BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 State of Art Pada

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 State of Art
Pada bagian state of art ini peneliti melampirkan contoh-contoh
penelitian sebelumnya yang memiliki hubungan dengan penelitian ini.
Penelitian ini dilakukan oleh Conor McGrath dengan judul
penelitian The Ideal Lobbyist: Personal Characteristics of effective
lobbyists.
Nama Peneliti
Conor McGrath
Judul
The Ideal Lobbyist: Personal Characteristics of
Penelitian
effective lobbyists
Lokasi dan
Antrim, United Kingdom, 2006
Tahun
Penelitian
Metode
Kualitatif
Penelitian
Subjek
Karakteristik pelobi
Penelitian
Hasil Penelitian
Seorang
pelobi
karakteristik
harus
seperti
memiliki
karakteristik-
menjadi
pendengar,
mengobservasi, pengaruh jenis kelamin, berlaku
sopan dan menjaga sikap, mempunyai kemampuan
dalam menjaga hubungan, kejujuran, dan memiliki
kredibilitas serta integritas yang tinggi.
Persamaan
Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian
Penelitian
yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama
meneliti tentang lobby.
Perbedaan
Conor
McfsGrath
Penelitian
karakteristik-karakteristik yang harus dimiliki oleh
7
mendeskripsikan
bagaimana
8
seorang pelobi untuk berhasil dalam melakukan
lobbying. Perbedaannya dengan penelitian McGrath,
penelitian ini lebih ingin menunjukkan gambaran
mengenai aktivitas lobbying yang terjadi dan
bagaimana seorang praktisi Public Relations yang
bergerak
khusus
dibidang
komunikasi
dalam
melakukan aktivitas lobbying tersebut. Dalam
penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian
tidak kepada karakter seseorang dalam melobi,
tetapi lebih kepada definisi dan fungsi lobi dalam
ruang lingkup kerja praktisi Public Relations dan
manfaat lobi dalam menunjang pekerjaan mereka.
Tabel 2.1 State of Art (International)
Penelitian ini dilakukan oleh David Coen dengan judul penelitian
Lobbying in the European Union.
Nama Peneliti
David Coen
Judul
Lobbying in the European Union
Penelitian
Lokasi dan
London, United Kingdom, 2007
Tahun
Penelitian
Metode
Kuantitatif
Penelitian
Subjek
Lobi dalam komisi dan parlemen Eropa
Penelitian
Hasil Penelitian
Harus disadari bahwa sifat alamiah dari isu-isu yang
terjadi merubah cara seseorang dalam melobi (apa
yang diminati dan apa yang dituntut) dan juga
aktivitas lobbying merubah kebijakan-kebijakan.
Oleh karena itu penting bagi setiap transparansi
inisiatif yang baru untuk mencoba membuat registri
9
tunggal di komisi dan parlemen Eropa.
Persamaan
Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian
Penelitian
yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama
meneliti mengenai lobi.
Perbedaan
David Coen menggambarkan mengenai aktivitas
Penelitian
lobbying yang terjadi di Uni Eropa. Perbedaan yang
paling mencolok antara penelitian David Coen
dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti
adalah
metode
penelitiannya.
David
Coen
menggunakan metode penelitian kuantitatif yang
menggunakan
diagram-diagram
statisik
untuk
menunjukan data-data yang didapat sedangkan
metode penelitian yang akan dipakai oleh peneliti
dalam melakukan penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif kualitatif dimana peneliti
mendeskripsikan data-data yang didapat dalam
melakukan penelitian ini. Davud Coen juga meneliti
aktivitas lobi yang terjadi di parlemen, sementara
peneliti ingin mendeskripsikan lobi yang terjadi di
kehidupan
kerja
praktisi
Public
Relations.
Perbedaan lainnya adalah penelitian yang dilakukan
oleh David Coen berlokasi di Uni Eropa, sementara
penelitian yang dilakukan oleh peneliti berlokasi di
Tabel 2.2 State of Art (International)
10
Penelitian ini dilakukan oleh Kati Tusinski Berg dengan judul
penelitian Finding Connections between Lobbying, Public Relations, and
Advocacy.
Nama Peneliti
Kati Tusinski Berg
Judul
Finding Connections between Lobbying, Public
Penelitian
Relations, and Advocacy
Lokasi dan
United States, 2009
Tahun
Penelitian
Metode
Kuantitatif
Penelitian
Subjek
Public Relations dan lobi
Penelitian
Hasil Penelitian
Studi ini menemukan bahwa para pelobi lebih
sering
terlibat
komunikasi
tradisional,
dalam
daripada
dan
juga
aktivitas
manajemen
pekerjaan
komunikasi
bahwa
para
pelobi
mempersepsikan diri mereka sendiri bahwa mereka
melakukan dua peran Public Relations karena
mereka berusaha menemukan indikasi diktonomi
antara peran sebagai manajer dan teknisi.
Persamaan
Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian
Penelitian
yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama
meneliti tentang hubungan antara Public Relations
dan juga lobi.
Perbedaan
Kati menjelaskan mengenai hubungan antara lobi,
Penelitian
advokasi, dan Public Relations. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kuantitatif karena
ingin mengetahui hubungan antara lobi, advokasi,
dan Public Relations dan Kati Tusinski Berg
menggunakan
diagram
mempresentasikan
Sedangkan
pada
data-data
10tatistic
yang
penelitian
ini
dalam
ia
dapat.
peneliti
11
menggunakan
metode
kualitatif
dalam
mengumpulkan data dan peneliti tidak hanya ingin
mengetahui hubungan antara lobi dengan Public
Relations, namun peneliti juga ingin mengetahui
definisi lobi dan fungsinya dalam Public Relations
dan juga manfaat lobi dalam menunjang keefektifan
Public Relations.
Tabel 2.3 State of Art (International)
Penelitian ini dilakukan oleh Lidia Evelina dengan judul penelitian
pentingnya keterampilan berkomunikasi dalam lobi dan negosiasi.
Nama Peneliti
Lidia Evelina
Judul
Pentingnya Keterampilan Berkomunikasi dalam
Penelitian
Lobi dan Negosiasi
Lokasi dan
Jakarta, Indonesia, 2004
Tahun
Penelitian
Metode
Kualitatif
Penelitian
Subjek
Pelaku lobi
Penelitian
Hasil Penelitian
Dalam melakukan lobi dan negosiasi, seseorang
memerlukan keterampilan dalam mengorganisir
proses lobi dan negosiasi tersebut, mengenal tingkat
kecerdasan,
mampu
membaca
feedback,
dan
mengenal macam-macam kepribadian agar proses
melobi dan negosiasi tersebut dapat berjalan sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh pelobi.
Persamaan
Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian
Penelitian
yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama
ingin memahami hubungan antara kemampuan
komunikasi yang baik dengan keberhasilan lobi.
12
Perbedaan
Lidia
Evalina
Penelitian
pentingnya
selaku
keterampilan
peneliti
menjelaskan
berkomunikasi
dalam
mensukseskan kegiatan lobi dan negosiasi. Lidia
Evalina
menjelaskan
keterampilan-keterampilan
yang harus dimiliki seseorang agar lobi dan
negosiasi yang dijalankan dapat berhasil. Pada
penelitian yang dilakukan oleh peneliti, peneliti
lebih memfokuskan kepada bagaimana praktisi
Public Relations mendefinisikan dan menerapkan
lobi dalam pekerjaan mereka dan manfaatnya.
Tabel 2.4 State of Art (Nasional)
Penelitian ini dilakukan oleh Ahmad Halim Hakim dengan judul
penelitian
KOMUNIKASI
PERSUASIF
PERAWAT
DALAM
MEMBANGUN KONSEP DIRI POSITIF LANSIA (Studi Deskriptif
Kualitatif Komunikasi Persuasif Perawat dalam Membangun Konsep Diri
Positif Lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta).
Nama Peneliti
Ahmad Halim Hakim
Judul
KOMUNIKASI PERSUASIF PERAWAT DALAM
Penelitian
MEMBANGUN KONSEP DIRI POSITIF LANSIA
(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Persuasif
Perawat dalam Membangun Konsep Diri Positif
Lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih
Surakarta)
Lokasi dan
Surakarta, Indonesia, 2004
Tahun
Penelitian
Metode
Kualitatif
Penelitian
Subjek
Komunikasi persuasif oleh perawat
Penelitian
Hasil Penelitian
Komunikasi persuasif perawat terhadap para lansia
13
dapat mempengaruhi tingkah laku lansia kepada
para perawat. Dengan melakukan komunikasi
persuasif dengan baik, para lansia dapat lebih
mudah diatur dam bersikap positif. Komunikasi
persuasif juga dapat memberikan motivasi untuk
para lansia agar lebih kuat.
Persamaan
Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian
Penelitian
yang dilakukan peneliti adalah sama-sama memakai
komunikasi persuasive untuk memahami suatu
proses komunikasi.
Perbedaan
Peneliti
menjelaskan
bagaimana
komunikasi
Penelitian
persuasif yang dilakukan oleh perawat dapat
merubah sifat dan perilaku serta respon dari para
lansia. Perbedaannya dengan penelitian sebelumnya,
peneliti ingin menggambarkan komunikasi persuasif
melalui Lobbying yang dilakukan oleh praktisi
Public Relations yang langsung bergerak dibidang
komunikasi
Tabel 2.5 State of Art (Nasional)
2.2
Landasan Konseptual
2.2.1 Komunikasi
2.2.1.1 Definisi Komunikasi
14
Secara etimologis komunikasi berasal dari bahas latin, yaitu cum
yang berarti dengan atau bersama dengan dan kata units yang berati satu.
Dua kata tersebut menjadi kata benda communion, dalam bahasa Inggris
disebut dengan communion, yang berati kebersamaan, persatuan,
persekutuan gabungan, pergaulan dan hubungan. Kata communion
menjadi kata kerja communicate berarti membagi sesuatu dengan
seseorang,
tukar-menukar,
membicarakan
sesuatu
dengan
orang,
memberitahukan kepada seseorang, bercakap-cakap, bertukar pikiran,
berhubungan, berteman. Kata communicate dari Longman Dictionary of
Contemporary English sebagai upaya untuk membuat pendapat,
mengatakan perasaan, menyampaikan informasi dan sebagainya agar
diketahui atau dipahami orang lain (Nurjaman & Umam, 2012)
Sedangkan Richard West dan Lynn H, Turner dalam bukunya
Introducing Communication Theory (2010:5) menggambarkan 5 kunci
dalam mendefinisikan komunikasi:
Komunikasi
Lingkungan
15
Makna
Sosial
Komunikasi
Simbol
Proses
Gambar 2.1 Key Terms in Defining Communication
Dari figur tersebut Richard West dan Lynn H. Turner
mendefinisikan komunikasi sebagai proses sosial di mana individuindividu
menggunakan
simbol-simbol
untuk
menciptakan
dan
menerjemahkan suatu arti dalam lingkungan mereka. Kelima kunci
tersebut memiliki artinya masing-masing:
1. Sosial: Proses komunikasi di mana terdapat gagasangagasan dan interaksi yang ada di masyarakat
2. Proses: Peristiwa yang terjadi terus-menerus, dinamis, dan
tidak ada habisnya.
3. Simbol: Label yang diberikan atas sebuah fenomena.
4. Makna: Apa yang masyarakat dapatkan dari sebuah pesan.
5. Lingkungan: Situasi atau konteks dimana aktivitas
komunikasi terjadi.
Dari pengeritan-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
banyak unsur-unsur yang terkandung dalam komunikasi, di mana
komunikasi dipengaruhi unsur-unsur yang dimiliki oleh masing-masing
individiu. Komunikasi juga merupakan suatu proses yang terjadi terusmenerus dan hal ini menjadi dasar yang berkaitan antara praktisi Public
Relations dengan lobbying dimana lobbying merupakan suatu proses
16
komunikasi yang tidak dapat dilakukan hanya sekali saja, melainkan
dilakukan terus-menerus dan menggunakan simbol-simbol tersendiri.
2.2.1.2 Model Komunikasi
2.2.1.2.1 Komunikasi Sebagai Aksi
Komunikasi sebagai aksi digambarkan sebagai suatu model linear,
yaitu sebuah informasi dapat diberikan melalui berbagai macam channel.
Model linear merupakan komunikasi satu arah yang berasumsi bahwa
suatu pesan dikirimkan oleh sumber kepada penerima pesan melalui
channel. Pendekatan terhadap komunikasi ini terdiri dari beberapa elemen
kunci (Richard West dan Lynn H. Turner,2010):
1. Source: Sumber dari pesan tersebut atau pengirim pesan.
2. Message: Kata, suara, aksi, atau gesture dalam suatu
interaksi.
3. Receiver: Penerima pesan.
4. Channel: Jalur komunikasi.
5. Noise: Gangguan yang tidak diharapkan oleh pengirim
pesan. Macam-macam noise seperti:
o Semantic Noise: Pengaruh bahasa dalam menerima
pesan seperti bahasa khusus, bahasa gaul, dan
bahasa-bahasa lain yang mempunyai arti tersendiri.
o Physical (external) Noise: Pengaruh fisik atau
pengaruh dari luar si penerima dalam menerima
pesan.
o Psychological Noise: Pengaruh kognitif dalam
menerima pesan yang meliputi prejudis, bias, dan
kecenderungan si penerima dalam menerima pesan.
o Physiological Noise: Pengaruh biologi dalam
menerima pesan seperti kondisi tubuh pengirim
pesan yang sakit, lelah, atau lapar.
17
Semantic
Physical
Physchological
Physiological
Noise
Sender/Source
Message
Target/Receiver
Noise
Semantic
Physical
Physchological
Physiological
Gambar 2.2 Shannon & Weaver Linear Model of Communication
2.2.1.2.2 Komunikasi Sebagai Interaksi
Komunikasi sebagai interaksi memandang bahwa komunikasi
sebagai kegiatan pembagian pesan atau arti dengan umpan balik yang
menghubungkan pengirim dan penerima pesan. Wilbur Schramm (1954)
meneliti
hubungan
antara
pengirim
dan
penerima
pesan
dan
mengkonsepkan model komunikasi sebagai interaksi yang menekankan
komunikasi dua arah antara komunikator. Komunikasi dua arah berarti
aktivitas pengiriman pesan tidak hanya berhenti dari pengirim pesan ke
penerima pesan. Sang penerima pesan memberikan respon dan
mengirimkan pesan balik kepada pengirim pesan awal. Respon atau
feedback dapat berbentuk verbal atau nonverbal, sengaja atau tidak
disengaja.
Respon
atau
feedback
dapat
membantu
komunikator
mengetahui apakah pesan yang disampaikan diterima dan diartikan dengan
baik atau tidak. Dalam model interaksional, respon atau feedback berada
setelah pesan diterima, tidak pada saat pesan dikirimkan. Fields of
experience yang berarti pengalaman-pengalaman pribadi individu
berpengaruh besar terhadap respon atau feedback yang tercipta (Richard
West dan Lynn H. Turner, 2010).
Noise
18
Message
Noise
Noise
Sender
Receiver
Field of experience
Field of experience
Feedback
Feedback
Channel
Noise
Gambar 2.3 Interactional Model of Communication
2.2.1.2.3 Komunikasi Sebagai Transaksi
Dalam model linear arti sebuah pesan dikirmkan dari satu individu
ke individu yang lain. Dalam model interaksional arti sebuah pesan
didapat melalui feedback dari pengirim dan penerima pesan. Dalam model
transaksional,
masyarakat
membangun
arti
pesan
bersama-sama.
Pengalaman individu menjadi sebuah stimulus dalam mengirim dan
menerima sebuah pesan. Pengalaman tersebut menjadi pengaruh yang kuat
terhadap apa yang dikatakan oleh individu-individu dalam sebuah
transaksi. (Richard West dan Lynn H Turner, diadaptasi dari Barnlund,
1970; Frymier, 2005; Wilmot, 1987).
Komunikasi transaksional membutuhkan kesadaran dari masingmasing individu akan pengaruh sebuah pesan kepada pesan yang lain.
Sebuah pesan tercipta dari pesan sebelumnya. Individu harus menyadari
bahwa ada ketergantungan antara pesan yang tercipta dengan pesan
sebelumnya. Perubahan dalam satu pesan mempengaruhi perubahan pada
pesan yang lain. Hal ini membuat individu-individu yang terlibat dalam
19
proses komunikasi tersebut saling bernegosiasi untuk mendapatkan pesan
atau arti yang dapat disepakati bersama.
Dalam model transactional, field of experience masing-masing
individu saling bertemu. Seorang individu tidak hanya diwajibkan untuk
mengerti tentang pengalaman pribadi individu yang lain, tapi juga harus
menggabungkan pengalaman pribadi individu orang lain kedalam
pengalam pribadi individu tersebut. Dari situ akan muncul pertimbanganpertimbangan yang nantinya akan tiba pada kesepakatan bersama.
Noise
Physiological
Psychological
Semantic
Physical
20
Message/Feedback
Communicator
Communicator
Shared
Field of experience
field of
Field of experience
experience
Gambar 2.4 Transactional Model of Communication
Jika dikaitkan kepada ketiga model komunikasi ini, maka lobbying
masuk ke dalam model komunikasi transaksional, di mana komunikasi
transaksional
lebih
mengarah
kepada
proses
negosiasi
dengan
menggabungkan pengalaman-pengalaman dari masing-masing individu
untuk mencapai kesepakatan bersama. Dalam lobbying, pihak pelobi dan
juga pihak yang menjadi target lobi saling bernegosiasi dalam suatu proses
komunikasi hingga pada akhirnya masing-masing pihak sampai kepada
kesepakatan bersama.
2.2.1.3 Etika dan Komunikasi
Etika merupakan sebuah tipe moral dari pengambilan keputusan
(Arnett, Harden-Fritz, & Bell, 2008), dan yang menentukan mana yang
benar dan mana yang salah dan dipengaruhi oleh aturan dan hukum yang
ada di masyarakat.
21
Jika dihubungkan, etika dan dunia komunikasi merupakan suatu
hal yang kompleks. Secara etika, suatu lembaga, institusi pemerintah,
perusahaan, pemimpin dan petinggi-petinggi diwajibkan untuk berbicara
jujur dan terbuka akan informasi-informasi, namun pada kenyataannya
tidak semua lembaga-lembaga tersebut jujur dan terbuka dalam pemberian
informasi, terutama pada informasi-informasi yang bersifat rahasia. Etika
juga dipengaruhi oleh persepsi dari masing-masing individu. Pengaruh
persepsi ini menggambarkan bahwa apa yang dilihat sesuai dengan etika
oleh sebagian individu, belum tentu dapat dilihat sama oleh individu lain
yang memiliki latar belakang dan persepsi yang berbeda (Richard West &
Lynn H. Turner, 2010)
2.2.1.4 Tradisi Komunikasi
Dalam teori komunikasi terdapat tujuh tradisi yang dibentuk untuk
membantu memahami teori-teori yang ada dalam dunia komunikasi.
Robert Craig (Craig, 1999; Craig & Muller, 2007) menciptakan tujuh
tradisi komunikasi yang terdiri dari: (1) tradisi rhetorical; (2) tradisi
semiotic, (3) tradisi phenomenological; (4) tradisi cybernetic; (5) tradisi
sosio-psychological; (6) tradisi sosio-cultural; dan (7) tradisi critical
(Richard West & Lynn H. Turner, 2010). Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan tradisi rhetorical dalam memahami fenomena komunikasi
yang akan diteliti.
Inti dari tradisi retorika yang dikemukakan oleh Robert Craig
adalah seni praktis dalam berbicara. Tradisi retorika menyinggung
elemen-elemen dari bahasa dan audience. Tradisi ini juga mengandung
pembahasan yang menyinggung tentang ketertarikan audiens, bagaimana
emosi audiens dapat terpengaruh dari cara penyampaian pesan dari
pembicara.
2.2.1.5 Konteks Dalam Komunikasi
22
Konteks adalah lingkungan dimana aktivitas komunikasi terjadi.
Konteks memberikan latar belakang terhadap masing-masing fenomena.
Konteks juga dapat memberikan kejelasan sehingga fenomena yang ada
dapat lebih jelas terlihat. Richard West & Lynn H. Turner membagikan
konteks-konteks yang ada dalam ruang lingkup komunikasi: (1)
intrapersonal; (2) interpersonal; (3) small group; (4) organisasional; (5)
publik/rhetorical; (6) mass/media; dan (7) kultural. Dalam penelitian ini,
peneliti memasukan fenomena peran Public Relations dan lobbying dalam
konteks interpersonal.
Komunikasi interpersonal berbicara mengenai komunikasi tatap
muka antar individu. Interpersonal berbicara mengenai interaksi dalam
suatu hubungan, bagaimana suatu hubungan dapat terjadi dan bagaimana
mempertahankan hubungan yang ada melalui komunikasi. Interaksi ini
menyediakan berbagai macam channel (visual, auditory, tactile, olfactory)
yang
dapat
dimaksimalkan
oleh
komunikator-komunikator
dalam
melakukan komunikasi interpersonal. Macam-macam hubungan dalam
komunikasi interpersonal melingkupi keluarga, pertemanan, pernikahan
jangka panjang, hubungan psikiater-pasien, dan hubungan di tempat kerja
dan unsur-unsur yang ada didalamnya seperti gossip, emosi, ketertarikan
dan lainnya (Richard West & Lynn H. Turner, 2010).
2.2.2 Komunikasi Antarpribadi
2.2.2.1 Definisi Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpirbadi tidak hanya dapat dilihat dari jumlah
individu-individu yang terlibat dalam aktivitas komunikasi tersebut. Jika
23
komunikasi antarpribadi didefinisikan hanya dari jumlah individunya saja,
dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang terjadi antara pemilik rumah
dengan tukang kebun merupakan komunikasi antarpribadi dan komunikasi
yang terjadi antara ayah, ibu, dan kedua anaknya merupakan komunikasi
non-antarpribadi. Jumlah individu yang terlibat tidak dapat menentukan
apakah komunikasi yang terjadi merupakan komunikasi antarpribadi atau
non-antarpribadi. Hal lain yang harus diperhatikan dalam mendefinisikan
komunikasi antarpribadi adalah hubungan, ikatan, dan peristiwa yang
terjadi yang menghubungkan individu yang satu dengan individu yang lain
(Julia T. Wood, Interpersonal Communication Everyday Encounters,
2013).
Richard L. Weaver II (1993) tidak memberikan definisi
komunikasi
antarpribadi
melainkan
menyebutkan
karakteristik-
karakteristik komunikasi antarpribadi. Menurutnya terdapat delapan
karakteristik dalam komunikasi antarpribadi, yaitu (Muhammad Budyatna,
Leila Mona Ganiem, 2011:15-21):
1. Melibatkan paling sedikit dua orang.
Komunikasi antarpribadi melibatkan paling sedikit dua orang.
Menurut Weaver, komunikasi antarpribadi melibatkan tidak lebih
dari dua individu yang dinamakan a dyad. Jumlah dua individu
bukanlah jumlah yang sembarangan. Jumlah tiga atau the triad
dapat dianggap sebagai kelompok yang terkecil. Apabila kita
mendefinisikan komunikasi antarpribadi dalam arti jumlah orang
yang terlibat, haruslah diingat bahwa komunikasi antarpribadi
sebetulnya terjadi antara dua orang yang merupakan bagian dari
kelompok yang lebih besar. Apabila dua orang dalam kelompok
yang lebih besar sepakat mengenai hal tertentu atau sesuatu, maka
kedua
orang
itu
nyata-nyata
antarpribadi.
2. Adanya umpan balik atau feedback.
terlibat
dalam
komunikasi
24
Komunikasi antarpribadi melibatkan umpan balik. Umpan balik
merupakan pesan yang dikirimkan kembali oleh penerima kepada
pembicara.
Dalam
komunikasi
antarpribadi
hampri
selalu
melibatkan umpan balik langsung. Sering kali bersifat segera,
nyata, dan berkesinambungan. Hubungan yang langsung antara
sumber dan penerima merupakan bentuk yang unik bagi
komuniaksi antarpribadi. Ini yang dinamakan simultaneous
message atau co-stimulation.
3. Tidak harus tatap muka.
Komunikasi antarpribadi tidak harus tatap muka. Bagi komunikasi
antarpribadi yang sudah terbentuk, adanya saling pengertian antara
dua individu, kehidarian fisik dalam berkomunikasi tidaklah terlalu
penting.
4. Tidak harus bertujuan.
Komunikasi antarpribadi tidak harus selalu disengaja atau dengan
kesadaran. Banyak pesan yang tersampaikan dalam komunikasi
antarpribadi yang bersifat ketidaksengajaan seperti bahasa tubuh,
tounge-slip, dan lainnya.
5. Menghasilkan beberapa pengaruh atau effect.
Untuk dapat dianggap sebagai komunikasi antarpribadi yang
benar, maka sebuah pesan harus menghasilkan atau memiliki efek
atau pengaruh. Efek atau pengaruh itu tidak harus segera dan
nyata, tetapi harus terjadi.
6. Tidak harus melibatkan atau menggunakan kata-kata.
Komunikasi yang terjadi tidak hanya dapat dilakukan dengan cara
verbal saja, tetapi juga dapat dilakukan dengan cara nonverbal
25
seperti bersentuhan tangan, kedipan mata, dan bahasa-bahasa
tubuh lainnya.
7. Dipengaruhi oleh konteks
Konteks merupakan tempat di mana pertemuan komunikasi terjadi
termasuk apa yang mendahului dan mengikuti apa yang dikatakan
(Verderber et al., 2007). Konteks mempengaruhi harapan-harapan
pada partisipan, makna yang diperoleh para partisipan, dan
perilaku selanjutnya. Konteks meliputi:
o Jasmaniah:
lingkungan
Konteks
dan
fisik
meliputi
lingkungan
seperti
lokasi,
kondisi
suhu
udara,
pencahayaan, dan tingkat kebisingan, jarak antara para
komunikator, pengaturan tempat, dan waktu mengenai hari.
o Sosial: Konteks sosial merupakan bentuk hubungan yang
mungkin sudah ada di antara para partisipan seperti
keluarga, teman, kenalan, mitra kerja, dan orang asing.
o Historis: Latar belakang yang diperoleh melalui peristiwa
komunikasi sebelumnya antara para partisipan.
o Psikologis: Suasana hati dan perasaan di mana setiap orang
membawakannya kepada pertemuan antarpribadi.
o Keadaan kultural: Konsep kultural meliputi keyakinan,
nilai-nilai, sikap, makna, hierarki sosial, agama, pemikiran
mengenai waktu, dan peran dari para partisipan.
8. Dipengaruhi oleh kegaduhan atau noise.
Kegaduhan atau noise ialah setiap rangsangan atau stimulus yang
mengganggu dalam proses pembuatan pesan. Kegaduhan atau
kebisingan atau noise dapat bersifat eksternal, internal, atau
semantik.
2.2.3 Public Relations
2.2.3.1 Pengertian Public Relations
26
Public Relations adalah fungsi manajemen yang khas yang
membantu
membangun
dan
memelihara
komunikasi
yang
baik,
pemahaman, penerimaan, dan kerjasama antara suatu organisasi dengan
publiknya, meliputi manajemen isu atau permasalahan, membantu bagian
manajemen untuk terus diinformasikan dan responsif terhadap opini
publik, mendefinisikan dan menekankan tanggung jawab manajemen
untuk melayani kepentingan umum, membantu manajemen mengikuti dan
memanfaatkan perubahan secara efektif, bertindak sebagai sistem
peringatan dini untuk membantu dalam mengantisipasi tren yang sedang
terjadi, dan menggunakan penelitian, suara, dan komunikasi etis sebagai
alat utamanya dalam melakukan pekerjaan (Glen M. Broom & Bey-Ling
Sha dalam Cutlip and Center’s Effective Public Relations, 2013).
2.2.3.2 Strategi dan Peran Public Relations di Perusahaan
Menurut Glen M. Broom dan Bey-Ling Sha dalam Cutlip and
Center’s Effective Public Relations (2013), pekerjaan-pekerjaan yang
dilakukan oleh seorang Public Relations adalah sebagai berikut:
1.
Menulis dan mengedit: Menulis cetak dan siaran siaran pers, fitur
cerita, berita-surat kepada karyawan dan stakeholder eksternal,
korespondensi, website dan pesan media online lainnya, pemegang
saham dan laporan tahunan, pidato, brosur, video dan slide script,
publikasi perdagangan artikel, iklan kelembagaan, dan produk dan
bahan jaminan teknis.
2.
Hubungan Media dan Media Sosial: Menghubungi media berita,
majalah, penulis freelance, dan publikasi perdagangan dengan
maksud untuk mendapatkan mereka untuk menerbitkan atau
menyiarkan berita dan fitur tentang atau berasal oleh sebuah
organisasi. Menanggapi permintaan media informasi, verifikasi
cerita, dan akses ke sumber-sumber otoritatif.
3.
Penelitian: Mengumpulkan informasi tentang opini publik, tren,
masalah yang muncul, iklim politik dan perundang-undangan,
27
liputan media, kelompok minat khusus, dan masalah lain yang
berkaitan dengan pemangku kepentingan organisasi. Melakukan
penelitian menggunakan internet, layanan online, dan database
pemerintah elektronik. Merancang penelitian program, melakukan
survei, dan mempekerjakan perusahaan penelitian.
4.
Manajemen Client dan Staf: Membangun hubungan client,
mengelola ekspektasiclient, menilai kebutuhan alokasi sumber
daya, dan perencanaan logistik. Mengadministrasikan personel,
anggaran, dan jadwal program.
5.
Perencanaan Strategis: Pemrograman dan perencanaan kerjasama
dengan manajer lain; menentukan kebutuhan, menentukan
prioritas, mendefinisikan publik, menetapkan tujuan dan sasaran,
dan mengembangkan pesan, strategi, dan taktik.
6.
Konseling: Memberikan saran kepada manajemen puncak di
lingkungan sosial, politik, dan peraturan; berkonsultasi dengan tim
manajemen tentang cara untuk menghindari atau menanggapi
krisis; dan bekerja dengan para pembuat keputusan utama untuk
merancang strategi untuk mengelola atau menanggapi isu-isu kritis
dan sensitif.
7.
Acara Khusus: Mengatur dan mengelola konferensi pers, 10K
berjalan, konvensi, open house, stek pita dan bukaan besar,
perayaan ulang tahun, acara penggalangan dana, mengunjungi
pejabat, kontes, program penghargaan, dan ketaatan khusus
lainnya.
8.
Berbicara: Tampil di hadapan kelompok, pembinaan lain untuk
tugas berbicara, dan mengelola biro pembicara untuk memberikan
platform bagi organisasi sebelum penonton penting.
9.
Produksi: Menciptakan komunikasi produk agunan menggunakan
pengetahuan dan keterampilan multimedia, termasuk seni,
tipografi, fotografi, tata letak, dan desktop publishing komputer;
28
audio dan video recording dan editing; dan menyiapkan presentasi
audiovisual.
10.
Pelatihan: Mempersiapkan eksekutif dan juru bicara yang ditunjuk
lainnya untuk menangani media dan membuat penampilan publik
lainnya. Menginstruksikan orang lain dalam organisasi untuk
meningkatkan kemampuan menulis dan kemampuan komunikasi.
Membantu
memperkenalkan
perubahan
budaya
organisasi,
kebijakan, struktur, dan proses.
11.
Kontak Personal: Melayani sebagai penghubung dengan media,
masyarakat, dan kelompok-kelompok internal dan eksternal
lainnya. Komunikasi, negosiasi, dan mengelola konflik dengan
para pemangku kepentingan. Pertemuan dan hosting pengunjung.
Membangun aliansi strategis dan hubungan interpersonal.
Sementara dalam pemaparan (Kriyantono, 2008:23-25)
strategi public relation disingkat menjadi PENCILS, yaitu:
1. Publications: Fungsi public relation menyelenggarakan publikasi
atau menyebar luaskan informasi melalui media tentang berbagai
aktivitas atau kegiatan perusahaan yang layak diketahui oleh
publik.
2. Event:
merancang
sebuah
event
yang
bertujuan
untuk
memperkenalkan produk, memperkenalkan diri kepublik serta
bertujuan untuk mempengaruhi opini publik.
3. News: menciptakan berita melalui berbagai media.
4. Community involement: mengadakan kontak sosial dengan
masyarakat yang bertujuan untuk menjaga hubungan baik dengan
pihak organisasi atau lembaga yang diwakili.
5. Information or image: informasi yang diberikan seorang public
relation
harus
menarik
perhatian
memberikan dampak citra positif.
dan
memiliki
harapan
29
6. Lobbying: keterampilan untuk melobi melalui pendekatan pribadi
dan kemampuan bernegosiasi bagi seorang public relation dengan
tujuan untuk mencapai kesepakatan mendukung kelangsungan
bisnis perusahaan.
7. Social responbility:
memiliki tanggung jawab sosial dalam
aktivitas public relation dengan mewujudkan bahwa perusahaan
memiliki kepedulian guna untuk meningkatkan citra.
2.2.4 Komunikasi Persuasif
2.2.4.1 Definisi Komunikasi Persuasif
Istilah persuasi berasal dari kata latin yaitu Persuasio, yang berarti
membujuk, mengajak atau merayu. Kata kerjanya adalah persuadere yang
berarti membujuk, mengajak, atau merayu (Effendy, 2004).
Menurut Perloff (2008), komunikas persuasif merupakan sebuah
proses simbolik dimana seorang komunikator berusaha untuk meyakinkan
orang lain yang bertujuan untuk merubah perilaku seseorang terkati suatu
isu melalu transmisi pesan dalam atmosfir bebas memilih.
Menurut Aristoteles, dalam komunikasi persuasif terdapat tiga
unsur (Soemirat, 2004):
Persuader: Persuader merupakan orang yang menyampaikan pesan
dengan tujuan mempengaruhi pihak yang ingin dia pengaruhi.
Pesan: Pesan merupakan konteks yang disampaikan oleh persuader
kepada target persuasinya.
Persuadee: Persuadee merupakan orang yang menjadi tujuan dari persuasi
atau target sasaran persuasi tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa komunikasi persuasif merupakan
komunikasi yang dilakukan oleh persuader, dimana komunikasi tersebut
berisikan pesan-pesan yang bertujuan untuk membujuk, mempengaruhi,
atau merubah perilaku pihak yang menjadi persuadee.
30
2.2.4.2 Tujuan Komunikasi Persuasif
Menurut Devito (2011), tujuan dari komunikasi persuasif adalah
sebagai berikut:
1.
Memperkuat atau memperlemah perilaku, kepercayaan, dan nilai.
Dengan mengimplementasikan keyakinan atau cara pandang
persuader kepada persuadee melalui komunikasi persuasif,
seorang persuader mampu mengubah persuadee baik itu
memperkuat
apa
yang
diyakini
oleh
persuadee
ataupun
memperlemah dan mengubah apa yang diyakini persuadee.
2.
Merubah perilaku, kepercayaan, dan nilai. Komunikasi persuasif
mampu mengubah cara seseorang memandang sesuatu. Persuader
biasanya ingin mengubah perilaku, kepercayaan, dan nilai yang
dipercaya oleh persuadee agar sesuai dengan apa yang diinginkan
oleh persuader.
3.
Memotivasi untuk mengambil tindakan. Komunikasi persuasif
mampu mendorong seseorang untuk memotivasi dirinya dalam
mengambil inisiatif untuk bertindak sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh persuader.
2.2.4.3 Model Komunikasi Persuasif
Model komunikasi persuasif dibagi menjadi lima macam yaitu
(Newsom dan Haynes,2012):
31
a. Stimulus Respons
Stimulus respons merupakan model persuasi yang berdasarkan konsep
asosiasi. Sebagai contoh, dalam sebuah iklan terdapat slogan atau tagline
dimana saat slogan atau tagline tersebut diucapkan, audience akan secara
otomatis teringat kepada iklan tersebut.
b. Kognitif
Model ini merupakan model persuasi yang menggunakan nalar dan hal-hal
logis dalam penerapannya. Sebagai contoh, orang-orang setuju kalau bumi
itu bulat karena telah dibuktikan dari teori-teori dan pengalaman yang
telah dilakukan sebelumnya yang bersifat rasional dan masuk akal.
c. Motivasi
Motivasi dapat mengubah perilaku seseorang. Motivasi dapat dilakukan
melalui pujian, hadiah, dan hal-hal lain yang dapat menggerakan hati
seseorang untuk termotivasi dalam suatu hal.
d. Sosial
Model ini berkaitan dengan status sosial yang ada di masyarakat.
Seseorang akan lebih mudah terpengaruh kepada hal-hal yang sejajar
dengan status sosialnya. Sebagai contoh, orang-orang kaya yang akan
terpengaruh kepada produk-produk mewah dan barang-barang bermerk
yang memiliki kualitas dan teknologi yang canggih karena hal tersebut
dapat meningkatkan “prestige” mereka.
e. Personalitas
Model persuasi ini memperhatikan karakteristik pribadi sebagai acuan
untuk melihat respon dari khalayak tertentu.
32
Berdasarkan dari hal hal diatas maka dapat disimpulkan bahwa
komunikasi
persuasif
adalah
suatu
upaya
untuk
mempengaruhi
kepercayaan cara berpikir hingga tindakan dari orang yang ingin dibujuk.
2.2.4.4 Prinsip-prinsip Persuasi
Prinsip-prinsip persuasi menurut H.L. Goodall, Goodall, &
Schiefelbein (2010) antara lain :
1. Antisipasi eksposur selektif
Pendengar cenderung menghindari informasi yang berbeda dari nilai –
nilai yang dianutnya. Seorang persuader harus mampu mengatasi hal ini.
2. Perubahan yang sesuai
Seorang persuader harus mampu menyesuaikan perubahan yang dia
inginkan dari audiens dengan apa yang dia sampaikan. Jangan sampai
perubahan yang terjadi tidak sesuai dengan pesan yang disampaikan.
3. Identifikasi audiens
Mengidentifikasi audiens dengan cara mencari persamaan yang dimiliki
persuader dengan audiens sehingga dari situ persuader dapat lebih mudah
membujuk audiens.
4. Logis
Gunakan penjelasan-penjelasan yang logis dan masuk akal sehingga
audiens dapat terbujuk. Audiens tidak akan tertarik kepada hal-hal yang
tidak sesuai dengan logika atau tidak masuk akal.
5. Emosional
Dalam
menggunakan
emosional,
seorang
persuader
harus
bisa
mengidentifikasi hal-hal yang dibutuhkan oleh audiensnya sehingga dari
hal tersebut, persuader dapat menarik hati audiens dengan cara
memberikan solusi untuk dapat memenuhi kebutuhan audiens.
6. Kreadibilitas
Kreadibilitas seorang persuader sangat berpengaruh terhadap berhasiltidaknya dalam membujuk audiens. Audiens akan lebih percaya dan
tertarik pada persuader yang kredibel, yang memiliki pengetahuan yang
luas dan professional.
33
7. Motivasi
Motivasi pendengar dengan cara memahami proses-proses dalam menarik
audiens hingga kepada sikap audines untuk mengambil tindakan yang
sesuai dengan apa yang diinginkan. Proses ini meliputi:
o Attention:
Pembukaan yang baik untuk menarik perhatian audiens.
o Needs:
Mengidentifikasi apa yang dibutuhkan oleh audiens.
o Satisfaction:
Memberikan solusi atas kebutuhan tersebut.
o Visualization:
Pendukung-pendukung visual dalam bentuk gambar, chart, yang
dapat meningkatkan ketertarikan audiens.
o Action:
Audiens menerima dan melakukan tindakan sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh persuader.
STEP
PURPOSE
Audience
Question
speaker
should answer
Attention
Need
Focus listeners’ attention
Why should I listen? Why should I
on you and you message
use my time listening?
Demonstrate that there is
Why do I need to know or do
34
a problem that affects
anything?
them
Satisfacti
Show listeners how they
on
can satisfy the need (
Can I do anything about this?
solve the problem )
Visualizat
Show listeners what their
How would anything be different
ion
lives’ will be like with the
or improved?
need satisfied
Action
Urge
listeners
to
do
something to solve the
What can I do to effect this
change?
problem
Table 2.6 The motivated Sequence as a Persuasive Strategy
Sedangkan Effendy menjelaskan dalam bukunya Ilmu Komunikasi
Teori dan Praktek mengenai konsep AIDDA. AIDDA merupakan akronim
dari kata-kata Attention, Interest, Desire, Decision, Action. Adapun
keterangan dari elemen-elemen dari model ini adalah:
1.
Perhatian (Attention): Keinginan seseorang untuk mencari dan
melihat sesuatu.
2.
Ketertarikan (Interest): Perasaan ingin mengetahui lebih dalam
tentang suatu hal yang menimbulkan daya tarik bagi konsumen.
3.
Keinginan (Desire): Kemauan yang timbul dari hati tentang
sesuatu yang menarik perhatian.
4.
Keputusan (Decision): Kepercayaan untuk melakukan sesuatu hal.
5.
Tindakan
(Action):
Suatu
kegiatan
untuk
merealisasiakan
keyakinan dan ketertarikan terhadap sesuatu.
Dapat disimpulkan bahwa kedua konsep di atas merupakan
gambaran proses perubahan perilaku seseorang dan tahapan-tahapannya.
Dalam dunia lobbying, seorang lobbyist harus bisa menggambarkan proses
35
terjadinya lobbying dan juga mengidentifikasi seberapa jauh perubahan
yang telah dialami oleh target lobinya.
2.2.4.5 Strategi Komunikasi Persuasif
Menurut H.L. Goodall, JR. Sandra Goodall – Jill Schiefelbein
(2010) Strategi komunikasi persuasif, sebagai berikut :
36
Brutal
Rational
Rational/Em
otional
Mindful
Characterize
d by one
sided
persuasion.
Uses the
hammer
method of
persuasion.
Provides the
listener with
no choice
Character
ized by
two sided
exchange
s. Uses
the pro vs
con
method of
persuasio
n. Allows
listener to
test
alternativ
es before
coming to
a
conclusio
n
Characterize
d by mass
appeal to a
large
audience.
Uses
monroe’s
motivated
sequence to
persuade.
Presents
listener with
attention
getter, need,
solution, and
call to action
Characterize
d by a
connection
between the
audience and
the speaker.
Uses an
undersatndin
g of the
needs of the
audience and
a personal
commitment
to satisfy
those needs
as
persuasion.
Emphasizes
personal
choice in
decisionmaking
Strong
Logos
Pathos
Ethos
Conscious
Communic
ation
Choice
A mindful
approach to
persuasion;
appropriate
in any
context, but
it takes
more work
by all
parties.
Pathos
Mindless Persuasion
Mindful Persuasion
Tabel 2.7 Strategi Komunikasi Persuasif
Aristoteles mengemukakan 3 pilar komunikasi persuasi:
Pathos : Mempengaruhi audiens secara emosional.
Logos : Mempengaruhi audiens lewat logika.
Ethos : Mempengaruhi audiens dengan cara menunjukan
kreadibilitas.
Dari tabel tersebut Strategi Komunikasi Persuasif, dijelaskan
bahwa strategi komunikasi persuasif dibagi menjadi empat yakni:
1. Brutal
37
Strategi brutal merupakan strategi yang memiliki karakteristik
persuasi hanya dari satu sisi saja. Strategi ini tidak menyediakan
persuadee pilihan untuk memilih selain mengikuti apa yang
dikatakan oleh persuader.
2. Rational
Strategi rational memiliki karakteristik persuasi dari dua sisi
dimana terdapat sisi pro dan kontra. Persuadee diberikan pilihan
untuk menguji pilihan-pilihan yang ada sebelum mengambil
keputusan.
3. Rational/emotional
Strategi rational/emotional memiliki karakteristik yang bertujuan
untuk membujuk masyarakat dalam skala besar menggunakan
urutan motivasi Monroe untuk membujuk dan menyajikan
pendengar dengan mengambil perhatian, kebutuhan, solusi dan
ajakan untuk bertindak.
4. Mindful
Strategi mindful merupakan strategi persuasi yang digunakan
dengan cara memahami dan mengetahui kebutuhan audiens serta
menarik hati audiens dengan cara berkomitmen membantu audiens
dalam mencapai kebutuhan dalam hal apapun, namun hal ini perlu
usaha khusus dari semua kalangan yang terlibat. Audiens bebas
menentukan pilihan tanpa ada paksaan.
Strategi persuasi sangat diperlukan bagi seorang PR
terutama dalam hal lobbying yang sifatnya persuasif. Dengan
menyusun strategi-strategi sebelum melakukan lobbying, seorang
PR dapat meningkatkan presentase keberhasilannya dalam melobi.
2.2.5 Lobbying
2.2.5.1 Pengertian Lobbying
38
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lobi memiliki
dua arti, pertama adalah ruang teras di dekat pintu masuk hotel, gedung,
bioskop, dan sebagainya yang dilengkapi dengan perangkat meja dan
kursi, yang berfungsi sebagai ruang duduk atau ruang tunggu. Pengertian
lobi yang kedua dan yang akan dibahas pada penelitian ini yaitu kegiatan
yang dilakukan seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam
kaitannya dengan pemungutan suara menjelang pemilihan ketua suatu
organisasi, seperti parlemen dan partai politik, sedangkan melobi berarti
melakukan pendekatan secara tidak resmi, dan pelobian berarti proses,
cara, perbuatan menghubungi atau melakukan pendekatan (terhadap
pejabat pemerintah atau pemimpin politik) untuk mempengaruhi
keputusan atau masalah yang dapat menguntungkan sejumlah orang; usaha
untuk mempengaruhi pihak lain dalam memutuskan suatu perkara atau
soal, biasanya dengan berunding secara tidak resmi atau secara pribadi
(http://kbbi.web.id/lobi versi 1.5).
Lobbying berasal dari kata Latin ‘lobia’ yang memiliki arti
percakapan yang berjalan pertama kali. Berangkat dari kata tersebut,
lobbying
muncul
sebagai
salah
satu
teknik
manajemen
untuk
mempengaruhi proses legislatif. Dapat diartikan bahwa lobbying
merupakan suatu proses dimana seseorang ingin mempengaruhi pihak lain
yang memiliki kedudukan atau kuasa atau wewenang dalam suatu hal agar
pihak tersebut berkenan membantu seseorang tersebut untuk mencapai
tujuannya (Reddi, 2009)
Istilah lobbying berasal dari kegiatan-kegiatan pertemuan bisnis
para pengusaha yang dahulu sering dilakukan di lobi-lobi hotel. Dari situ
muncul lobbying dimana pertemuan tersebut berkembang tidak hanya
berbicara mengenai bisnis saja, namun muncul kegiatan pendekatanpendekatan yang mengarah kepada suatu tujuan yang menguntungkan
kedua pihak (Soeganda & Elvinaro, 2009).
Dari beberapa teori tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
lobbying merupakan sebuah proses, dimana dalam proses lobbying
seseorang yang menjadi pihak pelobi melakukan pendekatan-pendekatan
39
secara tidak resmi untuk mendekati pihak-pihak yang memiliki wewenang
dan kuasa dalam menentukan sesuatu, baik itu pejabat pemerintahan,
pimpinan politik, dan pihak-pihak lain dan pendekatan tersebut bersifat
pribadi dan mengarah kepada suatu tujuan.
2.2.5.2 Fungsi Lobbying
Reddi (2009) menjelaskan mengenai beberapa fungsi dari
lobbying, antara lain:
1. Menginformasikan dan menyampaikan fungsi persuasif kepada
para pejabat atau badan organisasi atau perusahaan lain
2. Membujuk dan bertindak
3. Memantau pelaksanaan keputusan dan hukum yang mempengaruhi
perusahaan
Dalam perusahaan, lobbying merupakan suatu kegiatan yang lebih
terspesifikasi dimana seseorang yang menjadi pelaku lobi tersebut
bergerak mewakili perusahaan (dalam konteks penelitian ini: Public
Relations) dan pendekatannya tidak hanya dilakukan kepada pemerintah
saja, melainkan juga kepada pihak-pihak lain yang memiliki hubungan
dalam kegiatan perusahaan tersebut. Pendekatan ini bersifat persuasif,
dimana seseorang yang mewakili perusahaan ini akan berusaha membujuk
pihak yang menjadi target lobinya dan juga sebagai alat dalam
bernegosiasi.
2.2.5.3 Manfaat Lobbying
40
Diadaptasi dari Moloney dan Jordan (1996), Frank Jefkins (2004)
menjelaskan bahwa area perundang-undangan merupakan area yang teknis
dan beberapa perusahaan kesulitan memahami dan memiliki wewenang
dalam area tersebut sehingga banyak perusahaan menyewa lobbyist
(pelaku lobi). Manfaat utama dari menyewa lobbyist adalah:
1. Sebagai
representasi
klien
untuk
pihak
pengambil
keputusan
2. Sebagai saran pembentukan strategi untuk klien mengenai
campaign
3. Sebagai bantuan politik untuk klien
Dapat disimpulkan bahwa bagi Public Relations, lobbying
memiliki manfaat dari sisi politik dan pembuat keputusan dimana dua hal
ini merupakan faktor yang bisa menghambat tujuan dari klien.
41
2.3
Kerangka Konseptual
Praktisi Public Relations
Fortune PR
Proses Komunikasi
Lobbying
Komunikasi
persuasif
Komunikasi
antarpribadi
Proses
Manfaat
Tujuan
Proses Komunikasi
Target lobi
Gambar 2.5 Kerangka Konseptual
42
Melalui gambar tersebut, penelitian ini berusaha menggambarkan
proses komunikasi, dalam konteks penelitian ini aktivitas lobbying yang
dilakukan oleh praktisi public relations dari Fortune PR, di mana aktivitas
lobbying tersebut melibatkan dua pihak, yaitu praktisi public relations dari
Fortune PR sebagai pihak pelobi yang dalam aktivitas lobbying tersebut
menyampaikan hal-hal yang terkandung dan berpengaruh dalam aktivitas
lobbying, seperti komunikasi antarpribadi, komunikasi persuasif, proses
lobbying, tujuan lobbying, dan juga manfaat lobbying kepada pihak kedua
yang menjadi target lobi.
Download