BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan individu yang
merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang meliputi
perubahan biologis, kognitif, dan psikososial (Santrock, 2013). Berdasarkan periode
masa remaja dapat disimpulkan bahwa rentang usia remaja adalah 10-21 tahun
(Santrock, 2013). Remaja mengalami perkembangan biologis atau pubertas yang
merupakan tanda akhir masa kanak-kanak, berakibat pada peningkatan pertumbuhan
berat dan tinggi badan, perubahan dalam proporsi dan bentuk tubuh, serta pencapaian
kematangan organ seksual (Papalia, Olds, & Feldman, 2001). Perubahan kognitif
pada remaja menyebabkan remaja lebih sadar akan dirinya (self-conscious) dimana
remaja lebih memikirkan tentang pemahaman dirinya. Remaja menjadi lebih
introspektif, dimana hal ini merupakan bagian dari kesadaran diri mereka dan bagian
dari eksplorasi diri (Santrock, 2007). Perubahan fisik yang terjadi sangat dicemaskan
oleh remaja sehingga dapat menyebabkan remaja selalu memperhatikan
penampilannya dan membangun citranya sendiri mengenai bagaimana tubuh mereka.
Remaja menunjukkan perhatian yang amat besar terhadap tubuhnya yang sedang
mengalami perubahan dan mengembangkan gambaran pribadi seperti apa tubuh
mereka yang kemudian digunakan sebagai dimensi paling penting dari daya tarik fisik
(Santrock, 2010). Selain itu, pada studi penelitian tentang perbedaan citra tubuh pada
remaja putra dan remaja putri dikatakan bahwa remaja putri punya nilai estetika yang
lebih tinggi pada gambaran tubuhnya tapi mempunyai kepuasan yang rendah terhadap
estetika tubuhnya dibandingkan dengan remaja putra (Abbot dan Barber, dalam
Santrock, 2013). Seperti hasil wawancara dengan 2 orang mahasiswi semester akhir di
universitas swasta di Jakarta, 2 dari mahasiswi ini yakni VN dan DS. VN seorang
mahasiswi berusia 21tahun dengan berat badan 52 kilogram mengatakan bahwa
dirinya merasa gendut dan tidak ideal dan VN juga mengatakan bahwa temantemannya kurus sehingga VN sangat ingin melakukan diet agar mendapatkan tubuh
yang ideal agar setara dengan penampilan teman-temannya yang bertubuh kurus.
Hasil wawancara dengan DS, DS juga seorang mahasiswi berusia 21 tahun dengan
berat badan 54 kilogram, mengatakan bahwa dia merasa cukup puas dengan
penampilan namun DS berpikir untuk mengurangi sedikit berat badannya yang
disebabkan kekesalannya terhadap tubuhnya yang tidak sesuai dengan harapan dan
merasa orang lain melihat tubuhnya gendut dan tidak menarik bahkan DS pernah
melakukan diet dengan berolahraga dan mengkonsumsi obat-obatan penurun berat
badan.
Kepedulian utama yang ditunjukkan remaja putri adalah motivasi untuk
memiliki tubuh yang kurus. Keinginan menjadi kurus ditandai oleh kecenderungan
untuk mengidentikan tubuh yang kurus dengan kecantikan (Santrock, 2007). Seperti
penuturan guru besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Sarlito Wirawan
Sarwono bahwa dikalangan remaja, imaji perempuan cantik haruslah langsing
(Kompas.com , 2010). Menurut Fox (dalam Nurasyid, 2015) wanita diatas usia 18
tahun sering melihat dirinya didepan cermin, sekitar 80 persen wanita tidak senang
dengan apa yang mereka lihat ketika bercermin. Studi mengatakan 80 persen wanita
berlebihan terhadap tubuh mereka, bahkan bagi wanita normal dan tidak mengalami
gangguan makan pun merasa tubuhnya buruk dan berlemak ketika bercermin.
Ketidakpuasan wanita terhadap tubuhnya kebanyakan dilihat dari bentuk tubuh bagian
pinggul, pinggang dan paha. Menjadi langsing adalah dambaan kebanyakan kaum
hawa, sebagian dari mereka menjadi kebingungan bila lengan, perut, atau paha sudah
tampak gelambir lemak. Apalagi, kegemukan juga identik dengan masalah kesehatan.
Sebaliknya, orang langsing dinilai lebih cantik, menarik dilihat, bahkan juga dianggap
lebih sehat. Alhasil, banyak orang yang menjadwalkan diet dalam kesehariannya demi
memiliki bentuk tubuh langsing. Ada orang yang mau menjalankan diet dengan
perlahan, ada juga orang yang ingin kurus dengan cara instan (Kompas.com, 2010).
Fenomena diet yang populer pada remaja antara lain adalah Obsessive
Corbuzier Diet (OCD) dimana pelaku diet boleh makan apa saja saat ‘jendela makan’
berlangsung namun setelahnya pelaku diet tidak boleh makan dan hanya
diperbolehkan minum air putih saja (Nationalgeographic.co.id, 2013). Selain itu
memiliki tubuh yang langsing menjadi obsesi sebagian besar wanita. Tak heran jika
dalam hidupnya rata-rata seorang wanita pernah mencoba 16 metode diet yang
berbeda. Sementara itu alasan utama para wanita untuk mencoba diet adalah karena
merasa tidak puas dengan bentuk tubuhnya. Selain itu cukup banyak juga yang
menjawab bahwa diet membuat mereka merasa seksi, atau ingin langsing karena ingin
tampil menarik di musim panas. Hanya satu persen responden yang mengaku mereka
berdiet untuk menyenangkan pasangan mereka. Bertambahnya usia juga membuat
para wanita tertarik untuk mencoba lebih banyak metode diet. Rata-rata wanita mulai
berdiet diusia 17 tahun, masa ketika mereka merasa berat badan merupakan suatu
masalah bagi mereka. Di usia 20 tahun rata-rata wanita pernah melakukan diet 4 kali,
dan bertambah 5 kali di usia 30 tahun, dan 6 kali saat berusia 40 tahun (Kompas.com,
2014). Dorongan untuk menurunkan berat badan pada remaja putri disebabkan oleh
penilaian mereka terhadap bentuk tubuhnya sendiri. Penilaian terhadap penampilan
fisik dinamakan dengan body image.
Body image merupakan salah satu aspek psikologis dari perubahan fisik, yang
menyebabkan para remaja mulai memberikan perhatian lebih terhadap tubuh dan
berkembangnya gambaran mengenai tubuh mereka sendiri (Holsen, Carolson Jones,
dan Skogbrott Birkeland, dalam Santrock, 2013). Menurut Slade (dalam Pietro, D.
Monica, 2008) body image merupakan gambaran mental mengenai ukuran, bentuk,
dan kontur dari tubuh kita sebagaimana perasaan kita terhadap karakteristik dan
bagian yang mendukung tubuh kita. Menurut Eating Disorder Awareness and
Prevention (EDAP) (dalam Small, 2001) seseorang yang memiliki body image positif
mempunyai persepsi yang lebih jelas dan benar tentang bentuk tubuh serta lebih
percaya diri dan menghargai bentuk tubuhnya sedangkan orang-orang yang memiliki
body image negatif memiliki kemungkinan lebih besar untuk berkembangnya eating
disorder, depresi, terisolasi, harga diri rendah dan obsesi menghilangkan berat badan.
Hal tersebut dapat dikaitkan dengan fenomena yang terjadi di Indonesia bahwa
banyak remaja di Indonesia yang mengalami eating disorder karena menjalani diet
yang salah serta minimnya pengetahuan mengenai eating disorder di Indonesia
(Wonder Teen Magazine, 2013)
Selain perkembangan ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi body
image seseorang menurut Cash dan Purzinky (dalam Andea, 2009). Faktor lainnya
yang dapat mempengaruhi body image adalah pendapat orang tua terhadap
penampilan mereka yang pada umumnya menganjurkan anak untuk berpenampilan
dengan cara tertentu. Selanjutnya teman sebaya (peer) sering membahas mengenai
berat badan dan diet dengan teman lainnya yang menyebabkan remaja putri
membanding-bandingkan dirinya dengan teman sebayanya dan peran besar media
massa dalam menyebarkan informasi mengenai standar tubuh ideal dan bagaimana
mencapainya. Dengan adanya pengaruh tersebut, remaja putri akan cenderung
menjadi tidak puas dengan penampilannya. Adanya ketidakpuasan pada penampilan
akan mengarah pada perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, dan menurunnya
harga diri (O,Dea dan Abraham dalam Dacey dan Traves, 2002).
Klass dan Hodge (dalam Ghufron dan Risnawita, 2009) mengemukakan
bahwa harga diri adalah hasil evaluasi yang dibuat dan dipertahankan oleh individu,
yang diperoleh dari hasil interaksi individu dengan lingkungan, serta penerimaan
penghargaan, dan perlakuan yang lain terhadap individu tersebut. Harga diri individu
terbentuk berdasarkan pada pandangan orang lain terhadap dirinya dan bagaimana
individu mempersepsikan pengalaman hidupnya (Baron & Byrne, 1997). Menurut
Dewey (dalam Tafarodi, 2001) harga diri mempunyai dua tampilan antara lain nilai
instrumen dan nilai intrinsik dimana pada seseorang keduanya merefleksikan
kemampuan seseorang, bagaimana seseorang melakukan sesuatu dan apa yang
mereka tampilkan. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa harga diri
merupakan suatu penilaian individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya
yang kemudian di tunjukkan melalui sikap-sikap positif seperti menghargai kelebihan
diri dan menerima kekurangan yang ada pada dirinya, maupun sikap-sikap negatif
seperti tidak menghargai kelebihan diri dan tidak menerima kekurangan yang ada
pada diriyang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan serta bagaimana individu
menunjukkan kemampuannya dan apa yg dirinya tampilkan.
Harga diri yang tinggi akan membangkitkan rasa percaya diri, ingin tahu,
mandiri, percaya pada ide-idenya, menyukai tantangan baru dan menjalani aktivitas
baru dengan penuh percaya diri, mendeskripsikan dirinya secara positif dan bangga
pada hasil kerjanya, cepat menyesuaikan diri dengan baik, tidak mudah frustasi, gigih
dalam mencapai suatu tujuan dan dapat menerima kritikan. Seseorang dengan harga
diri rendah akan menggambarkan dirinya secara negatif tidak percaya ide-idenya
sendiri, kurang percaya diri, kurang bangga pada hasil kerjanya, kelihatan tertekan,
memisahkan diri dari lingkungan dan orang lain, menarik diri, cepat putus asa pada
saat frustasi, dan kurang dewasa dalam menanggapi stres (Papalia, Olds & Feldman,
2001).
Remaja putri meyakini bahwa penampilan fisik merupakan bagian terbesar
dari harga diri mereka dan tubuh mereka merupakan sense of self (American
Assosiation of University Women, dalam Steese, 2006). Menurut penelitian Robin,
dkk (dalam Santrock, 2007) menunjukkan bahwa harga diri berfluktuasi sepanjang
hidup, penelitian ini menunjukkan harga diri remaja putri usia 18 – 21 tahun (remaja
akhir) cenderung menurun dibandingkan dengan remaja putra dan kemudian
meningkat pada usia 23 tahun. Harga diri remaja putri cenderung menurun yang
disebabkan oleh body image yang lebih negatif selama mengalami pubertas pada
masa remaja awal serta ketertarikan mereka pada hubungan sosial yang sering
berujung kegagalan (Impett, dalam Santrock, 2013). Penjelasan tersebut sejalan
dengan Hurlock (dalam Sari, 2012) bahwa memiliki bentuk fisik yang baik akan
menimbulkan kepuasan terhadap tubuh, semakin efektif kepercayaan diri terhadap
tubuh maka harga diri yang dimiliki akan lebih positif karena body image yang positif
akan meningkatkan nilai dan jati diri sehingga dapat mempengaruhi harga diri
seseorang. Berdasarkan penjelasan diatas peneliti melihat bahwa adanya peran body
image terhadap harga diri. Dengan demikian peneliti tertarik untuk meneliti peran
body image terhadap harga diri remaja akhir putri.
1.2 Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang peneliti merumuskan permasalahan yang akan
diteliti yaitu peran body image terhadap harga diri remaja akhir putri
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui
peran body image terhadap harga diri remaja akhir putri.
Download