bab ii tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PREEKLAMPSIA
2.1.1 Definisi
Preeklampsia (PE) merupakan kumpulan gejala atau sindroma yang mengenai
wanita hamil dengan usia kehamilan di atas 20 minggu dengan tanda utama berupa
adanya hipertensi dan proteinuria. Bila seorang wanita memenuhi kriteria preeklampsia
dan disertai kejang yang bukan disebabkan oleh penyakit neurologis dan atau koma maka
ia dikatakan mengalami eklampsia. Umumnya wanita hamil tersebut tidak menunjukkan
tanda-tanda kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya.2,3
Kumpulan gejala itu berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi
pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ.
Kelainan yang berupa lesi
vaskuler tersebut mengenai berbagai sistem organ, termasuk plasenta. Selain itu, sering
pula dijumpai peningkatan aktivasi trombosit dan aktivasi sistem koagulasi. 7
2.1.2 Etiologi
Etiologi preeklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Banyak
teori dikemukakan, tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban yang memuaskan.
Oleh karena itu, preeklampsia sering disebut sebagai “the disease of theory”. Teori yang
dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut7:
1. peningkatan angka kejadian preeklampsia pada primigravida, kehamilan ganda,
hidramnion, dan mola hidatidosa
2. peningkatan angka kejadian preeklampsia seiring bertambahnya usia kehamilan
3. perbaikan keadaan pasien dengan kematian janin dalam uterus
4. penurunan angka kejadian preeklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya
5. mekanisme terjadinya tanda-tanda preeklampsia, seperti hipertensi, edema,
proteinuria, kejang dan koma
Sedikitnya terdapat empat hipotesis mengenai etiologi preeklampsia hingga saat ini, yaitu:14,15
1. Iskemia plasenta, yaitu invasi trofoblas yang tidak normal terhadap arteri spiralis
sehingga menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang dapat
berkembang menjadi iskemia plasenta.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Etiologi preeklampsia menurut teori iskemik plasenta14
Implantasi plasenta pada kehamilan normal dan PE Implantasi plasenta normal yang
memperlihatkan proliferasi trofoblas ekstravilus membentuk satu kolom di bawah vilus
penambat. Trofoblas ekstravilus menginvasi desidua dan berjalan sepanjang bagian dalam arteriol
spiralis. Hal ini menyebabkan endotel dan dinding pembuluh vaskular diganti diikuti oleh
pembesaran pembuluh darah.
2. Peningkatan toksisitas very low density lipoprotein (VLDL).
3. Maladaptasi imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri spiralis oleh
sel-sel sinsitiotrofoblas dan disfungsi sel endotel yang diperantarai oleh
peningkatan pelepasan sitokin, enzim proteolitik dan radikal bebas.
4. Genetik.
Teori yang paling diterima saat ini adalah teori iskemia plasenta. Namun, banyak
faktor yang menyebabkan preeklampsia dan di antara faktor-faktor yang ditemukan
tersebut seringkali sukar ditentukan apakah faktor penyebab atau merupakan akibat.
2.1.3 Klasifikasi
Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat
7,16
(PEB):
1. Preeklampsia ringan
Dikatakan preeklampsia ringan bila :
a. Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah
Universitas Sumatera Utara
b. diastolik 90-110 mmHg
c. Proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam)
d. Tidak disertai gangguan fungsi organ
2. Preeklampsia berat
Dikatakan preeklampsia berat bila :
a. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110
mmHg
b. Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan kuantitatif
c. Bisa disertai dengan :
i.
Oliguria (urine ≤ 400 mL/24jam)
ii.
Keluhan serebral, gangguan penglihatan
iii.
Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerahepigastrium
iv.
Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia
v.
Edema pulmonum, sianosis
vi.
Gangguan perkembangan intrauterine
vii.
Microangiopathic hemolytic anemia, trombositopenia
3. Jika terjadi tanda-tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai dengan
adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklampsia.
Preklampsia berat dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:2,4
a. PEB tanpa impending eclampsia
b. PEB dengan impending eclampsia dengan gejala-gejala impending di antaranya
nyeri kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri epigastrium, dan nyeri abdomen
kuadran kanan atas
2.1.4 Insidens dan Faktor Risiko
Insidens preeklampsia sebesar 4–5 kasus per 10.000 kelahiran hidup pada negara
maju.
7
Di negara berkembang insidensnya bervariasi antara 6–10 kasus per 10.000
kelahiran hidup. 17
Angka kematian ibu akibat kasus preeklampsia bervariasi antara 0-4%. 1Angka
kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem tubuh.
Penyebab kematian terbanyak wanita hamil akibat preeklampsia
adalah perdarahan
intraserebral dan edema paru. Efek preeklampsia pada kematian perinatal berkisar antara
10-28%. Penyebab terbanyak kematian perinatal disebabkan prematuritas, pertumbuhan
janin terhambat, dan solutio plasenta. Sekitar 75% eklampsia terjadi antepartum dan
Universitas Sumatera Utara
sisanya terjadi pada postpartum. Hampir semua kasus (95%) eklampsia antepartum
terjadi pada trimester ketiga. 18,19
Angka kejadian preeklampsia rata-rata sebanyak 6% dari seluruh kehamilan dan
12% pada kehamilan primigravida. Kejadian penyakit ini lebih banyak dijumpai pada
primigravida terutama primigravida pada usia muda daripada multigravida.2,3
Penelitian mengenai prevalensi preeklampsia dan PEB di Indonesia dilakukan di
Rumah Sakit Denpasar. Pada primigravida frekuensi preeklampsia/eklampsia lebih tinggi
bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan insidensi preeklampsia pada primigravida 11,03%. Angka
kematian maternal akibat penyakit ini 8,07% dan angka kematian perinatal 27,42%.
Sedangkan pada periode Juli 1997 s/d Juni 2000 didapatkan 191 kasus (1,21%) PEB
dengan 55 kasus di antaranya dirawat konservatif. 20
Selain primigravida, faktor risiko preeklampsia lain di antaranya adalah7,14,15:
1. nullipara
2. kehamilan ganda
3. obesitas
4. riwayat keluarga dengan preeklampsia atau eklampsia
5. riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
6. abnormalitas uterus yang diperoleh pada Doppler pada usia kandungan 18 dan 24
minggu
7. diabetes melitus gestasional
8. trombofilia
9. hipertensi atau penyakit ginjal
2.1.5 Patofisiologi
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme
pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila spasme arteriolar juga
ditemukan di seluruh tubuh, maka dapat dipahami bahwa tekanan darah yang meningkat
merupakan kompensasi mengatasi kenaikan tahanan perifer agar oksigenasi jaringan tetap
tercukupi. Sedangkan peningkatan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan
cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui penyebabnya. Beberapa
literatur menyebutkan bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah
dan kadar prolaktin yang tinggi dibandingkan pada kehamilan normal. Aldosteron
penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air serta natrium.
Pada preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.14,15
Universitas Sumatera Utara
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi perifer
yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol. Hal ini kemungkinan akibat
meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar vasokonstriktor
seperti angiotensin II, adrenalin, dan noradrenalin, dan atau menurunnya respon terhadap
zat-zat vasokonstriktor. Semua hal tersebut akan meningkatkan produksi vasodilator atau
prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada trimester ketiga akan terjadi peningkatan
tekanan darah yang normal seperti tekanan darah sebelum hamil. 14-6
1. Regulasi volume darah
Pengendalian garam dan homeostasis meningkat pada preeklampsia. Kemampuan
untuk mengeluarkan natrium juga terganggu, tetapi pada derajat mana hal ini terjadi
sangat bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak dijumpai adanya edema.
Bahkan jika dijumpai edema interstitial, volume plasma adalah lebih rendah
dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi hemokonsentrasi. Terlebih
lagi suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan volume plasma dapat menjadi
tanda awal hipertensi.
2. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah
Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkan hamil
normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang melahirkan bayi
dengan berat bayi lahir rendah (BBLR).
3. Aliran Darah di Organ-Organ
a. Aliran darah di otak
Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Hal ini
berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin merupakan suatu
faktor penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia maupun perdarahan otak.
b. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal
Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi penanda
pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal rata-rata
berkurang 20%, dari 750 ml menjadi 600ml/menit, dan filtrasi glomerulus
berkurang rata-rata 30%, dari 170 menjadi 120ml/menit, sehingga terjadi
penurunan filtrasi. Pada kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit
kasus dapat terjadi nekrosis tubular dan kortikal.
Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang fungsinya
mungkin sebagai cadangan menaikkan tekanan darah dan menjamin perfusi
plasenta yang adekuat. Pada kehamilan normal renin plasma, angiotensinogen,
angiotensinogen II, dan aldosteron meningkat nyata di atas nilai normal wanita
Universitas Sumatera Utara
tidak hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi akibat meningkatnya kadar
progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek progesteron diimbangi
oleh renin, angiotensin, dan aldosteron, tetapi keseimbangan ini tidak terjadi pada
preeklampsia.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya preeklampsia adalah iskemi
uteroplasenter dimana terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang
meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang. Apabila
terjadi hipoperfusi uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin uterus yang
mengakibatkan vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan pembuluh darah. Di
samping itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek
prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari hipoperfusi uterus. dikutip dari 4
Laju filtrasi glomerulus dan arus plasma ginjal menurun pada preeklampsia,
tetapi karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%,
nilai pada preeklampsia masih di atas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil.
Klirens fraksi asam urat yang menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum
ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal.
Dijumpai pula peningkatan pengeluaran protein biasanya ringan sampai sedang.
Preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom nefrotik pada kehamilan.
Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin adalah bagian
dari lesi morfologi khusus yang melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler
glomerulus yang merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia.
c. Aliran darah uterus dan choriodesidua
Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan patofisiologi
terpenting pada preeklampsia, dan mungkin merupakan faktor penentu hasil
kehamilan. Namun yang disayangkan adalah belum ada satu pun metode
pengukuran arus darah yang memuaskan baik di uterus maupun di desidua.1,2
d. Aliran darah di paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya karena edema paru yang
menimbulkan dekompensasi cordis.
e. Aliran darah di mata
Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah orbital. Bila terjadi halhal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya preeklampsia berat. Gejala lain yang
mengarah ke eklampsia adalah skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di
korteks serebri atau dalam retina.
Universitas Sumatera Utara
f. Keseimbangan air dan elektrolit
Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk sementara, asam laktat
dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi selesai, zat-zat organik dioksidasi dan
dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik dengan terbentuknya
natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali.
2.1.6 Manifestasi Klinis
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia adalah hipertensi dan
proteinuria. Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari oleh wanita
hamil. Pada waktu keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, dan nyeri
epigastrium mulai timbul, hipertensi dan proteinuria yang terjadi biasanya sudah berat. 21
Tekanan darah. Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol
sehingga tanda peringatan awal muncul adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan
diastolik merupakan tanda prognostik yang lebih baik dibandingkan tekanan sistolik dan
tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal.
21-3
Kenaikan berat badan. Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dan
kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia.
Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg per minggu adalah normal, tetapi bila lebih dari
1 kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya
preeklampsia harus dicurigai. 21-3
Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan
oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edema nondependen
yang terlihat jelas, seperti edema kelopak mata, kedua lengan, atau tungkai yang
membesar.
Proteinuria. Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu
penyebab fungsional dan bukan organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin
hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang berat, proteinuria
biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/l. Proteinuria hampir selalu timbul
kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya terjadi setelah kenaikan berat
badan yang berlebihan. 21-3
Nyeri kepala. Gejala ini jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi semakin
sering terjadi pada kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah
frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada
Universitas Sumatera Utara
wanita hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat hampir selalu
mendahului serangan kejang pertama. 21-3
Nyeri epigastrium. Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan
keluhan yang sering ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat menjadi presiktor
serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan
kapsula hepar akibat edema atau perdarahan. 21-3
Gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan yang dapat terjadi di antaranya
pandangan yang sedikit kabur, skotoma, hingga kebutaan sebagian atau total. Keadaan ini
disebabkan oleh vasospasme, iskemia, dan perdarahan petekie pada korteks oksipital. 21-3
2.1.7 Penatalaksanaan
Tujuan dasar dari penatalaksanaan preeklampsia adalah 2,3:
1. terminasi kehamilan dengan kemungkinan setidaknya terdapat trauma pada ibu
maupun janin
2. kelahiran bayi yang dapat bertahan
3. pemulihan kesehatan lengkap pada ibu
Persalinan merupakan pengobatan untuk preeklampsia. Jika diketahui atau diperkirakan
janin memiliki usia gestasi preterm, kecenderungannya adalah mempertahankan
sementara janin di dalam uterus selama beberapa minggu untuk menurunkan risiko
kematian neonatus. 24
Khusus pada penatalaksanaan preeklampsia berat (PEB), penanganan terdiri dari
penanganan aktif dan penanganan ekspektatif. Wanita hamil dengan PEB umumnya
dilakukan persalinan tanpa ada penundaan. Pada beberapa tahun terakhir, sebuah
pendekatan yang berbeda pada wanita dengan PEB mulai berubah. Pendekatan ini
mengedepankan penatalaksanaan ekspektatif pada beberapa kelompok wanita dengan
tujuan meningkatkan luaran pada bayi yang dilahirkan tanpa memperburuk keamanan
ibu. 25
Adapun terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien dengan PEB antara lain
adalah: 22,23
a. tirah baring
b. oksigen
c. kateter menetap
d. cairan intravena. Cairan intravena yang dapat diberikan dapat berupa kristaloid maupun
koloid dengan jumlah input cairan 1500 ml/24 jam dan berpedoman pada diuresis,
Universitas Sumatera Utara
insensible water loss, dan central venous pressure (CVP). Balans cairan ini harus selalu
diawasi.
e. Magnesium sulfat (MgSO4). Obat ini diberikan dengan dosis 20 cc MgSO4 20% secara
intravena loading dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40%
sebanyak 30 cc dalam 500 cc ringer laktat (RL) atau sekitar 14 tetes/menit. Magnesium
sulfat ini diberikan dengan beberapa syarat, yaitu:
1. refleks patella normal
2. frekuensi respirasi >16x per menit
3. produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5 cc/kgBB/jam
4. disiapkannya kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai antidotum. Bila nantinya
ditemukan gejala dan tanda intoksikasi maka kalsium glukonas tersebut diberikan
dalam tiga menit.
f. Antihipertensi
Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik >110 mmHg. Pilihan
antihipertensi yang dapat diberikan adalah nifedipin 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan
darah masih tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 10 mg dengan interval satu jam,
dua jam, atau tiga jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah pada PEB tidak
boleh terlalu agresif yaitu tekanan darah diastol tidak kurang dari 90 mmHg atau
maksimal 30%. Penggunaan nifedipin ini sangat dianjurkan karena harganya murah,
mudah didapat, dan mudah mengatur dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.
g. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan pada semua wanita usia kehamilan 24-34
minggu yang berisiko melahirkan prematur, termasuk pasien dengan PEB.
Preeklampsia sendiri merupakan penyebab ±15% dari seluruh kelahiran prematur. Ada
pendapat bahwa janin penderita preeklampsia berada dalam keadaan stres sehingga
mengalami percepatan pematangan paru. Akan tetapi menurut Schiff dkk, tidak terjadi
percepatan pematangan paru pada penderita preeklampsia. 25,26
Gluck pada tahun 1979 menyatakan bahwa produksi surfaktan dirangsang oleh
adanya komplikasi kehamilan antara lain hipertensi dalam kehamilan yang berlangsung
lama. Hal yang sama juga dilaporkan Chiswick (1976) dan Morrison (1977) yaitu rasio
L/S yang matang lebih tinggi pada penderita hipertensi dalam kehamilan yang lahir
prematur. Sementara itu, Owen dkk (1990) menyimpulkan bahwa komplikasi
kehamilan terutama hipertensi dalam kehamilan tidak memberikan keuntungan
terhadap kelangsungan hidup janin. Banias dkk dan Bowen dkk juga melaporkan
Universitas Sumatera Utara
terjadi peningkatan insidens respiratory distress syndrome (RDS) pada bayi yang lahir
dari ibu yang menderita hipertensi dalam kehamilan. diambil dari 26
Dalam lebih dari dua dekade, kortikosteroid telah diberikan pada masa
antenatal dengan maksud mengurangi komplikasi, terutama RDS, pada bayi prematur.
Apabila dilihat dari lamanya interval waktu mulai saat pemberian steroid sampai
kelahiran, tampak bahwa interval 24 jam sampai tujuh hari memberi keuntungan yang
lebih besar dengan rasio kemungkinan (odds ratio/OR) 0,38 terjadinya RDS. Sementara
apabila interval kurang dari 24 jam OR 0,70 dan apabila lebih dari 7 hari OR 0,41. 25,27
Penelitian US Collaborative tahun 1981 melaporkan perbedaan bermakna
insiden RDS dengan pemberian steroid antenatal pada kehamilan 30-34 minggu dengan
interval antara 24 jam sampai dengan tujuh hari. Sementara penelitian Liggins dan
Howie mendapati insidens RDS lebih rendah apabila interval waktu antara saat
pemberian steroid sampai kelahiran adalah dua hari sampai kurang dari tujuh hari dan
perbedaan ini bermakna. Mereka menganjurkan steroid harus diberikan paling tidak 24
jam sebelum terjadi kelahiran agar terlihat manfaatnya terhadap pematangan paru janin.
Pemberian steroid setelah lahir tidak bermanfaat karena kerusakan telah terjadi sebelum
steroid bekerja. National Institutes of Health (NIH) merekomendasikan: 25,27
1. Semua wanita hamil dengan kehamilan antara 24–34 minggu yang dalam
persalinan
prematur
mengancam
merupakan
kandidat
untuk
pemberian
kortikosteroid antenatal dosis tunggal.
2. Kortikosteroid yang dianjurkan adalah betametason 12 mg sebanyak dua dosis
dengan selang waktu 24 jam atau deksametason 6 mg sebanyak 4 dosis
intramuskular dengan interval 12 jam.
3. Keuntungan optimal dicapai 24 jam setelah dosis inisial dan berlangsung selama
tujuh hari.
Pemberian deksamethason di Rumah Sakit Pendidikan di FK-USU yaitu 15 mg dalam
sekali pemberian. 28
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Penanganan preeklampsia berat22
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Penanganan preeklampsia22
Ibu
Hipertensi yang tak terkontrol ( TD >
160/110 mmHg dengan penggunaan
antihipertensi)
Eklampsia
Trombosit <100.000/mm3
Fungsi hati >2x batas atas nilai normal
dengan adanya nyeri epigastrium
Edema paru
Gangguan fungsi ginjal
Solusio plasenta
Gangguan penglihatan
Terminasi
kehamilan
Penanganan
ekspektatif
Fetus
Dijumpai gambaran NST
yang non-reaktif
Biophysic profile <4 pada
2
pemeriksaan
yang
berbeda
Jumlah cairan amnion
<2cm
EBW dari USG <5th
persentil
Hipertensi terkontrol
Biophysic profile >6
Fungsi hati >2x batas atas nilai normal Jumlah cairan amnion > 2
dengan adanya nyeri epigastrium
EBW dari USG > 5th
persentil
2.1.7.1 Penanganan Aktif
Penanganan Aktif. Kehamilan dengan PEB sering dihubungkan dengan
peningkatan mortalitas perinatal dan peningkatan morbiditas serta mortalitas ibu.
Sehingga beberapa ahli berpendapat untuk terminasi kehamilan setelah usia kehamilan
mencapai 34 minggu. Terminasi kehamilan adalah terapi definitif yang terbaik untuk ibu
untuk mencegah progresifitas PEB. 10
Indikasi untuk penatalaksanaan aktif pada PEB dilihat baik indikasi pada ibu
maupun janin:
1. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada ibu: 18,19,25
a. kegagalan terapi medikamentosa:
•
setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah
yang persisten
•
setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan
desakan darah yang persisten
b. tanda dan gejala impending eklampsia
c. gangguan fungsi hepar
d. gangguan fungsi ginjal
e. dicurigai terjadi solusio plasenta
f. timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, dan perdarahan
g. umur kehamilan ≥ 37 minggu
h. Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) berdasarkan pemeriksaan USG
Universitas Sumatera Utara
timbulnya oligohidramnion
2. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada janin:
3. Indikasi lain yaitu trombositopenia progresif yang menjurus ke sindrom HELLP
(hemolytic anemia, elevated liver enzymes, and low platelet count).
Dalam ACOG Practice Bulletin7 mencatat terminasi sebagai terapi untuk PEB.
Akan tetapi, keputusan untuk terminasi harus melihat keadaan ibu dan janinnya.
Sementara Nowitz ER29 dkk membuat ketentuan penanganan PEB dengan terminasi
kehamilan dilakukan ketika diagnosis PEB ditegakkan. Hasil penelitian juga menyebutkan
tidak ada keuntungan terhadap ibu untuk melanjutkan kehamilan jika diagnosis PEB telah
ditegakkan.
Ahmed M30 dkk pada sebuah review terhadap PEB melaporkan bahwa terminasi
kehamilan adalah terapi efektif untuk PEB. Sebelum terminasi, pasien telah diberikan
dengan antikejang, magnesium sulfat, dan pemberian antihipertensi. Wagner LK19 juga
mencatat bahwa terminasi adalah terapi efektif untuk PEB. Pemilihan terminasi secara
vaginal lebih diutamakan untuk menghindari faktor stres dari operasi sesar.
2.1.7.2 Penanganan Ekspektatif
Penanganan ekspektatif. Terdapat kontroversi mengenai terminasi kehamilan
pada PEB yang belum cukup bulan. Beberapa ahli berpendapat untuk memperpanjang
usia kehamilan sampai seaterm mungkin sampai tercapainya pematangan paru atau
sampai usia kehamilan di atas 37 minggu. Adapun penatalaksanaan ekspektatif bertujuan:
31,32
1. mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan yang memenuhi
syarat janin dapat dilahirkan
2. meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu
Berdasarkan luaran ibu dan anak, berdasarkan usia kehamilan, pada pasien PEB
yang timbul dengan usia kehamilan dibawah 24 minggu, terminasi kehamilan lebih
diutamakan untuk menghindari komplikasi yang dapat mengancam nyawa ibu (misalnya
perdarahan otak). Sedangkan pada pasien PEB dengan usia kehamilan 25 sampai 34
minggu, penanganan ekspektatif lebih disarankan.
Penelitian awal mengenai terapi ekspektatif ini dilakukan oleh Nochimson dan
Petrie33 pada tahun 1979. Mereka menunda kelahiran pada pasien PEB dengan usia
kehamilan 27-33 minggu selama 48 jam untuk memberi waktu kerja steroid mempercepat
pematangan paru.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian Rick34 dkk pada tahun 1980 juga menunda kelahiran pasien dengan
PEB selama 48-72 jam bila diketahui rasio lecitin/spingomyelin (L/S) menunjukkan
ketidakmatangan paru.
Banyak peneliti lain yang juga meneliti efektifitas penatalaksanaan ekspektatif ini
terutama pada kehamilan preterm. Di antaranya yaitu Odendaal dkk35 yang melaporkan
hasil perbandingan penatalaksanaan ekspektatif dan aktif pada 58 wanita dengan PEB
dengan usia kehamilan 28-34 minggu. Pasien ini diterapi dengan MgSO4, hidralazine, dan
kortikosteroid untuk pematangan paru. Semua pasien dipantau ketat di ruang rawat inap.35
Dua puluh dari 58 pasien mengalami terminasi karena indikasi ibu dan janin
setelah 48 jam dirawat inap. Pasien dengan kelompok penanganan aktif diterminasi
kehamilannya setelah 72 jam, sedangkan pasien pada kelompok ekspektatif melahirkan
pada usia kehamilan rata-rata 34 minggu. Odendaal35 dkk juga menemukan penurunan
komplikasi perinatal pada kelompok dengan penanganan ekspektatif.
Penelitian lain yang dilakukan Witlin36 dkk melaporkan peningkatan angka
pertumbuhan janin terhambat yang sejalan dengan peningkatan usia kehamilan selama
penanganan secara ekspektatif.
Sedangkan Haddad B37 dkk yang meneliti 239 penderita PEB dengan usia
kehamilan 24-33 minggu mendapatkan 13 kematian perinatal dengan rincian 12 bayi pada
kelompok aktif dan 1 kematian perinatal pada kelompok ekspektatif. Sementara angka
kematian ibu sama pada kedua kelompok. Penelitian ini menyimpulkan penanganan PEB
secara ekspektatif pada usia kehamilan 24-33 minggu menghasilkan luaran perinatal yang
lebih baik dengan risiko minimal pada ibu.
Pada pasien dengan PEB, sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam dengan
beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1.
Penderita belum inpartu
a. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop ≥8
Dalam melakukan induksi persalinan, bila perlu dapat dilakukan pematangan
serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II
dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal dan harus
disusul dengan pembedahan sesar.
b. Pembedahan sesar dapat dilakukan jika tidak ada indikasi untuk persalinan
pervaginam atau bila induksi persalinan gagal, terjadi maternal distress, terjadi
fetal distress, atau umur kehamilan <33 minggu. 38
2.
Bila penderita sudah inpartu
a.
Perjalan persalinan diikuti dengan grafik Friedman
Universitas Sumatera Utara
b.
Memperpendek kala II
c.
Pembedahan cesar dilakukan bila terdapat maternal distress dan fetal distress.
d.
Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar.
e.
Anastesi: regional anastesia, epidural anastesia. Tidak dianjurkan anastesia
umum.
2.2 SINDROMA HELLP
2.2.1 Definisi
Definisi dari sindroma HELLP masih kontroversi. Menurut Godlin (1982) sindroma
HELLP merupakan bentuk awal dari PEB. Weinstein (1982) melaporkan sindroma
HELLP merupakan varian yang unik dari preeklampsia, tetapi Mackenna dkk (1983)
melaporkan bahwa sindroma ini tidak berhubungan dengan preeklampsia. Di lain pihak
banyak penulis melaporkan bahwa sindroma HELLP merupakan bentuk lain dari
disseminated intravascular coagulation (DIC) yang terlewatkan karena proses
pemeriksaan laboratorium yang tidak adekuat.2,3
2.2.2 Insidens
Sampai saat ini insidens sindroma HELLP belum diketahui dengan pasti. Hal ini
disebabkan sindroma ini sulit diduga serta gambaran klinisnya mirip dengan penyakit
nonobstetri. 2,3
Menurut Sibai (1964) angka kejadian sindroma HELLP berkisar antara 4 -14% dari
seluruh penderita PEB, sedangkan angka kejadian Sindroma HELLP pada seluruh
kehamilan adalah 0,2 – 0,6%. Sindroma ini secara bermakna lebih tinggi pada wanita
kulit putih dan multigravida. diambil dari 2
2.2.3 Klasifikasi
Terdapat 2 klasifikasi yang digunakan pada Sindroma HELLP, yaitu:
1. Berdasarkan jumlah keabnormalan yang dijumpai.
Audibert dkk (1996 ) melaporkan pembagian Sindroma HELLP berdasarkan jumlah
keabnormalan parameter yang didapati, yaitu: sindroma HELLP murni bila didapati
ketiga parameter, yaitu (1) hemolisis, peningkatan enzim hepar, dan penurunan
jumlah trombosit dengan karakteristik gambaran darah tepi dijumpainya burr cell,
schistocyte, atau spherocytes, LDH > 600 IU/L,, SGOT > 70 IU/ L, bilirubin >1,2
Universitas Sumatera Utara
ml/dl, dan jumlah trombosit <100.000/mm3, (2) sindroma HELLP parsial bila
dijumpai hanya satu atau dua parameter sindroma HELLP.
2. Berdasarkan jumlah trombosit.
Martin (1991) mengelompokkan penderita Sindroma HELLP dalam tiga kelas:
a. kelas I
: jumlah trombosit ≤ 50.000/mm3
b. kelas II : jumlah trombosit > 50.000 - ≤ 100.000/mm3
c. kelas III : jumlah trombosit > 100.000 - ≤ 150.000/mm3
2.2.4 Gejala dan Tanda Klinis
Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri pada daerah epigastrium atau kuadran
kanan atas (90%), nyeri kepala, malaise sampai beberapa hari sebelum dibawa ke rumah
sakit (90%), serta mual dan muntah (45 – 86%).1,4 Selain itu, dapat pula ditemukan
penambahan berat badan dan edema (60%). Hipertensi tidak dijumpai sekitar 20% kasus,
hipertensi ringan 30%, dan hipertensi berat 50%.2,3
Pada beberapa kasus dijumpai hepatomegali, kejang-kejang, jaundice, perdarahan
gastrointestinal, dan perdarahan gusi. Sangat jarang dijumpai hipoglikemi, koma,
hiponatremia, gangguan mental, buta kortikal, dan diabetes insipidus yang nefrogenik.
Edema pulmonum dan gagal ginjal akut biasa dijumpai pada kasus sindroma HELLP
yang onsetnya postpartum atau antepartum yang ditangani secara konservatif. 2,3
2.2.5 Penatalaksanaan
Protokol manajemen sindroma HELLP:22
1. Penanganan dimulai sebagaimana penanganan pada PE berat.
2. Adanya Sindroma HELLP bukan merupakan indikasi untuk segera melakukan
terminasi kehamilan. Stabilisasi ibu adalah prioritas utama
2.3 EKLAMPSIA
2.3.1 Definisi
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut
dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului
oleh tanda-tanda lain. Secara defenisi eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang
tonik klonik disusul dengan koma.3,4,7 Menurut saat timbulnya, eklampsia dibagi atas:
1. eklampsia antepartum (eklampsia gravidarum), yaitu eklampsia yang terjadi sebelum
masa persalinan 4-50%
2. eklampsia intrapartum (eklampsia parturientum), yaitu eklampsia yang terjadi pada
Universitas Sumatera Utara
saat persalinan 4-40%
3. eklampsia postpartum (eklampsia puerperium), yaitu eklampsia yang terjadi setelah
persalinan 4-10%
2.3.2 Frekuensi
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara yang lain. Frekuensi
rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang
baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup, dan penanganan preeklampsia yang
sempurna. Di negara-negara berkembang frekuensi eklampsia berkisar antara 0,3% 0,7%, sedangkan di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% - 0,1
%.3,7
2.3.3 Gejala dan Tanda
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya
gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual yang hebat,
nyeri epigastrium, dan hiperreflexia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati,
akan timbul kejang. 2,3,7
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni :
1. Stadium Invasi (tingkat awal atau aura)
Mula-mula gerakan kejang dimulai pada daerah sekitar mulut dan gerakan-gerakan
kecil pada wajah. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak -mata dan tangan
bergetar. Setelah beberapa detik seluruh tubuh menegang dan kepala berputar ke kanan dan
ke kiri. Hal ini berlangsung selama sekitar 30 detik.
2. Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki
membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, dan lidah
dapat tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira 20 - 30 detik.
3. Stadium kejang klonik
Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi berulang-ulang dalam tempo
yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, lidah dapat tergigit,
mata melotot, muka kelihatan kongesti, dan sianotik. Kejang klonik ini dapat
demikian hebatnya hingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya.
Setelah berlangsung selama 1 - 2 menit, kejang klonik berhenti dan penderita tidak
sadar, menarik nafas seperti mendengkur.
4. Stadium koma
Universitas Sumatera Utara
Koma berlangsung beberapa menit hingga beberapa jam. Secara perlahan-lahan
penderita mulai sadar kembali. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan
baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma
2.3.4 Diagnosis
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda dan
gejala preeklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti telah diuraikan, diagnosis
eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari :2,3,7
1. Epilepsi
Pada anamnesis pasien epilepsi akan didapatkan episode serangan sejak sebelum
hamil atau pada hamil muda tanpa tanda preeklampsia.
2. Kejang karena obat anestesi
Apabila obat anestesi lokal disuntikkanke dalam vena, kejang baru timbul.
3. Koma karena sebab lain, seperti diabetes melitus, perdarahan otak, meningitis,
ensefalitis, dan lain-lain.
2.3.5 Prognosis
Kriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia. Kriteria Eden antara
lain:21,30
1. koma yang lama (prolonged coma)
2. nadi diatas 120
3. suhu 39,4°C atau lebih
4. tekanan darah di atas 200 mmHg
5. konvulsi lebih dari 10 kali
6. proteinuria 10 g atau lebih
7. tidak ada edema, edema menghilang
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke kelas ringan; bila
dijumpai 2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis akan lebih buruk.
Tingginya kematian ibu dan bayi di negara-negara berkembang disebabkan oleh
kurang sempurnanya pengawasan masa antenatal dan natal. Penderita eklampsia sering
datang terlambat sehingga terlambat memperoleh pengobatan yang tepat dan cepat.
Biasanya preeklampsia dan eklampsia murni tidak menyebabkan hipertensi menahun.
Universitas Sumatera Utara
2.3.6 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan eklampsia sama dengan PEB. Tujuan utamanya ialah
menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya
dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.37-40 Pada dasarnya
pengobatan eklampsia terdiri pengobatan medikamentosa dan obstetrik. Namun,
pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis karena penyebab eklampsia belum
diketahui dengan pasti. 2,3,21,30
Universitas Sumatera Utara
2.4
Kerangka Teori
PREECLAMPSIA
MULTIPLE ORGAN DYSFUNCTION
Universitas Sumatera Utara
2.5
Kerangka Konsep
Penanganan Aktif
PEB < 37
minggu
Penanganan
Ekspektatif
luaran ibu (eklampsia, impending
eklampsia, edema paru, stroke,
gangguan fungsi ginjal, sindroma
HELLP, solusio plasenta, lama rawat,
kematian, cara persalinan, dan
perdarahan pasca persalinan)
luaran bayi (nilai APGAR, berat
lahir, kematian, dan lama rawat)
Universitas Sumatera Utara
Download