198 pengaruh kebisingan dengan gangguan pendengaran di dusun

advertisement
Pengaruh Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran di Dusun Jagalan (Putri Sayidah)
PENGARUH KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI
DUSUN JAGALAN TEGALTIRTO BERBAH SLEMAN
1
1,2,3
Putri Sayidah, 2Novita Sekarwati, 3Dewi Wahyu Indriyani
Prodi Kesehatan Lingkungan STIKES Wirahusada Yogyakarta
ABSTRACT
Hearing disorders caused by noise (noise induced hearing loss or NIHL) is a deaf which is caused
by exposure of loud noise in a considerable period of time and usually it is caused by environmental
noise. There are many factors making people deaf easily such as intensity, high noise frequency,
the period of exposure by noise, individual sensitivity, and many more. According to the preliminary
research, the noise intensity measuring in Dusun Jagalan, Tegaltirto, Berbah, Sleman produces
average results that is 63,61 dB that means it exceeds of threshold number. The general objective
in this research is to find out the effect of noise to hearing disorders in dusun jagalan, Tegalrejo,
Berbah, Sleman. The specific objective is to find out the noise and noise disorders in society living
in RT 5 Dusun Jagalan, Tegaltirto, Berbah, Sleman.This research uses cross sectional approach
method and this non-experimental research correlation quantitative research design. This research
uses total sampling technique. Sample in this research is 8 points of noise intensity measuring and
people with hearing disorders are 30. The result of noise intensity measuring shows the average
of 62,04dB (A) and hearing disorders measuring shows the result that 14 people have deaf criteria
hearing level of 1.It can be concluded that correlation test using product moment it is known sig
(2-tailed)=0,122>0,05 it means that there is no effect between noise and hearing disorders of people
living in RT 5 Dusun Jagalan, Tegaltirto, Berbah, Sleman. 14 people have hearing disorders with
1 deaf criteria and noise intensity 62,04 dB that it exceeds of the threshold number.
Kata Kunci : Kebisingan, Gangguan Pendengaran
PENDAHULUAN
Transportasi udara menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk menjawab semua
kebutuhan dan keperluan. Transportasi udara merupakan alat transportasi yang cepat
untuk memindahkan orang ataupun barang dari suatu tempat ke tempat lain. Sehingga
banyak bermunculan industri penerbangan yang menawarkan jasa murah, cepat dan
aman. Hal ini yang membuat yang membuat industri penerbangan semakin berkembang
pesat.
Pada bandar udara yang aktif biasanya terjadi kecenderungan peningkatan
frekuensi penerbangan pesawat setiap harinya serta terjadi peningkatan jenis pesawat
yang digunakan. Pada bandar udara yang aktif diiringi peningkatan frekuensi penerbangan
pesawat udara dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif bagi masyarakat.
Dampak positif dari industri ini dapat memberikan pemasukan bagi wilayah dan negara.
Industri ini pun menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat yang berada di sekitar
bandara apabila tidak dikendalikan. Dampak yang ditimbulkan salah satunya yaitu
kebisingan yang dapat menganggu pendengaran masyarakat sekitar bandara. Kebisingan
pada bandar udara berasal dari banyak pesawat terbang beroperasi yangdihitung dalam
24 jam seperti pada saat tinggal landas, saat mendarat, pergerakan menuju landasan
pacu dan uji mesin.
198
MIKKI Vol 04/No.01/Februari/2016
Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA), 5-10 juta orang
Amerika beresiko gangguan pendengaran atau disebut Noice Induce Hearing Loss
(NIHL), karena mereka terpapar bunyi dengan kekuatan lebih dari 85 dB pada tempat
kerja maupun masyarakat yang bertempat tinggal dekat sumbe bising. Sedangkan data
menurut World Health Organisation (WHO), mengatakan bahwa prevalensi ketulian di
Indonesia mencapai 4,2% disebabkan oleh kebisingan1
Penelitian ini dilakukan di Tegaltirto Kecamatan Berbah merupakan desa yang
berjarak 500 meter dari landasan Bandara Udara Adi Sucipto. Dusun Jagalan merupakan
dusun di wilayah desa Tegaltirto Berbah Sleman berada di sebelah timur Bandar Udara
Adi Sucipto dengan jarak 300 meter. Dusun jagalan terdapat 6 RT yaitu RT 4, RT 5,
RT 6, RT 7, RT 8 dan RT 9. RT dengan jarak terjauh dari Bandara Adi Sucipto yaitu
RT 9 berjarak 350 meter dan jarak terdekat yaitu RT 5 berjarak ± 100 m. Pengambilan
penelitian ini dilakukan di RT 5 karena jarak yang terdekat dengan Bandar Udara Adi
Sucipto kurang lebih berjarak 100 meter dari runway bandara.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 14 Maret 2015
didapatkan warga yang tinggal di RT 5 sebanyak 117 jiwa. Wawancara singkat seputar
kebisingan yang terjadi di RT 5 dengan beberapa warga mengatakan bahwa warga
merasa tidak nyaman karena suara pesawat dan terganggu pada saat rapat atau kegiatan
desa, warga harus berhenti sejenak menunggu pesawat yang lewat dan kebisingan dari
pesawat terbang sangat mengganggu kenyamanan terutama pada saat beraktifitas.
Berdasarkan observasi pendahuluan pengukuran kebisingan pada RT 5 dengan
Sound level Meter pada tanggal 14 sampai 15 Maret 2015 didapatkan hasil keseluruhan
rata-rata kebisingan 63,61 dB, hal ini bisa disimpulkan bahwa RT 5 intensitas kebisingan
melebihi nilai ambang batas (NAB) yaitu menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996 menyatakan bahwa baku tingkat kebisingan kawasan
perumahan dan permukiman adalah 55 dB. Berdasarkan latar belakang masalah
merupakan alasan peneliti untuk melakukan penelitian tentang pengaruh kebisingan
dengan gangguan pendengaran di Dusun Jagalan, Tegaltirto Berbah Sleman.
METODE
Penelitian ini merupakan survey Analitik dengan pendekatan cross sectional2.
Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2015 di pemukiman Dusun Jagalan,
Tegaltirto, Berbah, Sleman. Cara untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan
menggunakan Total Sampling dimana semua populasi digunakan sebagai sampel2. Teknik
analisa data menggunakan analisis Pearson Product Moment3.
HASIL
Pengukuran intensitas kebisingan menggunakan Sound Level Meter.
199
Pengaruh Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran di Dusun Jagalan (Putri Sayidah)
Tabel 1.
Intensitas Kebisingan Berdasarkan Titik Pengukuran
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Titik Pengukuran
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
JUMLAH
Rata-rata Intensitas Kebisingan
Intensitas Kebisingan (dB)
64,13
64,78
61,1
59,89
62,94
60,05
58,85
64,58
496,32
62,04
Sumber : Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 1, menunjukkan bahwa hasil dari pengukuran 8 titik didapatkan
rata-rata intensitas kebisingan yaitu 62,04 dB melebihi dari nilai ambang batas kebisingan
menurut KEP MENLH 1996 tentang baku tingkat kebisingan lamanya pemaparan yang
diizinkan yaitu 55 dB untuk permukiman.
Tabel 2.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengukuran Gangguan Pendengaran
No
1
2
3
4
5
6
Kriteria Tingkat Pendengaran
Normal (≤ 25 dB)
Tuli 1 telinga (> 25 dB)
Tuli ringan 2 telinga (26 – 40 dB)
Tuli sedang 2 telinga (41 – 60 dB)
Tuli berat 2 telinga (61 – 80 dB)
Tuli sangat berat 2 telinga (> 81 dB)
JUMLAH
Frekuensi
7
14
5
4
0
0
30
Prosentase (%)
23,3
46,7
16,7
13,3
0
0
100
Sumber: Data Primer, 2015
Berdasarkan tabel 2, menunjukan bahwa dari 30 responden didapatkan responden
yang tingkat pendengaran normal (≤ 25 dB) sebanyak 7 responden (23,3 %). Tingkat
pendengaran tuli 1 telinga (> 25 dB) sebanyak 14 responden (46,7 %). Tingkat
pendengaran tuli ringan 2 telinga (26-40 dB) sebanyak 5 responden (16,7 %). Sedangkan
tingkat pendengaran tuli sedang telinga sebanyak 4 responden (13,3 %).
200
MIKKI Vol 04/No.01/Februari/2016
Tabel 3.
Pengaruh Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran Warga RT 5
Intensitas_
kebisingan
Gangguan_
pendengaran
Pearson
correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson
correlation
Sig. (2-tailed)
N
1
Intensitas_
kebisingan
-.289
.122
Gangguan_
pendengaran
.207
.272
30
30
30
-.289
.122
1
.784**
.000
30
30
30
**. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Berdasarkan tabel 3, menunjukan bahwa hasil analisis pengaruh antara intensitas
kebisingan dengan gangguan pendengaran pada nilai biaural di dapatkan nilai signifikan
(p=0,122> 0,05) artinya menolak Ho sehingga tidak ada pengaruh antara kebisingan
dengan gangguan pendengaran. Nilai korelasi pearson sebesar (0,289) menandakan
korelasi yang rendah.
PEMBAHASAN
1. Intensitas Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat atau waktu tententu yang dapat mengganggu kenyamanan lingkungan dan
dapat berimplikasi terhadap kesehatan manusia (Netrita, 2008). Pengukuran intensitas
kebisingan dalam penelitian ini menggunakan alat Sound Level Meter (SLM) tipe Lutron
SL-4001. Berdasarkan pengukuran intensitas kebisingan yang dilakukan pada permukiman
RT 5 Dusun Jagalan, dari 8 titik pengukuran, 2 titik berada di runway pesawat dan 6
titik berada di permukiman RT 5 didapatkan hasil rata-rata intensitas kebisingan adalah
62,04 dB. Hasil dari rata-rata tersebut melebihi nilai ambang batas (NAB) yang telah
ditetapkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor KEP-48/MENLH/11/1996
tentang baku tingkat kebisingan maka lamanya pemaparan yang diizinkan yaitu 55 dB
untuk permukiman. Pada titik I dan II memiliki nilai yang tinggi yaitu 64,13 dB dan 64,78
dB disebabkan titik tersebut letaknya berada di dekat runway pesawat, sedangakan
titik VIII memiliki nilai yang tinggi yaitu 64,58 dB juga disebabkan saat pengukuran ada
gangguan kebisingan dari kendaraan, jam terbang dari pesawat dan arah angina untuk
pesawat terbang yang mempengaruhi intensitas kebisingan tinggi.
Gangguan Pendengaran adalah ketidak mampuan secara parsial atau total
untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga4.Mekanisme terjadinya
gangguan pendengaran yaitu organ telinga terpajan kebisingan, bagian telinga yang
pertama kali akan terpapar adalah sel-sel rambut luar. Sel-sel ini mengalami peningkatan
degenerasi sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Akibatnya stereosilia pada selsel rambut luar menjadi kurang kaku, sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi.
Bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan menambah kerusakan seperti
hilangnya stereosilia
201
Pengaruh Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran di Dusun Jagalan (Putri Sayidah)
Daerah yang pertama kali kehilangan stereosilia adalah daerah basal. Hilangnya
stereosilia menyebabkan sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin
tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang semakin
rusak. Semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut dapat menimbulkan degenerasi
pada saraf yang juga dijumpai pada nucleus pendengaran di batang otak.
Mekanisme terjadinya perubahan anatomi akibat terpapar bising dapat dilihat dari
sudut makromekanikal. Saat gelombang suara lewat, membrane basilaris meregang
sepanjang sisi ligamentum spiralis, dengan kondisi bagian tengahnya tidak disokong.
Pada daerah ini terjadi penyimpangan yang maksimal. Sel-sel penunjang di sekitar sel
rambut dalam juga sering mengalami kerusakan akibat paparan bising yang sangat
kuat. Hal ini merupakan penyebab baris pertama sel rambut luar yang bagian atasnya
bersinggungan dengan phalangeal, proses dari sel pilar luar dan dalam menjadi daerah
yang paling sering rusak.
Sel rambut luar memiliki sedikit afferent dan banyak efferen. Gerakan mekanis
membran basilaris merangsang sel rambut luar berkontraksi sehingga meningkatkan
gerakan pada daerah stimulasi dan meningkatkan gerakan mekanis yang akan diteruskan
ke sel rambut dalam dimana neurotransmisi terjadi. Kerusakan sel rambut luar mengurangi
sensitifitas dari bagian koklea yang rusak. Kekakuan silia berhubungan dengan tip links
yang dapat meluas ke daerah basal melalui lapisan kutikuler sel rambut. Paparan bising
dengan intensitas rendah menyebabkan kerusakan minimal silia, tanpa fraktur daerah
basal atau kerusakan tip links yang luas. Tetapi suara dengan intensitas tinggi dapat
menyebabkan kerusakan tip links sehingga menyebabkan kerusakan yang berat, fraktur
daerah basal dan perubahan-perubahan sel yang irreversible6.
Untuk mengetahui gangguan pendengaran dalam penelitian ini dilakukan
pemeriksaan dengan alat audiometri merk MAICO tipe MA 40. Berdasarkan hasil
pengukuran gangguan pendengaran pada kedua telinga warga RT 5, warga dengan
tingkat pendengaran normal sebanyak 7 orang, disebabkan kedua telinga nilai ambang
dengar normal. Tingkat pendengaran tuli 1 telinga sebanyak 14 orang disebabkan oleh
ketulian hanya terjadi pada 1 telinga, tempat tinggal yang dekat dengan runway pesawat,
konstruksi rumah warga seperti tembok rumah yang kokoh serta kedap udara dan usia
responden terbanyak pada usia 21-40 tahun. Tingkat pendengaran tuli ringan 2 telinga
sebanyak 5 orang disebabkan oleh tidak dapat mendengar percakapan kecuali dengan
suara keras, tempat tinggal warga yang jauh dari runway pesawat dan konstruksi rumah
warga seperti tembok rumah yang kokoh serta kedap udara dan usia responden terbanyak
pada usia 41-60 tahun. Sedangkan tingkat pendengaran tuli sedang 2 telinga sebanyak
4 disebabkan oleh tidak dapat mendengar percakapan kecuali dengan suara keras jarak
kurang dari 3 meter, tempat tinggal waga yang jauh dari runway pesawat, keadaan fisik
telinga serta usia responden 21-40 tahun dan > 61 tahun.
2. Pengaruh kebisingan dengan gangguan pendengaran di Dusun Jagalan,
Tegaltirto, Berbah, Sleman
Gangguan pendengaran dipengaruhi faktor sebagai berikut: kebisingan, umur,
riwayat penyakit, genetik, kebiasaan merokok dan obat ototoksik 7. Dihubungkan dengan
faktor tersebut, bahwa kebisingan mempengaruhi gangguan pendengaran. Dari hasil
202
MIKKI Vol 04/No.01/Februari/2016
penelitian ternyata tidak ada pengaruh kebisingan pada permukiman RT 5 karena
intensitas bising yang diukur di peroleh hasil rata-rata 62,04 dB yang melebihi nilai
ambang batas kebisingan yaitu 55 dB disebabkan letak dari sumber bising berada jauh
dari permukiman yaitu berjarak 6,1m- 97,3m, konstruksi bangunan rumah warga seperti
tembok rumah kokoh serta kedap udara yang dapat meredam intensitas kebisingan yang
tinggi, letak rumah warga berada jauh dari sumber bising serta lama paparan responden
terkena intensitas bising yang tinggi.
Responden dalam penelitian ini memiliki umur produktif yaitu umur 21-40 tahun
sebanyak 12 orang, umur 41-60 tahun sebanyak 15 orang dan umur lanjut > 61 tahun
sebanyak 3 orang. Sehingga responden dalam penelitian ini lebih banyak umur produktif
dari pada umur lanjut. Responden yang berumur > 61 tahun sebanyak 3 orang, mereka
tinggal di titik pengukuran I, III dan VII dengan intensitas kebisingan yang melebihi
nilai ambang batas di permukiman tetapi mereka terpapar kebisingan hanya beberapa
jam saja, tidak dapat mendengar percakapan kecuali dengan suara keras dan tidak
dapat mendengar percakapan kecuali dengan suara keras sehingga dapat mengalami
gangguan pendengaran yaitu tuli ringan 2 telinga dan tuli sedang 2 telinga. Hal ini sesuai
dengan faktor yang mempengaruhi gangguan pendengaran, bahwa akibat pertambahan
umur disebabkan adanya perubahan patologi pada organ. Beberapa perubahan patologi
tersebut menyebabkan gangguan pendengaran konduktif pada usia lanjut 7.
Berdasarkan hasil uji analisis Pearson Product Moment terhadap 30 responden,
diperoleh hasil dari kedua telinga di dapakan nilai signifikan (p= 0,122 > 0,05) artinya
menolak H0 sehingga tidak ada pengaruh antara intensitas kebisingan dengan gangguan
pendengaran.
KESIMPULAN
1. Pengukuran intensitas kebisingan di Dusun Jagalan, Tegaltirto, Berbah, Sleman yang
berada dipermukiman RT 05 didapatkan hasil rata-rata 62,04 dB yang melebihi nilai
ambang batas yaitu 55 dB.
2. Pengukuran gangguan pendengaran pada warga di RT 5 didapatkan hasil terbanyak
14 orang dengan tingkat pendengaran kriteria tuli 1 telinga dengan intensitas dengar
> 25 dB.
3. Berdasarkan hasil analisis Pearson Product Moment menunjukan bahwa tidak ada
pengaruh antara kebisingan dengan gangguan pendengaran di Dusun Jagalan,
Tegaltirto, Berbah, Sleman ditunjukkan dengan nilai p- Value 0,122 > α 0,05.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan bagi PT
Angkasa Pura II agar dapat memanfaatkan lahan kosong dengan menanami pohon
rimbun dengan jarak tanam tertentu dan sesuai dengan batas ketinggian pada lingkungan
bandar udara berfungsi sebangai zona penyangga.
203
Pengaruh Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran di Dusun Jagalan (Putri Sayidah)
RUJUKAN
1. Depkes, 2009. Materi Job Taining Petugas Pengawas Faktor Resiko Lingkungan
(kebisingan) di Kawasan Bandara Internasional Yogyakarta. Direktorat Penyehatan
Lingkungan (Ditjen P2M& Pl). Jakarta.
2. Notoadmojo, S, (2012). Metodologi Peneltian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta
3. Sugiyono, 2011, Statistika untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung.
4. American Hearing Research Foundation, 2012, Noise Induced Hearing Loss, http://
www.american-hearing.org/disorders/noise-induced-hearing-loss/.
5. Netrita, 2008, Kesehatan Lingkungan, Graha Ilmu, Yogyakarta.
6. Rambe, Kusumawati, 2012, Hubungan Tingkat Kebisingan di Lingkungan Kerja
dengan Kejadian Gangguan Pendengaran pada Pekerja di PT.X. Sripsi Fakultas
Masyarakat Program studi Kesehatan Masyarakat Depok.
7. Annizar, 2012, Teknik Keselamatan dan Kesehatan di Industri, Graha Ilmu,
Yogyakarta.
204
Download