Templat tugas akhir S1

advertisement
PENGARUH PEMBERIAN MUSIK KLASIK
TERHADAP KONSUMSI AMPAS TAHU
DAN PRODUKSI SUSU
NATALIA NOPIKA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian
Musik Klasik terhadap Konsumsi Ampas Tahu dan Produksi Susu adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Natalia Nopika
NIM D14090143
ABSTRAK
NATALIA NOPIKA. Pengaruh Pemberian Musik Klasik terhadap Konsumsi
Ampas Tahu dan Produksi Susu. Dibimbing oleh BAGUS P PURWANTO dan
ANDI MURFI.
Efek Mozart adalah suatu fenomena yang muncul di Amerika Serikat pada
tahun 1993. Efek Mozart telah berkembang bahkan dinegara bagian Eropa
menggunakan musik pada peternakan untuk meningkatkan produktivitas ternak.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lama waktu konsumsi ampas tahu,
jumlah mastikasi dan produksi susu yang dihasilkan oleh sapi perah. Penelitian ini
menggunakan rancangan silang balik (switch back design), dengan tiga periode
pengamatan. Parameter yang diamati dan diukur adalah lama waktu konsumsi
ampas tahu, jumlah mastikasi dan produksi susu. Musik klasik Mozart Concerto for
flute and Harp in D diberikan mulai pukul 12.00-15.30 WIB. Pemberian musik
Mozart mempengaruhi lama waktu konsumsi ampas tahu dan jumlah mastikasi.
Lama waktu konsumsi ampas tahu dan jumlah mastikasimenunjukkan perbedaan
yang nyata (P<0.05) berdasarkan uji-t. Rataan lama waktu konsumsi dan jumlah
mastikasi yaitu sebesar 25.91±10.10 menit dan 84.38±4.46 kali/menit periode
perlakuan. Produksi susu yang dihasilkan tidak memiliki perbedaan nyata (P>0.05),
rataan produksi susu yang dihasilkan sebesar 6.805±0.90 liter pada periode
perlakuan. Pemberian musik klasik Mozart meningkatkan efesiensi pakan, sehingga
dapat memperbaiki kinerja sapi perah.
Kata kunci: Efek Mozart, Konsumsi, Produksi Susu.
ABSTRACT
NATALIA NOPIKA. The Effect of Classical Music on Consumption Time of
Tofu Waste and Milk Production of Diary Cows. Supervised by BAGUS P
PURWANTO and ANDI MURFI.
The Mozart effect is a phenomenon that appear in the United States in 1993.
Mozart effect has grown even parts of Europe country use this music on farms to
increase productivity of cattle. The experiment was conducted to study the length
of consumption time of tofu waste, number of mastication and the milk production
of dairy cows. This research used switch back design, with three observation
periods. The parameters measured were consumption time of tofu waste, number of
mastication and milk production. Classical music Mozart Concerto for Flute and
Harp in D was starting at 12:00 to 15:30 pm. Mozart music significantly influence
on consumption time of tofu waste and number of mastication (P<0.05),
consumption time and number of mastication were 25.91±10.10 minute and
84.38±4.46 times/minute during treatment period, respectively milk production
showed not significantly difference due the music’s effect. The average milk
production was 6.805±0.90 liters day in the period of treatment. Number of
classical music Mozart increase feed efficiency, so that can improved performance
dairy cows.
Keywords: Consumption, Milk Production, Mozart Effect.
PENGARUH PEMBERIAN MUSIK KLASIK
TERHADAP KONSUMSI AMPASTAHU
DAN PRODUKSI SUSU
NATALIA NOPIKA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi: Pengaruh Pemberian Musik Klasik terhadap Konsumsi Ampas Tahu
dan Produksi Susu
Nama
: Natalia Nopika
NIM
: D14090143
Disetujui oleh
Dr Ir Bagus P Purwanto, MAgr
Pembimbing I
Ir Andi Murfi, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Juni 2012 sampai Agustus 2012, dengan judul Pengaruh Pemberian
Musik Klasik terhadap Konsumsi Ampas Tahu dan Produksi Susu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Bagus P Purwanto, MAgr
dan Bapak Ir Andi Murfi, MSi selaku dosen pembimbing skripsi, serta Ibu Ir BN
Polii, SU selaku dosen pembimbing akademik. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Ir Lucia Cyrilla ENSD, MSi dan Bapak Ir K Budi Satoto, MS serta
Bapak Edit Lesa A, SPt MSc selaku dosen penguji yang telah memberi banyak
saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak H. Mahpudin
dan keluarga yang telah membantu dan menyediakan kandang dan ternaknya
sebagai tempat dilaksanakannya penelitian ini, juga teman tim penelitian yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada kedua orang tua, ayah Dismas Mastam dan ibu Agnes Pera serta seluruh
keluarga besar, atas doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa ucapan terima kasih
ditujukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkayang yang telah membiayai
kuliah dan kebutuhan selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor.
Kepada Rikardo Sembiring, Rosianne, Ruly, Cipta, Dewi, Lantri, teman-teman
IPTP 46, POPK Fapet dan BUD Bengkayang terima kasih atas segala dukungannya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Natalia Nopika
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Kondisi Lingkungan Penelitian
Kondisi Pakan
Kondisi Sapi Perah
Konsumsi Ampas Tahu
Lama Waktu Konsumsi
Mastikasi
Produksi Susu
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
viii
viii
viii
1
1
2
2
2
2
2
2
2
3
3
3
5
6
6
6
9
10
13
13
15
16
DAFTAR TABEL
1 Rataan suhu dan kelembaban udara
5
2 Konsumsi ampas tahu, lama waktu konsumsi dan kecepatan konsumsi
7
3 Konsumsi ampas tahu, produksi susu dan rasio antara ampas tahu dan
produksi susu
7
4 Rataan lama waktu konsumsi ampas tahu selama penelitian
8
5 Rataan jumlah mastikasi ampas tahu
9
6 Rataan produksi susu sapi FH pagi hari
12
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
Kondisi dalam kandang
Pakan yang digunakan di tempat penelitian
Grafik rataan lama waktu konsumsi ampas tahu
Grafik rataan jumlah mastikasi sapi FH
Proses pemerahan susu sapi secara manual
Grafik rataan produksi susu sapi FH pagi hari
4
6
9
10
11
12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis uji t lama waktu konsumsi ampas tahu
2 Hasil analisis uji t jumlah mastikasi
3 Hasil analisis uji t produksi susu
15
15
15
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang populasinya terbatas
hanya di beberapa daerah di Indonesia. Sapi perah berkembang dengan baik
terutama pada daerah yang produksi pertaniannya dapat mendukung
pengembangan sapi perah seperti pulau Jawa. Sapi perah yang banyak dipelihara
adalah bangsa sapi Friesian Holstein (FH), yang terkonsentrasi di Jawa Timur
(46.8%), Jawa Barat (25.2%) dan Jawa Tengah (24.9%), Sisanya dalam jumlah
sangat kecil berada di luar Jawa (Ditjennak 2010). Sapi-sapi perah tersebut 98%
dipelihara di peternakan rakyat.
Hasil utama dari peternakan sapi perah adalah susu. Susu sapi hanya di
dapatkan dari sapi betina yang sedang laktasi. Sapi perah laktasi memerlukan gizi
yang cukup agar mampu memproduksi susu maksimal dengan tidak menggangu
kebutuhan hidup pokoknya. Pakan yang diberikan harus memiliki palatabilitas
yang baik karena dapat mempengaruhi konsumsi. Salah satu pakan yang memiliki
palatabilitas yang baik adalah konsentrat (Lubis 1963). Konsentrat yang umum
diberikan adalah ampas tahu, karena mudah didapat dan sangat disukai oleh sapi
serta mengandung nilai gizi yang tinggi.
Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan sapi
perah, terutama dalam upaya peningkatan produksi susu dan konsumsi pakan.
Salah satu faktor tersebut adalah lingkungan. Lingkungan adalah faktor yang
dapat berpengaruh langsung terhadap kondisi ternak. Lingkungan tempat
pemeliharaan sapi perah pada peternakan rakyat biasanya disekitar permukiman
masyarakat. Lingkungan yang demikian ini biasanya sangat berisik atau tingkat
kebisingannya cukup tinggi.
Salah satu lokasi peternakan sapi perah yaitu di daerah Kebon Pedes kota
Bogor. Daerah ini karena ada di perkotaan dan berada di sepanjang jalur kereta
api, maka tingkat kebisingannya pun cukup tinggi. Di beberapa negara upaya yang
dilakukan untuk mengurangi kebisingan tersebut yaitu dilakukan dengan
pemberian musik. Beberapa peternakan di luar negeri seperti di Eropa bahkan
sudah menggunakan musikalisasi selama proses pemerahan dengan tujuan agar
sapi lebih tenang dan nyaman selama proses pemerahan.
Musik adalah bunyi yang diatur menjadi pola yang dapat menyenangkan
perasaan atau suasana hati melalui telinga. Musik juga merupakan salah satu
sarana bagi makhluk hidup untuk memperoleh ketenangan jiwa. Setiap makhluk
hidup baik manusia, hewan dan tumbuhan dapat merespon gelombang suara yang
dihasilkan oleh alat musik. Pada tahun 1993 Efek Mozart pertama kali
dipublikasikan oleh Universitas California melalui tes tingkat IQ terhadap
mahasiswa yang ternyata musik Mozart mampu meningkatkan 8-9 poin IQ
(Bowers 2012). Semenjak itu Efek Mozart terus berkembang bahkan digunakan
juga di dunia peternakan dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak,
karena suara musik yang tenang akan menghasilkan suasana yang nyaman bagi
ternak. Dengan demikian diharapkan sapi akan meningkatkan konsumsi pakannya.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama waktu konsumsi ampas
tahu, jumlah mastikasi atau mengunyah dan jumlah produksi susu pada sapi
Friesian Holstein (FH) yang diberi musik klasik Mozart.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah kandang, sapi perah, pakan (ampas
tahu), dan musik klasik Mozart yang digunakan ditempat penelitian. Dihitung data
lama waktu konsumi dan jumlah mastikasi ampas tahu serta diukur jumlah
produksi susunya.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dikandang usaha peternakan sapi perah milik
Bapak H. Mahpudin yang berlokasi di kawasan Kelurahan Kebon Pedes,
Kecamatan Tanah Sereal, Bogor. Penelitian dilakukan selama 45 hari dari 28
Juni hingga 13 Agustus 2012.
Bahan
Ternak dan Pakan
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah bangsa sapi perah
Fresian Holstein (FH) sebanyak 4 ekor periode laktasi ke-2 dan laktasi ke-3.
Pakan yang diberikan adalah konsentrat (ampas tahu) dan rumput lapang.
Alat
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang stall dengan
lantai terbuat dari semen kasar, tembok atau dinding terbuat dari semen dan atap
genteng. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi speaker aktif,
mp3 lagu klasik, gelas ukur, timbangan, thermometer, ember, stopwatch, buku
catatan dan alat tulis.
Prosedur
Penelitian ini dilakukan dalam tiga periode pengamatan, masing-masing
periode dijelaskan sebagai berikut:
Sebelum Pemberian Musik (Periode 1)
Pengambilan data sebelum pemberian musik (tanpa diberi musik) diambil
pada 15 hari pertama yaitu pada hari ke 1-15.
Pemberian Musik Mozart (Periode 2)
Pengambilan data perlakuan diambil pada hari ke 16-30, saat pemberian
musik klasik Mozart yaitu jenis Mozart Concerto for Flute and Harp in D dengan
3
kekuatan suara 45 db. Pemberian musik klasik Mozart Concerto for Flute and
Harp in D dilakukan mulai pukul 12.00-15.30 WIB.
Selepas Pemberian Musik Mozart (Periode 3)
Pengambilan data Pasca Perlakuan (tanpa diberi musik), tujuannya adalah
untuk melihat efek setelah pemberian musik klasik Mozart Concerto for Flute and
Harp in D selama pemerahan yang dimulai pada hari ke-31 sampai hari ke-45.
Parameter yang diamati dan diukur setiap periode pengamatan meliputi;
Lama waktu konsumsi ampas tahu, jumlah mastikasi dan produksi susu.
Pengamatan lama waktu konsumsi ampas tahu dihitung dari saat ampas tahu
diberikan sampai sapi selesai mengkonsumsi ampas tahu. Jumlah mastikasi
dihitung per menit sebanyak empat kali ulangan. Data jumlah pengukuran
volume produksi susu diperoleh dari hasil pemerahan pada pagi hari berikutnya,
setelah pemberian musik pada siang hari sebelumnya. Selain itu dilakukan juga
pengukuran suhu dan kelembaban (pagi, siang dan sore hari), perhitungan
kecepatan konsumsi per menit dan rasio antara pakan dengan produksi susu.
Rancangan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah switch
back design. Pengamatan yang dilakukan pada sapi yang diberi perlakuan (sapi A,
B, C dan D) selama tiga periode yaitu pertama tanpa pemberian musik klasik
Mozart (Pra Perlakuan), kedua diberikan musik klasik Mozart (Perlakuan) dan
ketiga tanpa pemberian musik klasik Mozart (Pasca Perlakuan), masing-masing
periode selama 15 hari pengamatan.
Analisis Data
Data dianalisis secara kuantitatif yaitu dengan menghitung lama waktu
konsumsi ampas tahu, jumlah mastikasi dan mengukur volume susu yang
dihasilkan pada masing-masing periode. Data yang diperoleh kemudian
dianalisis dengan uji t (t-test). Model matematis uji-t berdasarkan Steel dan Torrie
(1995) adalah sebagai berikut:
√
√
Keterangan :
Xi
= Rata-rata perlakuan ke-i
Xj
= Rata-rata perlakuan ke-j
S
= Simpanga Baku
n
= Jumlah individu sampel
Do
= Selisih 2 rataan yang berbeda
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Kondisi Lingkungan Penelitian
Umumnya sapi perah selama hidupnya berada di dalam kandang. Kandang
4
tempat pemeliharaan sapi perah pada penelitian ini merupakan kandang stall,
dengan diding berupa tembok yang terbuat dari semen dan ventilasi yang cukup
banyak, sehingga cahaya matahari dapat masuk dan aliran udara cukup baik serta
kandang tidak bau. Bahan lantai kandang terbuat dari semen yang agak kasar dan
diberikan pallet dengan tujuan tidak licin dan sapi tidak terjatuh. Terdapat pula
selokan yang berfungsi sebagai aliran pembuangan kotoran tenak dan juga air
setelah pemandian ternak atau pembersihan kandang. Atap kadang pada
peternakan ini sebagian terbuat dari seng, sisanya dari asbes dan genteng.
Terdapat tempat pakan dan air minum untuk sapi yang mudah dibersihkan.
Sutarno (1994) menyatakan tempat makan dan minum harus dibersihkan setiap
hari, karena tempat makan dan minum yang kotor merupakan sarang bibit
penyakit. Kandang sapi perah dibersihkan setiap hari dengan tujuan menjaga
kenyamanan dan kesehatan sapi perah. Sapi dimandikan dua kali sehari yaitu
pada pagi dan siang hari menjelang akan pemerahan. Pemeliharaan sapi perah
merupakan pekerjaan yang rutin, antara lain pembersihan kandang, memandikan
sapi, pemerahan dan pemberian pakan. Menurut Parakkasi (1999), pemeliharaan
sapi perah harus dilakukan semaksimal mungkin untuk menjaga kelangsungan
hidup dan produktivitas sapi perah tersebut.
Kandang merupakan salah satu sarana untuk menjaga kesehatan ternak.
Bangunan dan fasilitas peternakan harus dirancang untuk memfasilitasi
kenyamanan, kesehatan dan produktivitas ternak. Selain itu memiliki ventilasi
dan penerangan yang baik untuk meningkatkan performa ternak (Tyler dan
Ensminger 2006). Kandang sapi yang digunakan ini tergolong baik terlihat dari
kesehatan dan penampilan umum sapi perah. Kondisi kandang yang digunakan
selama penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.
(a) lantai, selokan dan
tembok
(b) pallet
Gambar 1 Kondisi dalam kandang (a) lantai, selokan
dan tembok, serta (b) pallet yang digunakan
Faktor lingkungan yang cukup dominan dalam mempengaruhi
produktivitas ternak adalah iklim mikro yaitu suhu, kelembaban udara, radiasi dan
kecepatan angin (Yani dan Purwanto 2006). Data suhu dan kelembaban udara
pada lingkungan tempat penelitian (dalam kandang) disajikan pada Tabel 1.
5
Tabel 1 Rataan suhu dan kelembaban udara
Suhu
(oC)
Kelembaban
(%)
Pagi
26.32±2.23
79.51±4.29
Siang
32.46±0.76
60.36±5.98
Sore
32.01±0.85
61.98±7.52
Waktu
Keterangan : pagi (06.00), siang (12.00), sore (16.00)
Hafez (1969) menyatakan sapi FH dapat berproduksi dengan baik jika
dipelihara di daerah yang mempunyai temperatur lingkungan 18.3 oC, dengan
kelembaban 55%. Tabel 2 menunjukkan kondisi suhu pada pagi hari cukup
nyaman bagi sapi perah yaitu sekitar 26.36 oC, namun karena suhu yang rendah
dapat menyebabkan kelembaban udara menjadi tinggi yaitu sekitar 79.51%. Pada
kondisi kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan proses penguapan dalam
tubuh ternak menjadi terhambat sehingga dapat menimbulkan stress bagi ternak.
Pada kondisi siang dan sore hari suhu masih tinggi, sehingga menyebabkan
kelembaban udara menjadi rendah. Hal ini disebabkan selama penelitian terjadi
musim kemarau yaitu sekitar dua bulan di daerah Kebon Pedas Bogor dan
sekitarnya dan hanya 2-3 kali saja terjadi turun hujan. Kondisi seperti ini tidak
nyaman untuk sapi perah, karena sapi perah yang dipelihara pada suhu lingkungan
di atas 27 oC mekanisme pengaturan panasnya menjadi aktif dan laju pernafasan
serta penguapan meningkat (Williamson dan Payne 1968).
Kondisi Pakan
Pakan adalah bahan-bahan yang dapat diberikan kepada ternak yang
sebagian atau seluruhnya dapat dicerna tanpa menggangu kesehatan. Tujuannya
untuk kelangsungan hidup ternak secara normal dan diharapkan dapat
mengoptimalkan produksi susu (Sutarno 1994). Sapi perah membutuhkan pakan
yang cukup dan gizi yang seimbang untuk dapat menghasilkan produksi susu
yang tinggi. Pakan sapi perah biasanya terdiri dari hijaun dan konsentrat. Hijauan
yang diberikan adalah yang bahan kering (BK)nya tidak rendah karena hijauan
biasanya mengandung air yang tinggi. Konsentrat merupakan makanan ternak
yang memiliki palatabilitas yang tinggi (Lubis 1963). Konsentrat umumnya
diberikan maksimum 60% dari ransum, karena apabila melebihi dari 60% dapat
menyebabkan terjadinya penurunan lemak pada susu yang dihasilkan. Blakely
dan Bade (1991) menyatakan apabila produksi susu mulai menurun, maka
kebutuhan gizi juga menurun dan pemberian pakan disesuaikan dengan
produksinya. Jarak pemberian pakan dengan waktu pemerahan juga perlu
diperhatikan agar produksi susu yang dihasilkan bisa maksimal. Jarak yang baik
adalah 2-4 jam sebelum pemerahan, di tempat penelitian sudah cukup baik yaitu
2.5 jam sebelum pemerahan.
Pakan yang diberikan oleh peternak kepada sapi perah di tempat penelitian
ini berupa rumput lapang dan konsentrat (ampas tahu). Rumput lapang diberikan
pada pagi dan sore hari setelah proses pemerahan, sedangkan konsentrat diberikan
6
sebelum pemerahan. Kondisi pakan khususnya ampas tahu tidak tersedia dengan
baik terutama dari hari ke 26-33 saat berlangsungnya penelitian. Hal ini
disebabkan kurangnya stok ampas tahu di pasaran. Rumput lapang dan ampas
tahu yang digunakan oleh peternak di lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar
2.
(a) ampas tahu
(b) rumput lapang
Gambar 2 Pakan yang digunakan di tempat penelitian
(a) ampas tahu (b) rumput lapang
Kondisi Sapi Perah
Sapi perah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi perah Friesian
Holstein (FH). Sapi perah (a)
Friesian
(FH)
ini merupakan
GambarHolstein
3. Pakan yang
digunakan
di tempat bangsa sapi
penelitian.
(a)
Ampas
Tahu
(b)
Rumput
Lapang
yang berasal dari provinsi Friesland, Belanda. Sapi perah yang
digunakan pada
penelitian ini adalah sapi perah laktasi ke-2 dan ke-3, kondisi dari sapi perah yang
digunakan adalah sehat dapat dilihat dari penampilan secara umum sapi, seperti
nafsu makan yang baik.
Konsumsi Ampas Tahu
Lama Waktu Konsumsi
Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dihabiskan oleh ternak
dalam waktu tertentu. Ternak ruminansia mengkonsumsi pakan dalam jumlah
yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok.
Sejalan dengan pertumbuhan, perkembangan kondisi serta tingkat produksi yang
dihasilkannya, konsumsi pakannya juga akan meningkat. Tobing (2010)
menyatakan bahwa besar kecilnya konsumsi pakan ditentukan beberapa faktor
antara lain palatabilitas, kondisi lingkungan, umur, kesehatan, tingkat produksi
dan bentuk pakan.
Kecepatan sapi dalam mengkonsumsi pakan tergantung dari jenis pakan
yang dimakan, seperti hijauan dan konsentrat. Sapi akan membutuhkan waktu
yang lama untuk menghabiskan pakan hijauan dibandingkan dengan konsentrat.
Hal ini dikarenakan bentuk pakan konsentrat lebih mudah dimakan dan ditelan
dibandingkan hijauan, selain itu kandungan serat pada pakan tersebut dan juga
jumlah pakan yang diberikan serta kondisi ternak (Frandson 1992). Kecepatan
konsumsi ampas tahu diperoleh dari pengukuran konsumsi ampas tahu dengan
lama waktu konsumsi ampas tahu atau lama waktu sapi menghabiskan ampas tahu.
Data rataan kecepatan konsumsi ampas tahu per menit disajikan pada Tabel 2.
7
Tabel 2 Konsumsi ampas tahu, lama waktu makan dan kecepatan konsumsi
Periode
Pra
Perlakuan
Perlakuan
Pasca
Perlakuan
Konsumsi Ampas
Tahu (Kg/hari)
Lama Waktu
Konsumsi (Menit)
15.00±0.00a
35.33±9.25a
Kecepatan
Konsumsi
(Kg/menit)
0.42±0.10a
12.87±4.18b
25.91±10.10b
0.49±0.16b
14.00±2.01c
22.92±5.31c
0.61±0.19c
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata
berdasarkan Uji-t pada taraf 5%.
Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah ampas tahu yang diberikan pada
setiap periodenya berbeda, hal ini karena kurangnya stok ampas tahu dipasaran.
Kondisi tersebut membuat kecepatan konsumsi ampas tahu pada sapi meningkat,
selain itu diduga karena adanya pemberian musik klasik Mozart yang membuat
sapi bersemangat dalam menghabiskan pakan. Hal ini didukung dengan hasil
perhitungan yang berbeda nyata (P<0.05). Pada periode pra perlakuan rataan
kecepatan sapi dalam mengkonsumsi ampas tahu yaitu sebesar 0.42 kg/menit,
perlakuan 0.49 kg/menit dan pasca perlakuan 0.61 kg/menit dengan jumlah ampas
tahu yang diberikan msing-masing sebanyak 15 kg, 12.87 kg dan 14 kg.
Jumlah pemberian pakan akan menentukan jumlah susu yang akan
dihasilkan. Sapi perah laktasi membutuhkan jumlah pakan dan mutu pakan yang
cukup, jika kurang maka susu yang dihasilkan tidak akan maksimal. Rasio antara
pemberian konsentrat (ampas tahu) dengan jumlah produksi susu yang dihasilkan
perlu dipertimbangkan untuk mengetahui jumlah produksi susu yang dihasilkan.
Hasil pengukuran rasio konsumsi ampas tahu dengan jumlah produksi susu yang
dihasilkan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Konsumsi ampas tahu, produksi susu dan rasio antara ampas tahu dengan
produksi susu
Periode
Pra
Perlakuan
Perlakuan
Pasca
Perlakuan
Konsumsi ampas tahu
(Kg/hari)
15.00±0.00a
Produksi susu sapi
FH/Liter (pagi)
7.04±1.06a
Rasio
(Ampas tahu/Produksi)
2.13±0.39a
12.87±4.18b
6.81±0.94a
1.89±0.58b
14.00±2.01c
6.96±0.70a
2.01±0.34b
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata
berdasarkan Uji-t pada taraf 5%.
Tabel 3 menunjukkan rasio masing-masing periode antara jumlah ampas
tahu yang dikonsumsi dengan jumlah produksi susu yang dihasilkan yaitu
2.18±0.39 periode pra perlakuan, 1.89±0.58 periode perlakuan dan 2.01±0.34
periode pasca perlakuan. Pada periode perlakuan memberikan rasio yang paling
baik dibandingkan dengan dua periode lainnya (pra dan pasca perlakuan), dengan
hasil perhitungan yang berbeda nyata (P<0.05). Menurut Sudono et al. (2005),
8
pemberian konsentrat 50% dari jumlah susu yang dihasilkan (rasio 1:2) akan lebih
praktis, misalnya seekor sapi perah menghasilkan susu 15 liter, maka konsentrat
yang harus diberikan sebanyak 7.5 kg.
Musik dapat mempengaruhi suhu tubuh yaitu terhadap sirkulasi darah,
denyut nadi, pernapasan dan pengeluaran keringat. Musik transenden dan musik
keras dapat meningkatkan suhu tubuh beberapa derajat, sementara musik lembut
dengan beat yang lemah seperti Mozart dapat menurunkan suhu tubuh (Campbell
1997). Pada penelitian sebelumnya musik Mozart diperdengarkan kepada bayi,
ternyata bayi yang diperdengarkan musik Mozart mengeluarkan energi yang lebih
sedikit dan metabolisme tubuhnya lebih baik dengan ditunjukan pertumbuhan dan
peningkatan berat badan. Musik klasik Mozart Concerto for Flute and Harp in D
ini merupakan jenis musik dengan beat yang lembut dan mampu membuat sapi
menjadi tenang terutama sapi yang berada pada lingkungan yang tingkat
kebisingannya tinggi, karena sapi dapat merespon suara yang ada disekitarnya
dengan baik. Musik juga dapat menurunkan hormon penyebab stress (kortisol)
dan meransang pelepasan hormon endorfin yaitu hormon tubuh yang membuat
perasaan menjadi senang (Young dan Koopsen 2007).
Tempat penelitian ini berada di sekitar permukiman warga yang sangat
bising untuk itu dilakukan pemberian musik agar sapi menjadi nyaman, tenang
dan tidak stress, sehingga konsumsi terhadap pakan juga dapat meningkat. Hasil
pengamatan lama waktu konsumsi ampas tahu disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Rataan lama waktu konsumsi ampas tahu selama penelitian
Sapi
A
B
C
D
Rataan
Lama waktu konsumsi ampas tahu (Menit)
Pra Perlakuan
Perlakuan
Pasca Perlakuan
37.00±12.21
29.33±9.98
28.00±3.68
36.33±9.72
21.67±4.49
19.33±3.71
32.33±7.99
24.00±6.87
21.33±4.81
35.67±6.23
28.67±14.69
23.00±4.93
35.33±9.25a
25.91±10.10b
22.92±5.31c
Rataan
31.44±8.62
25.80±5.97
25.90±5.56
29.10±8.61
Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata
berdasarkan Uji-t pada taraf 5%.
Hasil perhitungan menunjukkan pernbedaan nyata (P<0.05), rataan lama
waktu konsumsi ampas tahu periode perlakuan (25.91±10.10) dan periode pasca
perlakuan (22.92±5.31 menit) lebih cepat dibandingkan periode pra perlakuan
(35.33±9.25 menit). Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh dari pemberian
musik yang membuat sapi menjadi lebih semangat pada saat makan. Menurut
Frandson (1992), lama makan sangat dipengaruhi oleh jenis pakan (berserat atau
tidak berserat), jenis dan umur sapi, lingkungan, kondisi sapi serta jumlah pakan
yang diberikan. Rata-rata seekor sapi melakukan ruminasi selama 8 jam (480
menit) sehari, dengan penyebaran yang hampir merata. Satu siklus ruminasi
berlangsung selama kira-kira 1 menit, dimana 3 atau 4 menit digunakan untuk
regurgitasi dan penelanan. Efek Mozart umumnya dapat dijelaskan sebagai
kondisi/efek hasil pemaparan terhadap musik tertentu (khususnya musik Mozart)
dalam waktu singkat dan berefek positif terhadap kognisi dan perilaku ternak
(Bowers 2002). Gambar 3 menunjukkan lama waktu makan sapi perah.
Lama waktu konsumsi (Menit)
9
60
50
Pra Perlakuan
(hari ke 1-15)
40
30
Perlakuan (hari
ke 16-30)
20
Pasca
Perlakuan (hari
ke 31-45)
10
0
0
15
30
45
Hari
Gambar 3 Rataan lama waktu konsumsi ampas tahu.
Mastikasi atau Pengunyahan
Ruminansia seperti sapi memiliki sistem pencernaan yang terdiri dari
beberapa organ untuk membantu proses penyerapan makanan dalam tubuh.
Sistem pencernaan adalah suatu sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang
dilengkapi beberapa organ yang bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan,
pencernaan dan absorpsi zat makanan mulai dari mulut sampai ke anus. Saluran
pencernaan meliputi: rongga mulut, faring, esophagus, lambung, usus halus,
sekum dan usus besar. Sapi memiliki lambung yang terdiri dari rumen, reticulum,
omasum dan abomasum. Motilitas dari lambung akan selalu berhubungan dengan
gerakan-gerakan yang meliputi prehensi, mastikasi, ensalivasi, deglutisi, eruktasi
dan ruminasi (Church 1975).
Mastikasi yaitu suatu proses penghancuran makanan yang melibatkan
organ-organ didalam rongga mulut dan saliva sehingga mengubah ukuran
makanan. Mastikasi bertujuan untuk mengurangi ukuran besarnya pakan,
memotong, dan menghaluskan atau menjadikan ukuran makanan lebih kecil,
sehingga menambah luas permukaan untuk mempercepat penelanan. Semakin
banyak pakan yang dikonsumsi maka jumlah mastikasi akan semakin banyak
untuk memperkecil ukuran partikel (Kamal 1994). Data hasil pengamatan jumlah
mastikasi ampas tahu pada sapi perah disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Rataan jumlah mastikasi pada sapi perah selama penelitian
Sapi
A
B
C
D
Rataan
Jumlah mastikasi (Kali/Menit)
Pra Perlakuan
Perlakuan
Pasca Perlakuan
77.12±6.59
74.77±7.25
77.72±5.38
76.20±8.41
76.48±7.04a
84.50±3.91
84.18±4.77
84.32±3.82
84.53±5.29
84.38±4.46b
81.10±5.80
78.99±5.58
82.17±6.28
82.97±6.41
81.30±6.18c
Rataan
80.90±5.43
79.30±5.87
81.00±5.16
80.70±6.70
Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata
berdasarkan Uji-t pada taraf 5%.
10
Hasil penelitian menunjukkan semakin banyak jumlah mastikasi maka
waktu yang dibutuhkan oleh sapi untuk menghabiskan pakan menjadi lebih cepat.
Hal ini terjadi karena ada pemberian musik klasik Mozart Concerto for Flute and
Harp in D yang membuat sapi makannya menjadi lebih bersemangat, juga
ditunjukkan oleh hasil perhitungan yang berbeda nyata (P<0.05). Setiap ekor sapi
memiliki jumlah mastikasi yang berbeda-beda sesuai dengan kecepatan tiap ekor
sapi dalam menghabiskan pakan. Rataan jumlah mastikasi ampas tahu periode
perlakuan (84.38± 4.46 kali/menit) lebih besar dari periode pra dan pasca
perlakuan, karena jumlah mastikasi tergantung dari jenis pakan yang diberikan
yaitu jumlah dan jenis pakan (berserat atau tidak berserat) (Frandson 1992).
Menurut Prihadi dan Adiarto (2008), sapi melakukan mastikasi rata-rata
sebanyak 42 000 kali/hari untuk pakan berupa butiran dan silase. Sapi perah
melakukan mastikasi sebanyak 4 700 kali/hari untuk pakan berupa butiran dan
rumput kering 10 530 kali/hari. Setiap jenis hewan jumlah mastikasinya akan
berbeda-beda, sapi 94 kali/menit untuk pakan berupa butiran dan silase dan 74
kali/menit untuk rumput kering (Fitriansyah 2011). Perbedaan peningkatan dan
penurunan jumlah mastikasi pada sapi saat periode diberi musik dibandingkan
dengan yang tidak diberikan musik lebih jelas dilihat pada Gambar 4.
Mastikasi (Kali/Menit)
100
75
Pra Perlakuan
(hari ke 1-15)
50
Perlakuan (hari
ke 16-30)
25
Pasca Perlakuan
(hari ke 31-45)
0
0
15
30
45
Hari
Gambar 4 Rataan jumlah mastikasi sapi FH
Gambar 4 menunjukkan bahwa dengan pemberian musik Mozart terlihat
terjadi peningkatan jumlah mastikasi pada sapi perah.
Produksi Susu
Produksi susu merupakan jumlah susu yang dihasilkan oleh sapi selama
masa pemerahan atau laktasi. Susu merupakan cairan kompleks yang mengandung
beberapa komponen dalam keadaan terdispersi, yang disekresikan oleh kelenjar
ambing dan sebagai sumber nutrisi untuk hewan muda (Walstra dan Jenness
1984). Pengeluaran air susu diatur oleh syaraf dan hormon. Oleh karena itu, sapi
membutuhkan rangsangan terlebih dahulu. Rangsangan dapat berasal dari anak
sapi yang hendak menyusui, melalui pijatan dengan tangan saat pencucian puting
dan ambing ataupun dengan cara lainnya. Proses dari ransangan tersebut akan
ditangkap oleh sistem syaraf yang kemudian akan menyampaikan pesan pada
11
granula pituitary posterior untuk mengeluarkan hormon oxytocin. Hormon ini
disirkulasi dalam darah dan dibawa ke jaringan ambing, kemudian terjadilah
pengeluaran air susu. Sirkulasi hormon ini sangat cepat, sehingga pemerahan
harus dilakukan dengan cepat agar lebih efisien (Williamson dan Payne 1993).
Proses pemerahan ditempat penelitian ini dilakukan secara manual, sehingga
butuh keahlian dalam pemerahan karena dapat mempengaruhi jumlah produksi
susu yang dihasilkan. Proses pemerahan dan pengukuran jumlah produksi susu
sapi ditunjukkan pada Gambar 5.
(a) pemerahan manual
(b) pengukuran susu
Gambar 5 Proses pemerahan susu sapi secara manual (a)
pengukuran jumlah produksi susu menggunakan gelas ukur (b)
Produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik (25%) dan lingkungan (75%).
Kondisi lingkungan yang tidak nyaman akan mempengaruhi jumlah produksi
yang dihasilkan, seperti suhu dan kelembaban udara, kondisi dan waktu
pemberian pakan, serta suara-suara bising atau yang dapat membuat sapi menjadi
shock. Suara-suara tersebut seperti suara dari hewan (anjing), pada tempat
penelitian ini yaitu suara sirene peringatan kereta rel listrik (KRL) akan melintas
dan juga suara dari pergesekkan antara rel dengan roda gerbong kereta yang
berada tidak jauh dari peternakan. Salah satu cara dalam memanipulasi kondisi
lingkungan yang demikian dilakukan rekayasa teknologi yaitu dengan pemberian
musik kepada sapi dengan tujuan agar sapi tidak stress dan tenang. Namun ada
jenis musik yang harus dihindari dan tidak diperbolehkan untuk diperdengarkan
pada sapi yaitu musik country. Musik country merupakan jenis musik berirama
keras seperti rock, musik seperti ini akan meningkatkan hormon penyebab stress.
Penelitian ini menggunakan musik Mozart karena dibeberapa negara bagian
Eropa telah menggunakan musik ini untuk meningkatkan jumlah produksi susu.
Telah dilaporkan dalam sebuah artikel 2007 oleh Media Spanyol El Mundo, sapi
di sebuah peternakan di Villanueva del Pardillo, Spanyol, menghasilkan 30
sampai 35 liter (sekitar delapan sampai sembilan galon) susu per hari,
dibandingkan dengan peternakan lainnya hanya 28 liter tanpa pemberian musik.
Selain itu susu di peternakan ini memiliki rasa manis, menurut seorang pemilik
peternakan tersebut yaitu Hans Pieter Sieber, ini karena musik Mozart Concerto
for Flute and Harp in D yang diperdengarkan pada 700 ekor sapinya pada saat
pemerahan. Para peneliti juga telah menemukan bahwa produksi susu sapi
masing-masing naik sebesar 3% (0.73-1.54 liter/hari) ketika musik Mozart
concerto for flute and Harp in D diberikan (Makiello 2012). Hasil perngukuran
produksi susu sapi FH selama penelitian disajikan dalam tabel 6.
12
Tabel 6 Rataan produksi susu sapi FH pada pagi hari
Produksi Susu Sapi FH (Liter/Ekor)
Sapi
Pra Perlakuan
5.64±0.80
7.38±0.47
7.79±0.81
7.33±0.51
7.04±1.06a
A
B
C
D
Rataan
Perlakuan
5.96±0.57
7.14±0.89
7.43±0.71
6.68±0.90
6.80±0.94a
Pasca Perlakuan
6.30±0.32
6.80±0.39
7.73±0.75
6.97±0.35
6.96±0.70a
Rataan
5.97±0.56
7.11±0.58
7.65±0.76
7.00±0.59
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang tidak nyata
berdasarkan Uji-t pada taraf 5%.
Rataan produksi susu pada periode pra perlakuan 7.04±1.06 liter, periode
perlakuan 6.80±0.94 liter dan periode pasca perlakuan 6.95±0.70 liter. Hasil
perhitungan jumlah produksi susu sapi (Tabel 6) menunjukkan perbedaan yang
tidak nyata (P>0.05) karena jumlah produksi susu yang diukur dan diambil adalah
hasil dari pada pagi hari yang musiknya tidak diberikan, tetapi diberikan pada
siang sampai sore hari sebelumnya. Selain itu efek dari musik Mozart hanya
bersifat sementara dan bahkan tidak berlangsung selama 24 jam setelah pemberian
musik dihentikan (Campbell 1997).
Musik tidak diberikan pada pemerahan pagi hari karena kondisi pagi hari
masih cukup tenang dan tidak bising. Peningkatan dan penurunan jumlah
produksi susu yang dihasilkan pada masing-masing periode penelitian dapat
dilihat pada Gambar 6.
Produksi Susu (Liter/Ekor)
8
Pra Perlakuan
(hari ke 1-15)
6
4
Perlakuan (hari ke
16-30)
2
Pasca Perlakuan
(hari ke 31-45)
0
0
15
30
45
Hari
Gambar 6 Rataan produksi susu sapi FH pada pagi hari
Gambar 6 menunjukkan jumlah produksi susu pada periode perlakuan
yaitu pada hari ke 16-20 meningkat, namun mulai menurun pada hari ke-21 dan
seterusnya. Terjadi penurunan jumlah produksi susu diduga berkaitan dengan
adanya sapi yang sedang mengalami birahi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian musik klasik Mozart Concerto for flute and Harp in D
mempengaruhi lama waktu konsumsi ampas tahu dan jumlah mastikasi, tetapi
tidak mempengaruhi jumlah produksi susu pada pagi hari. Pemberian musik juga
meningkatkan kecepatan konsumsi dan membuat sapi perah menjadi lebih
semangat dalam mengkonsumsi pakan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi
pakan dan memperbaiki kinerja sapi perah.
Saran
Pemberian musik klasik Mozart Concerto for Flute and Harp in D dalam
peningkatan produksi susu dan konsumsi pakan sebaiknya tidak hanya pada siang
hari menjelang akan dilakukan pemerahan tetapi juga diberikan pada saat
pemerahan pada pagi hari dengan frekuensi suara yang lebih kecil. Waktu
pemutaran musik sebaiknya lebih lama dari saat penelitian karena efek dari musik
Mozart tidak berlangsung dalam 24 jam setelah musik dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA
Blakely J, Bade DH. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi ke-4. Terjemahan: B
Srigandono. Yogyakarta (ID): Univ Gadjah Mada Pr.
Bowers J. 2002. Effects of an intergenerational choir for community-based
seniors and college students on age-related attitudes. J Music; 35(1): 2-18.
Campbell D. What is the mozart effect. [Internet]. [diunduh 2012 Juni 3].
Tersedia pada: http://www.mozarteffect.com.
Campbell D. 1997. The mozart effect: Tapping the power of music to hell the body,
Strengthen the mind and unlock the creative spirit. New York. Avon
Books. [Internet]. [diunduh 2013 Feb 7]. Tersedia pada: http:/www.berks
music/why music/whymusicaffect.html.
Church DC. 1975. Digestive Physilogy and Nutrition of Ruminants. Ed ke-2.
Corvalis Oregon, USA (US): O & B Books.
[DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Statistik Peternakan.
Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian.
Fitriansyah B. 2011. Proses pencernaan pada hewan memamahbiak. [Internet].
[diunduh 2012 Juni 30]. Tersedia pada: http://beef.blogspot.com/2011/10/
html.
Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologis Ternak. Ed ke-4. Terjemahan: B.
Srigandono dan Koen Praseno. Yogyakarta (ID): Univ Gadjah Mada Pr.
Hafez ESE, Dyer IA. 1969. Animal Growth and Nutrition. Philadelphia: Lea and
Febiger. Hlm 82-105.
14
Kamal M. 1994. Nutrisi Ternak 1. Yogyakarta (ID): Fakultas Peternakan Univ
Gadjah Mada Pr.
Makiello L. 2012. The mozart effect of milk production. The Epoch Times.
[internet]. [diunduh 2012 Juni 3]. Tersedia pada: http://epoch-archive.com/.
Lubis DA. 1963. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan Kedua. Jakarta (ID): PT
Pembangunan.
Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan ternak Ruminan. Jakarta (ID): Univ
Indonesia Pr.
Prihadi S, Adiarto. 2008. Ilmu Ternak Perah. Yogyakarta (ID): Fakultas
Peternakan UGM Pr.
Steel RGD, Torrie JH. 1995. Principles and Procedures of Statistic with Special
Reference to the Biological Sciences. New York (US): McGraw-Hill Book
Company.
Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif.
Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.
Sutarno T. 1994. Manajeman Ternak Perah. Jogyakarta (ID): Fakultas Peternakan
UGM Pr.
Tobing NL. 2010. Pengaruh Formulasi Pakan terhadap Kandungan Pakan
Ternak Ruminansia. Publikasi Budidaya Ternak Ruminansia. Ed ke-1.
Tyler HD, Ensminger ME. 2006. Dairy Cattle Science. Ed ke-4. Upper Saddle
River, New Jersey (US): Pearson Education Inc.
Walstra P, Jenness R. 1984. Dairy Chemistry and Physics. John Willey Sons.
Williamson G, Payne WJA. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Darmadja D. Terjemahan dari: An Introduction to Animal Husbandry in
the Tropic. Ed ke-2. Yogyakarta (ID): Univ Gadjah Mada Pr.
Yani A, Purwanto BP. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respon fisiologis sapi
peranakan Friesian Holstein dan modifikasinya. Media Peternakan. 2(1):
35-46.
Young C, Koopsen C. 2007. Spiritualitas, Kesehatan dan Penyembuhan. Medan
(ID): Bina Media Perintis.
15
LAMPIRAN 1. Hasil analisis uji t lama waktu konsumsi ampas tahu
Two-sample t for Pra Perlakuan vs Perlakuan
N Mean StDev SE Mean
Pra Perlakuan 60 35.33 9.25
1.2
Perlakuan
60 25.9 10.1
1.3
Difference = mu (Pra Perlakuan) - mu (Perlakuan)
Estimate for difference: 9.41667
95% CI for difference: (5.92276, 12.91057)
t-test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 5.34 P-Value = 0.000 DF = 117
LAMPIRAN 2. Hasil analisis uji t jumlah mastikasi
Two-sample t for Pra Perlakuan vs Perlakuan
N Mean StDev SE Mean
Pra Perlakuan
240 76.45 7.04 0.45
Perlakuan
240 84.38 4.46 0.29
Difference = mu (Pra Perlakuan) - mu (Perlakuan)
Estimate for difference: -7.93333
95% CI for difference: (-8.99089, -6.87578)
t-test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -14.75 P-Value = 0.000 DF = 404
LAMPIRAN 3. Hasil analisis uji t produksi susu
Two-sample t for Pra Perlakuan vs Perlakuan
N Mean StDev SE Mean
Pra Perlakuan 60 7.04 1.06
0.14
Perlakuan
60 6.805 0.940 0.12
Difference = mu (kontrol) - mu (perlakuan)
Estimate for difference: 0.233667
95% CI for difference: (-0.127875, 0.595209)
t-test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.28 P-Value = 0.203 DF = 116
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 30 November 1989 di Bare Lamat,
Kecamatan Lumar, Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat. Penulis
adalah putri ketiga dari lima bersaudara dari ayah Dismas Matsam dan Ibu Agnes
Pera. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Ledo dan pada tahun yang
sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dengan mengikuti perkuliahan sebagai
mahasiswa Prauniversitas selama setahun (tahun ajaran 2008/2009). Setelah itu
melanjutkan ke Tingkat Persiapan Bersama (TPB).
Selama mengikuti Perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum
Genetika Ternak tahun ajaran 2012/2013. Penulis pernah menjadi anggota paduan
suara di Koor Mahasiswa Katolik IPB (Koorma) pada tahun 2009-2011 dan
anggota Persekutuan Oikumene Protestan Katolik (POPK) Fakultas Peternakan.
Penulis juga sering mengikuti berbagai kepanitiaan yaitu divisi acara dalam
perayaan Natal Fakultas Peternakan tahun 2010, divisi konsumsi dalam kegiatan
“Save Our Earth” yang diselenggarakan oleh salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) IPB pada tahun 2010 dan divisi Dana Usaha (Danus) dalam perayaan
Natal Fakultas Peternakan tahun 2011 serta Makrab IPTP IPB (2012).
Download