Strategi Pengembangan Transportasi Laut Antar Pulau Dalam

advertisement
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Pengembangan Wilayah
Jaringan transportasi merupakan faktor penting dalam mendukung dan
mendorong peningkatan ekonomi masyarakat. Pengaturan aktivitas masyarakat dalam
konteks ruang telah dirumuskan dalam Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW)
yang merupakan usaha untuk mengoptimalkan pemanfaatan ruang dengan alokasi
lahan yang tepat dan arahan pembentukan struktur ruang yang paling ekonomis.
Terbentuknya struktur ruang ini tidak lepas dari kinerja transportasi yang
menghubungkan suatu wilayah dengan wilayah lainnya dalam melakukan interaksi
ekonomi.
Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Wilayah
adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait
kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan
atau aspek fungsional.
Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen PenataanRuang,
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) prinsip – prinsipdasar dalam
pengembangan wilayah adalah:
1. Sebagai growth center, Pengembangan wilayah tidak hanya bersifat internal
wilayah, namun harusdiperhatikan sebaran atau pengaruh (spread effect)
pertumbuhan yang dapatditimbulkan bagi wilayah sekitarnya, bahkan secara
nasional;
2. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama pengembangan antar daerah
dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah;
3. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi dari
daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan;
4. Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat bagi
perencanaan pengembangan kawasan.
26
Rustiadi et al. (2009)mengemukakan bahwa kerangka klasifikasi konsep
wilayah yang lebih mampu menjelaskan berbagai konsep wilayah yang dikenal selama
ini adalah (1) wilayah homogen (uniform); (2) wilayah system/funsional; dan (3)
wilayahperencanaan/pengelolaan (planning region atau programming region).Dalam
pendekatan klasifikasi konsep wilayah ini, wilayah nodal dipandang sebagai salah satu
bentuk dari konsep wilayah system.Sedangkan dalam kelompok konsep wilayah
perencanaan, terdapat konsep wilayah administrative – politis dan wilayah
perencanaan fungsional.
Selanjutnya Rustiadi et al. (2009) menjelaskan Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB) melalui ECOSOC 1582L menulis Pengembangan Wilayah adalah suatu
instrumen potensial untuk integrasi dan promosi dari usaha pengembangan sosial dan
ekonomi suatu negara yang sesuai dengan tujuan sebagai berikut:
a)
Merangsang perubahan struktural secara cepat dan reformasi sosial, khususnya
untuk meningkatkan distribusi pembangunan secara lebih luas pada kelompok
masyarakat yang paling tertinggal;
b) Meningkatkan partisipasi masyarakat di dalam menetapkan tujuan pembangunan
dan di dalam proses pengambilan keputusan serta mengembangkan organisasi
masyarakat;
c)
Menciptakan sistem kelembagaan dan struktur administrasi serta pendekatan
operasional untuk perencanaan pengembangan yang lebih efektif;
d) Mencapai distribusi penduduk dan aktivitas masyarakat yang lebih baik melalui
integrasi yang lebih efektif dari pengembangan kota dan desa;
e)
Memasukan pertimbangan lingkungan secara lebih efektif dalam program –
program pembangunan.
Menurut Adisasmita (2008), Pengembangan Wilayah diartikan sebagai upaya
pembangunan pada suatu wilayah atau beberapa daerah untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam, sumber daya manusia,
sumber daya kelembagaan, sumber daya teknologi dan prasarana fisik secara efektif,
optimal dan berkelanjutan.
27
Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses interaktif
yangmenggabungkan
dasar-dasar
pemahaman
teoritis
dengan
pengalaman
-
pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis. Dengan
kata
lain,
konsep
pengembangan
wilayah
di
Indonesia
merupakan
penggabungan dari berbagai teori dan model yang senantiasa berkembang yang
telah
diujiterapkan
dan
kemudian
dirumuskan
kembali
menjadi
suatu
pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di
Indonesia (Syarifudin, 2008).
Selanjutnya Akil(2008) menjelaskan dalam sejarah perkembangan konsep
pengembangan wilayah di Indonesia,terdapat beberapa landasan teori yang turut
mewarnai keberadaannya.Pertamaadalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah
yang mengkaji terjadinyahubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk
ruang wilayah,yakni faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya. Kedua adalah
Hirschmann (era 1950 an) yang memunculkan teori polarization effect dan trickling Down Effectdengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi
secarabersamaan (unbalanced development).Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an)
dengan teori yang menjelaskan hubunganantara wilayah maju dan wilayah
belakangnya dengan menggunakan istilahbackwash and spread effect. Keempat adalah
Friedmann (era 1960-an) yang lebihmenekankan pada pembentukan hirarki guna
mempermudah pengembangansistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan
teori pusat pertumbuhan.Terakhir adalah Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan
lahirnya modelketerkaitan desa – kota (rural – urban linkages)dalam pengembangan
wilayah.
Pada era 90-an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk
mengatasi kesenjangan wilayah, misalnya antara KTI dan KBI, antara kawasandalam
wilayah
pulau,
maupun
antara
kawasan
perkotaan
dan
perdesaan.
Perkembangan terakhir pada awal abad millennium, bahkan, mengarahkan
konsep
pengembangan
wilayah
sebagai
alat
untuk
mewujudkan
integrasi
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
28
Hukum Geografi ”Tobler” yang pertama menyebutkan bahwa ”setiap hal
memiliki keterkaitan dengan hal lainnya, namun yang lebih berdekatan memiliki
keterkaitan lebih dari lainnya”. Aspek soasial adalah fenomena yang alami. Sangat
wajar apabila perkembangan suatu wilayah lebih dipengaruhi oleh wilayah
disebelahnya atau lebih dekat dibanding wilayah lain yang lebih berjauhan akibat
adanya interaksi sosial – ekonomi antar penduduk.
Nuzul Achjar (2009) dalam tulisannya tentang Menata Kembali Geografi
Ekonomi Indonesia, mengatakan bahwa Laporan tahunan Bank Dunia 2009:
Reshaping Economic Geography (Menata Kembali Geografi Ekonomi) mempunyai
nuansa yang agak berbeda dibandingkan tahun – tahun sebelumnya. Isu geografi
ekonomi dalam laporan tersebut tampaknya sedikit banyak diilhami konsep peraih
Nobel ekonomi 2008, Paul Krugman tentang Geografi Ekonomi Baru (New Economic
Geography) dan Teori Perdagangan Baru (New Trade Theory). Melalui perspektif
geografi ekonomi (ekonomi ruang) Bank Dunia menyoroti berbagai ketimpangan
melalui jendela berbingkai 3-D yaitu konsentrasi kegiatan ekonomi (Density), aspek
biaya trasnportasi (Distance) dan faktor integrasi ekonomi (Division) lintas daerah dan
lintas negara. Ketiga faktor ”D” tersebut diharapkan dapat mengubah tatanan ekonomi
ruang untuk mengatasi persoalan ketimpangan, baik pada skala lokal maupun regional
termasuk regional lintas negara.Konsep Geografi Ekonomi Baru yang dilontarkan
Krugman dengan jelas mengindikasikan bahwa kosentrasi kegiatan ekonomi atau
aglomerasi bagaimanapun memerlukan kegiatan produksi dengan skala ekonomis
(economies of scale) tertentu yang tidak dapat diciptakan di semua daerah atau lokasi
begitu saja.
2.2. Konsep Pengembangan Wilayah Kepulauan
Untuk pengembangan wilayah kepulauan diperlukan konsep yang mempunyai
tujuan utama, yaitu:Pertama, mewujudkan keseimbangan wilayah daratan dan perairan
(laut) antara daerah dan pulau terutama dalam hal tingkat pertumbuhannya, selain
untuk memenuhi tuntutan keadilan sosial, juga memungkinkan berlangsungnya
pembangunan dan perdagangan antar daerah (pulau) yang berimbang, artinya
29
pembangunan dan perdagangan dilakukan secara efisien dan saling menguntungkan itu
akan mendorong pembangunan dan perdagangan antar daerah (pulau) yang semakin
intensif. Hal ini mendorong terwujudnya ”spesialisasi daerah”, yang berarti pula
membuka kesempatan yang lebih besar bagi masing – masing daerah untuk
berkembang dan bertumbuh lebih maju.Kedua, terwujudnya keseimbangan antar
daerah (pulau) berarti pula bahwa kesatuan ekonomi dari wilayah daratan kepulauan
dan perairan menjadi lebih kokoh.
2.3. Konsep Ekonomi Wilayah
Adisasmita (2010) mengatakan bahwa pembangunan Ekonomi Wilayah
(regional) terdiri dari beberapa teori penting diantaranya menurut Aliran Klasik, Neo
Klasik, Harrod – Domar, Keynes dan Pasca Keynes serta Teori Basis Ekspor dan
Teori Sektor.
2.3.1. Aliran Klasik
Aliran Klasik muncul pada akhir abad ke – 18 (tahun 1776) dipelopori oleh
Adam Smith yang berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan karena faktor
perkembangan jumlah penduduk dan pembentukan modal.
David Ricardo berpendapat bila jumlah penduduk dan akumulasi modal
bertambah terus menerus, maka ketersediaan tanah (lahan) yang subur menjadi kurang
jumlahnya atau semakin langka. Maka akibatnya sewa tanah yang akan lebih tinggi
dari pada tanah yang kurang subur.
Menurut Thomas Robert Malthus, kenaikan jumlah penduduk yang terus
menerus konsekwensinya adalah permintaan akan bahan pangan semakin meningkat.
Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk menurut deret ukur, sedangkan tingkat
pertumbuhan bahan pangan mengikuti deret hitung.
30
2.3.2. Aliran Neo Klasik
Aliran neo klasik menggantikan aliran klasik. Ahli – ahli neo klasik banyak
menyumbangkan pemikiran mengenai teori pertumbuhan ekonomi, yaitu sebagai
berikut:
•
Akumulasi modal merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi,
•
Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang gradual,
•
Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang harmonis dan kumulatif,
•
Aliran Neo Klasik merasa optimis terhadap pertumbuhan (perkembangan).
Aliran Neo Klasik berpendapat bahwa dalam perkembangan ekonomi jangka
panjang, senantiasa akan muncul kekuatan tandingan (counter forces) yang dapat
menanggulangi ketidakseimbangan dan mengembalikan penyimpangan kepada
keadaan keseimbangan yang stabil, sehingga tidak diperlukan intervensi kebijakan
pemerintah secara aktif.
2.3.3. Pendekatan Harrod – Domar
Pendekatan Harrod – Domar menekankan pentingnya peranan akumulasi modal
dalam proses pertumbuhan. Akumulasi modal mempunyai peranan ganda yaitu
menimbulkan pendapatan dan menaikan kapasitas produksi melalui penambahan
persediaan modal. Secara sederhana teori ini mengatakan, jika keseimbangan pada
tingkat full employment hendak dipertahankan, maka dibutuhkan investasi dalam
jumlah yang cukup besar (bertambah), yang berarti pendapatan nasional makin besar,
untuk mengurangi jumlah penduduk yang bertambah.
2.3.4. Aliran Keynes dan Pasca Keynes
Aliran Keynes menekankan pada persoalan permintaan efektif (Effective
demand). Analisisnya adalah jangka pendek. Tema sentralnya adalah karena upah
bergerak lamban, maka sistem kapitalisme tidak akan secara otomatis menuju kepada
tercapainya keseimbangan penggunaan tenaga kerja secara penuh (full – employment
equilibrium).
Menurut
Keynes
akibat
yang
ditimbulkan
adalah
sebaliknya
31
(equilibirium underemployment) yang dapat diperbaiki melalui kebijakan fiskal atau
moneter untuk meningkatkan permintaan agregat.
Aliran Pasca Keynes memperluas teori Keynes menjadi teori output dan
kesempatan kerja dalam jangka panjang, yang menganalisis fluktuasi jangka pendek
untuk mengetahui adanya perkembangan jangka panjang. Beberapa persoalan penting
dalam analisis Pasca Keynes adalah:
a)
Syarat apakah yang diperlukan untuk mempertahankan perkembangan
pendapatan yang mantap (teady growth) pada tingkat pendapatan dalam
kesempatan kerja penuh (full employment income) tanpa mengalami deflasi
ataupun inflasi.
b)
Apakah pendapatan itu benar – benar bertambah pada tingkat sedemikian rupa
sehingga dapat mencegah terjadinya kemacetan yang lama atau tingkat inflasi
yang terus – menerus.
Apabila jumlah penduduk bertambah, maka pendapatan perkapita akan
berkurang kecuali bila pendapatan riil juga bertambah. Selanjutnya bila angkatan kerja
berkembang, maka output harus bertambah juga untuk mempertahankan kesempatan
kerja penuh. Bila investasi, maka pendapatan riil harus bertambah pula untuk
mencegah terjadinya kapasitas yang menganggur (idle capacity).
2.3.5. Teori Sektor
Salah satu teori pertumbuhan wilayah yang paling sederhana adalah teori sektor.
Teori ini dikembangkan berdasarkan hipotesis Clark – Fisher, yang mengemukakan
bahwa kenaikan pendapatan per kapita akan dibarengi oleh penurunan dalam proporsi
sumberdaya yang digunakan dalam sektor pertanian (sektor primer) dan kenaikan
dalam sektor industri manufaktur (sektor sekunder) dan kemudian dalam industri jasa
(sektor tersier). Laju pertumbuhan dalam sektor yang mengalami perubahan (sector
shift).
Terjadinya perubahan atau pergeseran sektor dan evaluasi spesialisasi
(pembagian kerja) dipandang sebagai sumber dinamika pertumbuhan wilayah. Suatu
perluasan dari sektor ini adalah teori tahapan (stages theory), yang menjelaskan bahwa
32
perkembangan wilayah adalah merupakan proses evolusioner internal dengan tahapan
– tahapan sebagai berikut:
a)
Tahapan perekonomian sederhana swasembada dimana hanya terdapat sedikit
investasi atau perdagangan, sebagian besar penduduk bekerja pada sektor
pertanian,
b)
Dengan kemajuan transportasi di wilayah yang bersangkutan akan mendorong
perdagangan dan spesialisasi; industri perdesaan masih bersifat sederhana
(tradisional) untuk memenuhi kebutuhan para petani,
c)
Dengan bertambah majunya perdagangan antar wilayah maka wilayah yang
maju akan memprioritaskan pada pengembangan sub sektor tanaman pangan
selanjutnya diikuti oleh sub – sub sektor pertenakan dan perikanan,
d)
Industri sekunder berkembang, pada permulaan mengolah produk – produk
primer, kemudian diperluas dan makin lebih berspesialisasi,
e)
Pengembangan industri tersier (jasa) yang melayani permintaan dalam wilayah
maupun di luar wilayah.
2.4.
Metode Gravitasi Newton
Rustiadi, et al. (2009) menjelaskan Model Gravitasi adalah salah satu model
yang umum dipakai di dalam menjelaskan fenomena interaksi antar wilayah. Model
ini pada dasarnya merupakan bentuk analogi fenomena Hukum Fisika Gravitasi
Newton di bawah ini yang kemudian dikembangkan untuk ilmu sosial.
Dimana F adalah gaya gravitasi antara dua massa (m1 dan m2) yang masing –
masing terpisah dengan jarak r12. Dengan analogi di atas, maka dalam membuat
rumusan demographic force (DF) antara dua wilayah dengan populasi P1 dan P2adalah
sebagai berikut:
33
Dalam penerapannya di bidang sosial, pemecahan fungsi model gravitasi
didekati secara deterministrik, yang kemudian dirumuskan sebagai berikut:
Dimana interaksi antarwilayah i dan j (Tij) ditentukan oleh jumlah perkalian
antar populasi penduduk di wilayah i (Pi) dan wilayah j (Pj) dibagi dengan kuadrat
jarak yang memisahkan i dan j (rij). Sedangkan k adalah suatu konstanta.
Dalam perkembangan model gravitasi lebih lanjut, interaksi antar dua wilayah
i dan j dimodelkan sebagai fungsi dari masa kedua wilayah mi dan mj, serta jarak antar
kedua wilayah rij sebagai berikut:
di mana :
Tij
: Interaksi antarwilayah i dan j (perjalanan, arus barang/orang, dll),
mi
: massa wilayah asal i (populasi, PDRB, rasio lahan urban, dll), push factor,
mj
: masa wilayah tujuan j (populasi, PDRB, rasio lahan urban, dll), pull factor,
Rij
: jarak antarwilayah i dan j (jarak jalan, waktu tempuh, ongkos perjalanan, dll)
α,β, c : koefisien peubah massa wilayah asal i, massa wilayah tujuan j dan jarak r,
k
: konstanta
Penyelesaian dari persamaan di atas dapat dipecahkan dengan pendekatan
fungsi regresi linier dengan terlebih dahulu mentranformasikan persamaan di atas ke
dalam bentuk fungsi logistik normal (ln), sehingga menjadi:
lnTij = lnk + αlnmi + βlnmj– clnrij
Selanjutnya persamaan ini dapat dipecahkan sebagaimana persamaan regresi biasa
menjadi:
Yij = K + αXi + βXj – cXij
34
Nilai parameter - parameter yang dihasilkan dari model gravitasi dapat
menggambarkan karakteristik suatu wilayah. Wilayah dengan nilai αlebih besar
dariβmenunjukkan karakter wilayah produksi, dimana kegiatan interaksi wilayah
terutama ditimbulkan oleh aktivitas produksi di wilayah tersebut. Sedangkan wilayah
dengan β yang lebih tinggi dari α adalah karakteristik wilayah pasar. Daya tarik pasar
menjadi faktor daya tarik yang dominan dalam interaksi antar sub-wilayah di wilayah
tersebut.
Nilai
c
menunjukkan
elastisitas
perubahan
interaksi
(Tij)
untuk
setiap
perubahan/peningkatan jarak, artinya terdapat dampak yang tinggi dari setiap perubaan
jarak (aksesibilitas) terhadap interaksi antarwilayah.
Pada umumnya, terdapat hubungan terbalik antara Tij dengan r, ditunjukan
dengan nilai c yang selalu negatif (c<0). Nilai c yang tinggi menunjukkan elastisitas c
yang tinggi (dampak dari setiap perubahan satu unit c terhadap Tij).
Fungsi rcij juga sering diformulasikan sebagai formulasi eksponensial exp crij
atau ecrij. Dengan demikian formulasi model interaksi spasial dapat juga dirumuskan
sebagai berikut:
Tij = k miαmjβ exp(crij) atau Tij = kmiαmjβecrij
Pada umumnya, log Tij berbanding lurus dengan log α dan log β, ditujukkan
dengan nilai α dan β yang selalu lebih besar dari nol. Dalam formulasi yang lain
fungsi Piα Pjλ dapat didekati dengan fungsi (α exp Pi) (β exp Pj)
Secara statistik, sebagai model regresi berganda (multiple regression), efektif
tidaknya suatu model gravitasi dapat diindikasikan dengan nilai coefficient of
determination atau R2. Nilai R2 yang cukup tinggi menggambarkan kemampuan model
ini menjelaskan keragaman Tij. Di sisi lain, pendekatan statistik juga dapat menguji
apakah parameter – parameter model yang dihasilkan bersifat nyata (significant)
secara statistik atau tidak. Dengan demikian secara statistik, terdapat kemungkinan
salah satu atau lebih dari parameter model yang dihasilkan (k,α,β, dan c) dapat saja
secara statistik dinilai tidak nyata.
35
Untuk mencegah hal seperti tersebut di atas, salah satu pemecahan dari model
gravitasi adalah dengan menggunakan beberapa kombinasi peubah massa (mi dan mj)
dan jarak rij secara serentak dimunculkan dalam satu model yang sama sebagai berikut
:
Atau
Dimana, miq adalah push faktor ke – q wilayah asal i, miq adalah pull faktor ke-q
wilayah tujuan j,αq dan βqbeturut – turut adalah koefisien eksponensial peubah miqdan
mjqdan terdapat sejumlah p peubah push dan pull factors. Untuk kasus digunakan
sejumlah w peubah jarak, untuk setiap peubah jarak ke-v memiliki sebuah koefisien
eksponensial cij. Maka modelnya adalah sebagai berikut:
2.5. Metode Input – Output (I-O)
Rustiadi, et al. (2009) mengatakan bahwa karakteristik struktur ekonomi wilayah
yang ditujukan dengan distribusi sumbangan sektoral serta keterkaitan sektoral
perekonomian wilayah, secara teknis dapat dijelaskan dengan menggunakan Analisis
Input – Output (I-O) dan telah dikenal sejak jaman Phsyokrat pada pertengahan abad
ke – 18, khususnya oleh Quesney dengan karya Tableau de’economique-nya. Semula
Quesnay hanya mengkonstruksi model makro ekonomi input-output khususnya antara
petani dan buruh (farmers and laborers), tuan tanah (land owners) dan pihak lainnya
(others, sterile class). Namun kemudian oleh Leon Walras dengan karya General
Equilibrium-nya membuat I-O yang dibangun menjadi lebih terinci dengan pemisahan
sektor yang lebih baik dan jelas.Puncakperkembangan Tabel I-O yang mencapai
36
bentuk yang mendasari Tabel I-O modern, adalah Tabel I-O yang dikembangkan oleh
Leontief (1966). Tujuan Leontief mengembangkan Tabel I-O adalah untuk
menjelaskan besarnya arus inter-industri dalam hal tingkat produksi dalam tiap – tiap
sektor. Saat ini Analisis I-O telah berkembang luas menjadi model analisis standar
untuk melihat struktur keterkaitan perekonomian nasional, wilayah dan antarwilayah
serta
dimanfaatkan
untuk
berbagai
alat
peramalan
perkembangan
struktur
perekonomian dan perencanaan pembangunan wilayah.
Melalui model I-O (input output) dapat ditunjukkan seberapa besar aliran
keterkaitan antarsektor dalam suatu perekonomian. Input produksi dari sektor 1
misalkan, merupakan output dari sektor 2, dan sebaliknya input dari sektor 2
merupakan output dari sektor 1, yang pada akhirnya keterkaitan antar sektor akan
menyebabkan keseimbangan antara penawaran dan permintaan dalam perekonomian
tersebut. Dari hubungan ekonomi yang sederhana ini jelas kelihatan pengaruh timbal
balik antara dua sektor tersebut yang dikatakan hubungan Input-Output.
Daryantodan Hafizrianda (2010) mengatakan bahwa Metode I-O dapat
digunakan untuk melihat sektor – sektor apa saja yang bisa menjadi sektor pemimpin
di dalam pembangunan daerah. Sektor – sektor tersebut dapat dideteksi dengan empat
cara, yaitu:
1) Suatu sektor dianggap sebagai sektor kunci apabila mempunyai kaitan ke belakang
(backward linkage) dan kaitan ke depan (forward linkage) yang relatif tinggi,
2) Suatu sektor dianggap sebagai sektor kunci apabila menghasilkan output brito yang
relatif tinggi, sehingga mampu mempertahankan final demand yang relatif tinggi
pula,
3) Suatu sektor dianggap sebagai sektor kunci apabila mampu menghasilkan
penerimaan bersih devisa yang relatif tinggi,
4) Suatu sektor dianggap sebagai sektor kunci apabila mampu menciptakan lapangan
kerja yang relatif tinggi.
Untuk menentukan sektor kunci melalui cara pertama di atas, perencana
pembangunan daerah dapat menggunakan dua metode tradisional pengukuran
keterkaitan antarsektor, yaitu metode Chenery-Watanabe dan metode Rasmussen.
37
Pada metode Chenery-Watanobe, keterkaitan antar sektor dibagi dalam dua bagian,
yaitu keterkaitan ke belakang da keterkaitan ke depan. Ukuran keterkaitan ke belakang
pada suatu sektor beranjak dari model Leontief dengan melihat sisi permintaan
(demand-driven), sedangkan untuk keterkaitan ke depan dilihat dari sisi penawaran
(supply-driven).
Berbeda dengan Chenery-Watanabe, Rasmussen mengajukan penjumlahan
kolom (atau baris) pada matriks invers Leontief (I-A)-1, dipakai sebagai ukuran
keterkaitan antar sektor, sehingga keterkaitan antar sektor yang diperoleh bisa
dikatakan merupakan ukuran keterkaitan secara tidak langsung, yang menghitung
dampak tidak langsung dari suatu sektor dalam perekonomian. Selanjutnya Hirschman
dalam Daryanto dan Hafizrianda (2010), mengatakan indikator keterkaitan antarsektor
yang disampaikan Rasmussen ini lebih baik dipakai untuk mengindentifikasi sektor –
sektor kunci dalam perekonomian, dan dijadikan studi dalam strategi pembangunan.
Keterkaitan langsung dan tidak langsung antarsektor dalam perekonomian
seperti diungkapkan oleh Chenery-Watanabe dan Rasmussen dapat diilustrasikan pada
gambar 2.1. Gambar 2.1 memperlihatkan ilustrasi tentang sektoral yang sederhana
dimana sektor 2 membutuhkan output dari sektor 1 sebagai faktor produksinya,
sedangkan sektor 3 dalam proses produksinya membutuhkan input yang berasal dari
output sektor 2. Oleh karenasektor 2 membeli output dari sektor 1 untuk digunakan
sebagai input dalam proses produksinya, maka bisa dikatakan sektor 2 mempunyai
keterkaitan ke belakang secara langsung dengan sektor 1. Namun disisi lain, output
sektor 2 juga dijual kepada sektor 3. Ini berarti sektor 2 juga mempunyai keterkaitan
ke depan secara langsung dengan sektor 3 (metode Chenery-Watanabe). Bagi sektor 3
karena outputnya dibeli oleh sektor 2, sementara sektor 2 membeli output sektor
1sebagai inputnya, maka bisa dikatakan dari rangkaian keterkaitan ini sektor 3
mempunyai keterkaitan ke belakang secara tidak langsung dengan 1. Demikian juga
untuk sektor 1, karena outputnya dijual kepada sektor 2, sementara output sektor 2
dijual kepada sektor 3, maka bisa dikatakan bahwa sektor 1 mempunyai keterkaitan ke
depan secara tidak langsung dengan sektor 3 (metode Rasmussen).
38
Keterkaitan Tidak Langsung Kedepan
Keterkaitan Langsung
Kedepan
Sektor 1
Keterkaitan Langsung
Kebelakang
Keterkaitan Langsung
Kedepan
Sektor 2
Sektor 3
Keterkaitan Langsung
Kebelakang
Keterkaitan Tidak Langsung Kebelakang
Sumber : Daryanto dan Hafizrianda (2010)
Gambar 2.1. Alur keterkaitan antarsektor dalam suatu perekonomian
Daryanto dan Hafizrianda (2010) mengatakan bahwa Rasmussen juga
memberikan dua jenis ukuran indeks untuk melihat keterkaitan ke depan dan ke
belakang dari suatu sektor dalam suatu perekonomian, yaitu melalui (1) kemampuan
penyebaran (power of dispersion) dan (2) kepekaan penyebaran (sensitivity of
dispersion). Dengan dua indeks ini kita bisa melakukan perbandingan besarnya derajat
keterkaitan antar sektor, yang nantinya bisa ditentukan sektor-sektor mana saja yang
dapat dijadikan sebagai sektor kunci atau sektor pemimpin dalam pembangunan
ekonomi. Badan Pusat Statistik memberi istilah kepada masing – masing ukuran
indeks tersebut dengan nama daya penyebaran dan derajat kepekaan.Daya penyebaran
dan derajat kepekaan merupakan perbandingan dampak, baik ke belakang maupun ke
depan, terhadap rata – rata seluruh dampak sektor, sehingga nilai masing – masing
sering disebut sebagai backward linkage effect ratio dan forward linkage effect ratio.
Jika nilai – nilai daya penyebaran sektor j lebih dari 1,αj> 1,maka sektor tersebut
merupakan salah satu sektor yang strategis dalam memacu pertumbuhan konomi,
39
karena secara relatif dapat memenuhi permintaan akhir di atas kemampuan rata – rata
sektor.Demikian juga untuk sektor i yang mempunyai daya penyebaran lebih dari
satu, βi> 1, maka dapat digolongkan sebagai sektor strategis karena secara relatif
permintaan akhir sektor i dalam merangsang pertumbuhan produksi lebih besar dari
rata – rata.
Struktur dari Tabel Input – Output dapat dilihat pada Tabel 2.1. Berdasarkan
tabel I-O terlihat jelas bahwa baris mempresentasikan distribusi penjualan output suatu
sektor tertentu ke sektor lain, sedangkan kolom/lajur mempresentasikan distribusi
pembelian sektor tertentu pada sektor lainnya.
Output adalah seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor – sektor produksi
dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah dalam waktu
tertentu.
Komponen input terbagi atas input antara dan input primer. Input antara adalah
seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa yang digunakan habis di dalam
proses produksi. Input primer adalah input atau biaya yang timbul sebagai akibat dari
pemakaian faktor produksi dalam suatu kegiatan ekonomi. Dalam Tabel I-O input
primer meliputi upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan barang modal dan pajak tak
langsung neto. Input primer pada dasarnya adalah balas jasa faktor – faktor produksi
atau nilai tambah bruto.
Penyusutan adalah biaya atas pemakaian barang modal tetap dalam kegiatan
produksi yang dihitung dengan memperkirakan besarnya penurunan nilai barang
modal akibat pemakaian selama produksi.
Pajak tak langsung neto adalah selisih pajak tak langsung dengan subsidi. Pajak
tak langsung terdiri atas pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, PPN (Pajak
Pertambahan Nilai), cukai dan lain – lain.
40
Tabel 2.1 Tabel Input - Output
Permintaan Internal Wilayah
Output
Input
Eksternal
Wilayah
Input
Input Internal Wilayah
Primer
Sektor produksi dalam
(nilai
wilayah (input antara)
Input
1
Sektor Produksi dlm Wilayah
(Permintaan Antara)
Permintaan
Akhir dalam
wilayah
1
n
C
G
I
2
…
j
…
Permint
aan
Akhir
Ekstern Outpu
al
t Total
Wilaya
h
E
X11
X1j
X1n
C1
G1
I1
E1
X1
2 X21
… …
i
…
j
…
n Xn1
W W1
X2j
X2n
C2
G2
I2
E2
X2
Ci
Gi
Ii
Ei
Xi
Cj
Gj
Ij
Ej
Xj
Xnj
Wj
Xnn
Wn
Cn
CW
Gn
GW
In
IW
En
EW
Xn
W
T
T1
Tj
Tn
CT
GT
IT
ET
T
V
V1
Vj
Vn
VT
GV
IV
EV
V
M
M1
Mj
Mn
MM
GM
IM
C
G
I
Total Input X1
Xj
Xn
Sumber : Daryanto dan Hafizrianda (2010)
M
E
X
Keterangan :
i,j : sektor ekonomi
xij : banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j
Xi : total permintaan akhir sektor i
Xj : total input sektor j
Ci : konsumsi rumah tangga terhadap sektor i
Gi : konsumsi pemerintah terhadap sektor i
Ii : pembentukan modal tetap (investasi) di sektor i, output sektor i yang
menjadi barang modal
Ei : ekspor barang dan jasa sektor j
Cj : konsumsi rumah tangga dari sektor j
Gj : konsumsi pemerintah dari sektor j
Ij : investasi/pengeluaran ke modal tetap usaha sektor j
41
Mj
Wj
Tj
Vj
: impor sektor j
: upah dan gaji sebagai input sektor j
: surplus usaha sektor j
: PDB (Produk Domestik Bruto), dimana Vj = Wj + Tj
Pembentukan modal tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan,
pembuatan atau pembelian barang modal baru (konstruksi, mesin – mesin, alat angkut
dan perlengkapan yang mempunyai umur pemakaian satu tahun atau lebih).
Indeks
daya
kepekaan(foreward
power
of
dispersion)
menunjukan
sumbanganrelatif suatu sektor dalam memnuhi permintaan akhir keseluruhan sektor
perekonomian.
Multiplieradalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan
tidak langsung dari meningkatnya permintaan akhir suatu sektor sebesar satu unit
terhadap produksi total semua sektor ekonomi suatu wilayah. Berbagai jenis multiplier
antara lain; output multiplier yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir suatu
sektor terhadap total output seluruh sektor di wilayah penelitian. Income multiplier
yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan
pendapatan rumah tangga di wilayah penelitian secara keseluruhan. Sedangkan tax
multiplier yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap
peningkatan pajak tak langsung neto.
Berdasarkan Tabel 2.1, maka diperoleh beberapa hubungan persamaan untuk
setiap baris sebagai berikut:
X11 + X12 + ……. + X1j+…….X1n + P11 = X1 + M1
X21 + X22 + ……. + X2j+…….X2n + P12 = X2 + M2
Xi1 + Xi2 + ……. + Xij+…….Xin + P1i = Xi + Mi
Xn1 + Xn2 + ……. + Xnj+…….Xnn + Fdn = Xn + Mn……………………...……… (2.1)
Dimana P1i= Ci + Gi + Ii + Ei dan P1i : permintaan akhir sektor i. Dengan demikian
persamaan di atas dapat dirumuskan lagi menjadi:
n
∑Xj + Fdi = Xi+ Mi : untuk i = 1,2,3,…,n ………………………………………. (2.2)
j=1
42
selanjutnya persamaan di atas dapat dirumuskan menjadi:
n
Xi=∑Xj
j=1
+ Fi-Mi ………………………………...……………………….……. (2.3)
Selanjutnya jika Tabel 2.1 dirumuskan per-kolom j (secara vertikal) maka dapat
dituliskan sebagai persamaan – persamaan berikut:
X11 + X21 + ……. + Xi1+…….Xn1 + V1 = X1
X12 + X22 + ……. + Xi2+…….Xn2 + V2 = X2
X1j + X2j + ….…. + Xij+….….Xnj + Vj = Xj
X1n + X2n + ……. + Xin+…….Xnn + Vn = Xn ……..…………….………...……… (2.4)
Dimana Vj = Wj + Tj dan Vj input primer sektor j………….…………………..…(2.5)
Selanjutnya secara umum persamaan – persamaan di atas dapat ditulis kembali sebagai
berikut:
n
∑Xij + Vj = Xj
untukj = 1,2,3,…,n …………………………………….………. (2.6)
i=1
Hubungan antara Tabel I-O dengan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah sebagai
berikut:
n
n
n
n
n
i=1
i
j
i=1
i=1
n
n
n
∑Xi = ∑ ∑ Xj + ∑ Fdi - ∑ Mi …………….………….………………….……. (2.7)
atau
n
∑Xi = ∑ ∑ Xj + ∑ Vj…………………..…………..….……………………..…. (2.8)
j=1
i
j
n
n
j=1
Karena∑Xi = ∑Xj maka kedua rumus ini dapat saling dipertukarkan sbb:
i=1
j=1
n
n
i
j i=1
n
n
n
n
n
∑ ∑Xi + ∑ Fdi- ∑ Mi=∑ ∑ Xj + ∑ Vj
n
i=1
i
n
j
j=1
n
∑ Fdi- ∑ Mi= ∑ Vj……………………………………………………………….(2.9)
i
j
i=1
j=1
43
Atau bahasa lainnya:
Total permintaan akhir (total final demand) – total impor = total nilai tambah bruto
atau produk domestik bruto (PDB).
2.6. Arti dan Fungsi Transportasi
Pengertian transportasi berasal dari kata Latin yaitu transportare, dimana trans
berarti seberang atau sebelah lain danportare berarti mengangkut atau membawa. Jadi,
transportasi berarti mengangkut atau membawa (sesuatu) ke sebelah lain atau dari
suatu tempat ke tempat lainnya. Dengan demikian transportasi dapat didefenisikan
sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang
dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Kamaludin (2003), Teori Transportasi saat ini telah menempatkan sistem
transportasi, ialah pemindahan barang dan orang dari suatu tempat ke tempat lain yang
memperlihatkan empat bagian penting yaitu jalan, kendaraan dan alat angkut, tenaga
penggerak dan terminal.
Kamaludin (2003) juga mengemukakan bahwa pada dasarnya, perpindahan
penumpang dan barang dengan transportasi adalah untuk dapat mencapai dan
menciptakan atau menaikan utilitas atau kegunaan barang yang diangkut. Selanjutnya
dikemukakan bahwa utilitas yang dapat diciptakan secara khusus untuk barang yang
diangkut terdiri dari dua macam, yaitu: (1) Utilitas Tempat (Place Utility) dalam hal
ini adalah kenaikan/tambahan nilai ekonomi atau kegunaan suatu komoditi yang
diciptakan dengan mengangkutnya dari suatu tempat/daerah, dimana barang tersebut
memiliki kegunaan yang lebih kecil, sedangkan ke tempat/daerah lain dimana barang
tersebut memiliki kegunaan yang lebih besar yang dicirikan oleh harga. Dalam hal ini
utilitas tempat yang diciptakan biasanya diukur dengan uang (in term of money) yang
pada dasarnya merupakan perbedaan dari harga barang tersebut pada tempat dimana
barang itu dihasilkan atau dimana utilitasnya rendah untuk dipindahkan ke suatu
tempat dimana barang tersebut diperlukan atau mempunyai utilitas yang lebih tinggi
dalam memenuhi kebutuhan manusia dan (2) Utilitas Waktu (Time Utility)
dimanaTransportasi akan menyebabkan terciptanya kesanggupan dari barang untuk
44
memenuhi kebutuhan manusia dengan menyediakan barang yang bersangkutan tidak
hanya dimana dibutuhkan, tetapi juga pada waktu yang tepat bilamana mereka
diperlukan. Hal ini sehubungan dengan terciptanya utilitas yang disebut sebagai time
utility atau utilitas waktu. Barang – barang seperti buah – buahan dan sayuran yang
bermacam – macam jenis, berbagai macam hasil ternak dan lainnya yang dihasilkan
secara musiman biasanya diangkut dan kadang – kadang disimpan, sehingga barang –
barang tersebut dapat dikonsumsi untuk waktu yang lebih lama daripada hanya untuk
periode waktu produksi saja. Dalam hal ini utilitas waktu berarti bahwa, dengan
transportasi tersebut akan dapat diusahakan agar barang – barang tersebut dapat
dipindahkan secepat – cepatnya atau disampaikan ke tempat tujuan (konsumer) tepat
pada waktunya.
Selanjutnya dijelaskan juga peran dan fungsi transportasi diantaranya
tersedianya barang, stabilisasi dan penyamaan harga, penurunan harga, meningkatnya
nilai tanah, terjadinya spesialisasi antarwilayah, berkembangnya usaha skala besar
serta terjadinya urbanisasi dan konsentrasi penduduk.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa sistem transportasi yang baik,
dapat mempermudah pergerakan bahan baku mencapai lokasi pemrosesan atau
mempermudah barang – barang mencapai konsumen. Dengan demikian transportasi
berfungsi mendorong peningkatan laju perekonomian, dan juga mendorong
peningkatan aktivitas produksi di suatu wilayah.
Adisasmita(2008) menjelaskan bahwa pembangunan transportasi harus
diarahkan secara antar sektoral maupun antar regional. Antar sektoral seringkali
dikatakan dengan istilah lintas sektoral dan antara regional seringkali dikatakan lintas
regional. Secara sektoral kebijakan pembangunan transportasi diarahkan kepada
penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang diperlukan untuk menunjang
kelancaran arus barang dan manusia dari tempat asal (poin of origin) ke tempat tujuan
(point of destination). Sistem transportasi nasional terdiri dari beberapa subsistem
transportasi yang meliputi transportasi darat, transportasi laut dan transportasi udara.
Pada setiap sub sistem tersebut, kegiatan – kegiatan pembangunan transportasi
meliputi berbagai sarana dan prasarana yang secara menyeluruh harus disusun dan
45
dikembangkan
secara
terpadu
sehingga
sistem
transportasi
nasional
dapat
menyediakan pelayanan jasa transportasi yang teratur, cukup, capat, aman dan murah
bagi kegiatan – kegiatan pembangunan, baik secara nasional maupun secara regional.
Secara lintas sektoral, jasa transportasi harus diusahakan mampu untuk
melayani pengembangan kegiatan – kegiatan sektor perdagangan, pertanian,
perindustrian, pertambangan, hankamnas dan sebagainya. Secara lintas sektoral,
fasilitas transportasi harus diusahakan dapat menciptakan pengaruh yang bersifat
menunjang, meningkatkan dan mempercepat pembangunan antar sektor (multiplier
effects). Dalam melayani pengembangan kegiatan – kegiatan di sektor perdagangan,
perencanaan transportasi harus disusun sedemikian rupa sesuai dengan aspek – aspek
produksi dan konsumsi.
Secara lintas regional, jasa transportasi harus tersedia melayani angkutan
barang dan penumpang ke seluruh daerah termasuk pula ke daerah – daerah terisolasi,
terpencil dan daerah perbatasan. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri
dari ribuan pulau, maka jasa transportasi diharapkan dapat melayani angkutan antar
pulau – pulau yang jumlahnya sangat banyak dan tersebar pada wilayah yang sangat
luas. Kontribusi terhadap terselenggaranya transportasi regional (terutama transportasi
laut) diupayakan dapat tersusun secara terintegrasi, terkonsolidasi, terkoordinasi,
tersinkronisasi dan berimbang.
Dalam kegiatan transportasi terdapat tiga komponen utama, yaitu sarana
angkutan (the vihicles), jalan (the ways) dan terminal (the terminals) dan ada pakar
yang menambahkan satu unsur utama yang keempat yaitu muatan (cargo).
Dalam kegiatan pelayaran, pelabuhan laut (seaport as the terminal) mempunyai
peranan yang sangat penting yaitu berfungsi melayani pelayaran yaitu dalam
kunjungan kapal dan bongkar muat barang.
2.7. Undang – Undang Pelayaran (UU No. 17/2008)
Undang-Undang ini berlaku untuk semua kegiatan angkutan di perairan,
kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, serta perlindungan lingkungan
maritim di perairan Indonesia, semua kapal asing yang berlayar di perairan Indonesia
46
dan semua kapal berbendera Indonesia yang berada di luar perairan Indonesia.
Dalam UU No. 17/2008 ini yang dimaksudkan dengan:
a.
Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan,
kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan
maritim.
b.
Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan
dan perairan pedalamannya.
c.
Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan
penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal.
d.
Angkutan Laut Khusus adalah kegiatan angkutan untuk melayani kepentingan
usaha sendiri dalam menunjang usaha pokoknya.
e.
Angkutan Laut Pelayaran-Rakyat adalah usaha rakyat yang bersifat tradisional
dan mempunyai karakteristik tersendiri untuk melaksanakan angkutan di perairan
dengan menggunakan kapal layar, kapal layar bermotor, dan/atau kapal motor
sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran tertentu.
f.
Trayek adalah rute atau lintasan pelayanan angkutan dari satu pelabuhan ke
pelabuhan lainnya.
g.
Agen Umum adalah perusahaan angkutan laut nasional atau perusahaan nasional
yang khusus didirikan untuk melakukan usaha keagenan kapal, yang ditunjuk oleh
perusahaan angkutan laut asing untuk mengurus kepentingan kapalnya selama
berada di Indonesia.
h.
Pelayaran-Perintis adalah pelayanan angkutan di perairan pada trayek-trayek
yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk melayani daerah atau wilayah yang belum
atau tidak terlayani oleh angkutan perairan karena belum memberikan manfaat
komersial.
i.
Usaha Jasa Terkait adalah kegiatan usaha yang bersifat memperlancar proses
kegiatan di bidang pelayaran.
j.
Angkutan Multimoda adalah angkutan barang dengan menggunakan paling sedikit
2 (dua) moda angkutan yang berbeda atas dasar 1 (satu) kontrak yang
menggunakan dokumen angkutan multimoda dari satu tempat diterimanya barang
47
oleh operator angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk
penyerahan barang tersebut.
k.
Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya
persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan,
kepelabuhanan, dan lingkungan maritim.
l.
Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan
keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan,
garis muat, pemuatan, kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang,
status hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari
kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu.
m.
Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material,
konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta
perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal,
yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
n.
Badan Klasifikasi adalah lembaga klasifikasi kapal yang melakukan pengaturan
kekuatan konstruksi dan permesinan kapal, jaminan mutu material marine,
pengawasan pembangunan,
pemeliharaan,
dan perombakan kapal sesuai
dengan peraturan klasifikasi.
o.
Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan
dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda,
termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah
permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindahpindah.
p.
Awak Kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh
pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan
jabatannya yang tercantum dalam buku sijil.
q.
Nahkoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin
tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
r.
Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain Nahkoda.
48
s.
Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana Bantu
Navigasi-Pelayaran, Telekomunikasi-Pelayaran, hidrografi dan meteorologi, alur
dan perlintasan, pengerukan dan reklamasi, pemanduan, penanganan kerangka
kapal, salvage dan pekerjaan bawah air untuk kepentingan keselamatan pelayaran
kapal.
t.
Navigasi adalah proses mengarahkan gerak kapal dari satu titik ke titik yang lain
dengan aman dan lancar serta untuk menghindari bahaya dan/atau rintanganpelayaran.
u.
Alur-Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas
hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari.
v.
Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah peralatan atau sistem yang berada di
luar kapal yang didesain dan dioperasikan untuk meningkatkan keselamatan dan
efisiensi bernavigasi kapal dan/atau lalu lintas kapal.
w. Telekomunikasi-Pelayaran adalah telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas
pelayaran yang merupakan setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap
jenis tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apa pun melalui sistem
kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya dalam dinas bergerakpelayaran yang merupakan bagian dari keselamatan pelayaran.
x.
Pemanduan adalah kegiatan pandu dalam membantu, memberikan saran, dan
informasi kepada Nakhoda tentang keadaan perairan setempat yang penting agar
navigasi-pelayaran dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib, dan lancar demi
keselamatan kapal dan lingkungan.
y.
Perairan Wajib Pandu adalah wilayah perairan yang karena kondisi perairannya
mewajibkan dilakukan pemanduan kepada kapal yang melayarinya.
z.
Pandu adalah pelaut yang mempunyai keahlian di bidang nautika yang telah
memenuhi persyaratan untuk melaksanakan pemanduan kapal.
Pelayaran diselenggarakan berdasarkan; a) asas manfaat, b) asas usaha bersama
dan kekeluargaan, c) asas persaingan sehat, d) asas adil dan merata tanpa diskriminasi,
e) asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, f) asas kepentingan umum, asas
49
keterpaduan; h) asas tegaknya hokum, i) asas kemandirian, j) asas berwawasan
lingkungan hidup, k) asas kedaulatan Negara,dan l) asas kebangsaan.
Pelayaran diselenggarakan dengan tujuan:a) memperlancar arus perpindahan
orang dan/atau barang melalui perairan dengan mengutamakan dan melindungi
angkutan di perairan dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional;b)
membina jiwa kebaharian;c) menjunjung kedaulatan negara;d) menciptakan daya
saing dengan mengembangkan industri angkutan perairan nasional;e) menunjang,
menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional;f)
memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan
Nusantara; dang) meningkatkan ketahanan nasional.
Untuk melakukan kegiatan angkutan di perairan orang perseorangan warga
negara Indonesia atau badan usaha wajib memiliki izin usaha.Izin usaha angkutan laut
diberikan oleh: a) bupati/walikota yang bersangkutan bagi badan usaha yang
berdomisili dalam wilayah kabupaten/kota dan beroperasi pada lintas pelabuhan dalam
wilayah kabupaten/kota; b) gubernur provinsi yang bersangkutan bagi badan usaha
yang berdomisili dalam wilayah provinsi dan beroperasi pada lintas pelabuhan
antarkabupaten/kota dalam wilayah provinsi; atau Menteri bagi badan usaha yang
melakukan kegiatan pada lintas pelabuhan antarprovinsi dan internasional.
Angkutan laut terdiri atas: a) angkutan laut dalam negeri; b) angkutan laut luar
negeri; c) angkutan laut khusus; dan d) angkutan laut pelayaran-rakyat.Kegiatan
angkutan laut dalam negeri dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional dengan
menggunakan kapal berbendera Indonesia serta diawaki oleh Awak Kapal
berkewarganegaraan Indonesia.Kapal asing dilarang mengangkut penumpang dan/atau
barang antarpulau atau antarpelabuhan di wilayah perairan Indonesia.Kegiatan
angkutan laut dalam negeri disusun dan dilaksanakan secara terpadu, baik intramaupun
antarmoda
yang
merupakan
satu
kesatuan
sistem
transportasi
nasional.Kegiatan angkutan laut dalam negeri dilaksanakan dengan trayek tetap dan
teratur (liner) serta dapat dilengkapi dengan trayek tidak tetap dan tidak teratur
(tramper).Kegiatan angkutan laut dalam negeri yang melayani trayek tetap dan teratur
dilakukan dalam jaringan trayek.
50
2.7.1
Angkutan Laut Pelayaran-Rakyat
Kegiatan angkutan laut pelayaran-rakyat sebagai usaha masyarakat yang
bersifat tradisional dan merupakan bagian dari usaha angkutan di perairan mempunyai
peranan yang penting dan karakteristik tersendiri.Kegiatan angkutan laut pelayaranrakyat dilakukan oleh orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha
dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan
kelaiklautan
kapal
serta
diawaki
oleh
Awak
Kapal
berkewarganegaraan
Indonesia.Pembinaan angkutan laut pelayaran-rakyat dilaksanakan agar kehidupan
usaha dan peranan penting angkutan laut pelayaran-rakyat tetap terpelihara sebagai
bagian dari potensi angkutan laut nasional yang merupakan satu kesatuan sistem
transportasi nasional.
Pengembangan angkutan laut pelayaran-rakyat dilaksanakan untuk; a)
meningkatkan pelayanan ke daerah pedalaman dan/atau perairan yang memiliki alur
dengan kedalaman terbatas termasuk sungai dan danau; b) meningkatkan
kemampuannya sebagai lapangan usaha angkutan laut nasional dan lapangan kerja;
dan c) meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dan kewiraswastaan dalam
bidang usaha angkutan laut nasional.
Armada angkutan laut pelayaran-rakyat dapat dioperasikan di dalam negeri dan
lintas batas, baik dengan trayek tetap dan teratur maupun trayek tidak tetap dan tidak
teratur.Izin usaha angkutan laut pelayaran-rakyat diberikan oleh ;a) bupati/ walikota
yang bersangkutan bagi orang perseorangan warganegara Indonesia atau badan usaha
yang berdomisili dalam wilayah kabupaten/kota dan beroperasi pada lintas pelabuhan
dalam wilayah kabupaten/kota; atau b) gubernur yang bersangkutan bagi orang
perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha yang berdomisili dan
beroperasi pada lintas pelabuhan antarkabupaten/kota
dalam wilayah provinsi,
pelabuhan antarprovinsi, dan pelabuhan internasional.
51
2.7.2 Angkutan di Perairan untuk Daerah masih Tertinggal dan/atau Wilayah
Terpencil
Angkutan di perairan untuk daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil
wajib dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.Angkutan di perairan
sebagaimana
dimaksud
dilaksanakan
dengan
pelayaran-perintis
dan
penugasan.Pelayaran-perintis sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan biaya yang
disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Penugasan sebagaimana dimaksud diberikan kepada perusahaan angkutan laut
nasional dengan mendapatkan kompensasi dari Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah sebesar selisih antara biaya produksi dan tarif yang ditetapkan Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah sebagai kewajiban pelayanan publik.Pelayaran-perintis
dan penugasan dilaksanakan secara terpadu dengan sektor lain berdasarkan pendekatan
pembangunan wilayah.
Angkutan perairan untuk daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil
dievaluasi oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah setiap tahun.Pelayaran-perintis
sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan dengan cara kontrak jangka panjang
dengan
perusahaan
angkutan
di
perairan
menggunakan
kapal
berbendera
Indonesiayangmemenuhipersyaratan kelaiklautan kapal yang diawaki oleh warga
negara Indonesia.Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayaran-perintis dan penugasan
pada angkutan di perairan untuk daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2.8. Tatanan Kepelabuhanan Nasional (PP No.61/2009)
Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai Tatanan Kepelabuhanan Nasional,
Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan pelabuhan, penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan, pembangunan dan
pengoperasian pelabuhan, terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri,
penarifan, pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri,
dan sistem informasi pelabuhan.
52
Dalam PP 61 tahun 2009 yang dimaksud dengan:
a.
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan
dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal
bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal
dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan
keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.
b.
Kepelabuhanan
adalah
segala
sesuatu
yang
berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran,
keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang,
keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau
antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap
memperhatikan tata ruang wilayah.
c.
Tatanan Kepelabuhanan Nasional adalah suatu
sistem kepelabuhanan yang memuat peran, fungsi, jenis, hierarki pelabuhan,
Rencana Induk Pelabuhan Nasional, dan lokasi pelabuhan serta keterpaduan intradan antarmoda serta keterpaduan dengan sektor lainnya.
d.
Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan
angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam
negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan
penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan
pelayanan antarprovinsi.
e.
Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang
fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat
angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal
tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan
jangkauan pelayanan antarprovinsi.
f.
Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang
fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat
53
angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi
pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan
penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan
pelayanan dalam provinsi.
g.
Pelabuhan Laut adalah pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani kegiatan
angkutan laut dan/atau angkutan penyeberangan yang terletak di laut atau di
sungai.
h.
Penyelenggara Pelabuhan adalah otoritas pelabuhan
atau unit penyelenggara pelabuhan.
i.
Otoritas Pelabuhan (Port Authority) adalah lembaga pemerintah di pelabuhan
sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan
pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial.
j.
Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai
otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan
kegiatan kepelabuhanan, dan pemberia pelayanan jasa kepelabuhanan untuk
pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.
k.
Angkutan Laut adalah kegiatan angkutan yang
menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut.
l.
Rencana
Induk
Pelabuhan
Nasional
adalah
pengaturan ruang kepelabuhanan nasional yang memuat tentang kebijakan
pelabuhan, rencana lokasi dan hierarki pelabuhan secara nasional yang merupakan
pedoman
dalam
penetapan
lokasi,
pembangunan,
pengoperasian,
dan
pengembangan pelabuhan.
m. Rencana Induk Pelabuhan
adalah pengaturan
ruang pelabuhan berupa
peruntukan rencana tata guna tanah dan perairan di Daerah Lingkungan Kerja dan
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan.
n.
Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri
atas kolam sandar dan tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan,
tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar muat
barang.
54
o.
Terminal Khusus adalah terminal yang terletak di
luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan
yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan
sendiri sesuai dengan usaha pokoknya.
p.
Kolam Pelabuhan adalah perairan di depan
dermaga yang digunakan untuk kepentingan operasional sandar dan olah gerak
kapal.
q.
Syahbandar
adalah
pejabat
Pemerintah
di
pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk
menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan
peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan
pelayaran.
r.
Badan Usaha Pelabuhan adalah badan usaha yang
kegiatan usahanya khusus di bidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan
lainnya.
Peran pelabuhan sebagai:
a.
simpul dalam jaringan transportasi sesuai denganhierarkinya;
b.
pintu gerbang kegiatan perekonomian;
c.
tempat kegiatan alih moda transportasi;
d.
penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan;
e.
tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan ataubarang; dan
f.
mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara.
Lokasi Pelabuhan
a.
Penggunaan wilayah daratan dan perairan tertentu sebagai lokasi pelabuhan
ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional.
b.
Lokasi pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (a) disertai dengan Rencana
Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan pelabuhan.
55
c.
Dalam penetapan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
memuat; titik koordinat geografis lokasi pelabuhan,nama lokasi pelabuhan, dan
letak wilayah administratif.
d.
Lokasi pelabuhan ditetapkan oleh Menteri berdasarkan permohonan dari
Pemerintah atau pemerintah daerah,
e.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi persyaratan
yang terdiri atas; Rencana Induk Pelabuhan Nasional, Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana
Daerah Lingkungan Kerja dan DaerahLingkungan Kepentingan pelabuhan serta
hasil studi kelayakan.
2.9. Tataran Transportasi Lokal
Ciri utama system prasarana transportasi adalah melayani pengguna, bukan
hanya berupa barang atau komoditas. Sistem prasarana transportasi harus selalu dapat
digunakan di manapun dan kapanpun. Oleh karena itu sangatlah penting untuk
mengetahui tingkat kebutuhan transportasi pada masa mendatang, sehingga dapat
menghemat sumberdaya dengan mengatur atau mengelola sistem prasarana
transportasi yang dibutuhkan.
Sistem prasarana transportasi mempunyai dua peranan utama yaitu;
1. Sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di daerah perkotaan;
2. Sebagai prasarana bagi pergerakan manusia dan/atau barang yang timbul akibat
adanya kegiatan di daerah perkotaan.
2.9.1. Transportasi Laut
Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 1999 tentang Angkutan Perairan,
menyebutkan angkutan laut adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal
untuk mengangkut penumpang, barang dan/atau hewan dalam satu perjalanan atau
lebih dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain yang diselenggarakan oleh perusahaan
angkutan laut.
56
Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. 15 tahun 1997 tentang Sistem
Transportasi Nasional, mengatakan bahwa jaringan transportasi laut sebagai salah satu
bagian dari jaringan moda transportasi air mempunyai perbedaan karakteristik
dibandingkan moda transportasi lain yaitu mengangkut penumpang dan barang dalam
jumlah besar dan jarak jauh antar pulau maupun antar negara.
Pelayanan
Pelayanan intra dan antar moda transportasi laut penumpang secara nasional dan
regional relatif belum terpadu. Pelayanan perpindahan moda transportasi laut hanya
dapat dilakukan dengan moda transportasi jalan terutama dengan transportasi
perkotaan. Namun demikian beberapa pelabuhan utama telah menyediakan pelayanan
perpindahan moda jalan untuk transportasi antar kota.
Jaringan Pelayanan
Jaringan pelayanan transportasi laut berupa trayek dibedakan menurut kegiatan dan
sifat pelayanannya.Berdasarkan kegiatannya, jaringan transportasi laut terdiri dari
jaringan trayek transportasi laut dalam negeri dan jaringan trayek transportasi luar
negeri. Selanjutnya jaringan trayek transportasi laut dalam negeri terdiri dari:
a. Jaringan trayek transportasi laut utama yang menghubungkan antar pelabuhan yang
berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi;
b. Jaringan trayek transportasi laut pengumpan yaitu yang menghubungkan pelabuhan
yang berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi dengan pelabuhan yang
berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi. Di samping itu, trayek ini juga
menghubungkan pelabuhan-pelabuhan yang bukan berfungsi sebagai pusat
akumulasi dan distribusi.
Jaringan Prasarana
Jaringan prasarana transportasi laut terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan laut
dan ruang lalu lintas yang berwujud alur pelayaran.Pelabuhan laut dibedakan
berdasarkan peran, fungsi dan klasifikasi serta jenis. Berdasarkan jenisnya pelabuhan
dibedakan atas:
57
a. Pelabuhan umum yang digunakan untuk melayani kepentingan umum perdagangan
luar negeri dan dalam negeri sesuai ketetapan pemerintah dan mempunyai fasilitas
karantina, imigrasi dan bea cukai.
b. Pelabuhan khusus yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri guna
menunjang kegiatan tertentu.
2.10. Kajian Terdahulu
Wael (2006) melakukan kajian tentang Peranan Sistem Transportasi Terhadap
Pola Interaksi Spasial dan Dampak Terhadap Aspek Sosial Dan Ekonomi Antar
Wilayah di Kabupaten Buru. Hasil kajiannya menyebutkan bahwa pola aliran kapal
secara umum dipengaruhi secara negatif oleh jumlah penduduk di daerah asal (Pulau
Buru Bagian Selatan) dan jumlah penduduk di daerah tujuan (Kota Kabupaten). Hal
ini mencerminkan bahwa kekuatan daya dorong di daerah asal dan daya tarik di daerah
tujuan atau sebaliknya, belum mampu dijadikan sebagai faktor penentu untuk
meningkatkan sistem transportasi laut internal di Kabupaten Buru dengan baik, dalam
meningkatkan pertumbuhan dan keterkaitan sistem perekonomian wilayah. Fenomena
ini bila dikaitkan dengan kondisi lapangan, ternyata masyarakat di daerah asal lebih
memilih untuk melakukan perjalanan ke Ambon, Bau – bau dan Sanana untuk
membawa hasil komoditas perkebunan seperti, kopra, cengkeh dan lain – lain yang
dapat dipasarkan di daerah tujuan dan sekaligus mengkonsumsi kebutuhan dasar yang
dapat diangkut ke daerah asalnya. Kondisi ini terjadi karena adanya sistem transportasi
laut di daerah asal ke daerah lain yang lebih efisien, tarif angkutan penumpang dan
barang terjangkau, dan juga ditunjang oleh daya beli pasar tujuan lebih dominan. Bila
dibandingkan ke daerah tujuan (Kota Kabupaten) karena dipengaruhi oleh kendala
spasial (tarif angkutan penumpang dan tarif angkutan barang) terhadap pola aliran
kapal adalah negatif. Pengaruh peningkatan kendala spasial terhadap penurunan aliran
kendaraan adalah cukup elastis atau jika ada peningkatan kendala spasial maka akan
mengakibatkan aliran kapal dari daerah asal ke daerah tujuan menurun secara drastis.
Firman (2007) melakukan penelitian tentang dampak sektor transportasi
terhadap sektor pertanian dan peternakan dengan menggunakan model Input-Output
58
(I-O). Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa keberadaan sektor transportasi sangat
menunjang sektor – sektor lainnya dalam mendistribusikan barang dan jasa.
Khususnya sektor pertanian dan peternakan merupakan sektor yang menjadi salah satu
sektor yang dapat memanfaatkan output sektor transportasi dalam mendistribusikan
barang dan jasa.
59
Download