Keselamatan Penerbangan Sipil bagi Bahan dan Barang

advertisement
Keselamatan Penerbangan Sipil bagi Bahan dan Barang Berbahaya di
Pesawat Udara (Tinjauan Hukum Terhadap Annex 18 Konvensi Chicago
1944)
Tiyana Sigi Pertiwi, Hikmahanto Juwana, Hadi Rahmat Purnama
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum internasional untuk
keselamatan penerbangan sipil terhadap bahan dan barang berbahaya dalam pesawat udara
beserta metode penerapannya dalam tingkat internasional dan nasional. Metode penelitian
yang digunakan bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya
peraturan perundang-undangan dan buku. Kesimpulan yang diambil dari skripsi ini yaitu
keselamatan bahan dan barang berbahaya di udara secara umum diatur oleh Annex 18
Konvensi Chicago 1944 yang harus ditaati oleh semua negara anggota ICAO. Dalam perkara
ini, hukum yang digunakan adalah hukum nasional negara anggota ICAO, yaitu Amerika
Serikat, yang telah mengadopsi ketentuan Annex 18 Konvensi Chicago ke dalam undangundangnya, yaitu USC 49.
Civil Aviation Safety Measures on Dangerous Goods Carried Onboard Aircraft
(Judicial Review for Annex 18 Chicago Convention 1944)
Abstract
This thesis aims to learn how international law governs civil aviation safety measures
on dangerous goods that are carried onboard an aircraft and its methods of implementations,
both internationally and nationally. This research is conducted in normative juridical sense
using secondary data, such as legislation, textbooks, and journals. The conclusion of this
thesis is that civil aviation safety on dangerous goods carried onboard aircraft is generally
governed by Annex 18 Chicago Convention 1944 in which it must be complied with by all
members of ICAO. According to the case of United States v. SabreTech, the governing law
used in court is the national law of the respective ICAO members, which is in this case United
States of America’s national law, USC 49. This certain law has previously adopted standards
contained in Annex 18 Chicago Convention.
Key words
: aviation safety, civil aviation, dangerous goods, dangerous goods by air.
Keselamatan penerbangan ..., Tiyana Sigi Pertiwi, FH UI, 2013
Pendahuluan
Pada hakikatnya, manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi
antara satu sama lainnya. Interaksi yang melintasi batas wilayah darat, laut, dan udara ini
dapat berupa perpindahan barang, hewan, maupun manusia. Perpindahan barang tersebut
antara lain mencakup juga bahan dan barang berbahaya (disebut juga dangerous goods,
restricted articles and substances, atau hazardous materials). Faktanya, muatan bahan dan
barang berbahaya merupakan jenis muatan yang secara reguler dan rutin diangkut dalam
segala jenis transportasi (darat, udara, laut) dalam skala global1. Bahan dan barang berbahaya
yang dibutuhkan manusia baik untuk keperluan rumah tangga maupun keperluan industri ini,
tentunya memerlukan pengaturan khusus demi menunjang keselamatan pengangkutannya.
Macam pengaturan pengangkutan untuk barang dan bahan berbahaya ini berbeda-beda,
tergantung dari 1) tipe pengepakan yang digunakan, 2) klasifikasi bahan dan barang
berbahaya dan tempat penyimpanannya yang sesuai dengan morfologi kendaraan
pengangkutnya.2 Oleh karena morfologinya yang berbeda, pengaturan mengenai keselamatan
bahan dan barang berbahaya untuk transportasi udara dibedakan dari pengaturan keselamatan
bahan dan berbahaya melalui moda transportasi lainnya.
Pentingnya memperhatikan aspek keselamatan terhadap muatan bahan dan
barang berbahaya di udara karena perbedaan morfologi ini antara lain dapat diambil contoh
dari sejumlah kecelakaan udara yang melibatkan muatan baterai lithium.3 Muatan baterai
lithium yang diangkut dalam pesawat udara ini dicurigai sebagai penyebab 17 insiden bahan
dan barang berbahaya berupa percikan api beserta sejumlah kecelakaan bahan dan barang
berbahaya yang dialami UPS Airlines sejak tahun 2006.4 Kecelakaan bahan dan barang
1
ICAO, Annexes to the Convention of International Civil Aviation Booklet, Annex 18.
2
An Introduction to the IMDG Code, hal 18.
3
Kecelakaan bahan dan barang berbahaya yang melibatkan muatan baterai lithium, antara lain
kecelakaan UPS Airlines DC-8 di Philadelphia dan Penerbangan No. 6 Boeing 747 pada 3 November 2010 di
Dubai (UAE GCAA, Air Accident Interim Report, No. Ref. 13-2010), Penerbangan No. 991 Asiana Airlines
pada 28 Juli 2011 di Selat Korea (Korea Aircraft and Railway Accident Investigation Board, Aircraft Accident
Investigation Interim Report ARAIB/AAR1105),
4
Alan Levin, "Battery-Fire Crashes Seen Every Other Year as U.S. Rules Fought", Bloomberg,
http://www.bloomberg.com/news/2011-12-21/battery-fire-crashes-seen-every-other-year.html, diakses 5 Mei
2013.
Keselamatan penerbangan ..., Tiyana Sigi Pertiwi, FH UI, 2013
berbahaya yang melibatkan muatan ini baru ditemukan dalam pengangkutan udara, dan belum
ditemukan dalam kecelakaan bahan dan barang berbahaya untuk mode transportasi lainnya.
Pada dasarnya segala pihak yang terkait dengan kegiatan penerbangan, harus
secara bersama-sama mematuhi kebijakan dan regulasi keselamatan penerbangan untuk
mencegah terjadinya kecelakaan pesawat udara. Secara teoritis kecelakaan pesawat udara
tidak disebabkan oleh faktor tunggal, akan tetapi merupakan akumulasi dari banyak faktor
(multifactor).5 Sementara itu muatan bahan dan barang berbahaya dalam pesawat udara yang
ditangani tanpa memperhatikan prosedur keselamatan yang ada, baik yang diangkut dengan
sengaja maupun secara tersembunyi, dapat menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Pengangkutan bahan dan barang berbahaya melalui udara, sudah seyogyanya diatur oleh
regulasi-regulasi untuk meminimalisir potensi risiko kecelakaan pesawat udara yang dapat
mengancam tidak hanya awak pesawat, tetapi juga penumpang, ground staff perusahaan
penerbangan, pengirim muatan, serta masyarakat secara umum.6 Oleh karena itu, kepentingan
untuk mengatur aspek-aspek keselamatan bagi muatan bahan dan barang berbahaya telah
disorot oleh berbagai organisasi internasional yang menangani masalah penerbangan sipil
internasional.
ICAO (International Civil Aviation Organization), sebagai salah satu
organisasi internasional utama yang menangani masalah penerbangan sipil internasional,
mengadopsi Annex 18 tentang Keselamatan Transportasi Bahan dan Barang Berbahaya
Melalui Udara bersama-sama dengan dokumen pendukungnya.7 Tujuannya adalah untuk
meminimalisasi risiko kecelakaan bahan dan barang berbahaya, sekalipun terjadi insiden
bahan dan barang berbahaya di udara.8 ICAO sebagai international regulatory body, melalui
Annex 18 yang mengandung standar internasional dan praktek-praktek yang dianjurkan,
berperan dalam rangka mencapai harmonisasi pengaturan keselamatan bahan dan barang
5
K. Martono, et. al., Transportasi Bahan dan/atau Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara
berdasarkan UURI No. 1 Tahun 2009, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), hal. 2; Faktor-faktor lain yang harus
diwaspadai penerbangan dalam rangka situational awareness antara lain: passengers, terrain, ATC, call sign,
time pressure, flight diversion, system malfunction, missed approach, automation, airport, heavy traffic, ground
crew, maintenance, weather, cabin crew, distraction (Yaddy Supriyadi, Keselamatan Penerbangan: Teori dan
Problematika, (Tangerang: Telaga Ilmu Indonesia, 2012), hal. 16); Sedangkan situational awareness
didefinisikan debagai "A pilot’s continuous perception of self and aircraft in relation to the dynamic
environment of flight, threats, and mission, and the ability to forecast, then execute tasks based on that
perception." (G. R. McMillaN, "Report of the Armstrong Laboratory Situation Awareness Integration Team
(Briefing Transcript)" di dalam Situation Awareness: Papers and Annotated Bibliography (1994).
6
Camille Allaz, History of Air Cargo and Airmail from The 18th Century, hal. 286.
7
ICAO, Doc. 9284-AB/905 tentang Technical Instructions for the Safe Transport of Dangerous Goods
by Air.
8
Background
of
Transportation
of
Dangerous
Goods
http://www.icao.int/safety/DangerousGoods/Pages/background.aspx, diakses 9 Mei 2013.
Keselamatan penerbangan ..., Tiyana Sigi Pertiwi, FH UI, 2013
by
Air,
berbahaya di udara antara negara-negara anggota. Bersumber dari Annex 18 tersebut, IATA
(International Air Transport Association) yang juga merupakan organisasi internasional yang
turut berperan dalam membuat regulasi yang lebih rinci dan ketat mengenai prosedur
keselamatan terkait muatan bahan dan barang berbahaya bagi perusahaan-perusahaan
penerbangan komersial anggotanya, yang kemudian dituangkan dalam IATA-DGR (IATA
Dangerous Goods Regulation Manual). IATA-DGR ini sendiri disusun setelah berkonsultasi
dengan ICAO dan memperhatikan rekomendasi IAEA (International Atomic Energy
Authority)9 dan UN Committee on the Transportation of Dangerous Goods.
Tujuan harmonisasi dan unifikasi melalui Annex 18 ini dilatarbelakangi
adanya asas kedaulatan penuh dan eksklusif bagi negara terhadap ruang udara di atas
wilayahnya yang diakui oleh hukum udara internasional.10 Oleh karenanya, demi mencegah
risiko akibat perbedaan standar keselamatan antar negara dan demi memajukan dan menjamin
keselamatan penerbangan11, ICAO diberi kewenangan untuk mengadopsi dan memperbaharui
standar internasional dan praktek-praktek yang dianjurkan serta prosedur yang terkait dengan
masalah keselamatan navigasi udara12. Dengan demikian negara-negara anggota ICAO juga
diwajibkan untuk mengadopsi dan menyeragamkan pengaturan yang menyangkut
keselamatan navigasi udara tersebut ke dalam peraturan nasionalnya, dengan “the highest
degree of uniformity” sebagaimana Pasal 37 Konvensi Chicago 1944. Hal ini juga sesuai
dengan tujuan ICAO, yakni untuk mencegah friksi andaikan masing-masing negara bersikeras
menetapkan standar keselamatannya masing-masing yang berbeda satu sama lain yang tentu
apabila terjadi akan berpotensi menimbulkan bahaya bagi keselamatan penerbangan sipil
internasional secara global.
Meskipun demikian, terdapat berbagai masalah yang terkait dengan Annex 18
ini sendiri. Masalah tersebut antara lain sejauh mana standar dan praktek-praktek yang
dianjurkan ICAO mengenai Keselamatan Transportasi Bahan dan Barang Berbahaya Melalui
Udara yang tercantum dalam Annex 18 tersebut mengikat dan memaksa secara hukum negara
anggotanya untuk menundukkan diri dan menyeragamkan perangkat hukum nasionalnya
serupa dengan yang telah tercantum dalam Annex tersebut. Hal ini karena terdapat
pengecualian bagi negara-negara anggota yang memiliki hak untuk menyimpang dari standar
9
IAEA, IAEA TS R-1 tentang Regulation for the Safe Transport of Radioactive Material.
10
Konvensi Chicago 1944, p. 1.
11
Tujuan ICAO berupa keselamatan tercermin dalam Pasal 44 poin a, d, h, serta Pembukaan Konvensi
Chicago 1944.
12
Konvensi Chicago 1944, Pasal 37.
Keselamatan penerbangan ..., Tiyana Sigi Pertiwi, FH UI, 2013
internasional dan praktek yang dianjurkan tertentu, asalkan negara tersebut memberitahukan
ICAO tentang perbedaan peraturan nasionalnya dengan standar internasional.13 Hak yang
didasarkan pada non-compulsory principle ini sendiri rupanya menimbulkan variasi
pengaturan mengenai keselamatan muatan bahan dan barang berbahaya melalui udara dalam
beragai negara. Pada tahun 2013 IATA mencatat sebanyak 42 negara dan 139 perusahaan
penerbangan yang memiliki variasi khusus tersendiri mengenai pengaturan keselamatan
penerbangan sipil bahan dan barang berbahaya dalam pesawat udara.14
Maka dari itu, penelitian ini akan membahas mengenai masalah-masalah yang
timbul dari penerapan pengaturan keselamatan penerbangan sipil bahan dan barang berbahaya
dalam pesawat udara oleh Annex 18 Konvensi Chicago 1944. Hal ini juga akan dianalisis
lebih jauh dengan kasus yang melibatkan kecelakaan bahan dan barang berbahaya dan
penegakan hukumnya sesuai variasi dan jurisdiksi negara tersebut.
Maka, pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah:
1.
Bagaimanakah hukum internasional mengatur mengenai keselamatan bagi bahan dan
barang berbahaya dalam penerbangan sipil?
2.
Bagaimanakah penerapan aturan keselamatan penerbangan sipil bagi muatan bahan dan
barang berbahaya dalam pesawat udara?
3.
Bagaimanakah penerapan keselamatan penerbangan sipil bagi muatan bahan dan barang
berbahaya dalam pesawat udara ditinjau dari kasus United States v. Sabretech?
Kemudian tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penulisan ini adalah:
1. Mengenal pengaturan hukum internasional mengenai muatan bahan dan barang
berbahaya dalam penerbangan sipil.
2.
Mengetahui mengenai penerapan aturan keselamatan penerbangan sipil bagi bahan
dan barang berbahaya dalam pesawat udara.
3.
Mengetahui penerapan keselamatan penerbangan sipil bagi muatan bahan dan barang
berbahaya dalam pesawat udara ditinjau dari kasus United States v. Sabretech.
13
Konvensi Chicago 1944, Pasal 38.
14
IATA, IATA Dangerous Goods Regulation, Dangerous Goods Regulations, Effective 1 January 2013
– 31 December 2013, Priduced in Consultation with ICAO, 54 th Edition, Pasal 2.8.
Keselamatan penerbangan ..., Tiyana Sigi Pertiwi, FH UI, 2013
Metode Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penulisan
kepustakaan15 yang menggunakan bahan-bahan tertulis. Secara umum penelitian akan
membahas model regulasi yang tertera di dalam Annex 18 Konvensi Chicago 1944 tentang
Keselamatan Transportasi Bahan dan Barang Berbahaya melalui Udara TI ICAO Doc.
9284-AN/905yang dibuat berdasarkan IAEA TS R-1 tentang Keselamatan Transportasi
Bahan Radioaktif, UN Model Regulations No. ST/SG/AC.10/1/Rev.5, juga IATA
Dangerous Goods Regulations. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptifanalitis. Jenis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu
berasal dari studi kepustakaan. Alat pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian
ini adalah studi kepustakaan. Metode analisis data di dalam penelitian ini berupa metode
kualitatif.
Pembahasan
Konvensi Chicago 194416 merupakan konvensi yang mengatur mengenai penerbangan
sipil secara umum. Konvensi ini juga sekaligus bertindak sebagai landasan konstitusional dari
International Civil Aviation Organization (ICAO) yang berdiri pada 4 April 1947, yaitu pada
tanggal yang sama dengan mulai berlakunya konvensi tersebut.17 Maksud dan tujuan ICAO
sebagaimana disebutkan di dalam Konvensi Chicago 1944 adalah untuk mempromosikan
pertumbuhan penerbangan sipil dengan memperhatikan keselamatan dan keteraturan. Demi
tercapainya tujuan tersebut, ICAO diberikan kewenangan untuk menetapkan model standar
dan prosedur bagi penerbangan sipil, yang antara lain terkait dengan keselamatan
penerbangan. Muatan bahan dan barang berbahaya hanya diperbolehkan untuk diangkut
melalui udara dengan syarat memenuhi standar dan praktek-praktek yang dianjurkan di dalam
Annex 18 beserta TI-nya. Standar, definisi, serta klasifikasi bahan dan barang berbahaya yang
dipakai olehh Annex 18 Konvensi Chicago 1944 diambil dari Model Regulasi yang
dikeluarkan oleh komite SCoETDG dari UN ECOSOC. Menurut Model Regulasi tersebut,
bahan dan barang berbahaya dibagi menjadi sembilan kelas yang masing-masing metode
15
Sri Mamudji, et. al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 21.
16
Convention on International Civil Aviation, diadopsi tanggal 7 Desember 1944.
17
ICAO Doc. 7300/8.
Keselamatan penerbangan ..., Tiyana Sigi Pertiwi, FH UI, 2013
pengepakan dan penanganannya membutuhkan pelatihan khusus
untuk menjamin
keselamatan muatan pada saat transportasi. Kesembilan kelas itu yaitu bahan peledak, bahan
atau barang berbahaya yang mengandung gas, bahan cair yang mudah terbakar, bahan padat
yang mudah terbakar, bahan pengoksidasi dan barang organik berperoksidasi, bahan beracun
dan bahan yang menular, bahan radioaktif, bahan korosif, serta bahan dan barang berbahaya
lain-lain.
Hal-hal yang secara umum diatur di dalam Annex 18 Konvensi Chicago 1944
mengenai bahan dan barang berbahaya dalam pesawat udara antara lain definisi, keberlakuan,
klasifikasi, pembatasan bagi transportasi bahan dan barang berbahaya melalui udara,
ketentuan pengepakan, ketentuan pelabelan dan penandaan, tanggung jawab pengirim,
tanggung jawab operator, ketentuan informasi, program pelatihan, kepatuhan, pelaporan
insiden dan kecelakaan bahan dan barang berbahaya, serta ketentuan keamanan bagi bahan
dan
barang
berbahaya.
Pengaturan-pengaturan
tersebut
dimaksudkan
untuk
meminimalisasikan resiko insiden atau kecelakaan bahan dan barang berbahaya yang dapat
terjadi ketika proses transportasi udara berlangsung. Diantara pengaturan-pengaturan yang
terdapat di dalam Annex 18 Konvensi Chicago 1944 tersebut, pembatasan mengenai bahan
dan barang berbahaya yang dapat diangkut dalam penerbangan sipil merupakan salah satu hal
yang paling utama. Dengan adanya standar-standar pembatasan tersebut, maka akan diketahui
metode penanganan atau pengepakan dan pelabelan yang tepat bagi tiap kelas bahan dan
barang berbahaya yang ada dalam transportasi udara, sesuai dengan pembatasan-pembatasan
yang telah diperbolehkan.
Berdasarkan Pasal 54 ayat 1 dan Bab VI Konvensi Chicago 1944, ICAO memiliki
kewenangan untuk mengembangkan Standar Internasional dan Praktek-praktek yang
Dianjurkan (SARPs). Dasar hukum bagi keberlakuan annex ditentukan oleh dua pasal dari
Konvensi Chicago 1944, yakni ketentuan Pasal 37 dan 38 di dalam Bab VI tentang Standar
Internasional dan Praktek-praktek yang Dianjurkan. Pasal 37 tentang adopsi standar
internasional dan prosedur menjadikan dasar bagi SARPs terkait keselamatan bahan dan
barang berbahaya yang tertuang dalam Annex 18 tentang Keselamatan Transportasi Bahan
dan Barang Berbahaya di Udara (The Safe Transport of Dangerous Goods by Air) dan
instruksi teknisnya yaitu Technical Instructions for the Safe Transport of Dangerous Goods
by Air (TI)18 mengikat dan berlaku kepada seluruh negara anggota ICAO. Dalam hal ini,
negara anggota harus mengusahakan “highest degree of uniformity” atau berusaha
18
ICAO, Doc. 9284-AN/905.
Keselamatan penerbangan ..., Tiyana Sigi Pertiwi, FH UI, 2013
semaksimal mungkin untuk menyeragamkan diri dengan ketentuan Annex 18. Sedangkan
Pasal 38 merupakan ketentuan yang memberikan hak menyimpang bagi negara-negara dari
ketentuan Pasal 37. Di dalam Pasal 38, negara yang merasa tidak dapat menyesuaikan diri
secara praktek terhadap standar internasional dan praktek-praktek rekomendasi yang telah
ditetapkan oleh ICAO diberikan pengecualian asalkan negara tersebut memberikan notifikasi
kepada ICAO mengenai penyimpangan standar mana yang dilakukan.
Muatan bahan dan barang berbahaya sendiri secara teori merupakan bahan dan barang
yang berbahaya, sehingga menimbulkan risiko apabila tidak ditangani melalui prosedur
keselamatan yang benar. Sehingga, bahan dan barang berbahaya tidak boleh diangkut dalam
pesawat udara, kecuali jika pengangkutan dalam penerbangan sipil internasional tersebut telah
memenuhi pengecualian atau pembatasan yang diperbolehkan oleh Rekomendasi IAEA,
Annex 18 Konvensi Chicago beserta Instruksi Teknisnya, dan IATA DGR. Pembatasan demi
keselamatan penerbangan sipil itu antara lain dilihat dari metode pengangkutan dan jenis
muatan bahan dan barang berbahaya.
Untuk dapat diterapkan secara efektif, penerapan Annex 18 Konvensi Chicago dan TInya dilaksanakan dalam dua tingkat, yakni tingkat internasional dan tingkat nasional. Dalam
tingkat internasional, penerapan tersebut dilaksanakan melalui organisasi-organisasi
internasional seperti ICAO, IAEA, dan IATA. Setiap Negara anggota ICAO wajib untuk
menyesuaikan hukum nasional negaranya sesuai dengan standar dan praktek-praktek yang
dianjurkan di dalam suatu annex ICAO sebagaimana ketentuan di dalam Pasal 37 Konvensi
Chicago. Meskipun kewajiban untuk menjaga keselamatan penerbangan sipil sendiri adalah
kewajiban semua negara, pada dasarnya pengaturan mengenai keselamatan bahan dan barang
berbahaya di udara yang diatur di dalam Annex 18 Konvensi Chicago 1944 hanya wajib
diterapkan oleh negara anggota ICAO, kecuali jika negara non-anggota tersebut menyatakan
untuk tunduk kepadanya.
ICAO sendiri dalam hal ini memiliki dua peran, yakni peran law making dalam hal
formulasi standar teknis19 yang tertuang dalam Annex-annex ICAO, dan fungsi audit dan
pengawasan yang dilaksanakan melalui metode ‘naming and shaming’ serta program USOAP
untuk mengukur tingkat kepatuhan negara anggota20. Kemudian peran IAEA dalam
menerapkan aturan keselamatan untuk transportasi bahan dan barang berbahaya secara umum
19
Proses penyusunan dan penetapan suatu annex terhadap Konvensi Chicago 1944 dapat terdiri atas dua
tahap sebagaimana diatur dalam Pasal 54 (l) dan 54 (m), yaitu Dewan ICAO memiliki kewenangan untuk
menyusun annex-annex tersebut dan berwenang untuk mendengarkan rekomendasi dari ANC untuk usulan
amandemen suatu annex yang telah ada
20
ICAO, Resolusi A32-11, 1997.
Keselamatan penerbangan ..., Tiyana Sigi Pertiwi, FH UI, 2013
adalah dalam mengeluarkan rekomendasi IAEA TS-R121 yang harus diterapkan oleh negara
anggota IAEA terkait transportasi bahan dan barang berbahaya yang mengandung zat
radioaktif. Rekomendasi tersebut akan dijadikan dasar pertimbangan bagi SCoETDG dan
ICAO untuk mengadakan perubahan-perubahan yang diperlukan terhadap Model Regulasi
dan Annex 18 demi kemajuan keselamatan transportasi bahan dan barang berbahaya.
Sedangkan IATA berperan dalam mengeluarkan manual IATA DGR berisi aturan-aturan
mengenai bahan dan barang berbahaya yang wajib diterapkan oleh semua perusahaan
penerbangan yang menjadi anggotanya. IATA DGR mengacu kepada aturan di dalam Annex
18 Konvensi Chicago 1944 dan TI-nya beserta TS R-1 IAEA dengan tambahan-tambahan
aturan lain yang diperketat22.
Dalam tingkat nasional, penerapan ini dilaksanakan oleh negara anggota ICAO dengan
mengadopsi aturan yang terdapat di dalam Annex 18 Konvensi Chicago 1944 dan TI-nya ke
dalam hukum nasional negara tersebut. Hal ini dimaksudkan agar aturan keselamatan bahan
dan barang berbahaya di udara tersebut dapat terlaksana secara efektif. Metode adopsi ini
dapat dilakukan dengan dua cara dan bervariasi sesuai dengan kehendak masing-masing
negara. Cara pertama adalah dengan mempublikasikan Annex-annex terhadap Konvensi
Chicago 1944 dalam bentuk orisinilnya tanpa mengadakan perubahan terhadap teksnya, atau
dengan hanya menerjemahkan teks tersebut ke dalam bahasa resmi negaranya. Cara kedua
adalah dengan menginkorporasikan ketentuan di dalam Annex tersebut ke dalam tata
peraturan perundang-undangan hukum nasionalnya.
Tingkat kepatuhan tiap negara anggota terhadap standar keselamatan bahan dan
barang berbahaya yang terdapat di dalam Annex 18 Konvensi Chicago 1944 juga dapat
bervariasi. Variasi terhadap penerapan standar keselamatan bahan dan barang berbahaya di
udara yang terkandung di dalam Annex 18 Konvensi Chicago 1944 beserta TI-nya tersebut
dimungkinkan karena negara anggota ICAO memiliki hak untuk menyimpang dari SARPs
ICAO sesuai dengan ketentuan Pasal 37 dan 38 Konvensi Chicago 1944. Setelah ketentuan
keselamatan transportasi bahan dan barang berbahaya tersebut diadopsi ke dalam hukum
nasionalnya, maka akan timbul berbagai tanggung jawab hukum yang harus dilaksanakan
oleh subjek-subjek hukum terkait di dalam industri penerbangan sipil di negara tersebut.
21
IAEA, Regulations for The Safe Transport of Radioactive Material, TS-R1, (2009).
“ IATA has included additional requirements, which are more restrictive… and reflect industry
standard practices or operational considerations,” IATA, Dangerous Goods Regulations Manual, ed. Ke-17,
(2013-2014), Pasal 1.1.4.
22
Keselamatan penerbangan ..., Tiyana Sigi Pertiwi, FH UI, 2013
Tanggung jawab hukum tersebut antara lain melekat kepada operator atau perusahaan
penerbangan, pengirim barang, dan penumpang atau awak pesawat udara.
Dalam perkara yang diangkat di dalam penelitian ini, United States of America v.
SabreTech Inc,. merupakan salah kasus kecelakaan udara yang melibatkan bahan dan barang
berbahaya pertama di Amerika Serikat yang menimbulkan pertanyaan perihal kriminalisasi
terhadap pihak-pihak yang lalai melaksanakan pelatihan dan penanganan sesuai standar
keselamatan bagi muatan bahan dan barang berbahaya. Pada tanggal 11 Mei 1996, pesawat
Valujet dengan nomor penerbangan 592 mengalami kecelakaan bahan dan barang berbahaya
yang menyebabkan kematian seluruh penumpang dan awaknya yang berjumlah seluruhnya
110 orang. Hasil investigasi NTSB23 menunjukkan bahwa penyebab kecelakaan berasal dari
api yang menjalar dari generator oksigen yang biasa digunakan di dalam kabin untuk
kepentingan gawat darurat. Generator-generator tersebut diangkut di dalam bagasi kargo
tanpa menggunakan penutup (safety caps) yang ditentukan. Akibat kecelakaan ini, SabreTech
Inc. sebagai kontraktor yang terlibat langsung dalam peristiwa tersebut mengalami kepailitan,
sementara Valujet Airlines kemudian merger dengan AirTran. Persidangan untuk kasus ini
berlangsung selama lima tahun (1996-2001). Terdakwa merupakan SabreTech Inc., anak
perusahaan dari Sabreliner Corp yang berkedudukan di St. Louis, Missouri, Amerika Serikat.
Bahan dan barang berbahaya yang terlibat di dalam kasus ini merupakan bahan dan
barang berbahaya Kelas V menurut UN Model Regulations SCoETDG, sehingga masuk
kategori bahan dan barang berbahaya yang diatur tata cara transportasinya dalam Annex 18
Konvensi Chicago. Dalam kondisi layak pakai, generator oksigen yang umumnya digunakan
di dalam kabin penumpang merupakan jenis bahan dan barang berbahaya milik operator
pesawat udara atau perusahaan penerbangan yang diperbolehkan untuk dimuat di dalam
pesawat udara demi alasan keselamatan penerbangan sipil.24 Pelanggaran terhadap aturan
keselamatan pengangkutan bahan dan barang berbahaya ini juga dilanggar oleh SabreTech
sebagai operator dalam melaksanakan tugasnya untuk memastikan aspek-aspek keselamatan
terpenuhi dalam menjalankan proses pemeliharaan pesawat udara DC-9 tersebut. Sebagai
operator yang memiliki tugas terkait dengan menangani bahan dan barang berbahaya, dalam
kasus ini ketika menangani perbaikan terhadap generator oksigen dalam kabin penumpang
23
NTSB, Aircraft Accident Report: In-Flight Fire and Impact with Terrain Valujet Airlines Flight VJ
592, DC-9-32, N904VJ, Everglades, NeaR Miami, Florida, May 11 1996, NTSB/AAR-97/06, hal 1-182.
24
Larangan penggunaan tidak berlaku bagi bahan dan barang berbahaya yang disediakan dalam
penerbangan guna pertolongan medis awak penumpang pesawat udara ketika telah mendapatkan persetujuan
operator atau merupakan perlengkapan permanen yang terintegrasi dnegan pesawat udara. Tabung silinder gas
yang masuk dalam kategori ini harus dirancang secara spesifik untuk mampu menampung gas tersebut dengan
baik selama transportasi berlangsung. ICAO, Technical Instructions, Pasal 1.1.3.1 (a).
Keselamatan penerbangan ..., Tiyana Sigi Pertiwi, FH UI, 2013
pesawat udara, SabreTech diwajibkan untuk memberikan pelatihan bahan dan barang
berbahaya bagi seluruh pegawainya, tidak hanya teknisinya saja. 25 Kelalaian dalam
melaksanakan hal ini menyebabkan salah satu pekerjanya yang kurang memahami cara yang
tepat menangani bahan dan barang berbahaya mengirim generator oksigen yang telah
kadaluarsa tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
Annex 18 Konvensi Chicago 1944, merupakan suatu sumber hukum internasional
yang sifatnya tidak sepenuhnya mengikat sebagaimana badan konvensinya. Hal-hal yang
diatur di dalam annex tersebut sifatnya hanya berupa standar dan praktek-praktek yang
dianjurkan. Sanksi terhadap pelanggaran atau ketidakpatuhan subjek hukum dalam
melaksanak standar-standar keselamatan tersebut tidak disebutkan didalam ketentuan Annex
18. Perincian yang demikian diserahkan kepada variasi penerapannya dalam hukum nasional
negara ICAO. Untuk dapat dipraktekkan ke dalam ranah hukum nasional suatu negara
anggota ICAO, annex itu sendiri harus diadopsi ke dalam hukum nasionalnya. Akan tetapi,
tidak semua negara anggota menggunakan metode yang sama dalam menerapkan ketentuan di
dalam Annex-Annex ICAO. Amerika Serikat, dalam kasus ini, sebagai anggota ICAO
mempunyai kewajiban untuk mematuhi ketentuan Annex-Annex ICAO dengan variasinya
sepanjang dimungkinkan. Di dalam kasus ini, peraturan perundang-undangan yang digunakan
di muka persidangan adalah peraturan hukum nasional Amerika Serikat yang terlebih dahulu
mengadopsi aturan Annex 18 Konvensi Chicago 1944, yakni di dalam Hazardous Materials
Transportation Act di dalam USC 49 Bab 51, yang berisi peraturan-peraturan keselamatan
tentang transportasi bahan dan barang berbahaya untuk moda transportasi udara.
Kesimpulan
Pertama, masalah keselamatan bahan dan barang berbahaya dalam penerbangan sipil
diatur di dalam hukum internasional diatur melalui Annex 18 Konvensi Chicago 1944 tentang
Keselamatan Bahan dan Barang Berbahaya di Udara beserta addendanya, yaitu TI ICAO Doc.
25
Kewajiban operator untuk mengadakan pelatihan bahan dan barang berbahaya terdapat dalam Pasal
4.11 TI: “Initial and recurrent dangerous goods training programmes must be established and maintained by or
on behalf of: a) shippers of dangerous goods, including packers and persons or organizations undertaking the
responsibilities of the shipper; b) operators; c) ground handling agencies which perform, on behalf of the
operator, the act of accepting, handling, loading, unloading, transferring or other processing of cargo, mail or
stores; d) ground handling agencies located at an airport which perform, on behalf of the operator, the act of
processing passengers; e) agencies, not located at an airport, which perform, on behalf of the operator, the act
of checking in passengers; f) freight forwarders; and g) agencies engaged in the security screening of
passengers and their baggage and/or cargo, mail or stores.” Dan Pasal 5107 USC 49.
Keselamatan penerbangan ..., Tiyana Sigi Pertiwi, FH UI, 2013
9284-AN/905. Hal-hal yang diatur di dalam Annex 18 Konvensi Chicago 1944 antara lain
definisi, keberlakuan, klasifikasi, pembatasan bagi transportasi bahan dan barang berbahaya
melalui udara, ketentuan pengepakan, ketentuan pelabelan dan penandaan, tanggung jawab
pengirim, tanggung jawab operator, ketentuan informasi, program pelatihan, kepatuhan,
pelaporan insiden dan kecelakaan bahaan dan barang berbahaya, serta ketentuan keamanan
bagi bahan dan barang berbahaya. Apabila Annex 18 Konvensi Chicago 1944 mengatur
mengenai keselamatan bahan dan barang berbahaya di udara secara umum, maka perincian
ketentuan-ketentuan yang ada di dalamnya terdapat di dalam dokumen pendukungnya, yaitu
TI.
Standar, definisi, serta klasifikasi bahan dan barang berbahaya yang dipakai olehh
Annex 18 Konvensi Chicago 1944 diambil dari Model Regulasi yang dikeluarkan oleh komite
SCoETDG dari UN ECOSOC. Menurut Model Regulasi tersebut, bahan dan barang
berbahaya dibagi menjadi sembilan kelas yang masing-masing metode pengepakan dan
penanganannya membutuhkan pelatihan khusus untuk menjamin keselamatan muatan pada
saat transportasi. Kesembilan kelas itu yaitu bahan peledak, bahan atau barang berbahaya
yang mengandung gas, bahan cair yang mudah terbakar, bahan padat yang mudah terbakar,
bahan pengoksidasi dan barang organik berperoksidasi, bahan beracun dan bahan yang
menular, bahan radioaktif, bahan korosif, serta bahan dan barang berbahaya lain-lain.
Berdasarkan pembagian tersebut, bahan dan barang yang berbahaya yang pada hakikatnya
dapat membahayakan keselamatan penerbangan sipil tersebut dapat dimuat ke dalam pesawat
udara asalkan telah sesuai dengan pembatasan-pembatasan tertentu menurut standar yang
dirinci di dalam Annex 18 Konvensi Chicago 1944 dan TI-nya. Pembatasan bahan dan barang
berbahaya yang dapat dimuat di dalam penerbangan sipil dikategorikan menjadi pembatasan
berdasarkan metode pengangkutan udara dan pembatasan berdasarkan jenis bahan dan barang
berbahaya.
Kedua, penerapan aturan keselamatan penerbangan sipil bagi bahan dan barang
berbahaya dalam pesawat udara yang terdapat di dalam Annex 18 Konvensi Chicago 1944
dengan TI-nya dilakukan dalam tingkat internasional dan tingkat nasional. Dalam tingkat
internasional, penerapan aturan keselamatan penerbangan sipil bagi bahan dan barang
berbahaya dalam pesawat udara yang terdapat di dalam Annex 18 Konvensi Chicago 1944
dengan TI-nya dilaksanakan melalui rekomendasi dan manual yang dikeluarkan oleh
organisasi-organisasi internasional yang harus diterapkan oleh anggotanya.
Ketiga, dalam kasus United States v. SabreTech. hukum yang digunakan adalah
undang-undang khusus mengenai transportasi bahan dan barang berbahaya menurut hukum
Keselamatan penerbangan ..., Tiyana Sigi Pertiwi, FH UI, 2013
nasional Amerika Serikat yaitu USC 49. Pengaturan di dalam USC 49 telah mengadopsi
standar-standar yang ditetapkan oleh ICAO melalui Annex 18 Konvensi Chicago 1944 beserta
TI-nya dengan beberapa variasi penerapan terhadap beberapa ketentuan di dalam TI. Variasi
penerapan yang diberlakukan yaitu perbedaan di dalam jenis-jenis bahan dan berbahaya
terlarang dan perbedaan istilah dalam HMTA dan TI, sesuai dengan Pasal 5120 USC 49.
Di dalam kasus tersebut United States v. SabreTech, terdapat berbagai dugaan
pelanggaran aturan keselamatan bahan dan barang berbahaya yang pengaturannya telah diatur
secara khusus di dalam TI dan IATA DGR. Pelanggaran yang terbukti terjadi adalah kelalaian
teknis dari operator dalam melatih seluruh pekerjanya untuk menangani bahan dan barang
berbahaya. Tanggung jawab operator dalam pelatihan bahan dan barang berbahaya ini telah
dirumuskan di dalam Pasal 5107 USC 49 dan Bab 4 TI. Kemudian, hasil penyelidikan pasca
kecelakaan udara dalam pelanggaran terhadap standar-standar keselamatan penerbangan sipil
yang diambil dari Annex 18 Konvensi yang telah diadopsi kedalam HMTA tidak dapat
dijadikan dasar untuk mengkriminalisasikan pihak yang terkait. Hal tersebut bertentangan
dengan semangat just culture yang digalakkan ICAO dalam perkembangan keselamatan
penerbangan sipil.
Daftar Referensi
Buku
Abeyratne, Ruwantissa. Aviation Security Law. Heidelberg: Springer. 2010.
Allaz, Camille. History of Air Cargo and Airmail from The 18th Century.
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman. Hukum Pengangkutan Udara.
Jakarta: Binacipta. 1977.
Buergenthal, Thomas. Law-Making in the International Civil Aviation Organization. New
York: Syracruse University Press. 1969.
Diedriks-Verschoor, I. H. Ph. An Introduction to Air Law. Deventer: Kluwer Law and
Taxation Publishers. 1993.
Elias, T. O. The Modern Law of Treaties. Leiden: Oceana Publications. 1974.
Huang, Jiefang. Aviation Safety through the Rule of Law: ICAO's Mechanisms and Practices
(Aviation Law and Policy Series Vol. 5). Alphen aan den Rijn: Kluwer Law
International. 2009.
Keselamatan penerbangan ..., Tiyana Sigi Pertiwi, FH UI, 2013
Martono, K. Transportasi Bahan dan/atau Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara
berdasarkan UURI No. 1 Tahun 2009. Jakarta: Rajawali Press. 2011.
Milde, Michael. Essential Air and Space Law Volume 10: International Air Law and ICAO.
Den Haag: Elven International Publishings. 2012.
Suriaatmadja, Toto T. Pengangkutan Kargo Udara: Tanggung Jawab Pengangkut dalam
Dimensi Hukum Udara Nasional & Internasional. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
2005.
Sweet, Kathleen M. Aviation and Airport Security: Terrorism and Safety Concerns. New
Jersey: Pearson Inc. 2004.
Tams, C.J. Enforcing Obligations Erga Omnes in International Law Cambridge: Cambridge
University Press. 2005.
Wrapson, Roger. Dangerous Goods: A Guide To Exemption From The Carriage of
Dangerous Goods by Road Regulations. London: Kogan Page. 2009
Jurnal
Abeyratne, Ruwantissa. “Air Cargo Security: The Need for Sustainability and Innovation”.
Air & Space Law (Vol 38, No. 1, 2013). Hal 21–32.
B. Jenkins, “Aircraft Sabotage”. Terrorism And Political Violence (Vol.10, No. 3, 1998).
Jiefang, Huang. “Aviation Safety, ICAO, and Obligations Erga Omnes”. Chinese Journal of
International Law VIII:1 (2009). Hal. 64.
Kay Hailbronner. “Unlawful Interference with Civil Aviation”. Encyclopedia of Public
International Law: Law of The Sea, Air, and Space (Vol. 11, 1989). Hal 57-64.
Ludwig Weber. “Chicago Convention”. Encyclopedia of Public International Law: Law of
The Sea, Air, and Space (Vol. 11, 1989). Hal 54-57.
Metcalf J. S., J.A.O. Meriluoto dan G.A. Codda. "Legal And Security Requirements For The
Air Transportation Of Cyanotoxins And Toxigenic Cyanobacterial Cells For
Legitimate Research And Analytical Purposes". Toxicology Letters (Vol. 163, 2006).
Hal 85–90.
Milde, Michael. “Air Transport, Regulation of Liability”. Encyclopedia of Public
International Law: Law of The Sea, Air, and Space (Vol. 11, 1989). Hal 18-22.
Pudjiastuti, Wiwik. “Packaging for Dangerous Goods”. Balai Besar Kimia dan Kemasan.
Wassenbergh. “Safety in Air Transportation and Market Entry”. Air and Space Law XXIII:2,
(1998). Hal. 83.
Keselamatan penerbangan ..., Tiyana Sigi Pertiwi, FH UI, 2013
Makalah dan Pidato
Georgilas, Statis. "The Suppression of Illegal Acts in International Civil Aviation and the
International Responsibility of the State.
New Developments".
Makalah
disampaikan pada Annual (2010) Conference of the Hellenic Society of International
Law & International Relations, Athena, 17 Desember 2010.
Iyer, Balaji Harish dan Siddhartha Sarangal. "Need for Increased Security in Aviation in The
Cargo Sector". Makalah disampaikan pada Third Annual Internationl Conference On
Law & Regulation Of Air Transport And Space Applications, 2012.
Peraturan Perundang-undangan
Amerika Serikat. Hazardous Materials Transportation Act. USC 49: Transportation. Bab 51:
Transportation of Hazardous Materials. Pasal 5101-5127.
Annex 13 on Aviation Accident and Incident Investigations.
Annex 18 Konvensi Chicago 1994 tentang Annex 18 to the Convention on International Civil
Aviation, signed at Chicago on 7 December 1944 and its Technical Instructions for
the Safe Transport of Dangerous Goods by Air.
ICAO. ICAO Doc. 7984/4, Directives for Panels of The Air Navigation Commision.
ICAO. ICAO Doc. 9284-AN/905. Technical Instructions for the Safe Transport of Dangerous
Goods by Air.
ICAO. Resolusi A2-26. ICAO Doc. 9790. “General Convention on the Priviledges and
Immunities of the Specialized Agencies and Annex III thereto relating to ICAO.
ICAO. Resolusi A32-11. “Establishment of an ICAO Universal Safety Oversight Audit
Programme”.
ICAO. Resolusi A33-16. “Global Aviation Safety Program”.
IATA. IATA Dangerous Goods Regulation. Dangerous Goods Regulations, Effective 1
January 2013 – 31 December 2013, Priduced in Consultation with ICAO. Ed. Ke54.
Konvensi Chicago 1944. Convention on International Civil Aviation. Ditandatangani di
Chicago, 7 December 1944.
Keselamatan penerbangan ..., Tiyana Sigi Pertiwi, FH UI, 2013
SCoETDG. Model Regulasi UN. Recommendations on the Transport of Dangerous Goods
Model Regulations. Ed. Ke-17,.ST/SG/AC.10/1/Rev.17.
Artikel Majalah
Learmont, David. “ICAO Wants to Make ‘Just Culture’ Safety Reporting and Investigation
Global”. Flight International (8 Januari, 2008).
Pira International. Evaluation Report on the Transport of Dangerous Goods since 1: Policy
Overview. No. TREN/E3/43-2003 (April 2005).
Wald, Matthew L. “Appeals Court is Rejecting 8 Convictions in 96 Crash”. The New York
Times. Diakses dari http://www.nytimes.com/2001/11/01/us/appeals-court-isrejecting-8-convictions-in-96-crash.html?src=pm.
Laporan Penyelidikan
National Transportation Safety Board Aircraft Accident Report, VJ 592. NTSB/AAR-9708.
Diakses dari http://www.ntsb.gov/doclib/reports/1997/aar9706.pdf.
Keselamatan penerbangan ..., Tiyana Sigi Pertiwi, FH UI, 2013
Download