1 hubungan komunikasi efektif dalam keluarga dengan kemampuan

advertisement
1
HUBUNGAN KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM KELUARGA DENGAN KEMAMPUAN
SOSIALISASI ANAK PRASEKOLAH DI TK ATMA BAKTI DESA PRINGAPUS
KECAMATAN PRINGAPUS KABUPATEN SEMARANG
Suyati Novita Sari
ABSTRAK
Sosialisasi memungkinkan seseorang mengembangkan potensi sisi kemanusiaan. Kemampuan
sosialisasi anak prasekolah, antara lain berteman, kerja sama, bertengkar, bersaing dan melawan.
Kemampuan anak untuk belajar bersosialisasi ini, bergantung pada empat faktor, diantaranya
kesempatan belajar, motivasi, metode belajar dan komunikasi.Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan komunikasi efektif dalam keluarga dengan kemampuan sosialisasi anak
prasekolah di TK Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang.
Jenis desain dalam penelitian ini berbentuk desain deskriptif korelasional dengan pendekatan
cross sectional. Populasi penelitian ini adalah anak prasekolah di TK Atma Bakti Desa Pringapus
Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang dengan jumlah sampel 59 responden menggunakan
teknik purposive sampling serta alat pengambilan data menggunakan kuesioner. Analisis data yang
digunakan kendall’s tau.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi efektif dalam keluarga anak prasekolah
kategori kurang dan baik masing-masing yaitu sebanyak 20 orang (33,9%). Kemampuan sosialisasi
anak prasekolah sebagian besar kategori baik yaitu sebanyak 25 orang (42,4%). Ada hubungan
komunikasi efektif dalam keluarga dengan kemampuan sosialisasi anak prasekolah di TK Atma
Bakti Desa Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang, dengan p value = 0,040 (α =
0,05).
Hendaknya masyarakat meningkatkan pengetahuan tentang komunikasi efektif dalam
keluarga dan kemampuan sosialisasi pada anak prasekolah dengan menggali informasi yang lebih
lengkap melalui tenaga kesehatan.
Kata Kunci : komunikasi efektif dalam keluarga, kemampuan sosialisasi, anak prasekolah
Kepustakaan : 25 (2004-2014)
terdapat kesempatan-kesempatan emas
yang dapat mempengaruhi secara mendasar
perkembangan anak untuk seterusnya
(Setiabudhi & Hadywinoto, 2003).
Menurut Ruhimat, Supriatna dan
Kosim (2006), tujuan sosialisasi merupakan
proses panjang dari interaksi sosial yang
terus menerus, tempat anak memperoleh
identitas diri secara fisik, mental, dan
kemampuan sosial yang dibutuhkan untuk
bertahan dimasyarakat. Hal ini merupakan
mata rantai esensial antara anakdan
masyarakat. Sosialisasi memungkinkan
seseorang mengembangkan potensi sisi
kemanusiaan, serta belajar cara berpikir,
berbicara dan bertindak yang dibutuhkan
dalam kehidupan sosial.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemampuan sosialisasi merupakan
kegiatan mental dan perilaku yang sangat
penting bagi seseorang untuk menjamin
kesuksesannya dalam hidup. Orang yang
sukses
biasanya
menguasai
faktor
bersosialisasi
secara
baik
dengan
lingkungannya. Kemampuan sosialisasi
mulai bisa dikembangkan sejak janin masih
berada di dalam kandungan ibunya. Orang
tua sudah dapat mulai merangsang
sosialisasi anak melalui belaian dan
sentuhan sentuhan lembut pada perut
ibunya. Masa balita sangat strategis dalam
pengembangan anak karena pada waktu itu
3 Kemampuan sosialisasi yang kurang
baik artinya anak kurang mampu untuk
menjalin hubungan yang baik dengan orang
lain. Hubungan ini mencakup kemampuan
anak untuk bekerja sama, berdiskusi,
memperhatikan dan diperhatikan orang lain,
juga peduli dan dipedulikan orang lain.
Lebih jauh dapat artikan bahwa anak
kurang mampu memahami tuntutan
lingkungan sosial pada dirinya sehingga ia
tidak mampu bereaksi sesuai harapan
lingkungan sosial atau walaupun paham,
tapi ia mengalami hambatan untuk
menyesuaikan diri dengan harapan (Ibung,
2009).
Menurut
Setiawan
(2010),
kemampuan sosialisasi yang harus dimiliki
anak prasekolah, antara lain berteman, kerja
sama, bertengkar, bersaing dan melawan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
sosialisasi pada anak yaitu adanya sikap
anak-anak terhadap orang lain dan
pengalaman belajar selama tahun-tahun
awal kehidupan yang merupakan masa
pembentukan kepribadian. Tetapi kelompok
sosial
juga
berpengaruh
terhadap
perkembangan
sosial
anak,
karena
setidaknya kelompok merupakan tujuan
identifikasi diri. Kemampuan anak untuk
belajar bersosialisasi ini, bergantung pada
empat faktor, diantaranya kesempatan
belajar, motivasi, metode belajar dan
komunikasi (Hurlock, 2007).
Komunikasi adalah suatu proses
penyampaian pesan atau informasi dari
seseorang kepada orang lain baik secara
verbal maupun nonverbal. Penyampaian
pesan
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan simbol, tanda, atau tingkah
laku. Dengan demikian, apabila dikatakan
sebagai suatu proses, komunikasi terdiri
atas komponen masukan (pesan yang ingin
disampaikan), proses (penyampaian pesan
melalui media dengan menggunakan
simbol, tanda, dan perilaku), dan hasil
komunikasi (pesan yang diterima yang
diharapkan sesuai dengan pesan yang
dikirimkan). Komunikasi merupakan suatu
proses maka harus terjadi umpan balik dari
penerima pesan terhadap pengirim pesan,
yang juga merupakan umpan balik atas
proses yang dilaksanakan (Supartini, 2014).
Komunikasi yang efektif dapat
diartikan sebagai penerimaan pesan oleh
komunikan atau receiver sesuai dengan
pesan yang dikirim oleh sender atau
komunikator, kemudian receiver atau
komunikan memberikan respons yang
positif sesuai dengan yang diharapkan. Jadi,
komunikasi efektif terjadi apabila terdapat
aliran
informasi
dua
arah antara
komunikator dan komunikan dan informasi
tersebut sama-sama direspons sesuai
dengan harapan kedua pelaku komunikasi
tersebut (komunikator dan komunikan)
(Umam, 2009).
Teknik komunikasi yang efektif
meliputi
keyakinan
yang
akan
dikomunikasikan
dan
bagaimana
menkomunikasikannya,
menggunakan
bahasa yang jelas dan dapat dimengerti
komunikan,
menggunakan
media
komunikasi
yang tepat dan adekuat,
ciptakan iklim komunikasi yang baik dan
tepat, mendengarkan dengan penuh
perhatian terhadap apa yang diutarakan,
menghindari komunikasi yang tidak
disengaja menyakinkan bahwa tindakan
yang dilakukan tidak kontradiksi dengan
apa yang diucapkan (Supartini, 2014).
Menurut teori Erik Erikson (dalam
Patmonodewo, 2003), anak prasekolah
adalah mereka yang berusia antara 3-6
tahun. Mereka biasanya mengikuti program
prasekolah dan kinderganten. Umumnya di
Indonesia mereka mengikuti program
Tempat Penitipan Anak (3 bulan-5 tahun)
dan Kelompok Bermain (usia 3 tahun),
sedangkan pada usia 4-6 tahun biasanya
mereka mengikuti program Taman KanakKanak.
Perkembangan
kepribadian
seseorang dengan titik berat pada
perkembangan psikososial tahapan 0-1
tahun, berada pada .tahapan oral sensorik
dengan krisis emosi antara trust versus
mistrust, tahapan 3-6 tahun, mereka berada
dalam tahapan dengan krisis autonomy
versus shame & doubt (2-3 tahun) initiative
versus guilt (4-5 tahun) dan tahap usia 6-11
tahun mengalami krisis industry versus
inferiority.
4 Ciri
tahapan
perkembangan
berdasarkan aspek perkembangan anak
prasekolah, yaitu perkembangan jasmani,
kognitif, bahasa dan perkembangan emosi
serta sosial. Perkembangan sosial biasanya
dimaksudkan
sebagai
perkembangan
tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri
dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam
masyarakat di mana anak berada. Usia
sekitar 2 bulan anak mulai mampu
berespons terhadap perlakuan orang lain
dengan senyuman dan mampu meniru
(imitasi) tingkah laku menjulurkan lidah
atau menutup mata. Usia 3 tahun anak
mulai rnemantapkan hubungannya dengan
anggota keluarga dan orang di luar
keluarga. Mereka mulai mengembangkan
siasat atau strategi apa yang diinginkan dan
melakukan identifikasi mengenai peran
jenis kelamin (melakukan tingkah laku
yang sesuai dengan jenis kelamin)
(Patmonodewo, 2003).
Komunikasi yang terjadi antara
orang tua dan anak-anaknya terutama yang
berhubungan dengan upaya membantu
mereka
untuk
memecahkan
permasalahannya. Para orang tua berusaha
menyampaikan
perasaan-perasaannya
melalui berbagai cara (Amaliya, 2006).
Komunikasi yang efektif dengan anak
mempunyai karakteristik jelas dan ringkas.
Perbendaharaan kata mudah dimengerti,
mempunyai arti denotative dan konotatif,
intonasi mampu mempengaruhi isi pesan,
kecepatan bicara yang memiliki tempo dan
jeda yang tepat serta ada unsur humor
(Uripni, Sujianto dan Indrawati, 2003).
Hasil penelitian Suranto (2006)
tentang hubungan antara kemampuan
komunikasi dan rasa percaya diri dengan
sosialisasi anak tuna rungu wicara di SLBB YRTW Surakarta tahun 2005/2006. Hasil
analisa data menunjukkan ada hubungan
antara kemampuan komunikasi dan rasa
percaya diri dengan sosialisasi anak tuna
rungu wicara di SLB-B YRTW Surakarta,
dengan nilai
p value 0,000 (α = 0,001).
Penelitian Suranto mengunakan sampel
anak tuna rungu dan analisis data
menggunakan rank spearman sedangkan
penelitian
ini
menggunakan
anak
prasekolah dan analisis data menggunakan
korelasi kendall’s tau.
Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan di TK Atma Bakti Desa
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang pada tanggal 28 April 2014,
diperoleh data jumlah siswa kelas A
sebanyak 34 anak dan kelas B sebanyak 28
anak. Diperoleh pula hasil wawancara
dengan kuesioner mini terhadap 10 orang
ibu yang menunggu anaknya sekolah
diperoleh hasil 6 anak (60%) kemampuan
sosialisasi kategori kurang yaitu anak tidak
mempunyai rasa ingin tahu, tidak berminat
mengadakan kontak sosial, tidak senang
bermain serta berkomunikasi dengan
teman-temannya dimana 4 orang tua
(66,7%) dapat berkomunikasi dengan
efektif yaitu mau mendengar dan mengerti
apa yang sedang dirasakan oleh anak,
menyampaikan perintah kepada anak
dengan bahasa yang baik dan lembut dan
menyampaikan sesuatu kepada anak dengan
singkat dan jelas dan 2 orang tua (33,3%)
kurang dapat berkomunikasi dengan efektif
yaitu tidak mau mendengar dan mengerti
apa yang sedang dirasakan oleh anak, tidak
menyampaikan perintah kepada anak
dengan bahasa yang baik dan lembut dan
tidak dapat menyampaikan sesuatu kepada
anak dengan singkat dan jelas.
Diperoleh pula seorang anak dengan
kemampuan sosialisasi kategori sedang
yaitu anak tidak mempunyai rasa ingin
tahu, tidak berminat mengadakan kontak
sosial namun senang bermain serta
berkomunikasi dengan teman-temannya
dimana
orang
tua
kurang
dapat
berkomunikasi dengan efektif. Anak yang
mempunyai kemampuan sosialisasi baik
yaitu anak mempunyai rasa ingin tahu,
berminat mengadakan kontak sosial, senang
bermain serta berkomunikasi dengan
teman-temannya sebanyak 3 anak (30%)
dimana 2 orang tua (66,7%) dapat
berkomunikasi dengan efektif yaitu mau
mendengar dan mengerti apa yang sedang
dirasakan oleh anak, menyampaikan
perintah kepada anak dengan bahasa yang
baik dan lembut dan menyampaikan sesuatu
kepada anak dengan singkat dan jelas dan
5 seorang tua (33,3%) kurang dapat
berkomunikasi dengan efektif yaitu tidak
mau mendengar dan mengerti apa yang
sedang dirasakan oleh anak, tidak
menyampaikan perintah kepada anak
dengan bahasa yang baik dan lembut dan
tidak dapat menyampaikan sesuatu kepada
anak dengan singkat dan jelas. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar anak
prasekolah di TK Atma Bakti Desa
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang
masih
banyak
dengan
kemampuan sosialisasi kategori kurang
meskipun
orang
tuanya
dapat
berkomunikasi dengan efektif.
Berdasarkan fenomena di atas, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan mengambil judul, “Hubungan
komunikasi efektif dalam keluarga dengan
kemampuan sosialisasi anak prasekolah di
TK Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan
Pringapus Kabupaten Semarang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka rumusan masalah penelitian ini
adalah adakah hubungan komunikasi efektif
dalam keluarga dengan kemampuan
sosialisasi anak prasekolah di TK Atma
Bakti Desa Pringapus Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang?.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui
hubungan
komunikasi efektif dalam keluarga
dengan kemampuan sosialisasi anak
prasekolah di TK Atma Bakti Desa
Pringapus
Kecamatan
Pringapus
Kabupaten Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran komunikasi
efektif dalam keluarga anak
prasekolah
b. Mengetahui gambaran kemampuan
sosialisasi anak prasekolah
c. Mengetahui hubungan komunikasi
efektif dalam keluarga dengan
kemampuan
sosialisasi
anak
prasekolah
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi
1. Komunikasi
Menurut
Supartini
(2014),
komunikasi
adalah
suatu
proses
penyampaian pesan atau informasi dari
seseorang kepada orang lain baik secara
verbal maupun non verbal. Komunikasi
adalah salah satu cara menyampaikan
pikiran ide tahu perasaan pada orang lain
(Santoso, 2010).
2. Unsur-Unsur Komunikasi
a. Komunikator
Komunikator atau orang yang
menyampaikan
pesan
harus
berusaha merumuskan isi pesan
yang akan disampaikan.
b. Pesan
Pesan adalah pernyataan yang
didukung oleh lambang. Lambang
bahasa dinyatakan baik lisan
maupun tulisan.
c. Komunikan
Komunikan adalah penerima pesan.
d. Media
Media adalah sarana atau saluran
dari komunikasi. Bisa berupa media
cetak, audio, visual, dan audiovisual.
e. Respons atau umpan batik
Respons atau umpan balik adalah
reaksi komunikan sebagai dampak
atau pengaruh dari pesan yang
disampaikan, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
3. Hambatan Komunikasi
Menurut Supartini (2014), ada
beberapa hambatan komunikasi yang
dapat terjadi, yaitu:
a. Terlalu banyak memberi saran
Orang tua akan berespons tidak
efektif
apabila
dalam
satu
pembicaraan kita terlalu banyak
memberi saran karena akan dirasakan
membuat
mereka
tidak
berpengetahuan.
b. Cepat mengambil kesimpulan
Pembicaraan orang tua pada
suatu saat harus divalidasi dan
dihubungkan dengan fakta lain yang
ditunjukkannya di lain waktu atau
6 dengan memvalidasi dengan fakta
yang ada pada anak. Kesimpulan
yang terlalu cepat tanpa menganalisis
lebih jauh akan mengakibatkan
keputusan yang prematur.
c. Mengubah pokok pembicaraan
Pesan dapat menjadi tidak jelas
apabila kita mengubah pokok
pembicaraan tanpa menyelesaikan
satu pembicaraan terlebih dahulu.
d. Membatasi
pertanyaan
atau
memberikan
terlalu
banyak
pertanyaan tertutup
Membatasi pertanyaan atau
terlalu
banyak
memberikan
pertanyaan
tertutup
akan
menghasilkan informasi yang terbatas
e. Menyela pembicaraan atau menyahut
sebelum selesai berbicara
Pesan akan salah ditafsirkan
apabila pembicaraan belum selesai
disela atau disahut.
4. Teknik Berkomunikasi dengan Anak
a. Melalui Orang atau Pihak Ketiga
Khususnya menghadapi anak usia
bayi
dan
todler,
hindari
berkomunikasi secara langsung pada
anak, melainkan gunakan pihak
ketiga.
b. Bercerita Sebagai Alat Komunikasi
Dengan
bercerita
kita
bisa
menyampaikan pesan tertentu pada
anak.
c. Fasilitasi Anak Untuk Berespons
Satu hal penting yang harus diingat,
selama
berkomunikasi
jangan
menimbulkan kesan bahwa hanya kita
yang dominan berbicara pada anak,
tetapi rasilitasi juga anak untuk
berespons terhadap pesan yang kita
sampaikan.
d. Meminta Anak Untuk Menyebutkan
Keinginaannya
Untuk mengetahui apa yang sedang
dikeluhkan anak, minta anak untuk
menyebutkan keinginannya.
e. Biblioterapi
Buku atau majalah dapat juga
digunakan untuk membantu anak
mengekspresikan
pikiran
dan
perasaannya.
f. Pilihan Pro dan Kontra
Cara lain untuk mengetahui perasaan
dan pikiran anak adalah dengan
mengajukan satu situasi, biarkan anak
menyimak dengan baik, kemudian
mintalah anak untuk menuliskan hal
yang positif dan negatif menurut
pendapatnya dari situasi tersebut.
g. Minta Anak Untuk Menulis
Ada anak yang pada saat sedih,
marah, jengkel, atau cemas lebih
banyak diam dan tidak man bicara.
h. Minta Anak untuk Menggambar
Cara lain selain meminta anak untuk
menuliskan
perasaannya
adalah
dengan
meminta
anak
untuk
menggambar atau melukis apa saja
yang diinginkannya.
i. Laksanakan Program Bermain
Kegiatan bermain di rumah
sakit sangat efektif dilakukan untuk
memantau tingkat perkembangan
anak..
5. Teknik Komunikasi yang Efektif
a. Yakinkan
apa
yang
akan
dikomunikasikan
dan
bagimana
mengkomunikasikannya. Hal ini
berkaitan dengan kejelasan pesan
yang ingin disampaikan
b. Gunakan bahasa yang jelas dan dapat
dimengerti komunikan
Seringkali ditemui anak yang tidak
dapat berbahasa, sedangkan orang tua
tidak dapat berbahasa seperti bahasa
pasien.
c. Gunakan media komunikasi yang
tepat dan adekuat
Media komunikasi yang dapat
digunakan pada anak prasekolah
diantaranya bacaan, film atau televisi.
d. Ciptakan iklim komunikasi yang baik
dan tepat
Untuk
berlangsungnya
proses
komunikasi yang efektif diperlukan
suasana tentang dan tidak bising.
e. Dengarkan dengan penuh perhatian
terhadap apa yang sedang diutarakan
komunikan
karena
apa
yang
diutarakan komunikan adalah umpan
balik terhadap pesan yang diberikan
komunikator
7 f. Hidarkan komunikasi yang tidak
disengaja
Setiap proses komunikasi yang
dijalankan hendaknya mempunyai
tujuan yang jelas dan dilakukan
dengan berencana
g. Ingat bahwa komunikasi adalah dua
arah, yaitu harus terjadi umpan balik
antara komunikator dan komunikan
h. Yakinkan bahwa tindakan yang
dilakukan tidak kontradiksi dengan
apa yang diucapkan..
6. Ciri-Ciri Komunikasi yang Efektif
Menurut Priyanto (2009), berikut ini
ciri-ciri komunikasi yang efektif.
a. Istilah
Penggunaan
istilah-istilah
yang
diartikan sama antara pengirim dan
penerima pesan merupakan aturan
dasar untuk mencapai komunikasi
yang efektif.
b. Spesifik
Pesan yang dipertukarkan harus
spesifik.
c. Tersusun Baik
Pesan harus berkembang secara logis
dan tidak boleh tersusun dari pesan
yang terpotong-potong sehingga
penerima terpaksa menyusun lagi
sebelum memahami.
d. Efisien
Pesan disampaikan seringkas dan
seoriginal mungkin serta harus
berusaha untuk menghilangkan katakata yang tidak relevan sehingga
penerima pesan tidak lagi mencari
artinya.
7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Komunikasi
Menurut Supartini (2014), ada tiga
faktor utama yang memengaruhi proses
komunikasi yaitu :
a. Situasi atau Suasana
Situasi atau suasana yang hiruk-pikuk
atau
penuh
kebisingan
akan
memengaruhi baik/tidaknya pesan
diterima oleh komunikan.
b. Waktu
Komunikasi yang berlangsung dan
dilakukan pada waktu yang kurang
tepat mungkin diterima dengan
kurang tepat pula.
c. Kejelasan Pesan
Kejelasan
pesan
akan
sangat
memengaruhi
keefektifan
komunikasi.
Potter dan Perry (dalam Priyanto,
2009),
menyatakan
bahwa
proses
komunikasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu sebagai berikut :
a. Perkembangan
Perawat dapat berkomunikasi dengan
efektif bila mengetahui tentang
pengaruh
perkembangan
usia
seseorang baik dari segi bahasa
maupun proses berpikir dari orang
tersebut.
b. Nilai
Nilai
adalah
standar
yang
memengaruhi perilaku seseorang,
sehingga penting bagi perawat untuk
menyadari nilai seseorang.
c. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi
seseorang terhadap suatu kejadian
atau peristiwa.
d. Latar Belakang
Bahasa dan gaya komunikasi akan
sangat dipengaruhi oleh faktor
budaya.
e. Emosi
Emosi merupakan perasaan subjektif
terhadap suatu kejadian.
f. Jenis Kelamin
Setiap jenis kelamin mempunyai gaya
komunikasi yang berbeda-beda.
g. Pengetahuan
Tingkat
pengetahuan
akan
memengaruhi
komunikasi
yang
dilakukan.
h. Peran dan Hubungan
Gaya komunikasi sesuai dengan peran
dan hubungan antara orang yang
komunikasi..
i. Lingkungan
Lingkungan
interaksi
akan
memengaruhi
komunikasi
yang
efektif.
8 B. Kemampuan Sosialisasi
1. Pengertian
Sosialisasi adalah proses ketika
seorang anak belajar menjadi seorang
anggota yang berpartisipasi dalam
masyarakat
(Hardywinoto
dan
Setiabudhi, 2003).
Kemampuan adalah sesuatu yang
dipelajari,
yang
memungkinkan
seseorang melakukan sesuatu dengan
baik, yang bersifat intelektual atau
mental maupun fisik (Syafarudin, 2012).
2. Tujuan Sosialisasi
Menurut Ruhimat, Supriatna dan
Kosim (2006), tujuan sosialisasi adalah :
a. Sosialisasi
merupakan
proses
panjang dari interaksi sosial yang
terus menerus, tempat individu
memperoleh identitas diri secara
fisik, mental, dan kemampuan sosial
yang dibutuhkan untuk bertahan
dimasyarakat.
b. Sosialisasi memungkinkan seseorang
mengembangkan
potensi
sisi
kemanusiaan, serta belajar cara
berpikir, berbicara, dan bertindak
yang dibutuhkan dalam kehidupan
sosial
c. Sosialisasi merupakan kebutuhan
individu
untuk
bertahan
dan
berkembang.
3. Proses Sosialisasi
Menurut Ruhimat, Supriatna dan
Kosim (2006), proses sosialisasi antara
lain :
a. Trial and error
Dilakukan dengan cara coba-coba,
dengan cara ini mungkin saja sekali
mencoba langsung berhasil, tetapi
tidak menutup kemungkinan terjadi
kegagalan.
b. Conditioning
Conditioning yaitu memberikan
reaksi sebagaimana diharapkan dan
diajarkan
terlebih
dahulu
berdasarkan
pengalaman
yang
menyenangkan
atau
tidak
menyenangkan.
4. Media Sosialisasi
Menurut Abdullah (2008), media
sosialisasi meliputi :
a. Keluarga
Keluarga
adalah
agen
sosialisasi yang paling utama dalam
semua kategori masyarakat. Berawal
dari masa anak-anak, keluarga
mengajarkan nilai budaya dan nilai
sosial.
b. Sekolah
Sekolah
mengajarkan
keterampilan
dan
pengetahuan
khusus serta mempunyai efek dalam
membentuk pandangan pribadi
anak, kepercayaan, dan nilai. Dari
tinjauan
fungsi,
sekolah
bertanggung jawab untuk :
1) Sosialisasi atau mendidik siswa
untuk
menjadi
anggota
masyarakat yang produktif
2) Penyebar budaya
3) Pengawas
sosial
dan
pengembangan pribadi
4) Pemilihan
pelatihan
dan
penempatan individu
c. Group
Suatu kumpulan dinamakan
kelompok sosial jika memenuhi
beberapa persyaratan tertentu, antara
lain :
1) Setiap anggota kelompok harus
sadar bahwa ia merupakan
sebagian dari kelompok yang
bersangkutan
2) Ada hubungan timbal balik
antara anggota yang satu dan
anggota yang lainnya
3) Ada suatu faktor yang dimiliki
bersama sehingga hubungan
antara mereka bertambah erat.
Faktor tersebut dapat berupa
persamaan nasib, kepentingan
dan tujuan
4) Berstruktur,
berkaidan
dan
memiliki pola berperilaku
5) Bersistem dan berproses
d. Media Massa
Salah satu agen sosialisasi
yang memiliki pengaruh kuat
terhadap anak-anak dan orang
dewasa adalah media massa, yaitu
organisasi
besar
yang
mempergunakan alat cetak atau alat
9 elektronik (radio, televisi, film dan
internet)
untuk
berkomunikasi
dengan oran banyak
5. Kemampuan
Sosialisasi
Anak
Prasekolah
Menurut
Setiawan
(2010),
kemampuan sosialisasi anak prasekolah,
antara lain:
a. Berteman
Anak-anak senang bermain
dengan teman-teman yang lain
terutama dengan teman sebayanya,
karena segala perkembangan dan
kesenangannya
sama.
Hidup
berkelompok dapat meningkatkan
daya sosialnya.
b. Kerja sama
Sifat anak-anak sangat egois,
suka bertengkar, jarang mereka bisa
bermain bersama. Tetapi setelah
berusia tiga sampai empat tahun,
permainan bersama dan aktivitas
kelompok makin ditingkatkan.
c. Bertengkar
Ketika
bertengkar,
anak
biasanya mengambil barang yang
sedang dipegang temannya, atau
merusak
barang
pekerjaan
temannya.
d. Bersaing
Anak usia empat tahun selalu
ingin menang. Ia akan berusaha
memperlihatkan
barang
yang
dimilikinya untuk menjadi bahan
persaingannya. Hal yang mendapat
perhatian dari orang lain, segera
ditonjolkan.
e. Melawan
Sikap melawan terhadap
disiplin yang ditetapkan orang tua
atau terhadap suatu tekanan,
umumnya
dinyatakan
dalam
perilaku: membantah, memberontak,
dan membungkam, pura-pura tidak
mendengar permintaan orang lain,
atau pura-pura tidak mengerti.
5. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi
Kemampuan Sosialisasi
Menurut
Hurlock
(2007),
aspek-aspek yang mempengaruhi
kemampuan sosialisasi anak adalah :
a. Kerjasama
Anak mampu untuk bermain
atau bekerja secara bersama-sama
dengan anak lain. Semakin sering
melakukan
sesuatu
secara
bersamasama, maka akan semakin
cepat untuk belajar bekerjasama
dengan orang lain.
b. Persaingan
Adanya
persaingan
merupakan dorongan anak untuk
berusaha
sebaik-baiknya
memperoleh
sosialisasi
yang
diinginkan mereka. Kadang dari
sosialisasi ini mengakibatkan hal
buruk, seperti pertengkaran dan
kesombongan.
c. Kemurahan hati
Anak bersedia untuk berbagi
sesuatu dengan anak lain, tidak
mementingkan dirinya sendiri
mulai berkurang maka ia merasa
diterima secara sosial oleh
lingkungannya dengan kemurahan
hati.
d. Hasrat akan penerimaan sosial
Penyesuaian
diri
anak
terhadap tuntutan sosial akan
semakin kuat, sehingga hasrat
untuk diterima oleh orang dewasa
akan
muncul
lebih
awal
dibandingkan dengan hasrat untuk
diterima oleh orang teman sebaya.
e. Simpati
Anak berusaha menghibur
dan menolong seseorang yang
sedang bersedih meskipun kadang
susah dilakukan, karena anak dapat
berperilaku simpati apabila pernah
mengalami situasi yang sama.
f. Empati
Ikut merasakan apa yang
dirasakan oleh orang lain, seperti
anak dapat memahami ekspresi
wajah dan maksud pembicaraan
orang lain.
g. Ketergantungan
Anak selalu bergantung pada
orang lain dalam hal apapun,
misalnya bantuan, perhatian dan
kasih sayang.
10 h. Sikap ramah
Anak mampu memberikan
kasih sayang kepada siapapun
melalui kesediaannya melakukan
sesuatu untuk orang lain dengan
memperlihatkan sikap ramahnya.
i. Sikap tidak mementingkan diri
sendiri
Anak
belajar
untuk
memikirkan dan berbuat untuk
orang lain dengan meninggalkan
kepentingan dan milik mereka
sendiri. Mereka mau membagi apa
yang menjadi miliknya.
j. Meniru
Meniru
seseorang
yang
dianggap
dapat
memberikan
contoh
terhadap
kelompok
sosialnya, sehingga anak akan
mengembangkan sifat yang sama
terhadap apa yang mereka contoh.
k. Perilaku kelekatan
Perilaku
kelekatan
ini
biasanya diperoleh sejak bayi
terutama kepada ibu dan pengganti
ibu.
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Sosialisasi
Menurut
Hurlock
(2007),
kemampuan anak untuk belajar
bersosialisasi ini, bergantung pada
empat faktor :
a. Kesempatan yang penuh untuk
belajar bermasyarakat
b. Dalam keadaan bersama-sama
anak tidak hanya mampu
berkomunikasi dengan kata-kata
yang dapat dimengerti oleh orang
lain, tetapi juga harus mampu
berbicara tentang topik yang
dapat dipahami dan menarik
bagi orang lain.
c. Anak akan belajar bersosialisasi
hanya
apabila
mereka
mempunyai
motivasi
untuk
melakukannya.
d. Metode belajar yang efektif
dengan
bimbingan
adalah
penting.
Menurut Bambang, (2005),
adapun faktor-faktor yang dapat
menghambat kemampuan sosialisasi
pada anak, antara lain :
a. Kurang
Kesempatan
Bersosialisasi
Penyebab:
1) Orang tua dan anggota
keluarga tidak memiliki
cukup waktu untuk memberi
stimulasi atau rangsangan
untuk menjadi bagian dari
anggota kelompok keluarga
dan teman sebaya.
2) Sikap orang tua yang terlalu
protektif dan selalu melarang
anak
untuk
bergabung
dengan teman seusianya
karena kekhawatiran mereka
yang berlebihan, seperti
khawatir anak menjadi kotor
dan dekil.
b. Motivasi Diri Rendah
Penyebab :
1) Anak
adalah
korban
prasangka (selalu menjadi
sasaran, ejekan, gertakan,
ancaman dan lain-lain),
sehingga
mereka
menganggap
bahwa
lingkugan sosial memusuhi
dan tidak menyukai mereka,
sehingga merasa rendah diri.
2) Anak menarik diri dari
lingkungan karena merasa
tidak mendapatkan kepuasan
dan pengalaman baru ketika
bergabung dengan aktivitas
kelompok dibandingkan jika
mereka bermain sendiri.
c. Ketergantungan yang berlebihan
Penyebab :
Anak terus bergantung kepada
orang lain baik kepada orang
dewasa atau teman seusia, hal ini
akan
membahayakan
bagi
penyesuaian pribadi dan sosial.
d. Penyesuaian yang berlebihan
Menyesuaikan diri secara
berlebihan
dengan
harapan
bahwa hal ini akan menjamin
11 penerimaan mereka, justru akan
mengakibatkan :
1) Teman seusia menganggap
mereka lemah karena kurang
mandiri
2) Anak akan dianggap remeh
oleh kelompok teman sebaya
karena
tampak
tidak
mempunyai apa-apa untuk
disumbangkan
bagi
kelompok.
3) Anak tidak dapat memiliki
pandangan yang baik tentang
diri mereka sendiri jika
mereka mengetahui bahwa
kelompok
mempunyai
pandangan yang tidak baik
tentang mereka.
e. Adaptasi diri rendah
Penyebab:
1) Anak
tidak
memiliki
motivasi
untuk
menyesuaikan diri.
2) Anak
kurang
memiliki
pengetahuan tentang harapan
kelompok
atau
cara
memenuhi harapan itu.
f. Prasangka
Prasangka
yang
membahayakan
anak
yang
berprasangka maupun korban
prasangka, akibat yang timbul:
1) Bagi
anak
yang
berprasangka:
menjadi
kejam, tidak toleran, kaku,
ingin membalas dendam.
2) Bagi anak korban prasangka:
sering
menjadi
sasaran
ejekan, gertakan, agresi fisik,
ditolak,
diabaikan,
dan
menarik diri dari lingkungan.
C. Anak Prasekolah
1. Pengertian
Anak prasekolah adalah mereka
yang berusia antara 3-6 tahun. Mereka
biasanya mengikuti program prasekolah
dan kinderganten. Sedangkan di
Indonesia, umumnya mereka mengikuti
program Tempat Penitipari Anak (3
bulan-5 tahun) dan kelompok bermain
(usia 3 tahun), sedangkan pada usia 4-6
tahun biasanya mereka mengikuti
program
Taman
Kanak-Kanak
(Patmonodewo, 2003).
2. Ciri Tahap Perkembangan Berdasarkan
Aspek Perkembangan Anak Prasekolah
Menurut Patmonodewo (2003), ciri
tahap perkembangan berdasarkan aspek
perkembangan anak prasekolah antara
lain :
a. Perkembangan jasmani
Pada saat anak mencapai
tahapan prasekolah (3-6 tahun) ada
cirri yang jelas berbeda antara anak
usia bayi dan anak prasekolah.
Perbedaannya terletak dalam.
b. Perkembangan Kognitif
Kognitif sering kali diartikan
sebagai kecerdasan atau berpikir..
c. Perkembangan bahasa
Sementara anak tumbuh dan
berkembang, produk bahasa mereka
meningkat
dalam
kuantitas,
keluasan dan kerumitannya.
d. Perkembangan emosi dan sosial
Perkembangan
emosi
berhubungan dengan seluruh aspek
perkembangan anak. Setiap orang
akan mempunyai emosi rasa senang,
marah, jengkel dalam menghadapi
lingkungannya sehari-hari.
3. Ciri-Ciri Anak Prasekolah
Menurut Patmonodewo (2003),
ciri-ciri anak prasekolah antara lain :
a. Ciri Fisik
Anak prasekolah umumnya
sangat aktif. Mereka telah memiliki
penguasaan
(kontrol)
terhadap
tubuhnya dan sangat menyukai
kegiatan yang dilakukan sendiri.
b. Ciri Sosial
Umumnya anak pada tahapan
ini memiliki satu atau dua sahabat,
tetapi sahabat ini cepat berganti.
c. Ciri Emosional
Mereka
cenderung
mengekspresikan emosinya dengan
bebas dan terbuka. Sikap marah
sering diperlihatkan oleh anak pada
usia tersebut.
12 d. Ciri Kognitif
Anak prasekolah umumnya
telah terampil dalam berbahasa.
KERANGKA KERJA PENELITIAN
A. Kerangka Teori
Faktor yang Mempengaruhi
Kemampuan Sosialisasi 1. Kesempatan
2. Komunikasi efektif
3. Belajar bersosialisasi
4. Metode belajar yang
Kemampuan
Sosialisasi Kemampuan
Sosialisasi anak
prasekolah
efektif
a. Berteman
b. Kerja sama
Keterangan :
: yang akan di teliti.
: yang tidak di teliti.
c. Bertengkar
d. Bersaing
e. Melawan
Gambar 3.1 Kerangka Teori
Sumber : Hurlock (2007), Setiawan (2010)
B. Variabel Penelitian
1. Variabel Independent (Bebas)
Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah komunikasi efektif dalam
keluarga.
2. Variabel Dependent (Terikat)
Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah kemampuan sosialisasi.
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
ada hubungan komunikasi efektif dalam
keluarga dengan kemampuan sosialisasi
anak prasekolah di TK Atma Bakti Desa
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang.
20 METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah anak
prasekolah di TK Atma Bakti Desa
Pringapus
Kecamatan
Pringapus
Kabupaten Semarang yang berjumlah 62
anak (kelas A dan B).
2. Sampel
Metode pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah dengan cara
purposive sampling. Pertimbangan yang
digunakan dalam pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah anak yang
sehat ketika pelaksanaan penelitian.
Berdasarkan teknik sampling yang
digunakan diperoleh jumlah sampel
sebanyak 59 anak, dimana 3 anak
dikeluarkan dari sampel dikarenakan 2
anak sakit/tidak masuk sekolah dan 1 anak
bibir sumbing.
Kriteria inklusi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah anak
prasekolah yang menempuh pendidikan di
TK Atma Bakti kelas A dan B. Kriteria
eksklusi dalam penelitian ini adalah anak
prasekolah yang menempuh pendidikan di
TK Atma Bakti kelas A dan B yang
mengalami
hambatan
komunikasi
(misalnya bibir sumbing).
D. Alat Pengumpulan Data
Alat
yang
digunakan
untuk
mengumpulkan data terkait dengan variabel
yang diteliti adalah kuesioner.
E. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Uji validitas ini dilakukan di
terhadap siswa anak prasekolah di TK
Tunas
Harapan Desa Pringapus
Kecamatan
Pringapus
Kabupaten
Semarang. Guna mengetahui kuesioner
yang kita susun tersebut mampu
mengukur yang hendak diukur. Uji
validitas dalam penelitian ini, diuji
dengan uji korelasi antar item
pertanyaan
dengan
skor
total,
menggunakan rumus product moment
corelation,
Menurut Sugiono (2007), teknik
korelasi product moment digunakan
untuk menentukan signifikasi dari
pertanyaan. Di mana kriteria yang
digunakan untuk validitas adalah r hasil
> r tabel maka dinyatakan valid. Di
mana untuk N sebesar 10 responden
pada taraf signifikan 5% didapatkan
nilai r tabel sebesar 0,632. Hasil uji
validitas yang dilakukan di TK Tunas
Harapan Desa Pringapus Kecamatan
Pringapus
Kabupaten
Semarang
terhadap 20 orang tua siswa diperoleh
nilai r hitung antara 0,677-0,991 lebih
besar dari nilai r tabel (0,631), artinya
semua pertanyaan dalam penelitian ini
adalah valid.
2. Uji Reliabilitas
Instrumen pada penelitian ini
dikatakan reliabel dengan kesalahan
5% bila nilai alpha cronbach > 0,60
(Ghozali, 2006). Hasil uji reliabilitas
yang dilakukan di TK Tunas Harapan
Desa Pringapus Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang terhadap 20
orang tua siswa diperoleh nilai r
cronbach alpha antara 0,984-0,986
lebih besar dari nilai yang disyaratkan
(0,60), artinya semua pertanyaan
dalam penelitian ini adalah reliabel.
F. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang
peneliti lakukan adalah:
1. Peneliti meminta surat ijin kepada bagian
akademik STIKES Ngudi Waluyo
Ungaran
sebagai
pengantar
yang
ditujukan kepada Kepala Kesatuan
Bangsa dan Politik Kabupaten Semarang.
2. Setelah peneliti mendapat ijin dari kantor
Kesatuan Bangsa dan Politik peneliti
kemudian mengantarkan surat ijin
penelitian ke Kepala TK Atma Bakti
Desa Pringapus Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang untuk melakukan
ijin penelitian.
3. Setelah peneliti mendapat ijin penelitian
dari kepala TK Atma Bakti Desa
Pringapus
Kecamatan
Pringapus
Kabupaten Semarang, peneliti melakukan
identifikasi data calon responden untuk
mendapatkan sampel yang diteliti
4. Setelah peneliti mendapatkan data jumlah
responden,
peneliti
berhasil
21 5.
6.
7.
8.
mengumpulkan 50 ibu atau wali murid
TK A yang mengantarkan anaknya
sekolah dengan menggunakan salah satu
ruangan untuk penelitian yang diawali
dengan melakukan sosialisasi kepada ibu
wali
murid
calon
responden,
memperkenalkan diri serta memberikan
penjelasan tentang tujuan penelitian.
Ibu yang tidak dapat hadir di sekolah
ketika penelitian sebanyak 9 orang,
sehingga peneliti berkunjung dari rumah
ke rumah responden (door to door) yang
diawali dengan melakukan sosialisasi
kepada ibu wali murid calon responden,
memperkenalkan diri serta memberikan
penjelasan tentang tujuan penelitian.
Calon responden menyatakan setuju
untuk membantu penelitian, maka
dipersilahkan untuk membaca lembar
persetujuan kemudian di minta untuk
menandatangani lembar persetujuan
menjadi responden sebagai bukti bahwa
sukarela ikut berpartisipasi dalam
penelitian.
Sebelum responden dibagikan angket
kuesioner, peneliti menjelaskan cara
pengisian kuesioner. Setelah responden
paham mereka dipersilakan untuk
mengisi kuesioner dengan pendampingan
dari peneliti.
Setelah responden selesai mengisi
kuesioner, peneliti meminta kembali
kuesioner yang sudah terbagi dan
diperiksa kelengkapan. Apabila ada
jawaban yang kurang lengkap, peneliti
atau asisten peneliti meminta responden
untuk melengkapinya kembali.
G. Etika Penelitian
1. Informed consent
Lembar
persetujuan
diberikan
kepada responden yang diteliti yang
memenuhi kriteria inklusi, peneliti
menjelaskan tujuan dari penelitian,
disertai judul penelitian dan manfaat
penelitian. Jika responden bersedia, maka
responden harus menandatangani surat
persetujuan penelitian. Responden yang
menolak untuk diteliti maka peneliti tidak
memaksa membantu penelitian. Peneliti
memberikan lembar persetujuan setelah
responden menyatakan setuju untuk
membantu penelitian.
2. Anonymity
Menjaga kerahasiaan responden,
peneliti
hanya menulis kode nama.
Peneliti menjaga kerahasiaan nama
responden dengan tidak mencantumkan
nama mereka pada lembar kuesioner,
akan tetapi menggunakan inisial saja.
3. Confidentiality
Peneliti menjamin kerahasiaan
semua informasi yang diberikan oleh
responden dan dijaga hanya digunakan
untuk kepentingan penelitian. Peneliti
menjaga kerahasiaan informasi yang
diberikan responden. Peneliti menjaga
kerahasiaan data yang diberikan oleh
responden dengan tidak mempublikasikan
kepada
pihak-pihak
yang
tidak
berkepentingan.
Selanjutnya
setelah
penelitian ini selesai, data yang diperoleh
dimusnahkan dengan cara di bakar atau
dihapus filenya.
4. Beneficiency
Peneliti memperhatikan keuntungan
bagi responden. Keuntungan bagi
responden
adalah
meningkatkan
pengetahuan mereka tentang komunikasi
efektif dan kemampuan sosialisasi anak.
H. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan
beberapa tahapan, yaitu:
1. Editing
Setelah pengisian kuesioner oleh
responden tahapan selanjutnya dilakukan
pemeriksaan data, yaitu memeriksakan
kelengkapan pengisian, kesalahan dan
konsistensi dari setiap jawaban. Editing
dilakukan peneliti di tempat pengumpulan
data sehingga apabila ada kekurangan data
maka peneliti bisa meminta responden
untuk segera dilengkapi, yaitu apabila ada
jawaban yang belum di isi maka diberikan
kepada responden lagi untuk di isi
kembali.
2. Scoring (pemberian skor)
Setelah pengumpulan kuesioner
peneliti
memerikan
skor
jawaban
responden sehingga mempermudah proses
pengolahan data. Peneliti memberikan
skor atau nilai dari jawaban berdasarkan
22 masing-masing
variabel
komunikasi
efektif dalam keluarga, yaitu :
1. Selalu
diberikan skor 3
2. Sering
diberikan skor 2
3. Kadang-kadang
diberikan skor 1
4. Tidak pernah
diberikan skor 0
3. Coding (pemberian kode)
Coding
dilakukan
untuk
mempermudah proses pengolahan data,
maka
peneliti
memberikan
kode
berdasarkan jumlah skor jawaban
responden untuk mempermudah dalam
pengelompokan dan klasifikasi data.
Peneliti memberikan kode dari jumlah
skor berdasarkan jawaban responden atas
pernyataan yang diajukan,
4. Tabulating
Peneliti melakukan tabulating dari
data yang sudah di berikan skor dan di
beri coding sehingga mudah dijumlahkan,
disusun dan ditata untuk disusun dan
dianalisis.
5. Transfering (Pemindahan)
Peneliti melakukan pemindahan
kode-kode dari masing-masing jawaban
responden yang sudah di tabulasi ke
dalam program tertentu, dalam hal ini
peneliti menggunakan komputer yaitu
dengan program Microsoft exel 2007.
6. Entering
Peneliti memasukkan data dari
program exel 2007 ke dalam program
analisis data yaitu SPSS (Statistical
Package for the Social Sciences) versi
16.0. Data hasil tabulasi yang telah
dilakukan selanjutnya oleh peneliti di
pindahkan ke dalam komputer yaitu
menggunakan program microsoft exel
7. Cleansing
Peneliti memastikan bahwa seluruh
data yang dimasukkan ke dalam mesin
pengolah data yaitu SPSS (Statistical
Package for the Social Sciences) versi
16.0 sudah sesuai dengan sebenarnya atau
untuk mencari ada kesalahan atau tidak
pada data yang sudah di entry.
I. Analisis Data
Data yang sudah diolah kemudian
dilakukan analisis secara bertahap sesuai
tujuan penelitian, meliputi :
1. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisa
yang menggambarkan setiap variabel
(variabel independen dan variabel
dependen) dengan menggunakan distribusi
frekuensi
dan
proporsi,
sehingga
tergambar fenomena yang berhubungan
dengan variabel yang diteliti, 2. Analisis Bivariat
Pada penelitian ini untuk melihat
hubungan komunikasi efektif dalam
keluarga dengan kemampuan sosialisasi.
Analisis data dilakukan dengan kendall
tau melalui bantuan program pengolahan
data yaitu SPSS versi 16.0 Dengan
ketentuan sebagai berikut
untuk
mengetahui apakah terjadi hubungan yang
signifikan antara variabel bebas dan
variabel
terikat,
maka
p
value
dibandingkan dengan tingkat kesalahan
(α) yang digunakan adalah 0,05. Apabila p
value < 0,05 maka Ho ditolak yang berarti
ada hubungan yang signifikan antara
variabel bebas dengan variabel terikat.
Interpretasi koefisien korelasi merujuk
pada pendapat Sugiyono (2007) disajikan
pada tabel 4.2.
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
1. Gambaran Komunikasi Efektif dalam
Keluarga Anak Prasekolah di TK Atma
Bakti Desa Pringapus Kecamatan
Pringapus Kabupaten Semarang
Tabel 5.1 Distribusi
Frekuensi
Komunikasi
Efektif
dalam Keluarga Anak
Prasekolah
Komunikasi
Efektif dalam
(f)
(%)
Keluarga
Kurang
20
33,9
Cukup
19
32,2
Baik
20
33,9
Jumlah
59
100,0
Tabel 5.1 di atas menunjukkan
bahwa komunikasi efektif dalam
keluarga anak prasekolah di TK Atma
Bakti Desa Pringapus Kecamatan
23 Pringapus
Kabupaten
Semarang
Tabel 5.2 di atas menunjukkan
kategori kurang dan baik masingbahwa kemampuan sosialisasi anak
masing sebanyak 20 orang (33,9%).
prasekolah di TK Atma Bakti Desa
2. Gambaran Kemampuan Sosialisasi
Pringapus
Kecamatan
Pringapus
Anak Prasekolah di TK Atma Bakti
Kabupaten Semarang sebagian besar
Desa Pringapus Kecamatan Pringapus
kategori baik sebanyak 25 orang
Kabupaten Semarang
(42,4%).
Tabel 5.2 Distribusi
Frekuensi
Kemampuan Sosialisasi B. Analisis Bivariat
Analisis bivariat ini digunakan untuk
Anak Prasekolah
mengetahui hubungan komunikasi efektif
Kemampuan
(f)
(%)
dalam keluarga dengan kemampuan
Sosialisasi
sosialisasi anak prasekolah di TK Atma
Kurang
16
27,1
Bakti Desa Pringapus Kecamatan Pringapus
Cukup
18
30,5
Kabupaten Semarang
Baik
25
42,4
Jumlah
59
100,0
Tabel 5.3 Gambaran Hubungan Komunikasi Efektif Dalam Keluarga Dengan
Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah di TK Atma Bakti Desa Pringapus
Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang
Komunikasi
Efektif
dalam
Keluarga
Kurang
Cukup
Baik
Jumlah
Kemampuan Sosialisasi
Kurang Cukup
Baik
Total
f
9
5
2
16
%
45,0
26,3
10,0
27,1
f
3
9
6
18
%
15,0
47,4
30,0
30,5
Berdasarkan hasil analisis hubungan
komunikasi efektif dalam keluarga dengan
kemampuan sosialisasi anak prasekolah di
TK Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan
Pringapus Kabupaten Semarang diperoleh
hasil, responden dengan komunikasi efektif
dalam keluarga kategori kurang sebanyak
20 orang di mana sebagian besar
kemampuan sosialisasi anak kategori
kurang yaitu sebanyak 9 orang (45,0%)
lebih banyak dari pada kategori cukup yaitu
sebanyak 3 orang (15,0%) dan kategori
banyak sebanyak 8 orang (40,0%).
Responden dengan komunikasi efektif
dalam keluarga kategori cukup sebanyak 19
orang di mana sebagian besar kemampuan
sosialisasi anak kategori cukup yaitu
sebanyak 9 orang (47,4%) lebih banyak dari
pada kategori kurang yaitu sebanyak 5
orang (26,3%) dan kategori baik sebanyak 5
orang
(26,3%).
Responden
dengan
f
%
f
8
5
12
25
40,0
26,3
60,0
42,4
20
19
20
59
τ
p-value
%
100,0 0,245
100,0
100,0
100,0
0,040
komunikasi efektif dalam keluarga kategori
baik sebanyak 20 orang di mana sebagian
besar kemampuan sosialisasi anak kategori
baik yaitu sebanyak 12 orang (60,0%) lebih
banyak dari pada kategori kurang yaitu
sebanyak 2 orang (10,0%) dan kategori
cukup sebanyak 6 orang (30,0%).
Hasil uji statistik didapatkan nilai τ
sebesar 0,245 dan p value = 0,040 (α =
0,05), maka dapat disimpulkan ada
hubungan komunikasi efektif dalam
keluarga dengan kemampuan sosialisasi
anak prasekolah di TK Atma Bakti Desa
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang. Nilai koefisien korelasi (τ)
sebesar 0,245 menunjukkan kekuatan
hubungan antara dua variabel pada kategori
lemah dan memiliki arah korelasi positif.
Artinya jika komunikasi efektif dalam
keluarga semakin baik maka kemampuan
sosialisasi anak prasekolah di TK Atma
24 Bakti Desa Pringapus Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang semakin meningkat.
PEMBAHASAN
C. Gambaran Komunikasi Efektif dalam
Keluarga Anak Prasekolah
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa komunikasi efektif dalam keluarga
anak prasekolah di TK Atma Bakti Desa
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang kategori kurang sebanyak 20
orang
(33,9%).
Responden
dengan
komunikasi efektif dalam keluarga kategori
kurang ditunjukkan dengan anak tidak
mengetahui peringatan menggunakan istilah
yang disampaikan oleh ibu (49,2%), tidak
pernah
mematuhi
nasihat
yang
menggunakan
kata
istilah
yang
disampaikan ibu (46,3%) dan tidak paham
dengan bimbing belajar ibu dengan
menggunakan gambar (83,2%).
Anak prasekolah di TK Atma Bakti
Desa Pringapus Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang tidak mengetahui
peringatan menggunakan istilah yang
disampaikan oleh ibu. Beberapa ibu ketika
memberikan peringatan kepada anak
menggunakan istilah untuk orang dewasa
atau rekan kerjanya sehingga dengan
keterbatasan kosakata, anak tidak dapat
memahami perintah ibu. Anak prasekolah
di TK Atma Bakti Desa Pringapus
Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang
juga tidak pernah mematuhi nasihat yang
menggunakan
kata
istilah
yang
disampaikan ibu. Nasihat yang diberikan
ibu dengan menggunakan istilah orang
dewasa sangat sulit dipahami oleh anak,
sehingga nasihat yang diberikan tidak dapat
dipahami oleh anak. Sebagian ibu
memberikan bimbingan kepada anak ketika
belajar. Akan tetapi metode penyampaian
yang mereka gunakan
yaitu gambar
kurang relevan dengan materi yang
disajikan sehingga anak tidak dapat
memahaminya.
Situasi
atau
suasana
sangat
mempengaruhi hasil komunikasi antara
orang tua dengan anaknya, di mana suasana
yang hiruk-pikuk atau penuh kebisingan
akan memengaruhi baik/tidaknya pesan
diterima anak. Anak cenderung lebih
mudah diajak berkomunikasi pada suasana
situasi tenang atau hening dibandingkan
dengan suasana yang bising di mana orang
tua dan anak dapat saling mengirimkan
pesan dengan jelas. Suara yang bising
ketika melakukan komunikasi membuat
pesan yang disampaikan oleh orang tua
menjadi tidak jelas, kabur, bahkan sulit
diterima oleh anak. Orang tua sebelum
berkomunikasi dengan anak harus memilih
tempat yang tenang dan nyaman sehingga
apa yang dikomunikasikan dapat diterima
dengan baik oleh anak.
Situasi atau suasana yang hirukpikuk atau penuh kebisingan akan
memengaruhi baik/tidaknya pesan diterima
oleh komunikan, dibandingkan dengan
situasi tenang atau hening sehingga
komunikator dan komunikan dapat saling
mengirimkan pesan dengan jelas. Suara
bising yang diterima komunikan saat proses
komunikasi berlangsung membuat pesan
tidak jelas, kabur, bahkan sulit diterima.
Oleh karena itu, sebelum proses
komunikasi dilaksanakan, lingkungan harus
diciptakan sedemikian rupa supaya tenang
dan nyaman (Supartini, 2014).
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa komunikasi efektif dalam keluarga
anak prasekolah di TK Atma Bakti Desa
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang kategori cukup sebanyak 19
orang
(32,2%).
Responden
dengan
komunikasi efektif dalam keluarga kategori
cukup ditunjukkan dengan anak memahami
nasihat ibu dengan menggunakan kata-kata
yang dipahami anak (51,4%) dan
mengerjakan
perintah
ibu
yang
menggunakan bahasa sederhana (59,3%).
Komunikasi
yang
dilakukan
orangtua dengan anak cukup efektif di
mana anak memahami nasihat ibu dengan
menggunakan kata-kata yang dipahami
anak
yaitu
kata-kata
yang
biasa
disampaikan sehari-hari. Komunikasi yang
dilakukan biasanya ditambahi sedikit katakata yang memberikan dorongan atau
motivasi yang dapat memberikan semangat
kepada anak untuk melakukan apa yang
disampaikan oleh orang tua, misalnya
nasihat ibu untuk memerintahkan atau
25 menasihati anak mengkonsumsi sayuran di
mana ibu menambahkan kata-kata “tubuh
menjadi sehat” hingga akhirnya anak
bersedia mengkonsumsi sayuran. Bahasa
ibu yang sederhana yaitu bahasa yang sudah
umum digunakan untuk anak seusia mereka
dengan sedikit kata-kata yang dapat
merangsang anak untuk mengerjakannya,
misalnya ibu memerintahkan anak untuk
belajar dengan menggunakan bahasa
sederhana yang ditambahkan kata “supaya
naik kelas” sehingga anak bersedia untuk
belajar.
Responden
yang
dapat
berkomunikasi efektif dalam keluarga
kategori cukup di dukung oleh faktor jenis
kelamin.
Cara berkomunikasi dengan anak
perempuan cenderung lebih menggunakan
pendekatan yang lebih halus yaitu
menggunakan bahasa untuk mencari
kejelasan, meminimalkan perbedaan, serta
membangun dan mendukung keintiman.
Anak perempuan akan lebih mudah
memahami apa yang disampaikan orang tua
yang menggunakan bahasa yang sering
mereka gunakan sehari-hari. Berbeda
dengan anak laki-laki, di mana orang tua
harus menggunakan bahasa yang lebih
terbuka yang jelas tanpa adanya kata-kata
yang
menyulitkan
mereka
dalam
memahami.
Setiap jenis kelamin mempunyai
gaya komunikasi yang berbeda-beda.
Disebutkan bahwa wanita dan laki-laki
mempunyai
perbedaan
gaya
dalam
berkomunikasi. Sejak usia tiga tahun wanita
bermain dengan teman baiknya atau dalam
kelompok kecil dan menggunakan bahasa
untuk mencari kejelasan, meminimalkan
perbedaan,
serta
membangun
dan
mendukung keintiman. Lain halnya dengan
laki-laki, menggunakan bahasa untuk
mendapatkan
kemandirian
dalam
beraktivitas di kelompok yang lebih besar,
di mana jika mereka ingin berteman, maka
mereka melakukannya dengan bermain
(Priyanto, 2009).
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa komunikasi efektif dalam keluarga
anak prasekolah di TK Atma Bakti Desa
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang kategori baik sebanyak 20 orang
(33,9%). Responden dengan komunikasi
efektif dalam keluarga kategori baik
ditunjukkan dengan anak mau membantu
ibu yang memintanya dengan menggunakan
kalimat yang lengkap (detail) (60,5%),
mengerjakan
perintah
ibu
yang
menggunakan kalimat yang tegas dan jelas
(61,6%) dan paham dengan bimbingan ibu
yang menggunakan kata yang berhubungan
dengan pesan (62,1%).
Komunikasi efektif merupakan
komunikasi yang mampu menghasilkan
perubahan sikap (attitude change) pada
orang lain yang bisa terlihat dalam proses
komunikasi. Tujuan dari komunikasi efektif
sebenarnya adalah memberikan kemudahan
dalam memahami pesan yang disampaikan
antara pemberi informasi dan penerima
informasi sehingga bahasa yang digunakan
oleh pemberi informasi lebih jelas dan
lengkap, serta dapat dimengerti dan
dipahami dengan baik oleh penerima
informasi, atau komunikan. tujuan lain dari
komunikasi efektif adalah agar pengiriman
informasi dan umpan balik atau feed back
dapat seimbang sehingga tidak terjadi
monoton. Selain itu komunikasi efektif
dapat melatih penggunaan bahasa non
verbal secara baik (Supartini, 2014).
Komunikasi yang dilakukan orang
tua dapat diterima oleh anak dengan baik
yang ditunjukkan dengan kesediaan anak
mau membantu ibu . Orang tua yang dapat
berkomunikasi dengan anak di mama
mereka menggunakan kalimat yang lengkap
(detail), tegas dan jelas sehingga anak
memahaminya,
sangat
mendukung
dilaksanakannya perintah yang mereka
sampaikan. Orang tua juga memberikan
bimbingan dengan menggunakan kata yang
berhubungan dengan pesan atau perintah
yang ingin disampaikan sehinga anak
bersedia
untuk
melaksanakannya.
Responden dengan komunikasi efektif
dalam keluarga kategori baik di dukung
oleh faktor pengetahuan orang tua.
Orang tua yang mempunyai
pengetahuan tentang cara berkomunikasi
dengan anak sangat
memengaruhi
keberhasilan
dari
komunikasi yang
dilakukan. Orang tua dengan pengetahuan
yang rendah akan sulit mengkomunikasikan
26 pesannya kepada anak baik yang
mengandung bahasa verbal maupun non
verbal. Orang tua harus mengetahui tingkat
pengetahuan anak tentang apa yang akan
dikomunikasikan sehingga mereka dapat
berinteraksi dengan baik yang pada
akhirnya dapat memberikan pesan yang
tepat kepada anak.
Tingkat
pengetahuan
akan
memengaruhi komunikasi yang dilakukan.
Seseorang yang tingkat pengetahuannya
rendah akan sulit merespons pertanyaan
yang mengandung bahasa verbal dengan
tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Ibu
perlu mengetahui tingkat pengetahuan anak
sehingga ibu dapat berinteraksi dengan baik
(Priyanto, 2009).
D. Gambaran Kemampuan Sosialisasi Anak
Prasekolah
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa kemampuan sosialisasi anak
prasekolah di TK Atma Bakti Desa
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang kategori kurang sebanyak 16
orang (27,1%). Kemampuan sosialisasi
anak prasekolah di TK Atma Bakti Desa
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang kategori kurang ditunjukkan
dengan anak berteriak dengan keras,
menangis, menendang, marah ketika
bertengkar (52,5%), anak ingin nilai yang
diperoleh di sekolah lebih tinggi dari teman
yang lain (46,3%) dan anak memberontak
perintah yang diberikan orang tua (46,9%).
Anak dengan kemampuan sosialisasi
yang kurang ditunjukkan dengan anak
berteriak
dengan
keras,
menangis,
menendang, marah ketika bertengkar.
Mereka
cenderung
meluapkan
ketidaknyamanannya dengan perilaku yang
agresif dengan harapan apa yang menjadi
keinginannya dapat segera terpenuhi
secepat mungkin. Anak akan melakukan
apapun termasuk ketika harus menciderai
orang
lain
untuk
mendapatkan
keinginannya seperti menendang atau
melempar sesuatu yang ada di dekatnya,
hingga apa yang diinginkannya tercapai.
Anak dengan kemampuan sosialisasi yang
rendah di sekolah selalu ingin nilai yang
diperoleh di sekolah lebih tinggi dari teman
yang lain dengan berbagai cara yang
dikehendaki. Mereka tidak sungkan
merebut apa yang menjadi milik teman
untuk mengerjakan tugas yang diberikan
oleh tenaga pengajar. Perilaku menonjol
lainnya yang kurang baik adalah
memberontak perintah yang diberikan
orang tua. Mereka juga tidak sungkan untuk
membentak orang tua untuk melawan
perintah yang diberikan oleh orang tua.
Kemampuan sosialisasi anak prasekolah di
TK Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan
Pringapus Kabupaten Semarang kategori
kurang disebabkan oleh kesempatan
bersosialisasi.
Anak yang mempunyai kemampuan
sosialisasi yang rendah diakibatkan orang
tua dan anggota keluarga lainnya yang tidak
memiliki cukup waktu untuk memberi
rangsangan bagi mereka untuk menjadi
bagian dari anggota kelompok keluarga dan
teman sebaya. Biasanya orang tua bersikap
terlalu protektif dan selalu melarang anak
untuk
bersosialisasi
dengan
teman
seusianya. Hal tersebut disebabkan
kekhawatiran mereka yang berlebihan
terhadap anak di antaranya khawatir anak
menjadi kotor dan dekil ataupun
berperilaku yang tidak sesuai dengan
harapan mereka. Kehidupan yang protektif
dan penuh kekhawatiran tersebut justru
menyebabkan anak menjadi kurang mampu
dalam bersosialisasi dengan lingkungannya.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa kemampuan sosialisasi anak
prasekolah di TK Atma Bakti Desa
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang kategori cukup sebanyak 18
orang (30,5%). Kemampuan sosialisasi
anak prasekolah di TK Atma Bakti Desa
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang kategori cukup ditunjukkan
dengan anak berteman dengan anak
sebayanya ketika di sekolah (59,32%), anak
tidak merusak barang pekerjaan temannya
ketika bertengkar (61,6%) dan anak mudah
memaafkan teman setelah bertengkar
(58,2%).
Anak prasekolah di TK Atma Bakti
Desa Pringapus Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang mampu bersosialisasi
cukup ditunjukkan dengan kesediaan
mereka berteman dengan anak sebayanya
27 ketika di sekolah. Responden tidak
memilih-milih teman dalam bermain
maupun saat belajar di sekolah, di mana
mereka mau bergaul dengan semua anak
tanpa mempertimbangkan jenis kelamin
maupun sosial ekonomi orang tuanya.
Selain itu, anak tidak merusak barang
pekerjaan temannya ketika bertengkar dan
anak mudah memaafkan teman setelah
bertengkar. Mereka tidak sungkan meminta
maaf jika melakukan kesalahan dan ringan
memberikan maaf ketika teman bersalah
kepada mereka. Kemampuan sosialisasi
anak prasekolah di TK Atma Bakti Desa
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang kategori cukup di dukung oleh
faktor dukungan keluarga.
Dukungan keluarga merupakan
bagian dari dukungan sosial yang berfungsi
sebagai sistem pendukung anggotaanggotanya
dan
ditujukan
untuk
meningkatkan kesehatan dan proses
adaptasi.
Dukungan
sosial
sebagai
informasi atau nasihat verbal dan atau non
verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang
diberikan oleh keakraban sosial atau berupa
kehadiran dan mempunyai manfaat
emosional atau berpengaruh pada perilaku
penerimanya (Gottlieb, 2004).
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa kemampuan sosialisasi anak
prasekolah di TK Atma Bakti Desa
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang kategori baik sebanyak 25 orang
(42,4%). Kemampuan sosialisasi anak
prasekolah di TK Atma Bakti Desa
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang kategori baik ditunjukkan dengan
anak
berteman
karena
hobi
atau
kesenangannya sama (66,7%), anak bisa
bekerja sama dalam bermain bersama
teman-temannya (62,7%) dan anak
memperhatikan permintaan orang lain atau
simpati ke pada orang lain (72,3%).
Kemampuan
sosialisasi
anak
prasekolah di TK Atma Bakti Desa
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang kategori baik di mana anak lebih
cepat berteman dengan teman barunya
dikarenakan
mempunyai
hobi
atau
kesenangannya sama misalnya tokoh
permainan yang sama, sehingga anak bisa
bekerja sama dalam bermain bersama
teman-temannya.
Mereka
dapat
menciptakan permainan sendiri dengan
suasana bermain yang harmonis dan
nyaman.
Selain
itu,
anak
juga
memperhatikan permintaan temannya lain
atau simpati kepada temannya. Kemampuan
sosialisasi anak prasekolah di TK Atma
Bakti Desa Pringapus Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang kategori baik di
dukung oleh faktor pola asuh orang tua.
Orang tua yang menerapkan pola
asuh bagi anaknya lebih dominan
demokratis dengan memberikan kebebasan
yang terkendali. Mereka memperhatikan
anak sebagai individu yang utuh lahir
batin,
dan
tidak
sedikitpun
mengarahkannya secara otoriter sehingga
anak merasa mendapatkan kepercayaan dari
orang tua dan tidak khawatir dengan apa
yang akan terjadi karena mendapat
bimbingan dari orang tua. Sebaliknya, anak
dari orang tua yang mempunyai sikap
otoriter menyebabkan mereka tidak
mempunyai inisiatif karena takut berbuat
kesalahan, menjadi anak penurut, dan
anak kurang atau tidak mempunyai
tanggung jawab. Sementara di sisi lain
orang tua anak dituntut untuk semakin
bertanggung jawab
sesuai
dengan
perkembangan umurnya, karena itu sering
terjadi konflik antara orang tua dengan
anak.
Pola asuh demokratis merupakan
pola asuh yang terbanyak yang diterapkan
oleh orang tua kepada anaknya karena
pola asuh demokratis mempunyai prinsip
kebebasan yang dijalankan dalam segala
aspek kegiatan pada keluarga, sehingga
dengan pola asuh demokratis membuat
orang tua benar-benar memperhatikan
anak sebagai individu yang utuh lahir
batin,
dan
tidak
sedikitpun
mengarahkannya
secara
otoriter
(Rinestaelisa, 2008).
E. Hubungan Komunikasi Efektif dalam
Keluarga dengan Kemampuan Sosialisasi
Anak Prasekolah
Berdasarkan tabel 5.3 diperoleh hasil
ada ada hubungan komunikasi efektif dalam
keluarga dengan kemampuan sosialisasi
28 anak prasekolah di TK Atma Bakti Desa
Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang dengan nilai korelasi (τ) sebesar
0,245 dan p value = 0,040. Hasil analisis
data menunjukkan bahwa nilai p value
sebesar 0,040 lebih kecil dari pada nilai α
(0,05). Diperoleh pula nilai koefisien
korelasi (τ) sebesar 0,245 menunjukkan
kekuatan hubungan antara dua variabel
pada kategori lemah dan memiliki arah
korelasi positif. Artinya jika komunikasi
efektif dalam keluarga semakin baik maka
kemampuan sosialisasi anak prasekolah di
TK Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan
Pringapus Kabupaten Semarang semakin
meningkat.
Kemampuan sosialisasi menjadi suatu
aspek penting dalam perkembangan anak.
Kematangan penyesuaian sosial anak akan
sangat terbantu apabila anak dimasukkan ke
Taman Kanak-Kanak, karena Taman
Kanak-Kanak
(Prasekolah)
sebagai
”jembatan bergaul” merupakan tempat yang
memberikan peluang kepada anak untuk
memperluas pergaulan sosialnya, dan
mentaati peraturan (Yusuf, 2004). Masa
Taman Kanak- Kanak juga merupakan
masa peralihan dari lingkungan keluarga ke
dalam lingkungan sekolah. Anak dalam
lingkungan sekolah, tidak hanya memasuki
dunia sosialisasi yang lebih luas melainkan
anak juga akan menemukan suasana
kehidupan yang berbeda, teman, guru atau
aturan-aturan yang berbeda dengan
lingkungan keluarga (Chaplin, 2004).
Berdasar dari uraian di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa sosialisasi
adalah proses di mana anak-anak belajar
mengenai standar, nilai dan sikap yang
diharapkan kebudayaan atau lingkungan
masyarakat mereka. Sosialisasi merupakan
perkembangan
individu
dalam
pembentukan kepribadian atau proses
penyesuaian diri di dalam lingkungan
keluarga, seperti pengenalan nilai-nilai atau
norma,
kebiasaan
dan
mempelajari
keperluan-keperluan
sosial
kultural
sehingga dapat berperan dalam masyarakat
dan teman sebayanya.
Komunikasi yang efektif dengan anak
mempunyai karakteristik jelas dan ringkas.
Perbendaharaan kata mudah dimengerti,
mempunyai arti denotatif dan konotatif,
intonasi mampu mempengaruhi isi pesan,
kecepatan bicara yang memiliki tempo dan
jeda yang tepat serta ada unsur humor
(Uripni, Sujianto dan Indrawati, 2003).
Kehangatan
dalam
rumah
sangat
dipengaruhi oleh gaya komunikasi. Gaya
komunikasi yang menyakiti atau membuat
orang lain merasa bersalah bukanlah
komunikasi yang bisa menumbuhkan
kehangatan. Komunikasi yang baik melalui
tiga cara yaitu berbicara pada sasaran yang
tepat, berbicara dengan tegas, jujur dan
tidak menyakiti serta menjadi pendengar
yang baik (Dwiyani, 2009).
Berdasarkan hasil analisis hubungan
komunikasi efektif dalam keluarga dengan
kemampuan sosialisasi anak prasekolah di
TK Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan
Pringapus Kabupaten Semarang diperoleh
hasil, responden dengan komunikasi efektif
dalam keluarga kategori kurang sebanyak
20 orang di mana sebagian besar
kemampuan sosialisasi anak kategori
kurang yaitu sebanyak 9 orang (45,0%)
lebih banyak dari pada kategori cukup yaitu
sebanyak 3 orang (15,0%) dan kategori
banyak sebanyak 8 orang (40,0%).
Responden dengan komunikasi
efektif dalam keluarga kategori kurang di
mana anak tidak mengetahui peringatan
menggunakan istilah yang disampaikan
oleh ibu, tidak pernah mematuhi nasihat
yang menggunakan kata istilah yang
disampaikan ibu dan tidak paham dengan
bimbing belajar ibu dengan menggunakan
gambar sehingga anak berteriak dengan
keras, menangis, menendang, marah ketika
bertengkar, anak ingin nilai yang diperoleh
di sekolah lebih tinggi dari teman yang lain
dan anak memberontak perintah yang
diberikan orang tua. Responden dengan
komunikasi efektif dalam keluarga kategori
kurang sehingga kemampuan sosialisasi
anak kategori kurang disebabkan oleh
faktor pola asuh otoriter dari orang tua.
Berdasarkan hasil analisis hubungan
komunikasi efektif dalam keluarga dengan
kemampuan sosialisasi anak prasekolah di
TK Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan
Pringapus Kabupaten Semarang diperoleh
hasil, responden dengan komunikasi efektif
29 dalam keluarga kategori cukup sebanyak 19
orang di mana sebagian besar kemampuan
sosialisasi anak kategori cukup yaitu
sebanyak 9 orang (47,4%) lebih banyak dari
pada kategori kurang yaitu sebanyak 5
orang (26,3%) dan kategori baik sebanyak 5
orang (26,3%).
Responden
dengan
komunikasi
efektif dalam keluarga kategori cukup di
mana anak memahami nasihat ibu dengan
menggunakan kata-kata yang dipahami
anak dan mengerjakan perintah ibu yang
menggunakan bahasa sederhana sehingga
anak berteman dengan anak sebayanya
ketika di sekolah, anak tidak merusak
barang
pekerjaan
temannya
ketika
bertengkar dan anak mudah memaafkan
teman setelah bertengkar. Responden
dengan komunikasi efektif dalam keluarga
kategori cukup sehingga kemampuan
sosialisasi anak kategori cukup di dukung
oleh faktor pola asuh permisif dari orang
tua.
Membebaskan
anak
memang
membuat anak menjadi mudah melakukan
suatu hal yang berguna untuk anaknya
kelak, namun apabila tanpa adanya
Berdasarkan hasil analisis hubungan
komunikasi efektif dalam keluarga dengan
kemampuan sosialisasi anak prasekolah di
TK Atma Bakti Desa Pringapus Kecamatan
Pringapus Kabupaten Semarang diperoleh
hasil, responden dengan komunikasi efektif
dalam keluarga kategori baik sebanyak 20
orang di mana sebagian besar kemampuan
sosialisasi anak kategori baik yaitu
sebanyak 12 orang (60,0%) lebih banyak
dari pada kategori kurang yaitu sebanyak 2
orang (10,0%) dan kategori cukup sebanyak
6 orang (30,0%).
Responden
dengan
komunikasi
efektif dalam keluarga kategori baik
ditunjukkan dengan anak mau membantu
ibu yang memintanya dengan menggunakan
kalimat yang lengkap (detail), mengerjakan
perintah ibu yang menggunakan kalimat
yang tegas dan jelas dan paham dengan
bimbingan ibu yang menggunakan kata
yang berhubungan dengan pesan sehingga
anak
berteman
karena
hobi
atau
kesenangannya sama, anak bisa bekerja
sama dalam bermain bersama teman-
temannya dan anak memperhatikan
permintaan orang lain atau simpati ke pada
orang lain. Responden dengan komunikasi
efektif dalam keluarga kategori baik
sehingga kemampuan sosialisasi anak
kategori baik di dukung oleh faktor pola
asuh demokratis dari orang tua.
Pola asuh demokratis merupakan
pola asuh yang terbanyak yang diterapkan
oleh orang tua kepada anaknya karena
pola asuh demokratis mempunyai prinsip
kebebasan yang dijalankan dalam segala
aspek kegiatan pada keluarga, sehingga
dengan pola asuh demokratis membuat
orang tua benar-benar memperhatikan
anak sebagai individu yang utuh lahir
batin,
dan
tidak
sedikitpun
mengarahkannya
secara
otoriter
(Rinestaelisa, 2008).
F. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari adanya beberapa
keterbatasan dan kelemahan di antaranya
masih
adanya
variabel
lain
yang
mempengaruhi penelitian ini yang belum
bisa dikendalikan oleh peneliti di antaranya
motivasi, ketergantungan yang berlebihan,
penyesuaian yang berlebihan dan adaptasi
diri rendah karakteristik anak, pengetahuan,
dukungan keluarga dan pola asuh orang tua.
Variabel-variabel tersebut dimungkinkan
memberikan pengaruh kepada variabel
kemampuan sosialisasi anak prasekolah,
artinya kemampuan sosialisasi mereka tidak
hanya disebabkan oleh variabel komunikasi
efektif dalam keluarga, akan tetapi oleh
variabel tersebut di atas.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Komunikasi efektif dalam keluarga
anak prasekolah di TK Atma Bakti
Desa Pringapus Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang kategori kurang
dan
baik
masing-masing
yaitu
sebanyak 20 orang (33,9%).
2. Kemampuan
sosialisasi
anak
prasekolah di TK Atma Bakti Desa
Pringapus
Kecamatan
Pringapus
Kabupaten Semarang sebagian besar
kategori baik yaitu sebanyak 25 orang
(42,4%).
30 3. Ada hubungan komunikasi efektif
dalam keluarga dengan kemampuan
sosialisasi anak prasekolah di TK Atma
Bakti Desa Pringapus Kecamatan
Pringapus
Kabupaten
Semarang,
dengan nilai koefisien korelasi (τ)
sebesar 0,245 dan p value = 0,040 (α =
0,05).
B. Saran
1. Bagi Keluarga dan Masyarakat
Hendaknya
masyarakat
meningkatkan pengetahuan tentang
komunikasi efektif dalam keluarga dan
kemampuan sosialisasi pada anak
prasekolah dengan menggali informasi
yang lebih lengkap melalui tenaga
kesehatan
atau
pihak
yang
berkompeten misalnya psikolog.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Hendaknya profesi keperawatan
meningkatkan pemahaman masyarakat
dalam menjalin komunikasi efektif
dalam keluarga sebagai salah satu
upaya
meningkatkan
kemampuan
sosialisasi pada anak prasekolah
dengan memberikan penyuluhan secara
intensif dan berkelanjutan dengan
metode yang lebih menarik misalnya
penyuluhan yang didahului dengan
pemutaran film yang berkaitan dengan
materi penyuluhan.
3. Institusi Pendidikan Terkait
Hendaknya pihak PSIK Stikes
Ngudi Waluyo meningkatkan literatur
yang berkaitan dengan komunikasi dan
kemampuan sosialisasi anak sehingga
dapat menambah pustaka penelitian
yang akan datang yang berkaitan
dengan variabel tersebut sekaligus
menjadikan hasil penelitian ini
tambahan referensi sekaligus sebagai
landasan untuk penelitian selanjutnya.
4. Peneliti Selanjutnya
Hendaknya peneliti selanjutnya
meningkatkan hasil penelitian ini
dengan menambah variabel misalnya
peran orang tua, dukungan orang tua,
pengetahuan ataupun karakteristik anak
sehingga diperoleh hasil penelitian
yang lebih lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, 2008. Sosiologi untuk SMP dan MTs
VIII. Jakarta : Grasindo
Arikunto, S, 2006. Prosedur penelitian suatu
pendekatan praktik, ed revisi VI,.
Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta.
Chaplin, 2004. Kamus lengkap psikologi.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Dwiyani, 2009. Jika Aku Harus Mengasuh
Anakku Seorang Diri. Jakarta : PT Elex
Media
Komputindo
http://books.google.co.id/books
Aplikasi analisis multivariate dengan program
SPSS.Semarang : Badan Penerbit
Undip.
Hardywinoto dan Setiabudhi, 2003. Anak
unggul berotak perima. Jakarta : PT
Gramedia
Pustaka
Utama
http://books.google.co.id/books
Hurlock, B. E, 2007. Psikologi perkembangan.
Jakarta : Erlangga
Ibung, 2009. Mengembangkan nilai moral pada
anak. Jakarta : PT Media Elex
Komputindo.
http://books.google.co.id/books
Notoatmodjo, 2010. Metodologi penelitian
kesehatan. Penerbit PT. Rineka Cipta.
Nursalam, 2008. Konsep dan penerapan
metodologi
penelitian
ilmu
keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
Pendidikan
anak
Patmonodewo,
2003.
prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Priyanto, 2009. Komunikasi dan konseling,
aplikasi dalam sarana pelayanan
kesehatan untuk perawat dan bidan.
Jakarta : Salemba Medika
Ruhimat, Supriatna dan Kosim, 2006. IPS
terpadu untuk SMP kelas VII. Jakarta :
Grafindo Pustaka Utama.
http://books.google.co.id/books
Santoso, 2010. Langkah Pasti Mempertahankan
Promosi Melanjutkan Prestasi. Jakarta
: PT Gramedia Pustaka Utama
http://books.google.co.id/books
31 Setiabudhi dan Hadywinoto, 2003. Anak unggul
berotak prima. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka.
http://books.google.co.id/books
Setiadi, 2008. Konsep & keperawatan keluarga.
Yogyakarta : Graha ilmu.
Setiawan, 2010. Masalah sosial anak
meningkat. pikiran rakyat (on line).
Tersedia : http//bataviase.co.id
Sugiono, 2007. Metode penelitian kuantitatif
kualitatif dan R&D”. Bandung:
Alfabeta.
Supartini, Y, 2014. Buku ajar konsep dasar
keperawatan anak. Jakarta : EGC
Suranto, 2006. Hubungan antara kemampuan
komunikasi dan rasa percaya diri
dengan sosialisasi anak tuna rungu
wicara di SLB-B YRTW Surakarta
tahun 2005/2006. Skripsi Fak. KIP.
Surakarta : UNS
Syafarudin,
2012.
Pendidikan
dan
pemberdayaan masyarakat. Medan :
Publisher,
Perdana
Publishing
http://books.google.co.id/books
Umam, K, 2009. Perilaku organisasi. Jakarta :
Pustaka Setia
Uripni, Sujianto, dan Indrawati, 2003.
Komunikasi kebidanan. Jakarta : EGC
http://books.google.co.id/books
Yusuf, 2004. Psikologi perkembangan anak dan
remaja.
Bandung
:
Remaja
Rosdakarya.
Download