KENYAMANAN TERMAL RUANG KULIAH DENGAN PENGKONDISIAN BUATAN THERMAL COMFORT Of LECTURE ROOM WITH ARTIFICIAL CONDITIONING Muhammad Attar, Baharuddin Hamzah, M. Ramli Rahim Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Makassar Alamat Korespondensi: Muhammad Attar Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar HP: 081355707976 Email: [email protected] Abstrak Kebanyakan manusia lebih sering beraktivitas di dalam ruangan, sehingga mereka sangat membutuhkan kenyamanan di dalam ruangan guna melakukan aktivitas kegiatan dengan baik, tenang dan nyaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar energi yang dibutuhkan dalam suatu ruang yang berpengkondisian buatan untuk mendapatkan kenyamanan termal optimum yang dirasakan oleh pengguna ruang dengan membandingkan data ruang luar dan data ruang dalam. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur yaitu HOBO Datalogger untuk mendapatkan data fisik lingkungan termal dan melakukan survei terhadap pengguna ruang dengan mengedarkan kuisioner untuk memperoleh data batasan kenyamanan termal yang dirasakan oleh pengguna ruang dengan menggunakan AC. Kemudian data hasil pengukuran dianalisis menggunakan metode analisis kuantitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa temperatur udara di dalam ruangan dengan kondisi kosong dan menggunakan ventilasi alami lebih tinggi dibandingkan temperatur udara yang ada di luar ruangan, di mana temperatur udara di dalam ruangan 28°C sedangkan temperatur udara di luar ruangan 27°C, sehingga untuk mendapatkan kenyamanan termal yang optimum maka di tiap ruang kelas perkuliahan menggunakan pengkondisian udara buatan dengan memperhatikan energi yang digunakan dalam pemakaian pengkondisian buatan. Pengukuran survei kenyamanan termal menghasilkan suhu ruang 27.7°C (thermostat AC 23°C) untuk ruang kelas D 305, suhu ruang 26.04°C (thermostat AC 25°C) untuk ruang D 308, suhu ruang 26.36°C (thermostat AC 25°C) untuk ruang D 309 dan suhu ruang 26.9°C (thermostat AC 25°C) untuk ruang D 310. Kata kunci : Kenyamanan Termal, Pengkondisian Buatan, Efisiensi Energi Abstract Most humans more often move indoors, so they need the comfort of indoors to conduct their activity, quiet, and comfortable. This research aimed to investigate how much energy was needed in a lecture room conditioned by the artificial conditioner in order to obtain the optimum thermal comfort as felt by the room users to compare the outside and the inside room data. The technique used to collect the data of the thermal environmental physics was HOBO Datalogger. In order to collect the data of the thermal comfort, a survey was conducted by distributing questionnaires to the user of the air-conditioned room. Then, the data were analyzed using the qualitative/descriptive method. The research results revealed that air temperature in the room when left empty with the natural ventilations was higher compared to the outside room temperature, the inside room temperature being 28°C while the outside room temperature being 27°C. Consequently, in order to get the optimum thermal comfort in each lecture room, the artificial air conditioner was used. However, the amount of energy used to operate the artificial air conditioners should be considered. The results of the survey on the thermal comfort measurement using the questionnaires showed that the temperature in the lecture room D 305 was 27.7°C (the air conditioning thermostat 23°C), tn the lecture room D 308 was 26.04°C (the air conditioning thermostat 25°C), in the lecture room D 309 was 26.36°C (the air conditioning thermostat was 25°C), and in the lecture room D 310 was 26.9°C (the air conditioning thermostat was 25°C). Keywords: Thermal Comfort, Artificial Conditioning, Energy Efficiency PENDAHULUAN Dewasa ini, kegiatan manusia lebih banyak dihabiskan di dalam ruangan, Oleh sebab itu manusia membutuhkan sebuah kenyamanan di dalam bangunan terkhusus dalam ruangan untuk melakukan aktivitas kegiatan dengan baik, tenang dan nyaman. Redaksi di atas senada dengan apa yang dikatakan oleh Lee dan Chang dalam Imam (2012), bahwa pada umumnya orang-orang menghabiskan waktunya (lebih dari 90%) di dalam ruangan, sehingga mereka membutuhkan udara yang nyaman dalam ruang tempat mereka beraktivitas, oleh karenanya kecepatan udara yang baik dalam ruangan sangat bermanfaat bagi mereka. Kenyamanan merupakan bagian dari salah satu sasaran karya arsitektur, Definisi kenyamanan adalah interaksi dan reaksi manusia terhadap lingkungan yang bebas dari rasa negatif dan bersifat subjektif. Kenyamanan terdiri atas kenyamanan psikis dan kenyamanan fisik. Kenyamanan psikis yaitu kenyamanan kejiwaan (rasa aman,tenang, gembira, dan lainlain) yang terukur secara subyektif (kualitatif). Sedangkan kenyamanan fisik dapat terukur secara obyektif (kuantitatif) yang meliputi kenyamanan spasial, visual, auditorial dan termal. Adapun istilah-istilah kenyamanan termal yang paling bias sampai yang tidak bias menurut Sugini (2004), adalah mulai dari gerah, nyaman, panas, segar dan dingin, sejuk pengap. Tujuan diadakannya kajian termal adalah untuk memetakan zona nyaman atau rentang suhu terhadap kenyamanan yang dirasakan oleh pengguna bangunan (Angus dalam Hidayat, 2013). Dalam kaitannya dengan bangunan Karyono (2007), mendefinisikan kenyamanan sebagai suatu kondisi tertentu yang dapat memberikan sensasi yang menyenangkan atau tidak menyulitkan bagi pengguna bangunan tersebut. Manusia dinyatakan nyaman secara termal ketika ia tidak dapat mengatakan apakah ia menghendaki perubahan suhu udara yang lebih panas atau lebih dingin dalam ruangan tersebut. Selanjutnya standar ASHRAE (1992), menyatakan bahwa kenyamanan termal adalah sebuah kondisi pemikiran yang mengekspresikan kepuasan atas lingkungan termalnya, sehingga kondisi/situasi lingkungan itu dikatakan nyaman apabila tidak kurang dari 90% responden yang diukur mengatakan nyaman secara termal. Faktor–faktor kenyamanan menurut Lippsmeier (1980), dalam ruang tertutup adalah temperatur udara, kelembaban udara, temperatur radiasi rata–rata dari atap dan dinding, kecepatan gerak udara, tingkat pencahayaan dan distribusi cahaya pada dinding pandangan. Selain itu terdapat beberapa standar yang menentukan kenyamana termal. Penelitian mengenai termal di indonesia sudah sejak dari dulu dilakukan oleh para peneliti. Penelitian ini pertama kali dilakukan oleh Mom Wiesebron antara tahun 1936 – 1940 di bandung. Penelitian tersebut melibatkan 3 kelompok etnis responden yaitu etnis Eropa, etnis Tionghoa, dan etnis Indonesia. Dari penelitian ini diperoleh rentang suhu nyaman untuk responden Indonesia adalah antara 24ºC hingga 28ºC suhu udara dengan kelembaban sekitar 70%. Karyono juga telah melakukan penelitian pada tahun 1993 di Jakarta melibatkan 596 responden karyawan dan karyawati yang bekerja di tujuh bangunan kantor menghasilkan suhu nyaman responden, yakni 26,4ºC suhu udara dengan deviasi sekitar 2ºC. Dari hasil penelitian ini karyono menyimpulkan bahwa standar suhu nyaman internasional ISO-7730 dan ASHRAE 55-56 terpaut sekitar 1ºC hingga 3ºC lebih rendah dari suhu nyaman yang dibutukan oleh para responden. Selain itu Rilatupa (2008), telah meneliti kenyamanan terhadap pengkondisian ruang dalam, di mana hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut menyatakan bahwa kenyamanan termal suatu ruang sangat dibutuhkan dalam aktivitas pengguna ruang-ruang tersebut. Dari penilaian yang diperoleh ternyata luas dan arah bukaan mempengaruhi kondisi kenyamanan ruang. Semakin luas ruang dan arah bukaan yang tepat membantu kondisi kenyamanan ruang. Szokolay dalam Alahuddin (2010), menjelaskan bahwa Indonesia sebagai negara yang memiliki iklim tropis lembab di mana iklim tropis lembab sangat sulit ditangani untuk mendapatkan tingkat responsibilitas yang maksimal. Tanpa pengkondisian udara buatan, jelas sulit untuk mencapai kondisi internal yang nyaman untuk dihuni. Akan tetapi di satu sisi pengkondisian udara buatan merupakan pengkonsumsi energi listrik terbesar dalam sebuah bangunan, sehingga mengakibatkan terjadinya pemborosan energi. Jalan satu-satunya adalah dengan pengoptimalan penggunaan pengkondisian udara buatan di dalam ruangan dengan memperhatikan kenyamanan termal serta udara sehat yang dirasakan pemakai bangunan dan mempertimbangkan efisiensi energi dari penggunaan pengkondisian udara buatan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar energi yang dibutuhkan dalam suatu ruang yang berpengkondisian buatan untuk mendapatkan kenyamanan termal optimum yang dirasakan oleh pengguna ruang dengan membandingkan data ruang luar dan data ruang dalam. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di ruang kelas perkuliahan Jurusan Teknik Arsitektur UIN Alauddin Makassar dan dilakukan selama 1 (satu) minggu pada bulan Juni 2014. Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data lingkungan termal berupa temperatur udara pada ruang dalam dan ruang luar, kelembaban udara pada ruang dalam dan ruang luar, radiasi matahari. Serta data fisik berupa dimensi ruang, dimensi bukaan, orientasi bangunan, pola tatanan lingkungan. Rancangan Penelitian Pada penelitian ini dilakukan pengukuran data termal secara langsung, dan terdiri dalam dua tahap penelitian yaitu: 1). Tahap pengumpulan data, pada tahap ini ada 3 (tiga) kondisi/situasi ruangan yang akan diukur. Pertama kondisi ruangan tanpa penghuni dan menggunakan ventilasi alami, kedua kondisi ruangan tanpa penghuni dan menggunakan ventilasi, ketiga kondisi ruangan dengan menggunakan ventilasi buatan yang di dalamnya ada aktivitas dari pengguna ruangan. 2). Tahap kompilasi dan interpretasi data, data yang telah diperoleh disusun dan dikelompokkan agar mudah untuk dianalisis. Dari pengukuran diperoleh data kuantitatif dari hasil pengukuran yang berupa data pengkondisian dikomparasikan dengan teori standar kenyamanan termal untuk mendapatkan suatu temuan indeks kondisi termal buatan ruang. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kuantitatif deskriptif, di mana data hasil pengukuran lapangan yang didapatkan berupa besaran temperatur, kelembaban dan radiasi matahari dianalisis untuk menggambarkan kondisi termal di dalam dan di luar ruang kelas perkuliahan. Hasil analisis penggambaran kondisi termal ruang dibandingkan dengan teori standar kenyamanan termal Indonesia SNI T-14-1993-03 yaitu rentang suhu sejuk-nyaman 20.5°C22.8°C dengan kelembaban relatif 50%-80%, rentang suhu nyaman-optimal 22.8°C-25.8°C dengan kelembaban relatif 70%-80%, dan rentang suhu hampir nyaman 25.8°C-27.1°C dengan kelembaban relatif 60%-70%. Kemudian didapatkan hasil apakah kondisi termal yang ada di dalam ruang perkuliahan sesuai atau tidak dengan teori standar kenyamanan termal Indonesia SNI T-14-1993-03. HASIL PENELITIAN Kondisi lingkungan termal ruang luar pada pengukuran tanggal 7 – 8 Juni 2014 dapat dilihat pada gambar 1.a. dan 1.b. Gambar tersebut memperlihatkan pada saat pengukuran hari pertama temperatur udara luar rata-rata 27.2°C, temperatur maksimal terjadi pada pukul 10.00 – 11.00 sebesar 30.02°C dan temperatur minimum terjadi pada pukul 05.00 – 06.00 sebesar 25.2°C, dengan rata-rata kelembaban relatif 79.45%. Sedangkan pada hari kedua pengukuran, temperatur udara luar rata-rata sebesar 27.2°C, temperatur maksimal terjadi pada pukul 11.00 – 13.00 sebesar 31.05°C dan temperatur minimum terjadi pada pukul 04.00 – 06.00 sebesar 24.9°C dengan rata-rata kelembaban relatif 79.2%. Data radiasi matahari menunjukkan bahwa rata-rata radiasi matahari pada pukul 06.00 – 19.00 sebesar 243 w/m2 untuk hari pertama dengan waktu puncak sebesar 680 w/m2 pada pukul 10.00 – 11.00. Sedangkan untuk hari kedua rata-rata radiasi matahari pada pukul 06.00 – 19.00 sebesar 292 w/m2 dengan waktu puncak 755 w/m2 pukul 10.00 – 11.00. Kondisi lingkungan termal ruang luar pada pengukuran tanggal 14 – 15 Juni 2014 dapat dilihat pada gambar 2.a. dan 2.b. Gambar tersebut memperlihatkan pada saat pengukuran hari pertama temperatur udara luar rata-rata 26.9°C, temperatur maksimal terjadi pada pukul 13.00 – 14.00 sebesar 31.8°C dan temperatur minimum terjadi pada pukul 02.00 – 03.00 sebesar 24.3°C, dengan rata-rata kelembaban relatif 78.9%. Sedangkan pada hari kedua pengukuran, temperatur udara luar rata-rata sebesar 27°C, temperatur maksimal terjadi pada pukul 15.00 – 16.00 sebesar 30.7°C dan temperatur minimum terjadi pada pukul 06.00 – 07.00 sebesar 24.8°C dengan rata-rata kelembaban relatif 79%. Data radiasi matahari menunjukkan bahwa rata-rata radiasi matahari pada pukul 06.00 – 19.00 sebesar 309.2 w/m2 untuk hari pertama dengan waktu puncak sebesar 805.57 w/m2 pada pukul 13.00 – 14.00. Sedangkan untuk hari kedua rata-rata radiasi matahari pada pukul 06.00 – 19.00 sebesar 196.7 w/m2 dengan waktu puncak 532.53 w/m2 pukul 12.00 – 13.00. Kondisi lingkungan termal di dalam ruang kelas perkuliahan pada pengukuran dengan kondisi ruang kelas tanpa penghuni dan menggunakan ventilasi alami di ruang D 305 yaitu pada kedua data titik pengukuran (data A dan C) selama dua hari dua malam pada ruang D 305, bahwa rata-rata suhu pada ruang tersebut berkisar lebih dari 28.3°C, nilai temperatur minimum rata-rata lebih dari 26.5°C yang terjadi di kisaran pukul 00.00 – 08.00, untuk nilai temperatur maksimum rata-rata lebih dari 30°C yang terjadi di kisaran pukul 10.00 – 14.00. Sedangkan hasil pengukuran kelembaban udara menunjukkan bahwa rata-rata kelembaban udara di ruang D 305 pada kedua titik pengukuran (data A dan C) selama dua hari dua malam berkisar antara 82.2% – 83.1%, dengan nilai minimum rata-rata 65.63% dan nilai maksimum rata-rata 90,46%. Kondisi lingkungan termal di dalam ruang kelas perkuliahan pada pengukuran dengan kondisi ruang kelas tanpa penghuni dan menggunakan ventilasi alami di ruang D 308 yaitu pada kedua data titik pengukuran (data B dan D) selama dua hari dua malam didapatkan ratarata suhu pada ruang tersebut berkisar lebih dari 28°C, nilai temperatur minimum rata-rata lebih dari 26.34°C yang terjadi di kisaran pukul 00.00 – 08.00, untuk nilai temperatur maksimum rata-rata lebih dari 30.77°C yang terjadi di kisaran pukul 10.00 – 14.00. Sedangkan hasil pengukuran kelembaban udara menunjukkan bahwa rata-rata kelembaban udara di ruang D 308 pada kedua titik pengukuran (data B dan D) selama dua hari dua malam berkisar antara 82.7% – 84.4%, dengan nilai minimum rata-rata 64.04% dan nilai maksimum rata-rata 91,3%. Kondisi lingkungan termal di dalam ruang kelas perkuliahan pada pengukuran dengan kondisi ruang kelas tanpa penghuni dan menggunakan ventilasi alami di ruang D 308 yaitu pada data E selama dua hari dua malam menunjukkan bahwa rata-rata suhu di ruang D 305 pada titik pengukuran (data E) sekitar 28.8°C, dengan nilai minimum rata-rata 28.21°C dan nilai maksimum rata-rata 29.47°C. Sedangkan kelembaban udara rata-rata 79.4%, dengan nilai minimum 76.97% dan maksimum 82.1%. Kondisi lingkungan termal di dalam ruang kelas perkuliahan pada pengukuran dengan kondisi ruang kelas tanpa penghuni dan menggunakan ventilasi alami di ruang D 308 yaitu pada data F selama dua hari dua malam menunjukkan bahwa rata-rata suhu di ruang D 310 pada titik pengukuran (data F) sekitar 28.02°C, dengan nilai minimum rata-rata 26.46°C dan nilai maksimum rata-rata 31.1°C. Sedangkan kelembaban udara rata-rata 83.62%, dengan nilai minimum 62.68% dan maksimum 91.49%. PEMBAHASAN Penelitian ini memperlihatkan perbandingan kondisi lingkungan termal ruang luar dengan kondisi lingkungan termal di dalam ruangan tanpa penghuni dengan menggunakan ventilasi alami di mana selama dua hari dua malam pengukuran pada kondisi di dalam ruang ini didapatkan temperatur udara luar di sekitar ruang kelas perkuliahan rata-rata sebesar 27.2°C, sedangkan temperatur udara di dalam keempat ruang perkuliahan tersebut rata-rata sebesar 28.3°C. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi ruang perkuliahan Jurusan Teknik Arsitektur di Gedung D Fakultas Sains dan Teknologi tidak “sehat”, disebabkan kurangnya sirkulasi udara di dalam ruangan dengan ditandai hampir tidak ada hembusan angin yang dirasakan di dalam ruangan, dan juga banyaknya perabot yang terdapat di dalam ruangan yang juga dapat mengeluarkan panas. Berdasarkan pengukuran lingkungan termal di dalam ruang kelas disimpulkan bahwa kondisi kenyamanan termal seluruh ruang kelas perkuliahan berada di luar standar zona nyaman optimum yaitu 22,8°C - 25,8°C. Hal ini disebabkan karena temperatur dan kelembaban udara yang cukup tinggi, tidak optimalnya sirkulasi udara di dalam ruangan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Imam (2012), bahwa Pada bangunanbangunan di daerah dengan iklim tropis lembab banyak mengalami kesulitan untuk memenuhi standar yang disyaratkan sesuai zona kemyamanan. Hal ini disebabkan karena variabel yang mempengaruhi kenyamanan termal kurang mendukung, diantaranya suhu udara, kelembaban relatif, radiasi sinar matahari dan kecepatan udara dalam ruang. Selain itu factor lingkungan luar juga memperngaruhi tingkat kenyamnan termal termal di dalam ruangan, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Kurnia dkk., 2010), bahwa Faktor luar juga berpengaruh terhadap faktor dalam ruang. Pada survei kenyamanan termal terhadap pengguna ruang didapatkan didapatkan hasil bahwa yang menjadi standar besaran temperatur AC yang digunakan pada ruang D 305 adalah pada thermostat 23°C dengan suhu 27.7°C, ruang D 308 adalah pada thermostat 25°C dengan suhu 26.04°C, ruang D 309 adalah pada thermostat 25°C dengan suhu 26.36°C, dan ruang D 310 adalah pada thermostat 25°C dengan suhu 26.9°C. Untuk mendapat berapa energi yang dibutuhkan dalam menaikkan/menurunkan temperatur AC di dalam sebuah ruangan terlebih dahulu kita harus menghitung beban panas pendingin yang terdapat di dalam ruangan seperti: beban panas langit-lanit/plafond, beban panas melalui lantai (jika ruangan berada di atas ruangan lain), beban panas penghuni, beban panas alat-alat listrik, beban panas perabot. Selain bebas panas di atas ada juga beban panas yang harus dihitung, yaitu beban panas yang terjadi karena adanya kemungkinan kebocoran pada dinding dan atap ruangan. Berdasarkan penelitian (Syahrizal dkk., 2013), Makin besar beban pendingin di dalam suatu ruangan, maka makin banyak kalor yang harus diserap oleh evaporator, dengan demikian kerja kompresor untuk mensirkulasikan refrigeran ke sistem AC akan semakin berat sehingga energi listrik yang dikonsumsi akan semakin banyak. Tetapi pada penelitian ini secara umum penulis hanya menghitung beban energi yang dibutuhkan menaikkan/menurunkan temperatur AC di dalam sebuah ruangan tanpa menghitung beban-beban panas ruangan di atas dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ∆Q = c.m.∆T, di mana: ∆Q = penambahan energi atau pengurangan c = kalor jenis (kalor jenis udara = 1005 joule/(kg’C) m = massa atau berat = volume x berat jenis (berat jenis udara = 1.2kg/m3) ∆T = perbedaan suhu (suhu akhir – suhu awal) KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa ruang perkuliahan Jurusan Teknik Arsitektur UIN Alauddin Makassar di Gedung D Fakultas Sains dan Teknologi tidak “sehat”. Disebabkan suhu di dalam ruang kelas lebih besar dibandingkan suhu yang berada di luar ruangan, di mana rata-rata suhu di dalam ruang sebesar 28.3°C dan suhu ruang luar rata-rata sebesar 27.2°C. Hasil survei kenyamanan pengguna menunjukkan bahwa dari empat ruang perkuliahan, ada tiga ruang perkuliahan responden merasa nyaman dengan AC termostat 25°C yakni ruang D 308, D 309 dan D 310. Sedangkan ruang D 305 responden merasa nyaman pada AC termostat 23°C. Hal ini disebabkan karena hanya ruang D 305 yang orientasinya menghadap timur barat dan mendapatkan radiasi matahari langsung. Sehingga membutuhkan temperatur AC yang lebih rendah dari temperatur AC ketiga ruang kelas perkuliahan yang lain untuk mendinginkan ruang. Karena suhu ruang di dalam ruang lebih besar dari suhu ruang luar, yang mengakibatakn ruangan tidak “sehat”. Maka penulis menyarankan proses perkuliahan di dalam ruang harus tetap menggunakan AC untuk mendapatkan kenyamanan termal yang efektif, tentunya dengan memperahatikan penggunaan energi yang seefisien mungkin. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyadari bahwa penyusunan penelitian ini banyak mengalami hambatan, rintangan dan halangan, penulis juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penelitian ini, namun dengan bantuan dari berbagai pihak,penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik, Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof. Baharuddin Hamzah, S.T., M.Arch., Ph.D dan Bapak Prof. Dr. Ir. H. M. Ramli Rahim, M.Eng selaku pembimbing yang banyak meluangkan waktunya memberikan petunjuk dan bimbingan sehingga kesulitan penulis dalam membuat tesis ini dapat terselesaikan. Terima kasih juga yang sebesar-besarnya kepada Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingannya selama penulis menempuh perkuliahan. DAFTAR PUSTAKA Alahuddin M. (2010). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kenyamanan Termal Pada Bangunan Hunian Tradisional Toraja. Tugas Akhir Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar. ASHRAE. (1992). Thermal Environmental Condition for Human Occupancy (ASHRAE Standard 55-56). ASHRAE: Atlanta US. Hidayat, M.S. (2013). Pusat Pengembangan Bahan Ajar, UMB “Fisika Bangunan”. Imam, E.S. (2012). Kenyamanan Termal Indoor Pada Bangunan Di Daerah Beriklim Lembab. Indonesian Green Technology Journal. E-ISSN.2338-1787. Lippsmeier, Georg. (1980). Bangunan Tropis. Alih Bahasa Ir. Syahmir Nasution. Erlangga, Jakarta. Karyono, T.H. (2007). Dari Kenyamanan Termis Hingga Pemanasan Bumi: Suatu Tinjauan Arsitektur dan Energi. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Arsitektur Pada Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara. Jakarta. Kurnia R., Effendy S. & Tursilowati L. (2010). Identifikasi Kenyamanan Termal Bangunan (Studi Kasus: Ruang Kuliah Kampus IPB Baranangsiang dan Darmaga Bogor). Jurnal Agromet 24 (1): 14-22, 2010, ISSN: 0126-3633. http://journal.ipb.ac.id/index.php/agromet. Rilatupa J. (2008). Aspek Kenyamanan Termal Pada Pengkondisian Ruang Dalam. Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol 18. No. 3, Agustus 2008. Sugini. (2004). Pemaknaan Istilah-Istilah Kualitas Kenyamanan Thermal Ruang Dalam Kaitan Dengan Variabel Iklim Ruang. Jurnal LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004, ISSN: 1410-2315. Syahrizal I., Panjaitan S. & Yandri. (2013). Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pengkondisian Udara Berdasarkan Variasi Kondisi Ruangan (Studi Kasus Di Politeknik Terpikat Sambas). Jurnal ELKHA Vol. 5, No. 1, Maret 2013. (0-1) (2-3) (4-5) (6-7) (8-9) (10-11) (12-13) (14-15) (16-17) (18-19) (20-21) (22-23) (0-1) (2-3) (4-5) (6-7) (8-9) (10-11) (12-13) (14-15) (16-17) (18-19) (20-21) (22-23) Radiasi (w/m2) (0-1) (2-3) (4-5) (6-7) (8-9) (10-11) (12-13) (14-15) (16-17) (18-19) (20-21) (22-23) (0-1) (2-3) (4-5) (6-7) (8-9) (10-11) (12-13) (14-15) (16-17) (18-19) (20-21) (22-23) Temperatur Gambar 1.a. : Hasil Pengukuran Temperatur dan Kelembaban Cuaca Luar Pada Tanggal 07 – 08 Juni 2014 35 100 30 90 80 25 70 20 60 15 10 5 0 Waktu/Jam 50 Temp. 40 Hum. 30 20 10 0 Waktu/Jam Gambar 1.b. : Hasil Pengukuran Radiasi Matahari Cuaca Luar Pada Tanggal 07 – 08 Juni 2014 800 700 600 500 400 300 200 radiasi 100 0 (0-1) (2-3) (4-5) (6-7) (8-9) (10-11) (12-13) (14-15) (16-17) (18-19) (20-21) (22-23) (0-1) (2-3) (4-5) (6-7) (8-9) (10-11) (12-13) (14-15) (16-17) (18-19) (20-21) (22-23) Radiasi (w/m2) (0-1) (2-3) (4-5) (6-7) (8-9) (10-11) (12-13) (14-15) (16-17) (18-19) (20-21) (22-23) (0-1) (2-3) (4-5) (6-7) (8-9) (10-11) (12-13) (14-15) (16-17) (18-19) (20-21) (22-23) Temperatur (°C) Gambar 2.a. : Hasil Pengukuran Temperatur dan Kelembaban Cuaca Luar Pada Tanggal 14 – 15 Juni 2014 35 100 30 90 80 25 70 20 60 15 50 10 5 0 Waktu (Jam) 40 Temp. 30 Hum. 20 10 0 Waktu (Jam) Gambar 2.b. : Hasil Pengukuran Radiasi Matahari Cuaca Luar Pada Tanggal 14 – 15 Juni 2014 900 800 700 600 500 400 300 Radiasi 200 100 0