STUDI DESKRIPTIF MENGENAI MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMK ISLAMIYAH DARUSSALAM BABAKAN KABUPATEN CIREBON SUNENGSIH ABSTRAK SUNENGSIH. Studi Deskriptif Mengenai Motivasi Belajar Pada Siswa Kelas XI SMK Islamiyah Darussalam Babakan Kabupaten Cirebon. Motivasi belajar merupakan kekuatan dari dalam diri siswa yang dapat meningkatkan dan menurunkan kekuatan dan usaha siswa untuk bertingkah laku dalam belajar. Motivasi belajar mendorong siswa untuk melakukan sesuatu yang lebih baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran motivasi belajar pada siswa kelas XI SMK Islamiyah Darussalam Babakab Kabupaten Cirebon. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Jumlah sampel sebanyak 68 siswa kelas XI SMK Islamiyah Darussalam. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan pada teori Motivation of Learning dari De Cecco & Crawford (1977). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 57% responden termasuk pada motivasi belajar rendah. Berdasarkan tiap aspek dari faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar, faktor arousal (kesiapsiagaan) memiliki skor rendah (83%), faktor expectancy (usaha siswa untuk mencapai harapan) memiliki skor rendah (60%), faktor incentive (usaha belajar siswa untuk mencapai tujuan) memiliki skor rendah (66%), namun sebaliknya pada aspek punishment (kedisiplinan) responden memiliki skor tinggi (69%). Simpulannya, siswa kelas XI SMK Islamiyah Darussalam memiliki motivasi belajar yang rendah, hal ini dapat dilihat dari usaha yang ditampilkan siswa dalam belajar di sekolah. Kata kunci: Motivasi Belajar PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Pendidikan nasional diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Agar tercapainya harapan dari pendidikan nasional ini perlu adanya sumber daya manusia atau generasi muda yang cerdas dan berkualitas dalam menghadapi persaingan global. Kemajuan teknologi yang sangat cepat serta perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, lembaga pendidikan dituntut untuk berperan aktif dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan secara optimal guna mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan daya saing lulusan guna menghadapi ketatnya persaingan dan tantangan dunia kerja. Salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut adalah melalui pendidikan. Salah satu hal yang penting dalam program pendidikan pemerintah adalah penyelenggaraan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun serta pendidikan SMA atau SMK untuk menjawab kebutuhan dan tantangan zaman. Sekolah Menengah Atas (SMA) mempunyai tujuan yaitu menciptakan atau menyiapkan peserta didik agar mempunyai kemampuan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu Perguruan Tinggi. Sedangkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mempunyai tujuan yaitu mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. (UU Sisdiknas No: 20. 2003). Sekolah Menengah Kejuruan adalah salah satu subsistem dari sistem pendidikan nasional dengan tugas utamanya adalah mempersiapkan lulusannya memasuki dunia kerja, mengisi keperluan tenaga terampil tingkat menengah. Pendidikan kejuruan melalui PP 29 tahun 1990 Pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan pada jenjang menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu (http://repository.usu.ac.id). Oleh sebab itu, dalam hal ini generasi muda diharapkan agar dengan adanya pendidikan dapat menjadi modal dan bekal untuk masa depannya dalam menghadapi tantangan zaman dan persaingan yang semakin ketat seperti sekarang ini. Dari sini terlihat bahwa siswa SMK dituntut untuk lebih cepat dalam menghadapi persaingan di dunia kerja. Sehingga siswa SMK harus mampu menambah kemampuan bersaingnya dalam dunia kerja dengan bekal 3 tahun belajar di SMK. Hal ini bukanlah sesuatu yang mudah bagi mereka, karena mereka masih berada pada usia remaja. Masa remaja merupakan masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak, baik bentuk badan ataupun cara berpikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Usia remaja sangat rentan dengan keadaan lingkungan dan pergaulan. Pada era sekarang ini remaja telah terkontaminasi dengan perkembangan zaman dan teknologi. Perkembangan teknologi tidak berarah pada perubahan yang positif justru menjadikan remaja menuju pada hal-hal negatif yang membentuk pribadi dan motivasi yang kurang baik bagi remaja (Gita, 2011). Remaja merupakan calon penerus bangsa yang artinya remaja dituntut untuk mampu mengembangkan diri dan mencapai cita-cita demi kehidupan yang lebih baik di masa depan. Remaja dalam hidupnya akan berusaha mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbagai potensi yang dimiliki remaja merupakan bekal bagi dirinya dalam menghadapi masa depan. Kehidupan remaja di masa depan merupakan salah satu sumber perhatian remaja khususnya remaja sekolah menengah atas/kejuruan. Hurlock (1999) mengemukakan bahwa remaja pada sekolah menengah atas/kejuruan sudah mulai memikirkan berbagai hal yang akan di hadapi di masa depan. Oleh karena itu, remaja akan berusaha mempersiapkan dirinya dengan baik demi tercapainya kehidupan yang dicita-citakan. Salah satu hal yang menjadi pusat perhatian remaja mengenai kehidupannya di masa depan yaitu berkaitan dengan pendidikan dan pekerjaan yang nantinya ingin ditekuni. Hal ini merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dilakukan oleh remaja yakni mempersiapkan diri untuk sekolah dan bekerja (Havighurts, dalam Hurlock, 1999). Oleh karena itu, pada remaja sangat di perlukan motivasi yang tinggi dalam belajar agar apa yang menjadi tujuan baik secara nasional maupun tujuan dirinya tercapai dan mampu bersaing secara global. Namun kenyataannya banyak siswa SMK yang tidak menunjukkan adanya motivasi belajar yang tinggi, bahkan sebaliknya, kebanyakan siswa SMK menunjukkan motivasi belajar yang rendah. Seperti di salah satu SMK yang berada di Kecamatan Babakan Kabupaten Cirebon yakni SMK Islamiyah Darussalam Babakan Cirebon terlihat bahwa motivasi belajar siswa-siswinya tersebut kurang terbangun dengan baik, masih banyak siswa yang kurang memiliki kesadaran akan kewajibannya dalam belajar di sekolah. SMK Islamiyah Darussalam adalah salah satu Sekolah Menengah Kejuruan swasta yang ada di Kabupaten Cirebon. Sekolah Menengah Kejuruan Islamiyah Darussalam memiliki dua jurusan, yakni jurusan Administrasi Perkantoran (AP) dan Teknik Kendaraan Ringan (TKR). Visi misi dari SMK Islamiyah Darussalam ini adalah terwujudnya pendidikan yang efektif dan disiplin untuk membentuk siswa cerdas, beriman dan bertaqwa serta kompetitif. Sedangkan misinya adalah menciptakan susasana belajar yang religious, aktif, kreatif dan produktif. Meningkatkan budaya kerja yang produktif dilandasi kekeluargaan dan kebersamaan. Menghasilkan lulusan yang memiliki kepribadian mandiri, jujur, ulet, dan berakhlakul karimah. Menghasilkan lulusan yang kompeten dibidangnya sehingga dapat bersaing di perguruan tinggi, di dunia kerja dan berwirausaha. Visi misi ini akan terwujud salah satunya harus ditunjang dengan motivasi belajar yang tinggi dari siswa, dan kesadaran siswa akan pentingnya belajar di sekolah. Peneliti melakukan wawancara kepada 3 siswi kelas XI Administrasi Perkantoran (AP), 3 siswa kelas XI Teknik Kendaraan Ringan TKR SMK Islamiyah Darussalam, dan 3 orang guru pada tanggal 30 April 2015 dan tanggal 6 Mei 2015. Dari hasil wawancara tersebut, peneliti melihat beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa siswa-siswi tersebut kurang termotivasi dalam melakukan proses pembelajaran di sekolah. Idealnya dalam mengikuti kegiatan belajar siswa akan memahami bahan yang dipelajari dan berperan aktif dalam kegiatan belajar agar kegiatan belajar mengajar di sekolah berjalan dengan optimal. Siswa yang memiliki motivasi rendah akan kurang antusias dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah, tidak memiliki ketertarikan terhadap materi pelajaran yang di berikan guru, perilaku yang terlihat seperti lebih acuh tak acuh pada proses pembelajaran di kelas, berbincang dengan temannya saat guru menerangkan, tidak mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh, bahkan hingga siswa belajar di dalam kelas tanpa persiapan apa-apa dan kurang aktif dalam pembelajaran. Tentu belajar tidak hanya dilihat dari hasil akhir saja, tetapi dari proses dan usaha-usaha yang dilakukan siswa yang berlangsung dari awal hingga akhir. Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap dari suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari latihan yang mendapat penguatan (De Cecco & Crawford, 1977). Jadi, individu dapat dikatakan telah menjalani proses belajar, meskipun pada dirinya hanya ada perubahan dalam kecenderungan perilaku. Dalam proses belajar, motivasi merupakan dorongan terkuat dalam melancarkan proses belajar, karena tanpa adanya motivasi belajar maka kegiatan belajar menjadi kurang efektif. Agar peranan motivasi lebih optimal maka prinsip-prinsip motivasi dalam belajar tidak hanya diketahui tetapi juga harus diterapkan dalam kegiatan belajar. Dalam proses pembelajaran siswa dapat menemukan hal yang mendukung ataupun menghambat dalam pencapaian belajarnya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses motivasi belajar siswa. Kesadaran diri akan kebutuhan pendidikan bagi masa depan merupakan hal yang sangat mempengaruhi bagi kelancaran proses belajar. Motivasi yang timbul pada diri peserta didik merupakan salah satu faktor terpenting, karena tanpa adanya motivasi belajar maka tidak akan mungkin terjadi proses belajar yang efektif. Dikatakan belajar efektif apabila dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Motivasi belajar itu sendiri adalah kekuatan dari dalam diri siswa yang dapat meningkatkan dan menurunkan kekuatan dan usaha siswa untuk bertingkah laku dalam belajar. Individu dalam bertingkah laku senantiasa dipengaruhi oleh motivasinya yang akan memberikan dorongan atau arahan terhadap tingkah laku yang di keluarkannya. Motivasi akan memberi alasan mengapa individu meningkatkan atau menurunkan tingkah laku tertentu. Motivasi merupakan sumber kekuatan siswa dalam belajar, usaha siswa dalam belajar yang ditunjukkan dalam tampilan belajarnya (De Cecco & Crawford, 1977, dalam Lulu, 2002). Menurut Sardiman (1996, dalam Larasati 2009), salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya pendidikan seseorang dalam proses belajar adalah motivasi belajar. Dalam kegiatan belajar, motivasi belajar merupakan motif yang penting dimiliki oleh siswa yang dibuktikan dengan adanya usaha yang mengarah pada aktivitas belajar, kekuatan dari dalam diri siswa yang dapat meningkatkan dan menurunkan kekuatan dan usaha siswa tersebut dalam bertingkah laku dalam belajar (De Cecco & Crawford, 1977). Dalam hal ini, seberapa tinggi atau rendahnya motivasi belajar yang ditunjukkan oleh seseorang akan terlihat dari bagaimana usaha yang ditunjukkannya dalam belajar. METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah non eksperimental. Penelitian non eksperimen adalah telaah empirik sistematis dimana peneliti tidak dapat mengontrol secara langsung variabel bebasnya karena manifestasinya telah muncul, atau karena sifat hakekat variabel itu memang menutup kemungkinan manipulasi (Kerlinger, 1990). Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah penelitian yang berfokus dalam menggambarkan atau menjelaskan fenomena, kegiatan, atau suatu situasi yang terjadi (Christensen, 2006). Penelitian deskriptif yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian non eksperimental kuantitatif adalah penelitian tipe deskriptif yang memiliki tujuan untuk menjelaskan secara akurat atau menggambarkan situasi tertentu atau fenomena (Christensen, 2006). Partisispan Dalam penelitian ini tidak menggunakan sampel penelitian, subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh populasi penelitian. Jumlah responden yang dijaring menjadi populasi sasaran adalah seluruh siswa kelas XI SMK Islamiyah Darussalam yang memenuhi karakteristik yang telah ditentukan, yaitu sebanyak 58 siswa. Pengukuran Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner disusun berdasarkan konsep Motivasi Belajar dari De Cecco & Crawford (1977) yang di kembangkan oleh Anandiasari (2002) berdasarkan tingkah laku yang muncul pada siswa ketika belajar, dan hasilnya direview oleh expert. Data kuesioner adalah kumpulan informasi yang diperoleh melalui jawaban-jawaban responden terhadap sejumlah pertanyaan tertulis yang isinya menyangkut suatu topik yang sedang diteliti atau perlu diketahui. Kuesioner yang dipakai adalah kuesioner tertutup, namun ada beberapa dari data penunjang yang pertanyaannya merupakan pertanyaan terbuka. Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang pilihan jawabannya sudah dibatasi atau ditetapkan oleh peneliti sedemikian rupa, sehingga kemungkinan jawaban dari setiap responden sudah bisa diperkirakan. HASIL Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis mengenai motivasi belajar pada siswa Kelas XI SMK Islamiyah Darussalam, dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Sebagian besar siswa kelas XI SMK Islamiyah Darussalam (57%) memiliki motivasi belajar yang rendah. Dari 58 partisipan penelitian ini, sebanyak 33 orang (57%) termasuk pada kategori motivasi belajar rendah. Sedangkan 25 orang lainnya (43%) termasuk pada kategori motivasi belajar tinggi. 2. Berdasarkan aspek arousal, sebanyak 48 responden (83%) memiliki kesiapsiagaan yang rendah. Sedangkan 10 lainnya (17%) memiliki kesiapsiagaan yang tinggi dalam belajar. 3. Pada aspek expectancy, sebanyak 35 responden (60%) memiliki usaha yang rendah dalam meningkatkan belajar siswa untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan 23 lainnya (40%) memiliki usaha yang tinggi dalam meningkatkan belajar siswa untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan. 4. Pada aspek incentive, sebanyak 38 siswa (66 %) memiliki usaha yang rendah dalam meningkatkan belajar siswa untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Sedangkan 20 siswa lainnya (34%) memiliki usaha yang tinggi dalam meningkatkan belajar siswa untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan. 5. Pada aspek punishment, sebanyak 40 siswa (69%) menunjukkan tingkah laku kedisiplinan yang baik atau tinggi. Sedangkan 18 lainnya (31%) menunjukkan tingkah laku kedisiplinan yang rendah. DAFTAR PUSTAKA Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi Perkembangan; Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung: Aditama. Anandiasari, Lulu. 2002. Hubungan Antara Persepsi Siswa SMF tentang Tuntutan-Tuntutan di Kelas 3 dengan Motivasi Belajar Siswa. Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran: Skripsi yang Tidak Dipublikasikan. Atkinson, Rita L. (1996). Hilgard’s Introduction to Psychology 12th edition. USA: Harcourt Brace College Publisher. Christensen, Larry B. 2007. Experimental Methodology: Tenth Edition. USA: Pearson Education, Inc. De Cecco, J.P. & Crawford, W. (1977). The Psychology of Learning and Intruction. 2nd edition. New Delhi Prentice-Hall. Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokusmedia. Departemen Dalam Negeri. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Bandung Gage, N.L. & Berliner, D.C (1984). Educational Psychology. Bostom: Houghtom Mifflin Company. Jayanti, Gita. 2011. Studi Deskriptif Mengenai Pengasuhan Orang Tua pada Siswa Kelas XI yang Memiliki Motivasi Belajar Tinggi di Sekolah Menengah Atas Negeri X Tanggerang. Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran: Skripsi yang Tidak Dipublikasikan. Kaplan, Robert M. & Denis P. Saccuzzo. 2001. Psychological Testing, Priciples, Applications, and Issues. USA : Wadsworth Kerlinger, N. Fred. 2004. Asas-asas Penelitian Behavioral diterjemahkan oleh Simatupang Landang. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Larasati, Tresna. 2009. Studi Deskriptif Mengenai Motivasi Belajar pada Pemain Angklung. Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran: Skripsi yang Tidak Dipublikasikan. Morgan, C.T. (19886). Introduction to Psychology. Singapore: Mc. Graw-Hill International. Rauf, Abdur. Dr. (1976). Texbook of Educatinal Psychology. New Delhi: Light & Life Publishers. Santrock, John W. 2010. Adolescence 13th ed. New York : McGraw Hill Sardiman. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Seifert, Kelvin. (1983). Educational Psychology. Bostom: Houghtom Mifflin Company. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito Winkel, W.S. (1989). Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo. Woolfolk, Anita. E. (1998). Educational Psychology. 7th edition. Boston: Allyn and Bacon. Sumber Internet: http://eprints.uny.ac.id/7941/3/bab%202%20-07501241024.pdf. Diakses pada tanggal 15 Februari 2015 pukul 19.30 WIB. http://eprints.uny.ac.id/7941/3/bab%202%20-07501241024.pdf. Diakses pada tanggal 28 Agustus 2015 pukul 15.40 WIB. http://digilib.uinsby.ac.id/9216/7/bab2.pdf. Diakses pada tanggal 16 September 2015 pukul 10.05 WIB. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35032/5/Chaptr%20I.pdf. tanggal 13 November 2015 pukul 20.05 WIB. Diakses pada http://digilib.uinsby.ac.id/9766/4/bab%202.pdf. Diakses pada tanggal 13 November 2015 pukul 21.05 WIB.