BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pelatihan Pada umumnya setiap organisasi sering terjadi suatu kesenjangan antara kebutuhan akan promosi tenaga kerja yang diharapkan oleh organisasi dengan kemampuan tenaga kerja dalam merespon kebutuhan, organisasi perlu melakukan suatu upaya untuk menjembatani kesenjangan ini. Salah satu cara yang dapat dilakukan organisasi adalah melalui program pelatihan. Melalui program pelatihan diharapkan seluruh potensi yang dimiliki dapat ditingkatkan sesuai dengan keinginan organisasi atau setidaknya mendekati apa yang diharapkan oleh organisasi. Berikut ini penjelasan beberapa ahli mengenai pengertian pelatihan: Menurut Jan Bella dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia karangan Hasibuan (2003) “Pendidikan dan Latihan sama dengan pengembangan yaitu merupakan proses peningkatan keterampilan kerja baik teknis maupun manajerial. Pendidikan berorientasi pada teori, dilakukan dalam kelas, berlangsung lama, dan biasanya menjawab why. Latihan berorientasi pada praktek, dilakukan di lapangan, berlangsung singkat, dan biasanya menjawab how.” Menurut Pangabean (2004) “Pelatihan dapat didefinisikan sebagai suatu cara yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan sekarang, Sedangkan pendidikan lebih berorientasi kepada masa depan dan lebih menekankan pada peningkatan kemampuan seseorang untuk memahami dan menginterpretasikan pengetahuan”. Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan dan meningkatkan kinerja karyawan dalam melaksanakan tugasnya dengan cara peningkatan keahlian, pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan. 2.1.1 Tujuan Pelatihan Menurut Pangabean (2004). Pada umumnya, pelatihan dilakukan untuk kepentingan karyawan, perusahaan, dan konsumen. Karyawan 1. Memberikan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan karyawan. 2. Meningkatkan moral karyawan. Dengan keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan pekerjaannya mereka akan antusias untuk menyelesaikan pekerjaanya dengan baik. 3. Memperbaiki kinerja. Karyawan yang bekerja secara tidak memuaskan karena kekurangan keterampilan dapat diminimalkan melalui program pelatihan dan pengembangan. 4. Membantu karyawan dalam menghadapi perubahan-perubahan, baik perubahan struktur organisasi, teknologi, maupun sumber daya manusia. Melalui pelatihan dan pengembangan karyawan diharapkan dapat secara efektif menggunakan teknologi baru. Manajer di semua bidang harus secara konstan mengetahui kemajuan teknologi yang membuat organisasi berfungsi secara lebih efektif. 5. Peningkatan karier karyawan. Dengan pelatihan dan pengembangan kesempatan untuk meningkatkan karier menjadi besar karena keahlian, keterampilan dan prestasi kerja lebih baik. 6. Meningkatkan jumlah balas jasa yang dapat diterima karyawan. Dengan pelatihan dan pengembangan, maka keterampilan semakin meningkat dan prestasi kerja semakin baik dan gaji juga akan meningkat karena kenaikan gaji didasarkan prestasi. Perusahaan 1. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan perencanaan sumber daya manusia. Dengan pelatihan dan pengembangan perusahaan melakukan upaya bersama untuk secara benar mendapatkan sumber daya manusia yang memenuhi kebutuhan perusahaan. 2. Penghematan. Pelatihan dan pengembangan dapat mengurangi biaya produksi karena pelatihan dan pengembangan dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan karyawan (teknis, manusia, dan konseptual). Jika karyawan lebih terampil, maka bekerjanya lebih cepat selesai, penggunaan bahan baku lebih hemat, dan bisa menggunakan mesin-mesin dengan lebih baik sehinga tidak cepat aus. 3. Mengurangi tingkat kerusakan dan kecelakaan. Dengan pelatihan dan pengembangan dapat dikurangi kerusakan barang, produksi, mesin-mesin dan tingkat kecelakaan karyawan karena keterampilan karyawan telah meningkat. Hal ini dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. 4. Memperkuat komitmen karyawan. Organisasi yang gagal menyediakan pelatihan dan pengembangan akan kehilangan karyawan yang berorientasi pencapaian yang merasa frustasi karena merasa tidak ada kesempatan untuk promosi dan akhirnya memilih keluar untuk mencari perusahaan lain yang menyediakan pelatihan bagi kemajuan karier mereka. Konsumen 1. Konsumen akan memperoleh produk yang lebih baik dalam hal kualitas dan kuantitas. 2. Meningkatkan pelayanan karena pemberian pelayanan yang baik merupakan daya tarik yang sangat penting bagi rekanan perusahaan yang bersangkutan. Ini berarti bahwa dengan adanya pelatihan dan pengembangan akan memberi manfaat yang lebih baik bagi konsumen. Mereka dapat memperoleh produk atau pelayanan yang lebih baik pada waktunya. Pendapat lain mengenai tujuan pelatihan menurut Hasibuan (2003). Tujuan pelatihan hakikatnya menyangkut hal-hal berikut: 1. Produktifitas kerja. Dengan pengembangan, produktivitas kerja karyawan akan meningkat, kualitas dan kuantitas produksi semakin baik, karena technical skill, human skill, dan managerial skill karyawan yang semakin baik. 2 Efisiensi. Pengembangan karyawan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tenaga, waktu, bahan baku, dan mengurangi ausnya mesin-mesin. Pemborosan berkurang, biaya produksi relatif kecil sehingga daya saing perusahaan semakin besar. 3. Kerusakan. Pengembangan karyawan bertujuan untuk mengurangi kerusakan barang, produksi, dan mesin-mesin karena karyawan semakin ahli dan terampil dalam melaksanakan pekerjaannya. 4. Kecelakaan. Pengembangan bertujuan untuk mengurangi tingkat kecelakaan karyawan, sehingga jumlah biaya pengobatan yang dikeluarkan perusahaan berkurang. 5. Pelayanan. Pengembangan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik dari karyawan kepada nasabah perusahaan, karena pemberian pelayanan yang baik merupakan daya penarik yang sangat penting bagi rekanan-rekanan perusahaan bersangkutan. 6. Moral. Dengan pengembangan, moral karyawan akanlebih baik karena keahlian dan keterampilannya sesuai dengan pekerjaannya sehingga mereka antusias untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. 7. Karier. Dengan pengembangan, kesempatan untuk meningkatkan karier karyawan semakin besar, karena keahlian, keterampilan, dan prestasi kerjanya lebih baik. 8. Konseptual. Dengan pengembangan, manajer semakin cakap dan cepat dalam pengambilan keputusan yang lebih baik, karena technical skill, human skill, dan managerial skill-nya lebih baik. 9. Kepemimpinan. Dengan pengembangan, kepemimpinan seorang manajer akan lebih baik, human relation-nya lebih luwes, motivasinya lebih terarah sehingga pembinaan kerja sama vertical dan horizontal semakin harmonis. 10. Balas jasa. Dengan pengembangan, balas jasa (gaji, upah, intensif, dan benefit) karyawan akan meningkat karena prestasi kerja mereka semakin besar. 11. Konsumen. Pengembangan karyawan akan memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat konsumen karena mereka akan memperoleh barang atau pelayanan yang lebih bermutu. Menurut Pasal 9 Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003 yang dikutip oleh Simamora (2004), pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan. Tujuan-tujuan pelatihan pada intinya dapat dikelompokkan: 1. Memperbaiki kinerja Karyawan-karyawan yang bekerja secara tidak memuaskan karena kekurangan keterampilan merupakan calon utama pelatihan. Kendatipun pelatihan tidak dapat memecahkan semua masalah kinerja yang tidak efektif, program pelatihan dan pengembangan yang sehat sering berfaedah dalam meminimalkan masalah ini. 2. Memutahirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi. Melalui pelatihan, pelatih (trainer) memastikan bahwa karyawan dapat mengaplikasikan teknologi baru secara efektif. Para manajer di semua bidang haruslah secara konstan mengetahui kemajuan teknologi yang membuat organisasi berfungsi secara efektif. Perubahan teknologi, pada gilirannya berarti bahwa pekerjaan senantiasa berubah dan keahlian serta kemampuan karyawan haruslah dimutahirkan melalui pelatihan sehingga kemajuan teknologi dapat diintegrasikan kedalan organisasi secara sukses. 3. Mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompeten dalam pekerjaan. Seorang karyawan baru acapkali tidak menguasasi keahlian dan kemampuan yang dibutuhkan untuk menjadi “job competent” yaitu mampu mencapai output dan standar mutu yang diharapkan. Oleh karena itu pelatihan sering diperlukan untuk mengisi gap antara prediksi kinerja karyawan baru dengan kinerja aktualnya. 4. Membantu memecahkan masalah operasional. Masalah-masalah dalam organisasi tentu pasti ada entah itu misalnya dari segi sumber daya financial maupun sumber daya teknologi manusia. Maka dari itu serangkaian pelatihan dalam berbagai bidang diberikan oleh perusahaan maupun konsultan luar membantu kalangan karyawan memecahkan maslahmasalah organisasional dan menuntaskan pekerjaan mereka secara efektif. 5. Mempersiapkan karyawan untuk promosi. Salah satu cara menarik, menahan dan memotivasi karyawan adalah melalui program pengembangan karir yang sistematik. Pengembangan kemampuan promosional karyawan konsisten dengan kebijakan sumber daya manusia untuk promosi dari dalam, pelatihan adalah unsur kunci dalam sistem pengembangan karir. Pelatihan memberdayakan karyawan untuk menguasai keahlian yang dibutuhkan untuk pekerjaan berikutnya di jenjang atas. Dengan secara berkesinambungan mengembangkan dan mempromosikan sumber daya manusia melalui pelatihan, manajemen dapat menikmati karyawan yang berbobot, termotivasi dan memuaskan. 6. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi Selama beberapa hari pertama dipekerjaan karyawan baru membentuk kesan pertama mereka terhadap organisasi dan tim manajemen. Kesan ini dapat meliputi kesan yang menyenangkan sampai yang tidak mengenakkan, dari itulah beberapa penyelenggara orientasi melakukan upaya bersama dengan tujuan mengorientasikan para karyawan baru terhadap organisasi dan pekerjaan secara benar. 7. Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi. Misalnya sebagian besar manajer berorientasi pencapaian dan membutuhkan tantangan baru dipekerjaannya. Pelatihan dan pengembangan dapat memainkan peran ganda dengan menyediakan aktifitas-aktifitas yang menghasilkan efektifitas organisasional yang lebih besar dan meningkatkan pertumbuhan pribadi bagi semua karyawan. 2.1.2 Prinsip-prinsip Pelatihan Pelatihan dapat dipandang sebagai salah satu bentuk investasi, oleh karena itu bagi setiap perusahaan yang ingin berkembang maka pelatihan bagi karyawannya harus memperoleh perhatian yang besar. Menurut Sastrohadiwiryo (2002), pelaksanaan pelatihan dapat tercapai bila didasarkan pada prinsip – prinsip berikut: 1. Individual differences ( Perbedaan individu) Pada dasarnya setiap individu mempunyai karakter yang berbeda satu dengan yang lainnya seperti daya tangkap pengetahuan, latar belakang, latar pendidikan, pengalaman, usia dan minat, sehingga harus disusun sebuah program pendidikan dan pelatihan yang dapat diterima semua karyawan peserta pendidikan dan pelatihan. 2. Relation to job analysis ( Hubungan dengan analisis jabatan) Keterangan dari analisis jabatan harus menunjukkan pengetahuan dan keterampilan apa yang diperlukan peserta sehingga program pendidikan dan pelatihan pun akan disesuaikan berdasarkan kebutuhan – kebutuhan tersebut. 3. Motivation (Motivasi) Perhatian khusus harus dicurahkan kepada motivasi karyawan peserta program pendidikan dan pelatihan. Karena faktor usia mempengaruhi motivasi seseorang dalam mengikuti program pendidikan dan pelatihan, maka programnya harus dibuat sedemikian rupa agar peserta termotivasi untuk mengikuti program tersebut. 4. Active participation (Partisipasi yang aktif) Dalam program pendidikan dan pelatihan harus menciptakan keadaaan dimana peserta turut aktif dalam program tersebut, sehingga peserta termotivasi untuk mengikuti program tersebut. 5. Selection of trainess ( Seleksi peserta) Meskipun menurut urgensinya bahwa seluruh karyawan perlu diikut sertakan dalam pendidikan dan pelatihan, namun akan lebih baik jika yang mengikutinya adalah karyawan yang mempunyai minat dan bakat pada program itu. 6. Selection of trainer (Pemilihan para pengajar) Agar program pendidikan dan pelatihan dapat mencapai sasaran maka para pengajar merupakan orang – orang terpilih yang memenuhi persyaratan sesuai dengan tujuan perusahaan. 7. Trainer for trainee (Pelatihan pengajar) Sebaiknya pengajar diberikan pelatihan agar mengetahui tujuan dari diadakannya program pendidikan dan pelatihan dan mengetahui bagaimana cara memberikan materi yang sesuai dengan keadaan peserta. 8. Training method ( Metode pendidikan dan pelatihan) Dalam program pendidikan dan pelatihan harus jelas metode yang cocok dengan jenis pendidikan dan pelatihan serta tujuan yang diharapkan dari penyelenggaraannya. 9. Principle of learning ( Prinsip belajar) Para pengajar harus cermat dalam membaca minat dan bakat peserta dan mampu mencegah kemungkinan timbulnya hal – hal yang mengganggu proses belajar mengajar. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan harus direncanakan bahwa peserta akan memperoleh nilai tambah yang bermanfaat seperti dari yang tadinya tidak tahu kemudian menjadi tahu dan sebagainya. 2.1.3 Metode-metode Pelatihan Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk pelatihan dan pengembangan dan pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu on the job dan off the job Metode pelatihan menurut Panggabean (2004) A. On the job training (latihan sambil bekerja) On the job training meliputi semua upaya melatih karyawan untuk mempelajari suatu pekerjaan sambil mengerjakannya ditempat kerja yang sesungguhnya. On the job training, meliputi program magang, rotasi pekerjaan, dan understudy atau coaching. 1. Program magang Program magang menggabungkan pelatihan dan pengalaman pada pekerjaan dengan instruksi yang didapatkan dari ruang kelas. 2. Rotasi pekerjaan Karyawan berpindah dari satu jenis pekerjaan ke jenis pekerjaan lain dalam jangka waktu yang direncanakan 3. Understudy atau coaching Understudy atau coaching yaitu teknik pengembangan yang dilakukan dengan praktik langsung dengan orang yang sudah berpengalaman atau atasan yang dilatih. B. Off the job training Pelatihan dan pengembangan dilaksanakan pada lokasi terpisah dengan tempat kerja. Program ini memberikan individu dengan keahlian dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan pada waktu terpisah dari waktu kerja regular mereka. Off the job training meliputi: 1. Training instruksi pekerjaan Pendaftaran masing-masing tugas dasar jabatan, bersama dengan titik-titik kunci untuk memberikan pelatihan langkah demi langkah kepada karyawan. 2. Pembelajaran terprogram (programmed learning) Suatu program sistematik untuk mengajarkan keterampilan mencakup penyajian pertanyaan atau fakta, memungkinkan orang itu untuk memberikan tanggapan dan memberikan peserta belajar umpan balik segera tentang kecermatan jawabannya 3. Vestibule training Merupakan training yang dilakukan dalam suatu ruangan khusus terpisah dari tempat kerja biasa dan disediakan peralatan yang sama seperti yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya. 4. Studi kasus Dalam metode ini disajikan kepada petatar maslah-masalah perusahaan secara tertulis kemudian petatar menganalisis kasus tersebut secara pribadi, mendiagnosis masalah dan menyampaikan penemuan dan pemecahannya di dalam sebuah diskusi. 5. Management games Petatar dibagi dalam kelompok-kelompok di mana masing-masing kelompok bersaing dalam simulasi pasar. 6. Seminar Metode ini bertujuan mengembangkan keahlian kecakapan peserta untuk menilai dan memberikan saran-saran yang konstruktif mengenai pendapat orang lain. 7. Permainan peran/role playing Petatar memainkan peran tertentu di mana diberikan suatu permasalahan dan bagaimana seandainya petatar tersebut menangani permasalahan yang ada. 8. Pengajaran melalui komputer Menggunakan komputer untuk memudahkan training dimana menggunakan program yang disesuaikan dengan tingkat kecepatan seseorang dalam menyelesaikan suatu masalah. Dalam pemilihan metode tertentu untuk digunakan pada program pelatihan harus memenuhi faktor – faktor berikut: Efisiensi biaya Isi program yang dikehendaki Kelayakan fasilitas Preferensi dan kemampuan peserta Preferensi dan kemampuan pelatih Prinsip – prinsip belajar Tingkat pentingnya akan faktor – faktor di atas terhadap penentuan metode yang akan digunakan dalam program pelatihan tergantung pada situasi pada saat itu. 2.1.4 Evaluasi Hasil Program Pelatihan Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya suatu program pelatihan, perlu dilakukan evaluasi setelah program tersebut dilaksanakan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk mengetahui apakah pelatihan yang telah dilaksanakan dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Bila mana terdapat kekurangan-kekurangan dari program tersebut, maka dapat dilakukan perbaikan sehingga perusahaan dapat meningkatkan program pelatihan dimasa yang akan datang. Menurut Manullang (2001), pada umumnya ada 4 macam untuk mengadakan evaluasi atau penilaian tehadap program pelatihan yaitu: 1. Reaksi Untuk mengetahui suatu latihan, suatu session atau suatu topik dalam suatu latihan, dapat dilakukan dengan mengetahui reaksi daripada peserta terhadap latihan itu secara keseluruhan, terhadap suatu topik atau terhadap suatu session. Umumnya dapat menggunakan kuesioner, pada akhir program para peserta diberikan pertanyaan tentang seberapa jauh mereka merasa puas terhadap program secara keseluruhan. 2. Pelajaran. Approach penilaian dapat pula dilakukan dengan mengevaluasi pengetahuan, sikap dan keahlian apa yang telah dipelajari selama proram latihan tersebut. Hal ini dapat diketahui dengan 2 cara yaitu: Meminta peserta mendemonstrasikan apa yang telah dipelajarinya. Mengadakan pre dan post test kepada para peserta. Dimaksudkan dengan membandingkan kedua test, dapatlah diketahui apa yang sudah dipelajari peserta selama dalam training yang bersangkutan. 3. Tingkah laku. Untuk manilai suatu pogram latihan, dalam hubungannya dengan adanya perubahan tingkah laku daripada peserta. Ada beberapa pedoman yang dapat digunakan yaitu: Mengadakan penilaian secara sistematik dengan membandingkan pelaksanaan pekerjaan sebelum dan sesudah mengikuti training atau latihan. Penilaian pelaksanaan dilakukan oleh satu atau beberapa pihak yaitu: o Orang yang mengikuti latihan o Atasan dari yang mengikuti latihan o Bawahan pengikut latihan. o Teman-teman atau orang lain yang paham mengenai cara pelaksanaan pekerjaan. Penilaian latihan dilakukan setelah 3 bulan diberikan kesempatan kepada peserta untuk mempraktekan apa yang telah dipelajarinya. Untuk mengetahui keberhasilan pelatihan kerja yang telah diselenggarakan, maka perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap peserta pelatihan kerja. Evaluasi pelatihan kerja tersebut harus berdasarkan kriteria sukses dan desain pengembangan. Kriteria sukses mencakup kriteria pendapat (persepsi Peserta), kriteria perubahan sikap, perilaku kerja, dan kriteria sukses (kinerja tinggi). Sedangkan desain pengembangan didasarkan pada pretest dan posttest peserta setelah pelatihan kerja. 2.1.5 Jenis Pelatihan Jenis – jenis pelatihan yang sejauh ini dikenal banyak tergantung pada cara dan sasaran yang ingin dicapai dari pelatihan itu sendiri. Adapun jenis – jenis pelatihan yang dilaksanakan menurut Hadipoerwono (1982) yaitu: 1. Pelatihan dalam perusahaan Merupakan pelatihan – pelatihan yang diadakan dalam rangka roda perusahaan, meliputi: Pelatihan instruksi (Job Instruction training) Melatih cara – cara yang tepat untuk memberikan instruksi, baik bagi tenaga kerja baru atau tenaga kerja lama dalam menghadapi tugas – tugas baru. Pelatihan cara kerja (Job Method Training) Melatih cara – cara kerja yang tepat dan menyempurnakan cara kerja. Pelatihan hubungan kerja (Job Relation Training) Melatih cara – cara hubungan kerja antara tenaga kerja dengan pengawas pimpinan maupun antara tenaga kerja sendiri. 2. Pelatihan keterampilan Merupakan latihan pengembangan keterampilan fisik bagi tenaga – tenaga pelaksana, yang terdiri atas: Pengembangan secara informal Yaitu karyawan atas keinginan dan usaha sendiri melatih dan mengembangkan dirinya dengan mempelajari buku – buku literatur yang ada hubungannya dengan pekerjaan/ jabatannya. Pengembangan secara informal menunjukkan bahwa karyawan tersebut berkeinginan keras untuk maju dengan cara meningkatkan kemampuan kerjanya. Hal ini bermanfaat bagi perusahaan karena prestasi kerja karyawan itu akan semakin besar, efisiensi dan produktivitasnya semakin baik. Pengembangan secara formal Karyawan ditugaskan oleh perusahaan untuk mengikuti program pendidikan dan pelatihan, baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun yang dilakukan oleh lembaga – lembaga yang menyelenggarakan atau mengadakan program pendidikan dan pelatihan. Program secara formal ini dilakukan oleh perusahaan karena tuntutan pekerjaan saat ini ataupun untuk persiapan keahlian dan keterampilan pada masa yang akan datang, baik yang sifatnya non karir maupun untuk meningkatkan karir seorang karyawan. Dari uraian di atas maka dapat dilihat bahwa jenis – jenis pelatihan itu ada beraneka ragam dengan tujuan yang bermacam – macam pula. Semua jenis – jenis pelatihan dapat dilakukan oleh perusahaan dengan disesuaikan oleh kebutuhan masing – masing perusahaan, sehingga dalam pelaksanaannya mendapat kelancaran dan benar – benar dapat memberikan manfaat kepada perusahaan atau organisasi. Menurut Harris (2000), terdapat 4 dasar untuk mengukur keberhasilan dari pelaksanaan pelatihan, yaitu: Reaksi Peserta ( Trainee Reaction ) Merupakan tanggapan peserta akan pelaksanaan pelatihan saat mengikutinya,di mana instruktur memberikan materi yang sesuai. Hasil Pembelajaran (amount of learning ) Yakni terkait dengan kompetensi, yaitu pengetahuan dan keterampilan baru yang diperoleh peserta dari program pelatihan. Hasil pembelajaran diukur dalam aktivitas program pelatihan dan belum dalam bekerja. Perubahan Perilaku ( Behavioral change ) Merupakan tingkat seberapa jauh perilaku peserta pada pekerjaan di pengaruhi oleh program pelatihan yang diikuti, dan apakah pengetahuan serta keterampilan baru yang diperoleh peserta pelatihan dipergunakan dalam melakukan pekerjaan. Hasil Nyata ( concrete result ) Merupakan ukuran konkrit akan perbaikan hasil-hasil pekerjaan dari para karyawan yang menunjang tercapainya tujuan perusahaan, seperti peningkatan produksi, menurunkan tingkat kesalahan dalam bekerja, dan tujuan dari program pelatihan lainnya. 2.1.6 Efektivitas Program Pelatihan (DIKLAT) Penyusunan suatu program pelatihan harus sesuai dengan yang akan diwujudkannya, harus dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah tertentu dan sistematis, Bambang Wahyudi (2002;123). Langkah-langkah pengorganisasian program pelatiahan tersebut adalah : 1. Penelitian dan Pengumpulan Data. Dari hasil penelitian dan pengumpulan data tersebut dapatlah diketahui kebutuhan akan pelatihan yang secara nyata dan aktual diperlukan dalam organisasi. Langkah pertama ini sering pula dikatakan sebagai penentuan kebutuhan akan pelatihan (training need). 2. Menentukan Materi. Dengan mengetahui kebutuhan akan pelatihan, sebagai hasil dari langkah yang pertama dapat ditentukan materi pelatihan yang harus diberikan. 3. Menentukan Metode Pelatihan. Sesuai dengan materi pelatihan yang dibutuhkan, maka ditentukanlah metode / cara penyajian yang paling tepat. Penentuan atau pemilihan metode pelatihan tersebut disamping didasarkan atas materi yang akan disajikan, juga berkaitan dengan tingkatan tenaga kerja yang akan dilatih. 4. Memilih Pelatih Yang Dibutuhkan. Langkah selanjutnya adalah memilih dan mempersiapkan tenaga pelatih (instruktur). Pemilihan seorang sebagai pelatih harus didasarkan pada keahlian dan kemampuannya untuk mentransformasikan keahliannya tersebut kepada peserta pelatihan. Oleh karena itu pada tahapan ini, tidak saja menyangkut memilih pelatih, tetapi juga mempersiapkan pelatih dalam arti apabila memang dibutuhkan diselenggarakan pelatih khusus bagi pelatih (training for trainers). 5. Mempersiapkan Fasilitas Yang Dibutuhkan. Semua fasilitas yang dibutuhkan untuk mendukung berlangsungnya pelatihan dan pengembangan seperti gedung / ruangan, alat tulis kantor, alat peraga, konsumsi, dukungan keuangan dan sebagainya, hendaknya dipersiapkan secara teliti. Pengadaan fasilitas ini tampaknya sangat mempengaruhi keberhasilan suatu program pelatihan. 6. Memilih Para Peserta. Agar program pelatihan dapat mencapai sasaran, hendaklah para pesertanya dipilih yang benar-benar “siap latih”. Artinya tenaga kerja yang diikutsertakan dalam pelatihan adalah mereka yang secara mental telah dipersiapkan untuk mengikuti program tersebut. Jumlah pesertanyapun perlu dibatasi sesuai dengan fasilitas yang mungkin disediakan, sehingga efektifitas program dapat tetap terjaga. 7. Melaksanakan Program. Pada langkah ini harus selalu dijaga agar pelaksanaan kegiatan pelatihan benar-benar mengikuti program yang telah ditetapkan. 2.2 Pengertian Komunikasi Komunikasi atau dalam bahasa inggris Communication berasal dari kata latin Communicatio, dan bersumber dari kata Communis yang artinya sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Komunikasi minimal harus memiliki kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informative, yakini agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasive, yakni agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan untuk melakukan suatu perbuaan atau kegiatan. Ada beberapa definisi yang dikemukakan para ahli untuk memberikan batasan terhadap apa yang dimaksud dengan komunikasi seperti terlihat berikut ini. Menurut William C. Himstreet dan Wayne Murlin Baty dalam Djoko Purwanto ( 2003) mengemukakan bahwa : “Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi antar individu melalui suatu sistem yang biasa (lazim) baik dengan simbolsimbol, sinyal-sinyal maupun perilaku atau tindakan.” Menurut Hovland dalam Effendy (2003) “Komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembetulan pendapat dan sikap.” Menurut Mulyana (2001) “Komunikasi adalah penyampaian pesan yang dapat melalui media tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembetulan pendapat dan sikap-sikap.” Menurut Keith Davis dalam Mangkunegara (2004) “Communication is the transfer of information and understanding from one person to another person.” (Komunikasi adalah pemindahan dan pemahaman dari seseorang kepada orang lain). 2.2.1 Teknik Komunikasi Komunikasi dalam perusahaan dilakukan dengan beberapa teknik, tergantung pada pesan yang akan disampaikan dan hasil yang diinginkan. Menurut Effendy (2000) teknik komunikasi terdiri dari tiga yaitu : 1. Komunikasi Informative Komunikasi informatif adalah kegiatan penyampaian pesan yang sifatnya pemberitahuan dari seseorang kepada orang lain. 2. Komunikasi Persuasive Komunikasi persuasif adalah proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain serta membujuk, sehingga pesan dilakukan dengan kesadaran. Komunikasi persuasif merupakan suatu bentuk dari komunikasi yang berlangsung apabila seseorang mengharapkan tanggapan khusus dari orang lain. 3. Komunikasi Koersif Komunikasi koersif adalah proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan cara yang mengandung paksaan agar orang lain yang menerima pesan melakukan suatu tindakan atau kegiatan tertentu. 2.2.2 Proses Komunikasi Proses komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari pengirim kepada penerima, proses komunikasi ini menggunakan isyarat tangan atau menggunakan sarana komunikasi tertentu lainnya. Proses komunikasi menurut Keith Davis dalam Mangkunegara (2004) bahwa: “The communication process is the method by which a sender roaches a receiver with a message it request six step wether the two parties talk, use hand signals, or employee some other means of communication.” Berdasarkan pendapat Keith Davis tersebut, proses komunikasi merupakan suatu metode dengan pengirim pesan (sender) dapat menyampaikan pesannya kepada penerima pesan (receiver). Unsur-unsur dalam proses komunikasi menurut Effendy (2004). Penegasan tentang unsur-unsur dalam proses komunikasi adalah sebagai berikut : 1. Sender : Komunikasi yang menyampaikan kepada seseorang atau sejumlah orang. 2. Encoding : Penyandian, yakini proses pengalihan pikiran kedalam bentuk lambang. 3. Message : Pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikan. 4. Media : Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan. 5. Decoding : Pengawasandian, yakini proses dimana komunikan menetapkan makna pada lambing yang disampaikan oleh komunikator kepadanya. 6. Receiver : Komunikan yang menerima pesan dari komunikator. 7. Response : Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah diterima pesan. 8. Feedback : Umpan balik, yakini tanggapan komunikan apabila tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator. 9. Noise : Gangguan tak terencana yang terdiri dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikator kepadanya. 2.2.3 Rintangan Dalam Komunikasi Ada tiga rintangan dalam berkomunikasi, seperti yang dilakukan oleh Keith Davis dalam Mangkunegara (2004) : “Three types of barriers are personal, physical, and sematic.” (Tiga tipe dari rintangan dalam komunikasi adalah pribadi, fisik, dan bahasa). a. Rintangan Pribadi Rintangan pribai yang dimaksud adalah adanya hambatan pribadi yang disebabkan karena emosi, alat indera yang terganggu, kebiasaankebiasaan yang berlaku pada norma atau nilai budaya tertentu. b. Rintangan Fisik Rintangan fisik yang dimaksud adalah terlalu jauh tempat komunikasi antara sender dan receiver. Dalam hal ini diperlukan media komunikasi seperti telepon, alat pengeras suara, dan alat komunikasi lainnya. c. Rintangan Bahasa Rintangan bahasa yang dimaksud adalah kesalahan dalam mengintepretasikan istilah kata. 2.2.4 Pengertian Komunikasi Internal Agar dapat mencapai sasarannya, maka perusahaan harus dapat menggunakan metode komunikasi yang tepat, menurut Effendy (2002). Perlu diperhatikan juga bahwa komunikasi dalam organisasi dapat dikelompokkan dalam dua bentuk yaitu : 1. Komunikasi Internal (Internal Communication). 2. Komunikasi Eksternal (External Communications). Komunikasi internal didefinisikan oleh Lawrence D. Brennan yang dalam Effendy (2004) sebagai berikut: “Interchange of ideas among the administrators and it sparticular structure (organization) and interchange of ideas horizontally and vertically within the firm which gets work done (operation and management).” (Pertukaran gagasan diantara administrator dan karyawan dalam suatu perusahaan atau jawatan yang menyebabkan terwujudnya perusahaan atau jawatan tersebut lengkap dengan strukturnya yang khas (organisasi) dan pertukaran gagasan secara horizontal dan vertikal didalam perisahaan ata jawatan yang menyebabkan pekerjaan berlangsung (operasi dan manajemen). Adapun ciri dari komunikasi internal adalah berstruktur atau hirarki karena didalam organisasi terhadap bidang keperangkatan atau garis hirarki yang menyebabkan adanya pegawai yang memimpin dan yang dipimpin, maka dalam manajemen tidak hanya terjadi komunikasi antara pegawai yang sama. Komunikasi ini mempunyai struktur vertikal dan juga dalam komunikasi formal dan informal. Komunikasi mengukur jalur hubungan formal yang terdapat dalam susunan atau struktur komunikasi dan struktur informal arusnya sesuai dengan kepentingan dan kehendak masing-masing pribadi yang ada dalam organisasi tersebut. 2.2.5 Jenis-jenis Komunikasi Internal Komunikasi internal meliputi berbagai cara yang dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, menurut Effendy (2003) yakni : 1. Komunikasi Personal (Personal Communication) a. Komunikasi Tatap Muka (Face to face Communication) Komunikasi berlangsung secara dialogis sambil saling menatap sehingga terjadi kontak pribadi. b. Komunikasi Personal Bermedia ( Mediated Communicaion) Komunikasi dengan menggunakan alat, seperti telepon atau memorandum, karena komunikasi ini menggunakan alat, maka antara kedua orang tersebut tidak ada kontak pribadi. 2. Komunikasi Kelompok (Group Communication) Komunikasi antara seseorang dengan sekelompok orang dalam situasi tatap muka seperti komunikasi yang terjadi dalam rapat, dapat dibedakan menjadi: a. Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group Communication) Komunikasi antara seorang manajer dengan sekelompok karyawan yang mungkin terdapatnya kesempatan bagi salah seorang karyawan yang memberikan tanggapan secara verbal. b. Komunikasi Kelompok Besar ( Larger Group Communication) Komunikasi yang jumlah anggotanya banyak, dalam suatu situasi komunikasi hamper tidak terdapat kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal. Dalam arti lain komunikasi ini kecil sekali kemungkinan bagi komunikator untuk berdialog dengan komunikan. 2.2.6 Bentuk-bentuk Komunikasi Internal Bentuk-bentuk komunikasi internal menurut Effendy (2003) dipandang dari struktur organisasi dalam psikologi manajemen. a. Komunikasi Vertikal (Vertical Communication) Komunikasi dari bawah keatas dan sebaliknya dalam rantai komando organisasi, komunikasi vertikal dibagi dua macam yaitu: - Komunikasi Kebawah (Down Ward Communication) Komunikasi yang mengalir dari tingkat atas ke tingkat bawah dalam sebuah organisasi dan mencangkup kebijakan pimpinan, instruksi, dan memo resmi. - Komunikasi Keatas (Up Ward Communication) Mengalir dari tingkat bawah ke tingkat atas dalam sebuah organisasi dan mencangkup kotak saran, pertemuan kelompok, dan prosedur keluhan. b. Komunikasi Horizontal (Horizontal Communication) Komunikasi yang mengalir melintas berbagai fungsi dalam organisasi. Bentuk komunikasi ini diperlukan untuk mengkoordinasi dan mengintegrasikan berbagai fungsi organisasi. c. Komunikasi Diagonal (Cross communication) Komunikasi bersilang melintasi fungsi dan tingkatan dalam organisasi serta penting dalam situasi dimana anggota tidak dapat berkomunikasi lewat saluran keatas, kebawah ataupun horizontal. Media komunikasi yang digunakan menurut Mulyana (2001) yaitu tertulis dan lisan.Tertulis media yang digunakan adalah memo, surat, laporan, data, sedangkan yang lisan media yang digunakan adalah wawancara, telepon, rapat, laporan,secara langsung. 2.3 Kinerja Perusahaan dalam merealisasikan tujuannya membutuhkan prestasi dari faktor-faktor produksi yang terdapat dalam organisasinya, terutama dalam kinerja dari para karyawannya. Dalam kenyataannya salah satu masalah utama yang menjadi fokus perhatian perusahaan adalah masalah kinerja dan produktivitas sumber daya manusia. Demi tercapainya tujuan perusahaan, sebagai perusahaan yang mengharapkan kinerja yang terbaik dari para karyawannya, faktor penentuan bagi keberhasilan perusahaan adalah karyawan yang mempunyai tingkat kinerja yang tinggi. Untuk memiliki karyawan yang berprestasi agar dapat menunjang keberhasilan tujuan perusahaan, maka di bawah ini dapat di jelaskan pengertian kinerja menurut Mangkunegara (2008): ”kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitias yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Menurut Sastrohadiwiryo (2003): ”kinerja adalah sesuatu dicapai seseorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Pada umumnya kerja seorang tenaga kerja antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan pengalaman dan kesungguhan tenaga kerja yang bersangkutan”. 2.3.1 Pengertian Kinerja Karyawan Kinerja merupakan suatu yang di nilai dari apa yang dilakukan oleh seorang karyawan. Dalam kerjanya dengan kata lain, kinerja individu adalah bagaimana seorang karyawan melaksanakan pekerjaannya atau untuk kerjanya. Kinerja karyawan yang meningkat akan turut mempengaruhi atau meningkatkan prestasi organisasi sehingga tujuan organisasi yang telah ditentukan dapat dicapai. Berikut ini adalah definisi-definisi tentang kinerja karyawan menurut beberapa ahli, yaitu : 1. Definisi Kinerja Karyawan menurut Mangkunegara (2007) : “Kinerja kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.” 2. Definisi Kinerja Karyawan menurut Hasibuan, (2007) Kinerja kerja adalah suatu hasil yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. 3. Definisi Kinerja Karyawan menurut Mathis (2002) : “Kinerja karyawan adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi antara lain kualitas output, kuantitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif.” Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah merupakan suatu hasil kerja seorang karyawan. Dalam suatu proses atau pelaksanaan tugasnya sesuai dengan tanggung jawabnya dan seberapa banyak pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan organisasi. Dengan meningkatkan kinerja karyawan maka akan menimbulkan dampak positif terhadap produktifitas perusahaan, keadaan ini merupakan suatu aktifitas perusahaan yang akan ditingkatkan agar dapat menciptakan iklim organisasi yang dapat menghasilkan kinerja karyawan yang baik 2.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja karyawan adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis, dalam Mangkunegara (2007) yang merumuskan bahwa : - Human performance = ability + motivation. - Motivation = attitude + situation. - Ability = knowledge + skill a. Faktor kemampuan. Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realiti (knowledge + skill) artinya karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan seharihari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlian (the right man on the right place, the right man on the right job). b. Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi (situation) kerja, sikap mental seorang karyawan harus sikap mental yang siap secara psikofisik artinya seorang karyawan harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama, dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan menciptakan situasi kerja. Menurut pendapat David C, Mc Clelland yang dikutip oleh Mangkunegara (2007) bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif yang berprestasi dengan pencapaian kinerja.” Motif berprestasi adalah dorongan dalam diri karyawan untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) yang predikat terpuji. Berdasarkan pendapat Mc Clelland tersebut, karyawan akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia memiliki motif berprestasi tinggi. Motif berprestasi yang perlu dimiliki karyawan harus ditumbuhkan dari dalam diri sendiri selain dari lingkungan kerja. Hal ini karena motif berprestasi yang ditumbuhkan dari dalam diri sendiri akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika situasi lingkungan kerja ikut menunjang maka mencapai kinerja yang akan lebih mudah. Penilaian kinerja menurut Mathis (2002) mempunyai beberapa tujuan yaitu: 1. Untuk mengukur kinerja karyawan seperti kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran ditempat kerja, sikap kooperatif yang dimiliki karyawan. 2. Pendukung dalam melakukan promosi jabatan setelah melakukan penilaian kinerja. 2.3.3 Metode Penilaian Kinerja Karyawan Menurut Hasibuan (2008) metode penilaian kinerja karyawan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu metode tradisional dan metode modern yang akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Metode Tradisional Metode ini merupakan metode tertua dan paling sederhana untuk menilai kinerja karyawan dan diterapkan secara tidak sistematis maupun dengan sistematis. Yang termasuk ke dalam metode tradisional adalah: 1) Rating Scale Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan banyak digunakan, di mana penilaian yang dilakukan oleh atasan untuk mengukur karakteristik, misalnya mengenai inisiatif, ketergantungan, kematangan, dan kontribusinya terhadap tujuan kerja. 2) Employee Comparation Metode ini metode penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara seorang pekerjaan dengan pekerjaan lainnya. a. Alternation Ranking Metode ini merupakan metode penilaian dengan cara mengurut peringkat (rangking) karyawan dimulai dari yang terendah sampai yang tertinggi atau dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi, berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. b. Paired Comparation Metode ini merupakan metode penilaian dengan cara seseorang karyawan dibandingkan dengan seluruh karyawan lainnya, sehingga terdapat berbagai alternative keputusan yang akan diambil. Metode ini dapat digunakan untuk jumlah karyawan yang sedikit. c. Porced Comparation (grading) Metode ini sama dengan paried comparation tetapi digunakan untuk jumlah karyawan yang banyak. Pada metode ini suatu definisi yang jelas untuk setiap kategori telah dibuat dengan seksama. 3) Check List Metode ini, penilaian tidak perlu menilai tetapi hanya perlu memberikan masukan atau informasi bagi penilaian yang dilakukan oleh bagian personalia. Penilaian tinggal memilih kalimat atau katakata yang menggambarkan kinerja dan karakteristik setiap individu karyawan, baru melaporkan kepada bagian personalia untuk menetapkan bobot nilai, indeks nilai, dan kebijaksanaan selanjutnya bagi karyawan bersangkutan. 4) Freefrom Eassy Dengan metode ini penilai diharuskan membuat karangan yang berkenaan dengan orang atau karyawan yang sedang dinilainya. 5) Critical Incident Dengan metode ini penilai harus mencatat semua kejadian mengenai tingkah laku bawahannya sehari-hari yang kemudian dimasukan ke dalam buku catatan khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku bawahannya. Misalnya mengenai ini-siatif, kerja sama, dan keselamatan. 2. Metode Modern Metode ini merupakan perkembangan dari metode tradisional dalam menilai kinerja karyawan. Yang termasuk ke dalam metode modern ini adalah: 1) Assement Center Metode ini biasanya dilakukan dengan pembentukan tim penilaian khusus. Cara penilaian tim dilakukan dengan wawancara, permainan bisnis, dan lain-lain. Nilai indeks kinerja setiap karyawan adalah ratarata bobot dari tim penilai. Indeks kinerja dengan cara ini diharapkan akan lebih baik dan objektif karena dilakukan beberapa anggota tim. 2) Management by objective (MBO=MBS) Dalam metode ini karyawan langsung diikutsertakan dalam perumusan dan pemutusan persoalan dengan memperhatikan kemampuan bawahan dalam menentukan sasarannya masing-masing yang ditekankan pada pencapaian sasaran perusahaan. 3) Human asset accounting Dalam metode ini, faktor pekerjaan dinilai sebagai individu modal jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan cara membandingkan terhadap variabel-variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan perusahaan. Jika biaya untuk tenaga kerja meningkat laba pun akan meningkat. Maka peningkatan tenaga kerja tersebut telah berhasil. 2.3.4. Manfaat dan Tujuan Kinerja Menurut Mangkunegara (2005) Kegunaan penilaian prestasi kerja (kinerja) karyawan adalah: a. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa. b. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan pekerjaannya. c. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan. d. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan pengawasan. e. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada di dalam organisasi. f. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai performance yang baik. g. Sebagai alat untuk dapat melihat kekurangan atau kelemahan dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya. h. Sebagai kriteria menentukan, seleksi dan penempatan karyawan. i. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan. j. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job description). Penilaian kinerja karyawan berguna untuk perusahaan serta harus bermanfaat bagi karyawan. Diuraikan oleh Hasibuan (2008) bahwa tujuan penilaian kinerja karyawan sebagai berikut: 1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian, dan penetapan besarnya balas jasa. 2. Untuk mengukur kinerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya. 3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektifitas seluruh kegiatan didalam perusahaan. Tujuan kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih spesifik, tujuan dari kinerja menurut Mangkunegara (2005) adalah: a. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja. b. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu. c. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang. d. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya. e. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah. 2.3.5 Indikator-indikator Penilaian Kinerja Menurut Hasibuan (2008) salah satu indikator-indikator yang dapat dijadikan gambaran kinerja seseorang karyawan dari ukuran yang dinilai secara tangible (kuantitas,kualitas, waktu) dan intangible (sasaran yang tidak dapat ditetapkan alat ukur atau standar) adalah sebagai berikut : 1. Kesetiaan: Mencerminkan kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan. 2. Kualitas dan kuantitas kerja : Merupakan hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan karyawan tersebut dari uraian pekerjaannya. 3. Kejujuran : Kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugas memenuhi perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. 4. Kedisiplinan : Mencerminkan kepatuhan karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadannya. 5. Kreativitas : Kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga lebih berdaya guna dan berhasil guna. 6. Kerjasama : Kesediaan karyawan berprestasi dan bekerja sama dengan karyawan lainnya secara vertikal atau horizontal didalam maupun diluar pekerjaannya 7. Kepemimpinan : Merupakan kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain atau bawahannya untuk bekerja secara efektif. 8. Kepribadian : Sikap perilaku, kesopanan, periang, memberikan kesan yang menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta berpenampilan simpatik dan wajar. 9. Prakarsa : Kemampuan berpikiran yang orisinal dan berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisis, menilai, menciptakan, memberikan alasan, dan mendapatkan kesimpulan penyelesaian masalah yang dihadapinya. 10. Kecakapan : Merupakan kecakapan karyawan dalam menyatukan dan menyelaraskan bermacam-macam elemen yang semuanya terlibat di dalam penyusunan kebijaksanaan dan di dalam situasi manajemen. 11. Tanggung jawab : Kesediaan karyawan dalam mempertanggung-jawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan, dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang digunakannya, serta perilaku kerjanya. 2.4 Kajian Penelitian Sebelumnya Hasil penelitian sebelumnya, Gandapradja (2009) Universitas Widyatama, skripsi yang berjudul: Pengaruh Pelatihan Karyawan Terhadap Peningkatan Prestasi Kerja Karyawan pada PT. TOMENBO INDONESIA. Menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara pelatihan kerja karyawan terhadap prestasi kerja di PT. Tomenbo Indonesia sebesar 33,64%. Sedangkan menurut Burhanudin (2008), skripsi yang berjudul Hubungan Pelatihan Kerja Dengan Kinerja Pegawai Bank Jabar Cabang Sukabumi, menyatakan bahwa adanya hubungan yang kuat antara Pelatihan Kerja Dengan Kinerja sebesar 46%. Menurut Anggie (2008) Universitas Widyatama, skripsi yang berjudul Hubungan Komunikasi Internal Dengan Tingkat Konflik Karyawan Pada Kantor Balai Besar Wilayah Sungai Citanduy Banjar, menyatakan bahwa komunikasi internal yang dilakukan pada Kantor Balai Besar Wilayah Sungai Citanduy, mempunyai hubungan yang kuat terhadap tingkat konflik karyawan. 2.5 Kerangka Pemikiran Sejalan dengan misi CC Di Bandung berupaya melaksanakan fungsinya secara optimal melalui pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Penilaian kinerja merupakan evaluasi terhadap kinerja sekarang dan yang lalu berdasarkan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Kinerja karyawan call center yang dapat dilihat pada aspek kinerja dan aspek kinerja yang dapat dijadikan indikator sebagai dasar untuk dinilai dari seorang karyawan. Sehubungan dengan pencapaian misi diatas, perlu mengukur kinerja karyawan seperti yang dinyatakan oleh Gary Desler (2006)., yaitu: Performance appraisal means evaluating an employee’s current and/or past performance relative to his or her performance standards (Penilaian kinerja merupakan evaluasi terhadap kinerja sekarang dan yang lalu berdasarkan standar yang telah ditetapkan sebelumnya). Menurut Wayne Cascio, ada enam pihak yang dapat menilai kinerja karyawan yaitu atasan langsung, rekan kerja, bawahan, diri sendiri, pelanggan dan komputer. Namun demikian, dalam penelitian ini, penilaian kinerja hanya dilakukan oleh karyawan itu sendiri, apakah kinerja mereka sudah sesuai dengan target perusahaan atau belum. Kinerja karyawan CC Di Bandung yang dapat dilihat pada aspek kinerja dan aspek kinerja yang dapat dijadikan indikator sebagai dasar untuk dinilai dari seorang pegawai menurut pendapatan bernadrine(2007), yaitu meliputi: a) Quality The degree to which the process or result of carrying out an activity approaches perfection, in term of either conforming to some ideal way of performing the activity or fulfilling the activity’s intended purpose. Dalam hal ini, kualitas menyangkut derajat hasil dari aktivitas yang ditekankan pada kesempurnaan. Adapun yang menjadi standar adalah kondisi ideal dari kinerja yang telah ditetapkan ataupun tujuan yang telah ditetapkan sejak awal. b) Quantity The amount produced, expressed in such terms as dollar value, number of units, or number of completed activity cycles. Kuantitas berhubungan dengan jumlah yang dihasilkan, dan dinyatakan dalam satuan dolar, jumlah unit ataupun jumlah aktivitas yang telah dilaksanakan. c) Timeliness The degree to which an activity is completed or a result produced, at the earliest time desirable from the standpoints of both coordinating with the outputs of others and maximizing the time available for other activities. Hal ini berhubungan dengan derajat dari suatu aktivitas yang telah diselesaikan dalam dimensi waktu dari awal sampai selesai dan memaksimalkan jadwal untuk kegiatan tersebut. d) Cost-effectiveness The degree to which the use of the organization’s resources (e.g human, monetary, tecnological, material) is maximized in the sense of getting the highest gain or redution in loss from each unit or instance of use of a resource. Efektivitas biaya berhubungan dengan penggunaan sumber daya seperti manusia, uang, teknologi dan material secara maksimal untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan dari masing-masing unit. e) Need for supervision The degree to which a performer can carry out a job function without either having to request supervisory assistance or requiring supervisor intervention to prevent an adverse outcome. Hal ini menunjukan tingkat karyawan menjalankan fungsi kerja tanpa diawasi maupun diawasi oleh atasan mereka untuk mendapatkan hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. f) Interpersonal impact The degree to which a performer promotes feelings of self-esteem good will, and cooperativeness among coworkers and subordinates. Hal ini berhubungan dengan penghargaan terhadap diri sendiri, niat baik dan kerjasama diantara pekerja dan atasannya. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor kinerja dalam penelitian ini terdiri dari kualitas hasil kerja karyawan, kuantitas pekerjaan yang dihasilkan, kesesuaian dengan jadwal yang telah ditetapkan, efektivitas biaya, ketergantungan pada pengawasan dan sikap pribadi yang berhubungan dengan penghargaan pada pengawasan dan sikap pribadi yang berhubungan dengan penghargaan pada diri sendiri, niat baik dan kerjasama antar karyawan. Perusahaan CC Di Bandung memberikan pelatihan kepada karyawan. Adapun tujuan dari pelatihan untuk meningkatkan kinerja karyawan seperti yang disampaikan oleh Raymond A.Noe, John R Hollenbeck, Barry Gerhart, patrick M Wright, (2006) yaitu: Training is used to improve emplyee performance, which leads to improved business result. Training is seen as one of several possible solution to improve performance Tujuan dari penelitian adalah untuk meningkatkan kinerja karyawan, yang pada akhirnya meningkatakan hasil perusahaan. Pelatihan merupakan salah satu solusi peningkatan kinerja karyawan. Adapun definisi pelatihan menurut Gary Dessler, (2006) adalah: “training refers to the methods used to give new or present employees the skill they need to perform their jobs” Pelatihan mengacu pada metode yang digunakan untuk memberikan keterampilan yang dibutuhkan karyawan untuk meningkatkan kinerja mereka dalam pekerjaan. Oleh karena itu, pelatihan yang di jalankan CC Di Bandung mengacu pada metode untuk meningkatkan pengetahuan karyawan dalam pekerjaan mereka. Hal ini sehubungan dengan tujuan yang disampaikan oleh Raymond A. Noe, John R. Hollenbeck,Gerhart, patrick M Wright, 2006 yaitu: The goal of training is for employees to master the knowledge, skill, and behavior emphasized in training programs and to their day-to-day activies Menurut Raymond A. Noe beberapa hal yang ditingkatkan dalam pelatihan adalah: 1. Pengetahuan karyawan terhadap pekerjaan 2. Keterampilan 3. Perilaku karyawan dalam menjalankan tugas sehari-hari. Komunikasi pun memegang peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi organisasi. Komunikasi membantu menyelesaikan semua fungsi dasar manajemen: planning, organizing, directing, dan controlling, sehingga organisasi dapat mencapai tujuannya dan berkompetisi dengan yang lainnya. Teori sistem sosial Katz dan Kahn dalam wayne pace dan Don F. Faules (2005), menerangkan: “komunikasi pertukaran informasi dan transmisi makna adalah inti suatu sistem sosial atau suatu organisasi” Konsisten dengan pandangan Katz dan Kahn tersebut, Wayne Pace dan Don F. Faules (2005), menganggap komunikasi sebagai proses penghubung yang utama dalam organisasi dengan sejumlah proses muncul sebagai akibat dari berkomunikasi yang terjadi dalam organisasi. Pernyataan diatas menekankan pentingnya komunikasi dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Dalam proses penyampaian informasi dalam organisasi, terdapat 4 (empat) aliran informasi yaitu: komunikasi kebawah, komunikasi keatas, komunikasi horizontal, komunikasi lintas saluran. (Wayne Pace dan Don F. Faules, 2005). Komunikasi efektif menurut Wood, wallace (2001) yaitu komunikasi dimana arti yang dimaksud oleh sumber dan arti yang dipahami oleh penerimaan adalah satu dan sama. Oleh karena itu komunikasi dikatakan efektif apabila komunikator dan komunikan sama-sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan. Hal ini sebagaimana dijelaskan Moss &Tubbs (2003) bahwa: “secara umum, komunikasi dikatakan efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima” Menurut Tubbs dan Moss, dalam Jalaludin (2003), komunikasi yang efektif paling tidak menimbulkan 5 (lima) hal, yaitu: pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan. Proses komunikasi tidak selamanya berlangsung dengan sempurna. Hambatan-hambatan komunikasi dapat muncul dalam proses komunikasi. Masalah utama komunikasi adalah bahwa arti yang diterima oleh seseorang mungkin bukanlah apa yang dimaksudkan oleh pengirimnya. Meminimalkan perbedaan persepsi harus dilakukan para pelaku komunikasi agar tujuan komunikasi tercapai, apalagi dalam lingkungan perusahaan yang kompleks dan heterogen. Berdasarkan penjelasan mengenai hubungan antara pelatihan dan komunikasi dengan kinerja karyawan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bentuk gambar kerangka pemikiran sebagai berikut. Pelatihan (x1) Kinerja Karyawan (y) Komunikasi ((x2) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 2.6 Pengembangan Hipotesis Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hubungan hal tersebut. Dalam penelitian ini hipotesis yang akan diuji adalah ada atau tidaknya pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel independent (variabel X) terhadapat variabel dependent (variabel Y) baik secara langsung maupun tidak langsung, serta untuk mengetahui kuat atau tidaknya hubungan antara kedua variabel tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis dari penelitian ini adalah: Hipotesis 1 Ho : ryX1 < 0 Tidak terdapat pengaruh yang positif antara Pelatihan Terhadap kinerja Karyawan Call Center di BANDUNG Ha : ryX1 > 0 Terdapat pengaruh yang positif antara Pelatihan Terhadap kinerja Karyawan Call Center di BANDUNG Hipotesis 2 Ho : ryX2 < 0 Tidak terdapat pengaruh yang positif antara Komunikasi Terhadap kinerja Karyawan Call Center di BANDUNG Ha : ryX2 > 0 Terdapat pengaruh yang positif antara Komunikasi Terhadap kinerja Karyawan Call Center di BANDUNG Hipotesis 3 Ho : ryX3 < 0 Tidak terdapat pengaruh yang positif antara Pelatihan Dan Komunikasi Terhadap kinerja Karyawan Call Center di BANDUNG Ha : ryX3 > 0 Terdapat pengaruh yang positif antara Pelatihan Dan Komunikasi Terhadap kinerja Karyawan Call Center di BANDUNG