Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN SEKSUAL YANG DILAKUKAN OLEH REMAJA (STUDI DI POLRESTA YOGYAKARTA) Harti Winarni Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta [email protected] Abstract The researches were judicial normative research and empirical research. The judicial normative research was the research that explained the rules in existing law, related with the fact in field, then analized by comparing between ideal values in law regulation and the fact in the field. The method of collecting data was through interview. Interview was a direct questions and answers with the respondents. There were two kinds of interview, structurally interviewed and unstructurally interviewed, or the combination of the two. Structurally interviewed was the interview based on prepared questions beforehand. While the unstructurally interviewed was the spontaneous questions at the time of interview conducted. Based on the data analysis can be concluded that role of Police in tackling sexual crimes committed by juveniles in Yogyakarta Police jurisdiction is to provide counseling and briefings, coaching directly to the public are positive and beneficial nature, aimed at teenagers. Although the police in dealing with crime problems are still encountered obstacles such as lack of reports from the parties concerned for it to maintain the good name of the family as well as himself, the lack of evidence that ultimately the police have not been able to resolve completely the sexual crimes committed by juveniles. Obstacles faced by the National Police in an effort to cope with sexual crimes committed by juveniles in the jurisdiction in Yogyakarta Police consists of internal barriers. Key Words: police role, sexual crimes Kenakalan remaja dapat didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau masa transisi antara anak-anak dan dewasa. Dengan kata lain, kenakalan remaja merupakan tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar peraturan masyarakat maupun hukum yang ditetapkan pemerintah. Perbuatan remaja mencopet, menjambret, menipu, menggarong merupakan perbuatan yang tidak bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya, karena dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar hukum. Menurut Jahja Qahar dalam bukunya mengatakan: Masa remaja adalah masa munculnya perubahan-perubahan yang cepat dan kuat pada fisik dan psikisnya yang mengakibatkan munculnya perasaan gelisah pertentangan lahir dan batin, penuh harapan dan cita-cita 33 Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 romantis, heroik, radikal, kematangan fisik terutama seksual, mencari tujuan hidup dunia dan akherat dalam rangka pembentukan pribadinya.1 Masalah kenakalan dan kejahatan remaja di Indonesia khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta dewasa ini menunjukkan kecenderungan meningkat secara kuantitatif akan sangat perlu diambil langkah-langkah yang positif dan terarah. Berdasarkan data yang ada di Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta kasus kekerasan terhadap anak di DIY sudah tinggi. Dikatakan, Bantul menduduki angka cukup tinggi, seperti kasus nikah usia dini. Dijelaskan hingga Pebruari tahun 2012 terdapat 135 kasus, disusul kemudian Sleman, Kota dan Kulonprogo jauh dibawah Bantul dan Gunung Kidul ada 145 kasus. Keadaan ini dapat membawa pengaruh ke arah terjadinya kemerosotan moral yang lebih luas dan secara langsung menyangkut kepentingan Nasional dan akan membuat kehidupan remaja tidak tertib, keamanan dan ketertiban umum akan terganggu yang selanjutnya menimbulkan gangguan dan bahaya terhadap situasi, kondisi Nasional serta Ideologi Pancasila. “Ahli moral dari Inggris, J.Bentham memberikan pengertian yang cukup dalam tentang sebab kejahatan yang terdapat dalam masyarakat dan juga menghendaki lebih utama mencegah kejahatan dari pada menghukum”.2 Di Indonesia, kenakalan remaja dan kejahatan seksual sudah cenderung mempunyai kualitas seperti halnya yang ada di negara-negara barat. Dalam menguraikan tentang kejahatan remaja khususnya kejahatan seksual, tentu akan terpancang pada ukuran seksual itu sendiri dengan kata lain, apa definisi secara tepat dari kejahatan seksual itu. Bila remaja yang sebenarnya adalah generasi penerus bangsa dan merupakan tulang punggung dalam pembanguanan negara jatuh ke lumpur kehinaan atau kenakalan remaja, maka harapan masa depan bangsa akan pudar dan akan tidak dapat disangkal lagi bahwa banya remaja terlibat dalam situasi masyarakat yang dalam keadaan transisi seperti yang terjadi dewasa ini. Hal ini pun telah diperingatkan oleh Hermann Mannheim sebagai berikut: “Di dalam kehidupan abad transisi atau masa peralihan dari akibat perubahan di kalangan para remaja”.3 Bila pendapat Hermann Mannheim ini diwujudkan dalam masarakat Indonesia yang menjalankan modernisasi, betapa sedikitnya peranan remaja Indonesia dewasa ini. Hanya keberadaannya (mungkin) tidaklah seperti sekarang ini, baik dalam motif, sifat, bentuk dan frekuensinya. Untuk itu dalam menghadapi moderisasi, remaja dituntut lebih mawasdiri agar lebih berperan penting sebagai potensi bangsa. Di samping itu peranan orang tua dan pendidik sangat penting untuk mengarahkan generasi muda guna mencapai tujuan, cita-cita dan masa depan sejalan dengan usaha mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. 1 Jahja Qahar, Psikologi Remaja, dalam Rachman Hermawan S, Penyalahgunaan Narkotika Oleh Para Remaja, Jakarta, 1992, hlm. 28 2 Bentham. J, Die Lage Der Arbeitenden Klasse In England, 1845, dalam Bonger, W. A., Pengantar Tentang Kriminologi, Edisi ke enam PT. Pembanguanan Dan Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm. 52 3 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1983, hlm. 3 34 Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 Mudah dimengerti bahwa makin banyak remaja yang tidak dapat menahan diri, pada akhirnya melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma agama atau adat yang berlaku dalam masyarakat, sementara itu peneranganpenerangan dan pendidikan seks yang baik dan benar-benar hampir tidak pernah mereka terima, baik dari orang tua, guru maupun pendidikanpendidikan lainnya. Remaja dibiarkan berada dalam kegelapan, jadi korban tabu, yaitu bahwa seks tidak layak dibicarakan di muka umum secara terang-terangan dan perasaan malu yang terkait dengan seks yang masih melanda sebagian besar orang-orang tua dan para pendidik. Kalangan penegak hukum, terutama dari kepolisian khususnya Polresta Yogyakarta telah mengambil langkah dan kebijaksanaankebijaksanaan guna menangkal dan menanggulangi kejahatan secara menyeluruh dan usaha-usaha yang hakikatnya untuk mengurangi jatuhnya korban akibat kejahatan lebih lanjut. Di lain pihak seksualitas di kalangan remaja relatif masih dianggap tabu untuk diperbincangkan di masyarakat kita, sehingga informasi yang tepat dan benar jarang didapat oleh para remaja. Melihat kondisi tekanan sosial masyarakat kita, seolah-olah seks itu sendiri dianggap sebagai momok karena dikhawatirkan akan dapat merusak serta meracuni tata kehidupan bermasyarakat yang baik. Remaja tidak bisa lepas dari problem sosial, yang dalam hal ini selalu disalahkan dan divonis sebagai perusuh. Taraf dan bentuk kejahatan remaja di dalam masyarakat yang berbeda-beda sehingga reaksi sosial terhadap berbagai bentuk kejahatan remaja itupun akan beda pula. Salah satu kejahatan remaja adalah anak-anak muda yang terkena akibat penyalahgunaan seksual karena kebingungan dengan apa yang harus diperbuat kerena kurangnya pendidikan tentang seksual. Problem sosial timbul sebagai akibat dari perubahan sosial yang terlalu cepat dan tidak ada keseimbangan, sehingga timbul penyesuaian yang kurang atau ketidaksanggupan dalam melakukan kontrol. Jika anggota masyarakat berhasil menyesuaikan diri dengan perubahan itu maka anggota masyarakat dapat mengendalikan diri sesuai dengan kemampuan sehingga ia dapat melakukan tugas serta fungsinya secara imbang. Sedangkan kejahatan seksual itu suatu perbuatan yang dapat dikatakan perbuatan cabul yang merupakan kejahatan terhadap kesopanan. Kesopanan di sini dalam arti kesusilaan, yaitu perbuatan yang bertentangan dengan normanorma agama dan adat yang berlaku yang berhubungan dengan nafsu birahi; misalnya, bersetubuh, meraba buah dada wanita, meraba kemaluan wanita atau pria, memegang pantat wanita. Pengrusakan kesopanan ini dilakukan dengan perbuatan, tetapi dititik beratkan pada perbuatan hubungan kelamin tanpa ikatan perasaan atau ikatan perkawinan yang sah. Misalnya, melakukan hubungan seksual di luar nikah walaupun dilandasi dengan perasaan suka sama suka. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan sekarang adalah: 1. Bagaimana peranan POLRI dalam menanggulangi kejahatan seksual yang dilakukan oleh remaja di wilayah hukum Polresta Yogyakarta? 35 Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 2. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi oleh POLRI dalam usaha menganggulangi kejahatan seksual yang dilakukan oleh remaja di wilayah hukum Polresta Yogyakarta? 3. Bagaimana pengaruh kejahatan seksual terhadap perkembangan remaja di wilayah hukum Polresta Yogyakarta? Peranan POLRI Dalam Menanggulangi Kejahatan Seksual Yang Dilakukan Oleh Remaja Di Wilayah Hukum Polresta Yogyakarta Dalam menanggulangi kejahatan dan kenakalan remaja, lembaga atau instansi yang berwenang adalah pihak kepolisian, yang sekaligus memiliki peranan dalam pembinaan dan penyuluhan langsung kepada masyarakat pada umumnya dan melakukan penindakan, memberi sangsi hukuman yang sifatnya mendidik agar tidak lagi melakukan kejahatan yang bisa merusak dirinya semdiri dan masa depannya, dalam hal ini yang ditunjuk kepada POLRI bagian BIMMAS ( Pembinaan Kepada Masyarakat ). Polri sebagai salah satu pilar pertahanan negara pada dasarnya mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana ditetapkan secara yuridis dalam UndangUndang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 itu bukan sesuatu yang baru, melainkan sudah pernah diatur dalam produk hukum sebelumnya yang sudah tidak berlaku lagi, terutama Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997. Tugas POLRI yang ditetapkan dalam Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 adalah sebagai berikut: 1) Tugas Polri sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat antara lain: Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan; membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan. 2) Tugas Polri sebagai penegak hukum antara lain : Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk keamanan swakarsa; melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundangundangan lainnya; menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan untuk kepentingan tugas kepolisian. 3) Tugas Polri sebagai pengayom dan pelayan masyarakat antara lain : Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang; memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian. 36 Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 Berkaitan dengan penegakan hukum, peran Polri diantaranya yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Salah satu tindak pidana yang menjadi tanggungjawab Polri yaitu menanggulangi kasus kejahatan seksual. Pada hekekatnya kejahatan seksual bertentangan dengan agama, kesusilaan dan moral Pancasila serta membahayakan masyarakat, bangsa dan negara dan ditinjau dari kepentingan nasional. Kejahatan seksual mempunyai dampak yang negatif merugikan moral dan mental masyarakat terutama generasi muda. Di satu pihak, kejahatan seksual adalah merupakan problem sosial yang sulit ditanggulangi dan timbulnya kejahatan seksual tersebut sudah ada sejak adanya peradaban manusia. Dalam menghadapi gejala kejahatan, aparat kepolisian merupakan petugas resmi yang sangat vital, yang harus berdiri di depan untuk melaksanakan tugas mewakili pemerintah dalam menghadapi setiap pelanggaran hukum. Sedangkan dalam mengantisipasi masalah kenakalan dan kejahatan remaja, polisi khususnya bagian Pembinaan Masyarakat ( BIMMAS ) Polresta Yogyakarta yang khusus menangani masalah remaja, mempunyai tugas atau cara penanggulangan sesuai dengan luas dan kompleksnya masalah kenakalan atau kenakalan remaja. Usaha penanggulangan itu meliputi : a. Pencegahan ( preventif ): preventif ini lebih bersifat mencegah agar sesuatu tidak terjadi, sesuai asal katanya yaitu "prevent". Upaya pencegahan atau preventif di sini dimaksudkan sebagai upaya mencegah agar masalah kenakalan dan kejahatan remaja tidak terjadi. b. Penindakan ( represif ): adalah suatu metode yg dilakukan setelah kejadian terjadi untuk menekan agar kejadian tidak meluas atau menjadi parah. c. Pembinaan khusus: sebagai usaha untuk memberi pengarahan dan bimbingan agar masalah kenakalan dan kejahatan remaja tidak terjadi dan apabila sudah terjadi, remaja yang melakukan kenakalan dan kejahatan dapat dibina dan didampingi. Ad. a. Pencegahan ( preventif ) meliputi : pencegahan ini ditujukan terhadap anak-anak remaja khususnya di setingkat SLTP dan SLTAdi wilayah hukum Polresta Yogyakarta. 1. Usaha-usaha pencegahan yang bersifat umum, meliputi : a. Usaha pembinaan remaja, berupa : 1) Pelaksanaan pendidikan, pranata kepada orang tua terutama kepada remaja putri sebagai calon ibu. 2) Pemberian pendidikan agama, pendidikan mental dan budi pekerti serta pengetahuan kecerdasan dan ketrampilan yang cukup kepada pribadi remaja dalam keluarga. 3) Pemberian pendidikan kepada pribadi remaja dalam sekolah 4) Pemberian pendidikan kepada pribadi remaja dalam masyarakat. 37 Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 b. Usaha perbaikan lingkungan dan kondisi sosial yang ditujukan kepada tercapainya situasi dan kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan serta perkembangan remaja secara sehat : 1) Usaha perbaikan dalam keluarga. 2) Usaha perbaikan dalam sekolah. 3) Usaha perbaikan dalam masyarakat. c. Usaha pengadaan sarana vital sebagai penunjang usahausaha pembinaan pribadi remaja dan perbaikan lingkungan serta kondisi sosial. 2. Usaha-usaha pencegahan yang bersifat khusus. Usaha-usaha ini dimaksudkan untuk menjamin ketertiban umum, khususnya di kalangan remaja. Jenis dan proses kegiatan di bidang ini adalah : 1) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan remaja dan lingkungannya. 2) Bimbingan dan penyuluhan secara intensif terhadap orang tua dan para remaja agar orang tua dapat membimbing dan mendidik anak-anaknya secara sungguh-sungguh dan tepat, supaya para remaja tetap memiliki tingkah laku yang wajar. 3) Pendidikan khusus terhadap remaja yang sudah menunjukkan gejala-gejala kenakalan atau kejahatan. Ad. b. Penindakan ( represif ) Usaha-usaha ini meliputi kegiatan penanggulangan berupa tindakan langsung terhadap remaja-remaja yang sudah berbuat atau melakukan kenakalan/kejahatan yang melanggar hukum. Jenis dan proses tindakan represif berupa : 1. Penangkapan Penangkapan ini dilakukan terhadap remaja yang telah melakukan kenakalan maupun kejahatan. Mengenai prosedur penangkapan ini harus memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti: KUHAP, Undangundang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 2. Penyelidikan, pengusutan, pemeriksaan Setelah dilakukan penangkapan maka tindakan selanjutnya adalah melakukan penyelidikan, pengusutan dan pemeriksaan untuk membuktikan apakah pelaku telah melakukan kenakalan dan kejahatan. 3. Dikembalikan kepada orang tua atau keluarganya Jika hanya melakukan kenalakan yang sifatnya ringan maka pelaku dapat dikembalikan kepada orangtuanya untuk dilakukan pembinaan. 4. Ditahan sementara : jika terbukti melakukan kejahatan, maka akan dilakukan penahanan sesuai dengan ketentuan peraturan 38 Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 perundang-undangan yang berlaku seperti: KUHAP, Undangundang Nomor 11 Tahun 2012. Ad. c. Pembinaan khusus rehabilitasi Setelah remaja melalui tindakan preventif dan dipandang perlu untuk memperbaiki kembali tingkah lakunya dan pendidikannya, maka terhadap remaja yang bersangkutan dilakukan pembinaan secara khusus. Pembinaan ini tidak saja ditunjukan kepada remaja yang bersangkutan, tetapi juga kepada orang tua ataupun pendidik, sehingga akan diperoleh cara, kesempatan serta sarana dan prasarana yang lebih baik dalam membina remaja. Jenis dan proses kegiatan dalam bidang usaha pembinaan khusus adalah : 1. Bimbingan kembali (re-edukasi) dalam lembaga pendidikan khusus bagi anak yang melakukan kenakalan dan kejahatan. 2. Pengembalian ke masyarakat. 3. Penyaluran ke : a. Pendidikan b. Pekerjaan 4. Pengawasan. Di samping pembinaan khusus melalui saluran represif, pembinaan ini dapat pula dilakukan oleh lembaga-lembaga sosial dan para ahli berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan demi kepentingan orang tua dan remaja yang bersangkutan, tetapi apabila lembagalembaga sosial atau para ahli mengalami kegagalan, maka remaja yang dirawat biasanya diserahkan kepada pihak yang berwajib atau diambil tindakan berdasarkan hukum. Pola penanggulangan seperti yang diuraikan di atas tidak akan banyak manfaatnya jika tidak diikuti dengan tindakan-tindakan pelaksana. Dalam mengkonkritkan usaha-usaha penanggulangan kejahatan remaja sebagai rangkaian usaha pembinaan remaja diharapkan sesuai dengan tujuan yaitu: 1. Tercapainya kehidupan remaja yang tertib, memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan remaja yang wajar untuk menuju terbentuknya generasi muda yang dapat diharapkan sebagai potensi pembangunan dan potensi HANKAMNAS. 2. Tercapainya keamanan dan ketertiban umum secara merata dan stabilitas aspek-aspek kehidupan masyarakat yang dapat menjamin keamanan, kesejahteraan serta ketentraman nasional yang kuat berdasarkan Pancasila. Untuk mengetahui jumlah angka kejahatan seksual yang terjadi diwilayah hukum Polresta Yogyakarta, maka penulis lampirkan data yang dapat dilihat pada tabel 1. 39 Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 Tabel 1 Angka Kejahatan seksual di Wilayah Hukum Polresta Yogyakarta Bulan Januari – Mei 2011 Januari Februari Maret April Mei Jumlah L S L S L S L S L S L S 10 3 62 11 5 55 12 9 97 132 100 115 83 594 397 Sumber : Polresta Yogyakarta (Satreskrim), 2011. Ket : L = Laporan S = Selesai Sumber : UR BIN OPS ( Urusan Pembinaan dan Operasional) Polresta Yogyakarta. Sebelum menganalisa data, penulis memberikan ukuran/indikator mengenai peranan Kepolisian (Polresta Yogyakarta) dapat menyelesaikan angka laporan kasus kejahatan seksual di wilayah hukum Polresta Yogyakarta sebagai berikut : 0 – 50 % : Kurang Berhasil 51 – 70% : Cukup Berhasil 71 – 90% : Berhasil 91 – 100% : Sangat Berhasil/Memuaskan Dari tabel 1, maka penulis dapat menganalisa data yang kemudian ditabelkan pada tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2 Prosentase Angka Kejahatan Seksual Di Wilayah Hukum Polresta Yogyakarta Bulan Januari – Mei Tahun 2011 No Bulan 1 Laporan Selesai Belum Selesai Jumlah % Jumlah % Jumlah % Januari 103 17,34 62 10,44 41 6,90 2 Februari 115 19,36 55 9,26 60 10,10 3 Maret 129 21,72 97 16,33 32 5,39 4 April 132 22,22 100 16,84 32 5,38 5 Mei 115 19,36 83 13,97 32 5,39 Jumlah 594 100 397 66,84 197 33,16 40 Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 Sumber : Polresta Yogyakarta (Satreskrim), 2011. Dilihat dari data-data pada tabel 2, secara garis besar peranan Polresta Yogyakarta cukup berhasil berdasarkan ukuran/indikator yaitu mampu menyelesaikan laporan kasus kejahatan seksual sebanyak 397 dari 594 laporan kasus kejahatan seksual pada bulan Januari – Mei 2011, sedangkan rata-rata kenaikan keberhasilan menyelesaikan laporan kasus kejahatan seksual sebesar 0,88% setiap bulannya. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan peranan Polresta Yogyakarta setiap bulan dalam menyelesaikan laporan kasus kejahatan seksual. Maka penulis menganalisa kembali data per bulan seperti yang ditabelkan pada tabel 3 tersebut : Tabel 3 Prosentase Laporan Kasus Kejahatan Seksual Yang Dapat Diselesaikan Setiap Bulan Di Wilayah Hukum Polresta Yogyakarta Antara Bulan Januari Sampai Dengan Mei 2011 Laporan % % No Bulan Jumlah Selesai Tidak Selesai Tidak 1 Januari 103 62 41 60,18 39,82 2 Februari 115 55 60 47,83 52,17 3 Maret 129 97 32 75,19 24,81 4 April 132 100 32 75,76 24,24 5 Mei 115 83 32 72,17 28,83 Sumber : Polresta Yogyakarta (Satreskrim), 2011. Dari tabel 3 dan ukuran indikator yang telah penulis berikan dapat diketahui tingkat keberhasilan peranan Polresta Yogyakarta setiap bulan sebagai berikut : 1. Mengenai kejahatan seksual yang terjadi pada bulan Mei yang dilaporkan dari seluruh kejahatan sebanyak 103 kasus kejahatan seksual. Sedangkan yang dapat diselesaikan dengan tuntas 62 kasus kejahatan seksual atau 60,19% dari jumlah laporan pada bulan Januari 2013. Dari prosentase tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan dari tugas POLRI dianggap cukup berhasil walaupun sisanya belum dapat ditangani oleh pihak yang berwajib dan untuk itu pihak kepolisian sendiri masih tetap melakukan operasi serta mengadakan bimbingan dan penyuluhan ke daerah-daerah yang rawan untuk mengurangi kejahatan seksual. 2. Mengenai kejahatan seksual yang terjadi pada bulan Juni, sejumlah 115 kasus kejahatan seksual. Sedangkan yang dapat diselesaikan dengan tuntas 55 kasus kejahatan seksual atau 47,83% dari jumlah laporan pada bulan Februari 2013. Dari prosentase tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan dari tugas POLRI masih mengadakan 41 Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 pemantauan di tiap-tiap wilayah tertentu melalui POLSEK ( Kepolisian Sektor ) yang ada agar kejahatan-kejahatan yang selama ini dianggap meresahkan masyarakat luas dapat diberantas guna mengurangi kejahatan seksual yang akhir-akhir ini sangat menonjol. 3. Tentang kejahatan seksual yang terjadi pada bulan Juli, kejadian yang dilaporkan kepada pihak POLRI sejumlah 129 kasus kejahatan seksual. Sedangkan yang dapat diselesaikan sejumlah 97 kejahatan atau 75,19% dari jumlah laporan pada bulan Maret 2013. Dalam hal ini kejahatan yang ditangani cukup berhasil, walaupun masih ada hambatanhambatan yang dihadapi pihak POLRI dalam menanggulangi masalah kejahatan seksual, seperti kurangnya kepedulian masyarakat atas adanya penyuluhan dan pembinaan kepada masyarakat mengenai masalah seksual sehingga dalam hal ini pihak POLRI sendiri merasa kesulitan untuk menanggapi masalah yang terjadi di masyarakat. 4. Kejahatan seksual yang terjadi pada bulan April, yang dilaporkan kepada pihak POLRI sejumlah 132 kasus kejahatan seksual. Sedangkan yang dapat ditangani 100 kejahatan atau 70,76%, di sini usaha-usaha yang dilakukan POLRI dapat dikatakan berhasil, walaupun kendala-kendala yang dihadapi masih ada tetapi POLRI masih tetap menggalakkan operasi guna memantau kejahatankejahatan yang terjadi di setiap pelosok daerah untuk mempermudah dalam menanggulangi kejahatan seksual. 5. Mengenai kejahatan seksual yang terjadi pada bulan Mei, kejahatan yang dilaporkan sejumlah 115 kasus kejahatan seksual. Sedangkan usaha yang dapat ditangani oleh pihak POLRI sejumlah 83 kejahatan atau 72,17%, dalam hal ini kejahatan yang ditangani dapat dikatakan berhasil meskipun masih banyak kendala-kendala yang dihadapi dan terbatasnya aparat dari POLRI serta tidak ada laporan mengenai kejahatan seksual karena hal tersebu dianggap bagi remaja sendiri akan mencemarkan nama baik dirinya sendiri maupun keluarga sehingga akan merasa dikucilkan di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Jadi kesimpulan mengenai kejahatan seksual yang ditanggulangi oleh pihak Polresta Yogyakarta cukup berhasil. Walaupun tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh jajaran kepolisian, instansi pemerintah dan masyarakat. Di sini terbukti jumlah laporan kasus kejahatan seksual masih cukup tinggi yang tidak dapat ditangani dibandingkan dengan jumlah kasus kejahatan seksual yang dilaporkan. Karena masih banyaknya hambatan yang harus dihadapi POLRI, dan masih terbatasnya aparat kepolisian dalam menangani masalah kejahatan seksual. Polresta Yogyakarta sendiri masih tetap memberikan penyuluhan dan bimbingan serta mengadakan operasi untuk mengurangi kejahatan yang masih tinggi dan menekan angka kejahatan serendah mungkin, untuk menunjang remaja pada khususnya putra putri Indonesia pada umumnya ke masa depan yang 42 Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 lebih baik sesuai dengan yang diharapkan bangsa Indonesia sebagai generasi muda penerus bangsa yang berbudi luhur, bertanggung jawab dan bepotensi dalam pembangunan. Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Polri Dalam Usaha Menanggulangi Kejahatan Seksual Yang Dilakukan Oleh Remaja di wilayah hukum Polresta Yogyakarta Suatu usaha biasanya tidak lepas dari rintangan atau hambatan. Demikian juga usaha yang dilakukan pihak Polresta Yogyakarta dalam menangani dan menanggulangi masalah-masalah perilaku remaja yang dianggap tidak wajar dan telah melanggar hukum. Oleh karena itu, Polresta Yogyakarta melalui BIMMAS selalu siap siaga dan berusaha keras agar masyarakat semakin sadar akan hukum yang berlaku. Hambatan-hambatan yang timbul dalam usaha penanggulangan kejahatan seksual yang dilakukan oleh remaja di sini dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam yaitu hambatan internal dan hambatan eksternal yang dikemukakan sebagai berikut : 1. Hambatan Internal a. Sumber daya manusia aparat Polresta Yogyakarta yang terbatas. Fakta-fakta yang didapatkan dalam pengamatan berkaitan dengan sumber daya manusia Polresta Yogyakarta khususnya Sat Binmas yang mempunyai tugas melakukan pembinaan terhadap kamtibmas saat ini dimana unsur sumber daya manusia meliputi ; pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan perilaku (attitude) adalah: 1) Aspek Pengetahuan. Pengetahuan personel tentang penanganan dan pencegahan permasalahan kejahatan seksual belum optimal. Sehingga berdampak pada upaya sosialisasi program pencegahan kenakalan maupun kejahatan seksual anak. 2) Aspek Keterampilan. Belum semua personil memiliki ketrampilan, khususnya ketrampilan berkomunikasi dengan masyarakat maupun kalangan remaja secara baik. Belum dimilikinya ketrampilan dalam berkomunikasi dengan masyarakat secara baik maka akan berdampak program yang akan disampaikan tidak dipahami oleh masyarakat dengan baik karena tidak mengerti maksud dan tujuannya. Hal tersebut didukung pernyataan Kanit Bintibmas Sat Binmas Polresta Yogyakarta AKP Sholeh dalam wawancara yang dilakukan penulis bahwa sebagian besar kesulitan yang dihadapi oleh personil adalah minimnya ketrampilan berkomunikasi dengan masyarakat. Sering sebuah program kurang bisa dikomunikasikan karena kurang tahu bagaimana cara menginformasikannya kepada masyarakat secara efektif. 3) Aspek etika/perilaku. Perilaku yang dimiliki oleh anggota masih kurang mencerminkan pribadi Polisi yang baik. 43 Vol. 8, Tahun 2015 b. c. d. e. ISSN: 1858-2818 Perilaku yang kurang mencerminkan sikap yang baik maka dapat menimbulkan antipati masyarakat. Masyarakat akan kurang respon terhadap kegiatan yang dilakukan oleh Polri. Penyampaian dari Kasat Binmas Polresta Yogyakarta Kompol Faturahman bahwa masih banyak personel yang menunjukkan sikap arogansinya kepada masyarakat. Kasat Binmas sering mendapatkan masukan dari masyarakat bahwa banyak personel melakukan perbuatan yang tidak patut dicontoh seperti melindungi pelaku kejahatan, menjadi beking perjudian dan lain-lain. Belum optimalnya kegiatan penyuluhan yang dilakukan personil di kalangan remaja khususnya di kalangan remaja yang masih duduk di bangku sekolah SLTP dan SLTA. Kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh personil jarang dilakukan. Personil kurang turun bersosialisasi dengan masyarakatmaupun kalangan remaja. Keterangan yang didapatkan juga bahwa penyuluhan dilaksanakan dalam setahun hanya 4 (empat) kali. Kurang inovasi dalam melakukan pembinaan terhadap Remaja. (kurang perhatian dan bukan program prioritas pimpinan) Penyampaian Kasat Binmas Polresta Yogyakarta Kompol Faturahman bahwa personil yang ada saat ini kurang inovasi dalam melakukan pembinaan terhadap Remaja. Pembinaan kecenderungannya dipahami hanya dilakukan dalam bentuk formil seperti rapat atau pertemuan rutin formil lainnya padahal pembinaan bisa dilakukan dalam suasana yang tidak formil seperti saat melakukan sambang sekolah, pengajian di sekolah-sekolah dan lain-lainnya. Pelaksanaan anev jarang dilaksanakan. Pelaksanaan anev tentang pembinaan terhadap remaja yang ada di wilayah hukum Polresta Yogyakarta tidak pernah dilakukan. Hal ini sesuai dengan penyampaian dari KBO Sat Binmas Polresta Yogyakarta Iptu Setio bahwa tahun 2012 Polresta Yogyakarta belum pernah melakukan anev berkaitan dengan pembinaan remaja. Sulitnya mengumpulkan alat bukti Kasus kejahatan seksual rasanya sulit dibongkar bilamana tetap bertumpu pada pembuktian dengan alat bukti empat orang saksi. Berkaitan dengan saksi ini, interpretasi (penafsiran) kesaksian perlu diperluas dengan melibatkan dan mengakui keterangan saksi korban sebagai pihak pengadu. Dengan memberikan tempat berlakunya bagi alat bukti lainnya itu, maka kemungkinan pelaku kejahatan dapat lolos dari jerat hukum akan terhindarkan. Pelaku kejahatan akan bisa dijaring dengan cara implementasi penafsiran yuridis. Pelecehan adalah kejahatan besar bagi pelakunya, apalagi jika secara hukum terbukti, maka si pelaku pelecehan seksual tersebut dapat dijatuhi pidana mati. Namun demikian, perempuan yang menjadi korban pelecehan tidak dianggap berdosa, sebab dia tidak berdaya/tidak dapat dipersalahkan. Suatu perbuatan yang dilakukan atas dasar keterpaksaan, maka pihak yang terpaksa ini terbebas dari sanksi pidana. 44 Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 2. Hambatan Eksternal a. Menurunnya tingkat pengawasan dari orang tua karena kesibukan masingmasing, misalnya kesibukan orang tua dengan kegiatan sosial maupun kegiatan usaha pemenuhan kebutuhan hidup. b. Semakin meningkatnya pergaulan bebas di kalangan remaja sebagai dampak adanya pengaruh westernisasi maupun pengaruh teknologi terutama internet. Hal ini menyebabkan potensi peningkatan kejahatan seksual dikalangan remaja semakin meningkat. c. Karena kurangnya laporan mengenai perihal kejahatan seksual di kalangan remaja tersebut kepada pihak POLRI. Hal ini dilakukan untuk menjaga nama baik keluarga. Namun demikian, bukan berarti masalah tersebut tidak bisa diselesaikan/ditangani oleh pihak kepolisian. Hanya saja pihak kepolisian sendiri masih banyak menemui kendala-kendala yang dihadapi dalam menangani kasus kejahatan seksual. Jadi apa intinya belum secara keseluruhan diselesaikan dengan tuntas seperti apa yang diharapkan pihak kepolisian, dan masalah kejahatan seksual yang belum dapat diselesaikan itu merupakan tenggung jawab jajaran Kepolisian pada khususnya serta masyarakat pada umumnya. Jika masyarakat sadar mengetahui tentang hukum yang berlaku, maka kemungkinan terjadinya kasus kejahatan khususnya kejahatan seksual akan dapat dikurangi atau dihindari. Sehingga tercipta keamanan dan ketertiban dalam masyarakat seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan dan kerja sama antara POLRI dengan masyarakat, dan instansiinstansi terkait. Pengaruh Kejahatan Seksual Terhadap Perkembangan Remaja Di Wilayah Hukum Polresta Yogyakarta Modernisasi dan kemajuan teknologi dewasa ini hampir berlangsung di segala bidang yang membawa pengaruh dalam pola kehidupan bermasyarakat. Modernisasi tersebut merombak struktur masyarakat dan norma yang mengatur pola kehidupan. Kehancuran moral dewasa ini semakin meluas, terutama menyangkut masalah seksual. Bilamana orang-orang dewasa tidak lagi menghargainya sebagai sesuatu yang diatur norma dan kaidah-kaidah masyarakat, maka perbuatan semacam itu sangat mempengaruhi remaja karena remaja adalah sebagai refleksi masyarakat itu sendiri. Sebagai mana umumnya, kebanyakan orang belajar dari lingkungannya. Demikian juga para remaja akan mengikuti kemorosotan moral dari orang-orang dewasa disekelilingnya. Sudah demikian kodratnya, setiap orang yang memasuki masa remaja mengalami berbagai macam persoalan. Salah satu bentuk modernisasi dan kemajuan teknologi dewasa ini adalah adanya internet. Internet, kata yang tidak asing di telinga setiap orang, terutama para remaja yang senantiasa bergaul dengan mewahnya dunia yang bertekhnologi, mewah, dan praktis, Internet bisa didapatkan dimanapun kita berada, dengan bermodalkan telepon selular yang memiliki koneksi internet, internet dapat diakses dengan mudahnya melalui HP dimanapun kita berada, atau jika tidak, 45 Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 disetiap sudut kota pasti terdapat sebuah Warung yang menjual jasa internet atau yang biasa disebut dengan “Warnet”, Dunia Informasi Tanpa Batas, begitulah orang-orang menyebutnya, saya sendiri tidak begitu yakin tapi apa boleh dikata memang begitu keadaannya, dengan adanya Internet, Akses atau jalan terhadap penyampaian Informasi-informasi yang ada didunia ini dapat diambil dengan mudahnya seraya membalikkan tangan atau mengejapkan mata, banyak Ilmu pengetahuan yang begitu melimpah disana, informasi mengenai apapun dapat kita temukan di jagat internet ini, mahasiswa tidak luput dengan yang namanya informasi dan ilmu pengetahuan, internet ini adalah media yang paling efektif dan mudah untuk didapatkan dan diakses oleh siapa saja dimanapun, walaupun takdapat dipungkiri bahwa karena adanya kebebasan ini dapat terjadi pula penyalah gunaan fasilitas internet sebagai sarana untuk Kriminalitas atau Asusila, siswa yang baru mengenal internet biasanya menggunakan fasilitas ini untuk mencari hal yang aneh-aneh? Seperti gambar-gambar yang tidak senonoh, atau video-video aneh yang bersifat “asusila” lainnya yang dapat mempengaruhi jiwa dan kepribadian dari siswa itu sendiri, sehingga siswa terpengaruh dan mengganggu konsentrasinya terhadap proses pembelajaran disekolah, namun demikian tidak semua siswa melakukan hal yang demikian, hanya segelintir mahasiswa yang usil saja yang dapat melakukannya karena kurang memiliki rasa tanggungjawab terhadap diri pribadi dan sekitarnya, namun pada umumnya internet digunakan oleh setiap mahasiswa untuk mencari atau mendapatkan informasi yang berhubungan dengan materi kuliah yang ia terima dikampus, hal tersebut memungkinkan mahasiswa menjadi lebih kreatif dan lebih aktif dalam mencari sumber informasi dan ilmu pengetahuan dibandingkan dengan mahasiswa yang hanya duduk diam didepan meja dan mendengarkan dosennyanya berbicara. Hal ini dapat menjadi sebuah motivator terhadap mahasiswa untuk terus berkembang dan juga dapat berfungsi sebagai penghancur (generasi muda), remaja adalah makhluk yang rentan terhadap perubahan disekitarnya, dia akan mengikuti hal yang paling dominan yang berada didekatnya jadi kemungkinan terjadinya perubahan yang drastis dalam masa-masa remaja akan mendorong kearah mana remaja itu akan berjalan, kearah positif atau negative tergantung dari mana di memulai. Remaja yang kesehariannya bergaul dengan internet akan lebih tanggap terhadap perubahan informasi disekitarnya karena ia terbiasa dan lebih mengetahui tentang informasi-informasi tersebut sehingga dia lebih daripada yang lainnya. Tetapi selain itu, remaja yang memiliki kecenderungan pada hal yang negatif justru sebaliknya, dia akan nampak pasif karena hanya diperbudak oleh kemudahan dan kayaan informasi dari internet tersebut. Terdapat banyak bahaya yang ditimbulkan oleh pornografi, yang sifatnya secara berangsur-angsur dan bisa menyebabkan kecanduan. Seperti orang yang gemar minuman keras, lama-lama dia akan menjadi pecandu. Anak-anak juga demikian, semakin sering melihat hal-hal berbau pornografi, kemungkinan terjadi penyimpangan seksual atau kecanduan seks semakin besar. Apalagi saat ini media elektronik dan massa, semakin gencar menayangkannya. Kondisi semacam ini akan memperbesar bahaya potensial yang ada pada pornografi. Berikut ini, beberapa bahaya yang ditimbulkan oleh 46 Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 pornografi berdasarkan penelitian dan pengamatan di Negara yang mempelopori adanya seks bebas (free sex) yaitu Amerika. Di AS, sekitar 1 dari 4 remaja yang telah melakukan hubungan seksual, menderita penyakit kelamin tiap tahunnya. Hal ini menhasilkan 3 juta kasus penyakit kelamin pada remaja. Rata-rata insfeksi Syphilis di antara para remaja telah meningkat lebih dari 2 kali lipat, sejal pertengahan tahun 1980-an. Jumlah anak yang terkena penyakit kelamin setiap tahunnya, lebih banyak dibanding jumlah seluruh penderita polio selama 11 tahun, saat terjadi wabah pada tahun 1942-1953. Hasil lain yang terlihat jelas dengan adanya aktivitas seksual pada anak-anak dan remaja adalah peningkatan jumlah kehamilan di antara para pelajar. Penelitian telah menunjukkan bahwa lelaki yang melihat banyak hal-hal yang berbau pornografi sebelum usia 14 tahun (bukan berarti setelah usia ini boleh melihat), lebih aktif secara seksual dan sibuk dengan aktivitas seksual yang beraneka ragam daripada yang tidak melihat. Salah satu penelitian mengungkapkan bahwa di antara 932 pecandu seks, 90% lelaki dan 77% perempuanmenyatakan bahwa pornografi berhubungan nyata dengan kecanduannya itu. Ketika responden pria diberi pornografi jenis kasar selama sedikitnya 6 minggu, mereka : Terbentuk sifat kasar secara seksual yang semakin meningkat terhadap wanita, mulai menyepelekan perkosaan sebagai tindak kejahatan atau tak lagi menganggapnya sebagai kejahatan, Terbentuk persepsi yang menyimpang terhadap seks, Muncul hasrat yang besar terhadap jenis pornografi yang lebih menyimpang, aneh, atau kejam (seks yang normal tidak lagi dirasakan memuaskan), Menghilangkan nilai penting perkawinan dan mengurangi keyakinan bahwa perkawinan merupakan ikatan yang sah, Memandang seks bebas sebagai perilaku normal dan alami Selama waktu kritis tertentu pada masa kanak-kanak, otak anak kecil telah terprogram tentang orientasi seksual. Selama periode ini, pikiran tersebut terlihat membangun jaringan mengenai apa yang merangsang atau menarik seseorang. Melihat norma-norma dan perilaku seksual yang sehat selama waktu kritis itu, dapat membentuk orientasi seks yang sehat. Sebaliknya, jika melihat penyimpangan seksual bisa terpatri dalam otaknya dan menjadi bagian tetap dalam orientasi seksualnya. Temuan-temuan Psikolog Dr. Victor Cline menyatakan bahwa ingataningatan dari pengalaman yang terjadi saat perasaan terangsang (termasuk di sini rangsangan seksual) dipatri di otak oleh epinephrine, suatu hormone dalam glandula adrenalin, dan susah dihapus. Hal ini mungkin merupakan sebagian penjelasan tentang pengaruh candu pornografi. Melihat pornografi bisa membuat kondisi seseorang secara potensial mengulangi fantasi seksualnya sewaktu masturbasi. Indentitas seksual terbentuk secara berangsur-angsur pada masa kanakkanak dan remaja. Sebenarnya, anak-anak umumnya tidak memiliki suatu kekuatan seksual alami sampai menginjak usia 10 dan 12 tahun. Selama perkembangannya, anak-anak khususnya mudah terkena pegaruh yang 47 Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 mempengaruhi proses perkembangan itu. Jalur singkat melalui pornografi membelokkan proses perkembangan kepribadian normal, denganmemberikan informasi yang salah tentang seksualitas, perasaan terhadap diri dan jasmani yang membuat anak binggung, berubah dan rusak. Pornografi sering mengenalkan pada sensasi seksual sebelum waktunya. Padahal secara perkembangan, anak-anak belumlah siap menghadapinya. Pengetahuan tentang sensasi seksual ini dapat membingungkan dan memberi rangsangan berlebihan pada anak. Rangsangan seksual pornografi dan akibat akhir yang diperoleh darinya adalah merusak jiwa. Contohnya, jika rangsangan awal pada seorang anak lelaki adalah foto-foto porno, dia akan terbiasa terangsang melalui foto-foto itu. Hasilnya adalah sulit bagi seseorang mengalami kepuasan seksual, selain dari gambar-gambar porno. Di kalangan remaja penyimpangan dalam masalah seksual merupakan masalah yang cukup memprihatinkan di jaman yang serba maju ini. Tidak jarang mendengar akibat buruk dari perilaku seksual yang tak terkendali yang dilakukan oleh remaja, misalnya hamil di luar nikah, pegguguran kandungan, pelacuran, pemerkosaan dan sebagainya. Pengaruh kejahatan seksual terhadap perkembangan remaja, terutama perkembangan akhlaknya akan mengarah kepada perkembangan yang tidak sehat, misalnya onani/mencari kepuasanan dengan dirinya sendiri, ke lokalisasi WTS, senggama dengan tante girang/teman/janda-janda yang kesepian, homoseks, lesbian dan sebagainya. Seperti yang telah penulis uraikan pada BAB II di atas yaitu, seksual tabu untuk dibicarakan secara terbuka dan terang-terangan. Dengan latar belakang pemikiran itulah yang umumnya tertanam dalam benak orang tua sehingga remaja berusaha mencari keluar dan informasi sendiri untuk menemukan jawaban, bagaimanapun caranya. Keadaan ini memberi dampak tersendiri terhadap proses perkembangan anak karena sikap orang tua sering terasa kaku dan tidak dapat memuaskan kebutuhan anak sebagai penerima informasi ini, maka pengaruh pihak luar atau lingkungan menawarkan berbagai macam pilihan. Suatu keberuntungan jika remaja berjumpa dengan pihak yang mau menolong dengan memberikan penjelasan/informasi yang benar dan bertanggung jawab, tetapi upaya remaja di luar rumah kadang-kadang terbentur pada uluran tangan yang tidak bertanggung jawab, bahkan menjerumuskan. Lingkungan yang demikian itulah yang sering membuat remaja terpaksa melepaskan sekolah dan cepat beralih fungsi menjadi ibu dan bapak dalam usia yang relatif muda. Persoalan akan bertambah luas jika orang tua tidak mengulurkan tangan dimana remaja yang sedang bingung menanggung akibat dari penyimpangan seksual tersebut semakin terpojok dan merana, terkucil dari keluarga dan masyarakat. Dalam keadaan seperti itu tidak banyak pilihan yang bisa ditempuh, akhirnya remaja memilih obat-obatan terlarang sebagai jalan pintas yang kemudian lembah hitam adalah sebagian dari pilihannya. Kemungkinan pengaruh positif dan negatifnya dalam masalah kejahatan seksual bisa terjadi pada kalangan remaja, yaitu pengaruh positifnya adalah mereka tahu akan resiko hukum dan sanksinya jika mereka melakukan kejahatan seksual, tetapi hal itu belum tentu diserap bagi kalangan remaja pada umumya, 48 Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 yang sebagian besar dari kalangan pelajar. Sedangkan pengaruh negatifnya yaitu karena adanya ajakan teman yang bisa menyesatkan. Sehingga banyak remaja yang tidak dapat menahan diri dan pada akhirnya melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma adat dan agama yang masih berlaku. Apabila informasi/penyuluhan dari pendidikan seksual yang baik dan benar hamperhampir tidak pernah mereka terima, baik dari orang tua, guru maupun dari kalangan pendidikan lainnya, maka remaja merasa dibiarkan dalam kegelapan, menjadi korban tabu dan perasaan malu yang terkait dengan masalah seksual yang masih melanda sebagian besar remaja. Mereka akhirnya mengalami “kecelakaan seksual” dan harus menanggung penderitaan, sakit, dikucilkan dari keluarga, putus sekolah dan lain sebagainya. Bagi remaja putri yang sengaja melakukan penyimpangan seksual, bisa jadi tindakan tersebut dilakukan dengan latar belakang yang beraneka ragam, misalnya dilakukan atas dasar suka sama suka, sekedar pengalaman dan untuk mendapatkan bayaran (komersial). Keberanian seperti itu disebabkan oleh salah satu kemajuan teknologi, seperti remaja putri yang dilakukan operasi selaput dara. Di samping itu juga pengaruh kebudayaan barat yang diterima secara mentah tanpa suatu penolakan, sebab kebudayaan barat masih sukar diterima oleh masyarakat Indonesia. Jika hal ini tidak diadakan pengarahan sedini mungkin maka banyak faktor yang dapat memberikan pengaruh dan rangsangan dan juga dapat mendorong remaja untuk melakukan tindakantindakan yang tidak terkontrol. Ditandaskan lagi khususnya bagi remaja putri untuk tidak mudah terbujuk dengan sesuatu yang menggiurkan. Apalagi secara fisik remaja putri yang rata-rata tergolong lemah. Dengan demikian cita-cita serta masa depan yang diinginkan akan tercapai. Jadi kesimpulan dari pengaruh kejahatan seksual terhadap perkembangan remaja itu sendiri yaitu jika pengaruh lingkungan dari luar itu dapat dipertanggungjawabkan, maka hal demikian tersebut itu perlu mendapat dukungan. Sebaliknya jika pengaruh lingkungan itu menjerumuskan maka perlu pengawasan yang lebih ketat dan peranan orang tua serta pendidik harus segera sadar dan merubah baik sikap maupun pandangna mereka dalam memberikan informasi/pengertian mengenai kehidupan yang berkaitan dengan seksual dan remaja. Singkatnya antara pemuda dan pemerintah harus ada kerja sama yang sifatnya timbal balik dan saling menguntungkan, dimana pemuda ikut berperan aktif dalam program pemerintah, dan memberi informasi jika dirasakan ada sesuatu hal yang bersifat negatif, sebaliknya pemerintah memberi sarana demi untuk kemajuan bangsa dan negara, karena remaja dan pemuda tetap merupakan bagian masyarakat yang paling potensial sebagai sumber daya manusia yang sesungguhnya memiliki peranan yang penting dalam proses pembangunan yang sedang berlangsung sekarang ini. Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan diketahui pendapat beberapa responden yang melakukan penyimpangan seksual di salah satu SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi di Yogyakarta sebagai berikut : a) Hubungan seksual pertama kali terjadi karena bujukan/rayuan teman sebayanya sehingga timbul niat untuk mencoba. Kemudian menjadi suatu kebiasaan guna mencari kesenangan semata. 49 Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 b) Bahwa hubungan seksual itu sebagai suatu kebutuhan pokok untuk menambah penghasilan sehari-hari dan mengenai kebebasan hubungan seksual merupakan sesuatu yang biasa/wajar dan sering dialami oleh remaja seusianya. Singkatnya kebebasan hubungan seksual tidak asing lagi. c) Mengenai hubungan seksual adalah langkah awal atau sebagai dasar utama utama untuk menuju ke jenjang perkawinan yang saatnya nanti datang dan akan dialami. d) Hubungan seksual adalah suatu kebutuhan biologis manusia yang harus dipenuhi. Jadi masalah ini sejajar dengan kebutuhan pokok manusia sehari-hari yang harus mendapatkan pemenuhan dalam hidupnya. e) Hubungan seksual merupakan sesuatu yang indah, memiliki nilai artistik, dan salah satu kenikmatan hidup yang dapat melupakan hal-hal yang dianggapnya suatu masalah yang menakutkan, sehingga hal itu bukan lagi dianggapnya sesuatu yang menakutkan, sehingga hal itu buka lagi dianggapnya sesuatu yang menakutkan tetapi merupakan kenikmatan dan kebutuhan yang harus dipenuhi dalam hidup. Dengan memperhatikan uraian di atas terhadap remaja yang melakukan penyimpangan seksual tersebut, maka menurut hemat penulis sudah saatnya orang tua, aparat kepolisian dan instansi pemerintah lainnya mengadakan pembinaan agar peran remaja di masa mendatang akan lebih baik, sebab bagaimanapun kejahatan seksual akan membawa pengaruh terhadap perkembangan remaja baik secara mental maupun psikis. Penutup Berdasarkan hasil penelitian di atas maka di peroleh kesimpulan sebagai berikut: Peranan POLRI dalam menanggulangi kejahatan seksual yang dilakukan oleh remaja di wilayah hukum Polresta Yogyakarta adalah memberikan penyuluhan dan pengarahan-pengarahan, pembinaan langsung kepada masyarakat yang sifat positif dan bermanfaat, yang ditujukan bagi para remaja. Walaupun polisi dalam menangani masalah kejahatan tersebut masih menemui hambatanhambatan misalnya kurangnya laporan dari pihak yang bersangkutan karena hal itu untuk menjaga nama baik keluarga maupun dirinya sendiri, kurangnya alat bukti yang akhirnya pihak kepolisian belum dapat menyelesaikan secara tuntas mengenai kejahatan seksual yang dilakukan oleh remaja. Tetapi aparat kepolisian sendiri masih terus melakukan pantauan di tiap-tiap daerah yang dianggap rawan dan mengadakan operasi untuk memperoleh laporan secara langsung dari tempat kejadian tersebut sehingga dapat mengurangi hambatan yang dihadapi oleh pihak kepolisian, karena sedikit banyak kepolisian bisa memperoleh laporan secara langsung sebagai barang bukti mengenai kejahatan seksual. Dari jumlah kasus kejahatan seksual yang dilaporkan di wilayah hukum Polresta Yogyakarta antara bulan Januari sampai dengan Mei 2013 dapat dikatakan bahwa peranan Kepolisian (Polresta Yogyakarta) cukup berhasil, dilihat dari ukuran/indikator dapat diselesaikannya laporan kasus kejahatan seksual yaitu sebesar 397 kasus 50 Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 dari 594 kasus kejahatan seksual atau 66,84%, sedangkan angka kenaikan ratarata kasus kejahatan seksual 0,51%. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh POLRI dalam usaha menganggulangi kejahatan seksual yang dilakukan oleh remaja di wilayah hukum Polresta Yogyakarta yaitu: a. Hambatan Internal 1) Sumber daya manusia aparat Polresta Yogyakarta yang terbatas 2) Belum optimalnya kegiatan penyuluhan yang dilakukan personil di kalangan remaja khususnya di kalangan remaja yang masih duduk di bangku sekolah SLTP dan SLTA 3) Kurang inovasi dalam melakukan pembinaan terhadap Remaja. (kurang perhatian dan bukan program prioritas pimpinan) 4) Pelaksanaan anev jarang dilaksanakan 5) Sulitnya mengumpulkan alat bukti b. Hambatan Eksternal a) Menurunnya tingkat pengawasan dari orang tua karena kesibukan masing-masing b) Semakin meningkatnya pergaulan bebas di kalangan remaja c) Karena kurangnya laporan mengenai perihal kejahatan seksual di kalangan remaja tersebut kepada pihak POLRI Pengaruh kejahatan seksual terhadap perkembangan remaja, terutama perkembangan akhlaknya akan mengarah kepada perkembangan yang tidak sehat, misalnya onani/mencari kepuasan dengan dirinya sendiri, ke lokalisasi WTS, senggama dengan tante girang/teman/janda-janda yang kesepian, homoseks, lesbian dan sebagainya. Pengaruh lainnya adalah banyak remaja yang tidak dapat menahan diri dan pada akhirnya melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma adat dan agama yang masih berlaku. 51 Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 DAFTAR PUSTAKA Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Edisi ke dua, CV. Akademika Pressindo, Jakarta, 1993. Arief Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Cetakan ke dua, CV. Akademika Pressindo, Jakarta, 1989. Ahmad Ramali Pamoentjak, Kamus Kedokteran, Jambatan, Jakarta, 1982. Andi Mappiare, Psikologi Remaja, Usaha Nasional, Surabaya, 1982. A. Widjaja, Masalah Kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika, CV. Armico, Bandung, 1985. Bawengan, G.W., Pengantar Psikologi Kriminil, Cetakan ke empat, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1991. Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara-Perkembangan Kajian Cyber Crime Di Indonesia, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2006 Bonger, W.A., Pengantar Tentang Kriminologi, Edisi ke enam, PT. Pembangunan Dan Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982. D.P.M. Sitompul dan Edward Syahperenong, Hukum Kepolisian Di Indonesia (Suatu bunga Rampai), Bandung: Tarsito, 1985. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Ensiklopedi Indonesia, Jakarta, 1984. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakart: Balai Pustaka, 2005. Kemal Darmawan, M., Strategi Pencegahan Kejahatan, Cetakan pertama, CV. Rajawali, Jakarta, 1984. Karjadi, M., Himpunan Undang-Undang Terpenting Bagi Penegak Hukum, Komisaris Besar Polisi, PNWN Politea, Bogor, 1938. Lobby Loekmonono, J.T., Seksualiatas, Pornografi, Pernikahan, Cetakan pertama, Satya Wacana, Surabaya, 1989. Masruchin Ruba’i, Asas-Asas Hukum Pidana, Malang: UM Press, 2001. Poerwodrminto, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1982. R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-komentarnya, Bogor: Politeia, 1976. Romli Atmasasmita, Bunga Rampai Kriminologi, Cetakan pertama, CV. Rajawali, Jakarta, 1984. Romli Atmasasmita, Problem Kenakalan Anak-Anak/Remaja, Armico, Bandung, 1983. Sahetapy, J.E., Kriminologi Suatu Pengantar, Cetakan pertama, PT. Aditya Bakti, Bandung, 1987. Sarlito Wirawan Sarwono, Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum Remaja, CV. Rajawali, Jakarta, 1981. Simandjuntak, B., Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, Edisi ke dua, Tarsito, Bandung, 1981. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1983. Soedjono Dirdjosisworo, Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), Bandung: Alumni, 1983. 52 Vol. 8, Tahun 2015 -------------------------------, Karya, 1984. ISSN: 1858-2818 Ruang Lingkup Kriminologi, Bandung: Remadja Rachman Hermawan, S., Penyalahgunaan Narkotika Oleh Para Remaja, Jakarta, 1982. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Eresco, 1986. -------------------------------, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2003 53