Pengaruh Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran di Dusun Jagalan (Putri Sayidah) PENGARUH KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI DUSUN JAGALAN TEGALTIRTO BERBAH SLEMAN 1 1,2,3 Putri Sayidah, 2Novita Sekarwati, 3Dewi Wahyu Indriyani Prodi Kesehatan Lingkungan STIKES Wirahusada Yogyakarta ABSTRACT Hearing disorders caused by noise (noise induced hearing loss or NIHL) is a deaf which is caused by exposure of loud noise in a considerable period of time and usually it is caused by environmental noise. There are many factors making people deaf easily such as intensity, high noise frequency, the period of exposure by noise, individual sensitivity, and many more. According to the preliminary research, the noise intensity measuring in Dusun Jagalan, Tegaltirto, Berbah, Sleman produces average results that is 63,61 dB that means it exceeds of threshold number. The general objective in this research is to find out the effect of noise to hearing disorders in dusun jagalan, Tegalrejo, Berbah, Sleman. The specific objective is to find out the noise and noise disorders in society living in RT 5 Dusun Jagalan, Tegaltirto, Berbah, Sleman.This research uses cross sectional approach method and this non-experimental research correlation quantitative research design. This research uses total sampling technique. Sample in this research is 8 points of noise intensity measuring and people with hearing disorders are 30. The result of noise intensity measuring shows the average of 62,04dB (A) and hearing disorders measuring shows the result that 14 people have deaf criteria hearing level of 1.It can be concluded that correlation test using product moment it is known sig (2-tailed)=0,122>0,05 it means that there is no effect between noise and hearing disorders of people living in RT 5 Dusun Jagalan, Tegaltirto, Berbah, Sleman. 14 people have hearing disorders with 1 deaf criteria and noise intensity 62,04 dB that it exceeds of the threshold number. Kata Kunci : Kebisingan, Gangguan Pendengaran PENDAHULUAN Transportasi udara menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk menjawab semua kebutuhan dan keperluan. Transportasi udara merupakan alat transportasi yang cepat untuk memindahkan orang ataupun barang dari suatu tempat ke tempat lain. Sehingga banyak bermunculan industri penerbangan yang menawarkan jasa murah, cepat dan aman. Hal ini yang membuat yang membuat industri penerbangan semakin berkembang pesat. Pada bandar udara yang aktif biasanya terjadi kecenderungan peningkatan frekuensi penerbangan pesawat setiap harinya serta terjadi peningkatan jenis pesawat yang digunakan. Pada bandar udara yang aktif diiringi peningkatan frekuensi penerbangan pesawat udara dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif bagi masyarakat. Dampak positif dari industri ini dapat memberikan pemasukan bagi wilayah dan negara. Industri ini pun menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat yang berada di sekitar bandara apabila tidak dikendalikan. Dampak yang ditimbulkan salah satunya yaitu kebisingan yang dapat menganggu pendengaran masyarakat sekitar bandara. Kebisingan pada bandar udara berasal dari banyak pesawat terbang beroperasi yangdihitung dalam 24 jam seperti pada saat tinggal landas, saat mendarat, pergerakan menuju landasan pacu dan uji mesin. 198 MIKKI Vol 04/No.01/Februari/2016 Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA), 5-10 juta orang Amerika beresiko gangguan pendengaran atau disebut Noice Induce Hearing Loss (NIHL), karena mereka terpapar bunyi dengan kekuatan lebih dari 85 dB pada tempat kerja maupun masyarakat yang bertempat tinggal dekat sumbe bising. Sedangkan data menurut World Health Organisation (WHO), mengatakan bahwa prevalensi ketulian di Indonesia mencapai 4,2% disebabkan oleh kebisingan1 Penelitian ini dilakukan di Tegaltirto Kecamatan Berbah merupakan desa yang berjarak 500 meter dari landasan Bandara Udara Adi Sucipto. Dusun Jagalan merupakan dusun di wilayah desa Tegaltirto Berbah Sleman berada di sebelah timur Bandar Udara Adi Sucipto dengan jarak 300 meter. Dusun jagalan terdapat 6 RT yaitu RT 4, RT 5, RT 6, RT 7, RT 8 dan RT 9. RT dengan jarak terjauh dari Bandara Adi Sucipto yaitu RT 9 berjarak 350 meter dan jarak terdekat yaitu RT 5 berjarak ± 100 m. Pengambilan penelitian ini dilakukan di RT 5 karena jarak yang terdekat dengan Bandar Udara Adi Sucipto kurang lebih berjarak 100 meter dari runway bandara. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 14 Maret 2015 didapatkan warga yang tinggal di RT 5 sebanyak 117 jiwa. Wawancara singkat seputar kebisingan yang terjadi di RT 5 dengan beberapa warga mengatakan bahwa warga merasa tidak nyaman karena suara pesawat dan terganggu pada saat rapat atau kegiatan desa, warga harus berhenti sejenak menunggu pesawat yang lewat dan kebisingan dari pesawat terbang sangat mengganggu kenyamanan terutama pada saat beraktifitas. Berdasarkan observasi pendahuluan pengukuran kebisingan pada RT 5 dengan Sound level Meter pada tanggal 14 sampai 15 Maret 2015 didapatkan hasil keseluruhan rata-rata kebisingan 63,61 dB, hal ini bisa disimpulkan bahwa RT 5 intensitas kebisingan melebihi nilai ambang batas (NAB) yaitu menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996 menyatakan bahwa baku tingkat kebisingan kawasan perumahan dan permukiman adalah 55 dB. Berdasarkan latar belakang masalah merupakan alasan peneliti untuk melakukan penelitian tentang pengaruh kebisingan dengan gangguan pendengaran di Dusun Jagalan, Tegaltirto Berbah Sleman. METODE Penelitian ini merupakan survey Analitik dengan pendekatan cross sectional2. Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2015 di pemukiman Dusun Jagalan, Tegaltirto, Berbah, Sleman. Cara untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan Total Sampling dimana semua populasi digunakan sebagai sampel2. Teknik analisa data menggunakan analisis Pearson Product Moment3. HASIL Pengukuran intensitas kebisingan menggunakan Sound Level Meter. 199 Pengaruh Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran di Dusun Jagalan (Putri Sayidah) Tabel 1. Intensitas Kebisingan Berdasarkan Titik Pengukuran No 1 2 3 4 5 6 7 8 Titik Pengukuran I II III IV V VI VII VIII JUMLAH Rata-rata Intensitas Kebisingan Intensitas Kebisingan (dB) 64,13 64,78 61,1 59,89 62,94 60,05 58,85 64,58 496,32 62,04 Sumber : Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 1, menunjukkan bahwa hasil dari pengukuran 8 titik didapatkan rata-rata intensitas kebisingan yaitu 62,04 dB melebihi dari nilai ambang batas kebisingan menurut KEP MENLH 1996 tentang baku tingkat kebisingan lamanya pemaparan yang diizinkan yaitu 55 dB untuk permukiman. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengukuran Gangguan Pendengaran No 1 2 3 4 5 6 Kriteria Tingkat Pendengaran Normal (≤ 25 dB) Tuli 1 telinga (> 25 dB) Tuli ringan 2 telinga (26 – 40 dB) Tuli sedang 2 telinga (41 – 60 dB) Tuli berat 2 telinga (61 – 80 dB) Tuli sangat berat 2 telinga (> 81 dB) JUMLAH Frekuensi 7 14 5 4 0 0 30 Prosentase (%) 23,3 46,7 16,7 13,3 0 0 100 Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 2, menunjukan bahwa dari 30 responden didapatkan responden yang tingkat pendengaran normal (≤ 25 dB) sebanyak 7 responden (23,3 %). Tingkat pendengaran tuli 1 telinga (> 25 dB) sebanyak 14 responden (46,7 %). Tingkat pendengaran tuli ringan 2 telinga (26-40 dB) sebanyak 5 responden (16,7 %). Sedangkan tingkat pendengaran tuli sedang telinga sebanyak 4 responden (13,3 %). 200 MIKKI Vol 04/No.01/Februari/2016 Tabel 3. Pengaruh Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran Warga RT 5 Intensitas_ kebisingan Gangguan_ pendengaran Pearson correlation Sig. (2-tailed) N Pearson correlation Sig. (2-tailed) N 1 Intensitas_ kebisingan -.289 .122 Gangguan_ pendengaran .207 .272 30 30 30 -.289 .122 1 .784** .000 30 30 30 **. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Berdasarkan tabel 3, menunjukan bahwa hasil analisis pengaruh antara intensitas kebisingan dengan gangguan pendengaran pada nilai biaural di dapatkan nilai signifikan (p=0,122> 0,05) artinya menolak Ho sehingga tidak ada pengaruh antara kebisingan dengan gangguan pendengaran. Nilai korelasi pearson sebesar (0,289) menandakan korelasi yang rendah. PEMBAHASAN 1. Intensitas Kebisingan Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat atau waktu tententu yang dapat mengganggu kenyamanan lingkungan dan dapat berimplikasi terhadap kesehatan manusia (Netrita, 2008). Pengukuran intensitas kebisingan dalam penelitian ini menggunakan alat Sound Level Meter (SLM) tipe Lutron SL-4001. Berdasarkan pengukuran intensitas kebisingan yang dilakukan pada permukiman RT 5 Dusun Jagalan, dari 8 titik pengukuran, 2 titik berada di runway pesawat dan 6 titik berada di permukiman RT 5 didapatkan hasil rata-rata intensitas kebisingan adalah 62,04 dB. Hasil dari rata-rata tersebut melebihi nilai ambang batas (NAB) yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor KEP-48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan maka lamanya pemaparan yang diizinkan yaitu 55 dB untuk permukiman. Pada titik I dan II memiliki nilai yang tinggi yaitu 64,13 dB dan 64,78 dB disebabkan titik tersebut letaknya berada di dekat runway pesawat, sedangakan titik VIII memiliki nilai yang tinggi yaitu 64,58 dB juga disebabkan saat pengukuran ada gangguan kebisingan dari kendaraan, jam terbang dari pesawat dan arah angina untuk pesawat terbang yang mempengaruhi intensitas kebisingan tinggi. Gangguan Pendengaran adalah ketidak mampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga4.Mekanisme terjadinya gangguan pendengaran yaitu organ telinga terpajan kebisingan, bagian telinga yang pertama kali akan terpapar adalah sel-sel rambut luar. Sel-sel ini mengalami peningkatan degenerasi sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Akibatnya stereosilia pada selsel rambut luar menjadi kurang kaku, sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan menambah kerusakan seperti hilangnya stereosilia 201 Pengaruh Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran di Dusun Jagalan (Putri Sayidah) Daerah yang pertama kali kehilangan stereosilia adalah daerah basal. Hilangnya stereosilia menyebabkan sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang semakin rusak. Semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut dapat menimbulkan degenerasi pada saraf yang juga dijumpai pada nucleus pendengaran di batang otak. Mekanisme terjadinya perubahan anatomi akibat terpapar bising dapat dilihat dari sudut makromekanikal. Saat gelombang suara lewat, membrane basilaris meregang sepanjang sisi ligamentum spiralis, dengan kondisi bagian tengahnya tidak disokong. Pada daerah ini terjadi penyimpangan yang maksimal. Sel-sel penunjang di sekitar sel rambut dalam juga sering mengalami kerusakan akibat paparan bising yang sangat kuat. Hal ini merupakan penyebab baris pertama sel rambut luar yang bagian atasnya bersinggungan dengan phalangeal, proses dari sel pilar luar dan dalam menjadi daerah yang paling sering rusak. Sel rambut luar memiliki sedikit afferent dan banyak efferen. Gerakan mekanis membran basilaris merangsang sel rambut luar berkontraksi sehingga meningkatkan gerakan pada daerah stimulasi dan meningkatkan gerakan mekanis yang akan diteruskan ke sel rambut dalam dimana neurotransmisi terjadi. Kerusakan sel rambut luar mengurangi sensitifitas dari bagian koklea yang rusak. Kekakuan silia berhubungan dengan tip links yang dapat meluas ke daerah basal melalui lapisan kutikuler sel rambut. Paparan bising dengan intensitas rendah menyebabkan kerusakan minimal silia, tanpa fraktur daerah basal atau kerusakan tip links yang luas. Tetapi suara dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan kerusakan tip links sehingga menyebabkan kerusakan yang berat, fraktur daerah basal dan perubahan-perubahan sel yang irreversible6. Untuk mengetahui gangguan pendengaran dalam penelitian ini dilakukan pemeriksaan dengan alat audiometri merk MAICO tipe MA 40. Berdasarkan hasil pengukuran gangguan pendengaran pada kedua telinga warga RT 5, warga dengan tingkat pendengaran normal sebanyak 7 orang, disebabkan kedua telinga nilai ambang dengar normal. Tingkat pendengaran tuli 1 telinga sebanyak 14 orang disebabkan oleh ketulian hanya terjadi pada 1 telinga, tempat tinggal yang dekat dengan runway pesawat, konstruksi rumah warga seperti tembok rumah yang kokoh serta kedap udara dan usia responden terbanyak pada usia 21-40 tahun. Tingkat pendengaran tuli ringan 2 telinga sebanyak 5 orang disebabkan oleh tidak dapat mendengar percakapan kecuali dengan suara keras, tempat tinggal warga yang jauh dari runway pesawat dan konstruksi rumah warga seperti tembok rumah yang kokoh serta kedap udara dan usia responden terbanyak pada usia 41-60 tahun. Sedangkan tingkat pendengaran tuli sedang 2 telinga sebanyak 4 disebabkan oleh tidak dapat mendengar percakapan kecuali dengan suara keras jarak kurang dari 3 meter, tempat tinggal waga yang jauh dari runway pesawat, keadaan fisik telinga serta usia responden 21-40 tahun dan > 61 tahun. 2. Pengaruh kebisingan dengan gangguan pendengaran di Dusun Jagalan, Tegaltirto, Berbah, Sleman Gangguan pendengaran dipengaruhi faktor sebagai berikut: kebisingan, umur, riwayat penyakit, genetik, kebiasaan merokok dan obat ototoksik 7. Dihubungkan dengan faktor tersebut, bahwa kebisingan mempengaruhi gangguan pendengaran. Dari hasil 202 MIKKI Vol 04/No.01/Februari/2016 penelitian ternyata tidak ada pengaruh kebisingan pada permukiman RT 5 karena intensitas bising yang diukur di peroleh hasil rata-rata 62,04 dB yang melebihi nilai ambang batas kebisingan yaitu 55 dB disebabkan letak dari sumber bising berada jauh dari permukiman yaitu berjarak 6,1m- 97,3m, konstruksi bangunan rumah warga seperti tembok rumah kokoh serta kedap udara yang dapat meredam intensitas kebisingan yang tinggi, letak rumah warga berada jauh dari sumber bising serta lama paparan responden terkena intensitas bising yang tinggi. Responden dalam penelitian ini memiliki umur produktif yaitu umur 21-40 tahun sebanyak 12 orang, umur 41-60 tahun sebanyak 15 orang dan umur lanjut > 61 tahun sebanyak 3 orang. Sehingga responden dalam penelitian ini lebih banyak umur produktif dari pada umur lanjut. Responden yang berumur > 61 tahun sebanyak 3 orang, mereka tinggal di titik pengukuran I, III dan VII dengan intensitas kebisingan yang melebihi nilai ambang batas di permukiman tetapi mereka terpapar kebisingan hanya beberapa jam saja, tidak dapat mendengar percakapan kecuali dengan suara keras dan tidak dapat mendengar percakapan kecuali dengan suara keras sehingga dapat mengalami gangguan pendengaran yaitu tuli ringan 2 telinga dan tuli sedang 2 telinga. Hal ini sesuai dengan faktor yang mempengaruhi gangguan pendengaran, bahwa akibat pertambahan umur disebabkan adanya perubahan patologi pada organ. Beberapa perubahan patologi tersebut menyebabkan gangguan pendengaran konduktif pada usia lanjut 7. Berdasarkan hasil uji analisis Pearson Product Moment terhadap 30 responden, diperoleh hasil dari kedua telinga di dapakan nilai signifikan (p= 0,122 > 0,05) artinya menolak H0 sehingga tidak ada pengaruh antara intensitas kebisingan dengan gangguan pendengaran. KESIMPULAN 1. Pengukuran intensitas kebisingan di Dusun Jagalan, Tegaltirto, Berbah, Sleman yang berada dipermukiman RT 05 didapatkan hasil rata-rata 62,04 dB yang melebihi nilai ambang batas yaitu 55 dB. 2. Pengukuran gangguan pendengaran pada warga di RT 5 didapatkan hasil terbanyak 14 orang dengan tingkat pendengaran kriteria tuli 1 telinga dengan intensitas dengar > 25 dB. 3. Berdasarkan hasil analisis Pearson Product Moment menunjukan bahwa tidak ada pengaruh antara kebisingan dengan gangguan pendengaran di Dusun Jagalan, Tegaltirto, Berbah, Sleman ditunjukkan dengan nilai p- Value 0,122 > α 0,05. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan bagi PT Angkasa Pura II agar dapat memanfaatkan lahan kosong dengan menanami pohon rimbun dengan jarak tanam tertentu dan sesuai dengan batas ketinggian pada lingkungan bandar udara berfungsi sebangai zona penyangga. 203 Pengaruh Kebisingan dengan Gangguan Pendengaran di Dusun Jagalan (Putri Sayidah) RUJUKAN 1. Depkes, 2009. Materi Job Taining Petugas Pengawas Faktor Resiko Lingkungan (kebisingan) di Kawasan Bandara Internasional Yogyakarta. Direktorat Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2M& Pl). Jakarta. 2. Notoadmojo, S, (2012). Metodologi Peneltian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta 3. Sugiyono, 2011, Statistika untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung. 4. American Hearing Research Foundation, 2012, Noise Induced Hearing Loss, http:// www.american-hearing.org/disorders/noise-induced-hearing-loss/. 5. Netrita, 2008, Kesehatan Lingkungan, Graha Ilmu, Yogyakarta. 6. Rambe, Kusumawati, 2012, Hubungan Tingkat Kebisingan di Lingkungan Kerja dengan Kejadian Gangguan Pendengaran pada Pekerja di PT.X. Sripsi Fakultas Masyarakat Program studi Kesehatan Masyarakat Depok. 7. Annizar, 2012, Teknik Keselamatan dan Kesehatan di Industri, Graha Ilmu, Yogyakarta. 204