HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Daun dan Bunga Kitolod Penentuan kadar air ini bertujuan untuk mengetahui kandungan zat dalam tumbuhan sebagai persentase bahan kering dan mengetahui ketahanan suatu bahan dalam penyimpanan (Haryadi 1986). Kandungan air pada daun kering dan bunga segar kitolod dihilangkan dengan cara pemanasan fisik menggunakan oven. Air yang terikat secara fisik dapat dihilangkan dengan pemanasan pada suhu 100 0 C 105 0 C selama 3 jam (Haryadi 1986). Hasil analisis kadar air daun kitolod kering dan bunga kitolod segar ditunjukkan pada lampiran 6 da n gambar 5. kadar air 88,46 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 9,04 sampel daun kitolod kering bunga kitolod segar Gambar 5. Kadar air daun kitolod kering dan bunga kitolod segar Gambar 5 menunjukkan bahwa kandungan air dalam sampel daun kitolod kering dan bunga kitolod segar adalah sebesar 9,04% dan 88,46%, sedangkan dari penelitian Ismaylova (2008) diperoleh kadar air ekstrak seduhan daun kitolod 93,33% dan kadar air ekstrak refluks daun kitolod 88,68%. Perbedaan yang dihasilkan dari penelitian yang dilakukan dapat disebabkan karena perbedaan perlakuan yang telah dialami bahan. Pada penelitian ini daun kitolod yang digunakan adalah daun yang tua dan segar, selanjutnya daun kitolod dikeringkan di dalam oven pada suhu 60 0 C selama 3 jam, lalu ditentukan kadar airnya. Sedangkan pada penelitian Ismaylova (2008), daun kitolod yang digunakan adalah daun yang tua dan segar, tanpa dikeringkan terlebih dahulu. Nilai kadar air daun kitolod kering memiliki jumlah kadar air yang baik dan dapat disimpan dalam jangka waktu lama karena kurang dari 10%, sehingga dapat terhindar dari pencemaran bakteri dan jamur. Penelitian ini menggunakan daun kitolod kering dalam proses ekstraksi karena selain untuk mendapatkan rendemen yang lebih besar juga untuk menghindari kontaminasi oleh mikrob. Sedangkan nilai kadar air bunga kitolod segar yang diperoleh tergolong tinggi. Kadar air sampel yang bisa disimpan dalam jangka waktu agar terhindar dari pertumbuhan jamur dan bakteri adalah di bawah 10% (Winarno et al. 1973). Kadar air yang tinggi menyebabkan mikrob lebih mudah tumbuh oleh sebab itu sebaiknya sampel bunga kitolod harus segera digunakan. Ekstraksi Daun dan Bunga Kitolod Ekstraksi bertujuan untuk mengisolasi zat-zat yang terkandung dalam suatu bahan dengan bantuan pelarut tertentu. Sampel daun yang akan diekstrak berbentuk bubuk. Ini dapat meningkatkan efektifitas ekstraksi karena semakin kecil atau halus ukuran ba han yang digunaka n maka semakin luas bida ng ko ntak antara bahan dengan pelarutnya. Sedangkan sampel bunga yang aka n diekstrak berbentuk bunga segar yang di potong-potong kecil (Tuyet & Chuyen 2007). Hal ini didasarkan pada kebiasaan masyarakat yang sering menggunakan bunga kitolod dalam bentuk bunga segar sebagai obat konjungtivitis mata (Dalimarta 2008). Daun dan bunga kitolod diekstraksi dengan metode maserasi. Metode maserasi dipilih untuk pemisahan senyawa-senyawa aktif dalam daun dan bunga kitolod selain berdasarkan pada efektifitas, kepraktisan, keamanan, dan ekonomis dalam penggunaannya juga bertujuan untuk menghindari rusaknya senyawasenyawa aktif daun dan bunga kitolod yang tidak tahan dengan panas. Maserasi dilakuka n dengan merenda m serbuk da un dan bunga kitolod dalam pelarut selama 3 x 24 jam. Ekstrak berupa cairan yang diperoleh setelah penyaringan kemudian dievaporasi untuk menguapkan sisa pelarut yang digunakan sehingga diperoleh ekstrak padatan berupa serbuk. Pemekatan dilakukan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40 0 C untuk mencegah kemungkinan terjadinya kerusakan komponen bahan aktif yang terkandung di dalam ekstrak (Tuyet & Chuyen 2007). Pemilihan pelarut berdasarkan pada prinsip kelarutan like disolve like artinya senyawa polar hanya larut dalam pelarut polar dan begitu pula sebaliknya untuk senyawa-senyawa yang bersifat semi polar dan non polar. Menurut Harborne (2006) bahan segar dapat diekstraksi dengan alkohol absolut tetapi untuk bahan kering diekstraksi dengan menggunakan campuran alkohol dan air. Pelarut yang digunakan pada penelitian ini untuk maserasi adalah etanol 70% yang merupakan pelarut serba guna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan, memiliki sifat semi polaritasnya lebih tinggi dari pada akuades sehingga akan lebih banyak melarutkan komponen semi polar, pelarut yang mudah untuk melarutkan senyawa resin, lemak, minyak, asam lemak dan senyawa organik lainnya, dan merupakan pelarut yang sering digunakan untuk ekstraksi karena menghasilkan bahan aktif yang op timal serta kemungkinan jumlah pengotor yang ikut dalam larutan pengekstraksi sangat kecil (Somaatmadja 1981). Hasil rendemen ekstrak etanol daun dan bunga kitolod ditunjukkan pada lampiran 7 dan gambar 6. nilai rendemen (%) 14,03 16 14 12 10 8 6 4 2 0 11,55 sampel ekstrak etanol daun kitolod ekstrak etanol bunga kitolod Gambar 6. Nilai rendemen ekstrak etanol daun dan bunga kitolod Gambar 6. menunjukkan nilai rende men ekstrak yang diperoleh dengan menggunakan pelarut etanol 70% untuk daun dan bunga kitolod berturut-turut sebesar 14,03% dan 11,55%. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang terdapat dalam daun kitolod yang memiliki sifat semi polar lebih banyak dibandingkan dengan yang terkandung dalam bunga kitolod. Setelah nilai rendemen ekstrak etanol daun dan bunga kitolod didapat, kemudian masing- masing ekstrak etanol tersebut dilarutkan dalam akuades steril. Hal ini didasarkan pada kebiasaan masyarakat mengkonsumsi bahan herbal dengan cara melarutkannya de ngan akuades. Metode ini murah dan praktis sehingga dapat dilakukan oleh masyarakat umum. Analisis Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Dan Bunga Kitolod Analisis fitokimia merupakan uji penda huluan yang bersifat kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terdapat di dalam sampel. Analisis ini sangat berguna untuk menentukan golongan utama dari senyawa aktif ekstrak etanol daun da n bunga kitolod yang memiliki aktivitas antibakteri. Analisis tersebut meliputi uji alkaloid, steroid, flavonoid, terpenoid dan tanin. Semuanya tergolong metabolit sekunder. Pada dasarnya senyawasenyawa kimia tersebut bersifat toksik pada tumbuhan atau hewan. Pada sebahagian tumbuh-tumbuhan senyawa metabolik sekunder yang dihasilkan digunakan untuk mempertahankan diri dari musuh tetapi dalam dosis tertentu dapat digunakan untuk obat. Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun dan bunga kitolod ditunjukkan pada tabel 1. Tabe l 1. Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun dan bunga kitolod Uji Daun Kitolod Bunga Kitolod Alka loid + + Flavonoid + + Saponin + + Tanin + Steroid Triterpenoid - Berdasarkan hasil tersebut, ekstrak etanol daun kitolod mengandung alkaloid, flavonoid, dan saponin. Hasil uji tersebut sesuai denga n hasil uji fitokimia daun kitolod yang di lakukan oleh Ismaylova (2008) dan Dalimarta (2008). Sementara hasil uji fitokimia terhadap ekstrak etanol bunga kitolod menunjukkan kandungan alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin. Menurut Ramsewak (1999), senyawa fitokimia merupaka n senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman da n memiliki aktivitas fisiologis sehingga banyak digunakan dalam pengobatan dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Aktivitas antibakteri daun dan bunga kitolod diduga karena adanya senyawa fitokimia seperti alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin (Dalimarta 2008). Alkaloid merupakan zat yang mempunyai kecenderungan menghambat pertumbuhan bakteri, mengandung satu atau lebih atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan zat aktif dari tanaman yang berfungsi sebagai obat (Harborne 2006). Alkaloid dari tumbuhan telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri, diantaranya klausenalena bersifat antibakteri terhadap Bacillus subtilis, Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Ramsewak 1999). Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol da n umumnya terdapat dalam tumbuhan dalam bentuk aglikon maupun terikat pada gula sebagai glikosida (Middleton & Chitan 1994, diacu dalam Harborne 2006). Harborne (2006) menyatakan bahwa flavonoid memegang peranan penting dalam biokimia dan fisiologi tanaman, diantaranya berfungsi sebagai mengatur pertumbuhan, juga sebagai antioksidan dan antibakteri. Hal ini dikarenakan flavonoid memiliki spektrum aktivitas antibakteri yang luas dengan mengurangi kekebalan pada organisme sasaran (Naidu 2000). Saponin merupakan senyawa glikosida steroid atau triterpena yang ditemukan dalam tumbuhan dan zat yang dapat meningkatkan permeabilitas membran sehingga terjadi hemolisis sel (Ramstad 1959). Sedangkan tanin bekerja sebagai antibakteri dengan membentuk ikatan yang stabil dengan protein sehingga terjadi koagulasi protop lasma bakteri (Lor ian 1980). Berdasarkan hasil uji fitokimia yang terdapat pada tabel 1, diharapkan ekstrak etanol daun dan bunga kitolod memiliki aktivitas antibakteri yang penting untuk pengobatan penyakit konjungtivitis. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Bunga dan Daun Kitolod Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol bunga dan daun kitolod dengan menggunakan metode difusi agar bertujuan untuk mengetahui perbedaan daya antibakteri ekstrak etanol daun dan bunga kitolod. Bakteri yang digunakan adalah bakteri penyebab konjungtivitis yaitu Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa da n Streptococcus pneumonia. Hasil pengamatan dan pengukuran diameter zona be ning yang terbe ntuk disekitar kertas cakram menunjukkan bahwa daya hambat ekstrak etanol daun dan bunga kitolod bervariasi terhadap bakteri uji. Hasil pe ngukuran zona hambat ekstrak etanol daun dan bunga kitolod terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa da n Streptococcus pneumonia ditunjukkan pada lampiran 9 da n Gambar 7. 20 19,33 diameter zona hambat (mm) 15,66 15 10 5 0 0 0 0 0 ekstrak etanol daun kitolod Staphylococcus aureus ekstrak etanol bunga kitolod Streptococcus pneumonia Pseudomonas aeruginosa Gambar 7. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun dan bunga kitolod terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan Streptococcus pneumonia Gambar 7 menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun dan bunga kitolod memiliki aktivitas hambat bakteri yang terbesar pada Staphylococcus aureus berturut-turut sebesar 19,33 mm dan 15,66 mm, sedangkan pada Pseudomonas aeruginosa da n Streptococcus pneumonia tidak menunjukkan daya hambat sama seka li. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa ekstrak etanol daun dan bunga kitolod lebih sensitif terhadap bakteri Staphylococcus aureus dari pada Streptococcus pneumonia, walaupun keduanya termasuk bakteri gram positif namun bakteri ini memiliki keunikan dan kemampuan yang berbeda dalam pertahanan hidupnya. Streptococcus pneumonia memiliki mikrokapsul pelindung dinding sel sehingga memiliki pertahanan tubuh yang lebih tinggi daripada Staphylococcus aureus terhadap berbagai kondisi fisik, termasuk temperatur, konsentrasi garam yang tinggi dan kondisi yang lingkungan yang miskin nutrisi. Kondisi ini membuat Streptococcus pneumonia lebih resisten terhadap ekstrak etanol da un da n bunga kitolod dibandingkan Staphylococcus aureus (Todar 2004). Dari hasil penelitian tersebut juga diperoleh bahwa ekstrak etanol daun dan bunga kitolod tidak dapat menghambat atau membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa (Gram negatif). Hal tersebut disebabkan karena dinding sel bakteri Psedudomonas aeruginosa mengandung tiga polimer pembungkus selain peptidoglikan yaitu lipoprotein, selaput luar dan lipopolisakarida sehingga menyebabkan dinding sel bakteri Pseudomonas aeruginosa sukar ditembus oleh senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak etanol daun dan bunga kitolod. Sedangkan dinding sel bakteri Staphylococcus aureus (Gram pos itif) hanya terdiri dari satu lapisan peptidoglikan sehingga dinding sel bakteri Staphylococcus aureus mudah ditembus oleh senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak etanol daun dan bunga kitolod (Brannen & Davidson 1993). Berdasarkan metode David da n Stout (1971), aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun dan bunga kitolod terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan daya hambat masing- masing sebesar 19,33 mm dan 15,66 mm digolongkan antibakteri berkekuatan kuat karena memiliki zona hambat antara 10-20 mm. Perbandingan aktivitas antibakteri penyebab konjungtivitis dari 100 mg/ml ekstrak etanol daun kitolod dengan penelitian aktivitas antibakteri dari 100 mg/ml ekstrak seduhan dan refluks daun kitolod terhadap bakteri yang diisolasi dari pasien penderita konjungtivitis yang dilakukan oleh Ismaylova (2008) ditunjukkan pada gambar 8. 15,33 15,5 14,5 hambat (mm) diameter zona 15 14,25 13,62 14 13,5 13 12,5 sampel 100 mg/ml ekstrak etanol daun kitolod 100 mg/ml ekstrak seduhan daun kitolod 100 mg/ml ekstrak refluks daun kitolod Gambar 8. Perbandingan aktivitas antibakteri penyebab konjungtivitis dari ekstrak etanol daun kitolod, ekstrak seduhan, serta ekstrak refluks daun kitolod Gambar 8 menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri penyebab konjungtivitis dari 100 mg/ml ekstrak etanol daun kitolod (15,33 mm) lebih besar dibandingkan penelitian aktivitas antibakteri dari 100 mg/ml ekstrak seduhan (13,62 mm) dan 100 mg/ml ekstrak refluks daun kitolod (14,25 mm) yang dilakukan oleh Ismaylova (2008). Perbedaan yang dihasilkan dari penelitian yang dilakukan dapat disebabkan karena perbedaan pelarut dan bakteri uji yang digunakan. Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah etanol 70% sedangkan pada penelitian aktivitas antibakteri ekstrak seduhan dan refluks daun kitolod yang dilakuka n Ismaylova (2008) menggunakan pelarut air. Perbedaan pelarut tersebut menyebabkan bahan aktif yang terkandung di dalam daun kitolod juga akan berbeda. Selain itu juga disebabkan karena perbedaan bakteri uji yang digunakan. Bakteri uji pada penelitian ini adalah Staphylococcus aureus sedangkan pada penelitian aktivitas antibakteri ekstrak seduhan dan refluks daun kitolod yang dilakukan Ismaylova (2008) menggunakan bakteri Staphylococcus hominis. Perbedaan bakteri uji tersebut menyebabkan diameter zona hambat ekstrak etanol daun kitolod lebih besar dibandingkan diameter zona hambat ekstrak seduhan dan refluks daun kitolod. Ekstrak etanol daun kitolod lebih sensitif terhadap bakteri Staphylococcus aureus dari pada Staphylococcus hominis, walaupun keduanya termasuk bakteri gram positif namun bakteri ini memiliki keunikan dan kemampuan yang berbeda dalam pertahanan hidupnya. Staphylococcus hominis memiliki mikrokapsul pelindung dinding sel sehingga memiliki pertahanan tubuh yang lebih tinggi daripada Staphylococcus aureus terhadap berbagai kondisi fisik, termasuk temperatur, konsentrasi garam yang tinggi dan kondisi yang lingkungan yang miskin nutrisi. Kondisi ini membuat Staphylococcus hominis lebih resisten terhadap ekstrak etanol daun kitolod dibandingkan Staphylococcus aureus sehingga diameter zona hambat ekstrak etanol daun kitolod lebih besar dibandingka n diameter zona hambat ekstrak seduhan dan refluks daun kitolod (Todar 2004). Aktivitas antibakteri (Staphylococcus aureus) dari 100 mg/ml ekstrak etanol daun dan bunga kitolod ini masih lebih tinggi bila di bandingka n dengan aktivitas antibakteri dari 100 mg/ml ekstrak etanol daun miana yang dilakukan oleh Rahmawati (2008) dan penelitian aktivitas antibakteri dari 100 mg/ml ekstrak etanol daun zodia yang dilakuka n oleh Maryuni (2008). Perbandingan aktivitas antibakteri tersebut ditunjukkan pada gambar 9. diameter zona hambat (mm) 20 15,33 11 15 10 9,5 10 5 0 sampel 100 mg/ml ekstrak etanol daun kitolod 100 mg/ml ekstrak etanol bunga kitolod 100 mg/ml ekstrak etanol daun miana 100 mg/ml ekstrak etanol daun zodia Gambar 9. Perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun dan bunga kitolod dengan aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun miana dan aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun zodia. Gambar 9 menunjukkan bahwa diameter zona bening ekstrak etanol daun dan bunga kitolod (15,33 mm dan 11 mm) lebih besar dibandingkan diameter zona bening dari ekstrak etanol daun miana (9,5 mm) dan diameter zona bening dari ekstrak etanol daun zodia (10 mm). Perbedaan yang dihasilkan dari penelitian-penelitian tersebut mungkin disebabkan karena perbedaan kandungan/ jenis senyawa aktif yang terdapat di dalam sampel. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kitolod, dan ekstrak etanol bunga kitolod serta aktivitas antibakteri dari kloramfenikol 20% terhadap bakteri uji hambat (mm) diameter zona Staphylococcus aureus ditunjukkan pada gambar 10. 30 25 20 15 10 5 0 ekstrak etanol daun kitolod 26 19,33 15,66 sampel ekstrak etanol bunga kitolod kloramfenikol 20% Gambar 10. Aktivitas antibakteri kloramfenikol 20%, ekstrak etanol daun kitolod, dan ekstrak etanol bunga kitolod terhadap bakteri Staphylococcus aureus Gambar 10 menunjukkan aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus dari kloramfenikol 20% (26 mm) lebih besar dari ekstrak etanol daun kitolod (19,33 mm) dan ekstrak etanol bunga kitolod (15,66 mm). Hal ini disebabkan karena kloramfenikol 20% tersusun dari senyawa aktif yang murni sedangkan kandungan ekstrak etanol daun dan bunga kitolod belum murni senyawa aktifnya karena masih tercampur de ngan senyawa lain, sehingga kloramfenikol memiliki spektrum yang lebih luas de ngan kekuatan da ya hambat yang lebih tinggi da lam menghambat dan membunuh bakteri Staphylococcus aureus dibandingkan ekstrak etanol daun dan bunga kitolod. Gambar 10 juga menunjukkan aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus dari ekstrak etanol daun kitolod (19,33 mm) lebih besar dari ekstrak etanol bunga kitolod (15,66 mm). Hal ini disebabkan karena ekstrak etanol daun kitolod mengandung senyawa kloro asetat yang merupaka n ba han aktif dalam pembuatan kloramfenikol sehingga ekstrak etanol daun kitolod memiliki daya hambat yang lebih tinggi dalam menghambat bakteri Staphylococcus aureus dibandingkan ekstrak etanol bunga kitolod. Mengacu pada standar umum yang dikeluarkan oleh Departemen kesehatan (1988) disebutkan bahwa mikrob dinyatakan peka terhadap antimikrob asal tanaman apabila mempunyai ukuran diameter daya hambatannya 12 mm -24 mm. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun dan bunga kitolod peka terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter daya hambat yang dihasilkan berada dalam standar umum yang ditentukan oleh Departemen Kesehatan. Penentuan Konsentras i Hambat Minimum (MIC) Ekstrak Etanol Daun dan Bunga Kitolod Penentuan konsentrasi hambat minimum (MIC) bertujuan untuk mengetahui konsentrasi hambat minimum yang diperlukan untuk menghambat atau membunuh mikrob dan petunjuk mengenai dosis yang diperlukan untuk mengendalikan suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Senyawa antimikrob tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakteriosida bila konsentrasi antimikrob tersebut ditingkatkan melebihi MIC (Setiabudy & Gan 2007 diacu dalam Ganiswara et al. 2010). Nilai konsentrasi hambat minimum (MIC) suatu antimikrob berlawanan dengan sensitivitas mikrob yang diuji, hal ini berarti bahwa suatu bakteri dikatakan memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap suatu senyawa antimikrob bila memiliki nilai konsentrasi hambat minimum (MIC) ya ng renda h. Penentuan ko nsentrasi hambat minimum pada penelitian ini dilakukan setelah diperoleh data bahwa ekstrak etanol daun dan bunga kitolod memiliki aktivitas antibakteri. Penentuannya dilakukan dengan metode David da n Stout (1971). Ekstrak etanol daun dan bunga kitolod dibuat dengan berbagai konsentrasi yaitu 12.5, 25, 50, 100, 150 dan 200 mg/ml. Variasi konsentrasi ekstrak etanol daun dan bunga kitolod tersebut kemudian diuji pada biakan bakteri uji yaitu Staphylococcus aureus. Hasil uji ko nsentrasi hambat minimum dari ekstrak etanol daun dan bunga kitolod yang digunakan terhadap bakteri uji tersebut dapat dilihat diameter zona hambat (mm) pada lampiran 11 da n 13 serta gambar 11. 25 20 15 19,33 16,66 17 14,5 15,33 11 10 9 7,33 5 4,66 4 0 200 150 100 50 25 0 12,5 konsentrasi (mg/ml) ekstrak etanol daun kitolod ekstrak etanol bunga kitolod Gambar 11. Hasil uji konsentrasi hambat minimum dari ekstrak etanol daun dan bunga kitolod terhadap bakteri Staphylococcus aureus Daya hambat masing- masing konsentrasi ekstrak etanol daun dan bunga kitolod terlihat berbeda pada bakteri Staphylococcus aureus. Dari gambar 11 terlihat bahwa konsentrasi 25 mg/ml merupakan konsentrasi terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat berturut-turut 4,66 mm dan 4 mm untuk ekstrak etanol daun da n bunga kitolod. Konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol daun dan bunga kitolod tersebut berdasarkan kategori David da n Stout (1971) dinilai lemah karena menunjukka n diameter zona hambatnya kurang dari 5 mm. Data konsentrasi hambat minimum juga menunjukkan bahwa bakteri Staphylococcus aureus lebih peka terhadap komponen aktif yang terdapat pada ekstrak etanol daun kitolod dibandingkan dengan ekstrak etanol bunga kitolod. Pada gambar 11 terlihat adanya korelasi antara konsentrasi ekstrak yang digunakan terhadap diameter zona hambat yang dihasilkan. Diameter zona hambat yang dihasilkan semakin besar, ketika konsentrasi ekstrak yang digunakan juga besar. Konsentrasi 25 mg/ml merupakan nilai konsentrasi hambat minimum (MIC) dari ekstrak etanol daun dan bunga kitolod terhadap Staphylococcus aureus, dengan diameter zona hambat yang dihasilkan masing- masing sebesar 4,6 mm dan 4,0 mm. Identifikasi Senyawa Kimia dari Ekstrak Etanol Daun dan Bunga Kitolod denga n Menggu nakan Alat GC-MS Pyrolisis Hasil GC-MS Pyrolisis Ekstrak Etanol Bunga Kitolod Analisis GC-MS pyrolisis adalah analisis kualitatif senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol bunga kitolod. Jumlah senyawa yang terdapat dalam ekstrak bunga kitolod ditunjukkan oleh jumlah puncak (peak) pada kromatogram, sedangkan nama/jenis senyawa yang ada diinterpretasikan berdasarkan data spektra dari setiap puncak tersebut dengan menggunakan metode pendekatan pustaka pada database GC-MS Pyrolisis. Dari hasil analisis GC-MS pada tabel 3 diperoleh 32 komponen senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak etanol bunga kitolod. Dari 32 komponen senyawa kimia tersebut yang diduga mempunyai aktivitas antibakteri adalah senyawa yang tergolong asam lemak dan turunannya, sebanyak 25,69% ya itu asam stearat, asam palmitat, metil palmitat, asam miristat, asam laurat, heptadeka na-(8) karbonat da n asam asetat. Selain itu senyawa nitro alkana (Nitroform, sebanyak 15,05%), keton (asetofenon, sebanyak 6,91%), flavonoid (4 etenil 2 metoksi fenol, sebanyak 1,41%), saponin (Levoglukosan, sebanyak 1,75%), alkaloid (xantosin, sebanyak 1,2%), stirena, sebanyak 5,25%, 2,3 butanadiol, sebanyak 1,31% dan 2,3 dehidro benzofuran, sebanyak 1,34%. Tabel 3. Komponen utama ekstrak etanol bunga kitolod de ngan GC-MS pyrolisis Senyawa Kadar (%) Trinitrometan (nitroform) 15,04 Amonium karbamat (monoamonium karbamat) 11,74 Asam asetat 10,54 Asetofenon 6,91 Aseton (2 propanon) 6,00 N-metoksi formamida 5,99 stirena 5,25 Asam palmitat 4,76 Heptadekana 8 karbonat 3,13 2 butanon (metil etil keton) 2,6 isob utiraldehid 2,55 Benzaldehid 2,10 Asam stearat 2,03 desulphosinigrin 1,87 Tributil ester phosporat 1,82 1,6 anhidro-beta-D-Glukopiranosa (levoglukosan) 1,75 4 etenil 2 metoksi fenol 1,41 2,3 dehidro benzofuran 1,34 Xantosin (Xantin ribosida) 1,2 4 metil-2,5 d imetoksi benzaldehid 1,17 4 piron 1,17 metil oktadekanoat 1,00 Metil palmitat 0,86 2,3 dehidro-3,5 dehidroksi-6 metil 4 piron 0,72 1,2 siklopentana dion 0,74 2,4 dehidroksi-3,5,6 trimetil benzoat 0,74 Asam laurat 0,68 2,3 butanadiol 0,67 Tetradekanal (miristaldehid) 0,65 2,3 butanadiol 0,64 10 metil ester heptadekanoat 0,60 Asam miristat 0,56 2,3 butanadiol merupaka n turunan alkohol. Cara kerja dari 2,3 butanadiol hampir sama dengan alkohol. Alkohol memiliki sifat pelarut lemak yang mendenaturasikan protein secara dehidrasi sehingga membran sel akan rusak dan terjadi inaktivasi enzim- enzim (Binarupa Aksara 1993). Senyawa 2,3 butanadiol dari tanaman Pterocephalus canus telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella typhi (Vahedi et al. 2011). Oleh karena itu, diduga senyawa 2,3 butanadiol yang terdapat dalam ekstrak etanol bunga kitolod tergolong senyawa yang bersifat antibakteri. Trinitrometana, disebut juga nitroform, adalah nitroalkana de ngan rumus kimia HC(NO2 )3 . Nitroform sangat larut dalam air, dan larutannya berwarna kuning. Senyawa nitroform dari tumbuhan telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram pos itif (Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus aureus (Friedman et al. 1976). Oleh karena itu kandungan nitroform dalam ekstrak etanol bunga kitolod juga diduga merupakan senyawa antibakteri. Asetofenon adalah senyawa organik dengan rumus C6 H5 C(O)CH3 turunan dari senyawa keton. Penggunaan asetofenon dalam bidang farmasi adalah sebagai bahan baku sintesis dari beberapa obat-obatan. Menurut Thomas et al (2001), senyawa asetofenon dari tumbuhan telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram pos itif Streptococcus pneumonia, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus. Selain itu, juga menurut Sivakumar et al. (2008), senyawa asetofenon memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus da n Salmonella typhi. Oleh karena ini, asetofenon yang terkandung dalam ekstrak etanol bunga kitolod juga diduga merupakan senyawa antibakteri. Senyawa 2,3 dehidrobenzofuran merupakan senyawa heterosiklik yang terdiri dari cincin benzena da n furan. Struktur benzofuran merupaka n induk dari senyawa-senyawa terka it yang berstruktur lebih ko mpleks. Seba gai contoh, psoralen merupakan turunan benzofuran yang terdapat pada beberapa tumbuhan. Senyawa 2,3 dehidrobenzofuran dari tanaman kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.) telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Micrococcus luteus da n Escherichia coli (Swantara & Ciawi 2005). Oleh karena itu diduga senyawa 2,3 dehidrobenzofuran yang terkandung dalam ekstrak etanol bunga kitolod juga tergolong senyawa antibakteri. Alkaloid merupakan zat yang mempunyai kecenderungan menghambat pertumbuhan bakteri mengandung satu atau lebih atom nitrogen sebagai bagian dari sistem siklik dan merupakan zat aktif dari tanaman yang berfungsi sebagai obat (Harborne 2006). Mekanisme kerja senyawa antibakteri golongan alkaloid dari tanaman di antaranya dapat bereaksi dengan lapisan fosfolipid pada membran sel bakteri, menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel bakteri dan mengganggu sistem transfort elektron (O 2 ) dengan cara menghambat NADH oksidase, sehingga mengakibatkan penghambatan proses-proses respirasi sel bakteri secara keseluruhan. Alkaloid dari tumbuhan telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri, diantaranya menurut Ramsewak (1999), klausenalena bersifat antibakteri terhadap Bacillus subtilis, Escherichia coli da n Staphylococcus aureus dan juga menurut Duke’s (2010), Xantin ribosida bersifat antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Oleh karena itu diduga senyawa Xantin ribosida yang terkandung dalam ekstrak etanol bunga kitolod juga tergolong senyawa antibakteri. Harborne (2006) menyatakan bahwa flavonoid memegang peranan penting dalam biokimia dan fisiologi tanaman, diantaranya berfungsi untuk mengatur pertumbuhan, mengatur kerja antibakteri. Hal ini dikarenakan flavonoid memiliki spektrum aktivitas antibakteri yang luas dengan mengurangi kekebalan pada organisme sasaran. Mekanisme kerja senyawa antibakteri golongan flavonoid dari tanaman, di antaranya dapat bereaksi dengan lapisan fosfolipid pada membran sel, menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel bakteri atau peruba han komponen asam-asam lemak (kandungan fosfolipid), selanjutnya terjadi kebocoran parsial isi sitoplasma, sehingga sel bakteri tidak dapat berkembang biak (bakteristatik) (Naidu 2000). Hal ini terbukti dari beberapa penelitian diantaranya menurut Wei et al. (2010), senyawa fenol dari walnut memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus da n juga menurut pe nelitian Tepe et al. (2011), senyawa fenol dari tanaman Thymus bovei memiliki aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Oleh karena itu senyawa 4 etenil 2 metoksi fenol yang terkandung dalam ekstrak etanol bunga kitolod diduga merupakan senyawa antibakteri. Saponin merupakan senyawa glikosida steroid, alkaloid steroid atau triterpena yang ditemukan dalam tumbuhan. Mekanisme kerja senyawa antibakteri golongan saponin dari tanaman, dapat meningkatkan permeabilitas membran bakteri sehingga terjadi hemolisis sel bakteri. Hal ini terbukti dari penelitian menurut Shital et al. (2010), senyawa levoglukosan dari tanaman Tamarindus Indica memiliki aktivitas antibakteri terhadap Salmonella typhimurium dan Pseudomonas aeruginosa. Salmonella typhimurium tergolong bakteri gram positif, oleh karena itu diduga levoglukosan yang terkandung dalam ekstrak etanol bunga kitolod juga bersifat antibakteri. Pada ekstrak etanol bunga kitolod terdapat asam lemak jenuh da n tidak jenuh yang memiliki atom karbon lebih dari sepuluh yang dapat menyebabkan protoplas bakteri mengalami lisis dengan cara mengubah permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya isi sel dari dalam sel, kerusakan pada membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan bakteri atau kematian pada bakteri yang diujikan (Naviner et al. 2009). Hal ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian, diantaranya menurut Batovska dan Todorova (2009), asam laurat memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, dan menurut Vahedi et al. (2011), senyawa asam palmitat dan asam laurat yang merupakan asam lemak Staphylococcus aureus, juga memiliki aktivitas antibakteri terhadap serta senyawa asam asetat dari tanaman kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f)) telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Micrococcus luteus da n Escherichia coli (Swantara & Ciawi 2005). Stirena merupaka n salah satu turunan benzen yang stabil, bersifat karsinogenik, dan mutagenik. Namun, menurut Rajeswari da n Lakhsmi (2001), senyawa stirena dari tumbuhan Canthium dicoccum (Gaertn) telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus da n juga menurut Vinodh dan Elumalai (2008), senyawa stirena dan turunannya memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis dan Escherichia coli. Oleh karena itu, kandungan senyawa stirena yang terdapat dalam ekstrak etanol bunga kitolod dapat diduga sebagai komponen aktif sebagai antibakteri Staphylococcus aureus. Hasil analisis GC-MS dari ekstrak etanol bunga kitolod ini sesuai dengan hasil uji fitokimia yang didapat, dimana sama-sama menunjukkan adanya kandungan alkaloid, flavonoid, da n saponin yang terdapat di dalam ekstrak etanol bunga kitolod. Persamaan yang dihasilkan dari penelitian yang dilakukan dapat disebabkan karena metode ekstraksi yang digunakan. Namun kandungan tanin dalam ekstrak bunga kitolod (dari hasil uji fitokimia) tidak terdeteksi melalui GC MS pirolisis. Hal tersebut disebabkan senyawa tanin tidak dapat diuapkan, sehingga tidak terdeteksi dengan GC MS pirolisis. Hasil GC-MS pyrolisis ekstrak etanol daun kitolod Analisis GC-MS pyrolisis adalah analisis kualitatif senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol daun kitolod. Jumlah senyawa yang terdapat da lam ekstrak etanol daun kitolod ditunjukkan oleh jumlah puncak (peak) pada kromatogram, sedangkan nama/jenis senyawa yang ada diinterpretasikan berdasarkan data spektra dari setiap puncak tersebut dengan menggunakan metode pendekatan pustaka pada database GC-MS Pyrolisis. Dari hasil analisis GC-MS pada tabel 4 diperoleh 30 komponen senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak etanol daun kitolod. Dari 30 komponen senyawa kimia tersebut yang diduga mempunyai aktivitas antibakteri adalah senyawa yang tergolong asam lemak dan turunannya, sebanyak 18,68% yaitu kloro asetat, asam asetat, da n asam palmitat. Selain itu senyawa keton (asetofenon, sebanyak 11,62%), alko hol (benzil alkohol sebanyak 1,04%, 6 metil-5-hepten-2-ol sebanyak 1,72%), 2,3 dehidrobenzofuran sebanyak 2,06%, flavonoid (aeskuletin, sebanyak 3,64% dan 4 etenil 2 metoks i fenol, sebanyak 2,18%) da n heptanal sebanyak 0,87%. Pada ekstrak etanol daun kitolod terdapat asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang memiliki atom karbon lebih dari sepuluh yang dapat menyebabkan protoplas bakteri mengalami lisis dengan cara mengubah permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya isi sel dari dalam sel, kerusakan pada membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan bakteri atau kematian pada bakteri yang diujikan (Naviner et al. 1999). Hal ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian diantaranya, menurut Moradeli et al. (2010), senyawa asam palmitat dari jamur Ganoderma applanatum memiliki aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa, dan menurut Swantara dan Ciawi (2005), senyawa asam asetat da ri tanaman kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.)) telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Micrococcus luteus dan Escherichia coli, serta menurut Ahmed dan Kuen (2007) senyawa heptadekana 8 karbonat dari tanaman Salvadora persica L memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Streptococcus pneumonia dan Staphylococcus aureus. Tabe l 4. Komponen utama ekstrak etanol daun kitolod de ngan GC-MS pyrolisis. Senyawa Kadar (%) Kloro asetat 14,63 1,3,5,7 siklooktatetraena 12,87 Asetofenon 11,62 Formamida (metanamid) 7,26 3,2 pentenil-1,2,4 siklopentanetrion 4,69 Oksim aseton 4,03 aeskuletin 3,64 2,5 dimetil pirazin 2,97 Asam asetat 2,74 1,13 tridekandiol diasetat 2,61 2 klorofil isopropyl eter 2,61 2 metoksi 4 etenil fenol 2,18 4 metil 1 etoksi benzen (p-etoksitoluena) 2,07 2,3 dehidro benzofuran 2,06 4 piron 1,94 2,3 dehidro-3,5 dehidroksi 6 metil 4 piron 1,88 benzaldehid 1,84 6 metil 5 heptan-2ol 1,72 2 butanon (metil etil keton) 1,71 2 pirolidinon 1,53 2 dimetil amino e tanol 1,50 Asam heksadekanoat (asam palmitat) 1,31 Dehidro-2 (3H)furanon (butirolakton) 1,28 2 metil butanal 1,18 Piridin (azin) 1,17 2,3 dehidropiperidin 1,08 benzil alkohol 1,04 1,4 metil etiledin klorofil benzen 0,94 9 oktadeka-12 d ienoat metil ester 0,83 1 metilen- 2 propenil benzen(2 fenil-1,3 butadiena) 0,83 Heptanal 0,87 Benzil alko hol merupaka n tur unan alkohol. Cara kerja dari benzil alkohol hampir sama dengan alkohol. Alkohol memiliki sifat pelarut lemak yang mendenaturasikan protein secara dehidrasi sehingga membran sel akan rusak dan terjadi inaktivasi enzim-enzim (Binarupa Aksara 1993). Senyawa benzil alkohol dari tanaman Morus rotunbiloba Koidz memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Salmonella paratyphi, Serratia marcescens, dan Staphylococcus aureus (Patharakorn et al. 2010). Oleh karena itu, diduga senyawa benzil alkohol yang terdapat dalam ekstrak etanol bunga kitolod tergolong senyawa yang bersifat antibakteri. Senyawa 2,3 dehidrobenzofuran merupaka n senyawa heterosiklik terdiri dari cincin benzen dan furan. Struktur benzofuran merupakan induk dari senyawasenyawa terkait yang berstruktur lebih kompleks. Sebagai contoh psoralen merupakan turunan benzofuran yang terdapat pada beberapa tumbuhan. Senyawa 2,3 dehidrobenzofuran dari tanaman kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f) telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Micrococcus luteus dan Escherichia coli (Swantara & Ciawi 2005). Oleh karena itu diduga senyawa 2,3 dehidrobenzofuran yang terkandung dalam ekstrak etanol bunga kitolod juga tergolong senyawa antibakteri. Asetofenon adalah senyawa organik dengan rumus C6 H5 C(O)CH3 turunan dari senyawa keton. Penggunaan asetofenon dalam bidang farmasi adalah sebagai bahan baku sintesis dari beberapa obat-obatan. Menurut Thomas et al. (2001), Senyawa asetofenon dari tumbuha n telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram pos itif Streptococcus pneumonia, Staphylococcus epidermidis da n Staphylococcus aureus. Selain itu juga menurut penelitian Barberan et al. (2001), Senyawa asetofenon dari tumbuhan Helichrysum decumbens telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli. Oleh karena ini, asetofenon yang terka ndung da lam ekstrak etanol bunga kitolod juga diduga merupakan senyawa antibakteri. Harborne (2006) menyatakan bahwa flavonoid memegang peranan penting dalam biokimia dan fisiologi tanaman, diantaranya berfungsi untuk mengatur pertumbuhan, mengatur kerja antibakteri. Hal ini dikarenakan flavonoid memiliki spektrum aktivitas antibakteri yang luas dengan mengurangi kekebalan pada organisme sasaran. Mekanisme kerja senyawa antibakteri golongan flavonoid dari tanaman, di antaranya dapat bereaksi dengan lapisan fosfolipid pada membran sel, menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel bakteri atau peruba han komponen asam-asam lemak (kandungan fosfolipid), selanjutnya terjadi kebocoran parsial isi sitoplasma, sehingga sel bakteri tidak dapat berkembang biak (bakteriostatik) (Naidu 2000). Hal ini terbukti dari beberapa penelitian diantaranya menurut Mei da n Wang (2011), senyawa aeskuletin yang merupakan turunan dari flavonoid memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis dan juga menurut penelitian Tepe et al. (2011), senyawa fenol dari tanaman Thymus boveii memiliki aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa da n Staphylococcus aureus. Oleh karena itu senyawa 4 etenil 2 metoksi fenol dan xantin ribosida yang terkandung dalam ekstrak etanol bunga kitolod diduga merupakan senyawa antibakteri. Hasil analisis GC-MS dari ekstrak etanol daun kitolod ini tidak sesuai dengan hasil uji fitokimia yang didapat, dimana hasil uji fitokimia dari ekstrak etanol daun kitolod menunjukkan adanya kandungan alkaloid, flavonoid, dan saponin sedangkan hasil GC-MS dari ekstrak etanol daun kitolod hanya menunjukkan adanya kandungan alkaloid dan flavonoid. Perbedaan yang dihasilkan dari penelitian yang dilakukan dapat disebabkan karena kandungan saponin dalam ekstrak etanol daun kitolod (dari hasil uji fitokimia) tidak terdeteksi melalui GCMS pirolisis. Hal tersebut disebabkan senyawa saponin tidak dapat diuapkan, sehingga tidak terdeteksi dengan GC MS pirolisis.