gubernur bali peraturan gubernur bali nomor 33 tahun 2012 tentang

advertisement
GUBERNUR BALI
PERATURAN GUBERNUR BALI
NOMOR 33 TAHUN 2012
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENETAPAN JALUR DAN SYARAT KETINGGIAN
PENERBANGAN UNTUK KEGIATAN WISATA UDARA
ATAU OLAH RAGA DIRGANTARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BALI,
Menimbang :
Mengingat :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 95 ayat (2)
huruf d Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun
2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali
Tahun 2009-2029, perlu menetapkan Peraturan Gubernur
tentang Petunjuk Teknis Penetapan Jalur dan Syarat
Ketinggian Penerbangan untuk Kegiatan Wisata Udara atau
Olah Raga Dirgantara;
1. Undang-Undang
Nomor
64
Tahun
1958
tentang
Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara
Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1649);
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Nomor 4956);
4. Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
5. Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
2011
tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Nomor 5234);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang
Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075);
8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 41 Tahun 2001
tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 91
(Civil Aviation Safety Regulation Part 91) tentang Peraturan
Umum Pengoperasian Pesawat Udara (General Operating and
Flight Rules) sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 80
Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 41 Tahun 2001 tentang
Peraturan Umum Pengoperasian Pesawat Udara (General
Operating and Flight Rules) (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 557);
9. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun
2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2009
Nomor 16, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali
Nomor 16);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PETUNJUK TEKNIS
PENETAPAN JALUR DAN SYARAT KETINGGIAN PENERBANGAN
UNTUK KEGIATAN WISATA UDARA ATAU OLAH RAGA
DIRGANTARA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
PENGERTIAN
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan:
1. Provinsi adalah Provinsi Bali.
2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Bali.
3. Gubernur adalah Gubernur Bali.
4. Dinas Perhubungan, Informasi dan Komunikasi yang
selanjutnya disebut Dinas adalah Dinas Perhubungan,
Informasi dan Komunikasi Provinsi Bali.
5. Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan
dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat
pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun
penumpang, bongkar muat barang dan tempat perpindahan
intra dan antar moda transportasi, yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan dan keamanan, serta fasilitas pokok
dan fasilitas penunjang lainnya.
6. Heliport adalah tempat pendaratan dan lepas landas
Helikopter.
7. Helikopter adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara,
bersayap putar yang rotornya digerakkan oleh mesin.
8. Organisasi olahraga dirgantara daerah Bali yang selanjutnya
disebut FASIDA Bali adalah organisasi olahraga dirgantara
daerah Bali.
9. Rute penerbangan adalah lintasan pesawat udara dari
bandar udara asal ke bandar udara tujuan melalui jalur
penerbangan yang telah ditetapkan.
10. Pengusaha adalah setiap orang atau badan hukum yang
mengadakan kegiatan penerbangan untuk kegiatan wisata
udara atau olah raga dirgantara.
11. Badan adalah suatu bentuk usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan
Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk
apapun, persekutuan, perkumpulan, kongsi, koperasi,
yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana
pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk usaha lainnya.
12. Jalur Penerbangan Wisata adalah lintasan pesawat udara
dari bandara asal dan kembali ke bandara asal tanpa
melakukan pendaratan di bandara lain dengan tujuan
wisata/rekreasi.
13. Wisata
Udara
adalah
kegiatan
penerbangan
yang
mengangkut wisatawan dengan tujuan rekreasi.
14. Area wisata udara adalah ruang udara diatas obyek wisata
yang dimanfaatkan untuk pergerakan pesawat udara dengan
tujuan rekreasi.
15. Olah Raga Dirgantara dan/atau wisata udara adalah aktifitas
olah raga dirgantara yang bertujuan untuk rekreasi.
Bagian Kedua
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud dari Peraturan Gubernur ini adalah menetapkan
pemanfaatan ruang udara untuk jalur dan syarat ketinggian
penerbangan wisata udara dan olah raga dirgantara antar
Kabupaten/Kota dalam Provinsi yang melintas di kawasan
tempat suci.
Pasal 3
Tujuan dari penetapan jalur dan syarat ketinggian penerbangan
wisata udara dan/ atau olah raga dirgantara adalah:
a. terjaminnya keamanan dan keselamatan penerbangan;
b. terjaganya
kesakralan
tempat
suci
dan
kenyamanan
masyarakat; dan
c. terciptanya kekhidmatan dalam persembahyangan bagi umat
Hindu.
BAB II
JENIS , BENTUK DAN LOKASI USAHA
Pasal 4
(1) Gubernur melakukan
pemantauan
terhadap pelaksanaan
kegiatan izin usaha angkutan udara niaga dan kegiatan izin
kegiatan angkutan udara.
(2) Setiap perusahaan atau usaha penerbangan yang menyediakan
jasa wisata udara dan/atau olah raga dirgantara yang memiliki
kantor atau perwakilan dalam wilayah Provinsi harus mendapat
persetujuan/rekomendasi Gubernur.
(3) Setiap perusahaan atau usaha penerbangan yang menyediakan
jasa wisata udara dan/atau olah raga dirgantara yang tidak
memiliki kantor atau perwakilan dalam wilayah Provinsi,
sebelum
melaksanakan
kegiatannya
harus
mendapat
persetujuan/rekomendasi Gubernur.
Pasal 5
(1) Jenis usaha yang diatur dalam peraturan ini adalah usaha
angkutan wisata udara dan/atau olah raga dirgantara yang
dilaksanakan di Kabupaten/Kota dalam Provinsi.
(2) Angkutan wisata udara dan/atau olah raga dirgantara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Angkutan Udara Niaga tidak berjadwal yang menyediakan
layanan penerbangan wisata antar Kabupaten/Kota dalam
Provinsi;
b. Angkutan Udara Bukan Niaga yang melakukan kegiatan
penerbangan wisata antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi;
dan
c. Olah raga dirgantara antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi
yang dilaksanakan oleh FASIDA Bali.
Pasal 6
Bentuk usaha dalam penyelenggaraan wisata udara dan/atau olah
raga dirgantara dapat berupa badan usaha atau perorangan.
Pasal 7
Untuk mendapatkan persetujuan Gubernur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) badan usaha atau perorangan harus:
a. memiliki izin usaha angkutan udara niaga dan/atau;
b. memiliki izin kegiatan angkutan udara sesuai ketentuan yang
berlaku;
c. memiliki alat tempat usaha;dan
d. memiliki
surat
izin
tempat
usaha
dari
Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Pasal 8
Lokasi kegiatan angkutan wisata udara dan/atau olah raga
dirgantara harus sesuai dengan peruntukannya dan peraturan
perundang-undangan.
BAB III
KETINGGIAN TERBANG DAN PENETAPAN JALUR
Pasal 9
Ketinggian Terbang
(1) Ketinggian jelajah terbang pesawat tidak boleh lebih rendah dari
1.000 (seribu) feet di atas permukaan tanah.
(2) Pengecualian terhadap ketinggian penerbangan dilakukan pada
tempat-tempat
tertentu
yang
telah
diatur
ketinggian
penerbangannya sesuai aturan yang berlaku demi terciptanya
keselamatan dan keamanan penerbangan, dan/atau pada area
sesuai prosedur pendekatan dan/atau lepas landas pada setiap
bandar udara, dan/atau pada kondisi darurat.
(3) Tempat-tempat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mencakup:
a. ruang udara tempat jalur visual flight rules (VFR) atau rute
penerbangan kasat mata yang dilaksanakan oleh Bali
International Flying Academy (BIFA); dan
b. areal pendekatan dan lepas landas penerbangan Bandar
Udara Ngurah Rai.
Pasal 10
Penetapan Jalur
Setiap kegiatan wisata udara dan/atau olahraga dirgantara di
Kabupaten/Kota dalam Provinsi harus menggunakan jalur yang
ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi yaitu :
a. Penerbangan wisata jalur utara meliputi: Bandara Ngurah RaiPantai Kuta-Pantai Legian-Pantai Seminyak- Pura Tanah LotSangeh-Gunung Batur-Danau Batur-Gunung Abang-Gunung
Agung-Pura
Besakih-Tegallalang-Ubud-Pantai
Sanur-Pantai
Sindhu-Pulau Serangan-Bandara Ngurah Rai; dan
b. Penerbangan wisata jalur selatan meliputi : Bandara Ngurah
Rai-Pantai Jimbaran-Pantai Dream Land-Pura Uluwatu- Bukit
Pecatu-Pantai Geger-Pantai Nusadua-Tanjung Benoa -Bandara
Ngurah Rai.
Pasal 11
Jalur penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a
dengan ketentuan:
a. Penerbangan diarea pura Tanah Lot dilaksanakan diatas laut
dengan jarak 2000 meter dari pura arah mendatar dengan
ketinggian maksimal 1000 kaki dari permukaan laut;
b. Penerbangan diatas Pura Besakih tidak dijinkan tetapi
dilaksanakan penerbangan dengan jarak 5000 meter arah
mendatar dengan ketinggian maksimal 1000 kaki dari
permukaan tanah; dan
c. Penerbangan disekitar Gunung Agung, Gunung Batur dan
Gunung Abang berjarak 2000 meter dari titik pusat gunung arah
mendatar dengan ketinggian 1000 kaki dari permukaan tanah.
Pasal 12
Jalur penerbangan di area Pura Uluwatu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 huruf b, dilaksanakan ke arah laut dengan jarak
1000 meter atau kearah darat dengan jarak 2000 meter dari pura
Uluwatu dengan ketinggian terbang paling rendah 1500 kaki dari
permukaan laut.
Pasal 13
(1) Gubernur dapat menetapkan perubahan jalur untuk wisata
dan/atau olah raga dirgantara dari yang telah ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
(2) Penetapan perubahan jalur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan atas pelaksanaan:
a. perencanaan jalur;
b. survey;
c. uji coba jalur; dan
d. sosialisasi.
(3) Perubahan jalur sebagaimana dimaksud
ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
pada
ayat
(1)
Pasal 14
Setiap perusahaan atau usaha penerbangan dan organisasi yang
melaksanakan kegiatan wisata dan/atau olahraga dirgantara diluar
jalur yang telah ditetapkan harus mendapatkan rekomendasi dari
Gubernur.
BAB IV
PERSETUJUAN TERBANG
Pasal 15
(1) Setiap perusahaan atau usaha penerbangan dan organisasi yang
melaksanakan penerbangan antar Kabupaten/Kota harus
mendapatkan persetujuan terbang.
(2) Setiap perusahaan atau usaha penerbangan dan organisasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengajukan
permohonan persetujuan terbang kepada Gubernur melalui
Dinas.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat
antara lain:
a. nama operator penerbangan;
b. sarana yang dipergunakan;
c. tanda pendaftaran;
d. sarana penerbangan;
e. nama panggilan;
f. jadwal penerbangan;
g. asal-tujuan; dan
h. jumlah orang dalam penerbangan.
BAB V
PENGAWASAN
Pasal 16
(1) Gubernur melakukan koordinasi dengan Bupati/Walikota
terhadap jalur-jalur penerbangan wisata udara dan/atau olah
raga dirgantara antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi yang telah
direkomendasikan
untuk
dilakukan
pengawasan
dan
pengendalian bersama.
(2) Gubernur
melalui
Dinas
melakukan
evaluasi
terkait
pemanfaatan dan kepatuhan terhadap penggunaan jalur dan
ketinggian penerbangan wisata dan/atau olah raga dirgantara
oleh perusahaan penerbangan.
BAB VI
PELAPORAN
Pasal 17
Perusahaan penerbangan yang menyediakan jasa wisata udara
dan/atau olah raga dirgantara wajib menyampaikan laporan
penggunaan jalur penerbangan yang telah direkomendasikan
kepada Gubernur melalui Dinas secara berkala setiap bulan.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 18
Setiap perusahaan atau usaha penerbangan yang menyediakan jasa
wisata udara dan/atau olah raga dirgantara wajib mencegah
pencemaran dan perusakan lingkungan.
Pasal 19
Setiap
perusahaan
dan/atau
perseorangan
yang
telah
mengoperasikan Heliport dan/atau Helikopter untuk kegiatan wisata
udara dan/atau olah raga dirgantara agar menyesuaikan dengan
Peraturan Gubernur ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita
Daerah Provinsi Bali.
Ditetapkan di Denpasar
pada tanggal 11 September 2012
GUBERNUR BALI,
MADE MANGKU PASTIKA
Diundangkan di Denpasar
pada tanggal 11 September 2012
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI,
I MADE JENDRA
BERITA DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2012 NOMOR 33
Download