HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DENGAN PENERIMAAN DIRI PADA MAHASISWA ACEH DI YOGYAKARTA Muhammad Ridha Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan Jl. Kapas 9 Semaki Yogyakarta [email protected] Abstract This research aims to know the relationship between Body Image and Self-acceptance of student. The subject of this research is Aceh student who lives in Dormitory at Yogyakarta. Data collection tools used in this research is scale of Body Image and Self-acceptance. Data analysis method using correlation of Pearson Product Moment The result showed that significant that there is a positive relationship between body image and self acceptance at a student dormitory located in Yogyakarta. The relationship indicated by a correlation coefficient ( r ) = 0,318, ( = 0,013 p ). The contribution of effective body image by the reception is worth 10,11 %. Conclusion in this research is a significant positive relationship between a body image and self-acceptance of Aceh students who lives in Jogjakarta. These results informed that higher body image makes high self-acceptance. Then, the lower body image makes low self-acceptance. Keywords: body image, self acceptance Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan antara Body Image dengan Penerimaan Diri pada Mahasiswa Aceh yang tinggal di Asrama Yogyakarta. Subjek penelitian ini adalah Mahasiswa Aceh yang berada di Asrama Provinsi Yogyakarta. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Body Image dan Skala Penerimaan Diri. Metode analisis data dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara Body Image dan Penerimaan Diri pada Mahasiswa Aceh yang berada di Asrama Provinsi Yogyakarta. Hubungan tersebut ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) = 0,318, (p) = 0,013. Sumbangan efektif Body Image dengan Penerimaan adalah sebesar 10,11 %. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif yang signifikan antara antara Body Image dengan Penerimaan Diri pada Mahasiswa Aceh yang tinggal di Asrama di Yogyakarta. Hasil ini menginformasikan bahwa EMPATHY Vol.I No.1 Desember 2012 112 semakin tinggi Body Image, maka semakin tinggi Penerimaan Diri, sebaliknya semakin rendah Body Image, maka semakin rendah Penerimaan Diri. Kata kunci: Body Image, Penerimaan Diri PENDAHULUAN Individu dalam rentang kehidupannya akan selalu berhadapan dengan berbagai masalah, hanya saja masalah yang dihadapi indvidu satu akan mempunyai bentuk dan tingkat kesulitan yang berbeda dengan yang lainnya. Keterampilan individu dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi akan menuntun individu tersebut menuju tujuan hidup yang akan di jalaninya. Dalam hal ini, mahasiswa yang penerimaan dirinya baik ditandai dengan sikap yang positif terhadap diri, mengakui dan menerima kekurangan dan kelebihan pada dirinya, termasuk sifat baik maupun sifat buruk dan memiliki pandangan yang positif terhadap masa lalunya. Penerimaan diri erat kaitannya dengan penerimaan terhadap kondisi fisik yang dimiliki individu. Penurunan aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang berperan dalam terjadinya peningkatan kejadian overweight dan lainnya pada remaja sampai saat ini. Aktivitas fisik berpengaruh pada tingkat kebugaran tubuh seseorang. Faktor lainnya yang dapat mengakibatkan terjadinya overweight adalah faktor genetik, pengetahuan gizi, sosial ekonomi dan image tubuh. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis (Tanggal 14 Maret 2012) dengan lima orang mahasiswa diperoleh informasi bahwa sebagian dari mahasiswa sulit untuk menerima kondisi diri yang ada pada mereka. Hal tersebut diantaranya ketika bersama dalam kelompok banyak mahasiswa yang dapat menilai rekan-rekan mahasiswa lainnya terutama tentang kelemahan fisik yang dimiliki mahasiswa tersebut, tetapi ketika harus mengintrospeksi kelemahan yang dimiliki diri sendiri sebagian mahasiswa merasa kesulitan. Hal tersebut bagi penampilan juga menjadi bagian penting bagi mahasiswa untuk dapat menerima diri, ketika penampilan yang dimunculkan kurang representative model terbaru atau mengikuti trend yang ada pada umumnya akan membuat sebagian mahasiswa tersebut kurang dapat menerima kondisi tersebut. Ketika kekurangan-kekurangan fisik yang dirasa kurang menawan, dan indah ketika dilihat, sebagian mahasiswa lainnya juga masih sulit menerima ketika diri mereka dikritik oleh orang lain. Penerimaan diri pada mahasiswa akan menjadi sesuatu yang penting jika hal tersebut mempengaruhi berbagai segi kehidupan mahasiswa. Dari lima mahasiswa yang diwawancarai (tanggal 14 Maret 2012) diperoleh informasi bahwa dalam pergaulan sehari-hari sering dibicarakan mengenai idealnya kondisi diri seseorang seperti bertubuh langsing, luwes dan smart. Namun terkadang ketika menilai diri sendiri mereka mengalami kesulitan karena harapan ideal terhadap diri sangat tinggi. Kondisi tersebut akan menjadi bermasalah ketika mahasiswa menerima penilaian dari teman/orang lain mengenai kondisi dirinya. Terkadang mahasiswa yang dinilai tidak dapat menerima hasil penilaian yang dilakukan oleh temannya sehingga mencari solusi dengan melakukan treatmen terhadap berbagai hal yang masih dirasa kurang. Namun tidak jarang juga ada mahasiswa yang menjadi malu dan sering menutup diri dari pergaulan sosial. Jika terpaksa harus mengikuti perkumpulan dengan sesama mahasiswa maka hanya terbatas pada komunitas yang kecil dalam rentang kuantitas waktu yang minim. Muhammad Ridha 113 Pengertian Penerimaan Diri Menurut Chaplin (2012), penerimaan diri merupakan sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri dan pengakuan akan keterbatasan sendiri. Penerimaan diri menurut Arthur (2010) adalah sebuah sikap seseorang menerima dirinya. Istilah ini digunakan dengan konotasi khusus kalau penerimaan ini didasarkan kepada ujian yang relatif objektif terhadap talenta-talenta, kemampuan dan nilai umum yang unik dari seseorang. Sebuah pengakuan realistik terhadap keterbatasan dan sebuah rasa puas yang penuh akan talenta maupun keterbatasan dirinya. Penerimaan diri menurut Supratiknya (1995) adalah memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri, atau lawannya tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri. Hurlock (Satyaningtyas, 2005) mengemukakan bahwa penerimaan diri merupakan kemampuan menerima segala hal yang ada pada diri sendiri baik kekurangan maupun kelebihan yang dimiliki, sehingga apabila terjadi peristiwa yang kurang menyenangkan maka individu tersebut akan mampu berpikir logis tentang baik buruknya masalah yang terjadi tanpa menimbulkan perasaan, permusuhan, perasaan rendah diri, malu, dan rasa tidak aman. Penerimaan diri menurut Helmi (Nurviana, 2006) adalah sejauhmana seseorang dapat menyadari dan mengakui karakteristik pribadi dan menggunakannya dalam menjalani kelangsungan hidupnya. Sikap penerimaan diri ditunjukkan oleh pengakuan seseorang terhadap kelebihankelebihan sekaligus menerima kelemahan-kelemahannya tanpa menyalahkan orang lain dan mempunyai keinginan yang terus menerus untuk mengembangkan diri. Hurlock (Wibowo, 2010) membagi dampak penerimaan diri menjadi dua kategori: a. Dalam penyesuaian diri Orang yang memiliki penerimaan diri, mampu mengenali kelebihan dan kekurangannya. Individu yang mampu menerima dirinya biasanya memiliki keyakinan diri (self confidence) dan harga diri (self esteem). Selain itu mereka juga lebih dapat menerima kritik demi perkembangan dirinya. Penerimaan diri yang disertai dengan adanya rasa aman untuk mengembangkan diri ini memungkinkan seseorang untuk menilai dirinya secara lebih realistis sehingga dapat menggunakan potensinya secara efektif. Penilaian yang realistis terhadap diri sendiri, membuat individu akan bersikap jujur dan tidak berpura-pura, merasa puas dengan menjadi dirinya sendiri tanpa ada keinginan untuk menjadi orang lain. b. Dalam penyesuaian sosial Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan pada orang lain. Orang yang memiliki penerimaan diri akan merasa aman untuk menerima orang lain, memberikan perhatiannya pada orang lain, serta menaruh minat terhadap orang lain, seperti menunjukan rasa empati dan simpati. Dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat melakukan penyesuaian sosial yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri sehingga mereka cenderung berorientasi pada dirinya sendiri (self oriented). Ia dapat mengatasi keadaan emosionalnya tanpa mengganggu orang lain, serta toleran dan memiliki dorongan untuk membantu orang lain. Aspek-aspek Penerimaan Diri Menurut Supratiknya (1995) penerimaan diri berkaitan dengan: a. Kerelaan untuk membuka atau rnengungkapkan aneka pikiran, perasaan, dan reaksi kita kepada orang lain. Membuka atau mengungkapkan aneka pikiran, perasaan, dan reaksi kita kepada orang lain, pertama-tama harus melihat bahwa diri kita tidak seperti apa yang 114 EMPATHY Vol.I No.1 Desember 2012 dibayangkan, dan pembukaan diri yang akan kita lakukan tersebut diterima atau tidak oleh orang lain. Kalau kita sendiri menolak diri (self-rejecting), maka pembukaan diri akan sebatas dengan pemahaman yang kita punya saja. Dalam penerimaan diri individu, terciptanya suatu penerimaan diri yang baik terhadap kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, dapat dilihat dari bagaimana ia mampu untuk menghargai dan menyayangi dirinya sendiri, serta terbuka pada orang lain. b. Kesehatan psikologis. Kesehatan psikologis berkaitan erat dengan kualitas perasaan kita terhadap diri sendiri. Orang yang sehat secara psikologis rnemandang dirinya disenangi, mampu, berharga, dan diterima oleh orang lain. Orang yang menolak dirinya biasanya tidak bahagia dan tidak mampu rnembangun serta melestarikan hubungan baik dengan orang lain. Maka, agar kita tumbuh dan berkembang secara psikologis, kita harus menerima diri kita. Untuk rnenolong orang lain tumbuh dan berkernbang secara psikologis, kita harus menolongnya dengan cara memberikan pemahaman terhadap kesehatan psikologis, agar rnenjadi lebih bersikap menerima diri. c. Penerimaan terhadap orang lain. Orang yang menerima diri biasanya lebih bisa menerima orang lain. Bila kita berpikiran positif tentang diri kita, maka kita pun akan berpikir positif tentang orang lain. Sebaliknya bila kita menolak diri kita, maka kita pun akan menolak orang lain. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri Menurut Hurlock (Nurviana, 2006) penerimaan diri dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya adalah : a. Aspirasi yang realistis. Individu yang mampu menerima dirinya harus realistis tentang dirinya dan tidak mempunyai ambisi yang tidak mungkin tercapai. b. Keberhasilan. Agar individu menerima dirinya, individu harus mampu mengembangkan faktor peningkat keberhasilan sehingga potensinya berkembang secara maksimal. c. Wawasan diri. Kemampuan dan kemauan menilai diri secara realistis serta menerima kelemahan serta kekuatan yang dimiliki akan meningkatkan penerimaan diri. d. Wawasan sosial. Kemampuan melihat diri pada individu seperti pandangan orang lain tentang diri individu tersebut menjadi suatu pedoman untuk memungkinkan berperilaku sesuai harapan individu. e. Konsep diri yang stabil. Bila individu melihat dirinya dengan satu cara pada suatu saat dan cara lain pada saat lain, yang kadang menguntungkan dan kadang tidak, akan menyebabkan ambivalensi pada dirinya. Agar tercapainya kestabilan dan terbentuknya konsep diri positif, significant others memposisikan diri individu secara menguntungkan. Penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi penerimaan diri adalah individu yang memiliki Body Image yang stabil sehingga mampu memahami diri sendiri dan memiliki keyakinan diri yang baik diserta rasa aman untuk mengembangkan diri. Hal ini mendorong individu untuk menentukan harapan yang realistis dan puas dengan diri sendiri. Penerimaan diri yang positif juga dapat dipengaruhi dengan keberhasilan yang pernah dialami, memperhatikan pandangan orang lain tentang dirinya, pengidentifikasian diri dengan orang yang baik dalam Muhammad Ridha 115 penyesuaian diri, dan diberikan kesempatan serta dihargai oleh lingkungan. Penerimaan Diri pada Remaja Santrock (2007) Menjelaskan penerimaan diri merupakan suatu kesadaran untuk menerima diri sendiri apa adanya. Penerimaan diri pada remaja tidak berarti menerima begitu saja kondisi dirinya tanpa berusaha mengembangkan diri lebih lanjut. Proses bagaimana seorang individu mendapat keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungannya. Penerimaan diri lebih bersifat suatu proses dalam hidup sepanjang hayat manusia. Dalam proses penerimaan diri dapat saja muncul konflik, tekanan, frustasi, yang menyebabkan remaja terdorong untuk meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan dirinya dari kegagalan. Dalam ilmu perkembangan psikologi remeja, secara singkat dapat mendeskripsikan pandangan pemprosesan informasi terjadi terhadap penerimaan diri remaja, pemprosesan informasi pada remaja meliputi bagaimana remaja itu menemukan kembali informasi positif untuk dipikirkan dan digunakan dalam memecahkan masalah Santrock (2007). Pengertian Body Image Pengertian body image menurut Arthur (2010) adalah merupakan imajinasi subyektif yang dimiliki seseorang tentang tubuhnya, khususnya yang terkait dengan penilaian orang lain, dan seberapa baik tubuhnya harus disesuaikan dengan persepsi-persepsi ini. Beberapa peneliti atau pemikir menggunakan istilah ini hanya terkait tampilan fisik, sementara yang lain mencakup pula penilaian tentang fungsi tubuh, gerakan tubuh, koordinasi tubuh, dan sebagainya. Menurut Amalia, (2007) setiap individu memiliki gambaran diri ideal seperti apa yang diinginkannya termasuk bentuk tubuh ideal seperti apa yang dimilikinya. Ketidaksesuaian antara bentuk tubuh yang dipersepsi oleh individu dengan bentuk tubuh yang menurutnya ideal akan memunculkan ketidakpuasan terhadap tubuhnya. Citra tubuh mulai terbentuk jauh sebelum seorang anak mampu mengungkapkan fikiran-fikiran maupun ide-idenya lewat kata-kata. Melalui kemampuan fisiknya seorang anak mempersepsi dirinya sebagai seseorang yang dapat menyebabkan sesuatu terjadi, misalnya dengan menggunakan tangannya sebagai alat. Menurut Thompson, (2000) Tingkat Body image individu digambarkan oleh seberapa jauh individu merasa puas terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan fisik secara keseluruhan serta menambahkan tingkat penerimaan citra raga sebagian besar tergantung pada pengaruh sosial budaya yang terdiri dari empat aspek yaitu reaksi orang lain, perbandingan dengan orang lain, peranan individu dan identifikasi terhadap orang lain. Pengertian Body Image menurut Honigam dan Castle (Januar, 2007) adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dipikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan atas penilaian orang lain terhadap dirinya. Sebenarnya, apa yang dipikirkan dan rasakan olehnya, belum tentu benar-benar mempresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian diri yang bersifat subjektif. Body image menurut Hoyt (Naimah, 2008) diartikan sebagai sikap seseorang terhadap tubuhnya dari segi ukuran, bentuk maupun estetika berdasarkan evaluasi individual dan pengalaman efektif terhadap atribut fisiknya. Body image bukan sesuatu yang statis, tetapi selalu berubah. Pembentukannya dipengaruhi oleh persepsi, imajinasi, emosi, suasana hati, lingkungan, dan pengalaman fisik. Dengan demikian, proses komparasi sosial pasti terjadi dalam membentuk body image remaja. 116 Aspek-aspek Body Image EMPATHY Vol.I No.1 Desember 2012 Menurut Thompson, (2000) tingkat citra raga individu digambarkan oleh seberapa jauh individu merasa puas terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan fisik secara keseluruhan serta menambahkan tingkat penerimaan citra raga sebagian besar tergantung pada pengaruh sosial budaya yang terdiri dari empat aspek yaitu reaksi orang lain, perbandingan dengan orang lain, peranan individu dan identifikasi terhadap orang lain. Komponen citra raga terdiri dari komponen perseptual dan komponen sikap menjadi landasan pengukuran. Komponen perseptual menunjukkan bagaimana individu menggambarkan kondisi fisiknya. Oleh karena itu penilaian merupakan aspek yang tepat untuk mewakili komponenkomponen tersebut. Komponen sikap mengarah pada perasaaan dan sikap yang muncul dari kondisi tersebut. Perasaan diwakili dengan tingkat kepuasan dan ketidakpuasan individu terhadap tubuhnya, sedangkan sikap diwakili oleh harapan-harapan mengenai tubuhnya, sebagai akibat dari harapan biasanya menjadi tindakan demi mewujudkan harapan tersebut (Thompson, 2000). Oleh karena itu aspek perasaan dan aspek harapan mewakili seluruh komponen sikap. Thompson, (2000) menjelaskan aspek-aspek dalam citra raga yaitu: a. Persepsi terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan secara keseluruhan. Bentuk tubuh merupakan suatu simbol dari diri seorang individu, karna dalam hal tersebut individu dinilai oleh orang lain dan dinilai oleh dirinya sendiri. Selanjutnya bentuk tubuh serta penampilan baik dan buruk dapat mendatangkan perasaan senang atau tidak senang terhadap bentuk tubuhnya sendiri. b. Aspek perbandingan dengan orang lain Adanya penilaian sesuatu yang lebih baik atau lebih buruk dari yang lain, sehingga menimbulkan suatu prasangka bagi dirinya keorang lain, hal-hal yang menjadi perbandingan individu ialah ketika harus menilai penampilan dirinya dengan penampilan fisik orang lain. c. Aspek sosial budaya (reaksi terhadap orang lain). Seseorang dapat menilai reaksi terhadap orang lain apabila dinilai orang itu menarik secara fisik, maka gambaran orang itu akan menuju hal-hal yang baik untuk menilai dirinya. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Body Image Menurut Thompson (Januar, 2007) faktor-faktor pembentuk citra tubuh pada diri individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a. Pengaruh berat badan dan persepsi gemuk/kurus Keinginan-keinginan untuk menjadikan berat badan tetap optimal dengan menjaga pola makan yang teratur, sehinnga persepsi terhadap citra tubuh yang baik akan sesuai dengan diinginanya. b. Budaya Adanya pengaruh disekitar lingkungan individu dan bagaimana cara budaya mengkomunikasikan norma-norma tentang penampilan fisik, dan ukuran tubuh yang menarik. c. Siklus hidup Pada dasar Individu menginginkan untuk kembali memiliki bentuk tubuh seperti masa lalu. d. Masa kehamilan Proses dimana individu bisa menjaga masa tumbuh kembang anak dalam kandungan, tanpa ada peristiwa-peristiwa pada masa kehamilan. Muhammad Ridha 117 e. Sosialisasi Adanya pengaruh dari teman sebaya yang menjadikan individu ikut terpengaruh didalamnya. f. Konsep diri Gambaran Individu terhadap dirinya, yang meliputi penilaian diri dan penilaian sosial. g. Peran gender Dalam hal ini peran orang tua sangat penting bagi citra tubuh individu, sehingga menjadikan individu lebih cepat terpengaruh h. Pengaruh distorsi citra tubuh pada diri individu Perasaan dan persepsi individu yang bersifat negatif terhadap tubuhnya yang dapat diikuti oleh sikap yang buruk. Berdasarkan uraian yang ada di atas citra tubuh bisa dipengaruhi oleh budaya yang ada di sekitar individu dan cara bagaimana budaya mengkomunikasikan norma yang ada terhadap penampilan, ukuran tubuh, bentuk badan, dan daya tarik fisik. Body Image pada Remaja Menurut Sarwono (2012) remaja adalah suatu tahap perkembangan fisik, yaitu dimana masa alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna dan secara faali alat-alat kelamin tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula. Remaja merupakan periode kehidupan yang unik, karena saat itu terjadi perubahan yang amat kompleks, diantaranya perubahan fisik, emosional, kognitif, perubahan pertumbuhan dan perkembangan sosial yang menjembatani antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa (Santrock, 2007). Secara umum, periode remaja merupakan klimaks dari periode-periode perkembangan sebelumnya, sehingga dalam periode selanjutnya individu telah menpunyai suatu pola pribadi yang lebih baik. Masalah-masalah sehubungan dengan perkembangan fisik pada periode remaja masih terus berlanjut, tetapi pada akhirnya mereda pada saat individu memasuki masa dewasa. Bagi sebagian besar orang, memasuki usia remaja tidaklah mudah. Hubungan antara Body Image dengan Penerimaan Diri pada Mahasiswa Persepsi dan evaluasi remaja terhadap Body Image dipengaruhi oleh serangkaian masalah yang kompleks, di antaranya yang pertama adalah adanya perubahan fungsi-fungsi kognitif pada remaja yang membuat ramaja mampu mengkonstruksi dan melakukan interpretasi kembali teoriteori mereka mengenai tubuh dengan cara baru yang berbeda. kedua, perubahan-perubahan fisik dan kognisi yang terjadi sering dengan meningkatnya isu konformitas terhadap teman-teman sebaya. Menurut Botta (Amalia, 2007) komparasi sosial yang dilakukan oleh remaja perempuan dan laki-laki tentang apa yang disebut body image yang indah, yaitu memperhatikan dengan seksama citra tubuh dalam diri di lingkungan maupun masyarakat, serta media informasi yang sesungguhnya. Mempelajari, serta mencari tahu apa itu citra tubuh yang indah, kemudian memutuskan seperti apa mereka harus berpenampilan yang baik, serta membandingkan penampilan mereka dengan apa yang disebut cantik dan indah oleh masyarakat, yang menjadikan sumber informasi bagi remaja, dan terakhir memotifasi diri mereka untuk dapat mengubah penampilan serta menyesuaikan dengan citra tubuh yang mereka lihat, sehingga remaja dengan mudah membentuk pemahaman-pemahaman realistis yang menimbulkan penerimaan diri yang 118 EMPATHY Vol.I No.1 Desember 2012 baik pada remaja. Penerimaan diri banyak dipengaruhi oleh body image berupa budaya dan standarisasi masyarakat mengenai penampilan dan kecantikan, meliputi konsep kurus, gemuk, indah dan menawan ketika dilihat. Sehingga body image menjadi isu yang meluas dikalangan remaja. Penerimaan diri juga dipengaruhi oleh penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri, baik berupa penilaian negatif maupun penilaian positif yang akhirnya menghasilkan perasaan keberhargaan atau kebergunaan diri dalam menjalani kehidupan, yang sewaktu-waktu bisa menjadi pengaruh yang sangat kuat pada diri remaja. Hipotesis Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis penelitian bahwa ada hubungan positif antara body image dengan penerimaan diri pada mahasiswa. Artinya semakin tinggi tingkat body image maka semakin tinggi penerimaan diri, sebaliknya semakin rendah tingkat body image maka semakin rendah tingkat penerimaan diri. Metode Penelitian Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode kuantitatif. Data-data dalam penelitian ini akan diungkap dengan menggunakan Skala Body Image dan Skala Penerimaan diri. Penggunaan skala dalam penelitian ini karena skala merupakan pemberian respon yang berwujud pernyataan yang diajukan melalui self report untuk Skala Body Image dan Skala Penerimaan Diri. Penggunaan metode skala menurut Hadi (2004) didasarkan pada anggapan bahwa : 1. Subjek adalah orang yang paling mengerti tentang dirinya 2. Pernyataan subjek pada penelitian adalah benar dan dapat dipercaya 3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan adalah sama, dengan yang dimaksud oleh peneliti. Metode yang akan digunakan untuk menganalisis data adalah metode statistik. Tekhnik analisis yang akan digunakan adalah teknik korelasi product moment untuk mencari hubungan antara variabel bebas (Body Image) dengan variabel tergantung (Penerimaan Diri). Keseluruhan komputasi data dilsakukan dengan menggunakan fasilitas komputer SPSS 16 for Windows. Analisis data digunakan untuk menguji hipotesis, sebelum dilakukan uji hipotesis didahului dengan uji asumsi yang meliputi uji normalitas sebaran dan uji linieritas. Menurut Azwar (2003) skala memiliki beberapa karakteristik sebagai alat ukur psikologis, yaitu: 1. Sikap subjek diukur menggunakan pertanyaan atau pernyataan yang disusun oleh penulis tidak diketahui maksud tujuannya oleh individu, sehingga jawaban yang diberikan tergantung pada interpretasi subyek terhadap pernyataan tersebut dan antara satu subyek dengan subyek lainnya memiliki jawaban yang berbeda. 2. Jawaban subyek terhadap satu aitem merupakan sebagian dari banyak indikasi mengenai atribut yang diukur, dan kesimpulan akhir merupakan suatu diagnosis baru yang dapat dicapai apabila semua aitem telah direspon. 3. Respon subyek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah, semua jawaban dapat diterima selama diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. Penjelasan mengenai alat ukur yang digunakan dalam pengambilan data adalah sebagai berikut : Muhammad Ridha 119 Skala Body Image Skala Body Image dibuat oleh peneliti berdasarkan aspek Body Image yang dikemukakan oleh Thompson (2000). Aspek-aspek dalam body image yaitu persepsi terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan secara keseluruhan, aspek perbandingan dengan orang lain, dan aspek reaksi terhadap orang lain. Penilaian, perasaan dan harapan yang menyertai objek body image menjadi aspek dasar pengukuran terhadap body images. Format respon dari Skala Body Image model summated rating scale terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS). Asumsi yang mendasar pada penskoran adalah jawaban yang mendukung atribut ukur (favorabel) dan pernyataan yang tidak mendukung atribut ukur (unfavorabel). Skala Penerimaan diri Skala penerimaan diri dibuat oleh peneliti berdasarkan pada aspek penerimaan diri menurut Supraktinya, 1995 yaitu keterbukaan kepada orang lain, kesehatan psikologis, dan menerima kehadiran orang lain. Format respon dari skala penerimaan diri model summated rating scale terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS). Asumsi yang mendasar pada penskoran adalah jawaban yang mendukung tujuan (favorabel) dan pernyataan yang tidak mendukung tujuan (unfavorabel), jawaban subyek pada pernyataan favorabel diberi bobot yang lebih tinggi daripada pernyataan unfavorabe. Populasi Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.(Sugiyono, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Aceh Di Yogyakarta. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara body image dengan penerimaan diri. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien korelasi ( rxy ) sebesar 0,318 dan peluang kesalahan p sebesar 0,013 (p > 0,01). Nilai (r) yang positif menunjukkan bahwa kenaikan nilai variabel yang satu yaitu variabel bebas (x) yang berupa body image akan diikuti dengan naiknya variabel yang lain, dalam hal ini variabel tergantung (y) yaitu penerimaan diri, artinya semakin tinggi body image mahasiswa aceh maka semakin tinggi pula penerimaan diri, sebaliknya jika semakin rendah body image mahasiswa aceh maka semakin rendah pula penerimaan diri. Sumbangan efektif body image terhadap penerimaan diri dapat dilihat dari koefisien determinan atau koefisien korelasi yang dikuadratkan (r²) sebesar 10,11 %. Hal ini menginformasikan bahwa body image secara umum memberi pengaruh terhadap penerimaan diri sebesar 10,11 % dan sisanya sebesar 89,89 % body image dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain misalnya yaitu memiliki tubuh yang indah, badan yang mulus dan bentuk tubuh yang sempurna. Body Image pada sebagian besar subyek penelitian 98,3 % termasuk kategori tinggi. Penerimaan diri subyek penelitian 96,7 % termasuk dalam kategori sedang. Dapat terlihat bahwa 120 EMPATHY Vol.I No.1 Desember 2012 body image mempunyai responden yang sudah bagus dengan penerimaan diri yang bagus. Body image yang baik akan berdampak pada penerimaan diri yang baik, kemampuan seseorang untuk bergaul dengan masyarakat akan sangat mudah bagi diri individu, sehingga mahasiswa merasa puas terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Dari suatu hasil penelitain menyatakan bahwa body image merupakan produk dari pengalaman yang nyata berupa persepsi terhadap bagian bagian tubuh serta penampilan secara keseluruhan yang sebagian berasal dari perkembangan fisik. Berdasarkan penjelasan diatas, mahasiswa diharapkan untuk selalu bisa berfikir positif akan segala kelemahan,kesalahan,kekurangan, kekeliruan serta kekuatan, dan kelebihan terhadap body image yang dimiliki, dengan menerima diri kita sekarang apa adanya. KESIMPULAN 1. Ada hubungan positif antara body image dengan penerimaan diri. Artinya individu yang memiliki body image yang baik secara penampilan fisik maka semakin baik pula individu bisa menerima dengan penerimaan diri yang positif. Sebaliknya jika individu memiliki kekurangan fisik yang tidak sesuai dengan dirinya maka penerimaan diri individu akan berdampak pada penerimaan diri yang negatif. 2. Sumbangan efektif body Image terhadap penerimaan diri dapat dilihat dari koefisien determinan atau koefisien korelasi yang dikuadratkan (r²) sebesar 10,11 %. Artinya, body image secara umum memberi pengaruh terhadap penerimaan diri sebesar 10,11 % dan sisanya sebesar 89,89 %. Penerimaan diri dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain misalnya, budaya, sosialisasi,konsep diri, peran gender, pengaruh berat badan dan persepsi gemuk/ kurus dan lain-lain, serta pengaruh distorsi citra tubuh pada diri individu. 100% subyek penelitian untuk Body Image termasuk kategori tinggi dan Penerimaan Diri termasuk kategori tinggi. DAFTAR PUSTAKA Arthur S. R. & Emily S. R. 2010. Kamus Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar. S. 2001. Methodology Research. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Amalia, L. 2007. Citra tubuh (Body Image) Remaja Perempuan. Jurnal Musawa, Vol. 5, No. 4, Oktober 2007. STAIN Ponorogo. Chaplin, J.P. 2012. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Rajawali Press Helmi, Handayani, dan Ratnawati 1998. Efektivitas Pelatihan Pengenalan Diri terhadap Peningkatan Penerimaan Diri dan Harga Diri, Jurnal Psikologi, 2, 47-48, 1998. Horrison, K. 2006. Women’s and Men’s Eating Behavior Following Exposure to Ideal-Body Images and Text. Jurnal Communication Reseach, 33 ; 55 ; 2006. University of California at Davis. Januar, V. 2007. Citra Tubuh Pada Remaja Putri Menikah Dan Memiliki Anak, Jurnal Psikologi, Vol. 1, No 1, Desember 2007. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Jakarta. Kusumajaya, A.N. 2008. Persepsi remaja terhadap Body image (citra tubuh) kaitannya dengan Muhammad Ridha 121 pola konsumsi makan dan status gizi, Jurnal Skala Husada Vol. 15, No. 2, 2008; 11412. Poltekes Gizi Depkes. Denpasar. Na’imah, T. 2008. Pengaruh Komparasi Sosial Pada Public Figure Di Media Massa Terhadap Body Image Remaja Di kecamatan patikraja, kabupaten banyumas, Jurnal Psikologi Penelitian Humaniora, Vol. 9, No. 2, 2008. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Nurviana, E.V. 2006. Penerimaan Diri Pada Penderita Epilepsi, Jurnal Psikologi Proyeksi Vol. 5, No. 1, 2006. Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Semarang. Rizkiana, U. 2010. Penerimaan Diri Pada Remaja Penderita Leukemia Jurnal Psikologi Vol. 7, No. 1, 2010. Universitas Gunadarma jakarta. Santrock, J.W. 2007. Psikologi Remaja. Erlangga:Jakarta Saptiani, M.D. 2010. Hubungan antara citra tubuh dengan harga diri pada tpr (Telkomsel Personal Representative) Di Telkomsel. e-Jurnal Universitas Gunadarma jakarta. http://library.gunadarma.ac.id. 20 Maret 2012. Sari, E.P. 2004. Penerimaan Diri pada Usia Lanjut Ditinjau dari Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi No. 2, Hal 73-88. Satyaningtyas, R. 2005. Penerimaan Diri Dan Kebermaknaan Hidup Penyandang Cacat Fisik. Jurnal Psiko-Buana, Vol. 3, No. 2, 2005. Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Sarwono, S. 2012. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers Supratiknya. 1995. Komunikasi Antar pribadi. Kanisius: Yogyakarta. Sugiyono, 1999. Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta: Jakarta. Hadi, S. 2004. Penelitian Research. BPFE: Yogyakarta Thompson, J.K. 2000. Body Image, Eating Disorders, and Obesity. American Psychological Association Washington, DC. Veronika, L. 2005. Body Image in Women Adult Beginning consuming Slimming Drugs, e-Jurnal Universitas Gunadarma Jakarta: http://library.gunadarma.ac.id. 20 Maret 2012.