analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor biji

advertisement
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA
OLEH
IRMA KOMALASARI
H14104044
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN
IRMA KOMALASARI. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran
Ekspor Biji Kakao Indonesia (dibimbing oleh Wiwiek Rindayati).
Indonesia sebagai negara agraris, masih berperan penting dalam
penyediaan bahan pertanian bagi dunia. Hal ini tercermin dari besarnya ekspor
hasil-hasil pertanian Indonesia ke negara-negara lain di seluruh dunia. Selain itu,
sektor pertanian juga memiliki peran dalam perekonomian yaitu penyumbang
pendapatan nasional, penyerapan tenaga kerja, penghasil devisa, dan neraca
perdagangan negara.
Selain negara agraris, Indonesia juga merupakan negara berkembang yang
menganut sistem perekonomian terbuka kecil yaitu negara yang mampu
mengekspor barang atau jasa tetapi bukan sebagai pembuat harga sehingga tidak
terlepas dari interaksi internasional seperti perdagangan luar negeri
(internasional). Pada dasarnya, sektor pertanian mampu meningkatkan
perekonomian melalui perdagangan internasional berupa ekspor komoditi
unggulan. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang
penting bagi perdagangan internasional. Salah satu komoditi unggulan perkebunan
yang memiliki kontribusi besar dalam ekspor hasil pertanian adalah biji kakao.
Biji kakao merupakan salah satu komoditas ekspor terbesar setelah kelapa sawit
dan karet.
Indonesia merupakan salah satu produsen biji kakao terbesar di dunia
setelah Pantai Gading dan Ghana. Namun belum mampu menguasai pangsa pasar
dunia secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh negara-negara tujuan yang
memberikan kebijakan pasar kepada biji kakao Indonesia. Kebijakan pasar yang
dimaksudkan adalah potongan harga yang diberikan kepada Indonesia apabila
kualitas dan mutu biji kakao tidak sesuai dengan standar mutu yang ditentukan.
Ekspor biji kakao perlu ditingkatkan untuk memperluas pasar sehingga mampu
meningkatkan pendapatan nasional secara optimal.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mampu
meningkatkan penawaran ekspor biji kakao secara optimal. Selain itu,
menganalisis perkembangan ekspor biji kakao Indonesia, serta mengestimasi
elastisitas produksi biji kakao terhadap penawaran ekspor biji kakao dalam jangka
pendek maupun jangka panjang.
Pada penelitian ini, dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
penawaran ekspor biji kakao Indonesia, maka metode analisis yang digunakan
adalah regresi berganda dengan metoda estimasi Ordinary Least Square (OLS).
Periode analisis dalam penelitian ini yaitu tahun 1981 hingga tahun 2006 berupa
data tahunan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penawaran ekspor biji kakao secara
positif dan signifikan dipengaruhi oleh produksi dan ekspor tahun sebelumnya.
Sedangkan variabel harga domestik, harga dunia dan nilai tukar tidak
mempengaruhi penawaran ekspor biji kakao secara signifikan. Dalam hal ini
membuktikan bahwa pemerintah hanya mementingkan jumlah biji kakao yang
diproduksi untuk meningkatkan ekspor.
Kemudian hasil dari perhitungan elastisitas produksi, elastisitas dalam
jangka panjang lebih besar dibandingkan elastisitas jangka pendek. Hal ini
disebabkan produksi dalam jangka panjang lebih mampu meningkatkan ekspor
dengan baik. Jika produksi ditingkatkan dalam jangka panjang peningkatan ekspor
biji kakao lebih baik dibandingkan dalam jangka pendek.
Berdasarkan elastisitas produksi menjelaskan bahwa produksi dalam
jangka panjang akan mempengaruhi ekspor lebih besar. Hal ini disebabkan faktorfaktor produksi dalam jangka panjang akan meningkat dengan baik seperti luas
lahan, perbaikan bibit unggul, dan teknologi untuk menanggulangi hama
penggerek. Jika faktor-faktor produksi mampu dikendalikan dengan baik secara
berkesinambungan maka produksi yang dihasilkan akan terjamin. Selain itu,
produksi yang meningkat dengan mutu terjamin akan meningkatkan ekspor biji
kakao dan akan memperluas pangsa pasar Indonesia.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA
Oleh
IRMA KOMALASARI
H14104044
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh :
Nama Mahasiswa
: Irma Komalasari
Nomor Registrasi Pokok
: H141404044
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Penawaran Ekspor Biji Kakao Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si.
NIP. 131 653 137
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D.
NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Januari 2009
Irma Komalasari
H14104044
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Irma Komalasari lahir pada tanggal 10 Juli 1986 di
Jakarta. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Oma
Karsoma dan Nur Alam. Penulis menjalani pendidikan di sekolah dasar pada tahun
1992 sampai dengan tahun 1998 di SDN 02 Ceger, Jakarta Timur. Kemudian
melanjutkan pendidikan lanjutan tingkat pertama di SLTPN 160 Jakarta Timur dan
lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMUN 58
Jakarta dan lulus pada tahun 2004.
Pada tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai
mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM).
Pada periode 2005 hingga 2006, penulis aktif dalam Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Ekonomi Manajemen (BEM FEM) pada divisi Olahraga dan Budaya sebagai
bendahara. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan dan kegiatan
kampus di tingkat fakultas maupun institusi.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman,
islam dan berkat rahmat serta karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Biji Kakao Indonesia”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tidak lupa penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu, tenaga, pikiran, dan memberikan bimbingan baik
secara teknis maupun teoritis serta dukungan yang tiada henti-hentinya
dalam proses penyusunan skripsi.
2. Dr. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr, selaku dosen penguji utama yang telah
memberikan kritik dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan lebih baik.
3. Fifi Diana Thamrin, M.Si, selaku dosen wakil komisi pendidikan yang
telah memberikan saran dan masukan demi perbaikan tata cara penulisan
skripsi ini.
4. Bapak dan mamah tercinta atas semua doa, dukungan, pengorbanan, dan
kasih sayang yang selama ini telah diberikan kepada penulis. Kesabaran
sertadorongan yang sangat besar artinya dalam proses penyelesaian skripsi
ini.
5. Kedua adikku tersayang Irfan Hermawan dan Irsyad Zulfikri, yang selalu
memberikan dukungannya selama penulis melakukan penelitian.
6. Irvan Nurhakim sekeluarga yang telah memberikan dukungan dan kasih
sayang setiap saat kepada penulis.
7. Sahabat-sahabatku tercinta Tatu, Nilam, Ratna, Lia yang memberikan
warna dalam persahabatan, kegembiraan, dan dukungan selama ini.
8. Teman-teman seperjuangan di C-15, Mega, Utari, Anggi, Rindu, Mbak
Ratih, Mbak Dewi, dan Mbak Shinta, terimakasih atas dukungan,
kebersamaan, dan keceriaan yang tidak pernah terlupakan sampai
kapanpun.
9. Teman-teman di Aurellia, Tina, Ade, Afifah, Novi, Anggi, Dian, Mita,
terimakasih
atas
bantuan,
kegemberiaan
yang
diberikan
selama
penyelesaian penulisan skripsi ini.
10. Teman-teman satu bimbingan Della, Restu, Anwar, yang telah
memberikan semangat dan dukungannya.
11. Yuli, Islam, Diah, dan seluruh teman-teman di Jurusan IE’41 yang telah
membantu dan memberikan dukungan pada saat proses penulisan skripsi.
12. Ruri, Arif, Ali, Setia, yang telah memberikan bantuan selama proses
penelitian berlangsung.
Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian
skripsi ini. Semoga hasil karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain
yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2009
Irma Komalasari
H14104044
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
I.
PENDAHULUAN ........................................................................................
1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ...............................................................................
7
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................... 12
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................. 12
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 13
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ....................... 15
2.1. Tinjauan Teori ........................................................................................ 15
2.1.1. Tanaman Kakao .......................................................................... 15
2.1.2. Pengertian Ekspor ....................................................................... 21
2.1.3. Pengertian Penawaran ................................................................. 21
2.1.4. Pengertian Elastisitas Penawaran ................................................ 22
2.2. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................................. 22
2.2.1. Teori Perdagangan Internasional ................................................ 22
2.2.2. Teori Penawaran ......................................................................... 26
2.2.3. Teori Ekspor................................................................................ 30
2.2.4. Teori Elastisitas Penawaran ........................................................ 31
2.3. Tinjauan Empiris ................................................................................... 33
2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual ........................................................... 35
2.5. Hipotesis Penelitian................................................................................ 37
III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................... 39
3.1. Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 39
3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 39
3.2.1. Metode Pengolahan Data ............................................................ 39
iv
3.2.2. Metode Analisis Data .................................................................. 40
3.2.3. Perumusan Model ...................................................................... 40
3.2.3. Pengujian Asumsi ...................................................................... 42
3.2.4. Pengukuran Elastisitas ............................................................... 45
IV. GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN
KAKAO DI INDONESIA .......................................................................... 47
4.1. Perkembangan Produksi dan Luas Areal Perkebunan
Kakao Indonesia ................................................................................... 48
4.2. Perkembangan Produktivitas Perkebunan Kakao ................................ 52
4.3. Perkembangan Harga Biji Kakao ......................................................... 54
4.4. Kebijkan Pemerintah dalam Meningkatkan Ekspor Kakao .................. 56
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 59
5.1. Perkembangan Ekspor Biji Kakao Indonesia ....................................... 59
5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor
Biji Kakao Indonesia ............................................................................ 62
5.2.1. Pengaruh Produksi Terhadap Ekspor .......................................... 65
5.2.2. Pengaruh Harga Domestik Terhadap Ekspor ............................. 67
5.2.3. Pengaruh Harga Internasional Terhadap Ekspor ........................ 68
5.2.4. Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Ekpor ...................................... 70
5.2.5. Pengaruh Ekspor pada Tahun Sebelumnya
Terhadap Ekspor .......................................................................... 71
5.3 Elastisitas Penawaran Biji Kakao Terhadap Harga Internasional .......... 72
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 74
6.1. Kesimpulan .......................................................................................... 74
6.2. Saran .................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 77
LAMPIRAN ........................................................................................................ 79
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1 Perkembangan Ekspor Pertanian Indonesia Tahun 2002-2007 .............
4
1.2 Perkembangan Ekspor Kakao Dunia Tahun 2000-2004
(Ribu Ton) ...............................................................................................
5
1.3 Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Kakao di Indonesia
pada Tahun 2000-2006 ..........................................................................
6
1.4 Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia Tahun 2002-2006
(Juta US$) ................................................................................................
9
2.1 Syarat Umum Kualitas Biji Kakao ..........................................................
18
2.2 Syarat Khusus Kualitas Biji Kakao..........................................................
19
2.3 Kandungan Bahan yang Terdapat pada Kakao........................................
20
4.1 Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kakao Indonesia
Tahun 1981-2006 ...................................................................................
51
4.2 Perkembangan Harga Domestik dan Harga Internasional (Rata-rata)
Biji Kakao Indonesia Tahun 1990-2006 .................................................
54
5.1 Perkembangan Ekspor Biji Kakao Indonesia ..........................................
61
5.2 Hasil Estimasi Terhadap Peubah Terikat LnEx ......................................
63
5.3 Nilai Correlation Matriks (Uji Multikolinearitas) ..................................
64
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1 Kontribusi GDP Sektoral terhadap GDP Nasional Indonesia Tahun
2006 .........................................................................................................
3
1.2 Perkembangan Luas Areal Komoditi Kakao dan Jumlah Produksi
Tahun 1967-2006 ....................................................................................
6
2.1 Kurva Perdagangan Internasional ........................................................
25
2.2 Kurva Penawaran ....................................................................................
29
2.3 Kurva Elastisitas Penawaran ..................................................................
32
2.4 Diagram Konsep Alur Kerangka Berpikir ..........................................
36
4.1 Grafik Produksi Menurut Jenis Usaha (1981-2006) ...............................
49
4.2 Pertumbuhan Produksi Kakao Tahun 1981-2006 ...................................
49
4.3 Perkembangan Produktivitas Perkebunan Kakao (1981-2006) .............
53
4.4 Perkembangan Ekspor Kakao Tahun 1990-2006 ....................................
56
5.1 Jumlah Ekspor dan Produksi Biji Kakao Indonesia ................................
66
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1
Data Mentah ..........................................................................................
79
2
Hasil Estimasi Penawaran Ekspor Biji Kakao Indonesia.........................
80
3
Uji Normalitas..........................................................................................
80
4
Uji Autokolerasi.................... ..................................................................
80
5
Uji Heteroskedastisitas................................ ..........................................
81
6
Perhitungan Elastisitas Produksi..............................................................
81
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan potensi
pertanian yang cukup besar sehingga sering disebut sebagai negara agraris. Hal ini
dibuktikan terdapatnya keanekaragaman sumberdaya alam pertanian yang
melimpah di setiap kawasan Indonesia. Sehingga dengan adanya keberagaman
sumberdaya alam tersebut, menjadikan negara kita sangat bertumpu pada
perkembangan sektor pertanian.
Sektor
pertanian
di
Indonesia
sangat
berperan
penting
dalam
perekonomian sebagai penyumbang pendapatan nasional, penyerapan tenaga
kerja, penghasil devisa, dan neraca perdagangan negara. Sektor pertanian di
negara berkembang seperti Indonesia merupakan sektor utama dalam penyediaan
kebutuhan pangan bagi masyarakat luas. Selain itu, sektor ini mampu menjadi
sektor tumpuan dari sektor lainnya terutama sektor industri pengolahan. Sebagian
besar kebutuhan sektor non pertanian bergantung pada sektor pertanian, dalam hal
penyediaan bahan baku mentah ataupun setengah jadi untuk mendapatkan nilai
tambah dari produk yang dihasilkan sektor pertanian. Sektor pertanian mampu
memberikan peranannya dalam penerimaan surplus neraca perdagangan dan
neraca pembayaran (devisa negara). Peranan tersebut dapat melalui ekspor hasilhasil pertanian dan peningkatan komoditi-komoditi pertanian menggantikan impor
(substitusi impor). Neraca perdagangan suatu negara terdiri dari komponen ekspor
dan impor barang maupun jasa.
2
Selain negara agraris, Indonesia juga merupakan negara berkembang yang
menganut sistem perekonomian terbuka kecil (negara yang terdapat perdagangan
internasional seperti ekspor tetapi bukan sebagai pembuat harga) sehingga tidak
terlepas dari interaksi internasional seperti perdagangan luar negeri. Hal ini dapat
dilihat dengan adanya barang ataupun jasa yang diekspor ataupun impor oleh
Indonesia. Dengan adanya perdagangan luar negeri, suatu negara mampu
meningkatkan pendapatannya dengan adanya ekspor bahan baku mentah, barang
setengah jadi maupun barang jadi.
Perdagangan luar negeri (internasional) di Indonesia dapat dilihat dari
ekspor yang didominasi oleh ekspor non migas. Ekspor non migas Indonesia
berasal dari sektor pertanian, sektor industri, dan sektor pertambangan dan galian.
Nilai ekspor sektor non migas
pada tahun 2007 sebesar 93.642 juta US$,
sedangkan nilai ekspor migas hanya sebesar 25.872 juta US$ (Bank Indonesia,
2007).
Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa salah satu sektor yang penting
terhadap pendapatan nasional yang berupa Gross Domestik Product (GDP) antara
lain sektor pertanian di Indonesia berperan penting. Walaupun sektor pertanian
bukan yang memberikan kontribusi terbesar namun, sektor pertanian mampu
memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia
yaitu sebesar 262.402,8 milyar rupiah pada tahun 2006 (Bank Indonesia, 2007).
Selain itu, sektor pertanian pada tahun 2006, juga mampu menyerap tenaga kerja
sebesar 38,8 juta orang (BPS, 2006).
3
PERTANIAN
PERTAMBANGAN
10%
13%
INDUSTRI PENGOLAHAN
8%
11%
7%
LISTRIK, GAS DAN AIR
BANGUNAN
15%
28%
7% 1%
PERDAGANGAN, HOTEL,
RESTORAN
PENGANGKUTAN DAN
KOMUNIKASI
KEUANGAN, PERSEWAAN
DAN JASA PERUSAHAAN
JASA-JASA
Sumber: Bank Indonesia, 2007
Gambar 1.1 Kontribusi GDP Sektoral terhadap GDP Nasional Indonesia
Tahun 2006
Berdasarkan Gambar 1.1 bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap GDP
nasional sebesar 13 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian cukup
berperan penting setelah sektor industri pengolahan dan perdagangan, hotel,
restoran. Selain itu, perkembangan sektor pertanian dalam perdagangan
internasional memberikan nilai ekspor yang berbeda setiap tahunnya. Hal tersebut
dapat dilihat perkembangannya pada Tabel 1.1. Perkembangan ekspor pertanian
beberapa tahun mengalami penurunan yang cukup besar tahun 2001 yaitu sebesar
10,09. Hal ini disebabkan terjadi sektor pertanian mengalami keterpurukan selama
pasca krisis sehingga pemerintah lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan ekspor
sektor industri. Selain itu, penurunan ekspor sektor pertanian terjadi tahun 2003
4
dan 2004 yang disebabkan oleh mulai pulihnya perekonomian Indonesia melalui
sektor pertanian.
Tabel 1.1 Perkembangan Ekspor Pertanian Indonesia Tahun 2000-2007
Tahun
Nilai Ekspor
(Juta US$)
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Perubahan Nilai Ekspor
(%)
-10,09
5,52
-1,79
-1,15
15,65
16,92
7,63
2.728,7
2.453,5
2.589,0
2.542,6
2.513,4
2.906,8
3.398,5
3.657,8
Sumber: Departemen Industri, 2008
Sektor pertanian terdiri dari lima subsektor yaitu tanaman pangan,
tanaman
perkebunan,
peternakan,
kehutanan,
dan
perikanan.
Subsektor
perkebunan adalah salah satu subsektor pada sektor pertanian yang dominan
kontribusinya terhadap nilai ekspor dalam neraca perdagangan Indonesia (eksporimpor) setelah subsektor perikanan dan tanaman pangan. Nilai ekspor subsektor
perkebunan yaitu sebesar 6.297,418 juta US$ pada tahun 2007 hingga bulan Mei
(Departemen Pertanian, 2008).
Salah satu komoditi ekspor subsektor perkebunan di Indonesia yang
menjadi komoditi unggulan adalah biji kakao (cocoa). Sehingga Indonesia
menjadi salah satu negara penghasil kakao terbesar di dunia pada urutan ketiga.
Sedangkan produsen kakao terbesar dunia terdapat di Benua Afrika. Benua Afrika
mampu menguasai produksi kakao sebesar 69,7 persen pada tahun 2007 dari total
produksi dunia (International Cacao Organization, 2008). Negara di Benua
Afrika yang merupakan produsen terbesar adalah yang Cote d’Ivoire (Pantai
5
Gading) dan Ghana. Sedangkan perkembangan produksi kakao dunia tercantum
pada Tabel 1.2 berikut:
Tabel 1.2 Perkembangan Produksi Kakao Dunia Tahun 2000-2007 (Ribu
Ton)
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Ratarata
Pasar
(%)
Pantai
Gading
1.409
1.212
1.265
1.352
1.407
1.286
1.408
1.229
Ghana
Indonesia
Nigeria
Kamerun
Lainnya
Total
437
395
341
497
737
599
740
615
410
392
455
410
430
460
560
520
165
177
185
173
180
200
200
190
115
133
131
160
162
184
169
168
537
544
484
577
621
650
689
648
3.073
2.853
2.861
3.169
3.537
3.379
3.766
3.370
1.321
545
455
184
153
594
3.251
40,63
16,76
13,98
5,65
4,69
18,26
100
Sumber: International Cacao Organization (ICCO), 2008
Berdasarkan Tabel 1.2 rata-rata produksi kakao Indonesia tahun 20002007 adalah sebesar 455 ribu ton. Pada pasar dunia, Indonesia memiliki produksi
pasar sebesar 13,98 persen. Niali tersebut cukup besar mempengaruhi produksi
sehingga Indonesia berperan penting terhadap pengadaan kakao. Sehingga
komoditi kakao merupakan salah satu penyumbang terbesar bagi dunia dengan
melalui ekspor. Nilai ekspor yang disumbangkan kakao kepada ekspor Indonesia
adalah sebesar 664,338 juta US$ dengan volume 609.035 ton pada tahun 2006.
Nilai ekspor dan volume ekspor yang dihasilkan oleh komoditi kakao pada tahun
2000 hingga 2006 dapat dilihat pada Tabel 1.3.
6
Tabel 1.3 Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Kakao di Indonesia pada
Tahun 2000-2006
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Volume Ekpor
(Ton)
424.089
392.072
465.622
355.726
366.855
463.632
609.035
Nilai Ekspor
(Ribu US$)
341.860
389.262
701.034
621.022
546.560
664.338
852.778
Perubahan Nilai Ekspor
(%)
13,87
80,09
-11,41
-11,99
21,55
31,36
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008
Perkembangan subsektor perkebunan khususnya kakao didukung oleh
lahan yang cukup luas dan mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pengembangan
Komoditi kakao mulai dilakukan pemerintah sejak tahun 1967 dengan luas areal
awal sebesar 12.839 Ha dan jumlah produksi pada tahun tersebut sebesar 1.233
ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008). Perkembangan komoditi kakao dapat
dilihat dari peningkatan luas areal dan jumlah produksi pada Gambar 1.2.
1400
900
800
1200
700
600
800
500
600
400
300
400
200
200
100
0
0
1967 1970 1973 1976 1979 1982 1985 1988 1991 1994 1997 2000 2003 2006
Tahun
Luas Areal
Produksi
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008
Gambar 1.2 Perkembangan Luas Areal Komoditi Kakao dan
Jumlah Produksi Tahun 1967-2006
Produksi
(ribu ton)
Luas Areal
(ribu ha)
1000
7
Peningkatan luas areal dan produksi tiap tahunnya disebabkan telah
banyaknya pengembangan produksi kakao di setiap daerah. Daerah penghasil
kakao terbesar berada di kawasan timur Indonesia seperti daerah Sulawesi, Nusa
Tenggara, Kalimantan, dan Bali. Terlihat bahwa pada kurun waktu 1986 hingga
1987 yang mengalami peningkatan luas areal sebesar 73.711 ribu ha. Hal tersebut
disebabkan pada tahun 1986 pemerintah mulai mengembangkan komoditi kakao
pada daerah-daerah yang memiliki potensial besar dan kondisi yang sesuai dengan
iklim yang diperlukan tumbuh kembangnya komoditi tersebut.
Adanya peningkatan luas areal dan produksi, diharapkan terdapat
keseimbangan antara permintaan dan penawaran kakao di Indonesia maupun di
luar negeri. Apabila terjadi penawaran di dalam negeri berlebihan (over supply),
maka ekspor akan mampu memenuhi permintaan luar negeri terhadap komoditi
kakao. Namun, permintaan dunia yang semakin meningkat dari periode ke periode
masih belum mampu disertai dengan peningkatkan produksi dunia. Hal ini
mengakibatkan permintaan dunia tidak dapat terpenuhi secara maksimal.
1.2. Perumusan Masalah
Sektor pertanian di negara sedang berkembang merupakan suatu sektor
ekonomi yang potensial dalam kontribusinya terhadap pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi
nasional. Kontribusi terhadap pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi nasional yang dimaksudkan antara lain: kontribusi
produk, kontribusi pasar, kontribusi faktor-faktor produksi, dan kontribusi devisa
(Kuznets dalam Todaro, 2003).
8
Berdasarkan penjelasan di atas, ekspor berpotensial besar terhadap
perkembangan pendapatan nasional dan devisa negara. Selain itu ekspor
memberikan peluang bagi suatu negara untuk mengembangkan sumberdaya yang
dimiliki kepada negara lain. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang
yang mampu mengekspor barang pertanian terbesar di dunia baik dalam subsektor
perikanan, tanaman pangan dan perkebunan. Barang pertanian dalam subsektor
perkebunan yang menjadi komoditas utama terutama adalah kelapa sawit, karet,
kakao, kopi, rempah-rempah, dan lain-lain. Subsektor perkebunan sangat
mendominasi sektor ini sehingga perlu ditingkatkan nilai ekspornya sehingga
mampu memberikan devisa terhadap negara yang cukup tinggi.
Ekspor sektor pertanian termasuk kedalam ekspor non migas yang
memberikan pengaruh besar terhadap GDP Indonesia setelah ekspor sektor
industri. Sektor pertanian hanya mampu memberikan sumbangan terhadap nilai
ekspor lebih kecil dibandingkan sektor industri. Namun, perkembangan sektor
pertanian sangat bervariasi setiap tahunnya. Secara umum rata-rata pertumbuhan
ekspor pertanian tiap tahunnya sebesar 3,6 persen (BPS, 2006).
Pertumbuhan ekspor pertanian salah satunya sangat dipengaruhi oleh
perkembangan ekspor komoditas perkebunan. Hasil dari subsektor perkebunan
Indonesia telah dirasakan manfaatnya sejak jaman penjajahan masih ada. Banyak
masyarakat luar mengagumi kualitas dan keragaman hasil tanaman perkebunan
Indonesia, sehingga ekspor komoditas perkebunan semakin mendominasi ekspor
pertanian setelah komoditas tanaman pangan. Ekspor komoditas perkebunan
tersebut antara lain kelapa sawit, karet, kopi, biji kakao, teh, tembakau, dan
9
rempah-rempah. Adapun nilai dan volume dari ekspor komoditas perkebunan
sebagai berikut:
Tabel 1.4 Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia Tahun 2002-2006
(Juta US$)
Komoditi
Kelapa sawit
Karet
Kopi
Biji kakao
Teh
Tembakau
2002
2.349,6
1.037,6
223,9
694,6
103,4
76,7
2003
2.720,8
1.493,5
259,1
621,0
95,8
62,9
2004
3.953,6
2.180
294,1
545,7
116,0
90,6
2005
4.362,2
2.582,5
504,4
665,8
121,5
107,3
2006
5.456,2
4.320,7
588,5
855,0
134,5
102,6
Sumber: BPS, 2008
Berdasarkan Tabel 1.4, biji kakao merupakan salah satu komoditi
unggulan subsektor perkebunan. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan
nilai ekspor secara terus menerus dibandingkan dengan komoditi unggulan yang
lain. Selain itu, biji kakao merupakan komoditi utama sebagai penyumbang
terbesar bagi nilai ekspor subsektor perkebunan di Indonesia setelah kelapa sawit
dan karet yang besarnya mencapai 855 juta US$.
Selain itu, perubahan yang terjadi terhadap ekspor komoditi perkebunan
disebabkan oleh pertumbuhan ekspor pertanian secara keseluruhan. Beberapa
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor pertanian antara lain: 1. adanya
daya saing dengan negara-negara lain di dunia; 2. adanya penetapan harga pasar
dalam negeri (domestik) dan harga pasar dunia (internasional); 3. adanya
permintaan luar negeri; dan 4. nilai tukar mata uang (Lipsey, 1995)
Peningkatan produksi komoditi perkebunan khususnya kakao, seharusnya
mampu memenuhi permintaan baik di dalam maupun luar negeri tiap tahunnya.
Telah dijelaskan bahwa peningkatan produksi juga telah diimbangi dengan
peningkatan ekspor tiap tahunnya. Sebagai negara pengekspor biji kakao, sebagai
10
bahan baku produk kakao. Indonesia juga merupakan negara pengimpor produk
kakao, hal ini disebabkan masih kurangnya mutu kakao Indonesia dan
ketidakmampuan bersaing dengan negara pengekspor di Benua Afrika seperti
Pantai Gading dan Ghana.
Selain memiliki daya saing yang cukup baik, kakao sangat dimanfaatkan
dan memiliki nilai jual yang tinggi. Hal ini disebabkan kakao memiliki pasar
produk tersendiri, karena kakao merupakan produk yang digemari dan bercita rasa
tinggi. Dengan keadaan seperti itu, maka permintaan ekspor kakao meningkat dari
tahun ketahun, sehingga penawaran ekspor kakao juga meningkat. Peningkatan
permintaan ekspor kakao hal ini disebabkan peningkatan konsumsi kakao dunia.
Kakao merupakan barang pertanian yang permintaannya bersifat inelastis.
Permintaan barang pertanian yang inelastis menyebabkan berapapun perubahan
harga tidak mempengaruhi jumlah yang dikonsumsi masyarakat terhadap barang
tersebut. Seharusnya hal ini menjadi positif bagi produsen barang pertanian seperti
Indonesia, hal ini disebabkan karena perubahan jumlah yang ditawarkan tidak
berpengaruh terhadap harga barang tersebut. Sehingga mampu memberikan nilai
yang lebih bagi penerimaan berupa keuntungan.
Kakao adalah suatu komoditas yang bergantung pada musim, apabila
musimnya telah tiba maka produk yang dihasilkan akan meningkat pesat. Keadaan
produksi akan berbalik menjadi menurun apabila musimnya tidak muncul.
Keadaan ini akan berpengaruh terhadap penawaran kakao yang menurun,
sehingga permintaan dunia tidak tercukupi.
11
Sebagai salah satu pengekspor kakao terbesar dunia setelah Pantai Gading
dan Ghana. Indonesia seharusnya mampu memberikan nilai lebih terhadap
perekonomian dan pembangunan nasional. Selain itu, Indonesia merupakan
negara pengekspor terbesar di Asia, sehingga pasar Asia dapat dikuasai oleh
Indonesia. Sedangkan di pasar Uni Eropa, ekspor kakao Indonesia tidak mampu
bersaing dengan produk yang berasal dari Pantai Gading dan Ghana. Hal ini
disebabkan kualitas produk kakao yang dihasilkan Indonesia masih sangat
ketinggalan dibanding Pantai Gading dan Ghana. Salah satu kekurangannya
adalah citra mutu rendah kakao Indonesia yang menyebabkan terjadinya
pemotongan harga dan biaya kembali mengenai kualitas yang kurang baik.
Selain itu, pangsa pasar biji kakao Indonesia pada pasar internasional telah
mampu menempati urutan ketiga. Namun, belum mampu mengimbangi dua
negara kompetitornya yaitu Pantai Gading dan Ghana. Kakao sebagai salah satu
penghasil devisa terbesar terhadap ekspor di sektor pertanian yang dapat dijadikan
potensi ekspor kakao Indonesia sebagai perluasan pasar. Namun, peningkatan
ekspor yang terus meningkat (Tabel 1.4), belum mampu memberikan hasil yang
optimal. Selain itu, ekspor kakao yang meningkat juga belum mampu memberikan
hasil yang besar terhadap pendapatan nasional. Sehingga diperlukan upaya dalam
peningkatan ekspor biji kakao Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, ekspor kakao perlu ditingkatkan untuk
memperluas pasar sehingga mampu meningkatkan pendapatan nasional. Maka
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
12
1. Bagaimana perkembangan ekspor kakao Indonesia di pasar Internasional?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penawaran ekspor kakao
Indonesia di pasar Internasional?
3. Bagaimana elastisitas produksi biji kakao terhadap penawaran ekspor biji
kakao dalam jangka pendek dan jangka panjang?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Menganalisis
perkembangan
ekspor
kakao
Indonesia
di
pasar
Internasional.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kakao
Indonesia.
3. Mengestimasi elastisitas produksi biji kakao terhadap penawaran ekspor
biji kakao dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi
berbagai pihak. Adapun manfaaat penelitian ini antara lain:
1. Bagi pemerintah, penelitian ini memberikan gambaran umum yang lebih
jelas dengan menjadikannya informasi dalam pengambilan kebijakan yang
tepat bagi perkembangan ekspor biji kakao Indonesia, sehingga mampu
memiliki daya saing yang lebih baik dari negara pengekspor lainnya.
13
2. Bagi masyarakat umum, diharapkan penelitian ini dapat menambah
wawasan mengenai ekspor hasil pertanian khususnya biji kakao di
Indonesia terhadap pasar Internasional.
3. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
ilmu pengetahuan yang lebih beranekaragam.
4. Bagi penulis selanjutnya, penelitian ini sebagai bahan rujukan dan bahan
pertimbangan dengan topik penelitian yang serupa mengenai ekspor hasil
pertanian di subsektor perkebunan khususnya biji kakao.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengambil permasalahan yang ada pada perekonomian
nasional di Indonesia yang berkaitan dengan pertumbuhan makroekonomi yaitu
ekspor komoditi unggulan di sektor pertanian yaitu subsektor perkebunan.
Komoditi subsektor perkebunan yang dimaksudkan adalah kakao yaitu biji kakao.
Periode amatan yang dilakukan dalam penelitian adalah tahun 1981
sampai dengan tahun 2006. Hal ini dimaksudkan agar penelitian ini dapat
menganalisis faktor-faktor apa saja yang mampu menjelaskan perubahan ekspor
kakao di Indonesia. Sehingga pemerintah dapat mengembangan kakao agar
mampu memiliki daya saing terhadap produk negara lain.
Pasar komoditi biji kakao didominasi oleh negara yang berasal dari Benua
Afrika karena iklim dan cuaca yang sesuai untuk pengembangan biji kakao.
Indonesia sebagai negara yang mampu menguasai pasar Asia dan menjadi
produsen ketiga biji kakao di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.
14
Pada penelitian ini sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang
berasal dari laporan dan data statistik tahunan. Data tersebut berasal dari
Direktorat
Jenderal
Perkebunan
(Departemen
Pertanian),
Departemen
Perindustrian, Departemen Perdagangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM), Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), Internasional Cacao
Organization (ICCO), dan International Financial Statistics (IFS).
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1. Tanaman Kakao
Beberapa literatur mengatakan bahwa tanaman kakao dengan nama latin
Theobroma cacao merupakan tanaman yang bukan berasal dari Indonesia,
melainkan berasal dari lembah hulu sungai Amazon, Amerika Selatan. Tanaman
ini tumbuh di hutan hujan tropis, pohon kakao telah tumbuh sejak 2000 tahun
yang lalu. Tanaman kakao dibawa masuk ke Indonesia melalui Sulawesi Utara
oleh Bangsa Spanyol sekitar tahun 1560 (Departemen Pertanian, 1981).
Pohon cokelat berasal dari Amerika Selatan yang terdapat di sepanjang
sungai Amazon. Dengan akar yang tumbuh di hutan hujan tropis, pohon kakao
telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak 2000 tahun yang lalu. Nama
resmi dari pohon kakao adalah Theobroma cacao (“Theobroma” adalah latin dari
makanan Tuhan) Astec dan Mayan dari Amerika menanam pohon kakao jauh
sebelum kedatangan penjelajahan Eropa. Mesoamerican Indians yang pertama
membuat minuman dari biji kakao yang telah dihancurkan dicampur dengan air
dan zat perasa seperti serbuk cabe, vanili, dan bumbu lainnya. Minuman ini akan
menjadi minuman spesial untuk pemerintah Mayan pada upacara spesial.
Mayan menggunakan biji kakao seperti mata uang. Menurut sejarah
Spanyol abad ke 16, kelinci disamakan dengan harga 10 biji kakao dan anak kuda
seharga 50 biji. Penyerbuan orang-orang Spanyol yang belajar tentang kakao dari
Indians Astec pada tahun 1500-an dan membawa makanan baru yang menarik
16
kaum Eropa. Pada negara Spanyol, cocoa telah menjadi minuman hanya untuk
kaum raja. Mereka meminumnya saat hangat memberi rasa dengan gula dan
madu. Cocoa perlahan berkembang di istana raja Eropa dan pada abad ke-17 telah
menjadi barang mewah untuk kelas paling atas.
Menurut Reyhan (2008), Pertama kali kakao dijadikan sebagai bahan dasar
pembuatan cokelat dilakukan oleh bangsa Olmec yang berada di sepanjang pantai
teluk di selatan Meksiko. Selain itu biji kakao dapat digunakan untuk bahan
pembuat minuman dan selaput putih yang terdapat pada biji kakao dapat
dimanfaatkan sebagai sumber gula untuk minuman beralkohol.
Suku Maya kuno di Rio Azul, daerah Guatemala Utara memanfaatkan
cokelat yang ditemukan pada tembikar sebagai minuman sejak tahun 400 SM.
Selain itu pada peradaban pertama yang mendiami Meso-Amerika itu mengenal
pohon “kakawa” yang buahnya dikonsumsi sebagai minuman xocolatl yang
berarti minuman pahit. Pada saat itu minuman tersebut sangat perlu dikonsumsi
setiap hari, mereka percaya bahwa minuman ini simbol kemakmuran. Penyajian
minuman ini juga tidak sembarangan sehingga minuman ini menjadi bernilai
sangat tinggi.
Pada saat peradaban Maya klasik runtuh (tahun 900 SM) lalu digantikan
dengan bangsa Toltec, biji kakao menjadi komoditas utama kuasa Meso-Amerika.
Sejak masa Kerajaan Aztec berkuasa pada tahun 1500 SM, daerah yang meliputi
Kota Meksiko (Meso-Amerika) saat ini dikenal sebagai daerah yang paling kaya
akan biji kakao. Selain itu, suku Aztec menganggap bahwa biji kakao merupakan
17
“makanan para dewa” yang biasanya digunakan dalam upacara keagamaan dan
sebagai hadiah.
Sedangkan pada masa Kolombia-Meso Amerika, kebudayaan suku Maya,
Toltec, dan Aztec biji kakao sering digunakan sebagai mata uang. Sementara pada
tahun 1544 M, delegasi Maya Kekchi dari Guatemala masih membudidayakan
minuman cokelat sebagai hadiah untuk negara kunjungan.
Menurut
Litbang perkebunan (2006) kakao merupakan tanaman
perkebunan dan industri berupa pohon yang dikenal di Indonesia sejak tahun
1560, namun baru menjadi komoditi yang penting sejak tahun 1951. Pemerintah
Indonesia mulai menaruh perhatian dan mendukung industri kakao pada tahun
1975, setelah PTP VI berhasil menaikan produksi kakao per hektar. Peningkatan
produksi tersebut melalui penggunaan bibit unggul Upper Amazon Interclonal
Hybrid yang merupakan hasil persilangan antar klon dan sabah. Tanaman tropis
tahunan ini berasal dari Amerika Selatan. Penduduk Maya dan Aztec di Amerika
Selatan dipercaya sebagai perintis pengguna kakao dalam makanan dan minuman.
Sampai pertengahan abad ke XVI, selain bangsa di Amerika Selatan, hanya
bangsa Spanyol yang mengenal tanaman kakao. Berasal dari Amerika Selatan
tanaman ini menyebar ke Amerika Utara, Afrika dan Asia.
Menurut jenis tanaman biji kakao digolongkan kedalam dua jenis, yaitu:
biji kakao jenis mulia (fine cocoa) dan biji kakao jenis lindak (bulk cocoa).
Sedangkan menurut jenis mutunya digolongkan kedalam tiga jenis mutu, antara
lain mutu I, mutu II, dan mutu III.
18
Definisi dari kualitas kakao yang berlaku di pasaran internasional menurut
Model Ordinance dalam Manik adalah sebagai berikut:
a.
Harus terfermentasi, kering (kadar air 6-7 persen); bebas dari bau dan rasa
asap (smoky); bebas bau asing; dan bebas dari bukti pemalsuan.
b.
Bebas dari serangga hidup yang terdapat dalam biji kakao tersebut.
c.
Seragam ukurannya; tidak ada biji pecah, fragmen dan kulit biji; dan bebas
dari benda asing.
Kualitas biji kakao ditentukan berdasarkan standar uji yang berlaku, yaitu
menurut SP-45-1976 yang direvisi bulan Februari 1990 atas usulan dari Asosiasi
Kakao Indonesia (Askindo). Dalam penentuan kualitas tersebut, yang dimaksud
dengan biji kakao adalah biji tanaman kakao (Theobroma cacao LINN) yang telah
difermentasikan, dibersihkan, dan dikeringkan. Syarat umum kualitas biji kakao
yang telah ditentukan terdapat pada Tabel 2.1 dan syarat khusus kualitas biji
kakao pada tercantum pada Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Syarat Umum Kualitas Biji Kakao
Karakteristik
Kadar air (%)
Biji berbau asap dan atau
abnormal dan atau berbau asing
Serangan hidup
Kadar biji pecah dan atau pecahan
biji dan atau pecahan kulit
(% bobot per bobot ), kas.
Kadar benda asing (% bobot per bobot),
maks.
Syarat
7,50
Cara Pengujian
SP-SMP-345-1985
ISO 2291 - 1980
Tidak Ada
Organoleptik
Tidak Ada
Visual
3
SP-SMP-346-1985
0
SP-SMP-346-1985
Sumber: Asosiasi Biji Kakao Indonesia, 1990 (www.bi.go.id)
19
Tabel 2.2 Syarat Khusus Kualitas Biji Kakao
Jenis Mutu
Kakao
Mulia
(Fine
Cocoa)
I-AA-F
I-A-F
I-B-F
I-C-F
II-AA-F
II-A-F
II-B-F
II-C-F
Kakao
Lindak
(Bulk
Cocoa)
I-AA
I-A
I-B
I-C
II-AA
II-A
II-B
II-C
Jumlah
biji/100
gr, maks
Kadar biji
berkapang
%(bobot per
bobot), maks
Kadar biji tak
terfementasi
% (b/b), maks
Kadar biji
berserangga, pipih
dan berkecambah
% (b/b), maks
-
-
-
-
85
100
110
120
85
100
110
120
3
3
3
3
4
4
4
4
3
3
3
3
8
8
8
8
3
3
3
3
6
6
6
6
Sumber : Standar Biji Kakao, Asosiasi Kakao Indonesia, 1990 (www.bi.go.id)
Berdasarkan Tabel 2.2 dapat disimpulkan bahwa syarat mutu kualitas yang
harus dimiliki oleh biji kakao yang baik dengan mengetahui jenis mutu. Setiap
jenis mutu dapat dilihat kualitasnya dengan persyaratan sebagai berikut: jumlah
biji per 100 gram; kadar air maksimal (% bobot per bobot); jamur yang terdapat
pada biji kakao secara maksimal (% b/b); biji yang tak terfermentasi secara
maksimal (% b/b); biji berserangga, hampa, dan berkecambah (% b/b); biji yang
pecah (% b/b); benda asing yang masuk dalam biji kakao ( % b/b).
Manfaat yang didapat oleh tubuh dalam mengkonsumsi kakao terdapat
dari kandungan bahan yang ada dalam kakao tersebut. Adapun kandungan bahan
yang terdapat pada biji kakao tercantum pada Tabel 2.3 berikut:
20
Tabel 2.3 Kandungan Bahan yang Terdapat pada Kakao
Kandungan bahan
Air
Lemak
Abu
Nitrogen :
Total N
Protein N
Thebromine
Cafein
Karbohidrat :
Glukosa
Sukrosa
Pati
Pektin
Serat kasar
Selulosa
Pentosan
Gum dan mucilage
Tannin :
Asam Tanat
Cacao Purple/ brown
Asam-asam Organik:
Asetat
Sitrat
Oksalat
Keping biji
Kulit Biji
2,1
54,7
2,7
3,8
3,4
8,1
2,2
1,3
1,4
0,07
2,8
2,1
1,3
0,1
0,1
6,1
4,1
2,1
1,9
1,2
1,8
0,1
0.8
18,6
13,7
7,1
9,0
2,0
4,2
1,3
2,0
0,1
0,3
0,1
0,7
0,3
Sumber: Zahratus Sakdiyah, 2005
Kakao mengandung alkaloid-alkaloid seperti teobromin, fenetilamina, dan
anandamida, yang memiliki efek fisiologis untuk tubuh. Kandungan-kandungan
ini banyak dihubungkan dengan tingkat serotonin dalam otak. Menurut ilmuwan,
cokelat yang dimakan dalam jumlah normal secara teratur dapat menurunkan
tekanan darah. Cokelat hitam akhir-akhir ini banyak mendapatkan promosi karena
menguntungkan kesehatan bila dikonsumsi dalam jumlah sedang, termasuk
kandungan anti oksidannya yang dapat mengurangi pembentukan radikal bebas
dalam tubuh.
21
2.1.2. Pengertian Ekspor
Ekspor dalam arti sederhana adalah barang dan jasa yang telah dihasilkan
disuatu negara kemudian dijual ke negara lain. Ekspor adalah proses transportasi
barang (komoditas) dan jasa dari suatu negara ke negara lain secara legal,
umumnya dalam proses perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah
tindakan untuk mengeluarkan barang (komoditas) dan jasa dari dalam negeri
untuk memasukannya ke negara lain. Ekspor barang secara besar umumnya
membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun
penerima. Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan internasional
(Wikipedia, 2008).
Menurut Lipsey (1995), ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan
barang yang dapat dihasilkan oleh suatu negara, kemudian diperdagangkan
kepada negara lain dengan tujuan mendapatkan devisa. Suatu negara dapat
mengekspor barang-barang yang dihasilkannya ke negara lain yang tidak dapat
menghasilkan barang-barang yang dihasilkan negara pengekspor.
2.1.3. Pengertian Penawaran
Penawaran adalah banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual pada
suatu pasar tertentu, pada periode tertentu dan pada tingkat harga tertentu.
Penawaran dapat dikenal juga sebagai gabungan seluruh barang yang ditawarkan
oleh penjual pada pasar tertentu, dan pada berbagai macam tingkat harga tertentu
(Putong, 2003).
22
2.1.4. Pengertian Elastisitas Penawaran
Elastisitas penawaran adalah tingkat perubahan penawaran atas barang dan
jasa yang diakibatkan karena adanya perubahan harga barang dan jasa tersebut.
Elastisitas harga penawaran mengukur seberapa banyak penawaran barang dan
jasa berubah ketika harganya berubah. Elastistas harga ditunjukkan dalam bentuk
prosentase perubahan atas kuantitas yang ditawarkan sebagai akibat dari satu
persen perubahan harga (Yasinta, 2008).
Elastisitas penawaran adalah mengukur rasio persentase perubahan jumlah
yang ditawarkan pada suatu komoditi terhadap persentase perubahan harganya
(Lipsey, 1995). Selain itu, elastisitas penawaran menurut Limbong dan Sitorus
(1985) adalah merupakan suatu ukuran dari tingkat kepekaan dari jumlah barang
yang ditawarkan terhadap perubahan harga.
2.2. Kerangka Pemikiran Teoritis
2.2.1. Teori Perdagangan Internasional
Dasar dalam perdagangan internasional adalah adanya perdagangan barang
dan jasa antara dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan. Perdagangan ini terjadi apabila terdapat permintaan dan penawaran
pada pasar internasional. Selain itu perdagangan internasional mampu
menggerakkan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Perdagangan Internasional atau perdagangan antar negara sudah ada sejak
dahulu, namun dalam jumlah dan ruang lingkup yang terbatas. Pada masa itu
pemenuhan kebutuhan suatu negara yang tidak dapat berproduksi yang terlibat
23
dalam perdagangan dipenuhi dengan cara barter. Perdagangan internasional
diawali dengan pertukaran atau perdagangan tenaga kerja dengan barang dan jasa
lainnya.
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu
dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau
pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Pada beberapa negara,
perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan
GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat
Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan
politik baru dirasakan beberapa abad yang lalu. Perdagangan internasional pun
turut mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran
perusahaan multinasional (Wikipedia, 2008).
Perdagangan dalam arti yang sederhana adalah suatu proses yang timbul
sehubungan dengan pertukaran komoditi antar negara. Adam Smith dalam
Salvatore (1997) menyatakan bahwa perdagangan antar dua negara didasarkan
pada keunggulan absolut (absolute advantage) yaitu suatu negara akan melakukan
spesialisasi dan ekspor terhadap suatu jenis barang tertentu di mana negara
tersebut tidak mempunyai keunggulan absolut terhadap negara lain yang
memproduksi barang sejenis.
Perdagangan internasional dianggap sebagai suatu akibat dari adanya
interaksi antara permintaan dan penawaran yang bersaing. Permintaan (demand)
24
dan penawaran (supply) akan tampak dalam bentuk yang sudah dikenal serta
merupakan suatu interaksi dari kemungkinan produksi dan preferensi konsumen.
Suatu negara akan mengekspor komoditas yang dihasilkan lebih murah dan
mengimpor komoditas yang dihasilkan lebih mahal dalam penggunaan
sumberdaya (Lindert dan Kindleberger, 1995). Perdagangan internasional
semacam itu akan mendorong peningkatan konsumsi dan keuntungan. Sebaliknya
kebijakan pembatasan perdagangan oleh pemerintah justru memberikan kerugian
yang lebih besar bagi masyarakat dalam negeri dibandingkan manfaat yang
diperoleh (Forum Penelitian Agro Ekonomi, 2004).
Pada prinsipnya perdagangan antara dua negara lain timbul karena adanya
perbedaan dalam permintaan dan penawaran. Selain itu, perdagangan itu timbul
karena adanya keinginan untuk memperluas pemasaran komoditi ekspor untuk
menambah penerimaan devisa. Hal ini bertujuan sebagai upaya penyediaan dan
pembangunan negara yang bersangkutan. Perbedaan permintaan dan penawaran
dapat diakibatkan karena perbedaan penawaran dapat disebabkan oleh jumlah dan
kualitas faktor produksi serta tingkat teknologi.
Volume ekspor suatu komoditi dari negara tertentu ke negara lain
merupakan selisih antara penawaran domestik dan permintaan domestik yang
disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply). Pada pihak lain, kelebihan
penawaran dari negara tersebut merupakan permintaan impor bagi negara lain
atau merupakan kelebihan permintaan (excess demand). Selain dipengaruhi oleh
permintaan dan penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
pasar dunia seperti harga komoditas itu sendiri, jumlah komoditas itu sendiri dan
25
komoditas substitusinya di pasar internasional serta hal-hal yang dapat
mempengaruhi harga baik secara langsung maupun tidak langsung (Salvatore,
1997).
Harga
Harga
Harga
ES
Ekspor
Sa
Pb
B
P*
D
Pa
A
Sb
Impor
Db
ED
Da
0
Jumlah
Negara A (Eksportir)
0
Jumlah
Perdagangan Internasional
0
Jumlah
Negara B (Importir)
Sumber: Salvatore, 1997
Gambar 2.1 Kurva Perdagangan Internasional
Pada Gambar 2.1 di atas menjelaskan terdapat perdagangan internasional
antara negara A dan negara B. Sehingga pada perdagangan internasional antara
negara A sebagai negara pengekspor dan negara B sebagai negara pengimpor
terjadi keseimbangan harga komoditi relatif. Selain itu perdagangan internasional
terjadi akibat kelebihan penawaran pada negara A dan kelebihan permintaan pada
negara B.
Pada negara A harga suatu komoditas sebesar Pa, dan di negara B harga
komoditas tersebut sebesar Pb, cateris paribus. Pada pasar internasional harga
yang dimiliki oleh negara A akan lebih kecil yaitu berada pada harga P* sehingga
negara A akan mengalami kelebihan penawaran (excess supply) di pasar
internasional.
26
Pada negara B, terjadi harga yang lebih besar dibandingkan harga pada
pasar internasional. Sehingga akan terjadi kelebihan permintaan (excess demand)
di pasar internasional. Pada keseimbangan di pasar internasional kelebihan
penawaran negara A menjadi penawaran pada pasar internasional yaitu pada
kurva ES. Sedangkan kelebihan permintaan negara B menjadi permintaan pada
pasar internasional yaitu sebesar ED. Kelebihan penawaran dan permintaan
tersebut akan terjadi keseimbangan harga sebesar P*.
Peristiwa tersebut akan mengakibatkan negara A mengekspor, dan negara
B mengimpor komoditas tertentu dengan harga sebesar P* di pasar internasional.
Dari penjelasan di atas didapat bahwa perdagangan internasional (ekspor-impor)
terjadi karena terdapat perbedaan antara harga domestik (Pa dan Pb), dan harga
internasional (P*); permintaan (ED), dan penawaran (ES) pada komoditas
tertentu. Selain itu, nilai tukar mata uang (exchange rate) pada pasar internasional
antara suatu negara dengan negara lain secara tidak langsung akan menyebabkan
ekspor dan impor pada suatu negara.
2.2.2. Teori Penawaran
Penawaran suatu komoditi adalah jumlah komoditi yang bersedia
ditawarkan oleh produsen pada pasar dengan tingkat harga dan waktu tertentu.
Harga dan jumlah komoditi yang ditawarkan berhubungan secara positif dengan
semua faktor yang lain tetap sama, jika harga barang naik maka jumlah yang
ditawarkan akan meningkat dan sebaliknya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran suatu komoditas
secara umum adalah harga komoditas itu sendiri, komoditas alternatif, harga
27
faktor produksi, tujuan perusahaan, tingkat penggunaan teknologi, pajak, subsidi
dan harapan harga yang akan datang (Lipsey, 1995).
1. Harga komoditas
Hipotesa dasar ekonomi menyatakan bahwa hubungan antara harga
suatu komoditas dengan jumlah penawarannya memiliki hubungan positif,
artinya semakin tinggi harga suatu komoditas maka semakin besar pula
jumlah yang ditawarkan, demikian pula sebaliknya, cateris paribus. Dengan
adanya peningkatan harga maka akan merangsang produsen untuk
meningkatkan produksinya dan menjualnya dengan tujuan peningkatan
keuntungan (Lipsey, 1995).
Elastisitas harga untuk penjualan merupakan gambaran dari seberapa
jauh kepekaan jumlah yang ditawarkan akibat perubahan harga itu sendiri.
Elastisitas untuk penawaran adalah positif, ini berarti semakin besar
elastisitas harga untuk penawaran semakin peka jumlah yang ditawarkan
akibat perubahan harga produk itu sendiri.
2. Harga produk alternatif
Komoditas alternatif dapat berupa komoditas komplemen (joint
product) ataupun komoditas substitusi (competitive product). Antara
komoditas dengan produk komplemennya memiliki hubungan elastisitas
penawaran positif. Sehingga peningkatan harga suatu produk komplemen
akan menurunkan jumlah penawaran komoditas tersebut. Jika terjadi
peningkatan harga terhadap suatu produk substitusi maka akan meningkatkan
28
jumlah penawaran komoditas. Hal ini disebabkan adanya hubungan elastisitas
penawaran yang negatif antara komoditas dengan produk substitusinya.
3. Harga faktor produksi
Harga suatu faktor produksi merupakan biaya yang harus dikeluarkan
oleh perusahaan. Semakin tinggi harga faktor produksi yang dikeluarkan
perusahaan akan menurunkan laba yang diterima perusahaan tersebut. Hal ini
akan menyebabkan perusahaan menurunkan produksinya. Sehingga harga
faktor produksi yang mengalami peningkatan akan menurunkan jumlah
komoditas yang ditawarkan.
4. Tujuan perusahaan
Jumlah komoditas yang ditawarkan juga tergantung pada tujuan
perusahaan.
Tidak
semua
perusahaan
memiliki
tujuan
untuk
memaksimumkan keuntungan. Perusahaan yang mementingkan volume
produksi akan menghasilkan dan menjual lebih banyak atau meningkatkan
penawaran.
5. Tingkat penggunaan teknologi
Penggunaan teknologi baru akan meningkatkan efisiensi waktu dan
tenaga, serta meningkatkan modal. Peningkatan modal tersebut berasal dari
peningkatan penerimaan dan penurunan biaya pada penggunaan faktor
produksi yang sama. Hal ini menyebabkan peningkatan penawaran (cateris
paribus), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan korelasi positif
antara teknologi dengan jumlah penawaran.
29
Pergeseran kurva penawaran dapat dilihat pada Gambar 2.2 terjadi
apabila variabel yang mempengaruhi penawaran berubah. Kurva penawaran
bergeser ke kiri dari S0 ke S1 apabila terjadi penurunan penawaran yang
diakibatkan oleh perubahan tertentu dalam tujuan yang ingin dicapai
produsen atau adanya kenaikan harga barang-barang faktor produksi yang
penting untuk memproduksi komoditas tersebut. Sebaliknya, pergeseran
kurva penawaran ke arah kanan dari S0 ke S2, menunjukkan adanya
peningkatan penawaran harga barang-barang faktor produksi yang penting
untuk memproduksi barang tersebut.
Harga
S1
S0
S2
0
Jumlah
Sumber: Lipsey, 1995
Gambar 2.2 Kurva Penawaran
Penawaran ekspor merupakan jumlah komoditi yang ditawarkan oleh
suatu negara (produsen) ke negara lain (konsumen) dan juga untuk memenuhi
permintaan lain. Jumlah yang ditawarkan merupakan suatu arus yang dinyatakan
dalam berapa banyak per periode waktu tertentu. Besarnya penawaran tergantung
30
pada harga komoditas itu sendiri, harga input, tujuan perusahaan, dan tingkat
teknologinya.
2.2.3. Teori Ekspor
Menurut
Salvatore
(1997),
terdapat
beberapa
alasan
sehingga
dilakukannya ekspor oleh suatu negara, antara lain: pertama, keinginan untuk
memenuhi berbagai kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dari produksi atau hasil
dalam negeri, termasuk kebutuhan yang dapat diproduksi namun diperlukan biaya
yang lebih tinggi dibandingkan jika diproduksi di luar negeri. Kedua, keinginan
suatu negara untuk memperluas pemasaran komoditas domestik untuk
meningkatkan sumber devisa bagi kegiatan pembangunan.
Menurut Lipsey (1995) pertumbuhan ekspor suatu komoditas dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain:
1. Adanya daya saing dengan negara-negara lain di dunia. Oleh karena itu
suatu negara hendaknya melakukan spesialisasi sehingga negara tersebut
dapat mengekspor komoditi yang telah diproduksi untuk dipertukarkan
dengan apa yang dihasilkan negara lain dengan biaya yang lebih rendah
dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara
tersebut.
2. Adanya penetapan harga pasar dalam negeri dan harga pasar internasional.
Jika harga pasar internasional lebih tinggi daripada harga pasar domestik,
maka produsen akan lebih memilih untuk memasarkan komoditi yang ia
produksi ke pasar internasional sehingga akan meningkatkan pertumbuhan
ekspor di negara tersebut.
31
3. Adanya permintaan dari luar negeri. Semakin tinggi permintaan dari luar
negeri akan komoditi yang dihasilkan oleh suatu negara, maka semakin
tinggi pula pertumbuhan ekspor di negara tersebut.
4. Nilai tukar mata uang. Apabila suatu negara mengalami depresiasi nilai
tukar, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut.
Hal itu terjadi karena depresiasi nilai tukar menyebabkan harga-harga
komoditi domestik terlihat lebih murah di mata internasional sehingga
permintaan luar negeri untuk komoditi tersebut akan meningkat.
2.2.4. Teori Elastisitas Penawaran
Elastisitas penawaran sering disimbolkan dengan Es , adapun perumusan
elastisitas (misalkan: elastisitas penawaran terhadap harga) antara lain:
Es =
:
=
X
atau
X
Keterangan :
dQ
= perubahan jumlah yang ditawarkan
= jumlah rata-rata yang ditawarkan
Q
= jumlah awal
dP
= perubahan harga
= harga rata-rata
P
= harga awal
32
Elastisitas dibagi menjadi 3 macam, antara lain:
1.
Inelastis Sempurna (Es = 0)
Penawaran inelastis sempurna akan terjadi apabila perubahan harga yang terjadi
tidak berpengaruh terhadap jumlah penawaran, Gambar 2.3 (i).
2.
Elastistas Uniter (Es = 1)
Penawaran ini akan terjadi apabila perubahan harga sebanding dengan jumlah
penawaran, Gambar 2.3 (ii).
3.
Elastis Sempurna (Es = ~)
Penawaran elastis sempurna terjadi jika perubahan harga akan sangat
mempengaruhi jumlah penawaran, Gambar 2.3 (iii).
Harga
Harga
S
Harga
S
Es=0
Es=1
Es= ~
S
0
(i)
Jumlah
0
Jumlah
(ii)
Jumlah
0
(iii)
Gambar 2.3 Kurva Elastisitas Penawaran
Pengukuran elastisitas dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh peubah
eksogen terhadap peubah pelaku endogen. Elastisitas dibahgi menjadi dua yaitu
elastisitas jangka pendek dan elstisitas jangka panjang.
33
1.
Elastisitas jangka pendek
x
E(Xi)sr =
2.
Elastisitas jangka panjang
E(Xi)lr =
-
Keterangan:
E(Xi)sr = elastisitas peubah Xi dalam jangka pendek
E(Xi)lr = elastisitas peubah Xi dalam jangka panjang
= koefisien dari peubah Xi (peubah eksogen)
= rata-rata peubah Xi (peubah eksogen)
= rata-rata peubah Yi (peubah endogen)
an
= nilai koefisien regresi dugaan dan peubah beda kala
Jika elastisitas lebih besar dari satu (E>1) maka peudah endogen responsif
terhadap peubah eksogen, begitupun sebaliknya.
2.3. Tinjauan Empiris
Penelitian Manik (2006) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor
kakao Indonesia menunjukkan bahwa perkembangan volume ekpor kakao
Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Perkembangan ekspor dan nilai ekspor
kakao Indonesia tidak selalu menunjukkan peningkatan yang sama. Pada saat
ekspor meningkat tidak selalu diiringi dengan nilai yang meningkat.
34
Pada penelitian tersebut negara Singapura merupakan negara pengimpor
biji kakao terbesar dari Indonesia, dengan volume yang meningkat dari tahun ke
tahun. Pada negara Singapura harga domestik dan nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS tidak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor biji kakao, sedangkan
harga ekspor dan volume ekspor tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap
ekspor biji kakao Indonesia.
Adapun variabel yang berpengaruh positif dalam faktor-faktor yang
mempengaruhi aliran perdagangan biji kakao Indonesia adalah populasi negara
tujuan, harga biji kakao Indonesia di negara tujuan, dan kualitas biji kakao
Indonesia. Variabel yang berpengaruh negatif adalah GDP per kapita negara
tujuan, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan, dan nilai tukar mata
uang negara tujuan terhadap dollar AS. Variabel-variabel tersebut berdasarkan
hasil penelitian Yunita (2006).
Arleen (2006) dalam menganalisis ekspor kakao menggunakan analisis
regresi gravity model dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dapat
menjelaskan model ekspor kakao di Indonesia pada periode 1983-2005
menyebutkan bahwa ketersediaan produk kakao, harga dunia dan nilai tukar
berpengaruh positif terhadap ekspor kakao. Sementara peningkatan harga
domestik kakao akan menurunkan volume ekspor kakao. Hal ini karena akan
mengurangi minat produsen untuk menjual kakao pada pasar dalam negeri dan
memilih mengekspor komoditas kakao sehingga volume ekspor akan meningkat.
Analisis dampak rencana pungutan ekspor kakao terhadap integrasi pasar
kakao Indonesia yang diteliti oleh Nurdiyani (2007) menyebutkan bahwa pasar
35
kakao dalam negeri dan dunia tersegmentasi dan tidak terintegrasi dalam jangka
pendek. Pembetukan harga kakao di dalam negeri hanya dipengaruhi oleh harga
kakao bulan sebelumnya di pasar domestik dan dipengaruhi oleh harga
sebelumnya di dunia.
2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual
Ekspor mampu meningkatkan pendapatan nasional berupa devisa negara.
Penawaran ekspor dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: jumlah produksi,
harga domestik, harga internasional, jumlah ekspor tahun sebelumnya dan nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika.
Dalam penelitian ini dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
penawaran ekspor kakao Indonesia secara kuantitatif dan kualitatif. Metode
kualitatif, untuk melihat perkembangan penawaran ekspor kakao dapat dianalisis
dengan metode deskriptif berdasarkan perkembangan volume dan nilai ekspor biji
kakao. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor kakao Indonesia dilakukan analisis regresi berganda.
Selanjutnya akan diestimasi dengan menggunakan metode Ordinary Least Square
(OLS). Variabel-variabel yang diestimasi mempengaruhi penawaran ekspor kakao
dalam penelitian ini antara lain: produksi kakao Indonesia, harga domestik kakao,
harga kakao di pasar internasional, ekspor kakao tahun sebelumnya, dan nilai
tukar (exchange rate) Rupiah terhadap Dollar Amerika.
36
Produktivitas
Stok Dalam Negeri
Luas Areal
Impor
Produksi Biji Kakao
Harga Domestik
Harga Internasional
Penawaran Biji
Kakao
Ekspor Biji Kakao
Tahun Sebelumnya
Ekspor Biji Kakao
Konsumsi
Dalam Negeri
Nilai Tukar
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Ekspor Biji Kakao
Analisis Regresi Berganda
Analisis Ordinary Least Squared
(OLS)
Pengaruh Produksi Biji Kakao, Harga Domestik, Harga
Internasional, Ekspor Biji Kakao Tahun Sebelumnya dan
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika
Kebijakan yang Sesuai untuk Meningkatkan Penawaran
Ekspor Biji Kakao Indonesia
Keterangan: ------ Ruang Lingkup Penelitian
Gambar 2.4 Diagram Konsep Alur Kerangka Berfikir
37
2.5. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran yang telah
diutarakan, maka hipotesis pada penelitian ini antara lain:
1. Produksi kakao Indonesia berpengaruh secara positif terhadap penawaran
volume ekspor kakao, artinya ekspor kakao akan meningkat apabila
produksi kakao Indonesia meningkat. Demikian sebaliknya, jika produksi
mengalami penurunan maka penawaran ekspor juga akan mengalami
penurunan.
2. Harga domestik kakao berpengaruh negatif terhadap penawaran ekspor
kakao Indonesia. Apabila harga domestik mengalami peningkatan, maka
penawaran ekspor kakao akan terjadi penurunan.
3. Penawaran ekspor kakao dipengaruhi oleh harga internasional secara
positif. Jika terjadi peningkatan harga kakao di pasar internasional, maka
pernawaran ekspor kakao akan meningkat, demikian sebaliknya.
4. Jumlah penawaran ekpor kakao tahun sebelumnya akan mempengaruhi
penawaran ekspor kakao secara positif. Apabila jumlah penawaran ekspor
tahun sebelumnya mengalami peningkatan maka penawaran ekspor akan
terjadi peningkatan, begitupun sebaliknya.
5. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika akan mempengaruhi
penawaran ekspor kakao secara positif. Saat nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika terdepresiasi maka harga barang dalam negeri lebih murah
dibandingkan harga luar negeri, sehingga daya saing meningkat dan
38
keuntungan yang dapat diperoleh juga meningkat. Hal ini menyebabkan
penawaran ekspor meningkat.
6. Kebijakan perdagangan kakao, dalam hal ini adanya standarisasi mengenai
mutu kualitas biji kakao yang diekspor akan memberikan pengaruh positif
terhadap penawaran ekspor kakao. Hal ini disebabkan dengan adanya
standarisasi menyebabkan dayasaing di pasar internasional akan
meningkat dan meningkatkan penawaran ekspor kakao Indonesia.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berasal dari beberapa literatur yang ada. Adapun sumber data yang digunakan
pada penelitian ini adalah data yang berasal dari beberapa edisi laporan seperti
Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Perkebunan (Departemen
Pertanian), Bank Indonesia (BI), Departemen Perdagangan, International Cacao
Organization (ICCO), dan International Financial Statistics (IFS). Jenis data
yang digunakan adalah data deret waktu (time series) berupa data tahunan dari
tahun 1981 hingga tahun 2006.
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Volume ekspor kakao (EX): Ton,
2. Produksi domestik (Prod): Ton,
3. Harga domestik biji kakao Indonesia (PD): Rp/Kg,
4. Harga biji kakao internasional (PW): US$/Kg,
5. Nilai tukar (ER): rupiah terhadap Dollar Amerika,
6. Volume ekspor biji kakao sebelumnya (Xt-1): Ton.
3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data
3.2.1. Metode Pengolahan Data
Pengolahan
data
yang
dilakukan
dalam
penelitian
ini
adalah
mengumpulkan data yang diperlukan, memasukkan data yang akan digunakan
40
dengan software yang menunjang penelitian, mengolah data yang telah didapat
dengan metode analisis yang digunakan pada penelitian. Dalam memasukkan data
yang digunakan untuk penelitian ini dibantu dengan menggunakan program
Microsoft Excel 2007, sedangkan untuk mengolah data untuk menganalisis tujuan
penelitian digunakan Eviews 4.1.
3.2.2. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah metode
kuantitatif (deskriptif) dan metode kualitatif. Metode deskriptif digunakan untuk
mengidentifikasi perkembangan ekspor biji kakao, perkembangan produksi kakao,
perkembangan harga domestik kakao, dan perkembangan harga internasional.
Metode kuantitatif yang digunakan metode analisis ekonometrika. Metode
Ekonometrika yang digunakan dengan menggunakan model analisis regresi
berganda yaiitu Ordinary Least Square (OLS) untuk mengetahui faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi penawaran ekspor kakao Indonesia.
3.2.3. Perumusan Model
Variabel-variabel yang diestimasi mempengaruhi penawaran ekspor kakao
(volume ekspor kakao) Indonesia antara lain produksi kakao, harga domestik biji
kakao, harga internasional biji kakao, harga ekspor biji kakao, volume ekspor
kakao tahun sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika.
Fungsi penawaran ekspor kakao Indonesia dirumuskan sebagai berikut:
Ex = f(Prod, Pd, Pw, Er, Xt-1)
Keterangan:
Ex
= Volume ekspor biji kakao (Ton)
41
Prod
= Produksi biji kakao (Ton)
Pd
= Harga domestik biji kakao (Rp/Kg)
Pw
= Harga internasional (US$/Kg)
Er
= Nilai tukar (rupiah terhadap US dollar)
Xt-1
= Volume ekspor biji kakao tahun sebelumnya (Ton)
Berdasarkan
persamaan
penawaran
di
atas,
faktor-faktor
yang
mempengaruhi ekspor dalam penelitian ini digunakan fungsi ekspor biji kakao
Cobb-douglas sebagai berikut:
=
-
t
e
(1)
Persamaan (1) secara alternatif dapat dinyatakan dalam bentuk logaritma sebagai
LnExt = Ln +LnProdt + LnPdt +  LnPwt + LnErt +  LnXt-1 + 
(2)
di mana ln = logaritma natural (yaitu logaritma dengan bilangan dasar e, di mana
e = 2,718. Maka persamaan (2) dapat dinyatakan sebagai
LnExt = +LnProdt + LnPdt +  LnPwt + LnErt +  LnXt-1 + 
(3)
di mana  = Ln 0, model ini linear dalam parameter , , dan
linear dalam logaritma variabel Ex, Prod, Pd, Pw, Er,dan Xt-1 dapat disebut juga
model log-ganda, atau log-linear.
Persamaan (3) merupakan model ekonometrika yang digunakan dalam model
penawaran ekspor biji kakao, dimana:



intersep

parameter yang akan diestimasi
LnExt
= ekspor biji kakao selama periode t
LnProdt
= produksi biji kakao selama periode t
42
LnPdt
= harga domestik biji kakao selama periode t
LnPwt
= harga internasional biji kakao selama periode t
LnErt
= nilai tukar selama periode t
LnXt-1
= volume ekspor kakao periode t-1

= error
Pengujian elastisitas pada model ekonometrika pada persamaan log-linear sebagai
berikut:
Elastisitas =
=
=
dan
dan
=
, maka didapat
=
, sehingga
= elastisitas
Jadi, berdasarkan pengujian elastisitas dapat dinyatakan bahwa nilai parameter
pada persamaan (3) merupakan nilai dari elastisitas variabel bebas terhadap
variabel terikat .
3.2.3. Pengujian Asumsi
Pengujian model tersebut dilakukan dengan kriteria statistik dan
ekonometrika. Pengujian
kriteria statistika dilakukan dengan uji koefisien
determinasi (R2), uji t, dan uji F. Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk
mengukur proporsi atau persentase total dari variasi dalam peubah bebas yang
dijelaskan oleh model regresi. Uji t dapat dilihat dari nilai probabilitas t-stat-nya.
43
Sedangkan uji F dapat dilihat dari nilai probabilitas F-stat-nya. Kemudian kedua
nilai probabilitas tersebut dibandingkan dengan taraf nyatanya. Jika nilai
probabilitasnya lebih kecil dari taraf nyata, maka peubah bebas berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikatnya.
Suatu variabel yang digunakan pada suatu penelitian memerlukan adanya
pengujian asumsi yang terdapat pada metode analisis OLS. Hal ini dimaksudkan
agar estimasi variabel penduga
yang digunakan bersifat BLUE (Best Linier
Unbias Estimation) sehingga dapat diperoleh kebenaran suatu model dalam
penelitian. Adapun uji asumsi yang dilakukan antara lain: uji heteroskedastisitas,
uji autokorelasi, uji normalitas, dan uji multikolinearitas.
1. Uji Heteroskedastisitas.
Heteroskedastisitas artinya varians kesalahan tidak sama untuk
setiap
periode
(homo
=
sama;
Skedastisitas
=
sebaran).
Uji
heteroskedastisitas dapat dilihat dari nilai probabilitas Obs*R-squared
White Heteroskedasticity. Jika nilai probabilitas lebih besar dari taraf
nyata, maka model yang digunakan bersifat homoskedastisitas (tidak
heteroskedastisitas).
2. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk melihat korelasi (hubungan)
yang terjadi antara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang
tersusun
dalam
rangkaian
waktu.
Uji
ini
dilakukan
dengan
membandingkan nilai probabilitas Obs*R-squared dari Breusch-Godfrey
44
Serial correlation LM test dengan taraf nyata. Jika nilainya Obs*Rsquared lebih besar dari taraf nyata, maka tidak terdapat autokorelasi.
3. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah nilai residual
(error term) dari model regresi terdistribusi normal atau tidak. Hal ini
dapat dilihat dari nilai probabilitas statistik Jarque-Bera. Jika nilai
probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari taraf nyata maka dapat
diputuskan bahwa residual (error term) terdistribusi normal.
4. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk melihat bagaimana
varibel bebas mempengaruhi variabel bebas lainnya dalam suatu
persamaan. Dengan kata lain, suatu persamaan dikatakan multikolinear
jika terdapat hubungan linear yang sempurna diantara atau semua peubah
bebas dari model persamaan regresi. Terjadinya multikolinearitas
disebabkan adanya kecenderungan variabel ekonomi untuk bergerak
bersama-sama sepanjang tahun dan penggunaan nilai beda kala (lag) pada
variabel penjelas dalam model.
Suatu pelanggaran terhadap asumsi bahwa tidak ada hubungan
sempurna antara variabel eksogen dalam sebuah persamaan regresi adalah
adanya multikolinearitas sempurna. Jika semakin tinggi korelasi antara dua
atau lebih variabel-variabel eksogen dalam sebuah model yang benar,
semakin sulit memperkirakan keakuratan koefisien-koefisien pada model
tersebut. Cara untuk menguji multikolinearitas dengan cara menghitung
45
Variance Inflation Factor (VIF). VIF merupakan salah satu cara untuk
mendeteksi multikolinearitas dengan melihat sejauh mana sebuah variabel
penjelas dapat diterangkan oleh semua variabel penjelas lainnya dalam
suatu persamaan regresi. Jika nilai VIF < 10, maka persamaan tersebut
tidak ada masalah multikolinearitas.
VIF =
-
Keterangan :
VIF
= Variance Inflation Factor
= korelasi antara variabel xi dengan variabel x yang lain
Semakin erat variabel xi dengan variabel bebas x lainnya maka nilai R2xi
akan meningkat dan nilai VIF meningkat.
3.2.4. Pengukuran Elastisitas
Pengukuran elastisitas dibagi menjadi dua, yaitu elastisitas dalam jangka
pendek (short run) dan elastisitas jangka panjang (long run). Untuk mengukur
derajat kepekaan setiap peubah terikat pada persamaan terhadap peubah bebas,
maka digunakan nilai elastisitas. Misalkan persamaan: Yt = α0 + α1X1t + α2X2t +
αnYt -1 , sehingga didapat :
1.
Elastisitas jangka pendek dihitung sebagai berikut :
ESR = i
Keterangan :
ESR
= elastisitas peubah terikat (Yt) terhadap peubah bebas (Xit) dalam jangka
pendek
SR
= short run (jangka pendek)
46
i
= parameter dugaan peubah terikat Xit
= rata-rata peubah terikat Xit
= rata-rata peubah bebas Yt
2.
Elastisitas jangka panjang dihitung dengan rumus sebagai berikut :
ELR =
Keterangan :
ELR
= elastisitas peubah endogen (Yt) terhadap peubah penjelas (Xit) dalam
jangka panjang
n
= nilai parameter dugaan peubah bebas berkala
Jika nilai elastisitas lebih besar dari satu (E > 1), berarti peubah bebas responsif
terhadap perubahan peubah terikat.
IV. GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN
KAKAO DI INDONESIA
Kakao merupakan tanaman perkebunan atau industri yang diperkenalkan
kepada Indonesia pertama kali oleh bangsa Spanyol di Minahasa, Sulawesi Utara
pada tahun 1560. Namun komoditi kakao ini menjadi penting sejak tahun 1951.
Pemerintah Indonesia mulai melakukan pengembangan terhadap kakao pada
tahun 1975 (Laporan Peluang Ekspor Komoditi Kakao di Uni Eropa, 2006).
Kakao merupakan komoditas pertanian yang utama dalam perdagangan
dan merupakan sumber penerimaan devisa negara yang cukup penting selama
beberapa periode terakhir ini. Pada awal tahun 2006, sektor pertanian
menyumbang Rp 291,95 miliar dari total PDB nasional Rp 2.729,71 miliar,
tercatat US$ 127 juta dihasilkan komoditas ini. Dengan total ekspor sebesar
99.030,94 ton, sektor perkebunan ini menduduki posisi ketiga sebagai penghasil
devisa setelah komoditas karet dan kelapa sawit. Selain itu kakao memberikan
kontribusi lapangan kerja bagi 1,7 juta keluarga petani.
Produksi biji kakao di Indonesia masih mengalami beberapa permasalahan
yang menghambat perkembangan ekspor kakao. Produksi biji kakao Indonesia
untuk diekspor ke pasar internasional belum mampu mengimbangi produksi biji
kakao Pantai Gading dan Ghana. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya mutu
kualitas biji kakao. Selain itu, fermentasi biji kakao yang belum sempurna dan
mengalami kerusakan pada saat pengiriman sehingga harga biji kakao Indonesia
mengalami penurunan pada pasar internasional.
48
Sebagian besar ekspor biji kakao berasal dari wilayah Sulawesi yang
merupakan sentra produksi kakao Indonesia, antara lain: Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah. Hal ini disebabkan kondisi alam dan
struktur lahan wilayah tersebut mendukung bagi perkebunan kakao. Saat ini,
pemerintah mulai mengembangkan sentra produksi kakao di masing-masing
provinsi. Pengembangan perkebunan kakao hampir dilakukan di setiap provinsi
Indonesia yang bertujuan meningkatkan hasil perkebunan kakao (Badan
Koordinasi Penanaman Modal, 2007).
4.1. Perkembangan Produksi dan Luas Areal Perkebunan Kakao Indonesia
Produksi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ekspor biji
kakao disuatu negara. Sehingga perubahan produksi akan mampu mengubah
jumlah volume yang akan diekspor. Suatu negara akan mengekspor suatu barang
apabila produksi lebih besar dibandingkan konsumsi di dalam negeri.
Produksi barang pertanian akan sangat dipengaruhi oleh luas lahan yang
dimilikinya. Luas lahan merupakan salah satu input utama bagi produksi barang
pertanian selain tenaga kerja. Produksi yang dihasilkan oleh luas lahan mampu
memperlihatkan produktivitas yang didapat oleh barang pertanian. Dapat
dikatakan bahwa produktivitas merupakan perbandingan besarnya produksi yang
dihasilkan pada setiap arel lahan yang digunakan.
Perkembangan produksi kakao di Indonesia mengalami perubahan yang
cukup berfluktuatif tiap tahunnya. Namun perubahan tersebut cenderung
mengalami peningkatan. Produksi kakao di Indonesia dihasilkan oleh tiga
49
golongan, antara lain Perusahaan Rumah Tangga, Perusahaan Badan Negara, dan
Perusahaan Badan Swasta. Produksi komoditas ini didominasi pada produksi yang
dihasilkan oleh rumah tangga. Hal ini terdapat pada Gambar 4.1 di bawah ini:
1400000
1000000
800000
Rumah Tangga
600000
Pemerintah
400000
Perusahaan
200000
0
Tahun
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008
Gambar 4.1 Grafik Produksi Menurut Jenis Usaha (1981-2006)
200
150
Pertumbuhan (%)
Luas Areal (ha)
1200000
100
50
0
-50
-100
Tahun
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008
Gambar 4.2 Pertumbuhan Produksi Kakao Tahun 1981-2006
50
Berdasarkan Gambar 4.2, pertumbuhan produksi biji kakao meningkat
pesat sebesar 171 persen pada tahun 1983. Sedangkan pertumbuhan mengalami
penurunan yang cukup besar pada tahun 1999 dibandingkan tahun-tahun lainnya.
Pertumbuhan pada tahun tersebut mengalami penurunan sebesar 18 persen.
Pertumbuhan produksi biji kakao sangat beragam dan berfluktuasi.
Pertumbuhannya tidak dapat dikatakan selalu mengalami peningkatan tiap
tahunnya. Pertumbuhan produksi yang sangat pesat pada tahun 1983 disebabkan
oleh produksi tahun sebelumnya sangat kecil hanya mencapai 7.260 ton.
Sedangkan pada tahun 1999 mengalami penurunan yang cukup besar disebabkan
produksi pada tahun 1998 meningkat. Pada tahun 1998 meningkat disebabkan
pemerintah mulai meningkatkan produksinya dan mengembangkan kakao sebagai
pengembangan sektor pertanian khususnya perkebunan. Sehingga pemerintah
meningkatkan faktor yang mempengaruhi produksi seperti memperluas areal
perkebunan yang sempat mengalami penyempitan pada tahun 1997.
Perkembangan produksi diikuti dengan perkembangan luas areal
perkebunan kakao. Kecenderungan luas areal lahan perkebunan kakao mengalami
peningkatan tiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan pemerintah dari tahun ke
tahun melakukan pengembangan pada komoditas tanaman kakao sebagai upaya
peningkatan produksi kakao untuk memenuhi permintaan di dalam negeri maupun
luar negeri.
Perkembangan luas areal kakao meningkat 75 persen pada tahun 1986
hingga 1987, pada tahun ini pemerintah mulai meningkatkan mengembangkan
komoditas kakao. Hal ini disebabkan adanya kebijakan amerika untuk
51
menurunkan tarif terhadap produk kakao Indonesia. Peristiwa tersebut mendorong
pemerintah
untuk
meningkatkan
produksinya
dengan
tujuan
mampu
meningkatkan ekspor kakao ke negara Amerika.
Tabel 4.1 Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kakao Indonesia Tahun
1981-2006
Luas Areal (ha)
Tahun
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Rata-rata
Rumah
Tangga
14.869
18.000
25.858
39.217
51.765
58.584
114.922
165.100
212.352
252.237
299.998
351.911
376.636
415.522
428.614
488.815
380.811
436.576
534.670
641.133
710.044
798.628
861.099
1.003.252
1.081.102
1.219.633
422.359,54
Pemerintah
20.678
23.308
25.132
27.667
29.198
29.994
38.391
53.137
57.600
57.600
64.406
62.437
65.525
69.760
66.021
63.025
62.455
58.261
59.990
52.690
55.291
54.815
49.913
38.668
38.295
48.930
48.968,73
Swasta
7.422
7.121
8.938
11.635
11.834
9.537
18.513
34.867
47.753
47.653
79.658
81.658
93.124
111.729
107.484
103.491
85.791
77.716
73.055
56.094
56.114
60.608
53.211
49.040
47.649
52.257
53.613,54
Jumlah
42.969
48.429
59.928
78.519
92.797
98.115
171.826
253.104
317.705
357.490
444.062
496.006
535.285
597.011
602.119
655.331
529.057
572.553
667.715
749.917
821.449
914.051
964.223
1.090.960
1.167.046
1.320.820
524.941,81
Pertumbuhan
(%)
13
24
31
18
6
75
47
26
13
24
12
8
12
1
9
-19
8
17
12
10
11
5
13
7
13
16
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2008), diolah.
Berdasarkan Tabel 4.1 perkembangan luas areal kakao terjadi penurunan
yang cukup besar pada tahun 1997 hingga 19 persen. Penurunan tersebut terjadi
52
karena banyak luas areal perkebunan dikurangi untuk mengurangi resiko dalam
sektor pertanian sehingga banyak perusahaan yang beralih usaha. Selain itu pada
tahun 1997 terjadi ketidakstabilan ekonomi, sehingga sedikit perusahaan yang
bergerak dalam bidang pertanian terutama subsektor perkebunan. Hal ini
disebabkan subsektor perkebunan akan mengalami kerugian dan resiko yang
sangat besar apabila terjadi ketidakpastian ekonomi.
Sedangkan, rata-rata pertumbuhan luas areal perkebunan kakao pertahun
pada periode 1981 sampai 2006 mencapai 16 persen. Rata-rata pertumbuhan
perkebunan kakao meningkat sebesar 16 persen. Hal ini terjadi karena pemerintah
selalu merupaya meningkatkan produksi melalui perluasan areal kakao.
4.2. Perkembangan Produktivitas Perkebunan Kakao
Produktivitas perkebunan kakao ditunjukkan oleh produksi yang mampu
dihasilkan oleh luas areal yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan.
Berdasarkan produksi kakao, perusahaan rumah tangga mendominasi produksi
terbesar di Indonesia. Demikian pula kepemilikan areal perkebunan kakao
didominasi oleh perusahaan rumah tangga. Namun berdasarkan rata-rata
produktivitas pertahun perusahaan milik pemerintah lebih besar dibandingkan
perusahaan rumah tangga. Produktivitas rata-rata pertahun pada perusahaan rumah
tangga adalah 0,45 ton per hektar (ha) atau 450 kg per ha. Sedangkan
produktivitas rata-rata pertahun pada perusahaan pemerintah yaitu sebesar 0,57
ton per ha atau setara dengan 570 kg per ha. Perusahaan milik swasta memiliki
53
produktivitas pertahun yang paling kecil diantara kedua perusahaan tersebut yaitu
sebesar 0,39 ton per ha atau sebesar 390 kg per ha.
Produktivitas (Ton/ha)
0,90
0,80
0,70
0,60
0,50
Rumah tangga
0,40
Pemerintah
0,30
Swasta
0,20
0,10
0,00
Tahun
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008
Gambar 4.3 Perkembangan Produktivitas Perkebunan Kakao (1981-2006)
Berdasarkan tampilan Gambar 4.3 produktivitas perkebunan kakao
sebelum tahun 1996, perusahaan milik pemerintah lebih besar produktivitasnya
dibandingkan produktivitas perusahaan milik rumah tangga. Namun setelah tahun
1996, perusahaan rumah tangga cenderung telah mampu menyeimbangkan
produktivitasnya dengan perusahaan pemerintah. Perusahaan swasta dalam kurun
waktu tersebut produktivitasnya selalu rendah dibandingkan kedua perusahaan
tersebut, namun terjadi perbedaan pada tahun 1982. Pada tahun tersebut
perusahaan swasta lebih unggul dibandingkan kedua perusahaan lainnya.
Perusahaan swasta mampu menghasilkan produktivitas 0,28 ton per ha atau 280
kg per ha.
54
4.3. Perkembangan Harga Biji Kakao
Harga biji kakao yang berlaku dalam pasar antara lain harga domestik
yaitu harga yang berlaku pada pasar dalam negeri, sedangkan harga internasional
adalah harga yang berlaku pada pasar dunia. Setiap tahunnya harga mengalami
perubahan, hal ini disebabkan ketidakstabilan permintaan dan penawaran terhadap
komoditas tersebut. Harga yang berfluktuasi mampu mempengaruhi jumlah
permintaan ataupun penawaran terhadap komoditas tersebut demikianpun
sebaliknya. Selain itu, perubahan harga juga dapat menjadi acuan daya saing
komoditas biji kakao terhadap perkembangan sektor perkebunan di pasar
domestik maupun pasar internasional.
Tabel 4.2 Perkembangan Harga Domestik dan Harga Internasional (Ratarata) Biji Kakao Indonesia Tahun 1990-2006
Tahun
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Harga Domestik
(Rp/Kg)
2.678
2.437
1.373
1.265
2.591
2.021
2.281
2.932
8.903
6.673
7.411
7.208
8.949
9.749
9.579
9.421
10.103
Pertumbuhan
(%)
-10
-78
-9
51
-28
11
22
67
-33
10
-3
19
8
-2
-2
7
Harga
Internasional
(US$/Kg)
1,26
1,19
1,09
1,11
1,39
1,42
1,45
1,61
1,66
1,13
0,88
1,08
1,77
1,74
3,39
3,37
3,47
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, ICCO (2008), diolah.
Pertumbuhan
(%)
-6
-9
2
20
3
2
10
3
-47
-28
18
39
-1
49
-1
3
55
Berdasarkan Tabel 4.2 perkembangan harga biji kakao domestik dan
internasional cenderung berfluktuatif. Terlihat pada tabel tersebut bahwa
pertumbuhan harga tidak selamanya mengalami peningkatan tetapi pada tahuntahun tertentu terjadi penurunan.
Harga biji kakao baik pada pasar domestik dan pasar internasional tidak
dapat ditentukan dari pertumbuhannya, karena harga biji kakao relatif tidak stabil
tiap tahunnya. Setelah masa krisis berlangsung, pada tahun 1999 terjadi
penurunan harga rata-rata biji kakao secara bersamaan antara pasar domestik dan
pasar
internasional.
Tahun
tersebut
merupakan
tahun
pertama
yang
pertumbuhannya mengalami penurunan. Pada tahun-tahun berikutnya harga biji
kakao di pasar domestik mengalami pertumbuhan yang menurun, namun tidak
serendah pertumbuhan pada tahun 1999. Sedangkan pada pasar internasional biji
kakao mengalami pertumbuhan yang menurun, tetapi penurunannya sempat
melebihi pertumbuhan di pasar domestik.
Harga biji kakao yang dinamis menyebabkan permintaan terhadap kakao
mengalami perubahan. Harga biji kakao juga dapat menentukan penawaran
terhadap ekspor kakao suatu negara. Sehingga menyebabkan perkembangan
ekspor kakao berubah tiap tahunnya. Adapun perubahan ekspor kakao pada tahun
1990 sampai dengan tahun 2006 terdapat pada Gambar 4.4.
56
700000
Ekspor (Ton)
600000
500000
400000
300000
200000
100000
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
0
Tahun
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008
Gambar 4.4 Perkembangan Ekspor Kakao Tahun 1990-2006
Berdasarkan Gambar 4.4 perkembangan ekspor kakao tiap tahunnya
mengalami peningkatan. Namun pada saat krisis ekonomi pertumbuhan ekpor
kakao mengalami pertumbuhan yang negatif. Setelah krisis berlangsung, pada
tahun 2001 mengalami penurunan sebesar 8 persen. Hal demikianpun terjadi pada
tahun 2003 yang mengalami penurunan cukup berarti hingga mencapai 31 persen.
Perkembangan ekspor kakao berbeda dengan perkembangan harga biji
kakao baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Hal ini menunjukkan
bahwa jumlah yang kakao yang diekspor tidak berpengaruh terhadap perubahan
harga biji kakao.
4.4. Kebijakan Pemerintah dalam Meningkatkan Ekspor Kakao
Upaya peningkatan ekspor selalu dikembangkan oleh pemerintah dalam
rangka meningkatkan pendapatan berbasis pertanian. Pertanian di Indonesia telah
menjadi sektor pendukung dalam meningkatkan devisa negara, sehingga
57
pemerintah mampu meningkatkan pendapatannya. Oleh sebab itu, pemerintah
mengeluarkan kebijakan dalam upaya perdagangan ekspor komoditas pertanian.
Kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan ekspor biji
kakao yang menjadi komoditas subsektor perkebunan salah satunya adalah
standarisasi komoditas yang akan diperdagangkan di pasar internasional.
Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian
dan Perdagangan, dimaksudkan agar biji kakao yang diekspor memiliki daya
saing dan mutu yang berkualitas. SNI biji kakao dikeluarkan pemerintah pertama
kali pada tahun 1976 namun diberlakukan kembali dengan revisi pada tahun 1990,
mengenai standarisasi fermentasi biji kakao.
Selain standarisasi nasional yang dikeluarkan Departemen Perindustrian
dan Perdagangan, pemerintah mengelurkan kebijakan dalam rangka meningkatkan
promosi ekspor biji kakao berupa penetapan tarif yang lebih rasional. Penetapan
tarif tersebut sudah dilakukan pemerintah sejak tahun 1985, yaitu dengan
pengurangan tarif maksimum dari 255 persen menjadi 0-60 persen. Hal ini
dilakukan disebabkan lemahnya akses pasar biji kakao di pasar internasional.
Kedua kebijakan tersebut diberlakukan pemerintah untuk menangani
permasalahan pemotongan harga dan penanganan kembali untuk produk ekspor
biji kakao. Selama ini biji kakao yang di ekspor ke luar negeri belum mampu
memenuhi standarisasi ekspor dunia. Pada tahun 1985, pemerintah Amerika
menurunkan tarif untuk komoditas biji kakao hingga 0-60 persen sebagian besar
diberlakukan 5-35 persen. Semula tarif yang diberlakukan Amerika sebesar 255
persen, hal ini menyebabkan lemahnya akses pasar Indonesia pada pasar
58
internasional. Diharapkan dengan adanya penurunan tarif yang diberlakukan
Amerika terhadap produk Indonesia mampu meningkatkan ekspor di pasar
internasional.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Perkembangan Ekspor Biji Kakao Indonesia
Telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa biji kakao merupakan
komoditas perkebunan yang memberikan devisa terbesar setelah kelapa sawit dan
karet. Perkembangan ekspor biji kakao tidak terlepas dari perkembangan
penawaran yang berasal dari produksi yang dihasilkan. Selain itu, perkembangan
ekspor biji kakao Indonesia telah mampu memasuki pasar internasional. Pada
pasar internasional, biji kakao Indonesia menempati urutan pertama sebagai
produsen di Benua Asia.
Perkembangan volume dan nilai ekspor biji kakao Indonesia dalam kurun
waktu 1981 hingga 2006 cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Ratarata volume ekspor sebesar 225.699,27 ton pertahun. Sedangkan rata-rata nilai
ekspor biji kakao pertahun sebesar 290.440,15 US$. Pertumbuhan volume dan
nilai ekspor biji kakao memiliki rata-rata setiap tahunnya sebesar 23 persen. Hal
ini menunjukkan bahwa rata-rata tiap tahunnya baik volume dan nilai ekspor biji
kakao selalu meningkat sebesar 23 persen.
Biji kakao memiliki pertumbuhan volume dan nilai ekspor yang sangat
meningkat tajam mencapai lebih dari 100 persen yaitu pada tahun 1983 sebesar
121 persen. Hal ini disebabkan pemerintah mulai mengembangkan biji kakao
sebagai subsektor perkebunan unggulan di daerah yang berpotensial, terutama di
Pulau Sulawesi dan Kawasan Timur Indonesia (KTI).
60
Selain itu, pertumbuhan yang pesat pada ekspor biji kakao terjadi pada
tahun 1983, yaitu pertumbuhan produksi mencapai 171 persen (Tabel 4.1). Hal
tidak berbeda jauh pertumbuhannya dengan volume dan nilai ekspor yang
mencapai 121 persen dan 175 persen.
Perkembangan ekspor biji kakao yang meningkat tiap tahunnya, tidak
berjalan secara terus menerus namun juga terjadi pertumbuhan nilai ekspor biji
kakao yang menurun pada tahun 1986, 1999, 2000, 2003, dan 2004. Namun
penurunan volume ekspor tidak selalu diikuti dengan penurunan volume ekspor.
Pada tahun 2003, penurunan volume dan nilai ekspor terjadi secara bersamaan.
Volume ekspor mengalami penurunan sebesar 24 persen. Pertumbuhan volume
yang mengalami penurunan tersebut disebabkan mewabahnya hama penggerek
pada buah kakao. Sedangkan pada tahun tersebut, nilai ekspor tumbuh mengalami
penurunan hingga 11 persen.
Berdasarkan perkembangan ekspor biji kakao, cenderung pemerintah
meningkatkan ekspor biji kakao yang berasal dari pengusaha rumah tangga. Selain
itu, pemerintah selalu berusaha untuk mengurangi rendahnya produktivitas
tanaman biji kakao yang disebabkan masih dominannya penggunaan benih asalasalan yang digunakan oleh pengusaha rumah tangga. Perkembangan ekspor biji
kakao tidak terlepas dari teknologi yang digunakan untuk meningkatkan
produktivitas untuk mengendalikan hama penggerek buah kakao.
Ekspor biji kakao dalam kurun waktu tersebut juga pernah mengalami
pertumbuhan yang tetap dan cenderung kecil. Hal ini terjadi pada volume ekspor
yang hanya memiliki pertumbuhan satu persen dua tahun berturut-turut yaitu pada
61
tahun 1994 dan 1995. Selain itu, pada beberapa tahun sebelumnya yaitu tahun
1984 terjadi pertumbuhan yang tetap atau tidak terjadi pertumbuhan sama sekali.
Tabel 5.1 Perkembangan Ekspor Biji Kakao Indonesia
Tahun
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Rata-rata
Volume Ekspor
(Ton)
6.814
11.395
25.228
25.163
31.429
35.014
40.991
61.274
75.851
119.725
145.217
176.001
228.799
231.168
233.593
322.858
265.949
334.807
419.874
424.089
392.072
465.622
355.726
366.855
463.632
609.035
225.699,27
Pertumbuhan
(%)
Nilai Ekspor
(US$)
67
121
0
25
11
17
49
24
58
21
21
30
1
1
38
-18
26
25
1
-8
19
-24
3
26
31
23
11.340
15.212
41.802
53.285
63.844
60.963
66.337
81.907
85.232
127.091
149.918
158.835
210.934
279.390
309.328
373.927
419.066
502.906
423.273
341.860
389.262
701.034
621.022
546.560
664.338
852.778
290.440,15
Pertumbuhan
(%)
34
175
27
20
-5
9
23
4
49
18
6
33
32
11
21
12
20
-16
-19
14
80
-11
-12
22
28
23
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008 (diolah)
Berdasarkan Tabel 5.1 rata-rata volume dan nilai ekspor biji kakao yang
berasal dari komoditas ini telah mampu berkembang dengan cepat. Selain itu,
ditandai pula dengan peningkatan volume dan nilai yang terjadi pada tiap
tahunnya. Walaupun tiap tahunnya tidak terjadi peningkatan yang sangat berbeda,
62
tetapi hal tersebut dapat menunjukkan bahwa komoditas ini sangat diperhatikan
perkembangannya oleh pemerintah.
5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Biji Kakao
Indonesia
Setelah dijelaskan mengenai perkembangan biji kakao di Indonesia pada
periode 1981 hingga 2006, maka pada subbab ini akan dianalisis mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi penawaran ekspor biji kakao. Adapun untuk
mengetahui
hubungan
penawaran
ekspor
dengan
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya digunakan model ekonometrika dengan metode OLS. Model
yang akan diestimasi:
LnExt =
+
LnProdt +
LnPdt +
LnPwt +
LnErt +
LnXt-1 +
Pada penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor
biji kakao (Ex) diantaranya yaitu: produksi biji kakao (Prod), harga domestik biji
kakao (Pd), harga biji kakao di pasar internasional (Pw), nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika (Er), dan ekspor biji kakao tahun sebelumnya (Xt-1).
Adapun hasil estimasi model penawaran ekspor biji kakao tercantum pada Tabel
5.2.
63
Tabel 5.2 Hasil Estimasi Terhadap Peubah Terikat LnEx (Ekspor Biji
Kakao)
Variable
Coeficient
t-Statistic
Probability
0,316694
1,983713
0,0612*
LnProd
-0,027076
-0,154687
0,8786
LnPd
-0,063846
-0,507819
0,6171
LnPw
0,043351
0,191088
0,8504
LnEr
0,581639
3,703008
0,0014*
LnXt-1
1,036997
2,355741
0,0288
C
0,983582
0,320286
R-Squared
Prob Obs* R-squared
0,979478
Adjusted R-squared
(LM Test)
2,108109
0,133675
Durbin Watson Stat
Prob Obs* R-squared
239,6413
F-Statistik
(White Heteroscedasticity)
0,000000
0,953709
Prob F-statistik
Prob Jarque-Bera
Sumber
: Hasil Penelitian (2008)
Keterangan : *Signifikan pada taraf nyata 10%
Berdasarkan hasil estimasi model penawaran ekspor biji kakao pada Tabel
5.2 menunjukkan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini baik. Hal ini
dapat dilihat dari uji kriteria statistik dan ekonometrika. Uji kriteria statistik dapat
dilihat dari R*Squared, F-Statistik dan t-Statistik. Sedangkan uji ekonometrika
dilihat dari uji Autokorelasi, uji Heteroskedastisitas, uji Normalitas dan uji
Multikolinearitas.
Berdasarkan Tabel 5.2 R-squared lebih besar dari 90 persen, menunjukkan
kemampuan produksi, harga domestik, harga internasional, nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika dan ekspor biji kakao tahun sebelumnya dapat
menjelaskan keragaman ekspor biji kakao sebesar 98 persen dengan uji secara
parsial menunjukkan nilai probabilitas t-stat yang lebih kecil dari taraf nyata 10
persen. Sedangkan uji secara serempak menunjukkan nilai probabilitas f-stat yang
lebih kecil dari taraf nyata 10 persen yaitu sebesar 0 persen. Pada uji
64
ekonometrika menunjukkan bebas dari autokolerasi, heteroskedastisitas, dan
normalitas.
Model ini terbebas dari autokorelasi dapat dilihat dari nilai probabilitas
Obs* R- Squared (LM Test) lebih besar dari taraf nyata 10 persen yaitu sebesar 32
persen. Selain itu model ini juga terbebas dari heteroskedastisitas yang dapat
dilihat dari nilai probababilitas Obs R-Squared (White Heteroskedastisitas) lebih
besar dari taraf nyata 10 persen yaitu sebesar 13 persen.
Model tersebut juga tersebar secara normal yang dilihat dari probabilitas
Jarque-Bera yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Probabilitas Jarque-Bera
pada model tersebut sebesar 95 persen. Hal ini menunjukkan bahwa model ini
tersebar secara normal atau tidak terjadi gangguan normalitas.
Tabel 5.3 Nilai Correlation Matriks (Uji Multikolinearitas)
LnEx
LnProd
LnPd
LnPw
LnEr
LnEx
1,000000 0,984026 0,757884 -0,112420 0,916026
LnProd
0,984026 1,000000 0,777065 -0,060962 0,926739
LnPd
0,757884 0,777065 1,000000
0,266150 0,929652
LnPw
-0,112420 -0,060962 0,266150
1,000000 0,069339
LnEr
0,916026 0,926739 0,929652
0,069339 1,000000
LnXt-1
0,989859 0,983414 0,762178 -0,112220 0,919647
Sumber: Hasil Penelitian (2008)
Ln Xt-1
0,989859
0,983414
0,762178
-0,112220
0,919647
1,000000
Uji multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel 5.3 bahwa nilai correlation
matriks antara peubah bebas yang memiliki nilai korelasi lebih dari [0,8] adalah
sebanyak delapan (VIF = 8). Hal ini menunjukkan bahwa nilai VIF < 10, maka
tidak terdapat masalah pada uji multikolinearitas (hubungan antara peubah bebas)
pada model tersebut.
65
5.2.1. Pengaruh Produksi Terhadap Ekspor
Hasil estimasi pada model penawaran ekspor biji kakao menunjukkan
bahwa produksi berpengaruh secara positif dan signifikan. Hal ini menjelaskan
bahwa setiap peningkatan pada produksi akan meningkatkan penawaran ekspor
biji kakao. Hal ini dapat dilihat berdasarkan probabilitas yang ditunjukkan pada
Tabel 5.2. Probabilitas produksi lebih kecil dari pada taraf nyata 10 persen, yaitu
sebesar 6 persen. Produksi berpengaruh secara positif terhadap penawaran ekspor
biji kakao ditunjukkan oleh nilai koefisien sebesar 0,31 memiliki arti bahwa setiap
peningkatan produksi sebesar 1 persen, cateris paribus, akan menyebabkan
pertumbuhan penawaran ekspor biji kakao sebesar 0,31 persen.
Peningkatan produksi berpengaruh langsung secara positif terhadap
penawaran ekspor biji kakao. Saat produksi mengalami peningkatan maka
ketersediaan produk biji kakao meningkat sehingga penawaran di dalam negeri
maupun luar negeri meningkat. Produksi mampu meningkatkan penawaran ekspor
biji kakao jika produk yang dihasilkan oleh setiap daerah mampu meningkatkan
kualitas sesuai dengan mutu yang telah ditetapkan oleh negara tujuan ekpor biji
kakao. Dengan demikian produksi biji kakao Indonesia mampu meningkatkan
penawaran ekspor biji kakao. Begitupun sebaliknya, jika produksi terjadi
penurunan maka penawaran ekspor biji kakao akan mengalami penurunan karena
tidak ada barang yang ditawarkan kepada konsumen.
Ton
66
900000
800000
700000
600000
500000
400000
300000
200000
100000
0
Ex
Prod
Tahun
Sumber: Dirjenbun, 2008
Gambar 5.1 Jumlah Ekspor dan Produksi Biji Kakao Indonesia
Jumlah ekspor biji kakao pada tahun 1981 hingga 2006 cenderung
mengalami peningkatan yang sejalan dengan peningkatan produksi. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan penawaran akan mampu meningkatkan
jumlah volume yang diekspor. Namun, pada tahun 1999 terjadi penurunan
produksi yang tidak disertai dengan penurunan ekspor. Hal ini disebabkan oleh
berkurangnya lahan untuk menanam kakao pada tahun 1997, dimana luas areal
perkebunan kakao mengalami pertumbuhan yang menurun. Perkebunan kakao
mengalami pengkonversian lahan yang berubah menjadi lahan kelapa sawit.
Selain itu, terjadi penyerangan terhadap perkebunan kakao yang disebabkan oleh
hama penggerek.
Produksi sangat berpengaruh terhadap penawaran ekspor biji kakao
sehingga peningkatannya akan mampu meningkatkan penawaran ekspor biji
kakao. Namun peningkatan ekspor biji kakao juga perlu didukung dengan adanya
peningkatan kualitas mutu produk biji kakao untuk ekspor. Hal ini dimaksudkan
untuk mengurangi pengiriman kembali biji kakao yang telah diekspor kenegara
67
tujuan yang disebabkan oleh mutu yang tidak sesuai dengan standar mutu di
negara tersebut.
Pentingnya peningkatan kualitas hasil produksi biji kakao ditandai dengan
adanya peningkatan standar mutu biji kakao sesuai dengan syarat mutu biji kakao
untuk diekspor. Hal tersebut dilakukan dengan cara memperhatikan mutu cita rasa
yang berasal dari proses fermentasi secara benar. Beberapa negara pengimpor biji
kakao yang berasal dari Indonesia sangat mempertimbangkan beberapa hal, antara
lain: keamanan produk untuk dikonsumsi, produk yang ramah lingkungan dan cita
rasa produk. Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, produksi biji kakao
Indonesia yang sesuai dengan syarat mutu akan mampu meningkatkan ekspor biji
kakao ke luar negeri.
5.2.2. Pengaruh Harga Domestik Terhadap Ekspor
Harga domestik berhubungan secara negatif dan tidak signifikan terhadap
penawaran ekspor biji kakao. Hal tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 5.2 yang
menunjukkan probabilitas harga domestik lebih besar daripada taraf nyata 10
persen yaitu sebesar 87 persen. Nilai koefisien yang ditunjukkan pada hasil
estimasi sebesar -0,027 memiliki arti bahwa setiap peningkatan harga domestik
sebesar 1 persen, cateris paribus, akan menyebabkan penurunan penawaran ekpor
biji kakao sebesar 0,027 persen.
Perubahan harga domestik cenderung berfluktuasi setiap tahunnya, namun
sering terjadi peningkatan. Pertumbuhan harga domestik yang terjadi pada pasar
biji kakao Indonesia terlihat pada Gambar 5.1. Peningkatan harga domestik yang
terjadi cenderung tidak sejalan dengan pertumbuhan ekspor biji kakao Indonesia.
68
Harga domestik mempengaruhi penawaran ekspor biji kakao secara
negatif dan tidak signifikan. Penawaran ekspor biji kakao dipengaruhi harga
domestik secara negatif, apabila harga biji kakao pada pasar domestik mengalami
penurunan maka produsen yang menginginkan keuntungan maksimal lebih
memilih untuk menjualnya pada pasar internasional. Demikian sebaliknya, jika
harga pasar domestik tinggi maka produsen cenderung untuk menjual produknya
di dalam negeri sehingga penawaran untuk ekspor mengalami penurunan.
Namun, harga domestik tidak berpengaruh secara signifikan pada komoditi
ekspor biji kakao. Hal ini disebabkan oleh penawaran ekspor biji kakao pada
penelitian ini tidak dipengaruhi oleh berapa harga yang berlaku pada pasar
domestik, tetapi kualitas yang terjaga pada produk biji kakao yang dihasilkan oleh
produsen. Penawaran ekspor bahan mentah seperti biji kakao, perlu diperhatikan
mutu yang terjamin agar diterima oleh konsumen dalam negeri maupun luar
negeri.
5.2.3. Pengaruh Harga Internasional Terhadap Ekspor
Berdasarkan hasil estimasi model penawaran ekspor, harga internasional
biji kakao berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap eskpor biji kakao ke
luar negeri. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.2, yang menunjukkan probabilitas
harga internasional lebih besar daripada taraf nyata 10 persen yaitu sebesar 61
persen. Nilai koefisien sebesar -0,063 memiliki arti bahwa setiap peningkatan
harga internasional sebesar 1 persen, cateris paribus, akan menyebabkan
penurunan penawaran ekspor biji kakao sebesar 0,063 persen.
69
Harga internasional berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
penawaran ekspor biji kakao. Hal ini disebabkan oleh negara tujuan ekspor yang
melakukan sistem pemotongan harga terhadap produk Indonesia yang memiliki
mutu rendah. Jika harga internasional meningkat maka kecenderungan untuk
meningkatkan ekspor lebih besar, namun saat kondisi over supply maka harga
internasional yang tinggi akan meningkatkan nilai potongan untuk memilih biji
kakao yang berkualitas baik. Produksi Indonesia yang diekspor ke luar negeri
belum mampu memberikan kualitas yang baik sehingga saat harga internasional
meningkat, Indonesia mengurangi ekspornya. Hal ini terjadi karena potongan
yang didapatkan lebih kecil dan produsen mendapatkan keuntungan yang lebih
besar apabila menurunkan jumlah ekspor dibandingkan meningkatkan jumlah
ekspor.
Pada kasus ini, saat harga internasional mengalami peningkatan tetapi
tidak mampu mempengaruhi jumlah ekspor biji kakao ke luar negeri. Hal ini
disebabkan negara tujuan ekspor lebih mementingkan kualitas produksi yang
memiliki mutu terjamin dan baik. Dengan demikian harga yang cenderung
berfluktuatif tidak mempengaruhi jumlah produk biji kakao yang mampu diekspor
Indonesia ke luar negeri.
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor biji kakao terbesar di
dunia. Namun Indonesia bukan merupakan pembuat harga bagi komoditas biji
kakao, melainkan sebagai penerima harga. Sedangkan Pantai Gading, Ghana,
Kamerun, dan Nigeria yang merupakan anggota ICCO dapat mempengaruhi harga
70
dengan berkolusi yaitu menahan ekspor biji kakao mereka sehingga harga di pasar
internasional dapat meningkat .
Pada pasar internasional, persaingan harga tidak perjadi karena komoditas
yang diperdagangkan homogen dan mengacu pada harga di pasar internasional.
Indonesia yang memiliki kualitas yang rendah tetap mengacu pada harga yang
berlaku di pasar, meskipun terdapat potongan harga dari negara tujuan sebagai
kebijakan pasar.
5.2.4. Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Ekpor
Variabel nilai tukar mempengaruhi penawaran ekspor secara positif namun
tidak berpengaruh secara signifikan. Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitasnya
yang lebih besar dari nilai taraf nyata 10 persen yaitu sebesar 85 persen. Nilai
koefisien yang ditunjukkan hasil estimasi menunjukkan angka 0,043 yang berarti
setiap peningkatan nilai tukar rupiah terhadap dollar meningkat sebesar 1 persen
maka penawaran ekspor biji kakao akan meningkat sebesar 0,043 persen.
Saat nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika terdepresiasi maka harga
barang dalam negeri lebih murah dibandingkan harga luar negeri, sehingga daya
saing meningkat dan keuntungan yang dapat diperoleh juga meningkat. Hal ini
menyebabkan penawaran ekspor meningkat. Akan tetapi pada kasus ini terdapat
perbedaan. Meskipun ketika nilai rupiah terdepresiasi sehingga menyebabkan
harga dalam negeri lebih murah dan daya saing meningkat, namun tidak dapat
dipungkiri bahwa Indonesia kalah kualitas dibandingkan Pantai Gading dan
Ghana. Sehingga akan tetap banyak potongan harga dari negara tujuan ekspor.
71
Sehingga peningkatan daya saing itu belum tentu meningkatkan penawaran ekspor
kakao.
Potongan harga yang dijadikan sebagai kebijakan pasar akan terus
diberlakukan kepada Indonesia selama mutu kualitas biji kakao yang dihasilkan
tidak dapat terjaga dengan baik. Selain itu, kebijakan pasar ini dimaksudkan agar
Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor biji kakao terbesar mampu
meningkatkan kualitas produksinya agar lebih mampu bersaing pada pasar
Internasional.
5.2.5. Pengaruh Ekspor pada Tahun Sebelumnya Terhadap Ekspor
Ekspor tahun sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap
penawaran ekspor biji kakao saat ini. Nilai probabilitas yang ditunjukkan pada
hasil estimasi model penawaran, probabilitas ekspor biji kakao tahun sebelumnya
lebih kecil dibandingkan dengan taraf nyata 10 persen, yaitu sebesar 0,0014 atau
0,14 persen. Nilai koefisien regresi variabel ini bernilai positif sebesar 0,58 yang
berarti setiap peningkatan 1 persen ekspor tahun lalu akan meningkatkan
penawaran ekspor sebesar 0,58 persen.
Apabila ekspor tahun sebelumnya mengalami peningkatan maka ada
kecenderungan produsen untuk meningkatkan ekspornya ke luar negeri pada
tahun berikutnya. Demikian sebaliknya, jika ekspor tahun sebelumnya mengalami
penurunan maka ekspor saat ini akan berkurang. Pengaruh ekspor biji kakao tahun
sebelumnya sangat besar, hal ini disebabkan produsen biji kakao mendapatkan
pedoman untuk melihat kesempatan dalam mengekspor biji kakao tahun
berikutnya.
72
Ekspor
biji
kakao
yang
yang dilakukan
oleh
Indonesia
lebih
mementingkan kapasitas yang akan diekspor. Hal ini menyebabkan pengiriman
untuk ekspor akan semakin besar dengan melihat jumlah yang diekspor tahun
sebelumnya. Ekspor yang dilakukan tahun sebelumnya menjadi acuan dalam
pengiriman selanjutnya sehingga jumlah ekspor selanjutnya akan semakin besar.
Idealnya, ekspor tahun sebelumnya lebih mampu melihat bagaimana kondisi pasar
sebelumnya. Sehingga tahun berikutnya akan memperbesar kapasitas biji kakao
untuk diekspor.
5.3. Elastisitas Penawaran Biji Kakao Terhadap Harga Internasional
Pada model penawaran ekspor biji kakao terdapat dua variabel yang
berpengaruh secara signifikan yaitu produksi dan ekspor tahun sebelumnya (lag).
Berdasarkan hasil estimasi dapat diketahui berapa elastisitas produksi terhadap
penawaran ekspor biji kakao. Sehingga didapat elastisitas jangka pendek dan
jangka panjang.
Nilai dugaan elastisitas jangka pendek yang diperoleh berdasarkan nilai
koefisien regresi variabel produksi, yaitu sebesar 0,3167. Hal ini berarti kepekaan
produksi terhadap ekspor biji kakao dalam jangka pendek adalah sebesar 0,3167.
Dengan demikian jika terjadi peningkatan produksi sebesar satu persen maka akan
meningkatkan penawaran ekspor biji kakao sebesar 0,3167 persen dalam jangka
pendek.
Sedangkan nilai dugaan elastisitas dalam jangka panjang adalah sebesar
0,7569. Hal ini berarti terjadi peningkatan produksi sebesar satu persen maka akan
73
mampu meningkatkan ekspor dalam jangka panjang sebesar 0,7569 persen.
Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa produksi dalam jangka panjang lebih
mampu meningkatkan ekspor dalam jangka panjang. Jika produksi ditingkatkan
maka dalam jangka panjang peningkatan ekspor biji kakao lebih baik
dibandingkan dalam jangka pendek.
Dengan demikian perkebunan kakao memiliki prospek jangka panjang
yang baik. Karena dalam jangka waktu yang lama produksi akan mampu
meningkat dengan pesat dan faktor-faktor produksi seperti areal perkebunan akan
bertambah seiring dengan waktu berjalan. Selain itu, ekspor akan meningkat
dengan pengembangan perkebunan biji kakao dengan perbaikan kualitas mutu biji
kakao yang berkembang terus menerus.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Perkembangan ekspor biji kakao Indonesia cenderung mengalami
peningkatan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya peningkatan yang terjadi tiap
tahunnya. Hal tersebut didukung dengan adanya upaya pemerintah yang selalu
melakukan perbaikan-perbaikan kualitas mutu biji kakao yang menjadi salah satu
komoditas ekspor unggulan Indonesia.
Penawaran ekspor biji kakao Indonesia sangat dipengaruhi oleh jumlah
produksi dan ekspor yang dilakukan pada tahun sebelumnya. Produksi dan jumlah
ekspor tahun sebelumnya mempengaruhi penawaran ekspor secara positif.
Sedangkan variabel harga domestik, harga internasional, dan nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika belum mampu mempengaruhi ekspor biji kakao secara
signifikan.
Nilai dugaan elastisitas produksi dalam jangka panjang lebih besar
dibandingkan dalam jangka pendek. Hal ini menunjukkan bahwa produksi dalam
jangka panjang lebih memiliki pengaruh cukup besar dalam meningkatkan ekspor
biji
kakao
Indonesia
dibandingkan dalam
jangka pendek.
Selain itu,
perkembangan ekspor biji kakao dalam jangka panjang akan mampu berkembang
dengan baik dibandingkan dengan ekspor jangka pendek. Hal ini disebabkan
pengembangan pemerintah setiap tahun terhadap perkebunan kakao akan
mengalami peningkatan secara terus menerus. Pengembangan tersebut berupa
penentuan standar mutu biji kakao yang berkualitas untuk produksi yang akan
75
diekspor, pemberian bibit unggul kepada petani kakao, dan penyuluhan untuk
menanggulangi hama penggerek pada perkebunan kakao.
6.2. Saran
Peningkatan ekspor biji kakao tidak hanya dapat dilakukan dengan
peningkatan kuantitas melainkan perlu juga dilakukan peningkatan mutu dan
kualitasnya. Hal ini dimaksudkan agar para produsen tidak mengalami kerugian
akibat adanya potongan-potongan harga bagi mutu kakao yang rendah sebagai
kebijakan pasar. Selain itu, mutu biji kakao yang perlu diperhatikan, agar tidak
terjadi pengiriman kembali produk biji kakao ke Indonesia sehingga ekspor
menjadi sia-sia. Pengendalian mutu biji kakao lebih diutamakan untuk perusahaan
rumah tangga, karena sebagian besar produksi yang dihasilkan berasal dari rumah
tangga.
Peningkatan kualitas dapat dilakukan melalui peningkatan teknologi
sehingga biji kakao yang akan diekspor dapat memiliki standar mutu fermentasi
yang baik. Selain itu, pemerintah juga harus disiplin dalam memberlakukan
kebijakan penetapan standar mutu biji kakao yang tetap untuk diekspor. Sehingga
ekspor biji kakao Indonesia akan semakin meningkat di pasar internasional.
Perlu adanya pengembangan perluasan areal perkebunan kakao (daerah
agroklimat) yang sesuai dengan kondisi iklim dan cuaca yang dibutuhkan oleh
tanaman kakao. Hal tersebut dilakukan dengan memanfaatkan lahan tidur yang
masih produktif untuk meningkatkan produksi dalam jangka panjang. Jika
produksi yang dihasilkan sesuai dengan keinginan pasar internasional maka
76
komoditas biji kakao akan mampu memperluas pasar dan bersaing dengan Pantai
Gading dan Ghana.
Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan mampu mengelompokkan harga
sesuai dengan kualitas biji kakao. Sehingga mampu melihat perbedaan penawaran
ekspor biji kakao dengan kualitas tertentu. Selain itu, perlu memasukkan pengaruh
penurunan tarif yang dilakukan negara tujuan ekspor (kebijakan pasar) sebagai
variabel dummy.
DAFTAR PUSTAKA
Arleen. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Kakao
Indonesia [Skripsi]. Program Studi Manajemen Agribisnis, FAPERTA, IPB,
Bogor.
Bank Indonesia. 2007. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI). Bank
Indonesia, Jakarta.
Bank Indonesia. 2007. Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil
2007. [Bank Indonesia Online]. http//www.bi.go.id [31 Juli 2008].
Badan Pusat Statistika. 2007. Statistik Indonesia 2007. Badan Pusat Statistik,
Jakarta.
Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2007. Laporan Komoditas Kakao Indonesia
2006. BKPM, Jakarta.
Departemen Pertanian. Beberapa Edisi. Statistik Perkebunan Indonesia (Kakao)
1981-2007. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta.
Departemen Perdagangan. 2008. Perkembangan Ekspor-Impor Indonesia 20002007.[Departemen Perdagangan Online]. http://www.depdag.go.id [7 Juli
2008]
Gujarati, D. 1997. Ekonometrika Dasar. Penerjemah Soemarno Zain. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
International Cacao Organization. 2008. Annual Report 2007. [ICCO Online].
http://www.icco.org [12 Agustus 2008]
Jiaravanon, S. 2007. Masa Depan Agribisnis Indonesia: Perspektif Seorang
Praktisi. IPB Press, Bogor.
Koutsoyiannis. 1977. Theory of Econometrics. 2nd Edition. The Mac Millan Press
Ltd. New York.
Limbong, W.H dan Sitorus, P. 1985. Pengantar Tataniaga Pertanian. Program
Studi Manajer Koperasi Unit Desa (KUD), Fakultas Politeknik Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lindert, P. H dan C. P. Kinderleberger. 1995. Ekonomi Internasional. Erlangga,
Jakarta.
78
Lipsey, G. R. 1995. Pengantar Mikro Ekonomi. Jilid I. Binarupa Aksara, Jakarta.
Manik, H.M.BR.G. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Biji
Kakao Indonesia [Skripsi]. Program Sarjana Ekstensi Manajemen
Agribisnis, FAPERTA, IPB, Bogor
Nurasa, T dan Chairul M. 2005. Laporan Peluang Ekspor Komoditi Kakao di Uni
Eropa. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan
Litbang Pertanian, Bogor.
Pasaribu, S. H. Djoni, H. Tony I. 2005. Pedoman Penulisan Skripsi. Departemen
Ilmu Ekonomi, FEM, IPB, Bogor.
Putong, I. 2004. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Edisi 2. Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Sakdiyah, Z. 2006. Kapita Selekta Tanaman Perkebunan (Kakao). Silabus Mata
Kuliah Kapita Selekta. Fakultas MIPA, UI, Jakarta.
Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima, Jilid 1. Haris Munandar
[Penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
Sihombing, R.B. 1997. Analisis Penawaran dan Permintaan Teh Hitam Indonesia
di Pasar Domestik dan Internasional [Tesis]. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian, FAPERTA, IPB, Bogor.
Suryani, D dan Zulfebriansyah. 2007. “Komoditas Kakao: Potret dan Peluang
Pembiayaan”. Economic Review. No.210: 1-8.
Tambunan, T.T.H. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia. Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Todaro, M.P. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia ketiga, dalam Haris
Munandar (penerjemah). Erlangga, Jakarta.
Wikipedia Indonesia. 2007. Sejarah Kakao Indonesia. [Wikipedia Online].
http://id.wikipedia.org/wiki/Kakao [7 Juli 2008].
LAMPIRAN
79
Lampiran 1. Data Mentah
Tahun
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Ex
6.814
11.395
25.228
25.163
31.429
35.014
40.991
61.274
75.851
119.725
145.217
176.001
228.799
231.168
233.593
322.858
265.949
334.807
419.874
424.089
392.072
465.622
355.726
366.855
463.632
609.035
Prod
13.137
7.260
19.640
26.502
33.798
34.327
50.199
79.335
110.509
142.347
174.899
207.147
258.059
269.981
304.866
373.999
330.219
448.927
367.475
421.142
536.804
571.155
698.826
691.704
748.828
769.386
Pd
1.008,0
823,0
1.561,0
2.004,0
2.025,0
1.917,0
2.039,0
1.968,0
1.881,0
2.003,0
1.932,0
1.372,9
1.265,1
1.747,2
2.021,0
2.280,8
2.931,8
8.903,2
6.672,5
7.411,2
7.208,2
8.949,1
9.576,0
9.579,0
9.421,0
10.103,0
Pw
1,77
2,01
1,66
2,05
2,33
2,17
1,98
1,57
1,23
1,26
1,19
1,09
1,11
1,39
1,42
1,45
1,61
1,66
1,13
0,88
1,08
1,77
1,74
3,39
3,37
3,47
Keterangan:
Ex
: Volume Ekspor Biji Kakao (Ton)
Prod : Produksi Biji Kakao (Ton)
Pd
: Harga Domestik (Rp/ Kg)
Pw
: Harga Dunia (US$/ Kg)
Er
: Nilai Tukar (Rupiah terhadap Dollar Amerika)
Xt-1 : Volume Ekspor Biji Kakao Tahun Sebelumnya (Ton)
Er
749,6
763,9
1.040,7
1.052,8
1.235,7
2.007,3
2.340,8
2.329,4
2.361,6
2.704,5
2.849,4
2.835,3
2.898,2
3.211,7
3.430,8
3.426,7
6.274,0
11.299,4
9.724,2
12.501,4
13.070,0
12.154,1
12.578,7
14.427,5
14.049,7
13.569,7
Xt-1
4.680
6.814
11.395
25.228
25.163
31.429
35.014
40.991
61.274
75.851
119.725
145.217
176.001
228.799
231.168
233.593
322.858
265.949
334.807
419.874
424.089
392.072
465.622
355.726
366.855
463.632
80
Lampiran 2.Hasil Estimasi Penawaran Ekspor Biji Kakao Indonesia
Dependent Variable: LNEX
Method: Least Squares
Date: 01/07/09 Time: 13:08
Sample: 1981 2006
Included observations: 26
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
LNPROD
LNPD
LNPW
LNER
LNXt-1
C
0.316694
-0.027076
-0.063846
0.043351
0.581639
1.036997
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.159647
0.175037
0.125725
0.226863
0.157072
0.440200
0.983582
0.979478
0.183399
0.672703
10.61671
2.108109
1.983713
-0.154687
-0.507819
0.191088
3.703008
2.355741
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
Prob.
0.0612
0.8786
0.6171
0.8504
0.0014
0.0288
11.79002
1.280228
-0.355132
-0.064802
239.6413
0.000000
Lampiran 3. Uji Normalitas
7
Series: Residuals
Sample 1981 2006
Observations 26
6
5
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
4
3
2
1
Jarque-Bera
Probability
0
-0.4
-0.2
0.0
0.2
-6.79E-16
0.001981
0.365493
-0.333389
0.164037
0.040832
2.715688
0.094794
0.953709
0.4
Lampiran 4. Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
0,750344 Probability
Obs*R-squared
0,987778 Probability
0,397174
0,320286
81
Lampiran 5. Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
Obs*R-squared
2,031323
14,95598
Probability
Probability
Lampiran 6. Perhitungan Elastisitas Produksi
ESr
= nilai parameter dugaan
= 0,3167 (nilai Koefisien)
ELr = ESr /(1- koef lag ekspor)
= 0,3167/ (1-0,5816)
= 0,7569
0,104208
0,133675
Download