BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja perusahaan merupakan issue yang penting terutama di era globalisasi ini. Perusahaan dituntut untuk terus meningkatkan kinerjanya tidak hanya agar dapat mempertahankan kelangsungan usahanya, namun juga untuk dapat memenangkan persaingan bisnis yang semakin ketat. Kinerja perusahaan, terutama perusahaan yang telah go public, juga memiliki dampak terhadap perekonomian secara luas, dimana kinerja perusahaan yang baik akan mendorong pertumbuhan industri, meningkatkan produktivitas pasar modal, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Indikator yang seringkali digunakan untuk menilai kinerja perusahaan ialah tingkat pengembalian (return) terhadap pemilik dan nilai perusahaan. Pencapaian return yang tinggi dan peningkatan nilai perusahaan dapat terwujud jika ada kerja sama yang baik antara pemegang saham (prinsipal) dan manajemen (agen). Namun pada praktiknya, penyatuan kepentingan kedua pihak sulit dicapai sehingga timbul masalah yang dikenal sebagai masalah keagenan. Setidaknya terdapat dua sumber permasalahan keagenan: 1) jika prinsipal dan agen merupakan pemaksimal utilitas, maka agen tidak akan selalu mengambil keputusan yang memaksimalkan kepentingan prinsipal melainkan berusaha untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri; dan 2) adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen, dimana agen memiliki informasi lebih banyak dari prinsipal. Menurut Lauterbach & Vaninsky (1999), masalah keagenan ini melemahkan argumentasi umum bahwa perusahaan modern dengan 1 kepemilikan yang terbuka dapat lebih efisien. Kenyataannya, mungkin sekali timbul biaya monitoring dan bonding yang justru sangat besar. Untuk mengurangi masalah keagenan, ada beberapa mekanisme yang dapat diterapkan (Brealey, Myers, & Marcus, 2007). Pertama, menunjuk dewan komisaris sebagai perwakilan pemegang saham untuk mengangkat manajer perusahaan, mengawasi mereka, dan memecat mereka jika diperlukan. Kedua, memberikan remunerasi manajer sesuai dengan kinerja mereka. Ketiga, perusahaan dengan kinerja yang buruk akan diambil alih dan manajemen akan digantikan dengan tim yang baru. Mekanisme ini berfungsi hanya ketika ada transparansi yang memadai, sehingga pihak luar dapat menilai seberapa baik kinerja perusahaan. Sayangnya, manajer yang tidak jujur dapat mencari celah untuk menyembunyikan informasi yang sebenarnya dari investor. Pemegang saham juga dapat membuat kontrak dengan manajemen agar tercipta kesepakatan dimana masing-masing pihak dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Namun pembuatan kontrak yang lengkap sangatlah mahal, apabila bukan merupakan hal yang tidak mungkin, sehingga konflik pun tidak dapat diatasi secara menyeluruh (Fama & Jensen, 1983). Opsi yang terakhir yaitu membentuk mekanisme tata kelola perusahaan yang baik (corporate governanvce). Salah satu elemen kunci dari corporate governance ialah struktur kepemilikan perusahaan. Penelitian Morck, Shleifer & Vishny (1986) dan Lauterbach & Vaninsky (1999) membuktikan bahwa terdapat hubungan antara struktur kepemilikan saham biasa dan kinerja perusahaan. 2 Struktur kepemilikan dalam perusahaan mencakup dua aspek penting yaitu konsentrasi kepemilikan (ownership concentration) dan komposisi kepemilikan (ownership mix). Konsentrasi kepemilikan berhubungan dengan tingkat persebaran kepemilikan saham perusahaan. Semakin tinggi konsentrasi kepemilikan, semakin sedikit jumlah pemegang saham perusahaan, yang berarti penguasaan atau kendali terhadap perusahaan hanya dimiliki beberapa pihak saja. Sedangkan komposisi kepemilikan berkaitan dengan siapa saja pihak yang memegang saham perusahaan: negara, institusi, pihak asing, manajerial (komisaris, direksi, karyawan), atau individu. Masdupi (2005) mengemukakan bahwa meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen (insider ownership) dapat mengurangi masalah keagenan dan biaya keagenan. Perusahaan meningkatkan porsi kepemilikan manajerial untuk menyejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Pendapat tersebut konsisten dengan hasil penelitian McConnell & Servaes (1990) yang menemukan hubungan kuat antara Tobin’s Q dengan kepemilikan manajerial. Pada level kepemilikan yang rendah, kinerja perusahaan terpengaruh secara positif. Namun pada tingkat kepemilikan yang tinggi, hubungan tersebut menjadi negatif. Masdupi (2005) juga berpendapat bahwa meningkatkan kepemilikan saham oleh investor institusi (institutional investor) dapat mengurangi masalah keagenan. Investor institusi dapat berperan sebagai agen pengawasan terhadap manajemen. Brickley, Lease, & Smith (1988) membuktikan adanya peran pengawasan tersebut. Mereka menemukan bahwa investor institusi lebih aktif bersuara dalam amandemen anti pengambil-alihan dibandingkan pemegang saham lainnya. Investor institusi juga 3 lebih aktif dalam menentang proposal yang terlihat merugikan bagi pemegang saham. McConnell & Servaes (1990) dan Pound (1988) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara kepemilikan saham institusi dengan nilai perusahaan. Namun hasil yang berbeda diperoleh Demsetz & Lehn (1985) bahwa tidak ada hubungan antara struktur kepemilikan dengan kinerja perusahaan. Selain kepemilikan manajerial dan institusi, kepemilikan asing dan kepemilikan negara juga diduga memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Wei, Xie, & Zhang (2005) melakukan penelitian pada 5.284 sampel dan menyimpulkan bahwa kepemilikan asing memiliki hubungan positif signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan kepemilikan negara diketahui berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan. Penemuan ini dapat mengindikasikan bahwa kepemilikan asing juga berperan dalam pengawasan manajemen dan dapat memaksa manajemen untuk bertindak lebih konsisten dengan maksimalisasi nilai perusahaan, sedangkan peran pemerintah belum dapat maksimal dalam mengatasi masalah keagenan. Penggunaan hutang pun diduga dapat mengatasi masalah keagenan (Masdupi, 2005). Peningkatan proporsi hutang pada struktur modal mengurangi penggunaan saham sehingga meminimalisasi biaya keagenan ekuitas. Dengan penggunaan hutang, muncul agen pengawasan eksternal yakni kreditur sehingga manajemen dituntut untuk lebih disiplin terutama dalam pengalokasian free cash flow karena manajemen memiliki kewajiban untuk membayar kepada kreditur. Namun penggunaan hutang yang terlampau tinggi juga akan menimbulkan konflik keagenan antara pemegang saham dan kreditur sehingga akan memunculkan biaya keagenan hutang. 4 Penggunaan hutang dalam kebijakan pendanaan perusahaan memiliki peranan lain dalam pengaruhnya terhadap kinerja, selain kontribusinya dalam mengurangi masalah kegaenan. Terdapat teori bahwa penggunaan struktur modal yang optimal dapat meningkatkan nilai perusahaan. Penentuan titik optimal tersebut didasarkan pada trade-off antara keuntungan dari penggunaan hutang dan biaya penggunaan hutang (Myers, 1993). Pendanaan melalui hutang memberikan keuntungan bagi perusahaan berupa pengurangan pajak atas biaya bunga, namun proporsi hutang yang berlebihan akan menimbulkan biaya kebangkrutan. Manajer harus menemukan target struktur modal optimal agar dapat meminimalisasi biaya pendanaan, dengan demikian memaksimalkan pendapatan perusahaan (Zeitun & Tian, 2007). Selain itu teori pecking order yang dikemukakan oleh Myers & Majluf (1984) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara struktur modal dengan nilai perusahaan. Menurut teori ini, nilai perusahaan dapat terpengaruh secara positif jika hirarki struktur pendanaan diimplementasikan. Hirarki tersebut yakni menggunakan pendanaan melalui modal internal (retained earnings) ketika masih tersedia. Apabila modal internal tidak mencukupi, hutang menjadi opsi yang lebih diprioritaskan dibandingkan saham karena biaya transaksi penerbitan hutang lebih murah dan terdapat keuntungan pajak yang diperoleh. Alasan lainnya yaitu karena penerbitan saham akan menimbulkan kekhawatiran pada investor jika harga saham yang mereka miliki ternyata overpriced, sehingga seringkali penerbitan saham justru membuat harga saham yang beredar menurun. Ogbulu & Emeni (2012) memberikan bukti empiris atas teori pecking order dan teori trade-off tersebut. Penelitiannya terhadap 225 perusahaan yang terdaftar di Nigeria Stock Exchange menghasilkan kesimpulan bahwa komponen hutang jangka 5 panjang dalam struktur modal berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan komponen ekuitas memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Kesimpulan yang kedua konsisten dengan teori irelevansi struktur modal oleh Modigliani & Miller (1958) yang menyatakan bahwa modal saham tidak berhubungan dengan nilai perusahaan. Penelitian lain dilakukan oleh Zeitun & Tian (2007) dan ditemukan bahwa tingkat penggunaan hutang yang tinggi akan menurunkan kinerja perusahaan yang diukur dengan return on asset (ROA). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ogebe, Ogebe & Alawi (2013) bahwa struktur modal merupakan salah satu faktor yang menentukan kinerja perusahaan, dan pengunaan hutang dalam struktur modal berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Zeitun & Tian (2007) berpendapat bahwa determinan struktur modal juga secara tidak langsung mempengaruhi kinerja perusahaan. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap struktur modal yaitu ukuran perusahaan, tingkat pertumbuhan, struktur aset, dan risiko bisnis (Al-Najjar & Taylor, 2008). Zeitun & Tian (2007) menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan, tingkat pertumbuhan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, struktur aset berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja perusahaan, dan risiko berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Sektor manufaktur dipilih menjadi objek penelitian untuk menghindari perbedaan karakteristik antara perusahaan manufaktur dan non manufaktur. Sektor ini juga merupakan sektor dengan jumlah emiten terbesar pada Bursa Efek Indonesia sehingga kinerja perusahaan manufaktur akan berpengaruh signifikan terhadap 6 kinerja pasar modal. Adanya pergeseran preferensi penanaman modal baik dari domestik maupun asing dari sektor pertambangan menuju sektor manufaktur mengindikasikan bahwa sektor ini memiliki prospek yang baik, sehingga menjadikan sektor manufaktur semakin menarik untuk diteliti. Berdasarkan teori-teori dan penelitian-penelitian terdahulu yang telah disebutkan sebelumnya, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012)”. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kinerja perusahaan sektor manufaktur di Indonesia?” Secara lebih spesifik, pertanyaan penelitian tersebut dijabarkan sebagai berikut: 1. Apakah struktur kepemilikan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan manufaktur di Indonesia? 2. Apakah struktur modal berpengaruh terhadap kinerja perusahaan manufaktur di Indonesia? 3. Apakah karakteristik perusahaan lainnya berpengaruh terhadap kinerja perusahaan manufaktur di Indonesia? 7 1.3 Batasan Penelitian Penelitian ini berfokus pada faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kinerja perusahaan yaitu struktur kepemilikan, struktur modal, dan karakteristik perusahaan lainnya seperti ukuran perusahaan, tingkat pertumbuhan, struktur aset, dan risiko bisnis perusahaan. Untuk variabel struktur kepemilikan, baik komponen konsentrasi kepemilikan maupun komposisi kepemilikan akan digunakan. Objek dari penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan di sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010-2012. Pengukuran kinerja perusahaan pada penelitian ini menggunakan alat ukur akuntansi dan alat ukur kinerja pasar. Alat ukur akuntansi yang digunakan yaitu return on asset (ROA) dan economic value added (EVA). Sedangkan alat ukur kinerja pasar yang digunakan yaitu Tobin’s Q, alat ukur yang telah sering digunakan pada berbagai penelitian untuk mengukur nilai perusahaan. Penggunaan ROA sebagai proksi return perusahaan dikarenakan ROA dapat memberikan gambaran yang menyeluruh terkait return yang dihasilkan atas seluruh aset yang dimiliki perusahaan, sedangkan penggunaan EVA dikarenakan EVA merupakan alat ukur yang dapat menghitung return setelah seluruh biaya dikurangkan, termasuk biaya pendanaan. Penggunaan Tobin’s Q digunakan sebagai proksi nilai perusahaan dikarenakan Tobin’s Q dianggap mampu memberi gambaran secara menyeluruh, tidak hanya pada aspek fundamental tetapi juga sejauh mana pasar menilai perusahaan. 1.4 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disebutkan, penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai faktor-faktor apa saja yang 8 mempengaruhi kinerja perusahaan manufaktur di Indonesia. Secara lebih spesifik, tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh struktur kepemilikan terhadap kinerja perusahaan. 2. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh struktur modal terhadap kinerja perusahaan. 3. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh karakteristik perusahaan lainnya terhadap kinerja perusahaan. 1.5 Manfaat Penelitian a. Bagi perusahaan Hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam menentukan kebijakan terkait tata kelola perusahaan khususnya berdasarkan struktur kepemilikan, serta kebijakan pendanaan agar kinerja operasional serta nilai perusahaan dapat ditingkatkan. b. Bagi investor Penelitian ini dapat memberikan masukan kepada investor mengenai faktor-faktor apa saja yang menentukan kinerja perusahaan, sehingga akan membantu dalam penentuan investasinya. c. Bagi akademisi Penelitian ini dapat memberikan bukti empiris atas teori-teori yang sebelumnya telah dipelajari. Bagi akademisi yang tertarik untuk melakukan 9 penelitian di topik yang serupa, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam penelitiannya. d. Bagi pasar modal Sektor manufaktur merupakan sektor yang berkontribusi besar pada Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya, sehingga dapat terjadi peningkatan kapitalisasi pasar dan volume perdagangan di sektor manufaktur. 1.6 Sistematika Penulisan Bab I: Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang masalah dari penelitian, perumusan masalah yang akan diteliti, batasan penelitian, tujuan, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II: Tinjauan Pustaka Bab ini berisi landasan teori yang mendukung pengembangan hipotesis, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Bab III: Metode Penelitian Bab ini berisi desain penelitian yaitu meliputi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, serta prosedur analisis data. 10 Bab IV: Hasil dan Pembahasan Bab ini berisi deskripsi objek penelitian, statistik deskriptif variabel penelitian, hasil uji hipotesis model penelitian, dan interpretasi data. Bab V: Penutup Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan pada bab sebelumnya, keterbatasan penelitian, serta saran bagi penelitian berikutnya. 11