IG-Y - IPB Repository

advertisement
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet
Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w)
Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-Y anti KHV selama 14
hari dan 28 hari, dengan dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) di uji serum (rapid test)
menunjukkan hasil positif. Interaksi yang terjadi pada uji serum antara serum ikan
Mas perlakuan dengan sediaan virus Koi herpesvirus terjadi penggumpalan berupa
bituran pasir. (Gambar 8). Pada uji serum ikan kontrol negatif tidak terbentuk
gumpalan pasir. (Gambar 9).
Gambar 8. Hasil uji serum ikan perlakuan dosis rendah 5% (w/w) dengan virus
Koi herpesvirus; [ ] = terjadi reaksi silang berupa akumulasi
presipitasi.
Gambar 9. Hasil uji serum ikan kontrol negatif dengan Koi Herpesvirus; [
tidak terjadi reaksi silang antara serum dengan KHV.
]=
19
Pada kelompok ikan dengan perlakuan dosis rendah 5% (w/w) selama 14
hari, tujuh ikan Mas yang telah diberikan perlakuan dilakukan pengambilan darah
intravena melalui pembuluh darah di ekor. Serum yang diperoleh langsung
dilakukan pengujian dengan KHV dan menunjukkan hasil positif. Untuk
kelompok ikan dengan perlakuan dosis rendah 5% (w/w) selama 28 hari
menunjukkan hasil yang sama dengan kelompok pertama.
Pada kelompok kontrol negatif yang tidak diberikan perlakuan seperti ikan
yang diberikan pelet berimunoglobulin-Y anti KHV menunjukkan hasil negatif
terhadap uji serum (rapid test). Tidak terbentukknya gumpalan pasir halus pada
mengindikasikan tidak ada reaksi silang antara serum ikan kontrol negatif dengan
KHV.
Tabel 1. Hasil uji serum (rapid test) pada kelompok ikan yang diberikan pelet
berimunoglobulin-Y anti KHV selama 14 hari dan 28 hari perlakuan.
Kelompok
Ikan Mas
Perlakuan
I
II
III
IV
V
VI
VII
5%, 14 hari
+
+
+
+
+
+
+
5%, 28 hari
+
+
+
+
+
+
+
Kontrol negatif
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan : -)Negatif: Tidak terbentuk pasir halus
+)Positif Sedang: Terjadi penggumpalan/pasir halus
++)Positif Kuat
Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet
Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis tinggi Ig-Y 20% (w/w)
Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-Y anti KHV selama 14
hari dan 28 hari, dengan dosis tinggi Ig-Y 20% (w/w) di uji serum (rapid test)
menunjukkan hasil positif. Interaksi yang terjadi pada uji serum antara serum ikan
Mas perlakuan dengan sediaan KHV terjadi penggumpalan berupa bituran pasir.
(Gambar 10). Pada uji serum ikan kontrol negatif tidak terbentuk gumpalan pasir.
(Gambar 9).
20
Gambar 10. Hasil uji serum ikan perlakuan dosis tinggi 20% (w/w) dengan virus
Koi herpesvirus; [ ] = terjadi reaksi silang dengan terbentuknya
akumulasi presipitasi.
Pada kelompok ikan dengan perlakuan dosis tinggi 20% (w/w) selama 14
hari, tujuh ikan Mas yang telah diberikan perlakuan dilakukan pengambilan darah
intravena melalui pembuluh darah di ekor. Serum yang diperoleh langsung
dilakukan pengujian dengan KHV dan menunjukkan hasil positif. Untuk
kelompok ikan dengan perlakuan dosis tinggi 20% (w/w) selama 28 hari
menunjukkan hasil yang sama dengan kelompok pertama.
Pada kelompok kontrol negatif yang tidak diberikan perlakuan seperti ikan
yang diberikan pelet berimunoglobulin-Y anti KHV menunjukkan hasil negatif
terhadap uji serum (rapid test). Tidak terbentuknya gumpalan pasir halus pada
mengindikasikan tidak terjadi reaksi silang antara serum ikan kontrol negatif
dengan KHV.
21
Tabel 2. Hasil uji serum (rapid test) pada kelompok ikan yang diberikan pelet
berimunoglobulin-Y anti KHV selama 14 hari dan 28 hari perlakuan.
Kelompok
Ikan Mas
Perlakuan
I
II
III
IV
V
VI
VII
20%, 14 hari
++
++
++
++
++
++
++
20%, 28 hari
++
++
++
++
++
++
++
Kontrol negatif
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan
-)Negatif: Tidak terbentuk pasir halus
+)Positif Sedang: Terjadi penggumpalan/pasir halus
++)Positif Kuat
Uji Tantang Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti
KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Dengan Rentang Suhu Ligkungan
28-32oC
Ikan
mas
yang
diberikan
perlakuan
pelet
berupa
pelet
yang
berimunoglobulin-Y anti KHV dengan dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) 14 dan 28 hari
di uji tantang. Hasil dari uji tantang menunjukkan bahwa kelompok ikan mas yang
diberi perlakuan berupa pelet berimunoglobulin-Y anti KHV tidak menunjukkan
gejala terinfeksi. Hal ini dapat dilihat dari tingkat keberhasilan hidup ikan mas
perlakuan setelah dilakukan uji tantang. Pada ikan kontrol negatif yang di uji
tantang mengalami kematian serempak, dengan menunjukkan gejala klinis
terserang KHV.
Tabel 3. Hasil Uji tantang pada kelompok ikan mas yang diberikan pelet
berimunoglobulin-Y anti KHV dengan dosis rendah Ig-Y 5% (w/w)
selama 14 dan 28 hari.
Pengamatan hari ke
Kelompok
P1 14 hari (7 ekor)
P2 28 hari (7 ekor)
Kontrol Negatif (7 ekor)
Jumlah Kematian ikan mas (ekor)
1
2
3
4
5
6
7
-
-
-
-
7
x
x
Keterangan - : tidak terjadi kematian
x : tidak ada yang hidup
Pada kelompok ikan mas perlakuan pertama dan kedua yang dilakukan uji
tantang menunjukkan keadaan yang normal. Kelompok ikan perlakuan pertama
22
dan kedua tidak terlihat timbulnya gejala klinis ataupun kematian. Pada
pengamatan mulai hari ke-1 sampai dengan ke-7, kelompok ikan mas perlakuan
yang berjumlah tujuh ekor masih tetap hidup. Pada kelompok ikan kontrol negatif,
setelah dilakukan uji tantang mulai timbul gejala klinis pada hari ketiga. Ikan
kontrol negatif terjadi penurunan aktifitas dan lebih sering dipermukaan air atau
didekat airator untuk bernapas. Pada hari kelima ikan kontrol negatif mengalami
kematian secara serempak dan menujukkan lesion akibat infeksi KHV. (Gambar
11).
Uji Tantang Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti
KHV Dengan Dosis tinggi Ig-Y 20% (w/w) Dengan Rentang Suhu Ligkungan
28-32oC
Ikan
mas
yang
diberikan
perlakuan
pelet
berupa
pelet
yang
berimunoglobulin-Y anti KHV dengan dosis Ig-Y 20% (w/w) 14 dan 28 hari di uji
tantang. Hasil dari uji tantang menunjukkan bahwa kelompok ikan mas yang
diberi perlakuan berupa pelet berimunoglobulin-Y anti KHV tidak menunjukkan
gejala terinfeksi. Hal ini dapat dilihat dari tingkat keberhasilan hidup ikan mas
perlakuan setelah dilakukan uji tantang. Sedangkan pada ikan kontrol negatif yang
dilakukan uji tantang mengalami kematian serempak, dengan menunjukkan gejala
klinis terserang KHV.
Tabel 4. Hasil Uji tantang pada kelompok ikan mas yang diberikan pelet
berimunoglobulin-Y anti KHV dengan dosis tinggi Ig-Y 20% (w/w)
selama 14 dan 28 hari.
Pengamatan hari ke
Kelompok
P1 14 hari (7 ekor)
P2 28 hari (7 ekor)
Kontrol Negatif (7 ekor)
Jumlah Kematian ikan mas (ekor)
1
2
3
4
5
6
7
-
-
-
-
7
x
x
Keterangan - : tidak terjadi kematian
x : tidak ada yang hidup
Pada kelompok ikan mas perlakuan pertama dan kedua yang dilakukan uji
tantang menunjukkan keadaan yang normal. Kelompok ikan perlakuan pertama
dan kedua tidak terlihat timbulnya gejala klinis ataupun kematian. Pada
23
pengamatan mulai hari ke-1 sampai dengan ke-7, kelompok ikan mas perlakuan
yang berjumlah tujuh ekor masih tetap hidup. Pada kelompok ikan kontrol negatif
setelah dilakukan uji tantang mulai timbul gejala klinis pada hari ketiga. Ikan
kontrol negatif terjadi penurunan aktifitas dan lebih sering dipermukaan air atau
didekat airator untuk bernapas. Pada hari kelima ikan kontrol negatif mengalami
kematian secara serempak dan menujukkan lesion akibat infeksi virus KHV.
(Gambar 11).
Gambar 11. Kerusakan jaringan pada ikan kontrol negatif yang terinfeksi KHV.
A: Pemucatan insang dan terjadi nekrosis.
B: Peradangan pada pectoral vin.
C: Peradangan pada pelvic vin.
Uji PCR (Polymerase Chain Reaction) Pada Insang Ikan
Pada uji laboratoris dengan teknik PCR menunjukkan hasil yang negatif.
Hasil yang diperlihatkan dalam pencitraan PCR tidak terbentuknya garis putih
pada pengujian insang ikan sumber KHV. (Gambar 12).
24
Gambar 12. Pencitraan PCR (Poly Chain Reaction) pada sampel insang ikan yang
terinfeksi KHV tidak terbentuk pita putih seperti pada sampel kontrol
positif.
Pembahasan
Pengujian serum (rapid test) pada kelompok ikan percobaan pertama,
dimana ikan mendapatkan perlakuan pelet berimunoglobulin-Y anti KHV dengan
dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) selama 14 dan 28 hari menunjukkan hasil positif
sedang. Serum darah dari ikan Mas perlakuan yang diletakkan di atas object glass
sebanyak 0,1 ml setelah dilakukan pencampuran langsung antigen KHV dengan
perbandingan 1:1 terjadi presipitasi, sehingga pada dasar object glass terbentuk
25
penggumpalan halus seperti pasir berwarna putih (Wibawan et al. 2003). OIE
(2009) menyebutkan bahwa, pada level rendah antibodi KHV dalam serum ikan
sudah cukup untuk terjadinya reaksi silang dengan antigen. Antibodi yang
terkadung di dalam serum kelompok ikan perlakuan berinteraksi secara langsung
dengan antigen KHV. Sifat antibodi yang memiliki kemampuan spesifik untuk
mengikat determinan site antigen atau yang disebut determinan antigenik
menyebabkan terjadinya ikatan, kumpulan ikatan antara antibodi dan antigen
menyebabkan timbulnya gumpalan pasir halus pada dasar object glass.
Antigen sendiri merupelet zat kimia atau zat asing yang masuk kedalam
tubuh dan memungkingkan untuk merangsang terbentuknya antibodi. Antigen
memiliki struktur tiga dimensi dengan dua atau lebih determinan site. Sedangkan
determinan site sendiri merupelet bagian dari antigen yang dapat melekat pada
bagian sisi pengikat pada antibodi. Antigen akan menimbulkan kerusakan atau
efek jika antigen dapat larut dalam tubuh. Oleh karena itu, kerja antibodi untuk
dapat menetralisir antigen adalah dengan membuat antigen tersebut menjadi tidak
larut dalam tubuh. Fungsi antibodi dalam menetralisir antigen adalah sebagai
presipitan yang mengendapkan antigen, sebagai aglutinin yang menggumpalkan
antigen, sebagai inhibin yang menghambat perlekatan antigen dan sebagai
opsonin yang melapisi antigen sehingga menjadi lebih mudah untuk difagositosis
oleh sel-sel fagosit (Wibawan et al. 2003).
Pada pengujian serum (rapid test), dua kelompok ikan perlakuan dengan
dosis tinggi Ig-Y 20% (w/w) dalam pelet menunjukkan hasil positif kuat. Hasil
dari pengamatan uji serum ini memperlihatkan terbentuknya butiran pasir halus
diatas object glass yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan uji serum
dua kelompok ikan percobaan dengan dosis rendah Ig-Y 5%. Jumlah butiran pasir
halus yang terbentuk terlihat lebih banyak, dikarenakan jumlah antibodi yang
dibentuk oleh kelompok ikan perlakuan ini lebih tinggi. Antibodi yang memiliki
kemampuan sebagai determinan antigenik dengan jumlah yang semakin banyak,
maka antigen yang dapat diikat dan dinetralisir menjadi presipitat semakin banyak
pula. Jumlah antigen yang bereaksi silang dengan antibodi akan mengendap dan
terlihat sebagai gumpalan pasir halus.
26
Imunoglobulin-Y adalah suatu protein, sehingga dalam saluran pencernaan
Ig-Y berpotensi mengalami denaturasi oleh suhu, pH dan enzim protease
(Rawendra, 2005). Akita et al. dalam Rawendra (2005) menyebutkan bahwa Ig-Y
yang telah terdenaturasi akan menghasilkan fragmen-fragmen yang Masih
memiliki kemampuan mengikat antigen dan mampu melakukan aktivitas
netralisasi antigen. Fragmen-fragmen yang memiliki kemampuan untuk
melakukan aktivitas netralisasi antigen adalah fragmen Fab’ dan Fab’2. Oleh
sebab itu pada serum ikan yang mendapatkan perlakuan pelet berimunoglobulin-Y
anti KHV membuktikan adanya antibodi terhadap antigen KHV.
Dosis efektif Ig-Y yang dapat membentuk antibodi KHV yaitu pada dosis
rendah 5% (w/w) immunoglobulin-Y anti KHV. Alasan dari pernyataan tersebut
adalah karena pada uji serum (rapid test) sudah terbentuknya gumpalan seperti
pasir halus pada dasar object glass, dimana endapan tersebut hasil interaksi antara
antibodi dengan antigen KHV.
Percobaan kedua yaitu uji tantang terhadap kelompok ikan Mas pertama,
dimana ikan Mas mendapatkan perlakuan pelet berimunoglobulin-Y anti KHV
dengan dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) selama 14 dan 28 hari menunjukkan tingkat
ketahanan hidup yang baik. Setiap ikan Mas perlakuan disuntikkan dengan
antigen KHV secara intramuskular (i.m.) sebanyak 0,1 ml (>106 virus partikel)
(OIE, 2009). Aklimatisasi dilakukan selama masa inkubasi ikan Mas yang diberi
perlakuan. Pada kelompok
ikan Mas kedua yang mendapatkan pelet
berimunoglobulin-Y anti KHV dengan dosis tinggi 20% (w/w) juga menunjukkan
tingkat ketahanan hidup yang baik. Seluruh ikan perlakuan yang diuji tantang
mampu bertahan hidup selama masa inkubasi, yaitu tujuh hari.
Percobaan ketiga yaitu tes PCR pada sampel insang ikan Mas yang
memiliki gejala klinis terserang penyakit KHV. PCR yang memiliki fungsi
sebagai reaksi berantai suatu primer dari urutan (sequence) DNA dengan bantuan
enzim polymerase sehingga diinginkan terjadi amplifikasi DNA target (KHV)
secara invitro. Prinsip kerja dari PCR yaitu memperbanyak DNA suatu patogen
sampai dengan jumlah yang dapat dilihat mata telanjang (Sunarto, 2003). Hasil tes
PCR menunjukkan tidak terbentuknya garis putih pada gambar. Tidak
terbentukknya garis putih pada sampel insang dalam pencitraan PCR bisa di
27
karenakan terlalu tebalnya ekstrasi dari sampel insang. Ekstraksi sampel insang
yang tidak sesuai akan menyebabkan kegagalan disetiap tahapan PCR. Tahap
peleburan pada PCR menyebabkan terputusnya ikatan hidrogen DNA dan DNA
menjadi berkas tunggal, pada tahap ini apabila DNA target tidak ada akan
menyebabkan tahap PCR yang berikutnya menjadi gagal. Tidak terdapatnya DNA
target akan mempengaruhi tahap elongasi dan pada pencitraan PCR tidak
terbentuk pita putih.
Way et al. (2004) mengatakan bahwa pada dasarnya dalam uji PCR,
jaringan segar dari ikan yang hampir mati dan menunjukkan gejala klinis
terserang KHV sangat membantu dalam penyelidikan. Namun, isolasi virus dari
jaringan yang beku kurang dapat diandalkan, ketika menggunakan ikan yang
hampir mati atau baru mati suatu saat terjadi kegagalan dalam isolasi virus
(Hedrick et al. 2000).
Kemampuan hidup ikan perlakuan terhadap antigen KHV yang
disuntikkan kedalam tubuh (i.m.) tidak terlepas dari antibodi yang sudah terbentuk
didalam tubuh ikan. Sugiri (1992) dalam Mulyana (2006) menyebutkan bahwa
virus herpes bereplikasi dalam metabolisme sel inang dengan menggunakan asam
nukleat. Virus yang menempel pada induk semang akan masuk dalam
metabolisme induk semang dan keluar dari sel induk semang dengan merusak
membran plasma. Daili et al. (2002) menyebutkan virus masuk ke dalam sel
dengan cara fusi glikoprotein selubung virus dengan reseptornya yang terdapat di
membran plasma. Hal ini tidak terjadi pada ikan perlakuan karena di dalam serum
darah ikan Mas mengandung antibodi KHV, antibodi yang beredar dalam darah
secara spontan berinteraksi dengan antigen KHV. Antibodi mengikat antigen dan
mencegah terjadinya penetrasi virus ke dalam plasma sel tubuh ikan.
Pada ikan kontrol negatif yang dilakukan uji tantang, menunjukkan tingkat
ketahanan hidup yang sangat rendah. Seluruh ikan kontrol yang disuntikkan
antigen KHV sebanyak 0,1 ml (>106 virus partikel) (i.m.) mengalami kematian
serempak. Pada pengamatan hari ke tiga, beberapa ikan kontrol negatif mulai
menunjukkan gejala klinis. Ikan mulai menunjukkan penurunan aktivitas dan
kesulitan dalam bernapas, dengan memperlihatkan pergerakan yang lebih
dominan dipermukaan air. Pada hari keempat, tubuh ikan mulai muncul beberapa
28
titik kerusakan pada sisik dan timbul kemerahan pada pangkal-pangkal sirip.
Gejala klinis terserang KHV ini sesuai dengan pernyataan Mudjiutami et al.
(2007b). Hari kelima pengamatan, ikan kontrol mengalami kematian serempak
dengan penampelet pada daerah insang yang memutih dan timbulnya kerusakan
(necrosis).
Hasil dari pengamatan memperlihatkan bahwa dosis efektif dalam
pemberian immunoglobulin-Y anti KHV adalah dosis rendah 5% (w/w). Alasan
dari pernyataan tersebut adalah pada ikan perlakuan yang diberian pelet
berimunoglobulin-Y anti KHV dengan dosis rendah 5% (w/w) mampu bertahan
hidup secara keseluruhan selama pengamatan. Serum pada ikan yang diberi pelet
berimunoglobulin-Y anti KHV pada dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) mampu
mepresipitasi sediaan Koi herpesvirus.
29
Download