6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk skripsi di perpustakaan Universitas Muhammadiyah Purwokerto ada dua yaitu skripsi Muput Dewi Kristianingsih dan Erni Hardiyati. 1. Muput Dewi Kristianingsih NIM 0101040012 tahun 2006 dengan judul skripsi “Kajian Penggunaan Gaya Bahasa dan Diksi sebagai Pengungkapan Problema Agama dalam Lirik Lagu Dangdut Karya Roma Irama”. Berdasarkan hasil penelitian dalam lirik lagu dangdut karya Rhoma Irama diperoleh hasil sebagai berikut: a. gaya bahasa yang ditemukan dalam penelitian tersebut meliputi: metafora, personifikasi, antitesis, dan repetisi. b. diksi yang diperoleh antara lain: membedakan secara cermat konotasi dan denotasi, membedakan kata umum dan kata khusus, mempergunakan katakata indera, membedakan dengan cermat kata-kata yang bersinonim, dan membedakan kata-kata sehari-hari yang umum. Perbedaan penelitian ini dengan sekarang terletak pada sumber data dan tujuan penelitian. Penelitian ini sumber datanya yaitu lirik lagu dangdut karya Roma Irama sebagai pengungkapan problema agama, sedangkan penelitian sekarang sumber datanya adalah lirik lagu Ahmad Dhani tahun 2005-2011 yang mengkaji penggunaan diksi dan gaya bahasa. 6 Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013 7 Tujuan penelitian ini mendeskripsikan gaya bahasa dan diksi dalam lirik lagu dangdut karya Rhoma Irama sebagai pengungkapan problema agama. Sedangkan penelitian sekarang tujuannya mendeskripsikan diksi dan gaya bahasa simile, metafora, dan personifikasi dalam lirik lagu ciptaan Ahmad Dhani tahun 2005-2011. 2. Erni Hardiyati NIM 9801040018 tahun 2002 dengan Judul skripsi “Kajian Pendayagunaan Diksi dan Gaya Bahasa dalam Lirik Lagu Indonesia Populer Karya Ebiet G.Ade”. Berdasarkan hasil penelitian dalam lirik lagu Indonesia populer karya Ebiet G. Ade diperoleh hasil sebagai berikut: a. diksi yang diperoleh antara lain: membedakan secara cermat konotasi dan denotasi, membedakan kata umum dan kata khusus, mempergunakan kata-kata indera, memperhatikan pemakaian kata tugas dengan tepat, dan membedakan kata-kata sehari-hari yang umum. b. gaya bahasa yang ditemukan dalam penelitian tersebut meliputi: gaya bahasa dari segi keformalan (ragam beku, ragam formal, gaya usaha, ragam santai, dan ragam akrab) dan gaya bahasa dalam bentuk majas (ungkapan perbandingan, kontras, dan asosiasi). Perbedaan dengan penelitian sekarang terletak pada tujuan penelitian dan sumber data. Penelitian ini sumber datanya yaitu lirik lagu Indonesia populer karya Ebiet G. Ade, sedangkan penelitian sekarang sumber datanya adalah lirik lagu Ahmad Dhani tahun 2005-2011 yang mengkaji penggunaan diksi dan gaya bahasa. Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013 8 Tujuan penelitian ini mendeskripsikan diksi dan gaya bahasa dalam lirik lagu Ebiet G.Ade yang terangkum dalam album “Aku Ingin Pulang”. Sedangkan penelitian sekarang tujuannya mendeskripsikan diksi dan gaya bahasa simile, metafora, dan personifikasi dalam lirik lagu ciptaan Ahmad Dhani tahun 2005-2011. B. Diksi 1. Pengertian Diksi Diksi merujuk pada pilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Kata diksi berasal dari kata dictionary (bahasa Inggris yang kata dasarnya diction) berarti ‘perihal pemilihan kata’ (Putrayasa, 2010: 7). Diksi atau pilihan kata jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu. Istilah ini bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau yang menyangkut caracara yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi ( Keraf, 2010: 22-23). Menurut Mido ( 1994: 101 ) diksi bukan hanya berarti pilihan kata. Istilah ini bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang perlu dipakai untuk mengungkapkan suatu gagasan atau menceritakan suatu peristiwa, tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya. Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013 9 Diksi merupakan salah satu unsur yang cukup menentukan dalam penulisan lirik lagu. Hal itu sesuai dengan pendapat Keraf (2010: 24) yang menyatakan tiga pengertian diksi. Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosakata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Diksi merupakan pemilihan kata dari penyair untuk menyampaikan gagasannya sehingga dapat membangkitkan suasana tertentu. Selain itu, diksi dalam lirik lagu mencerminkan kemampuan dan keluasan wawasan pengarang dalam pemilihan dan penggunaan kata-kata yang tepat, sehingga diksi dapat menentukan pesan suatu teks lirik lagu dapat diterima atau tidak oleh masyarakat. Dari beberapa penjelasan tentang pengertian diksi, maka dapat disimpulkan bahwa diksi adalah pilihan kata yang mengungkapkan ide atau gagasan. 2. Ketepatan Diksi Ketepatan diksi adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca dan pendengar, seperti yang Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013 10 dipikirkan atau dirasakan oleh penulis dan pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus berusaha setepat-tepatnya memilih kata-katanya untuk mencapai maksud tersebut. Bahwa kata yang dipakai sudah tepat akan tampak dari reaksi selanjutnya, baik berupa aksi verbal maupun berupa aksi nonverbal dari pembaca dan pendengar. Ketepatan tidak akan menimbulkan salah paham (Keraf, 2010: 88). Menurut Keraf (2010: 88-89) ada beberapa persyaratan ketepatan diksi yang harus diperhatikan yaitu membedakan secara cermat: konotasi dan denotasi, kata-kata yang hampir bersinonim, kata umum dan kata khusus, dan mempergunakan kata indera. a. Membedakan secara Cermat Konotasi dan Denotasi. Konotasi atau makna konotatif disebut juga makna konotasional, makna emotif, atau makna evaluatif. Konotasi di sini yaitu mempunyai arti tambahan. Perasaan tertentu atau nilai rasa tertentu yang bernilai positif (menyenangkan) atau bernilai negatif (tidak menyenangkan) ataupun netral. Konotasi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu konotasi positif dan konotasi negatif. Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Positif dan negatifnya nilai rasa sebuah kata seringkali juga terjadi sebagai akibat digunakannya referen kata itu sebagai sebuah perlambang. Jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang positif maka akan bernilai rasa yang positif; dan jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang negatif maka akan bernilai rasa negatif. Misalnya, burung garuda karena dijadikan lambang negara Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013 11 republik Indonesia maka menjadi bernilai rasa positif sedangkan makna konotatif yang bernilai rasa negatif seperti buaya yang dijadikan lambang kejahatan. Padahal binatang buaya itu sendiri tidak tahu menahu kalau dunia manusia Indonesia menjadikan mereka lambang yang tidak baik. Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotasi adalah suatu pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Dari dua kata yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain harus ditetapkan mana yang akan dipergunakannya untuk mencapai maksudnya. Kalau hanya pengertian dasar yang diinginkannya, harus memilih kata yang denotasi; kalau ia menghendaki reaksi emosional tertentu, harus memilih kata konotasi sesuai dengan sasaran yang akan dicapainya itu (Keraf, 2010: 88). Sebuah kata yang hanya mengacu pada makna konseptual atau makna dasar berfungsi denotatif. Kata lain kecuali denotatif juga merupakan gambaran tambahan yang mengacu pada nilai dan rasa berfungsi konotatif (Putrayasa, 2010: 10). Konotasi adalah makna tertentu yang oleh seorang atau sekelompok orang diberikan kepada suatu kata atau sekelompok kata: makna tambahan (Depdiknas, 2008: 801). Denotasi adalah makna kata dalam bentuk murni. Contoh: tewas atau mampus. Kata tewas dan mampus memiliki konotasi kurang sopan bagi orang yang mempunyai kedudukan tinggi. Kata tersebut denotasinya meninggal yang Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013 12 memiliki arti yang sama yaitu “peristiwa lepasnya jiwa seseorang meninggalkan badannya”. b. Membedakan dengan Cermat Kata-Kata Bersinonim. Kata-kata yang bersinonim tidak selalu memiliki distribusi yang saling melengkapi. Sebab itu penulis atau pembicara harus berhati-hati memilih kata dari sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya, sehingga tidak timbul interpretasi yang berlainan (Keraf, 2010:88). Sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk bahasa lain (Depdiknas, 2008: 1463). Misal: ekonomis-hemat-irit, daragadis- perawan. Ekonomis yaitu bersifat hati-hati dalam pengeluaran uang (Depdiknas. 2008, 378), hemat yaitu tidak boros dan berhati-hati (Depdiknas, 2008: 534), dan irit yaitu hemat atau tidak boros (Depdiknas, 2008: 599). Berdasarkan pengertian masing-masing kata-kata tersebut mempunyai makna yang sama yaitu bersifat hati-hati dan tidak boros. c. Membedakan Kata Umum dan Kata Khusus. Kata khusus lebih menggambarkan sesuatu daripada kata umum (Keraf, 2010: 89). Kata umum memberikan gambaran yang kurang jelas, sedangkan kata khusus memberikan gambaran yang jelas dan tepat (Putrayasa, 2010: 10). Misal kata umum yaitu bunga, sedangkan kata khususnya adalah bunga melati, bunga mawar, bunga matahari, dan sebagainya. Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013 13 d. Mempergunakan Kata Indera Memilih kata-kata yang tepat adalah penggunaan istilah-istilah yang dapat diserap oleh pancaindera yaitu serapan indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Contoh : penglihatan Pendengaran Penciuman perasa peraba 2010: 94). : pijar, teja, kabur, mengkilap, belang, dan sebagainya : deru, desing, dengung, dan sebagainya. : busuk, anyir, pesing, apek, dan sebagainya. : pedas, pahit, asam, asin, manis. : dingin, panas, halus, geli, dan sebagainya (Keraf, C. Gaya Bahasa 1. Pengertian Gaya Bahasa Gaya bahasa merupakan salah satu unsur yang menarik dalam sebuah bacaan. Setiap penulis mempunyai gaya yang berbeda-beda dalam menuangkan setiap ide tulisannya. Gaya ialah pribadi pengarang itu sendiri. Maksudnya bentuk gaya bahasa yang digunakan pengarang merupakan bentuk asli jati dirinya. Bagaimana sifat pengarang tersebut dapat diketahui saat dia mengolah suatu bahasa. Keterkaitan pengarang dengan gaya bahasa memang sangat erat karena kepribadian pengarang akan mempunyai pengaruh besar terhadap bentuk gaya bahasa yang akan digunakan nanti. Menurut Keraf (2010: 113), gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013 14 unsur, yaitu kejujuran, sopan santun, dan menarik. Gaya bahasa mencakup: arti kata, citra, perumpamaan, serta simbol, dan alegori (Minderop, 2011: 52). Gaya bahasa menjadi masalah atau bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu untuk menghadapi situasi tertentu (Keraf, 2010: 112). Sedangkan menurut Maskurun, dkk. (2007: 5) gaya bahasa merupakan ciri atau kekhasan kebahasaan yang digunakan oleh penulis yang mencakup penggunaan struktur kebahasaan, pilihan kata, pemakaian ungkapan, pemakaian peribahasa, dan sebagainya. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara untuk mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Kekhasan dari gaya bahasa ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung menyatakan makna yang sebenarnya. 2. Jenis-Jenis Gaya Bahasa Menurut Keraf (2010: 115-144) disebutkan bahwa gaya bahasa dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. Gaya bahasa dapat dilihat dari segi nonbahasa dan dari segi bahasa. Dari segi bahasa, gaya bahasa dapat dibedakan ke dalam empat bagian yaitu (a) gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, (b) gaya bahasa berdasarkan nada, (c) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, dan (d) gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Dari keempat jenis gaya bahasa tersebut, peneliti akan mengkaji gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Dalam gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna, ada dua gaya bahasa yaitu gaya bahasa retoris dan Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013 15 kiasan. Jenis gaya bahasa kiasan diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu: (a) simile atau persamaan, (b) metafora, (c) alegori, (d) personifikasi, (e) alusi, (f) eponun, (g) epitet, (h) sinekdoke, (i) metonimia, (j) antonomasia, (k) hipalase, (l) ironi, (m) satire, (n) inuendo, (o) antifrasis, (p) pun atau paronomasia. Dari beberapa jenis gaya bahasa tersebut, peneliti hanya mengkaji tiga gaya bahasa kiasan yaitu simile, metafora, dan personifikasi karena sering muncul dalam lirik lagu ciptaan Ahmad Dhani. a. Gaya Bahasa Simile atau persamaan Simile atau perbandingan, ialah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal yang lain dengan menekankan kata-kata pembanding yaitu bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, dan katakata pembanding lain (Pradopo, 1997: 62). Perumpamaan ini dipergunakan dalam percakapan sehari-hari, cerita rekaan, atau sajak. Menurut Jabrohim (2003: 22) simile adalah jenis gaya bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain yang sesungguhnya tidak sama. Sayuti (2002: 196) jenis bahasa kias ini merupakan bentuk perbandingan antara dua hal atau wujud yang hakikatnya berlainan. Dalam simile bentuk perbandingannya bersifat eksplisit yang ditandai oleh pemakaian unsur konstruksional. Simile adalah perbandingan langsung antara benda-benda yang tidak selalu mirip secara esensial (Minderop, 2011: 52). Simile adalah majas pertautan yang membandingkan dua hal yg secara hakiki berbeda, tetapi dianggap mengandung segi yg serup dinyatakan secara eksplisit dengan kata seperti, bagai, laksana dan sebagainya (Depdiknas, 2008: 1452). Simile adalah perbandingan Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013 16 dua hal yang pada hakikatnya berlainan, tetapi sengaja dianggap sama. Dalam penelitian ini menggunakan kata-kata seperti, sebagai, ibarat, umpama, bak, dan laksana (Eti, 2005: 16). Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa simile adalah gaya bahasa kiasan yang menggunakan kata pembanding seperti, bak, umpama, ibarat, dan sebagainya. Contoh: Hidupku tanpa cintamu, bagai malam tanpa bintang (Risalah Hati: Dewa). b. Gaya Bahasa Metafora 1) Pengertian Metafora Metafora adalah analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat (Keraf, 2010: 139). Métafora adalah pemakaian kata atau kelompok kata untuk maksud yang lain bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan (Depdiknas, 2008: 1020). Metafora adalah perbandingan yang implisit, tanpa kata pembanding seperti atau sebagai (Eti, 2005: 16). Menurut Jabrohim (2003: 22) metafora adalah bahasa kiasan yang memperbandingkan sesuatu hal dengan hal lainnya yang pada dasarnya tidak serupa. Sayuti (2002: 196) menambahkan bahwa di dalam metafora perbandingannya bersifat implisit, yakni tersembunyi di balik ungkapan harfiahnya. Metafora berarti mentransfer, mengalihkan, memindahkan, dan membawa dari satu tempat ke tempat lainnya (Ratna, 2007: 253). Metafora adalah suatu gaya bahasa yang membandingkan satu benda dengan benda lainnya secara langsung (Minderop, 2011: 53). Metafora ini bahasa kiasan seperti perbandingan Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013 17 langsung tidak mempergunakan kata: seperti, bak, bagai, bagaikan, dan sebagainya (Pradopo, 1997: 66). Metafora adalah suatu perbandingan antara dua hal yang bersifat menyatu (luluh) atau perbandingan yang bersifat langsung karena kemiripan/ kesamaan yang bersifat konkret/ nyata (Subroto, 2011: 121). Dapat disimpulkan bahwa metafora adalah gaya bahasa kiasan yang secara langsung membandingkan satu benda dengan benda lainnya yang tidak serupa tanpa menggunakan kata-kata seperti, laksana, umpama, dan sebagainya. Pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Proses terjadinya sebenarnya sama dengan simile, tetapi secara berangsur-angsur keterangan mengenai persamaan dan pokok pertama dihilangkan. Contoh: Aku ini binatang jalang. Dalam sajak Chairil Anwar, aku dipersamakan dengan binatang jalang. 2) Jenis- Jenis Metafora Ullaman dalam Subroto (2011: 131) membagi metafora menjadi: metafora antropomorfis, metafora kehewanan, metafora yang timbul karena pemindahan pengalaman dari konkret ke abstrak atau sebaliknya, dan metafora sinestesis. a) Metafora Antropomorfis Metafora antropomorfis, yaitu jenis metafora yang dinamai berdasarkan nama-nama bagian tubuh manusia. Atau sebaliknya nama bagian tubuh manusia berdasarkan nama bagian tubuh binatang atau benda mati lainnya, misalnya kata mata. Kata mata mengacu pada alat indera manusia yang berfungsi untuk melihat, berbentuk agak kecil, bulat. Lewat alat indera itu, cahaya dipancarkan (atau ditangkap) untuk melihat sesuatu. Berdasarkan nama alat indera itu, objek-objek Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013 18 tersebut diberi nama: matahari, mata air, mata bisul, mata jarum semuanya memperlihatkan ciri: bulat, kecil, tempat keluar/ memasukkan sesuatu. Sebaliknya di dalam mata itu terdapat bagian yang bulat yang disebut bola mata. Penamaan bola mata itu justru didasarkan atas nama suatu benda mati, yaitu bola. b) Metafora yang Timbul karena Pemindahan Pengalaman dari Konkret ke Abstrak, atau Sebaliknya. Misalnya dalam bahasa latin terdapat kata finish yang berarti ‘akhir, atau batas’. Jadi sesuatu ynag sifatnya konkret. Dari kata itu kemudian diciptakan sebuah kata yang abstrak definisi (definition) yang berarti rumusan atau batasan. Contoh lain dalam bahasa Indonesia ialah kata bintang yang mengacu ‘benda angkasa yang bersinar cemerlang’. Berdasarkan kata itu kemudian terdapat bentuk bintang pelajar, bintang radio, bintang lapangan yang semuanya menunjukkan kecemerlangan seseorang. c) Metafora Sinestesis Metafora sinestesis yaitu metafora yang diciptakan berdasarkan pengalihan tanggapan, dari indera yang satu ke indera yang lain. Dari indera penglihatan ke indera pendengaran atau sebaliknya, atau dari indera perasaan ke indera pendengaran atau sebaliknya. Misalnya, kata pahit biasa dipakai untuk menyatakan indera perasa (obat itu pahit). Kehidupan yang tidak menyenangkan, penuh penderitaan juga dinyatakan “kehidupan yang pahit” atau merupakan pahit getirnya kehidupan. Kata-kata seperti: hambar, asam, nikmat, gelap, dan kelabu sering dipakai untuk tanggapan dari indera yang berbeda. Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013 19 c. Gaya Bahasa Personifikasi Sayuti (2002: 229) menyebutkan bahwa personifikasi dapat diartikan sebagai pemanusiaan. Artinya, jika metafora dan simile merupakan bentuk perbandingan tidak dengan manusia, maka personifikasi merupakan pemberian sifat-sifat manusia pada suatu hal. Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah mempunyai sifat kemanusiaan. Personifikasi adalah suatu proses penggunaan karakteristik manusia untuk benda-benda nonmanusia termasuk abstraksi atau gagasan (Minderop, 2011: 53). Seperti halnya dengan simile dan metafora, personifikasi mengandung suatu unsur persamaan. Menurut Depdiknas (2008:1167) personifikasi adalah perumpamaan (pelambangan) benda mati sebagai orang atau manusia. Personifikasi ini membuat hidup lukisan dan memberi bayangan yang konkret (Pradopo, 1997: 75). Personifikasi adalah majas yang menggunakan sifat-sifat insani pada benda yang tidak bernyawa, dapat diartikan sebagai majas yang memperorangkan benda mati (Eti, 2005: 16). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda nonmanusia memiliki sifat insani seperti manusia. Contoh: Jiwaku berbisik lirih, kuharus milikimu (Risalah Hati:Dewa) Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013