PENGARUH PEMBERIAN MUSIK KLASIK TERHADAP KONSUMSI AMPAS TAHU DAN PRODUKSI SUSU NATALIA NOPIKA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian Musik Klasik terhadap Konsumsi Ampas Tahu dan Produksi Susu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Natalia Nopika NIM D14090143 ABSTRAK NATALIA NOPIKA. Pengaruh Pemberian Musik Klasik terhadap Konsumsi Ampas Tahu dan Produksi Susu. Dibimbing oleh BAGUS P PURWANTO dan ANDI MURFI. Efek Mozart adalah suatu fenomena yang muncul di Amerika Serikat pada tahun 1993. Efek Mozart telah berkembang bahkan dinegara bagian Eropa menggunakan musik pada peternakan untuk meningkatkan produktivitas ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lama waktu konsumsi ampas tahu, jumlah mastikasi dan produksi susu yang dihasilkan oleh sapi perah. Penelitian ini menggunakan rancangan silang balik (switch back design), dengan tiga periode pengamatan. Parameter yang diamati dan diukur adalah lama waktu konsumsi ampas tahu, jumlah mastikasi dan produksi susu. Musik klasik Mozart Concerto for flute and Harp in D diberikan mulai pukul 12.00-15.30 WIB. Pemberian musik Mozart mempengaruhi lama waktu konsumsi ampas tahu dan jumlah mastikasi. Lama waktu konsumsi ampas tahu dan jumlah mastikasimenunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) berdasarkan uji-t. Rataan lama waktu konsumsi dan jumlah mastikasi yaitu sebesar 25.91±10.10 menit dan 84.38±4.46 kali/menit periode perlakuan. Produksi susu yang dihasilkan tidak memiliki perbedaan nyata (P>0.05), rataan produksi susu yang dihasilkan sebesar 6.805±0.90 liter pada periode perlakuan. Pemberian musik klasik Mozart meningkatkan efesiensi pakan, sehingga dapat memperbaiki kinerja sapi perah. Kata kunci: Efek Mozart, Konsumsi, Produksi Susu. ABSTRACT NATALIA NOPIKA. The Effect of Classical Music on Consumption Time of Tofu Waste and Milk Production of Diary Cows. Supervised by BAGUS P PURWANTO and ANDI MURFI. The Mozart effect is a phenomenon that appear in the United States in 1993. Mozart effect has grown even parts of Europe country use this music on farms to increase productivity of cattle. The experiment was conducted to study the length of consumption time of tofu waste, number of mastication and the milk production of dairy cows. This research used switch back design, with three observation periods. The parameters measured were consumption time of tofu waste, number of mastication and milk production. Classical music Mozart Concerto for Flute and Harp in D was starting at 12:00 to 15:30 pm. Mozart music significantly influence on consumption time of tofu waste and number of mastication (P<0.05), consumption time and number of mastication were 25.91±10.10 minute and 84.38±4.46 times/minute during treatment period, respectively milk production showed not significantly difference due the music’s effect. The average milk production was 6.805±0.90 liters day in the period of treatment. Number of classical music Mozart increase feed efficiency, so that can improved performance dairy cows. Keywords: Consumption, Milk Production, Mozart Effect. PENGARUH PEMBERIAN MUSIK KLASIK TERHADAP KONSUMSI AMPASTAHU DAN PRODUKSI SUSU NATALIA NOPIKA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 Judul Skripsi: Pengaruh Pemberian Musik Klasik terhadap Konsumsi Ampas Tahu dan Produksi Susu Nama : Natalia Nopika NIM : D14090143 Disetujui oleh Dr Ir Bagus P Purwanto, MAgr Pembimbing I Ir Andi Murfi, MSi Pembimbing II Diketahui oleh Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc Ketua Departemen Tanggal Lulus: PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai Agustus 2012, dengan judul Pengaruh Pemberian Musik Klasik terhadap Konsumsi Ampas Tahu dan Produksi Susu. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Bagus P Purwanto, MAgr dan Bapak Ir Andi Murfi, MSi selaku dosen pembimbing skripsi, serta Ibu Ir BN Polii, SU selaku dosen pembimbing akademik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir Lucia Cyrilla ENSD, MSi dan Bapak Ir K Budi Satoto, MS serta Bapak Edit Lesa A, SPt MSc selaku dosen penguji yang telah memberi banyak saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak H. Mahpudin dan keluarga yang telah membantu dan menyediakan kandang dan ternaknya sebagai tempat dilaksanakannya penelitian ini, juga teman tim penelitian yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, ayah Dismas Mastam dan ibu Agnes Pera serta seluruh keluarga besar, atas doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa ucapan terima kasih ditujukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkayang yang telah membiayai kuliah dan kebutuhan selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Kepada Rikardo Sembiring, Rosianne, Ruly, Cipta, Dewi, Lantri, teman-teman IPTP 46, POPK Fapet dan BUD Bengkayang terima kasih atas segala dukungannya. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Juli 2013 Natalia Nopika DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan Alat Prosedur HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kondisi Lingkungan Penelitian Kondisi Pakan Kondisi Sapi Perah Konsumsi Ampas Tahu Lama Waktu Konsumsi Mastikasi Produksi Susu SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP viii viii viii 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 5 6 6 6 9 10 13 13 15 16 DAFTAR TABEL 1 Rataan suhu dan kelembaban udara 5 2 Konsumsi ampas tahu, lama waktu konsumsi dan kecepatan konsumsi 7 3 Konsumsi ampas tahu, produksi susu dan rasio antara ampas tahu dan produksi susu 7 4 Rataan lama waktu konsumsi ampas tahu selama penelitian 8 5 Rataan jumlah mastikasi ampas tahu 9 6 Rataan produksi susu sapi FH pagi hari 12 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 Kondisi dalam kandang Pakan yang digunakan di tempat penelitian Grafik rataan lama waktu konsumsi ampas tahu Grafik rataan jumlah mastikasi sapi FH Proses pemerahan susu sapi secara manual Grafik rataan produksi susu sapi FH pagi hari 4 6 9 10 11 12 DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil analisis uji t lama waktu konsumsi ampas tahu 2 Hasil analisis uji t jumlah mastikasi 3 Hasil analisis uji t produksi susu 15 15 15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang populasinya terbatas hanya di beberapa daerah di Indonesia. Sapi perah berkembang dengan baik terutama pada daerah yang produksi pertaniannya dapat mendukung pengembangan sapi perah seperti pulau Jawa. Sapi perah yang banyak dipelihara adalah bangsa sapi Friesian Holstein (FH), yang terkonsentrasi di Jawa Timur (46.8%), Jawa Barat (25.2%) dan Jawa Tengah (24.9%), Sisanya dalam jumlah sangat kecil berada di luar Jawa (Ditjennak 2010). Sapi-sapi perah tersebut 98% dipelihara di peternakan rakyat. Hasil utama dari peternakan sapi perah adalah susu. Susu sapi hanya di dapatkan dari sapi betina yang sedang laktasi. Sapi perah laktasi memerlukan gizi yang cukup agar mampu memproduksi susu maksimal dengan tidak menggangu kebutuhan hidup pokoknya. Pakan yang diberikan harus memiliki palatabilitas yang baik karena dapat mempengaruhi konsumsi. Salah satu pakan yang memiliki palatabilitas yang baik adalah konsentrat (Lubis 1963). Konsentrat yang umum diberikan adalah ampas tahu, karena mudah didapat dan sangat disukai oleh sapi serta mengandung nilai gizi yang tinggi. Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan sapi perah, terutama dalam upaya peningkatan produksi susu dan konsumsi pakan. Salah satu faktor tersebut adalah lingkungan. Lingkungan adalah faktor yang dapat berpengaruh langsung terhadap kondisi ternak. Lingkungan tempat pemeliharaan sapi perah pada peternakan rakyat biasanya disekitar permukiman masyarakat. Lingkungan yang demikian ini biasanya sangat berisik atau tingkat kebisingannya cukup tinggi. Salah satu lokasi peternakan sapi perah yaitu di daerah Kebon Pedes kota Bogor. Daerah ini karena ada di perkotaan dan berada di sepanjang jalur kereta api, maka tingkat kebisingannya pun cukup tinggi. Di beberapa negara upaya yang dilakukan untuk mengurangi kebisingan tersebut yaitu dilakukan dengan pemberian musik. Beberapa peternakan di luar negeri seperti di Eropa bahkan sudah menggunakan musikalisasi selama proses pemerahan dengan tujuan agar sapi lebih tenang dan nyaman selama proses pemerahan. Musik adalah bunyi yang diatur menjadi pola yang dapat menyenangkan perasaan atau suasana hati melalui telinga. Musik juga merupakan salah satu sarana bagi makhluk hidup untuk memperoleh ketenangan jiwa. Setiap makhluk hidup baik manusia, hewan dan tumbuhan dapat merespon gelombang suara yang dihasilkan oleh alat musik. Pada tahun 1993 Efek Mozart pertama kali dipublikasikan oleh Universitas California melalui tes tingkat IQ terhadap mahasiswa yang ternyata musik Mozart mampu meningkatkan 8-9 poin IQ (Bowers 2012). Semenjak itu Efek Mozart terus berkembang bahkan digunakan juga di dunia peternakan dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak, karena suara musik yang tenang akan menghasilkan suasana yang nyaman bagi ternak. Dengan demikian diharapkan sapi akan meningkatkan konsumsi pakannya. 2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama waktu konsumsi ampas tahu, jumlah mastikasi atau mengunyah dan jumlah produksi susu pada sapi Friesian Holstein (FH) yang diberi musik klasik Mozart. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah kandang, sapi perah, pakan (ampas tahu), dan musik klasik Mozart yang digunakan ditempat penelitian. Dihitung data lama waktu konsumi dan jumlah mastikasi ampas tahu serta diukur jumlah produksi susunya. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dikandang usaha peternakan sapi perah milik Bapak H. Mahpudin yang berlokasi di kawasan Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sereal, Bogor. Penelitian dilakukan selama 45 hari dari 28 Juni hingga 13 Agustus 2012. Bahan Ternak dan Pakan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah bangsa sapi perah Fresian Holstein (FH) sebanyak 4 ekor periode laktasi ke-2 dan laktasi ke-3. Pakan yang diberikan adalah konsentrat (ampas tahu) dan rumput lapang. Alat Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang stall dengan lantai terbuat dari semen kasar, tembok atau dinding terbuat dari semen dan atap genteng. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi speaker aktif, mp3 lagu klasik, gelas ukur, timbangan, thermometer, ember, stopwatch, buku catatan dan alat tulis. Prosedur Penelitian ini dilakukan dalam tiga periode pengamatan, masing-masing periode dijelaskan sebagai berikut: Sebelum Pemberian Musik (Periode 1) Pengambilan data sebelum pemberian musik (tanpa diberi musik) diambil pada 15 hari pertama yaitu pada hari ke 1-15. Pemberian Musik Mozart (Periode 2) Pengambilan data perlakuan diambil pada hari ke 16-30, saat pemberian musik klasik Mozart yaitu jenis Mozart Concerto for Flute and Harp in D dengan 3 kekuatan suara 45 db. Pemberian musik klasik Mozart Concerto for Flute and Harp in D dilakukan mulai pukul 12.00-15.30 WIB. Selepas Pemberian Musik Mozart (Periode 3) Pengambilan data Pasca Perlakuan (tanpa diberi musik), tujuannya adalah untuk melihat efek setelah pemberian musik klasik Mozart Concerto for Flute and Harp in D selama pemerahan yang dimulai pada hari ke-31 sampai hari ke-45. Parameter yang diamati dan diukur setiap periode pengamatan meliputi; Lama waktu konsumsi ampas tahu, jumlah mastikasi dan produksi susu. Pengamatan lama waktu konsumsi ampas tahu dihitung dari saat ampas tahu diberikan sampai sapi selesai mengkonsumsi ampas tahu. Jumlah mastikasi dihitung per menit sebanyak empat kali ulangan. Data jumlah pengukuran volume produksi susu diperoleh dari hasil pemerahan pada pagi hari berikutnya, setelah pemberian musik pada siang hari sebelumnya. Selain itu dilakukan juga pengukuran suhu dan kelembaban (pagi, siang dan sore hari), perhitungan kecepatan konsumsi per menit dan rasio antara pakan dengan produksi susu. Rancangan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah switch back design. Pengamatan yang dilakukan pada sapi yang diberi perlakuan (sapi A, B, C dan D) selama tiga periode yaitu pertama tanpa pemberian musik klasik Mozart (Pra Perlakuan), kedua diberikan musik klasik Mozart (Perlakuan) dan ketiga tanpa pemberian musik klasik Mozart (Pasca Perlakuan), masing-masing periode selama 15 hari pengamatan. Analisis Data Data dianalisis secara kuantitatif yaitu dengan menghitung lama waktu konsumsi ampas tahu, jumlah mastikasi dan mengukur volume susu yang dihasilkan pada masing-masing periode. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji t (t-test). Model matematis uji-t berdasarkan Steel dan Torrie (1995) adalah sebagai berikut: √ √ Keterangan : Xi = Rata-rata perlakuan ke-i Xj = Rata-rata perlakuan ke-j S = Simpanga Baku n = Jumlah individu sampel Do = Selisih 2 rataan yang berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kondisi Lingkungan Penelitian Umumnya sapi perah selama hidupnya berada di dalam kandang. Kandang 4 tempat pemeliharaan sapi perah pada penelitian ini merupakan kandang stall, dengan diding berupa tembok yang terbuat dari semen dan ventilasi yang cukup banyak, sehingga cahaya matahari dapat masuk dan aliran udara cukup baik serta kandang tidak bau. Bahan lantai kandang terbuat dari semen yang agak kasar dan diberikan pallet dengan tujuan tidak licin dan sapi tidak terjatuh. Terdapat pula selokan yang berfungsi sebagai aliran pembuangan kotoran tenak dan juga air setelah pemandian ternak atau pembersihan kandang. Atap kadang pada peternakan ini sebagian terbuat dari seng, sisanya dari asbes dan genteng. Terdapat tempat pakan dan air minum untuk sapi yang mudah dibersihkan. Sutarno (1994) menyatakan tempat makan dan minum harus dibersihkan setiap hari, karena tempat makan dan minum yang kotor merupakan sarang bibit penyakit. Kandang sapi perah dibersihkan setiap hari dengan tujuan menjaga kenyamanan dan kesehatan sapi perah. Sapi dimandikan dua kali sehari yaitu pada pagi dan siang hari menjelang akan pemerahan. Pemeliharaan sapi perah merupakan pekerjaan yang rutin, antara lain pembersihan kandang, memandikan sapi, pemerahan dan pemberian pakan. Menurut Parakkasi (1999), pemeliharaan sapi perah harus dilakukan semaksimal mungkin untuk menjaga kelangsungan hidup dan produktivitas sapi perah tersebut. Kandang merupakan salah satu sarana untuk menjaga kesehatan ternak. Bangunan dan fasilitas peternakan harus dirancang untuk memfasilitasi kenyamanan, kesehatan dan produktivitas ternak. Selain itu memiliki ventilasi dan penerangan yang baik untuk meningkatkan performa ternak (Tyler dan Ensminger 2006). Kandang sapi yang digunakan ini tergolong baik terlihat dari kesehatan dan penampilan umum sapi perah. Kondisi kandang yang digunakan selama penelitian ditunjukkan pada Gambar 1. (a) lantai, selokan dan tembok (b) pallet Gambar 1 Kondisi dalam kandang (a) lantai, selokan dan tembok, serta (b) pallet yang digunakan Faktor lingkungan yang cukup dominan dalam mempengaruhi produktivitas ternak adalah iklim mikro yaitu suhu, kelembaban udara, radiasi dan kecepatan angin (Yani dan Purwanto 2006). Data suhu dan kelembaban udara pada lingkungan tempat penelitian (dalam kandang) disajikan pada Tabel 1. 5 Tabel 1 Rataan suhu dan kelembaban udara Suhu (oC) Kelembaban (%) Pagi 26.32±2.23 79.51±4.29 Siang 32.46±0.76 60.36±5.98 Sore 32.01±0.85 61.98±7.52 Waktu Keterangan : pagi (06.00), siang (12.00), sore (16.00) Hafez (1969) menyatakan sapi FH dapat berproduksi dengan baik jika dipelihara di daerah yang mempunyai temperatur lingkungan 18.3 oC, dengan kelembaban 55%. Tabel 2 menunjukkan kondisi suhu pada pagi hari cukup nyaman bagi sapi perah yaitu sekitar 26.36 oC, namun karena suhu yang rendah dapat menyebabkan kelembaban udara menjadi tinggi yaitu sekitar 79.51%. Pada kondisi kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan proses penguapan dalam tubuh ternak menjadi terhambat sehingga dapat menimbulkan stress bagi ternak. Pada kondisi siang dan sore hari suhu masih tinggi, sehingga menyebabkan kelembaban udara menjadi rendah. Hal ini disebabkan selama penelitian terjadi musim kemarau yaitu sekitar dua bulan di daerah Kebon Pedas Bogor dan sekitarnya dan hanya 2-3 kali saja terjadi turun hujan. Kondisi seperti ini tidak nyaman untuk sapi perah, karena sapi perah yang dipelihara pada suhu lingkungan di atas 27 oC mekanisme pengaturan panasnya menjadi aktif dan laju pernafasan serta penguapan meningkat (Williamson dan Payne 1968). Kondisi Pakan Pakan adalah bahan-bahan yang dapat diberikan kepada ternak yang sebagian atau seluruhnya dapat dicerna tanpa menggangu kesehatan. Tujuannya untuk kelangsungan hidup ternak secara normal dan diharapkan dapat mengoptimalkan produksi susu (Sutarno 1994). Sapi perah membutuhkan pakan yang cukup dan gizi yang seimbang untuk dapat menghasilkan produksi susu yang tinggi. Pakan sapi perah biasanya terdiri dari hijaun dan konsentrat. Hijauan yang diberikan adalah yang bahan kering (BK)nya tidak rendah karena hijauan biasanya mengandung air yang tinggi. Konsentrat merupakan makanan ternak yang memiliki palatabilitas yang tinggi (Lubis 1963). Konsentrat umumnya diberikan maksimum 60% dari ransum, karena apabila melebihi dari 60% dapat menyebabkan terjadinya penurunan lemak pada susu yang dihasilkan. Blakely dan Bade (1991) menyatakan apabila produksi susu mulai menurun, maka kebutuhan gizi juga menurun dan pemberian pakan disesuaikan dengan produksinya. Jarak pemberian pakan dengan waktu pemerahan juga perlu diperhatikan agar produksi susu yang dihasilkan bisa maksimal. Jarak yang baik adalah 2-4 jam sebelum pemerahan, di tempat penelitian sudah cukup baik yaitu 2.5 jam sebelum pemerahan. Pakan yang diberikan oleh peternak kepada sapi perah di tempat penelitian ini berupa rumput lapang dan konsentrat (ampas tahu). Rumput lapang diberikan pada pagi dan sore hari setelah proses pemerahan, sedangkan konsentrat diberikan 6 sebelum pemerahan. Kondisi pakan khususnya ampas tahu tidak tersedia dengan baik terutama dari hari ke 26-33 saat berlangsungnya penelitian. Hal ini disebabkan kurangnya stok ampas tahu di pasaran. Rumput lapang dan ampas tahu yang digunakan oleh peternak di lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 2. (a) ampas tahu (b) rumput lapang Gambar 2 Pakan yang digunakan di tempat penelitian (a) ampas tahu (b) rumput lapang Kondisi Sapi Perah Sapi perah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi perah Friesian Holstein (FH). Sapi perah (a) Friesian (FH) ini merupakan GambarHolstein 3. Pakan yang digunakan di tempat bangsa sapi penelitian. (a) Ampas Tahu (b) Rumput Lapang yang berasal dari provinsi Friesland, Belanda. Sapi perah yang digunakan pada penelitian ini adalah sapi perah laktasi ke-2 dan ke-3, kondisi dari sapi perah yang digunakan adalah sehat dapat dilihat dari penampilan secara umum sapi, seperti nafsu makan yang baik. Konsumsi Ampas Tahu Lama Waktu Konsumsi Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dihabiskan oleh ternak dalam waktu tertentu. Ternak ruminansia mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok. Sejalan dengan pertumbuhan, perkembangan kondisi serta tingkat produksi yang dihasilkannya, konsumsi pakannya juga akan meningkat. Tobing (2010) menyatakan bahwa besar kecilnya konsumsi pakan ditentukan beberapa faktor antara lain palatabilitas, kondisi lingkungan, umur, kesehatan, tingkat produksi dan bentuk pakan. Kecepatan sapi dalam mengkonsumsi pakan tergantung dari jenis pakan yang dimakan, seperti hijauan dan konsentrat. Sapi akan membutuhkan waktu yang lama untuk menghabiskan pakan hijauan dibandingkan dengan konsentrat. Hal ini dikarenakan bentuk pakan konsentrat lebih mudah dimakan dan ditelan dibandingkan hijauan, selain itu kandungan serat pada pakan tersebut dan juga jumlah pakan yang diberikan serta kondisi ternak (Frandson 1992). Kecepatan konsumsi ampas tahu diperoleh dari pengukuran konsumsi ampas tahu dengan lama waktu konsumsi ampas tahu atau lama waktu sapi menghabiskan ampas tahu. Data rataan kecepatan konsumsi ampas tahu per menit disajikan pada Tabel 2. 7 Tabel 2 Konsumsi ampas tahu, lama waktu makan dan kecepatan konsumsi Periode Pra Perlakuan Perlakuan Pasca Perlakuan Konsumsi Ampas Tahu (Kg/hari) Lama Waktu Konsumsi (Menit) 15.00±0.00a 35.33±9.25a Kecepatan Konsumsi (Kg/menit) 0.42±0.10a 12.87±4.18b 25.91±10.10b 0.49±0.16b 14.00±2.01c 22.92±5.31c 0.61±0.19c Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata berdasarkan Uji-t pada taraf 5%. Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah ampas tahu yang diberikan pada setiap periodenya berbeda, hal ini karena kurangnya stok ampas tahu dipasaran. Kondisi tersebut membuat kecepatan konsumsi ampas tahu pada sapi meningkat, selain itu diduga karena adanya pemberian musik klasik Mozart yang membuat sapi bersemangat dalam menghabiskan pakan. Hal ini didukung dengan hasil perhitungan yang berbeda nyata (P<0.05). Pada periode pra perlakuan rataan kecepatan sapi dalam mengkonsumsi ampas tahu yaitu sebesar 0.42 kg/menit, perlakuan 0.49 kg/menit dan pasca perlakuan 0.61 kg/menit dengan jumlah ampas tahu yang diberikan msing-masing sebanyak 15 kg, 12.87 kg dan 14 kg. Jumlah pemberian pakan akan menentukan jumlah susu yang akan dihasilkan. Sapi perah laktasi membutuhkan jumlah pakan dan mutu pakan yang cukup, jika kurang maka susu yang dihasilkan tidak akan maksimal. Rasio antara pemberian konsentrat (ampas tahu) dengan jumlah produksi susu yang dihasilkan perlu dipertimbangkan untuk mengetahui jumlah produksi susu yang dihasilkan. Hasil pengukuran rasio konsumsi ampas tahu dengan jumlah produksi susu yang dihasilkan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Konsumsi ampas tahu, produksi susu dan rasio antara ampas tahu dengan produksi susu Periode Pra Perlakuan Perlakuan Pasca Perlakuan Konsumsi ampas tahu (Kg/hari) 15.00±0.00a Produksi susu sapi FH/Liter (pagi) 7.04±1.06a Rasio (Ampas tahu/Produksi) 2.13±0.39a 12.87±4.18b 6.81±0.94a 1.89±0.58b 14.00±2.01c 6.96±0.70a 2.01±0.34b Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata berdasarkan Uji-t pada taraf 5%. Tabel 3 menunjukkan rasio masing-masing periode antara jumlah ampas tahu yang dikonsumsi dengan jumlah produksi susu yang dihasilkan yaitu 2.18±0.39 periode pra perlakuan, 1.89±0.58 periode perlakuan dan 2.01±0.34 periode pasca perlakuan. Pada periode perlakuan memberikan rasio yang paling baik dibandingkan dengan dua periode lainnya (pra dan pasca perlakuan), dengan hasil perhitungan yang berbeda nyata (P<0.05). Menurut Sudono et al. (2005), 8 pemberian konsentrat 50% dari jumlah susu yang dihasilkan (rasio 1:2) akan lebih praktis, misalnya seekor sapi perah menghasilkan susu 15 liter, maka konsentrat yang harus diberikan sebanyak 7.5 kg. Musik dapat mempengaruhi suhu tubuh yaitu terhadap sirkulasi darah, denyut nadi, pernapasan dan pengeluaran keringat. Musik transenden dan musik keras dapat meningkatkan suhu tubuh beberapa derajat, sementara musik lembut dengan beat yang lemah seperti Mozart dapat menurunkan suhu tubuh (Campbell 1997). Pada penelitian sebelumnya musik Mozart diperdengarkan kepada bayi, ternyata bayi yang diperdengarkan musik Mozart mengeluarkan energi yang lebih sedikit dan metabolisme tubuhnya lebih baik dengan ditunjukan pertumbuhan dan peningkatan berat badan. Musik klasik Mozart Concerto for Flute and Harp in D ini merupakan jenis musik dengan beat yang lembut dan mampu membuat sapi menjadi tenang terutama sapi yang berada pada lingkungan yang tingkat kebisingannya tinggi, karena sapi dapat merespon suara yang ada disekitarnya dengan baik. Musik juga dapat menurunkan hormon penyebab stress (kortisol) dan meransang pelepasan hormon endorfin yaitu hormon tubuh yang membuat perasaan menjadi senang (Young dan Koopsen 2007). Tempat penelitian ini berada di sekitar permukiman warga yang sangat bising untuk itu dilakukan pemberian musik agar sapi menjadi nyaman, tenang dan tidak stress, sehingga konsumsi terhadap pakan juga dapat meningkat. Hasil pengamatan lama waktu konsumsi ampas tahu disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Rataan lama waktu konsumsi ampas tahu selama penelitian Sapi A B C D Rataan Lama waktu konsumsi ampas tahu (Menit) Pra Perlakuan Perlakuan Pasca Perlakuan 37.00±12.21 29.33±9.98 28.00±3.68 36.33±9.72 21.67±4.49 19.33±3.71 32.33±7.99 24.00±6.87 21.33±4.81 35.67±6.23 28.67±14.69 23.00±4.93 35.33±9.25a 25.91±10.10b 22.92±5.31c Rataan 31.44±8.62 25.80±5.97 25.90±5.56 29.10±8.61 Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata berdasarkan Uji-t pada taraf 5%. Hasil perhitungan menunjukkan pernbedaan nyata (P<0.05), rataan lama waktu konsumsi ampas tahu periode perlakuan (25.91±10.10) dan periode pasca perlakuan (22.92±5.31 menit) lebih cepat dibandingkan periode pra perlakuan (35.33±9.25 menit). Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh dari pemberian musik yang membuat sapi menjadi lebih semangat pada saat makan. Menurut Frandson (1992), lama makan sangat dipengaruhi oleh jenis pakan (berserat atau tidak berserat), jenis dan umur sapi, lingkungan, kondisi sapi serta jumlah pakan yang diberikan. Rata-rata seekor sapi melakukan ruminasi selama 8 jam (480 menit) sehari, dengan penyebaran yang hampir merata. Satu siklus ruminasi berlangsung selama kira-kira 1 menit, dimana 3 atau 4 menit digunakan untuk regurgitasi dan penelanan. Efek Mozart umumnya dapat dijelaskan sebagai kondisi/efek hasil pemaparan terhadap musik tertentu (khususnya musik Mozart) dalam waktu singkat dan berefek positif terhadap kognisi dan perilaku ternak (Bowers 2002). Gambar 3 menunjukkan lama waktu makan sapi perah. Lama waktu konsumsi (Menit) 9 60 50 Pra Perlakuan (hari ke 1-15) 40 30 Perlakuan (hari ke 16-30) 20 Pasca Perlakuan (hari ke 31-45) 10 0 0 15 30 45 Hari Gambar 3 Rataan lama waktu konsumsi ampas tahu. Mastikasi atau Pengunyahan Ruminansia seperti sapi memiliki sistem pencernaan yang terdiri dari beberapa organ untuk membantu proses penyerapan makanan dalam tubuh. Sistem pencernaan adalah suatu sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi beberapa organ yang bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan, pencernaan dan absorpsi zat makanan mulai dari mulut sampai ke anus. Saluran pencernaan meliputi: rongga mulut, faring, esophagus, lambung, usus halus, sekum dan usus besar. Sapi memiliki lambung yang terdiri dari rumen, reticulum, omasum dan abomasum. Motilitas dari lambung akan selalu berhubungan dengan gerakan-gerakan yang meliputi prehensi, mastikasi, ensalivasi, deglutisi, eruktasi dan ruminasi (Church 1975). Mastikasi yaitu suatu proses penghancuran makanan yang melibatkan organ-organ didalam rongga mulut dan saliva sehingga mengubah ukuran makanan. Mastikasi bertujuan untuk mengurangi ukuran besarnya pakan, memotong, dan menghaluskan atau menjadikan ukuran makanan lebih kecil, sehingga menambah luas permukaan untuk mempercepat penelanan. Semakin banyak pakan yang dikonsumsi maka jumlah mastikasi akan semakin banyak untuk memperkecil ukuran partikel (Kamal 1994). Data hasil pengamatan jumlah mastikasi ampas tahu pada sapi perah disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Rataan jumlah mastikasi pada sapi perah selama penelitian Sapi A B C D Rataan Jumlah mastikasi (Kali/Menit) Pra Perlakuan Perlakuan Pasca Perlakuan 77.12±6.59 74.77±7.25 77.72±5.38 76.20±8.41 76.48±7.04a 84.50±3.91 84.18±4.77 84.32±3.82 84.53±5.29 84.38±4.46b 81.10±5.80 78.99±5.58 82.17±6.28 82.97±6.41 81.30±6.18c Rataan 80.90±5.43 79.30±5.87 81.00±5.16 80.70±6.70 Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata berdasarkan Uji-t pada taraf 5%. 10 Hasil penelitian menunjukkan semakin banyak jumlah mastikasi maka waktu yang dibutuhkan oleh sapi untuk menghabiskan pakan menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi karena ada pemberian musik klasik Mozart Concerto for Flute and Harp in D yang membuat sapi makannya menjadi lebih bersemangat, juga ditunjukkan oleh hasil perhitungan yang berbeda nyata (P<0.05). Setiap ekor sapi memiliki jumlah mastikasi yang berbeda-beda sesuai dengan kecepatan tiap ekor sapi dalam menghabiskan pakan. Rataan jumlah mastikasi ampas tahu periode perlakuan (84.38± 4.46 kali/menit) lebih besar dari periode pra dan pasca perlakuan, karena jumlah mastikasi tergantung dari jenis pakan yang diberikan yaitu jumlah dan jenis pakan (berserat atau tidak berserat) (Frandson 1992). Menurut Prihadi dan Adiarto (2008), sapi melakukan mastikasi rata-rata sebanyak 42 000 kali/hari untuk pakan berupa butiran dan silase. Sapi perah melakukan mastikasi sebanyak 4 700 kali/hari untuk pakan berupa butiran dan rumput kering 10 530 kali/hari. Setiap jenis hewan jumlah mastikasinya akan berbeda-beda, sapi 94 kali/menit untuk pakan berupa butiran dan silase dan 74 kali/menit untuk rumput kering (Fitriansyah 2011). Perbedaan peningkatan dan penurunan jumlah mastikasi pada sapi saat periode diberi musik dibandingkan dengan yang tidak diberikan musik lebih jelas dilihat pada Gambar 4. Mastikasi (Kali/Menit) 100 75 Pra Perlakuan (hari ke 1-15) 50 Perlakuan (hari ke 16-30) 25 Pasca Perlakuan (hari ke 31-45) 0 0 15 30 45 Hari Gambar 4 Rataan jumlah mastikasi sapi FH Gambar 4 menunjukkan bahwa dengan pemberian musik Mozart terlihat terjadi peningkatan jumlah mastikasi pada sapi perah. Produksi Susu Produksi susu merupakan jumlah susu yang dihasilkan oleh sapi selama masa pemerahan atau laktasi. Susu merupakan cairan kompleks yang mengandung beberapa komponen dalam keadaan terdispersi, yang disekresikan oleh kelenjar ambing dan sebagai sumber nutrisi untuk hewan muda (Walstra dan Jenness 1984). Pengeluaran air susu diatur oleh syaraf dan hormon. Oleh karena itu, sapi membutuhkan rangsangan terlebih dahulu. Rangsangan dapat berasal dari anak sapi yang hendak menyusui, melalui pijatan dengan tangan saat pencucian puting dan ambing ataupun dengan cara lainnya. Proses dari ransangan tersebut akan ditangkap oleh sistem syaraf yang kemudian akan menyampaikan pesan pada 11 granula pituitary posterior untuk mengeluarkan hormon oxytocin. Hormon ini disirkulasi dalam darah dan dibawa ke jaringan ambing, kemudian terjadilah pengeluaran air susu. Sirkulasi hormon ini sangat cepat, sehingga pemerahan harus dilakukan dengan cepat agar lebih efisien (Williamson dan Payne 1993). Proses pemerahan ditempat penelitian ini dilakukan secara manual, sehingga butuh keahlian dalam pemerahan karena dapat mempengaruhi jumlah produksi susu yang dihasilkan. Proses pemerahan dan pengukuran jumlah produksi susu sapi ditunjukkan pada Gambar 5. (a) pemerahan manual (b) pengukuran susu Gambar 5 Proses pemerahan susu sapi secara manual (a) pengukuran jumlah produksi susu menggunakan gelas ukur (b) Produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik (25%) dan lingkungan (75%). Kondisi lingkungan yang tidak nyaman akan mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan, seperti suhu dan kelembaban udara, kondisi dan waktu pemberian pakan, serta suara-suara bising atau yang dapat membuat sapi menjadi shock. Suara-suara tersebut seperti suara dari hewan (anjing), pada tempat penelitian ini yaitu suara sirene peringatan kereta rel listrik (KRL) akan melintas dan juga suara dari pergesekkan antara rel dengan roda gerbong kereta yang berada tidak jauh dari peternakan. Salah satu cara dalam memanipulasi kondisi lingkungan yang demikian dilakukan rekayasa teknologi yaitu dengan pemberian musik kepada sapi dengan tujuan agar sapi tidak stress dan tenang. Namun ada jenis musik yang harus dihindari dan tidak diperbolehkan untuk diperdengarkan pada sapi yaitu musik country. Musik country merupakan jenis musik berirama keras seperti rock, musik seperti ini akan meningkatkan hormon penyebab stress. Penelitian ini menggunakan musik Mozart karena dibeberapa negara bagian Eropa telah menggunakan musik ini untuk meningkatkan jumlah produksi susu. Telah dilaporkan dalam sebuah artikel 2007 oleh Media Spanyol El Mundo, sapi di sebuah peternakan di Villanueva del Pardillo, Spanyol, menghasilkan 30 sampai 35 liter (sekitar delapan sampai sembilan galon) susu per hari, dibandingkan dengan peternakan lainnya hanya 28 liter tanpa pemberian musik. Selain itu susu di peternakan ini memiliki rasa manis, menurut seorang pemilik peternakan tersebut yaitu Hans Pieter Sieber, ini karena musik Mozart Concerto for Flute and Harp in D yang diperdengarkan pada 700 ekor sapinya pada saat pemerahan. Para peneliti juga telah menemukan bahwa produksi susu sapi masing-masing naik sebesar 3% (0.73-1.54 liter/hari) ketika musik Mozart concerto for flute and Harp in D diberikan (Makiello 2012). Hasil perngukuran produksi susu sapi FH selama penelitian disajikan dalam tabel 6. 12 Tabel 6 Rataan produksi susu sapi FH pada pagi hari Produksi Susu Sapi FH (Liter/Ekor) Sapi Pra Perlakuan 5.64±0.80 7.38±0.47 7.79±0.81 7.33±0.51 7.04±1.06a A B C D Rataan Perlakuan 5.96±0.57 7.14±0.89 7.43±0.71 6.68±0.90 6.80±0.94a Pasca Perlakuan 6.30±0.32 6.80±0.39 7.73±0.75 6.97±0.35 6.96±0.70a Rataan 5.97±0.56 7.11±0.58 7.65±0.76 7.00±0.59 Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang tidak nyata berdasarkan Uji-t pada taraf 5%. Rataan produksi susu pada periode pra perlakuan 7.04±1.06 liter, periode perlakuan 6.80±0.94 liter dan periode pasca perlakuan 6.95±0.70 liter. Hasil perhitungan jumlah produksi susu sapi (Tabel 6) menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05) karena jumlah produksi susu yang diukur dan diambil adalah hasil dari pada pagi hari yang musiknya tidak diberikan, tetapi diberikan pada siang sampai sore hari sebelumnya. Selain itu efek dari musik Mozart hanya bersifat sementara dan bahkan tidak berlangsung selama 24 jam setelah pemberian musik dihentikan (Campbell 1997). Musik tidak diberikan pada pemerahan pagi hari karena kondisi pagi hari masih cukup tenang dan tidak bising. Peningkatan dan penurunan jumlah produksi susu yang dihasilkan pada masing-masing periode penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Produksi Susu (Liter/Ekor) 8 Pra Perlakuan (hari ke 1-15) 6 4 Perlakuan (hari ke 16-30) 2 Pasca Perlakuan (hari ke 31-45) 0 0 15 30 45 Hari Gambar 6 Rataan produksi susu sapi FH pada pagi hari Gambar 6 menunjukkan jumlah produksi susu pada periode perlakuan yaitu pada hari ke 16-20 meningkat, namun mulai menurun pada hari ke-21 dan seterusnya. Terjadi penurunan jumlah produksi susu diduga berkaitan dengan adanya sapi yang sedang mengalami birahi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian musik klasik Mozart Concerto for flute and Harp in D mempengaruhi lama waktu konsumsi ampas tahu dan jumlah mastikasi, tetapi tidak mempengaruhi jumlah produksi susu pada pagi hari. Pemberian musik juga meningkatkan kecepatan konsumsi dan membuat sapi perah menjadi lebih semangat dalam mengkonsumsi pakan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pakan dan memperbaiki kinerja sapi perah. Saran Pemberian musik klasik Mozart Concerto for Flute and Harp in D dalam peningkatan produksi susu dan konsumsi pakan sebaiknya tidak hanya pada siang hari menjelang akan dilakukan pemerahan tetapi juga diberikan pada saat pemerahan pada pagi hari dengan frekuensi suara yang lebih kecil. Waktu pemutaran musik sebaiknya lebih lama dari saat penelitian karena efek dari musik Mozart tidak berlangsung dalam 24 jam setelah musik dihentikan. DAFTAR PUSTAKA Blakely J, Bade DH. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi ke-4. Terjemahan: B Srigandono. Yogyakarta (ID): Univ Gadjah Mada Pr. Bowers J. 2002. Effects of an intergenerational choir for community-based seniors and college students on age-related attitudes. J Music; 35(1): 2-18. Campbell D. What is the mozart effect. [Internet]. [diunduh 2012 Juni 3]. Tersedia pada: http://www.mozarteffect.com. Campbell D. 1997. The mozart effect: Tapping the power of music to hell the body, Strengthen the mind and unlock the creative spirit. New York. Avon Books. [Internet]. [diunduh 2013 Feb 7]. Tersedia pada: http:/www.berks music/why music/whymusicaffect.html. Church DC. 1975. Digestive Physilogy and Nutrition of Ruminants. Ed ke-2. Corvalis Oregon, USA (US): O & B Books. [DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Statistik Peternakan. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Fitriansyah B. 2011. Proses pencernaan pada hewan memamahbiak. [Internet]. [diunduh 2012 Juni 30]. Tersedia pada: http://beef.blogspot.com/2011/10/ html. Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologis Ternak. Ed ke-4. Terjemahan: B. Srigandono dan Koen Praseno. Yogyakarta (ID): Univ Gadjah Mada Pr. Hafez ESE, Dyer IA. 1969. Animal Growth and Nutrition. Philadelphia: Lea and Febiger. Hlm 82-105. 14 Kamal M. 1994. Nutrisi Ternak 1. Yogyakarta (ID): Fakultas Peternakan Univ Gadjah Mada Pr. Makiello L. 2012. The mozart effect of milk production. The Epoch Times. [internet]. [diunduh 2012 Juni 3]. Tersedia pada: http://epoch-archive.com/. Lubis DA. 1963. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan Kedua. Jakarta (ID): PT Pembangunan. Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan ternak Ruminan. Jakarta (ID): Univ Indonesia Pr. Prihadi S, Adiarto. 2008. Ilmu Ternak Perah. Yogyakarta (ID): Fakultas Peternakan UGM Pr. Steel RGD, Torrie JH. 1995. Principles and Procedures of Statistic with Special Reference to the Biological Sciences. New York (US): McGraw-Hill Book Company. Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka. Sutarno T. 1994. Manajeman Ternak Perah. Jogyakarta (ID): Fakultas Peternakan UGM Pr. Tobing NL. 2010. Pengaruh Formulasi Pakan terhadap Kandungan Pakan Ternak Ruminansia. Publikasi Budidaya Ternak Ruminansia. Ed ke-1. Tyler HD, Ensminger ME. 2006. Dairy Cattle Science. Ed ke-4. Upper Saddle River, New Jersey (US): Pearson Education Inc. Walstra P, Jenness R. 1984. Dairy Chemistry and Physics. John Willey Sons. Williamson G, Payne WJA. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Darmadja D. Terjemahan dari: An Introduction to Animal Husbandry in the Tropic. Ed ke-2. Yogyakarta (ID): Univ Gadjah Mada Pr. Yani A, Purwanto BP. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respon fisiologis sapi peranakan Friesian Holstein dan modifikasinya. Media Peternakan. 2(1): 35-46. Young C, Koopsen C. 2007. Spiritualitas, Kesehatan dan Penyembuhan. Medan (ID): Bina Media Perintis. 15 LAMPIRAN 1. Hasil analisis uji t lama waktu konsumsi ampas tahu Two-sample t for Pra Perlakuan vs Perlakuan N Mean StDev SE Mean Pra Perlakuan 60 35.33 9.25 1.2 Perlakuan 60 25.9 10.1 1.3 Difference = mu (Pra Perlakuan) - mu (Perlakuan) Estimate for difference: 9.41667 95% CI for difference: (5.92276, 12.91057) t-test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 5.34 P-Value = 0.000 DF = 117 LAMPIRAN 2. Hasil analisis uji t jumlah mastikasi Two-sample t for Pra Perlakuan vs Perlakuan N Mean StDev SE Mean Pra Perlakuan 240 76.45 7.04 0.45 Perlakuan 240 84.38 4.46 0.29 Difference = mu (Pra Perlakuan) - mu (Perlakuan) Estimate for difference: -7.93333 95% CI for difference: (-8.99089, -6.87578) t-test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -14.75 P-Value = 0.000 DF = 404 LAMPIRAN 3. Hasil analisis uji t produksi susu Two-sample t for Pra Perlakuan vs Perlakuan N Mean StDev SE Mean Pra Perlakuan 60 7.04 1.06 0.14 Perlakuan 60 6.805 0.940 0.12 Difference = mu (kontrol) - mu (perlakuan) Estimate for difference: 0.233667 95% CI for difference: (-0.127875, 0.595209) t-test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.28 P-Value = 0.203 DF = 116 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 30 November 1989 di Bare Lamat, Kecamatan Lumar, Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat. Penulis adalah putri ketiga dari lima bersaudara dari ayah Dismas Matsam dan Ibu Agnes Pera. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Ledo dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dengan mengikuti perkuliahan sebagai mahasiswa Prauniversitas selama setahun (tahun ajaran 2008/2009). Setelah itu melanjutkan ke Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Selama mengikuti Perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Genetika Ternak tahun ajaran 2012/2013. Penulis pernah menjadi anggota paduan suara di Koor Mahasiswa Katolik IPB (Koorma) pada tahun 2009-2011 dan anggota Persekutuan Oikumene Protestan Katolik (POPK) Fakultas Peternakan. Penulis juga sering mengikuti berbagai kepanitiaan yaitu divisi acara dalam perayaan Natal Fakultas Peternakan tahun 2010, divisi konsumsi dalam kegiatan “Save Our Earth” yang diselenggarakan oleh salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) IPB pada tahun 2010 dan divisi Dana Usaha (Danus) dalam perayaan Natal Fakultas Peternakan tahun 2011 serta Makrab IPTP IPB (2012).