BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan masih

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perempuan masih menjadi korban. World Health Organization (WHO)
mengungkapkan dalam hasil penelitian yang dirilis pada tahun 2014 dari 80
negara di dunia terdapat sekitar 35% perempuan mengalami kekerasan fisik
maupun seksual. Di seluruh dunia, hampir 30% perempuan mengalami kekerasan
fisik dan seksual yang dilakukan oleh pasangan, bahkan di beberapa daerah angka
persentasenya jauh lebih tinggi. Disisi lain secara global sebanyak 38% dari kasus
pembunuhan perempuan dilakukan oleh pasangan intim. Kekerasan-kekerasan
yang terjadi ini sebagian besar dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan.
PBB dalam dokumen ‘Violence Against Women, Intimate Partner and
Sexual Violence Against Women’ mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan
sebagai,
“tindakan kekerasan berbasis gender yang menghasilkan, atau
mungkin mengakibatkan, fisik, bahaya seksual atau mental bagi
perempuan, termasuk ancaman tindakan pemaksaan atau
perampasan sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum
atau dalam kehidupan pribadi. Kekerasan pasangan intim mengacu
pada perilaku yang dilakukan oleh pasangan intim atau mantan
pasangan yang menyebabkan fisik, seksual atau psikologis dalam
keadaan bahaya, termasuk agresi fisik, pemaksaan seksual,
pelecehan psikologis dan perilaku pengendalian.”
Komisioner Komisi Nasional Perempuan sekaligus Ketua Subkomisi
Pemantauan, Arimbi Heroepoetri mengungkapkan fakta mengejutkan ketika
menjadi pembicara dalam diskusi media di kantor Komnas Perempuan bahwa
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia rata-rata terjadi 311
kasus setiap hari. Pada tahun 2011 angka kasus KDRT adalah 113.878 kasus atau
1
95,71
persen
artinya
terjadi
sekitar
311
kasus
per
harinya
(http://www.antaranews.com, 28/6-15).
Menurut Catatan Akhir Tahun 2014 Komisi Nasional Antikekerasan
terhadap Perempuan terdapat 293.220 kasus kekerasan terhadap perempuan
sepanjang tahun 2014. Sebanyak 68 persen dari kasus tersebut adalah kekerasan
domestik dan rumah tangga (KDRT) dengan mayoritas korban ibu rumah tangga
serta pelajar. Bentuk-bentuk kekerasan meliputi penelantaran tanggung jawab,
penganiayaan jasmani dan psikis, serta pernikahan paksa ataupun pernikahan dini
(http://print.kompas.com, 27/4-2015).
Di tengah arus modernisasi dan globalisasi dimana penggunaan teknologi
makin meningkat serta perkembangan arus informasi semakin pesat tidak sertamerta memberikan pemahaman secara mendalam pada masyarakat terkait dengan
hakikat dari kesetaraan perempuan dan laki-laki. Kenyataannya, kaum perempuan
tetap menjadi pihak yang lebih banyak menerima kerugian atas berbagai kasus
pelecehan, kekerasan, pembunuhan bahkan diperjual-belikan dibanding laki-laki.
Sebuah ironi ketika pesatnya perkembangan zaman justru menghadirkan
kenyataan pahit pada lebih banyak kaum perempuan yang mengalami berbagai
ketidakadilan termasuk salah satunya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (domestic
violence).
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan salah satu bentuk
disintegrasi dalam keluarga sekaligus kekacauan keluarga. Disintegrasi keluarga
terjadi akibat dari adanya penyimpangan-penyimpangan peran anggota keluarga
di dalam suatu keluarga sekaligus ketidaksempurnaan fungsi-fungsi yang
seharusnya ada dalam keluarga. Kekacauan keluarga (dalam Goode, 2007: 184185) dapat ditafsirkan sebagai “pecahnya suatu unit keluarga, terputusnya atau
retaknya struktur peran sosial jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan
kewajiban peran mereka secukupnya.” Kekacauan keluarga terdapat beberapa
macam yaitu ketidaksahan, pembatalan/ perpisahan/ perceraian/ meninggalkan,
keluarga selaput kosong, ketiadaan seorang pasangan karena hal yang tidak
diinginkan serta kegagalan peran penting yang ‘tak diinginkan’.
2
Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga tentunya dapat mengganggu
fungsi maupun peran individu dalam sebuah keluarga, misalnya seorang suami
yang seharusnya menjaga serta menyayangi istri dan seluruh anggota keluarga
justru melakukan praktek-praktek kekerasan yang merupakan suatu bentuk tindak
kejahatan. Hal ini tentu juga akan mempengaruhi sikap seorang istri dimana
bukan tidak mungkin ia akan mengalami berbagai kerugian baik fisik, mental
maupu materiil. Oleh karena itu, tak jarang kita menemui banyak kasus perceraian
terjadi akibat adanya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Semakin meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dalam hal ini
termasuk dengan tingginya angka kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) juga menghadirkan kenyataan bahwa apa yang tertuang dalam UndangUndang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yaitu Undang-Undang
No. 23 Tahun 2004 yang antara lain berisi: (a) Penghormatan Hak Asasi Manusia:
(b) Keadilan dan Kesetaraan Gender, (c) Non-Diskriminasi: dan (d) Perlindungan
Korban, belum berfungsi secara maksimal. Undang-undang yang dirancang
sebagai bentuk proteksi bagi kaum perempuan dari berbagai ketidakadilan
tersebut belum mampu memberikan rasa aman bagi ratusan ribu perempuan yang
menjadi korban.
Sepanjang tahun 2013, hasil Monitoring Legal Resources Center untuk
Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC KJHAM) Semarang terhadap
kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Jawa Tengah mengidentifikasi
setidaknya terdapat 460 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan 717
perempuan menjadi korban kekerasan berbasis gender serta tercatat 532 orang
menjadi pelaku kekerasan terhadap perempuan. Kasus KDRT tercatat sebagai
kasus yang tertinggi mencapai 201 kasus, kemudian 113 kasus perkosaan, 61
kasus Kekerasan dalam Pacaran/ KdP, 34 kasus kekerasan dan kriminalisasi
kepada perempuan "prostitute"/ korban eksploitasi seksual, 22 kasus kekerasan
kepada pekerja imigran perempuan, 22 kasus perdagangan perempuan dan 7 kasus
pelecehan seksual. Kota Semarang masih teridentifikasi sebagai daerah di Jawa
Tengah dengan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang tertinggi yaitu
3
mencapai 215 kasus, kemudian Kabupaten Demak 16 kasus dan Kota Salatiga
tercatat 15 kasus (http://www.komnasperempuan.or.id/ 26/ 11-13).
Menurut LBH APIK, pada umumnya perempuan korban KDRT memilih
bercerai dari suaminya daripada menjadi korban KDRT terus-menerus.
Alasannya, selain menghentikan siksaan juga mencegah terjadinya pembunuhan
secara fisik maupun karakter. Jika seorang perempuan menjadi korban KDRT dan
menggugat cerai suaminya berarti ia berani melakukan keputusan tegas (Naning,
2010: 54). Disamping itu tak jarang pula ditemukan kasus-kasus dimana para
korban kekerasan mengalami berbagai trauma yang menyebabkan timbulnya
berbagai keinginan tertentu seperti membalas dendam, sakit hati dan lain
sebagainya kepada pelaku tindak kekerasan. Tindakan-tindakan sosial yang
didasari oleh rasa trauma dan sakit hati tersebut dapat berwujud dalam banyak hal
salah satunya yaitu dengan menjajakan diri atau menjadi seorang pekerja seks
komersial (PSK).
Soedjono (1982: 125) menyebutkan ada tiga faktor terjadinya praktek
prostitusi yaitu ekonomi, sosiologi dan juga psikologi. Dalam konteks ekonomi
prostitusi terjadi karena kemiskinan atau keinginan untuk hidup mewah,
sementara pada faktor sosiologi didapati kenyataan bahwa prostitusi terjadi
sebagai akibat dari adanya urbanisasi serta kurangnya keadilan sosial dan pada
faktor psikologi seorang dapat melakukan praktek prostitusi karena adanya
dorongan rasa untuk membalas dendam, kemalasan, histeris atau lain sebagainya.
Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama”
Surakarta merupakan balai
rehabilitasi bagi mantan pekerja seks komersial. Di balai tersebut ditemukan
beberapa kasus dimana dasar dari pilihan mantan pekerja seks komersial
melakukan tindakan sosial semacam menjajakan diri sebelum menjalani
rehabilitasi sosial tak lain karena pernah menjadi korban tindak kekerasan dalam
rumah tangga yang menimbulkan berbagai kerugian pada korban.
Untuk itulah berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik membahas
mengenai wujud dari tindakan sosial menjajakan diri pada mantan pekerja seks
komersial yang pernah mengalami tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga
4
(KDRT), dalam hal ini terkait dengan berbagai latar belakang khusus yang
mendasari seorang mantan pekerja seks komersial menjajakan diri sebelum ia
menjalani rehabilitasi. Peneliti mengambil judul “Tindakan Menjajakan Diri pada
Mantan Pekerja Seks Komersial (Studi Kasus pada Mantan Pekerja Seks
Komersial Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga di Balai Rehabilitasi Sosial
“Wanita Utama” Surakarta).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dari penelitian
ini adalah:
1. Bagaimana bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang
pernah dialami oleh mantan pekerja seks komersial sebelum menjalani
rehabilitasi di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta?
2. Bagaimana tindakan menjajakan diri pada mantan pekerja seks
komersial korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebelum
menjalani rehabilitasi di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama”
Surakarta?”
C. Tujuan Penelitian
Dilaksanakannya penelitian di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama”
Surakarta ini memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1.
Untuk menggambarkan bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) yang pernah dialami oleh mantan pekerja seks komersial
sebelum menjalani rehabilitasi di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita
Utama” Surakarta.
2.
Untuk menggambarkan tindakan menjajakan diri pada mantan pekerja
seks komersial korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
sebelum menjalani rehabilitasi di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita
Utama” Surakarta.
5
D. Manfaat Penelitian
Dilaksanakannya penelitian ini diharapkan manfaat yang dapat diambil
yaitu:
a. Manfaat Teoritis
1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan pengaruh praktek Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) pada mantan pekerja seks komersial korban
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebelum menjalani
rehabilitasi di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta.
2. Memperluas khazanah ilmu terutama kajian sosiologi mengenai
penerapan teori tindakan sosial terhadap tindakan menjajakan diri
yang dilakukan oleh mantan pekerja seks komersial korban
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebelum menjalani
rehabilitasi di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta.
3. Memberikan sumbangan pemikiran sosiologi terutama mengenai
kajian Sosiologi Keluarga
yang berhubungan dengan berbagai
bentuk kekerasan yang dapat terjadi dalam keluarga serta
pengaruhnya terhadap anggota keluarga.
b. Manfaat Praktis
1.
Peneliti dapat mengetahui bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) yang pernah dialami oleh mantan pekerja seks
komersial
sebelum menjalani rehabilitasi di Balai Rehabilitasi
Sosial “Wanita Utama” Surakarta.
2.
Peneliti dapat mengindentifikasi tipe tindakan menjajakan diri pada
mantan pekerja seks komersial korban Kekerasan Dalam Rumah
Tangga
(KDRT)
sebelum
menjalani
rehabilitasi
di
Balai
Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama” Surakarta.
3.
Sebagai referensi dan bacaan ilmiah bagi pembaca dalam
pengkajian mengenai pengaruh Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) terhadap mantan pekerja seks komersial
sebelum
menjalani rehabilitasi di Balai Rehabilitasi Sosial “Wanita Utama”
Surakarta.
6
Download