BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 State of Art Pada bagian state of art ini peneliti melampirkan contoh-contoh penelitian sebelumnya yang memiliki hubungan dengan penelitian ini. Penelitian ini dilakukan oleh Conor McGrath dengan judul penelitian The Ideal Lobbyist: Personal Characteristics of effective lobbyists. Nama Peneliti Conor McGrath Judul The Ideal Lobbyist: Personal Characteristics of Penelitian effective lobbyists Lokasi dan Antrim, United Kingdom, 2006 Tahun Penelitian Metode Kualitatif Penelitian Subjek Karakteristik pelobi Penelitian Hasil Penelitian Seorang pelobi karakteristik harus seperti memiliki karakteristik- menjadi pendengar, mengobservasi, pengaruh jenis kelamin, berlaku sopan dan menjaga sikap, mempunyai kemampuan dalam menjaga hubungan, kejujuran, dan memiliki kredibilitas serta integritas yang tinggi. Persamaan Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama meneliti tentang lobby. Perbedaan Conor McfsGrath Penelitian karakteristik-karakteristik yang harus dimiliki oleh 7 mendeskripsikan bagaimana 8 seorang pelobi untuk berhasil dalam melakukan lobbying. Perbedaannya dengan penelitian McGrath, penelitian ini lebih ingin menunjukkan gambaran mengenai aktivitas lobbying yang terjadi dan bagaimana seorang praktisi Public Relations yang bergerak khusus dibidang komunikasi dalam melakukan aktivitas lobbying tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian tidak kepada karakter seseorang dalam melobi, tetapi lebih kepada definisi dan fungsi lobi dalam ruang lingkup kerja praktisi Public Relations dan manfaat lobi dalam menunjang pekerjaan mereka. Tabel 2.1 State of Art (International) Penelitian ini dilakukan oleh David Coen dengan judul penelitian Lobbying in the European Union. Nama Peneliti David Coen Judul Lobbying in the European Union Penelitian Lokasi dan London, United Kingdom, 2007 Tahun Penelitian Metode Kuantitatif Penelitian Subjek Lobi dalam komisi dan parlemen Eropa Penelitian Hasil Penelitian Harus disadari bahwa sifat alamiah dari isu-isu yang terjadi merubah cara seseorang dalam melobi (apa yang diminati dan apa yang dituntut) dan juga aktivitas lobbying merubah kebijakan-kebijakan. Oleh karena itu penting bagi setiap transparansi inisiatif yang baru untuk mencoba membuat registri 9 tunggal di komisi dan parlemen Eropa. Persamaan Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama meneliti mengenai lobi. Perbedaan David Coen menggambarkan mengenai aktivitas Penelitian lobbying yang terjadi di Uni Eropa. Perbedaan yang paling mencolok antara penelitian David Coen dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah metode penelitiannya. David Coen menggunakan metode penelitian kuantitatif yang menggunakan diagram-diagram statisik untuk menunjukan data-data yang didapat sedangkan metode penelitian yang akan dipakai oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dimana peneliti mendeskripsikan data-data yang didapat dalam melakukan penelitian ini. Davud Coen juga meneliti aktivitas lobi yang terjadi di parlemen, sementara peneliti ingin mendeskripsikan lobi yang terjadi di kehidupan kerja praktisi Public Relations. Perbedaan lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh David Coen berlokasi di Uni Eropa, sementara penelitian yang dilakukan oleh peneliti berlokasi di Tabel 2.2 State of Art (International) 10 Penelitian ini dilakukan oleh Kati Tusinski Berg dengan judul penelitian Finding Connections between Lobbying, Public Relations, and Advocacy. Nama Peneliti Kati Tusinski Berg Judul Finding Connections between Lobbying, Public Penelitian Relations, and Advocacy Lokasi dan United States, 2009 Tahun Penelitian Metode Kuantitatif Penelitian Subjek Public Relations dan lobi Penelitian Hasil Penelitian Studi ini menemukan bahwa para pelobi lebih sering terlibat komunikasi tradisional, dalam daripada dan juga aktivitas manajemen pekerjaan komunikasi bahwa para pelobi mempersepsikan diri mereka sendiri bahwa mereka melakukan dua peran Public Relations karena mereka berusaha menemukan indikasi diktonomi antara peran sebagai manajer dan teknisi. Persamaan Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama meneliti tentang hubungan antara Public Relations dan juga lobi. Perbedaan Kati menjelaskan mengenai hubungan antara lobi, Penelitian advokasi, dan Public Relations. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif karena ingin mengetahui hubungan antara lobi, advokasi, dan Public Relations dan Kati Tusinski Berg menggunakan diagram mempresentasikan Sedangkan pada data-data 10tatistic yang penelitian ini dalam ia dapat. peneliti 11 menggunakan metode kualitatif dalam mengumpulkan data dan peneliti tidak hanya ingin mengetahui hubungan antara lobi dengan Public Relations, namun peneliti juga ingin mengetahui definisi lobi dan fungsinya dalam Public Relations dan juga manfaat lobi dalam menunjang keefektifan Public Relations. Tabel 2.3 State of Art (International) Penelitian ini dilakukan oleh Lidia Evelina dengan judul penelitian pentingnya keterampilan berkomunikasi dalam lobi dan negosiasi. Nama Peneliti Lidia Evelina Judul Pentingnya Keterampilan Berkomunikasi dalam Penelitian Lobi dan Negosiasi Lokasi dan Jakarta, Indonesia, 2004 Tahun Penelitian Metode Kualitatif Penelitian Subjek Pelaku lobi Penelitian Hasil Penelitian Dalam melakukan lobi dan negosiasi, seseorang memerlukan keterampilan dalam mengorganisir proses lobi dan negosiasi tersebut, mengenal tingkat kecerdasan, mampu membaca feedback, dan mengenal macam-macam kepribadian agar proses melobi dan negosiasi tersebut dapat berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelobi. Persamaan Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama ingin memahami hubungan antara kemampuan komunikasi yang baik dengan keberhasilan lobi. 12 Perbedaan Lidia Evalina Penelitian pentingnya selaku keterampilan peneliti menjelaskan berkomunikasi dalam mensukseskan kegiatan lobi dan negosiasi. Lidia Evalina menjelaskan keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki seseorang agar lobi dan negosiasi yang dijalankan dapat berhasil. Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti, peneliti lebih memfokuskan kepada bagaimana praktisi Public Relations mendefinisikan dan menerapkan lobi dalam pekerjaan mereka dan manfaatnya. Tabel 2.4 State of Art (Nasional) Penelitian ini dilakukan oleh Ahmad Halim Hakim dengan judul penelitian KOMUNIKASI PERSUASIF PERAWAT DALAM MEMBANGUN KONSEP DIRI POSITIF LANSIA (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Persuasif Perawat dalam Membangun Konsep Diri Positif Lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta). Nama Peneliti Ahmad Halim Hakim Judul KOMUNIKASI PERSUASIF PERAWAT DALAM Penelitian MEMBANGUN KONSEP DIRI POSITIF LANSIA (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Persuasif Perawat dalam Membangun Konsep Diri Positif Lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta) Lokasi dan Surakarta, Indonesia, 2004 Tahun Penelitian Metode Kualitatif Penelitian Subjek Komunikasi persuasif oleh perawat Penelitian Hasil Penelitian Komunikasi persuasif perawat terhadap para lansia 13 dapat mempengaruhi tingkah laku lansia kepada para perawat. Dengan melakukan komunikasi persuasif dengan baik, para lansia dapat lebih mudah diatur dam bersikap positif. Komunikasi persuasif juga dapat memberikan motivasi untuk para lansia agar lebih kuat. Persamaan Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian Penelitian yang dilakukan peneliti adalah sama-sama memakai komunikasi persuasive untuk memahami suatu proses komunikasi. Perbedaan Peneliti menjelaskan bagaimana komunikasi Penelitian persuasif yang dilakukan oleh perawat dapat merubah sifat dan perilaku serta respon dari para lansia. Perbedaannya dengan penelitian sebelumnya, peneliti ingin menggambarkan komunikasi persuasif melalui Lobbying yang dilakukan oleh praktisi Public Relations yang langsung bergerak dibidang komunikasi Tabel 2.5 State of Art (Nasional) 2.2 Landasan Konseptual 2.2.1 Komunikasi 2.2.1.1 Definisi Komunikasi 14 Secara etimologis komunikasi berasal dari bahas latin, yaitu cum yang berarti dengan atau bersama dengan dan kata units yang berati satu. Dua kata tersebut menjadi kata benda communion, dalam bahasa Inggris disebut dengan communion, yang berati kebersamaan, persatuan, persekutuan gabungan, pergaulan dan hubungan. Kata communion menjadi kata kerja communicate berarti membagi sesuatu dengan seseorang, tukar-menukar, membicarakan sesuatu dengan orang, memberitahukan kepada seseorang, bercakap-cakap, bertukar pikiran, berhubungan, berteman. Kata communicate dari Longman Dictionary of Contemporary English sebagai upaya untuk membuat pendapat, mengatakan perasaan, menyampaikan informasi dan sebagainya agar diketahui atau dipahami orang lain (Nurjaman & Umam, 2012) Sedangkan Richard West dan Lynn H, Turner dalam bukunya Introducing Communication Theory (2010:5) menggambarkan 5 kunci dalam mendefinisikan komunikasi: Komunikasi Lingkungan 15 Makna Sosial Komunikasi Simbol Proses Gambar 2.1 Key Terms in Defining Communication Dari figur tersebut Richard West dan Lynn H. Turner mendefinisikan komunikasi sebagai proses sosial di mana individuindividu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menerjemahkan suatu arti dalam lingkungan mereka. Kelima kunci tersebut memiliki artinya masing-masing: 1. Sosial: Proses komunikasi di mana terdapat gagasangagasan dan interaksi yang ada di masyarakat 2. Proses: Peristiwa yang terjadi terus-menerus, dinamis, dan tidak ada habisnya. 3. Simbol: Label yang diberikan atas sebuah fenomena. 4. Makna: Apa yang masyarakat dapatkan dari sebuah pesan. 5. Lingkungan: Situasi atau konteks dimana aktivitas komunikasi terjadi. Dari pengeritan-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa banyak unsur-unsur yang terkandung dalam komunikasi, di mana komunikasi dipengaruhi unsur-unsur yang dimiliki oleh masing-masing individiu. Komunikasi juga merupakan suatu proses yang terjadi terusmenerus dan hal ini menjadi dasar yang berkaitan antara praktisi Public Relations dengan lobbying dimana lobbying merupakan suatu proses 16 komunikasi yang tidak dapat dilakukan hanya sekali saja, melainkan dilakukan terus-menerus dan menggunakan simbol-simbol tersendiri. 2.2.1.2 Model Komunikasi 2.2.1.2.1 Komunikasi Sebagai Aksi Komunikasi sebagai aksi digambarkan sebagai suatu model linear, yaitu sebuah informasi dapat diberikan melalui berbagai macam channel. Model linear merupakan komunikasi satu arah yang berasumsi bahwa suatu pesan dikirimkan oleh sumber kepada penerima pesan melalui channel. Pendekatan terhadap komunikasi ini terdiri dari beberapa elemen kunci (Richard West dan Lynn H. Turner,2010): 1. Source: Sumber dari pesan tersebut atau pengirim pesan. 2. Message: Kata, suara, aksi, atau gesture dalam suatu interaksi. 3. Receiver: Penerima pesan. 4. Channel: Jalur komunikasi. 5. Noise: Gangguan yang tidak diharapkan oleh pengirim pesan. Macam-macam noise seperti: o Semantic Noise: Pengaruh bahasa dalam menerima pesan seperti bahasa khusus, bahasa gaul, dan bahasa-bahasa lain yang mempunyai arti tersendiri. o Physical (external) Noise: Pengaruh fisik atau pengaruh dari luar si penerima dalam menerima pesan. o Psychological Noise: Pengaruh kognitif dalam menerima pesan yang meliputi prejudis, bias, dan kecenderungan si penerima dalam menerima pesan. o Physiological Noise: Pengaruh biologi dalam menerima pesan seperti kondisi tubuh pengirim pesan yang sakit, lelah, atau lapar. 17 Semantic Physical Physchological Physiological Noise Sender/Source Message Target/Receiver Noise Semantic Physical Physchological Physiological Gambar 2.2 Shannon & Weaver Linear Model of Communication 2.2.1.2.2 Komunikasi Sebagai Interaksi Komunikasi sebagai interaksi memandang bahwa komunikasi sebagai kegiatan pembagian pesan atau arti dengan umpan balik yang menghubungkan pengirim dan penerima pesan. Wilbur Schramm (1954) meneliti hubungan antara pengirim dan penerima pesan dan mengkonsepkan model komunikasi sebagai interaksi yang menekankan komunikasi dua arah antara komunikator. Komunikasi dua arah berarti aktivitas pengiriman pesan tidak hanya berhenti dari pengirim pesan ke penerima pesan. Sang penerima pesan memberikan respon dan mengirimkan pesan balik kepada pengirim pesan awal. Respon atau feedback dapat berbentuk verbal atau nonverbal, sengaja atau tidak disengaja. Respon atau feedback dapat membantu komunikator mengetahui apakah pesan yang disampaikan diterima dan diartikan dengan baik atau tidak. Dalam model interaksional, respon atau feedback berada setelah pesan diterima, tidak pada saat pesan dikirimkan. Fields of experience yang berarti pengalaman-pengalaman pribadi individu berpengaruh besar terhadap respon atau feedback yang tercipta (Richard West dan Lynn H. Turner, 2010). Noise 18 Message Noise Noise Sender Receiver Field of experience Field of experience Feedback Feedback Channel Noise Gambar 2.3 Interactional Model of Communication 2.2.1.2.3 Komunikasi Sebagai Transaksi Dalam model linear arti sebuah pesan dikirmkan dari satu individu ke individu yang lain. Dalam model interaksional arti sebuah pesan didapat melalui feedback dari pengirim dan penerima pesan. Dalam model transaksional, masyarakat membangun arti pesan bersama-sama. Pengalaman individu menjadi sebuah stimulus dalam mengirim dan menerima sebuah pesan. Pengalaman tersebut menjadi pengaruh yang kuat terhadap apa yang dikatakan oleh individu-individu dalam sebuah transaksi. (Richard West dan Lynn H Turner, diadaptasi dari Barnlund, 1970; Frymier, 2005; Wilmot, 1987). Komunikasi transaksional membutuhkan kesadaran dari masingmasing individu akan pengaruh sebuah pesan kepada pesan yang lain. Sebuah pesan tercipta dari pesan sebelumnya. Individu harus menyadari bahwa ada ketergantungan antara pesan yang tercipta dengan pesan sebelumnya. Perubahan dalam satu pesan mempengaruhi perubahan pada pesan yang lain. Hal ini membuat individu-individu yang terlibat dalam 19 proses komunikasi tersebut saling bernegosiasi untuk mendapatkan pesan atau arti yang dapat disepakati bersama. Dalam model transactional, field of experience masing-masing individu saling bertemu. Seorang individu tidak hanya diwajibkan untuk mengerti tentang pengalaman pribadi individu yang lain, tapi juga harus menggabungkan pengalaman pribadi individu orang lain kedalam pengalam pribadi individu tersebut. Dari situ akan muncul pertimbanganpertimbangan yang nantinya akan tiba pada kesepakatan bersama. Noise Physiological Psychological Semantic Physical 20 Message/Feedback Communicator Communicator Shared Field of experience field of Field of experience experience Gambar 2.4 Transactional Model of Communication Jika dikaitkan kepada ketiga model komunikasi ini, maka lobbying masuk ke dalam model komunikasi transaksional, di mana komunikasi transaksional lebih mengarah kepada proses negosiasi dengan menggabungkan pengalaman-pengalaman dari masing-masing individu untuk mencapai kesepakatan bersama. Dalam lobbying, pihak pelobi dan juga pihak yang menjadi target lobi saling bernegosiasi dalam suatu proses komunikasi hingga pada akhirnya masing-masing pihak sampai kepada kesepakatan bersama. 2.2.1.3 Etika dan Komunikasi Etika merupakan sebuah tipe moral dari pengambilan keputusan (Arnett, Harden-Fritz, & Bell, 2008), dan yang menentukan mana yang benar dan mana yang salah dan dipengaruhi oleh aturan dan hukum yang ada di masyarakat. 21 Jika dihubungkan, etika dan dunia komunikasi merupakan suatu hal yang kompleks. Secara etika, suatu lembaga, institusi pemerintah, perusahaan, pemimpin dan petinggi-petinggi diwajibkan untuk berbicara jujur dan terbuka akan informasi-informasi, namun pada kenyataannya tidak semua lembaga-lembaga tersebut jujur dan terbuka dalam pemberian informasi, terutama pada informasi-informasi yang bersifat rahasia. Etika juga dipengaruhi oleh persepsi dari masing-masing individu. Pengaruh persepsi ini menggambarkan bahwa apa yang dilihat sesuai dengan etika oleh sebagian individu, belum tentu dapat dilihat sama oleh individu lain yang memiliki latar belakang dan persepsi yang berbeda (Richard West & Lynn H. Turner, 2010) 2.2.1.4 Tradisi Komunikasi Dalam teori komunikasi terdapat tujuh tradisi yang dibentuk untuk membantu memahami teori-teori yang ada dalam dunia komunikasi. Robert Craig (Craig, 1999; Craig & Muller, 2007) menciptakan tujuh tradisi komunikasi yang terdiri dari: (1) tradisi rhetorical; (2) tradisi semiotic, (3) tradisi phenomenological; (4) tradisi cybernetic; (5) tradisi sosio-psychological; (6) tradisi sosio-cultural; dan (7) tradisi critical (Richard West & Lynn H. Turner, 2010). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tradisi rhetorical dalam memahami fenomena komunikasi yang akan diteliti. Inti dari tradisi retorika yang dikemukakan oleh Robert Craig adalah seni praktis dalam berbicara. Tradisi retorika menyinggung elemen-elemen dari bahasa dan audience. Tradisi ini juga mengandung pembahasan yang menyinggung tentang ketertarikan audiens, bagaimana emosi audiens dapat terpengaruh dari cara penyampaian pesan dari pembicara. 2.2.1.5 Konteks Dalam Komunikasi 22 Konteks adalah lingkungan dimana aktivitas komunikasi terjadi. Konteks memberikan latar belakang terhadap masing-masing fenomena. Konteks juga dapat memberikan kejelasan sehingga fenomena yang ada dapat lebih jelas terlihat. Richard West & Lynn H. Turner membagikan konteks-konteks yang ada dalam ruang lingkup komunikasi: (1) intrapersonal; (2) interpersonal; (3) small group; (4) organisasional; (5) publik/rhetorical; (6) mass/media; dan (7) kultural. Dalam penelitian ini, peneliti memasukan fenomena peran Public Relations dan lobbying dalam konteks interpersonal. Komunikasi interpersonal berbicara mengenai komunikasi tatap muka antar individu. Interpersonal berbicara mengenai interaksi dalam suatu hubungan, bagaimana suatu hubungan dapat terjadi dan bagaimana mempertahankan hubungan yang ada melalui komunikasi. Interaksi ini menyediakan berbagai macam channel (visual, auditory, tactile, olfactory) yang dapat dimaksimalkan oleh komunikator-komunikator dalam melakukan komunikasi interpersonal. Macam-macam hubungan dalam komunikasi interpersonal melingkupi keluarga, pertemanan, pernikahan jangka panjang, hubungan psikiater-pasien, dan hubungan di tempat kerja dan unsur-unsur yang ada didalamnya seperti gossip, emosi, ketertarikan dan lainnya (Richard West & Lynn H. Turner, 2010). 2.2.2 Komunikasi Antarpribadi 2.2.2.1 Definisi Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpirbadi tidak hanya dapat dilihat dari jumlah individu-individu yang terlibat dalam aktivitas komunikasi tersebut. Jika 23 komunikasi antarpribadi didefinisikan hanya dari jumlah individunya saja, dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang terjadi antara pemilik rumah dengan tukang kebun merupakan komunikasi antarpribadi dan komunikasi yang terjadi antara ayah, ibu, dan kedua anaknya merupakan komunikasi non-antarpribadi. Jumlah individu yang terlibat tidak dapat menentukan apakah komunikasi yang terjadi merupakan komunikasi antarpribadi atau non-antarpribadi. Hal lain yang harus diperhatikan dalam mendefinisikan komunikasi antarpribadi adalah hubungan, ikatan, dan peristiwa yang terjadi yang menghubungkan individu yang satu dengan individu yang lain (Julia T. Wood, Interpersonal Communication Everyday Encounters, 2013). Richard L. Weaver II (1993) tidak memberikan definisi komunikasi antarpribadi melainkan menyebutkan karakteristik- karakteristik komunikasi antarpribadi. Menurutnya terdapat delapan karakteristik dalam komunikasi antarpribadi, yaitu (Muhammad Budyatna, Leila Mona Ganiem, 2011:15-21): 1. Melibatkan paling sedikit dua orang. Komunikasi antarpribadi melibatkan paling sedikit dua orang. Menurut Weaver, komunikasi antarpribadi melibatkan tidak lebih dari dua individu yang dinamakan a dyad. Jumlah dua individu bukanlah jumlah yang sembarangan. Jumlah tiga atau the triad dapat dianggap sebagai kelompok yang terkecil. Apabila kita mendefinisikan komunikasi antarpribadi dalam arti jumlah orang yang terlibat, haruslah diingat bahwa komunikasi antarpribadi sebetulnya terjadi antara dua orang yang merupakan bagian dari kelompok yang lebih besar. Apabila dua orang dalam kelompok yang lebih besar sepakat mengenai hal tertentu atau sesuatu, maka kedua orang itu nyata-nyata antarpribadi. 2. Adanya umpan balik atau feedback. terlibat dalam komunikasi 24 Komunikasi antarpribadi melibatkan umpan balik. Umpan balik merupakan pesan yang dikirimkan kembali oleh penerima kepada pembicara. Dalam komunikasi antarpribadi hampri selalu melibatkan umpan balik langsung. Sering kali bersifat segera, nyata, dan berkesinambungan. Hubungan yang langsung antara sumber dan penerima merupakan bentuk yang unik bagi komuniaksi antarpribadi. Ini yang dinamakan simultaneous message atau co-stimulation. 3. Tidak harus tatap muka. Komunikasi antarpribadi tidak harus tatap muka. Bagi komunikasi antarpribadi yang sudah terbentuk, adanya saling pengertian antara dua individu, kehidarian fisik dalam berkomunikasi tidaklah terlalu penting. 4. Tidak harus bertujuan. Komunikasi antarpribadi tidak harus selalu disengaja atau dengan kesadaran. Banyak pesan yang tersampaikan dalam komunikasi antarpribadi yang bersifat ketidaksengajaan seperti bahasa tubuh, tounge-slip, dan lainnya. 5. Menghasilkan beberapa pengaruh atau effect. Untuk dapat dianggap sebagai komunikasi antarpribadi yang benar, maka sebuah pesan harus menghasilkan atau memiliki efek atau pengaruh. Efek atau pengaruh itu tidak harus segera dan nyata, tetapi harus terjadi. 6. Tidak harus melibatkan atau menggunakan kata-kata. Komunikasi yang terjadi tidak hanya dapat dilakukan dengan cara verbal saja, tetapi juga dapat dilakukan dengan cara nonverbal 25 seperti bersentuhan tangan, kedipan mata, dan bahasa-bahasa tubuh lainnya. 7. Dipengaruhi oleh konteks Konteks merupakan tempat di mana pertemuan komunikasi terjadi termasuk apa yang mendahului dan mengikuti apa yang dikatakan (Verderber et al., 2007). Konteks mempengaruhi harapan-harapan pada partisipan, makna yang diperoleh para partisipan, dan perilaku selanjutnya. Konteks meliputi: o Jasmaniah: lingkungan Konteks dan fisik meliputi lingkungan seperti lokasi, kondisi suhu udara, pencahayaan, dan tingkat kebisingan, jarak antara para komunikator, pengaturan tempat, dan waktu mengenai hari. o Sosial: Konteks sosial merupakan bentuk hubungan yang mungkin sudah ada di antara para partisipan seperti keluarga, teman, kenalan, mitra kerja, dan orang asing. o Historis: Latar belakang yang diperoleh melalui peristiwa komunikasi sebelumnya antara para partisipan. o Psikologis: Suasana hati dan perasaan di mana setiap orang membawakannya kepada pertemuan antarpribadi. o Keadaan kultural: Konsep kultural meliputi keyakinan, nilai-nilai, sikap, makna, hierarki sosial, agama, pemikiran mengenai waktu, dan peran dari para partisipan. 8. Dipengaruhi oleh kegaduhan atau noise. Kegaduhan atau noise ialah setiap rangsangan atau stimulus yang mengganggu dalam proses pembuatan pesan. Kegaduhan atau kebisingan atau noise dapat bersifat eksternal, internal, atau semantik. 2.2.3 Public Relations 2.2.3.1 Pengertian Public Relations 26 Public Relations adalah fungsi manajemen yang khas yang membantu membangun dan memelihara komunikasi yang baik, pemahaman, penerimaan, dan kerjasama antara suatu organisasi dengan publiknya, meliputi manajemen isu atau permasalahan, membantu bagian manajemen untuk terus diinformasikan dan responsif terhadap opini publik, mendefinisikan dan menekankan tanggung jawab manajemen untuk melayani kepentingan umum, membantu manajemen mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif, bertindak sebagai sistem peringatan dini untuk membantu dalam mengantisipasi tren yang sedang terjadi, dan menggunakan penelitian, suara, dan komunikasi etis sebagai alat utamanya dalam melakukan pekerjaan (Glen M. Broom & Bey-Ling Sha dalam Cutlip and Center’s Effective Public Relations, 2013). 2.2.3.2 Strategi dan Peran Public Relations di Perusahaan Menurut Glen M. Broom dan Bey-Ling Sha dalam Cutlip and Center’s Effective Public Relations (2013), pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh seorang Public Relations adalah sebagai berikut: 1. Menulis dan mengedit: Menulis cetak dan siaran siaran pers, fitur cerita, berita-surat kepada karyawan dan stakeholder eksternal, korespondensi, website dan pesan media online lainnya, pemegang saham dan laporan tahunan, pidato, brosur, video dan slide script, publikasi perdagangan artikel, iklan kelembagaan, dan produk dan bahan jaminan teknis. 2. Hubungan Media dan Media Sosial: Menghubungi media berita, majalah, penulis freelance, dan publikasi perdagangan dengan maksud untuk mendapatkan mereka untuk menerbitkan atau menyiarkan berita dan fitur tentang atau berasal oleh sebuah organisasi. Menanggapi permintaan media informasi, verifikasi cerita, dan akses ke sumber-sumber otoritatif. 3. Penelitian: Mengumpulkan informasi tentang opini publik, tren, masalah yang muncul, iklim politik dan perundang-undangan, 27 liputan media, kelompok minat khusus, dan masalah lain yang berkaitan dengan pemangku kepentingan organisasi. Melakukan penelitian menggunakan internet, layanan online, dan database pemerintah elektronik. Merancang penelitian program, melakukan survei, dan mempekerjakan perusahaan penelitian. 4. Manajemen Client dan Staf: Membangun hubungan client, mengelola ekspektasiclient, menilai kebutuhan alokasi sumber daya, dan perencanaan logistik. Mengadministrasikan personel, anggaran, dan jadwal program. 5. Perencanaan Strategis: Pemrograman dan perencanaan kerjasama dengan manajer lain; menentukan kebutuhan, menentukan prioritas, mendefinisikan publik, menetapkan tujuan dan sasaran, dan mengembangkan pesan, strategi, dan taktik. 6. Konseling: Memberikan saran kepada manajemen puncak di lingkungan sosial, politik, dan peraturan; berkonsultasi dengan tim manajemen tentang cara untuk menghindari atau menanggapi krisis; dan bekerja dengan para pembuat keputusan utama untuk merancang strategi untuk mengelola atau menanggapi isu-isu kritis dan sensitif. 7. Acara Khusus: Mengatur dan mengelola konferensi pers, 10K berjalan, konvensi, open house, stek pita dan bukaan besar, perayaan ulang tahun, acara penggalangan dana, mengunjungi pejabat, kontes, program penghargaan, dan ketaatan khusus lainnya. 8. Berbicara: Tampil di hadapan kelompok, pembinaan lain untuk tugas berbicara, dan mengelola biro pembicara untuk memberikan platform bagi organisasi sebelum penonton penting. 9. Produksi: Menciptakan komunikasi produk agunan menggunakan pengetahuan dan keterampilan multimedia, termasuk seni, tipografi, fotografi, tata letak, dan desktop publishing komputer; 28 audio dan video recording dan editing; dan menyiapkan presentasi audiovisual. 10. Pelatihan: Mempersiapkan eksekutif dan juru bicara yang ditunjuk lainnya untuk menangani media dan membuat penampilan publik lainnya. Menginstruksikan orang lain dalam organisasi untuk meningkatkan kemampuan menulis dan kemampuan komunikasi. Membantu memperkenalkan perubahan budaya organisasi, kebijakan, struktur, dan proses. 11. Kontak Personal: Melayani sebagai penghubung dengan media, masyarakat, dan kelompok-kelompok internal dan eksternal lainnya. Komunikasi, negosiasi, dan mengelola konflik dengan para pemangku kepentingan. Pertemuan dan hosting pengunjung. Membangun aliansi strategis dan hubungan interpersonal. Sementara dalam pemaparan (Kriyantono, 2008:23-25) strategi public relation disingkat menjadi PENCILS, yaitu: 1. Publications: Fungsi public relation menyelenggarakan publikasi atau menyebar luaskan informasi melalui media tentang berbagai aktivitas atau kegiatan perusahaan yang layak diketahui oleh publik. 2. Event: merancang sebuah event yang bertujuan untuk memperkenalkan produk, memperkenalkan diri kepublik serta bertujuan untuk mempengaruhi opini publik. 3. News: menciptakan berita melalui berbagai media. 4. Community involement: mengadakan kontak sosial dengan masyarakat yang bertujuan untuk menjaga hubungan baik dengan pihak organisasi atau lembaga yang diwakili. 5. Information or image: informasi yang diberikan seorang public relation harus menarik perhatian memberikan dampak citra positif. dan memiliki harapan 29 6. Lobbying: keterampilan untuk melobi melalui pendekatan pribadi dan kemampuan bernegosiasi bagi seorang public relation dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan mendukung kelangsungan bisnis perusahaan. 7. Social responbility: memiliki tanggung jawab sosial dalam aktivitas public relation dengan mewujudkan bahwa perusahaan memiliki kepedulian guna untuk meningkatkan citra. 2.2.4 Komunikasi Persuasif 2.2.4.1 Definisi Komunikasi Persuasif Istilah persuasi berasal dari kata latin yaitu Persuasio, yang berarti membujuk, mengajak atau merayu. Kata kerjanya adalah persuadere yang berarti membujuk, mengajak, atau merayu (Effendy, 2004). Menurut Perloff (2008), komunikas persuasif merupakan sebuah proses simbolik dimana seorang komunikator berusaha untuk meyakinkan orang lain yang bertujuan untuk merubah perilaku seseorang terkati suatu isu melalu transmisi pesan dalam atmosfir bebas memilih. Menurut Aristoteles, dalam komunikasi persuasif terdapat tiga unsur (Soemirat, 2004): Persuader: Persuader merupakan orang yang menyampaikan pesan dengan tujuan mempengaruhi pihak yang ingin dia pengaruhi. Pesan: Pesan merupakan konteks yang disampaikan oleh persuader kepada target persuasinya. Persuadee: Persuadee merupakan orang yang menjadi tujuan dari persuasi atau target sasaran persuasi tersebut. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi persuasif merupakan komunikasi yang dilakukan oleh persuader, dimana komunikasi tersebut berisikan pesan-pesan yang bertujuan untuk membujuk, mempengaruhi, atau merubah perilaku pihak yang menjadi persuadee. 30 2.2.4.2 Tujuan Komunikasi Persuasif Menurut Devito (2011), tujuan dari komunikasi persuasif adalah sebagai berikut: 1. Memperkuat atau memperlemah perilaku, kepercayaan, dan nilai. Dengan mengimplementasikan keyakinan atau cara pandang persuader kepada persuadee melalui komunikasi persuasif, seorang persuader mampu mengubah persuadee baik itu memperkuat apa yang diyakini oleh persuadee ataupun memperlemah dan mengubah apa yang diyakini persuadee. 2. Merubah perilaku, kepercayaan, dan nilai. Komunikasi persuasif mampu mengubah cara seseorang memandang sesuatu. Persuader biasanya ingin mengubah perilaku, kepercayaan, dan nilai yang dipercaya oleh persuadee agar sesuai dengan apa yang diinginkan oleh persuader. 3. Memotivasi untuk mengambil tindakan. Komunikasi persuasif mampu mendorong seseorang untuk memotivasi dirinya dalam mengambil inisiatif untuk bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh persuader. 2.2.4.3 Model Komunikasi Persuasif Model komunikasi persuasif dibagi menjadi lima macam yaitu (Newsom dan Haynes,2012): 31 a. Stimulus Respons Stimulus respons merupakan model persuasi yang berdasarkan konsep asosiasi. Sebagai contoh, dalam sebuah iklan terdapat slogan atau tagline dimana saat slogan atau tagline tersebut diucapkan, audience akan secara otomatis teringat kepada iklan tersebut. b. Kognitif Model ini merupakan model persuasi yang menggunakan nalar dan hal-hal logis dalam penerapannya. Sebagai contoh, orang-orang setuju kalau bumi itu bulat karena telah dibuktikan dari teori-teori dan pengalaman yang telah dilakukan sebelumnya yang bersifat rasional dan masuk akal. c. Motivasi Motivasi dapat mengubah perilaku seseorang. Motivasi dapat dilakukan melalui pujian, hadiah, dan hal-hal lain yang dapat menggerakan hati seseorang untuk termotivasi dalam suatu hal. d. Sosial Model ini berkaitan dengan status sosial yang ada di masyarakat. Seseorang akan lebih mudah terpengaruh kepada hal-hal yang sejajar dengan status sosialnya. Sebagai contoh, orang-orang kaya yang akan terpengaruh kepada produk-produk mewah dan barang-barang bermerk yang memiliki kualitas dan teknologi yang canggih karena hal tersebut dapat meningkatkan “prestige” mereka. e. Personalitas Model persuasi ini memperhatikan karakteristik pribadi sebagai acuan untuk melihat respon dari khalayak tertentu. 32 Berdasarkan dari hal hal diatas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi persuasif adalah suatu upaya untuk mempengaruhi kepercayaan cara berpikir hingga tindakan dari orang yang ingin dibujuk. 2.2.4.4 Prinsip-prinsip Persuasi Prinsip-prinsip persuasi menurut H.L. Goodall, Goodall, & Schiefelbein (2010) antara lain : 1. Antisipasi eksposur selektif Pendengar cenderung menghindari informasi yang berbeda dari nilai – nilai yang dianutnya. Seorang persuader harus mampu mengatasi hal ini. 2. Perubahan yang sesuai Seorang persuader harus mampu menyesuaikan perubahan yang dia inginkan dari audiens dengan apa yang dia sampaikan. Jangan sampai perubahan yang terjadi tidak sesuai dengan pesan yang disampaikan. 3. Identifikasi audiens Mengidentifikasi audiens dengan cara mencari persamaan yang dimiliki persuader dengan audiens sehingga dari situ persuader dapat lebih mudah membujuk audiens. 4. Logis Gunakan penjelasan-penjelasan yang logis dan masuk akal sehingga audiens dapat terbujuk. Audiens tidak akan tertarik kepada hal-hal yang tidak sesuai dengan logika atau tidak masuk akal. 5. Emosional Dalam menggunakan emosional, seorang persuader harus bisa mengidentifikasi hal-hal yang dibutuhkan oleh audiensnya sehingga dari hal tersebut, persuader dapat menarik hati audiens dengan cara memberikan solusi untuk dapat memenuhi kebutuhan audiens. 6. Kreadibilitas Kreadibilitas seorang persuader sangat berpengaruh terhadap berhasiltidaknya dalam membujuk audiens. Audiens akan lebih percaya dan tertarik pada persuader yang kredibel, yang memiliki pengetahuan yang luas dan professional. 33 7. Motivasi Motivasi pendengar dengan cara memahami proses-proses dalam menarik audiens hingga kepada sikap audines untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan apa yang diinginkan. Proses ini meliputi: o Attention: Pembukaan yang baik untuk menarik perhatian audiens. o Needs: Mengidentifikasi apa yang dibutuhkan oleh audiens. o Satisfaction: Memberikan solusi atas kebutuhan tersebut. o Visualization: Pendukung-pendukung visual dalam bentuk gambar, chart, yang dapat meningkatkan ketertarikan audiens. o Action: Audiens menerima dan melakukan tindakan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh persuader. STEP PURPOSE Audience Question speaker should answer Attention Need Focus listeners’ attention Why should I listen? Why should I on you and you message use my time listening? Demonstrate that there is Why do I need to know or do 34 a problem that affects anything? them Satisfacti Show listeners how they on can satisfy the need ( Can I do anything about this? solve the problem ) Visualizat Show listeners what their How would anything be different ion lives’ will be like with the or improved? need satisfied Action Urge listeners to do something to solve the What can I do to effect this change? problem Table 2.6 The motivated Sequence as a Persuasive Strategy Sedangkan Effendy menjelaskan dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek mengenai konsep AIDDA. AIDDA merupakan akronim dari kata-kata Attention, Interest, Desire, Decision, Action. Adapun keterangan dari elemen-elemen dari model ini adalah: 1. Perhatian (Attention): Keinginan seseorang untuk mencari dan melihat sesuatu. 2. Ketertarikan (Interest): Perasaan ingin mengetahui lebih dalam tentang suatu hal yang menimbulkan daya tarik bagi konsumen. 3. Keinginan (Desire): Kemauan yang timbul dari hati tentang sesuatu yang menarik perhatian. 4. Keputusan (Decision): Kepercayaan untuk melakukan sesuatu hal. 5. Tindakan (Action): Suatu kegiatan untuk merealisasiakan keyakinan dan ketertarikan terhadap sesuatu. Dapat disimpulkan bahwa kedua konsep di atas merupakan gambaran proses perubahan perilaku seseorang dan tahapan-tahapannya. Dalam dunia lobbying, seorang lobbyist harus bisa menggambarkan proses 35 terjadinya lobbying dan juga mengidentifikasi seberapa jauh perubahan yang telah dialami oleh target lobinya. 2.2.4.5 Strategi Komunikasi Persuasif Menurut H.L. Goodall, JR. Sandra Goodall – Jill Schiefelbein (2010) Strategi komunikasi persuasif, sebagai berikut : 36 Brutal Rational Rational/Em otional Mindful Characterize d by one sided persuasion. Uses the hammer method of persuasion. Provides the listener with no choice Character ized by two sided exchange s. Uses the pro vs con method of persuasio n. Allows listener to test alternativ es before coming to a conclusio n Characterize d by mass appeal to a large audience. Uses monroe’s motivated sequence to persuade. Presents listener with attention getter, need, solution, and call to action Characterize d by a connection between the audience and the speaker. Uses an undersatndin g of the needs of the audience and a personal commitment to satisfy those needs as persuasion. Emphasizes personal choice in decisionmaking Strong Logos Pathos Ethos Conscious Communic ation Choice A mindful approach to persuasion; appropriate in any context, but it takes more work by all parties. Pathos Mindless Persuasion Mindful Persuasion Tabel 2.7 Strategi Komunikasi Persuasif Aristoteles mengemukakan 3 pilar komunikasi persuasi: Pathos : Mempengaruhi audiens secara emosional. Logos : Mempengaruhi audiens lewat logika. Ethos : Mempengaruhi audiens dengan cara menunjukan kreadibilitas. Dari tabel tersebut Strategi Komunikasi Persuasif, dijelaskan bahwa strategi komunikasi persuasif dibagi menjadi empat yakni: 1. Brutal 37 Strategi brutal merupakan strategi yang memiliki karakteristik persuasi hanya dari satu sisi saja. Strategi ini tidak menyediakan persuadee pilihan untuk memilih selain mengikuti apa yang dikatakan oleh persuader. 2. Rational Strategi rational memiliki karakteristik persuasi dari dua sisi dimana terdapat sisi pro dan kontra. Persuadee diberikan pilihan untuk menguji pilihan-pilihan yang ada sebelum mengambil keputusan. 3. Rational/emotional Strategi rational/emotional memiliki karakteristik yang bertujuan untuk membujuk masyarakat dalam skala besar menggunakan urutan motivasi Monroe untuk membujuk dan menyajikan pendengar dengan mengambil perhatian, kebutuhan, solusi dan ajakan untuk bertindak. 4. Mindful Strategi mindful merupakan strategi persuasi yang digunakan dengan cara memahami dan mengetahui kebutuhan audiens serta menarik hati audiens dengan cara berkomitmen membantu audiens dalam mencapai kebutuhan dalam hal apapun, namun hal ini perlu usaha khusus dari semua kalangan yang terlibat. Audiens bebas menentukan pilihan tanpa ada paksaan. Strategi persuasi sangat diperlukan bagi seorang PR terutama dalam hal lobbying yang sifatnya persuasif. Dengan menyusun strategi-strategi sebelum melakukan lobbying, seorang PR dapat meningkatkan presentase keberhasilannya dalam melobi. 2.2.5 Lobbying 2.2.5.1 Pengertian Lobbying 38 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lobi memiliki dua arti, pertama adalah ruang teras di dekat pintu masuk hotel, gedung, bioskop, dan sebagainya yang dilengkapi dengan perangkat meja dan kursi, yang berfungsi sebagai ruang duduk atau ruang tunggu. Pengertian lobi yang kedua dan yang akan dibahas pada penelitian ini yaitu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam kaitannya dengan pemungutan suara menjelang pemilihan ketua suatu organisasi, seperti parlemen dan partai politik, sedangkan melobi berarti melakukan pendekatan secara tidak resmi, dan pelobian berarti proses, cara, perbuatan menghubungi atau melakukan pendekatan (terhadap pejabat pemerintah atau pemimpin politik) untuk mempengaruhi keputusan atau masalah yang dapat menguntungkan sejumlah orang; usaha untuk mempengaruhi pihak lain dalam memutuskan suatu perkara atau soal, biasanya dengan berunding secara tidak resmi atau secara pribadi (http://kbbi.web.id/lobi versi 1.5). Lobbying berasal dari kata Latin ‘lobia’ yang memiliki arti percakapan yang berjalan pertama kali. Berangkat dari kata tersebut, lobbying muncul sebagai salah satu teknik manajemen untuk mempengaruhi proses legislatif. Dapat diartikan bahwa lobbying merupakan suatu proses dimana seseorang ingin mempengaruhi pihak lain yang memiliki kedudukan atau kuasa atau wewenang dalam suatu hal agar pihak tersebut berkenan membantu seseorang tersebut untuk mencapai tujuannya (Reddi, 2009) Istilah lobbying berasal dari kegiatan-kegiatan pertemuan bisnis para pengusaha yang dahulu sering dilakukan di lobi-lobi hotel. Dari situ muncul lobbying dimana pertemuan tersebut berkembang tidak hanya berbicara mengenai bisnis saja, namun muncul kegiatan pendekatanpendekatan yang mengarah kepada suatu tujuan yang menguntungkan kedua pihak (Soeganda & Elvinaro, 2009). Dari beberapa teori tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lobbying merupakan sebuah proses, dimana dalam proses lobbying seseorang yang menjadi pihak pelobi melakukan pendekatan-pendekatan 39 secara tidak resmi untuk mendekati pihak-pihak yang memiliki wewenang dan kuasa dalam menentukan sesuatu, baik itu pejabat pemerintahan, pimpinan politik, dan pihak-pihak lain dan pendekatan tersebut bersifat pribadi dan mengarah kepada suatu tujuan. 2.2.5.2 Fungsi Lobbying Reddi (2009) menjelaskan mengenai beberapa fungsi dari lobbying, antara lain: 1. Menginformasikan dan menyampaikan fungsi persuasif kepada para pejabat atau badan organisasi atau perusahaan lain 2. Membujuk dan bertindak 3. Memantau pelaksanaan keputusan dan hukum yang mempengaruhi perusahaan Dalam perusahaan, lobbying merupakan suatu kegiatan yang lebih terspesifikasi dimana seseorang yang menjadi pelaku lobi tersebut bergerak mewakili perusahaan (dalam konteks penelitian ini: Public Relations) dan pendekatannya tidak hanya dilakukan kepada pemerintah saja, melainkan juga kepada pihak-pihak lain yang memiliki hubungan dalam kegiatan perusahaan tersebut. Pendekatan ini bersifat persuasif, dimana seseorang yang mewakili perusahaan ini akan berusaha membujuk pihak yang menjadi target lobinya dan juga sebagai alat dalam bernegosiasi. 2.2.5.3 Manfaat Lobbying 40 Diadaptasi dari Moloney dan Jordan (1996), Frank Jefkins (2004) menjelaskan bahwa area perundang-undangan merupakan area yang teknis dan beberapa perusahaan kesulitan memahami dan memiliki wewenang dalam area tersebut sehingga banyak perusahaan menyewa lobbyist (pelaku lobi). Manfaat utama dari menyewa lobbyist adalah: 1. Sebagai representasi klien untuk pihak pengambil keputusan 2. Sebagai saran pembentukan strategi untuk klien mengenai campaign 3. Sebagai bantuan politik untuk klien Dapat disimpulkan bahwa bagi Public Relations, lobbying memiliki manfaat dari sisi politik dan pembuat keputusan dimana dua hal ini merupakan faktor yang bisa menghambat tujuan dari klien. 41 2.3 Kerangka Konseptual Praktisi Public Relations Fortune PR Proses Komunikasi Lobbying Komunikasi persuasif Komunikasi antarpribadi Proses Manfaat Tujuan Proses Komunikasi Target lobi Gambar 2.5 Kerangka Konseptual 42 Melalui gambar tersebut, penelitian ini berusaha menggambarkan proses komunikasi, dalam konteks penelitian ini aktivitas lobbying yang dilakukan oleh praktisi public relations dari Fortune PR, di mana aktivitas lobbying tersebut melibatkan dua pihak, yaitu praktisi public relations dari Fortune PR sebagai pihak pelobi yang dalam aktivitas lobbying tersebut menyampaikan hal-hal yang terkandung dan berpengaruh dalam aktivitas lobbying, seperti komunikasi antarpribadi, komunikasi persuasif, proses lobbying, tujuan lobbying, dan juga manfaat lobbying kepada pihak kedua yang menjadi target lobi.