ENERGI POTENSIAL GEMPABUMI DI KAWASAN SEGMEN MENTAWAI-SUMATERA BARAT (0.5˚ LS – 4.0˚ LS dan 100˚ BT – 104˚ BT) Sabar Ardiansyah1,2 Stasiun Geofisika Kepahiang-Bengkulu 2 Akademi Meteorologi dan Geofisika-Jakarta E-mail : [email protected] 1 ABSTRAK Segmen Mentawai-Sumatera Barat merupakan salah satu kawasan seismik aktif. Banyak gempabumi besar yang mengakibatkan kerusakan dan korban jiwa terjadi di kawasan ini. Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui nilai energi potensial yang terkandung di kawasan Segmen Mentawai sejak terakhir kali terjadi gempabumi besar tanggal 25 Oktober 2010 melalui kajian statistik. Data sekunder yang digunakan dalam penulisan paper ini adalah data katalog gempabumi yang diambil melalui katalog International Seismological Center (ISC). Metode yang digunakan untuk menghitung periode ulang, energi yang dilepaskan tiap tahun, energi simpan serta energi potensial dengan menggunakan metode least square. Berdasarkan hasil analisis meunjukkan bahwa, kawasan Segmen Mentawai-Sumatera Barat menyimpan enegri potensial gempabumi yang belum dilepaskan sejak terjadi gempabumi 25 Oktober 2010 adalah sebesar 3.8 x 1022 erg. Energi ini setara dengan gempabumi berkekuatan 7.2 SR. Kata Kunci : Energi lepas, energi ekspektasi, energi potensial. PENDAHULUAN Pantai barat pulau Sumatera merupakan salah satu kawasan yang memiliki aktivitas seismisitas yang tinggi. Tidak terkecuali untuk kawasan Segmen Mentawai-Sumatera Barat, kawasan ini merupakan kawasan yang menjadi “langganan’’ terjadinya gempabumi berkekuatan besar yang dapat mengakibatkan kerusakan. Sebut saja gempabumi tanggal 30 September 2009 dan 25 Oktober 2010 merupakan gempabumi signifikan terakhir yang terjadi di kawasan ini. Setelah terjadi gempabumi tanggal 25 Oktober 2010, kawasan Segmen Mentawai bisa dibilang dalam keadaan tenang, hanya gempabumi berkekuatan M < 6,0 yang terjadi. Segemen Mentawai merupakan kawasan seismic gap. Artinya kawasan ini menyimpan akumulasi stress yang tinggi, akumulasi stress yang tinggi berkorelasi dengan energi gempabumi yang besar. Energi gempabumi di suatu wilayah bisa kita bagi menjadi dua macam, yaitu energi gempabumi yang dilepaskan setiap tahun dan energi yang disimpan (energi ekspektasi). Energi ekspektasi di kawasan Mentawai menarik untuk dilakukan perhitungan karena energi potensial ini suatu-waktu bisa dilepaskan dalam bentuk gempabumi berkekuatan besar. Para peneliti memperkirakan energi potensial gempabumi yang tersimpan di kawasan Mentawai cukup besar. Isu gempabumi megathrust Mentawai mengemuka pasca gempabumi Aceh 26 Desember 2004. Bermula dari hasil penelitian geolog Institut Teknologi California, Kerry Sieh tahun 1994 dan geolog LIPI Danny Hilman Natawijaya, segmen Mentawai yang berlokasi di sisi barat sebelah luar pulau Siberut menyimpan potensi gempa 8,9 SR. Besarnya kekuatan gempa tersebut akan mengancam 76.173 jiwa penduduk Mentawai yang tersebar di 43 desa di 10 kecamatan. Ancaman akan makin serius bagi penduduk yang bermukim di pesisir pantai (www.puailiggoubat.com). Perkiraan para ilmuan ini bukan tidak berdasar, penjelasannya adalah setiap kali setelah terjadi gempabumi besar, biasanya akan diikuti oleh perubahan permukaan tanah yang dalam bahasa ilmiahnya sering disebut sebagai ground deformation. Ground deformation ini merupakan perubahan gerakan tanah berupa naik (up-lift) atau turun (down-lift). Fenomena perubahan ini dapat diamati dengan menggunakan jaringan stasiun GPS geodetic yang sudah terpasang. Selain itu, fenomena perubahan deformasi juga bisa diamati dengan meneliti terumbu karang microatol. Semenjak bulan Juli 1994 dan Januari serta Februari 1996, Zachariasen dan Prof. Kerry Sieh bersama kawan-kawannya sudah mulai melakukan penelitian tentang perubahan bentuk terumbu karang mikroatoll untuk mengamati fenomena gempabumi yang terjadi pada masa lalu di kepulauan Mentawai. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa adanya potensi bencana alam gempa bumi Mentawai di masa yang akan datang dengan indikasi dari 7 buah terumbu karang microatolls dimana 5 terumbu diambil di lokasi pantai busur luar kepulauan Mentawai dan 2 terumbu karang diambil di pantai utama yang mereka analisa. Mereka menemukan bahwa Kepulauan Mentawai sedang turun dengan kecepatan 4-10 mm/tahun selama 4 – 5 dekade terakhir. Tingginya terumbu karang mikroatol pada suatu kawasan mengindikasi bahwa telah terjadi penurunan Mentawai sejak beberapa dekade terakhir (Rosydy, 2012). Melalui paper ini, penulis mencoba mengkalkulasi berapa besar energi potensial yang tersimpan di Segmen Mentawai melalui kajian statistik. TINJAUAN PUSTAKA Gempabumi Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi (BMKG, 2013). Gempabumi mempunyai sifat berulang, suatu gempa yang terjadi diwaktu tertentu akan terulang lagi dimasa yang akan datang dalam periode kurun waktu tertentu. Istilah perulangan gempabumi ini dinamakan siklus gempabumi (earthquake cycle) (Andreas, 2007). Di dalam satu siklus gempabumi terdapat beberapa tahapan mekanisme terjadinya gempabumi yang disertai dengan terjadinya deformasi pada kerak bumi. Secara garis besar, siklus gempabumi dibagi dalam tiga fase yaitu : inter-seismic, co- seismic, dan post-seismic. Ilustrasi mengenai ketiga fase tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut : Gambar 1. Siklus terjadinya gempabumi pada stasiun SLBU tahun 2009 sampai 2011. Tanda dengan warna kuning menunjukkan tahap inter-seismic, warna merah menunjukkan tahap co-seismic, dan warna hijau menunjukkan tahap post-seismic (Permana et al., 2012). Tahapan inter-seismic merupakan tahapan awal dari suatu siklus gempabumi. Pada tahap ini, arus konveksi di lapisan dalam bumi menyebabkan pergerakan lempeng sehingga menimbulkan akumulasi energi di tempat batas antara dua lempeng, tempat biasanya terjadi gempabumi. Tahapan co-seismic merupakan tahapan ketika terjadinya gempabumi dimana energi yang telah terakumilasi dari tahapan inter-seismic dilepaskan secara tiba-tiba. Sedangkan tahapan post-seismic merupakan tahapan ketika sisa-sisa energi gempabumi terlepaskan secara perlahan dalam kurun waktu tertentu sampai kembali ke tahap kesetimbangan awal yang baru (Permana et al., 2012). Magnitudo Dan Energi Gempabumi Bentuk energi yang dilepaskan saat terjadinya gempabumi antara lain adalah energi deformasi gelombang. Energi deformasi dapat dilihat pada perubahan bentuk volume sesudah terjadinya gempabumi seperti misalnya tanah naik, tanah turun, pergeseran batuan dan lainlain. Sedangkan energi gelombang akan menggetarkan medium elastik disekitarnya dan akan menjalar ke segala arah. Pancaran energi gempabumi dapat besar ataupun kecil bergantung dari karekteristik batuan yang ada dan besarnya stress yang dikandung oleh suatu batuan pada suatu daerah. Pada daerah yang memiliki batuan rapuh (heterogen), tekanan yang dikandung tidak besar karena langsung dilepaskan melalui gempabumi-gempabumi kecil yang frekuensinya tinggi. Sedangkan untuk daerah dengan kondisi batuan yang kuat (homogen), gempabumi kecil jarang terjadi sehingga tekanan yang dikandung sangat besar. Tetapi pada akhirnya akan terjadi gempabumi dengan magnitudo yang relatif besar. Melalui hubungan empiris magnitudo-energi, energi seismik Es yang diradiasikan oleh sumber gempabumi sebagai gelombang seismik dapat diestimasi. Hubungan ini diberikan oleh Gutenberg et al. (1954-1956) dalam Gunawan, 2010 antara E dan magnitudo gelombang permukaan Ms dan magnitudo gelombang badan mB yaitu : log E = 5,8 + 2,4mb.....................(1) log E = 11,8 + 1,5Ms ………………(2) Dengan E adalah energi yang dilepaskan gempabumi dalam satuan erg ( 1 erg = 10-7 joule), Mb magnitudo gelombang badan, dan Ms adalah magnitudo gelombang permukaan. METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penulisan paper ini adalah data sekunder yang diambil dari website International Seismological Center (ISC) www.isc.ac.uk periode tahun 1970 – Februari 2014. Wilayah penelitian adalah daerah Kepulauan Mentawai-Sumatera Barat dengan batasan wilayah 0.5˚ LS – 4.0˚ LS dan 100˚ BT – 104˚ BT. Gambar 2. Peta wilayah penelitian dan gempabumi signifikan terakhir yang terjadi pada tanggal 25 Oktober 2010 di Segmen MentawaiSumatera Barat. Perhitungan indeks seismisitas, periode ulang, energi gempabumi yang dilepaskan, serta energi yang disimpan menggunakan metode least square. Energi lepas pertahun dapat kita tentukan dengan membuat persamaan linier Y = A + E1 X, dimana Y adalah energi gempabumi kumulatif; A adalah konstanta persamaan linier; E1 adalah jumlah energi lepas gempabumi pertahun; X adalah selang waktu dalam tahun dimana tahun ke-1 dimulai dari tahun 1970 (Gunawan, 2010). = ∑ . ∑ ∑ ∑ ∑ ………(3) Untuk menghitung energi ekspektasi total, kita menggunakan gempabumi terbesar yang terakhir yang pernah terjadi di zona penelitian yaitu gempabumi pada tanggal 25 Oktober 2010 ( OT = 14:42:22 GMT, Lat = 3.48 LS, Long = 100.11 BT, Depth = 20 Km, Mw = 7.7 ). Dengan cara mengkonversi magnitudo moment (Mw) menjadi magnitudo gelombang surface (Ms), selanjutnya dikonversi menjadi energi. Energi inilah yang kita anggap sebagai energi ekspektasi total dalam kurun waktu periode ulang gempa >7.0 SR. Dengan cara membagi energi ekspektasi total dengan periode ulang, maka didapat energi ekspektasi pertahun (E2). Dari energi yang dilepas pertahun dan energi ekspektasi pertahun yang didapat di atas, maka energi total pertahun yang dihasilkan pada segman Mentawai sama dengan penjumlahan kedua energi tersebut yaiitu Etot = E1 + E2 . Berikut diagram alir pengolahan data : START • • Menghitung Indeks Seismisitas Konversi Magnitudo Menjadi Energi STOP Diagram 1. Alur pengolahan data untuk mendapatkan nilai energi. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil analisis gempabumi tahun 1970-Februari 2014 didapat nilai a = 7.867 dan nilai b = -1.095. Dari nilai a-value dan b-value tersebut, daerah Segmen Mentawai memiliki indeks seismisitas sebesar 0.046 serta mempunyai periode ulang gempabumi dengan magnitudo diatas 7.0 SR rata-rata setiap 21 tahun sekali. Sedangkan dari hasil analisis gempabumi tahun 1970-2009 (sebelum terjadi gempabumi 30 September 2009 Mag =7,6 Mw) daerah Segmen Mentawai melepaskan energi gempabumi sebesar 7,52 x 1020 erg pertahun atau setara dengan gempabumi berkekuatan MS = 6,05 SR. Berdasarkan gempabumi besar tanggal 25 Oktober 2010 dengan Mw = 7,7 dan periode ulang setiap 21 tahun sekali menunjukkan bahwa setiap tahun daerah Segmen Mentawai menyimpan energi 21 gempabumi sebesar 9,50 x 10 erg atau setara dengan gempabumi berkekuatan MS = 6,7 SR. Dari hasil energi lepas dan energi simpan tersebut, diketahui bahwa daerah Segmen Mentawai, setiap tahun menghasilkan energi gempabumi total sebesar 1,025 x1022 erg atau setara dengan gempabumi berkekuatan MS = 6,8 SR. Nilai a yang relatif besar berkorelasi dengan aktivitas seismik yang tinggi terutama gempabumi-gempabumi ringan hingga sedang. Sedangkan nilai b-value yang relatif rendah mengindikasikan bahwa kondisi batuan daerah Segmen Mentawai secara umum solid (homogen) dan tidak mudah pecah namun menyimpan energi gempabumi yang besar. Kondisi ini dapat dijelaskan lebih lanjut dengan dihasilkannya energi simpan (energi ekspektasi) pertahun yang jauh lebih besar dibandingkan dengan energi yang dilepaskan. Energi ekspektasi pertahun yang mencapai kurang lebih 12 kali lebih besar dari energi lepas ini jauh lebih berbahaya daripada energi lepas pertahun. Walaupun energi ekspektasi diakumulasi dan dilepas dalam jangka waktu yang relatif lama, namun jika dilepaskan akan menghasilkan efek yang bisa mengakibatkan kerusakan karena akan menghasilkan gempabumi yang bermagnitudo besar. Berbeda dengan energi lepas yang dilepas sepanjang tahun, walaupun frekuensi gempabumi yang dihasilkan tinggi, namun tidak terlalu mengakibatkan kerusakan karena gempabumi yang dihasilkan adalah gempabumi dengan magnitudo ringan hingga sedang. Setelah terjadi gempabumi tanggal 25 Oktober 2010 (7,7 Mw), sampai saat ini belum ada gempabumi berkekuatan M > 7,0 yang terjadi di kawasan Segmen Mentawai. Ini berarti kurang lebih hampir 4 (empat) tahun terdapat penyimpanan energi ekspektasi yang belum dilepaskan. Dari hasil analisis perhitungan energi yang telah dilepaskan mulai tanggal 26 Oktober 2010 s/d 28 Februari 2014, daerah Segmen Mentawai melepaskan energi sebesar 2,021 x 1021 erg. Padahal seharusnya energi total yang telah dilepaskan sebesar 4 x 1,025 x 1022 erg = 3,80 x 1022 erg. Artinya ada energi yang belum dilepaskan sebesar 3,80 x 1022 erg – 2,021 x 1021 erg = 3,59 x 1022 erg. Energi inilah yang kita sebut sebagai energi potensial gempabumi. Jika energi ini kita konversi menjadi magnitudo, maka besarnya setara dengan gempabumi berkekuatan M = 7,2 Ms. Energi potensial sebesar 3,59 x 1022 erg (7,2 Ms) ini dengan catatan atau asumsi bahwa gempabumi tanggal 30 September 2009 adalah gempabumi yang mampu merobek zona subduksi pada Segmen Mentawai sehingga mengakibatkan relaksasi akumulasi stress. Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Madrinovella et al. (2011) menunjukkan bahwa gempabumi Padang 30 September 2009 (koordinat 0.71 LS, 99.85 BT dengan magnitudo 7,6 Mw pada kedalaman 81 km berada pada lempeng Indo-Australia atau di bawah zona Benioff, Sehingga gempabumi ini bukanlah gempabumi yang merobek jalur subduksi (lihat Gambar 3). Mekanisme fokus gempabumi tersebut juga menunjukkan arah sesar yang berbeda dengan arah sesar yang terjadi akibat gempabumi yang terjadi pada jalur subduksi ini pada umumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa masih ada potensi gempabumi besar di wilayah Subduksi Segmen Mentawai-Sumatera Barat, karena gempabumi tanggal 30 September 2009 diperkirakan tidak memberikan relaksasi energi yang besar pada segmen Megathrust. McCloskey, et al. (2010) juga berpendapat bahwa gempabumi tanggal 30 September 2009 tersebut bukanlah termasuk salah satu gempabumi yang merobek jalur subduksi Sumatera yang dikwatirkan selama ini, karena tidak berada pada batas lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia. Walaupun ukuran magnitudonya cukup besar, namun gempabumi tersebut belum cukup meringankan akumulasi energi (relaksasi) pada megathrust segmen Mentawai. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya gempabumi besar berikutnya pada tanggal 25 Oktober 2010 dengan kekuatan 7,7 Mw yang disertai dengan tsunami. Jika asumsi kedua yang dipakai bahwa gempabumi 30 September 2009 tidak mampu memberikan dampak signifikan terhadap akumulasi energi yang tersimpan pada Segmen ini, maka energi potensial yang diperkirakan di kawasan ini lebih besar dari perhitungan statistik di atas. Gambar 3. Lokasi gempabumi Padang tanggal 30 September 2009. Terlihat episenter gempabumi utama terletak pada wilayah luar zona kontak dua lempeng Indo-Australia dan Eurasia, (Madrinovella et al., 2011). Hasil penelitian Natawidjaja (2007) menunjukkan bahwa pada zona segmen Mentawai masih menyimpan energi gempabumi yang jauh lebih besar dari perhitungan statistik di atas. Berdasarkan hasil penelitian Natawidjaja, energi potensial gempabumi pada segmen ini bisa mencapai di atas 8,9 SR. Gempabumi raksasa yang ‘‘bertapa’’ sejak terakhir bangun pada tahun 1979 dan 1833 ternyata belum sepenuhnya terusik. Hal ini terlihat dari hasil plotting gempabumi yang sudah terjadi dan tampaknya baru melepaskan akumulasi energi yang terkumpul di bagian pinggirnya saja. Gempabumi yang bermula dari kakinya di ujung selatan, sekarang ini terlihat menyebar dan mengepung bagian badan dan kepala “sang raksasa’, yakni di bawah Pulau Siberut, Sipora dan Pagai (lihat Gambar 4) (Natawidjaja, 2007). Daerah kuning pada peta (Gambar 4) menunjukkan wilayah batas tumbukan dua lempeng yang terkunci lebih dari 50%. Sedangkan wilayah kuning tua menunjukkan kuncian lebih dari 70% yang merupakn daerah di bawah Pulau Siberut dan Pagai. Pada Gambar 4 memperlihatkan gempabumi menyebar dari arah selatan ke arah utara mengitari daerah kuning ini. Hal ini terjadi karena makin rendah tingkat kunciannya, artinya batas lempeng tersebut makin mudah pecah sehingga wajar saja kalau melepaskan energi terlebih dahulu. Gambar 4. Peta potensi akumulasi energi gempabumi di Mentawai dari analisis data GPS dan koral mikroatol. Wilayah yang dibatasi segi-empat putih adalah perkiraan bidang patahan dari gempabumi utama Bengkulu 2007 (8,4 Mw) berdasarkan data teleseismik. Wilayah kuning adalah zona batas tumbukan dua lempeng yang terkunci lebih dari 50% dan yang kuning tua terkunci >70% dari analisa data GPS SuGar (sebelum gempa). Makin besar kunciannya maka makin besar akumulasi strain energinya (Natawidjaja, 2007). Energi potensial yang cukup besar yang tersimpan di Segmen Mentawai ini juga bersesuaian dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rohadi et al. (2008), mereka mengkalkulasi variasi b-value di wilayah Sumatera. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah Segmen Mentawai termasuk daerah yang memiliki nilai b yang rendah. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa daerah ini masih berpeluang terjadi gempabumi besar diwaktu yang akan datang (lihat Gambar 5). Pada Gambar 5 memperlihatkan daerah Segmen Mentawai memiliki b-value yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa akumulasi energi yang terkandung pada Segmen Mentawai cukup tinggi. Nilai b yang rendah ini juga berkorelasi dengan kondisi batuan daerah Segmen Mentawai yang homogen. Batuan yang homogen akan sulit mengalami pecah, dan mampu menahan akumulasi stress yang tinggi. Namun, patut kita waspadai bahwa akumulasi stress yang tinggi ini berkorelasi dengan energi potensial yang besar. Akumulasi stress yang masih cukup tinggi ini juga didukung dengan data coulomb statis stress change gempabumi tanggal 25 Oktober 2010 dengan kekuatan 7,7 Mw terletak pada koordinat 3.48 LS 100.11 BT pada kedalam 20 Km (lihat Gambar 6). Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa akumulasi stress masih cukup tinggi di sekitar pusat gempabumi tanggal 25 Oktober 2010 hingga pada kedalaman 100 km dan menyebar ke arah timur hingga pada jarak 160 km yang ditandai dengan warna merah. Daerah stress tinggi ini memiliki nilai berkisar 0.2 bar hingga 2.0 bar. Sedangkan daerah yang berwarna biru merupaka wilayah yang sudah mengalami pelepasan energi (relaksasi) atau dengan kata lain wilayah yang memiliki akumulasi stress rendah. Untuk keperluan mitigasi, semua pihak perlu waspada menghadapi kemungkinan dilepaskannya energi potensial ini dalam bentuk gempabumi berkekuatan besar yang tidak menutup kemungkinan dapat mengakibatkan kerusakan dan korban jiwa. Jika semua pihak menyadari serta menyiapkan diri dengan sebaik mungkin, maka jumlah korban dan kerusakan dapat diminimalisir. Gambar 5. Variasi b-value wilayah Sumatera, pada gambar terlihat bahwa wilayah kawasan segmen Mentawai-Sumatera Barat memiliki nilai b-value yang rendah ditandai dengan lingkaran merah, (Rohadi et al., 2008). Data dukung lainnya adalah perubahan bentuk trumbu karang mikroatol di kawasan Mentawai hasil penelitian Zachariasen dan Prof. Kerry Sieh tahun 1994 hingga 1996. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan deformasi kerak bumi (penurunan) di kawasan Mentawai sejak beberapa dekade terakhir (Zachariasen et al., 2000). Penurunan yang hanya terjadi di sekitar pulau Mentawai ini bisa jadi mengindikasikan bahwa telah terjadi akumulasi energi sekian lama dan belum lepas di sekitar pulau Mentawai. Lock yang terjadi sekitar zona tunjaman (subduksi) telah menyebabkan kepulauan Mentawai yang berada digugusan depan zona subduksi tertarik ke bawah karena proses pergerakan lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah lempeng Eurasia. Proses kuncian ini sampai saat ini masih terjadi dan belum terjadi pelepasan energi. Gambar 6. Coulomb static stress change hasil crossection gempabumi Mentawai 25 Oktober 2010 (titik A merupakan episenter gempabumi 3.48 LS, 100.11 BT). Pada gambar dapat dilihat bahwa wilayah sekitar sumber gempabumi utama masih memiliki akumulasi strsess tinggi yang ditandai dengan warna merah. nilai stress ini berkisar antara 0-2 bar menyebar pada kedalaman 100 km dank e arah timur hingga pada jarak 160 km dari episenter. KESIMPULAN Dari analisis secara statistik di atas, dapat disimpulkan bahwa daerah Segmen Mentawai melepaskan energi gempabumi sebesar 7,52 x 1020 erg pertahun atau setara dengan gempabumi berkekuatan MS = 6,05 SR. Sedangkan energi simpan gempabumi pertahun sebesar 9,50 x 1021 erg atau setara dengan gempabumi berkekuatan MS = 6,7 SR. Dari hasil energi lepas dan energi simpan tersebut, diketahui bahwa daerah Segmen Mentawai, setiap tahun menghasilkan energi gempabumi total sebesar 1,025 x1022 erg atau setara dengan gempabumi berkekuatan MS = 6,8 SR. Sejak terakhir terjadi gempabumi besar tanggal 25 Oktober 2010 sampai sekarang, segmen mentawai menyimpan energi potensial gempabumi sebesar 3,59 x 1022 erg atau setara dengan gempabumi berkekuatan 7,2 Ms. DAFTAR PUSTAKA Gunawan, Tomy. 2010. Analisis Energi Gempabumi Daerah Tasikmalaya dan Sekitarnya. Laporan Kerja. Akademi Meteorologi dan Geofisika Jakarta. Katalog Gempabumi. http://www.isc.ac.uk/ iscbulletin/search/catalogue/. Diakses tanggal : 26 Februari 2014 pukul : 17:48:00 WIB. Madrinovella, Iktri., Sri Widiyantoro., Irwan Meilano. 2011. Relokasi Hiposenter Gempa Padang 30 September 2009 Menggunakan Metode Double Difference. JTM Vol.XVIII No.1/2011. McCloskey, J., Lange, D., Tilmann, F., Nalbant, S.S., Bell, A.F., Natawidjaja, D.H. and Rietbrock, A. 2010. The September 2009 Padang Earthquake. Nature Geoscience, 3 (2), 70-71. Natawidjaja, Danny Hilman. 2007. Gempabumi dan Tsunami di Sumatera dan Upaya Untuk Mengembangkan Lingkungan Hidup Yang Aman Dari Bencana Alam. Laporan Survey. Permana, Ikhwan., Meilano, Irwan., Sarsito, Dina Anggraini. 2012. Analisa Deformasi Gempa Padang Tahun 2009 Berdasarkan Data Pengamatan GPS Kontinu Tahun 2009-2010. J. Geofisika Vol. 13 No. 2/2012. Rohadi, Supriyanto.,Hendra Grandis.,Mezak A Ratag. 2008. Studi Potensi Seismotektonik Sebagai Precursor Tingkat Kegempabumian Di Wilayah Sumatera. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Vol.9. No.2 November. 65-77. Rusydy, Ibnu. 2012. Menunggu Gempabumi di Barat Sumatera. ahttp://www.ibnurusydy.com/ menunggugempabumi- di-barat-sumatra/. Diakses tanggal : 4 MAret 2014 pukul : 06:47:00 WIB. Yuafriza, Patrisius Sanene. 2013. Megathrust Mentawai, Sudah Siapkah Kita?. http://www.puailiggoubat.com/index.php? mod=berita&id=2336. Diakses tanggal : 2 Maret 2014 Pukul : 08:51:00 WIB. Zachariasen, Judith., Kerry Sieh., Frederick W. Hantoro. 2000. Modern Vertical Deformation Above The Sumatera Subduction Zone : Paleogeodetic Insight From Coral Microatolls. Bulletin Of The Seismological Society of America. August, 2000, 90 :897-913.