitas Antibakteri
Tertinggi
3.3.6.1 Pengujian Golongan Terpenoid dan Steroid (P.Lalitha et al 2012)
Uji Liebermann – Burchard. Sebanyak 1 ml sampel ditambahkan
kloroform, kemudian ditambahkan asam asetat anhidrida dan beberapa
tetes asam sulfat pekat. Hasil uji positif untuk terpenoid bila terbentuk
warna hijau gelap. Hasil uji positif untuk steroid bila terbentuk warna
merah muda atau merah.
3.3.6.2 Pengujian Golongan Saponin (Harborne 1996)
Sebanyak 1 ml sampel pekat dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
dan ditambahkan 10 ml air panas lalu didinginkan. Selanjutnya dikocok
dengan vortex selama kurang lebih 10 detik. Bila terdapat senyawa
saponin dalam ekstrak maka akan terbentuk buih mantap selama sekitar
10 menit. Buih dikatakan mantap bila tingginya 1 – 10 cm, dan buih tidak
hilang bila ditambah HCl 2 N.
3.3.6.3 Pengujian Golongan Alkaloid (Harborne 1996)
Sampel yang telah dipekatkan dimasukkan dalam plat tetes
kemudian ditambahkan 3 tetes pereaksi Dragendorf. Hasil uji positif bila
terdapat endapan berwarna merah jingga.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
3.3.6.4 Pengujian Golongan Flavonoid (Mojab F dkk, 2003)
Satu gram sampel diekstraksi dengan 5 ml etanol kemudian
tambahkan beberapa tetes HCl pekat dan 1,5 gram logam magnesium.
Adanya flavonoid, diindikasikan dari terbentuknya warna pink atau merah
magenta dalam waktu 3 menit.
3.3.6.5 Pengujian Golongan Fenolik (Robinson, 1991; Marliana, 2005)
Tambahkan ke dalam larutan sampel beberapa tetes larutan besi
(III) klorida 10%. Adanya senyawa kelompok fenol ditandai dengan
munculnya warna biru tua atau hitam kehijauan.
3.3.6.6 Pengujian Golongan Tannin (Farnsworth, 1996)
Ekstrak 0,5 gram dalam cawan ditambahkan 2 ml etanol 70 %
kemudian diaduk, ditambahkan FeCl3 sebanyak 3 tetes, positif jika
menghasilkan biru karakteristik, biru – hitam, hijau atau biru – hijau.
3.3.7 Penetapan Kadar Air Ekstrak yang Memiliki Aktivitas Antibakteri
Tertinggi (Depkes RI, 2000)
Penetapan kadar air menggunakan metode gravimetri. Krusibel
porselin kosong dikonstankan terlebih dahulu dengan pemanasan pada
suhu 100-105oC selama 2 jam, didinginkan dalam desikator, dan kemudian
ditimbang. Sebanyak 1 g sampel ditimbang dalam krusibel yang telah
diketahui beratnya, dikeringkan dalam oven pada suhu 105-110oC selama
5 jam, didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang kembali.
Perlakuan ini diulang sampai beratnya konstan. Kadar air dihitung dalam
persen terhadap berat sampel awal.
3.3.8 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dianalisa
menggunakan
kromatografi
lapis
tipis
untuk
mengamati
pola
pemisahannya. Sebagai fase gerak digunakan pelarut pengembang yang
sesuai, dilakukan uji coba untuk mendapatkan perbandingan pelarut yang
memberikan pemisahan terbaik. Fasa gerak yang telah dibuat, dimasukkan
ke dalam bejana KLT dan dijenuhkan dengan kertas saring ke dalamnya,
hingga kertas saring terbasahi semua. Selanjutnya, ekstrak dilarutkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
dengan pelarut yang sesuai dan ditotolkan pada plat KLT menggunakan
pipa kapiler.
Plat KLT dielusi di dalam masing – masing bejana KLT yang berisi
fase gerak, hingga fase gerak mencapai garis tepi bagian atas, kemudian
diangkat. Plat KLT dibiarkan kering dan dilihat pola pemisahannya secara
langsung. Dari hasil KLT, dilihat kombinasi sistem fase gerak yang
memberikan pola pemisahan terbaik.
3.3.9 Fraksinasi ekstrak yang Memiliki Aktivitas Antibakteri Tertinggi
dengan Kromatografi Kolom
3.3.9.1 Penyiapan Sampel
Berdasarkan uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram,
ekstrak etil asetat memiliki aktivitas antibakteri tertinggi. Sebanyak 10
gram ekstrak etil asetat daun Cinnamomum sintoc, dilarutkan dalam 7,5 ml
etil asetat kemudian diadsorpsikan dengan silika (sebagai fasa diam)
sebanyak 12 gram sedikit demi sedikit. Kemudian campuran silika dan
larutan ekstrak diaduk dan dikering anginkan sampai pelarutnya menguap
sehingga diperoleh sampel yang dapat mengalir seperti serbuk.
3.3.9.2 Penyiapan Kolom Kromatografi
Penyiapan kolom kromatografi, pertama - tama pada ujung kolom
kromatografi diberikan kapas untuk menahan agar silika gel tidak keluar.
100 gram Silika gel dimasukkan ke dalam beacker glass, pelarut nheksana ditambahkan hingga menghasilkan silika yang menyerupai
bubur kemudian aduk hingga terbentuk suspensi. Suspensi silika gel
yang telah terbentuk, dimasukkan kedalam kolom kromatografi sedikit
demi sedikit sambil diketuk ketuk. Pelarut yang mengalir ke ujung kolom
ditampung, kemudian dimasukkan kembali ke dalam kolom. Hal ini
dilakukan secara berulang-ulang hingga silika gel menjadi padat.
Kemudian 10 gram ekstrak etil asetat yang telah diadsorpsikan dengan
12 gram silika dimasukkan ke dalam kolom melalui bagian atas kolom
dengan cara menaburkannya sedikit demi sedikit.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
3.3.9.3 Proses fraksinasi
Ekstrak
etil
asetat,
selanjutnya
difraksinasi
menggunakan
kromatografi kolom. Sistem pelarut yang digunakan yaitu sistem gradien.
Dengan komposisi pelarut yang digunakan yaitu n-heksana dan etil asetat,
dimana setiap gradien kepolarannya ditingkatkan 5%. Fraksinasi pertama
dimulai dari menggunakan pelarut n-heksan 100% sebanyak 250 ml. Eluat
ditampung setiap 50 ml. Penggantian gradien fasa gerak dilakukan ketika
gradien sebelumnya telah habis digunakan untuk mengaliri kolom.
Fraksinasi dilakukan hingga fasa gerak yang digunakan telah
mencapai gradien akhir yaitu etil asetat 100%. Semua eluat yang
diperoleh, dikeringkan terlebih dulu dengan cara diangin – anginkan
kemudian diuji dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk melihat
pola noda masing – masing eluat. Eluat yang memberikan pola noda
dengan nilai Rf yang sama, digabungkan menjadi satu dan selanjutnya
diuji aktivitas antibakteri menggunakan metode bioautografi.
3.3.10 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi dari Ekstrak yang Memiliki Aktivitas
Antibakteri Tertinggi dengan Metode Bioautografi
Untuk menentukan fraksi dari ekstrak etil asetat daun Cinnamomum sintoc
yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi, maka dilakukan uji
antibakteri dengan metode bioautografi.
3.3.10.1 Pembuatan Suspensi Bakteri
Stok bakteri uji S.aureus dan P.aeruginosa yang telah diremajakan
pada medium NA miring diambil 1 ose, lalu disuspensikan ke dalam 10 ml
medium BHI (Brain Heart Infusion), kemudian diinkubasi dalam shaker
incubator dengan kecepatan 100 rpm pada suhu 37oC selama 24 jam.
3.3.10.2 Uji Bioautografi Fraksi Hasil Kromatografi Kolom
Fraksi
hasil kromatografi kolom yang telah digabungkan
berdasarkan nilai Rf, masing – masing dilarutkan dengan kloroform dan
etil asetat sehingga diperoleh larutan fraksi dengan konsentrasi 50 mg/ml.
Larutan fraksi sebanyak 10 µl ditotolkan pada plat KLT berukuran
6,5 x 7 cm kemudian dikering anginkan untuk menghilangkan pelarutnya.
Plat KLT yang telah ditotolkan larutan fraksi sebanyak 10 µl, dicelupkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
dalam campuran BHI dan suspensi bakteri sebanyak 10 ml selama 5 detik,
selanjutnya disimpan dalam petri dish dan diletakkan kapas yang dibasahi
dengan aquadest yang telah disterilkan. Plat diinkubasi pada suhu 37 o C
selama 20 jam, setelah diinkubasi plat disemprot dengan larutan piodonitrotetrazolium violet (INT) konsentrasi 2 mg/ml, dan diinkubasi
selama 1 jam pada suhu 37oC (Sabariah Ismail, 2011).
Untuk mengetahui nilai Rf senyawa aktif antibakteri maka
dilakukan uji bioautografi pada fraksi yang mempunyai aktivitas
antibakteri tertinggi, yaitu fraksi yang memiliki diameter zona hambat
terbesar. Fraksi yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dilarutkan
dengan etil asetat sehingga diperoleh larutan fraksi dengan konsentrasi
50 mg/ml. Larutan fraksi sebanyak 10 µl ditotolkan pada plat KLT,
kemudian dielusi menggunakan fasa gerak n – heksana : etil asetat. Setelah
larutan fraksi dielusi, plat KLT dicelupkan dalam campuran BHI dan
suspensi bakteri selama 5 detik, selanjutnya disimpan dalam petri dish dan
diletakkan kapas yang dibasahi dengan aquadest yang telah disterilkan.
Plat diinkubasi pada suhu 37o C selama 20 jam, setelah diinkubasi plat
disemprot dengan larutan p-iodonitrotetrazolium violet (INT), dan
diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37 oC (Sabariah Ismail, 2011)
3.3.11 Penentuan Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Fraksi yang
Mempunyai Aktivitas Antibakteri Tertinggi
3.3.11.1 Pembuatan Medium
Medium yang digunakan adalah medium NB (Nutrient Broth)
untuk pertumbuhan bakteri uji. Medium NB 1 dibuat dengan cara
melarutkan 8 g NB dalam 1 liter aquadest dan medium NB 2 dibuat
dengan komposisi 2x medium NB 1 (16 g dalam 1 liter aquadest).
3.3.11.2 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri Gram positif dan Gram negatif yang telah diremajakan
pada umur 24 jam diambil 1 ose dan dimasukkan dalam 10 ml NB
(inokulum) lalu dikocok menggunakan shaker incubator selama 24 jam
pada suhu 37˚C.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
Setelah 24 jam tabung menjadi keruh yang menunjukkan adanya
pertumbuhan bakteri. Kekeruhan kultur dibandingkan dengan larutan Mc.
Farland 0,5 yang setara dengan 108 CFU/ml. Kemudian dilakukan
pengenceran sampai diperoleh suspensi bakteri 106 CFU/ ml dengan cara
mengambil 1 ml (dari tabung 108 CFU/ml) dicampur dengan 9 ml NaCl
0,9% steril, maka akan didapat suspensi bakteri dengan kepadatan
107 CFU/ml. Dilanjutkan dengan mengambil 1 ml lagi (dari tabung
107 CFU/ml) untuk dicampur dengan 9 ml Nutrient Broth sehingga
didapatkan suspensi dengan kepadatan 106 CFU/ ml (Bobby wahyu W,
dkk. 2013).
3.3.11.3 Pengenceran Larutan Uji
Fraksi yang mempunyai aktivitas antibakteri ditentukan nilai KHM
dengan metode mikrodilusi, dibuat pengenceran larutan uji dari larutan
induk 50000 µg/ml menjadi, 12500 µg/ml, 6250 µg/ml, 3125 µg/ml,
1562,5 µg/ml, 781,25 µg/ml, 390,66 µg/ml, 195,31 µg/ml, 97,66 µg/ml
menggunakan microtiter plate 96 sumur, dengan komposisi sebagai
berikut:
a) Sumur A1 – A6 diisi dengan 100 µl medium NB 2
b) Sumur B1 – H6 diisi dengan 100 µl medium NB 1
c) Sumur A1 – A3 diisi dengan 100 µl sampel uji
d) Sumur A4 – A6 diisi dengan 100 µl tetrasiklin (antibiotic control)
e) Dari sumur A1 – A6 masing – masing diambil 100 µl dan
dimasukkan dalam sumur B1 – B6, begitu seterusnya sampai
sumur F1 – F6 diambil 100 µl lalu dibuang.
f) Sumur A7 diisi 200 µl dengan medium NB 2 (Sterility control)
g) Sumur B7 diisi 100 µl dengan medium NB 1 (Sterility control)
h) Sumur C7 – D7 diisi 100 µl dengan medium NB 1 (Growth
control)
i) Sumur E7 – F7 diisi 100 µl dengan medium NB 2 dan 100 µl
DMSO dan dibuang 100 µl (Solvent control)
j) Masing – masing sumur ditambah dengan bakteri uji 100 µl kecuali
sumur untuk sterility control.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
3.3.11.4 Inkubasi Microtiter plate yang Berisi Sampel Uji
Microtiter plate yang berisi sampel uji diinkubasi pada suhu 37o C
selama 24 jam.
3.3.11.5 Penentuan Nilai KHM
Setelah diinkubasi selama 24 jam, microtiter plate ditambahkan piodonitrotetrazolium violet (INT) (0,5 mg/ ml, 20 µl) ke dalam microtiter
plate. Perubahan warna merah menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri.
Nilai KHM ditentukan sebagai konsentrasi terendah dari sampel uji dalam
sumur yang tidak membentuk warna merah (Sabariah Ismail 2011).
3.3.12 Analisa Komponen Senyawa Fraksi yang Mempunyai Aktivitas
Antibakteri Tertinggi dengan Kromatografi Gas – Spektrometri
Massa
Sampel fraksi yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi
dianalisis secara kualitatif menggunakan Kromatografi Gas – Spektrometri
Massa untuk mengetahui komponen senyawa yang ada di dalamnya. Jenis
kolom yang digunakan adalah DB – 5 MS (30m x 0,25mm i.d dengan film
thickness 0,25 m). Gas pembawa adalah helium dengan kecepatan aliran 1
ml/menit dan tekanan 53,5 Kpa. Suhu kolom diprogram dari 50 o C sampai
200oC. Pada tahap awal, suhu dibuat konstan pada 50oC selama 3 menit
kemudian dinaikkan sampai suhu 200 oC dengan kecepatan kenaikan suhu
5oC/ menit dan dipertahankan selama 3 menit pada suhu 200 oC.
Temperatur interface adalah 250o C dan autosampling sebanyak 1 μL.
Solvent cut time selama 3 menit dan scan MS mulai dari 50 – 400 (m/z).
Spektrum massa yang diperoleh kemudian diidentifikasi dengan cara
membandingkannya dengan library pusat data Wiley 7 dan NIST
(National Institute of Standard and Technology) 147.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Simplisia
Tanaman Cinnamomum sintoc yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dari Kebun Raya Bogor dan telah dilakukan determinasi di Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya
Bogor, Jawa barat. Hasilnya adalah tanaman yang diperoleh merupakan
tanaman Cinnamomum sintoc Blume dan merupakan anggota suku Lauraceae
(Lampiran 1).
Daun kayu sintok yang diperoleh sebanyak 6 kg, disortasi dan
dibersihkan untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada daun. Kemudian
dilakukan proses pengeringan yang bertujuan untuk menghentikan reaksi
enzimatik dan mengurangi kadar air sehingga diperoleh simplisia yang tidak
mudah rusak. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu
40oC selama 3 hari. Pengeringan dengan menggunakan oven memiliki
beberapa kelebihan diantaranya yaitu berat kering konstan lebih cepat
diperoleh dan kadar air paling rendah dimiliki simplisia yang menggunakan
pengeringan oven dibandingkan dengan pengeringan menggunakan sinar
matahari langsung dan kering angin (Winangsih dkk, 2013).
Daun segar Cinnamomum sintoc sebanyak 6 kg setelah dikeringkan
menjadi 4,7 kg daun kering yang selanjutnya dilakukan sortasi kembali untuk
memisahkan bagian – bagian tanaman yang tidak diinginkan, seperti batang
yang masih tertinggal.
Daun kering yang telah disortasi kemudian dihaluskan menggunakan
alat penggiling hammer mill dan diayak menggunakan ayakan mesh no. 40
sehingga diperoleh 4,3 kg serbuk simplisia kering. Simplisia ditampung pada
wadah tertutup untuk menghindari cemaran oleh mikroorganisme.
4.2 Kadar Air Simplisia Daun Cinnamomum sintoc
Kadar air serbuk simplisia kering daun Cinnamomum sintoc yaitu
6,75%. Hasil tersebut sesuai dengan syarat kadar air simplisia dari Materia
Medika Indonesia (MMI) yaitu kadar air simplisia kurang dari atau sama
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
dengan 10%. Kadar air ditetapkan untuk menjaga kualitas simplisia. Simplisia
dengan kadar air yang tinggi akan lebih mudah terkontaminasi oleh
mikroorganisme.
4.3 Pembuatan Ekstrak
Ekstraksi dilakukan menggunakan ekstraksi cara dingin, yaitu dengan
metode maserasi. Ekstraksi maserasi merupakan suatu metode yang sering
digunakan untuk mendapatkan senyawa dari tumbuhan dengan menarik
senyawa organik dalam suatu bahan padat menggunakan pelarut organik
(Nurcahyati A, 2010). Proses ekstraksi ini menggunakan teknik maserasi
bertingkat dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda –
beda yaitu n – heksana yang merupakan pelarut non polar, etil asetat yang
merupakan pelarut semi polar dan metanol yang merupakan pelarut polar.
Dengan menggunakan teknik maserasi bertingkat, maka senyawa akan
terekstraksi berdasarkan tingkat kepolarannya sehingga proses ekstraksi akan
lebih maksimal.
Dari proses ekstraksi, diperoleh tiga ekstrak kental yaitu ekstrak kental
n – heksana sebanyak 37,91 g, ekstrak kental etil asetat sebanyak 151,381 g,
dan ekstrak kental metanol sebanyak 192,731 g.
Tabel 4.1. Hasil rendemen ekstrak n – heksana, etil asetat dan metanol
Total Simplisia
yang Dimaserasi
4300 g
atau 4,3 Kg
Total
Ekstrak
Bobot
Rendemen
n – heksana
37,91 g
0,88%
Etil asetat
151,381 g
3,52%
Metanol
192,731 g
4,48%
349,622 g
8,88%
4.4 Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram digunakan untuk identifikasi anggota dari domain
bakteri ke dalam dua kelompok berdasarkan perbedaan dinding selnya. Dalam
hal ini, pewarnaan Gram bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada
kontaminasi bakteri lain pada kultur kerja bakteri Staphylococcus aureus dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
kultur kerja bakteri Pseudomonas aeruginosa yang dibiakkan. Hasil
pewarnaan Gram ditunjukkan pada gambar 4.1.
(a)
(b)
Gambar 4.1. Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa dibawah mikroskop perbesaran 100 x 10
Keterangan:
(a) Bakteri Staphylococcus aureus
(b) Bakteri Pseudomonas aeruginosa
Gambar 4.1 (a) menunjukkan bahwa bakteri yang dibiakkan pada
kultur kerja adalah bakteri S.aureus yang merupakan bakteri Gram positif
berbentuk kokus (bulat). Sedangkan gambar 4.1 (b) menunjukkan bahwa
bakteri yang dibiakkan pada kultur kerja lainnya adalah bakteri P.aeruginosa
yang merupakan bakteri Gram negatif berbentuk basil (batang).
Bakteri Gram positif akan mempertahankan warna ungu dari kristal
violet sehingga ketika diamati dengan mikroskop akan menunjukkan warna
ungu sedangkan bakteri Gram negatif tidak dapat mempertahankan warna
ungu dari kristal violet tetapi zat warna safranin dapat terserap pada dinding
sel sehingga pada saat dilihat menggunakan mikroskop akan memperlihatkan
warna merah (Putra, 2012).
4.5 Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak n – heksana, Etil Asetat dan
Metanol Daun Cinnamomum sintoc Dengan Metode Difusi Cakram (Disc
Diffusion)
Tahap uji antibakteri yang pertama adalah proses screening dengan
metode difusi cakram yang bertujuan untuk menentukan ekstrak yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi. Aktivitas antibakteri ditentukan
melalui besarnya diameter zona hambat yang terbentuk disekitar kertas
cakram.
Rata – rata diameter zona hambat yang dihasilkan ekstrak n-heksana,
etil asetat dan metanol dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Rata – rata diameter zona hambat ekstrak n – heksana, etil asetat
dan metanol daun C. sintoc konsentrasi 50 mg/ml terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.
Rata – Rata Diameter Zona Hambat (mm)
Bakteri
Staphylococcus
aureus
Pseudomonas
aeruginosa
Ekstrak
Ekstrak
Ekstrak
Kontrol
Kontrol
n - heksana
etil asetat
metanol
positif
negatif
-
10,85
7,575
16,62
-
-
11,62
10,05
14,9
-
Keterangan :


Pengukuran diameter zona hambat termasuk diameter kertas cakram
(6mm)
Tanda (-) menunjukkan tidak terbentuknya zona hambat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.2. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol (M), etil asetat (Ea),
n – heksana (H) daun C. sintoc konsentrasi 50 mg/ml terhadap bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853.
Keterangan:
(a) Hasil pengujian ke 1 ekstrak daun C. sintoc dengan kontrol positif tetrasiklin
1000 µg/ml (K+), kontrol negatif DMSO 15% (K-) terhadap S.aureus.
(b) Hasil pengujian ke 2 ekstrak daun C. sintoc dengan kontrol positif tetrasiklin
µg/ml 1000 (K+), kontrol negatif DMSO 15% (K-) terhadap S.aureus.
(c) Hasil pengujian ke 1 ekstrak daun C. sintoc dengan kontrol positif tetrasiklin
1000 µg/ml (K+), kontrol negatif DMSO 15% (K-) terhadap P. aeruginosa.
(d) Hasil pengujian ke 2 ekstrak daun C. sintoc dengan kontrol positif tetrasiklin
1000 µg/ml (K+), kontrol negatif DMSO 15% (K-) terhadap P. aeruginosa.
Konsentrasi larutan ekstrak yang digunakan untuk uji adalah 50 mg/
ml, konsentrasi tersebut mengacu pada penelitian Sabariah Ismail (2011).
Ekstrak n – heksana, etil asetat, dan metanol dilarutkan dengan DMSO
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
(dimetil sulfoksida) 15% (15% DMSO dan 65% aquadest), untuk
mempercepat proses kelarutannya digunakan alat ultrasonic homogenizer.
DMSO digunakan karena merupakan bahan alami dari serat kayu dan tidak
berbahaya. DMSO berfungsi sebagai pelarut yang cepat meresap kedalam
epitel ekstrak tanpa merusak sel – sel tersebut dan DMSO juga sering
digunakan dalam bidang kedokteran dan kesehatan (Cut R. Alfath dkk, 2013).
DMSO digunakan sebagai kontrol negatif dan dari hasil penelitian ini (Tabel
4.2)
diketahui
bahwa
kontrol
negatif
tidak
menunjukkan
adanya
penghambatan pertumbuhan bakteri, hal tersebut membuktikan bahwa pelarut
tidak berpengaruh terhadap aktivitas antibakteri, sehingga aktivitas hanya
berasal dari larutan uji bukan pelarut yang digunakan. Untuk kontrol positif
digunakan antibiotik tetrasiklin 1000 µg/ml.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat daun C. sintoc
(50 mg/ml) mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dibandingkan ekstrak
metanol dan n - heksana dengan rata – rata diameter zona hambat terhadap
bakteri Staphylococcus aureus adalah 10,85 mm sedangkan terhadap bakteri
Pseudomonas aeruginosa adalah 11,625 mm. Ekstrak etil asetat memberikan
zona hambat parsial terhadap bakteri Staphylococcus aureus, hal ini
disebabkan karena konsentrasi antibakteri yang berdifusi sampai kedaerah itu
semakin berkurang, sehingga tidak cukup untuk menghambat semua
pertumbuhan bakteri (Lorian V, 1980). Zona hambat yang terbentuk pada uji
antibakteri terbagi dua, yaitu zona hambat yang bersifat total dan zona hambat
yang bersifat parsial. Zona hambat total apabila daerah disekeliling cakram
jernih, artinya bakteri tersebut benar – benar sensitif terhadap konsentrasi
ekstrak uji yang diberikan. Zona hambat parsial apabila ada zona hambat yang
terbentuk disekitar cakram masih terdapat beberapa koloni bakteri. Hasil uji
aktivitas pada ekstrak etil asetat dapat dikatakan sebagai antibakteri kuat
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa karena
menurut Davis Stout (1971) ketentuan kekuatan suatu zat uji terhadap bakteri
bila ukuran zona hambat 20 mm atau lebih disebut sebagai sangat kuat, bila
10 mm – 20 mm kuat dan 5 – 10 mm dikatakan sebagai zat uji bersifat sedang
dan dibawah 5 mm bersifat lemah.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
Ekstrak metanol daun C. sintoc (50 mg/ml) juga mempunyai aktivitas
terhadap bakteri Staphylococcus aureus maupun bakteri Pseudomonas
aeruginosa meskipun diameter zona hambat yang dihasilkan tidak lebih besar
dari zona hambat ekstrak etil asetat, diameter zona hambat terhadap bakteri
Staphylococcus aureus adalah 7,575 mm sedangkan terhadap bakteri
Pseudomonas aeruginosa adalah 10,05 mm. Dengan penggolongan kekuatan
zat uji berdasarkan diameter zona hambat menurut Davis Stout (1971), maka
ekstrak metanol dapat dikatakan sebagai antibakteri sedang terhadap bakteri
Staphylococcus
aureus
dan
antibakteri
kuat
terhadap
Pseudomonas
aeruginosa. Berdasarkan hasil KLT, terdapat senyawa dengan nilai Rf yang
sama pada ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat, oleh karena itu ekstrak
metanol kemungkinan juga mempunyai senyawa yang berpotensi sebagai
antibakteri, dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas antibakteri
ekstrak metanol daun C.sintoc.
Ekstrak n – heksana daun C. sintoc (50 mg/ml) tidak menunjukkan
adanya penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
maupun bakteri Pseudomonas aeruginosa. Hal ini dapat disebabkan karena
ekstrak n – heksana mengandung lebih banyak minyak dan lemak daripada
ekstrak etil asetat dan metanol. Minyak dan lemak yang mempunyai ukuran
molekul besar, menganggu proses difusi, menjadi penghalang masuknya
senyawa fenolik maupun senyawa antibakteri lainnya ke dalam sel dan
melindungi bakteri dari senyawa antibakteri, sehingga ekstrak n – heksana
tidak cukup untuk berdifusi dan tidak mampu menghambat pertumbuhan
bakteri (Agustina dkk, 2011).
4.6 Kadar Air Ekstrak Etil Asetat daun Cinnamomum sintoc
Hasil pengukuran kadar air ekstrak etil asetat daun C.sintoc yaitu
8,23%. Menurut literatur, kadar air dalam ekstrak tidak boleh lebih dari 10%.
Hal ini bertujuan untuk menghindari cepatnya pertumbuhan jamur dalam
ekstrak (Soetarno dan Soediro, 1997).
Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan
daya tahan ekstrak dan terkait dengan aktivitas mikroorganisme selama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
penyimpanan. Ekstrak yang mempunyai kadar air yang tinggi lebih mudah
rusak karena ekstrak tersebut dapat menjadi media yang kondusif bagi
pertumbuhan mikroorganisme. Ekstrak dengan kadar air rendah relatif lebih
stabil dalam penyimpanan jangka panjang daripada ekstrak dengan kadar air
tinggi (Pardede antoni, 2013).
4.7 Uji Fitokimia Ekstrak Etil Asetat
Uji fitokimia untuk mengetahui jenis senyawa yang ada di dalam
ekstrak etil asetat daun C. sintoc, sehingga dapat diketahui senyawa berpotensi
sebagai antibakteri. Hasil uji fitokimia dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etil Asetat
Parameter Uji
Hasil Pengamatan
Hasil Uji
Terpenoid
Terbentuk warna hijau gelap
+
Steroid
Terbentuk warna hijau gelap
-
Alkalloid
Tidak ada perubahan warna
-
Saponin
Tidak terbentuk busa
-
Fenol
Terbentuk warna hijau kehitaman
+
Flavonoid
Tidak ada perubahan warna
-
Tannin
Terbentuk warna hijau kehitaman
+
4.8 Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat Menggunakan Kromatografi Kolom
Berdasarkan hasil pemisahan 10 g ekstrak etil asetat menggunakan
kromatografi kolom dengan fasa diam silika gel 60 (0,040 – 0,063 mm) mesh
230 – 400 dan fasa gerak n – heksana : etil asetat, diperoleh eluat sebanyak
125 vial. Eluat tersebut diuji dengan KLT untuk melihat pola noda dari
masing – masing eluat. Profil KLT eluat dapat dilihat pada lampiran 10.
Dari 125 eluat diperoleh 10 fraksi gabungan yang memiliki pola noda
dengan nilai Rf yang sama. Fraksi tersebut yaitu:

Fraksi 1 merupakan gabungan fraksi no. 1 – 14

Fraksi 2 merupakan gabungan fraksi no. 16 – 23

Fraksi 3 merupakan gabungan fraksi no. 24 – 29

Fraksi 4 merupakan gabungan fraksi no. 30 – 37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47

Fraksi 5 merupakan gabungan fraksi no. 38 – 40

Fraksi 6 merupakan gabungan fraksi no. 41 – 64

Fraksi 7 merupakan gabungan fraksi no. 65 – 85

Fraksi 8 merupakan gabungan fraksi no. 86 – 92

Fraksi 9 merupakan gabungan fraksi no. 93 – 103

Fraksi 10 merupakan gabungan fraksi no. 104 – 125
Setelah digabungkan, fraksi – fraksi tersebut kemudian dikering
anginkan untuk
menguapkan pelarut yang terdapat dalam fraksi. Bobot
masing – masing fraksi ditimbang saat fraksi telah kering atau pelarut telah
menguap. Bobot masing – masing fraksi dapat dilihat pada Tabel 4.4. Profil
KLT masing – masing fraksi yang telah digabungkan dapat dilihat pada
lampiran 11.
Tabel 4.4. Bobot Masing – Masing Fraksi
Fraksi
Bobot
1
1,5299 g
2
1,7406 g
3
0,9461 g
4
1,0519 g
5
0,0984 g
6
0,6825 g
7
0,7841 g
8
0,111 g
9
0,087 g
10
0,107 g
4.9 Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi dari Ekstrak Etil Asetat Dengan Metode
Bioautografi
Kesepuluh fraksi diuji aktivitas antibakteri menggunakan metode
biaoutografi langsung dengan konsentrasi 50 mg/ml, dimana 10 µl fraksi
ditotolkan ke plat KLT, kemudian plat KLT dicelupkan kedalam suspensi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
bakteri 106 CFU/ml sebanyak 10 ml selama 5 detik dan diinkubasi selama 20
jam suhu 37oC. Untuk melihat hasil pengujian, maka plat KLT disemprot
dengan p – iodonitrotetrazolium (INT) (2mg/ml). Hasil pengujian aktivitas
antibakteri 10 fraksi terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Hasil Uji aktivitas antibakteri fraksi dari ekstrak etil asetat dengan
metode bioautografi terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
Fraksi
(50 mg/ml)
Aktivitas Antibakteri
Staphylococcus
aureus
Pseudomonas
aeruginosa
1
-
+
2
-
-
3
-
-
4
-
-
5
-
-
6
+
-
7
-
-
8
+
-
9
-
-
10
-
-
+
+
Kontrol positif tetrasiklin
(1000 µg/ml)
Keterangan:
(+) : ada aktivitas antibakteri (-) : tidak ada aktivitas antibakteri
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
1
2
3
1
2
3
4
5
6
4
5
6
7
8
9
7
8
9
Kloroform
Ea
10
Kloroform
Ea
10
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 4.3. Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi dari ekstrak etil setat dan
tetrasiklin dengan metode bioautografi terhadap bakteri Staphylococcus aureus
ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
Keterangan :
(a) Hasil pengujian sepuluh fraksi dengan metode bioautografi
Staphylococcus aureus
(b) Hasil pengujian sepuluh fraksi dengan metode bioautografi
Pseudomonas aeruginosa
(c) Hasil pengujian Tetrasiklin 1000 µg/ml sebagai kontrol
bakteri Staphylococcus aureus
(d) Hasil pengujian Tetrasiklin 1000 µg/ml sebagai kontrol
bakteri Pseudomonas aeruginosa
terhadap bakteri
terhadap bakteri
positif terhadap
positif terhadap
Bioautografi adalah suatu teknik untuk mendeteksi zat yang
mempengaruhi tingkat pertumbuhan organisme uji dalam campuran yang
kompleks dan matriks (Choma, 2005). Metode ini menggabungkan
penggunaan teknik kromatografi lapis tipis dengan respon mikroorganisme
yang diuji berdasarkan aktivitas biologi suatu sampel yang memiliki aktivitas
antibakteri (Kusumaningtyas, dkk, 2008). Pengujian ini bertujuan untuk
menentukan fraksi yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Aktivitas antibakteri positif ditunjukkan jika terbentuk zona hambat
yang berwarna putih – krim disekitar ekstrak pada latar plat KLT berwarna
merah atau ungu setelah penyemprotan p – iodonitrotetrazolium (INT). Hal ini
terjadi karena adanya reaksi enzimatik antara larutan INT dengan bakteri,
dimana larutan INT yang tadinya berwarna kuning kehijauan akan direduksi
oleh enzim dehidrogenase yang terdapat pada bakteri sehingga berubah
menjadi formazan yang berwarna merah atau ungu.
Dari hasil uji bioautografi ini, dapat diketahui bahwa fraksi 1 memiliki
aktivitas antibakteri tertinggi terhadap P.aeruginosa dengan diameter zona
hambat 13 mm, tetapi tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap S.aureus.
Fraksi 8 memiliki aktivitas antibakteri tertinggi terhadap S.aureus dengan
diameter zona hambat 8,6 mm, tetapi tidak memiliki aktivitas antibakteri
terhadap terhadap P.aeruginosa.
Selanjutnya fraksi 1 dan fraksi 8 konsentrasi 50 mg/ml ditotolkan pada
plat KLT sebanyak 10 µl dan fraksi 1 dielusi menggunakan eluen
n – heksana : etil asetat (19:1) sedangkan fraksi 8 dielusi dengan eluen n –
heksana : etil asetat (4: 6). Eluen tersebut dipilih setelah dilakukan optimasi
untuk mencari fasa gerak yang tepat agar memberikan noda/ spot pemisahan
yang baik sehingga diketahui nilai Rf dari senyawa yang aktif sebagai
antibakteri. Fraksi 1 dan fraksi 8 yang telah dielusi, diuji aktivitas antibakteri
menggunakan metode biaoutografi langsung. Pengujian ini bertujuan untuk
mengetahui nilai Rf senyawa yang aktif sebagai antibakteri. Hasil pengujian
dapat dilihat pada gambar 4.4.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
7
6
7
6
5
4
3
5
4
3
2
2
1
1
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.4. Hasil uji bioautografi fraksi 8 terhadap S. aureus dan fraksi 1
terhadap P.aeruginosa
Keterangan:
(a)
(b)
(c)
(d)
Fraksi 8 sebelum dicelupkan kedalam suspensi bakteri S.aureus
Hasil uji bioautografi fraksi 8 terhadap bakteri S.aureus
Fraksi 1 sebelum dicelupkan kedalam suspensi bakteri P.aeruginosa
Hasil uji biouatografi fraksi 1 terhadap bakteri P.aeruginosa
Profil KLT fraksi 1 (Gambar 4.4 (c)) menunjukkan bahwa fraksi 1
mempunyai 7 spot atau noda. Profil KLT fraksi
8 (Gambar 4.4 (a))
menunjukkan bahwa fraksi 8 mempunyai 7 spot atau noda. Berdasarkan hasil
uji bioautografi fraksi 1 terhadap bakteri P. aeruginosa (Gambar 4.4 (d)),
diketahui bahwa senyawa dengan nilai Rf 0,16 dan 0,90 diduga mempunyai
aktivitas antibakteri. Sedangkan hasil uji bioautografi fraksi 8 terhadap bakteri
S.aureus (gambar 4.4 (a)), diketahui bahwa senyawa dengan nilai Rf 0,25; 0,4;
0,8 dan 0,9 diduga mempunyai aktivitas antibakteri. Nilai Rf dari senyawa
yang diduga mempunyai aktivitas antibakteri ditentukan dengan melihat
adanya zona jernih (putih – krim) dengan latar belakang plat yang berwarna
ungu.
Fraksi 1 dipilih untuk pengujian selanjutnya karena fraksi 1
mempunyai
diameter
zona
hambat
terbesar
terhadap
Pseudomonas
aeruginosa, selain itu fraksi 1 juga mempunyai jumlah yang cukup untuk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
dilakukan pengujian selanjutnya. Dikarenakan fraksi 8 yang sedikit jumlahnya
dan tidak mencukupi untuk pengujian, fraksi 8 tidak dapat digunakan untuk
pengujian selanjutnya.
4.10 Penentuan Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Fraksi 1 dari
Ekstrak Etil Asetat
Berdasarkan uji bioautografi, fraksi 1 hanya mempunyai aktivitas
antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, maka fraksi 1
ditentukan nilai konsentrasi hambat minimumnya terhadap bakteri tersebut.
Penentuan nilai KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) menggunakan metode
mikrodilusi cair. Metode mikrodilusi cair paling banyak digunakan karena
sederhana dan sesuai untuk sebagian besar mikroba (Jorgensen, 1993).
Keuntungan metode ini yaitu dapat memberi hasil kuantitatif yang
menunjukkan jumlah antimikroba yang dibutuhkan untuk menghambat
viabilitas bakteri (Jawetz et al, 2005). Data hasil pengujian ini dapat dilihat
pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Data hasil uji KHM fraksi 1 dari ekstrak etil asetat terhadap Bakteri
Pseudomonas aeruginosa.
No
Larutan uji
Nilai KHM
1
Fraksi 1
12500 µg/ml
2
Tetrasiklin
16 µg/ml
Pada uji KHM, suspensi bakteri yang digunakan berisi koloni bakteri
sebanyak 106 CFU/ml, bakteri uji yang digunakan sebanyak 100 µl dipipet
kedalam masing – masing sumur yang berisi seri pengenceran larutan uji dan
media Nutrient broth (NB). Inkubasi dilakukan selama 20 jam pada suhu
37oC. untuk mempermudah pengamatan, maka digunakan reagen p –
iodonitrotetrazolium (INT) yang akan tereduksi oleh enzim dehidrogenase
pada bakteri menjadi formazan sehingga akan terjadi perubahan warna
menjadi berwarna ungu kemerahan. Dari hasil uji, diketahui terjadi
penghambatan pertumbuhan bakteri pada konsentrasi fraksi 1 12500 µg/ml
(12,5 mg/ml) terhadap pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa. Nilai
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
KHM antibiotik tetrasiklin sebagai kontrol positif yaitu 16 µg/ml terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa. Tingginya nilai KHM yang dihasilkan
fraksi 1 pada uji mikrodilusi ini, dapat disebabkan karena fraksi 1 masih terdiri
dari beberapa campuran senyawa yang memiliki potensi yang beragam.
Kemungkinan besar ada senyawa yang bersifat tidak sinergis atau antagonis,
sehingga hal tersebut dapat saling melemahkan atau menghilangkan efek dari
senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri. Oleh karena itu, diperlukan
penelitian lebih lanjut mengenai isolasi senyawa murni yang mempunyai
aktivitas antibakteri dari fraksi 1 ekstrak etil asetat daun Cinnamomum sintoc
untuk mengetahui aktivitas antibakteri senyawa tersebut dalam bentuk
tunggal.
Pada uji KHM digunakan juga kontrol lain yaitu SC (Sterility Control)
yaitu kontrol sterilitas yang berisi medium saja untuk menjamin bahwa media
dan microtiter plate yang digunakan steril dan tidak ditumbuhi bakteri,
ditunjukkan dengan tidak berwarna ungu setelah penambahan reagen INT. GC
(Growth Control) yaitu kontrol pertumbuhan yang menunjukkan bahwa
bakteri uji dapat tumbuh pada kondisi atau perlakuan uji ditandai dengan
terjadi perubahan warna ungu setelah penambahan reagen INT. SoC (Solvent
Control) yaitu kontrol pelarut yang menunjukkan bahwa pelarut tidak
memberikan aktivitas antibakteri ditandai dengan terjadi perubahan warna
ungu setelah penambahan reagen INT. Kontrol pelarut yang digunakan dalam
uji ini yaitu DMSO 15%.
4.11 Analisa Komponen Senyawa pada Fraksi 1 dari Ekstrak Etil Asetat
dengan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa
Dari hasil uji identifikasi senyawa menggunakan Kromatografi Gas –
Spektrometri Massa, diketahui bahwa kromatogram fraksi 1 memperlihatkan
adanya 21 puncak, kromatogram fraksi 1 dapat dilihat pada gambar 4.6.
Spektrum senyawa yang muncul pada kromatogram tersebut dibandingkan
dengan library pusat data Wiley 7 dan NIST (National Institute of Standard
and Technology) 147. Senyawa yang terkandung pada fraksi 1 dapat dilihat
pada tabel 4.7.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Gambar 4.5. Kromatogram Fraksi 1 dari Ekstrak Etil Asetat
Tabel 4.7. Hasil analisis senyawa pada fraksi 1 dari ekstrak etil asetat dengan
Kromatografi Gas – Spektrometri Massa.
Waktu retensi
Area
(menit)
(%)
1
17,533
2
BM
Nama Senyawa
Golongan
Senyawa
2,43
204
α - Cubebene
Sesquiterpen
17,924
0,65
204
β - Elemene
Sesquiterpen
3
18,638
1,95
204
Caryophyllene
Sesquiterpen
4
19,540
1,59
204
α - Humulene
Sesquiterpen
5
20,376
7,83
204
β - Selinene
Sesquiterpen
6
20,557
3,31
204
α - Selinene
Sesquiterpen
7
20,661
1,59
204
α - Muurolene
Sesquiterpen
8
21,136
14,34
204
δ - Cadinene
Sesquiterpen
9
21,207
6,87
202
Calamenene
Sesquiterpen
10
21,932
2,64
193,24
3,5-Diacetyllutidin
Keton alifatik
11
22,590
2,26
204
Eremophilene
12
23,045
4,94
224
1 - Hexadecena
Sesquiterpen
Hidrokarbon
alifatik
13
23,240
1,40
220
(-)-Cayophyllene
oxide
14
23,500
13,03
212
Myristaldehyde
15
23,687
3,20
204
2 – Epi – α – cedrene
16
24,020
1,40
222
δ - Cadinol
17
26,761
1,32
212
Benzyl Benzoate
18
27,466
8,77
252
E-15-Heptadecanal
19
31,480
11,94
286
1 – Octadecanathiol
Aldehid
alifatik
Sesquiterpen
Sesquiterpen
alkohol
Ester
Aldehid
alifatik
Alkohol
20
34,880
2,65
310
Ethyl Oleate
Asam lemak
21
35,629
5,88
340
1 – Tricosanol
Fenol
Puncak
Sesquiterpen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
Fraksi 1 mengandung golongan senyawa sesquiterpen (47,42%), fenol
(5,88%), aldehid alifatik (21,8%), ester (1,32%), asam lemak (2,65%),
sesquiterpen alkohol (1,4%), keton alifatik (2,64%), hidrokarbon alifatik
(4,94%), dan alkohol (11,94%). Senyawa mayor yang terkandung dalam fraksi
1 yang yaitu δ – Cadinene (14,34%) yang merupakan golongan senyawa
sesquiterpenoid dan Myristaldehyde (13,03%) yang merupakan senyawa
golongan aldehid alifatik.
Terpenoid merupakan senyawa fenolik yang menunjukkan aktivitas
antimikroba, terutama monoterpen dan sesquiterpen yang aktif terhadap
bakteri dan jamur (Vijayakumar A, 2012). Hasil penelitian ini menunjukkan,
sebagian besar senyawa yang terkandung dalam fraksi 1 ekstrak etil asetat
merupakan golongan sesquiterpen diantaranya yaitu α – Cubebene, β –
Elemene, Caryophyllene α - Humulene, β – Selinene, α – Selinene, α –
Muurolene, δ – Cadinene, Calamenene, Eremophilene, (-)-Cayophyllene
oxide, 2 – Epi – α – cedrene. Mekanisme antibakteri senyawa terpenoid yaitu
bereaksi dengan porin (protein transmembran) pada membran luar dinding sel
bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan
rusaknya porin. Rusaknya porin yang merupakan pintu keluar masuknya
senyawa akan mengurangi permeabilitas dinding sel bakteri yang akan
mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi, sehingga pertumbuhan
bakteri terhambat atau mati (Cowan, 1999).
Fraksi 1 mengandung senyawa golongan aldehid yaitu Myristaldehyde
dan E-15-Heptadecanal. Senyawa golongan aldehid mempunyai mekanisme
antibakteri yang berkaitan dengan elektronegativitasnya. Gugus aldehid
terkonjugasi karbon atau karbon ikatan rangkap merupakan susunan yang
sangat elektronegatif yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antibakteri
senyawa
tersebut
(Moleyar
&
Narasimham
1986).
Peningkatan
elektronegativitas dapat meningkatkan aktivitas antibakterinya (Kurita et al.
1979, 1981). Senyawa elektronegatif tersebut dapat mengganggu dalam proses
biologis yang melibatkan transfer elektron dan bereaksi dengan komponen
nitrogen penting pada bakteri, misalnya protein dan asam nukleat dan oleh
karena itu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Dorman & S. G.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Deans, 2008). Selain itu, Myristaldehyde dapat teroksidasi menjadi bentuk
asamnya yang juga memilki aktivitas antibakteri (Noryati mulyono, 2012).
Golongan senyawa fenol dan alkohol juga mempunyai aktivitas
sebagai antibakteri. Mekanisme senyawa fenol sebagai antibakteri pada
konsentrasi rendah adalah dengan merusak membran sitoplasma dan dapat
mengakibatkan kebocoran inti sel, sedangkan pada konsentrasi tinggi senyawa
fenol berkoagulasi dengan protein seluler. Aktivitas tersebut sangat efektif
ketika bakteri dalam tahap pembelahan dimana lapisan fosfolipid di sekeliling
sel sedang dalam kondisi yang sangat tipis sehingga fenol dapat dengan
mudah merusak isi sel (Volk & Wheller, 1984). Senyawa alkohol diketahui
memiliki aktivitas bakterisidal terhadap sel vegetatif bakteri (Dorman & S. G.
Deans, 2008). Alkohol mendenaturasi protein dengan cara dehidrasi, dan juga
merupakan pelarut lemak, oleh karenanya membran sel akan dirusak dan
enzim – enzim akan diinaktifkan oleh alkohol (Staf Pengajar Fakultas
Kedokteran UI, 1993).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1.
Dari hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak n – heksana, etil asetat
dan metanol daun Cinnamomum sintoc terhadap bakteri Staphylococcus
aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
diketahui bahwa ekstrak etil asetat mempunyai aktivitas antibakteri
tertinggi dengan rata – rata diameter zona hambat yaitu 10,85 mm
terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan 11,625 mm terhadap
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853.
2.
Hasil fraksinasi ekstrak etil asetat daun Cinnamomum sintoc didapatkan
10 fraksi, yaitu fraksi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10.
3.
Fraksi 1 mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadap Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853, tetapi tidak mempunyai aktivitas antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan fraksi 8 mempunyai
aktivitas antibakteri tertinggi terhadap Staphylococcus aureus ATCC
25923
tetapi
tidak
mempunyai
aktivitas
antibakteri
terhadap
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853.
4.
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) yang dihasilkan fraksi 1 dari
ekstrak etil asetat yaitu 12,5 mg/ml terhadap Pseudomonas aeruginosa
ATCC 27853.
5.
Hasil analisa komponen senyawa yang terdapat pada fraksi 1 dari ekstrak
etil asetat dengan menggunakan GCMS yaitu terdapat 21 senyawa yang
merupakan golongan sesquiterpen (47,42%), fenol (5,88%), aldehid
alifatik (21,8%), ester (1,32%), asam lemak (2,65%), sesquiterpen
alkohol (1,4%), keton alifatik (2,64%), hidrokarbon alifatik (4,94%), dan
alkohol (11,94%). Senyawa yang memiliki kelimpahan terbesar yaitu δ –
Cadinene (14,34%) dan Myristaldehyde (13,03%).
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
5.2 Saran
1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai isolasi senyawa aktif
antibakteri yang terkandung dalam fraksi 1 dari ekstrak etil asetat daun
Cinnamomum sintoc.
2.
Perlu dilakukan pengujian KHM lebih lanjut fraksi 8 dari ekstrak etil
asetat terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
3.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ekstrak metanol yang
juga mempunyai aktivitas antibakteri.
4.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan bakteri
Gram positif dan bakteri Gram negatif lainnya.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
DAFTAR PUSTAKA
Achmad S.A., E.H. Hakim, L. Makmur, D. Mujahidin, Y.M. Syah, (1999),
Penyelidikan keanekaragaman senyawa fenol dari spesies Moraceae
hutan tropika: Suatu strategi penelitian kimia bahan alam, Prosiding
Seminar Nasional Kimia Bahan Alam ’99, Depok, Kosela, S., dkk.,
Editor, Pusat Penelitian Sains dan Teknologi, Universitas Indonesia, 19.
Adolf J.N. Parhusip. (2006). Kajian mekanisme antibakteri ekstrak andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC) terhadap bakteri patogen pangan.
Disertasi Institut Pertanian Bogor.
Agoes, Goeswin. 2007. Teknologi Bahan Alam. Penerbit ITB. Bandung. Hal 31
Agustina D.R. Nurcahyati dkk. (2011). Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri
Ekstrak Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum. Linn.)
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol XXII No. 1. Jakarta.
Agustini, D. D. Profil Daya Hambat Dari Kombinasi Antibiotik Terhadap Bakteri
Escherichia coli. Diakses dari http://www.majalah-farmacia.com pada
desember 2013.
Baker J.T., R.P. Borris, B. Carte, G.A. Cordell, G.M. Cragg, M.P. Gupta, M.M.
Iwu, D.R. Madulid, V.E. Tyler, (1995), Natural product drug discovery
and development: New perspectives on international collaboration, J.
Nat. Prod, 58 (9) 1325-1357.
Berna elya, Atiek Soemiati dan Farida. (2009). Antibakteri Ekstrak Kulit Batang
Manggis Hutan (Garcinia Rigida Miq.) jurnal Majalah Ilmu
Kefarmasian ISSN 1693-9883.
Choma, I.M & Grzelak, E.M., 2010. Bioautographic detection in thin layer
chromatography. Journal Of Chromatography A. Poland: Elsevier.
Cowan, M. (1999). Plant Product as Antimicrobial Agent, Clinical Microbial
Reviews, 12 (4), hal. 564 – 582
Cut R. Alfath dkk. (2013). Antibacterial Effect of Granati fructus Cortex Extract
on Streptococcus mutans In Vitro. Journal of Dentistry Indonesia 2013,
Vol. 20, No. 1, 5-8.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi
IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Diyah dan N. Wahyuning. Penggunaan Metode Spektrofotometer dengan
Pereaksi Cu Untuk Penetapan Kadar Senyawa Aktif Amoksisilin.
Diakses dari www.unair.ac.id pada Desember 2013
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Dorman, H.J.D., Deans, S.G. (2008). Antimicrobial agents from plants:
antibacterial activity of plant volatile oils. Journal of Applied
Microbiology volume 88 issue 2. Page 308 – 316.
Dwidjoseputro, D. (1994). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan.
Jakarta. Hal 37-40
Ersam Taslim, (2004), Keunggulan Biodiversitas Hutan Tropika Indonesia dalam
Merekayasa Model Molekul Alami, Seminar Nasional Kimia VI ITS,
Surabaya.
Farnsworth, N. R. (1996). Biological and photochemical screening of plants.
Journal of Pharmaceutical Science. 55: 225 – 276.
Gritter, R.J., Bobbit, J.M., & Schwarting A.E. (1991). Pengantar Kromatografi.
Terjemahan dari Introduction to Chromatography (Padwinata K &
Soediro I, Penerjemah.). Bandung: ITB Press
Harborne JB.(1996). Metode Fitokimia. Penuntun cara modern menganalisis
tumbuhan. Padmawinata K, Sudiro I, Penerjemah. Bandung: Penerbit
ITB.
Harmita. (2006). Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok: Departemen Farmasi
Universitas Indonesia.
Helmi et al. (2006). Standarisasi Ekstrak Etanol Daun Eugenia cumini. Merr.
Jurnal sains teknologi farmasi 11(2).
Iskandar, yoppi dan S, Supriyatna. (2008). Chemical composition of volatile oil
from Cinnamomum sintoc stem barks. Proceeding of The International
Seminar on Chemistry 2008: 601 – 603.
Jantan, I., Mohd Ali N.A., Ahmad, A.R. and Ahmad, A.S. (1994) Chemical
constituents of the essential oils of Cinnamomum sintok Blume.
Pertanika J. Sci. Techn., 2, 39-45.
Jawetz, E., Melnick, J.L., and Adelberg. (2005). Mikrobiologi Kedokteran,
Penerjemah dan editor bagian mikrobiologi Kedokteran Universitas
Airlangga. Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Jawetz, M. and Adelberg. (1996). Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. EGC.
Jakarta.
Kurita, N., Miyaji, M., Kurane, R., Takahara, Y., Ichimura, K. (1979). Antifungal
activity and molecular orbital energies of aldehyde compounds from
oils of higher plants. Agriculture and Biological Chemistry, 43, 2365
237.
Kurita, N., Miyaji, M., Kurane, R., Takahara, Y., Ichimura, K. (1981). Antifungal
activity of components of essential oils. Agriculture and Biological
Chemistry, 45, 945 952.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Kusumaningtyas dkk. (2008). Sensitivitas Metode Bioautografi Kontak Dan Agar
Overlay Dalam Penentuan Senyawa Anti Kapang. Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia. Vol 6, No. 2, Hal 75 – 70.
Lemmens, R.H.M.J, I. Soerianegara and W.C. Wong (ed). (1995). PROSEA
(Plant Resources of South East Asia) No. 5 (2) Timber Tree : Minor
Commercial Timbers. PROSEA Foundation. Bogor.
Lorian V. 1980. Antibiotics in Laboratory Medicine. The William and Wilkins
Co., Baltimore: 1-179.
Manimaran S, Dhanabal P, Nanjan J, Suresh B. (2007). Chemical composition
and antimicrobial activity of the volatile oil of the cones of Cupressus
torulosa D. DON from Nilgiris, India. Asian J Trad Med; 2(6): 206-211.
Marliana, S.D., V. Suryanti., Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium
edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi. 3(1): 26-31.
Mojab F, Kamalinejad M, Naysaneh G. & Hamid RV. 2003. Phytochemical
Screening of Some Species of Iranian Plants, Iranian Journal of
Pharmaceutical Research, 2003, 77- 82.
Moleyar, V. & Narasimham, P. (1986). Antifungal activity of some essential oil
components. Food Microbiology, 3, 331 336.
Nain P, Kumar A, Sharma S, Nain J. (2011). In vitro evaluation of antimicrobial
and antioxidant activities of methanolic extract of Jasminum humile
Leaves. Asian Pac J Trop Med; 4(10): 804-807.
Nurcahyati, A. (2010). Evaluasi pH ekstrak daun the (Camellia sinensis) terhadap
pertumbuhan Streptococcus mutans. Banda Aceh (skripsi) Program
studi FK Unsyiah.
P. Lalitha, et al. (2012). Preliminary studies on phytochemicals and antimicrobial
activity of solvent extracts of Eichhornia crassipes (Mart.)Solms. Asian
Journal of Plant Science and Research (2):115-122. ISSN: 2249 – 7412.
Pelczar. M.J. dan E.C.S. Chan. (1998). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 1. UI
Press.Jakarta.Hal 106-113
Pelczar. M.J. dan E.C.S. Chan. (1998). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 2. UI
Press. Jakarta. Hal 49-51.
Pratiwi, S.,T., 2008. Mikrobiologi farmasi. Jakarta: Erlangga.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Putra, Surya Rosa dkk. (2012). Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Termofilik Dari
Sumber Mata Air Panas Di Songgoriti Setelah Dua Hari Inkubasi.
Jurnal Teknis Pomits: 1-5.
Putri W.S, dkk. Skrining Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Kulit Buah Manggis
(Garcinia mangostana L.). Universitas Udayana.
Robinson, T. (1991). Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Bandung:
Penerbit ITB
Sabariah Ismail (2011). An Antimicrobial Compound Isolated from Cinnamomum
Iners Leaves with Activity against Methicillin-Resistant Staphylococcus
Aureus. Molecules journal 1420-3049.
Saeed, S., & Tariq, P. (2005). Screening Of Antibacterial Activity Of
Cinnamonium zeylanicum. IntI. Chern. Pharrn. Med. J. Vol. 2(1), 175 178.
Sampurno. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Departemen Kesehatan.
Shan et al. (2007). Antibacterial Properties and Major Bioactive Components of
Cinnamomum Stick (Cinnamomum burmanii): Activity against
Foodborne Pathogenic Bacteria. Journal of Agricultural and Food
Chemistry 55: 5484 – 5490.
Soetarno S dan IS. Soediro. (1997). Standardisasi Mutu Simplisia dan Ekstrak
Bahan Obat Tradisional. Presidium Temu Ilmiah Nasional Bidang
Farmasi.
Soh Wuu Kuang. (2011). Taxonomic revision of Cinnamomum (Lauraceae) in
Borneo. Blumea 56:241–264
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI. (1993). Buku Ajar Mikrobiologi
Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta: binarupa Aksara.
Suharto dan A. Chatim. 1993. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta. Hal 18-22.
Sylviana Husein, dkk. (2009). Study on Antibacterial Activity from “Temulawak”
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Rhizomes against Pathogenics Microbes
Cell Destruction journal of applied and Industrial Biotechnology in
tropical region: 1979-9748.
Tabak, mina et al. (1999). Cinnamon extracts inhibitory effect on Helicobacter
pylori Journal of Ethnopharmacology 67 (1999) 269–277.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
Vangalapati Meena. (2012). Purification of Cinnamaldehyde from Cinnamon
Species by Column Chromatography. International Research Journal of
Biological Sciences: 2278-3202
Vijayakumar A, et al. (2012). Phytochemical analysis and in vitro antimicrobial
activity of Illicium griffithii Hook. f. & Thoms extracts. Asian Pacific
Journal of Tropical Diseas: 190 – 199.
Volk and Wheller. (1984). Mikrobiologi Dasar, diterjemahkan oleh Soenarto
Adisoemarto, hal. 137 – 138, Erlangga, Jakarta.
Wahyu, Bobby Widiatmo, dkk. (2013). Efek antimikroba Ekstrak Etanol Daun
Pepaya (Carica papaya L.) terhadap bakteri Shigella dysnteriae kode
Isolat 2312-F secara in vitro. Malang. Universitas Brawijaya.
Winangsih dkk. (2013). Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kualitas
Simplisia Lempuyang Wangi (Zingiber Aromaticum L.). Buletin
Anatomi dan Fisiologi Volume XXI, Nomor 1, Maret 2013. Universitas
Diponogoro, Semarang.
Yenny. (2007). Resistensi Dari Bakteri Enterik: Aspek Global Terhadap
Antimikroba. Universa Medicina 26: 46-56.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Cinnamomum sintoc Blume
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
Lampiran 2. Alur penelitian
Pembuatan simplisia
Pengukuran kadar air
Pembuatan ekstrak daun menggunakan metode maserasi
bertingkat dengan pelarut n – heksana, etil asetat, dan
metanol
Ekstrak n – heksana
Ekstrak etil asetat
Ekstrak metanol
Uji aktivitas antibakteri menggunakan metode disc diffusion
Ekstrak aktif antibakteri
Pengukuran kadar air
Fraksinasi dengan
kromatografi kolom
Skrining fitokimia
Uji aktivitas antibakteri dengan bioautografi
Fraksi aktif antibakteri
Penentuan nilai KHM dengan
metode mikrodilusi
Analisa komponen fraksi aktif
antibakteri menggunakan GC-MS
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
Lampiran 3. Bagan Kerja Ekstraksi Simplisia Daun Cinnamomum sintoc
Daun Cinnamomum sintoc
 Disortasi
 Dicuci
 Dikeringkan
 Dihaluskan
Serbuk kering daun Cinnamomum
sintoc
 Maserasi dengan n – heksana
 Difiltrasi
 Dievaporasi
Ampas
Ekstrak n - heksanana
 Maserasi dengan etil asetat
Uji antibakteri dengan
difusi cakram
 Difiltrasi
 Dievaporasi
Ekstrak etil asetat
Ampas
 Maserasi dengan metanol
Uji antibakteri dengan
difusi cakram
 Difiltrasi
 Dievaporasi
Ekstrak metanol
Ampas
Uji antibakteri dengan
difusi cakram
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
Lampiran 4. Penghitungan Rendemen Ekstrak
Ekstrak n – heksana
Rendemen ekstrak (%) =
Rendemen ekstrak (%) =
x 100 %
x 100 %
Rendemen ekstrak (%) =
Ekstrak etil asetat
Rendemen ekstrak (%) =
Rendemen ekstrak (%) =
x 100 %
x 100 %
Rendemen ekstrak (%) =
Ekstrak Metanol
Rendemen ekstrak (%) =
Rendemen ekstrak (%) =
x 100 %
x 100 %
Rendemen ekstrak (%) =
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
Lampiran 5. Profil KLT Ekstrak Aktif Antibakteri (Ekstrak Metanol dan Ekstrak
Etil Asetat)
K : Ea (9 :1)
M
Ea
(a)
M
Ea
(b)
Keterangan :
M = Ekstrak metanol
Gambar (b)
Gambar (a)
Ea = Ekstrak etil asetat
Ekstrak
Fasa gerak
Jumlah
spot/ noda
Metanol
Kloroform : metanol (9 : 1)
5
Etil asetat
Kloroform : metanol (9 : 1)
5
Metanol
n – heksana : etil setat (4 : 6)
4
Etil asetat
n – heksana : etil setat (4 : 6)
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
Lampiran 6. Penghitungan Kadar Air Simplisia dan Ekstrak Etil Asetat
Kadar air simplisia (%)
=
=
x 100%
x 100%
= 6,754%
Kadar air ekstrak etil asetat (%)
=
=
x 100%
x 100%
= 8,231%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
Lampiran 7. Skema Pembuatan Suspensi Bakteri Uji
Diinkubasi
Kultur bakteri uji
dalam NA miring
diambil 1 ose
10 ml NB steril
Disetarakan
kekeruhannya
dengan larutan
0,5 Mc. Farland
Suspensi bakteri
Larutan 0,5 Mc.
Farland setara
dengan 108 CFU/
ml
71
Lampiran 8. Bagan Kerja Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n – Heksana, Etil
asetat dan Metanol dengan Metode Disc Diffusion
2,5 g ekstrak
kental n – heksana
daun C. sintoc
2,5 g ekstrak
kental etil asetat
daun C. sintoc
2,5 g ekstrak
kental metanol
daun C. sintoc
 Dilarutkan dalam 15% DMSO
(7,5 ml) di add dengan
aquadest sampai volume 50 ml
 Dilarutkan dengan ultrasonic
homogenizer
Larutan ekstrak n
– heksana daun C.
sintoc konsentrasi
50 mg/ml
Larutan ekstrak
etil asetat daun C.
sintoc konsentrasi
50 mg/ml
Larutan ekstrak
metanol daun C.
sintoc konsentrasi
50 mg/ml
 Diteteskan sebanyak 25 µl
pada kertas cakram yang telah
disterilisasi
Diletakkan kertas
cakram pada NA
yang telah
diinokulasikan
bakteri
Diinkubasi selama
20 jam pada suhu
37oC
Adanya zona bening disekitar cakram
menunjukkan aktivitas antibakteri (+)
72
Lampiran 9. Bagan Kerja Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom
Ekstrak etil asetat daun C. sintoc
sebanyak 10 g
 Difraksinasi
menggunakan
kromatografi kolom
 Fasa diam: silika gel sebanyak
100 g
 Fase gerak: n – heksana : etil
asetat dengan sistem gradien
F.1
F.3
F.5
F.7
F.9
(1-14)
(24-29)
(38-40)
(65-85)
(93-103)
1,53 g
0,96 g
0,098 g
0,78 g
0,087 g
F.2
F.4
F.6
F.8
F.10
(16-23)
(30-37)
(41-64)
(86-92)
(104-125)
1,74 g
1,05 g
0,68 g
0,11 g
0,107 g
Diuji aktivitas antibakteri
menggunakan metode
bioautografi
73
Lampiran 10. Profil KLT Eluat Hasil Fraksinasi dari Ekstrak Etil Asetat dengan
Kromatografi Kolom
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
No. Eluat
Fasa gerak
3
6
9
12
15
18
21
n– heksana : etil aseat (8 : 2)
n– heksana : etil aseat (8 : 2)
n– heksana : etil aseat (8 : 2)
n– heksana : etil aseat (8 : 2)
n– heksana : etil aseat (8 : 2)
n– heksana : etil aseat (8 : 2)
n– heksana : etil aseat (8 : 2)
Jumlah
Spot
1
1
2
2
2
Gambar (b)
Gambar (a)
(g)
No. Eluat
Fasa gerak
24
27
30
33
36
39
42
n– heksana : etil aseat (7 : 3)
n– heksana : etil aseat (7 : 3)
n– heksana : etil aseat (7 : 3)
n– heksana : etil aseat (7 : 3)
n– heksana : etil aseat (7 : 3)
n– heksana : etil aseat (7 : 3)
n– heksana : etil aseat (7 : 3)
Jumlah
Spot
5
5
2
3
3
3
2
74
Gambar (g)
Fasa gerak
45
48
51
54
57
60
63
81
84
87
90
93
96
99
114
117
120
123
125
n– heksana : etil aseat (6 : 4)
n– heksana : etil aseat (6 : 4)
n– heksana : etil aseat (6 : 4)
n– heksana : etil aseat (6 : 4)
n– heksana : etil aseat (6 : 4)
n– heksana : etil aseat (6 : 4)
n– heksana : etil aseat (6 : 4)
n– heksana : etil aseat (4 : 6)
n– heksana : etil aseat (4 : 6)
n– heksana : etil aseat (4 : 6)
n– heksana : etil aseat (4 : 6)
n– heksana : etil aseat (4 : 6)
n– heksana : etil aseat (4 : 6)
n– heksana : etil aseat (4 : 6)
n– heksana : etil aseat (4 : 6)
n– heksana : etil aseat (4 : 6)
n– heksana : etil aseat (4 : 6)
n– heksana : etil aseat (4 : 6)
n– heksana : etil aseat (4 : 6)
Jumlah
Spot
5
4
4
4
4
4
4
1
1
4
4
1
1
1
2
2
2
2
2
No. Eluat
Fasa gerak
Gambar (d)
No. Eluat
66
69
72
75
78
81
n– heksana : etil aseat (6 : 4)
n– heksana : etil aseat (6 : 4)
n– heksana : etil aseat (6 : 4)
n– heksana : etil aseat (6 : 4)
n– heksana : etil aseat (6 : 4)
n– heksana : etil aseat (6 : 4)
Jumlah
Spot
2
2
2
3
3
3
Gambar (f)
Gambar (e)
Gambar (c)
(lanjutan)
99
102
105
108
111
114
n– heksana : etil aseat (4 : 6)
n– heksana : etil aseat (4 : 6)
n– heksana : etil aseat (4 : 6)
n– heksana : etil aseat (4 : 6)
n– heksana : etil aseat (4 : 6)
n– heksana : etil aseat (4 : 6)
1
1
2
2
2
2
75
Lampiran 11. Profil KLT Fraksi Gabungan
N : Ea (8 : 2)
N : Ea (7 : 3)
1
3
2
3
4
5 6
N : Ea (4 : 6)
6
7
8
N : Ea (3 : 7)
8
9
10
Keterangan:
Fraksi
Gabungan
dari eluat
Fasa gerak
Jumlah
spot/ noda
1
No. 1 – 14
n – heksana : etil asetat (8 : 2)
3
2
No. 16 – 23
n – heksana : etil asetat (8 : 2)
4
3
No. 24 – 29
n – heksana : etil asetat (8 : 2)
7
3
No. 24 – 29
n – heksana : etil asetat (7 : 3)
7
4
No. 30 – 37
n – heksana : etil asetat (7 : 3)
6
5
No. 38 – 40
n – heksana : etil asetat (7 : 3)
6
6
No. 41 - 64
n – heksana : etil asetat (7 : 3)
5
6
No. 41 - 64
n – heksana : etil asetat (4 : 6)
5
7
No. 65 – 85
n – heksana : etil asetat (4 : 6)
2
8
No. 86 – 92
n – heksana : etil asetat (4 : 6)
7
8
No. 86 – 92
n – heksana : etil asetat (3 : 7)
7
9
No. 93 – 103
n – heksana : etil asetat (3 : 7)
3
10
No. 104 - 125
n – heksana : etil asetat (3 : 7)
2
76
Lampiran 12. Bagan Kerja Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi 1 dari Ekstrak Etil
Asetat dengan Metode Bioautografi
10 fraksi dari
ekstrak etil asetat
hasil kromatografi
kolom
Konsentrasi 50 mg/ml dalam
kloroform dan etil asetat
Ditotolkan sebanyak 10 µl
ke plat KLT
Plat KLT berukuran
6,5 cm x 7 cm
Dicelupkan pada
cawan petri steril
yang berisi
suspensi bakteri uji
Diletakkan pada cawan petri yang telah diletakkan kapas steril basah
Inkubasi selama 20 jam pada suhu 37oC
Disemprotkan INT 2mg/ml pada permukaan plat
Terbentuk zona yang berwarna putih – krim
pada latar plat yang berwarna ungu atau merah
menandakan aktivitas antibakteri positif
77
Lampiran 13. Skema Pengujian KHM Larutan Uji Fraksi 1 dari Ekstrak Etil
Asetat
100 µl
100 µl
Larutan Induk
(50000 µg/ml)
100 µl
100 µl
100 µl
100 µl
100 µl
100 µl
100 µl
NB 2
100 µl
NB 1
100 µl
NB 1
100 µl
NB 1
100 µl
NB 1
100 µl
NB 1
100 µl
NB 1
100 µl
NB 1
25000
µg/ml
12500
µg/ml
6250
µg/ml
3125
µg/ml
1562,5
µg/ml
781,25
µg/ml
390,66
µg/ml
195,31
µg/ml
Suspensi bakteri
106 CFU/ ml
Dipipet 100 µl
25000
µg/ml
12500
µg/ml
6250
µg/ml
3125
µg/ml
1562,5
µg/ml
781,25
µg/ml
390,66
µg/ml
12500
µg/ml
6250
µg/ml
3125
µg/ml
156,25
µg/ml
781,25
µg/ml
390,625
µg/ml
195,3125
µg/ml
195,31
µg/ml
97,656
µg/ml
78
Lampiran 14. Hasil Uji KHM Fraksi 1 dari Ekstrak Etil Asetat terhadap Bakteri
Pseudomonas aeruginosa
Sampel Uji Fraksi 1
12500 µg/ml
6250 µg/ml
3125 µg/ml
1562,5 µg/ml
781,25 µg/ml
Tetrasiklin
256 µg/ml
128 µg/ml
64 µg/ml
Sterility
Control
Growth
Control
32 µg/ml
16 µg/ml
390,62 µg/ml
8 µg/ml
195,31 µg/ml
4 µg/ml
97,66 µg/ml
2 µg/ml
Solvent
Control
DMSO 15%
79
Lampiran 15. Hasil GCMS Fraksi 1 dari Ekstrak Etil Asetat
80
Lampiran 16. Gambar Bahan – Bahan yang Digunakan
(a)
(b)
(c)
(d)
Keterangan :
(a) Kultur kerja bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
(b) Kultur kerja bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
(c) Ekstrak kental etil asetat daun C.sintoc
(d) Larutan uji: ekstrak n – heksana, etil asetat, dan metanol daun C.sintoc
yang telah dilarutkan dengan DMSO 15% (50 mg/ml)
81
Lampiran 17. Gambar Alat – Alat yang Digunakan
Rotary Evaporator
Ultrasonic Homogenizer
Shaker Incubator
Kolom Kromatografi
GCMS
Download