perilaku seks penderita hiv/aids di klinik vct bkpm wilayah semarang

advertisement
PERILAKU SEKS PENDERITA HIV/AIDS DI KLINIK VCT
BKPM WILAYAH SEMARANG
ARTIKEL
OLEH
NARSIJO TRINDADE
NIM : 010214A056
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
2016
HALAMAN PENGESAHAN ARTIKEL
Artikel dengan Judul “Perilaku Seks Penderia HIV/AIDS di Klinik VCT BKPM
Wilayah Semarang” yang disusun oleh:
Nama
: Narsijo Trindade
Nim
: 010214A056
Program Studi
: Keperawatan
Telah disetujui untuk di publikasikan oleh pembimbing Skripsi Program Studi
Keperawatan.
Ungaran, 18 Februari 2016
Mengetahui Pembimbing
Eko Susilo, S.Kep., Ns., M.Kep
NIDN: 0627097501
PERILAKU SEKS PENDERITA HIV/AIDS DI KLINIK VCT BKPM WILAYAH
SEMARANG
Narsijo Trindade*), Eko Susilo, S.Kep., Ns., M.Kep**),
Luvi Dian Afriyani, S. Si.T., M.Kes**)
*) Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
**) Dosen STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu penyakit menular yang
diakibatkan oleh virus HIV (Human Immunodeficienci Virus). HIV/AIDS menjadi salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian serius. Hal ini karena jumlah
kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya meningkat secara signifikan. Temuan kasus
HIV/AIDS di Provinsi Jawa Tengah, sejak tahun 1993-2014 tercatat 9,393 kasus. Dengan
peringkat pertama kota Semarang dengan jumlah kasus tercatat 1.409 kasus. Salah satu faktor
paling utama penularannya adalah perilaku seksual. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui perilaku seks penderita HIV/AIDS di Klinik VCT BKPM Wilayah Semarang.
Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis
pada 5 informan ODHA. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku seks ODHA dalam mencari pasangan
berkencan yaitu inisiatif sendiri mengajak teman lewat pesan singkat. Melakukan hubungan
seks di kos-kosan dan hotel-hotel yang tersedia di lokalisasi dengan frequensi 1-2 bulan
sekali, dalam berhubungan seks rata-rata tidak menggunakan kondom. Mereka melakukan
hubungan seks tanpa rasa perduli terhadap orang lain yang tidak terinfeksi HIV/AIDS, dan
mempunyai anggapan bahwa jika melakukan hubungan seksual dengan wanita lain virus
HIV/AIDS akan keluar dan mereka bisa sembuh.
Berdasarkan hasil penelitian perlu adanya perhatian khusus bagi ODHA dalam
kehidupan sehari-hari terlebih dalam mencegah penularan HIV/AIDS.
Kata Kunci
Daftar Pustaka
: HIV/AIDS, Perilaku Seks
: 21 Pustaka (2001-2014)
ABSTRACT
Sexual Behavior of People With HIV/AIDS at BKPM VCT Clinic Semarang
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) is an infectious disease caused by
HIV (Human Immunodeficienci Virus). HIV/AIDS became a public health problem that
needs serious attention. This is because the number of AIDS cases reported increased
significantly. The findings of HIV/AIDS cases in Central Java province, 9.393 cases were
reported during 1993-2014. With the first rank of Semarang as many as 1409 cases. One of
the important factors of transmission is sexual behavior. The purpose of this research in to
know Sexual Behavior of People With HIV/AIDS at BKPM VCT Clinic Semarang.
This study was a qualitative research with a phenomenological approach on 5
informants. Data was collected by in-dept interviews.
The result show that the sexual behavior of people living with HIV in finding a
dating partner is on the their own initiative to invite friends via SMS. They have sex in
boarding houses and hotels which are available in the localization with frequency 1-2 months,
Perilaku Seks Penderita HIV/AIDS Di Klinik VCT BKPM Wilayah Semarang
1
the average sex do not use condoms. They have sex without a sense of care for others who
are not infected with HIV/AIDS and have the presumption that if sexual relations with other
women virus HIV/AIDS will come out and they can recover.
According to the research the need for special attention for people living with HIV
in everyday life especially in preventing the transmission of HIV/AIDS.
Key Words
Reverences
: HIV/AIDS, Sexual Behavior
: 21 Reverences (2001-2014)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aquired
Immune
Deficiency
Syndrome (AIDS) adalah suatu penyakit
menular yang diakibatkan oleh virus HIV
(Human Immunodeficienci Virus) (WHO,
2000). Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS)telah menjadi pandemi
global. Sejak kasus pertama dilaporkan di
Amerika Serikat pada tahun 1981,
penyebaran AIDS meningkat pesat. Di Asia
terdapat 4,9 juta orang yang terinfeksi HIV
(Rencana Aksi Nasional, 2010).
HIV/AIDS menjadi salah satu
masalah kesehatan masyarakat
yang
memerlukan perhatian serius. Hal ini karena
jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap
tahunnya meningkat secara signifikan. Di
seluruh dunia pada tahun 2013 ada 35 juta
orang hidup dengan HIV yang meliputi 16
juta perempuan dan 3,2 juta anak berusia
<15 tahun. Jumlah infeksi baru HIV pada
tahun 2013 sebesar 2,1 juta yang terdiri dari
1,9 juta dewasa dan 240.000 anak berusia
<15 tahun. Jumlah kematian akibat AIDS
sebanyak 1,5 juta yang terdiri dari 1,3 juta
dewasa dan 190.000 anak berusia <14 tahun.
Di Indonesia, HIV/AIDS pertama
kali ditemukan di propinsi Bali pada tahun
1987. Hingga saat ini HIV/AIDS sudah
menyebar di 386 kabupaten/kota di seluruh
provinsi di Indonesia. Berbagai upaya
penanggulangan sudah dilakukan oleh
Pemerintah bekerjasama dengan berbagai
lembaga di dalam negeri dan luar negeri
(Infodatin Kemenkes RI, 2014).
Adanya kecenderungan peningkatan
jumlah kasus HIV dari tahun ke tahun sejak
pertama kali dilaporkan (tahun 1987).
Jumlah kumulatif penderita HIV dari tahun
1987 sampai September 2014 sebanyak
150.296 orang, sedangkan total kumulatif
kasus AIDS sebanyak 55.799 orang
(Infodatin Kemenkes RI, 2014).
Jawa Tengah termasuk Provinsi yang
memiliki Penularan HIV/AIDS yang tinggi.
Pada tahun 2014 menempati peringkat ke-6
secara nasional dengan 9032 kasus HIV dan
3767 kasus (Ditjen PP & PL Depkes RI,
2014). Temuan kasus HIV/AIDS di Provinsi
Jawa Tengah, Sejak Tahun 1993-2014
tercatat 9,393 kasus. Kasus tersebut terdiri
atas HIV 5.087 kasus, AIDS 4.306 kasus dan
978 meninggal. Kasus tertinggi HIV/AIDS
di jawa tengah, yakni Kota Semarang
mencapai 1.409 kasus, Kota Surakarta 636
kasus, Banyumas 584 kasus, Pati 510 kasus
dan paling rendah di Kota Rembang 180
kasus. Persentasi pada laki-laki 38,6%
sedangkan Perempuan 61,4% (KPA, 2014).
Menurut
pemaparan
sekretaris
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)
Provinsi Jawa Tengah, Semarang adalah
penyumbang angka HIV/AIDS terbesar di
Jawa Tengah mulai 1993 sampai September
2014. Data orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) yang sudah terdaftar sampai 1409
orang.Menurut data PKBI, secara nasional,
sebanyak
4.472
orang
terinveksi
HIV/AIDS.Dari jumlah itu, 20% atau 437
orang di antaranya merupakan remaja yang
tinggal di Jawa Tengah mengidap HIV/AIDS
sebanyak
70%
remaja
di
Kota
Semarang.Untuk jumlah kasusnya, mulai
Oktober–Desember 2013, telah di temukan
437 kasus di Semarang.Peningkatan jumlah
kasus HIV/AIDS di Semarang akibat
penularan
utamanya
di
kalangan
remaja.Jumlah yang lebih tinggi dipengaruhi
Perilaku Seks Penderita HIV/AIDS Di Klinik VCT BKPM Wilayah Semarang
2
perilaku seks bebas di kalangan muda ratarata berusia 15-20 tahun.Sedangkan, 20% di
antaranya karena penggunaan obat-obatan
terlarang. Dengan estimasi 70% di
Semarang, hampir setiap bulan terhitung
antara 14-15 remaja di kota Semarang positif
terinfeksi virus menular dan mematikan.
Infeksi HIV paling banyak terjadi
pada kelompok usia produktif 25-49 tahun,
diikuti kelompok usia 20-24 tahun.
Sedangkan berdasarkan jenis kelamin
memiliki pola yang hampir sama dalam 7
tahun terahir yaitu lebih banyak terjadi pada
kelompok laki-laki dibandingkan kelompok
perempuan. Berdasarkan faktor resiko
infeksi HIV dominan terjadi pada
heteroseksual, diikuti kelompok “lain-lain”,
pengguna napza suntik (penasun) dan
kelompok “lelaki berhubungan seks dengan
lelaki”(LSL) (Infodatin Kemenkes RI, 2014).
Program penanggulangan AIDS di
Indonesia mempunyai 4 pilar, yang
semuanya menuju paradigma Zero new
infection, Zero AIDS-related death dan Zero
Discrimination.Salah satu pilarnya adalah
perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP);
yang meliputi penguatan dan pengembangan
layanan
kesehatan,
pencegahan
dan
pengobatan infeksi oportunistik, pengobatan
antiretroviral dan dukungan serta pendidikan
dan pelatihan bagi ODHA. Program PDP
terutama ditujukan untuk menurunkan angka
kesakitan dan rawat inap, angka kematian
yang berhubungan dengan AIDS, dan
meningkatkan kualitas orang terinfeksi HIV
(berbagai stadium). Pencapaian tujuan
tersebut dapat dilakukan antara lain dengan
pemberian terapi antiretroviral (Kemenkes,
2012).
Sebuah sesi mengenai „Pencegahan
Positif‟
memperkenalkan dua
survei
mengenai perilaku seksual di antara ODHA
dari belahan dunia Selatan dan Utara, dan
juga dua model intervensi yang sangat
berbeda. Survei perilaku pertama (Shuper)
adalah terhadap laki-laki dan perempuan
HIV positif di distrik Umyungundlovu di
provinsi KwaZulu Natal di Afrika Selatan,
wilayah dengan prevalensi HIV di antara
yang tertinggi di dunia – 44,4% populasi
dewasa. Sebuah survei dikoordinasikan oleh
Universitas Toronto melakukan angket
dibantu komputer yang rahasia di antara 101
perempuan dan 101 laki-laki, semua dengan
HIV dan memakai terapi antiretroviral
(ART). Penelitian tersebut menemukan
bahwa satu dari tiga pasien melakukan
hubungan seks tanpa kondom dalam empat
minggu sebelumnya dan satu dari enam
dengan pasangan yang mungkin tidak
terinfeksi HIV. Penemuan penelitian yang
paling menonjol adalah eratnya kaitan antara
hubungan seks tanpa kondom di antara
perempuan HIV positif dengan kerentanan
sosial. Walau perempuan itu kurang aktif
secara seksual dibandingkan laki-laki (38%
pernah melakukan hubungan seks dalam
empat minggu sebelumnya dibandingkan
52% laki-laki), perempuan lebih banyak
melakukan hubungan seks tanpa kondom
(40% banding 27%), walau hal ini tidak
lebih mungkin dengan pasangan tidak
terinfeksi HIV (http://spiritia.or.id/GusCairns,aidsmap.com).
Hasil penelitian Dewi Purnawati
(2011) di kabupaten Karawang menunjukkan
perilaku pencegahan HIV masih rendah.
Hasil penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa penggunaan kondom saat bertransaksi
seksual masih didasarkan pada kesepakatan
dengan pelanggan. Penelitian serupa juga di
lakukan oleh Winarsih (2013) di kota
Surakarta. Hasil penelitian mengatakan
bahwa komunitas gay Surakarta sudah
mengetahui apa itu HIV/AIDS dan
bahayanya.
Dan
mereka
mengambil
keputusan
bahwa
setiap
melakukan
hubungan seksual selalu menggunakan
kondom sebagai alat pengaman dari
tertularnya HIV/AIDS. Dari kedua hasil
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
masih ada peluang untuk menularkan
HIV/AIDS ke orang lain.
Studi pendahuluan yang dilakukan
peneliti pada tanggal 3 Desember 2015 pada
2 orang penderita HIV/AIDS/ODHA di
Klinik VCT BKPM Wilayah Semarang, di
ketahui bahwa Saudara S (Samaran) berkata
“mas saya sekarang terinfeksi HIV dan sisa
hidup saya berusaha untuk tetap bertahan
Perilaku Seks Penderita HIV/AIDS Di Klinik VCT BKPM Wilayah Semarang
3
dengan penyakit ini saya sendiri yang
mengalami dan orang lain jangan mengalami
yang seperti saya alami ini”, dan Tuan B
(Samaran) “saya masih sering melakukan
hubungan seks dan untuk memenuhi
kebutuhan ini, saya biasa pergi ke lokalisasi,
saat berhubungan seks saya sering tidak
menggunakan kondom”.
Berdasarkan fenomena diatas penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“PERILAKU
SEKS
PENDERITA
HIV/AIDS DI KLINIK VCT BKPM
WILAYAH SEMARANG“.
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perilaku seks
penderitaHIV/AIDS di Klinik VCT
BKPM Wilayah Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui perilaku seks
penderita HIV/AIDS dalam mencari
pasangan kencan.
b. Untuk mengetahui perilaku seks
penderita
HIV/AIDS
dalam
mencaripasangan kencan baik orang
terdekat ataupun orang tak dikenal,
c. Untuk mengetahui perilaku seks
penderita HIV/AIDS dalam mencari
tempat untuk berkencan,
d. Untuk mengetahui perilaku seks
penderita HIV/AIDS dalam frekuensi
berkencan,
e. Untuk mengetahui perilaku seks
penderita
HIV/AIDS
dalam
melakukan seks dengan aman atau
tidak.
Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Penelitian dapat berguna bagi
peneliti, untuk mengetahui sejauh mana
perilaku seks penderitaHIV/AIDS di
Klinik VCT BKPM Wilayah Semarang.
2. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian dapat bermanfaat
sebagai bahan referensi mengenai
perilaku seks penderita HIV/AIDS di
Klinik VCT BKPM Wilayah Semarang,
serta
menjadi
dasar
untuk
mengembangkan teori yang sudah ada.
3. Bagi Kantor BKPM Wilayah Semarang
Hasil penelitian dapat bermanfaat
sebagai masukan bagi Kantor BKPM
WilayahSemarangtentang perilaku seks
penderita HIV/AIDS di Klinik VCT
BKPM Wilayah Semarang.
4. Bagi masyarakat
Memberikan informasi kepada
masyarakat, terutama bagi ODHA dan
keluarga ODHA tentang pentingnya
mengetahui perilaku seks penderita
HIV/AIDS di Klinik VCT BKPM
WilayahSemarangdalam
pencegahan
HIV/AIDS.
Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan pendekatan fenomenologis. Yaitu
untuk mengetahui Perilaku Seks Penderita
HIV/AIDS di Klinik VCT BKPM Wilayah
Semarang. Subyek dalam penelitian ini
adalah penderita HIV/AIDS yang rutin
mengambil obat ARV (Anti Retroviral)
setiap bulan. Informan dalam penelitian ini
berjumlah 5 informan utama yaitu penderita
HIV/AIDS, dan 5 informan triangulasi yaitu
teman-teman informan dan 1 informan key
yaitu ketua KDS (Kelompok Dukungan
Sebaya) Klinik VCT BKPM Wilayah
Semarang. Penelitian ini dilakukan pada
tanggal 11 januari 2016 sampai 16 januari
2016 di Klinik VCT BKPM Wilayah
Semarang Propinsi Jawa Tengah. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara
mendalam.
menggunakan
pedoman
wawancara
semistructure.
sampling yang digunakan yaitu purposive
sampling (dengan pertimbangan tertentu).
Namun, jumlah informan kunci dapat
bertambah dan dapat dihentikan apabila tidak
ditemukan lagi
informasi
tambahan.
Keseluruhan analisis hasil wawancara,
diringkas dalam format yang dibuat menurut
perspektif
peneliti.
Pengolahan
data
dilakukan secara deskriptif isi (contents
Perilaku Seks Penderita HIV/AIDS Di Klinik VCT BKPM Wilayah Semarang
4
analysis). Hasil wawancara dikelompokan
dan dibuat tabel, selanjutnya dilaporkan atau
diverifikasi dan disajikan dalam gambaran
deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berikut adalah karakteristik dari
informan yaitu ditunjukkan pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4.1 Karakteristik Informan
No.
1
2
3
No.
Informan
(nama,umur,jk)
AA/25/L
AB/27/L
AC/24/L
Triangulasi
(nama,umur,jk)
BB/22/P
BC/24/L
BD/23/P
Informan
(nama,umur,jk)
Triangulasi
(nama,umur,jk)
4 AD/25/L
BE/23/L
5 AE/26/L
BF/26/L
6
CC/28/L
(Sumber: Hasil penelitian 2016)
Wawancara mendalam dilakukan
terhadap 5 informan yang diberi inisial huruf
abjad seperti pada tabel di atas yaitu
penderita HIV/AIDS di klinik VCT yang
semua berjenis kelamin laki-laki, 5 informan
triangulasi yaitu teman dekat, kenalan dan 1
informan key yaitu ketua KDS yang juga
adalah penderita HIV/AIDS yang berjenis
kelamin laki-laki. Semua informan rata-rata
memiliki usia produktif yaitu 24,8 tahun dan
yang memiliki usia termudah yaitu 22 tahun
dan memiliki usia tertua yaitu 28 tahun. Dan
semua informan memiliki status yang sama
yaitu belum menikah, dan beralamatkan
disekitar kota Semarang.
Untuk mengetahui perilaku seks
penderita
HIV/AIDS,
peneliti
mengumpulkan data melalui wawancara
mendalam (indepth interview) dan melalui
panduan wawancara.
Pembahasan
A. Cara Informan Mencari Pasangan
Berkencan
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan di Klinik VCT HIV/AIDS
BKPM Wilayah Semarang pada dasarnya
semua informan mempunyai perilaku
mencari pasangan sendiri-sendiri AA
mengatakan mencari pasangan kencan
dengan mengajak teman dekat, AB
mengatakan mengajak teman untuk
sama-sama pergi ke sunan kuning, AC
mengatakan mengajak teman sendiri, AD
mengatakan inisiatif sendiri mengajak
teman cari ke kota lama dan AE
mengatakan janjian sama teman lewat
pesan singkat lalu berangkat ke
bandungan. Berdasarkan hasil penelitian
di atas menunjukkan bahwa cara
informan mencari pasangan berkencan
yaitu dengan teman dekat melalui pesan
singkat dan inisiatif sendiri mencari PSK
di lokalisasi.
Menurut Notoatmodjo (2014)
perilaku adalah segala bentuk kegiatan
maupun aktifitas manusia, baik yang
dapat diamati langsung maupun tidak
dapat diamati secara langsung. Dan
Sarlito (2001) mengatakan perilaku
seksual adalah segalah tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual, baik
dengan lawan jenisnya maupun dengan
sesama jenisnya.
B. Pasangan Informan
Hasil penelitian menunjukan
bahwa dua informan yaitu AA dan AC
melakukan hubungan seksual dengan
teman dekat dan kenalan mereka, dan
tiga orang informan yaitu AB, AD dan
AE mengatakan mereka melakukan
hubungan seksual dengan PSK yang
sudah menjadi langganan tetap dan juga
PSK lain yang mereka belum kenal
apabila disaat berkunjung langganan
mereka sedang melayani tamu yang lain.
Berdasarkan
penelitian
di
atas
menunjukkan bahwa informan dalam
melakukan hubungan seks dengan teman
dan PSK di lokalisasi secara bergantiganti pasangan waktu mereka berkunjung
ke lokalisasi.
Perilaku Seks Penderita HIV/AIDS Di Klinik VCT BKPM Wilayah Semarang
5
Thomas dan Znaniecki (1920)
yang di kutip Wawan A dan Dewi M
(2010) menegaskan bahwa sikap adalah
predisposisi untuk melakukan atau tidak
melakukan suatu perilaku tertentu, yang
salah satu komponen afektif/emosional
yang merupakan komponen yang
berhubungan dengan rasa senang atau
tidak terhadap objek sikap. Hal ini
sejalan dengan sikap informan yang
memilih pasangan berkencan dengan
teman dekat dan kenalan karena rasa
senang. Dan memilih PSK karena disana
bebas melakukan apa saja yang penting
mereka bayar dan mereka bisa dilayani.
C. Frequensi Berkencan
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui AA mengatakan kalau lagi
butuh hubungan seks, AB mengatakan
sebulan satu kali, AC mengatakan sekali
atau dua kali sebulan, AD mengatakan
dua bulan sekali, AE mengatakan sehari
bisa dua kali. Dari ke 5 informan di atas
diketahui rata-rata semua informan
mempunyai frequensi berkencan yang
sama yaitu sebulan satu sampai dua kali.
Berdasarkan
penelitian
di
atas
menunjukkan bahwa rata-rata informan
melakukan hubungan seks 1-2 kali dalam
kurung waktu sebulan, ini karena ratarata informan terus melakukan hubungan
seksual karena dorongan dan kebutuhan
seksual.
Menurut Sigmund Freud yang di
kutip oleh (Sarlito, 2013), energi seksual
berkaitan erat dengan kematangan fisik,
sedangkan menurut Anna Freud juga
dikutip oleh (Sarlito, 2013) fokus utama
dari energi seksual adalah perasaanperasaan di sekitar alat kelamin, objekobjek seksual dan tujuan-tujuan seksual.
Hal ini seiring dengan hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa rata-rata
informan terus melakukan hubungan seks
1-2 kali dalam kurung waktu sebulan
karena dorongan dan kebutuhan seksual.
D. Tempat Berkencan
Berdasarkan penelitian diketahui
bahwa tiga informan yaitu AB
melakukan hubungan seksual di sunan
kuning AD mengatakan melakukan
hubungan seksual di kota lama, dan AE
mengatakan
melakukan
hubungan
seksual di tempat lokalisasi bandungan,
ini dibuktikan adanya tiga informan
triangulasi yaitu BC, BE dan BF yang
sama-sama mengatakan biasanya pergi
ke tempat-tempat lokalisasi tersebut.
Ketiga tempat ini merupakan pusat
lokalisasi terbesar yang berada di sekitar
kota Semarang bebas dan bisa dijangkau
oleh siapa saja yang ingin melakukan
hubungan seksual di tempat-tempat
tersebut. Hal ini sesuai dengan teori
Notoatmodjo yaitu salah satu faktor
pendukung perubahan perilaku yaitu
ketersediaan sarana dan prasarana.
Notoatmodjo (2014) mengatakan
faktor pendukung merupakan faktor
pemungkin ini bisa sekaligus menjadi
penghambat atau mempermudah niat
suatu perubahan perilaku. Faktor
pendukung mencakup ketersedian sarana
dan prasarana atau fasilitas. Sarana dan
fasilitas ini pada hakekatnya mendukung
atau memungkinkan terwujudnya suatu
perilaku.
E. Perilaku Seks
Berdasarkan
penelitian
didapatkan informan yang melakukan
aktivitas seksual bersama teman dan
kenalannya
mengatakan
jarang
menggunakan kondom setiap melakukan
aktivitas seksual, dan juga didapatkan
data mereka yang berkecimpung
dilokalisasi juga bisa dinegosiasi untuk
tidak menggunakan kondom. Hal ini
sesuai dengan penelitian Dewi Purnawati
(2013) yaitu perilaku pencegahan
HIV/AIDS masih sangat rendah dimana
penggunaaan kondom saat bertransaksi
seksual
masih
didasarkan
pada
kesepakatan
dengan
pelanggan.
Pernyataan ini memungkinkan ditularkan
virus HIV/AIDS melalui transaksi
seksual sangatlah mudah dimana saat
Perilaku Seks Penderita HIV/AIDS Di Klinik VCT BKPM Wilayah Semarang
6
melakukan hubungan seks masih ada
penawaran untuk tidak memakai
pengaman (kondom) sebagai akibat
terjadilah hubungan seks yang tidak
aman yang merupakan faktor resiko
terjadinya penularan HIV/AIDS.
Mathers dan Loncar (2006)
mengatakan partner seks yang banyak
dan tidak memakai kondom dalam
melakukan aktivitas seksual yang
beresiko juga merupakan faktor perilaku
seksual yang memudahkan penularan
HIV/AIDS.
Notoatmodjo
(2014)
juga
mengatakan bahwa ranah utama perilaku
manusia adalah kognitif, emosi yang
bentuk
operasionalnya
adalah
pengetahuan, sikap dan tindakan.
Berdasarkan penelitian di atas
diketahui bahwa informan memiliki
pengetahuan yang cukup dimana mereka
sadar untuk berkunjung dan melakukan
kegiatan KDS (kelompok dukungan
sebaya) di klinik VCT BKPM Wilayah
Semarang, dan mereka juga tahu bahwa
HIV/AIDS dapat ditularkan ke siapa saja
dan kapan saja. Tetapi disisi lain
dorongan seksual dari individu yang
bersangkutan yang membuat mereka
menyalurkan hasrat seksual kepada teman
dekat, kenalan dan PSK di tempat
lokalisasi
informan tidak menggunakan pengaman/
kondom saat melakukan hubungan seks.
Saran
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini menambah banyak
wawasan serta pengalaman berharga
dalam
meningkatkan
pengetahuan
tentang perilaku seks oleh ODHA.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi
institusi
pendidikan
memperbanyak
referensi
yang
berhubungan dengan penelitian.
3. Bagi Kantor Wilayah BKPM Semarang
Meningkatkan
kegiatan
positif
kepada para ODHA sehingga mereka
terlibat langsung dalam mencegah
penularan HIV/AIDS.
4. Bagi Masyarakat
Meningkatan informasi terutama
bagi ODHA tentang pentingnya tetap
menjaga
meningkatnya
penularan
HIV/AIDS dari dalam diri sendiri
sehingga
dengan
begitu
sudah
mengurangi
dampak
peningkatan
penularan HIV/AIDS khususnya di kota
Semarang ini.
5. Saran Bagi Peneliti Lain
Bisa menggali aktivitas apa saja
yang dilakukan oleh ODHA dalam
kehidupannya sehari-hari khususnya
dalam penularan HIV/AIDS kepada
orang lain.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Cara informan mencari pasangan kencan
yaitu dengan mengajak teman dekat
dengan inisiatif sendiri menggunakan
telepon genggam.
2. Pasangan seks informan yaitu dengan
teman dekat dan dengan PSK secara
berganti-ganti di lokalisasi.
3. Tempat untuk informan berkencan yaitu
di kos-kosan dan di hotel-hotel yang
tersedia di area lokalisasi.
4. Frekuensi informan berkencan yaitu 1
sampai 3 kali sebulan.
5. Perilaku seks penderita HIV/AIDS dalam
melakukan hubungan seks yaitu rata-rata
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku:
Patofisiologi.
Terjemahan:
Nike. Jakarta: EGC.
Dewi,
Purnawati.
2013.
Perilaku
Pencegahan Penyakit Menular
Seksual di Kalangan Wanita
Pekerja Seksual Langsung.
(Karya Tulis Ilmiah). Badan
Pendidik Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan
Kharisma
Karawang.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
2010. Kondisi HIV&AIDS di
Perilaku Seks Penderita HIV/AIDS Di Klinik VCT BKPM Wilayah Semarang
7
Jawa Tengah 1993 S/D 31
Desember 2010. Semarang:
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah.
http://spiritia.or.idartbacaart.phpartno=1023
GusCairns,aidsmap.com5Agustus2
008 29.09.201518.30
Kementrian Kesehatan. 2012. Surveilens
Terpadu Biologis dan Perilaku
Pada
Kelompok
Beresiko
Tinggi di Indonesia. Jakarta:
Direktorat
Jenderal
Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan
Lingkungan
Kementrian Kesehatan RI.
. 2014. Surveilens Terpadu
Biologis dan Perilaku Pada
Kelompok Beresiko Tinggi di
Indonesia. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan
Kementrian Kesehatan RI.
. 2014. Situasi dan Analisis
HIV/AIDS. Jakarta: Pusat Data
dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI.
Komisi
Penanggulangan AIDS. 2010.
Strategi Dan Rencana Aksi
Nasional Penanggulangan HIV
dan AIDS Tahun 2010-2014.
Jakarta:
Komisi
Penanggulangan AIDS.
Mathers, C.D. and D. Loncar. Projections of
global mortality and burden of
disease from 2002 to 2030. Plos
Medicine. 2006. 3 (11): 20112030.
Moleong Lexy J. 2012. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
. 2012. Metodologi Penelitian
Kesehatan, Edisi revisi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan
Pendekatan
Praktis.
Jakarta:
Salemba
Medika
Nursalam. dan Ninuk D. Kurniawati. 2013.
Asuhan Keperawatan pada
Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.
Jakarta: Salemba Medika.
Saifuddin, Abdul Bari. 2003. Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kontrasepsi.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Smeltzer, Suzanne C. 2013. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8.
Jakarta: EGC.
Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta.
. 2011. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R
&D. Bandung: Alfabeta.
Sarlito W Sarwono, 2001, Psikologi Remaja.
Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Wawan A dan Dewi M. 2010. Teori &
Pengukuran
Pengetahuan,
Sikap, dan Perilaku Manusia.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Walgito Bimo. 2009. Pengantar Psikologi
Umum. Yogyakarta: ANDI
Winarsih. 2013. Perilaku Seksual Komunitas
Gay
Kaitannya
Dengan
HIV/AIDS. (Skripsi). Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas
Maret.
Perilaku Seks Penderita HIV/AIDS Di Klinik VCT BKPM Wilayah Semarang
8
Download