BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan

advertisement
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Sejenis yang Relevan
Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk skripsi di
perpustakaan Universitas Muhammadiyah Purwokerto ada dua yaitu skripsi
Muput Dewi Kristianingsih dan Erni Hardiyati.
1.
Muput Dewi Kristianingsih NIM 0101040012 tahun 2006 dengan judul
skripsi “Kajian Penggunaan Gaya Bahasa dan Diksi sebagai Pengungkapan
Problema Agama dalam Lirik Lagu Dangdut Karya Roma Irama”.
Berdasarkan hasil penelitian dalam lirik lagu dangdut karya Rhoma
Irama diperoleh hasil sebagai berikut:
a.
gaya bahasa yang ditemukan dalam penelitian tersebut meliputi: metafora,
personifikasi, antitesis, dan repetisi.
b.
diksi yang diperoleh antara lain: membedakan secara cermat konotasi dan
denotasi, membedakan kata umum dan kata khusus, mempergunakan katakata indera, membedakan dengan cermat kata-kata yang bersinonim, dan
membedakan kata-kata sehari-hari yang umum.
Perbedaan penelitian ini dengan sekarang terletak pada sumber data dan
tujuan penelitian. Penelitian ini sumber datanya yaitu lirik lagu dangdut karya
Roma Irama sebagai pengungkapan problema agama, sedangkan penelitian
sekarang sumber datanya adalah lirik lagu Ahmad Dhani tahun 2005-2011 yang
mengkaji penggunaan diksi dan gaya bahasa.
6
Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013
7
Tujuan penelitian ini mendeskripsikan gaya bahasa dan diksi dalam
lirik lagu dangdut karya Rhoma Irama sebagai pengungkapan problema agama.
Sedangkan penelitian sekarang tujuannya mendeskripsikan diksi dan gaya bahasa
simile, metafora, dan personifikasi dalam lirik lagu ciptaan Ahmad Dhani tahun
2005-2011.
2. Erni Hardiyati NIM 9801040018 tahun 2002 dengan Judul skripsi “Kajian
Pendayagunaan Diksi dan Gaya Bahasa dalam Lirik Lagu Indonesia Populer
Karya Ebiet G.Ade”.
Berdasarkan hasil penelitian dalam lirik lagu Indonesia populer karya
Ebiet G. Ade diperoleh hasil sebagai berikut:
a. diksi yang diperoleh antara lain: membedakan secara cermat konotasi dan
denotasi, membedakan kata umum dan kata khusus, mempergunakan kata-kata
indera, memperhatikan pemakaian kata tugas dengan tepat, dan membedakan
kata-kata sehari-hari yang umum.
b. gaya bahasa yang ditemukan dalam penelitian tersebut meliputi: gaya bahasa
dari segi keformalan (ragam beku, ragam formal, gaya usaha, ragam santai, dan
ragam akrab) dan gaya bahasa dalam bentuk majas (ungkapan perbandingan,
kontras, dan asosiasi).
Perbedaan dengan penelitian sekarang terletak pada tujuan penelitian
dan sumber data. Penelitian ini sumber datanya yaitu lirik lagu Indonesia populer
karya Ebiet G. Ade, sedangkan penelitian sekarang sumber datanya adalah lirik
lagu Ahmad Dhani tahun 2005-2011 yang mengkaji penggunaan diksi dan gaya
bahasa.
Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013
8
Tujuan penelitian ini mendeskripsikan diksi dan gaya bahasa dalam
lirik lagu Ebiet G.Ade yang terangkum dalam album “Aku Ingin Pulang”.
Sedangkan penelitian sekarang tujuannya mendeskripsikan diksi dan gaya bahasa
simile, metafora, dan personifikasi dalam lirik lagu ciptaan Ahmad Dhani tahun
2005-2011.
B. Diksi
1.
Pengertian Diksi
Diksi merujuk pada pilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau
pembicara. Kata diksi berasal dari kata dictionary (bahasa Inggris yang kata
dasarnya diction) berarti ‘perihal pemilihan kata’ (Putrayasa, 2010: 7). Diksi atau
pilihan kata jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu.
Istilah ini bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang
dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi
persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan
kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau yang menyangkut caracara yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari
diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau
yang memiliki nilai artistik yang tinggi ( Keraf, 2010: 22-23).
Menurut Mido ( 1994: 101 ) diksi bukan hanya berarti pilihan kata.
Istilah ini bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang perlu
dipakai untuk mengungkapkan suatu gagasan atau menceritakan suatu peristiwa,
tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya.
Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013
9
Diksi merupakan salah satu unsur yang cukup menentukan dalam
penulisan lirik lagu. Hal itu sesuai dengan pendapat Keraf (2010: 24) yang
menyatakan tiga pengertian diksi. Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup
pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan,
bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan
ungkapan-ungkapan yang tepat dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam
suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan
secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan
kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan
nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata
yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar
kosakata atau perbendaharaan kata bahasa itu.
Diksi merupakan pemilihan kata dari penyair untuk menyampaikan
gagasannya sehingga dapat membangkitkan suasana tertentu. Selain itu, diksi
dalam lirik lagu mencerminkan kemampuan dan keluasan wawasan pengarang
dalam pemilihan dan penggunaan kata-kata yang tepat, sehingga diksi dapat
menentukan pesan suatu teks lirik lagu dapat diterima atau tidak oleh masyarakat.
Dari beberapa penjelasan tentang pengertian diksi, maka dapat disimpulkan
bahwa diksi adalah pilihan kata yang mengungkapkan ide atau gagasan.
2.
Ketepatan Diksi
Ketepatan diksi adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan
gagasan yang sama pada imajinasi pembaca dan pendengar, seperti yang
Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013
10
dipikirkan atau dirasakan oleh penulis dan pembicara, maka setiap penulis atau
pembicara harus berusaha setepat-tepatnya memilih kata-katanya untuk mencapai
maksud tersebut. Bahwa kata yang dipakai sudah tepat akan tampak dari reaksi
selanjutnya, baik berupa aksi verbal maupun berupa aksi nonverbal dari pembaca
dan pendengar. Ketepatan tidak akan menimbulkan salah paham (Keraf, 2010:
88).
Menurut Keraf (2010: 88-89) ada beberapa persyaratan ketepatan diksi
yang harus diperhatikan yaitu membedakan secara cermat: konotasi dan denotasi,
kata-kata yang hampir bersinonim, kata umum dan kata khusus, dan
mempergunakan kata indera.
a. Membedakan secara Cermat Konotasi dan Denotasi.
Konotasi atau makna konotatif disebut juga makna konotasional, makna
emotif, atau makna evaluatif. Konotasi di sini yaitu mempunyai arti tambahan.
Perasaan tertentu atau nilai rasa tertentu yang bernilai positif (menyenangkan)
atau bernilai negatif (tidak menyenangkan) ataupun netral. Konotasi dapat
dibedakan atas dua macam, yaitu konotasi positif dan konotasi negatif. Sebuah
kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”,
baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak
memiliki konotasi. Positif dan negatifnya nilai rasa sebuah kata seringkali juga
terjadi sebagai akibat digunakannya referen kata itu sebagai sebuah perlambang.
Jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang positif maka akan bernilai rasa
yang positif; dan jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang negatif maka akan
bernilai rasa negatif. Misalnya, burung garuda karena dijadikan lambang negara
Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013
11
republik Indonesia maka menjadi bernilai rasa positif sedangkan makna konotatif
yang bernilai rasa negatif seperti buaya yang dijadikan lambang kejahatan.
Padahal binatang buaya itu sendiri tidak tahu menahu kalau dunia manusia
Indonesia menjadikan mereka lambang yang tidak baik.
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit.
Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotasi adalah
suatu pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif.
Dari dua kata yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain harus
ditetapkan mana yang akan dipergunakannya untuk mencapai maksudnya. Kalau
hanya pengertian dasar yang diinginkannya, harus memilih kata yang denotasi;
kalau ia menghendaki reaksi emosional tertentu, harus memilih kata konotasi
sesuai dengan sasaran yang akan dicapainya itu (Keraf, 2010: 88).
Sebuah kata yang hanya mengacu pada makna konseptual atau makna
dasar berfungsi denotatif. Kata lain kecuali denotatif juga merupakan gambaran
tambahan yang mengacu pada nilai dan rasa berfungsi konotatif (Putrayasa, 2010:
10).
Konotasi adalah makna tertentu yang oleh seorang atau sekelompok
orang diberikan kepada suatu kata atau sekelompok kata: makna
tambahan
(Depdiknas, 2008: 801). Denotasi adalah makna kata dalam bentuk murni.
Contoh: tewas atau mampus.
Kata tewas dan mampus memiliki konotasi kurang sopan bagi orang
yang mempunyai kedudukan tinggi. Kata tersebut denotasinya meninggal yang
Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013
12
memiliki arti yang sama yaitu “peristiwa lepasnya jiwa seseorang meninggalkan
badannya”.
b. Membedakan dengan Cermat Kata-Kata Bersinonim.
Kata-kata yang bersinonim tidak selalu memiliki distribusi yang saling
melengkapi. Sebab itu penulis atau pembicara harus berhati-hati memilih kata dari
sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya, sehingga
tidak timbul interpretasi yang berlainan (Keraf, 2010:88).
Sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan
bentuk bahasa lain (Depdiknas, 2008: 1463). Misal: ekonomis-hemat-irit, daragadis- perawan.
Ekonomis yaitu bersifat hati-hati dalam pengeluaran uang (Depdiknas.
2008, 378), hemat yaitu tidak boros dan berhati-hati (Depdiknas, 2008: 534), dan
irit yaitu hemat atau tidak boros (Depdiknas, 2008: 599). Berdasarkan pengertian
masing-masing kata-kata tersebut mempunyai makna yang sama yaitu bersifat
hati-hati dan tidak boros.
c. Membedakan Kata Umum dan Kata Khusus.
Kata khusus lebih menggambarkan sesuatu daripada kata umum (Keraf,
2010: 89). Kata umum memberikan gambaran yang kurang jelas, sedangkan kata
khusus memberikan gambaran yang jelas dan tepat (Putrayasa, 2010: 10). Misal
kata umum yaitu bunga, sedangkan kata khususnya adalah bunga melati, bunga
mawar, bunga matahari, dan sebagainya.
Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013
13
d. Mempergunakan Kata Indera
Memilih kata-kata yang tepat adalah penggunaan istilah-istilah yang
dapat diserap oleh pancaindera yaitu serapan indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, perasa, dan peraba. Contoh :
penglihatan
Pendengaran
Penciuman
perasa
peraba
2010: 94).
: pijar, teja, kabur, mengkilap, belang, dan
sebagainya
: deru, desing, dengung, dan sebagainya.
: busuk, anyir, pesing, apek, dan sebagainya.
: pedas, pahit, asam, asin, manis.
: dingin, panas, halus, geli, dan sebagainya (Keraf,
C. Gaya Bahasa
1.
Pengertian Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan salah satu unsur yang menarik dalam sebuah
bacaan. Setiap penulis mempunyai gaya yang berbeda-beda dalam menuangkan
setiap ide tulisannya.
Gaya ialah pribadi pengarang itu sendiri. Maksudnya bentuk gaya
bahasa yang digunakan pengarang merupakan bentuk asli jati dirinya. Bagaimana
sifat pengarang tersebut dapat diketahui saat dia mengolah suatu bahasa.
Keterkaitan pengarang dengan gaya bahasa memang sangat erat karena
kepribadian pengarang akan mempunyai pengaruh besar terhadap bentuk gaya
bahasa yang akan digunakan nanti.
Menurut Keraf (2010: 113), gaya bahasa adalah cara mengungkapkan
pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian
penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga
Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013
14
unsur, yaitu kejujuran, sopan santun, dan menarik. Gaya bahasa mencakup: arti
kata, citra, perumpamaan, serta simbol, dan alegori (Minderop, 2011: 52).
Gaya bahasa menjadi masalah atau bagian dari diksi atau pilihan kata
yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu
untuk menghadapi situasi tertentu (Keraf, 2010: 112). Sedangkan menurut
Maskurun, dkk. (2007: 5) gaya bahasa merupakan ciri atau kekhasan kebahasaan
yang digunakan oleh penulis yang mencakup penggunaan struktur kebahasaan,
pilihan kata, pemakaian ungkapan, pemakaian peribahasa, dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa
adalah cara untuk mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Kekhasan dari
gaya bahasa ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung
menyatakan makna yang sebenarnya.
2.
Jenis-Jenis Gaya Bahasa
Menurut Keraf (2010: 115-144) disebutkan bahwa gaya bahasa dapat
ditinjau dari berbagai sudut pandang. Gaya bahasa dapat dilihat dari segi
nonbahasa dan dari segi bahasa. Dari segi bahasa, gaya bahasa dapat dibedakan ke
dalam empat bagian yaitu (a) gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, (b) gaya
bahasa berdasarkan nada, (c) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, dan (d)
gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.
Dari keempat jenis gaya bahasa tersebut, peneliti akan mengkaji gaya
bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Dalam gaya bahasa berdasarkan
langsung tidaknya makna, ada dua gaya bahasa yaitu gaya bahasa retoris dan
Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013
15
kiasan. Jenis gaya bahasa kiasan diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu: (a)
simile atau persamaan, (b) metafora, (c) alegori, (d) personifikasi, (e) alusi, (f)
eponun, (g) epitet, (h) sinekdoke, (i) metonimia, (j) antonomasia, (k) hipalase, (l)
ironi, (m) satire, (n) inuendo, (o) antifrasis, (p) pun atau paronomasia.
Dari beberapa jenis gaya bahasa tersebut, peneliti hanya mengkaji tiga
gaya bahasa kiasan yaitu simile, metafora, dan personifikasi karena sering muncul
dalam lirik lagu ciptaan Ahmad Dhani.
a. Gaya Bahasa Simile atau persamaan
Simile atau perbandingan, ialah bahasa kiasan yang menyamakan satu
hal dengan hal yang lain dengan menekankan kata-kata pembanding yaitu bagai,
sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, dan katakata pembanding lain (Pradopo, 1997: 62). Perumpamaan ini dipergunakan dalam
percakapan sehari-hari, cerita rekaan, atau sajak. Menurut Jabrohim (2003: 22)
simile adalah jenis gaya bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain
yang sesungguhnya tidak sama. Sayuti (2002: 196) jenis bahasa kias ini
merupakan bentuk perbandingan antara dua hal atau wujud yang hakikatnya
berlainan. Dalam simile bentuk perbandingannya bersifat eksplisit yang ditandai
oleh pemakaian unsur konstruksional.
Simile adalah perbandingan langsung antara benda-benda yang tidak
selalu mirip secara esensial (Minderop, 2011: 52). Simile adalah majas pertautan
yang membandingkan dua hal yg secara hakiki berbeda, tetapi dianggap
mengandung segi yg serup dinyatakan secara eksplisit dengan kata seperti, bagai,
laksana dan sebagainya (Depdiknas, 2008: 1452). Simile adalah perbandingan
Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013
16
dua hal yang pada hakikatnya berlainan, tetapi sengaja dianggap sama. Dalam
penelitian ini menggunakan kata-kata seperti, sebagai, ibarat, umpama, bak, dan
laksana (Eti, 2005: 16).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa simile adalah
gaya bahasa kiasan yang menggunakan kata pembanding seperti, bak, umpama,
ibarat, dan sebagainya. Contoh: Hidupku tanpa cintamu, bagai malam tanpa
bintang (Risalah Hati: Dewa).
b. Gaya Bahasa Metafora
1) Pengertian Metafora
Metafora adalah analogi yang membandingkan dua hal secara langsung,
tetapi dalam bentuk yang singkat (Keraf, 2010: 139). Métafora adalah pemakaian
kata atau kelompok kata untuk maksud yang lain bukan dengan arti yang
sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau
perbandingan (Depdiknas, 2008: 1020). Metafora adalah perbandingan yang
implisit, tanpa kata pembanding seperti atau sebagai (Eti, 2005: 16).
Menurut Jabrohim (2003: 22) metafora adalah bahasa kiasan yang
memperbandingkan sesuatu hal dengan hal lainnya yang pada dasarnya tidak
serupa.
Sayuti
(2002:
196) menambahkan
bahwa di
dalam
metafora
perbandingannya bersifat implisit, yakni tersembunyi di balik ungkapan
harfiahnya. Metafora berarti mentransfer, mengalihkan, memindahkan, dan
membawa dari satu tempat ke tempat lainnya (Ratna, 2007: 253). Metafora adalah
suatu gaya bahasa yang membandingkan satu benda dengan benda lainnya secara
langsung (Minderop, 2011: 53). Metafora ini bahasa kiasan seperti perbandingan
Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013
17
langsung tidak mempergunakan kata: seperti, bak, bagai, bagaikan, dan
sebagainya (Pradopo, 1997: 66). Metafora adalah suatu perbandingan antara dua
hal yang bersifat menyatu (luluh) atau perbandingan yang bersifat langsung
karena kemiripan/ kesamaan yang bersifat konkret/ nyata (Subroto, 2011: 121).
Dapat disimpulkan bahwa metafora adalah gaya bahasa kiasan yang
secara langsung membandingkan satu benda dengan benda lainnya yang tidak
serupa tanpa menggunakan kata-kata seperti, laksana, umpama, dan sebagainya.
Pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Proses terjadinya
sebenarnya sama dengan simile, tetapi secara berangsur-angsur keterangan
mengenai persamaan dan pokok pertama dihilangkan. Contoh: Aku ini binatang
jalang. Dalam sajak Chairil Anwar, aku dipersamakan dengan binatang jalang.
2) Jenis- Jenis Metafora
Ullaman dalam Subroto (2011: 131) membagi metafora menjadi:
metafora antropomorfis, metafora kehewanan, metafora yang timbul karena
pemindahan pengalaman dari konkret ke abstrak atau sebaliknya, dan metafora
sinestesis.
a) Metafora Antropomorfis
Metafora antropomorfis, yaitu jenis metafora yang dinamai berdasarkan
nama-nama bagian tubuh manusia. Atau sebaliknya nama bagian tubuh manusia
berdasarkan nama bagian tubuh binatang atau benda mati lainnya, misalnya kata
mata. Kata mata mengacu pada alat indera manusia yang berfungsi untuk melihat,
berbentuk agak kecil, bulat. Lewat alat indera itu, cahaya dipancarkan (atau
ditangkap) untuk melihat sesuatu. Berdasarkan nama alat indera itu, objek-objek
Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013
18
tersebut diberi nama: matahari, mata air, mata bisul, mata jarum semuanya
memperlihatkan ciri: bulat, kecil, tempat keluar/ memasukkan sesuatu. Sebaliknya
di dalam mata itu terdapat bagian yang bulat yang disebut bola mata. Penamaan
bola mata itu justru didasarkan atas nama suatu benda mati, yaitu bola.
b) Metafora yang Timbul karena Pemindahan Pengalaman dari Konkret ke
Abstrak, atau Sebaliknya.
Misalnya dalam bahasa latin terdapat kata finish yang berarti ‘akhir,
atau batas’. Jadi sesuatu ynag sifatnya konkret. Dari kata itu kemudian diciptakan
sebuah kata yang abstrak definisi (definition) yang berarti rumusan atau batasan.
Contoh lain dalam bahasa Indonesia ialah kata bintang yang mengacu ‘benda
angkasa yang bersinar cemerlang’. Berdasarkan kata itu kemudian terdapat bentuk
bintang pelajar, bintang radio, bintang lapangan yang semuanya menunjukkan
kecemerlangan seseorang.
c) Metafora Sinestesis
Metafora sinestesis yaitu metafora yang diciptakan berdasarkan
pengalihan tanggapan, dari indera yang satu ke indera yang lain. Dari indera
penglihatan ke indera pendengaran atau sebaliknya, atau dari indera perasaan ke
indera pendengaran atau sebaliknya. Misalnya, kata pahit biasa dipakai untuk
menyatakan indera perasa (obat itu pahit). Kehidupan yang tidak menyenangkan,
penuh penderitaan juga dinyatakan “kehidupan yang pahit” atau merupakan pahit
getirnya kehidupan. Kata-kata seperti: hambar, asam, nikmat, gelap, dan kelabu
sering dipakai untuk tanggapan dari indera yang berbeda.
Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013
19
c. Gaya Bahasa Personifikasi
Sayuti (2002: 229) menyebutkan bahwa personifikasi dapat diartikan
sebagai pemanusiaan. Artinya, jika metafora dan simile merupakan bentuk
perbandingan tidak dengan manusia, maka personifikasi merupakan pemberian
sifat-sifat manusia pada suatu hal. Personifikasi adalah semacam gaya bahasa
kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak
bernyawa seolah-olah mempunyai sifat kemanusiaan. Personifikasi adalah suatu
proses penggunaan karakteristik manusia untuk benda-benda nonmanusia
termasuk abstraksi atau gagasan (Minderop, 2011: 53). Seperti halnya dengan
simile dan metafora, personifikasi mengandung suatu unsur persamaan.
Menurut Depdiknas (2008:1167) personifikasi adalah perumpamaan
(pelambangan) benda mati sebagai orang atau manusia. Personifikasi ini membuat
hidup lukisan dan memberi bayangan yang konkret (Pradopo, 1997: 75).
Personifikasi adalah majas yang menggunakan sifat-sifat insani pada benda yang
tidak bernyawa, dapat diartikan sebagai majas yang memperorangkan benda mati
(Eti, 2005: 16).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda
nonmanusia memiliki sifat insani seperti manusia. Contoh: Jiwaku berbisik lirih,
kuharus milikimu (Risalah Hati:Dewa)
Kajian Diksi Dan Gaya…, Siti Munfangatin, FKIP UMP, 2013
Download